Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis Rohim Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional Abstrak: Seorang sastrawan dapat mengekspresikan semestanya dalam sebuah karya sastra. Semua
yang ia tuangkan dalam teks sastra merupakan gagasan-gagasan yang ingin ia katakan kepada pembacanya. Kumpulan gagasan tersebut bisa dikatakan sebagai ideologi, setidaknya ideologi pengarang. Hadirnya ideologi bertujuan untuk menawarkan perubahan, memperbaiki tatanan yang sudah ada, atau bahkan merubah total kebiasaan yang sudah menahun. Ideologi yang dituangkan dalam karya sastra
mempunyai ‘tangan’ yang dapat mengubah proses kehidupan melalui ungkapan dan gagasan pengarang.
Hal demikian salah satunya dapat terlihat dari gagasan-gagasan yang terkandung dalam novel AyatAyat Cinta, memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang bagaimana ajaran Islam yang kaffah jika bersinggungan dengan realitas sosial yang kompleks. Selain gagasan dari novel tersebut, tulisan ini juga mengungkap nilai-nilai estetisnya.
Kata Kunci: sastra, ideologi, tematis, dan estetis
Abstract: A writer can express his universe of mind in a literary work. Everything he pours out in
literary text are the ideas he would like to share to the readers. Such collection of ideas can be seen as an ideology, at least the ideology of the writer. The presence of ideology is aimed to offer changes, improve the exixtent system, or even extremely change a culture. An ideology which is expressed in a literary work has “hands”, which can change the life process through the writer’s ideas and expressions.
This can be seen in the ideas implied in the novel “ Ayat-ayat cinta”/ The Verses of love, which give a real picture of how a “thorough” islamic teaching gets conflicted with a complex social realities. In addition to the ideas implied, this essay will also disclose the esthetic side of the novels. Key words: literary, ideology, thematic, and esthetic.
Pendahuluan
seperti ini terus terjadi dan bahkan berkembang
bermunculannya roman percintaan dari beberapa
satu komunitas sastra yang ‘menggegerkan’
Karya sastra dasawarsa 1980-an ditandai dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa itu.
Pada umumnya, tokoh yang dihadirkan dalam
karya sastra terutama cerpen dan novel adalah perempuan. Hal itu bertolak belakang dengan karya sastra Balai Pustaka yang masih dipengaruhi
sastra Eropa, di mana tokoh utamanya selalu
‘dimatikan’ untuk menonjolkan romantisme dan idealisme. Pada era 80 sampai 90-an tumbuh sastra yang beraliran pop, ditandai dengan
sampai era 2000-an. Pada dekade ini muncul salah
ditandai dengan lahirnya ‘sastra wangi’ yang dipelopori Ayu Utami dengan salah satu karyanya
Saman. Bahkan karyanya ini dikatakan sebagai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah
hampir 20 tahun ‘tidur dalam kulkas’. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar
itulah yang membuatnya menonjol dibandingkan pengarang-pengarang lain.
Kebangkitan dan kegairahan sastra Indonesia
lahirnya sejumlah novel populer yang berimplikasi
era 200 0-an tidak hanya ditunjukkan o le h
masyarakat terhadap sastra terutama di kalangan
dari penulis-penulis muda yang tergabung dalam
baik
terha dap
me ningkatnya
minat
baca
anak muda. Karya sastra pada era 90-an hadir dengan tema yang lebih berat pengapresiasiannya karena pengaruh budaya Barat dan konflik-
konflik terhadap sastra Indonesia. Fenomena 600
kelompok ‘sastra wangi’ di atas, tetapi juga timbul komunitas Forum Lingkar Pena (FLP) yang karya-
karyanya tidak kalah laris dibanding karya Ayu
Utami atau Djenar Maesa Ayu, bahkan hal itu terjadi ketika para sastrawan beraliran liberal
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
mendapatkan dukungan sepenuhnya dari media
Masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini
massa dan organisasi kebudayaan, sementara
mencakupi beberapa hal sebagai berikut: 1)
satu bukti jawaban nyata dari FLP adalah terbitnya
dalam
sastrawan FLP kurang mendapat perhatian. Salah
novel Ayat-Ayat Cinta dari salah seorang penulis
komunit as t erse but, s ebagai r eprese nt asi
kehadiran moral dalam menolak pornografi dan penggunaan kosakata yang seronok dalam karya sastra.
bagaimana warna/dasar ideologi yang diangkat nove l
te rsebut ?
Ap akah
bersifat
keagamaan, kapitalisme, marxisme, gender, atau
yang lai nnya ; 2) b agaimana i de ol ogi it u disuarakan/dipresentasikan? dan 3) bagaimana hasil dan pencapaian nilai estetisnya?
Fokus tulisan ini adalah karya sastra prosa
Tampak dalam periode ini, terdapat dua kubu
yang terbit pada dekade tahun 2000-an dan
hadirkan karya sastra di kalangan pembacanya
Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy,
yang saling ‘berlawanan’ ideologi dalam menguntuk menjadi lebih dominan dibanding kelompok
lain pada zamannya. Apakah sastra yang berkisah
tentang kehidupan seks bebas dan ho mo -
seksual itas lebih bermoral dibanding kisah poligami? Ini memang sangat absurd, sah saja
mempunyai label best seller, salah satunya novel
sehingga tujuan penulisan artikel ini dimaksudklan
agar dapat dipetakan ideologi-ideologi yang
terdapat dalam prosa tersebut sebagai tujuan utama penulisan ini.
dii kuti o le h si apa pun, dan ke mana p un,
Kajian Literatur dan Pembahasan
Roekminto (2008: 3), tidak hanya berhenti pada
bersifat sistemik, sehingga antara subsistem
mengingat sastra, seperti yang dikemukakan oleh
teks yang mati tetapi mempunyai potensi luar biasa besar untuk memengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia.
Pe rbedaan ata u pe rsamaan ide olo gi ini
sangat bergantung pada kemampuan intelektual dan periode; termasuk lingkungan pelaku sastra
tersebut. Abrams (1981: 178) mengungkapkan bahwa karya sastra itu mencerminkan masyarakat nya
dan
seca ra
t idak
t erhindarkan
dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya. Dengan demikian, situasi tertentu dan pada suatu zaman
Sastra sebagai suatu kesatuan pada dasarnya
sastra yang satu de ng an yang lain sal ing berkaitan. Oleh karena itu, sebuah karya sastra tidak dapat terpisahkan dari konvensi imaji yang
secara langsung atau tidak langsung terkait
dengan lingkungan sosiokultural, tradisi prosa, dan seterusnya. Walaupun fokus penelitian karya sastra adalah bahasa teksnya itu sendiri sebagai
lambang atau simbol imajinatif, akan tetapi alat yang digunakan dalam menganalisanya berbentuk
teori yang dapat digunakan dalam mengungkapkan komunikasi isi hati kepada penikmatnya.
Unsur yang sangat penting dari sebuah karya
tertentu akan memengaruhi corak, ideologi dan
sastra adalah tema. Tema menjadi dasar bagi
(1987: 94) secara eksplisit mengungkap bahwa
dalam memasukkan ide, gagasan atau cita-citanya
gaya bersastra seseorang. Bahkan Pradopo
tiap generasi atau periode sastra senantiasa membawa gayanya masing-masing yang khas dan unik dan berbeda dari periode sastra yang lainnya. De ngan
lat ar
belakang
sebagaimana
dikemukakan di atas, hadirnya tulisan ini akan mengkaji dan menelusuri ideologi dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy yang diperoleh dari pembacaan karya melalui tema
karya sastra dan difokuskan pada kekhasan karya sastra itu sebagai salah satu best seller dalam periode tahun 2000-an. Selain ideologi yang
terdapat dalam karya, akan diungkap juga hasil dan
pencapaian
estetiknya.
dari
as pek
temati k
dan
pengarang untuk dapat mengembangkan cerita secara bebas dan terpadu (Pudji Santosa, 1987:
27). Kebebasan pengarang dalam mengungkap-
kan idenya tidak dibatasi oleh batasan apapun, akan tetapi tema dari gagasan itu mencerminkan,
bahkan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan pada saat si pengarang menuangkan idenya. Selain dipengaruhi lingkungan pengarang, karya sastra, khususnya novel juga sangat bergantung
kepada unsur-unsur yang membangunnya yang bersifat formalis, antara lain tema, amanat, alur cerita, latar cerita, dan tokoh cerita.
Imajinasi pengarang yang dituangkan dalam
teks sastra akan dianalisis sedemikian rupa
melalui teori, sehingga menghasilkan sebuah 601
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
interpretasi dalam bentuk tema. Dari tema yang
beberapa negara menjadi momok yang mena-
si pengarang. Namun demikian, haruskah sastra
mendapat berbagai penghargaan. Doctor Zhivago,
ditemukan akan diketahui ideologi yang digunakan
berideologi? Pertanyaan tersebut tidak memerlu-
kan jawaban”ya” atau “tidak”, tetapi harus
dipahami bahwa sastra mesti dicerna secara
terintegrasi, antara karya sastra itu sendiri,
pembaca, penulis, sejarah sastra, teori sastra, dan kritik sastra. Ideologi sebagaimana ditulis Roekminto (2008: 2) mengacu pada cara berpikir
orang dan kelompok tertentu sehingga apabila
seorang sas trawan yang mengekspre sika n semestanya dalam sebuah karya sastra, maka apa yang dia tuangkan dalam teks itu adalah apa
yang ingin ia katakan, termasuk di dalamnya ideologi yang ia anut, dan dengan sendirinya karya
sastra itu sendiri sudah berideologi, setidaknya ideologi pengarang.
Dari definisi di atas
mendukung pendapat
yang menyatakan bahwa ideologi adalah sebagai
visi pengarang yang menyeluruh dalam memandang segala sesuatu secara umum dan apa
adanya bersumberkan realita kehidupan seharihari (http://id.wikipedia.org/). Dari realitas tersebut muncul berbagai gagasan atau ide sebagai bahan penguat terciptanya suatu karya.
Hadirnya ideologi dalam karya sastra bertujuan
kutkan bagi pe nguasa, padahal karya it u misalnya, sebuah karya dari Boris Pasternak dari
Rusia pada masa ke jayaan Stali n, karena
dipandang menyimpang dari sudut pandang penguasa dan mengganggu ke kuasaa n, ia
disingkirkan dari negaranya. Demikian pula real itas seperti di Rusi a pe rnah t erjadi di
Indonesia. Wiji Thukul, Pramoedya Ananta Toer, dan beberapa sastrawan Lekra pernah mendapatkan intimidasi dari negaranya sendiri. Dalam kasus-kasus tadi, karya sastra diartikan sebagai
alat yang mengarahkan perusakkan kejayaan, ia
diang gap ma mpu me nghancurkan ta tana n kekuasaan
negara,
sehingg a
sikap-sika p
int imidasi individu dan karya sastra pun dimunculkan oleh pemerintah. Sebagai pencipta, pengarang akan mengeksplorasikan ideologi yang tertanam di kepalanya
dalam karya sastranya.
Menciptakan karya sastra seolah memberikan pandangan keberadaan lingkungan sekitarnya melalui ideologi yang digunakan, terlepas apa pun
ideologi tersebut. Ideologi tidak selamanya
merupakan sesuatu yang harus berada pada politik kekuasaan pemerintah.
Sebagai sebuah wadah atas g agasan-
untuk menawarkan perubahan, memperbaiki
gagasan yang harus diko muni kasi ka n da n
total kebiasaan. Hal ini lumrah terjadi dalam
membutuhkan sebuah media dalam melakukan
tatanan yang sudah ada, atau bahkan merubah kehidupan sehari-hari, mengingat kehidupan realita adalah sebuah proses panjang, dan sebuah proses tidak ada yang sempurna dan utuh.
Karya sastra mempunyai ‘tangan’ yang bisa
dibagi kan
ke pada
manusia
lai n,
i deol ogi
proses komunikasi ini, sastra salah satunya dan dari sinilah kemudian ruang berubah menjadi alat karena sastra dipahami sebagai praksis.
merubah proses itu lewat ungkapan atau gagasan
Sumber Data dan Sampel
wan menulis karya karena tujuan propaganda
sastra berupa prosa yang terbit pada dekade
penulisnya. Namun demikian, tidak berarti sastraideologi yang dianutnya. Jika hal ini terjadi, maka
pada saat itu juga esensi sastra hilang. Karya
sastra adalah sebuah ruang yang dibentangkan untuk meletakkan sebagian realitas kemanusiaan
penulis atas keberadaannya. Ruang bukanlah alat, tetapi akan berubah menjadi alat ketika terjadi pemaknaan. Sedang pemaknaan itu sendiri
tid ak berada di tanga n pe nulis me lainka n pembaca, entah itu berkelompok, individu, atau penguasa sekali pun.
Bahkan dalam sejarahnya, ideologi sastra dan
penguasa pernah saling ‘bermusuhan’. Sastra di 602
Sumber data dalam penelitian ini adalah karya 2000-an yang dipilih dan dinyatakan mempunyai reputasi yang ‘menggegerkan’ pada masa tersebut
lewat kelarisannya dalam peluncuran ke publik atau pembacanya.Sampel penelitian diambil
secara acak dari teks novel Ayat-Ayat Cinta yang
mempunyai nilai estetik tinggi sebagai bahan pene litian.
Sampel
akan
dibatasi
karena
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang diharapkan.
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
Metode dan Teknik
Tak ayal lagi, novel Ayat-Ayat Cinta yang dibuat
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
sama judul dengan versi filmnya, dapat
dilakukan dengan penganalisisan data karya
terpenting bukanlah jalan cerita, tetapi gagasan
analiti k, d an t eknik pengumpulan datanya sastra dan pencatatan pustaka.
Ikhtisar ideologi dalam novel ayat-ayat cinta Istilah
ikhtis ar
bermakna
pendapat
atau
pandangan secara umum dan ringkasan dari
suatu cerita. Sebuah ri ng kasan dapat me-
munculkan suatu nilai bermakna dari sebuah karya, dan nilai yang dimaksud adalah ideologi karya sastra. Karya sastra diciptakan pengarang
tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai,
salah satunya perubahan cara pandang atau kebiasaan masyarakat yang dianggap sebagai
norma. Nilai yang tercantum dalam novel Ayat-Ayat
‘menyahuti’ doktrin klasik sastra, bahwa yang apa yang hendak disampaikan ke masyarakat
seperti yang diungkap di atas. Novel Ayat-Ayat
Ci nta adalah no vel dakwah yang gaga san utamanya superioritas Islam, di samping tema
kesesuaian Islam dengan tuntutan kekinian dan penekanan bahwa Islam bukan agama kekerasan.
Superioritas Islam atas agama lain jelas terlihat pada adegan tokoh Maria yang beragama Kristen
Koptik bermimpi tidak bisa masuk surga karena bukan seorang Muslim. Demikian pula superioritas
Islam t erli ha t dalam kasus Al icia, se orang wartawati Amerika memeluk agama Islam.
Sebagai gambaran yang lebih jelas tentang
Cinta karya Habiburrahman El Shirazy merupakan
gagasan atau ideologi yang terdapat dalam novel
pandang masyarakat, terutama dunia Barat
tadi , be ri kut akan dipaparkan bebe ra pa di
salah satu c onto h ba ntahan terhadap cara terhadap Islam dalam melihat masalah-masalah
fiqih dihub ungkan dengan so si al ke masyarakatan.
Pandangan dunia Barat terhadap Islam akhir-
Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy
antaranya disertai dengan intertektualitas yang menguatkan ideologi tersebut dari berbagai rujukkan.
akhir ini cenderung memojokkan umat Islam
Ideologi Gender
identik dengan berbuat kerusakkan dan berada
majal ah Horison (19 98:6), gender dapat
sendiri, karena tingkah laku umat Islam itu selalu
dalam posisi yang dirugikan. Hal ini tentu tidak benar seluruhnya, dan kalau pun ada yang
berbuat demikian semata karena pemahaman umat yang berbeda dalam menginterpretasi sebuah ketentuan yang baku secara radikal
bahkan bertolak belakang dengan akhlak Islam itu sendiri.
Akhlak Islam yang sesungguhnya adalah Al-
Qur’an dan Sunnah, dan menu utama novel ini
adalah dua perundangan tadi ditambah dengan ijtima dan kiasan-kiasan dari para ulama. Seorang
manta n pe ragawati muslimah, Ratih Sang
mengapresias i no ve l ini secara serius dan mengatakan “membaca Ayat-Ayat Cinta i ni membuat angan kita melayang-layang ke negeri
seribu menara dan merasakan ‘pelangi’ akhlak
Mengutip dari pernyataan Melani Budianta dalam
didefinisikan sebagai pembedaan-pembedaan yang bersi fat so si al, yang d ikenakan a tas
perbedaan-perbedaan biologis atau perbedaan yang nampak antara jenis-jenis kelamin. Selain pembedaan yang bersi fat so sial , ia juga
dihadapkan pada sesuatu pembedaan yang bersifat alami, yaitu pembedaan biologis. Gender
dalam persepsi yang terdapat dalam Women’s
Studies Encyclopedia didefinisikan sebagai suatu ko nsep kul tural yang berup aya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-
laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat (http://violetatniyamani. blogspot. com/2008/01).
Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan
yang menghiasi pesona-pesonanya. Sungguh
bahwa gender adalah suat u konsep yang
sosialisasikan pada para pemburu bacaan popular
laki dan perempuan dari sudut nonbiologis. Hal
se buah cerit a yang layak d ibaca dan diyang sudah tidak mengindahkan akhlak sebagai menu utamanya, agar dunia bacaan kita terhiasi karya-karya yang membangun”.
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-
ini berbeda dengan sex yang secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-
laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. 603
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
Istilah sex lebih banyak berkonsentrasi pada
narator dan tatanan nilai kemasyarakatan di
komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi
mabukan sebagai pengaruh lingkungan pekerjaan
aspek biologis seseorang yang meliputi perbedaan
fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya.
Sementara itu, gender lebih banyak berkonsen-
trasi pada aspek sosial, budaya, psikologis dan aspek-aspek nonbiologis lainnya. Studi gender lebih menekankan perkembangan maskulinitas
kal angan kaum pinggiran. Budaya mab ukayah Noura membuat norma tidak diindahkan lagi.
Kesenjangan ini sangat kontras dan berlawanan dengan pandangan narator yang tinggal dalam satu flat bersebelahan dengan rumah Noura.
Narator yang diperankan oleh sosok Fahri
atau feminitas seseorang. Sedangkan studi sex
adalah seorang pemuda Indonesia tampan dan
dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki dan
atau di flatnya, sehingga ia ditunjuk sebagai
lebih menekankan perkembangan aspek biologis perempuan. Untuk proses pertumbuhan anak kecil
menjadi seorang laki-laki atau menjadi seorang perempuan, lebih banyak digunakan istilah gender
daripada istilah seks. Istilah seks umumnya
digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual, selebihnya digunakan istilah gender.
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta terlihat jelas
se buah sekenario yang mere pr esentasika n
gagasan ‘penggugatan’ terhadap ketertindasan
cerdas dalam menghadapi kehidupan di kampus
kepala asrama oleh teman-temannya. Kecerdasannya dalam menanggapi masalah, terutama yang berhubungan dengan penindasan terhadap
perempuan sangat terkesan ketika menyuruh Maria untuk turun ke bawah asrama menghampiri
Noura. Kenapa Maria yang disuruh, bukan dirinya
sendiri yang langsung turun menolong Noura? adalah salah satu jawaban dan bukti kecerdasan intelektualnya.
Masalah akan muncul lebih besar seandainya
seorang perempuan lewat tokoh Noura yang
narat or
naratornya yang berperan sebagai Fahri, dalam
Salah satu pertimbangan narator dalam menolong
dilakukan oleh ayah angkatnya, Bahadur. Melalui
novel ini digambarkan bagaimana dunia seorang
anak perempuan yang tengah beranjak dewasa diperlakukan ol eh ayah angkatnya sebagai ‘sumber mata pencaharian’ demi memenuhi hasrat dan kesenangan hidup keluarga.
Yang menjadi fokus perhatian pembaca dalam
melihat adegan ini adalah tokoh Noura itu sendiri
dan naratornya. Noura seorang gadis mesir
keturunan Palestina memang seorang sosok perempuan yang benar-benar membuat orang terpesona melihat kecantikannya. Kecantikannya
terlibat
langsung
dal am
pro ses
‘pembebasan’ Noura dari cengkraman Bahadur. gadis tertindas itu adalah pertimbangan budaya
yang berlaku di daerah itu, dan norma agama.
Atas kedua dasar it u Fahri menggunaka n bebe rapa t eman wanita terde katnya untuk menolong Noura dari penindasan yang dilakukan
ayahnya. Noura dititipkan di suatu tempat yang
aman tidak terdeteksi keberadaannya ol eh Bahadur, sambil ‘dipupuk’ dan ‘ditanami’ kembali
keadaan ruhaninya yang terguncang selama dalam penyiksaan.
Penindasan terhadap perempuan lemah yang
te lah di manfaatkan o le h ayah yang tidak
dilakukan oleh seorang laki-laki
kepada pria hidung belang berkantong tebal.
bebasnya menyadarkan Fahri akan timbulnya
bertanggungja wa b untuk dipe rjual belika n Sebagai seorang siswa tingkat akhir di Ma’had Al Azhar putri, ia merasa jijik dan risi atas keinginan ayahnya. Berbagai macam cara halus ia lakukan
untuk menolak keinginan ayahnya, tetapi tetap saja tidak berhasil meluluhkan hati ayah yang
dihinggapi pengaruh uang dan minuman keras.
Pembangkangan pun ia lakukan secara terangterangan dengan risiko disiksa dan diperlakukan seperti binatang tak bernilai sedikit pun.
Sebagai pemba ca karya, melalui ironi
dramatis melihat adanya kesenjangan antara visi 604
dengan
s ewenang-we nang
bertubuh kekar
dan
sebeb as-
simpatik keagamaan dan kemanusiaan. Kebebasan Noura telah dirampas secara paksa oleh
Bahadur, Fahri berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan kebebasan itu demi terlihatnya
kembali sinar terang jalan ke hidupannya. Menanggapi hal demikian Noura merasa hidup belum akan berakhir, masih ada harapan yang bisa
dicapai dan memungki nkan untuk me mili ki
harapan dan yang memberi harapan itu (AAC, 168).
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
Sa mpai pada akhir alur c erit a te ntang
berita yang disampaikan Magdi di atas. Seorang
oleh seorang laki-laki ini, Noura mengetahui
salah satu konstruksi gender yang paling men-
penindasan terhadap perempuan yang dilakukan bahwa dirinya bukan anak kandung Bahadur, ia tertukar dengan bayi anak Bahadur saat dilahirkan
dan dirawat di rumah sakit. Dalam akhir alur ini,
pembaca disuguhkan sesuatu yang mengejutkan
datang dari Noura. Noura mengaku di depan
pengadilan telah diperkosa hingga hamil oleh
istri beserta atribut keibuannya adalah merupakan
dapat representasi positif dalam berbagai macam
wacana: keagamaan, politik, maupun budaya. Banyak karya sastra yang menggunakan ikon ibu yang sangat diagungkan itu sebagai sebuah naluri keibuan yang rela berkorban dan tanpa pamrih.
Simbol tentang keibuan ini pada kenya-
Fahri. Suatu pengakuan yang mendatangkan
taannya dalam beberapa karya sastra; prosa,
menolong Noura dari keganasan Bahadur. Tetapi
dihadapkan pada satu masalah sosial yang tidak
kekecewaan teman-teman Fahri yang ikut andil
akhirnya hati Noura benar-benar bagai tertusuk
pisau yang sangat tajam setelah mendengar kesaksian Maria, sehingga mengakui bahwa
semua dilakukan atas rekayasa Bahadur dan dendam asmara dirinya kepada Fahri.
Contoh lain dari novel Ayat-Ayat Cinta yang
mengangkat permasalahan moral yang berhubungan dengan ideologi gender adalah kasus
pemerkosaan. Hampir seratus persen korban perkosaa n adalah per empuan dan pelaku
puisi, dan drama, termasuk dalam novel ini pernah kunjung
diatasi yai tu perko saan,
penindasan, aborsi, dan tindakan keji lainnya yang umumnya dilakukan oleh pihak berkuasa terhadap pihak lemah. Fenomena ini dalam realitas
kehidupan sekarang di Indonesia semakin lama
semakin menguat intensitas dan kualitasnya, sementara tidak banyak kasus-kasus seperti di
atas dapat diungkap dan dituntaskan secara hukum oleh yang berwajib.
Representasi masalah-masalah ini menun-
pemerkosaan adalah laki-laki. Perempuan selalu
jukkan tingkat emosi yang ada di kalangan
dirugikan jika kasus pemerkosaan dilakukan oleh
rukhani sebagai penyeimbang emosi sangat
menjadi korban dan berada dalam posisi yang orang yang berpengaruh atau bermodal besar. Hal
ini terlihat dalam salah satu plot di novel ini, yaitu
setelah beberapa hari Fahri dijeblo skan ke penjara, istrinya, Aisha, walaupun diceritakan tidak
terjadi perkosaan, tetapi hal ini sudah cukup memberikan gambaran kepada pembaca bahwa kasus perkosaan merupakan pelecehan fisik dan moral kepada perempuan.
Seorang petugas kepolisian yang punya
masyarakat sangat tinggi, sementara daya serap
kurang. Akibat dari keadaan demikian, pihak pelaku dan pihak korban banyak yang dirugikan
sehingga ada usaha dari pihak berwajib atau pemerintah mencari kambing hitam secapat-
cepatnya. Kasus ini persis seperti digambarkan dalam novel ini, bagaimana lamban dan berbelitbelitnya pemerintahan Mesir dalam memproses ‘Si Kumis’ dalam teks novel di atas.
Ada dua pendekatan dalam menanggapi
pengaruh besar tergoda melihat kecantikkan
ketidakstabilan terhadap ideologi gender di atas.
ditinggal suami, berada dalam penjara. Dengan
diulas tadi pendekatan seperti ini menca ri
Aisha, apalagi dalam keadaan sendiri di rumah berbaga i
dali h
ke pentingan
ke lengkapan
pemeriksaan suaminya, polisi itu bisa masuk ke rumah Aisha bermaksud untuk memperkosanya, tetapi niatnya tidak kesampaian karena diketahui
dan diselamatkan oleh sekurity flat yang selalu salat berjamaah bersama Fahri (AAC, 323).
Pesan yang di sisi pkan narator kepada
pembaca dalam kasus perkosaan adalah harga diri merupakan harga mati, dan kemuliaan perem-
puan sangat diagungkan. Apalagi perempuan yang hendak diperkosa tersebut seorang istri
narator, bertambah mendidih darah mendengar
Yang pertama pendekatan kriminalitas, seperti
kambing hitam kepada ‘oknum-oknum’ yang dianggap mempunyai penyimpangan moral; biasa
berbuat jahat, kejam, melanggar kode etik, dan sebagainya, seperti yang diperankan oleh ‘Si
Kumis’ dalam novel ini. Sedangkan pendekatan yang kedua yaitu melihat bahwa kasus-kasus
seperti ini sebagai sebuah gejala pertanda
zaman, semacam sebuah peringatan akan dan te lah te rjadinya kemerosotan moral dal am masyarakat atau bahkan di angg ap sebagai zaman kehancuran suatu rezim.
605
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
Ka rya sastra mempunyai kewenangan
sebebas-bebasnya untuk ikut berpartisipasi dalam mendukung, membentuk atau menggugat ideologi gender dalam masyarakat melalui modus-
modus representasi khas dari karya itu sendiri.
novel Ayat-Ayat Cinta dalam kasus tindakan
perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing.
Adanya perbe daan ant ara laki-laki dan
perempuan tidak dapat disangkal karena memiliki
kodratnya masing-masing. Perbedaan tersebut
pali ng t idak dari segi bio lo gis. Al-Qura n
pemerkosaan ini menggugat terhadap kebijakkan
mengingatkan, “ Janganlah kamu iri hati terhadap
warganya dari jeratan hukum. Hukum harus
sebagian kamu atas sebagian yang lain. Laki-laki
pemerintah setempat yang terkesan melindungi
ditega kka n da n berlaku kepada siapa pun,
pribumi, pendatang, atau presiden sekali pun.
Penegasan terhadap gugatan penindasan dan perkosaan ini dikuatkan lagi dengan ditampil-
keistimewaan yang dianugerahkan Allah terhadap
mempunyai hak atas apa yang diusahakannya dan
perempuan juga mempunyai hak atas apa yang diusahakannya” (QS. An-Nisa’: 32).
Ayat di atas mengisyaratkan tentang adanya
kannya keterangan-keterangan lain dari kitab suci
perbedaan, dan bahwa masing-masing per-
Dari dua kasus yang ditampilkan dalam novel
ayat ini tidak menjelaskan apa keistimewaan dan
dan hadits nabi.
Ayat-Ayat Cinta yang berhubungan dengan gagasan atau ideologi gender di atas dapat ditarik
benang merah antara lain, pertama, gender
dihadirkan dalam novel ini bukan merupakan pengetahuan yang secara alamiah didapatkan. Penulis yang mengungkapkan gagasannya lewat narator harus mengalami pendidikan dan berbagai
macam pengalaman sosial untuk mengenali
sejumlah aturan mengenai boleh dan tidaknya,
atau pantas dan tidak pantasnya hubungan
dengan sesama manusia yang dikategorikan
mempunyai perbedaan jenis kelamin atau pun kelas. Kedua, novel ini menekankan ideologi gender bersifat plural dan cara pandang terhadap
perbedaan adalah adanya perbedaan berlaku
untuk semua kelompok sehingga kesamaan derajat yang bersifat fisik seluruh manusia secara
umum adalah sama, tidak ada pembeda. Ketiga,
bedaan memiliki keistimewaan. Namun demikian,
perbedaan itu. Tetapi dapat dipastikan bahwa perbedaan yang ada tentu mengakibatkan fungsi
utama yang harus mereka emban masing-masing.
Di sisi lain, dapat pula dipastikan tiada perbedaan
dalam tingkat kecerdasan dan kemampuan berfikir antara kedua jenis kelamin itu. Al-Quran memuji
ulul albab yaitu yang berpikir tentang kejadian yang ada di langit dan bumi. Pikir dan zikir dapat
mengantar manusia mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Ulul albab tidak terbatas pada kaum
laki-laki saja, tetapi juga kaum perempuan, karena setelah Al-Quran menguraikan sifat-sifat
ulul albab ditegaskannya “Maka Tuhan mereka mengabulkan permintaan mereka dengan berfirman;
“Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan”. (QS. Ali Imran: 195).
Jelas ayat di atas memandang bahwa kaum
novel ini menampilkan hubungan yang kompleks
perempuan sejajar dengan laki-laki dalam potensi
ideologi gender yang dianutnya, tidak selamanya
mempelajari kemudian mengamalkan apa yang
antara individu sebagai agen sosial dengan wanita dijadikan korban dalam setiap modus
penindasan, demikian pula sebaliknya tidak selamanya laki-laki sebagai kaum penindas. Ideologi Gender dalam Pandangan Islam
Ajaran Islam memandang, segala sesuatu yang diciptakan Tuhan telah diatur berdasarkan kodrat.
“Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49). Para ahli fiqih mengartikan qadar sebagai ukuran dan sifat yang
ditetapkan Tuhan bagi segala sesuatu, termasuk individu manusia. Dengan demikian, laki-laki dan 606
intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka pikirkan dari alam raya ini. Laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Memang
ada ayat yang menegaskan bahwa “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)”
(QS. An-Nisa’: 34), namun kepemimpinan ini tidak bo leh
membawanya
kepada
kese we nang-
wenangan, karena dari s atu sisi Al-Qura n memerintahkan untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan sementara pada sisi lain Al-Quran memerintahkan pula agar suami sebagai
pemimpin dan istri sebagai yang dip impi n
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan mereka bersama.
Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan
laki-laki merupakan keistimewaan dan derajat tingkat yang lebih tinggi dari perempuan. Derajat
dal am p andangan para mufassi rin adalah
kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk
masyarakat agar mampu menjalankan fungsi
tersebut atas dasar pengetahuan yang mantap. Mengingkari
pes an
ayat
ini,
bukan
saja
mengabaikan setengah potensi masyarakat tentang konsep laki-laki dan perempuan, tetapi juga mengabaikan petunjuk kitab suci.
meringankan sebagian kewajiban istri. Al-Quran
Ideologi Keagamaan
bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan
merupakan sebuah novel bertemakan cinta
se cara teg as menyata kan bahwa laki-laki hidup keluarganya, karena itu, laki-laki yang tidak
memiliki kemampuan material dianjurkan untuk menangguhkan
per ka wi nan.
Namun
bila
perkawinan telah terjalin dan penghasilan lakilaki tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka
at as dasar a njur an tolong meno lo ng yang dikemukakan di atas, istri hendaknya dapat
membantu suaminya untuk menambah penghasilan.
Jika demikian halnya, maka pada hakikatnya
hubungan suami dan istri, laki-laki dan perempuan
adalah hubungan kemitraan. Hal ini dapat dimengerti
mengapa
menggambarkan
ayat-ayat
hubungan
Al-Quran
laki-laki
dan
perempuan, suami dan istri sebagai hubungan
Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy
sebagai pembangun jiwa. Dengan membaca dan
menganalisanya, jiwa akan tersentuh betapa
rumi t, s usah, terjal , sekaligus muda h da n menyenangkan sebuah cinta yang sesungguhnya.
Cinta merupakan gagasan utama penulis untuk
diangkat sebagai tema yang menonjol dan dihadirkan dalam setiap plotnya. Cinta yang dihadirkan Kang Abik, panggilan akrab penulis, adalah cinta yang dikelilingi dengan berbagai
do gma ajaran agama Isl am. Bukan hanya
gagasan-gagasan tentang cinta, tetapi gagasan lainnya yang dihadirkan dalam novel ini diangkat
dari landasan dan intisari ajaran keagamaan secara keseluruhan.
Gagasan yang diungkapkan penulis lewat
yang saling menyempurnakan yang tidak dapat
novelnya ini menjadi sebuah aktualisasi diri dalam
diungkapkan Al-Quran dengan istilah ba’dhukum
Habiburrahman ingin mengajak umat, khususnya
terpenuhi kecuali atas dasar kemitraan. Hal ini
mim ba’dhi – sebagian kamu (laki-laki) adalah sebagian dari yang lain (perempuan). Istilah ini
dikemuka kan Al-Quran baik dalam konteks
uraiannya tentang asal kejadian laki-laki dan perempuan, maupun dalam konteks hubungan suami istri
serta kegiatan-kegiatan sosial.
Kemitra an dal am hubungan suami is tri
dinyatakan dalam hubungan timbal balik: “Istriistri kamu adalah pakaian untuk kamu (para suami)
dan kamu adalah pakaian untuk mereka” (QS. AlBaqarah: 187), sedang dalam keadaan sosial
digariskan: “Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi
sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan
memenuhi kebutuhan dan motivasi penulis. umat Muslim pada kebenaran cinta dan kehidupan islami secara benar dan proporsional dengan gaya
bahas a yang bisa dite rima. Se lain sebagai
aktualisasi diri, kebutuhan yang mendorong
Habiburrahman menulis Ayat-Ayat Cinta adalah rasa aman. Habiburrahman mengambil setting Mesir
karena
ia
pernah
ti nggal
di
sana
memperdalam ilmu keagamaan selama empat tahun. Sebagai orang yang mengerti agama dan ingin menyebarkan ajarannya ke khalayak melalui
sebuah karya, sudah tentu gagas an yang
terkandung di dalamnya bernuansa keagamaan pula.
Berikut dituturkan beberapa gagasan atau
yang ma’ruf) dan mencegah yang munkar” (QS. At-
ideologi keagamaan yang terkandung dalam novel
yang ma’ruf mencakup segi perbaikan dalam
penjelasannya.
Taubah: 71).Pengertian menyuruh mengerjakan kehidupan, termasuk memberi nasehat atau
Ayat-Ayat Cinta secara ringkas disertai dengan
saran kepada pe ng ua sa, se hingga dengan
Ta’aruf
hendaknya mampu mengikuti perkembangan
perkenalan antara dua orang atau lebih baik laki-
demikia n, set iap la ki -l aki dan pe re mpuan
Ta’aruf
sebagai istilah bahasa Arab bermakna
607
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
laki atau perempuan (Alkalali,1987:124). Ta’aruf
Narator yang menjadi tokoh utama dalam
yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah
novel Ayat-Ayat Cinta, Fahri mengalami hal yang
atau sebaliknya sebagai sarana yang objektif
akan be rtemu dengan calon ist ri karena
perkenalan seorang laki-laki kepada perempuan dalam melakukan pendekatan ke arah perkawinan. Ta’aruf sangat berbeda dengan pacaran. Ta‘aruf secara syar‘i memang diperintahkan oleh
Rasulullah Saw bagi pasangan yang ingin nikah.
diuraikan di atas. Perasaannya berguncang saat sebelumnya tidak pernah melihat wajah aslinya,
ditutup dengan cadar, hanya kenal suara dan sorot matanya saja (AAC, 214).
Perbedaan mendasar antara pacaran dengan
Poligami
dan manfaat yang i ng in did apatkan dalam
diperbolehkan, tidak l arang namun tida k
ta’aruf terletak dari segi tujuan yang ingin dicapai membina hubungan rumah tangga.
Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan
sesaat, zina dan maksiat, maka ta’aruf jelas sekali
tujuannya untuk menge tahui kriteria calon pasangan. Dala m pa caran, mengenal da n mengetahui hal-hal tertentu calon pasangannya
Poligami dalam Islam merupakan praktek yang dianjurkan. Islam memperbolehkan seorang pria
beristri hingga empat orang istri dengan syarat suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya. Hal ini tercantum dalam Al Quran Surat an-Nisa ayat 3.
Dalam kitab Al- lu’lu wal Marjan, karangan
dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak
Abdul Baqi dijelaskan bahwa sikap beristeri lebih
seorang yang ingin membeli mobil second tapi
transformasi sosial. Mekanisme beristeri lebih dari
memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat tidak
mela kuka n
pe me ri ksaan,
dia
cuma
memegang atau mengelus mobil itu tanpa pernah
tahu kondisi mesinnya. Sedangkan ta’aruf adalah seperti seorang montir mobil ahli yang memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu
dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata
co co k, maka barula h dia melakukan tawar menawar untuk memastikan pilihannya.
Ketika melakukan ta’aruf, seseorang baik
pihak laki-laki atau perempuan berhak untuk bertanya yang mende tail , se pe rti tentang
penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam
menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya, terjadi pertikaian yang
tidak pernah diharapkan. Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak laki-laki dan perempuan dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masingmasing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi
tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab
dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua
saja, harus ada yang mendampingi dan yang
utama adalah wali atau keluarganya. Jadi ta‘aruf bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada
pembicaraan ya ng bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua dalam ikatan pernikahan.
608
dari satu wanita yang dilakukannya adalah upaya satu wanita yang diterapkan Nabi adalah strategi
untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam
tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat
itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka. Sebaliknya,
Nabi membatasi praktek poligami, mengkritik
perilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam beristeri lebih dari
satu wanita. Nabi Muhammad Saw marah besar ketika mendengar putrinya, Fatimah, akan dimadu
oleh Ali bin Abi Thalib. Ketika mendengar kabar itu, Nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru:
“Beberapa keluarga Bani Hasyim bin alMughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi
Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi
Thalib menceraikan putriku, kupersilahkan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku
itu bagian dariku; apa yang mengganggu
perasaannya adalah menggangguku juga, apa
yang
menyakiti
hat inya
menyakitiku juga” (Abdul Baqi, t.t).
a da lah
Penentang poligami kerap menggunakan
hadits di atas untuk menolak dibolehkannya
poligami, namun sebenarnya, hadits tentang
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
kejadian yang sama dalam versi yang lebih lengkap
Kalangan Barat menilai bahwa poligami
menceritakan bahwa marahnya Nabi Muhammad
sebagai kelemahan umat Islam dalam membatasi
Ali adalah putri dari Abu Jahal, salah satu musuh
Novel ini menjawab keraguan Barat tersebut
Saw dikarenakan oleh calon yang hendak diperistri
Islam saat itu. Sesungguhnya Poligami lebih baik
daripada berselingkuh atau berzinah dengan pelacur. Poligami itu halal, sementara selingkuh atau pelacuran itu haram. Ungkapan ini merujuk kepada Al Qur’an surat Anisa, ayat 3 di atas. Tetapi penentang poligami sering menggunakan ayat Al
Qur’an ayat 129, dari surat yang sama sebagai berikut.
Dalam ayat di atas Allah menegaskan bahwa
manusia tidak akan dapat adil secara sempurna
kebebasan berhubungan dan ketidak adilan. melalui uraian teks-teks religis realistis dan logis
dalam realita kehidupan seperti dalam salah satu kutipan teks di atas tadi. Islam memperbolehkan
umatnya berpoligami berdasarkan ayat-ayat syariat serta realita keadaan masyarakat. Ini
berarti poligami tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang,
de mi
untuk
mencapai
kesejahteraan dan menjaga ketinggian budi pekerti kaum Muslimin.
kepada istri-istrinya. Meski demikian bukan berarti
Terorisme
tidak terlalu condong pada yang dicintai dan
dengan istilah ‘irhab’. Kata ini menurut tinjauan
melarang poligami, tapi menyuruh manusia agar
membiarkan yang lain terlantar. Adil yang dimaksud adalah adil dalam hal pemberian materi dan giliran.
Ada beberapa ulama, setelah meninjau ayat-
ayat tentang poligami, mereka telah menetapkan
bahwa menurut asalnya, Islam sebenarnya ialah
monogami. Terdapat ayat yang mengandung peringatan agar tidak disalah gunakan poligami itu di tempat-tempat yang tidak wajar. Ini semua
bertujuan supaya tidak terjadinya kezaliman.
Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia
Kata terorisme dalam bahasa Arab dikenal syari’at Islam, pada asalnya bukanlah bermakna kata yang dibenci. Bahkan kata ini merupakan kata
yang mendapat porsi makna tersendiri didalam syari’at Islam (Rasjid, 2005: 121). Dalam Al Qur’an
Allah berfirman menggunakan istilah kata ini. “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan
itu) kamu menggetarkan (membikin irhab pada) musuh Allah” (Al-Anfal: 61).
Rasa gentar dan takut yang menyelinap di
dilakuka n pada saa t-saat terde sak untuk
hati para musuh Islam, adalah ketakutan luar
dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahawa
rasa takut ke hati orang-orang kafir” (Al-Anfal : 12)
mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi
poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jika dikhawatirkan bahawa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.
Jadi, sebagaimana talaq, poligami diperbolehkan karena hendak mencari jalan keluar dari kesulitan.
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta, kekhawatiran
akan tidak tertolongnya jiwa seseorang menjadi
gagasan kuat penulis untuk dijadikan alasan seorang suami boleh melakukan poligami, bahkan
biasa, yang difirmankan Allah.” Kelak Aku jatuhkan Dan juga disabdakan oleh Nabi Saw. “Aku ditolong
dengan rasa takut (yang ditanamkan kepada musuh)
sejak sebulan perjalanan” (H.R. Imam Bukhari, dalam Abdul Baqi). Jadi, kata irhab atau terorisme dalam Islam bukanlah terorisme dalam kenyataan
yang terjadi akhir-akhir ini, dan bukan pula
terorisme dalam kejad ian mencekam yang problematis seperti sekarang ini.
Terorisme yang didengungkan selama ini
merupakan suatu amal saleh jika melakukannya
adalah terorisme pesanan yang direkayasa oleh
menikahinya dalam suasana serba sulit, tetapi hati
sehingga semua aspek dan sendi kehidupan umat
secara ikhlas. Demi kesembuhan Maria, Fahri tetap tabah dan ikhlas (AAC, 378). Adegan dalam
teks di atas menunjukkan betapa sempurnanya keimanan seorang istri, dan betapa beruntungnya
seorang suami memiliki dua keberuntungan, dua istri salehah dan dua kepribadian yang sempurna dihiasi bingkaian syariat Islam.
Barat agar mereka bisa menekan umat Islam
Islam bisa didikte mereka, baik sektor politik, ekonomi, perdagangan bahkan sampai pendidikan
(http://swaramuslim.net). Banyak sekali fakta untuk membenarkan terorisme yang dimaksudkan oleh Barat adalah umat Islam yang taat beribadah,
paham agamanya dengan baik, berjenggot, rajin 609
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
ke mesjid, atau umat Islam yang membela tanah
kejahatan-kejahatan pengerusakan, teror, juga
Pa lest ina, Ira k, Afghanistan, So mali a dan
beberapa waktu yang lalu.
airnya dari jajahan bangsa asing seperti di sebagainya.
bunuh diri seperti yang terjadi di tanah air Siapapun yang melakukan pelecehan dan
Jika yang dituduhkan Barat demikian, maka
tindak kejahatan terhadap kelima hak asasi
mengucapkan kata-kata yang sangat tegas, “jika
dan Islam memberikan hukuman yang sangat
pantaslah seorang ulama dari Timur Tengah mengamalkan ajaran Islam dengan benar dan
manusia tersebut maka tidak akan bisa diterima, berat
t erhadap
pe lakunya.
Seperti
yang
membela tanah air disebut sebagai teroris, maka
difirmankanNya: “Barang siapa membunuh seorang
Qutb, 1996:232).
lain (bukan karena qishash), atau bukan karena
sayalah yang akan menjadi teroris pertama sekali”( Salah satu ungkapan di atas digagas penulis
novel Ayat-Ayat Cinta dalam sebuah plot pertikaian
anatar narator dengan warga Mesir di dalam sebuah metro atau bis. Metro yang penuh sesak
dengan penumpang tiba-tiba berhenti di satu tempat pemberhentian untuk mengambil
tiga
manusia bukan karena orang itu membunuh orang
membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia membunuh manusia seluruhnya; dan barang siapa
memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seakan-akan ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” (QS, Al-Maidah: 32).
Islam melarang menggunakan segala cara
orang penumpang berkewarganegaraan Amerika
untuk meraih tujuan. Dalam suasana kecamuk
dalam metro itu mempersilahkan duduk kepada
rambu dan e tika ber pe rang; ti dak bo le h
Serikat. Tidak satu pun dari warga Mesir yang ada salah satu warga Amerika yang terlihat kepayahan
karena usianya sudah lanjut. Mereka sengaja
memperlakukan demikian, supaya Amerika tahu
bahwa negara Islam, khususnya Mesir tidak se nang dengan tuduhan me reka; se bagai tindakan balas dendam.
Tiba-tiba muncul seorang wanita bercadar
memberikan bantuan kepada wanita tua dari Amerika tersebut untuk duduk ditempatnya. Sikap
wanit a tersebutla h ya ng menjadi pemic u
perang sekali pun, Islam memberikan rambu-
membunuh orang yang telah menyerah, tidak boleh membunuh wanita, orang tua, anak kecil, tidak boleh merusak tanaman, atau tempat ibadah. Tawanan perang dalam Islam juga dijaga
dan diperlakukan secara manusiawi (Qut b,
19 96:239 ). O leh karena itu, seti ap tinda k kekerasan, pembunuhan atau pemboman, maka tindakan itu tidak bisa ditolelir, tidak bisa diterima, siapapun pelakunya, apapun agamanya.
Adapun berkembangnya opini di media massa
terjadinya pertikaian di dalam metro tersebut.
saat ini yang cenderung mengarahkan pelakunya
Mesir di dalam metro, narator muncul dengan
membenarkan bahwa pelakunya identik dengan
Dalam keadaan terdesak oleh cemoohan warga gagasannya membenarkan sikap wanita bercadar
dan meluruskan permasalahan tentang bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap Barat, dan bagaimana sebenarnya Islam bersikap terhadap tamu non Islam (AAC, 48).
Islam adalah agama damai dan penuh
toleransi, agama yang menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan serta menentang pengrusakkan atau pembunuhan, baik dil akukan s ecara
dari umat Islam yang taat beragama, seakan muslim yang shalih dan taat beragama, seolah orang yang taat beragama Islam maka ia sudah
dekat dengan julukan teroris. Pada akhirnya, image ini akan menggiring opini public ke dalam
sebuah paradigma berpikir bahwa terorisme itu memang ada dan dibe narkan dalam Islam. Pertanyaanya, benarkah terorisme ada dalam Islam?
Umat Isl am sep atutnya bersatu-padu,
berkelompok seperti dalam sebuah jaringan atau
berupaya membuktikan bahwa pengrusakkan,
asasi manusia yang tidak boleh diganggu oleh
manapun, dan mengutuk tindakan tersebut. Lebih
terhadap individu. Dalam Islam, terdapat 5 hak siapa pun dan dengan alasan apa pun, karena sangat dihormati dan dipelihara oleh agama Islam,
yaitu agama, nyawa, harta, nasab dan kehormatan (Qutb, 1996:236). Islam berlepas diri dari 610
pemboman itu tidak dibenarkan dalam agama dari itu, umat Islam jangan mudah dipecah-belah,
hanya gara-gara iming-iming materi, jabatan, atau
dunia lainnya. Umat Islam harus ingat, teori politik belah bambu, satu kelompok diberi keluasaan dan
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
kekuasaan, sedangkan kelompok yang lain ditindas
dinamis dan mencari kreatifitas baru dalam
berupaya, bekerja keras untuk membuktikan
setuju dan rela jika dakwah ini vakum, berjalan di
dan diha ncurkan. Uma t Isl am harus terus
dirinya sebagai pembawa misi ‘Islam rahmatan lil’alamin’. Sekaligus juga harus memiliki benteng
yang berlapis dari berbagai macam tipu-daya, adu-
domba dan konspirasi yang menyudutkan dan menghancurkan Islam dan umatnya, seperti yang digagaskan narator di atas tadi.
berdakwah, karena memang ia tidak akan pernah tempat dan tidak mendapat tempat di hati umat
(www.uad.ac.id/in/berita-umum). Contoh paling fenomenal adalah Muhammad Saw. Nabi ketika
akan hijrah ke Medinah sempat ditawari unta secara cuma-cuma oleh sahabat Abu Bakar Al Shidiq, tetapi nabi tidak menerima unta itu secara
cuma-cuma melainkan membayarnya sesuai
Profesionalisme dalam Dakwah
Profesionalisme dalam Islam dikenal sebagai
‘ihsan’ dala m sega la perbuatan. Ia juga
diidentikkan atau diacu dengan kata ‘Bashirah’.
dengan harga di pasaran saat itu. Nabi tidak ingin
kepentingan dakwah dibebankan kepada Abu Bakar, sedangkan dia adalah umatnya.
Tantang an yang dihadapi umat dala m
Semakin luas dan tajam bashirah seseorang,
menyebarkan ajaran Islam pada masa nabi dan
kerjanya. Allah menciptakan kehidupan ini untuk
sepanjang zaman. Situasi zaman nabi dan zaman
akan semakin profesional menggeluti bidang menguji manus ia s iapa yang benar-benar professional dalam beramalnya. “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya” (QS. AlMulk: 2).
Agar rasa dan sikap profesionalitas tampil,
masa kini tentu berbeda, tetapi nilai Islam berlaku sekarang
dalam
prob lemati k
ke agamaa n
tingkatannya sangat jauh be rbeda, karena
interprestasi umat pada masa kini cenderung
berkembang, dan nabi telah mencontohkan berbagai permasalahan itu dengan suri tauladan. Sikap-sikap seperti nabi di atas
dalam
maka segala aktifitas seseorang harus diawali
menjalankan dakwah Islam dengan profesi-
dan diawali dengan ‘taubatan nasuha’ yang akan
disinggung sangat jelas dalam adegan novel Ayat-
dengan sebuah kesadaran nawaitu yang benar memperbaiki hubungan dengan Allah. Salah dan bergesernya niat akan turut mempengaruhi
onalit as tinggi tanp a me ngandalkan umat Ayat Cinta, dalam halaman 107.
kinerja seseorang dan mengakibatkan kerja asal-
Nilai-Nilai Estetik dalam Novel Ayat-Ayat
adanya. Inilah rahasianya kenapa setiap amal
Alur Cerita
asalan, tidak sempurna dan cenderung apa dalam Islam harus didasari niat yang benar dan
tul us karena Al lah. Rasa takut akan pertanggungjawaban dakwah di hadapan Allah juga akan turut memperkuat keseriusan dan kejelasan dakwah seseorang.
Kualifikasi dan profesionalisme para da’i
merupakan persoalan besar dalam dakwah yang
harus diperhatikan dengan baik dan tidak boleh diabaikan dalam keadaan apa pun. Selanjutnya
Ibnu Katsir merumuskan beberapa bangunan profesionalisme dakwah yang ternyata diawali
dengan persoalan ilmu: Memiliki landasan ilmu atas apa yang ia sampaikan yang diteruskan secara implementatif dengan sikap jujur dan benar terhadap apa yang ia sampaikan.
Disinilah
kedudukan ilmu sebagai pondasi dalam beramal.
Seorang yang profesional adalah seorang
yang tekun, sabar dan tahan godaan, senantiasa
Cinta
Alur cerita yang dipakai dalam novel Ayat-Ayat
Cinta adalah alur maju, walaupun terdapat flashback yang dialami oleh tokoh utama, Fahri.
Tetapi flashback tersebut sengaja dimunculkan untuk memperkuat karakterisasi Fahri. Flashback yang ditampilkan cenderung memutar kembali nuansa pikiran dan pengalaman Fahri sewaktu di
Indonesia, atau pengalaman-pengalaman dia dalam menghadapi suatu keadaan selama tinggal
di Mesir. Pada dasarnya, ada tiga alur besar dalam
novel Ayat-Ayat Cinta ini. Alur cerita yang pertama
adalah rangkaian-rangkaian awal kejadian di keseharian Fahri di flat tempatnya berkumpul dengan teman-teman prianya, dengan Maria, dan dengan Nurul.
Alur cerita yang kedua adalah merupakan
adegan terpenting dan penentu alur-alur sebelum
dan sesudahnya, yaitu Fahri bertemu dengan 611
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
Aisha di Metro ketika hendak pergi talaqqi.
mengatur jalannya plot cerita. Dari semua usaha
sebagai titik awal cerita menuju puncaknya.
tokoh sentral yang menguasai seluruh cerita.
Pertemuan antara Fahri dan Aisha ini disebut
Pertemuan ini menjadi penyebab terjadinya
penokohan yang dibangun, Fahri tetap menjadi
pernikahan keduanya pada cerita selanjutnya.
Tokoh Cerita
menunjukkan sebab akibat. Fahri nikah dengan
utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama dalam
Sehingga alur novel ini saling berhubungan dan Aisha karena mereka bertemu pertama kali di Metro, dan awal pertemuan itu menyebar kepada tema lain yang saling berhubungan.
Alur ketiga adalah adegan ketika berbagai
masalah muncul yang merupakan akumulasi dari
kedua alur sebelumnya dimana klimaksnya terjadi
yaitu ketika Fahri dipenjara. Jalannya semua alur
disampaikan dengan sangat ‘rendah hati’. Penuh dengan kata-kata yang mengkiaskan gaya bahasa
‘kesabaran’, runut, sangat manis, dan sangat islami. Hal inilah yang menjadi media penyampaian
pesan-pesan moral melalui karakterisasi Fahri yang menjadi tokoh sentral yang menguasai semua alur.
Fahri tak harus berkata bahwa ‘saya adalah
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta ini terdapat tokoh novel ini adalah Fahri bin Abdillah seorang mahasiswa yang cerdas dan berbudi pekerti luhur
kepada setiap orang. Ia berusaha menggapai
gelar masternya di Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir. Hidup Fahri dikejar oleh target karena keluarganya telah mengorbankan segalanya, termasuk sawah warisan kakeknya, agar dia bisa sekolah di Mesir. Fahri berusaha memenuhi target
yang digambarkan dal am p eta hidupnya,
berjuang melawan teriknya udara Mesir dan keterbatasan dana. Ia juga memiliki target untuk
menikah dengan perempuan yang salehah untuk
menyempurnakan agamanya saat dia menyelesaikan tesis magisternya.
Sosok Fahri yang sangat disegani oleh setiap
orang rendah hati dan sabar’, tetapi interaksi dan
orang yang mengenalnya dikarenakan dia adalah
mengatakan ba hwa dia adal ah o rang yang
yang dinamis dan pluralis dalam pergaulan. Fahri
bagaimana tokoh tersebut dibangun, cukup demikian. Fahri tak pernah bilang bahwa dirinya
adalah orang yang saleh, tetapi setiap gerakgeriknya terhadap tokoh lain sangat merepre-
sentasikan bahwa dia sebisa mungkin tidak melanggar apa yang diperintahkan dalam semua
hukum-hukum baku dalam Islam. Terlihat sekilas, karakterisasi Fahri sangatlah ‘penuh’, tidak cacat
seorang muslim yang taat dan memiliki karakter
juga seorang pemuda yang sederhana, cerdas
dan bijaksana. Dia menguasai bahasa Arab, Jerman, dan Inggris sehingga selama belajar di Mesir ia melakukan terjemahan kitab-kitab hadits,
tafsir Al-qur’an ataupun kitab-kitab dari para ulama-ulama Mesir yang terkenal.
Dari gambaran yang disampaikan di atas
sedikit pun.
dapat diketahui bahwa tokoh Fahri ditampilkan
permasa lahan se ng aja di munc ulkan untuk
istiqamah. Ia me mpunyai sifat sed erhana,
Tetapi pada perjalanan setengah cerita,
memberikan pesan bahwa plot sebelumnya belum
bisa membuat Fahri menjadi tokoh yang kuat. Permasalahan seperti penokohan tokoh Aisha yang ingin mengambil jatah kekuasaan cerita dengan ditokohkan menjadi seorang yang kaya raya, tak bisa menggoyahkan pegangan Fahri atas semua alur yang telah dibangun pengarang.
Fahri tetap menjadi tokoh sentral yang kuat, memegang peranan dalam cerita. Aisha mengalah
sebagai sosok yang berwatak datar ata u pemurah, supel, dan ramah tet api ce rdas, sehingga mudah diingat oleh pembaca. Penulis novel ini menggambarkan tokoh Fahri
secara
analitik, yaitu pengarang dengan ceritanya menjelaskan berbagai segi dari tokoh itu.
Selain tokoh utama Fahri, novel ini mempunyai
beberapa tokoh bawahan, di anataranya sebagai berikut.
dan mundur. Begitupun dengan klimaks yang
Aisha
disiksa dengan sangat keras, terpisahkan dari
Jerman, anak seorang pengusaha swalayan kaya
terjadi ketika Fahri harus dijebloskan ke penjara,
sumber kekuatannya, yaitu tokoh Aisha, tetapi
Fahri tetap keluar sebagai tokoh kuat yang 612
Seorang gadis cantik, bercadar, besar dan lahir di
di negeri itu, bernama Rudolf Greimas Omar. Ia adalah warga keturunan Turki berdarah Palestina.
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
Belajar ke Mesir untuk melengkapi tesisnya dalam
Sampai akhirnya terjadi suatu peristiwa yang
bidang fiqh, dan tinggal bersama pamannya,
sangat me mukul perasaannya. Orang ya ng
sebagai tokoh yang be rsifat moderat, ber-
pernikahan dengan seorang putri cantik dan kaya
Eqbal Hakan Ebrakan. Prilaku Aisha dilukiskan pandangan tidak sempit, berwawasan sangat
luas, seorang istri yang romantis dan setia,
bahkan kesetiaannya pada suami dikukuhkan dengan pe mb erian izin b agi suami untuk berpoligami.
Selain digambarkan sebagai tokoh yang
moderat dan istri yang setia, ia adalah sosok
wanita yang tangguh membela dan menyiarkan syariat Islam dalam berbagai aktivitasnya. Keluhuran nilai dari prilakunya semata demi menyebarkan dakwah. Sifat dan watak Aisha ini
sudah dibentuk dan diajarkan sejak kecil dari ibunya. Pengalaman pahit waktu ditinggalkan ibu
tercinta, menjadikannya pemicu untuk selalu berbuat yang terbaik demi keluarga, walaupun
dikaguminya selama ini telah melangsungkan raya keturunan Jerman. Peristiwa ini tentunya sangat
me ngganggu
pikiran
dan
bahka n
kesehatannya. Karena rasa cintanya yang sangat
mendalam kepada Fahri, beberapa hari setelah mendengar berita itu ia koma, tidak sadarkan diri
dalam waktu yang sangat lama. Kedua orang
tuanya merasa putus asa, tidak ada satu pun dokter yang mampu mendeteksi penyakit lahirnya.
Sampai akhirnya dokter menyarankan kepada keluarga, membawa Fahri, sosok yang sering
diigaunya, untuk dibawa dan dipertemukan dengannya. Kehadirannya sangat membantu untuk mer angsang gairah hidup d an daya ingatnya.
Begitu berartinya sosok Fahri bagi Maria,
salah satu keluarganya, sang ayah telah kembali
diketahui oleh Aisha, istri Fahri. Dengan rasa tulus
berusaha meluruskannya kembali.
dengan mengeyampingkan ego, Aisha menya-
inkar dari Islam, demi rasa tanggungjawab ia Maria
Tokoh ini dianggap oleh tokoh utama, Fahri sebagai sosok wanita yang aneh. Maria lebih suka
disebut Maryam, sesuai dengan nama yang
dan ikhlas demi ibadah dan menolong jiwa Maria
rankan suaminya untuk menikahi Maria. Namun masih ada satu ganjalan bagi Fahri menikahinya, yaitu Maria masih beragama Kristen Koptik, suatu keyakinan yang berbeda dengannya.
tertera pada salah satu surat Al-Quran. Ia adalah
Noura
yang terkenal ketaatan ibadahnya, yaitu Tuan
kenyat aannya
putri sulung dari pasangan keluarga Kristen Koptik
Bo utro s Rafa el Girgi s da n Madame N ahed. Walaupun beragama Kristen Koptik, Maria hafal beberapa surat Al-Quran, memahami beberapa kandungan nilai yang tercantum di dalamnya. Fahri
menganggap kebiasaan Maria mendengarkan suara azan, melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dan kebiasaan umat Islam lainnya, adalah sesuatu
yang aneh. Keanehan memang tidak ada
hubungannya dengan hidayah. Hidayah bisa
datang dan pergi tanpa diprediksi dan diharap.
Masalah hidayah inilah yang menjadi keanehan Fahri.
Sosok Maria dalam kehidupan kesehariannya
Nama
yang
indah
dan
b erto lak
canti k
ini
belakang
dalam
denga n
nasibnya. Noura, seorang siswi di tingkat akhir
Ma’had Al-Azhar ini berada dalam kekangan, kurungan, dan siksaan Bahadur dan istrinya,
Madame Syaima. Sikap keras Bahadur dan
keluarganya kepada Noura sebenarnya telah menjadi rahasia umum di lingkungan sekitarnya.
Pernah tetangganya akan melaporkan tindakan tidak berprikemanusiaan Bahadur kepada Noura,
tetapi ia selalu menolaknya, mengalah dan mengakui bahwa ini semua adalah kesalahannya, menutupi kesalahan Bahadur yang telah dianggap sebagai orang tuanya sendiri.
Puncak penyiksaan Bahadur kepada Noura
adalah wanita yang sopan, ramah, dan tidak
terjadi pada suatu malam, karena ia menolak
kebiasaan menitipkan untuk dibelikan sesuatu
tengah jalan dan dimaki-maki kata kasar. Kejadian
seronok dalam penampi lan. Ia me mpunyai kalau Fahri mau keluar flat. Kebiasaan ini sebagai
pertanda ada rasa perhatian yang lebih dan mengharap balasannya.
untuk dijual pada hidung belang . Ia diseret ke
ini telah mengundang iba Fahri untuk meno-
longnya. Lewat Maria, Fahri menolongnya dan ditipkan di satu tempat yang aman, tempat asrama
613
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
mahasiswi Indonesia di Nasar City.
dengan fitnah, Maria dipendam hingga koma,
sehingga ia dititipka di kampung salah satu
sebuah surat ditujukan langsung kepada Fahri.
Keadaan di Nasr City kurang begitu aman,
gurunya Fahri, Syekh Akhmad. Dalam penga-
wasannya ia bera ng sur sehat jasmani dan
rukhaninya, mempunyai rasa kepercayaan dan semangat hidup yang tinggi. Syekh Ahmad
akhirnya mengetahui, bahwa Noura bukan anak kandung Bahadur. Ia tertukar waktu dilahirkan di
rumah sakit dengan keluarga Tuan Adel dan Madame Yasmin, seorang keluarga terhormat yang berpropesi sebagai dosen. Noura diterima tinggal
dirumah keluarga itu dengan penuh rasa kasih sayang.
Sebaliknya Noura malu tinggal di rumah itu,
sedangkan kekecewaan Nurul diungkapkan lewat
Karena cintanya yang sangat kuat, ia meminta
Fahri mengawininya sebagai istri kedua. Tentu
saja ini ajakan yang sangat mengejutkan dan memberatkan bagi Fahri, karena ia telah berjanji
setia tidak akan menghianati istrinya, Aisha. Andaikan perasaan Nurul diungkapkan sebelum Fahri menikah, atau bahkan berbarengan dengan
ungkapan cinta Aisha, Fahri mengungkapkan sendiri lebih memilih Nurul. Alasan ini yang mengakibatkannya rela untuk menjadi istri kedua Fahri.
karena perutnya membesar, hamil, diperkosa oleh
Metafora
rasa malu itu, kepada ayahnya Noura mengaku
bandingan, namun tidak menggunakan kata-kata
ayah angkatnya Bahadur. Untuk menghilangkan telah diperkosa oleh orang yang dicintainya, Fahri.
Suatu pengakuan yang mengakibatkan Fahri
masuk penjara. Namun kebohongan itu terkuak juga, berkat kesaksian Maria di pengadilan. Fahri
pun dibebaskan dari segala tuduhan, dan Noura
mengaku di depan persidangan bahwa semua pengakuannya adalah bohong. Hal itu dilakukan untuk menutupi rasa malu di depan keluarga dan
mengharapkan Fahri menikahinya. Ia menyesal dan minta maaf kepada semua orang yang telah membantunya keluar dari cengkraman Bahadur. Nurul Azkiya
Ia di ceri takan sebaga i se or ang ma hasi swi Indonesia yang kuliah di Al-Azhar. Selain sebagai
Mahasiswa, ia seorang ketua Wihdah yang ulet dan rajin, sebuah induk organisasi mahasiswi
Indo nesia di Mes ir. Sel ain ul et, pr ibadinya
digambarkan penulis sebagai sosok yang penuh kesibukan dan pengabdian dalam berbagai hal, tanpa pandang jabatan. Hal ini terlihat ketika
setiap hari minggu ia selalu menyempatkan waktunya untuk mengajar anak-anak membaca Al-Quran di KBRI Mesir.
Seperti tokoh Maria dan Noura, cinta nurul
kepada Fahri sangat besar sekali, dan tidak pernah diungkapkan secara langsung. Pera-
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perpembanding seperti ‘bak’, ‘bagai’, ‘laksana’, dan ‘serupa’. Metafora juga melihat sesuatu dengan perantaraan benda lain sebagai pembanding (Pradopo, 1987: 66). Novel Ayat-Ayat Cinta cukup banyak menggunakan metafora. Berikut beberapa kutipan diantaranya.
Aku memandang ke arah Aisha, pada saat yang sama dua matanya yang bening di balik cadarnya juga sedang memandang ke arahku.
Pandangan kami bertemu. Dan ces! Ada
setetes embun dingin menetes di hatiku. Kurasakan tubuhku bergetar. Aku cepat-cepat
menund ukkan ke pala. Dia ke lihatannya
melakukan hal yang sama (El Shirazy. “Pertemuan!”, Ayat-Ayat Cinta, 2008, 213).
Yang ada di depanku ini seorang bidadari ataukah manusia biasa. Mahasuci Allah, Yang
menciptakan wajah seindah itu. Jika seluruh
pemahat paling hebat di seluruh dunia bersatu untuk mengukir wajah seindah itu tak
akan mampu. Pelukis paling hebat pun tak
akan bisa menciptakan lukisan dari imaji-
nasinya seindah wajah Aisha. Keindahan wajah Aisha adalah karya seni mahaagung
dari Dia Yang Mahakuasa (El Shirazy. “Pertemuan!”, Ayat-Ayat Cinta, 2008, 215).
Bahasa metafor biasanya dimunculkan atau
saannya se lalu di pendam, hingga akhi rnya
diucapkan seorang tokoh dalam keadaan kondisi
berbeda dengan kekecewaan Maria dan Noura.
cinta. Hal ini terlihat dari paparan tokoh Fahri yang
menimbulkan kekecewaan. Kekecewaan Nurul
Kalau Noura diwujudkan dalam penghianatan 614
jiwa yang galau atau dalam keadaan kasmaran sedang dimabuk cinta, mengagumi kecantikan
Rohim, Penelusuran Ideologi Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta: Sebuah Analisis Tematis dan Estetis
calon ist ri nya dengan ucapan yang seo la h
gagasan
gaya bahasa bisa melukiskan keadaan jiwa
aku, yait u Fahri. Tokoh ini sangat besa r
berlebihan dan tidak masuk akal. Tetapi itulah seseorang. Kecantikan Aisha sangat menga-
gumkan, bahkan dapat menimbulkan gairah hidup, sehingga kecantikannya tidak akan ada yang menandinginya, sama seperti tukang pahat
atau tukang ukir ingin mengukir wajahnya tidak akan bisa. Dengan gairah cinta yang tulus Fahri sudah bulat untuk membangun masa depan yang menjanjikan bersama Aisha.
Ka ta adalah mo dal pengarang yang pal ing
mendasar, sehingga dapat membentuk sebuah susunan kalimat yang harmonis susunannya.
Dengan kata lain, seorang pengarang akan mengekspresikan dirinya lewat kata-kata dalam karyanya sec ara be bas tanpa bata s-batas mendasar tentang kaidah kebahasaan. Di sisi lain,
seorang pembaca menikmati karya sastra juga
le wat perantaraa n ka ta. Dengan demikian, ata u
perbendaharaan
dihadirkan penulis dengan cara penuturan tokoh
peranannya terhadap tokoh-tokoh lain, karena selain sebagai penutur, ia sekaligus sebagai pemain. Ketiga, nilai estetika yang menonjol dari
novel Ayat-Ayat Cinta meliputi alur cerita, tokoh
atau penokohan, gaya bahasa atau metafora, kosakata bahasa sehari-hari, kosakata bahasa daerah, dan kosakata bahasa asing. Saran
Kosakata
ko sakata
keagamaan dari novel Ayat-Ayat Cinta
kat a
it u
merupakan sesuatu yang penting dan utama dalam menulis karya sastra.
Salah satu instrumen pendukung mutu pendidikan
Nasional adalah pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang masuk dalam kurikulum berbasis kompetensi. Sastra sudah saatnya tidak menjadi
sisipan pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Secara tidak langsung dapat dipastikan kurikulum berbasis kompetensi hanya slogan belaka apabila
pembelajaran sastra di sekolah diabaikan. Pendidikan bermutu tidak selamanya memerlukan
biaya yang besar, tetapi ia dapat dicapai dengan
sebuah sistem yang mapan dalam bingkaian ideologi yang jelas dan terukur.
Sebuah karya sastra diciptakan pengarang
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta ada beberapa
untuk memberi gambaran yang sesungguhnya
lain, kosakata sehari-hari, kosakata bahasa
Imajinasi dalam karya sastra dapat diciptakan dari
jenis kosakata yang digunakan pengarang, antara
daerah, dan kosakata bahasa asing, dalam hal ini banyak digunakan kosakata bahasa Arab. Simpulan dan Saran Simpulan
Dari uraian di atas yang membahas ideologi dalam
novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut. Pertama, gagasan-gagasan utama dalam
novel Ayat-Ayat Cinta adalah Al-Quran dan Sunnah. Tokoh dan alur cerita dalam novel
tersebut dikondisikan dalam beberapa per-
tentang realita kehidupan melalui imajinasi. fenomena yang muncul di masyarakat. Salah satu
fenomena yang menarik dari novel ini adalah kegigihan seseorang dalam menempuh dunia pendidikan, bisa berhasil dengan gemilang di
tengah keterbatasan materi serta timbulnya tantangan modernitas sebagai efek global tanpa meninggalkan kultur budaya dan moral. Walaupun
tema percintaan islami lebih ditonjolkan dalam novel ini, tetapi nilai budayanya dapat dijadikan
masukkan bagi pemerintah dalam mengembangkan mutu pendidikan.
Tema yang dihadirkan sebuah karya sastra
masalahan keagamaan, diantaranya bagaimana
memang imajinatif, tetapi ideologi yang me-
istri, sikap Islam terhadap Barat, perlakuan Islam
yang bersumber dari rujukan nyata dan bisa
seorang muslim berpacaran, cara mempergauli terhadap perempuan, Islam memandang tentang
poligami, dan lain seba-gainya. Semua per-
masalahan yang dimunculkan tersebut dire-
prese ntasikan lewat c erita ke sale han dan kepintaran tokoh Fahri dalam menngatasi semua
permasalahan berdasarkan ajaran Islam. Kedua,
latarbelakanginya adalah gagasan cemerlang dijadikan cermin dalam mengambil kebijakan bagi
kemajuan bangsa. Sedangkan nilai estetis dari sebuah karya sastra bisa dijadikan sebagai
hiasan yang bermetafor dalam melaksanakan se buah kebijakan s ehingga dapat dicerna pembaca karya dan masyarakat luas.
615
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010
Pustaka Acuan
Abdul Baqi, M. Fuad. Tanpa tahun Al- lu’lu wal marjan/terjemahan Surabaya: PT Bina Ilmu. Alkalali, Asad M. 1987. Kamus Indonesia Arab Jakarta: Bulan Bintang.
Budianta, Melani. 1998. Sastra & Ideologi Gender. Jakarta: majalah Horison. ( no. 4, th XXII, edisi April). El Shirazy, Habiburrahman. 2008. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Republika.
Qutb, Muhammad. 1996. Tafsir Islam Atas Realitas Jakarta: Yayasan SIDIK. Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqh Islam Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Roekminto, Fadjar S. 2008. Haruskah sastra berideologi? Seminar Hiski 2008 di Batu, Malang. Santosa, Pudji. 1987. Teori Sastra. Madiun: FPBS – JPBI IKIP Press.
Tim Al-Quran. 1993. Al-Quran dan Terjemahannya Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. http://id.wikipedia.org/ “Sastra dan Ideologi” diakses tanggal 5 Agustus 2009. www.uad.ac.id/in/berita-umum “Pemimpin-amanah” diakses 12 Oktober 2009. http://swaramuslim.net/more.php?id “Islam dan Terorisme” diakses
30 Oktober 2009.
http://violetatniyamani.blogspot.com2008 “Gender dalam Perspektif Islam” diakses 8 November 2009.
616