PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
ALFINA RAHIL ASHIDIQI NIM :105 044 101 398
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/ 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarata, 27 Mei 2009
Alfina RahilAshidiqi
PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh :
Alfina Rahil Ashidiqi NIM : 105044101398 Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dra. Maskufa, MA
Sri Hidayati , M. Ag
NIP.150 268 590
NIP. 150 282 403
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/ 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah.
Jakarta, 03 Juni 2009 Dekan Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM NIP : 150 210 422
PANITIA UJIAN 1. Ketua
2. Sekretaris
3. Pembimbing I
4. Pembimbing II
5. Penguji I
6. Penguji II
Drs. H. Basiq Djalil, SH., MA NIP. 150 169 102
(.………………..…)
Kamarusdiana,S.Ag., MH NIP. 150 285 972
(….…………..……)
Dra. Maskufa, MA NIP. 150 268 590
(.…………..………)
Sri Hidayati , M. Ag NIP. 150 282 403
(.………..…………)
Dr. Euis Nurlaelawati, MA NIP. 150 277 992
(.……..……………)
Drs. Asep Syarifudin Hidayat, SH., MA NIP. 150 268 573
(.…..………………)
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta . 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta . 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sasknsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Mei 2009 Alfina Rahil Ashidiqi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbi al-‘âlamîna, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, atas segala nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, yang menghantarkan penulis sampai pada tahap akhir studi pada Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hanya karena berkat dan ridho-Nya lah penulis sampai pada tahap menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dalam waktu kurang lebih lima bulan. Allahumma
Shalli
`ala
Muhammad,
shalawat
teriring
salam
tetap
tercurahlimpahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW beserta para shahabat dan kerabat dekatnya. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dan di atas semuanya adalah Allah SWT. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis selama menuntun proses penulisan skripsi, terutama kepada : 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Basiq Djalil SH. M.Hum selaku Ketua Program Studi Ahwal AlSyakhshiyah, Kamarusdiana, S.Ag. M.Hum dan Ibu Yanti SHI selaku sekretaris dan staf di Prodi Ahwal Al-Syakhshiyah. 3. Ibu Dra. Maskufa, MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah rela meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi. 4. Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku pembimbing II yang telah memberikan dukungan, pengarahan dan bimbingannya dalam pembuatan skripsi. 5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum yang telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada saat pembuatan skripsi. 6. Kyai M. Maksudi selaku Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning dan Ki Sanurji yang bersedia diwawancara sebagai narasumber dari penelitian penulis. 7. Orang tua tercinta (H. Sahlan Mushadik dan Hj. Sugiyarti) yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini.
8. Semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis untuk memberikan ilmu, nasehat, uswatun hasanah, petuah dan gambaran hidup. Jazakumullah khairal jaza`. 9. Serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan seluruhnya, semoga amal baik mereka diterima Allah SWT dan skripsi sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca, amin. Saran dan kritik yang membangun, sangat ditunggu demi kesempurnan penulisan skripsi ini dan wawasan ilmu penulis . Besar harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.amiin
Jakarta, 27 Mei 2009 02 Djumadil Akhir 1430
Alfina RahilAshidiqi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………...
i
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………. iv Daftar Tabel ………………………………………………………………………………...
vi
Daftar Gambar ……………………………………………………………………………… viii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………....
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ………………………………………...
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………………
7
D. Studi Kajian Terdahulu ……………………………………………………..
8
E. Metode Penelitian ………………………………………………………...... 11 F. Sistematika Penulisan …………………………………………………….... 13 BAB II
HISAB RUKYAT A. Pengertian Hisab Rukyat …………………………………………………
15
B. Dasar Hisab Rukyat ………………………………………………………
20
C. Perkembangan Hisab Rukyat di\ Indonesia………………………………… 28 BAB III
PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA A. Seluk Beluk dan Sejarah Kelahiran Aboge ……………………………….
51
B. Tokoh-Tokoh Aboge ……………………………………………………….. 53 C. Corak Pemikiran Aboge …………………………………………………..
55
BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ………………………..
66
B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah…………………………………. 67 C. Praktek Penetapan Awal Bulan Qamariyah………………………………
77
D. Data –Data Penentuan Awal Bulan Qamariyah …………………………… 85 E. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Purbalingga ……………. 93 F. Telaah Terhadap Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge ……….. 95 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………………….
104
B. Saran ……………………………………………………………………….. 106 DAFTAR PUSTAKA
108
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1: Hasil Wawancara kepada Tokoh Aboge……………………………………
112
Lampiran 2: Almanaq Kitab Primbon Sembahyang ……………………………………..... 120 Lampiran 3: Almanaq Kitab Mujarrabat………….. ……………………………………….. 121
DAFTAR TABEL
Tabel 1
3.1. Kegiatan Keagamaan Harian di Masjid Raden Sayyid Kuning………………………………………………………... 59
Tabel 2
3.2
Kegiatan Keagamaan Mingguan di Masjid Raden Sayyid Kuning ……………………………………………………….. 59
Tabel 3
3.3.
Kegiatan Keagamaan Bulan Ramadhan di Masjid Raden Sayyid Kuning………………………………………………... 62
Tabel 4
4.1.
Almanak di kitab PrimbonSembahyang……………………… 69
Tabel 5
4.2. Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za Pada Almanak Dengan Cara Sederhana….…………………………………... 71
Tabel 6
4.3.
Keterangan almanak yang terdapat pada kitab Mujarrabat….. 72
Tabel 7
4.4.
Nama hari dan urutannya……………. …………… ………... 78
Tabel 8
4.5.
Nama Pasaran dan Urutannya………………………………... 78
Tabel 9
4.6. Rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada setiap tahun Aboge……………………………………... 79
Tabel 10 4.7.
Data Tahun 2009 M ialah Tahun Za (1942 A) menurut perhitungan Aboge…………………………………………… 84
Tabel 11 4.8. Hari Besar Islam Tahun 2006 M /1427 H / 1939 J ( Alif )…... 86 Tabel 12 4.9. Hari Besar Islam Tahun 2007 M/ 1428 H/ 1940 J (He)….…… 88 Tabel 13 4.10. Hari Besar Islam Tahun 2008 M 1429 H/ 1941 J (Jimawal)…. 89 Tabel 14 4.11. Hari Besar Islam Tahun 2009 M /1430 H/ 1942 J (Za)………. 90 Tabel 15 4.12. Hari Besar Islam Tahun 2010 M /1431 H/ 1943 J (Dal)……… 91 Tabel 16 4.13. Hari Besar Islam Tahun 2011/ M 1432 H/ 1944 J (Ba)…….… 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
2.1. Keterangan Ufuk Hakiki……………………...………………. 444
Gambar 2
2.2. Keterangan Ufuk Hissi………….……………………………..
45
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak pertamakali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari kiamat. Begitupula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah, yang mana di dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak membenarkan kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak lain. Karena perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat untuk selalu memurnikan ajaran Allah melalui petunjuk yang dibawakan oleh Rasulullah SAW. 1 Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa, haji, dan hari raya Idul Fithri dan Idul Adha. Kemudian berimplikasi pada syarat-syarat terpenuhinya suatu ibadah. Maka dari itu penggunaan metode ataupun cara dalam menentukan awal bulan disesuaikan dengan argumentasi yang dipegang oleh suatu kelompok atau organisasi. Hal ini berdasarkan pada suatu ibadah dilakukan sesuai dengan pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah perintah dalam agama. Dan diterangkan pada salah satu ayat al-Quran bahwa la tukallifullaha nafsan illa wus`âhâ. 1
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab (Jakarta: Amythas Publicita, 2007). h.6-7.
Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan Qamariyah tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di Negara-negara lain yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia yang notabene tempat dimana agama Islam pertama kali didakwahkan oleh Rasulullah terjadi perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah. 2 Maka dari itu tidak heran bilamana perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah juga terjadi di Indonesia. Demikian itu tidak lepas dari keberadaan faktor perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber daya manusia. Munculnya perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah sangatlah beragam. Ada yang berbeda dalam pengambilan nash sebagai dasar pijakannya, berbeda dari segi penafsiran suatu nash dan dari sistem dan cara yang berbeda. Salah satunya muncul perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah berdasarkan pada penafsiran suatu hadits yang berbunyi:
ا ﺏ م ا ا ﺏ ی اﺏ ﻡ ﻡ ل+ ا& ' ان ا ) ا& ' و#$وهاﺏ زید اﺏ هیة ر ( ﻡ4آ ا ا د )روا/ 1 0 ن/ ',وا ؤی./' وا,)ﻡا ؤی
3
Artinya: “Telah menceritakan kepada kita Abdurrahman bin Sallam al-Jumahiy, telah menceritakan kepada kita al-Rabi’ yakni Ibnu Muslim dari Muhammad, 2
Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dan Permasalahannya di Indonesia. Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Editor. Choirul Fuad Yusuf, Bashor A.Hakim (Jakarta:Departemen Agama RI, 2004), h.3. 3
Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124
yaitu Ibnu Ziyad dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah karena kamu melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan.(Diriwayatkan oleh imam Muslim)”. Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir tiga arus utama mazhab hisab rukyah yaitu pertama, mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU), kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan mazhab imkan alru’yah yang dimunculkan oleh Pemerintah. 4 Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan ahlussunnah waljamaah berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau istikmal (menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari). 5 Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan dalam penentuan awal bulan Qamariyah. 6 Kendatipun demikian, Muhammadiyah menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum
4
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha(Jakarta : Erlangga,2007), h.xvi 5
Rukyat Hilal Indonesia(RHI), “Kriteria Awal Bulan Qamariyah” artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.rukyatulhilal.org 6
Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah, h.24.
tampak, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar7 Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk berusaha menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih konsep imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini memadukan antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkaanurrukyat yaitu sistem hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal (tanggal) bulan dirukyat. Kemudian jika menurut data hisab imkaanurrukyat sudah dinyatakan mungkin untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat dirukyat karena mendung atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan adalah istikmal. 8 Selain mazhab hisab rukyat diatas, di Indonesia juga tumbuh pemikiran hisab rukyah mazhab tradisional ala Islam Jawa. Seperti pemikiran hisab rukyat yang dianut oleh Aboge (Penganut Islam Alip Rebo Wage). Hal ini timbul karena persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan dan melahirkan pemikiran tersendiri, dalam pemikiran hisab rukyat.9 Aboge ini tersebar di beberapa daerah Indonesia. Salah satunya adalah Aboge yang terdapat di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
7
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
8
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
9
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
Melihat pemikiran hisab rukyat Aboge di Purbalingga, penulis tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi penelitian. Karena pemikiran hisab rukyat mazhab tradisional ala Islam Jawa ini menetapkan bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha 1429 H dan tahun-tahun sebelumnya berbeda dengan Pemerintah. Adapun Pemerintah menetapkan bulan puasa pada tahun 2008 dimulai dari hari Senin, tanggal 1 September dan Hari Raya Idul Fitri pada hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2008. Mereka menetapkan tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari Rabu tanggal 3 September 2008.10 Dan hari raya Idul fitri 1 Syawal 1429 pada hari Jumat, tanggal 3 Oktober 2008. Pemikiran hisab rukyah ini juga menurut
para tokohnya, merupakan cara penghitungan yang telah
digunakan para wali sejak abad ke 14 M. Yang mana di ajarkan oleh Syekh Rasid Sayid Kuning dari Kerajaan Pajang. Sehingga pemikiran Hisab Rukyat ini merupakan warisan dari leluhur para wali yang menjadi sebuah pengetahuan sebagai wujud sumbangsih mereka dalam peradaban manusia. Untuk mengetahui seluk beluk komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga, bagaimana komunitas Aboge menetapkan awal bulan Qamariyah, apa landasan hukum penetapan awal bulan Qamariyah dan bagaimana praktek menggunakan sistem tersebut? Apabila hal tersebut
10
dikaji
ulang
dan
dikembangkan,
akan
menambah
khazanah
Ridwan Anshori/Sindo/ahm, “Buka Puasa Pertama bagi Pengikut Islam Aboge”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.okezone.com/2008/12/15.
kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah khususnya di Indonesia. Maka dengan bekal pengetahuan yang telah dipelajari, penulis mengangkat realita Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam menentukan awal bulan Qamariyah sebagai bahan penelitian. Akhirnya penulis mengambil judul “PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH . Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran yang berhaluan Aboge. Untuk itu secara umum penelitian ini terbatas pada penetapan awal bulan dalam perspektif Aboge. Adapun perinciannya penulis membatasi sebagaimana berikut: 1. Aboge yang dimaksud oleh penulis adalah Penganut Islam Alip Rebo Wage yang berdomisili di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. 2. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan awal bulan dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan Qamariyah. 3. Dalam pembahasan penetapan awal bulan dalam tulisan ini, penulis hanya akan memberikan fokus bahasan mengenai penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.
Penentuan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting terutama pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan tersebut sangat berkaitan dengan ibadah. Dalam kenyataan sering berbeda karena berlainan cara menghitung seperti yang dilakukan Aboge. Hal ini yang ingin penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini. Agar terencana dan sistematis, rumusan tersebut dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut dalam perumusan masalah: 1. Bagaimana seluk beluk komunitas Aboge? 2. Apa sistem yang digunakan untuk menenetapkan awal bulan Qamariyah? 3. Apa dasar hukum penetapan awal bulan Qamariyah menurut komunitas Aboge? 4. Bagaimana praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang dilakukan oleh komunitas Aboge?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui profil tentang Aboge 2. Untuk mengetahui sistem yang digunakan Aboge menentukan awal bulan Qamariyah. 3. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan Aboge untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
4. Untuk mengetahui praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang digunakan oleh Aboge. Manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Masyarakat Memberikan informasi mengenai seluk beluk dan sejarah tentang komunitas Aboge khususnya yang berkaitan dengan menentukan awal bulan Qamariyah.
2. Fakultas Memberikan sumbangsih hasil penelitian guna memperkaya khazanah kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah dalam ilmu falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literature kepustakaan khususnya mengenai komunitas Aboge. 3.
Penulis
Memanfaatkan ilmu yang sedikit dan lebih menambah wawasan tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah dalam kajian ilmu falak.
D. STUDI KAJIAN TERDAHULU Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang bertema penentuan awal bulan Qamariyah di Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, penulis menemukan tiga skripsi yang berkaitan. Tiga skripsi yang terkait akan dikemukakan oleh penulis secara ringkas untuk mengetahui sisi-sisi perbedaan dengan skripsi penulis. Pertama, skripsi Ilmanudin dengan judul “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU Dan Muhammadiyah” pada tahun 2004. jenis Penelitian yang digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi perpustakaan library research berdasarkan sumber-sumber yang ada diperpustakaan umum. Skripsi ini
mengusung permasalahan yang membahas perbedaan cara menentukan awal bulan menurut NU dan Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan antar umat Islam, menjadi benalu keharmonisan antara umat Islam dan pengaruh kebijakan Departemen Agama kepada dua ormas tersebut. Dari penelitian tersebut, Ilmanudin mengemukakan solusi berupa penggunaan suatu teknologi yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah, kesadaran ormas tentang pentingnya menjaga keutuhan kesatuan Islam dan kesadaran hukum masyarakat. Penelitian yang dibuat oleh Ilmanudin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga. Kedua, skripsi Eka sartika (Mahasiswa Peradilan agama) dengan mengangkat judul “Penentuan Awal bulan dalam Perspektif Al –Marzukiyah (Studi terhadap kalangan Al- Marzukiyah di Cipinang)” pada tahun 2006. Skripsi ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah menentukan awal bulan Qamariyah, landasan yang digunakan, bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan AlMarzukiyah melihat kebijakan Pemerintah dalam menentukan awal bulan Qamariyah.
Penelitiannya
menghasilkan
bahwa
Al-Marzukiyah
adalah
segolongan masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A. Marzuki. Metode penelitian yang digunakan adalah survai yaitu melakukan wawancara dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan
penetapan awal bulan Al- Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Quran, Hadits dan Pendapat Ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab Tuhfat Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal bulan. Dan juga didasarkan pada beberapa kitab lain yaitu Tamyizu al- Hakk Min al- Dholal fii saidi al-hilaal dan Risalah Iqadu al-Niyam Habib Usman bin Abdullah, Fadl alRahman fii Raadi al marhum al- sayyid ‘Utsman karangan Kh. Ahmad Marzuki, Taqwiimu al-nayyirayni fi ru’yati al hilaalayni karangan H. Ali Wardi bin H Abdul Ghani dan beberapa kitab karangan lainnya. Penelitian yang dibuat oleh Eka Sartika jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di desa Onje Kec. Mrebet. Kab Purbalingga. Ketiga, adalah skripsi Nur Said (Mahasiswa Peradilan Agama) dengan judul “Problematika Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1427 H/ 2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur” pada tahun 2007. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas sesuai dengan pemahaman yang diskriptif. Penelitian ini berupa studi empiris untuk menemukan teori teori proses terjadinya perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006 antara PBNU dan PWNU Jawa Timur. Penelitian fokus membahas konsep
penetapan awal bulan syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan penyebab dari perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006 h Idul Fitri PBNU dan PWNU JATIM. Penelitian yang dibuat oleh Nur Said jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di desa Onje Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga.
E. METODE PENELITIAN Jenis dan Pendekatan Penelitian Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field research). Yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. 11 Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil komunitas Aboge di Purbalingga sebagai objek studi kasus penelitian. Data Penelitian Sumber data yang digunakan adalah sumber data Primer dan Sekunder. Data Primer pada skripsi ini adalah hasil wawancara kepada tokoh 11
Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Social, Dasar-Dasar dan Aplikasinya. (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), Cet. Ke-6,.h.20.
Aboge dan data-data atau dokumen yang berkaitan tentang Aboge. Sedangkan untuk data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan ilmu falak secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah a. Wawancara yaitu penulis melakukan wawancara kepada tokoh Aboge di daerah
setempat, untuk menggali informasi lebih dalam tentang
komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga sebagai objek penelitian penulis, sekaligus sebagai sumber primer dalam penelitian. b. Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu penelitian kepustakaan dan literature yang mempunyai relevansi dengan judul baik dari Komunitas Aboge atau pihak lain. Teknik Pengolahan Data Seleksi data: setelah memperoleh data dari hasil wawancara dan dokumentasi yang bersifat tertulis. Dari data tersebut diperiksa kembali satu persatu, dan diambil data yang berkaitan dengan penelitian agar tidak terjadi kekeliruan.
Klasifikasi data: setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam bentuk dan jenis tertentu, kemudian diambil kesimpulan. Analisa Data Teknik analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif. Yang memaparkan tentang profil Aboge sampai bagaimana mengaplikasikan cara menentukan awal bulan Qamariyah. Pedoman Penulisan Laporan Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada ”BukuPedoman Penulisan Skripsi tahun 2007’ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan laporan penelitian ini terbagi ke dalam lima bab dengan rancangan sebagai berikut. Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang didalamnya dipaparkan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, studi kajian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan laporan. Bab kedua menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat literature. Yakni mengenai pengertian hisab rukyah, sejarah dan perkembangannya hisab rukyat di Indonesia yang mencakup aliran-aliran hisab rukyat .
Bab ketiga yaitu mengupas tentang profil Aboge yang menjelaskan seluk beluk dan sejarah kelahiran Aboge, menyebutkan siapa saja tokoh- tokoh yang berperan dan bagaimana corak pemikiran Aboge dalam keagamaan. Bab keempat adalah penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif Aboge. Dalam bab ini membahas inti dari penelitian yaitu dasar pijakan Aboge dalam menetapkan awal bulan. Kemudian system dan praktek dari penetapan awal bulan Qamariyah yang dipakai oleh Aboge, yang disertai data-data penetapan awal bulan Qamariyah sistem aboge, implikasi penetapan awal bulan menurut perspektif aboge, tanggapan Majelis Ulama Indonesia dan telaah penulis terhadap penentuan awal bulan Qamariyah dalam perspektif Aboge, Bab kelima adalah penutup. Didalamnya berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa rekomendasi penulis.
BAB II
HISAB RUKYAT A. Pengertian Hisab Rukyat Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu ً َِﺡ- ُ َِْ 12
-َََ ﺡyang mengandung arti “menghitung atau membilang”.
Jadi hisab
adalah kiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil. Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur’an berjumlah 37 kali, yang kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa 13
penggunaan arti yang kabur.
Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan. 14 Istilah tersebut masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu shalat atau menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah.
12
Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Mesir: Al-Mathba’ah Al-Katholikiyah, Cet XVIII, 1918), h. 132.
13
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007),
h. 120. 14
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.141.
Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic, yang mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi.15 Dalam disiplin ilmu falak (astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya masalah ibadah misalnya; shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai acuan waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan matahari, menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan bulan. Ilmu Falak yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar'i). Nama yang populer di Indonesia adalah Falak saja.16
15
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Cet. 1 (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1990), h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h.6. 16
Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”, artikel diakses pada 02 Februari 2009 dari www. hisab-rukyat. html.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.17 Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain yang dikenal dengan nama “ilmu mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh termasuk dalam ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara prinsip kedua ilmu tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses perumusan secara pasti.18 Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal ilmu falak sebagai ilmu hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah ilmu falak yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah dengan cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik, gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. 19 Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan hisab adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya saja
17
Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 117. 18
Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu Komparasi,(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h.11. 19
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah”,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h.13. Diambil dari Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat,(Jakarta:Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990). h. 14.
sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut Astromekanika.20 Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan modern yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan, ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical Trigonometri.21 Perkembanganperkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi atau kecermatan produk perhitungan ilmu hisab.22 Sebagai pendukung yang lain, ilmu hisab juga menggunakan informasi data yang dikontrol dengan observasi setiap saat.23 Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan dalam literature ilmu falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan perubahan– perubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi lebih berkembang. Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu ً َْ رُؤ- ََى- رَأَىyang mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan akal. 24 Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.25
20
Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak-dan gaya tarik benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 375. 21
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h.15.
22
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama ( Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5. 23
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah,h. 13.
Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.26 Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.27 Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan tergolong syariat para Nabi sebelum Nabi Muhammad.SAW.28 Muhammadiyah memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala. Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.29 Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama berkaitan dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan ibadah haji.
24
Louis Ma’luf, Al-Munjid, h. 243.
25
Farid Ruskanda. 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi (Jakarta: Gema Insani, 2005), h.41. 26
27
28
29
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15. Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h.180. Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru’yah (Solo: Pustaka Darul Islam.tt), h. 32.
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaam di Tengah Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 136.
Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk disebelah barat tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.30 Dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah menguasai ilmu falak secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam pelaksanaan rukyat dibutuhkan ketrampilan dan pengalaman yang banyak. Sehingga Departemen Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Hijriyah, untuk memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap bulan. Dengan demikian dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung posisi benda langit secara nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan dengan ibadah tidak terjadi kesalahan.
B. Dasar Hisab dan Rukyat Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada bulanbulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab. Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW. 31 Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan rukyat tidak hanya dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga dengan teleskop.32
30
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak. h. 142.
31
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak,. h. 143.
32
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru’yah, h. 29.
Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah 1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus(10): 5 yang berbunyi: !☯#☺%&
013
+☺,-. /
☯' ()*
< =☺5>+? +89 :0+; 45167,/ H EF G),. / +ABC)D 7+ OP-
!LM,N
W +V? )
K
+I5>J
+;
S⌧UV H QI,. R
(٥ : ١٠ )س+D=☺5>#+V XYZ,- Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah ( tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu (َُ )وََرyang artinya dan ditetapkan-Nya dan al-hisaba (َ )ا َِْبyang artinya perhitungan (waktu) dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapat dihitung. Karena Allah menganjurkan manusia untuk mengetahui waktu dan mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai makhluk cerdas.33 Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein dan M. Wahbi Sulaiman menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” 33
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab(Jakarta: Amythas Publicita, 2007),h.121-122.
berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui dengan bilangan bulan dan tahun. 34 Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah bahwa kata َ"ُْا#ْ$َ%ِ (supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kata َُوََر (Dia menetapkan…) bukan kepada َ&َ$َ' (Dia menjadikan…). Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya.35 Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan manusia dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai ibadah maupun muamalah. 2) Didalam QS. Al-Isra’(17): 12 yang berbunyi: .(
<
C[>
QAB+`+V '
Q.(
,\+V '
/
1 \]^_ / +3Z,☺,[
34
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi AlQur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), Cet.1, h. 208. 35
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
1 \]^_
,\+V '
C[>
/
h; f⌧#g,[ < '+`Zd+`e C:b)Zc; 7+
< =☺5>+`/
'i5R1
^kl/ H EF G+.j / +ABC)D
(١٢:١٧/ )ا*ﺱاءf⌧)S.U, :0[>oS,[ m'n⌧ Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”. Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang menjadi malam dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui waktu. 3) Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah(2): 185 yang berbunyi: [ +8r3sm B +D g+;1 Z]q ^ ^0>e i7=w.
tf7 E h;
D 'Zk-.
dW :0hv+R/
x'i0; 7]q ☺,[ H QD ,ZkU. /
( ١٨3 :٢/ة01 )ا...< #☺zS[>,[ +Z]%y
Artinya: “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…. Berdasarkan ayat
diatas menjelaskan bahwa penentuan awal
Ramadhan. Rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmi
yaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori. 4) Dijelaskan dalam Hadits
ِ<ََْ ِ= ﺱَِ>ُ ﺏ1ْ?َِ@َبٍ َلَ أA ِ<َْ<ْ اﺏB ٍ&ْ9َ0ُB ْ<َB ِCْ9# ِ= ا4َ5 ٍَْ َلَ ﺡ9َ:َُ= ﺏْ<ُ ﺏ9َْ َ4َ5 َﺡ َ>#َِ وَﺱIْ9َ#َB ُD= ا#َJ ِDُ رَﺱُْلَ اHْ$ِ"َْ@ُ"َ َلَ ﺱ4َB ِDَ اEِFَُ"ََ رB ُ"ََ أَ نB ِ<ِْ ﺏDُْ ا1َB ُ )رواIَ َُْرُوْاO ْ>ُ:ْ9َ#َB >ُP ِْ نQَO ُِ وْاRْO َSَO ُُْ"ُ%َُْْﻡُْا وَ إِذَا رَأNَO ُُْ"ُ%َُْْلُ إِذَا رَأ0َ 36
(رىT1 ا
Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata menceritakan kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin Umar telah menghabarkan kepadaku bahwa Umar ra menyampaikan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia (Diriwayatkan oleh Bukhari). Pada kalimat ُIَ َُْرُوْاO yang artinya maka kira-kirakanlah pada hadits diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan hisab dalam penentuan waktu selain rukyat. Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah 1. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah(2):189 yang berbunyi: Z < | ?J + !L+3>+:{ i ~],. / ^ ^0> kW(M+; }1 < [|,
36
D/|R
b.
}.,/
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as-Sanadi, juz 1 (Beirut:Dar al-Kitab al-Islam,t.th), h 325-327. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan jalur periwayatan yang berbeda.
6 )i ,/
1=wk=
< [m/ H
i
H,^
wRMZR/m
Zxk>,
;
# ;
!.
+;
b.
!(c.
< k-^ /
(١٨٩:٢/ة01 =
! )ا,>.U
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan sabit (hilal) sebagai tanda- tanda bagi manusia untuk mengetahui hari, bulan tahun dan kepentingan yang bersifat ibadah.
2. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi: =< اﺏB < ﻡ" وهاﺏ< زدB >#= اﺏ< ﻡ4$ Y9 ا ﺏ45"= ﺡZ ا ﺡ"< ﺏ< ﺱ\م ا1B 45 ﺡ ="P نO I%وا وRO واI%ﻡا ؤJ > ل# وﺱI9#B D= ا#J =14 ان اI4B D اEFهة ر 37
(>#د)روا ﻡ$ ا ا#"آO >:9#B
Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan”. ( Diriwayatkan oleh Muslim).”
37
Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124.
3. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi: D= ا#`J a=`ِ14 َ<ِ اB "@4B D= اFُ"ََ رB ِ<َْ<ِ اﺏB ٍYِOَ ْ<َB ٍ^ََِ= ﻡ#َB َُ= َلَ ََأْت9َْ ُ<َْ= ﺏ9َْ َ4َ5َﺡ ْ>ُ:ْ9`َ#َB َ=`ِ"ْPُِنْ أQَO ُْ= ﺕََو%َُِوا ﺡRْdَُ ﺕeَ= ﺕََوُا ا ْ@ِ\َلَ و%َُﻡُا ﺡNََ ﺕe ََل0َO ََنbَُ ذَآََ رَﻡIَ> أ# وﺱI9#B 38
.(>#ُ )روا ﻡIَ َِْرُواO
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya telah membacakan kepada Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah Meridhoi keduanya Saw, bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal ( Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihat hilal(Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah.” (Diriwayatkan oleh Muslim) 4. Disandarkan pula pada Hadits yang berbunyi: ِ<`َB َِ`دaf َ`<ْ أَﺏِ`= اB َ`َ"ُB ُ<`ِْ ﺏI`# ْ`ُ ا9َ1ُB َ4َ5`َ ﺡgْ`ِى1َ$ْ ٍْ اh`َِ ﻡَُ"`ُ ﺏْ`<ُ ﺏ4َ5ََ َ ﺡ1ْ9َA =ِِْ ﺏْ<ُ أَﺏ:ََ أَﺏُ ﺏ4َ5َﺡ َ`لَ إِذَا0َO َ> ا ْ@ِ`\َل#` وﺱI`9#B D= ا#`J- ِI`# َ`لَ ذَآَ`َ رَﺱُ`لُ اI`4B D`= اFَ<ْ أَﺏِ`= هَُْ`َةَ رB َِْجBَjا 39
(>#<َ) روا ﻡ9ِ5َ\َ5 واgُ$َO ْ>ُ:ْ9َ#َB َ=ِ"ْPُِنْ أQَO ُِواRْOَSَO ُُ"ُ%َُْﻡُا وَإِذَا رَأNَO ُُ"ُ%َْرَأ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaybah, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah dari Nafi, dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya, bahwasanya Rasulullah SAW menuturkan tentang bulan Ramadhan, lalu beliau berisyarat dengan tangannya seraya berkata sebulan itu sekian, sekian dan sekian (dengan menekuk ibu jarinya pada yang ketiga kali), kemudian beliau berkata: berpuasalah kalian karena terlihat hilal(syawal. Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah bulan itu 30 hari.(Diriwayatkan oleh dari Ibnu Umar. Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyatul hilal sebagai cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa Nabi Muhammad
38
Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122.
39
Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 124.
SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits yang berbicara tentang rukyat sekitar 56 hadits.40 Hal itu didukung oleh keadaan masyarakat di Madinah yang tidak mahir untuk berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist yang berbunyi sebagai berikut: l e وl%: e ٌ 9 إ أﻡ ٌ أﻡ:> ل# و ﺱI9#B D= ا#J E14 < اB "@4B D= اF" رB << إﺏB 41
(>#<َ )روا ﻡ95\5 َ ﺕ"مE4$ اm:ا و هm:او هm:@ هh ا
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini.Ibnu Umar melipat satu jari jempol pada gerakan yang ketiga (29 hari). Satu bulan adalh seperti ini, seperti ini dan seperti ini yaitu genap 30 hari.(diriwayatkan oleh Imam Muslim).
5) Disandarkan pada pendapat Ulama: Para Imam Madzhab empat sepakat bahwa awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan berdasarkan Rukyatul Hilal atau Istikmal sebagaimana berikut:
َنSِ ْ>ِ@ِ َْ0َِ ﺏnِ5َ=َ ﻡَ<ْ و#َB َeَْمُ ﺏَِِ ﺏِ@ِ>ْ وN ْ@ِ>ُ ا9َ#َB ُlِZَ َ\َO .َ<ْ9ِ"aZَ4ُ"ْ ْلِ ا0َِْةَ ﺏ1ِB َe ِِة$ْ َ رُؤَْ ُ ا ْ@ِ\َ لِ أَوْ إِآْ"َلُ اEَِ أَﺏًَا وَه9َpَ%ََﺕe ٍ َ%َِﺏ5 ٍَ= أَﻡَرَة#َB َْمN َ اn#َB َرِعh ا ًْ<َ َْﻡ9ِ5َ\َ5 40
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007), h. 53. 41
Muhammad Nashirudin Al-Albani, penerjemah Imron Rosadi, Mukhtashar Shahih Muslim, jil. 1 ( Jakarta: Pustaka Azzam), h. 419.
Artinya: “Tidak perlu diperhatikan perkataan ahli astronomi. Maka tidak wajib bagi mereka berpuasa berdasarkan hisabnya, dan juga bagi orang yang mempercayai perkataannya, karena pembuat syari’ah (Allah) mengkaitkan (menggantungkan) puasa pada tanda yang tetap dan tidak berubah sama sekali, yaitu ru’yatul hilal atau menyempurnakan bilangan tiga puluh hari.42 Empat Imam madzhab yang bersepakat menentukan awal Ramadhan dan Syawal dengan cara rukyatul hilal ialah Syafii, Hambali, Hanafi dan Maliki. Dari beberapa nash dan kesepakatan empat imam madzhab diatas menjelaskan bahwa penentuan waktu atau awal bulan yang berhubungan dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah berdasarkan pada hilal. Yaitu dengan cara melihat hilal (rukyatul hilal) setelah terbenam matahari pada hari ke 29 atau dengan istikmal, yaitu menyempurnakan bilangan bulan tersebut menjadi 30 hari bilamana rukyat tidak berhasil dilakukan.
C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia 1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian Islam yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai di Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam berkembang dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang yang ingin mengkaji Islam lebih dalam berbondong bondong datang ke sana, tidak
42
Abdur Rahman Al-Jazari, Al-Fiqh Alal Mazahibil Arba’ah, jilid 1 (Beirut: Dar Ihya Atturats Al-Araby), h. 551.
terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantas pemikiran hisab rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Seperti Muhammad Manshur al-Batawi yang mengarang kitab Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis merupakan hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang dipakai berasal dari Ulugh Beik. Begitu pula beberapa kitab hisab rukyat yang berkembang di Indonesia. Dan banyak kitab di Indonesia merupakan hasil cangkokan kitab karya Ulama Mesir yakni Al-Mathla’ al Saids ala Rasdi AlJadid.43 Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H /1633 M yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun Saka tersebut.44 Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran Hisab Rukyat,
43
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, ( Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47. 44
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki (Yogyakarta: Siaran, 1957), h.12.
hal ini ditandai dengan adanya penggunaan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi. Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di Indonesia sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam45. Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia. Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai diterapkan dalam kegiatan-kegiatan Administrasi Pemerintahan dan dijadikan sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap mempergunakan penanggalan Hijriyyah terutama di daerah-daerah kerajaan Islam. Belanda membiarkan pemakaian dan penanggalan. Adapun pengaturannya diserahkan kepada para penguasa Kerajaan-Kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari yang berhubungan dengan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah. Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik Asmarakandi. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda` (epoch) dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti Nawawi Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain dengan 45
Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat. h.22.
markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada kitab asal (kitab induk) seperti al-Mathla’ul said fi hisaabil kawakib ala Rasydil Jadid karya Syekh Hussain Zaid al Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relative banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan kitab falak dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat disamping adanya kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur, dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No 2/ UM.7 UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967 No.148/ 1968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam
prakteknya penetapan hari libur terkadang belum
seragam, sebagai dampak adanya perbedaan pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.46 2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah
46
Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat. h.22.
Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab. a. Rukyat Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang tidak memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari (istikmal). 47 b. Hisab Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi dan hisab hakiki. 1) Hisab Urfi Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. 48 Hisab urfi yang berkaitan dengan Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu: a) Hisab Hijriyah (Arab)
47
Kardiman dkk Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL, 2001),
h.6 . 48
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7.
Lama peredaran satu bulan sinodis49 selalu berubah-ubah. Sebagai
contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang
terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit ( Ijtimak Muharam 1398 H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah 29 hari 15 jam 11 menit (ijtimak Sya’ban ke Ramadhan). Oleh karena itu maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis bulan dirataratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau 29,5306 hari. Lama satu tahun yaitu 12 X 29,5306 hari+354,3672 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 36 detik atau 354 11/30 hari (dengan mengabaikan 36 detik pertahun). Untuk menghilangkan pecahan ini maka diadakan kebulatan masa selama 30 tahun. jadi lama hari dalam 30 tahun yaitu 30 X 354 11/30 hari =10631 hari. 50
Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut: •
Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini menurut pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab kedudukan hilal
49
50
Jarak waktu dari satu ijtima ke ijtima’ berikutnya.
Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh (Bandung: Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11.
pada hari Rabu petang sewaktu matahari terbenam sudah mencapai 5º 57`.51 •
Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian. kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari.52
•
Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355 hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun kabisat berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.
•
Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan 29. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16 bukan tahun kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini merujuk pada rumus yang dikemas dalam syair berikut:
ُIَ َNَO ُI1ُ ﺡs&َ? a&َُ<ْ آB● ُIَ َُِ دIdَْ&ُ آ9ِ#َTْ اqَآ 29
26 24
21
18
15 13 10 7 5
51
2
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11. Dalam buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum Bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari Jumat, 16 Juli 622. 52
Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
•
Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukan tahun basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan 10(1420:30= 47 daur sisa 10 tahun), jadi tahun 1420 H adalah tahun kabisat.
•
Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30 tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang), dan 19 tahun basithah (tahun pendek).53
b) Hisab Islam ala Jawa54 Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka, yang berdasarkan pada peredaran matahari. 55 Kemudian dikenal bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut kaum Saka (Scythia) dibawah pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Satavahan. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra,
53
Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
54
Irfan Anshory ,”Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http:www.formmasibumi.com/2008/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html. 55
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki , h. 13.
Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna. Agar kembali sesuai dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang,dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (16131645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum'at Legi tanggal 8 Juli 1633
Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya diseluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak Islam. Nama-nama
bulan disesuaikan dengan
lidah Jawa:
Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah Hari Asyura 10 Muharram. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya "sesudah Mulud". Sya'ban merupakan bulan Ruwah, waktunya mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung),saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha. Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau
jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India. Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke7,ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahuntahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.
Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari (mundur ke belakang baik harinya atau pun pasarannya (pancawara), agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun 1043H dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi ( 8 Juli) dan selanjutnya sejak waktu itu sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115 H (17 Mei tahun 1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu tanggal 1Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi= Alip mulai Jumuwah Legi), Kemudian sesudah itu diadakan pergantian kurup menjadi Kamsiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun lagi jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon= Alip-Kemis Kliwon), berarti pengunduran satu hari beserta pancawaranya. Kemudian setelah Kamsiah berjalan 120 tahun, diadakan pergantian kurup lagi, yaitu diganti menjadi kurup Arbangiah, artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun jatuh pada hari Rabu Wage.(Aboge= Alip-Rebo-Wage) Adapun sekarang ini kurupnya sudah berganti
menjadi kurup Tsalasiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon (Asopon=Alip-Seloso- Pon).56 Pergantian kurup yang terjadi pada Hisab ini adalah sebagai berikut:57 •
Mulai 1 Suro Alip tahun 1555 atau tahun 1043 H (8 Juli 1633) sampai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M) kurupnya jamngiah legi(Angahgi)
•
Mulai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M) sampai permulaan tahun 1747 atau 1235 (20 Oktober 1819 M) kurupnya kamsiah kliwon (Amiswon).
•
Mulai permulaan tahun 1747 atau 1235 H (20 Oktober 1819 M) sampai permulaan tahun 1867 atau tahun 1355 H (24 Maret 1936 M) kurupnya arbangiah wage (Aboge).
•
Mulai permulaan tahun 1867 atau 1355 H(24 Maret 1936 M) kurupnya tsalasiah pon (Asapon)
56
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
57
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
Dari pergantian kurup diatas terlihat bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut:58 •
Pergantian dari kurup jamngiah ke kurup kamsiah baru diumumkan pada hari Kamis Kliwon tanggal 11 Desember 1749 M berarti sudah terlambat 46,5 tahun.
•
Pergantian dari kurup kamsiah ke kurup arba’iah baru diumumkan pada hari Jumat Pon tanggal 28 September tahun 1821 M., oleh Keraton Surakarta, berarti sudah terlambat 2 tahun. oleh Keraton Ngajogyakarto baru pada hari Senen Kliwon tanggal 1 Suro tahun 1793 atau 1281 H ( 6 Juni 1864)
•
Pergantian dari kurup arba’iah ke kurup tsalasiah sudah diumumkan pada tanggal 1 Dulkangidah tahun Wawu 1865 atau 1353 H (5 Februari1933 M) tersebut surat ketetapan no 54. Hisab ini tidak berbeda dengan sistem kalender matahari,
bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari, sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah. 59
58
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12. 59 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern( Jogjakarta: Suara Muhammadiyah,2007), h.102.
Nurhayati Zen mengutip pemikiran Ahmad Dahlan bahwa hari raya akan jatuh pada tanggal 1 Syawal karena munculnya bulan di arah barat yang berdasarkan hisab. Dengan tanpa harus memandang hari ataupun dasar penghitungan lain, jika hari itu menurut perhitungan pada bulan telah tiba pada tanggal 1 Syawal maka hari raya Idul fitri harus dirayakan. 60 Untuk itu hisab urfi digunakan sebatas membuat kalender yang bersifat jangka panjang. Kalender yang menentukan awal bulan secara taksiran agar mempermudah pencarian data dan kepentingan kehidupan pada masa sekarang. Bukan kalender untuk menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah.
b. Hisab Hakiki61
60 Nurhayati Zen, “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy'ari”artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari http//lppbi.fiba.blogspot.com/2009/03/html. 61
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan kepada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan kadang-kadang 2 bulan berturut-turutumurnya 29 hari atau 30 hari, atau kadang-kadang pula bergantian seperti menurut perhitungan hisab urfi. Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan kaidahkaidah ilmu ukur segitiga bola. Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya bulan baru dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada garis besanya ada dua golongan yaitu yang berpedoman kepada ijtimak semata dan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk pada saat matahari terbenam. Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat 6 golongan, yaitu:62 1) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub 2) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri 3) Golongan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk hakiki 4) Golongan yang berpedoman kepada posisi diatas ufuk hissi 5) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar’i 6) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat dirukyat.
62
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
1). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub. Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, maka malam dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung. Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat dan tidak memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi ijtimak dan hilal masih dibawah ufuk, maka malam hari itu berarti sudah termasuk bulan baru. 2). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri Beberapa ahli mensinyalir bahwa timbul suatu pendapat baru yang menghendaki permulaan bulan Qamariyah ditentukan oleh kejadian ijtimak sebelum terbit fajar, maka malam itu sudah masuk awal bulan baru, walaupun pada saat matahari terbenam pada malam itu belum tejadi ijtimak. Nampaknya sampai saat ini di Indonesia belum ada para ahli yang berpegang kepada ijtimak qablal fajri ini. Mereka baru mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan atas peristiwaperistiwa yang sering terjadi akibat penentuan Hari Raya Haji yang dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia.
3). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hakiki. Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu bulan qamariyah, posisi hilal harus sudah berada diatas ufuk hakiki. Dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si peninjau lihat gambar 1 pada lembar selanjutnya.
Gambar 2.1. Keterangan Ufuk Hakiki Pada gambar 1 “Ufuk Hakiki P” adalah merupakan ufuk hakiki bagi si peninjau yang berdiri pada titik P, demikian pula “Ufuk Hakiki Q” adalah ufuk hakiki bagi si peninjau yang berdiri pada titik Q. Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat si peninjau. Dapat disimpulkan sistem ini berpendapat bahwa jika setelah terjadi ijtihad, maka hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki pada saat terbenam matahari, maka malamnya sudah dianggap bulan baru, sebaliknya jika pada saat terbenam matahari hilal masih berada
dibawah ufuk hakiki maka malam itu belum dianggap sebagai bulan baru. 4). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hissi. Golongan ini berpendapat, jika pada pada saat matahari terbenam setelah terjadi ijtimak, hilal sudah wujud diatas ufuk hissi, maka malam itu sudah termasuk tanggal satu bulan baru. Dimaksud dengan ufuk hissi adalah bidang datar yang melalui mata si peninjau dan sejajar dengan ufuk hakiki lihat gambar dibawah ini.
Gambar 2.2. Keterangan Ufuk Hissi Pada gambar 2 “Ufuk Hissi P” adalah ufuk hissi bagi si peninjau yang berdiri di titik P, sedang “Ufuk Hakiki P” adalah ufuk hakiki bagi si peninjau tersebut. Bedanya kedua ufuk tersebut adalah paralaks ufuk hissi sama dengan ufuk hakiki dikurangi parallaks. Golongan yang berpegang pada ufuk hissi menentukan ketinggian hilal diukur dari atas permukaan bumi, sedangkan yang berpegang kepada ufuk hakiki mengukur ketinggian itu dari titik pusat
bumi. Dan nampaknya sistem ini kurang populer, sehingga banyak para ahli yang mengabaikan eksistensi sistem ini. 5). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar`i. Sistem ini pada dasarnya sama seperti system hisab yang berpedoman kepada ufuk hakiki dan hissi, yaitu memperhitungkan posisi hilal pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak. Hanya saja sistem ini tidak cukup sampai di sana. Setelah diperoleh nilai ketinggian hilal dari ufuk hakiki kemudian ditambahkan koreksikoreksi terhadap nilai ketinggian itu. Koreksi-koreksi tersebut adalah a) Kerendahan ufuk Pengaruh ketinggian tempat si peninjau. Semakun tinggi kedudukan si peninjau semakin besar nilai kerendahan ufuk ini, akibatnya semakin rendahlah ufuk mar`i tersebut. b) Refraksi Refraksi adalah perbedaan antara tinggi bendalangit menurut penglihatan dengan tinggi benda langit
menurut
penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya. Contohnya: bila sinar cahaya secara miring menembus lapisan udara yang mengelilingi bumi, cahaya itu membelok ke bawah. Akibatnya semua benda
langit yang kita awasi
terlihat
seakan-akan berkedudukan di
langit pada tempat yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. 63 c) Semidiameter (jari-jari) Yang diperhitungkan oleh sistem ini bukanlah titik pusat hilal, melainkan piringan atasnya. Oleh karena itu harus diadakan penambahan senilai semidiameter terhadap posisi titik pusat hilal. d) Parallaks (beda lihat) Yang diperhitungkan dalam sistem ini adalah tinggi hilal dari mata si peninjau. Sedang menurut astronomi dari titik pusat bumi, maka ada perbedaan tinggi hilal jika dilihat dari mata si peninjau dan dari titik pusat bumi. Perbedaan ini dikenal dengan istilah “parallaks” (beda lihat). 6). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat dirukyat (imkanur rukyat). Golongan ini mengemukakan bahwa pada saat matahari terbenam setelah terjadi ijtimak hilal harus mempunyai posisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dapat dilihat. Para ahli yang termasuk golongan ini tidak sependapat tentang berapa ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dilakukan rukyat bilfi`li. Ada yang mengatakan 8º, 7º, 6º, 5º, dan lain sebagainya.
63
Sa`adoeddin Djambek, Hisab Awal Bulan ( Jakarta: Tirtamas, 1976), h. 18.
Dari kedua macam sistem hisab diatas, hisab hakiki dianggap lebih sesuai dengan syara’. Karena dalam prakteknya, hisab hakiki memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Hal itu sesuai dengan hilal sebagai dasar pergantian bulan. Dengan demikian sistem hisab hakiki adalah sistem yang dipergunakan oleh umat Islam untuk menentukan awal bulan yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah. Pada perkembangannya yang terakhir di Indonesia, aliran-aliran Hisab Rukyat terbagi menjadi empat aliran yaitu: 1) Rukyatul Hilal Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.64 2) Hisab Hakiki Wujudul Hilal Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender)
64
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia .org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.
Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.65 3) Imkanur Rukyat Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) BulanMatahari minimum 3°, atau b) Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.66
4). Rukyat Global 65
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia .org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS. 66 Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot .com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.67
Sebagaimaan telah disebutkan, bahwa Pemerintah secara resmi menetapkan awal bulan Qamariyah dengan mempergunakan kriteria Imkaanur Rukyat. Kriteria ini diharapkan menyatukan perbedaan kriteria dalam menentukan awal bulan Qamariyah antar ormas ataupun kelompok ahli hisab ataupun rukyat di Indonesia. Namun usaha penyatuan kriteria penentuan awal bulan Qamariyah nampaknya belum terwujud. Sebab tidak semua ormas dan kelompok ahli hisab ataupun rukyat menerima Imkaanur Rukyat sebagai kriteria yang dipakai untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
67
Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot .com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
BAB III PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA
A. Seluk Beluk Dan Sejarah Kelahiran Aboge 68 Kata Aboge adalah singkatan dari Alip Rebo Wage, yang mempunyai arti Tanggal 1 Muharram Tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran Wage. Aboge adalah dasar perhitungan almanak (kalender) dalam satu windu atau delapan tahun, maka yang dimaksud Aboge adalah dasar suatu perhitungan. Gagasan perhitungan Aboge berasal dari para Wali69 yang berasal dari Timur Tengah dan Sunan Kalijaga yang berasal dari tanah Jawa. Mereka memadukan konsep Timur Tengah berupa huruf-huruf hijaiyyah, bulan-bulan hijriyyah dan nama-nama hari dengan konsep Jawa berupa pasaran. Para wali mewariskan perhitungan Aboge kepada Ki Tepus Rumput sebagai Adipati Onje I untuk mengembangkan perhitungan Aboge di Kadipaten Onje (sekarang bernama Kabupaten Purbalingga). Peran Ki Tepus Rumput mengembangkan perhitungan Aboge, dilanjutkan oleh putra angkatnya yaitu Adipati Onje II (Nyokropati). Tidak berselang waktu yang lama, datanglah seorang ulama` ke Kadipaten Onje yang bernama Ngabdullah Syarif Raden Sayyid Kuning, yang terkenal dengan nama Raden Sayyid Kuning membantu 68
M. Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24
April 2009 69
M. Maksudi mengatakan sebagian dari wali sembilan berasal dari Timur Tengah yaitu Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga.
Adipati Onje II untuk mengelola masjid. Selanjutnya, Adipati Onje II menobatkan Raden Sayyid Kuning sebagai Imam pertama Masjid yang sekarang bernama Masjid Raden Sayyid Kuning dan sekaligus menjadikannya menantu. Sebelum datang ke Kadipaten Onje, Raden Sayyid Kuning mengaji kepada Sunan Drajad. Setelah itu, Raden Sayyid Kuning bersama Kyai Arsayuda menantu Arsantaka, Syeh Mahdum Wali dan Syeh Mahdum Umar mengamalkan ilmunya dengan menyebarkan agama Islam ke Karang Lewas, Purwokerto. Pada saat itu Raden Sayyid Kuning tidak menetap di Purwokerto, tetapi meneruskan ke Kadipaten Onje untuk meneruskan dakwahnya. Sebagai imam pertama Masjid Raden Sayyid Kuning, Raden Sayyid Kuning berperan dalam mengelola masjid dan memakmurkannya, dengan cara mengajarkan ajaran-ajaran Islam dan perhitungan Aboge kepada masyarakat. Kemudian banyak masyarakat yang mengikuti sistem perhitungan Aboge. Lambat laun masyarakat di Desa Onje, tersebut dikenal dengan Komunitas Aboge . Dari keterangan diatas, komunitas Aboge di Desa Onje, Kec, Mrebet, Kab. Purbalingga bukan sebuah organisasi masyarakat yang berpusat di daerah tertentu, ia adalah sebuah kelompok masyarakat Islam yang berjumlah kurang lebih 250 sampai 300 orang, yang menggunakan sistem penghitungan berdasarkan Aboge (Alip-Rebo-Wage) untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga tidak terkait secara organisasi ataupun hubungan kekerabatan dengan komunitas
Aboge di daerah-daerah lain di Indonesia. Sampai sekarang, komunitas Aboge tidak dipimpin oleh seorang ketua, namun pihak yang bertanggungjawab dalam komunitas Aboge adalah Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning. Karena, Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning adalah panutan bagi komunitas Aboge untuk menentukan awal Ramadhan, tanggal 1 Syawal dan hari raya idul fitri dan idul adha yang didampingi oleh para Sesepuh Aboge. Sejak tahun 2008 sampai sekarang, Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning dipercayakan kepada Kyai Muhammad Maksudi, keturunan ke 9 dari Raden Sayyid Kuning.
B. Tokoh- Tokoh Komunitas Aboge Keberadaan komunitas Aboge sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari peran para penggagas dan pengikut penghitungan Aboge. Nama- nama tokoh yang berperan dalam pengembangan Komunitas Aboge ialah: 1. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya) 2. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput ) 3. Adipati Onje II 4. Raden Sayyid Kuning70 5. Sutarudin (Putra 1 Raden Sayyid Kuning), 6. Samiruddin (Putra ke 2 Raden Sayyid Kuning) 7. Nur Muhammad (Putra ke 3 Raden Sayyid Kuning) 70
Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
8. Ki Anggadirana( Putra Nur Muhammad) 9. Ki Reksabumi (Putra Ki Anggadirana) 10. Ki Sananom (Putra Ki Reksabumi ) 11. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom) 12. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta) 13. Ni Hj. Surya Munadi ( Putri Ni Majasir ) 14. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi) 15. Wangsarudin (Putra ke 4 Raden Sayyid Kuning) 16. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin) 17. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali) 18. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi) 19. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi). 20. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi ) 21. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan) 22. Kyai M. Maksudi 71 (Putra Ki H Surya Munadi) 23. Kyai Ibrahim 24. Kyai Ilyas 25. Kyai Murmareja 26. Imam Muriani 27. H Ibrahim 28. Kyai Sanrawi 71
Kyai Maksudi adalah Imam yang menjabat dari tahun 2008 sampai sekarang.
29. Kyai Masngadi 30. Dan keturunan Raden Sayyid Kuning lainnnya yang tidak tercatat disini.
C. Corak Pemikiran Keagamaan Aboge Untuk menelusuri arah pemikiran Komunitas Aboge, dapat dilihat dari dasar hukum yang digunakan Aboge dalam menyikapi masalah yang berkaitan dengan Islam. Dasar pengambilan hukum yang digunakan Aboge ialah: 1. al-Qur`an Secara etimologis, al-Qur`an adalah berasal dari bahasa Arab yang berbentuk mashdar yaitu انberasal dari kata qa-ra-a ( )أ, artinya bacaan. Sebagaimana tertera dalam ayat al-Qur`an
,
C.5>+
^D-
+3[m+, ,N,[ • +3 'Z/ ( ١٨- ١٧ : ٧٥ ﻡ90 )ا+3 'Z #c^ ,[ Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. Secara istilah, Amir Syarifuddin merumuskan definisi al-Qur`an dari berbagai pendapat para Fuqaha72 yaitu bahwa al-Qur`an adalah “Lafaz yang
72
Ialah Syaltut, Al-Syaukani, Abu Zahrah, As-Sarkhisi, Al Amidi Dan Ibnu Subki.
berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinukilkan secara mutawatir.73 Allah SWT adalah pembuat hukum, maka hukum tersebut adalah kuasa Allah atas tingkah laku manusia mukallaf yang aturan-aturan –Nya terkumpul dalam Al-Qur`an. Dengan demikian secara tidak langsung bahwa al-Qur`an sebagai sumber utama bagi hukum Islam.74 2. Hadits Hadits berasal dari bahasa Arab (C )ا, secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam, perkataan dimaksud adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Seringkali kata ini mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah yang berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadits adalah sumber hukum dalam agama Islam yang memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum dibawah Al Qur`an.75
73
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh,(Jakarta: Logos, 2005), jil. 1, h. 51.
74
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh , h. 79.
75
Wikipedia ensiklopedia bebas “Hadits” Artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits.html.
3. Ijma` 76 Secara bahasa, ijma` mengandung dua arti yaitu ketetapan hati untuk melakukan sesuatu dan sepakat. Adapun pengertian ijma yaitu kesepakatan, dan yang sepakat disini, adalah semua mujtahid Muslim, berlaku dalam suatu masa tertentu sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Menurut Jumhur ulama, ijma menempati dasar dalil hokum setelah al-Qur`an dan Sunnah. Berarti ijma dapat menentukan hokum yang mengikat dan wajib dipatuhi umat Islam bila tidak mendapati hokum dalam al-Qur.an dan Sunnah. 4. Qiyas77 Secara bahasa kata qiyas, berarti qadar artinya mengukur membanding sesuatu dengan yang semisalnya. Qiyas merupakan suatu cara penggunaan ra`yu untuk menggali hokum syara` dalam hal-hal yang nash al-Qur`an dan Sunnah tidak menetapkan hukumnya secara jelas 5. Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning. Jamaknya wali adalah auliya` yaitu orang orang yang suci. Istilah yang terkenal adalah wali Allah yang artinya kawan dekat atau pembantu
76
Amir Syarifuddin Ushul Fiqh, h. 128.
77
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 164.
Allah. Adapun Wali Sanga adalah penyiar islam yang pertama di Nusantara (terutama daerah pulau Jawa).78 Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning yang sangat terkenal dalam komunitas Aboge adalah sistem penghitungan Aboge (Alip Rebo Wage) yang digunakan untuk menentukan waktu ataupun awal bulan Qamariyah sepanjang masa. Sistem Aboge ini merupakan metode penentuan waktu yang dihasilkan dari perpaduan sistem Timur Tengah dan konsep murni Jawa dengan hari pasarannya. Komunitas Aboge melakukan kegiatan ibadah dan kajian-kajian ilmu agama terpusat di Masjid Raden Sayyid Kuning. Seperti dilaksanakannya kegiatan keagamaan harian, kegiatan keagamaan mingguan dan kegiatan keagamaan yang khusus diadakan pada bulan Ramadhan. Selain itu masjid ini juga seringkali dikunjungi oleh banyak orang yang ingin berziarah ke makam Raden Sayyid Kuning yang terletak dibelakang Masjid tersebut. Namun letaknya agak jauh, yaitu dipisahkan dari sungai Tempuran yang mengalir di belakang masjid. Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan Komunitas Aboge dijelaskan dalam bentuk tabel-tabel yang terletak pada halaman selanjutnya.
78
Badri Yatim. Ed. Ensiklopedi Mini Sejarah Dan Kebudayaan( Jakarta: Logos, 1996), h. 170. Jumlah Wali Sanga menurut penemuan KH. Bisyri Mustafa didalam Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, tidak berjumlah tepat sembilan bahkan lebih dari itu. Pendapat ini berdasarkan pada fakta bahwa orang yang mendakwahkan Islam di bumi Jawa pada masa itu tidak hanya berjumlah sembilan.
Tabel 3.1. Kegiatan Keagamaan Harian di Masjid Raden Sayyid Kuning No
Kegiatan
1
Pendidikan
Ba`da
Iqra`
Ashar
Pendidikan
Ba`da Maghrib
2
Waktu
Kitab
Keterangan
Iqra`
Yang diikuti oleh anak-anak
Al-Qur`an
Yang diikuti oleh anak-anak yang
al-Qur`an
telah tamat iqra.
Kegiatan pendidikan harian pada tabel 1 bertujuan agar murid-muridnya mahir membaca al-Qur`an, yang diperuntukan bagi anak-anak tingkat SD dan sebagian tingkat SMP. Pembelajaran dilakukan dengan cara sang murid membaca iqra` atau sebagian ayat al-Qur`an satu persatu dihadapan gurunya. Bila terdapat kesalahan sang guru mengajarkannya sesuai dengan kaidah tajwid. Cara pembelajaran pendidikan Iqra dan al-Qur`an bersifat sama. Namun dalam pendidikan iqra terdapat 6 tingkatan, disesuaikan dengan jumlah jilid iqra`nya. Sedangkan pendidikan Al-Qur`an terkumpul menjadi satu tingkatan. Tabel 3.2. Kegiatan Keagamaan Mingguan di Masjid Raden Sayyid Kuning No 1
Kegiatan
Hari / Waktu
Yasinan dan
Malam Jumat / Ba`da
Dibaan
Maghrib
Kitab Al-Qur`an
Keterangan Dilakukan secara bersama-sama
(Khusus malam Jumat Kliwon melakukan tahlil dan istighotsah) 2
Khataman
Ba`da Jumat dan
Dilakukan secara
(Tarekat
Selasa Ba`da Dzuhur.
bersama-sama -
Naqshabandi yah) bagi para sesepuh Aboge 3
Pengajian Remaja
Malam Minggu
Safinah
Disampaikan
al-najah,
dengan metode
Nashaih
ceramah
al- `Ibad
Kegiatan mingguan pada tabel 2 diatas lebih beragam dibandingkan pada tabel 1, dilihat dari macam kegiatan yang terdiri dari yasinan dan dibaan, khataman, dan pengajian Remaja. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini penulis menguraikan satu persatu kegiatan mingguan Aboge yag tercatat pada tabel 2. 1. Yasinan dan Dibaan: a. Yasinan adalah membaca surat Yasin secara bersama-sama yang dipandu oleh seseorang. Khusus pada malam Jumat Kliwon melakukan tahlil dan istighatsah. Tahlil yaitu pujian-pujian kepada Tuhan dengan menyebut la ila ha illallah.79 Istighatsah adalah memohon pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan. Sebenarnya istighotsah sama dengan berdoa, tetapi bila disebutkan kata istighotsah maknaya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal
79
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), h.884.
yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.80 Sebagaimana didasarkan pada surat Al-Anfal ayat 9 yang berbunyi: ْ>ُ:َ ََبZَ%َْﺱO ْ>ُ:ُنَ رَﺏu9ِpَ%َْإِذْ ﺕ Artinya: "(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu." b. Dibaan yaitu membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW pada kitab Diba` yang dikarang oleh Al-Imam Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Syaibany al-Diba`i al-Yamani yang bertujuan untuk memulyakan Nabi tanpa diiringi dengan musik. Kitab Diba` sejenis dengan Barzanji, dari segi isinya yaitu menceritakan tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda hingga diangkat menjadi Rasul. Kitab tersebut juga mengisahkan sifatsifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa yang dijadikan teladan umat manusia. 2. Kataman
adalah
Naqshabandiyah
bagian yang
dari
didirikan
amalan oleh
untuk
mengikuti
Muhammad
Ibn
Tarekat
Muhammad
Baha`uddin Naqshabandi (717-791 H/ 1317-1389 M) di Bukhara. Metode yang khas dari tarekat ini adalah pengasingan diri meliputi pengingatan dan 80
A. Nuril Huda , “Makana Istighotsah”, artikel http://www.nu.or.id/page.php//Makna // Istighotsah 14/04/2009. html.
ini
diakses
dari
konsentrasi. Tarekat ini tersebar luas di Kaukasus dan di Asia Tengah. Prinsip metode spiritual tarekat ini adalah dzikir dalam hati.81 Di Indonesia tarekat Naqshabandiyah dipimpin oleh Habib Lutfi yang berpusat di Lamongan. Sekali dalam sebulan atau beberapa bulan, utusan Habib Lutfi datang ke Masjid Raden Sayyid Kuning untuk melakukan kataman bersama para Sesepuh komunitas Aboge. 3. Pengajian Remaja: pengajian yang diperuntukan para remaja dengan mengkaji kitab fiqih safinah al-najah yang dikarang oleh syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Samir (Sumair) Al-hadlrami dan kitab akhlaq yaitu Nashaihul `Ibad karangan Imam Nawawi Al-Bantany. Kegiatan ini disampaikan oleh salah satu guru dengan metode ceramah. Pengajian ini bertujuan untuk mendidik mereka agar menjadi generasi islam yang berakhlaq baik.
Tabel 3.3. Kegiatan Keagamaan Bulan Ramadhan di Masjid Raden Sayyid Kuning No
Kegiatan
Hari / Waktu
Kitab
Keterangan
1
Pengajian
Setiap Hari/
Fiqih (Qawaidul
Ceramah
ba`da Ashar
Fiqhiyyah) Tauhid (Aqidatul Awwam)
2
Tadarusan
Setiap hari/
Al-Qur`an
ba`da Tarawih 81
Abdul Aziz, ed. Ensiklopedia Islam Singkat h. 302.
-
3
Ceramah
Setiap hari/
Agama
ba`da Shubuh
_
Ceramah, diperuntukkan bagi umum
Pada bulan Ramadhan, intensitas kegiatan keagamaan komunitas Aboge lebih padat daripada bulan-bulan lainnya. Kegiatan-kegiatan keagamaan dilakukan pada setiap hari setelah pelaksanaan shalat Ashar, Tarawih dan Shubuh sebagaimana tersaji dalam tabel 3. Secara ringkas, penulis menjelaskan jenis kegiatan pada tabel 3 dibawah ini: 1. Pengajian: pengajian ini diperuntukan bagi remaja untuk memperdalam kajian ilmu Fiqih dan Tauhid. Dengan mempelajari kitab Qawaidul Fiqhiyyah untuk mempelajari ilmu Fiqih dan kitab Aqidatul Awwam untuk mengkaji ilmu Tauhid. 2. Tadarusan: membaca al-Qur`an secara bersama-sama di masjid. Tadarusan ini terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca al-Qur`an di masjid Raden Sayyid Kuning. Salah satu dari mereka menggunakan pengeras suara, kemudian bergantian dari satu pembaca al-Qur`an ke pembaca lain. Target minimal membaca al-Qur`an dalam satu malam, sebanyak 1 juz, supaya dalam waktu satu bulan dapat menamatkan al-Qur`an minimal satu kali. 3. Ceramah Agama: Kegiatan yang berisi ceramah seorang penceramah yang ditunjuk pada hari itu. Isi ceramah adalah tentang keislaman, baik berkaitan dengan ubudiyyah atau muamalah. Tema ceramah ditentukan oleh
penceramah sendiri tanpa ada intervensi dari Imam Masjid Besar Raden Sayyid Kuning. Penceramah tidak hanya berasal dari tokoh penganut Aboge saja. Hal ini menunjukan keterbukaan komunitas Aboge ini terhadap masyarakat pada umumnya dalam pelaksanaan ibadah-ibadah keagamaan. Dari rujukan –rujukan kitab yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Masjid Raden Sayyid Kuning, menjelaskan bahwa Aboge adalah sebuah komunitas Islam yang mengikuti alur pemikiran Syafii. Budaya kegiatankegiatan Aboge juga tidak berbeda jauh dengan budaya Nahdhatul Ulama. Diperkuat dengan pernyataan Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning bahwa komunitas Aboge adalah warga Nahdhiyyin. Dalam menentukan awal bulan Qamariyah dan hari- hari besar agama Islam komunitas Aboge di Purbalingga ini, mempunyai sistem sendiri yaitu menggunakan prinsip Aboge (Alip-Rebo-Wage) selamanya. Sistem perhitungan tersebut terdapat dalam kitab Primbon Sembahyang karangan H. M. Idris bin Yahya dan Mujarrabat yang diterjemahkan oleh H. Abdurrahman bin H. Abdul Aziz .
Dengan penggunaan sistem Aboge dalam penentuan awal bulan Qamariyah, seringkali komunitas Aboge menetapkan tanggal bulan puasa, hari lebaran atau tanggal 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan Pemerintah.
Namun Maksudi82 tidak pernah mempersoalkan perbedaan tersebut dengan Pemerintah dan umat Islam lain yang tidak sejalan. Selama Pemerintah dan umat Islam tersebut tidak memaksakan atau mengganggu kepercayaan yang dianut umatnya. Menurut pendapatnya, bahwa prinsip dalam urusan agama adalah hak individu untuk mempercayai suatu keyakinan.
82
Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning pada masa sekarang.
BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan 83 Komunitas
Aboge
menentukan
awal
bulan
Qamariyah
menurut
berdasarkan pada QS. Yunus (10): 5 !☯#☺%&
013
+☺,-. /
< =☺5>+?
☯' ()*
+89 :0+;
5167,/
H EF G),. / +ABC)D 7+ OP-
!LM,N
W +V? )
K
+I5>J
+;
S⌧UV H QI,. R
(٥: ١٠ )یﻥس+D=☺5>#+V XYZ,- Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tandatanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. Aboge memahami kalimat lita’lamuu ‘adada al-sinina wa al-hisaaba mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
83
Muhammad Maksudi, Imam Besar Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24 April 2009.
Dari kerangka pemahaman diatas, komunitas Aboge memahami perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari Surat Yunus ayat 5. Kerangka pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak menunjukan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriyyah. Sehingga, Aboge tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti, tergantung pada terlihatnya hilal. Komunitas Aboge juga mengambil pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning berupa Hisab Aboge adalah sistem penentuan awal bulan Qamariyah sebagai dasar pijakan penentuan awal bulan Qamariyah. Wali adalah tergolong ulama`, sedangkan ulama` adalah penerus Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan dan menyiarkan ajaran Islam kepada umatnya. Pendapat ini mengacu pada sabda Nabi yaitu al-Ulamâu waratsâtu alAnbiyâi. Maka, pantas Komunitas Aboge meyakini sistem penghitungan Aboge sebagai sistem untuk menentukan awal bulan Qamariyah, karena sejalan dengan hitungan yang digunakan oleh beberapa Sunan yang tergabung dalam Wali Sanga.
B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah
Komunitas Aboge menggunakan sistem Aboge dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Rujukan kitab yang menerangkan sistem Aboge adalah kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat. Kitab Primbon Sembahyang ditulis oleh H. M. Idris bin Yahya, di dalamnya terdiri dari 92 bab yang membahas tentang akhlaq, ketauhidan, ubudiyah, muamalah, kebudayaan, ilmu, almanac, doa-doa, dan yang berkaitan dengan Islam dan kebudayaan Jawa. Bab yang berkaitan dengan sistem Aboge hanya terdapat pada satu bab yaitu Almanak terletak di halaman 163, yang diuraikan dalam bentuk tabel yang sebagaimana pada tabel 1 berikut ini. Tabel 4.1. Almanak di kitab Primbon Sembahyang 84
ج
و
ب
د
ز
ج
4
ا
٣
٦
٢
٤
٧
٣
٥
١
$"'
<945ا
w9"?
H1ﺱ
\ث5
$"' اﺡ
رﺏ
Evوا
ن9#آ
Ev ل
Ev ل
Y9@O
نO
نO
Evوا
اﺡ
رﺏ
H1ﺱ
<945ا
w9"?
اﺡ
\ث5
$"'
Ev ل
ن9#آ
Ev ل
Ev ل
Y9@O
نO
نO
Evوا
<945ا
w9"?
اﺡ
\ث5
$"'
<945ا
رﺏ
H1ﺱ
نO
Evوا
ن9#آ
ن9#آ
Ev ل
Y9@O
Y9@O
نO
ْاَ َ ق ﻡّم
٧
H)
٢85
وّلIرﺏ ا
٣86
84
M. Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang ( Tanjung Penang: 1919), h.163.
85
Awalnya tertulis 1, namun menurut Kyai M. Maksudi salah, yang benar adalah dua.
86
Awalnya tertulis 4, namun menurut Kyai M. Maksudi salah, yang benar adalah empat.
رﺏ
H1ﺱ
\ث5
w9"?
اﺡ
رﺏ
$"'
<945ا
نO
Evوا
ن9#آ
ن9#آ
Ev ل
Y9@O
Y9@O
نO
w9"?
اﺡ
رﺏ
$"'
<945ا
w9"?
H1ﺱ
\ث5
ﺝ دى
Y9@O
نO
Evوا
Evوا
ن9#آ
Ev ل
Ev ل
Y9@O
وّلKا
H1ﺱ
\ث5
$"'
اﺡ
رﺏ
<945ا
<945ا
w9"?
ﺝ دى
Y9@O
نO
Evوا
Evوا
ن9#آ
Ev ل
Ev ل
Y9@O
JKا
اﺡ
رﺏ
H1ﺱ
<945ا
w9"?
اﺡ
\ث5
$"'
Ev ل
Y9@O
نO
نO
Evوا
ن9#آ
ن9#آ
Ev ل
\ث5
$"'
<945ا
رﺏ
H1ﺱ
\ث5
w9"?
اﺡ
Ev ل
Y9@O
نO
نO
Evوا
ن9#آ
ن9#آ
Ev ل
رﺏ
H1ﺱ
\ث5
w9"?
اﺡ
رﺏ
$"'
<945ا
ن9#آ
Ev ل
Y9@O
Y9@O
نO
Evوا
Evوا
ن9#آ
$"'
<945ا
w9"?
H1ﺱ
\ث5
$"'
اﺡ
رﺏ
ن9#آ
Ev ل
Y9@O
Y9@O
نO
Evوا
Evوا
ن9#آ
<945ا
\ث5
$"'
اﺡ
رﺏ
H1ﺱ
<945ا
w9"?
Evوا
ن9#آ
Ev ل
Ev ل
Y9@O
نO
نO
Evوا
<945ا
w9"?
اﺡ
\ث5
$"'
<945ا
رﺏ
H1ﺱ
Evوا
ن9#آ
Ev ل
Ev ل
Y9@O
نO
Evوا
Evوا
رﺏJKا
٥
٦
١
Nرﺝ
٢
نO
٣
نPرﻡ
٥
الO
٧
4Q ذوا
١
S ذو
٢
Komunitas Aboge menggunakan Almanak diatas sepanjang masa. Almanak ini menyajikan hari dan pasaran tanggal satu pada tiap bulan Qamariyah selama delapan tahun atau satu windu. Untuk melihat hari dan pasaran tanggal lainnya, diurutkan dari tanggal 1 bulan Qamariyah tersebut. Setelah delapan tahun
(satu siklus usai), penghitungan akan kembali lagi pada tahun pertama yaitu tahun Alif dan begitu seterusnya. Dan tiap bulan ganjil berjumlah 30 hari, sedangkan bulan genap berjumlah 29 hari. Untuk mempergunakan tabel almanak, perhatikan langkah-langkah dibawah ini:
1. Mencari letak kotak tahun-tahun Aboge pada tabel 1 yang tertulis warna merah. Nama-nama tahun Jawa berbentuk huruf-huruf hijaiyyah yang berjumlah 8 yaitu Alip, He, Jimawal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jimakir. Sebagaimana yang tertulis diatas ialah:
. ج, و, ب, د, ز, ج, ,ا 2. Mencari letak kotak nama-nama bulan Aboge pada tabel 1 yang tertulis warna biru, di bawah kotak yang bertuliskan almanac. Bulan-bulan tersebut berjumlah 12 yaitu Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya`ban, Ramadhan, Syawal, Dzulka`dah dan Dzulhijjah. 3. Mencari kotak yang menghubungkan nama tahun dan bulan Aboge. Dengan cara mengurutkan ke bawah dari tahun yang dicari sampai sejajar dengan nama bulan yang dicari, bila kotak tersebut menghubungkan nama tahun dan bulan Aboge yang dicari, maka sudah ditemukan hari dan pasaran tanggal 1 bulan dan tahun yang dicari.
Misalnya, untuk menentukan pada hari dan pasaran apa jatuh tanggal 1 Rabiul Awwal tahun Za? Maka, carilah tulisan yang berwarna merah yang tertulis huruf Za ( )زdan berikan tanda pada kotak tersebut. Lalu, mencari bulan Rabiul Awwal yang tertulis warna kuning terletak pada urutan di bawah kotak almanac, begitupula berikan tanda pada kotak tersebut. Setelah itu urutkan dari kotak tahun Za ke bawah, sampai sejajar dengan kotak yang bertuliskan Rabiul Awwal. Bila sudah menemukan kotak yang menghubungkan keduanya, maka kotak yang menunjukan tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za telah ditemukan dan jatuh pada hari Jumat dan pasaran Legi (pada tabel 2, tertulis dengan warna cokelat). Tabel 2 dibawah ini mengilustrasikan contoh penentuan tanggal 1 Rabiul Awwal tahun Za. Tabel 4.2. Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za Pada Almanak Dengan Cara Sederhana
ز ٧ \ث5 Y9@O w9"? Y9@O $"'
<945ا
رﺏ
H1ﺱ
Ev ل
Y9@O
Y9@O
نO
وّلIرﺏ ا
Kitab rujukan yang kedua adalah Mujarrabat yang diterjemahkan oleh H. Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Kitab ini menerangkan sistem perhitungan Aboge pada satu bab almanaq itungan dina pada halaman 144. Bab tersebut menerangkan sistem Aboge dengan bentuk tabel seperti kitab Primbon Sembahyang. Bedanya, dalam kitab Mujarrabat dilengkapi rumus menentukan jatuhnya hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tiap tahun Aboge, rumus penentuan hari dan pasaran tanggal 1 pada tiap bulan Aboge yang diurutkan dari hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tahun tersebut dan angka –angka yang menunjukan hari dan pasaran tersebut. Penggunaan almanaq itungan dina pada kitab Mujarrabat sama dengan almanaq didalam kitab Primbon Sembahyang. Rumusrumus yang terdapat pada kitab Mujarrabat sebagaimana tertera pada tabel 2 dibawah ini: Tabel 4.3. Keterangan almanak yang terdapat pada kitab Mujarrabat
\ وv%~ن ﺕz < اE%ران آوO ﭡڠz <9 Y ارﺏ4 ﺕ}~ل اڠ دE ﭡڠ دz <9 َْوْن9ِ#َ آ,,ْEَv وَا,,َْنO ,,ْ9َِهO ,,ْwَِ ﻡ# "9 رانO ﺕ}~لE%< اآ وz
ْ وَ َْْ وَوْن#ِV ْTِﺏَ ﻡ
ْ#ِV ُْدَال ﺕ
ْ ڠ#ِزََه
َْن/ ْ'ََﺝ
َْ ن/ َْ َه
ْSَ/ِْْرُوJ َْ[ْ دِي/ُْدِواَل ﺕ
َ\ُ ِﻥ ﻡ
َ ْ,َ/ َُال
ْ#َِْ ﺝ/
ْ#ِْ ﺝ#ِرَام ﺝ
ْ#َِ[ْ ﺝ/ ْ'َﺝ
ْ#دَاهَﺝ
ْوَالْ ﺝْو
َنْ ﻥ ﻡ$
ُْ َﺏَنْ ﻡ
ْ ُْ ْNَﺝ
٧ رﺏ
٣ ث
٤ ا
٥ ا
٩ [
٦ ' ﺝ
٨ آن
٤#Vو
٧ ن/
٩ `_/
٥ #a
٨ T J
ْ#َV ُْاَﺏ ْ#َV 'َ\ َﺝ
Pada kotak pertama pada tabel diatas adalah keterangan berbahasa jawa yang artinya apabila menghitung hari dimulai dari hari Rebo (Rabu), pasaran berjumlah lima, yaitu Manis, Pahing Pon, Wage dan Kliwon. Tulisan yang berwarna merah pada tabel 2 adalah rumus untuk menentukan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tiap tahun Jawa dari tahun Alip sampai tahun Jimakir. Selanjutnya, tulisan yang berwarna kuning adalah rumus untuk menentukan hari dan pasaran tanggal 1 pada tiap bulan Aboge yaitu bulan Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya`ban, Ramadhan, Syawal, Dzulka`dah dan Dzulhijjah. Kemudian tulisan yang berwarna hijau adalah nama-nama hari beserta tanda hari. Sedangkan tulisan yang berwarna cokelat adalah adalah nama pasaran beserta tanda pasaran. Perhitungan Aboge merupakan kategori hisab ‘Urfi, dan mengacu pada Almanak yang terdapat pada kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat Penghitungan ini berdasarkan pada jumlah rata-rata bulan mengelilingi bumi. Bulan ganjil terdiri dari 30 hari dan bulan genap terdiri dari 29 hari. Bila dikalkulasikan selama satu tahun, maka terdiri dari 354 hari. Akibatnya, hisab Aboge tidak mengenal kabisat (tahun panjang) dan basithah (tahun pendek). Adapun pergantian hari dimulai pada pukul 16.00.
Masa daur hisab Aboge berlangsung satu windu atau 8 tahun. Namanama tahun Aboge adalah Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3). Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Satu tahun terdiri dari 12 bulan yaitu Muharam, Shafar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqangidah, dan Dzulhijjah. 87 Tahun pertama pada perhitungan Aboge ditandai huruf Alif atau tahun Alif. Alif mempunyai makna lurus dan istiqamah. Makna tersebut bertujuan agar setiap perbuatan manusia, hendaknya harus seperti huruf Alip, yaitu lurus tetap, dan istiqamah. Kemudian, alasan hari Rebo ditetapkan sebagai tanggal 1 Suro dimungkinkan oleh Kyai Maksudi sebagai firasat yang diperoleh Sunan Kali Jaga. Adapun pasaran Wage, mengandung makna jangan ragu-ragu dan tegas. Kandungan ini bertujuan agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun dilakukan dengan yakin. Nama-nama hari yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Ahad berasal dari Timur Tengah, sebagaimana dilihat dari akar kata nama-nama hari tersebut yaitu bahasa Arab yang dipercaya oleh komunitas Aboge berasal dari Allah SWT. Perhitungan Aboge tergolong ilmu cerita yang tidak boleh dicatat, karena merupakan ilmu yang unik. Berbicara tentang ilmu, komunitas Aboge meyakini ilmu adalah hapalan tanpa ditulis, termasuk ilmu hisab Aboge.
87
Muhammad Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24 Maret 2009 .
Menurut para Sesepuh88 Jawa di Onje, setiap nama pasaran mengandung makna yang tersirat yaitu: 1. Manis : Masyarakat Jawa menandai hari yang jatuh pada pasaran manis sebagai larangan untuk menanam tumbuh-tumbuhan. Mereka memperkirakan terserangnya tumbuhan yang ditanam, yang disebabkan oleh hama. 2. Pahing: Berdasarkan wasiat turun temurun pada masyarakat di Onje, bahwa pada hari yang berpasaran Pahing dianjurkan pada para tabib89 tidak melakukan pengobatan atau menolong orang, khususnya pada hari Rabu Pahing dan Sabtu Pahing. 3. Pon
: Pada hari berpasaran Pon adalah waktu yang baik untuk bepergian,
terutama untuk membeli keperluan hidup. Karena, diperkirakan kebutuhan yang diperlukan tersedia. 4. Wage :
Pasaran Wage mengandung makna jangan ragu-ragu dan tegas.
Kandungan ini bertujuan agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun dilakukan dengan yakin, tepat, dan tidak ragu-ragu. 5. Kliwon: Pasaran Kliwon diyakini mempunyai kharisma dalam hal kesemuanya. Meski kliwon adalah pasaran yang berkharisma, namun hari Selasa kliwon dan Jumat kliwon merupakan hari yang pingit (Angker)90.
88
Orang yang sudah tua, dituakan karena pengetahuan dan pengalamannya banyak.
89
(dukun) orang yang menolong orang sakit namun tidak memakai sesajen ataupun mantra tetapi memakai bacaan ayat-ayat Al-Qur`an 90
Muhammad Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 20 Maret 2009
Melihat pemaparan–pemaparan sebelumnya, dapat ditarik prinsip-prinsip perhitungan Aboge, yaitu: 1. Ditentukan berdasarkan kaidah umum yaitu Aboge ( Tahun Alif jatuh pada hari Rebo dan pasaran Wage) 2. Pergantian hari dimulai pada pukul 16.00 berdasarkan pengalaman para Sesepuh komunitas Aboge di Onje. 3. Jumlah hari pada tiap bulan selalu bergantian antara 30 dan 29 hari. Apabila bulan ganjil, maka harinya berjumlah genap yaitu 30 hari. Sedangkan bulan genap, jumlah harinya ganjil yaitu 29 hari. 4. Jumlah hari dalam satu tahun adalah tetap 354 hari. 5. Tidak mengenal tahun kabisat dan tahun basithah. 6. Lama daur perhitungan Aboge adalah satu windu atau 8 tahun. Nama-nama tahun Aboge pada satu windu adalah Alif, Ha, Jimawal, Za, Dal, Ba, Wawu dan Jimakir .
C. Praktek Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Aboge Komunitas Aboge menetapkan awal bulan Qamariyah dengan dua cara yaitu:
1. Secara sederhana yaitu melihat almanak seumur hidup91 yang terdapat dalam dalam kitab Mujarrabat dan Primbon Sembahyang, dengan cara dan metode yang telah diterangkan pada bab sebelumnya. Penghitungan ini dipergunakan bagi orang awam yang tidak mengetahui rumus-rumus perhitungan Aboge. 2. Dengan menggunakan rumus yang terkonsep dari pesan para sesepuh komunitas Aboge yang sebagian terdapat pada kitab Mujarrabat, yang diterjemahkan oleh Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Rumus ini dihapal oleh para sesepuh Aboge, catatan atau keterangan tentang rumus tersebut tidak dibukukan. Karena menurut mereka, ilmu penghitungan Aboge adalah ilmu yang dihapalkan bukan dicatat. Sehingga metode pembelajarannya adalah cerita. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a. Langkah pertama, mengetahui urutan atau tanda pada nama hari Patokan utama adalah Aboge yang mengandung arti bahwa tahun Alif jatuh pada hari Rebo pasarane Wage. Maka hari Rebo di tandai angka 1 karena menjadi dasar yang utama dan pada urutan yang pertama dalam hari, sehingga urutannnya ialah92: Tabel 4. 4. Nama hari dan urutannya
91
Sanurji, Sesepuh Komunitas Aboge, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 20 Maret 2009. mengistilahkan almanac yang terdapat di kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat adalah almanac seumur hidup. 92
Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang ( Tanjung Penang: 1919)h.163. Dapat dilihat pada Mujarrabat, Penerjemah Abdurrahman bin H. Abdul Aziz ( Surabaya: Ahmad bin Said bin Nabhan dan Keturunannya).h. 144
No
Nama Hari
Urutan ke
4
Sebtu
4
1
Rebo
1
5
Ahad
5
2
Kamis
2
6
Senen
6
3
Jum’ah
3
7
Selasa
7
b. Langkah kedua, yaitu mengetahui urutan pasaran. Kemudian pasaran juga berpatokan pada Wage, sehingga urutannya adalah93: Tabel 4.5. Nama Pasaran dan Urutannya
No
Nama Pasaran
Urutan Ke
1
Wage
1
2
Kliwon
2
3
Legi
3
4
Pahing
4
5
Pon
5
c. Langkah ketiga, yaitu menggunakan rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada setiap tahun Aboge dengan mengetahui urutan hari dan pasaran. Kemudian dalam menentukan hari dan pasaran pada tiap tanggal 1 Sura (Muharam) dalam setiap tahun Aboge terdapat rumus yang pasti yaitu:94 93
M. Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang. Ibid.
Tabel 4.6. Rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada setiap tahun Aboge
Tahun
Nama
Urutan hari
Urutan Pasaran
Rumus
Ke
Tahun
1
Alif
Rabu (1)
Wage(1)
Aboge
2
Ha
Ahad (5)
Pon (5)
Hahadpon
3
Jim awal
Jumngah (3)
Pon (5)
Jangahpon
4
Za
Selasa (7)
Pahing (4)
Zasahing
5
Dal
Sabtu (4)
Legi (3)
Daltugi
6
Ba
Kamis (2)
Legi (3)
Bamisgi
7
Wal
Senen (6)
Kliwon(2)
Walinenwon
8
Jim akhir
Jumngah (3)
Wage(1)
Jangehge
(Singkatan)
c. Langkah keempat, menggunakan rumus untuk menentukan hari dan pasaran tanggal 1 pada setiap bulan Aboge. Dalam penentuan hari dan pasaran tanggal 1 pada setiap bulan tahun Aboge menggunakan rumus yang pasti, yang diurutkan dari hari dan pasaran tanggal satu 1 Muharam pada tahun tersebut. Rumus-rumus tersebut ialah Ramjiji, Parluji, Uwalpatma, ‘Uhirnemma, Diwaltupat, Dihirropat, Jablulu, Banmalu, Dhannemma, Waljiro, Dahroji dan Jahpatji. Nama- nama rumus tersebut merupakan singkatan dari nama bulan, urutan 94
Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang. Ibid.
hari dan urutan pasaran yang mengandung arti bahwa bulan tersebut jatuh pada urutan hari yang ke sekian dan urutan pasaran yang ke sekian. Dibawah ini penulis menjelaskan rumus-rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 setiap bulan pada tahun Aboge95: 1) Ramjiji: Ram: menunjukan bulan Muharram, Ji: Siji artinya Hari ke satu, Ji : Siji artinya Pasaran ke Satu. 2) Parluji: Par : menunjukan bulan Safar, Lu: Telu artinya Hari ke tiga, Ji: Siji artinya Pasaran ke Satu. 3) Uwalpatma: Uwal : menunjukan bulan Rabiul Awal, Pat: Papat artinya Hari ke empat, Ma: Lima artinya Pasaran ke Lima 4) ‘Uhirnemma: Uhir: menunjukan bulan Rabiul Akhir, Nem: Nenem artinya Hari ke enam, Ma: Lima artinya Pasaran ke lima. 5) Diwaltupat: menunjukan bulan Jumadil Awal, Tu: Pitu artinya Hari ke tujuh, Pat : Papat artinya Pasaran ke empat. 6) Dihirropat: menunjukan bulan Jumadil Akhir , Ro: Loro artinya Hari ke dua, Pat : Papat artinya Pasaran ke empat. 7) Jablulu: menunjukan bulan Rajab, Lu : Telu artinya Hari ke tiga, Lu: Telu artinya Pasaran ke tiga. 8) Banmalu: menunjukan bulan Sya’ban, Ma : Lima artinya Hari ke lima, Lu: Telu artinya Pasaran ke tiga
95
Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang . Ibid.
9) Dhannemro: menunjukan bulan Ramadhan, Nem: Nenem artinya Hari ke enam, ro: loro artinya Hari ke dua. 10) Waljiro: menunjukan bulan Syawal, Ji: Siji artinya Hari ke satu, Ro: Loro artinya Pasaran ke dua. 11) Dahroji: menunjukan bulan Dzulka’dah, Ro: Loro artinya Hari ke dua , Ji : Siji artinya Pasaran ke satu 12) Jahpatji: menunjukan bulan Dzulhijjah, Pat : Papat artinya Hari ke empat, Ji : Siji artinya Pasaran ke satu. Contoh 1, tahun 2009 M dalam perhitungan Aboge merupakan tahun Za (1942 Aboge), maka pada hari dan pasaran apa jatuhnya tanggal 1 Ramadhan tahun Za? Langkah–langkah yang ditempuh adalah 1. Mengetahui urutan dari nama hari. 2. Mengetahui urutan dari nama pasaran 3. Menentukan tanggal 1 Sura pada tahun yang dicari. Tanggal 1 Sura pada tahun Za jatuh pada urutan hari ke 7 dan urutan pasaran ke 4. Berdasarkan sistem Aboge, maka hari tanggal 1 Sura tahun Za, jatuh pada urutan ke 7 dari hari Rebo yaitu hari Selasa. Adapun pasaran tanggal 1 Sura tahun Za jatuh pada urutan ke 4 dari pasaran Wage yaitu Pahing. Atas dasar tersebut, muncul rumus Zasahing yang paten untuk menentukan tanggal 1 Suro pada tahun Za pada penghitungan
Aboge. Zasahing mengandung arti bahwa tahun Za tanggal 1 Muharram jatuh pada hari Sa yaitu Selasa, dan pada pasaran Hing yaitu Pahing. 4. Menentukan tanggal 1 setiap bulan yang dicari, pada tahun yang dicari. Untuk menetapkan tanggal 1 Ramadhan, maka rumus yang berlaku adalah Dhannemro, kepanjangan dari Dhan yaitu bulan Ramadhan, Nem (nenem) yaitu hari jatuh pada urutan ke 6, Ro (loro) yaitu pasaran jatuh pada urutan ke 2. Hari dan pasaran diurutkan dari tanggal 1 Muharam tahun Za yaitu Selasa Pahing. Untuk itu, tanggal 1 Ramadhan tahun Za jatuh pada hari keenam dari hari Selasa (tanggal I Muharam Tahun Za) yaitu hari Ahad, sedangkan pasarannya yaitu urutan kedua dari Pahing (tanggal 1 Muharam Tahun Za) yaitu Pon. Tahun Za tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari Ahad Pon yang bertepatan pada tanggal 23 Agustus 2009. Contoh 2, tahun 2010 dalam perhitungan Aboge adalah tahun Dal (1943 Aboge), maka pada hari dan pasaran apa jatuhnya tanggal 1 Syawal? Langkah–langkah yang ditempuh adalah 1. Mengetahui urutan dari nama hari. 2. Mengetahui urutan dari nama pasaran 3. Menentukan tanggal 1 Sura pada tahun yang dicari. Tanggal 1 Sura pada tahun Dal jatuh pada urutan hari ke 4 dan urutan pasaran ke 3. Berdasarkan sistem Aboge, maka hari tanggal 1 Sura tahun Dal, jatuh pada urutan ke 4 dari hari Rebo yaitu hari Sebtu.
Adapun pasaran tanggal 1 Sura tahun Za jatuh pada urutan ke 3 dari pasaran Wage yaitu Legi. Atas dasar tersebut, muncul rumus Daltugi yang paten untuk menentukan tanggal 1 Suro pada tahun Dal pada penghitungan Aboge. Daltugi mengandung arti bahwa tahun Dal tanggal 1 Muharram jatuh pada hari Tu yaitu Sabtu, dan pada pasaran Gi yaitu Legi. Tanggal 1 Muharram tahun Dal jatuh pada hari Sabtu Legi yang bertepatan pada tanggal 19 Desember 2009. 4. Menentukan tanggal 1 setiap bulan yang dicari,
pada tahun yang
dicari. Untuk menetapkan tanggal 1 Syawal, maka rumus yang berlaku adalah Waljiro, kepanjangan dari Wal yaitu bulan Syawal, Ji (siji) yaitu hari jatuh pada urutan ke 1, Ro (loro) yaitu pasaran jatuh pada urutan ke 2. Hari dan pasaran diurutkan dari tanggal 1 Muharam tahun Dal yaitu Sabtu Legi. Untuk itu, tanggal 1 Syawal tahun Dal jatuh pada hari ke 1 dari hari Sabtu (tanggal I Muharam Tahun Dal) yaitu hari Sabtu, sedangkan pasarannya yaitu urutan kedua dari Legi (tanggal 1 Muharam Tahun Dal) yaitu Pahing. Tahun Dal tanggal 1 Syawal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu Pahing yang bertepatan pada tanggal 11 September 2010. Contoh 3: Tabel 4.7. Data Tahun 2009 M ialah Tahun Za (1942 A) menurut perhitungan Aboge
No
Bulan
Hari
Pasaran
Tarikh Masehi
1.
1 Muharam
Selasa
1
Pahing
1
30 Desember 2009
2.
1 Safar
Kamis
3
Pahing
1
29 Januari 2009
3.
1 Rabiulawal
Jumat
4
Legi
5
27 Februari 2009
4.
1 Rabiulakhir
Ahad
6
Legi
5
29 Maret 2009
5.
1 Jumadilawal
Senin
7
Kliwon
4
27 April 2009
6.
1 Jumadilakhir
Rabu
2
Kliwon
4
27 Mei 2009
7.
1 Rajab
Kamis
3
Wage
3
25 Juni 2009
8.
1 Sya`ban
Sabtu
5
Wage
3
23 Juli2009
9.
1 Ramadhan
Ahad
6
Pon
2
23 Agustus 2009
10.
1 Syawal
Selasa
1
Pon
2
22 September 2009
11.
1 Dzulkangidah
Rabu
2
Pahing
1
21 oktober 2009
12.
1 Dzulhijjah
Jumat
4
Pahing
1
29 Nopember 2009
Tabel diatas menyajikan tanggal 1 pada tiap bulan selama tahun Za, sedangkan tanggal yang setelahnya tidak disebutkan. Data ini akan sama hari dan pasarannya, bila pada nama tahun yang sama walaupun bilangan tahunnya berbeda. Misalnya, tahun 1937 Aboge dengan tahun 1945 Aboge (kedua-duanya jatuh pada nama tahun Aboge yang sama yaitu tahun Wawu), jatuhnya hari dan pasaran pada kedua tahun tersebut akan sama. Dikarenakan, jumlah hari dalam setahun pada sistem Aboge tidak berubah.
D. Data- Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Aboge Bab ini menyajikan data-data hasil penetapan sistem Aboge dan prediksi nya, yang disandingkan dengan keputusan Pemeritah dalam penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah dari Tahun 2006 M /1427 H / 1939 Aboge ( Alif ) sampai dengan tahun 2011/ M 1432 H/ 1944 Aboge ( Ba). Pada tahun 2006 ditemukan data bahwa komunitas Aboge menetapkan tanggal 1 Muharam pada hari Rabu Wage tanggal 01 Februari 2006. Sedangkan Pemerintah menetapkan tanggal 1 Muharam lebih awal yaitu pada hari Selasa Pon tanggal 31 Januari 2006. Kemudian pada bulan Ramadhan, komunitas Aboge memulai puasa pada hari Senin Kliwon tanggal 25 September 2006,dan keputusan Pemerintah memulai puasa pada hari Ahad wage tanggal 24 September 2006. Dengan demikian, komunitas Aboge menetapkan hari Rabu Kliwon tanggal 25 Oktober
2006 sebagai tanggal 1 Syawal 1427 H. Adapun keputusan
Pemerintah, menetapkan 1 Syawal pada hari Selasa Wage tanggal 24 September 2006. Selanjutnya, penetapan 10 Dzulhijjah 1427 H yang dilakukan Aboge jatuh pada pada hari Senin Pon tanggal 01 Februari 2007. Keputusan Pemerintah menetapkan lebih awal sehari yaitu pada hari Minggu Pahing tanggal 31 Januari 2007. Maka dapat disimpulkan dari data tersebut, bahwa penetapan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1427 H versi
komunitas Aboge dengan versi Pemerintah selalu berbeda. Sebagaimana tersajikan pada tabel 4.8. dibawah ini. Tabel 4.8. Hari Besar Islam Tahun 2006 M /1427 H / 1939 Aboge ( Alif )
No
Tanggal
Hisab Aboge
Pemerintah96
1
1 Muharam
Rabu Wage,
Selasa Pon,
1 Februari 2006
31 Januari 2006
Senin Kliwon,
Ahad wage,
25 September 2006
24 September 2006
Rabu Kliwon,
Selasa Wage,
25 Oktober 2006
24 Oktober 2006
Senin Pon,
Minggu Pahing,
1 Februari 2007
31 Januari 2007
2
1 Ramadhan
3
1 Syawal
4
10 Dzulhijjah
Dari data-data tersebut, penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1427 H komunitas Aboge selalu lebih lambat satu hari dibandingkan dengan keputusan Pemerintah. Meski perbedaan penentuan hari-hari besar Islam tahun 2006 antara komunitas Aboge dan Pemerintah tidak terlalu jauh, namun pada hakikatnya perbedaan tetap memunculkan kesan yang tidak harmonis antara keduanya.
96
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Jogjakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), Lamp. 8.
Data-data yang dapat dilacak sepanjang tahun 2007, memperlihatkan bahwa hari- hari besar Islam meliputi tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah yang ditentukan oleh komunitas Aboge berbeda dengan keputusan Pemerintah. Pelaksanaan hari-hari besar Islam yang ditentukan oleh Pemerintah pada tahun 2007 selalu lebih awal dari penetapan hari-hari besar Islam yang ditentukan oleh komunitas Aboge. Pada tahun 2007 selang perbedaan antara keduanya sama dengan perbedaan yang terjadi pada tahun 2006 yaitu komunitas Aboge lebih lambat 1 hari dalam menentukan hari-hari besar Islam. Sebagaimana tertulis pada tabel 4.9 di halaman selanjutnya.
Tabel 4.9. Hari Besar Islam Tahun 2007 M/ 1428 H/ 1940 Aboge ( He)
No 1
2
3
4
97
Tanggal 1 Muharam
1 Ramadhan
1 Syawal
10 Dzulhijjah
Hisab Aboge
Pemerintah97
Ahad Pon,
Sabtu Pahing,
21 Januari 2007
20 Januari 2007
Jumat Wage,
Kamis Pon,
14 September 2007
13 September 2007
Ahad Wage,
Sabtu Pon,
14 Oktober 2007
13 Oktober 2007
Jumat Pahing,
Kamis Legi,
21 desember 2007
20 Desember 2007
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
Perbedaan penentuan tanggal Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara komunitas Aboge dan keputusan Badan Hisab Rukyat sebagai perwakilan Pemerintah tidak menimbulkan perselisihan yang menimbulkan ketidakharmonisan antara keduanya. Pada tahun 2008 M/ 1429 H/1941 Aboge ditemukan data-datayang tertulis pada tabel 4.10 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terjadi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara Pemeritah dengan komunitas Aboge di Purbalingga. Jarak perbedaan hari penentuan Muharam,1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara keduanya tidak lebih dari 4 hari. Perbedaan ini disebabkan penggunaan sistem penentuan awal bulan Qamariyah komunitas Aboge yang berbeda, yang tidak lain familiar dengan istilah sistem Aboge. Tabel 4.10. Hari Besar Islam Tahun 2008 M 1429 H/ 1941 Aboge ( Jimawal)
No
Tanggal
1
1 Muharam
2
3
4
98
1 Ramadhan
1 Syawal
10 Dzulhijjah
Hisab Aboge
Pemerintah98
Jumat Pon,
Kamis Pahing,
11 Januari 2008
10 Januari 2008
Rabu Wage,
Senin Pahing,
03 September 2008
01 September 2008
Jumat Wage,
Rabu Pahing,
03 Oktober 2008
01 Oktober 2008
Rebo Pahing,
Senin Kliwon,
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
10 Desember 2008
08 Desember 2008
Dengan terjadinya perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah antara komunitas Aboge dan Pemerintah, tidak mengurangi hubungan keharmonisan yang menyangkut keagamaan ataupun social secara umum. Bahkan, muncul sifat toleransi dalam kehidupan keagamaan antara komunitas Aboge, Pemerintah dan masyarakat setempat. Melihat perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah
yang dilakukan
komunitas Aboge dan Pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya,
penentuan
tanggal 1 Muharam tahun ini (2009 M/1430 H/1942 A ) komunitas Aboge dan Pemerintah masih mengalami perbedaan, komunitas Aboge menetapkan hari Selasa Pahing tanggal 30 Desember 2009, sedangkan Pemerintah memutuskan hari Ahad Kliwon tanggal 28 Desember 2008. Diperkirakan, penentuan 1 Ramadhan 1430 tidak jauh berbeda dengan penentuan Ramadhan sebelumnya yang berbeda, pemerintah menetapkan hari Sabtu Pahing tanggal 22 Agustus 2009 dan komunitas Aboge berpuasa pada hari Ahad Pon tanggal 23 Agustus 2009. begitupula penetapan 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah pada tahun ini. Tabel 4.11. Hari Besar Islam Tahun 2009 M /1430 H/ 1942 Aboge (Za)
No
Tanggal
1
1 Muharam
99
Hisab Aboge Selasa Pahing,
Pemerintah99 Ahad Kliwon,
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
2
1 Ramadhan
3
1 Syawal
4
10 Dzulhijjah
30 Desember 2009
28 Desember 2008
Ahad Pon,
Sabtu Pahing,
23 Agustus 2009
22 Agustus 2009
Selasa Pon,
Ahad Legi,
22 September 2009
20 September 2009
Ahad Legi,
Jumat Wage,
29 November 2009
27 November 2009
Perkiraan penetapan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara keputusan Pemerintah dan komunitas Aboge di Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga tahun 1431 pada tabel 4.12, masih tetap menunjukan perbedaan. Perbedaan ini disebabkan sistem penentuan awal buan Qamariyah yang berbeda antara keduanya. Sebagaimandapat dilihat pada tabel 4.12 yang terletak pada halaman selanjutnya. Tabel 4.12. Hari Besar Islam Tahun 2010 M /1431 H/ 1943 Aboge ( Dal)
No
Tanggal
1
1 Muharam
2
1 Ramadhan
3
1 Syawal
100
Hisab Aboge
Pemerintah100
Sabtu Legi,
Jumat Kliwon,
19 Desember 2010
18 Desember 2009
Kamis Pahing,
Rabu Legi,
12 Agustus 2010
11 Agustus 2010
Sabtu Pahing,
Jumat Legi,
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
4
10 Dzulhijjah
11 September 2010
10 September 2010
Kamis Kliwon,
Rabu Wage,
18 November 2010
17 November 2010
Perkiraan pada tabel diatas (4.12), kemungkinan perbedaan penetapan awal bulan Qamariyah antara komunitas Aboge dan keputusan Pemerintah masih tetap berlangsung. Data-data pada tabel 4.13 dibawah ini, menunjukan perkiraan penetapan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1432 H antara Pemerintah dan Komunitas Aboge masih dan tetap berbeda. Perbedaan ini karena sistem tersendiri yang dianut komunitas Aboge dalam penentuan awal bulan Qamariyah yaitu penggunaan sistem Aboge yang bermuara pada hisab urfi. Sedangkan Pemerintah menggunakan sistem imkanur rukyat yang mengakomodir madzhab rukyat dan hisab. Oleh sebab itu, hasil prediksi yang ditemukan penulis tahun 2011 M/ 1432 H/ 1944 Aboge tentang penentuan penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara komunitas Aboge dan Pemerintah masih dalam perbedaan. Perbedaan waktu tersebut dapat dilihat pada tabel 4.13 dibawah ini. Tabel 4.13.Hari Besar Islam Tahun 2011 M /1432 H/ 1944 Aboge ( Ba)
No
Tanggal
1
1 Muharam
101
Hisab Aboge Kamis Legi,
Pemerintah101 Selasa Wage,
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
2
3
4
1 Ramadhan
1 Syawal
10 Dzulhijjah
9 Desember 2010
7 Desember 2010
Selasa Pahing,
Senin Legi,
02 Agustus 2011
01 Agustus 2011
Kamis Pahing,
Selasa Kliwon,
02 September 2011.
31 Agustus 2011
Selasa Kliwon,
Ahad Pon,
08 Desember 2011
06 Desember 2011
Memperhatikan data-data yang diperoleh penulis dari tahun 2006 M/ 1427 H/1939 Aboge sampai tanggal 1 Muharam tahun 2009 M/1430 H/1942 Aboge dan perkiraan sampai pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 20011 M/1432 H/1944 Aboge, penulis menyimpulkan bahwa selalu mengalami perbedaan antara antara keputusan Pemerintah dan komunitas Aboge di Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga dalam penentuan hari-hari besar Islam. Penulis juga memprediksikan bahwa perbedaanpenentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah untuk tahun-tahun selanjutnya akan mengalami perbedaan.
E. Implikasi Penetapan Awal Bulan Menurut Perspektif Aboge Berawal dari pemahaman yang berbeda terhadap Surat Yunus ayat 5, dengan didukung pendapat ulama`, komunitas Aboge melahirkan sistem dan praktek sendiri dalam menentukan awal bulan Qamariyah, yang dinamakan
sistem Aboge . Sistem Aboge tergolong dalam hisab `urfi yang memadukan konsep penetapan awal bulan Qamariyah ala Timur Tengah dengan konsep pasaran Jawa. Dari data-data yang diperoleh, menunjukan sistem Aboge menetapkan waktu- waktu yang terkait dengan ibadah seperti penetapan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan Pemerintah dan penganut hisab `urfi lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan pelaksanaan ibadah pelaksanaan ibadah puasa, shalat tarawih, shalat hari raya Idul Fitri, shalat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban berbeda satu hari atau dua hari dengan pihak Pemerintah. Meskipun, selang perbedaan penentuan hari-hari besar Islam antara keduanya tidak berbeda jauh, namun tetap terlihat sisi ketidakharmonisan. Walaupun pada kenyataannya, hubungan keharmonisan antara komunitas Aboge, Pemerintah dan masyarakat setempat tetap terjaga dan terjalin dengan erat sampai sekarang. Keharmonisan hubungan mereka tercermin pada kehidupan sehari-hari dengan tanpa terdapat catatan perselisihan dan pertengkaran. Bahkan, muncul sifat toleransi dalam kehidupan keagamaan antara komunitas Aboge, Pemerintah dan masyarakat setempat.
E. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Purbalingga102 Majelis Ulama Indonesia mengetahui keberadaan komunitas Aboge di Onje, Mrebet Purbalingga. MUI melihat Aboge sebagai suatu kepercayaan Jawa
102
Anang Mustadjab. Sekretaris MUI Kab . Purbalingga. Wawancara Pribadi. 30 April 2009
yang dilandasi oleh perhitungan Alif Rebo Wage. Perhitungan ini dibuat oleh Sultan Hanyokrokusumo (Sultan Hamengkubuwono ke I), yang memadukan antara konsep Islam dan konsep Jawa. MUI sebagai mitra pemerintah, menjadi wadah organisasi keagamaan khususnya Islam dan para cendekia muslim, yang bertujuan menjamin masyarakat Islam untuk bebas berorganisasi dan melaksanakan keyakinannya. Supaya tercipta keharmonisan hubungan antar golongan di dalam agama Islam. MUI dalam mendukung kinerja Departemen Agama untuk membuat pengaturan hari libur, pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah, yang tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No 2/ UM.7 UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967No.148/ 1968 dan 10 tahun 1971, MUI Kab. Purbalingga selama ini belum melakukan usaha pendekatan yang bersifat argumentative, baru sebatas mempublikasikan melalui media masa dan media lainnya. Dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang bergerak di bidang ilmu falak khususnya di daerah Purbalingga, yang mana tidak semua Pesantren dan Perguruan Tinggi mengajarkan ilmu tersebut. Untuk
menanggapi
perbedaan
penentuan
tanggal
1
Muharam,1
Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah sebagaimana yang dilakukan oleh Aboge, MUI membolehkan perbedaan tersebut selama masih menjaga
keharmonisan silaturrahim antara umat Islam dan tidak memunculkan perbedaan tersebut secara mencolok.
F. Telaah Terhadap Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge Dari hasil penelitian penulis kepada komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang didukung dengan data-data dari komunitas Aboge dan beberapa literature yang berkaitan, penulis melihat ada beberapa hal yang perlu ditelaah. Pertama, dari segi pemahaman terhadap dasar pijakan penghitungan Aboge yaitu surat Yunus ayat 5 yang berbunyi103 : !☯#☺%&
013
+☺,-. /
< =☺5>+? H
+89 :0+;
EF G),. /
OP-
!LM,N
W +V? )
☯' ()* 45167,/
+ABC)D
K
7+
+I5>J
+;
S⌧UV H QI,. R
(٥ : ١٠ )یﻥس+D=☺5>#+V XYZ,- Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tandatanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. 103
Sebagai penuturan Muhammad Maksudi. Imam Besar Raden Sayyid Kuning, ,Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24 April 2009.
Aboge memahami kalimat lita’lamuu ‘adada al-sinina wa al-hisaaba mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Dari kerangka pemahaman diatas, komunitas Aboge memahami perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari Surat Yunus ayat 5. Kerangka pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak menunjukan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriyyah. Sehingga, Aboge tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti, tergantung pada terlihatnya hilal. Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein dan M. Wahbi Sulaiman menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan
matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui dengan bilangan bulan dan tahun. 104 Kemudian dalam tafsiran yang diterbitkan oleh Universitas Islam Indonesia menyebutkan bahwa Allah SWT menjadikan bulan dan menjadikannya beredar menjalani garis edar dalam manzilah-manzilahnya agar manusi mudah mengetahui bilangan tahun, perhitungan waktu, perhitungan bulan, penentuan hari, jam, detik dan sebagainya. Sehingga, manusia dapat membuat rencana untuk dirinya, keluarganya, masyarakat, agamanya serta rencana–rencana lain yang berhubungan dengan hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan hamba Allah.105 Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah bahwa firman Allahََْ ُْا,ِ (supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan firman Allah
َُ( وََرDia menetapkan…) bukan kepada َ&َ$َ' (Dia menjadikan…). Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya
tidak berpengaruh dalam
mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya. Disamping itu dalam ayat lain dijelaskan bahwa penentuan bulan dan tahun tidak dikaitkan dengan matahari.106
104
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman. Ensiklopedi AlQur’an, (Jakarta: Gema Insanni, 2007), Cet.1. h. 208. 105
Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya.(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1990) jilid 10, 11, 12, h. 314. 106 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
َ_َِْرْضِ ﻡKَ ا َ َوَاتِ وَ اgََJ ََبِ ا& یَْم,ِِْ آ/ َ_ًْاO ََeَ َْ_ُْرِ َِْ ا& اde ةَ اbِ bإِن ٌٌ ُُمSََأَرْﺏ ( ٣٦ :٩ Sﺏ, )ا Artinya “Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram”. Dari beberapa penafsiran diatas, penulis menyimpulkan bahwa kandungan dari surat Yunus ayat 5 yaitu Allah SWT menciptakan matahari, bulan dan tempat peredarannya bertujuan agar manusia mengetahui pergantian waktu yang diakibatkan dari peredaran dan persinggungan keduanya. Kedua, dari sisi prinsip-prinsip penghitungan Aboge. Ketentuan penghitungan Aboge tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip Hisab Jawa Islam (Hisab Urfi). Letak persamaan antara prinsip penghitungan Aboge dengan Hisab Jawa Islam adalah: 1. Lama bulan selalu berganti-ganti antara 30 dan 29 hari dan jumlah hari dalam setahun ketika hisab jawa Islam berada pada tahun basithah. 2. Daur dalam perhitungan lamanya satu windu atau 8 tahun. Terdiri dari namanama
tahun
Alif
(1),
Ha
(5),
Jim
Awwal
(3).
Zai
(7),
Dal (4), Ba (2), Wawu (6), dan Jim Akhir . Sedangkan perbedaan prinsip-prinsip penghitungan Aboge dari Hisab Jawa Islam yaitu:
1. Ditentukan berdasarkan
Aboge ( Tahun Alif, harinya Rebo, pasarannya
Wage) untuk mencari hari dan pasaran pada tanggal 1 Muharam dengan rumus yang paten yaitu Aboge Hahadpon Jangahpon Zasahing Daltugi Bamisgi Walinenwon Jangehge 2. Pergantian hari dimulai pada jam 4 sore berdasarkan pengalaman sesepuh. 3. Tidak berlaku tahun kabisat dan tahun basithah. Adapun perbedaan ketentuan Hisab Jawa Islam (Hisab Urfi) dari penghitungan Aboge ialah: 1. Permulaan perhitungan 1 Muharam 1555 Jawa tepatnya tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi ( 8 Juli) 2. Tahun-tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. 3. Berlakunya kurup, yaitu kalender Jawa harus hilang satu hari (mundur ke belakang baik harinya atau pun pasarannya (pancawara) agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah). Pada kalender Jawa, tahun kabisat ada tiga dari delapan tahun (3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah ada 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun) kalender Jawa lebih 1 hari dari kalender Hijriyah. Agar kalender Jawa sesuai dengan kalender Hijriyah maka kalender Jawa harus hilang satu hari.
4. Pada awal-awal pergantian kurup, pergantian kurup menunggu pihak Keraton mengumumkan pergantian tersebut, walaupun dalam konsepnya kurup harus terjadi 120 tahun sekali. Hal ini terlihat pada saat pergantian kurup jamngiah ke kurup kamsiah begitupula ketika kurup arba’iah. Dari ketentuan-ketentuan Jawa Islam dan hisab Aboge dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Berdasarkan sumber sejarah antara historis penanggalan Jawa dengan hasil observasi penulis disimpulkan bahwa Hisab Aboge ini bermuara pada sejarah konsep penanggalan Jawa. Hal ini terbukti pada bilangan tahun yang sama yaitu tahun 2009 Masehi jatuh pada tahun 1942 J dan pada tahun Za, namun komunitas Aboge menolak pendapat itu. Karena, mereka menganggap hisab Aboge merupakan pendapat beberapa Wali Sanga termasuk Sunan Kalijaga dan Ngabdullah Syarif Raden Sayyid Kuning, yang berdasarkan perkataan Sesepuh Aboge. 2. Hisab Jawa dan Aboge berbeda pada dasar penentuan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tahun Alip. Hisab Aboge menentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip berdasarkan pada Aboge sepanjang masa, sedangkan Hisab Jawa menentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip berdasarkan pada kurup tahun tersebut. Sebab Hisab Aboge tidak memberlakukan kurup, tahun kabisah dan basithah dalam praktek penghitungannya. Atas dasar itulah
muara perbedaan penetapan awal bulan, awal bulan puasa, 1 Syawal, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Contoh : Hisab Jawa107 Menghitung tanggal 1 Suro 1937 J Maka 1937 – 1554108 = 383 : 8109 = 47 sisa 7. Sisa 7 diurutkan dari tahun Alip dalam satu windu, yang jatuh pada tahun Wawu. Tanggal 1 Sura Tahun Wawu jatuh pada hari yang mempunyai urutan ke 6 dan pasaran
yang
mempunyai urutan ke 2. Tahun 1937 J termasuk pada kurup Asopon (Tahun Alip yang jatuh pada hari Seloso dan pasaran Pon), sehingga tanggal 1 Sura tahun 1937 J jatuh pada urutan ke 6 dihitung dari hari Seloso, yakni Ahad. Sedangkan pasarannya menempati urutan ke 2 dihitung, dari Pon, yaitu Wage. Dengan demikian, tahun 1937 J adalah tahun Wawu yang tanggal 1 Suro-nya jatuh pada hari Ahad Wage. Contoh : Hisab Aboge Menurut Kyai Maksudi bahwa tahun 2009 adalah tahun Za yang jatuh pada tahun 1942 Aboge. Jadi: 1942-1937= 5. Hasil 5 ini dihitung mundur dari Za dan hasilnya Wawu. Tanggal 1 Sura Tahun Wawu jatuh pada hari yang mempunyai urutan ke 6 dan pasaran yang mempunyai urutan ke 2. Karena
107
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), h.121. 108
Awal mula tahun ditetapakan hisab jawa.
109
Masa daur yaitu satu windu.
menganut sistem Aboge maka harinya jatuh pada urutan ke 6 dari Rebo yaitu Senin. Sedangkan pasarannya yaitu jatuh pada urutan ke 2 dari Wage yaitu Kliwon. Apabila tahun 1937 Aboge adalah tahun Wawu, maka dalam sistem Aboge berlaku rumus Walinenwon yaitu Tahun Wawu yang tanggal 1 Suronya jatuh pada hari Senin pasaran Kliwon. Komunitas Aboge menggunakan hisab Aboge, tidak terlepas dari taqlid terhadap pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga dan Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning. Dengan kerangka pemikiran seperti itu, komunitas Aboge tidak mentelaah dan memperbaiki kembali terhadap metode yang dipakai sampai sekarang. Dengan kerangka pemikiran tersebut, komunitas Aboge membuat sistem penentuann awal bulan sendiri dan berbeda dengan Pemerintah dan penganut hisab urfi lainnya. Perbedaan pada penentuan awal bulan yang dilakukan komunitas Aboge tidak menjadi persoalan selama tidak menimbulkan perpecahan, permusuhan dan hubungan yang tidak harmonis terhadap masyarakat setempat. Sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Amandemen Undang–Undang Dasar Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”110, Pemerintah sebagai institusi
110
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah” artikel diakses dari http://www.indonesia.go.id/id/files/UUD45/satunaskah.pdf pada 26 Mei 2009.
Negara akan melindungi penduduknya untuk
melakukan kebebasan
menjalankan agama termasuk Komunitas Aboge. Dalam hal ini Pemerintah diwakili oleh Departemen Agama dan MUI sebagai partner Depag untuk melaksanakan wewenangnya
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pemaparan-pemaparan yang telah disampaikan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa: 1. Aboge berasal dari singkatan Alip Rebo Wage, yang mempunyai arti Tanggal 1 Muharram Tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran Wage. Aboge adalah dasar perhitungan almanak (kalender) dalam satu windu atau delapan tahun, maka yang dimaksud Aboge adalah dasar suatu perhitungan. Gagasan perhitungan Aboge berasal dari para Wali111 yang berasal dari Timur Tengah dan Sunan Kalijaga yang berasal dari tanah Jawa. Mereka memadukan konsep Timur Tengah berupa huruf-huruf hijaiyyah, bulan-bulan hijriyyah dan nama-nama hari dengan konsep Jawa berupa pasaran. komunitas Aboge di Desa Onje, Kec, Mrebet, Kab. Purbalingga bukan sebuah organisasi masyarakat yang berpusat di daerah tertentu, ia adalah sebuah kelompok masyarakat Islam yang berjumlah kurang lebih 250 sampai 300 orang, yang menggunakan sistem penghitungan berdasarkan Aboge (Alip-Rebo-Wage) untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga tidak terkait secara organisasi
111
M. Maksudi mengatakan sebagian dari wali sembilan berasal dari Timur Tengah yaitu Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga.
ataupun hubungan kekerabatan dengan komunitas Aboge di daerah-daerah lain di Indonesia. Sampai sekarang, komunitas Aboge tidak dipimpin oleh seorang ketua, namun pihak yang bertanggungjawab dalam komunitas Aboge adalah Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning. Karena, Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning adalah panutan bagi komunitas Aboge untuk menentukan awal Ramadhan, tanggal 1 Syawal dan hari raya idul fitri dan idul adha yang didampingi oleh para Sesepuh Aboge. Penghitungan Aboge terdapat pada kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat. Awal berdirinya komunitas ini tidak diketahui secara pasti, namun perkembangan Aboge dimulai setelah pembangunan Masjid Raden Sayyid Kuning sebagai tempat dakwah para Ulama Aboge. 2. Penetapan awal bulan Aboge berakar dari hisab Urfi yang tergolong hisab Jawa Islam, yang memadukan antara konsep Timur Tengah dengan Hijriyahnya dan Jawa dengan pasarannya. Namun, hisab tersebut telah dirubah dengan satu dasar pasti yaitu Aboge (Alip Rebo Wage). Akibatnya pada sistem ini tidak mengakui tahun basithah ataupun tahun kabisat. Sehingga jumlah hari pada setiap tahun yaitu 354 hari. Dan pergantian hari dimulai pada jam 4 sore. 3. Dasar pijakan Aboge dalam menetapkan awal bulan berdasarkan pada hisab yang disandarkan pada surat Yunus ayat 5. Mereka berpendapat bahwa ayat tersebut mengandung perintah untuh menetapkan awal bulan atau waktu
dengan menggunakan hisab semata. Dan hisab yang diyakini sebagai interpretasi surat Yunus ayat 5 adalah Hisab Aboge. Hisab Aboge juga didasarkan pada pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning. 4. Praktek dari sistem yang digunakan adalah menggabungkan konsep dari Timur Tengah dan Jawa. Kalender Hijriyah yang mempresentasikan konsep Timur Tengah dan pasaran sebagai interpretasi konsep asli Jawa. Dalam parakteknya Hisab Aboge tidak mengenal kurup, tahun kabisah dan basithah. Dengan demikian
mengakibatkan perbedaan pada penentuan hari dengan
Pemerintah dan sesama penganut hisab urfi .
B. Saran-Saran 1. Komunitas Aboge hendaknya lebih terbuka untuk mendiskusikan sistem penetapan awal bulan yang diyakini, agar masyarakat mengerti dan memahami perbedaan dalam penentuan hari –hari besar agama Islam seperti 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1Syawal, dan 10 Dzulhijjah. 2. Pemerintah hendaknya mengupayakan pendekatan yang lebih intensif apabila terdapat perbedaan dalam penetapan awal bulan bagi kelompok atau komunitas apa saja. Hal ini dikhawatirkan memicu terjadinya perpecahan dan ketidakharmonisan pada tubuh umat Islam sendiri.
3. Fakultas hendaknya memberikan fasilitas yang memadai, baik dari segi alat peraga ataupun literature-literature yang berkaitan dengan Ilmu Falak. Untuk menunjang ketrampilan mahasiswa Syariah dalam ilmu falak secara teori dan praktek. Agar sumber daya manusia di bidang ilmu Falak terpenuhi. 4. Para Mahasiswa Syariah dan Hukum hendaknya tidak merasa takut untuk mempelajari ilmu falak agar tidak terjadi minimnya sumber daya manusia di bidang ini. Semestinya menjadi suatu kebanggaan dan keistimewaan bagi mahasiswa Syariah dan Hukum untuk mempelajari ilmu ini, karena fakultasfakultas agama selain Fakultas Syariah pada Perguruan Tinggi Islam seluruh Indonesia tidak mempelajari ilmu falak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Abdurrahman bin, Penerjemah, Mujarrabat, Surabaya: Ahmad bin Said bin Nabhan dan Keturunannya Al-Atsary, Abu Yusuf, Pilih Hisab Ru’yah, Solo: Pustaka Darul Islam. t. th Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati asSanadi, juz 1 Beirut: Dar al-Kitab al-Islam, t.th Al-Jazari, Abdur Rahman, Al-Fiqh Alal Mazahibil Arba’ah, Beirut: Dar Ihya Atturats Al-Araby, jilid 1 Al-Albani, Muhammad Nashirudin, penerjemah Imron Rosadi, Mukhtashar Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Azzam, jil. 1 Al-Nisaburi, Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi, Al Jami’u al Shahih al –Musamma Shahih Muslim. Beirut: Dar Al- Jail, DarAl- Afaq Anshory, Irfan, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http:www.formmasibumi.com/2008/05/ mengenal- kalenderhijriyah.html Azhari, Susiknan, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007 -------------------, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Jogjakarta: Suara Muhammadiyah, 2007 Chudlori, M. Syakh, Perbandingan Tarikh, Bandung: Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 1990 Dahlan, Abdul Aziz ed, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, jilid. 4 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat. Kelembagaan Agama Islam, 1990,Cet. 1
Jakarta:
Dirjen
Pembinaan
---------------------------, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988 Djambek , Sa`adoeddin. Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tirtamas, 1976 Glasse, Cyril ensiklopedi ringkas penerjemah Ghufron A. Mas’adi Ed, Jakarta: Grafindo, 1999, cet 2 Huda,Nuril, “Makna Istighotsah” artikel diakses dari http://www.nu.or.id/page.php// Makna//istighotsah pada 14/04/2009.html Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu Komparasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003 Izzudin, Ahmad Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007 Kardiman dkk Garis Tanggal Kalender Islam 1421, Bogor: BAKOSURTANAL, 2001 Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004 Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama, Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006 Ma`luf, Louis, Al-Munjid, Mesir: Al-Mathba`ah Al-Katholikiyah, 1918, Cet Ke 18 Maksudi, Muhammad. Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24 April 2009. Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2008 Masroeri, Ahmad Ghazalie Penentuan Awal Bulan Qamariyah Perspektif NU. www.nu.or.id. 13 April 2009 Mustadjab, Anang, Sekretaris MUI Kabupaten Purbalingga. Wawancara Pribadi. 30 April 2009
Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei http://mutoha.Blogspot .com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
2009
dari
Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”, artikel diakses pada 02 Februari 2009 dari www.hisab-rukyat.html ------------------------------, “Kriteria Awal Bulan Qamariyah” artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.rukyatulhilal.org Ridwan, Anshori/Sindo/ahm, “Buka Puasa Pertama bagi Pengikut Islam Aboge”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.okezone.com/2008/12/15 Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi, Jakarta: Gema Insani, 2005 Saksono, Tono, Mengkompromukan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas Publicita, 2007 Sanapiah, Faisal, Format-Format Penelitian Social, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Rajawali Pers 2003. Cet. Ke 6 Sanurji dan Muhammad Maksudi, Catatan Ringkas Sejarah Masjid Raden Sayyid Kuning, 2007 Sartika, Eka, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah”, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006. Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah” artikel diakses dari http://www.indonesia.go.id/id/files/UUD45/satunaskah.pdf pada 26 Mei 2009 Syarifuddin, Amir . Ushul Fiqh. Jakarta: Logos, 2005, jil. 1. Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1990, jilid 10, 11, 12 Yahya, M. Idris bin, Hadza Kitab Primbon Sembahyang, Tanjung Penang: 1919 Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman. Ensiklopedi Al-Qur`an, Jakarta: Gema Insanni, 2007, Cet.1
Wardan, Muhammad Hisab ‘Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957 Widiana, Wahyu, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dan Permasalahannya di Indonesia, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Ed. Choirul Fuad Yusuf dan Bashor A. Hakim, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004 Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia .org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS -----------------------------------------‘“Hadits” Artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits.html. Yatim, Badri Ed, Ensiklopedi Mini Sejarah Dan Kebudayaan. Jakarta: Logos, 1996 Zen, Nurhayati “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy'ari”artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari http//lppbi.fiba.blogspot.com/2009/03/html.
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge
BERITA WAWANCARA
NAMA
: Kyai M. Maksudi
KEDUDUKAN DI ABOGE : Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning HARI /TANGGAL
: Selasa, 21 April 2009
TEMPAT
: Rumah Kyai M. Maksudi
1. Siapa pencetus Aboge? Apa latar belakang didirikannnya Jawab : Pendiri Aboge adalah Wali Sanga. Sebenarnya keberadaan ABOGE adalah sebelum adanya Wali Sanga di tanah Jawa. Dimana terdapat Islam yang belum diatur secara Islami. Maka dari itu Wali Delapan (Wali Sanga yang berasal dari Timur Tengah) datang ke Jawa untuk mengompromikan antara Arab dengan Jawa. Oleh karena itu dengan musyawarah tersebut, para Wali membawa Abjad Hijaiyyah ke Tanah Jawa untuk mencocokkan dengan Wali yang asli dari Jawa yaitu Sunan Kalijaga. Masalah tahun mangsa. Sehingga yang merumuskan hari pasaran Jawa ( Wage Kliwon manis pahing pon) yaitu Sunan Kali Jaga. Untuk menentukan 1 Muharam pertama kali menggunakan tahun yang namanya Alif. Makna Alif adalah lurus istiqamah, sehingga perbuatan manusia harus seperti Alif, lurus, tetap. Hari rebo karena melihat dari windunya menentukan hari rebo. Penentuan kalender seperti ini merupakan dari Sunan Kali Jaga. Hal ini dimungkinkan oleh Kyai Maksudi merupakan firasat Sunan Kali
Jaga. Adapun pasarannya yang diambil Wage yang bermakna jangan ragu-ragu. Hal ini agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun dilakukan tidak ragu ragu. Adapun nama-nama hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Ahad merupakan yang dibawa oleh Wali Delapan dari Timur Tengah yang berasal dari Allah SWT. ABOGE merupakan kepanjangan dari Alif Rebo Wage yang disingkat ABOGE. Untuk menunjukan Alif Rebo Wage harus mengetahui dalam satu windu terdapat 8 tahun. Pertamakali menanggalkan atau tanggal 1 Muharram adalah hari Rebo, pasarane Wage, tahunnya Alif. Alasannya dinamakan ABOGE adalah suatu hitungan daripada menghitung daripada hitungan 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6, 3 dibaca dengan Ji Ma Lu Tu Pat Ro Nem Lu. Dalam satu windu terdapat 8 tahun yang merupakan berisi tahun Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Hitungan Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Berasal dari Timur Tengah dan merupakan huruf hijaiyyah. Adapun dalam menentukan puasa berdasarkan pada Memadukan ditanah jawa. Bahwa di aboge ada rangkep 5 kemudian dipadukan dengan arab. Alif, ba . 2. Siapa sajakah tokoh Aboge? Jawab : a. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya) b. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput ) c. Adipati Onje II d. Raden Sayid Kuning112 e. Sutarudin (Putra 1 Sayyid Kuning), f. Samiruddin (Putra ke 2 Sayyid Kuning) g. Nur Muhammad (Putra ke 3 Sayyid Kuning) h. Ki Reksabumi(anggadirana_ Putra Nur Muhammad) 112
Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
i.
Kisananom (Putra Ki Reksabumi )
j.
Ki Dipawikarta (Putra Kisananom)
k. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta) l.
Ni Hj. Surya Munadi( Putri Ni Majasir )
m. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi) n. Wangsarudin(Putra ke 3 Sayyid Kuning) o. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin) p. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali) q. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi) r. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi). s. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi ) t. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan) u. Kyai M. Maksudi (Putra Ki H Surya Munadi) v. Dan keturunan
Raden Sayid Kuning lainnnya yang tidak tercatat
disini. 3. Apa latar belakang didirikannnya aboge? Jawab: Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge(hitungan). Untuk mengetahui hitungan umur. 4. Dasar hokum apa saja yang digunakan di Aboge dalam keagamaan? Jawab : Alquran. Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning. 5. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di Aboge?
Jawab: Surat Yunus ayat 5. Surat Yunus ayat 5 yaitu
َ<َ وَا َِْبَ ﻡ9ِ4a ََد اB َ"ُْا#ْ$َ%ِ =َ%ََزِلَ ﺡ4ََ"ََ ْراً وََرَُ ﻡ0ْ َءً وَا9ِF َwْ"h َ&َ ا$َ' ِىmهَُ ا (٥ : ١٠َ"ُْنَ )س#ْ$َ ٍَْم0ِ ََِتe&ُ اsNَdُ anَْ ُ ﺏِ اIَ# َ اnَ#َ? Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan hisab selamanya tidak akan berubah 6. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan? Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang. 7. Bagaimana pandangan saudara mengenai penetapan awal bulan menurut pemerintah? Jawab: Tidak ada masalah dengan catatan pemerintah tidak memaksakan atau mengganggu kepercayaan yang dianut umatnya, dan sebaliknya. Pada prinsipnya untuk urusan agama adalah hak individu untuk mempercayai suatu keyakinan. 8. Bagaimana ABOGE melihat hadits yang berkaitan dengan rukyat? Jawab: adapun rukyat selalu berubah ubah. Dimana hisab tersebut merupakan rumus yang pasti. Rukyat pakenya ilmu falak, kalo bulannya keliatan, rukyat tidak pasti. Makanya hanya memeakai hisab. 9. Apa saja kegiatan rutinitas Aboge dalam hal keagamaan? Jawab:
Kegiatan Harian No
Kegiatan
Waktu
1
Pendidikan
Ba’da Ashar
Kitab
Keterangan
Iqra
Yang diikuti oleh anak-anak
Al-Qur’an
Yang diikuti oleh anak-anak
Iqra’ 2
Pendidikan
al- Ba’da Maghrib
Qur’an
yang telah tamat iqra.
Kegiatan Mingguan Kegiatan
Hari / Waktu
Kitab
Keterangan
Yasinan,
Malam Jumat / Ba’da Maghrib
Al-Qur’an
Bersama-sama
Dibaan
(Khusus
malam
Jumat
Kliwon
melakukan tahlil dan istighosah) Khataman
Ba’da Jumat dan Selasa Bada Dzuhur.
-
Bersama-sama
(Tarekat Naqshabandi yah) bagi para sesepuh ABOGE Pengajian Remaja
Malam Minggu
Safinatunna jah, Nashaihul Ibad
Ceramah
Kegiatan Ramadhan No
Kegiatan
Hari / Waktu
Kitab
Keterangan
1
Pendidikan
Setiap Hari, ba’da
Fiqih(Qawaidul
Ceramah
Ashar
Fiqhiyyah) Tauhid (Aqidatul Awwam)
Tadarusan 2
Setiap hari ba’da
Al-Quran
Shalat Tarawih Ceramah
Setiap hari ba’da
agama
Shubuh
3
_
Ceramah
10. Bagaimana penentuan awal bulan menurut Aboge? Jawab: Genep ganjil.(memakai landasan hisab urfi bahwa tiap bulan bergantian lamanyaaantara 30 dan 29 . 11. Berapa jumlah hari dalam setahun? Apakah terdapat tahun kabisat dan tahun basithah? Jawab : Dalam satu tahun jumlah hari tetap yaitu 354 hari. Tidak ada tahun kabisat dan basithah. 12. Kapan pergantian hari menurut Aboge ? Jawab: Pergantian harinya adalah jam 4. Hal ini berdasarkan pesan nenek moyang, bahwa seseorang lahir hari rabu, maka kalau pergi dihari selasa harus diatas jam 3 keatas karena sesuai dengan hari lahirnya.
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge
BERITA WAWANCARA
NAMA
: Kyai M. Maksudi
KEDUDUKAN DI ABOGE : Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning HARI /TANGGAL
: Selasa, 21 April 2009
TEMPAT
: Rumah Kyai M. Maksudi
13. Siapa pencetus Aboge? Jawab : Penggagas Aboge adalah Wali Sanga. Ketika itu, Wali Delapan (Wali Sanga yang berasal dari Timur Tengah) bermusyawarah dengan Sunan Kali Jaga dengan memadukan konsep penentuan awal bulan antara Arab dengan pasaran Jawa. Pasaran Jawa merupakan konsep murni orang Jawa yang dicetuskan oleh Sunan Kalijaga. Untuk menentukan 1 Muharam pertama kali menggunakan tahun yang namanya Alif. Makna Alif adalah lurus istiqamah, sehingga perbuatan manusia harus seperti Alif, lurus, tetap. Hari rebo karena melihat dari windunya menentukan hari rebo. Penentuan kalender seperti ini merupakan dari Sunan Kali Jaga dan para Wali lainnya. Hal ini dimungkinkan oleh Kyai Maksudi merupakan firasat Sunan Kali Jaga. Adapun pasarannya yang diambil Wage yang bermakna jangan ragu-ragu. Hal ini agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun dilakukan tidak ragu ragu. Adapun nama-nama hari Senin Selasa Rabu Kamis
Jumat Sabtu Ahad merupakan yang dibawa oleh Wali Delapan dari Timur Tengah yang berasal dari Allah SWT. Aboge merupakan kepanjangan dari Alif Rebo Wage yang disingkat Aboge. Untuk menunjukan Alif Rebo Wage harus mengetahui dalam satu windu terdapat 8 tahun. Pertamakali menanggalkan atau tanggal 1 Muharram adalah hari Rebo, pasarane Wage, tahunnya Alif. Alasannya dinamakan Aboge adalah suatu hitungan daripada menghitung daripada hitungan 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6, 3 dibaca dengan Ji Ma Lu Tu Pat Ro Nem Lu. Dalam satu windu terdapat 8 tahun yang merupakan berisi tahun Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Hitungan Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Berasal dari Timur Tengah dan merupakan huruf hijaiyyah. 14. Siapa sajakah tokoh Aboge? Jawab : a. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya) b. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput ) c. Adipati Onje II d. Raden Sayid Kuning113 e. Sutarudin (Putra 1 Raden Sayyid Kuning), f. Samiruddin (Putra ke 2 Raden Sayyid Kuning) g. Nur Muhammad (Putra ke 3 Sayyid Kuning) h.
Ki Anggadirana( Putra Nur Muhammad)
i.
Ki Reksabumi (Putra Ki Anggadirana)
j.
Ki Sananom (Putra Ki Reksabumi )
k. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom) 113
Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
l.
Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta)
m. Ni Hj. Surya Munadi( Putri Ni Majasir ) n. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi) o. Wangsarudin(Putra ke 4 Raden Sayyid Kuning) p. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin) q. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali) r. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi) s. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi). t. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi ) u. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan) v. Kyai M. Maksudi (Putra Ki H Surya Munadi) w. Dan keturunan
Raden Sayid Kuning lainnnya yang tidak tercatat
disini. 15. Apa latar belakang didirikannnya aboge? Jawab: Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge (hitungan). Untuk mengetahui hitungan umur. 16. Dasar hukum apa saja yang digunakan di Aboge dalam keagamaan? Jawab : Alquran. Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning. 17. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di Aboge? Jawab: Surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:
!☯#☺%&
013
+☺,-. /
☯' ()*
+89 :0+;
45167,/
7+ H
< =☺5>+?
EF G),. /
OP)
!LM,N S⌧UV
+ABC)D
K
H
+I5>J
+;
QI,. R
+D=☺5>#+V XYZ,- W +V?
(٥ : ١٠)س Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan hisab selamanya tidak akan berubah 18. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan? Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang. 19. Bagaimana pandangan saudara mengenai penetapan awal bulan menurut pemerintah? Jawab: Tidak ada masalah dengan catatan pemerintah tidak memaksakan atau mengganggu kepercayaan yang dianut umatnya, dan sebaliknya. Pada prinsipnya untuk urusan agama adalah hak individu untuk mempercayai suatu keyakinan. 20. Bagaimana Aboge melihat hadits yang berkaitan dengan rukyat? Jawab: adapun rukyat selalu berubah ubah. Dimana hisab tersebut merupakan rumus yang pasti. Rukyat pakenya ilmu falak, kalo bulannya keliatan, rukyat tidak pasti. Makanya hanya memeakai hisab.
21. Apa saja kegiatan rutinitas Aboge dalam hal keagamaan? Jawab:
Kegiatan Harian No
Kegiatan
Waktu
1
Pendidikan
Ba’da Ashar
Kitab
Keterangan
Iqra
Yang diikuti oleh anak-anak
Al-Qur’an
Yang diikuti oleh anak-anak
Iqra’ 2
Pendidikan
al- Ba’da Maghrib
Qur’an
yang telah tamat iqra.
Kegiatan Mingguan Kegiatan
Hari / Waktu
Kitab
Keterangan
Yasinan,
Malam Jumat / Ba’da Maghrib
Al-Qur’an
Bersama-sama
Dibaan
(Khusus
malam
Jumat
Kliwon
melakukan tahlil dan istighosah) Khataman
Ba’da Jumat dan Selasa Bada Dzuhur.
-
Bersama-sama
(Tarekat Naqshabandi yah) bagi para sesepuh ABOGE Pengajian
Malam Minggu
Safinatunna
Remaja
Ceramah
jah, Nashaihul Ibad
Kegiatan Ramadhan No
Kegiatan
Hari / Waktu
Kitab
Keterangan
1
Pendidikan
Setiap Hari, ba’da
Fiqih(Qawaidul
Ceramah
Ashar
Fiqhiyyah) Tauhid (Aqidatul Awwam)
Tadarusan 2
Setiap hari ba’da
Al-Quran
Shalat Tarawih Ceramah
Setiap hari ba’da
agama
Shubuh
3
_
Ceramah
22. Bagaimana penentuan awal bulan menurut Aboge? Jawab: Genep ganjil. (memakai landasan hisab urfi bahwa tiap bulan bergantian lamanyaaantara 30 dan 29 . 23. Berapa jumlah hari dalam setahun? Apakah terdapat tahun kabisat dan tahun basithah? Jawab : Dalam satu tahun jumlah hari tetap yaitu 354 hari. Tidak ada tahun kabisat dan basithah. 24. Kapan pergantian hari menurut Aboge ? Jawab: Pergantian harinya adalah pukul 4 sore. Hal ini berdasarkan pesan nenek moyang, bahwa seseorang lahir hari rabu, maka kalau pergi dihari selasa harus diatas jam 3 keatas karena sesuai dengan hari lahirnya. 25. Apakah ada hubungan dengan komunitas Aboge didaerah lain? Jawab: Aboge bukan sebuah organisasi yang tersruktur dan tidak terpusatkan, sehingga antara Aboge di satu daerah dengan daerah yang lainnyatidak mempunyai hubungan baik dari sisi organisasi ataupun kekerabatan. Kebetulan Aboge disini termasuk warga Nahdhiyyin, untuk itu kehidupan keagaamaan kami tidak berbeda dengan warga NU lainnya. Namun, kami menentukan awal bulan dengan sistem Aboge sepanjang masa. Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge
BERITA WAWANCARA
NAMA
: Sanurji
KEDUDUKAN DI ABOGE : Sesepuh Aboge HARI /TANGGAL
: Jumat, 24 April 2009
TEMPAT
: Rumah Kyai M. Maksudi
1.
Siapa pencetus Aboge? Jawab : Ya . Wali sanga mba.
2. Siapa tokoh –tokoh Aboge? Jawab : Wali Sanga , Raden Sayid Kuning lan sa’ keturunane ( berikut keturunannya) 3. Apa latar belakang didirikannnya aboge? Jawab: Kiye mba ( begini mba ), dingakal baen yah sekang endi ngerti umure Nabi Adam, eh ajah kadohen Nabi Muhammad baen.ya sekang hitungan. ( Maksudnya bahwa secara nalar, darimana mengetahui umur Nabi Muhammad . beliau mengatakan dari hitungan . itungan tersebut dinamakan Aboge.Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge(hitungan). Untuk mengetahui hitungan umur.
4. Dasar hokum apa saja yang digunakan di ABOGE dalam keagamaan? Jawab :Ya Alquran mba, Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning. 5. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di ABOGE? Jawab: Surat Yunus ayat 5. Surat Yunus ayat 5 yaitu
َ<َ وَا َِْبَ ﻡ9ِ4a ََد اB "ُْا#َْ$َ%ِ =َ%ََزِلَ ﺡ4ََ"ََ ْراً وََرَُ ﻡ0ْ َءً وَا9ِF َwْ"h َ&َ ا$َ' ِىmهَُ ا (٥ : ١٠َ"ُْنَ )س#ْ$َ ٍَْم0ِ ََِتe&ُ اsNَdُ anَْ ُ ﺏِ اIَ# َ اnَ#َ?
Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena
dengan
hisab selamanya tidak akan berubah 6. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan? Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang. Kemudian Beliau berkata “Pokoke takon baen karo Maksudi, pada baen. Aku arep lunga.”(artinya jawabannya dengan Maksudi sama, maka bertanyalah dengan Maksudi karena Beliau akan pergi).
Lampiran 2: Almanaq Kitab Primbon Sembahyang
Lampiran 3: Almanaq Kitab Mujarrabat