KARYA TULIS
PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU
Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan keajaiban-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Penentuan Air dalam Rongga Sel Kayu“. Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai metode penentuan air dalam rongga sel kayu sebagai dasar memahami sifat fisis kayu. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memperkaya khasanah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi kayu. Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis.
Medan, Desember 2009
Penulis
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii Pendahuluan ................................................................................................................. 1 Sifat Fisis Kayu ............................................................................................................ 2 Pembahasan.................................................................................................................. 4 Kesimpulan .................................................................................................................. 15 Referensi ...................................................................................................................... 16
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Grafik rata-rata berat jenis kayu............................................................................... 5 2. Grafik rata-rata berat jenis kulit kayu ...................................................................... 7 3. Grafik rata-rata kadar air kayu segar........................................................................ 10 4. Grafik rata-rata kadar air kulit kayu......................................................................... 11 5. Grafik rata-rata kadar air titik jenuh serat kayu ....................................................... 12 6. Grafik persentase rongga sel terisi oleh air .............................................................. 14
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU
Pendahuluan Kayu merupakan salah satu produk alam berupa bahan berlignoselulosa hasil proses fotosintesis dari tumbuhan berupa pohon.
Pohon didefinisikan
sebagai tanaman berkayu yang mempunyai tinggi 15–20 kaki atau lebih dengan ciri batang pokok yang tunggal. Pertambahan volume pada batang pohon terjadi karena pertumbuhan tinggi dan diameter.
Pertumbuhan memanjang pohon
merupakan hasil peningkatan jaringan yang berasal dari meristem apikal pada ujung pohon dan pertambahan diameter terjadi karena meristem lateral yaitu kambium vaskuler antara xilem (kayu) dan phloem (kulit). Kayu yang tersusun oleh lignoselulosa menyebabkan kayu bersifat higroskopis yaitu bersifat menyerap air pada kondisi lebih kering dan akan melepaskan air pada kondisi lebih basah dari lingkungannya. Susunan sel yang berbeda pada bidang yang terdapat pada kayu menyebabkan kayu memiliki sifat yang berbeda pada tiga bidang yang dimilikinya yaitu bidang tangensial, radial dan longitudinal yang biasa disebut dengan sifat anisotropis. Sebagai akibat dari sifat higroskopis dan anisotropis menyebabkan kayu memiliki karakteristik yang unik dibandingkan bahan lain yaitu mengalami kembang susut yang berbeda pada arah tiga dimensinya (tangensial, radial dan longitudinal).
Penyusutan/
pengembangan terbesar terjadi pada arah tangensial diikuti arah radial dan longitudinal. Sifat-sifat fisikomekanik kayu ditentukan oleh tiga ciri (Haygreen, 1989): 1. Porositasnya atau proporsi volume rongga yang dapat diperkirakan dengan mengukur kerapatannya. 2. Organisasi struktur sel, yang meliputi struktur mikro dinding sel, variasi dan proposi tipe-tipe sel-organisasi struktur sel. 3. Kandungan air. Secara umum, air dalam kayu mengisi sel-sel penyusun kayu pada bagian dinding sel dan lumen (rongga sel). Selain itu ada juga air yang terdapat pada noktah dan mikrovoid serta uap air pada rongga. Air yang terdapat pada dinding
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
sel disebut air terikat (bound water) yang mempengaruhi berat dan dimensi kayu, sedangkan air yang terdapat pada rongga sel disebut air bebas (free water) yang mempengaruhi berat kayu. Pada kayu segar dengan kadar air (KA) bisa sampai ≥100%, air mengisi dinding sel, sebagian rongga sel (sekitar 50% rongga sel berisi air bebas) dan uap air di bagian rongga sel yang kosong. Kayu pada kondisi KA titik jenuh serat, air pada sel hanya mengisi pada bagian didnding sel dan air tersebut dalam kondisi jenuh udara. Secara teori, kayu pada kondidi kering tanur (dioven pada suhu 103±20 C sampai beratnya konstan) tidak mengandung air, walaupun kenyataannya ada sedikit air pada sel kayu yang sulit untuk keluar. Salah satu ciri fisik dari kayu adalah berat jenis yang digunakan untuk menerangkan masa suatu bahan persatuan volume. Ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Berat jenis diterangkan sebagai kerapatan kayu (yang didasarkan pada berat kering tanur dan volume segar) dibandingkan dengan kerapatan benda standar air yang nilainya 1 g/cm3, sehingga nilai dari berat jenis sama dengan kerapatan dengan tanpa satuan atau berat jenis sebagai perbandingan berat bahan dengan berat volume. Tiap spesies memiliki berat jenis yang bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi variasi tersebut seperti tempat tumbuh, iklim, lokasi geografis dan spesies itu sendiri.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat seperti
kelembaban, tersedianya cahaya matahari dan zat-zat makanan, angin dan suhu dapat mempengaruhi berat jenis. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh tinggi tempat, aspek kemiringan, garis lintang, tipe tanah, komposisi tegakan dan jarak tanam. Semua faktor ini dapat mempengaruhi ukuran dan ketebalan dinding sel sehingga mempengaruhi kerapatan.
Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu merupakan sifat-sifat yang berhubungan dengan kadar air, kerapatan, berat jenis, kembang susut, sifat panas, keawetan alami, warna, kelistrikan kayu, penampilan kayu, ketahanan kayu pada suatu zat, ketahanan kayu terhadap cuaca, ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu, sifat pengerjaan kayu, dan sifat penyerapan kayu terhadap air (Dumanauw, 1990).
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
Kerapatan kayu adalah massa atau berat kayu per unit volume kayu. Kerapatan merupakan faktor penting untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik kayu (Panshin & Zeeuw, 1980). Kerapatan biasanya dinyatakan dalam pon per kaki atau kg/m3 (Haygreen dan Bowyer, 1996). Menghitung kerapatan kayu, meliputi air yang terkandung dalam kayu. Kerapatan kayu biasanya dipengaruhi oleh variasi anatomi, kadar air serta rasio kayu gubal dan kayu teras (Forest Products Laboratory, 1999). Berat jenis kayu dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4º C, dimana pada suhu standar tersebut kerapatan air sebesar 1 g/cm3. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda. Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Makin tinggi berat jenisnya, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin kecil berat jenis kayu, maka akan berkurang pula kekuatannya. Berat jenis ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Perhitungan berat jenis banyak disederhanakan dalam sistem matrik karena 1 cm3 air beratnya tetap 1 gram. Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat dalam gram dengan volume dalam cm3, maka nilai kerapatan (R) dan berat jenis (B) adalah sama jika menggunakan massa oven. Namun berat jenis tersebut tidak mempunyai satuan karena berat jenis adalah nilai relatif (Haygreen dan Bowyer, 1996). Biasanya untuk menentukan berat jenis digunakan berat kering oven dan volume pada (a) basah, (b) kering oven, dan (c) pada kadar air 12% (Forest Products Laboratory, 1999). Menurut Panshin & Zeeuw (1980) berat jenis kayu dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara berat kering oven dengan volumenya pada kadar air tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisik kayu yang penting sehubungan dengan penggunaannya (Pandit dan Hikmat, 2002). Kayu adalah bahan yang higroskopis, yaitu mampu untuk mengisap dan melepaskan air dari dan ke lingkungan dan menyeimbangkan dengan uap air di udara (Skaar, 1972). Kadar air kayu merupakan jumlah air yang dikandung kayu,
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
yang dinyatakan dalam persen berat kering ovennya. Jumlah air yang dikandung kayu bervariasi tergantung dari jenis kayu, berkisar antara 40% - 200% berat kering kayu (Panshin & Zeeuw, 1980). Air di dalam kayu terdiri dari dua bentuk yaitu air terikat dan air bebas. Air terikat adalah air yang terdapat pada dinding sel. Air bebas terdapat pada rongga sel. Jumlah air bebas tergantung porositas dan volume kayu (Siau, 1971). Air dalam kayu segar (fresh cut) terletak di dalam dinding sel dan dalam rongga kayu. Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Akan tetapi, rongga sel akan selalu berisi sejumlah uap air. Selama terdapat air di dalam rongga sel, dinding sel akan jenuh. Selain itu, kebanyakan sifat fisis kayu (selain berat) tidak dipengaruhi oleh perbedaan mengenai banyaknya air dalam rongga sel (Haygreen dan Bowyer, 1996). Berat, penyusutan, kekuatan dan sifat lainnya tergantung pada kadar air kayu. Variabilitas kadar air terjadi pada bagian-bagian dari pohon yang sama, perbandingan kayu teras dan kayu gubal (Forest Products Laboratory, 1999).
Pembahasan Kerapatan (Berat Jenis) Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisika kayu yang paling penting. Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dari kayu. Berat jenis digunakan untuk menerangkan masa suatu bahan persatuan volume. Berat jenis kayu adalah kerapatan kayu (yang didasarkan pada berat kering tanur dan volume segar) dibandingkan dengan kerapatan benda standar air yang nilainya 1 g/cm3, sehingga nilai dari berat jenis sama dengan kerapatan dengan tanpa satuan, selanjutnya dalam tulisan ini kita bahas sebagai berat jenis. Menghitung kerapatan kayu, meliputi air yang terkandung dalam kayu. Kerapatan kayu biasanya dipengaruhi oleh variasi anatomi, kadar air serta rasio kayu gubal dan kayu teras (Forest Products Laboratory, 1999). Makin tinggi berat jenisnya, umumnya makin kuat juga kayunya. Semakin kecil berat jenis kayu, maka akan berkurang pula kekuatannya.
Berat jenis
ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori.
Perhitungan berat jenis banyak disederhanakan dalam
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
sistem matrik karena 1 cm3 air beratnya tetap 1 gram. Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat dalam gram dengan volume dalam cm3, maka nilai kerapatan (R) dan berat jenis (B) adalah sama jika menggunakan massa oven. Namun berat jenis tersebut tidak mempunyai satuan karena berat jenis adalah nilai relatif (Haygreen dan Bowyer, 1996). Biasanya untuk menentukan berat jenis digunakan berat kering oven dan volume pada (a) basah, (b) kering oven, dan (c) pada kadar air 12% (Forest Products Laboratory, 1999). Menurut Panshin & Zeeuw (1980) berat jenis kayu dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara berat kering oven dengan volumenya pada kadar air tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisik kayu yang penting sehubungan dengan penggunaannya (Pandit dan Hikmat, 2002).
Rata-rata Berat Jenis Kayu 0,585
0,6 0,477
0,5
BJ
0,4
Sengon Buto
0,392 0,308
0,3180,327
0,358
Karet Gmelina
0,3
Sengon
0,2
Mangium Sonokeling
0,1
Angsana
0,0 Jenis Kayu
Gambar 1. Grafik rata-rata berat jenis kayu Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 1, terlihat adanya perbedaan berat jenis dari tujuh jenis kayu. Rerata berat jenis kayu yang paling tinggi adalah kayu sonokeling= 0,585 dan rerata berat jenis yang paling rendah adalah kayu sengon buto= 0,308. Rerata berat jenis kayu yang lainnya berada pada kisaran
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
tersebut, yaitu kayu karet= 0,477, gmelina= 0,392, sengon= 0,318, mangium= 0,327, dan angsana= 0,358. Posisi kayu dalam pohon juga menentukan berat jenis kayu tersebut. Ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian pangkal memiliki rerata berat jenis yang lebih besar daripada rerata berat jenis dari contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan ujung. Seperti dalam teori banyak disampaikan bahwa kayu bagian tengah didominasi oleh kayu juvenil yang merupakan kayu pada proses pertumbuhan awal. Pada masa pertumbuhan awal ini aktivitas kambium vaskuler dipengaruhi oleh meristem apical.
Masa xilem sekunder yang diproduksi oleh kambium
vaskuler selama dipengaruhi oleh aktifitas meristem apical ini menyebabkan bagian kayu juvenil memiliki ciri-ciri yaitu kayu akhir yang kurang jelas dan lebih didominasi kayu awal, sel-sel pada bagian kayu ini lebih pendek, sudut mikrofibrilnya lebih besar dengan kadar selulosa lebih rendah. Kondisi ini menyebabkan kerapatan/berat jenis kayu pada bagian ini lebih rendah dibandingkan kayu dewasa dibagian lebih luarnya. Kayu yang berasal dari bagian ujung umumnya masih dalam proses pertumbuhan ditandai dengan pembentukan kayu juvenile dan sebagian kayu masih didominasi oleh kayu awal yang memiliki sel-sel penyusun dengan dinding sel yang tipis dan rongga sel yang besar, sehingga kerapatannya juga lebih rendah. Berat jenis meningkat lebih tinggi pada bagian kayu teras (yaitu bagian lebih luar dari kayu juvenil).
Kayu teras merupakan kayu dewasa yang dalam
pertumbuhannya tidak lagi dipengaruhi oleh meristem apical.
Kayu teras ini
merupakan perkembangan lebih jauh dari kayu gubal. Kayu gubal adalah kayu dengan sel-selnya masih hidup dan masih melakukan fungsi fisiologis sebagai saluran makanan serta sebagai penyimpan cadangan makanan.
Dalam
perkembangannya kayu gubal ini akan mati dan proses fisiologis tidak lagi dilakukan oleh bagian ini yang disebut sebagai kayu teras dengan fungsi pada pohon hanya sebagai penguat mekanik saja. Proses pembentukan kayu teras terjadi pada pohon yang telah mengalami penurunan pertumbuhan.
Fotosintat dan auksin yang berlebihan disalurkan
melalui jari-jari. Gula dan pati yang terkumpul mulai diubah menjadi sejumlah
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
besar senyawa baru yang terakumulasi menjadi racun yang biasa disebut zat ekstraktif. Kandungan senyawa-senyawa ekstraktif ini menyebabkan kayu teras memiliki berat jenis yang lebih tinggi. Kandungan ekstraktif ini juga biasanya menyebabkan bagian kayu teras berwarna lebih gelap, lebih tahan terhadap serangan jamur dan serangga, lebih sukar dikeringkan atau ditembus cairan karena mengandung ekstraktif minyak dan lemak, serta memiliki bau yang khas. Bagian lebih luar dari kayu teras adalah kayu gubal yang memiliki berat jenis/kerapatan lebih rendah. Kayu yang berasal dari bagian pangkal umumnya sudah terbentuk kayu dewasa (mature wood), yaitu massa kayu yang didominasi oleh kayu akhir dengan sel-sel penyusunnya memiliki didnding sel yang tebal dan rongga sel yang kecil, sehingga kerapatannya juga lebih tinggi. Selain itu kayu pada bagian pangkal juga sudah terbentuk kayu teras yang lebih banyak. Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 2, terlihat adanya perbedaan berat jenis kulit dari tujuh jenis kayu. Rerata berat jenis kulit yang paling tinggi adalah kayu mangium= 0,573 dan rerata berat jenis kulit yang paling rendah adalah kayu angsana= 0,290. Rerata berat jenis kulit yang lainnya berada pada kisaran tersebut, yaitu kayu sengon buto= 0,387, karet= 0,515, gmelina= 0,512, sengon= 0,427, sonokeling= 0,430 dan.
Rata-rata Berat Jenis Kulit Kayu 0,7 0,573
0,6
BJ
0,5 0,4
Sengon Buto
0,515 0,512 0,387
0,427
Karet
0,430
Gmelina 0,290
0,3
Sengon Mangium
0,2
Sonokeling
0,1
Angsana
0,0 Jenis Kayu
Gambar 2. Grafik rata-rata berat jenis kulit kayu
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
Posisi kayu dalam pohon juga menentukan berat jenis kulit kayu tersebut. Ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian ujung memiliki rerata berat jenis kulit yang lebih besar daripada rerata berat jenis kulit contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan pangkal. Banyak faktor yang mempengaruhi variasi tersebut seperti tempat tumbuh, iklim, lokasi geografis dan spesies itu sendiri. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat seperti kelembaban, tersedianya cahaya matahari dan zat-zat makanan, angin dan suhu dapat mempengaruhi berat jenis. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh tinggi tempat, aspek kemiringan, garis lintang, tipe tanah, komposisi tegakan dan jarak tanam.
Semua faktor ini dapat mempengaruhi
ukuran dan ketebalan dinding sel sehingga mempengaruhi kerapatan. Kayu merupakan bahan yang higroskopis artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air baik dalam bentuk uap maupun cairan, sehingga adsorpsi air menyebabkan peningkatan berat dan volume sebaliknya dengan disorpsi. Tetapi sifat higroskopis ini juga tergantung dari jenis kayu, suhu dan kelembaban udara disekitarnya. Peningkatan
kadar
air
akan
menambah
kerapatan
kayu,
dimana
kerapatannya dapat jauh melampaui kerapatan kering tanur. Sementara kerapatan apparent akan menjadi lebih besar dengan peningkatan kadar air. Berat jenis suatu contoh uji akan naik jika kandungan air yang menjadi dasarnya berkurang dibawah titik jenuh serat (TJS). Hal ini terjadi karena berat kering tetap konstan sedangkan volume berkurang selama pengeringan. Semakin besar penyusutan volume metrik suatu spesies kayu, maka semakin besar perbedaan antara berat jenis segar dan kering tanur. Pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang sudah tua.
Haygreen dan Bowyer (1989)
mengemukakan bahwa semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut.
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
Kadar Air dan Persentase Rongga Terisi Air Kayu adalah bahan yang higroskopis, yaitu mampu untuk mengisap dan melepaskan air dari dan ke lingkungan dan menyeimbangkan dengan uap air di udara (Skaar, 1972). Kadar air kayu merupakan jumlah air yang dikandung kayu, yang dinyatakan dalam persen berat kering ovennya. Jumlah air yang dikandung kayu bervariasi tergantung dari jenis kayu, berkisar antara 40% - 200% berat kering kayu (Panshin & Zeeuw, 1980). Air di dalam kayu terdiri dari dua bentuk yaitu air terikat dan air bebas. Air terikat adalah air yang terdapat pada dinding sel.
Air bebas terdapat pada
rongga sel. Jumlah air bebas tergantung porositas dan volume kayu (Siau, 1971). Air dalam kayu segar (fresh cut) terletak di dalam dinding sel dan dalam rongga kayu. Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Akan tetapi, rongga sel akan selalu berisi sejumlah uap air. Selama terdapat air di dalam rongga sel, dinding sel akan jenuh. Selain itu, kebanyakan sifat fisis kayu (selain berat) tidak dipengaruhi oleh perbedaan mengenai banyaknya air dalam rongga sel (Haygreen dan Bowyer, 1996). Dalam kayu terdapat dua jenis sel berdasarkan arahnya, yaitu sel yang menyusun kayu ke arah sumbu batang (longitudinal) dan sel yang menyusun kayu tegak lurus sumbu batang (horizontal). Sel-sel penyusun kayu terdiri dari: 1. Sel-sel penyalur (konduksi), seperti sel pori dan sel trakeid. 2. Sel-sel penguat (mekanik), seperti sel serabut dan sel trakeid. 3. Sel-sel penyimpan, seperti sel parenkim. Setiap sel memiliki celah sempit (noktah) pada dindingnya yang menghubungkan rongga sel yang satu dengan rongga sel sebelahnya. Noktah tersebut dapat berbentuk sederhana, berhalaman dan peralihan antar keduanya. Pada beberapa jenis kayu juga terdapat rongga antar sel yang berupa saluran sempit yang dikelilingi parenkim serta selaput yang terdiri atas sel epithel dan dinamakan sebagai saluran interseluler, baik berupa saluran aksial maupun radial. Kadar air (%) = Berat awal - Berat kering tanur x 100 Berat kering tanur Berat kering tanur adalah berat setelah dioven pada suhu 103+2o C selama 24 jam sampai beratnya konstan.
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
% rongga sel berisi air = Volume air bebas x 100% Volume rongga Keterangan : Volume air bebas (cc)
= Kadar air bebas x Berat kering tanur
Volume rongga (cc)
= Volume rongga total – Volume mikrovoid
Distribusi rerata kadar air segar pada potongan contoh uji bagian pangkal, tengah dan ujung untuk semua jenis kayu secara umum membentuk pola kadar air lebih rendah pada bagian ujung kemudian naik pada bagian tengah dan pangkal. Ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian pangkal memiliki rerata kadar air yang lebih besar daripada rerata kadar air dari contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan ujung.
Rata-rata Kadar Air Kayu Segar 160 140
149,495
KA (%)
100
Sengon Buto
120,000
120
96,165 90,645 78,065
80
Karet 91,060
66,180
Gemelina Sengon
60
Mangium
40
Sonokeling
20
Angsana
0 Jenis Kayu
Gambar 3. Grafik rata-rata kadar air kayu segar Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 3, terlihat adanya perbedaan kadar air kayu segar dari tujuh jenis kayu. Rerata kadar air kayu segar yang paling tinggi adalah kayu sengon buto= 137,768%, sedangkan kadar air kayu segar yang paling rendah adalah kayu sonokeling= 68,527%. Rerata kadar air kayu segar yang lainnya berada pada kisaran tersebut, yaitu kayu karet= 82,375%, gmelina= 132,513%, sengon= 125,855%, mangium= 110,122%, dan angsana= 96,370%.
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
Untuk melihat kadar air kulit kayu, pada Gambar 4,
terlihat adanya
perbedaan kadar air kulit kayu dari tujuh jenis kayu. Rerata kadar air kulit kayu yang paling tinggi adalah kayu angsana= 206,823%, sedangkan kadar air kulit kayu yang paling rendah adalah kayu mangium= 50,038%. Rerata kadar air kulit kayu yang lainnya berada pada kisaran tersebut, yaitu kayu sengon buto= 114,572%, karet= 72,535%, gmelina= 71,052%, sengon= 72,280% dan sonokeling= 132,782%.
Rata-Rata Kadar Air Kulit Kayu 250 195,395
KA (%)
200 150 100
Karet Gmelina
121,070 114,835
109,760 83,760
55,910 50
Sengon Buto
35,095
Sengon Mangium Sonokeling Angsana
0 Jenis Kayu
Gambar 4. Grafik rata-rata kadar air kulit kayu Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 5, terlihat adanya perbedaan kadar air pada kondisi titik jenuh serat (TJS) dari tujuh jenis kayu. Rerata kadar air TJS yang paling tinggi adalah kayu gmelina= 74,778%, sedangkan kadar air TJS yang paling rendah adalah kayu angsana= 17,925%. Rerata kadar air TJS yang lainnya berada pada kisaran tersebut, yaitu kayu sengon buto= 26,593%, karet= 23,380%, , sengon= 28,878%, mangium= 40,073% dan sonokeling= 23,965%. Hal ini diduga karena jumlah biomassa (berat bahan kayu kering) pada bagiang pangkal batang lebih besar dari bagian tengah dan ujung. Haygreen dan Bowyer (1989) mengemukakan bahwa dalam bagian xylem, air umumnya lebih dari separoh berat total, artinya berat air dalam kayu segar umumnya sama atau lebih besar daripada berat bahan kayu kering. Bakar, dkk (1998) mengemukakan
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
bahwa pengaruh gaya gravitasi bumi yang menyebabkan pengiriman air ke bagian yang lebih tinggi memerlukan tekanan kapiler yang lebih besar.
Rata-rata Kadar Air TJS Kayu 70
63,430 Sengon Buto
KA TJS (%)
60 50
43,555
40 30
28,130 23,010
Karet Gmelina
32,765
Sengon 20,360 19,450
20
Mangium Sonokeling
10
Angsana
0 Jenis Kayu
Gambar 5. Grafik rata-rata kadar air titik jenuh serat kayu Banyak faktor yang mempengaruhi variasi tersebut seperti tempat tumbuh, iklim, lokasi geografis dan spesies itu sendiri. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat seperti kelembaban, tersedianya cahaya matahari dan zat-zat makanan, angin dan suhu dapat mempengaruhi berat jenis. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh tinggi tempat, aspek kemiringan, garis lintang, tipe tanah, komposisi tegakan dan jarak tanam.
Semua faktor ini dapat mempengaruhi
ukuran dan ketebalan dinding sel sehingga mempengaruhi kapasitas sel dalam menampung molekul air. Pola kadar air lebih rendah pada bagian pada sekitar tengah (empulur) kemudian naik pada bagian lebih luar sekitar kayu teras dan menurun kembali mendekati bagian sisi luar dari penampang melintang batang. Kadar air yg cukup tinggi terjadi pada daerah sekitar kayu teras hal tersebut mungkin terjadi akibat sel-sel xylem pada kayu teras merupakan sel-sel yang sudah mati yang hanya berfungsi sebagai jalur transportasi air dari dalam tanah menuju daun. Sehingga rongga sel (lumen) hanya berupa air saja. Berbeda dengan bagian kayu gubal yang merupakan sel-sel hidup isi selnya masih terisi oleh cairan sitoplasma
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
dengan cadangan makanan berupa gula atau pati yang siap didistribusikan ke seluruh bagian pohon. Kayu segar dikeringkan dalam oven dengan peningkatan suhu secara bertahap
dimaksudkan
untuk
mempercepat
proses
pengeringan
dengan
meminimalisasikan cacat akibat pengeringan sepertisusut, retak, pecah atau belah. Pada hari pertama contoh uji dioven pada suhu 500 C, pada hari kedua suhunya dinaikkan menjadi 700 C, dan pada hari ketiga suhunya dinaikkan lagi menjadi 103±20 C sampai kering tanur (beratnya konstan). Kadar air kesetimbangan mengalami perubahan berupa penurunan setelah kayu dikering oven dengan suhu 103±2oC selama 24 jam, hal ini terjadi dan sejalan dengan teori yg banyak berkembang bahwa proses pemanasan bisa menyebabkan terjadinya ikatan silang diantara gugus OH didalam kayu atau selulosa. Sehingga tempat air biasa berikatan didalam kayu menjadi berkurang dan akibatnya kadar air kesetimbangan menjadi berkurang. Pada proses pengeringan sampai dengan kering tanu,r kayu mengalami penyusutan yg maksimal. Pada saat terjadi penyusutan ini serat-serat pada kayu saling mendekat (rantai-rantai selulosa saling berdekatan) dan pada saat berdekatan tersebut gugus-gugus OH yang terdapat pada rantai selulosa akan saling berikatan. Sehingga tempat bagi molekul air berkurang. Proses ini dapat dijadikan salah satu cara untuk meningkatkan stabilitas dimensi kayu, karena kadar air kesetimbangan yang rendah akan menyebabkan kayu lebih stabil atau hanya sedikit saja kemampuaannya (kisarannya) dalam menyerap dan mengeluarkan air sehingga kembang susut yg terjadi juga kisarannya kecil. Distribusi rerata persentase rongga terisi air pada potongan contoh uji bagian pangkal, tengah dan ujung untuk semua jenis kayu secara umum membentuk pola persentase rongga terisi air lebih rendah pada bagian ujung kemudian naik pada bagian tengah dan pangkal. Pada Tabel 2, 3 dan 4 terlihat bahwa posisi kayu dalam pohon menentukan besarnya persentase rongga terisi air kayu tersebut. Ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian pangkal memiliki rerata persentase rongga terisi air yang lebih besar daripada
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
rerata persentase rongga terisi air dari contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan ujung.
Persentase Rongga Terisi Air
% Rongga Terisi Air
60 50 40 30
52,840 48,055 43,145
Sengon Buto
34,730
Karet 33,200
27,210 21,400
Gmelina Sengon Mangium
20
Sonokeling
10
Angsana
0 Jenis Kayu
Gambar 6. Grafik persentase rongga sel terisi oleh air Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 6, terlihat adanya perbedaan persentase rongga terisi air dari tujuh jenis kayu. Rerata persentase rongga terisi air yang paling tinggi adalah kayu sonokeling= 55,648%, sedangkan persentase rongga terisi air yang paling rendah adalah kayu mangium= 36,313%. Rerata persentase rongga terisi air yang lainnya berada pada kisaran tersebut, yaitu kayu sengon buto= 47,507%, karet= 49,575%, gmelina= 53,840%, sengon= 44,502% dan angsana= 40,780%. Rerata persentase rongga terisi dari tujuh jenis kayu tidak terlalu signifikan, hanya dala kisaran 36,313% - 55,648%. Artinya molekul air tidak sepenuhnya mengisi rongga sel (lumen) dalam struktur kayu.
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
Kesimpulan 1. Rerata berat jenis (BJ) kayu sengon buto= 0,308, karet= 0,477, gmelina= 0,392, sengon= 0,318, mangium= 0,327, sonokeling= 0,585 dan angsana= 0,358 serta rerata berat jenis (BJ) kulit sengon buto= 0,387, karet= 0,515, gmelina= 0,512, sengon= 0,427, mangium= 0,573, sonokeling= 0,430 dan angsana= 0,290. Ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian pangkal memiliki rerata berat jenis yang lebih besar daripada rerata berat jenis dari contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan ujung. Selain itu juga ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian ujung memiliki rerata berat jenis kulit yang lebih besar daripada rerata berat jenis kulit contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan pangkal. 2. Rerata kadar air (KA) kayu sengon buto= 137,768%, karet= 82,375%, gmelina= 132,513%, sengon= 125,855%, mangium= 110,122%, sonokeling= 68,527% dan angsana= 96,370% serta rerata kadar air (KA) kulit sengon buto= 114,572%, karet= 72,535%, gmelina= 71,052%, sengon= 72,280%, mangium= 50,038%, sonokeling= 132,782% dan angsana= 206,823%. Ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian pangkal memiliki rerata berat jenis yang lebih besar daripada rerata berat jenis dari contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan ujung. 3. Rerata kadar air titik jenuh serat (TJS) kayu sengon buto= 26,593%, karet= 23,380%, gmelina= 74,778%, sengon= 28,878%, mangium= 40,073%, sonokeling= 23,965% dan angsana= 17,925%. 4. Rerata persentase rongga sel berisi air pada sengon buto= 47,507%, karet= 49,575%, gmelina= 53,840%, sengon= 44,502%, mangium= 36,313%, sonokeling= 55,648% dan angsana= 40,780%. Ada kecenderungan contoh uji kayu yang berasal dari bagian pangkal memiliki rerata persentase rongga terisi air yang lebih besar daripada rerata persentase rongga terisi air dari contoh uji yang berasal dari bagian tengah dan ujung.
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009
Referensi Bakar, E.S., O. Rachman, D. Hermawan, L. Karlinasari dan N. Rosdiana. 1998. Pemanfaatan batang Kelapa Sawit sebagai Bahan Bangunan dan Furniture. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Vol. XI (1). Pp 1-12. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Bowyer, J.L., R. Shmulsky & J.G. Haygreen. 2003. Forest Product and Wood Science: An Introduction. 4th ed. Iowa State Press. Iowa. Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Forest Product Society.
1999.
Wood Handbook: Wood as An Engineering
Material. Forest Product Laboratory General Technical Report FPL-GTR113. USDA Forest Science, Forest Product Laboratory. USA. Mandang, Y.I. dan I.K.N. Pandit. 1997. Seri Manual: Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor. Pandit, I.K.N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Bangunan.
Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor. Panshin, A.J. dan C. de Zeeuw. 1970. Texbook of Wood Technology. 4th ed. McGraw-Hill. New York. Skaar, C. 1972. Water in Wood. Syracuse University Press. Syracuse New York. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.
Tito Sucipto : Penentuan Air Dalam Rongga Sel Kayu, 2009