PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Elisabeth Sri Widayanti NIM 13110244018
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA APRIL 2017
PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” yang disusun oleh Elisabeth Sri Widayanti, NIM 13110244018 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.
Yogyakarta, 19 April 2017 Dosen Pembimbing,
Dra. L. Andriani Purwastuti., M.Hum NIP. 19591030 198702 2 001
ii
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim. Tandatangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya. Yogyakarta, 19 April 2017 Yang menyatakan,
Elisabeth Sri Widayanti NIM 13110244018
iii
PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” yang disusun oleh Elisabeth Sri Widayanti, NIM 13110244018 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 7 April 2017 dan dinyatakan lulus.
DEWAN PENGUJI Nama
Jabatan
Tanda Tangan
Tanggal
Lusila Andriani P., M.Hum.
Ketua Penguji
………………
………
Ariefa Efianingrum, M.Si.
Sekretaris Penguji ………………
………
………………
………
Dr. Cepi Safruddin Abdul J., M.Pd. Penguji Utama
Yogyakarta, ......................... Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,
Dr. Haryanto, M.Pd NIP. 19600902 198702 1 001
iv
MOTTO
Lakukanlah segala hal yang terbaik, tetapi jangan merasa jadi yang terbaik (Elisabeth Sri Widayanti)
Jadilah orang yang pintar, berjiwa pendekar, dan berhati baik (Albertus Ngadiman)
AD MAIOREM DEI GLORIAM (Ignatius Loyola)
v
PERSEMBAHAN Dengan mengucap puji syukur kepada Allah Bapa yang Maha Kasih, berkat segala kasih-Nya yang berlimpah sehingga karya skripsi ini bisa terselesaikan, maka karya ini saya persembahkan untuk: 1.
Kedua orang tuaku tercinta, Ayah Albertus Yohanes Ngadiman, Alm. Ibu Anna Maria W., dan Mas Lukas Firmantoyo yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan yang tak pernah terputus untuk keberhasilan puterimu ini.
2.
Almamater Universitas Negeri Yogyakarta
3.
Dosen Pembimbing Ibu Lusila Andriani, M.Hum. yang telah sabar membimbing saya dalam mengerjakan skripsi ini, beserta seluruh dosen yang telah mendidik saya selama kuliah di UNY.
4.
Kepala Sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta beserta keluarga yayasan SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang telah memberikan doa dan dukungan terhadap penelitian ini.
5.
Teman-teman Program Studi Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan dukungan dan tenaganya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
6.
UKM IKMK dan UKM PSM “SW” sebagai tempat saya mengolah bakat dan belajar organisasi di UNY.
7.
Bagi masyarakat Indonesia, untuk mendukung kemajuan kualitas pendidikan negeri ini.
vi
PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA Oleh Elisabeth Sri Widayanti NIM 13110244018 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Komponen-komponen pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta; (2) Proses Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta; (3) Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta; (4) Hasil penerapan pendidikan kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta pada bulan Januari 2017 sampai Maret 2017. Subjek penelitian ini yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Siswa, dan Alumni. Informan penelitian yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah (bidang kesiswaan, kurikulum, humas), siswa berprestasi, siswa yang aktif organisasi, alumni, guru pendidikan nilai. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model “Miles and Hubberman” yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Komponen pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto terdiri dari tujuan pendidikan De Britto dalam visi misi menjadi kader pemimpin pengabdi, peran pendidik (Kepala Sekolah, pamong sekolah, guru, karyawan) menjadi teladan, memberikan materi, dan menjadi fasilitator pendidikan untuk siswa disertai lingkungan sebagai sarana prasarana; (2) Proses pendidikan kepemimpinan yaitu menginputkan value kepemimpinan Ignasian melalui pengalaman, pembiasaan refleksi, dan aksi dalam setiap pendidikan akademik dan non akademik yang menekankan nilai 3C+1L dalam tiap jenjang kelas seperti live in,pendidikan nilai spiritualitas Ignasian, latihan kepemimpinan, ekstrakurikuler, presidium, pembinaan rohani, dan sebagainya; (3) Faktor pendukung pendidikan kepemimpinan di De Britto yaitu dukungan dari setiap elemen sekolah yang memahami visi sekolah dan ikut menghidupi dan melaksanakan setiap program kegiatan sekolah, dan faktor penghambat secara teknis seperti keluhan orangtua, kesulitan mencari tempat kegiatan, dan kurangnya keselarasan program sekolah dan dinas; (4) Hasil pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto yaitu perkembangan pola pikir untuk berbuat baik, keberanian mengemukakan pendapat, kebebasan yang bertanggungjawab, kepedulian dengan sesama, selalu refleksi diri, dan berjiwa pemimpin yang melayani. Kata kunci: Pendidikan Kepemimpinan, Pendidikan Ignasian, Leader of Service vii
KATA PENGANTAR Berkah Dalem, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat karunia dan kasih-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolose De Britto Yogyakarta”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari, bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari kerjasama, bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam melakukan penelitian ini.
3.
Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah memberikan dorongan dan ijin dalam pembuatan skripsi ini.
4.
Ibu L. Andriani Purwastuti., M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang penuh sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
5.
Ibu Ariefa Efianingrum selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan akademik dari awal sampai akhir studi di UNY.
viii
6.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan, terimakasih atas bekal ilmu pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
7.
Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, karyawan, siswa, alumni, dan segenap keluarga besar SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang telah memberikan ijin, bantuan, dan kerjasamanya untuk kelancaran skripsi ini.
8.
Kedua orang tua saya Albertus Yohanes Ngadiman dan Alm. Anna Maria W., serta segenap keluarga besar saya, terimakasih atas doa, perhatian, cinta kasih, semangat, motivasi, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan dengan penuh ketulusan.
9.
Sahabat-sahabat
seperjuangan
Kebijakan
pendidikan
angkatan
2013,
terimakasih atas doa dan dorongannya untuk kelancaran skripsi ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih telah memberikan informasi, bantuan, dan kerjasamanya. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. Yogyakarta. 19 April 2017 Penulis
Elisabeth Sri Widayanti ix
DAFTAR ISI
COVER .............................................................................................................
hal i
PERSETUJUAN ...............................................................................................
ii
PERNYATAAN ................................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................
iv
MOTTO ............................................................................................................
v
PERSEMBAHAN .............................................................................................
vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 12 C. Batasan Masalah ........................................................................................... 14 D. Rumusan Masalah ......................................................................................... 14 E. Tujuan ........................................................................................................... 14 F. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ............................................................................................. 17 1. Kebijakan tentang Pendidikan Kepemimpinan ....................................... 17 a.
Hakikat Kebijakan Pendidikan Kepemimpinan ................................ 17
b.
Komponen – Komponen Pendidikan ............................................... 19
c.
Pendidikan Kepemimpinan ............................................................... 21
d.
Keterkaitan Kebijakan Kepemimpinan dengan Kepemudaan .......... 29
2. Kepemimpinan Sekolah Yesuit ................................................................ 35 x
a. Pendidikan Ignasian .......................................................................... 35 b. Paradigma Pedagogi Ignasian ............................................................ 41 c. Kepemimpinan Jesuit ......................................................................... 44 B. Penelitian yang Relevan ............................................................................... 50 C. Kerangka Pikir ............................................................................................. 52 D. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 53 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian.............................................................................................. 54 B. Setting Penelitian .......................................................................................... 55 C. Subjek dan Objek Penelitian ......................................................................... 55 D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 56 E. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 59 F. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 62 G. Keabsahan Data............................................................................................. 64 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ............................................................................................... 66 B. Hasil Penelitian ............................................................................................ 75 C. Pembahasan ................................................................................................. 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................................ 122 B. Saran .......................................................................................................... 127 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 129 LAMPIRAN ....................................................................................................... 132
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut John P. Kotter .
hal 23
Tabel 2. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut Hughes, Ginet, dan Curphy ........................................................................................... Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi ...............................................................
24 60
Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ............................................................
61
Tabel 5. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi ..........................................................
62
Tabel 6. Data Siswa SMA Kolese De Britto ......................................................
72
Tabel 7. Data Tenaga Pendidik SMA Kolese De Britto ....................................
72
Tabel 8. Data Program 3C+1L ...........................................................................
86
Tabel 9. Program Antar Angkatan .....................................................................
86
Tabel 10. Komponen Nilai 3C+1L Kelas X ......................................................
87
Tabel 11. Komponen Nilai 3C+1L Kelas XI .....................................................
89
Tabel 12. Komponen Nilai 3C+1L Kelas XII ....................................................
90
Tabel 13. Cabang Ekstrakurikuler .....................................................................
92
Tabel 14. Aktualisasi Program Rutin Pendidikan Kepemimpinan ....................
92
Tabel 15. Syarat-syarat 3C+1L .......................................................................... 101 Tabel 16. Rapor Nilai Kepemimpinan ............................................................... 102 Tabel 17. Komponen Pendidikan Kepemimpinan SMA Kolese De Britto ....... 108 Tabel 18. Penerapan Program Pendidikan Kepemimpinan................................ 110 Tabel 19. Proses Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto ........... 112 Tabel 20. Perbandingan Pendidikan Kepemimpinan SMA Kolese De Britto Berdasarkan Teori Greenleaf ............................................................ 115
xii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Bagan Keseimbangan Softskills dan Hardskills berdasarkan Jenjang Pendidikan ........................................................................ Gambar 2. Bagan Pengembangan Kepemimpinan menurut Zaini ..................... Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir Penelitian .....................................................
3 34 52
Gambar 4. Proses Pengambilan Sampel Sumber Data ......................................
55
Gambar 5. Analisis Data Model “Miles and Hubberman” ................................
64
Gambar 6. Struktur Organisasi SMA Kolese De Britto .....................................
74
Gambar 7. Kegiatan Interaksi Pendidik dan Siswa dalam Pelajaran ................
84
Gambar 8. Kegiatan Siswa untuk Berkarya Menyablon Kaos ...........................
91
Gambar 9. Kegiatan Orasi Siswa Sebagai Bekal Calon Presidium ..................
96
Gambar 10. Bentuk Eksamen Siswa SMA De Britto .....................................
104
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Observasi ....................................................................
hal 132
Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ................................................................
133
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ..................................................................
134
Lampiran 4. Catatan Lapangan ........................................................................
142
Lampiran 5. Transkrip Wawancara ..................................................................
154
Lampiran 6. Proses Reduksi Data ....................................................................
176
Lampiran 7. Analisis Data................................................................................
184
Lampiran 8. Jadwal Pelajaran ..........................................................................
196
Lampiran 9. Foto-foto ......................................................................................
197
Lampiran 10. Surat Perijinan ...........................................................................
202
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor kehidupan yang mempengaruhi perkembangan
bangsa.
Pendidikan
dapat
diartikan
sebagai
proses
pembentukan jiwa atau kepemimpinan pribadi siswa agar mampu berperan positif di lingkungan. Hal ini telah diamanahkan melalui kebijakan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam Undang-Undang Sisdiknas pasal 3 juga menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 3b dnegara yang demokrasi serta bertanggungjawab (Republik Indonesia, 2003). Hal ini juga selaras dengan arah pendidikan dalam UU RI No.20 Tahun 2003, tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 1 yaitu: “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam hidupnya.” Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa pendidikan bangsa berupaya membentuk kepribadian dan jiwa kepemimpinan siswa sebagai generasi bangsa Indonesia. Pembentukan kepribadian kepemimpinan dalam lingkup pendidikan, terwujud dalam setiap program sekolah dalam pembelajaran dan pendidikan karakter melalui ekstrakurikuler. Seperti yang tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 13 ayat 1 1
membahas pendidikan melalui jalur formal, nonformal, dan informal yang harus saling melengkapi dan lebih membentuk karakter dan kepribadian kepemimpinan siswa sebagai generasi bangsa Indonesia. Dalam kurikulum 2013 dinyatakan bahwa untuk membentuk karakter dan kepribadian siswa sebagai manusia yang seutuhnya. Kebijakan kurikulum pendidikan ini bersumber dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum KTSP. Berbagai kebijakan pendidikan tentang pendidikan kepemimpinan dalam upaya pembentukan karakter kepribadian siswa selalu bersumber kebijakan pendidikan sebelumnya. Kebijakan pendidikan pembentukan karakter di Indonesia dari dulu sebenarnya sudah tertera dalam UU No.4 Tahun 1950 dan UU No.12 Tahun 1954 (dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah), UU No.2 Tahun 1989, dan UU No.20 Tahun 2003 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam hal kepemimpinan, perlu pendidikan kepada siswa sejak dini melalui pendidikan formal. Hal itu bertujuan agar siswa mempunyai pedoman yang benar, agar bisa diterapkan di lingkungan masyarakat. Melihat situasi perkembangan jaman di negara Indonesia, pendidikan kepemimpinan sangat dibutuhkan pada siswa usia remaja menuju dewasa. Rita Eka (2013:122) berpendapat bahwa usia remaja menuju dewasa kira-kira minimal usia 16 tahun, dan usia itu setara jenjang pendidikan SMA. Usia siswa di jenjang SMA merupakan usia dimana siswa sedang mencari identitas diri, bermasalah, dan mencoba hal baru. Rita Eka (2013:132) berpendapat bahwa pada siswa SMA bisa mengalami perkembangan kepekaan emosi 2
sebagai berikut; lekas marah, balas dendam, suka menyendiri, gelisah, cemas, sentimen, emosi, memberontak, agresi yaitu melalui serangan fisik ataupun kata-kata kasar. Berdasarkan data dari Marzano (1985), dan Brumer (1960) tentang keseimbangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan untuk mendidik softskills dan hardskills yaitu sebagai berikut: PT SMA/SMK SMP SD Knowledge
Skill
Attitude
Gambar1. Bagan Keseimbangan Softskills dan Hardskills Berdasarkan Jenjang Pendidikan Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jenjang sekolah formal, maka tingkat attitude siswa semakin berkurang. Hal tersebut dikarenakan faktor pergaulan yang mempengaruhi perkembangan kepribadian dan karakter. Pada realita pendidikan sekolah tingkat menengah (SMA/SMK), banyak terjadi permasalahan karakter kepribadian siswa. Jika di tinjau dari pemberian pendidikan dari pemerintah dan sekolah tentang pendidikan karakter memang sudah terlaksana. Pendidikan di Indonesia sampai sekarang berupaya mengembangkan potensi kecerdasan siswa dalam pendidikan formal, namun output siswa justru berkurang dalam hal perilaku dan kepribadian. Hal itu disebabkan para siswa juga kurang dalam hal pendidikan karakter dan kurang berjiwa kepemimpinan. Persoalan yang lebih 3
mendasar yaitu banyak masyarakat memahami kepemimpinan sebagai manajer, dimana menjadi pemimpin itu menduduki kursi jabatan, tidak sudi turun ke bawah dan mengerjakan sesuatu yang akan merendahkan jabatannya. Padahal sangat jelas perbedaan antara kepemimpinan sebagai manajer dan leader. Kepemimpinan juga merupakan upaya nilai 18 karakter yang diungkapkan dalam Sisdiknas. Dalam dunia pendidikan seorang guru juga berperan sebagai seorang pemimpin untuk para siswanya. Permasalahan kepemimpinan pada siswa lebih terlihat pada kurangnya karakter kepribadian siswa. Permasalahan degradasi moral karakter siswa pada tahun 2016 bisa terlihat sebagai berikut; 1.
Pada berita di KR Jogja (14/12/2016) terjadi tindak kekerasan antar pelajar SMA. Berdasarkan data dari Kapolda DIY, Brigjen Pol Prasta Wahyu Hidayat (Harian Jogja/06/09/2016), terdapat beberapa jumlah geng pelajar yang bermunculan di sekolah tingkat menengah (SMP dan SMA).
2.
Dalam koran Tribunjogja.com, (12/06/2016)
Terdapat 28 pemuda
diamankan Polsek karena membawa senjata tajam dan hendak tawuran. Pemuda tersebut berencana membalas lawan yang telah membacok temannya. 3.
Dalam koran Tempo (Jumat,16/12/2016) Adanya geng sekolah yang mulai marak, sehingga kota Yogyakarta menjadi darurat “klithih”. Korban yang menimpa anak dari sekretaris forum komunikasi komite
4
SMP Kota Yogyakarta, yang telah mengalami trauma kekerasan senjata tajam di jalan. Berdasarkan realita kriminal yang ada memperlihatkan bahwa pelaku adalah mayoritas siswa SMA. Hal ini jelas menjadikan sebuah keprihatinan dalam pendidikan. Berdasarkan berita yang memprihatinkan mengenai kerusakan moral siswa dengan perilaku kriminal memang butuh tindak lanjut dari pihak berwenang. Kepala Disdikpora DIY, Kadarmanta Baskara Aji memberi kebijakan agar pelajar yang diduga sebagai pelaku klithih bisa dikeluarkan dari sekolah (Tribun Jogja, Senin, 19/09/2016). Kebijakan dilakukan melalui pemberlakuan akumulasi poin pelanggaran dan drop out kepada siswanya. Namun melihat realita yang ada justru pelaku kekerasan yang terlibat pelaku sebagai pelajar semakin banyak, tentu menjadi kebingungan dari berbagai elemen. Para siswa seolah tidak jera dengan adanya peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah. Para siswa yang banyak melakukan tindak kekerasan (kriminal) mayoritas berada di tingkat SMA. Para siswa usia SMA banyak yang sedang berusaha mengaktualisasikan keberanian diri dengan mengikuti gerombolan geng. Dengan mengikuti geng dan tawuran, seolah siswa sudah merasa unggul dan diakui keberadaannya. Usia SMA menjadi masa dimana siswa sedang mencari hal baru dan mencari jati diri. Hal ini menjadi keprihatinan, bahwa terjadi kesalahpahaman aktualisasi jati diri pada siswa. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa tentang jati diri dan karakter yang baik. Tentu siswa yang selalu melakukan kekerasan, jelas belum paham tentang arti kepemimpinan. 5
Untuk beberapa tahun ini, Dinas Pendidikan sedang menggiatkan pendidikan karakter melalui kurikulum 2013. Namun realita yang ada karakter siswa sangat memprihatinkan, terutama dikalangan SMA/SMK yang dapat dikatakan usia proses menginjak dewasa. Hal ini membuktikan secara tidak langsung adanya kebijakan pendidikan pembentukan karakter siswa di negara Indonesia masih jauh dari harapan. Output siswa dengan kepribadian yang tidak sesuai harapan kebijakan kurikulum cenderung masih banyak. Hal itu bisa terlihat berdasar berita dengan adanya kenakalan remaja tingkat sekolah menengah atas tergolong tinggi. Berdasarkan realita permasalahan yang menimpa generasi bangsa khususnya pemuda, tentu butuh solusi dalam kebijakan pendidikan. Banyak warga negara Indonesia yang belum paham arti kepemimpinan yang sebenarnya, hal itu juga terlihat dalam sektor birokrasi yaitu adanya perpecahan di setiap pemilihan calon pemimpin. Di lingkup masyarakat, masih banyak keprihatinan dan krisis dalam sifat kepemimpinan. Seperti dalam berita di Harian Jakarta Post, 18 Februari 2005 tentang protes di kota Solo yang berbunyi “Mencari pemimpin yang melayani” (Subarto Zaini, 2011:243). Banyaknya masyarakat yang mudah terpancing amarah, anarkis, dan menyerobot hak oranglain yang dominan muncul dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti dalam hal bisnis pun, masih banyak perebutan kekuasaan untuk menjadi pemimpin. Dari berbagai keprihatinan terkait kepemimpinan, negara Indonesia sedang butuh pemimpin yang mau berkorban, peduli dengan oranglain, dan bersifat melayani. Namun realita yang ada dalam hal pemilihan pemimpin di Indonesia juga selalu 6
menimbulkan permasalahan dan perlawanan antar golongan. Konflik yang ada juga melibatkan orang-orang yang berpendidikan tinggi, dan terlihat bahwa pendidikan kepemimpinan di Indonesia kurang maksimal dan berdampak pada karakter bangsa yang jauh dari harapan. Edy Suandi (2013) mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia tentu butuh sosok pemimpin yang menjadi teladan, namun dalam fenomena dan realita yang terjadi justru masyarakat Indonesia melihat berita tentang pemimpin yang terlilit berbagai kasus seperti korupsi, dan kejahatan lainnya. Dalam pendidikan, berbagai sekolah sudah mengupayakan pendidikan pembentukan kepribadian namun moral siswa masih jauh dari harapan (http://Edysuani.staff.uii.ac.id). Untuk menanggapi solusi permasalahan yang menimpa generasi bangsa khususnya dalam ranah pemuda, tentu butuh pendidikan pembentukan kepribadian. Dikatakan oleh dosen fakultas hukum Universitas Widya Mataram, Teguh Imam Sationo, SH, M.Sc dalam pembinaan pemuda pada 8 Desember 2016 di Balai Kota Yogyakarta. Beliau mengatakan pemuda seharusnya berperan dan dapat diandalkan sebagai agen perubahan, kontrol sosial, dan moral. Kepemudaan juga terkait dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kepribadian, potensi, tanggungjawab, kepemimpinan, hak, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda. Hal ini menjelaskan bahwa sangat dibutuhkan pendidikan khusus pemuda agar membuka wawasan dan bisa melakukan perubahan dalam membangun generasi bangsa. Hal berikut juga termasuk bagian dalam karakter bangsa yang dijelaskan dari Kementrian
7
Pendidikan dan Kebudayaan yaitu nilai tanggungjawab yang bersifat kepemimpinan. Berdasarkan UUD Pasal 27 ayat 3 yang mengatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam bela negara”, tentunya mengutamakan pemuda untuk mengaktualisasikan diri dalam memperbaiki kualitas bangsa. Berdasarkan UU No.40 Tahun 2009, pemuda sebagai warga negara Indonesia yang memasuki pertumbuhan dan perkembangan usia 16-30 tahun. Berdasarkan BPS tahun 2009, pemuda Indonesia berusia 16-30 tahun, dan kurang lebih berjumlah 62.985.401 jiwa (27%) dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan data tentang kondisi umum pemuda Indonesia sekarang ini, bahwa indeks pembangunan Indonesia masih rendah dibanding negara tetangga di kawasan negara ASEAN. Indonesia berada di peringkat 108 di dunia. Bahkan Angka Patisipasi Kasar (APK) pendidikan kurang dari 20%. Banyak pemuda Indonesia yang berpendidikan hanya berpendidikan akhir ditingkat SMA ke bawah. Jumlah pemuda yang menganggur di Indonesia kurang lebih berjumlah
12 juta jiwa (17%). Melihat realita
permasalahan pemuda Indonesia yang ada, potensi pemuda yang ada hanya mencapai 29,5% dari total penduduk. Harapan pemuda yang seharusnya menjadi pelaku perubahan bangsa, tentu butuh pemikiran dan solusi yang banyak. Pemuda sebagai generasi bangsa yang perlu digali potensinya agar berkembang. Kepemimpinan tidak hanya diartikan sebagai pemimpin dalam arti politis maupun bisnis, namun juga mengedepankan kebenaran cara
8
berpikir dan berperilaku seseorang. Karakter kepemimpinan pemuda sebagai salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan identitas pribadi manusia. Pada dasarnya kepemimpinan itu dapat diperoleh melalui pendidikan, yaitu pendidikan bagaimana cara menjadi seorang pemimpin. Di sekolah, siswa dapat dididik dengan prinsip kepemimpin yang membantu siswa bertanggungjawab atas kehidupan mereka, bekerja dengan orang lain secara secara efektif, dan melakukan hal yang benar meskipun tak seorang pun memperhatikan (Corvey,2009:14). Pendidikan kepemimpinan perlu di internalisasikan kepada anak sejak dini dari pendidik yang bisa menjadi teladan kepemimpinan. Sebagai generasi bangsa, khususnya pemuda bisa diberikan pendidikan sejak sekolah menengah (SMA/SMK). Dalam upaya untuk mendidik karakter pribadi generasi bangsa, maka penerapan kebijakan pendidikan kepemimpinan perlu lebih ditekankan dan dikembangkan. Di negara Indonesia khususnya kota Yogyakarta, pendidikan kepemimpinan ini sudah diterapkan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta sejak tahun 1948. SMA Kolose De Britto Yogyakarta mempunyai visi dalam membentuk karakter kepemimpinan pemuda bangsa yang beradab. Sebagai lembaga pendidikan salah satu sekolah Jesuit, SMA Kolese De Britto Yogyakarta turut membentuk kepribadian siswa dalam memperbaiki kualitas bangsa Indonesia dalam bentuk pendidikan kepemimpinan. Di Indonesia terdapat tiga sekolah kolese yang merupakan rintisan dari tokoh bernama Santo Ignatius Loyola yang menekankan pendidikan Ignasian. Kolese merupakan lembaga pendidikan yang dikelola rohaniwan Katolik (Jesuit) untuk mendidik para 9
pemuda agar memiliki kecakapan intelektual dan siap menjadi pemimpin di berbagai hal. Daftar sekolah kolese di Indonesia khususnya di Jawa yang dikelola Jesuit yaitu SMA Kolese Loyola (Semarang), Kolese Kanisius (Jakarta), dan SMA Kolese De Britto (Yogyakarta). SMA Kolese De Britto Yogyakarta merupakan sekolah kolese yang menekankan nilai pendidikan kepemimpinan dalam kebijakan sekolah. Pendidikan kepemimpinan di sekolah ini secara khusus hanya ada di sekolah kolese yang dikelola Jesuit. SMA Kolese De Britto Yogyakarta sebagai sekolah dengan pedoman prinsip yang berbeda dari sekolah negeri pada umumnya, dengan menerapkan kurikulum KTSP 2006.
SMA Kolese De Britto Yogyakarta berperan
membentuk karakter kepribadian dengan pendidikan kepemimpinan. Sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta mempunyai motto sebagai roadmap yaitu “center for leardership learning”, yang berarti “pusat untuk pendidikan kepemimpinan”. Hal ini membuktikan bahwa banyak pendidikan yang mengutamakan dan membentuk pribadi kepemimpinan siswa. Penerapan pendidikan ini dengan harapan mampu memperbaiki kualitas siswa sebagai generasi calon pemimpin bangsa. Hasil pendidikan yang tercermin dalam pribadi siswa melalui pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta dapat dilihat dari beberapa tokoh di Indonesia, antara lain Y.B. Margantoro (Pemimpin Redaksi Harian Bernas Yogyakarta), Susilo Nugroho “Den Baguse Ngarso” (Seniman), Herry “Gendut” Janarto (Penulis cerpen „Sang Presiden‟), serta masih banyak alumni lainnya yang tentu memiliki ciri khas yaitu karakter kepemimpinan, nasionalis, humanis, religius sebagai hasil 10
pendidikan kepemimpinan Ignasian yang ada di sekolah yang dikelola Jesuit ini. SMA Kolese De Britto Yogyakarta mempunyai komunitas yang mewadahi alumni diseluruh dunia, untuk tetap menjalin komunikasi antar generasi dalam berkarya. Komunitas ini sebagai organisasi, yang merupakan bentuk hasil kepemimpinan yang diterapkan secara konsisten oleh siswa dan alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Para siswa yang bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta ini merupakan siswa pilihan hasil seleksi yang terdiri dari seleksi kompetensi, fisik, dan wawancara. Siswa yang bersekolah di SMA Kolese De Britto mayoritas dari kalangan sosial menengah ke atas, namun tetap ada beasiswa untuk yang membutuhkan. SMA Kolese De Britto Yogyakarta menganut pendidikan homogen, yaitu dalam arti semua siswa yang bersekolah adalah putra. Siswa homogen ini menjadi cirikhas suasana dan hasil pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto. Homogen di sekolah ini semua siswa adalah laki-laki. Berdasarkan wawancara dengan alumni Sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta, bahwa dengan semua siswa laki-laki membuat siswa lebih percaya diri. Melihat observasi hal tersebut juga terdapat persepsi masyarakat bahwa terdapat kejadian bullying antarsiswa dan pendidikan yang terlalu bebas. Masyarakat menilai dengan penampilan bebas berambut panjang siswa dinilai kurang sopan santun dan berkarakter tidak baik. Dalam ranah kebijakan pendidikan, Sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta menerapkan kurikulum KTSP, ditengah maraknya upaya penerapan kurikulum 2013 dalam usaha membentuk karakter bangsa Indonesia. Sekolah 11
ini lebih berlandaskan pada yayasan dan kebijakan pendidikan Ignasian. SMA ini memang selalu mempunyai kebijakan sendiri sebagai hasil kebijakan otonomi dan desentralisasi pendidikan (Student Handbook JB 2013-2014). Pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta ini diharapkan bisa menjadi solusi dalam kebijakan pendidikan Indonesia pada umumnya, dan pemberdayaan pemuda Indonesia pada khususnya. Sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta perlu diteliti dan digali lebih dalam tentang pendidikan kepemimpinan sebagai sekolah Jesuit yang di rintis oleh rohaniwan bernama Ignatius Loyola. Sekolah ini perlu di jadikan tempat penelitian agar di ketahui landasan pendidikan, implementasi, dan dampak sebagai hasil pendidikan kepemimpinan yang sudah diterapkan untuk membentuk generasi bangsa sebagai pemimpin yang berkualitas. Peneliti berharap dengan hasil penelitian ini bisa menjadi informasi dan rekomendasi untuk kebijakan dalam rangka memperbaiki kualitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian di sekolah ini dengan judul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka indentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1.
Konflik yang ada selalu melibatkan orang-orang yang berpendidikan tinggi, dan terlihat bahwa pendidikan kepemimpinan di Indonesia kurang 12
maksimal dan berdampak pada karakter bangsa yang jauh dari harapan. Banyaknya masyarakat yang mudah terpancing amarah, anarkis, dan menyerobot hak oranglain yang dominan muncul dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 2.
Berdasarkan data Polda DIY tentang realitas kekerasan pelajar SMA di kota Yoyakarta, menjelaskan bahwa di kota Yogyakarta terdapat geng pelajar yang masih eksis berjumlah kurang lebih 79 geng pelajar. Berdasarkan data di atas bisa disimpulkan bahwa pernasalahan pelajar juga dikarenakan siswa kurang mampu memimpin diri sendiri.
3.
Dinas Pendidikan sedang menggiatkan pendidikan karakter melalui kurikulum 2013. Hal yang menjadi keprihatinan bangsa Indonesia, yaitu para generasi bangsa banyak yang mengalami permasalahan karakter kepribadian.
4.
Masyarakat Indonesia butuh sosok pemimpin yang menjadi teladan, namun dalam fenomena dan realita yang terjadi justru masyarakat Indonesia melihat berita tentang pemimpin yang terlilit berbagai kasus seperti korupsi, dan kejahatan lainnya. Dalam hal pemilihan pemimpin di Indonesia juga selalu menimbulkan permasalahan dan perlawanan antar golongan.
5.
Terdapat persepsi masyarakat bahwa ada kejadian bullying antarsiswa dan pendidikan yang terlalu bebas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Masyarakat menilai dengan penampilan bebas berambut panjang siswa dinilai kurang sopan santun dan berkarakter tidak baik. 13
C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diidentifikasi di atas, dikarenakan adanya keterbatasan waktu, teori, dan dana maka tidak semua
permasalahan
diteliti.
Melihat
luasnya
permasalahan
terkait
kepemimpinan dalam pribadi generasi muda yang melekat pada pribadi, perlu difokuskan dalam akar permasalahannya. Akar permasalahan ini yaitu kurangnya penanaman nilai kepemimpinan dalam membentuk karakter generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibatasi dan difokuskan pada Pelaksanaan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah; 1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
E. Tujuan Berdasarkan pokok permasalahan yang diangkat dan dengan mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam 14
penelitian ini untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini di harapkan mempunyai manfaat secara praktis maupun teoretis, yaitu: 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi ilmiah dan wacana yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan kepemimpinan serta implementasinya. b. Dengan adanya penelitian ini bisa memperkaya pengetahuan dan mengubah pola pikir masyarakat mengenai kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. c. Membuka
wawasan
masyarakat
khususnya
orangtua
untuk
memperhatikan dan menjadikan rujukan pilihan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah Jesuit ini, karena memiliki ciri khas yang bisa diunggulkan dalam pembentukan pribadi kepemimpinan dibandingkan dengan sekolah reguler lainnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk sekolah terutama Pamong Sekolah, Kepala Sekolah, Kurikulum, Guru, Siswa, dan warga sekolah lainnya. Penelitian ini dijadikan gambaran 15
agar bisa mengembangkan kebijakan dan program tentang pendidikan kepemimpinan agar lebih meningkatkan potensi siswa agar berprestasi di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. b. Bagi Peneliti Penelitian ini bisa memberikan pengalaman berharga dalam menganalisis penerapan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Penelitian ini juga meneguhkan peneliti bahwa pendidikan kepimimpinan memang butuh dianalisis agar bisa bermanfaat bagi pembuat kebijakan pendidikan untuk sekolah di Indonesia. c. Bagi Dinas Pendidikan Hasil penelitian dengan judul Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta memberikan informasi tentang penerapan kebijakan, kurikulum, dan program sekolah untuk Dinas Pendidikan. Informasi ini bisa menjadi gambaran dan masukan rekomendasi kebijakan bagi pihak Dinas Pendidikan agar diterapkan di sekolah reguler lainnya dalam upaya memperbaiki kualitas generasi bangsa.
16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1.
Kebijakan tentang Pendidikan Kepemimpinan a. Hakikat Kebijakan Pendidikan Kepemimpinan Pendidikan
kepemimpinan
tentu
berdasar
pada
sebuah
kebijakan. Pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta telah dilakukan sejak didirikan sekolah tersebut. Pendidikan kepemimpinan ini merupakan sebuah kebijakan sekolah
untuk
meningkatkan
kualitas
pendidikan.
Kebijakan
Pendidikan dalam pandangan Rusdiana (2015:36) merupakan bagian dari kebijakan publik yaitu kebijakan publik dalam bidang pendidikan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan adalah kebijakan yang difokuskan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dalam bidang pendidikan, sebagai salah satu dari tujuan pembangunan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kebijakan pendidikan di negara Indonesia selalu didasari tujuan dan cita-cita nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bamgsa yang tertera dalam pembukaan UUD 1945. Dalam UU No.20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 5, juga menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Tokoh Pendidikan Pemuda, Driyarkara (Hasbullah, 2006:2) mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan pemanusiaan manusia 17
muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Berdasarkan tujuannya, Langeveld (Barnadib, 2013:20) menjelaskan bahwa pendidikan perlu diajarkan sampai anak mencapai kedewasaan secara jasmaniah dan rohaniah. Hal tersebut hampir sama dengan pendapat Ahmad D. Marimba (Hasbullah, 2006:3), yang menjelaskan bahwa pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh
pendidik untuk perkembangan jasmani maupun rohani sehingga terbentuk kerpibadian yang utuh. Unsur dalam pendidikan ini yaitu; pendidik, pimpinan (bimbingan), peserta didik, alat untuk mendidik, isi bimbingan. Terkait dengan ilmu pendidikan, Imam Barnadib (2013:9) menjelaskan bahwa lapangan ilmu pendidikan yaitu dalam pergaulan,
khususnya
pada
orang
dewasa
dalam
masa
perkembangannya. Pendidikan merupakan proses membangun jiwa kepemimpinan dalam diri peserta didik agar mampu berperan positif dalam lingkungan masyarakat. H.A.R. Tilaar (2008:19) mengungkapkan bahwa salah satu makna dalam proses pendidikan yaitu pendidikan sebagai salah satu proses pemberdayaan. Hal tersebut telah diamanahkan dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 3 Undang-undang Sisdiknas menjelaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, 18
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (RI, 2003). Dalam pendidikan nasional menjelaskan bahwa proses pendidikan yang diselenggarakan bangsa bertujuan dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan watak kepribadian bangsa, memajukan kehidupan bangsa, serta mencapai tujuan nasional (Hasbullah, 2006:122). Berdasarkan teori dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa hakikat kebijakan pendidikan kepemimpinan adalah kebijakan dalam usaha membentuk kepribadian manusia yang utuh secara jasmani dan rohani. Dalam rangka membentuk manusia yang utuh, maka diperlukan kerjasama dari berbagai pihak dalam pendidikan. Kebijakan mengenai pendidikan kepemimpinan bertujuan untuk memperbaiki kualitas generasi bangsa khususnya bagi generasi muda. b. Komponen-komponen Pendidikan Dalam pendidikan tentu sangat bergantung pada komponenkomponen didalamnya yang saling berkaitan dan mendukung. Hasbullah (2006:123) menjelaskan bahwa sistem pendidikan terdiri dari komponen-komponen pendidikan sebagai berikut; tujuan, peserta didik, pendidik, alat pendidik, dan lingkungan. Komponen pendidikan juga bisa disebut faktor-faktor pendidikan. Imam Barnadib (2013:26) mengungkapkan bahwa faktor-faktor pendidikan yaitu; 1) Faktor tujuan
19
Dalam pendidikan, segala hal harus bertujuan meningkatkan tingkat kesusilaan peserta didik. Hal tersebut dapat terlihat dari dasar adanya sebuah pendidikan, isi, dan tujuan dari sebuah pendidikan tersebut. Tanpa ada tujuan, maka pendidikan tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan. 2) Faktor pendidik Pendidik yaitu orang yang lebih dewasa sehingga mampu mendidik dan membawa anak menuju ke tingkat kedewasaan. Dewasa yang dimaksud yaitu sudah mencapai umur tertentu, dan memiliki kedewasaan secara mental atau rohani. Seorang pendidik tentu harus memiliki kewibawaan dan keteladanan dalam mendidik. 3) Faktor anak didik Anak didik dalam arti pendidikan yaitu orang yang menerima pengaruh dari orang lain yang menjalankan kegiatan pendidikan, sehingga anak dinilai sebagai orang yang belum dewassa perlu diberi pendidikan oleh orang yang lebih dewasa (pendidik). Dalam proses pendidikan, anak didik menjadi sangat penting karena anak menjadi tanggungjawab pendidik. Anak perlu diberikan pendidikan karena anak adalah makhluk susila, sehingga anak didik diupayakan mencapai tingkat kesusilaannya.
20
4) Faktor alat-alat Dalam kegiatan pendidikan tentu sangat berkaitan dengan alat atau media pendidikan. Alat pendidikan merupakan perbuatan atau situasi yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan yaitu sebagai berikut; perintah, larangan, teladan, hadiah, hukuman, dorongan, hambatan, dan sebagainya. Alat pendidikan juga dapat di sebut sarana prasarana pendidikan. 5) Faktor alam sekitar (milieu) Faktor alam sekitar (milieu) atau yang sering disebut dalam pergaulan atau lingkungan. Hal tersebut sangat menjadi faktor utama perkembangan anak melalui pengalamannya. Ahli pendidik mengungkapkan bahwa milieu terbagi menjadi 3 bagian, yaitu; lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Faktor lingkungan ini perlu dikelola oleh pendidik dalam upaya pendidikan agar anak lebih berkembang dalam kedewasaannya. Dalam upaya membentuk peribadian anak yang didukung pengalaman dalam lingkungan, pendidik perlu mengarahkan kepribadiannya. Dalam hal ini, pendidik perlu mengawasi pergaulan anak dengan temannya dan orang-orang dewasa. Berdasarkan teori di atas maka dapat di simpulkan bahwa komponen – komponen pendidikan yang dapat disebut faktor dalam pendidikan sangat berkaitan. Komponen pendidikan terdiri dari dasar/
21
landasan dan tujuan adanya pendidikan, pendidik, peserta didik, dan lingkungan dalam pendidikan yang berproses dalam pendidikan. c. Pendidikan Kepemimpinan Pendidikan
kepemimpinan
tentu
berdasarkan
dari
teori
mengenai kepemimpinan dan pemimpin. J.M. Pfiffner (1980) (dalam Sudarwan, 2004:55) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni mengkoordinasikan dan memberi arah untuk individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Sedangkan menurut Ki Hadjar Dewantara yang disebut kepemimpinan atau kepemimpinan Pancasila yaitu; 1) Orang yang mampu menjadikan dirinya pola panutan dan teladan sifat atau perbuatannya bagi orang-orang yang dipimpinnya (ing ngarsa sung tuladha), 2) Mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya (ing madya mangun karsa), 3) Mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungajwab (tut wuri handayani) Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, maka dapat di simpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang
yang mampu
bertanggungjawab dalam mengkoordinasi sekelompok orang dan pribadinya
menjadi
teladan,
penggerak,
dan
pengabdi
bagi
sekelompok orang tersebut. Seorang pemimpin tentunya mampu mengambil keputusan, memberi teladan dan bekerja bersama dengan anggota mencapai tujuan bersama. Pemimpin adalah orang yang selalu senantiasa tumbuh, mengembangkan dirinya, menciptakan peluang, dan menghasilkan nilai yang baik dalam kehidupan. 22
Kepemimpinan bukan sekedar diartikan sebagai pemimpin dalam arti politis maupun jabatan manajer. Kepemimpinan lebih mengedepankan kebenaran cara berpikir seseorang. Kebenaran cara berpikit seseorang bisa diatih secara berulang-ulang. Tikno Lensuffie (2010:16) menjelaskan bahwa kepemimpinan berbeda dengan manajemen dan kekuasaan yang sewenang-wenang. Tikno (2010:19) juga menjelaskan ciri-ciri khusus dalam kepemimpinan yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Bersedia mengambil risiko Selalu menginginkan pembaharuan Bersedia mengurus atau mengatur Punya harapan yang tinggi Menjaga sikap positif Selalu berada di muka John P.Kotter (Tikno
Lensuffie, 2010:19)
membedakan
kepemimpinan dan manajemen yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut John P. Kotter Manajemen “Membuat instruksi dan konsistensi”
Kepemimpinan “Membuat perubahan dan kemajuan” Merencanakan dan membuat anggaran Membentuk visi dan strategi Membentuk organisasi dan mengatur Meletakkan orang pada tempat sistem kerja anak buah yang tepat dan membuat sistem komunikasi Melakukan kontrol dan menyelesaikan Memberi motivasi dan inspirasi masalah
Pemimpin lebih berfokus pada perilaku yang benar dan menanamkan atau mengadopsi nilai yang benar demi kemajuan pribadi maupun kelompok. Pemimpin bukan hanya sebuah jabatan yang memiliki wewenang untuk mengatur bawahannya. Pemimpin lebih bermakna sebagai sebuah pribadi yang menjadi teladan. 23
Beberapa tokoh bernama Hughes, Ginet, dan Curphy (Tikno Lensuffie,
2010:
21)
juga
menjelaskan
adanya
perbedaan
kepemimpinan (leadership) dan manajemen, yaitu sebagai berikut; Tabel 2. Perbedaan Kepemimpinan Ginet, dan Curphy Kepemimpinan Membentuk visi Memberi inspirasi Menguatkan Melatih Membuat pemasukan Memperkirakan Membuka kemungkinan Membuka peluang Menyatukan kekuatan
dan Manajemen menurut Hughes,
Manajemen Merencanakan Memberi penghargaan Memerintah Mengajari Mengatur pengeluaran Mengatur anggaran Membuat prosedur Mengatur jadwal Berkoordinasi
Sudarwan (2004:75-76) mengatakan bahwa ada beberapa tipe kepemimpinan, yaitu sebagai berikut: 1) Pemimpin otokratik Pemimpin
otokratik
merupakan
pengkoordinasian
kelompok berdasarkan tindakan menurut kemauan sendiri. Seorang pemimpin berdasarkan tipe ini selalu merasa berpikir benar, keras kepala, dan berjiwa otoriter. Perkembangan suatu organisasi hanya tergantung pada dirinya sendiri. 2) Pemimpin demokratis Tipe kepemimpinan demokratis
berusaha melibatkan
anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Perintah
24
berdasarkan
keputusan
bersama,
dan
setiap
anggota
bertanggungjawab di bidangnya sesuai kesepakatan. 3) Kepemimpinan permisif Tipe kepemimpinan ini tidak mempunyai kepribadian yang kuat dan membebaskan kinerja anggotanya. Akibatnya anggota yang dipegang tidak mempunyai pegangan dan tujuan yang jelas. Anthony D‟Souza (Gunawa, 2014:57) menjelaskan bahwa kepemimpinan sejati pada dasarnya mempunyai tiga sifat, yaitu; ennoble
(memaknai-mengilhami), ennable (memampukan), dan
empower (memberdayakan). Tikno Lensufiie (2002:4-7) menjelaskan bahwa sebagai pemimpin harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu sebagai berikut; 1) Visi Pemimpin harus visioner agar mampu mengetahui apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan pribadi serta tahu apa yang harus dilakukan. Pemimpin yang baik yaitu saling berbagi dan menjelaskan visi yaitu; refleksi diri, membuat visi, menyusun misi
dan
rencana
kerja,
mengkomunikasikan,
dan
mengkoordinasikan visi misinya, serta mewujudkan segalanya bersama dengan semua anggotanya. 2) Spirit
25
Pemimpin pasti harus memiliki semangat tinggi, daya juang, energi yang besar, dan mendorong anggotanya untuk berhasil bersama. 3) Karakter Seorang pemimpin harus memiliki karakter yang baik dan bisa diakui orang lain. Hal tersebut menjadikan pemimpin adalah teladan untuk diikuti anggotanya. 4) Integritas Integritas merupakan penyatuan diri pemimpin dengan apa yang diyakininya untuk dilakukan sepenuhnya. Pemimpin diharapkan memiliki integritas untuk meyakinkan pengikutnya tentang apa yang diyakininya baik. 5) Kapabilitas Pemimpin diharapkan memiliki pengetahuan yang baik tentang hal-hal yang dihadapi. Pemimpin mampu peduli atas kemampuannya dalam membuat keputusan dan mengatur. Greenleaf (Subarto Zaini, 2011:244) juga menjelaskan tentang pemimpin
yang
melayani
(servant
leadership).
Karakteristik
pemimpin yang melayani (servant leadership), yaitu sebagai berikut; a) Mendengarkan dan merenungkan apa yang didengar. Mencoba memahami dirinya sendiri, aspirasi, dan nilai-nilai yang diyakininya b) Adanya empati untuk mengerti orang lain, atau disebut memanusiakan manusia c) Lebih sadar diri dan memiliki roh yang melayani d) Adanya kemampuan untuk mempengaruhi orang lain secara persuasif 26
e) Mampu berpikir secara konseptual Warren Bennis dan Butt Nanus (1995) (Tikno Lensuffie, 2010:22) menjelaskan bahwa pemimpin yang baik seharusnya sebagai berikut; 1) Pemimpin yang baik bisa menarik pengikut bukan mendorongnya 2) Pemimpin mampu memberikan inspirasi 3) Pemimpin mampu merangsang pengikutnya untuk mencapai keberhasilan dengan cara memberikan tantangan, harapan, dan penghargaan atas ketercapaian tujuan 4) Pemimpin mampu memberdayakan pengikutnya, memberi mandat, dan tidak mengingkari atau memaksa dalam melakukan tindakan. Berdasarkan teori psikologi Sudarwan (2004:57) adanya potensi jiwa kepemimpinan seseorang bisa dipersiapkan secara khusus. Persiapan itu bisa melalui pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan perkembangan kepribadiannya, menjadi pemimpin bisa mempelajari subjek berupa ilmu pengetahuan, pengalaman di lingkungan terkait dengan ilmu kepemimpinan. Di sekolah, siswa mampu dididik dengan prinsip kepemimpinan yang membantu siswa bertanggungjawab atas kehidupan mereka, bekerja dengan oranglain secara efektif, dan melakukan hal yang benar meskipun tak seorang pun memperhatikan (Corvey, 2009:14). Bennie E. Goodwin, seorang edukator kulit hitam Amerika juga mendukung adanya pendidikan kepemimpinan dengan ungkapan, “Meskipun calon pemimpin adalah yang dilahirkan, tetapi pemimpin yang efektif adalah yang digembleng” (Piter, 2013: 5).
27
Tikno Lensuffie (2010:55) menjelaskan bahwa ada berbagai tahap dalam pembentukan sifat kepemimpinan dalam tahun awal kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut; a)
Tahap pertama Sejak hasil pembuahan, manusia sudah mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin, karena cikal bakal manusia terbentuk dari pembuahan sel telur dan sperma.
b) Tahap kedua Ketika bayi dilahirkan ke dunia nyata, bayi menangis karena keluar dari zona nyamannya menuju dunia asing yang berbeda ketika di dalam rahim. Pengalaman pertama itu, manusia sudah dilatih untuk menjadi seorang pemimpin. c)
Tahap ketiga Bayi dalam perkembangannya selalu belajar beradaptasi dengan lingkungannya. Secara naluriah pemimpin belajar untuk beradaptasi agar disukai sesamanya, dan tahu cara bersikap dan membawa diri, serta sadar bahwa dirinya berharga.
d) Tahap terakhir Dalam tahap terakhir bayi mulai belajar bergerak dengan kegagalan. Seorang pemimpin juga dilatih untuk belajar dari kegagalan. Berdasarkan beberapa teori di atas maka dapat di simpulkan bahwa seorang pemimpin yang baik mampu menjadi teladan, 28
bekerjasama, melayani dan berjiwa pemimpin. Untuk menjadi pemimpin tentu dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Dalam hal ini tentu pendidikan kepemimpinan sebagai upaya mendidik generasi muda untuk menjadi pribadi kader pemimpin yang dapat menjadi teladan bagi oranglain. d. Keterkaitan Kebijakan Kepemimpinan dengan Kepemudaan 1) Pengertian Pemuda Menurut UU RI Nomor 40 Tahun 2009 pasal 1, ayat 1 tentang kepemudaan menjelaskan bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16-30 tahun. Berdasarkan penjelasan tersebut bisa dipahami bahwa sesorang bisa disebut pemuda setelah menginjak usia 16 tahun. Di negara Indonesia usia 16 tahun pada umumnya sedang menginjak pendidikan tingkat menengah yaitu SMA/SMK. Hasbullah (2006:18) menjelaskan bahwa orang dikatakan dewasa yang memiliki sifat melalui gejala kepribadiannya sebagai berikut; a) Telah mampu mandiri b) Mampu mengambil keputusan batin sendiri atas perbuatannya c) Memiliki pandangan hidup, dan prinsip hidup yang pasti dan tetap d) Kesanggupan untuk ikut serta secara konstruktif pada matra sosio kultural e) Kesadaran akan norma-norma f) Menunjukkan hubungan pribadi dengan norma-norma 29
Selain melalui sifat kedewasaan, Hasbullah (2006:17-18) menjelaskan bahwa pribadi dewasa yang susila memiliki berbagai karakteristik sebagai berikut; a) b) c) d)
Sebagai individualitas yang utuh Memiliki sosialitas yang utuh Memiliki norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan Bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku Berdasarkan teori dari beberapa ahli di atas maka dapat di
simpulkan bahwa pengertian pemuda adalah individu yang telah mencapai usia di atas 16 tahun. Pemuda merupakan agen perubahan kualitas bangsa karena sebagai individu yang menginjak usia dewasa yang mampu berkarya untuk bangsa Indonesia. 2) Permasalahan Kepemudaan Teguh Imam Sationo, SH, M.Sc menjelaskan bahwa negara Indonesia masih terdapat permasalahan dalam kepemudaan yaitu: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j)
Rendahnya tingkat partisipasi sekolah pemuda Rendahnya tingkat pendidikan pemuda Masih tingginya tingkat pengangguran pemuda Terbatasnya sarana dan prasarana pembangunan pemuda Terbatasnya anggaran pembangunan kepemudaan Rendahnya tingkat kapasitas daya saing pemuda Aktivitas pemuda lebih banyak di kota daripada di desa Kementrian dan lembaga yang mempunyai program kepemudaan belum bekerjasama komprehensif integral Degradasi moral Keterbatasan akses sumber daya Berdasarkan penjelasan tersebut dan berdasarkan realita
yang ada di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa permasalahan pemuda lebih disebabkan karena pribadi pemuda itu sendiri. 30
Kepribadian pemuda Indonesia kurang matang, sehingga pola pikir
dan
perilaku
kurang
konsisten.
Dengan
berbagai
permasalahan yang ada pada tataran generasi muda, tentu butuh pendidikan kepemimpinan. 3) Tujuan Pembangunan Kepemudaan Bapak Proklamator Indonesia, Ir.Soekarno mengungkapkan dalam pidatonya tentang kepemudaan yaitu; “Berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Berikan aku 1
pemuda,
niscaya
akan
kuguncangkan
dunia”
(http://kompasiana.com). Berdasarkan pidato beberapa tahun silam yang sudah dijelaskan oleh Presiden RI ke-1, bahwa 1 pemuda pun sudah sangat berperan dalam membuat perubahan dunia. Hal ini membuktikan bahwa pemuda Indonesia adalah harapan dan agen perubahan yang sangat penting dalam menentukan masa depan negara Indonesia. Pemuda dinilai sebagai masa emas untuk mewujudkan dan mengaktualisasikan dirinya untuk berkarya untuk negeri. Pemuda bangsa, baik putera maupun puteri mampu mengembangkan bakat dan potensinya agar dikembangkan untuk menjaga nama baik banga. Hal itu bisa terwujud melalui kompetisi yang menghasilkan prestasi seperti perlombaan,
karya
seni,
pendidikan,
pengabdian,
dan
kepemimpinan pemuda. Untuk mewujudkan prestasi itu tidak lepas dengan pendidikan sebagai dasar utama. Berdasarkan UU 31
No.40 Tahun 2009 pasal 3 tentang kepemudaan, dijelaskan bahwa tujuan kepemudaan yaitu: Terwujudnya pemuda yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam kerangka NKRI. Berdasarkan isi undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa pemuda
tentu
menjadi
harapan
bangsa
agar
mampu
mengaktualisasi jati diri. Jati diri pemuda sangat penting untuk agen perubahan dan membangun bangsa Indonesia di berbagai bidang. Hal yang paling penting dalam membangun bangsa, tentu pemuda harus memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang terwujud dalam sikap kepemimpinannya. Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 4, UU No 40 Tahun 2009 sebagai pemerintah dalam mengupayakan pembangunan pemuda bangsa dengan berbagai pelayanan dan fasilitas. Fasilitas pembangunan kepemudaan berdasar UU No.40 pasal 26, ayat 3 yaitu terwujud dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pengkaderan menjadi pelopor, pembimbingan, dan forum kepemimpinan pemuda. Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah Indonesia sangat mengupayakan adanya pendidikan kepemimpinan untuk pemuda Indonesia yang umumnya sedang menempuh pendidikan di tingkat SMA/SMK. Pemerintah memberikan pelayanan kepada 32
pemuda berupa penyadaran, pemberdayaan, pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda (UU No.40 Tahun 2009 pasal 1 ayat 3). Berdasarkan penjelasan ayat dan pasal dalam UU kepemudaan, dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah menetapkan kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pemuda dalam bidang kepeloporan dan kepemimpinan. Dra. Adiarti Noerdin,MA dalam pelatihan kepemimpinan pemuda dan kemasyarakatan di Jambi (30/09/2011) menjelaskan bahwa sesuai dengan arah pembangunan nasional pengembangan kepemudaan dalam bidang bidang kepemimpinan difasilitasi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi kepemudaan.
Pemerintah
pusat
memfasilitasi
kegiatan
kepemimpinan dalam forum regional dan internasional, seperti: ASEAN, ASEAN+3, ASEAN+6, World Assembly of Youth, World Assembly of Muslims Youth, Asia-Africa Youth Forum, World Scout Jambore, dan pertukaran pemuda. Melalui penjelasan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembangunan pemuda adalah upaya memperbaiki generasi bangsa yang bermula dari pendidikan kepemimpinan untuk orang muda. Orang muda sebagai agen perubahan untuk memperbaiki kualitas bangsa. Upaya ini dilakukan pemerintah melalui berbagai kegiatan dan pemberian fasilitas untuk generasi 33
muda. Pendidikan kepemimpinan juga termasuk upaya yang dilakukan di lembaga pendidikan. 4) Pengarusutamaan Pemuda Pengarusutamaan pemuda merupakan konsep strategi yang harus diupayakan untuk meningkatkan peran pemuda bangsa Indonesia di berbagai bidang dengan terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi dalam seluruh kebijakan maupun program pembangunan. Keterkaitan kebijakan pendidikan kepemimpinan dan kepemudaan juga disampaikan oleh Subarto Zaini (2011:174) yaitu pemimpin yang dibutuhkan Indonesia untuk masa depan harus memiliki kriteria yaitu; memiliki integritas, jujur, berpikir ke depan, cerdas, rendah hati, dan komunikatif. Harapan bagi generasi muda Indonesia dalam hal kepemimpinan adalah model kepemimpinan transformatif, menjadi teladan, pelaku karakter dan budaya. Berikut adalah pilar pengembangan kepemimpinan menurut Subarto Zaini (2011:175) yaitu sebagai berikut; VISI & MISI Menghapuskan: Korupsi, Kemiskinan, Kebodohan
Publik Private/Dunia Usaha Media Massa Masyarakat Madani UUD 1945, Pancasila, dan Demokrasi Gambar 2. Bagan Pengembangan Kepemimpinan menurut Zaini
34
Pada dasarnya pengembangan kepemimpinan harus sesuai dengan landasan negara dan nilai didalamnya. Kepemimpinan lebih menggunakan pendekatan budaya dan perilaku pemimpin sebagai panutan. Sebagai generasi muda Indonesia, gambaran pemimpin lebih visioner, lebih melihat ke depan. Greenleaf (Subarto Zaini, 2011:244) juga menjelaskan kepada pemuda untuk menjadi pemimpin yang hebat, harus lebih dahulu melayani orang lain. Model kepemimpinan yang tepat diterapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia yaitu pemimpin adalah melayani (servant leadership).
2.
Kepemimpinan sekolah Jesuit a. Pendidikan Ignasian Pendidikan Ignasian tentu juga berdasar pada teori mengenai pendidikan. Sindhunata (2009:27) mengatakan bahwa pendidikan merupakan perbuatan fundamental setiap manusia. Pendidikan berarti kebutuhan semua manusia yang paling mendasar. Driyarkara (Sindhunata, 2009:27) seorang Jesuit menjelaskan bahwa pendidik juga harus mendapatkan pengetahuan tentang pedagogi dan didaktik. Pendidikan bukan saja mendapatkan ilmu, namun lebih pada pembentukan sikap, karakter, dan nurani. Makna pendidikan dari tokoh Jesuit lebih menekankan kualitas dari semua komponen pendidikan termasuk pendidik dan isi pendidikan. Teilhard de Chardin (Sindhunata, 2009:36) mengungkapkan bahwa dengan kebebasannya, 35
anak didik mampu mencapai kemandiriannya. Dalam hal ini pendidikan sebagai upaya pendewasaan manusia yang bebas dan bertanggungjawab. Pendidikan Ignasian mengadopsi dan diilhami dari seorang tokoh bernama Ignatius Loyola, penjelasannya sebagai berikut; Ignasius Loyola merupakan seorang bangsawan muda Kristiani yang lahir pada tahun 1491 di Guipuzcoa, Baskia, Spanyol yang terlentang di puri Loyola. Pada tahun 1521 Ignatius menjalani operasi karena kaki kanannya hancur terkena peluru saat terjadi perang antara Spanyol dan Perancis. Selama di kamar sakit, Ignatius membaca buku sehingga ia menemukan arti “kepahlawanan” yaitu perbuatan cinta-kasih, rendah hati, dan perbuatan tobat. Semua pengalaman rohani dicatat oleh Ignatius, sehingga menjadi kumpulan latihan untuk kehidupan Kristiani yang sekarang dikenal dengan nama “Latihan Rohani”. Ia menerapkan “Latian Rohani” bersama 9 kawannya di Paris dan mendirikan tarekat “Societas Iuesus” atau Serikat Yesus, kemudian para anggotanya disebut Jesuit. Santo Ignatius Loyola wafat di Roma pada 31 Juli 1556, dan tanggal ini menjadi hari besar Jesuit. Kawan – kawannya tersebar di seluruh dunia dengan semboyan “Ad Maiorem Dei Gloriam” yang isingkat “AMDG” yang berarti “Demi semakin bertambahnya kemuliaan Allah”. Semboyan ini sampai sekarang diemban oleh para Jesuit termasuk warga sekolah Kolese De Britto. (Student Handbook JB 2013-2014) Ignatius Loyola mengehendaki agar ketaatannya menjadi keutamaan unggul Serikat Jesuit, yaitu karakter yang paling menentukan kualitas hidup. Ketaatan dan sikap Ignatius Loyola bersumber dan berdasar dari teladan sikap Yesus yang dijadikan pedoman hidup. Yesus menurut pandangan Ignatius Loyola dan umat Kristiani adalah seorang pemimpin yang melayani dan penuh kasih. Dalam Kitab Suci, ajaran nilai yang diteladani Ignatius Loyola yaitu
36
kasih. Yesus
mengungkapkan bahwa Kasih dalam arti sebagai
berikut; “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama itu, ialah: kasihilah sesamamu manusis seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Kitab Suci, Matius 22:34-40). Yesus juga menjelaskan bahwa kasih yang perlu dilakukan manusia yaitu sebagai berikut; “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan mencari keuntungan diri sendiri. Ia tiadk pemarahdan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karen ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesutu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (Kitab Suci 1 Korintus 13:4-7) Yesus juga mengajarkan seorang pemimpin yang melayani dengan pengajarannya sebagai berikut; “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Markus 10:43-44) Berbagai hal ajaran Yesus sebagai tokoh pemimpin umat Kristiani, menjadikan pedoman ajaran kepemimpinan Ignastius Loyola. Ignatius loyola memberikan pengajaran yang bersumber dari kepemimpinan Yesus. Oleh karena itu Ignatius Loyola mendidik para muridnya, dan para muridnya dinamakan Jesuit. Pendidikan Ignasian juga bisa disebut pendidikan Jesuit, karena menerapkan nilai Ignasian yang dilakukan oleh Jesuit. Berdasarkan sejarah adanya Jesuit dan 37
pendidikan
Ignasian,
para
Jesuit
mendirikan
sekolah
untuk
mengembangkan pendidikan khusus di sekolah menengah yang disebut kolese. Kolese berasal dari bahasa Inggris yaitu college yang berarti lembaga pendidikan. Pendidikan Jesuit mendidik anak menjadi man for others (manusia bagi orang lain). Anak didik bukan dipandang sebagai robot, namun sebagai manusia yang unik dan khas. Maka pendidik harus siap membimbing anak menjadi pribadi yang utuh. Hal itu disebut cura personalis, yaitu pendampingan pribadi yang menjadi ciri pendidikan Jesuit. Pendidikan Jesuit bukan sebagai pendidikan yang elitis, tetapi memberikan diri bagi mereka yang lemah, terbatas, bahkan mungkin tak mampu (Sindhunata, 2009:36-37). Dalam pandangan pendidikan Jesuit, pendidikan dibuat untuk hidup di dunia dan menyambut dunia. Driyarkara mengungkapkan tentang pendidikan sebagai hominisasi dan humanisasi manusia, yaitu sebagai berikut; “Manusia muda dipimpin dengan cara sedemikian rupa, sehingga dia bisa berdiri, bergerak, bersikap, bertindak sebagai manusia. Manusia tidak hanya harus menjadi homo (manusia), dia juga harus menjadi homo yang human, artinya berkebudayaan tinggi” (Driyarkara tentang pendidikan:ibid, 8586) (Sindhunata, 2009:38) Dalam pendidikan Jesuit sangat dikembangkan segi khayalan, perasaan, dan kreativitas setiap siswa dalam segala mata pelajaran. Segi
yang
memperkaya
akal,
membentuk
kepribadian
utuh.
Pendidikan Jesuit mengandung kesempatan di dalam dan di luar 38
kurikulum bagi semua siswa sampai pada apresiasi sastra, estetika, musik, dan berbagai macam seni (Hartoko, 1991:203). Oleh karena itu, pendidikan Jesuit mengembangkan ketrampilan kepribadian dengan tujuan pembentukan kepribadian seimbang yang memiliki filsafat kehidupan yang diyakini dan kebiasaan untuk berefleksi. Untuk mencapai tujuannya, pendidikan Jesuit menekankan peran setiap orang selaku anggota komunitas insani. Para siswa, guru, dan semua anggota lingkungan pendidikan yang dapat disebut komponen pendidikan diupayakan mampu membina solidaritas yang mengatasi ras, kebudayaan, dan agama. Dalam pendidikan Jesuit mengutamakan pendidikan karakter dengan sopan santun, hormat, kasih dengan sesama sebaagai manusia (Hartoko, 1991:2-4). Bersadarkan dokumen yang berjudul “The Characteristics of Jesuit Education”, ciri-ciri pendidikan Jesuit yaitu; 1) Mengiyakan dunia 2) Membantu ke arah pembentukan menyeluruh dari tiap pribadi dalam komunitas manusia 3) Mencakup dimensi religius yang meresapi seluruh pendidikan 4) Sebagai sarana persiapan untuk hidup dengan tekanan pada kualitas hidup 5) Memajukan dialog sejati dan kritis antara iman dan kebudayaan 6) Mengutamakan perhatian dan peduli pada setiap pribadi 7) Menekankan partisipasi aktif dan kreativitas para siswa dalam proses belajar 8) Menekankan kemampuan dan hasrat untuk berkembang dan belajar seumur hidup, serta sikap terbuka terhadap perubahan 9) Berorientasi pada nilai-nilai yang benar, disiplin, dan baik 10) Menumbuhkan pemahaman diri yang realistik 11) Menumbuhkan pengertian realistik dan kritis akan dunia 12) Menawarkan cara hidup yang menunjukkan keteladanan Tuhan 13) Menyediakan reksa pastoral yang layak, menumbuhkan iman, dan latihan rohani 39
14) Mendorong perayaan iman dalam doa pribadi 15) Mempersiapkan para siswa ke arah keterlibatan yang aktif untuk mewujudkan keadilan sebagai ungkapan iman 16) Mempersiapkan para siswa ke arah keterlibatan aktif selama hidup 17) Usaha membentuk „manusia bagi sesama‟ 18) Kepedulian dan terbuka pada kaum miskin 19) Melayani gereja dan masyarakat setempat 20) Menyiapkan siswa agar aktif di gereja dan masyarakat 21) Mengejar keunggulan manusiawi dan mengembangkan talenta 22) Saksi dalam keunggulan dalam konteks pendidikan 23) Kerjasama antara pihak penyelenggara pendidikan (awam dan Jesuit) 24) Berdasar pada semangat komunitas pada semua unsur komunitas akademik 25) Berlangsung dalam struktur yang mendukung sistem hidup komunitas 26) Menyesuaikan sarana dan metode efektif untuk mencapai tujuan 27) Merupakan sistem sekolah dengan visi dan sasaran umum yang sama, berbagai ide dan pengalaman, tukar pengajar dan siswa 28) Menyelenggarakan latihan profesi dan formasi yang terusmenerus (Subroto, 1995:6-10) Berdasarkan teori dan penjelasan di atas maka pendidikan Jesuit merupakan pendidikan yang bersumber dari pengalaman hidup rohani Ignastius Loyola yang meneladani sikap kepemimpinan Yesus. Pendidikan dalam hal ini sebagai upaya membentuk siswa menjadi manusia yang utuh. Pendidikan Jesuit ini terdapat dalam sekolah kolese yang di kelola oleh murid-murid Ignatius Loyola yang disebut para Jesuit. Dalam sekolah Jesuit, adanya perkembangan kepribadian siswa bergantung pada partisipasi aktif. Langkah yang mengarah pada partisipasi aktif menyangkut studi pribadi, kesempatan untuk menemukan secara mandiri, dan kreativitas serta sikap refleksi. Tugas pendidik yaitu menolong siswa menjadi pelajar yang aktif, dan 40
bertanggungjawab atas pendidikannya sendiri (Hartoko, 1991:207). Hartono (1991:205) menjelaskan bahwa hasil pendidikan Jesuit diukur bukan dari hasil akademik para siswa atau keahlian dan kecakapan para guru, melainkan berdasarkan kualitas hidup. Pendidikan Jesuit mengakui bahwa pertumbuhan intelektual, emosional, rohani, diteruskan selama hidup oleh anggota dewasa dari lingkungan pendidikan, dan program formasi yang terus disediakan untuk membantu dalam pertumbuhan tersebut (Hartoko, 1991: 207). Dick Hartoko (1991:209) menjelaskan bahwa pusat perhatian sekolah Jesuit yaitu pendidikan ke arah keadilan. Pendidikan ini mempunyai tiga aspek yang berbeda, yaitu; 1) Masalah keadilan hendaknya dibahas dalam kurikulum 2) Kebijakan dan program sekolah Jesuit memberikan kesaksian yang nyata akan iman yang mampu memperjuangkan keadilan 3) Tidak ada pertobatan yang sejati ke arah keadilan, kalau tidak ada pelaksanaan dan wujud yang konkret dari keadilan b. Paradigma Pedagogi Ignasian Ajaran pendidikan Jesuit dikenal dengan Pedagogi Ignasian yang berarti cara para pengajar mendampingi siswa dalam perkembangan pribadinya, yang dilandasi spiritualitas Santo Ignatius Loyola. Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI) juga sering disebut Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Subroto (1995:6) menjelaskan Paradigma Pedagogi Ignasian ini sebagai cara mendidik dan membentuk menjadi seorang pemimpin yang cakap, berkompeten, berhati nurani benar, dan berbela rasa. Paradigma Pedagogi Ignasian 41
sangat sesuai dengan visi dan misi pendidikan Ignasian, yang meliputi pengisian pendekatan terhadap nilai belajar dalam kurikulum yang berlaku. Driyarkara (dalam Sindhunata, 200:40) berpendapat bahwa dalam pendidikan, manusia sebagai kawan bagi sesamanya juga berdasar dari tiga pilar pendidikan yaitu; humanistik, dialogik, dan reflektif. Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI) sebagai alat efektif dalam meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam pembelajaran. Dalam paradigma pedagogi Ignasian ini mencakup lima langkah pokok yaitu; a)
Konteks Pemahaman konteks adalah bentuk konkrit perhatian, dan kepedulian terhadapa siswa. Pemahaman konteks membantu para guru dalam menciptakan hubungan
yang
dicirikan oleh
autentisitas dan kebenaran. Jika suasana pembelajaran kondusif, maka siswa akan mengalami bahwa oranglain adalah teman sejati dalam proses belajar. (Student Handbook JB 2013-3014) b) Pengalaman Pengalaman adalah mengenyam sesuatu dalam batin. Pemahaman tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk dalam pengalaman ranah kognitif dan afektif belajar. Pengalaman bersifat langsung dan tidak langsung. Pengalaman 42
langsung dalam pendidikan yaitu melalui percobaan, diskusi, penelitian, proyek pelayanan, dan sebagainya. Pengalaman tidak langsung
bisa
terjadi
melalui
membaca,
melihat,
dan
mendengarkan (Student Handbook JB 2013-3014). c)
Refleksi Subroto (1995:12) menjelaskan bahwa refleksi merupakan permenungan
untuk
membantu
menemukan
makna
dari
pengalaman manusiawi. Refleksi dilakukan dengan memahami arti tentang implementasinya, mencapai insights pribadi ke dalam peristiwa, dan memahami siapa dirinya dan apa yang dilakukan. Refleksi dalam pendidikan dilakukan melalui menyimak kembali secara intensif terhadap pengalaman belajar, seperti materi pelajaran, pengalaman, pemahaman menangkap makna. Siswa dididik untuk merefleksikan hidupnya karena siswa dibimbing agar menyadari bahwa Tuhan selalu berkarya dalam hidupnya (Student Handbook JB 2013-3014). d) Aksi Aksi merupakan perwujudan pengalaman baru berdasar hasil
refleksi
sebelumnya.
Refleksi
yang
bermula
dari
pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru wujud pengambilan sikap atau tindakan. Tindakan yang terkandung pemahaman, keyakinan, dan keputusan dilakukan karena berawal dari kesadaran akan mengambil sebuah tindakan. 43
Keinginan aksi yang dilakukan pun bisa berdasarkan pilihan batin dan lahiriah. Siswa diajak untuk lebih berpikir dan menggunakan hati nurani. Diharapkan siswa mampu merefleksikan dan memilih bahwa aksi sebagai niat diri untuk berkembang dalam kehendak Tuhan. Hal ini mendidik siswa menjadi berkembang lebih dewasa dalam hidupnya sehari-hari (Student Handbook JB2013-2014). e)
Evaluasi Evaluasi mencakup dua hal yaitu menilai kemajuan akademis dan kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh.
Untuk mengetahui perkembangan pribadi, guru
dapat melakukannya dengan mengadakan hubungan interpersonal dengan siswa, angket, dan pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam hal evaluasi ini guru perlu memeperhatikan umur, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap siswa (Student Handbook JB 2013-2014). Melalui penjelasan teori di atas maka dapat di simpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Ignasian sebagai landasan proses pendidikan untuk mendidik siswa mencapai kedewasaannya. c. Kepemimpinan Jesuit Jesuit sebagai kelompok rohani Katolik bernama Serikat Yesus yang didirikan oleh rohaniwan bernama Santo Ignatius Loyola. Dalam pendidikan Jesuit diperhatikan berbagai cara mendidik siswa menjadi kader pemimpin. Jesuit mendidik siswa agar lebih fokus pada empat 44
nilai induk yang menciptakan subtansi kepemimpinan yaitu; kesadaran diri, ingenuitas (fleksibilitas dan kecerdikan), cinta kasih, dan heroisme. Nicolaus Dumais (2013:57) mengungkapkan bahwa pada dasarnya, Jesuit yang diutus ke dunia lebih mengutamakan penampilan dengan berbuat baik. Melalui penampilan yang baik, para Jesuit mampu menghargai oranglain yang dilayani dan dijumpai. Pendidikan kepemimpinan Jesuit melengkapi calon anggotanya agar berhasil dalam membentuk pemimpin yaitu sebagai berikut; 1) Memahami kekuatan, kekurangan, nilai-nilai, dan pandangan hidup mereka 2) Berinovsai dan beradaptasi dengan yakin untuk merangkul seluruh dunia 3) Membangun kontak dengan oranglain dalam sikap yang positif, dan penuh kasih 4) Menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi heroik Pendidikan kepemimpinan Jesuit juga melatih para calon anggotanya untuk belajar memimpin, karena kepemimpinan berawal dari diri sendiri. Tugas seorang pemimpin adalah; 1) Menentukan arah Menentukan visi tentang masa depan dan strategi untuk menciptakan perubahan dalam rangka mencapai visi tersebut. 2) Memadukan orang Mengkomunikasikan arah yang akan ditempuh dengan katakata dan perbuatan kepada semua pihak yang mungkin diperlukan kerjasamanya dengan anggotanya. 45
3) Memotivasi dan memberi inspirasi Menyemangati
orang
untuk
mengatasi
permasalahan
ataupun hambatan besar, dan sumberdaya untuk mengubah dengan memenuhi kebutuhan manusiawi yang berdasar. Seorang pemimpin hendaknya mencari tahu arah untuk melangkah, menunjukkan arah yang benar, mampu menyatukan anggotanya agar mampu melewati rintangan yang tak terhindari. Pendidikan kepemimpinan Jesuit mengenalkan tentang siapa para pemimpin itu, bagaimana mereka hidup, dan bagaimana bagaimana tokoh itu menjadi pememimpin. Pendidikan Jesuit tidak mengajarkan solusi yang serba instan yang menyepadankan kepemimpinan dengan sekedar teknik dan taktik. Kepemimpinan Jesuit ini melihat kepemimpinan itu ada dalam hal hidup sehari-hari, yaitu seperti hal berikut; 1) Setiap manusia adalah pemimpin, dan manusia memimpin sepanjang waktu dengan berbagai cara. Bagi pendidikan kepemimpinan Jesuit, setiap orang adalah pemimpin dan setiap orang memimpin sepanjang waktu dengan cara langsung, jelas nyata, dan cara halus, sulit diukur. Dampak karya seorang pemimpin tidak harus dikenali pada masa hidup mereka, tetapi bisa terwujud satu generasi kemudian melalui orang-orang yang mereka besarkan, didik, nasihati, dan dilatih. 2) Kepemimpinan itu muncul dari dalam pribadi individu. 46
Pendidikan Jesuit lebih berfokus pada siapa sebetulnya seorang pemimpin itu. Bagi pemimpin, alat kepemimpinan yang paling menarik perhatian adalah siapa dirinya. Seorang pribadi yang memahami apa yang dianggapnya bernilai dan yang diinginkannya. Kekuatan terbesar seorang pemimpin adalah visi pribadinya yang dikomunikasikan dalam hidupnya sehari-hari. 3) Kepemimpinan bukan suatu tindakan, tetapi merupakan cara hidup seseorang. Kepemimpinan menurut pendidikan Jesuit yaitu kehidupan nyata seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang mengetahui apa yang dianggapnya bernilai dan apa yang ingin dicapainya maka mampu mengorientasikan dirinya pada lingkungan yang baru, dengan keyakinan diri beradaptasi dengan lingkungannya. 4) Menjadi pemimpin merupakan proses pengembangan diri yang berlangsung terus-menerus tanpa akhir. Kepemimpinan pribadi merupakan sebuah karya dan bersumber pada pemahaman diri yang senantiasa berkembang. Semua perubahan ini menuntut perkembangan atau evolusi yang seimbang dan konsisten sebagai pemimpin. Pendidikan kepemimpinan Jesuit menggunakan prinsip kepemimpinan yang muncul dari tindakan mereka untuk menemukan tema yang mengobarkan jiwa mereka dipuncak kesuksesan mereka, prinsip yang harus diupayakan sebagai berikut; 1) Memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, dan pandangan hidup mereka 47
2) Berinovasi dan beradaptasi dengan penuh keyakinan diri untuk merangkul dunia 3) Melibatkan oranglain dengan sikap positif dan penuh kasih 4) Menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi heroik. Pendidikan kepemimpinan mengajari siswanya agar mampu memahami siapa diri mereka dan apa yang mereka anggap bernilai, menjadi sadar akan kelemahan yang membuat mereka menyimpang, dan memelihara kebiasaan refleksi diri dan belajar tanpa henti. Para Jesuit mendidik melalui latihan yang mengerahkan energi untuk menilai diri sendiri. Melalui pelatihan rohani sebagai hal yang penting dalam mengembangkan, dalam pelatihan wajib yang mencakup segala sesuatu mulai dari pekerjaan kasar sampai meminta makan dan penginapan dalam suatu perjalanan ziarah jarak jauh dengan berjalan kaki. Selesai dari pelatihan itu calon anggota mengerti apa yang dibutuhkan dalam hidupnya, cara mencapainya, kelemahan yang dialami, dan cara menyelesaikan, serta solusi untuk permasalahan tersebut. Pada dasarnya keterampilan nonteknis yang tercakup dalam kesadaran diri itu lebih diutamakan (Student Handbook JB 20133014). Pemimpin
sebaiknya
mampu
mengekspresikan
gagasan,
pendekatan, dan budaya baru ditengah dunia yang selalu berubah. Pendiri Jesuit, Ignatius Loyola mendidik calon pemimpin agar mampu mengelola dengan penuh cinta kasih dan kesantunan sehingga mampu berkembang dalam lingkungan yang penuh semangat “cinta kasih lebih besar daripada ketakutan”. Mereka memperoleh semangat 48
melalui kerjasama yang saling menghargai, mempercayai, dan mendukung mereka. Bagi para Jesuit yang mendidik di berbagai kolese, memfokuskan pada upaya menyediakan hal yang konsisten sebagai pendidikan sekolah lanjutan paling bermutu didunia (Student Handbook JB 2013-2014). Seorang tokoh Jesuit bernama Pater Beek, SJ (bdk. Kathy Paterson, 55 Teaching Dilemmas, Jakarta: Grasindo, 2007:54-55) (2008:262) yang memberi pendidikan kepemimpinan bagi kaum muda melalui kegiatan khalawat sebulan, bertujuan melatih diri pemuda agar; 1) Dapat dipercaya (menerima dan mensyukuri kehidupan, memiliki kejujuran, loyalitas tinggi, melakukan yang benar) 2) Berkarakter baik (hormat, toleransi, anti kekerasan, dan sopan santun) 3) Pribadi yang bertanggungjawab (penguasaan diri, akuntabilitas, mampu menyelesaikan tugas) 4) Berperilaku adil dan terbuka 5) Sikap peduli dan berbuat kasih 6) Menjadi warga negara yang baik 7) Mempunyai pribadi yang pemberani 8) Mandiri, tekun, dan cerdas 9) Pribadi yang bisa diandalkan dan berintegritas tinggi Berdasarkan teori dari beberapa ahli di atas maka dapat di simpulkan bahwa Pendidikan kepemimpinan Jesuit pada dasarnya mendidik agar siswa mampu mengenal diri sendiri dan orang lain. Adanya kesadaran diri, ingenuitas, cinta kasih, dan heroisme menjadi prinsip yang menjadi cara hidup serta cara bertindak sebagai pemimpin yang sejati.
49
B. Penelitian yang Relevan 1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Y. Rimawan Prihartoyo (2014) dengan judul “Manajemen Pendidikan Karakter di SMA Kolese De Britto” menunjukkan bahwa: a. SMA De Britto merencanakan pendidikan karakter dengan berpegang pada pedoman kolese yang ditetapkan oleh pemimpin tertinggi pemilik yayasan SMA Kolese De Britto Yogyakarta. b. Dalam pengorganisasian pendidikan karakter SMA De Britto melalui 3 tahap yaitu: pendidikan eks-kursi bagi kelas X, live in bagi kelass XI, dan retret/gladi rohani bagi kelas XII c. Pada tahap pelaksanaan, SMA De Britto menerapkan aktivitas dan program keteladanan, ekstrakurikuler, perwalian, tata tertib siswa, pendidikan nilai-nilai, dan bimbingan konseling. d. Pada tataran kontrol, SMA De Britto menempatkan pamong siswa sebagai penanggungjawab pendidikan karakter. e. Pada tahap evaluasi, SMA De Britto menyelenggarakan kegiatan gladi rohani untuk evaluasi diri. Penelitian ini berhasil mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana manajemen pendidikan karakter yang dilakukan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta, faktor pendukung, dan faktor penghambatnya. Pendidikan karakter SMA Kolese De Britto dibagi dalam tiga tahapan besar yaitu pendidikan ekskursi, live in, dan retret. Faktor penghambatnya adalah orangtua siswa yang meragukan program pendidikan karakter SMA 50
Kolese De Britto. Sedangkan faktor pendukungnya diketahui adanya yayasan yang kuat, jaringan alumni yang kuat, dana cukup, lokasi strategis, sumber daya manusia unggul, dan lain-lain. Persamaan dengan penelitian ini yaitu upaya pendidikan karakter yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan peneliti lebih memberi fokus pada pendidikan kepemimpinan. 2. Nilai-nilai Pendidikan Multikultural di SMA 5 Kotagede dan SMA Kolese De Britto (Skripsi: Aris Abdul Hadi, UIN) Penelitian ini tentang pendidikan multikultural di SMA Kolese De Britto yang sangat kental dengan religiusitas. Pelajaran yang digunakan adalah pendidikan religius, bukan pendidikan agama tertentu. Persamaan dengan penelitian ini yaitu terkait dengan pendidikan religiusitas di SMA Kolese De Britto. Perbedaannya dalam penelitian tersebut yaitu pendidikan religius dinilai sebagai upaya bentuk program pendidikan kepemimpinan yang akan diteliti. 3. Pengaruh Model Pembelajaran Servant Leadership Learning (SLL) dengan Concept Mapping (CM) terhadap kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis (Chritical Thinking) siswa kelas X SMA Kolese De Britto Yogyakarta (Robertus Arifin Nugroho/ Tesis/ Pendidikan Biologi UNY) Persamaan terhadap penelitian ini yaitu adanya konsep leadership learning di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Sedangkan perbedaannya
51
yaitu dalam penelitian yang dilakukan peneliti lebih fokus dalam segala hal bentuk pendidikan kepemimpinan yang ada di SMA De Britto. C.
Kerangka Pikir
Degradasi Moral Pemuda Indonesia
UU No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas)
UU No.40 Tahun 2009 (Kepemudaan)
Pendidikan sekolah Jesuit
Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto
Ignasian
Kurikulum
Reflektif
Proses Pendidikan di sekolah
Akademik
Guru
Siswa
Evaluasi
Non Akademik
Alat Pendidikan/Metode
Lingkungan
Hasil Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir Penelitian 52
Pada realita kondisi warga negara khususnya moral pemuda masih sangat memprihatinkan. Pendidikan kepemimpinan merupakan sebuah upaya yang mampu memperbaiki dan mengembangkan pribadi warga negara Indonesia khususnya bagi pemuda. Pendidikan kepemimpinan ternyata juga diterapkan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Penelitian pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta, mendeskripsikan segala hal terkait pelaksanaan pendidikan pendidikan kepemimpinan, faktor pendukung, dan penghambat pelaksanaan pendidikan kepemimpinan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memberikan bahan informasi kepada masyarakat mengenai upaya pendidikan kepemimpinan untuk membentuk pribadi yang utuh. Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian tentang pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. D. Pertanyaan Penelitian 1.
Apa saja komponen-komponen yang ada pada pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
2.
Bagaimana proses pelaksanaan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
3.
Bagaimana faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
4.
Bagaimana hasil penerapan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian yang berjudul “Pendidikan Kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta” ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif ini digunakan untuk menemukan, menggambarkan, meneliti, serta menjelaskan kondisi serta kualitas pendidikan kepemimpinan siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Taylor dan Bogdan (Lexi J.Moleong, 2010:4) menjelaskan bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis maupun lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Jiwa kepemimpinan merupakan nilai yang diharapkan Kolese De Britto Yogyakarta bisa dimiliki siswa sebagai kader pemimpin. Sugiyono (2009:15) mengatakan bahwa metode kualitatif sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisime, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen). Moleong (2005:168) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif ini peneliti adalah kunci instrumen yaitu sebagai perencana pelaksana, pengumpul data, analis, penafsir data, dan pelapor. Menurut Sugiyono (2012:301) teknik pengambilan sampel sumber dan data dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling. 54
Teknik pengambilan sampel dapat digambarkan sebagai berikut: G
B
I
A D C
E
H
J
F
Gambar 4: Proses Pengambilan Sampel Sumber Data yang Bersifat Purposive dan Snowball Sugiyono (2011:285) menjelaskan bahwa penelitian ini menetapkan penelitian secara keseluruhan (aspek tempat, pelaku, dan aktivitas) yang berhubungan secara sinergis, namun terfokus pada pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. B. Setting Penelitian Setting dalam penelitian ini yaitu di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan selama bulan Januari 2017 - Maret 2017. Proses penelitian ini diawali dengan perijinan tempat observasi langsung di sekolah untuk mendapatkan data tentang implementasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Data diperoleh untuk memenuhi dokumen yang dibutuhkan dan melakukan analisis hasil penelitian. Setelah itu dilanjutkan analisis dan kesimpulan kesesuaian yang ada di lapangan terhadap teori yang dijelaskan dan bisa diperoleh fakta baru yang muncul selama observasi maupun penelitian. C. Subjek dan Objek Penelitian 1.
Subjek Subjek penelitian merupakan individu yang menjadi sumber informasi selama penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah warga 55
sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang terdiri dari Kepala Sekolah, Pamong Sekolah, Guru, Siswa, dan Alumni SMA Kolese De Britto
Yogyakarta.
Kepala
Sekolah
sebagai
pemimpin
yang
bertanggungjawab dalam kebijakan dan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Pamong Sekolah sebagai pengawas dan pembina dalam sekolah. Guru sebagai pendidik dan fasilitator pendidikan kepemimpinan dalam setiap proses pembelajaran di sekolah. Siswa sebagai pelaku dalam proses pendidikan kepemimpinan. Alumni sekolah SMA Kolese De Britto sebagai bukti penerapan kebijakan pendidikan kepemimpinan. 2.
Objek Objek penelitian merupakan suatu pokok permasalahan yang menjadi bahan penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah kebijakan dan proses pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang meliputi pendidikan akademik dan nonakademik.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian skripsi yang berjudul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta” yaitu meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. 1.
Teknik Observasi
56
Nasution (1988) (dalam Sugiyono, 2012:308) mengatakan bahwa observasi merupakan pedoman dasar semua ilmu pengetahuan. Teknik observasi
dalam
penelitian
ini
sebagai
usaha
peneliti
untuk
mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis secara prosedur atau pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi aktif yaitu melihat kejadian, gerak, dan proses dari data lapangan dan mengikuti berbagai kegiatan di dalamnya. Observasi di SMA Kolese De Britto Yogyakarta yaitu melihat fenomena kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan kepemimpinan. Pada observasi ini terfokus pada gambaran umum lokasi penelitian, kondisi sekolah, dan komponen di dalamnya. Dalam observasi penelitian ini berpedoman pada lembar pedoman observasi dan catatan lapangan agar pengumpulan data lebih maksimal sesuai dengan tujuan. 2.
Teknik Wawancara (interview) Esternberg (2002) (dalam Sugiyono, 2012:317) berpendapat bahwa wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu, dengan orang lain untuk mengetahui suatu kejadian, kegiatan, perasaan dan sebagainya. Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan yaitu
wawancara
mendalam.
Wawancara
mendalam
merupakan
wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan pendidikan kepemimpinan sebagai upaya penerapan nilai kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De 57
Britto Yogyakarta. Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada warga sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Siswa, dan alumni sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Wawancara bertujuan untuk memperoleh data mengenai kebijakan dan penerapan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. 3.
Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi merupakan kegiatan mengumpulkan data dari sumber noninsani yang terdiri dari dokumen dan rekaman. Dalam penelitian
ini
dokumen
yanng
digunakan
adalah
pendidikan
kepemimpinan, hasil kegiatan siswa dalam mengikuti kelas dan keseharian selama di sekolah maupun di luar sekolah. Tentunya kegiatan yang
didokumentasi
adalah
fenomena
penerapan
pendidikan
kepemimpinan siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang meliputi; profil sekolah, visi dan misi sekolah, struktur organisasi sekolah, data siswa sekolah, data tenaga kependidikan dan non kependidikan, slogan dan logo nilai-nilai kepemimpinan, data sarana dan prasarana sekolah, buku pegangan siswa SMA Kolese De Britto, program pendidikan sekolah untuk siswa (akademik dan non akademik), peraturan, dan tata tertib sekolah.
58
E. Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif yang berjudul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta” ini, peneliti merupakan instrumen utama. Peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penafsir data, dan pelapor hasil kegiatan. Peneliti terjun secara langsung ke lapangan dalam mengambil data. Selama penelitian peneliti menggunakan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi. 1.
Pedoman observasi Pedoman observasi merupakan butir-butir pertanyaan secara garis besar terhadap hal-hal yang akan di observasi. Pedoman observasi diperinci dan dikembangkan selama pelaksanaan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan data yang fleksibel, lengkap, dan akurat. Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa kamera dan alat perekam gambar. Berikut kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian yaitu;
59
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi NO Aspek yang Diamati 1. Sarana dan Prasarana
2.
a. b. c. d. e. a. b.
Kegiatan akademik
c. 3.
Kegiatan non akademik
a. b.
4.
Interaksi di sekolah
5.
Interaksi di luar sekolah
Indikator yang dicari Slogan, logo, dan simbol nilai-nilai kepemimpinan Gedung sekolah Ruang kelas Media pembelajaran Perpustakaan Keadaan kelas Proses kegiatan belajar mengajar Kinerja guru dalam pendidikan kepemimpinan Proses kegiatan ekstrakurikuler Kegiatan pengembangan diri diluar sekolah
a. Interaksi Pamong Sekolah, Kepala Sekolah, Guru, dan Staff b. Interaksi guru dengan siswa c. Interaksi siswa dengan siswa d. Interaksi siswa terhadap Pamong Sekolah, Kepala Sekolah, dan Staff a. Interaksi siswa dalam masyarakat b. Interaksi alumni dalam masyarakat
Dalam upaya mendukung kelengkapan data, peneliti membuat catatan lapangan yang berisi hasil pengamatan langsung yang tidak terdapat dalam dokumentasi, observasi, dan wawancara. Tujuan dari catatan lapangan yaitu untuk menambah informasi dan mendukung
60
temuan dalam penelitian yang berjudul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta”. 2.
Pedoman wawancara Pedoman wawancara dalam penelitian ini berisikan tentang pertanyaan-pertanyaan secara garis besar. Dalam pelaksanaannya, pedoman
wawancara
dikembangkan
secara
mendalam
untuk
mendapatkan suatu gambaran subjek dan pemaparan gejala yang tampak sebagai fenomena. Peneliti menggunakan alat bantu berupa buku catatan, kamera, dan alat perekam suara (recorder). Adapun kisi-kisi pedoman wawancara dalam penelitian ini bisa di lihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara NO 1.
2.
3.
4.
Aspek yang Dikaji Indikator yang Dicari Landasan pendidikan Informasi landasan/ latar belakang kebijakan kepemimpinan SMA pendidikan dan nilai kepemimpinan SMA Kolese De Britto Kolese De Britto Yogyakarta Yogyakarta Komponen dalam a. Strategi program kegiatan pendidikan implementasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto kepemimpinan Yogyakarta b. Peran warga sekolah dalam implementasi pendidikan kepemimpinan (Akademik dan Non Akademik) c. Interaksi siswa di sekolah dan di luar sekolah d. Monitoring dan evaluasi. Faktor pendukung dan a. Eksternal penghambat program b. Internal pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Hasil penerapan a. Interaksi alumni dalam masyarakat pendidikan b. Prestasi dan karya alumni kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
61
Sumber Data Kepala Sekolah b. Wakil Kepala Sekolah c. Guru d. Siswa e. Alumni a.
3.
Pedoman dokumentasi Data dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu datadata dalam bentuk catatan, data tertulis, laporan, arsip, foto-foto, rekaman yang berhubungan dengan segala hal yang menangkap tentang perumusan kebijakan dan implementasi pendidikan kepemimpinan yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Kisi-kisi pedoman dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Tabel 5. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi No. Aspek yang dikaji Indikator yang dicari 1. Profil SMA a. Sejarah sekolah Kolese De Britto b. Identitas sekolah Yogyakarta c. Struktur organisasi sekolah d. Sarana dan prasarana sekolah 2. Kebijakan SMA a. Kebijakan sekolah Kolese De Britto b. Program dan kegiatan Yogyakarta pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta c. Aktivitas kegiatan pendidikan kepemimpinan
Sumber data a. Dokumen/ arsip b. Foto-foto
a. Dokumen/ Arsip-arsip b. Foto
F. Teknik Analisis Data Miles and Hubberman (1984) (Sugiyono, 2012:334) mengemukakan bahwa analisis data dengan pendekatan kualitatif deskriptif ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam penelitian kualitatif ini data yang diperoleh berupa observasi, dokumentasi, wawancara, dan catatan lapangan. Dalam penelitian pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta, dilakukan analisis berulang secara rinci. Penelitian ini 62
menggunakan teknik analisis model Miles & Hubberman. Aktivitas dalam analisis data yaitu; 1.
Reduksi data (data reduction) Reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang penting, menemukan tema dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang membantu peneliti dalam mengumpulkan data selanjutnya, dan mencarinya jika dibutuhkan. Reduksi data sebagai langkah untuk mengelompokkan data sesuai kategori dan merangkum data yang telah diperoleh. Kegiatan ini bisa dilangsungkan terus-menerus selama pengumpulan data berlangsung.
2.
Penyajian data (data display) Dalam penelitian kualitatif, setelah kegiatan reduksi data yaitu mendisplaykan data. Penyajian data bisa dilakukan melalui uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sebagainya. Penyajian data pada
umumnya
berbentuk
teks
naratif.
Penyajian
data
bisa
mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut. 3.
Menarik kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing) Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif sebagai penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan dapat berubah apabila ditemukan bukti yang valid dalam tahap pengumpulan data selanjutnya. Kesimpulan yang didukung 63
oleh data dan bukti yang valid, maka kesimpulan merupakan kesimpulan kredibel untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, dan terdapat temuan sebagai hasil penelitian kualitatif. Teknik analisis data ini diperlukan untuk mengetahui pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Berikut ini adalah proses analisis data menurut Miles and Hubberman: Pengumpulan data
Display
Reduksi Kesimpulan/ Verifikasi
Gambar 5. Analisis Data Model “Miles and Hubberman” (dalam Sugiyono, 2011:338) G. Keabsahan Data Keabsahan
data
diperlukan
agar
hasil
penelitian
bisa
dipertanggungjwabkan. Hasil penelitian akan bergantung pada data yang dikumpulkan, sehingga data yang diambil harus teruji keabsahannya. Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi data. Moleong (2010:33) berpendapat bahwa teknik triangulasi merupakan teknik memanfaatkan sesuatu yang berada di luar data. Tujuan triangulasi data yaitu untuk mengecek atau pembanding data. Denzin (Moleong, 2010:330) menjelaskan ada empat cara untuk melakukan triangulasi data yang digunakan untuk melihat keabsahan data yaitu dengan menggunakan teknik pemeriksa yang memanfaatkan penggunaan sumber, penyidik, teori, dan metode. Untuk melihat keabsahan data penelitian ini, peneliti menggunakan 64
triangulasi sumber. Melalui triangulasi sumber, peneliti diharapkan melakukan pengecekan ulang dan melengkapi informasi yang didapat. Peneliti harus melakukan perbandingan antara hasil wawancara dan data observasi (pengamatan). Sumber data dari penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Pamong Sekolah, Guru, Siswa, dan Alumni sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Triangulasi sumber dapat diperoleh melalui cara sebagai berikut: 1.
Melakukan perbandingan informasi dari berbagai sumber primer.
2.
Melakukan perbandingan antara data primer dengan hasil pengamatan peneliti.
3.
Membandingkan antara data primer dan data sekunder.
4.
Membandingkan isi yang beredar dengan pendapat pribadi (klarifikasi isu)
5.
Membandingkan pendapat orang awam dengan praktisi dan akademisi.
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Gambaran Umum Sekolah Jesuit SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Profil Sekolah 1) Nama sekolah
: SMA Kolese De Britto
2) Kepala Yayasan
: A. Gustawan, S.J.
3) Kepala Sekolah
: Agus Prih Adiartanto, S.Pd., M.Ed.
4) Alamat sekolah
: Jalan Laksda Adisucipto 161 Yogyakarta
5) Desa
: Demangan
6) Kecamatan
: Depok
7) Kabupaten
: Sleman
8) Provinsi
: Daerah Istimewa Yogyakarta
9) Status Sekolah
: Swasta
10) Tahun berdiri
: 19 Agustus 1948
b. Latar Belakang Bedirinya Sekolah Jesuit SMA Kolese De Britto Yogyakarta SMA Kolese De Britto dikenal dengan nama De Britto atau “JB” (singkatan dari Johanes De Britto) sebagai sebuah kolese yang menggunakan nama pelindung teladan seorang martir dari India bernama Santo Johanes De Britto. De Britto sebagai Jesuit yang mengilhami spiritualitas Santo Ignatius Loyola dalam menjalani misinya. Kolese De Britto didirikan pada tanggal 19 Agustus1948 dan
66
merupakan salah satu kolese dari 8 kolese Jesuit di Indonesia (Kolese Kanisius di Jakarta, Kolese Loyola di Semarang, Kolese De Britto Yogyakarta, Kolese PIKA di Semarang, Kolese Mikael di Solo, Kolese Gonzaga di Jakarta, Seminari Mertoyudan di Magelang, dan Kolese LeCog de Armanville di Nabire Papua). Sebagai sekolah yang dimiliki oleh Ordo Serikat Yesus, sekolah ini dikelola oleh romo-romo Jesuit dan diselenggarakan berdasarkan semangat dan Spiritualitas Ignasian serta mengacu pada tujuan pendidikan Jesuit. Kolese De Britto sebagai lembaga pendidikan swasta Katolik Jesuit dengan sembilan ciri visi Ignatius yang terumuskan dalam ciri-ciri khas pendidikan pada lembaga pendidikan Jesuit, yaitu tetap setia dan berniat mendidik siswa sebagai kader pemimpin pengabdi yang cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa sekaligus sebagai profil siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Pendidikan di sekolah menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan dan mengantarkan siswa untuk memilih dengan menimbang-nimbang (discerment) yaitu proses yang baik dikenal, dibiasakan, dan secara terus menerus dibadankan dalam diri siswa; agar selepas dari sekolah ini siswa mampu membuat keputusan dan pilihanpilihan yang benar, tepat, sesuai dengan kehendak bebas, kesadaran diri, imajinasi, dan suara hati. Kesempatan belajar di SMA Kolese De Britto merupakan kesempatan untuk melakukan discretio sehingga kolese ini menjadi tempat formatio. (dokumen Kolese De Britto Student Handbook, 2016: v) 67
Kolese De Britto sebagai karya kerasulan Serikat Yesus yang mengembangkan kerja sama antara Jesuit dengan awam yang terlibat dalam komunitas pendidikan yang terdiri dari yayasan, tenaga pendidik dan kependidikan, serta siswa yang bekerja sama untuk mencapai tujuan kerasulan. Organ yayasan berpedoman pada semangat Ignasian ke dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan Kolese De Britto yang menjadi pedoman pelaksanaan program kerja dalam rangka pencapaian tujuan kerasulan pendidikan. 2. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah a. Visi Pendidikan swasta Katolik Jesuit berkarakteristik unggul dalam mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi yang cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa. b. Misi 1) Menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang unggul, bermutu, dan selalu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 2) Mengembangkan
komunitas
pendidikan
yang
memberikan
perhatian khusus kepada pribadi-pribadi yang jujur, adil, utuh, optimal, disiplin, mandiri, kreatif, gigih, cerdas, dan seimbang. 3) Membentuk siswa yang memiliki integritas, bertanggungjawab, berbela rasa, berkeadilan, memperlakukan sesama penuh hormat
68
serta menghargai keberagaman. (dokumen Kolese De Britto Student Handbook, 2016:1) c. Nilai-Nilai Kolese De Britto 1) Kasih Nilai Kristiani yang paling mendasar adalah kasih. “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yoh.15:12). Menurut Santo Ignatius, kasih itu diwujudkan dengan perbuatan daripada dengan kata-kata (LR 230). Atas dasar kasih itulah Kolese De Britto membentuk siswa (membentuk diri) menjadi pemimpin pengambdi yang baik, berbela rasa dan setia, (bdk Mazmur 37:3-4) dan pejuang kebenaran, keadilan, dan kejujuran. 2) Kebebasan Pendidikan Kolese De Britto mengutamakan kebebasan yang merupakan perwujudan konkret nilai kebebasan anak-anak Allah (Roma 8:21). Siswa dididik menjadi pribadi yang bebas dari belenggu gengsi, sikap materialistis, dan kecenderungan mengikuti arus. Sebagai manusia yanng bebas, siswa dididik bertanggung jawab atas pilihan dan tindakannya, memperlakukan sesama penuh hormat, berempati terhadap orang miskin dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup. 3) Keberagaman
69
Pendidikan Kolese De Britto dilaksanakan dalam suatu komunitas yang terdiri dari aneka ragam suku, budaya, agama, dan latar belakang sosial-ekonomi. Siswa dibantu untuk menjadi manusia dewasa yang menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan, menghargai keberagaman, peduli terhadap persoalan radikalisme agama. Ditegaskan oleh Pater Jenderal Nicolas Adolfo, S.J., bahwa pendidikan di SMA Kolese De Britto bukan kompetitor untuk sekolah unggulan, tetapi membuat orang bisa melihat perbedaan dalam realitas dan dirinya sendiri. (dokumen Kolese De Britto Student Handbook, 2016:1-2) d. Tujuan Kolese De Britto Berdasarkan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, Kolese De Britto bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan dilandasi semangat Kristiani dan Spiritualitas Ignasian, sebagai berikut: 1) Terwujudnya
pelayanan
pendidikan
yang
unggul
untuk
menghasilkan lulusan yang berkompeten, berhati nurani benar, mandiri, optimal, dan utuh, serta mampu menggerakkan perubahan. 2) Terbentuknya komunitas pendidikannyang didukung oleh sumber daya yang profesional, bersemangat Ignasian, bermental pemenang, dan
berbudaya
kolese
yang
persaudaraan, dan pelayanan.
70
mengedepankan
persahabatan,
3) Terwujudnya Kolese De Britto sebagai pusat dan acuan dalam pengembangan pembelajaran bermakna berbasis pendidikan nilai bagi komunitas pembelajar lain. (dokumen Kolese De Britto Student Handbook, 2016:2-3) Kolese De Britto sebagai salah satu karya Kerasulan Serikat Yesus berperan dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan Jesuit secara khusus. Kolese De Britto bertujuan membantu proses pembentukan siswa menjadi kader pemimpin
pengabdi
yang
meneladan
Yesus
Kristus
dengan
berkepribadian utuh, optimal, seimbang, jujur, kreatif, kerja keras, humanis, melayani, dan berjuang bagi dan bersama sesama. 3. Identitas Kolese De Britto SMA Kolese De Britto dalam melaksanakan amanat dokumen Latihan Rohani dan ciri-ciri khas pendidikan pada lembaga pendidikan Jesuit. Dokumen itu menegaskan identitas kolese sebagai berikut; a) b) c) d)
Kolese De Britto sebagai wahana religiositas Kolese De Britto sebagai pusat belajar Kolese De Britto sebagai wahana pembinaan kepribadian Kolese De Britto berbela rasa kepada siswa yang kurang mampu (dokumen Kolese De Britto Student Handbook, 2016:5)
4. Keadaan Peserta Didik SMA Kolese De Britto Yogyakarta Siswa SMA Kolese De Britto dididik lembaga kolese dengan harapan sebagai berikut; a) Manusia unggul di bidang akademik, terbuka terhadap pengetahuan dan pengalaman baru (competence) b) Pejuang keadilan bagi sesama yang berlandaskan hati nurani benar dan bela rasa (conscience dan compassion) 71
c) Kader pemimpin yang berkepribadian, mandiri, optimal, dan utuh, serta mampu menggerakkan perubahan (leader) (dokumen Kolese De Britto Student Handbook, 2016:5-6) Tabel 6. Data Siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta NO. 1.
2.
3.
KELAS
SISWA (LAKI-LAKI) 35 35 35 35 35
X1 X2 X3 X4 X5 Jumlah Kelas X XI BAHASA XI IPA 1 XI IPA 2 XI IPA 3 XI IPA 4 XI IPA 5 XI IPS 1 XI IPS 2 XI IPS 3 Jumlah siswa kelas XI XII BAHASA XII IPA 1 XII IPA 2 XII IPA 3 XII IPA 4 XII IPA 5 XII IPS 1 XII IPS 2 XII IPS 3 Jumlah siswa kelas XII Jumlah Total
JUMLAH
244 20 25 24 23 24 24 29 29 29 227 10 29 28 27 27 27 24 24 24 220 691
Sumber : Tata Usaha SMA Kolese De Britto Yogyakarta 5. Data Tenaga Pendidik SMA Kolese De Britto Yogyakarta Berikut adalah data tenaga pendidik SMA Kolese De Britto; Tabel 7. Data Tenaga Pendidik SMA Kolese De Britto NO Keterangan Bidang Kerja Jumlah (orang) 1. Tenaga Pendidik Kepala Sekolah 1 Guru 50 2. Tenaga Non Pendidik Karyawan 30 Pegawai yayasan 5 Jumlah 86 Sumber : Tata Usaha SMA Kolese De Britto Yogyakarta
72
6. Sarana dan prasarana sekolah Sarana dan prasarana di sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta sudah cukup lengkap dan mendukung proses pendidikan. SMA Kolese De Britto termasuk sekolah dengan bangunan klasik namun segala fasilitas sangat lengkap. Bentuk fasilitas pendukung proses pendidikan di SMA Kolese De Britto yaitu sebagai berikut; a) b) c) d) e) f)
Perpustakaan sistem digital dilengkapi jaringan internet Ruang audio visual (dilengkapi AC, TV, komputer, LCD, proyektor) Laboratorium (komputer, fisika, kimia, biologi, dan bahasa) LCD proyektor disetiap kelas Aula (kegiatan basket, bola voli, bulu tangkis, dan kegiatan lain) Fasilitas olahraga (lapangan sepak bola, voli, tenis lapangan indoor, basket outdoor, dan meja pingpong) g) Tempat parkir terbagi-bagi untuk setiap tingkat kelas h) UKS dilengkapi obat-obatan pertolongan pertama i) Kantin mandiri j) Penyediaan air minum di tempat strategis untuk siswa k) Panggung terbuka l) Gazebo m) Studio musik n) Ruang campus ministry o) Kapel p) Ruang liturgi q) Ruang alumni r) Ruang konsultasi siswa s) Toilet, WC, dan kamar mandi t) Ruang presidium u) Ruang koran v) Ruang berlatih gamelan dengan seperangkat gamelan Jawa w) Hot spot gratis yang dapat di akses si seluruh kompleks sekolah selama 24 jam per hari. (sumber: Student Handbook JB 2016-2017)
73
7. Struktur Organisasi Yayasan Kolese De Britto Struktur organisasi yayasan Kolese De Britto yaitu sebagai berikut;
Gambar 6: Struktur organisasi SMA De Britto
74
B. Hasil Penelitian 1. Komponen – komponen dalam Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Landasan Normatif/Values Pendidikan Kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta merupakan salah satu sekolah
Jesuit
kepemimpinan
di untuk
Indonesia mendidik
yang
menerapkan
manusia
muda.
pendidikan Pendidikan
kepemimpinan di SMA Kolese De Britto berdasarkan visi spiritual Santo Ignatius Loyola. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan wakil kepala sekolah bagian kesiswaan (pamong sekolah). Beliau mengatakan: “Para Jesuit memiliki perhatian pada pendidikan orang muda. Dalam sejarahnya, Ignatius menyadari bahwa pada konteks jaman waktu itu di Eropa situasi politik dan gereja sangat kacau. Lalu Ignasius memulai reformasi perbaikan gereja kualitas hidup manusia dengan pembaharuan dari dalam. Ignasius menekankan pendidikan orang muda untuk menjadi pemimpin dan bisa merubah dunia. Dengan memberi bekal pendidikan pada orang muda harapannya agar kedepannya orang muda bisa memimpin di berbagai tempat (bangsa, dsb). (FJ/w/02/02/17) Hal senada diungkapkan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum yaitu sebagai berikut; “Menumbuhkan kepemimpinan diturunkan dari visi misi sekolah yaitu kepemimpinan pelayanan (leader of service). Bagian kurikulum menjadi sarana dalam bidang akademik dan non akademik dalam pendidikan kepemimpinan. Secara akademik ada dinamika pengajaran diarahkan membentuk jiwa kepemimpinan pelayanan dalam pembelajaran.” (TW/w/08/02/17)
75
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa Para Jesuit yang
mengilhami
memperbaiki
kepribadian
kualitas
generasi
Igantius muda
Loyola, melalui
berkehendak pendidikan
kepemimpinan yang melayani (leader of service). SMA Kolese De Britto Yogyakarta menjadikan nilai spiritualitas Ignasian sebagai landasan pendidikan kepemimpinan. Hal itu dibuktikan melalui ungkapan kepala sekolah De Britto yaitu sebagai berikut; “Sebagai sekolah Katolik, pemimpin yang diacu adalah Nabi Isa (Yesus Kristus). Dasar sekolah ini adalah kepemimpinan Jesuit seperti Ignastius Loyola sebagai pendiri ordo Jesuit. Iganius Loyola menjadi inspirasi sekolah De Britto. Jadi spiritualitas yang dihayati yaitu spiritualitas Ignatius, sedangkan De Britto sebagai nama pelindung. Dua tokoh ini menjadi landasan inspirasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Brito.” (AP/w/07/02/17) Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan (pamong sekolah) menegaskan pernyataan sebagai berikut; “Dalam konteks De Britto, landasan mendidik anak bukan hanya lulus secara kognitif. Pendidikan lebih membekali agar menjadi pemimpin (pemimpin keluarga, diri sendiri, dalam jenjang karir dalam masyarakat). Kita sudah punya dasar nilai 4C yaitu, competence; bagaimana siswa diharapkan mempunyai pengetahuan seluas-luasnya, consience; bagaimana hati nurani diarahkan pada hati nurnai yang benar, compasion; bagaimana tangan ini membantu hati, comittmen; bagaimana kita membantu saudara kita yang mengalami ketidakadilan, tersingkirkan, dan lemah. Dan semua ini di dalam pendidikan De Britto yang ingin kita dasari menjadi pemimpin yang memiliki kompetensi, hati nurani benar, mengulurkan tangan, dan membela mereka yang mengalami ketidakadilan. SMA Kolese De Britto memiliki kekhasan yaitu leadership yang memiliki kompetensi, hati nurani benar, bisa mengulurkan tangan, memperhatikan orang yang mengalami ketidakadilan.” (FJ/w/02/02/17) 76
Hal senada dengan pendapat di atas juga diungkapkan oleh Pak TW, yaitu sebagai berikut; “Landasan dari St. Ignatius adalah kepemimpinan Jesuit itu sendiri. Dalam perbuatan yaitu memilih dan mempertanggungjawabkan, cara berpikir, bertindak, juga mengilhami tokoh St. Ignatius sendiri. Kurikulum juga mendasarkan pada pendidikan Ignatius yang terwujud dalam akademik dan non akademik. Dalam akademik mengupayakan agar pelajaran dibawa pada nilai-nilai kepemimpinan yaitu kejujuran, semangat, tanggungjawab, kepedulian.” (TW/w/08/02/17)
Berdasarkan data di atas menjelaskan bahwa dasar pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto berlandaskan spiritualitas Ignatius Loyola yang meneladani kepemimpinan dan ajaran kasih dari Nabi Isa (Yesus Kristus). Pendidikan kepemimpinan yang diterapkan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta melandaskan pendidikan Jesuit. Pendidikan kepemimpinan yang diharapkan di SMA Kolese De Britto adalah pemimpin melayani (leader of service) yang unggul dalam kognitif, hati nurani, bela rasa, dan jiwa kepemimpinan (3C+1L). Dengan landasan pendidikan spiritualitas Ignasian/ Pedagodi Ignasian tentu menerapkan nilai-nilai Ignasian dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto. Pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto sudah ada sejak lama namun baru terumuskan kurang lebih 4 tahun terakhir. SMA Kolese De Britto menerapkan pendidikan kepemimpinan untuk menghidupi nilai spiritual St.Ignatius Loyola. Segala sistem pendidikan kepemimpinan 77
juga mengacu pada nilai-nilai Jesuit yang dilakukan Ignatius. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan siswa kelas XII IPA 1 SMA De Britto, yang menjabat sebagai ketua presidium (WK); “Disini ada spiritualitas Ignasian, jadi kita meneladani Ignastius sebagi model di kolese De Britto dan bagaimana kita bisa berbuat dengan menyadari bahwa Tuhan ada disekitar kita. Kekhususan kepemimpinan sekolah Jesuit menjadi spriritualitas yang kita hayati yaitu 3 C. Perbedaan sekolah De Britto dengan yang lain yaitu tidak terikat dengan seragam karena sekolah ingin siswa dengan pribadi yang otentik bukan diseragamkan, dan kepemimpinan yang memiliki 3C.” (WK/w/27/01/17) Hal ini juga ditegaskan oleh wakil kepala sekolah bidang humas (WD) yang mengungkapkan hal serupa; “Valeunya adalah kepemimpinan yang 3C+1L (competence, compassion, conscience, and leadership)”(WD/w/07/02/17) Berdasarkan nilai-nilai Jesuit yang dihidupi di SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga dipahami oleh semua warga sekolah De Britto Yogyakarta. Pendidikan kepemimpinan dalam sekolah De Britto juga menjadi pendidikan bagi semua warga sekolah. Nilai-nilai spiritualitas Ignasian bertujuan untuk mendidik siswa menjadi pemimpin melayani yang unggul dalam kompetensi, hati nurani, berbela rasa, dan berjiwa pemimpin. Nilai spiritualitas Ignasian yaitu kepemimpinan yang bertanggungjawab, refleksi diri, berbuat kasih, dan sebagainya. Dengan berdasarkan landasan pendidikan kepemimpinan Jesuit juga mempunyai tujuan untuk mencapai visi sekolah. Hal berikut juga di ungkapkan oleh AP selaku kepala sekolah mengenai harapan output 78
peserta didik setelah mendapat pendidikan kepemimpinan yaitu sebagai berikut; “Harapan output nya yaitu lulusan De Britto bisa memimpin dirinya sendiri, seperti halnya alumni bisa memiliki sikap yang bisa bertanggungjawab atas pilihannya. Bisa menjadi pengaruh, pelopor, dan leader dalam lingkupnya. Arahnya menjadi leader yang memperjuangkan keadilan sosial.” (AP/w/07/02/17) Hal senada juga di ungkapkan oleh FJ selaku pamong sekolah yaitu ; “Pendidikan di kelas X berharap agar siswa memperdalam spiritualitas dan mengenal diri sendiri, dan kelas XI siswa keluar dari diri sendiri yaitu memimpin kelompok dan kegiatan.” (FJ/w/02/02/17) Hal tersebut di pertegas oleh PD selaku alumni SMA Kolese De Britto yaitu; “Siswa dididik menjadi pemimpin yang melayani, bukan hanya menyuruh tetapi berani bekerja di dalam programnya. Prinsipnya To service to competence, compasion, consience harapannya menjadi pemimpin pengabdi yang cakap memiliki kompetensi unggul pemikiran tinggi, bertanggung jawab, dan berhati nurani.” (PD/w/27/02/17) Berdasarkan pendapat dari berbagai komponen pendidikan di atas dapat di simpulkan bahwa adanya tujuan dan harapan sekolah terhadap adanya pendidikan kepemimpinan yaitu menjadikan siswa menjadi kader pemimpin yang cakap dalam kompetensi, hati nurani, kepedulian, dan jiwa kepemimpinannya. b. Stake Holders
79
Dalam pendidikan kepemimpinan ini membutuhkan komponenkomponen pendidikan seperti kepala sekolah, guru, siswa, kurikulum, lingkungan, dan segala hal yang mendukung terlaksananya pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Hal tersebut seperti dikatakan oleh pamong sekolah Romo FJ tentang komponenkomponen pendidikan kepemimpinan yaitu; “Seluruh dari civitas academica warga sekolah De Britto, seperti direksi, karyawan, guru yang setiap hari bertemu siswa, siswa. Berawal dari Ignatius dalam sekolah Jesuit, dan sekolah De Britto kemudian keseluruhan pendidik di SMA Kolese De Britto. Teman mereka pun menjadi sarana dalam pendidikan leadership.” (FJ/w/02/02/17) Hal senada juga disampaikan oleh kepala sekolah Pak AP yaitu; “Semua orang dewasa berperan di SMA ini, yaitu guru, karyawan, murid, dan semua warga sekolah. Semua orang terlibat disekolah ini, misalkan orangtua pun yang hadir di sekolah juga terlibat dalam pendidikan kepemimpinan. Secara formal, ada formasi yaitu kepala sekolah, wakil-wakil kepala sekolah, guru. Tujuan pendidikan dari negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dan masing-masing sekolah memiliki ciri khas yang berbeda termasuk di De Britto mencirikhaskan yaitu leadership.” (AP/w/07/02/17) Ditegaskan oleh Pak TW sebagai wakil kepala sekolah bidang kurikulum yaitu sebagai berikut; “Yang berperan adalah semua warga sekolah yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.”(TW/w/08/02/17) Seperti hal yang diungkapkan oleh pamong sekolah yang mempunyai wewenang mengenai pendidikan kepemimpinan ini yaitu sebagai berikut;
80
“Formasi yang berarti membadankan nilai spiritualitas Ignasian pada guru, karyawan, siswa, bahkan orangtua siswa supaya gagasan pendiri sekolah kita itu nyambung. Termasuk karyawan sekolah juga berperan. Ketika anak disekolah mendapat pendidikan bersama sekolah, dan mengajak orangtua untuk sosialisasi Ignasian informasion for parent. Hal tersebut menghindari agar jangan sampai pendidikan di rumah menjadi mentah lagi” (FJ/w/02/02/17) Pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta memang melibatkan seluruh warga sekolah untuk menghidupi nilainilai kepemimpinan Ignasian. 1) Kepala Sekolah Dengan berbagai komponen pendidikan yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta dalam upaya mendukung pendidikan kepemimpinan, maka diperlukan interaksi antar komponen. Berikut diungkapkan Bapak AP selaku kepala sekolah terkait interaksi pendidikan kepemimpinan‟ “Interaksi kepala sekolah yaitu menyusun program, mensosialisasikan program ke warga sekolah, mengontrol dan mendelegasikan kegiatan. Pada saat tertentu melakukan kegiatan forum di aula. Interaksi tidak harus langsung tetapi juga mendapat persetujuan dari semua warga sekolah. Jadi interaksi bukan hanya top down, tetapi lebih ada timbal balik.” (AP/07/02/17)
Berdasarkan data di atas dan juga berdasaran observasi, peneliti melihat bahwa peran kepala sekolah sebagai pengarah semua warga sekolah untuk mencapai visi sekolah. setiap hari Senin, Kepala Sekolah mengadakan rapat untuk semua pendidik SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Berdasarkan informasi dari 81
kepala sekolah, bahwa kepala sekolah berperan untuk memberikan sosialisasi dan kontrak pendidikan bagi orangtua siswa baru yang bersekolah di De Britto dalam rangka inisiasi, dan bertujuan untuk memberikan informasi pendidikan kepemimpinan yang akan diberikan untuk siswa. Hal tersebut juga merupakan peran kepala sekolah untuk menjalin kerjasama terhadap semua orangtua yang mempercayakan sekolah untuk mendidik putra-putrinya. 2) Pendidik (Guru, Pamong Sekolah) Peran yang sangat penting dalam proses pendidikan kepemimpinan adalah pendidik (guru, pamong sekolah). Berikut juga diungkapkan Romo FJ selaku pamong yang banyak berperan dalam pendidikan kepemimpinan, yaitu sebagai berikut; “Yang khas dari sekolah Jesuit adalah cura personalis, yaitu mencari kehendak Allah. Cura personalis bisa dikenali secara pribadi dengan kesadaran bahwa kita mencari yang paling baik dalam proses. Dalam dialog colocium, tantangannya yaitu belum bisa berkomunikasi secara langsung kepada semua siswa dan membutuhkan orang-orang yang menemani saya. Pamong butuh tim untuk menemani yaitu koordinator ekskul (3 orang), wali kelas (5 orang), guru piket (7 orang), campus ministry (3 orang), pendamping presidium (3 orang). Sehingga formasinya jelas dan berjalan dengan baik.” (FJ/w/02/02/17) Berdasarkan pendapat di atas menjelaskan bahwa kinerja pendidik membutuhkan kerja sama dari komponen pendidik yang berkaitan. Hal tersebut juga berkaitan dengan interaksi yang di lakukan peserta didik. 3) Peserta Didik 82
Hal senada juga diungkapkan oleh siswa SMA Kolese De Britto bernama WK mengenai interaksi yaitu; “Interaksi dekat dengan karyawan, satpam, rumah tangga, karyawan, teman-teman dan guru karena memang mencari relasi.” (WK/27/01/17) Berbagai data di atas menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan juga sangat membutuhkan peran dan interaksi dari berbagai komponen pendidikan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta yaitu antara pendidik dan peserta didik yang dipengaruhi oleh lingkungan.
Gb7. Interaksi Pendidik dan Siswa Dalam Pelajaran Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti menghasilkan dokumentasi berupa fenomena guru yang sedang men-transfer value pada siswa. Terlihat bahwa siswa De Britto adalah homogen laki-laki. Mereka saling berperan dalam bidang masing-masing yang bertujuan untuk mendidik siswa memiliki jiwa kepemimpinan melayani dengan berbekal nilai 3C+1L. c. Lingkungan
83
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti untuk melihat kondisi lingkungan sekolah SMA Kolese De Britto memang sangat mendukung proses pendidikan kepemimpinan. Lingkungan termasuk bentuk fisik sekolah, suasana, dan interaksi semua warga sekolah. Terlihat saat pulang sekolah, siswa bermain di pos satpam sampai sore untuk basa-basi dengan menggunakan bahasa “Jawa ngoko”. Peneliti juga melihat siswa yang menyapa kakak angkatannya dengan sapaan “dab” dan “bro”. Ada pula siswa yang menyapa guru dengan berteriak karena jarak yang agak jauh dengan sapaan sebagai berikut; “Pak, aku pulang duluan ya!”. Siswa menyapa guru dengan melambaikan tangan sambil tersenyum, dan guru itu pun juga menyambut dengan tersenyum. 2. Pelaksanaan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Kepemimpinan Dalam melaksanakan pendidikan kepemimpinan, SMA Kolese De Britto Yogyakarta memeiliki berbagai strategi. Strategi pendidikan kepemimpinan yang berlandaskan tujuan pendidikan Ignasian dijabarkan melalui berbagai cara. 1) Motto Sekolah SMA Kolese De Britto memiliki motto sebagai strategi untuki mengarahkan tujuan menuju visi sekolah yaitu “center for leadership learning”. Motto dimaksudkan oleh Romo FJ dengan hal sebagai berikut; 84
“Kita memfokuskan pada leadership, sehingga motto ini ingin kita hidupi. De Britto diharapkan menjadi tempat pembelajaran tentang leadership pada siapapun yang akan bertanya dan berbagi tentang leadership. Kalau ada sekolah lain yang ingin tahu dan belajar kita terbuka termasuk kolese lain, kita bisa berbagi tentang leadership.” (FJ/w/02/02/17) Pak WD sebagai wakil kepala sekolah juga menyatakan serupa bahwa; “Harapannya adalah lembaga ini menjadi rujukan sekolah lain yang ingin belajar soal kepemimpinan. Hal ini menjadi cita-cita sekolah, dan itu menjadi roadmap untuk mencapai visi itu. (WD/w/07/02/17) Pak TW sebagai wakil kepala sekolah bidang kurikulum menegaskan bahwa; “Sebagai roadmap (peta jalan) sekolah agar sesuai dengan visi nya.” (TW/w/08/02/17) Motto sekolah ini juga mendukung visi sekolah yaitu menjadi Pendidikan swasta Katolik Jesuit berkarakteristik unggul dalam mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi yang cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa. 2) Program Sekolah Dengan adanya visi sekolah dan motto untuk mengarahkan visi tersebut, juga didukung strategi dengan program yang ada. Berdasarkan observasi peneliti di SMA Kolese De Britto terdapat program sebagai strategi sekolah dalam upaya pendidikan kepemimpinan sebagai sekolah Jesuit yang mengadopsi nilai spiritualitas Ignasian melalui berbagai program sebagai berikut; 85
Tabel 8. Data Program 3C+1L NO
2.
Olah Budi (Competence) Proses belajar sesuai kurikulum KTSP Tutorial
3. 4.
Pengayaan Lomba akademis
5. 6.
Orientasi profesi Education fair
1.
LEADER OF SERVICE Olah Raga Olah Rasa (Compassion) (Conscience) Ekstrakurikuler Retret / Gladi Rohani olahraga Ekstrakurikuler non lahraga (keterampilan) Classmeeting
Olah Kepemimpinan (Leadership) Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD)
Ekaristi
Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjut (LKTL)
Live In Sosial Ekstrakurikuler bidang seni
Presidium Kepanitiaan Pengurus kelas
Program di atas sudah terangkum dalam penekanan nilai 3C+1L yang rutin dilaksanakan di setiap masa nya. Program ini merupakan strategi sekolah sebagai upaya atau misi menuju visi nya menjadi kader pemimpin. b. Proses pendidikan kepemimpinan Berdasarkan landasan pendidikan Jesuit dengan menghidupi nilai-nilai Ignasian menjadikan dasar SMA Kolese De Britto dalam menerapkan pendidikan kepemimpinan. Berdasarkan visinya juga untuk membentuk siswa menjadi kader pemimpin, maka sekolah membentuk berbagai strategi melalui berbagai bentuk program dan kegiatan. Program pendidikan kepemimpinan ini juga terwujud dalam penerapan setiap hari, dan tiap semester, yaitu sebagai berikut; Tabel 9. Program antar angkatan Kelas X Inisiasi LKTD Studi ekskursi Presidium Perwalian
Kelas XI Panitia Inisiasi LKTL dan bela negara Live in sosial Presidium FOP (Karya Ilmiah)
86
Kelas XII Panitia Inisiasi Retret (Katolik) Gladi rohani (non Katolik) Orientasi profesi
Berdasarkan tabel di atas maka diuraikan penekanan nilai 3C+1L dalam setiap angkatan yaitu sebagai berikut;
Tabel 10. Komponen Nilai 3C+1L kelas X No 1.
Komponen Nilai Kepemimpinan Competence (Kepandaian)
Program Lomba akademis
Perwalian
2.
Compassion (Kepedulian)
Ekstrakuriku ler (Olahraga)
Ekstrakuriku ler non olahraga (keterampila n)
Deskripsi
Proses Pendidikan
Dalam kegiatan lomba akademis, siswa mengikuti perlombaan dari informasi yang ada di sekolah, seperti; lomba debat, karya ilmiah, dan lomba lain yang bersifat akademis. Kegiatan perwalian dilakukan oleh wali kelas untuk meningkatkan keakraban antarsiswa dan menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi pada siswa terhadap warga sekolah (siswa, guru, karyawan). Sebagai calon pemimpin, setiap siswa harus sehat dan bugar serta dapat berkembang sewajarnya. Siswa di latih untuk mengembangkan raganya. Kepedulian perlu di tingkatkan dengan hati dan seluruh fisiknya. Dalam hal ini juga mendidik siswa untuk terampil dalam berkarya, maka sekolah mengadakan ekstrakurikuler non olahraga bidang keterampilan. Kegiatan ibadah (doa, renungan, misa, pendalaman iman) untuk menambah keimanan siswa
Siswa mendapat pengalaman lomba untuk melatih kemampuannya. Siswa bisa merefleksikan makna kegiatan lomba untuk mengembangkan talentanya. Siswa mampu menceritakan keluh kesahnya dan didengarkan guru. Hal tersebut mendidik siswa untuk meningkatkan kepedulian dan keterbukaan antara siswa dan guru.
3.
Conscience (Hati Nurani)
Pembinaan Rohani
4.
Leadership (Kepemimpinan )
Latihan Kepemimpin an Tingkat Dasar (LKTD)
Kegiatan ini wajib diikuti oleh siswa kelas X. Dalam LKTD ini diberikana untuk menanamkan butir-butir nilai kepemimpinan ke dalam diri siswa sejak dini.
Presidium
Presidium sebagai salah satu upaya penanaman leadership melalui bentuk organisasi, namun pada pelaksanaan lebih pada kepanitiaan kegiatan yang wajib diikuti oleh setiap siswa.
87
Siswa mendapat pengalaman dari guru yang mengajari olahraga dan mampu meniru serta mengembangkannya. Siswa juga bisa memaknai ekstrakurikuler yang diikuti.
Siswa mampu mengolah kemampuannya dalam hal ketrampilan dan bisa memaknai apa yang telah diajarkan guru padanya. Guru dan siswa bersamasama untuk ibadah kepada Tuhan. Siswa mampu merefleksikan kasih Tuhan dalam hidup siswa seharihari Guru memberikan teladan dan materi agar dipahami serta diikuti siswa. Siswa mendapat pengalaman dan mampu memaknai materi kepemimpinan. Siswa diberikan kebebasan organisasi agar berlatih membuat acara dan berkomunikasi dalam panitia. Siswa diajak memaknai kepanitiaan.
Berdasarkan penjelasan tabel di atas melalui berbagai kegiatyan yang dilakukan sekolah untuk para siswa diperoleh peneliti melalui observasi dan berdasarkan dokumen sekolah. Proses pendidikan yang terjadi yaitu upaya dari pendidik terutama pamong sekolah yang dibantu oleh guru SMA De Britto untuk menjadi teladan dan fasilitator dalam kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan observasi peneliti, dalam keseharian di sekolah guru juga memberikan contoh dan teladan untuk saling menyapa dan peduli antarteman sebagai bentuk
nilai
pemimpin
yang
melayani.
Upaya
pendidikan
kepemimpinan dalam kelas X yaitu siswa mampu mengenal dirinya sendiri dan memimpin dirinya sendiri. Bentuk evaluasi selain kemampuan yang didasarkan pedoman sekolah, terlebih melalui buku refleksi setiap siswa untuk memaknai setiap kegiatan terhadap perkembangan pribadinya yang merupakan campur tangan Tuhan. Setelah proses pendidikan kepemimpinan yang ada di kelas C, maka dilanjutkan pendidikan kepemimpinan di kelas XI. Pendidikan kepemimpinan di kelas XI yaitu mendidik siswa untuk lebih mengenal dunia sekitar yang ada di sekolah. Pelaksanaan pendidikan tidak terlepas dari peran antarkomponen pendidikan seperti guru, pamong sekolah, karyawan, dan sebagainya. Program kegiatan pendidikan yang dilakukan di kelas XI yaitu sebagai berikut;
88
Tabel 11. Komponen Nilai 3C+1L kelas XI N o 1.
Komponen Nilai Kepemimpinan Competence (Kepandaian)
Lomba akademis
2.
Compassion (Kepedulian)
Ekstrakurikuler (Olahraga)
Program
Ekstrakurikuler non olahraga (keterampilan)
3.
Conscience (Hati Nurani)
Pembinaan Rohani
4.
Leadership (Kepemimpinan )
Presidium
Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjut (LKTL)
Deskripsi
Proses Pendidikan
Dalam kegiatan lomba akademis, siswa mengikuti perlombaan dari informasi yang ada di sekolah, seperti; lomba debat, karya ilmiah, dan lomba lain yang bersifat akademis. Sebagai calon pemimpin, setiap siswa harus sehat dan bugar serta dapat berkembang sewajarnya. Siswa di latih untuk mengembangkan raganya. Kepedulian perlu di tingkatkan dengan hati dan seluruh fisiknya. Dalam hal ini juga mendidik siswa untuk terampil dalam berkarya, maka sekolah mengadakan ekstrakurikuler non olahraga bidang keterampilan.
Siswa dibiasakan oleh guru untuk mengasah kemampuannya untuk berlomba. Siswa juga dibiasakan mampu memaknai perlombaan yang diikuti terhadap perkembangan dirinya. Siswa dididik oleh guru ekstrakurikuler untuk berlatih sesuai minat bakatnya. Dengan pengalaman berlatihnya siswa dididik untuk saling peduli dengan temannya dan memaknai semua kegiatannya.
Kegiatan ibadah (doa, renungan, misa, pendalaman iman) untuk menambah keimanan siswa Presidium sebagai salah satu upaya penanaman leadership melalui bentuk organisasi, namun pada pelaksanaan lebih pada kepanitiaan kegiatan yang wajib diikuti oleh setiap siswa. LKTL wajib diikuti oleh siswa kelas XI untuk berkembang menjadi kader pemimpin yang berkepribadian, mandiri, optimal, dan utuh serta mampu menggerakkan perubahan (leader) yang sesuai dengan visi sekolah.
Siswa dididik untuk melatih bakat minatnya dan membimbing temannya. Siswa diajari untuk berbagai ketrampilan dengan temannya dan bisa memahami maksud kepeduliannya. Guru membiasakan siswa melalui pengalaman ibadah di sekolah untuk memaknai iman rohani masing-masing. Siswa mendapat pengalaman nilai kepemimpinan untuk mampu mempraktekannya dan memaknai tujuan presidium bagi perkembangan dirinya di bawah awasan guru. Pendidikan kepemimpinan dari TNI (militer) untuk memberikan pengalaman kepada siswa agar mampu memaknai kepemimpinan yang bersifat militer terhadap perkembangan pola pikirnya.
Berdasarkan tabel di atas melalui berbagai program pendidikan kepemimpinan yang menekankan nilai 3C+1L pada siswa yaitu mendidik siswa agar mengenal lingkungannya dan mampu memimpin dalam kelompok. Dalam penelitian ini guru berperan sebagai 89
fasilitator dan pengawas siswa dalam beraktifitas untuk mendapatkan pengalaman baru. Pengalaman baru tersebut menjadi bahan renungan siswa untuk merefleksikan diri agar ada niatan diri untuk bertindak lebih baik di hari berikutnya. Setelah mengenal dalam kelompok siswa perlu dididik dalam tingkat lanjut yaitu di kelas XII yaitu sebagai berikut;
Tabel 12. Komponen Nilai 3C+1L kelas XII N o 1.
Komponen Nilai Kepemimpinan Competence (Kepandaian)
Program Orientasi profesi
Education fair
2.
Conscience (Hati Nurani)
Retret/Gla di Rohani
Deskripsi
Proses Pendidikan
Orientasi profesi yaitu kegiatan siswa untuk melihat langsung kaitan antara jurusan pilihan di perguruan tinggi dengan profesi yang dikuasai siswa. Kegiatan ini wajib di ikuti oleh siswa kelas XII yang berlangsung 3 hari di rumah keluarga yang berprofesi relevan dengan jurusan yang di pilih siswa. Sekolah menghadirkan perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta baik dalam maupun luar negeri. Melalui kegiatan ini, siswa mendapat informasi yang jelas untuk membantu siswa menentukan pilihan jurusannya. Kegiatan ini wajib di lakukan untuk kelas XII. Retret di lakukan untuk siswa Katolik, dan gladi rohani untuk siswa non Katolik. Kegiatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan nilai yang diperoleh.
Siswa memperoleh pengalaman mengenai infornasi profesi yang diinginkan. Pengalaman yang bersifat pengetahuan diperoleh dari alumni JB yang sesuai dengan cita-cita siswa. Sekolah hanya memfasilitasi secara materi. Siswa dididik untuk mampu memaknai pengalaman untuk perkembangan pola pikir dan bertindak untuk selanjutnya agar terarah dan baik.
90
Siswa mendapat pengalaman informasi dari perguruan tinggi. Siswa diajak untuk menimbangnimbang langkah yang akan dilakukan dan mampu memaknai hal tersebut terhadap perkembangan pribadinya.
Guru/ pamong sekolah mengajak siswa untuk mengenal dan merenungkan sejauhmana keimanannya melalui ibadah dan doa renungannya. Siswa menerima nilai kerohanian dalam merefleksikan dirinya setelah melakukan rangkaian retret.
Berdasarkan dokumen sekolah dan observasi yang dilakukan peneliti mengenai pendidikan kepemimpinan, maka upaya pendidikan kepemimpinan dalam kelas XII yaitu siswa mampu menjadi pribadi yang matang dan siap untuk mengenal dunia diluar yang akan datang setelah lulus sekolah. berdasarkan pendidikan ini, guru (pamong sekolah) dibantu oleh pihak luar seperti alumni dan pihak lain yang berkaitan
membantu
menjadi
teladan
dan
fasilitator
dalam
menyalurkan value kepemimpinan yang melayani dalam bentuk kepedulian dengan sesama didasari hati nurani yang benar. Setiap selesai mengikuti kegiatan pendidikan yang ada adalah refleksi sisa untuk instropeksi diri agar membantu siswa dalam mengolah pikir, menata
hidup,
dan
berperilaku.
Harapannya
pendidikan
kepemimpinan dari kelas X sampai XII mampu menjadi bekal siswa untuk berperan dalam sekolah lanjut maupun masyarakat. Berdasarkan data di atas mengenai program kegiatan yang menekankan nilai kepandaian, hati nurani, kepedulian, dan kepemimpinan.
Gb8. Kegiatan Siswa untuk Berkarya Menyablon Kaos 91
Berdasarkan observasi dan dokumentasi di atas membuktikan bahwa siswa di SMA De Britto menggunakan baju bebas dan mereka sangat kreatif dalam hal seni. Dalam gambar terlihat siswa sedang memamerkan karya sablon yang bertuliskan De Britto. Berbagai kegiatan lain yang termasuk penjabaran kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa sesuai minat bakatnya yaitu sebagai berikut; Tabel 13. Cabang Ekstrakurikuler NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
OLAHRAGA Sepak bola Basket Volly Tenis meja Tenis lapangan Flagfootball Renang Bulutangkis Taekwondo Pencak silat Wingchun
CABANG EKSTRAKURIKULER SENI KETERAMPILAN Teater Fotografi Karawitan Sinematografi Musik (band) Jurnalistik Breakdance PADEBRI (Pecinta Alam JB) Sanggar seni PMR Paduan suara Desain grafis English Club
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti ketika setiap hadir di sekolah selalu memperhatikan adanya eksamen/ refleksi tengah hari yang dilakukan siswa setiap harinya. Memperhatikan program pendidikan kepemimpinan yang dilakukan setiap hari, maka terdapat program lain yang dilakukan sekolah berdasar waktu masingmasing yaitu sebagai berikut; Tabel 14. Aktualisasi program rutin pendidikan kepemimpinan AKTUALISASI PROGRAM RUTIN PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN SETIAP HARI PER MINGGU/TAHUN Kedisplinan Selamat Pagi De Britto (JB) (Senin): Evaluasi – Apresiasi – Tema Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Misa angkatan (Kamis)/ Perwalian Doa Angelus Ekaristi Misa Kelas (Selasa-Rabu) Retret Guru/ Karyawan Ekstrakurikuler Kelompok minat bakat
92
Mengenai strategi dan program yang ada di sekolah SMA Kolese
De
Britto
untuk
pendidikan
kepemimpinan
seperti
diungkapkan pamong sekolah sebagai berikut; “Dalam konteks akademik, guru menginputkan value tentang kepemimpinan dasar pendidikan Jesuit. Dalam sekolah tentang pendidikan kepemimpinan lebih banyak dalam kegiatan pengembangan diri, seperti inisiasi yaitu mengenalkan budaya sekolah, kepanitiaan, live in secara berkelompok yang terawasi, serba serbi input (kelas XI masuk untuk sharing ke lapas wirogunan, dsb), studi ekskursi, LDK, LKTL, orientasi profesi, dll. Semua itu mendidik anak untuk menjadi pemimpin yang memiliki 3C.”(AP/w/07/02/17) Pendidikan kepemimpinan ini juga terangkum pada kurikulum yang mendasari pelaksanaan pendidikan sekolah. Program yang dijabarkan melalui kegiatan di sekolah terhitung banyak dan berjalan sesuai rencana. Kegiatan ini juga diungkapkan pihak yang berwewenang yaitu pamong sekolah, Romo FJ; “Ada dua bentuk kegiatan dari pamong dan setiap satu semester punya agenda besar. Kelas X mendapat inisiasi (mengenali sekolah ini masuk dalam tubuh De Britto), kelas XI dan XII sosialisasi sebagai panitia. Kelas X mendapat Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) (penekanannya mereka mengenal komunitas mereka, mengenali diri sendiri), kelas XI mendapat Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjut (LKTL) (mereka diharapkan untuk mengenal bela negara), XII ada orientasi profesi (live in ke tempat alumni yang mempunyai profesi sama). Di setiap akhir kegiatan ada refleksi. Semester genap pada kelas X; studi ekskursi, live in sosial, retreat. Studi ekskursi mengajak siswa agar dekat alam ciptaan non manusia, mereka diajak dekat dengan alam dan selama 4-5 hari siswa belajar kerajinan dalam kelompok (batik, dawet, kerajinan dari kelapa, fotografi, dll). Bagaimana siswa mengolah hasil alam dalam bentuk kerajinan termasuk belajar ketelitian. Kelas XI mengajak siswa bersosialisasi dengan manusia lain melalui live 93
in sesuai kebutuhan. Siswa diajak berelasi dengan orang yang tersingkirkan (jompo, cacat ganda) dan menguji bagaimana kamu memiliki hati nurani untuk sesama mendengarkan mereka yang tidak terdengarkan. Kelas XII mendidik siswa untuk berelasi dengan Tuhan, untuk Katolik yaitu retret dan non Katolik melalui gladi rohani dengan dinamika yang hampir sama. Dalam kegiatan presidium melalui kepanitiaan kegiatan. Kepanitiaan bukan karena dibuat heboh, tetapi belajar kepemimpinan agar mengalami jadi panitia. Semua siswa minimal sekali menjadi panitia.”(FJ/w/02/02/17)
Berdasarkan data di atas jelas pendidikan kepemimpinan dilaksanakan pada semua siswa SMA Kolese De Britto untuk mendidik menjadi pemimpin yang berkompeten, berhati nurani, berbela rasa, dan berjiwa pemimpin. Dalam kegiatan ini peran utama pamong sekolah sebagai pihak yang berwewenang sangat penting dengan bantuan dari berbagai pihak. Hal tersebut juga dijelaskan Romo FJ sebagai pamong sebagai berikut; “Yang khas dari sekolah Jesuit juga yaitu cura personalis, yaitu mencari kehendak Allah. Cura personalis bisa dikenali secara pribadi dengan kesadaran bahwa kita mencari yang paling baik dalam proses, dialog colocium, tantangannya saya belum bisa berkomunikasi secara langsung kepada semua siswa dan membutuhkan orang-orang yang menemani saya. Pamong dibantu sub pamong mengurus presensi keterlambatan, guru piket membantu sub pamong, guru pendamping ekskul, guru BK, campus ministry (kerohanian), presidium. Wali kelas setahun dua kali melakukan wawancara, perwalian, ekskul pendampingan, dan BK sangat membantu. Mereka membuat informasi ke saya tentang siswa (prestasi akademik dan non akademik, sejarah keluarga) yang membedakan sekolah ini dengan sekolah lain adalah JB memiliki pamong yang mengurus ijin siswa dan semua tentang siswa. Setiap siswa yang ijin tidak masuk, kita menelepon orangtua siswa. Saya butuh tim ini untuk menemani yaitu koordinator ekskul (3 orang), wali kelas 94
(5 orang), guru piket (7 orang), campus ministry (3 orang), pendamping presidium (3 orang).
Berdasarkan data di atas pendidikan kepemimpinan yang dikelola oleh pamong sekolah dengan dukungan warga sekolah yang bertujuan mendidik siswa menjadi pemimpin yang melayani sangat mempengaruhi. Program yang dipaparkan di atas terangkum dalam tujuan pendidikan kepemimpinan dengan bekal program dari 3C. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari Bapak WD selaku wakasek; “Dari program 3C+1L, secara khusus ada kegiatan LDK, LKTL, pengelolaan event-event, presidium, live-in juga mengarah ke 3C. Keinginan kita adalah mendidik siswa menjadi pemimpin yang ber-3C.”(WD/w/07/02/17) SMA Kolese De Britto dalam upaya menjalankan visinya melalui pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto ada dalam bidang akademik dan non akademik. Dalam bidang akademik guru menginputkan value kepemimpinan dalam pembelajaran. Dalam bidang non akademik ada program dari pamong dan presidium. Program dari pamong untuk kelas X yaitu; inisiasi, LKTD, studi ekskursi, kelas XI yaitu; LKTL, Live In sosial, kelas XII yaitu; Orientasi profesi, retret, gladi rohani. Setiap selesai semua kegiatan selalu diadakan refleksi. Pengembangan diri dari presidium berupa kepanitiaan, yang diikuti semua siswa minimal satu kepanitiaan. Contoh kegiatan presidium yaitu liga JB, malam ekspresi.
95
Gb9. Kegiatan Orasi Siswa Sebagai Bekal Calon Presidium Berdasarkan observasi peneliti yang ditemani oleh alumni SMA De Britto memperhatikan sikap siswa dalam pelaksanaan orasi di Malioboro sebagai bukti keberanian siswa untuk mempengaruhi lingkungan sekitar. Selain melalui program bentuk kegiatan yang dilaksanakan setiap semester, Pamong juga mengupayakan pendidikan refleksi yang dilakukan setiap hari dan setiap kegiatannya. Berdasarkan pengamatan yang di lakukan oleh peneliti ketika jam pulang sekolah pada siang hari ada satu siswa yang masuk menuju ruang TU untuk memimpin doa Angelus dan melakukan eksamen/ refleksi siang hari dengan menggunakan iringan musik renungan yang dilakukan kurang lebih 20 menit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat alumni SMA Kolese De Britto (PD) ; “Di sekolah setiap hari juga ada penanaman pendidikan kepemimpinan. Misalnya setelah pulang sekolah, jika ada permasalahan per angkatan atau satu lingkup sekolah kita mengadakan forum, mulai dari kubu-kubuan per angkatan, dsb. Hal itu dilakukan satu bulan sekali, dan sekarang jarang karena tergantung permasalahannya. Disetiap akhir jam pelajaran ada refleksi, karena meneladan pendidikan pola hidup Santo Ignatius 96
jadi tidak cuma melakukan pengalaman tetapi merefleksikan dari setiap pengalamannya agar bermanfaat/bermanfaat. Hal itu dilakukan setiap hari selama 15-20 menit.” (PD/w27/01/17)
3. Faktor
pendukung
dan
hambatan
penerapan
pendidikan
kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Pendidikan kepemimpinan sebagai kebijakan pendidikan untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian generasi muda Indonesia. SMA Kolese De Britto sebagai sekola yang dikelola Jesuit juga mempunyai tujuan untuk mendidik kepemimpinan bagi manusia muda sejak awal sekolah ini didirikan meski dengan latarbelakang berbeda setiap periodenya. Akhir-akhir tahun ini SMA Kolese De Britto mendidik manusia muda agar memiliki jiwa kepemimpinan yang 3C+1L. Dalam upaya ini sudah tertera dalam visi dan misi sekolah yang dihidupi dan berlandaskan nilai spiritual Ignasian. Meskipun demikian, berbagai tantangan ada dalam setiap program dan upaya kegiatan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Tantangan lebih bersifat teknis namun tidak terlalu menghambat kebijakan pendidikan kepemimpinan di sekolah Jesuit ini. Tantangan ini dialami oleh pihak pengelola pendidikan kepemimpinan, seperti Bapak AP sebagai kepala sekolah yaitu; “Hambatan yang ada yaitu ketidaksamaan agenda sekolah swasta dengan dinas. Tidak sejajarnya bentuk program sekolah dan program dinas, misalnya disini sudah lebih ke kegiatan namun dinas masih menggunakan model ceramah. Hal itu lebih pada permasalahan dinas yang punya agenda lain, karena planning yang tidak panjang 97
sehingga tidak cocok dengan planning panjang SMA De Britto. Hambatan dari orangtua yang ingin mendidik anak secara kognitif, jadi saat akan ada kegiatan orangtua tidak mengijinkan anaknya. Dana yang besar juga terkadang menjadi kendala kegiatan, misal saat ingin kerjasama dengan pihak luar. Kendala juga mencari tempat untuk kegiatan besar seperti live in, yang juga menjadi kendala dalam pendanaan.” (AP/w/07/02/17) Hal ini juga dialami oleh Romo FJ selaku pamong sekolah yang banyak berperan dalam pendidikan kepemimpinan; “Tantangannya yaitu mengajak siswa agar lebih kreatif. Jumlah siswa yang banyak dan butuh tempat yang besar dan luas yang lumayan sulit untuk dicari. Tantangan pada orangtua yang belum bisa melepas siswa karena terlalu mencintai anak terlalu dalam. Terkadang tantangan intern yaitu kegiatan banyak namun juga mempunyai nilai yang bagus. Manajemen waktu sudah diantisipasi dari awal, dan tantangan pada siswa yaitu ada keseimbangan.”(FJ/w/02/02/17) Tantangan yang dialami oleh komponen pendidik dalam upaya pendidikan kepemimpinan ada yang bersifat intern dan ektern. Dalam segi intern yaitu tantangan untuk mendidik siswa lebih kreatif dan menjadi pemimpin yang ber 3C+1L. Sedangkan tantangan di lingkup ekstern yaitu tantangan dari orangtua siswa terhadap pelaksanaan setiap program pendidikan kepemimpinan seperti Live in, LKTD, dan sebagainya. Tantangan ekstern juga bersumber dari Dinas Pendidikan dalam pelaksanaan program yang kurang sepadan, dan tantangan teknis dalam mencari tepat untuk melaksanakan program kegiatan, serta permasalahan waktu dan dana untuk efektifitas kegiatan. Disamping itu permasalahan terhadap komponen peserta didik dalam mendapatkan pendidikan kepemimpinan lebih bersifat pribadi. Hal tersebut diungkapkan oleh siswa SMA Kolese De Britto yaitu; 98
“Permasalahan pertama lebih pada dari diri sendiri. Manusia kan ada sifat malas sifat negatif itu yang menghambat diriku untuk berkembang.”(WK/w/27/02/17) Hal itu juga diungkapkan oleh PD sebagai alumni SMA Kolese De Britto, yaitu sebagai berikut; “Lebih ke minat siswanya, biasanya mereka kalau tidak minat menjadi malas. Saya juga pernah malas mengikuti, tapi lama-lama juga antusias.”(PD/w/27/02/17) Berdasarkan
data
di
atas
bisa
ditarik
kesimpulan
bahwa
permasalahan yang ada dalam upaya pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga dialami siswa. Permasalahan siswa disebabkan karena minat dan sifat pribadi yang kurang berpartisipasi dalam pendidikan kepemimpinan. Hal ini dimaksudkan bahwa siswa banyak yang sudah memahami dan tertarik dengan pendidikan kepemimpinan, namun karena permasalahan pribadi yang menghambat niat dalam berpartisipasi mengikuti kegiatan. Dari berbagai data di atas menunjukkan bahwa untuk menerapkan pendidikan kepemimpinan terdapat berbagai tantangan intern dan ekstern yang menjadi faktor penghambat sekolah dalam mencapai visinya. Berbagai tantangan tersebut tentunya membutuhkan upaya untuk menanganinya. Dukungan dan kerjasama warga sekolah dalam upaya mencapai visi sekolah sangat diperlukan. Seluruh warga sekolah bahkan orangtua siswa telah memahami visi misi sekolah dan menghidupi nilai pendidikan Jesuit yaitu nilai spiritualitas Ignasian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bapak AP sebagai kepala sekolah, yaitu; 99
“Hal yang mendukung di sekolah ini adalah sekolah swasta yang sesuai dengan manajemen berbasis sekolah memberikan kewenangan. Adanya relasi dengan sekolah Jesuit (kolese lain) termasuk kolese di dunia. Terpahaminya visi oleh para pendidik disini sehingga mendukung adanya pendidikan kepemimpinan.” (AP/w/07/02/17) Hal itu juga diungkapkan oleh WK sebagai siswa SMA Kolese De Britto yaitu sebagai berikut; “Hampir semua yanga ada disekolah ini, dari pendidik, dari para tenaga pekerja (rumah tangga, karyawan) karena mereka ada disini dan menghidupi nilai-nilai dari De Britto ini. Jadi mendukung fasilitas dan sarana prasarana yang ada disini. Suasana sekolah juga relatif mendukung, keseluruhan saya senang belajar disini.” (WK/w/27/02/17) Berdasarkan data di atas juga membuktikan bahwa pendidikan kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai pendidikan Jesuit yang bersumber dari Ignasius Loyola juga telah dipahami oleh seluruh warga sekolah. Adanya kekeluargaan di sekolah ini juga membangun proses pendidikan
kepemimpinan
lebih
bermanfaat.
Hal
tersebut
juga
diungkapkan PD selaku alumni SMA Kolese De Britto, yaitu; “Faktor kekeluargaannya, saat sudah merasa kekeluargaanya lebih bisa merasakan pendidikan kepemimpinan lebih bagus. Hal itu juga bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari.”(PD/w/27/02/17) Hal
tersebut
juga
membuktikan
bahwa
upaya
pendidikan
kepemimpinan dalam sekolah Jesuit sudah berjalan sesuai rencana, meskipun tantangan intern dan ekstern ada secara teknis namun tidak menjadi hambatan besar adanya kebijakan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.
100
4. Hasil Penerapan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Berdasarkan tujuan pendidikan Jesuit yang bersumber dari nilai spiritualitas Ignatius Loyola melalui berbagai strategi dan kerjasama dari komponen yang ada di SMA Kolese De Britto terdapat hasil pendidikan kepemimpinan yang telah di terapkan. Berdasarkan dokumen SMA Kolese De Britto dalam data terdapat acuan hasil pendidikan kepemimpinan untuk mendapatkan apresiasi yaitu best of the best award dan de britto award, penjelasannya sebagai berikut; Kriteria best of the best award : a. b. c. d.
Tekun, setia, dan konsisten mengikuti ekstrakurikuler dari kelas X Mempunyai kemampuan untuk memimpin Tidak pernah melanggar tata tertib sekolah Memiliki keseimbangan diri dalam mengolah sisi akademis dan non-akademis
Kriteria de britto award : a. Memenuhi syarat-syarat 3C+1L Tabel 15. Syarat-syarat 3C+1L NO 1.
NILAI Competence
2.
Conscience
3.
Compassion
4.
Leadership
DESKRIPSI Mempunyai nilai di bidang akademis yang selalu meningkat di atas KKM dan tidak pernah tinggal kelas. Mempunyai kompetensi di bidang nonakademis yang ditunjukkan melalui kesetiaan, ketekunan, dan prestasi lomba yang diraih. Mempunyai prinsip yang teguh dan kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang lain, percaya diri, jujur, terbuka, dan berkembang menjadi lebih baik. Mempunyai kepedulian kepada sesama dan lingkungan yang ditunjukkan dengan aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan sekolah, kegiatan masyarakat, dan selalu berefleksi. Mempunyai kesanggupan dan pengalaman di berbagai bidang untuk terlibat aktif mengembangkan jiwa kepemimpinan.
101
b. Tidak pernah melanggar tata tertib sekolah c. Aktif dalam berbagai kegiatan seperti presidium, young catholic student (YCS), kerja sosial, atau kegiatan lainnya.
Selain dengan bentuk apresiasi ada juga acuan untuk perkembangan pribadi siswa yaitu melalui rapor pengembangan diri. Rapor berisi hasil pencapaian pengembangan diri baik dalam bidang akademis maupun nonakademis selama belajar di SMA Kolese De Britto. Rapor tersebut dikelompokkan sebagai berikut: Tabel 16. Rapor Nilai Kepemimpinan NO 1.
NILAI KEPEMIMPINAN Competence
DESKRIPSI
2.
Conscience
3.
Compassion
Berisi capaian hasil pengembangan diri di bidang olah kepedulian sosial, misalnya live-in sosial, bakti sosial, pengolahan sampah sekolah, kebersihan sekolah, UKS, membantu karyawan saat pulang sekolah, memberikan turorial sebaya.
4.
Leadership
Berisi capaian hasil pengembangan diri di bidang olah kepemimpinan, misalnya terlibat aktif di dalam presidium, kepanitiaan, pengurus kelas, latihan dasar kepemimpinan.
Berisi capaian hasil pengembangan diri di bidang olah budi baik akademis maupun nonakademis dalam kejuaraankejuaraan internal dan eksternal, misalnya olahraga, seni, sains, olimpiade sains nasional, orientasi profesi, seminar jurusan, studi ekskursi. Berisi capaian hasil pengembangan diri di bidang olah rasa dan olah budi, misalnya terlibat di dalam tim kerohanian, retret, pengembangan minat dan bakat di bidang seni seperti teater dan cheers.
Data di atas memang sebagai acuan secara data, namun pada realitanya
untuk
mengukur
hasil
perkembangan
dari
pendidikan
kepemimpinan terlihat dalam tulisan hasil refleksi yang di lakukan oleh siswa. Untuk hasil sementara dengan adanya pendidikan kepemimpinan 102
juga mampu mendidik pola pikir siswa secara perlahan untuk menjadi pribadi yang lebih berjiwa pemimpin. Hal tersebut seperti di ungkapkan oleh AP selaku kepala sekolah yaitu; “Sejauh ini ketika visi ditegaskan pada pemimpin yang melayani, maka anak bisa menentukan pilihannya. Mereka bisa menentukan sikap untuk memilih masa depannya sesuai passionnya.” (AP/w/07/02/17) Hal senada juga di ungkapkan oleh FJ selaku pamong sekolah yang mempunyai wewenang dalam pendidikan kepemimpinan ini yaitu; “Adanya kegiatan dengan planning dalam proses harian, ada yang menjalani perubahan drastis ada juga yang lambat. Yang awalnya pemalu dan pendiam berbalik menjadi banyak bicara (proaktif), yang tidak mudah adalah banyak yang dari luar Jogja jadi yang sulit dalam pendidikan yaitu komunikasi dengan orangtua. Harapannya siswa menjadi memiliki pribadi yang utuh dan matang.” (FJ/ w/02/02/17) Pendapat ini juga diungkapkan oleh WK sebagai siswa SMA Kolese De Britto yaitu; “Pengaruh yang paling jelas membuat aku lebih berpikir secara kritis, melihat dan menganalisis masalah dari segala sudut pandang, menjadi lebih peduli dengan orang lain bukan egois tetapi melihat banyak oranglain juga dalam hidup ini, dan aku bisa mengenali diriku lebih dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadiku (lukaluka batinku).” (WK/w/27/01/17) Hal ini di pertegas oleh PD sebagai alumni yang telah mengalami pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta yaitu sebagai berikut; “Kepribadian itu sangat berefek cukup baik bagi setiap siswa. Yang dulunya hanya menjadi pengikut, tetapi setelah berproses menjadi lebih aktif mengoptimalkan pribadi kita. Dulu di sekolah De Britto ada siswa yng pendiam dan kurang bergaul, namun setelah lulus dan 103
kuliah kebanyakan di UGM dia bisa menjadi koordinator dan berani berproses dalam kegiatan kampusnya.” (PD/w/27/01/17) Berdasarkan penjelasan dari beberapa pendidik dan peserta didik di SMA Kolese De Britto Yogyakarta dapat di simpulkan bahwa setelah mengalami
proses
pendidikan
kepemimpinan
siswa
mengalami
perkembangan. Hasil dari pendidikan kepemimpinan bukan hanya berfokus pada acuan data yang telah di buat sekolah tetapi lebih mengolah kualitas perkembangan siswa.
Gb10. Bentuk Eksamen Siswa SMA De Britto Berdasarkan gambar di atas sebagai hasil dokumentasi dan observasi peneliti menunjukkan bahwa perkembangan pribadi siswa menjadi hasil pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto. Siswa lebih mampu mengenali
dirinya
sendiri
mempertanggungjawabkan
dan
pilihannya.
menentukan Hasil
pilihan
perkembangan
serta dari
pendidikan kepemimpinan siswa dapat terlihat setelah siswa beradaptasi dengan masyarakat maupun sekolah lanjut. 104
C. Pembahasan 1. Komponen – komponen dalam Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Landasan Normatif/ Values Pendidikan Kepemimpinan SMA Kolese De Britto (De Britto College) merupakan sekolah swasta Katolik di bawah yayasan De Britto yang dikelola Jesuit. SMA Kolese De Britto Yogyakarta melandaskan pendidikan berdasarkan nilai pendidikan Jesuit yaitu mengupayakan pendidikan kepemimpinan manusia muda untuk memperbaiki generasi bangsa. Pendidikan manusia muda ini sesuai dengan teori pendidikan menurut Driyarkara (Hasbullah, 2006:2) yang mengatakan pendidikan sebagai upaya pemanusiaan manusia muda ke taraf insani. Pendidikan kepemimpinan yang menjadi dasar pendidikan di SMA Kolese De Britto merupakan kebijakan pendidikan kepemimpinan. Adanya kebijakan pendidikan untuk pemuda adalah hal yang sangat dibutuhkan untuk manusia muda agar lebih dewasa dan dapat berperan dalam masyarakat. Hal ini juga mampu untuk memperbaiki moral bangsa dalam hal kepemimpinan. Hal ini sesuai dengan UU No.40 Tahun 2009 pasal 3 tentang kepemudaan yang mengupayakan karakter kepemimpinan. Sebagai upaya kebijakan pendidikan yang juga tertera dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan, maka pendidikan kepemimpinan yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta ini bertujuan untuk membentuk kepribadian siswa menjadi manusia 105
seutuhnya. Sebagai salah satu kolese Jesuit, Kolese De Britto mempersiapkan
calon-calon
pemimpin
yang
berkualitas
yaitu;
pemimpin bangsa, pemimpin pemerintahan, pemimpin perusahaan, pemimpin masyarakat, pemimpin Gereja, dan pemimpin keluarga. Hal yang diutamakan dari hasil pendidikan kepemimpinan tersebut yaitu pemimpin bagi dirinya sendiri. Nilai-nilai pendidikan Jesuit menjadi acuan dan sumber untuk melaksanakan pendidikan kepemimpinan. Hal ini tertera dalam teori dan penjelasan mengenai pendidikan kepemimpinan Jesuit yang terangkum dalam Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI) sebagai dasar pelaksanaan pendidikan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Dalam upaya pendidikan manusia muda yang ada di SMA Kolese De Britto adalah mendidik siswa menjadi pemimpin yang melayani. Hal ini sesuai dengan teori pemimpin yang melayani (servant leadership) oleh Greenleaf (Subarto Zaini, 2011:244). Adanya kepemimpinan yang ada di SMA Kolese De Britto adalah upaya pembentukan kader pemimpin melayani yang dibentuk melalui berbagai hal. Hal ini juga sesuai dengan teori Piter (2013:5) mengenai upaya pemimpin yang efektif adalah yang digembleng. Pendidikan Jesuit yang bersumber dari tokoh Ignasius Loyola merupakan landasan utama pendidikan kepemimpinan melayani di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Pendidikan Jesuit ini menghidupi nilai spiritualitas tokoh Ignatius Loyola, hal tersebut juga dikarenakan 106
kolese (dari kata college yang berarti lembaga pendidikan) sebagai sekolah yang dikelola oleh para Jesuit. Jesuit merupakan para murid yang meneladan Ignatius Loyola. Ajaran Ignatius Loyola yaitu pedagogi Ignasian yang menjadi pedoman dalam pendidikan di SMA Kolese De Britto. Pendidikan Jesuit yang ada di SMA Kolese De Britto ingin mendidik anak menjadi man for and with others (manusia bagi orang lain). Anak diberikan pendidikan sebagai manusia yang unik dan khas serta dibimbing menjadi pribadi yang utuh. Hal ini disebut cura personalis, yaitu pendampingan pribadi yang menjadi ciri pendidikan Jesuit. Hal berikut juga sesuai dengan teori Sindhunata tentang pendidikan
Jesuit
(2009:36-37).
Dalam
upaya
pendidikan
kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta menanamkan nilai pendidikan Jesuit. Segala ciri-ciri pendidikan Jesuit juga dihidupi dan dipahami warga sekolah SMA Kolese De Britto yang terangkum dalam visi dan misi sekolah. b. Stake Holders Dalam mengupayakan pembentukan pribadi yang berjiwan pemimpin dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Hal ini sesuai dengan teori Piter (2013: 5) dan Corvey (2009:14) yang menjelaskan mengenai upaya pembentukan pribadi yang berjiwa pemimpin perlu proses pendidikan. Dalam pendidikan kepemimpinan ini tentunya membutuhkan berbagai komponen di dalamnya. Mengenai komponen pendidikan sesuai dengan teori Sutari Imam Barnadib (2013:26) yang 107
menjelaskan komponen pendidikan yaitu tujuan, pendidik, peserta didiik, dan lingkungan. Dalam pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto ini juga terdapat komponen yaitu sebagai berikut; Tabel 15. Komponen pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Komponen Landasan/ Tujuan
Pendidik
Peserta Didik Lingkungan
Peran Menjadi dasar kebijakan sekolah untuk memberikan pendidikan kepemimpinan untuk generasi muda agar sesuai arah visi yang akan dicapai Antar pendidik (kepala sekolah, pamong sekolah, wakil kepala sekolah, dan karyawan) saling bekerjasama untuk membentuk program dan mendidik dalam upaya pendidikan kepemimpinan pengabdi (leader of service). Memahami pendidikan kepemimpinan Ignasian dan menerapkan kepemimpinan itu dalam hidup sehari-hari Lingkungan (interaksi siswa, suasana di sekolah, suasana kegiatan) menjadi tempat proses pendidikan kepemimpinan yang sangat mempengaruhi hasil kepemimpinan siswa.
2. Pelaksanaan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Strategi pelaksanaan pendidikan kepemimpinan Dalam upaya pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto yang merupakan sekolah Jesuit tentu berdasarkan ajaran dan nilai spiritualitas Ignatius Loyola (pendidikan Ignasian). Dalam pendidikan kepemimpinan di Kolese De Britto ini mengacu pada visi misi sekolah yaitu mendidik siswa untuk menjadi kader pemimpin pengabdi yang cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa. 1) Motto Sekolah Dalam upaya pendidikan kepemimpinan ini juga didukung oleh motto sekolah “center for leadership learning” yang berfungsi 108
sebagai petunjuk arah yang mengacu pada visi sekolah. Motto sekolah ini merupakan jalan pengarah sekolah dalam melakukan program pendidikan. Dengan kata “center for leadership learning” yang berarti SMA Kolese De Britto terbuka sebagai sumber dan tempat pelaksanaan pendidikan kepemimpinan dari berbagai pihak. SMA Kolese De Britto di bawah yayasan De Britto dalam pengelolaan Jesuit mendasarkan proses pendidikan kepemimpinan dengan menghidupi nilai spiritualitas Ignasian yaitu kepemimpinan yang melayani. Melayani dimaksudkan adalah peduli dan berbuat kasih kepada sesama manusia. Berbuat kasih dimaksudkan dengan memaafkan oranglain, sabar, murah hati, tidak iri hati, dan mengutamakan hati nurani. 2) Program Sekolah Dalam arahan pendidikan, sekolah membuat kebijakan pendidikan membentuk siswa menjadi pemimpin yang unggul dalam competence, compassion, conscience, dan leadership (3C+1L). Berdasarkan upaya pendidikan kepemimpinan ini, maka sekolah membuat strategi yaitu melalui berbagai program yang mengacu pendidikan kepemimpinan pengabdi yang unggul dalam 3C+1L. Program yang dilakukan terfokus pada upaya masing-masing nilai yaitu sebagai berikut;
109
Tabel 18: Penerapan Program Pendidikan Kepeemimpinan LEADER OF SERVICE (PEMIMPIN PENGABDI) Nilai Program Sekolah Dalam Pendidikan Kepemimpinan Kepemimpinan Kelas X Kelas XI Kelas XII Pelajaran sesuai Kurikulum KTSP dan pengembangan diri sesuai pendidikan Ignasian Competence Sosialisasi FOP (Karya Orientasi profesi (Kepandaian) – lalin/kriminalitas Ilmiah) Kompetensi Inisiasi Studi ekskursi Pembinaan Rohani (Ekaristi, eksamen, refleksi, doa harian, dan sebagainya) Conscience (Hati Ekstrakurikuler Live in sosial Gladi rohani (non nurani) - Olah bidang seni Katolik) Rasa Ekstrakurikuler Retret (Katolik) bidang seni Ekstrakurikuler Ekstrakurikuler olahraga olahraga Compassion (Kepedulian) Ekstrakurikuler non Ekstrakurikuler Olah Raga lahraga non lahraga (keterampilan) (keterampilan) Latihan Latihan Kepanitiaan Kepemimpinan Kepemimpinan Tingkat Dasar Tingkat Lanjut Leadership (LKTD) (LKTL) dan bela (Kepemimpinan) negara Presidium Presidium Kepanitiaan
Strategi pendidikan kepemimpinan yang ada di Kolese De Britto ini juga berpacu pada pedoman Paradigma Pedagogi Ignasian sebagai dasar proses pendidikan. Hal ini juga sesuai dengan teori dari Driyarkara (Sindhunata, 2009:40) dalam tiga pilar pendidikan yaitu; humanistik, dialogik, dan reflektif. Bentuk tiga pilar ini juga terdapat dalam setiap proses program pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. 110
b. Proses Pendidikan Kepemimpinan Pendidikan kepemimpinan yang dapat disebut kebijakan sekolah yang terangkum dalam program, tentu perlu untuk dilaksanakan. Hal tersebut juga sesuai dengan teori impelementasi menurut Van Meter dan Vaan Horn (dalam Arif Rohman, 2012:118) yang mengatakan implementasi sebagai tindakan sekelompok untuk mencapai tujuan kebijakan.
Tentu
program
SMA
Kolese
De
Britto
sebagai
impelementasi dari kebijakan yang tertera pada visi sekolah. SMA Kolese De Britto Yogyakarta menghidupi nilai-nilai spiritualitas Ignasius Loyola yang mengilhami kepemimpinan Yesus yaitu pemimpin yang melayani atau disebut sebagai pemimpin pengabdi (leader of service). Hal ini juga terangkum dalam upaya pendidikan kepemimpinan yang dihidupi di SMA Kolese De Britto Yogyakarta yaitu mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi (servant leader) yang memiliki nilai competence, compassion, conscience, dan leadership (3C+1L). Hal ini juga sesuai dengan teori mengenai pendidikan Jesuit yang dikemukakan Hartono (1991:207). Dalam rangkuman pendidikan kepemimpinan yang memiliki nilai 3C+1L ini dilakukan melalui berbagai hal. Sarana untuk melihat perkembangan pribadi siswa adalah melalui refleksi dan eksamen. Refleksi merupakan upaya menemukan makna pribadi melalui renungan yang dilakukan setiap selesai melakukan kegiatan dan terdapat dalam buku pegangan siswa. Sedangkan eksamen sebagai 111
kegiatan sekolah untuk refleksi setengah hari yang dilakukan setiap akhir jam pelajaran setiap hari nya. Dalam penanaman pendidikan kepemimpinan di Kolese De Britto terwujud dalam proses program kegiatan dan keseharian di sekolah, yaitu sebagai berikut; Tabel 19: Proses Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto NO
PPI
1.
Konteks
2.
Pengalaman
3.
Refleksi
4.
Aksi
5.
Evaluasi
Proses Pendidikan Kepemimpinan Dalam belajar di kelas atau proses kegiatan pendidikan kepemimpinan, guru berperan sebagai pendidik (teladan) yang akrab dengan siswa. Guru memahami kondisi siswa dan materi apa yang akan dikomunikasikan terkait nilai kepemimpinan. Pengalaman terjadi melalui berbagai bentuk kegiatan, di dalam kelas siswa lebih aktif berdiskusi, berani mengemukakan pendapat, presentasi di depan kelas, dan keberanian siswa dalam memimpin doa dan refleksi. Di luar kelas siswa terlibat aktif dalam kegiatan program yang dilaksanakan sekolah yang didalamnya mengandung nilai pendidikan kepemimpinan melayani. Di setiap kegiatan di kelas ataupun di luar kelas (program sekolah), siswa diajak untuk merefleksikan kebermaknaan pengalaman pendidikan kepemimpinan yang telah dilalui. Melalui refleksi siswa menyadari apa yang telah dilakukan dan berusaha memperbaiki. Hal tersebut membuktikan adanya peningkatan kualitas siswa dalam mengembagkan pola pikir pribadinya agar bisa memimpin diri sendiri. Evaluasi pendidikan kepemimpinan di SMA De Britto lebih menilai pada perkembangan secara menyeluruh yang mengarah pada manusia bagi orang lain. Hal tersebut dilakukan melalui ujian, guru melakukan hubungan dialogal, angket, dan pengamatan terhadap perilaku siswa. Dalam evaluasi ini guru/pendidik memperhatikan usia, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan siswa.
Pendidikan kepemimpinan yang mendasarkan pendidikan Jesuit juga
mendasarkan
nilai
induk
yang
menciptakan
subtansi
kepemimpinan yaitu; kesadaran diri, ingenuitas (fleksibilitas dan kecerdikan), cinta kasih, dan heroisme. Kepemimpinan dengan nilai di atas memang terangkum dalam program dan kegiatan penanaman kepemimpinan pengabdi yang memiliki nilai 3C+1L. Hal ini juga 112
sesuai dengan dokumen Student Handbook JB 2013-2014 mengenai Paradigma Pedagogi Reflektif yang dilandasi spiritualitas Ignatius Loyola. Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)/ Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI) juga mendasari proses pendidikan dalam tahap konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Berdasarkan observasi selama pendidikan di sekolah, siswa dibiasakan untuk saling peduli dan mengolah rasa terhadap seluruh warga sekolah yaitu dengan menyapa dengan satpam, teman, guru, kepala sekolah dan berbicara secara akrab. Dalam pembelajaran di kelas siswa dididik pola pikir untuk
memahami
mata
pelajaran
dan
keberanian
dalam
mengemukakan pendapat. Setiap akhir pelajaran siswa secara bergantian setiap harinya memimpin doa dan eksamen (refleksi tengah hari) untuk mengolah rohani, rasa, dan kepemimpinan siswa. Hal tersebut merupakan proses pendidikan yang dilakukan di sekolah pada setiap harinya dan menjadi kebiasaan. Hal tersebut diuraisebagai berikut; a. Pendidikan akademik Penerapan pendidikan kepemimpinan dalam proses pendidikan akademik juga mengolah kompetensi, hati nurani, kepedulian, dan kepemimpinan siswa. Dalam belajar di kelas siswa diolah kompetensinya melalui pemberian materi belajar dan guru memberikan pendidikan nilai spiritualitas Ignasian. Kepemimpinan siswa diolah melalui keberanian siswa dalam mengemukakan 113
pendapat diskusi dan presentasi. Hati nurani dan kepedulian siswa diolah melalui kedisplinan siswa, kegiatan doa dan refleksi siang hari. Pendidikan di kelas ini juga berdasarkan paradigma pedagogi refleksi yang terangkum di dalamnya. b. Pendidikan non akademik Dalam upaya pengembangan diri siswa, pendidikan kepemimpinan ini banyak terwujud dalam berbagai kegiatan yang mengolah kompetensi, hati nurani, kepedulian, dan kepemimpinan siswa. Dalam setiap kegiatan seperti live-in, kepanitiaan, LKTD, LKTL, dan sebagainya juga didasari proses paradigma pendidikan Ignasian. Keberhasilan kualitas siswa dalam pendidikan ini lebih pada kebermaknaan manfaat kegiatan pada perkembangan pribadi siswa melalui refleksi. Pendidikan kepemimpinan yang ada di sekolah secara akademik dan non akademik dilakukan secara menyeluruh dan tidak terpisahkan. Pendidikan yang mengolah kompetensi, hati nurani, kepedulian, dan kepemimpinan terdapat dalam setiap pendidikan akademik
dan
non
akademik
siswa
yang
saling
berkaitan.
Kepemimpinan yang melayani (leader of service) sangat sesuai dengan ciri khas kepemimpinan melayani (servant leadership) dari teori Greenleaf (dalam Subarto Zaini, 2011: 244) yaitu sebagai berikut;
114
Tabel 20. Perbandingan Pendidikan Kepemimpinan SMA Kolese De Britto Berdasarkan Teori Greenleaf NO 1.
Karakteristik servant leadership menurut Greenleaf Mendengar, merenungkan nilai yang di yakini
2.
Empati untuk mengerti orang lain (memanusiakan manusia)
3.
Sadar diri dan memiliki roh yang melayani
4.
Kemampuan mempengaruhi secara persuasif
5.
Berpikir secara konseptual
Pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Melalui pembelajaran dengan materi spiritualitas Ignasian mendorong siswa untuk memahami nilai-nilai Ignasian, Melalui program kegiatan yang mengutamakan kepedulian seperti live-in untuk mendidik empati siswa. Hal itu juga didukung penerapan siswa dari slogan yang bertuliskan “to be man for and with others” yang berarti manusia bagi manusia lain. Melalui visi sekolah yang mendidik siswa menjadi kader pemimpin pengabdi yang unggul dalam kepandaian, hati nurani benar, kepedulian, dan kepemimpinan. Dalam setiap kepanitiaan dan pendidikan di sekolah mendidik siswa untuk berani mengungkapkan pendapat dan bekerjasama antarsiswa Dalam keseluruhan rangkaian kegiatan siswa mendidik siswa untuk memahami konsep pendidikan Ignasian untuk mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi telah dipahami siswa dalam mengembangkan pola pikirnya.
Hal tersebut sebagai bukti bahwa siswa telah memahami nilainilai pendidikan Jesuit yang terfokus pada pendidikan kepemimpinan melayani. Berdasarkan realita pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto sangat sesuai dengan ciri khas kepemimpinan melayani dari teori Greenleaf. Bersumber dari pendidikan Ignasian yang mengupayakan kepemimpinan melayani dari tokoh Ignatius Loyola yang juga meneladani sikap kepemimpinan Yesus yang tertera dalam Alkitab. Dari data di atas tampak jelas bahwa siswa diolah kepemimpinannya secara utuh sehingga menjadi siswa yang unggul 115
dalam
kepandaian,
hati
nurani,
kepedulian,
dan
jiwa
kepemimpinannya. Dengan adanya refleksi juga mendidik siswa menemukan jati dirinya agar lebih berinstropeksi diri dan merubah pola pikirnya menjadi lebih baik. Pada dasarnya pendidikan kepemimpinan siswa De Britto minimal mampu memimpin dirinya sendiri
dan
mampu
peduli
dengan
orang
lain.
Pendidikan
kepemimpinan juga melalui slogan yang ada pada patung Santo Yohanes De Britto yang bertuliskan “to be man for and with others” yang berarti menjadi manusia
bagi manusia lain. Pendidikan
kepemimpinan SMA Kolese De Britto sangat menghidupi nilai spiritualitas Ignasian dengan mendasari semboyan “Ad Maiorem Dei Gloriam” (Demi Kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi). Dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta sangat membutuhkan peran dari seluruh warga sekolah seperti; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan warga sekolah lainnya. Hal ini juga sesuai dengan teori Imam Barnadib (2013:26) yang mengatakan bahwa komponen pendidikan didukung oleh pendidik, peserta didik, tujuan, isi, dan lingkungan. 3.
Faktor
pendukung
dan
Penghambat
penerapan
pendidikan
kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto tentu memiliki faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung 116
penerapan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta diketahui bahwa visi misi sekolah dan landasan nilai spiritualitas Ignasian dipahami dan dihidupi oleh seluruh warga sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Dari kepala sekolah yang bekerjasama dengan wakil kepala sekolah membuat kebijakan bisa dipahami oleh guru dan siswa. Bahkan saat pendaftaran siswa, orangtua mendapat informasi dan persetujuan mengenai segala hal pendidikan kepemimpinan yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Dari segi guru yang paham dengan visi misi sekolah dan arah yang akan dicapai menjadikan guru mampu mendidik siswa untuk mengarahkan pada visi dan spiritualitas Ignasian sedangkan dari sudut pandang siswa juga telah memahami Pendidikan Pedagogi Reflektif (PPR) dan visi misi sekolah yang diperoleh saat inisiasi. Dalam segi fasilitas yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga menjadikan kenyamanan bagi siswa dalam berproses belajar. Oleh karena itu dalam pendidikan di sekolah, seluruh civitas academica saling bekerjasama dan berproses searah pada visi sekolah. Hal yang mendukung juga adalah adanya kekeluargaan antar komponen pendidikan di sekolah SMA Kolese De Britto. Hal itu terbukti dengan interaksi siwa terhadap siswa lain, guru, bahkan karyawan sekolah seperti satpam pun terjalin sangat dekat. Warga sekolah sama-sama saling belajar pendidikan kepemimpinan termasuk komponen pendidik dalam bekerja. Dari data di atas menunjukkan bahwa faktor yang paling mendukung adalah segala komponen pendidikan benar-benar memahami visi misi 117
sekolah dan upaya pendidikan kepemimpinan melayani (servant leader) yang memiliki nilai 3C+1L. Dukungan dari komponen pendidikan seperti pendidik, fasilitas, lingkungan, siswa yang saling bekerjasama untuk menghidupi nilai spiritualitas Ignasian menjadi pemimpin yang melayani atau pemimpin pengabdi. Disamping hal-hal yang mendukung pendidikan kepemimpinan, juga terdapat hambatan yang menjadi tantangan sekolah dalam mengupayakan pendidikan kepemimpinan menuju visi sekolah SMA Kolese De Britto Yogyarta. Faktor penghambat yang menjadi tantangan sekolah dalam upaya pendidikan kepemimpinan bermula dari kebijakan dari pemerintah (Dinas Pendidikan) yang memiliki program berbeda dengan program sekolah dan terkadang sangat berlawanan. Adanya program kegiatan yang monoton/ kurang variasi karena sudah diketahui oleh calon siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga menjadi hambatan tersendiri dalam pengembangan program. Hal tersebut juga mempengaruhi hambatan dari pihak orangtua yang kurang memberi kebebasan/ kurang lepas terhadap siswa yang mengikuti program sekolah. dari sudut pandang pendidik juga memiliki tantangan sendiri yaitu dalam hal mencari tempat untuk melakukan program kegiatan pendidikan kepemimpinan dan mengatur waktu di awal. Hambatan dari pendidik juga karena adanya kesulitan dalam menyiapkan anak-anak untuk mengenal nilai-nilai warisan Ignatius yang tidak mudah.
118
Hal ini permasalahan lebih secara teknis namun tidak terlalu menjadi kendala besar dalam kebijakan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Adapun hambatan dari pihak siswa yaitu kurangnya minat dari pribadi siswa dalam mengikuti program kegiatan sekolah. Namun mayoritas siswa akhirnya memiliki antusias dan merasakan dampak positifnya setelah lulus sekolah dan hidup di masyarakat. Dalam hal ini ide/gagasan kepala sekolah yaitu tetap mengupayakan dan mengarahkan seluruh civitas academica agar tetap terarah pada visi misi sekolah yaitu mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi (servant leader) yang unggul dalam kepandaian, hati nurani benar, kepedulian, dan jiwa kepemimpinan siswa. 4.
Hasil Penerapan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Data hasil penelitian mengenai pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta berlandaskan nilai spiritual Ignasian yang terwujud dalam visi sekolah dan didukung pelaksanaan program kegiatan untuk seluruh siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan peneliti dan dukungan dari wawancara serta dokumentasi sekolah terdapat hal-hal yang dinilai menjadi hasil pendidikan kepemimpinan. Bukti pendidikan kepemimpinan yang tertanam pada seluruh siswa SMA Kolese De Britto terlihat dalam suasana sekolah yang nyaman dan terlebih berpengaruh dalam kepribadian siswa, yang tercermin sikap-sikap seperti; 119
a) Menjadi lebih berani dalam mengungkapkan pendapat dan mempertanggungjawabkan. b) Mampu mengambil keputusan dan mempertanggungjawabkan c) Bersikap terbuka dan berbela rasa dengan semua warga sekolah d) Interaksi warga sekolah terjalin kekeluargaan e) Siswa memiliki kebebasan dalam beraktifitas namun bertanggungjawab f) Tidak ada keributan di sekolah dan di luar sekolah (siswa tidak ada yang mengikuti geng motor dan kenakalan remaja lainnya) g) Mampu merefleksikan diri di setiap aktivitas Bentuk refleksi siswa terdapat dalam tulisan di buku untuk merefleksikan perkembangan diri siswa sebagai bahan instropeksi diri untuk mampu bertindak secara tepat. Sebagai hasil pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta bukan hanya berdasarkan nilai rapor secara formal, namun lebih pada pendidikan sebenarnya untuk mendidik menjadi manusia seutuhnya. Pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto mendidik agar siswa diolah secara kognitifnya, hati nurani yang benar, kepedulian, dan jiwa kepemimpinan itu sendiri untuk menjadi pemimpin pengabdi (leader of service) yang cakap. Mendidik sebagai proses dinamis dan menuntut adanya sinergi antara pendidik (kepala sekolah, guru, dan karyawan), peserta didik, orangtua dan masyarakat. Jika semua sinergi memajukan pendidikan, pendidikan akan membuahkan hasil sesuai tujuan dan visi misi sekolah. Keberhasilan secara menyeluruh pada siswa tidak dapat dilihat dan dinikmati dengan segera. Hasil pendidikan bagi keseluruhan diri seseorang baru akan dituai 15-20 tahun ke depan. Pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto menggunakan semboyan
120
mendidik, “Ad Maiorem Dei Gloriam” (Demi Kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi).
121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan serta temuan penelitian yang telah dilakukan mengenai Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta diperoleh kesimpulan sebagai berikut; 1. Komponen – komponen dalam Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Landasan Normatif/ Values Pendidikan Kepemimpinan Landasan adanya pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta sebagai sekolah Katolik yang dikelola Jesuit adalah nilai spiritualitas Santo Ignatius Loyola. Nilai spiritualitas Ignatius Loyola ini disebut Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI)/ Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) sebagai dasar pendidikan di kolese-kolese termasuk SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Pendidikan Ignasian bertujuan mendidik anak muda untuk menjadi pemimpin. Landasan ini sebagai dasar pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto yang tertera dalam visi sekolah yaitu mendidik siswa menjadi kader pemimpin pengabdi (leader of service) yang memiliki keunggulan dalam kompetensi, kepedulian, hati nurani, dan jiwa kepemimpinan.
122
b. Stake Holders Pendidikan
kepemimpinan
di
SMA
Kolese
De
Britto
membutuhkan peran dari komponen-komponen pendidikan yaitu; visi misi sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah (pamong, kurikulum, humas), siswa, sarana prasarana, dan lingkungan. Tujuan pendidikan tertera dalam visi sekolah yaitu mendidik siswa sebagai kader pemimpin pengabdi. Kepala sekolah berperan dalam sosialisasi kebijakan adanya pendidikan kepemimpinan. Pendidik SMA Kolese De Britto yang terdiri dari wakil kepala sekolah terutama bagian kesiswaan (pamong sekolah), dan guru berperan menjadi teladan, memberikan materi dan menjadi fasilitator siswa dalam kegiatan program pendidikan kepemimpinan berdasar Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI). Siswa merupakan komponen yang dididik secara akademik dan non akademik, dengan hal tersebut siswa wajib mengikuti semua kegiatan program dan proses pendidikan kepemimpinan. Lingkungan yang terwujud dalam suasana sekolah dan interaksi antar komponen mempengaruhi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto. 2. Proses Pelaksanaan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Strategi Pendidikan Kepemimpinan Strategi yang di lakukan SMA Kolese De Britto Yogyakarta yaitu melalui motto sekolah “center for leadership learning” sebagai peta jalan (roadmap) menuju visi sekolah, dan upaya melalui berbagai 123
program yang menekankan pendidikan kepemimpinan yang melayani (leader of service) dengan penanaman nilai competence, conscience, compassion, dan leadership (3C+1L). b. Proses pelaksanaan pendidikan kepemimpinan Pelaksanaan pendidikan kepemimpinan “Leader of Service = 3C+1L” di SMA Kolese De Britto yang berdasar pendidikan Ignasian dilakukan melalui Paradigma Pedagogi Ignasian (PPI) dalam setiap kegiatannya. Melalui PPI siswa diajak untuk memahami konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi yang dilakukan dalam kegiatan akademik dan non akademik. Di sekolah siswa dibiasakan untuk menyapa semua warga sekolah (satpam, siswa, guru, karyawan, kepala sekolah) dan akrab dengan semua yang ditemui sebagai unsur pendidikan kepemimpinan yang peduli dengan sesama. Dalam pelajaran di sekolah berdasarkan PPI siswa dididik keberanian mengemukakan pendapat dan memahami kebermaknaan materi pelajaran melalui refleksi di akhir kegiatan sebagai upaya pendidikan kepemimpian yang berani dan cerdas. Doa “Angelus” dilakukan setiap hari dan dipimpin oleh siswa secara bergantian yang mewujudkan kepemimpinan
yang
unggul dalam rohani.
Proses pendidikan
kepemimpinan dilakukan berbagai kegiatan yang fokus pada nilai 3C+1L yang terurai dalam kegiatan besar yang dilaksanakan setiap hari, bulan, semester, dan tahun. Kegiatan yang dilakukan seperti; pendidikan spiritualitas Ignasian, ekstrakurikuler, live-in sosial, 124
orientasi profesi, Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD), Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjut (LKTL), pembinaan rohani, presidium, kepanitiaan. Kegiatan tersebut dibagi dalam setiap angkatan kelas yang wajib diikuti semua siswa. Pendidikan yang terwujud di De Britto mendidik siswa menjadi manusia seutuhnya dan memanusiakan manusia lain. Siswa dididik untuk bebas melakukan sesuatu dan mempertanggungjawabkan
atas
pilihannya
yang
terlihat
dalam
penampilan siswa berpakaian bebas di sekolah dan interaksi siswa. 3. Faktor
pendukung
dan
penghambat
penerapan
pendidikan
kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Faktor pendukung kebijakan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta yaitu dukungan dari seluruh civitas academica (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, fasilitas, lingkungan) SMA Kolese De Britto yang memahami visi misi sekolah dan ikut menghidupi nilai spiritualitas Ignasian. Seluruh elemen sekolah menghidupi nilai spiritualitas Ignasian dengan membudayakan pendidikan kepemimpinan Ignasian dan mengikuti semua program kegiatan. Sedangkan faktor penghambat yang menjadi tantangan terdapat dari pihak eksternal yaitu kurangnya kesamaan waktu dan bentuk program antara sekolah dan dinas pendidikan, pihak orangtua yang kurang melepas siswa ketika mengikuti program yang dipercayakan pada sekolah, dan kurangnya antusias siswa dengan program yang monoton karena kegiatan 125
dalam program yang sudah diketahui sebelum sekolah di De Britto. Adanya kesulitan pihak sekolah dalam mencari tempat untuk melakukan kegiatan program. Tantangan ini lebih secara teknis namun tidak menjadi hambatan besar adanya pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. 4. Hasil Penerapan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta Hasil penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto terlihat dalam penulisan refleksi oleh tiap siswa setiap selesai melakukan kegiatan. Setelah melalui pendidikan kepemimpinan, pola pikir siswa
menjadi
berkembang
yang
tampak
dalam
keberanian
mengemukakan pendapat, berani menentukan pilihan, termasuk juga dalam berpenampilan, aktif dalam organisasi, mampu peduli untuk berkomunikasi dengan sesama dan para pendidik serta karyawan sekolah, tidak mengikuti geng motor dan kenakalan remaja lainnya, serta selalu refleksi diri. Siswa SMA Kolese De Britto telah mampu memahami makna kepemimpinan pengabdi yang meneladani sikap Ignatius Loyola yang terangkum dalam Paradigma Pedagogi Ignasian. Siswa lebih mampu mengolah kompetensinya, menjadi lebih peduli berdasarkan hati nurani yang benar, dan berjiwa pemimpin yang melayani. Hal itu juga terlihat bagi siswa yang sudah hidup bermasyarakat dan melanjutkan perguruan tinggi.
126
B. Saran Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan,
maka
peneliti
memberikan saran sebagai berikut; 1. Bagi Pemerintah khususnya Dinas Pendidikan, dalam mewujudkan sebuah pendidikan
yang
memiliki
fungsi
dan
tujuan
baik
hendaknya
memperhatikan penuh setiap kebijakan program kegiatan dari setiap sekolah yang berasal dari bawah (bottom-up). Dinas pendidikan juga perlu evaluasi dan perencaan jangka panjang yang baik memperhatikan kualitas sekolah berdasarkan kebijakan/program sekolah tersebut. Informasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto sebaiknya juga menjadi masukan rekomendasi kebijakan bagi Dinas Pendidikan dalam memperbaiki kualitas generasi muda Indonesia. Hal ini juga bertujuan agar program dinas dan sekolah terdapat keselarasan dan saling mendukung. 2. Bagi Sekolah Berdasarkan faktor pendukung dan penghambat yang di alami sekolah dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan, maka sebaiknya sekolah lebih merencanakan secara lebih kreatif program yang akan dilaksanakan sedini mungkin. Kebijakan program yang akan dilakukan juga didukung dengan menjalin relasi yang baik dari berbagai pihak (masyarakat, dinas, orangtua, pendidik) agar mendapat dukungan sepenuhnya dalam upaya pendidikan kepemimpinan.
127
3. Bagi Siswa Dengan adanya upaya pendidikan kepemimpinan untuk generasi muda, maka sebaiknya siswa lebih memahami rencana dan tujuan adanya pendidikan kepemimpinan. Dengan adanya tujuan dari pendidikan kepemimpinan, maka siswa lebih sadar dengan adanya bentuk program sekolah dalam mendidik siswa. 4. Bagi Masyarakat Berdasarkan upaya pendidikan kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto, sebaiknya masyarakat juga lebih memahami upaya memperbaiki generasi muda dan kepemimpinan yang melayani dalam rangka memperbaiki kualitas bangsa Indonesia.
128
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. (2011). Kebijakan Pemerintah Indonesia di Bidang Kepemimpinan Pemuda. Diakses dari Berita21.com. Pada hari Selasa, tanggal 27 Desember 2016 pukul 13.20 WIB. Arif Rohman. (2012). Kebijakan Pendidikan (Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi). Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Bua, Piter Randan. (2013). Berkaca Pada Kepemimpinan Ahok. Yogyakarta: PT. Kanisius. Dick Hartoko. (1991). Hermeneutik Apa Itu?. Majalah Kebudayaan Umum BASIS. Yogyakarta: Yayasan B.P Basis. Edi Suandi Hamid. (2013). Pendidikan Karakter, Solusi Kikis Permasalahan Bangsa. Diakses dari Edysuandi.staff.uii.ac.id, 2013/12/24 pada hari Senin, tanggal 12 Desember 2016 pukul 13.44 WIB. Gregorius Soetomo. (2009). Semangat Lebih Jesuit: From God to Great. Jakarta: OBOR (Anggota IKAPI). Gunawan. (2014). Kepemimpinan Kristiani Melayani Sepenuh Hati. Yogyakarta: PT. Kanisius. H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho. (2012). Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. H.A.R. Tilaar. (2008). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasbullah. (2006). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hesselbein, Frances. (2007). Menjadi Pemimpin Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. JB Soedarmanta. (2008). Pater Beek, SJ: Larut Tetapi Tidak Hanyut. Jakarta: OBOR (Anggota IKAPI). Lowney, Chris. (2016). Paus Fransiskus Sang Pemimpin. Yogyakarta: PT. Kanisius. 129
____________. (2005). Heroic Leadership. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Moleong. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nafiysul Qodar. (2015). Survei ICRW: 84% Anak Indonesia Alami Kekerasan di Sekolah. Diakses dari Liputan6.com pada hari Rabu, tanggal 28 Desember pukul 15.00 WIB. Prof. Dr. Sudarwan Danim. (2004). Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Riant Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan yang Unggul. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rimawan Prihartoyo dan Siti Irene A.D. (2014). Manajemen Pendidikan Karakter di SMA De Britto Yogyakarta. Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan (vol.2). Hlm.135-146. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY. Rita Eka Izzaty. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Rusdiana. (2015). Kebijakan Pendidikan: Dari Filosofi ke Implementasi. Bandung: Pustaka Setia. Sindhunata. (2009). Mencari Pendidikan Jesuit. Yogyakarta: PT. Kanisius. SMA Kolese De Britto. (2013). Student Handbook JB 2013-2014. Yogyakarta: SMA De Britto. ____________________. (2016). Student Handbook JB 2016-2017. Yogyakarta: SMA De Britto. Subagya. (2010). Paradigma Pendidikan Reflektif. Yogyakarta: Kanisius. Subarto Zaini. (2011). Leadership in Action. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Subroto Widjojo. (1995). Visi Pendidikan Jesuit. Yogyakarta: PT. Kanisius. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitiatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. ________. (2012). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta. Susanto. (2010). 60 Management Gems. Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 130
Sutari Imam Barnadib. (2013). Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Tikno Lensufiie. (2010). Leadership untuk Profesional dan Mahasiswa. Jakarta: Esensi, Erlangga Group. Tovanno Valentino. (2015). Yogyakarta Kota Geng Pelajar?. Diakses dari http://kompasiana.com pada hari Rabu, tanggal 28 Desember 2016 pukul 23.00 WIB. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas. Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Villa Lantan. (2015). Pidato Bung Karno untuk Anak Bangsa. Diakses dari http://kompasiana.com pada hari Senin, tanggal 26 Desember 2016 pukul 18.00 WIB.
131
Lampiran 1 Pedoman Observasi Kegiatan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
1. Mengamati lokasi keadaan sekitar SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Alamat sekolah b. Kondisi geografis sekolah c. Lingkungan masyarakat di sekitar sekolah 2. Mengamati sarana dan prasarana SMA Kolese De Britto Yogyakarta a. Kondisi ruang kelas b. Perpustakaan c. Fasilitas ruang pendukung pembelajaran d. Media pembelajaran e. Fasilitas sekolah penunjang pendidikan kepemimpinan f. Slogan, logo, dan simbol nilai-nilai kepemimpinan 3. Mengamati proses kegiatan akademik pendidikan kepemimpinan a. Suasana belajar di kelas b. Kegiatan yang dilakukan siswa dan warga sekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta dalam pendidikan kepemimpinan c. Kinerja pendidik dalam penerapan pendidikan kepemimpinan 4. Mengamati kegitan non akademik tentang pendidikan kepemimpinan a. Proses kegiatan ekstrakurikuler b. Program dan kegiatan pendidikan kepemimpinan 5. Mengamati proses interaksi kepemimpinan di sekolah a. Strategi pendidikan kepemimpinan dan bentuk kepemimpinan siswa b. Interaksi Kepala Sekolah, Pamong Sekolah, Guru, dan warga sekolah c. Interaksi pendidik dengan siswa d. Interaksi siswa dengan siswa e. Interaksi siswa terhadap Kepala Sekolah, Pamong Sekolah, Guru, dan warga sekolah 6. Interaksi terkait kepemimpinan di luar sekolah a. Interaksi siswa dalam masyarakat b. Interaksi alumni dalam masyarakat c. Bentuk hasil pendidikan kepemimpinan dan wujud kepemimpinan alumni
132
Lampiran 2 PEDOMAN DOKUMENTASI PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA
1. Arsip Tertulis a. Sejarah berdirinya SMA Kolese De Britto Yogyakarta b. Sejarah pendidikan kepemimpinan sekolah Jesuit SMA Kolese De Britto Yogyakarta c. Kurikulum SMA Kolese De Britto Yogyakarta landasan pendidikan kepemimpinan d. Data program sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta terkait pendidikan kepemimpinan e. Buku profil SMA Kolese De Britto Yogyakarta f. Struktur organisasi SMA Kolese De Britto Yogyakarta g. Arsip data Pamong Sekolah, Guru, dan Karyawan sekolah h. Data siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta (lengkap) i. Data sarana dan prasarana SMA Kolese De Britto Yogyakarta pendukung kegiatan pendidikan kepemimpinan j. Data prestasi siswa dan alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta 2. Foto a. Sejarah berdirinya SMA Kolese De Britto Yogyakarta b. Struktur organisasi SMA Kolese De Britto Yogyakarta c. Sarana dan prasarana SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang mendukung pendidikan kepemimpinan d. Prestasi siswa dan alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta e. Logo dan slogan nilai-nilai kepemimpinan f. Proses kegiatan belajar siswa dan warga sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta terkait pendidikan kepemimpinan g. Proses kegiatan siswa dan warga sekolah (akademik dan non akademik) terkait pendidikan kepemimpinan. h. Proses kegiatan ekstrakurikuler siswa di SMA Kolese De Britto i. Proses interaksi siswa dan warga sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta
133
Lampiran 3 PEDOMAN WAWANCARA KEPALA SEKOLAH “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
1. Bagaimana pendapat Bapak mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Jesuit? 2. Apa landasan pendidikan kepemimpinan Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 3. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 4. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Jesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 5. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? 6. Program pendidikan apa yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 7. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 8. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 9. Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 10. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? 11. Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? 12. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 13. Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait pendidikan kepemimpinan? 14. Bagaimana prestasi siswa sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta terkait kepemimpinan? 15. Bagaimana ide/gagasan Bapak untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?? 16. Bagaimana data-data terkait pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto?
134
PEDOMAN WAWANCARA WAKIL KEPALA SEKOLAH BAGIAN KESISWAAN (PAMONG SEKOLAH) “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
1. Bagaimana pendapat Romo mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Jesuit? 2. Apa landasan adanya pendidikan kepemimpinan Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 3. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 4. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Jesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 5. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? 6. Apa saja program yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 7. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 8. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 9. Apa saja hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 10. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? 11. Bagaimana pendapat Romo terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? 12. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 13. Bagaimana interaksi Romo terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan?
135
PEDOMAN WAWANCARA WAKIL KEPALA SEKOLAH BAGIAN SARANA PRASARANA “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
1. Bagaimana pendapat Bapak mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Jesuit? 2. Apa landasan adanya pendidikan kepemimpinan Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 3. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 4. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Jesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 5. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? 6. Apa saja program yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 7. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 8. Apa saja hal-hal (sarana prasarana) yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 9. Apa saja hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 10. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? 11. Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? 12. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 13. Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan?
136
PEDOMAN WAWANCARA WAKIL KEPALA SEKOLAH BAGIAN KURIKULUM “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
1. Bagaimana pendapat Bapak mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Jesuit? 2. Apa landasan kurikulum adanya pendidikan kepemimpinan Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 3. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 4. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Jesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 5. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? 6. Apa saja program yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 7. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 8. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 9. Apa saja hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 10. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? 11. Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? 12. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 13. Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan?
137
PEDOMAN WAWANCARA WAKIL KEPALA SEKOLAH BAGIAN HUMAS “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
1. Bagaimana pendapat Bapak mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Jesuit? 2. Apa landasan adanya pendidikan kepemimpinan Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 3. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 4. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Jesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 5. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? 6. Apa saja program yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 7. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 8. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 9. Apa saja hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 10. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? 11. Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? 12. Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan? 13. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 14. Bagaimana kelanjutan output (alumni) yang bergerak dalam bidang kepemimpinan?
138
PEDOMAN WAWANCARA GURU “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Bagaimana cara menanamkan pendidikan kepemimpinan untuk siswa? Bagaimana peran Anda terhadap pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagaimana peran pamong sekolah terhadap pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagaimana nilai-nilai pendidikan Jesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? Program pendidikan apa yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagaimana proses kegiatan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagaimana pola interaksi guru dan siswa dalam pendidikan kepemimpinan? Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? Bagaimana pendapat Anda terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagaimana interaksi Anda terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan? Bagaimana prestasi siswa terkait kepemimpinan?
139
PEDOMAN WAWANCARA SISWA “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
1.
Apa alasan Anda memilih bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 2. Program dan kegiata apa saja yang Anda dapatkan dalam pembentukan kepribadian? 3. Bagaimana proses kegiatan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 4. Bagaimana pola interaksi pendidik (Kepala Sekolah, Pamong, dan guru) terhadap siswa dalam pendidikan kepemimpinan? 5. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 6. Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 7. Bagaimana pendapat Anda terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? 8. Bagaimana nilai-nilai pendidikan kepemimpinan Jesuit yang Anda dapatkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 9. Bagaimana pengaruh pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto terhadap diri Anda? 10. Bagaimana interaksi Anda terhadap warga sekolah? 11. Bagaimana prestasi siswa terkait kepemimpinan? 12. Apa peran dan karya Anda terkait pendikan kepemimpinan?
140
PEDOMAN WAWANCARA ALUMNI “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” 1. Bagaimana cara menanamkan pendidikan kepemimpinan untuk siswa? 2. Bagaimana peran Anda terhadap pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 3. Bagaimana peran pamong sekolah terhadap pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 4. Bagaimana proses kegiatan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 5. Bagaimana pola interaksi guru dan siswa dalam pendidikan kepemimpinan? 6. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? 7. Bagaimana pendapat Anda terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? 8. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 9. Bagaimana nilai-nilai pendidikan kepemimpinan Jesuit yang Anda dapatkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 10. Bagaimana interaksi Anda terhadap warga sekolah? 11. Bagaimana pengaruh pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta terhadap pribadi Anda? 12. Bagaimana prestasi terkait kepemimpinan? 13. Apa peran dan karya Anda di masyarakat terkait kepemimpinan?
141
Lampiran 4 CATATAN LAPANGAN 1 Hari, Tanggal : Selasa, 4 Oktober 2016 Waktu
: 09.00 – 12.00
Tempat
:SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Observasi awal
Deskripsi Pada hari Selasa, 4 Oktober 2016 pukul 09.00 WIB peneliti bersama alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta (MI) datang ke SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Peneliti datang ke sekolah melalui pintu gerbang sebelah barat, dan disambut ramah oleh satpam sekolah. sambil brbincang-bincang dengan alumni dan satpam sekolah diantar menuju loby. Di loby peneliti bertemu dengan karyawan penjaga loby, beliau menanyakan keperluan dan menyediakan buku untuk menuliskan identitas dan keperluan. Peneliti bertujuan untuk melakukan observasi awal dan mengajukan penelitian tentang pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Beliau menginformasikan untuk segera mengajukan proposal dan surat pengajuan. Peneliti ditemani MI berjalan mengelilingi lingkungan sekolah. pada hari itu melihat semua siswa di sekolah itu adalah laki-laki. Mereka menggunakan baju bebas, dan banyak berambut panjang. Peneliti mengamati saat jam istirahat, sehingga terlihat banyak siswa yang berjalan menuju kantin dan lapangan basket. Peneliti mengamati proses interaksi siswa warga sekolah termasuk karyawan dan siswa yang telah teramati peneliti. Peneliti juga mengamati kondisi suasana dan lingkungan sekolah. Teramati bahwa kondisi gedung sekolah bercorak bangunan klasik. Terlihat bahwa bangunan sekolah terlihat tinggi, dan ruang kelas hanya dengan dinding setengah bangunan serta tidak berpintu. Aspek mengamati fenomena kondisi sekolah SMA Kolese De Britto untuk bahan membuat catatan lapangan (field note), sebagai sarana mendukung data penyusunan skripsi. Aspek yang diamati berupa suasana dan fasilitas sekolah, serta interaksi warga sekolah yang terkait pendidikan kepemimpinan. Melihat interaksi siswa SMA Kolese
142
CATATAN LAPANGAN 2 Hari, Tanggal : Selasa, 27 Desember 2016 Waktu
: 08.00 – 10.00
Tempat
: SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Bertemu dengan Rm.Fajar untuk membahas proposal skripsi
Deskripsi Pada 27 Desember 2016 tepatnya hari Selasa pukul 08.00 WIB, peneliti datang kembali ke SMA Kolese De Britto Yogyakarta bermaksud untuk bertemu Romo FJ. Peneliti ketika sampai di sekolah disambut baik oleh satpam dan ditanyakan keperluannya. Selanjutnya peneliti bertemu dengan karyawan di loby dan mengatakan akan bertemu Romo FJ. Sembari peneliti menulis di buku tamu, karyawan menelepon Romo FJ. Peneliti menunggu diruang tamu sekolah. Tidak lama kemudian, Romo FJ datang dan mengajak menuju kantor ruangannya didekat ruang BK. Peneliti bertemu juga dengan guru lain di ruangan itu dan disambut baik. Setelah sampai ruangan, peneliti dipersilakan duduk oleh Romo FJ. Romo FJ menanyakan keperluannya, dan peneliti mengungkapkan kebutuhannya untuk meneliti tentang “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta”. Romo FJ menyetujui adanya penelitian tentang pendidikan kepemimpinan dan menganjurkan bisa berwawancara dengan beliau karena sebagai pengampu pendidikan kepemimpinan melalui berbagai program kegiatan di sekolah ini. Romo FJ memberi masukan agar mencari referensi buku terkait pendidikan ke Kotabaru dan Puskat. Romo FJ menganjurkan agar membuat tulisan skripsi dan dikoreksi beliau jika sudah lengkap. Setelah peneliti mendapat arahan, masukan dan anjuran dari Romo FJ, peneliti juga diberikan buku referensi skripsi. Selesai perbincangan, peneliti dan Romo FJ keluar dari ruang kantor. Di lapangan peneliti melihat ada beberapa siswa menyapa Romo FJ dengan akrab menggunakan bahasa Jawa. Romo FJ juga menjelaskan adanya berbagai sarana prasarana sekolah yang terlihat bersih, rapi dan nyaman digunakan. Terlihat juga pohon dan tanaman yang besar dan terlihat rindang dan asri. Di tengah halaman sekolah terdapat patung Ignatius Loyola dan terdapat tulisan “Ad Maiorem Dei Gloriam” yang berarti “Demi kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi”. 143
Pukul 10.00 WIB peneliti berpamitan dengan Romo FJ dan meminta beberapa waktu untuk memberikan proposal penulisan skripsi mengenai pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Peneliti kembali ke parkiran dan dibantu dalam menyeberang oleh satpam sekolah.
144
CATATAN LAPANGAN 3 Hari, Tanggal : Rabu, 4 Januari 2017 Waktu
: 08.30 – 11.00
Tempat
: SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Bertemu Romo FJ untuk konsultasi proposal
Deskripsi Pada hari Rabu, 4 Januari 2017 pukul 08.30 WIB peneliti tiba di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Seperrti biasanya disambut satpam untuk menanyakan keperluan. Hal ini terlihat bahwa warga sekolah juga sangat disiplin dan ramah. Setelah mengisi buku tamu, kemudian saya ke ruang tata usaha karena kebetulan penjaga loby tidak di tempat. Di ruang TU peneliti mengatakan keperluannya agar bertemu dengan Romo FJ. Pegawai TU kemudian menelepon Romo FJ dan peneliti segera dipersilakan menuju ruang kantor Romo FJ. Peneliti bertemu dan disambut ramah oleh Romo FJ, kemudian dipersilakan untuk duduk. Setelah Romo FJ menanyakan keperluannya, kemudian peneliti menjelaskan kelanjutan proposal skripsi mengenai pendidikan kepemimpinan. Peneliti memberikan sebuah proposal untuk diteliti Romo FJ mengenai penulisan inti pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Yesuit. Romo FJ menerima proposal dan dikoreksi. Beliau menganjurkan agarmencari referensi buku dan menemui Romo HS dan Romo SD di Kotabaru. Romo FJ memberikan buku lagi terkait pendidikan Yesuit agar dibaca dan dijadikan referensi. Romo FT menjelaskan tentang adanya pendidikan Yesuit yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Setelah beberapa jam berkonsultasi dengan Romo mengenai proposal skripsi pendidikan kepemimpinan, peneliti memohon ijin pamit. Romo FJ mempersilakan peneliti untuk pamit dan menganjurkan agar segera melengkapi proposal berdasar referensi yang sudah di berikan. Keluar dari ruangan Romo FJ, peneliti melihat lingkungan sekolah dan interaksi siswa. Peneliti keluar gedung sekolah menuju tempat parkir, dan pulang daibantu menyeberangi jalan oleh satpam.
CATATAN LAPANGAN 4 Hari, Tanggal : Jumat, 20 Januari 2017 Waktu
: 09.00 – 12.00
Tempat
: SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Betemu Kepala Sekolah 145
Deskripsi Pada hari Jumat, 20 Januari 2017 pukul 09.00 WIB peneliti datang ke sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta ditemani alumni (MI). Peneliti bertemu satpam dan menginformasikan akan memberikan surat ijin penelitian. Peneliti membawa surat ijin penelitian dan menuju ruang tata usaha. Surat diterima oleh Bu N dan beliau menelepon Kepala Sekolah terkait perijinan penelitian. Selesai menelepon, peneliti diijinkan untuk menemui Pak AP selaku Kepala Sekolah di ruangannya. Peneliti bersama MI berjalan menuju ruang Kepala Sekolah. Peneliti juga melihat kondisi siswa yang sedang belajar di kelas menggunakan baju bebas. Setelah sampai ruang Kepala Sekolah, peneliti disambut baik oleh Pak AP dan dipersilakan duduk oleh beliau. Pak AP menanyakan keperluan kepada peneliti, dan peneliti langsung mengutarakan maksud tujuannya untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta”. Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, Pak AP langsung mengijinkan dan menyetujui penelitian tentang pendidikan kepemimpinan yang dilakukan di sekolah ini. Peneliti kemudian memberikan proposal penelitian yang sudah dibuat kepada Pak AP. Pak AP membaca sekilas tentang proposal dan memberi masukan terkait isi proposal. Peneliti mengajukan pihak yang akan diwawancarai untuk dikonsultasikan, dan dikonfirmasi oleh Pak AP. Pak AP memberikan rekomendasi pihak yang bisa diwawancarai di sekolah yaitu; Kepala Sekolah, Wakasek Kesiswaan, dan Siswa. Pak AP secara umum mengijinkan adanya penelitian dan pengambilan data terkait pendidikan kepemimpinan, daan peneliti juga diperbolehkan untuk mewawancarai pihak lain dengan ijin langsung. Terkait waktu pengambilan data dan wawancara, Pak AP menganjurkan agar peneliti segera membuat jadwal perkiraan pengambilan data agar disesuaikan dengan jadwal sekolah. hal tersebut diungkapkan Pak AP karena sekolah mempunyai agenda yang padat, sehingga perlu penyesuaian waktu untuk pengambilan data. Pak AP juga mengatakan bahwa penelitian setiap semester di SMA Kolese De Britto dibatasi dengan kuota sepuluh (10) peneliti, dan hasil skripsi juga dipersembahkan untuk sekolah sebagai dokumentasi arsip sekolah. Setelah berkonsultasi dan perijinan dari Pak AP selaku Kepala Sekolah SMA Kolese De Britto, maka peneliti memohon ijin pamit dan segera memberikan jadwal penelitian. Peneliti bersama MI menuju ruang TU untuk bertemu Bu N memastikan akan segera memberikan jadwal penelitian agar disesuaikan dengan jadwal kegiatan sekolah. Selesai dari ruang TU, peneliti bersama MI pulang menuju parkiran dan berbincang dengan satpam. 146
Selesai berbincang, peneliti bersama MI pulang dan dibantu menyeberang oleh satpam sekolah.
147
CATATAN LAPANGAN 5 Hari, Tanggal : Sabtu, 21 Januari 2017 Waktu
: 10.00 – 12.00
Tempat
: SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Memberikan jadwal penelitian ke TU
Deskripsi Pada tanggal 21 Januari 2017 tepatnya hari Sabtu pukul 10.00 WIB, peneliti kembali mendatangi sekolah SMA Kolese De Britto untuk memberikan jadwal penelitian. Sampai di sekolah bertemu dengan satpam dan langsung dipersilakan untuk langsung menuju tempat untuk melakukan penelitian tanpa dipandu. Peneliti berjalan menuju ruang TU untuk menemui Bu N. Setelah bertemu Bu N, peneliti memberikan jadwal penelitian dalam pengambilan data dan pedoman observasi, pedoman dokumentasi, dan pedoman wawancara. Bu N menerima jadwal tersebut dan mengatakan bahwa akan dikomunikasikan dengan pihak terkait untuk penelitian. Bu N juga memberitahu bahwa besok datang lagi untuk menanyakan informasi selanjutnya terkait jadwal penelitian. Setelah membahas pengajuan jadwal penelitian, maka peneliti memohon ijin oleh Bu N selaku pegawai TU. Peneliti keluar untuk menuju tempat parkir,berpamitan dengan satpam.
148
CATATAN LAPANGAN 6 Hari, Tanggal : Senin, 23 Januari 2017 Waktu
: 13.00 – 15.00 WIB
Tempat
: SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Bertemu TU
Deskripsi Pada hari Senin, 23 Januari 2017 pukul 13.00 WIB peneliti tiba di SMA Kolese De Britto. Peneliti langsung masuk menuju ruang TU untuk bertemu Bu N. Setelah bertemu Bu N, peneliti dipersilakan menunggu sebentar di ruang tamu sekolah. Ketika peneliti menunggu di ruang tamu, di sekolah sedang mengadakan refleksi harian dengan iringan bunyi musik untuk renungan selama lima belas menit. Peneliti menengok ruang kelas yang terlihat dari ruang tamu, dan melihat para siswa sedang berdiam diri di kelas untuk renungan. Selesai renungan selesai peneliti melihat semua siswa berjalan menuju ruang tamu sekolah untuk keluar dan pulang. Pada saat itu peneliti mengamati bahwa semua siswa adalah laki-laki dan mengenakan seragam putih abu-abu. Banyak siswa laki-laki yang berambut panjang dan baju dikeluarkan. Terlihat interaksi siswa saat berhamburan keluar sekolah sambil berbincang dan bercanda. Ketika ada guru dan karyawan yang berpapasan dengan siswa, terlihat mereka saling menyapa dan berbincang akrab. Perbincangan siswa dan pendidik ada yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Ketika siswa bertemu dengan guru menyapa dengan menyalami dan ada yang melambaikan tangan. Mereka terlihat akrab dan tidak sungkan untuk saling menyapa. Peneliti juga melihat ada orangtua siswa muslim bertemu ke ruang wakil sekolah untuk membahas sesuatu. Peneliti menilai bahwa SMA Kolese De Britto Yogyakarta sebagai sekolah yayasan umat Katolik sangat menjunjung tinggi toleransi dan multikultural. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Bu N hadir di ruang tamu sekolah. Bu N mengatakan bahwa jadwal penelitian yang diajukan peneliti sedang dalam proses dibahas bersama dengan Kepala Sekolah dan guru. Bu N memberikan informasi juga bahwa hari Rabu pagi jam 07.30 peneliti bisa bertemu dengan Romo FJ untuk kelanjutan proposal skripsi. Setelah peneliti mendapat informasi dari Bu N terkait kelanjutan proposal skripsi, maka peneliti mohon ijin untuk pamit. Peneliti keluar gedung sekolah dan melihat beberapa siswa ada yang masih di sekolah dan mereka sedang berbincang-bincang dengan satpam. Peneliti mengamati perbincangan antara satpam dan siswa terlihat akrab, ada yang 149
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Setelah berpamitan dengan satpam, peneliti keluar gerbang sekolah dan dibantu menyeberang jalan oleh satpam sekolah.
150
CATATAN LAPANGAN 7 Hari, Tanggal : Rabu, 26 Januari 2017 Waktu
: 07.30 -
Tempat
: SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Bertemu Romo FJ
Deskripsi Pada hari Rabu, 26 Januari 2017 pukul 07.30 WIB peneliti tiba di sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Peneliti menulis buku tamu yang ada di meja depang ruang loby. Setelah mengisi buku tamu, peneliti berjalan menuju ruang TU untuk segera menemui Bu N. Ketika bertemu Bu N, Bu N segera menelepon Romo FJ untuk bertemu dengan peneliti. Selesai menelepon, Bu N mengatakan bahwa peneliti langsung bisa menuju ruangan Romo FJ dekat ruang BK. Ketika sampai ruang BK, peneliti langsung disambut baik oleh Romo FJ. Peneliti dipersilakan duduk dan mengutarakan kepentingannya. Peneliti memberikan proposal skripsi yang terbaru untuk di koreksi Romo FJ. Peneliti juga mengungkapkan bahwa sudah mendapat referensi buku dari Penerbit Kanisius, Romo HS, dan Romo MT. Romo FJ menganjurkan agar sambil berproses penelitiannya, peneliti bisa memperbaiki tulisan skripsinya. Beliau juga mengatakan bahwa bisa segera dilakukan wawancara untuk beberapa waktu ke depan. Selesai bertemu dan berkonsultasi dengan Romo FJ terkait proposal penelitian, maka peneliti memohon ijin untuk pamit. Peneliti keluar ruang BK dan kembali ke ruang TU untuk bertemu Bu N. Bu N menginformasikan bahwa pada hari Jumat bisa dilakukan waeancara dengan Kepala S ekolah. Setelah mendapat informasi kelanjutan proses ke lapangan, peneliti segera menuju tempat parkir. Peneliti kelauur gerbang dan dibantu menyeberang jalan oleh saatpam sekolah.
151
CATATAN LAPANGAN 8 Hari, Tanggal : Jumat, 27 Januari 2017 Waktu
: 08.00 -14.00
Tempat
: SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara Kepala Sekolah dan Siswa
Deskripsi Pada hari Jumat, 27 Januari 2017 pukul 08.00 WIB peneliti bersama teman bernama AR tiba di sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Peneliti langsung menuju ke ruang TU bertemu dengan Bu N. Setelah bertemu Bu N untuk memohon ijin wawancara dengan Kepala Sekolah, Bu N
menelepon Pak AP untuk mengkonfirmasi kedatangan peneliti.
Setelah selesai menelepon, Bu N mempersilakan untuk langsung menuju ruang Kepala Sekolah. Sampai di ruang Kepala Sekolah, peneliti di sambut baik oleh Pak AP dan dipersilakan duduk. Peneliti kemudian mengutarakan maksud ketangan untuk penelitian tentang pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Wawancara dengan Kepala Sekolah dilakukan kurang lebih satu jam. Dalam wawancara dibantu dengan catatan di buku, rekaman HP dan dokumentasi foto. Selama wawancara yang dilakukan peneliti kepada Pak AP, dibantu rekam suara dan dokumentasi foto oleh AR. Saat dilakukan wawancara, Pak AP menjelaskan jawaban dari pertanyaan penuh gamblang dan jelas. Karena setelah wawancara Pak AP ada acara, maka wawancara belum semua pertanyaan dijawab dan akan dilanjutkan lain waktu. Pak AP memberikan email agar peneliti bisa mengirim pertanyaan wawancara lebih jelas. Selesai wawancara peneliti berpamitan dengan Kepala Sekolah dan akan menemui untuk wawancara selanjutnya lain waktu. Peneliti kemudian menuju ruang TU untuk kembali bertemu Bu N untuk konfirmasi telah melakukan wawancara. Bu N mengatakan bahwa pada jam 12.00 WIB peneliti bisa mewawancarai dua siswa yang telah dipilih. Peneliti menyetujui informasi dari Bu N dan pada pukul 10.00 WIB peneliti ijin kembali ke kampus untuk mengurus hal lain. Pukul 12.00 WIB peneliti kembali tiba di sekolah SMA Kolese De Britto dengan rencana mewawancarai siswa. Peneliti datang bersama teman bernama AR. Peneliti menuju ruang TU untuk mengkonfirmasi rencana wawancara. Peneliti dipersilakan oleh Bu N untuk menunggu siswa di ruang tamu sekolah. peneliti mengamati bahwa sekitar jam 12.00 para siswa setelah selesai refleksi dengan iringan musik renungan, adalah jam pulang. Tampak 152
bahwa siswa mengenakan baju bebas berkerah pada hari itu. Setelah beberapa menit peneliti melihat dua siswa yang menghampiri dan menanyakan tentang informasi wawancara penelitian. Kedua siswa laki-laki menyambut ramah dan berkenalan bahwa mereka bernama KV dan WK. Peneliti membahas tempat yang nyaman untuk wawancara pada KV dan WK. KV dan WK mengajak untuk menuju kantin yang sudah sepi. Di dekat kantin ada lapangan basket dan parkiran, jadi terkadang ada keramaian siswa yang sedang bermain basket dan suara motor siswa yang pulang sekolah. Peneliti dibantu AR untuk merekam suara dan foto dalam wawancara ini. Wawancara pertama dilakukan pada siswa bernama WK. WK adalah ketua presidium di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Untuk wawancara selanjutnya adalah siswa bernama KV. KV termasuk siswa berprestasi di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Saat wawancara kedua siswa ini memberi tahu bahwa di lapangan sebak bola ada guru perempuan yang sedang berjalan mengelilingi lapangan. Mereka mengatakan bahwa guru itu sedang melakukan sanksi dan konsekuensi atas pelanggarannya. Hal ini juga bisa disimpulkan bahwa pembelajaran dan konsekuensi diterapkan bagi semua warga sekolah secara adil. Selesai wawancara dengan kedua siswa ini, bersama peneliti dan AR merapikan kembali kursi kantin dan keluar dari kantin. Untuk selanjutnya peneliti, AR, KV, dan WK melakukan foto bersama di depan patung Santo John De Britto yang diatasnya bertuliskan “Ad Maiorem Dei Gloriam” yang berarti “Demi Kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi”. Hal tersebut juga dikatakan kedua siswa ini sebagai semboyan warga SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Setelah berfoto bersama, peneliti dan AR berpamitan dengan kedua siswa ini. Peneliti juga berpamitan dengan Bu N selaku karyawan TU di sekolah ini. Peneliti dan AR menuju tempat parkir, dan saat keluar gerbang sekolah dipandu meenyeberang jalan oleh satpam sekolah.
153
Lampiran 5 TRANSKRIP WAWANCARA KEPALA SEKOLAH “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH YESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
Hari, Tanggal Waktu Tempat Narasumber Pekerjaan Tema
: Selasa, 7 Februari 2017 : 08.00 – 10.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta : Agus Prih : Kepala Sekolah : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
17. Bagaimana pendapat Bapak mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Yesuit? Semua sekolah Yesuit memiliki cita-cita yang menjadi pemimpin pelayan (Leader of service). Masing-masing sekolah harus mengarahkan pada kepemimpinan yang bisa melayani. 18. Apa landasan pendidikan kepemimpinan Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Karena sekolah Katolik, pemimpin yang diacu adalah Nabi Isa (Yesus Kristus). Dasarnya kepemimpinan Yesuit, seperti Ignastius Loyola sebagai pendiri ordo Yesuit. Beliau menjadi inspirasi sekolah De Britto. Jadi spiritualitas yang dihayati yaitu spiritualitas Ignatius, sedangkan De Britto sebagai pelindung. Dua tokoh menjadi inspirasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Brito. 19. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Semua orang dewasa berperan di SMA ini, yaitu guru, karyawan, murid, dan semua. Pendidikan kepemimpinan juga ada pada lingkup antar teman. Semua orang yag terlibat disini, misalkan orangtua pun yang hadir di sekolah ini juga terlibat dalam pendidikan kepemimpinan. Secara formal, ada formasi yaitu kepala sekolah, wakil-wakil kepala sekolah, guru. Tujuan pendidikan dari negara yaitu mencerdaskan , masing-masing sekolah kan memiliki ciri khas yang berbeda dan di De Britto mencirikhaskan yaitu leadership itu. Lembaga ini sendiri yang menekankan pendidikan kepemimpinan yang terlihat dalam visi sekolah. Sekolah ini setia pada visi yang ada dan kita mendidik siswa menjadi pemimpin. Namanya pendidikan tentu mendidik anak menjadi lebih baik, dewasa susila. Sesuai dengan 154
otonomi sekolah mempunyai cirikhas sekolah ini. Dengan adanya ciri khas sekolah ini memberi kebebasan untuk membuat produk yang berbeda dan baik dan dewasa. Mendidik anak menjadi pemimpin pelayan yang mengedepankan kompeten, berhati nurani, berbela rasa, dan berjiwa pemimpin. Mendidik anak supaya bisa mengambil keputusan. 20. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Yesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Karena model pemimpin yang melayani maka anak dididik bisa melayani oranglain, menimbang-nimbang (disserment), refleksi, mengambil keputusan, dan berbuat lebih semangat (sikap magis). Kepedulian di sekolah ini contohnya pembayaran sekolah sesuai dengan pendapatan orangtua, yang mendidik anak supaya jujur. Hal ini juga membuktikan adanya kepedulian. Kita juga menghargai pluralisme, sehingga anak yang sekolah disini berlatarbelakang agama yang berbeda-beda. Pendidikan disini juga mengajak anak-anak untuk toleransi. Kepemimpinan yang dididik disini sangat setia dengan visi, menjadi pemimpin yang melayani berdasar kompeten, berhati nurani, berrbela rasa. 21. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? Sekolah ini menjadi pusat pembelajaran pemimpin bagi siswa dan guru. Sekolah ini terkenal dengan gondrong, dan adanya live in ke tempat pembuangan. Orang kan ingin tahu pendidikannya dan kita terbuka adanya sarana belajar pendidikan kepemimpinan. Motto ini juga menjadi cita-cita yang mendukung visi sekolah untuk ke depannya. Pendidikan kepemimpinan sudah ada sejak 1948 namun baru difokuskan adanya pendidikan kepemimpinan beberapa tahun terakhir. Segala seragam fasilitas hanya menjadi sarana kebebasan bukan hanya tujuan, dan hal itu menjadi cara mendidik siswa untuk mengambil keputusan untuk mempertanggungjawabkan. Sejak sekolah ini didirikan dengan latarbelakang yang berbeda-beda. Maka sekolah bukan hanya monoton aturannya untuk ditaati, tetapi memberikan kebebasan agar bisa mengambil keputusan dan mempertanggungjawabkan. Adanya sanksi itu bukan hukuman tetapi proses mengingatkan anak agar tidak mengulanginya. Maka adanya sanksi disesuaikan dengan kondisi anak, misalnya ada anak terlambat maka bukan langsung dihukum tetapi diajak bicara untuk diketahui latarbelakangnya. Pendidikan sekolah juga mengajarkan sebagai pemimpin yang bisa mengambil keputusan dengan hati nurani yang benar. Yang lebih penting mendidik anak untuk menyadari sebuah perbuatan agar lebih memperbaiki perbuatannya. Namun berdasarkan formatur ada data sanksi, namun lebih pada situasi untuk mendidik perubahan. 155
22. Program pendidikan apa yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Dalam konteks akademik, guru menginputkan value tentang kepemimpinan dasar pendidikan Yesuit. Guru bertanggungjawab menyampaikan value sekolah. Dalam pendidikan kepemimpinan lebih banyak dalam kegiatan pengembangan diri, seperti inisiasi yaitu mengenalkan budaya sekolah, kepanitiaan, live in secara berkelompok yang terawasi, serba serbi input (kelas XI masuk untuk sharing ke lapas wirogunan, dsb), studi ekskursi, LDK, LKTL, orientasi profesi, dll. Semua itu mendidik anak untuk menjadi pemimpin yang ber 3C. 23. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Kegiatan ada di buku pegangan siswa tentang tabel kegiatan siswa. 24. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Sekolah ini adalah sekolah swasta sesuai dengan manajemen berbasis sekolah memberikan kewenangan. Adanya relasi dengan sekolah Yesuit (kolese lain) termasuk di dunia. Terpahaminya visi oleh para pendidik disini sehingga mendukung. 25. Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Namanya sekolah swasta juga ada ketidaksamaan agenda dengan dinas. Tidak sejajarnya bentuk program sekolah dan program dinas, disini sudah lebih ke kegiatan namun dinas masih menggunakan model ceramah. Hal itu lebih pada permasalahan dinas yang punya agenda lain, karena planning yang tidak panjang sehingga tidak cocok dengan planning panjang SMA De Britto. hambatan dari orangtua yang ingin mendidik anak secara kognitif, jadi saat akan ada kegiatan orangtua tidak mengijinkan anaknya. Jadi harapannya orangtua setuju dengan program yang ada di sekolah ini. Dana yang besar juga terkadang menjadi kendala kegiatan, misal saat ingin kerjasama dengan pihak luar. Kendala juga mencari tempat untuk kegiatan besar seperti live in, yang juga menjadi kendala dalam pendanaan. 26. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? Lulusan De Britto bisa memimpin dirinya sendiri, seperti alumni bisa memiliki sikap yang bisa bertanggungjawab atas pilihannya. Bisa menjadi pengaruh, pelopor, dan leader dalam lingkupnya. Arahnya menjadi leader yang memperjuangkan keadilan sosial. Anak didasari analisis sosial sehingga paham tentang apa yang bisa disumbangkan dalam masyarakat. Yang jelas anak mampu menentukan pilihannya, 156
27. Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Sejauh ini ketika visi ditegaskan pada pemimpin yang melayani, maka anak bisa menentukan pilihannya. Mereka bisa menentukan sikap untuk memilih masa depannya sesuai passionnya. Masa depan mengarah ke profesionalisme untuk memilih masa depannya. Misal lulusan ada yang memilih dengan percaya diri untuk memilih kuliah di Stipram, pariwisata, dan sebagainya. 28. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Tolok ukur keberhasilan bukan karena nem sekolah tetapi ketika masuk input rendah namun mendidik anak dengan kualitas lebih baik. Misal masuk dengan nilai 6,5 bisa lulus dengan nilai 8 itu yang disebut kualitas. Di De Britto mendidik anak dengan kualitas diri, misalnya berani mengambil keputusan. Produk sekolah menginginkan siswa bisa memilih dengan jurusan yang diinginkan, dan sebagainya. Kita menggunakan data dengan rapor nilai, kegiatan, kepanitiaan (rapor non akademik), jadi anak-anak bukan dihargai semata-mata dengan angka akademik namun juga keaktifan dalam kegiatan non akademik. Adanya pemberian penghargaan dengan apresiasi dalam kegiatan selama di SMA Kolese De Britto yang disebut best of the best, dan de britto award yaitu lulusan yang mencerminkan profil siswa (pemimpin pengabdi yang memiliki 3C). Tolok ukur lain yaitu sejauhmana alumni JB memiliki penagruh dalam masyarakat. Misalnya alumni yang menjadi pelopor dalam maasyarakat yang tidak mampu itu disebut pemimpin. Itu yang menjadi tolok ukur, alumni bisa berkontribusi dalam masyarakat. Pendidikan leadership tidak hanya diangkakan, tetapi lebih pada pengalaman yang berharga. Alumni banyak yang berperan dalam kepemimpinan, yaitu yang berperan dalam masyarakat jadi bukan hanya jabatan. Jangan hanya dipandang pemimpin yang berjabatan tinggi, pemimpin sejati adalah yang berani keluar dari dirinya untuk melayani oranglain dan mempelopori oranglain. Misalnya petani yang mempelopori dalam dunia pertanian. Pemimpin kita bukan pemimpin yang membawahi, tetapi pemimpin yang melayani. Menjadi pemimpin bukan terkenalnya dia, tetapi seberapa besar sumbangannya. 29. Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait pendidikan kepemimpinan? Menyusun program, mensosialisasikan program ke warga sekolah, mengontrol dan mendelegasikan kegiatan. Pada saat tertentu melakukan kegiatan forum di aula. Jadi bukan hanya top down, tetapi lebih ada timbal balik. Kemudian juga mengevaluasi kegiatan pendidikan kepemimpinan. Interaksi tidak harus langsung tetapi juga mendapat persetujuan dari semua warga sekolah. 157
30. Bagaimana prestasi siswa sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta terkait kepemimpinan? Ukuran prestasi bukan hanya kejuaraan, sertifikat, tetapi apa yang yang berubah dalam dirinya. Misalnya kemampuan siswa membuat refleksi, berkaca terhadap dirinya. Prestasi itu ketika bisa melihat perkembangan dirinya sendirinya. Pemimpin yang sesungguhnya bukan memimpin oranglain tetapi lebih pada memimpin dirinya sendirinya sendiri. Intinya lebih pada usaha perjuangan, dan hadiah itu hanya akibat saja. Proses itu yang disebut pendidikan kepemimpinan. 31. Bagaimana ide/gagasan Bapak untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Ide nya yaitu lembaga perlu setia dengan visi sekolah ini. Kepala sekolah juga perlu mengingatkan tujuan visinya sebagai target pada warga sekolah. Menjaga visi itu dengan mengarahkan dan mengevaluasi semua kegiatan pada visi itu. Semua siswa berhak mendapat pendidikan kepemimpinan dalam berbagai kegiatan. Dalam pendidikan kepemimpinan ada dalam pendidikan akademik dan non akademik. Dalam hal akademik tidak semata-mata hanya kegiatan kognitif. Pendidikan kepemimpinan sebenarnya tidak bisa dipisahkan antara akademik dan non akademik.
TRANSKRIP WAWANCARA PAMONG SEKOLAH “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH YESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
Hari, Tanggal Waktu Tempat Narasumber Pekerjaan Tema
: Kamis, 2 Februari 2017 : 08.00 – 10.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta : Pater N. Devianto Fajar Trinugroho, SJ., S.S., Lic. Th. : Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan (Pamong Sekolah) : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
14. Bagaimana pendapat Romo mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Yesuit? Mengapa para Yesuit memiliki perhatian pada pendidikan orang muda? Dalam sejarahnya, Ignatius menyadari bahwa pada konteks jaman waktu itu di Eropa situasi politik dan gereja sangat kacau. Lalu Ignasius memulai reformasi perbaikan gereja kualitas hidup manusia dengan pembaharuan dari dalam. 158
Ignasius menekankan pendidikan orang muda untuk menjadi pemimpin dan bisa merubah dunia. Dengan memberi bekal pendidikan pada orang muda harapannya agar kedepannya orang muda bisa memimpin di berbagai tempat (bangsa, dsb). Fokus pendidikan bagi orang muda menjadi perhatian Serikat Yesus. Mereka dididik agar kelak menjadikan pemuda sebagai pemimpin dengan hati, dengan baik, memimpin orang yang tersingkirkan, dll. 15. Apa landasan adanya pendidikan kepemimpinan Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Dalam konteks De Britto landasan kita mendidik anak bukan hanya mendidik anak agar lulus bukan hanya pendidikan secara kognitif. bagaimana mereka dibekali agar menjadi pemimpin (pemimpin keluarga, diri sendiri, dalam jenjang karir dalam masyarakat). Oleh karena itu bagaimana kita melatih mereka sejak dini dan membekali siswa sampai menjadi seorang pemimpin. Kita sudah punya 4C yaitu, competence; bagaimana siswa diharapkan mempunyai pengetahuan seluas-luasnya, consience; bagaimana hati nurani diarahkan pada hati nurnai yang benar, compasion; bagaimana tangan ini membantu hati, comitmen; bagaimama kita membantu saudara kita yang mengalami ketidakadilan, tersingkirkan, dan lemah. Dan semua ini di dalam pendidikan de britto yang ingin kita dasari menjadi pemimpin yang memiliki kompetensi, hati nurani benar, mengulurkan tangan, dan membela mereka yang mengalami ketidakadilan. Pendidikan 4C dimiliki oleh semua sekolah Yesuit. Secara khusus De Britto menekankan pada pendidikan kepemimpinan (leadership) yang didasari 4C. Kolese lain yaitu; Kanisius, Gonzaga, Loyola, Lekok di Nabire, Pika di semarang, Mikael di Solo, Seminari Mertoyudan. Kita memiliki dasar 4C sebagai landasan pendidikan sekolah Yesuit. De britto mendidik kualitas menjadi pemimpin, dan kita bekali 4 kualitas ini. Bedanya sekolah kita dengan sekolah yang lain seperti Stelladuce (Jogja. Surabaya, dll), tentu sekolah memperhatikan lokal wisdom masing-masing daerah berbeda. Seperti de britto yang ada di Jogja berbeda dengan di Jakarta dan Solo, dan menjadikan kekhasan atau yang diangkat yaitu leadership yang memiliki kompetensi, hati nurani benar, bisa mengulurkan tangan, memperhatikan orang yang mengalami ketidakadilan. 16. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Seluruh dari civitas academica warga sekolah De Britto, seperti direksi, karyawan, guru yang setiap hari bertemu siswa, siswa. Berawal dari Ignatius dalam sekolah Yesuit, dan De Britto kemudian keseluruhan pendidik di SMA Kolese De Britto. Teman mereka pun menjadi sarana dalam leadership. 17. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Yesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 159
Karena sekolah Yesuit mendasari pengalaman rohani dari St. Ignasius Loyola. Dia sebagai pendiri serikat Yesus, nilai-nilai inilah yang ingin kita hidupi. M yang khas disini adalah seluruh elemen dalam sekolah ini berperan. Formasi berarti membaddankan nilai spiritualitas Ignasian pada guru, karyawan, siswa, bahkan orangtua siswa supaya gagasan pendiri sekolah kita itu nyambung. Termasuk karyawan sekolah juga berperan. Lalu anak disekolah mendapat pendidikan bersama sekolah, dan mengajak orangtua untuk sosialisasi Ignasion informasion for parent. Jangan sampai pendidikan di rumah menjadi mentah lagi,. Spiritua SMA De Britto adalah spiritual yang didasari kekayan rohanin Ignatius, seperti latihan rohani. Hal rohani yang dilatih kita selalu mengajak siswa untuk ekaristi untuk menjadi kekuatan rohani, refleksi yaitu kita melihat, eksamen yaitu pemeriksaan batin. Eksamen ini dilakukan setiap pulang sekolah selama 10 menit, seperti refleksi setengah hari. Setiap jam 12 ada doa angelus dan mendoakan teman-teman yang ulangtahun. Dalam pelajaran ada pelajaran spiritualitas ignasian seminggu 1 jam (X-XII). Refleksi setiap kegiatan membuat refleksi, misal dalam setiap membuat pelanggaran, pendampingan, kegiatan, dll. Melihat sesuatu diluar sepengetahuanmu. Eksamen menggunakan musik renungan, mereka menulis apa yang dirasakan di sekolah, mengapa, dan membawa dalam doa segala peristiwaa, membuat harapan. Dilakukan setiap pulang sekolah rutin. Refleksi dan eksameen hampir sama, tetapi eksaamen dilakukan setengah waktu. 18. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? Kita memfokuskan pada leadership, motto ini kita hidupi. De britto menjadi tempat pembelajaran tentang leadership pada siapapun yang akan bertanya dan berbagi tentang leadership. Ini yang menjadi kekhasan kita adalah mengajak siswa menjadi seorang pemimpin. Kalau ada sekolah lain yang ingin tahu dan belajar kita terbuka termasuk kolese lain, kita bisa berbagi tentang leadership. Motto sekolah ini sudah ada sekitar 3-4 tahun. Dulu sudah ada pendidikan kepemimpinan tapi belum terumuskan, paling basic adalah memimpin diri sendiri. 19. Apa saja program yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Untuk kegiatan siswa yang paling dasar dalam penanaman pendidikan kepemimpinan adalah setiap angkatan mempunyai penekanan yang berbeda. Kelas X; adaptasi, XI; sosialisasi, XII; aktualisasi. Adaptasi berarti bagaimana siswa mengenal sekolah gedung semnagat cara bertindak yang dihidupi di SMA. Terkait banyak pengolahan diri, bagaimana kamu melihat sejarah hidup, berdamai dengan pengalaman hidup, mengolah kualitas diri, kemudian sampai penerimaan diri agar bisa memimpin diri sendiri. Kelas XI bagaimana mereka merealisasikan apa yang sudah mereka pelajari. Kelas XII masa aktualisasi diri 160
bagaimana meereka melihat diri dan menentukan masa depan. Realistis dan melihat kerja apa yang dibutuhkan. Jadi melihat diri sendiri, keluar dan mengaktualisasikan diri sendiri. 20. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Ada dua bentuk kegiatan dari pamong dan setiap satu semster punya agenda besar. Kelas X mendapat inisiasi (mengenali sekolah ini masuk dalam tubuh de britto), kelas XI dan XII sosialisasi sebagai panitia. Mereka membantu membadankan apa yang sudah diterima di De Britto. Kelas X mendapat LKTD (penekanannya mereka mengenal komunitas mereka, mengenali diri sendiri), kelas XI mendapat LKTL (mereka diharapkan untuk mengenal bela negara), XII ada orientasi profesi (live in ke tempat alumni yang mempunyai profesi sama). Disetiap akhir kegatan ada refleksi. Semester genap pada kelas X; studi ekskursi, live in sosial, retreat. Studi ekskursi mengajak siswa agar dekat alam ciptaan non manusia, mereka diajak dekat dengan alam selama 4-5 hari siswa belajar kerajinan dalam kelompok (batik, dawet, kerajinan dari kelapa, fotografi, dll). Bagaimana siswa mengolah hasil alam dalam bentuk kerajinan termasuk belajar ketelitian. Kelas XI mengajak siswa bersosialisasi dengan manusia lain melalui live in sesuai kebutuhan. Hal itu tergantung formasi siswa misal kita bertiga saya nggak bisa bekerja kasar dalam hal afeksi kurang, kamu orang kaya dan gak bisa kerja kasar, dan dia ada masalah karena orangtua pisah. Maka dalam live in kamu ditempatkan dalam keluarga dengan pekerjaan kasar, saya ditempatkan di panti jompo, dan dia ditempatkan dalam keluarga yang keluarganya utuh. Intinya kamu diajak berelasi dengan orang yang tersingkirkan (jompo, cacat ganda) dan menguji bagaimana kamu memiliki hati nurani untuk sesama mendengarkan mereka yang tidak terdengarkan. Kelas XII mendidik siswa untuk berelasi dengan Tuhan, untuk Katolik retret dan non Katolik gladi rohani dengan dinamika hampir sama. Mereka sudah memikirkan masa depan agar tidak bingung. Mereka diteguhkan dan dicerahkan. Dlam kegiatan presidium melalui kepanitiaan kegiatan . misal agustus ada 17 Agustus dna berdirinya sekolah ini, liga JB (pertandingan sepak bola antar kelas), malam ekspresi. Kepanitiaan bukan karena dibuat heboh, tetapi belajar kepemimpinan agar mengalami jadi panitia. Karena melalui inilah kalian belajar menjadi panitia dan melatih menjadi pemimpin. Semua siswaa minimal sekali menjadi panitia. Kegiatan itu juga dikaitkan dengan 4C itu. Dalam presidium juga dikaitkan sesuai dengan 4C, meski yang masih dihidup baru 3C. Di bulan Desember ada serba serbi input. Kelas X dikenalkan pada tertib lalu lintas untuk membangun kesadaran hukum, kelas XI penekanan agar mengerti hukum dan konsekuensinya misal mereka diajak untuk sharing di lapas. Kelas XII siswa diberikan seminar tentang pengenalan jurusan. 161
21. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Ketika kita punya program, slogan, dan kekhasan taadi dan bagaimana siswa menjadi paham. Kita membuat program per minggu, hari, bulan, semester ada disana. Terkait sarana prasarana terkait leadership ini, kepemimpinan ada dalam setiap pelajaran. Kita juga memiliki sumber daya manusia yang memilki kualitas. Siswa terlihat antusias. Dukungan dari yayasan termasuk fasilitas yang luar biasa. Sejauh ini tidak ada masalah yang signifikan yang menghambat kegiatan utama. 22. Apa saja hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Lebih ke tantangan yaitu mengajak agar lebih kreatif. Jumlah siswa banyak dan butuh tempat yang besar dan luas yang lumayan sulit. Tantangan pada orangtua yang Belum bisa melepas siswa, terlalu mencintai anak terlalu dalam dan kurang lepas. Terkadang rencana dan kenyataan . Terkadang tantangan intern yaitu kegiatan banyak namun juga mempunyai nilai yang bagus. Manajemen waktu sudah diantisipasi dari awal, dan tantangan pada siswa yaitu ada keseimbangan.namun kita mendapat masukan dari tim monev, . Program dan kegiatan disesuaikan dengan perkembangn jaman namun berlandaskan pendidikan kepemimpinan. 23. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? Kelas X berharap agar spiritualitas dan mengenal diri sendiri adanya kebebasan agar siswa bisa memimpin diri sendiri, kelas XI siswa keluar dari diri sendiri yaitu memimpin kelompok dan kegiatan, 24. Bagaimana pendapat Romo terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Mereka sudah hidup 15 tahun ketika kita membuat kegiatann selama 4-5 hari, adanya planning dalam proses harian, ada yang menjalani perubahan drastis ada juga yang lambat. Yang awalnya pemalu dan pendiam berbalik menjadi banyak bicara (proaktif), yang tidak mudah adalah banyak yang dari luar Jogja jadi yang sulit dalam pendidikan yaitu komunikasi dengan orangtua. Ingin mendidik kualitas diri menjadi orang namun beragam. Harapannya siswa menjadi memiliki pribadi yang utuh dan matang. 25. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Tolok ukur dalam keseharian hidup dalam kedisiplinan, semangat, harapannya juga memberikan dampak baik bagi oranglain, memimpin diri dan oranglain.m intinya siswa bisa memiliki dasar dalam bertindak, berbuat baik dan lebih baik. Optimisme, harapan hidup adalah kualitas hidup. 26. Bagaimana interaksi Romo terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan? 162
Yang khas dari sekolah Yesuit adalah cura personalis, yaitu mencari kehendak Allah. Cura personalis bisa dikenali secara pribadi dengan kesadaran bahwa kita mencari yang paling baik dalam proses, dialog colokium , tantangannya saya belum bisa berkomunikasi secara langsung kepada semua siswa dan membutuhkan orang-orang yang menemani saya. Pamong dibantu sub pamong mengurus presensi keterlambatan, guru piket membantu sub pamong, guru pendamping ekskul, guru BK, campus ministry (kerohanian), presidium. Wali kelas setahun dua kali melakukan wawancara, perwalian, ekskul pendampingan, BK sangat membantu. Mereka membuat informasi ke saya tentang siswa (prestasi, akademik, non akademik, sejarah keluarga) yang membedakan sekolah ini dengan sekolah lain adalah JB memiliki pamong yang mengurus ijin siswa dan semua tentang siswa. Setiap siswa yang ijin tidak masuk, kita menelepon orangtua siswa. Saya butuh tim ini untuk menemani yaitu koordinator ekskul (3 orang), wali kelas (5 orang), guru piket (7 orang), campus ministry (3 orang), pendamping presidium (3 orang). Sehingga formasinya jelas dan berjalan dengan baik. De Britto menggunakan kurikulum KTSP 2006.
TRANSKRIP WAWANCARA WAKASEK HUMAS “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH YESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” Hari, Tanggal Waktu Tempat Narasumber Pekerjaan Tema
: Selasa, 7 Februari 2017 : 08.00 – 10.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta : Widi nugroho : Wakasek Humas dan Guru Bahasaa Inggris : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
1. Apa landasan adanya pendidikan kepemimpinan Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Sebenarnya mengapa sekolah yesuit sejak awal memang menekankan prinsip mau mengubah dunia lewat anak muda. Orang yg bisa mengubah duni tentu orrang yang punya leadership yang bagu. Leadership yang dibekal competence, compassion, consciene. Pemimpin yang punya kemampuan, . yang mengarah 3C+1L. Leadership itu sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun baru dihidupi beberapa tau 163
2. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Orang yang secara khusus bertanggungjawab yaitu pamong dari Yesuit, sehingga benar-benar menguasai , yang lain juga mendukung 3. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Yesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Valeunya adalah kepemimpinan yang 3C+1L 4. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? Kami punya keinginan bahwa lembaga ini menjadi rujukan sekolah lain yang ingin belajar soal kepemimpinan. Itu menjadi cita-cita sekolah ini, dan itu menjadi roadmap. Untuk harapan 5 tahun terakhir menjadi rujukan sekolah kepemimpinan. 5. Apa saja program yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Jadi dari program 3C+1L. Secara khusus ada kegiatan LDK, LKTL, dan program lain yang mengarah kesitu adalah pengelolaan event-event, presidium, live-in juga mengarah ke 3C. Keinginan kita adalah mendidik siswa menjadi pemimpin yang ber-3C. 6. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Guru-guru di sekolah ini sudah tahu arah yang akan dicapai, jadi saat ada pergantian kepanitiaan mereka tidak mengalami kesulitan. 7. Apa saja hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Mungkin secara teknis, kadang-kadang mencari tempat yang tidak mudah. Kadang diawal tahun mengatur waktu yang tidak mudah. Kita menyebutnya bukan kendala, tetapi lebih ke tantangan. Kadang juga orangtua yang terlalu posesif, namun tidak terlalu bermasalah. 8. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? Harapannya bisa memimpin dirinya sendiri, agar besok tidak bergantung pada oranglain dan bisa menentukan pilihannya sendiri, mandiri. Kami berharap agar mereka mempunyai kemampuan dan peran dalam masyarakat. Selama ini juga sudah banyak alumni yang berperan dalam masyarakat. 9. Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Kebanyakan orangtua juga mengatakan anak mereka sudah ada banyak perubahan, mereka lebih tahu tugas mereka sehari-hari. 10. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 164
Tolok ukurnya jika harapan-harapan nya sekolah tercapai, juga ada perubahan. Jika itu ada bukti komnkretnya jelas keberhasilan tercapai. Rapor juga ada tetapi, lebih pada perubahan perilaku. 11. Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan? Secara langsung dan khusus tidak terjun, hanya menginformasikan kepada khalayak bahwa di De Britto ada pendidikan kepemimpinan. Alumni juga banyak berperan juga dalam pendidikan kepemimpinan.
TRANSKRIP WAWANCARA WAKASEK KURIKULUM “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH YESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” Hari, Tanggal Waktu Tempat Narasumber Pekerjaan Tema
: Rabu, 8 Februari 2017 : 08.00 – 10.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta : Tri Winanta : Wakasek Kurikulum : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
14. Bagaimana pendapat Bapak mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Yesuit? Menumbuhkan kepemimpinan diturunkan dari visi misi sekolah yaitu kepemimpinan pelayanan (leader of service) sebagai cita-cita sekolah ini didirikan. Termasuk kegiatan yang dikoordinir oleh pamong yaitu LKTD, LKTL. Bagian kurikulum menjadi sarana dalam bidang akademik dan non akademik dalam pendidikan kepemimpinan. Secara akademik ada dinamika pengajaran diarahkan membentuk jiwa kepemimpinan pelayanan dalam pembelajaran. 15. Apa landasan kurikulum adanya pendidikan kepemimpinan Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Landasannya dari St. Ignatius sendiri, kepemimpinan Yesuit itu sendiri. Jadi kepemimpinan mempunyai nilai humanis yang dihidupi oleh St. Ignatius. Dari cara memilih dan mempertanggungjawabkan, cara berpikir, bertindak, mengilhami tokoh St. Ignatius sendiri. Dalam kurikulum juga mendasarkan pada pendidikan Ignatius yang terwujud dalam akademik dan non akademik. Bagaimana agar dalam pelajaran dibawa pada nilai-nilai kepemimpinan yaitu kejujuran, semangat, tanggungjawab, kepedulian. Kepemimpinan yang memang terinspirasi dari kehidupan St.Ignatius yang mengandung nilai-nilai (value) nya. 165
16. Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Yang berperan adalah semua warga sekolah yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. 17. Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ? Sebagai roadmap (peta jalan) sekolah agar sesuai dengan visi nya. Harapan atau cita-citanya agar sekolah lain yang belajar disini bisa memberikan sesuatu. 18. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Adanya pengalaman kegiatan, evaluasi, kebijakan dan visi sekolah yang saling berkaitan mendukung pendidikan kepemimpinan di sekolah ini. 19. Apa saja hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Menyiapkan anak-anak untuk mengenal nilai-nilai warisan Ignatius tdiak mudah. Kesadaran butuh proses dan adanya tantangan sebagai pemimpin. 20. Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan? Lulusan bisa menerapkan 3C+1L terutama kepedulian, kecerdasan, jiwa kepemimpinan, nurani yang sungguh bisa membawa diri pada perubahan yang lebih baik. 21. Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Banyak yang sesuai harapan sekolah 22. Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Menjadi pribadi yang bisa memilih dan memiliki tanggungjawab pada pilihannya. 23. Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait kepemimpinan? Kurikulum berkolaborasi memberi dukungan pada warga sekolah untuk mendampingi dan mendidik anak menjadi pemimpin yang 3C+1L
TRANSKRIP WAWANCARA SISWA “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH YESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA”
Hari, Tanggal Waktu Tempat
: Jumat, 27 Januari 2017 : 08.00 – 14.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta 166
Narasumber Pekerjaan Tema
: Sinung Wikunto : Siswa Kelas XII IPA1 : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
13. Apa alasan Anda memilih bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? “Kalau saya sih karena kakakku sekolah disini jadi aku tertarik. Karena sekolah ini bebas, bisa berambut gondrong dan berpakaian bebas. Aku tertarik sama pendidikan karakternya dan bisa mendidik menjadi pemimpin. Itu awal motivasiku masuk di sekolah ini.” Kita kan punya visi kalau disingkat kan jadi 1L+3C. Yang pertama competence yaitu tentang bagaimana kita mengatur logika kita, concience menggunakan hati nurani kita, dan compasion yaitu berempati. Ada juga istilah keren yaitu “to be man and for the others” yaitu bagaimana kita berbela rasa dengan sesama kita. Dan ketiga hal itu mendidik bagaimana kita menjadi pemimpin yang benar-benar utuh. 14. Program dan kegiata apa saja yang Anda dapatkan dalam pembentukan kepribadian? Yang pertama masuk, ada inisiasi yang disediakan sekolah dan kita dibabtis agar layak masuk di De Britto, kemudian setelah tiga bulan pertama ada Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK). Setelah itu dalam semester 2 kelas X ada studi ekskursi yang disesuaikan dengan minat siswa dan terlibat dalam kegiatan kecil seperti kegiatan rumah-rumahan, seperti membuat tas dan kerja membuat sesuatu disitu. Kelas XI semester 1 ada LKTL yaitu program latihan bersama tentara di markas tentara, menjadi seorang pemimpin dari aspek belajar membentuk kepribadian kuat. Kelas XI sem 2 kita ada live in sosial, kita tinggal di tempat di tempat orang yang benar-benar susah, seperti Jakarta, Surabaya, dll. Kita dikirim secara berkelompok, dan ditempatkan sendirisendiri pada induk semang sesuai kebutuhan siswa, yang ditentukan sekolah. Kelas XII semester 1 ada orientasi profesi, kitakan punya cita-cita jadi sekolah memfasilitasi agar kita magang ditempat itu selama 3-4 hari. Kita mengenali profesi yang kita pilih, kit amau lanjut apa berhenti. Minggu kemarin ada retreat yaitu pengolahan diri, memastikan kita mau apa mau masuk perguruan tinggi mana. Dan semua itu tidak ada biaya lagi, semua sudah termasuk uang gedung dan SPP. 15. Bagaimana proses kegiatan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Peran guru sangat berpengaruh, kita mendapatkan sesuatu dari guru. Guru menyampaikan visi misi pada kita. Guru yang paling berperan yaitu guru agama (Pak Maryono), guru bahasa Indonesia, wali kelas. Untuk guru nilai lebih ke pengenalan jati diri sekolah. guru agama lebih mengenal karena dari 167
16.
17.
18.
19.
kelas 1-3 dikenal benar-benar kritis dan itu dibutuhkan ketika menjadi pemimpin. Aku meneladani itu dari guru. Bagaimana pola interaksi pendidik (Kepala Sekolah, Pamong, dan guru) terhadap siswa dalam pendidikan kepemimpinan? Selain pendidik, juga sebagai teman. Kadang kalau dengan orang yang berposisi lebih tinggi kan ada rasa canggung kalau bahasa Jawanya itu „pekewuh‟. Kalau disini enggak, tapi kalau di luar dikelas kita ngomong sama guru juga bisa, tergantung relasi kita dengan guru itu bagaimana. Kadang berbicara dengan bahasa ngoko itu yang menjadi keunikannya, tapi tetap ada sopan santun. Terlepas daris emua itu, kita menganggap guru sebagai teman dan sahabat kita. Pamong berperan karena dia yang momong dan mengarahkan kita, seperti pendidikan kolese yang paling berperan berpusat pada pamongnya. Pamong menjadi pusat pendidikan di kolese-kolese. Kepala sekolah berperan pada kebijakannya, kebijakan yang dibuat kepala sekolah buat siswa. Bagaimana kepala sekolah mengarahkan kebijakan itu pada visi sekolah kita. Interaksi dengan teman, aku punya satu tempat kelompok dan aku tetap berteman dengan semuanya. Justru aneh bagi aku di SMA ini jika wajah teman satu angkatan saja tidak kenal kan kebangeten. Jadi aku harus tahu dan mengenal mereka itu bagaimana. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Bagiku hampir semua yanga ada disekolah ini, dari pendidik, dari para tenaga pekerja (rumah tangga, karyawan) karena mereka ada disini dan menghidupi nilai-nilai dari De Britto ini. Jadi mendukung fasilitas dan sarana prasarana yang ada disini. Suasana sekolah juga relatif mendukung, keseluruhan saya senang belajar disini. Kan jarang ada tempat yang gak ada temboknya, bisa kena angin kan enak. Awala masuk sini seneng banget sama bangunan jaman dulu, aku bisa belajar sekolah di tempat unik yang di tempat lain tidak ada. Interaksi dengan sesama juga mendukung. Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Pertama lebih dari diri sendiri. Manusia kan ada sifat malas sifat negatif itu yang menghambat diriku untuk berkembang. Hambatan dari luar tidak ada. Konflik ada pada saat belajar, yaitu manajemen konflik. Itu yang unik bagiku dan menyenangkan, termasuk konflik pribadi dan dengan orang lain. Bagaimana pendapat Anda terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Arti pemimpin bagiku adalah orang yang tahu apa yang diperbuat, dan bisa mengarahkan dirinya sendiri dan bisa menggerakkan oranglain. Orang yang bisa mempengaruhi lingkungannya. 168
20.
21.
22.
23.
24.
Istilah yang sering kita pakai adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Pemimpin yang bagus adalah pemimpin yang bisa bertanggungjawab atas pilihannya. Bagaimana nilai-nilai pendidikan kepemimpinan Yesuit yang Anda dapatkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Disini ada spiritualitas Ignasian, jadi kita meneladani Ignastius sebagi model di kolese De Britto bagaimana kita bisa berbuat yang menyadari bahwa Tuhan ada disekitar kita dab berpendirian. Kepemimpinan itu bisa diraih jika kita bisa menjadi pribadi yang matang dan bisa mempengaruhi di sekitar kita. Kekhususan kepemimpinan sekolah Yesuit menjadi spriritualitas yang kita hayati yaitu 3 C. Perbedaan sekolah De Britto dengan yang lain yaitu tidak terikat dengan seragam karena sekolah inginn siswa dengan pribadi yang otentuk bukan diseragamkan, kepemimpinan yang 3C. Tokoh yang berpengaruh dalam pendidikan kepemimpinan di De Britto yaitu Santo De Britto karena menjadi pelindung kita dan cikal bakal spiritualitas Ignasian kita yaitu Ignatius Loyola yang meneladani kepemimpinan Yesus. Kepemimpinan Yesus adalah kepemimpinan yang melayani dan penuh kasih. Bagaimana pengaruh pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto terhadap diri Anda? Pengaruh yang paling jelas membuat aku lebih berpikir secara kritis, melihat dan menganalisis masalah dari segala sudut pandang, menjadi lebih peduli dengan orang lain bukan egois tetapi melihat banyak oranglain juga dalam hidup ini, dan aku bisa mengenali diriku lebih dalam menyelesaikan masalahmasalah pribadiku (luka-luka batinku) Bagaimana interaksi Anda terhadap warga sekolah? Interaksiku dekat dengan karyawan, satpam, rumah tangga, karyawan, temanteman dan guru karena memang mencari relasi. Buat saya eman-eman wis sekolah neng kene tapi koe rangerti sekolahmu dewe. Saya sering main ke satpam, ngobrol, pernah ke rumahnya juga. Mereka welcome, mereka justru senang kalau ada siswa yang ngajak omong dengan dia. Bagaimana prestasi siswa terkait kepemimpinan? Presidium seperti OSIS, kegiatan sekolah yang aku buat sebagai seorang presidium seperti kepanitiaan. Teman-teman bisa terlibat dan berkarya disitu. Presidium itu lebih sebgai penyalur aspirasi siswa ke sekolah. periode ku 2017/2017 berjumlah 7 orang, karena jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Apa relasi dengan dunia luar? Kalau ada masalah geng motor wajar, kita tidak mau menjadi orang-orang seperti mereka, sekolah juga tidak menginginkan menjadi siswa seperti itu sekolah tidak mengajarkan hal seperti itu. Kita tidak pernah ikut-ikutan, ratarata siswa De Britto tidak pernah ikut hal seperti itu. 169
Untuk lomba yang diikuti yaitu lomba olahraga, olimpiade-olimpiade, essay, karya ilmiah, Karena siswa cowok semua jadinya bebas tidak perlu jaga image, kalau orang yang mudah sakit hati berarti orang itu tidak pernah . bukan bully tetapi gojek, walaupun gojek kelewatan juga ada bisa disebut gojek kere. Tetapi mereka menanggapinya juga biasa aja.
TRANSKRIP WAWANCARA SISWA “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH YESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” Hari, Tanggal Waktu Tempat Narasumber Pekerjaan Tema
1.
2.
3.
4.
: Jumat, 27 Januari 2017 : 08.00 – 14.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta : Geraldus Kevin Martimbang : Siswa Kelas XII IPA 5 : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Apa alasan Anda memilih bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Aku tu karena dulu papaku alumni sini, tahu dari cerita-ceritanya. De Britto tu lucu-lucu, nakal, unik, bebas. Kalau pendidikan karakter di De Britto belum tahu, jadi masuk sini belum tahu. Buat tertarik lulusan anak SMP karena bisa mengekspresikan diri. Rata-rata orang yang dari SMP karena banyak aturan tentu ingin kebebasan. Program dan kegiata apa saja yang Anda dapatkan dalam pembentukan kepribadian? Hampir sama seperti aku dulu ikut student exchange ke Australia. Dapat beasiswa juga dari kedutaan Jerman yang punya sekolah mitra untuk dikirim ke Jerman selama 3 minggu. Kalau kegiatan sekolah jelas, tetapi kalau diluar sekolah lebih menambah wawasan. Di Australia tinggal di keluarga Australia, tahu budaya, permasalahan, cara pikirnya yang berbeda dengan orang Indonesia tentunya menambah wawasan dan relasi yang luas. Untuk program Bagaimana proses kegiatan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Untuk kegiatan live in dan sebagainya sama dengan Wiku Bagaimana pola interaksi pendidik (Kepala Sekolah, Pamong, dan Guru) terhadap siswa dalam pendidikan kepemimpinan? Hampir sama dengan Wiku. Interaksi pendidik lebih bersahabat, Lebih memahami makna cura personalis, misal siswa ada yang terlambat guru 170
5.
6.
7.
memarahi siswa tapi tidak asal dimarahi tetapi guru menanyakan kenapa terlambat. Misal siswa terlambat bisa dikarenakan bangun kesiangan ada juga yang karena dijalan membantu orang yang jatuh. Jika diberi hukuman yang sama kan aneh karena niat baik yang satu . terkait cura personalis pada relasi antar teman itu tidak Cuma sekedar guyon, tetapi aku benar-benar tahu dia karena apa. Lebih tahu latar belakangnya, dan itu ada dinamikanya sendiri seperti makrab kelas. Dalam makrab ada dinamikanya buka-bukaan, misal aku tidak suka sama Jefri karena dikelas tidur terus yang mengakibatkan yang lain resah. Nah itu kita menanyakan. Disini kita tidak langsung menjauhi tetapi kenali dulu dalam forum, dan dia menceritakan bahwa karena ada permasalahan keluarga. Kebanyakan hal-hal seperti itu dikarenakan masalah keluarga. Teman-teman memberi masukan karena permasalahan itu, dan terlihat ada perubahan karena keterbukaan itu. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Hal yang mendukung karena banyak yang bersemangat juga. Fasilitas juga sudah sangat mendukung dibanding sekolah lain Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Kalau buat anak JB dituntut untuk memberi timbal balik ke sekolah yaitu seperti ekstrakurikuler, supporter, panitia atau presidium. Nah itu memang ada siswa yang cuma ikut-ikutan ada juga siswa yang benar-benar ingin mengembangkan melalui paduan suara untuk meningkatkan prestasi, basket, dan fotografi, buat pameran. Aku sendiri aktifnya di kegiatan ekskul fotografi dan kegiatan diluar. Intinya llebih ke diri sendiri, seperti siswa juga harus terbuka agar berkembang. Bagaimana pendapat Anda terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Menjadikan siswa lebih kritis, dan itu juga didukung oleh lingkungannya. Siswa lebih dituntun untuk menjadi pribadi yang otentik, dan temoat mendukung untuk berkembang. Aku lebih berkembang, dulu aku suka emosi, pemarah, marah-marah. Di sini aku dikritik habis-habisan sama tema-teman, pertama kali yang mengkritik aku Wiku. Sekarang sudah berkurang dalam marahnya. Tetapi teman-teman tetap menerima pribadi teman yang apa adanya. Ada teman juga yang menggerakkan dan dianggap lebih matang. Guru juga mendukung adanya diskusi, seperti Pak Maryono sebagai guru agama. Dia tidak ingin siswa menjadi dia, tetapi membimbing siswa dan membuka jalannya. Ada juga guru yang superior dan killer, tetapi kita belajar agar tidak menjadi seperti dia. Guru juga terbuka terhadap kritikan siswa, karena guru bukan maha tahu. 171
8.
9.
Bagaimana nilai-nilai pendidikan kepemimpinan Yesuit yang Anda dapatkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Yang jelas dari pamong dalam pelajaran spiritualitas seperti pengembangan pribadi, seperti refleksi eksamen. Mendidik agar kita lebih mengerti tujuan hidup, adda juga rekonsiliasi waktu retreat agar lebih mengenal diri sendiri berdama dengan masa lalu. Refleksi dilakukan setiap hari saat pulang sekolah selama 15-20 menit diiiringi musik renungan. Refleksi sebagai kuncinya, kita belajar dari apa yang kita alami. Aku pribadi sering melakukan refleksi pribadi dan lewat tulisan. Apa peran dan karya Anda terkait pendikan kepemimpinan? Aku tidak pernah ikut mabuk-mabukan, dalam bergaul aku bergabung semua. Saat malam ikut berkumpul di pastoran, dipinggir jalan, saat dipastoran kita bertemu setiap angkatan karena tidak ada senioritas. Terkadang menongkrong di burjo, dan kita tidak ada grup geng motor tetapi grup vespa atau supra.
TRANSKRIP WAWANCARA ALUMNI “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH YESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” Hari, Tanggal Waktu Tempat Narasumber Pekerjaan Tema
1.
2.
: Jumat, 27 Januari 2017 : 15.00 – 17.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta : Hilarius Pandoe Setya Tjandra Poernama : Mahasiswa UNY (FIK UNY 2016) : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Apa alasan Anda memilih bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Dulu awalnya tidak niat, karena siswanya cowok semua. Hanya coba-coba, daftar dan lolos. Program dan kegiatan apa saja yang Anda dapatkan dalam pembentukan kepribadian? Pendidikan kepemimpinan disana sangat bagus. Siswa diolah untuk mencari jati dirinya. dalam berbagai kegiatan lebih di eksplor. Kepemimpinan yang saya tahu dari pola pikir, pemimpin adalah orang yang bisa bekerja dan satu langkah lebih maju dari bawahannya dan mau ikut turun ke bawahannya. Disana program bertahap. Dari kelas X mengeksplor kegiatan budaya, gerabah, dsb. Kemudian ada LDK, disitu dikumpulkan per kelompok 9-10 orang berjalan 60-70 km naik turun bukit membawa barang bawaan yang 172
3.
4.
5.
6.
berat. Hal itu untuk mengolah diri kita, sebagai pemimpin tidak hanya mengethaui diri sendiri tetapi juga mengetahui kondisi sesamanya. Untuk kelas XI ada LKTL, dialtih kepemimpinan oleh paskas AU, disana diberi pelatihan semua kegiatan seperti tentara selama 1 minggu. Kemudian ada kegiatan live in, kita terjun ke masyarakat bawah seperti pemulung, nelayan di kota Jakarta, Malang, dan Surabaya. Kelas XII ada kegiatan live in profesi, jadi dicarikan alumni yang sesuai dengan cita-cita kita. Misalnya aku ingin jadi pilot, kemudian diajak magang bersama alumni yang menjadi pilot. Bagaimana proses kegiatan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Dalam proses awalnya aku agak malas, tetapi selang beberapa hari bisa mengikuti dengan baik. Hasil dari pendidikan sangat terasa saat sudah lulus jadi tahu manfaat kegiatan itu, jadi sangat menyesal bagi siswa yang tidak ikut dengan baik. Di sekolah setiap hari juga ada penanaman pendidikan kepemimpinan. Misalnya setelah pulang sekolah, jika ada permasalahan per angkatan atau satu lingkup sekolah kita mengadakan forum, mulai dari kubu-kubuan per angkatan, dsb. Hal itu dilakukan satu bulan sekali, dan sekarang jarang karena tergantung permasalahannya. Disetiap akhir jam pelajaran ada refleksi, karena meneladan pendidikan pola hidup Santo Ignasius jadi tidak cuma melakukan pengalaman tetapi merefleksikan dari setiap pengalamannya agar bermanfaat/bermanfaat. Hal itu dilakukan setiap hari selama 15-20 menit. Bagaimana pola interaksi pendidik (Kepala Sekolah, Pamong, dan guru) terhadap siswa dalam pendidikan kepemimpinan? Dari guru sudah cukup bagus dari cara penyampaiannya. Yang sangat bagus mungkin beberapa guru saja, seperti guru bahasa Indonesia (P.Martono, P.Didik), guru matematika (P.Catur). untuk pendidik dalam pendidikan kepemimpinan lebih ke guru BK dan guru pendidikan nilai. Ayng lebih berperan penting yaitu pamong, kaarena dia yang lebih berperan dalam pendidikan kepemimpinan. Interaksi mereka cukup bagus dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan pelajaran. Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Faktor kekeluargaannya, saat sudah merasa kekeluargaanya lebih bisa merasakan pendidikan kepemimpinan lebih bagus. Hal itu juga bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari. Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Lebih ke minat siswanya, biasanya mereka kalau tidak minat jadi malas. Saya juga pernah malas mengikuti, tapi lama-lama juga antusias. 173
7.
Bagaimana harapan sekolah terhadap output siswa SMA Kolese De Britto? Kita dididik menjadi pemimpin yang melayani, bukan hanya menyuruh tetapi berani bekerja di dalam programnya. Prinsipnya To service to competence, compasion, consience harapannya menjadi pemimpin pengabdi yang cakap memiliki kompetensi unggul pemikiran tinggi, bertanggung jawab, dan berhati nurani. Hal itu disingkat 1L=3C. Harapannya agar siswa menjadi penggerak perubahan dari yang buruk menjaddi lebih baik. Realitanya tidak 100% sesuai harapannya, yeyapi banyak yang menajadi penggerak perubahan. 8. Bagaimana pendapat Anda terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan? Kepribadian itu sangat berefek yang cukup baik bagi setiap siswa. Yang dulunya hanya menjadi pengikut, tetapi setelah berproses menjadi lebih aktif mengoptimalkan pribadi kita. Dulu di sekolah De Britto adda siswa yng pendiam dan kurang bergaul, namun setelah lulus dan kuliah kebanyakan di UGM dia bisa menjadi koor dan berani berproses dalam kegiatan kampusnya. 9. Tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan? Kalau tidak mengikuti sartu acara dan tidak berhasil amka menjadi bahan evaluasi untuk pendidiknya. Namun hal itu pasti akan mengolah peserta didik menjadi lebih baik. Nilai bisa dilihat saat mereka telah lulus, di rapor hanya ditulis tentang akademik. Untuk kepribadian kepemimpinan tidak ditulis tetapi terlihat pada perkembangan kepribadian. Lebih ke efek positif kedepannya, dan tidak melulu pada hasil saat proses. 10. Bagaimana nilai-nilai pendidikan kepemimpinan Yesuit yang Anda dapatkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta? Nilai-nilainya itu cukup banyak, lebih mengolah ke pribadi saya. Dulu aku menjadi pengikut, namun sekarang lebih melawan diri untuk mencoba menjadi seorang pemimpin. Nilai lain lebih ke pola pikir di anak-anak De Britto dibanding lulusan lain jelas berbeda. Misal pada umumnya 1 dibagi 2 menjadi ½ namun anak De Britto menjawab 1 dibagi 2 menjadi 2. Dan mereka bisa mempertanggungjawabkan apa yang dibicarakan. 11. Bagaimana pengaruh pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto terhadap diri Anda? Pengaruh sangat banyak termasuk perkuliahan di kelas. Saya sering melawan jika memang hal itu salah, seperti saat mengemukakan tema saya menjelaskan hal positif karena memiliki alasan yang jelas. Terkadang mereka hanya melihat sisi depan tetapi tidak tahu latar belakangnya. Jadi saya lebih melihat segala sesuatu melalui latar belakangnya dan lebih kritis. Bisa mempertanggungjawabkan keputusan saya. 12. Bagaimana interaksi Anda terhadap warga sekolah? 174
Interaksi saya dengan warga sekolah sangat baik, jadi saat jadi siswa maupun alumni hubungan dengan mereka tetap baik. Jam malam sampai jam 22.00 WIB, kadang saya sering main ke sekolah itu. Dalam nilai kepemimpinan bisa termasuk nilai komunikatif dan mau membuka diri. 13. Bagaimana prestasi siswa terkait kepemimpinan? Di De Britto kurang ada terkait prestasi terkait kepemimpinan tapi terlihat dalam organisasi presidium yang menjadi prestasi sekolah. diluar prestasi menjadi pemimpin dalam kelompok. Apreasiasi untuk siswa berprestasi sangat dihargai dengan memberikan award seperti futsal, basket, dan lain-lain. 14. Apa peran dan karya Anda terkait pendikan kepemimpinan? Sebagai alumni sekarang lebih ke pelayanan. Sekarang saya kuliah di FIK UNY, bentuk karya kepemimpinan itu lebih ke pelayanan dalam organisasi HIMA dan IKMK. HIMA masuk dalam PSDM, dan di IKMK yang mewadahi mahasiswa Katolik jadi pembantu ketua 1 yaitu ketua2. Hal ini juga termasuk hasil bentuk kepemimpinan sebagai lulusan De Britto Melihat berita pembacokan, saya merasa aneh dengan hal tersebut dengan pola pikir mereka sebagai pelajar. Seharusnya pola pikir pelajar lebih menggunakan otak mereka, bukan hanya menggunakan nafsu dan tenaga mereka untuk menghabisi lawannya. Di De Britto tidak pernah mengikuti hal tersebut, karena disana yang namanya musuh itu tidak ada dan tidak pernah mengikuti geng motor dan pembacokan. Tidak pernah karena lebih ke efek proses pembelajaran itu, bisa mengolah mana yang baik dan buruk. Semestinya anak De Britto lebih bisa berfikir. Alumni De Britto ada grupnya dan membentuk kepengurusan. Tujuan hal itu agar tetap memiliki persaudaraan antar angkatan, seperti angkatan muda ingin mencari pekerjaan. Hal itu juga termasuk nilai komunikatif untuk menjadi pemimpin. Alumni yang bergerak dalam bidang kepemimpinan ada yang bekerja di DPR, yang megang perusahaan, dan datanya ada tapi tidak semua.
175
Lampiran 6 PROSES REDUKSI DATA
Hari, Tanggal Waktu Tempat Narasumber Pekerjaan Tema
: Selasa, 7 Februari 2017 : 08.00 – 10.00 WIB : SMA Kolese De Britto Yogyakarta : Ag. Prih Adiartanto, S.Pd., M.Ed. : Kepala Sekolah : Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De
NO PERTANYAAN 1. Bagaimana pendapat Bapak mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Yesuit?
2.
Britto Yogyakarta
JAWABAN REDUKSI Semua sekolah Yesuit memiliki cita-cita yang Semua sekolah Yesuit memiliki cita-cita yang menjadi menjadi pemimpin pelayan (Leader of service). pemimpin pelayan (Leader of service). Masing-masing sekolah harus mengarahkan pada kepemimpinan yang bisa melayani.
Apa landasan pendidikan Karena sekolah Katolik, pemimpin yang diacu adalah kepemimpinan Yesuit di nabi Isa (Yesus Kristus). Dasarnya kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yesuit, seperti Ignastius Loyola sebagai pendiri ordo Yogyakarta? Yesuit. Beliau menjadi inspirasi sekolah De Britto. Jadi spiritualitas yang dihayati yaitu spiritualitas Ignatius, sedangkan De Britto sebagai pelindung. Dua tokoh menjadi inspirasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Brito. 176
Sebagai sekolah Katolik, pemimpin yang diacu adalah Nabi Isa (Yesus Kristus). Spiritualitas yang dihayati yaitu spiritualitas Ignatius, sedangkan De Britto sebagai nama pelindung. Dua tokoh ini menjadi landasan inspirasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Brito.
3.
Siapa saja yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
Semua orang dewasa berperan di SMA ini, yaitu guru, karyawan, murid, dan semua. Pendidikan kepemimpinan juga ada pada lingkup antar teman. Semua orang yang terlibat disini, misalkan orangtua pun yang hadir di sekolah ini juga terlibat dalam pendidikan kepemimpinan. Secara formal, ada formasi yaitu kepala sekolah, wakil-wakil kepala sekolah, guru. Tujuan pendidikan dari negara yaitu mencerdaskan , masing-masing sekolah kan memiliki ciri khas yang berbeda dan di De Britto mencirikhaskan yaitu leadership itu. Lembaga ini sendiri yang menekankan pendidikan kepemimpinan yang terlihat dalam visi sekolah. Sekolah ini setia pada visi yang ada dan kita mendidik siswa menjadi pemimpin. Namanya pendidikan tentu mendidik anak menjadi lebih baik, dewasa susila. Sesuai dengan otonomi sekolah mempunyai cirikhas sekolah ini. Dengan adanya ciri khas sekolah ini memberi kebebasan untuk membuat produk yang berbeda dan baik dan dewasa. Mendidik anak menjadi pemimpin pelayan yang mengedepankan kompeten, berhati nurani, berbela rasa, dan berjiwa pemimpin. Mendidik anak supaya bisa mengambil keputusan.
Semua orang dewasa berperan di SMA ini, yaitu guru, karyawan, murid, dan semua warga sekolah. Semua orang terlibat disekolah ini, misalkan orangtua pun yang hadir di sekolah juga terlibat dalam pendidikan kepemimpinan. Secara formal, ada formasi yaitu kepala sekolah, wakilwakil kepala sekolah, guru.
4.
Bagaimana nilai-nilai pendidikan Yesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan
Karena model pemimpin yang melayani maka anak dididik bisa melayani oranglain, menimbangnimbang (disserment), refleksi, mengambil keputusan, dan berbuat lebih semangat (sikap magis).
Model pendidikan di sekolah ini adalah pemimpin yang melayani maka anak dididik agar bisa melayani oranglain, menimbang-nimbang (disserment), refleksi, mengambil keputusan, dan berbuat lebih semangat (sikap
177
5.
SMA Kolese De Britto Kepedulian di sekolah ini contohnya pembayaran Yogyakarta? sekolah sesuai dengan pendapatan orangtua, yang mendidik anak supaya jujur. Hal ini juga membuktikan adanya kepedulian. Kita juga menghargai pluralisme, sehingga anak yang sekolah disini berlatarbelakang agama yang berbeda-beda. Pendidikan disini juga mengajak anak-anak untuk toleransi. Kepemimpinan yang dididik disini sangat setia dengan visi, menjadi pemimpin yang melayani berdasar kompeten, berhati nurani, berrbela rasa.
magis). Pendidikan disini juga mengajak anak-anak untuk toleransi. Kepemimpinan yang dididik disini sangat setia dengan visi, menjadi pemimpin yang melayani berdasar kompeten, berhati nurani, berrbela rasa.
Bagaimana maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning” ?
Sekolah ini menjadi pusat pembelajaran pemimpin bagi siswa dan guru. Motto ini juga menjadi cita-cita yang mendukung visi sekolah untuk ke depannya. Pendidikan kepemimpinan ini sudah ada sejak sekolah ini didirikan namun dengan latarbelakang yang berbeda-beda.
Sekolah ini menjadi pusat pembelajaran pemimpin bagi siswa dan guru. Sekolah ini terkenal dengan gondrong, dan adanya live in ke tempat pembuangan. Orang kan ingin tahu pendidikannya dan kita terbuka adanya sarana belajar pendidikan kepemimpinan. Motto ini juga menjadi cita-cita yang mendukung visi sekolah untuk ke depannya. Pendidikan kepemimpinan sudah ada sejak 1948 namun baru difokuskan adanya pendidikan kepemimpinan beberapa tahun terakhir. Segala seragam fasilitas hanya menjadi sarana kebebasan bukan hanya tujuan, dan hal itu menjadi cara mendidik siswa untuk mengambil keputusan untuk mempertanggungjawabkan. Sejak sekolah ini didirikan dengan latarbelakang yang berbeda-beda. Maka sekolah bukan hanya monoton aturannya untuk ditaati, tetapi memberikan kebebasan agar bisa mengambil keputusan dan 178
mempertanggungjawabkan. Adanya sanksi itu bukan hukuman tetapi proses mengingatkan anak agar tidak mengulanginya. Maka adanya sanksi disesuaikan dengan kondisi anak, misalnya ada anak terlambat maka bukan langsung dihukum tetapi diajak bicara untuk diketahui latarbelakangnya. Pendidikan sekolah juga mengajarkan sebagai pemimpin yang bisa mengambil keputusan dengan hati nurani yang benar. Yang lebih penting mendidik anak untuk menyadari sebuah perbuatan agar lebih memperbaiki perbuatannya. Namun berdasarkan formatur ada data sanksi, namun lebih pada situasi untuk mendidik perubahan. 6.
Program pendidikan apa yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
Dalam konteks akademik, guru menginputkan value tentang kepemimpinan dasar pendidikan Yesuit. Guru bertanggungjawab menyampaikan value sekolah. Dalam pendidikan kepemimpinan lebih banyak dalam kegiatan pengembangan diri, seperti inisiasi yaitu mengenalkan budaya sekolah, kepanitiaan, live in secara berkelompok yang terawasi, serba serbi input (kelas XI masuk untuk sharing ke lapas wirogunan, dsb), studi ekskursi, LDK, LKTL, orientasi profesi, dll. Semua itu mendidik anak untuk menjadi pemimpin yang ber 3C.
7.
Apa saja kegiatan yang Kegiatan ada di buku pegangan siswa tentang tabel Kegiatan ada di buku pegangan siswa tentang tabel dilakukan untuk penanaman kegiatan siswa. kegiatan siswa. 179
Dalam konteks akademik, guru menginputkan value tentang kepemimpinan dasar pendidikan Yesuit. Dalam sekolah tentang pendidikan kepemimpinan seperti inisiasi yaitu mengenalkan budaya sekolah, kepanitiaan, live in secara berkelompok yang terawasi, serba serbi input (kelas XI masuk untuk sharing ke lapas wirogunan, dsb), studi ekskursi, LDK, LKTL, orientasi profesi, dll.
pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 8.
Apa saja hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
Sekolah ini adalah sekolah swasta sesuai dengan manajemen berbasis sekolah memberikan kewenangan. Adanya relasi dengan sekolah Yesuit (kolese lain) termasuk di dunia. Terpahaminya visi oleh para pendidik disini sehingga mendukung.
Hal yang mendukung di sekolah ini adalah sekolah swasta yang sesuai dengan manajemen berbasis sekolah memberikan kewenangan. Adanya relasi dengan sekolah Yesuit (kolese lain) termasuk kolese di dunia. Terpahaminya visi oleh para pendidik disini sehingga mendukung adanya pendidikan kepemimpinan.
9.
Apa hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
Namanya sekolah swasta juga ada ketidaksamaan agenda dengan dinas. Tidak sejajarnya bentuk program sekolah dan program dinas, disini sudah lebih ke kegiatan namun dinas masih menggunakan model ceramah. Hal itu lebih pada permasalahan dinas yang punya agenda lain, karena planning yang tidak panjang sehingga tidak cocok dengan planning panjang SMA De Britto. hambatan dari orangtua yang ingin mendidik anak secara kognitif, jadi saat akan ada kegiatan orangtua tidak mengijinkan anaknya. Jadi harapannya orangtua setuju dengan program yang ada di sekolah ini. Dana yang besar juga terkadang menjadi kendala kegiatan, misal saat ingin kerjasama dengan pihak luar. Kendala juga mencari tempat untuk kegiatan besar seperti live in, yang juga menjadi kendala dalam pendanaan.
Hambatan yang ada yaitu ketidaksamaan agenda sekolah swasta dengan dinas. Tidak sejajarnya bentuk program sekolah dan program dinas, misalnya disini sudah lebih ke kegiatan namun dinas masih menggunakan model ceramah. Hal itu lebih pada permasalahan dinas yang punya agenda lain, karena planning yang tidak panjang sehingga tidak cocok dengan planning panjang SMA De Britto. Dana yang besar juga menjadi kendala kegiatan, misal saat ingin kerjasama dengan pihak luar. Kendala juga mencari tempat untuk kegiatan besar seperti live in, yang juga menjadi kendala dalam pendanaan.
10.
Bagaimana harapan sekolah Lulusan De Britto bisa memimpin dirinya sendiri, Harapan output nya yaitu lulusan De Britto bisa 180
terhadap output siswa seperti alumni bisa memiliki sikap yang bisa melalui pendidikan bertanggungjawab atas pilihannya. Bisa menjadi kepemimpinan? pengaruh, pelopor, dan leader dalam lingkupnya. Arahnya menjadi leader yang memperjuangkan keadilan sosial. Anak didasari analisis sosial sehingga paham tentang apa yang bisa disumbangkan dalam masyarakat. Yang jelas anak mampu menentukan pilihannya
memimpin dirinya sendiri, seperti halnya alumni bisa memiliki sikap yang bisa bertanggungjawab atas pilihannya. Bisa menjadi pengaruh, pelopor, dan leader dalam lingkupnya. Arahnya menjadi leader yang memperjuangkan keadilan sosial.
11.
Bagaimana pendapat Bapak terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan?
Sejauh ini ketika visi ditegaskan pada pemimpin yang melayani, maka anak bisa menentukan pilihannya. Mereka bisa menentukan sikap untuk memilih masa depannya sesuai passionnya. Masa depan mengarah ke profesionalisme untuk memilih masa depannya. Misal lulusan ada yang memilih dengan percaya diri untuk memilih kuliah di Stipram, pariwisata, dan sebagainya.
Sejauh ini ketika visi ditegaskan pada pemimpin yang melayani, maka anak bisa menentukan pilihannya. Mereka bisa menentukan sikap untuk memilih masa depannya sesuai passionnya.
12.
Bagaimana tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
Tolok ukur keberhasilan bukan karena nem sekolah tetapi ketika masuk input rendah namun mendidik anak dengan kualitas lebih baik. Misal masuk dengan nilai 6,5 bisa lulus dengan nilai 8 itu yang disebut kualitas. Di De Britto mendidik anak dengan kualitas diri, misalnya berani mengambil keputusan. Produk sekolah menginginkan siswa bisa memilih dengan jurusan yang diinginkan, dan sebagainya. Kita menggunakan data dengan rapor nilai, kegiatan, kepanitiaan (rapor non akademik), jadi anak-anak bukan dihargai semata-mata dengan angka akademik
Tolok ukur keberhasilan pendidikan leadership tidak hanya diangkakan, tetapi lebih pada pengalaman yang berharga. Adanya pemberian penghargaan dengan apresiasi dalam kegiatan selama di SMA Kolese De Britto yang disebut best of the best, dan de britto award. Tolok ukur lain yaitu sejauhmana alumni JB memiliki pengaruh dalam masyarakat.
181
namun juga keaktifan dalam kegiatan non akademik. Adanya pemberian penghargaan dengan apresiasi dalam kegiatan selama di SMA Kolese De Britto yang disebut best of the best, dan de britto award yaitu lulusan yang mencerminkan profil siswa (pemimpin pengabdi yang memiliki 3C). Tolok ukur lain yaitu sejauhmana alumni JB memiliki penagruh dalam masyarakat. Misalnya alumni yang menjadi pelopor dalam maasyarakat yang tidak mampu itu disebut pemimpin. Itu yang menjadi tolok ukur, alumni bisa berkontribusi dalam masyarakat. Pendidikan leadership tidak hanya diangkakan, tetapi lebih pada pengalaman yang berharga. Alumni banyak yang berperan dalam kepemimpinan, yaitu yang berperan dalam masyarakat jadi bukan hanya jabatan. Jangan hanya dipandang pemimpin yang berjabatan tinggi, pemimpin sejati adalah yang berani keluar dari dirinya untuk melayani oranglain dan mempelopori oranglain. Misalnya petani yang mempelopori dalam dunia pertanian. Pemimpin kita bukan pemimpin yang membawahi, tetapi pemimpin yang melayani. Menjadi pemimpin bukan terkenalnya dia, tetapi seberapa besar sumbangannya. 13.
Bagaimana interaksi Bapak terhadap warga sekolah terkait pendidikan kepemimpinan?
Menyusun program, mensosialisasikan program ke warga sekolah, mengontrol dan mendelegasikan kegiatan. Pada saat tertentu melakukan kegiatan forum di aula. Jadi bukan hanya top down, tetapi lebih ada timbal balik. Kemudian juga mengevaluasi 182
Interaksi kepala sekolah yaitu menyusun program, mensosialisasikan program ke warga sekolah, mengontrol dan mendelegasikan kegiatan. Jadi interaksi bukan hanya top down, tetapi lebih ada timbal balik.
kegiatan pendidikan kepemimpinan. Interaksi tidak harus langsung tetapi juga mendapat persetujuan dari semua warga sekolah. 14.
Bagaimana prestasi siswa sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta terkait kepemimpinan?
Ukuran prestasi bukan hanya kejuaraan, sertifikat, tetapi apa yang yang berubah dalam dirinya. Misalnya kemampuan siswa membuat refleksi, berkaca terhadap dirinya. Prestasi itu ketika bisa melihat perkembangan dirinya sendirinya. Pemimpin yang sesungguhnya bukan memimpin oranglain tetapi lebih pada memimpin dirinya sendirinya sendiri. Intinya lebih pada usaha perjuangan, dan hadiah itu hanya akibat saja. Proses itu yang disebut pendidikan kepemimpinan.
Ukuran prestasi bukan hanya kejuaraan, sertifikat, tetapi apa yang yang berubah dalam dirinya. Misalnya kemampuan siswa membuat refleksi, berkaca terhadap dirinya. Prestasi itu ketika bisa melihat perkembangan dirinya sendirinya. Pemimpin yang sesungguhnya bukan memimpin oranglain tetapi lebih pada memimpin dirinya sendirinya sendiri.
15.
Bagaimana ide/gagasan Bapak untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?
Ide nya yaitu lembaga perlu setia dengan visi sekolah ini. Kepala sekolah juga perlu mengingatkan tujuan visinya sebagai target pada warga sekolah. Menjaga visi itu dengan mengarahkan dan mengevaluasi semua kegiatan pada visi itu. Semua siswa berhak mendapat pendidikan kepemimpinan dalam berbagai kegiatan. Dalam pendidikan kepemimpinan ada dalam pendidikan akademik dan non akademik. Dalam hal akademik tidak semata-mata hanya kegiatan kognitif. Pendidikan kepemimpinan sebenarnya tidak bisa dipisahkan antara akademik dan non akademik.
Ide nya yaitu lembaga perlu setia dengan visi sekolah ini. Kepala sekolah juga perlu mengingatkan tujuan visinya sebagai target pada warga sekolah. Menjaga visi itu dengan mengarahkan dan mengevaluasi semua kegiatan pada visi itu.
183
Lampiran 7 ANALISIS DATA Hasil Wawancara “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta” 1. Pendapat mengenai pendidikan kepemimpinan di sekolah Yesuit. AP : Semua sekolah Yesuit memiliki cita-cita yang menjadi pemimpin pelayan (Leader of service). Masing-masing sekolah harus mengarahkan pada kepemimpinan yang bisa melayani. FJ : Para Yesuit memiliki perhatian pada pendidikan orang muda. Dalam sejarahnya, Ignatius menyadari bahwa pada konteks jaman waktu itu di Eropa situasi politik dan gereja sangat kacau. Lalu Ignasius memulai reformasi perbaikan gereja kualitas hidup manusia dengan pembaharuan dari dalam. Ignasius menekankan pendidikan orang muda untuk menjadi pemimpin dan bisa merubah dunia. Dengan memberi bekal pendidikan pada orang muda harapannya agar kedepannya orang muda bisa memimpin di berbagai tempat (bangsa, dsb). TW :Menumbuhkan kepemimpinan diturunkan dari visi misi sekolah yaitu kepemimpinan pelayanan (leader of service). Bagian kurikulum menjadi sarana dalam bidang akademik dan non akademik dalam pendidikan kepemimpinan. Secara akademik ada dinamika pengajaran diarahkan membentuk jiwa kepemimpinan pelayanan dalam pembelajaran. Kesimpulan : Para Yesuit yang mengilhami kepribadian Igantius Loyola, berkehendak memperbaiki kualitas generasi muda melalui pendidikan kepemimpinan yang melayani (leader of service). 2. Landasan pendidikan kepemimpinan Yesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP : Sebagai sekolah Katolik, pemimpin yang diacu adalah Nabi Isa (Yesus Kristus). Dasar sekolah ini adalah kepemimpinan Yesuit seperti Ignastius Loyola sebagai pendiri ordo Yesuit. Iganius Loyola menjadi inspirasi sekolah De Britto. Jadi spiritualitas yang dihayati yaitu spiritualitas Ignatius, sedangkan De Britto sebagai nama pelindung. Dua tokoh ini menjadi landasan inspirasi pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Brito. FJ : Dalam konteks De Britto, landasan mendidik anak bukan hanya lulus secara kognitif. Pendidikan lebih membekali agar menjadi pemimpin (pemimpin keluarga, diri sendiri, dalam jenjang karir dalam masyarakat). Kita sudah punya dasar nilai 4C yaitu, competence; bagaimana siswa diharapkan mempunyai pengetahuan seluas-luasnya, consience; bagaimana hati nurani diarahkan pada hati nurnai yang benar, compasion; bagaimana tangan ini membantu hati, comittmen; bagaimama kita membantu saudara kita yang 184
mengalami ketidakadilan, tersingkirkan, dan lemah. Dan semua ini di dalam pendidikan de britto yang ingin kita dasari menjadi pemimpin yang memiliki kompetensi, hati nurani benar, mengulurkan tangan, dan membela mereka yang mengalami ketidakadilan. SMA Kolese De Britto memiliki kekhasan yaitu leadership yang memiliki kompetensi, hati nurani benar, bisa mengulurkan tangan, memperhatikan orang yang mengalami ketidakadilan. WD : Sekolah Yesuit sejak awal menekankan prinsip mengubah dunia lewat anak muda. Leadership di SMA De Britto dibekali competence, compassion, dan consciene. Pemimpin diharapkan yang mempunyai kemampuan yang mengarah 3C+1L. TW : Landasan dari St. Ignatius adalah kepemimpinan Yesuit itu sendiri. Dalam perbuatan yaitu memilih dan mempertanggungjawabkan, cara berpikir, bertindak, juga mengilhami tokoh St. Ignatius sendiri. Kurikulum juga mendasarkan pada pendidikan Ignatius yang terwujud dalam akademik dan non akademik. Dalam akademik mengupayakan agar pelajaran dibawa pada nilai-nilai kepemimpinan yaitu kejujuran, semangat, tanggungjawab, kepedulian. Kesimpulan : Landasan spritualitas Ignastius Loyola bersumber dari ajaran kasih oleh Nabi Isa (Yesus Kristus). Ignastius kemudian mendirikan kolese bersama pengikutnya (Yesuit) untuk mendidik para pemuda menjadi pemimpin yang melayani. Khusus di De Britto mendidik menjadi pemimpin yang memiliki nilai 3C+1L (competence, compassion, conscience, dan leadership). 3. Alasan bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta WK :Karena sekolah ini bebas, bisa berambut gondrong dan berpakaian bebas. Aku tertarik sama pendidikan karakternya dan bisa mendidik menjadi pemimpin. Itu awal motivasiku masuk di sekolah ini. Kita mempunyai visi 1L+3C, yaitu competence (tentang bagaimana kita mengatur logika kita), concience (menggunakan hati nurani kita), dan compasion (berempati). Ada juga istilah keren yaitu “to be man and for the others” yaitu bagaimana kita berbela rasa dengan sesama kita. 4. Komponen yang berperan dalam penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP : Semua orang dewasa berperan di SMA ini, yaitu guru, karyawan, murid, dan semua warga sekolah. Semua orang terlibat disekolah ini, misalkan orangtua pun yang hadir di sekolah juga terlibat dalam pendidikan kepemimpinan. Secara formal, ada formasi yaitu kepala sekolah, wakil-wakil kepala sekolah, guru. Tujuan pendidikan dari negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, 185
dan masing-masing sekolah memiliki ciri khas yang berbeda termasuk di De Britto mencirikhaskan yaitu leadership. FJ : Yang berperan dalam pendidikan kepemimpinan adalah seluruh dari civitas academica warga sekolah De Britto (direksi, karyawan, guru yang setiap hari bertemu siswa, dan siswa). WD :Secara khusus yang bertanggungjawab yaitu pamong dari Yesuit, sehingga benar-benar menguasai dan yang lain juga mendukung. TW :Yang berperan adalah semua warga sekolah yang ada di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Kesimpulan : Secara umum komponen pendidikan yang berperan dalam pendidikan kepemimpinan adalah seluruh civitas academica (warga sekolah) SMA Kolese De Britto, dan secara khusus yang berwewenang dalam mengelola pendidikan leadership adalah pamong sekolah terhadap siswa. 5. Nilai-nilai pendidikan Yesuit yang diterapkan dalam pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP : Model pendidikan di sekolah ini adalah pemimpin yang melayani maka anak dididik agar bisa melayani oranglain, menimbang-nimbang (disserment), refleksi, mengambil keputusan, dan berbuat lebih semangat (sikap magis). Pendidikan disini juga mengajak anak-anak untuk toleransi. Kepemimpinan yang dididik disini sangat setia dengan visi, menjadi pemimpin yang melayani berdasar kompeten, berhati nurani, berrbela rasa. FJ : SMA Kolese De Britto sebagai sekolah Yesuit mendasari pengalaman rohani dari St. Ignasius Loyola. Hal yang khas disini adalah seluruh elemen dalam sekolah ini berperan melalui formasi yang berarti membadankan nilai spiritualitas Ignasian pada guru, karyawan, siswa, bahkan orangtua siswa supaya gagasan pendiri sekolah kita itu nyambung. Lalu anak disekolah mendapat pendidikan bersama sekolah, dan mengajak orangtua untuk sosialisasi Ignasian informasion for parent. Hal rohani yang dilatih kita selalu mengajak siswa untuk ekaristi untuk menjadi kekuatan rohani, refleksi yaitu kita melihat, eksamen yaitu pemeriksaan batin. WD :Valeunya adalah kepemimpinan yang 3C+1L (competence, compassion, conscience, and leadership) WK : Disini ada spiritualitas Ignasian, jadi kita meneladani Ignastius sebagi model di kolese De Britto dan bagaimana kita bisa berbuat dengan menyadari bahwa Tuhan ada disekitar kita. Kekhususan kepemimpinan sekolah Yesuit menjadi spriritualitas yang kita hayati yaitu 3 C. Perbedaan sekolah De Britto dengan yang lain yaitu tidak terikat dengan seragam karena sekolah inginn siswa dengan pribadi yang otentuk bukan diseragamkan, kepemimpinan yang 3C. 186
PD : Nilai-nilainya itu cukup banyak, namun lebih mengolah ke pribadi saya. Dulu aku menjadi pengikut, namun sekarang lebih melawan diri untuk mencoba menjadi seorang pemimpin. Nilai lain lebih ke pola pikir di anak-anak De Britto dibanding lulusan lain jelas berbeda. Misal pada umumnya 1 dibagi 2 menjadi ½, namun anak De Britto menjawab 1 dibagi 2 menjadi 2. Dan mereka bisa mempertanggungjawabkan apa yang dibicarakan. Kesimpulan : SMA Kolese De Britto menghidupi nilai-nilai spiritualitas Ignasian untuk mendidik siswa menjadi pemimpin melayani yang unggul dalam kompetensi, hati nurani, berbela rasa, dan berjiwa pemimpin. Nilai spiritualitas Ignasian yaitu kepemimpinan yang tanggungjawab, refleksi diri, berbuat kasih, dan sebagainya. 6. Maksud motto sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang berbunyi “center for leardership learning”. AP : Sekolah ini menjadi pusat pembelajaran pemimpin bagi siswa dan guru. Motto ini juga menjadi cita-cita yang mendukung visi sekolah untuk ke depannya. Pendidikan kepemimpinan ini sudah ada sejak sekolah ini didirikan namun dengan latarbelakang yang berbeda-beda. Pendidikan sekolah juga mengajarkan sebagai pemimpin yang bisa mengambil keputusan dengan hati nurani yang benar. FJ : Kita memfokuskan pada leadership, sehingga motto ini ingin kita hidupi. De Britto diharapkan menjadi tempat pembelajaran tentang leadership pada siapapun yang akan bertanya dan berbagi tentang leadership. Kalau ada sekolah lain yang ingin tahu dan belajar kita terbuka termasuk kolese lain, kita bisa berbagi tentang leadership. WD :Harapannya adalah lembaga ini menjadi rujukan sekolah lain yang ingin belajar soal kepemimpinan. Hal ini menjadi cita-cita sekolah, dan itu menjadi roadmap untuk mencapai visi itu. TW : Sebagai roadmap (peta jalan) sekolah agar sesuai dengan visi nya. Kesimpulan : Motto SMA Kolese De Britto yang berbunyi “center for leardership learning” berfungsi sebagai roadmap, dan arahan menuju visi sekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa sekolah menjadi sumber pendidikan tentang kepemimpinan dan terbuka untuk masyarakat luas. 7. Program yang dilakukan sekolah untuk pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP : Dalam konteks akademik, guru menginputkan value tentang kepemimpinan dasar pendidikan Yesuit. Dalam sekolah tentang pendidikan kepemimpinan lebih banyak dalam kegiatan pengembangan diri, seperti inisiasi yaitu mengenalkan budaya sekolah, kepanitiaan, live in secara berkelompok yang 187
terawasi, serba serbi input (kelas XI masuk untuk sharing ke lapas wirogunan, dsb), studi ekskursi, LDK, LKTL, orientasi profesi, dll. Semua itu mendidik anak untuk menjadi pemimpin yang memiliki 3C. FJ : Untuk kegiatan siswa yang paling dasar dalam penanaman pendidikan kepemimpinan adalah setiap angkatan mempunyai penekanan yang berbeda. Kelas X; adaptasi, XI; sosialisasi, XII; aktualisasi. Adaptasi berarti bagaimana siswa mengenal sekolah gedung semangat cara bertindak yang dihidupi di SMA. Terkait banyak pengolahan diri, bagaimana kamu melihat sejarah hidup, berdamai dengan pengalaman hidup, mengolah kualitas diri, kemudian sampai penerimaan diri agar bisa memimpin diri sendiri. Kelas XI bagaimana mereka merealisasikan apa yang sudah mereka pelajari. Kelas XII masa aktualisasi diri bagaimana meereka melihat diri dan menentukan masa depan. WD : Dari program 3C+1L, secara khusus ada kegiatan LDK, LKTL, pengelolaan event-event, presidium, live-in juga mengarah ke 3C. Keinginan kita adalah mendidik siswa menjadi pemimpin yang ber-3C. TW :Adanya pengalaman kegiatan, evaluasi, kebijakan dan visi sekolah yang saling berkaitan mendukung pendidikan kepemimpinan di sekolah ini. WK :Awal sekolah ada inisiasi yang disediakan agar layak masuk di De Britto, kemudian setelah tiga bulan pertama ada Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK). Setelah itu dalam semester 2 kelas X ada studi ekskursi yang disesuaikan dengan minat siswa dan terlibat dalam kegiatan kecil seperti kegiatan rumah-rumahan, seperti membuat tas dan kerja membuat sesuatu disitu. Kelas XI semester 1 ada LKTL yaitu program latihan bersama tentara di markas tentara, menjadi seorang pemimpin dari aspek belajar membentuk kepribadian kuat. Kelas XI semester 2 ada live in sosial, kita tinggal di tempat di tempat orang yang benar-benar susah, seperti Jakarta, Surabaya, dll. Kita dikirim secara berkelompok, dan ditempatkan sendiri-sendiri pada induk semang sesuai kebutuhan siswa, yang ditentukan sekolah. Kelas XII semester 1 ada orientasi profesi, kitakan punya cita-cita jadi sekolah memfasilitasi agar kita magang ditempat itu selama 3-4 hari. PD : Pendidikan kepemimpinan disana sangat bagus. Siswa diolah untuk mencari jati dirinya. dalam berbagai kegiatan lebih di eksplor. Kepemimpinan yang saya tahu dari pola pikir, pemimpin adalah orang yang bisa bekerja dan satu langkah lebih maju dari bawahannya dan mau ikut turun ke bawahannya. Disana program kelas X mengeksplor kegiatan budaya, gerabah, dsb. Kemudian ada LDK, disitu dikumpulkan per kelompok 9-10 orang berjalan 60-70 km naik turun bukit membawa barang bawaan yang berat. Untuk kelas XI ada LKTL, dialtih kepemimpinan oleh paskas AU, disana diberi pelatihan semua kegiatan seperti tentara selama 1 minggu. Kemudian ada kegiatan live in, kita terjun ke masyarakat bawah seperti pemulung, nelayan di kota 188
Jakarta, Malang, dan Surabaya. Kelas XII ada kegiatan live in profesi, jadi dicarikan alumni yang sesuai dengan cita-cita kita. Kesimpulan : Pendidikan kepemimpinan SMA Kolese De Britto ada dalam bidang akademik dan non akademik. Dalam bidang akademik guru menginputkan value kepemimpinan dalam pembelajaran. Dalam bidang non akademik ada program dari pamong dan presidium. Program dari pamong untuk kelas X yaitu; inisiasi, LKTD, studi ekskursi, kelas XI yaitu; LKTL, Live In sosial, kelas XII yaitu; Orientasi profesi, retret, gladi rohani. Setiap selesai semua kegiatan selalu diadakan refleksi. Pengembangan diri dari presidium berupa kepanitiaan, yang diikuti semua siswa minimal satu kepanitiaan. Contoh kegiatan presidium yaitu liga JB, malam ekspresi.
8. Kegiatan yang dilakukan untuk penanaman pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP : Kegiatan ada di buku pegangan siswa tentang tabel kegiatan siswa. FJ : Ada dua bentuk kegiatan dari pamong dan setiap satu semster punya agenda besar. Kelas X mendapat inisiasi (mengenali sekolah ini masuk dalam tubuh de britto), kelas XI dan XII sosialisasi sebagai panitia. Kelas X mendapat LKTD (penekanannya mereka mengenal komunitas mereka, mengenali diri sendiri), kelas XI mendapat LKTL (mereka diharapkan untuk mengenal bela negara), XII ada orientasi profesi (live in ke tempat alumni yang mempunyai profesi sama). Disetiap akhir kegatan ada refleksi. Semester genap pada kelas X; studi ekskursi, live in sosial, retreat. Studi ekskursi mengajak siswa agar dekat alam ciptaan non manusia, mereka diajak dekat dengan alam selama 45 hari siswa belajar kerajinan dalam kelompok (batik, dawet, kerajinan dari kelapa, fotografi, dll). Bagaimana siswa mengolah hasil alam dalam bentuk kerajinan termasuk belajar ketelitian. Kelas XI mengajak siswa bersosialisasi dengan manusia lain melalui live in sesuai kebutuhan. Siswa diajak berelasi dengan orang yang tersingkirkan (jompo, cacat ganda) dan menguji bagaimana kamu memiliki hati nurani untuk sesama mendengarkan mereka yang tidak terdengarkan. Kelas XII mendidik siswa untuk berelasi dengan Tuhan, untuk Katolik yaitu retret dan non Katolik melalui gladi rohani dengan dinamika yang hampir sama. Dalam kegiatan presidium melalui kepanitiaan kegiatan. Kepanitiaan bukan karena dibuat heboh, tetapi belajar kepemimpinan agar mengalami jadi panitia. Semua siswa minimal sekali menjadi panitia.
189
WK :Peran guru sangat berpengaruh, kita mendapatkan sesuatu dari guru. Guru yang paling berperan yaitu guru agama (Pak Maryono), guru bahasa Indonesia, wali kelas. PD : Di sekolah setiap hari juga ada penanaman pendidikan kepemimpinan. Misalnya setelah pulang sekolah, jika ada permasalahan per angkatan atau satu lingkup sekolah kita mengadakan forum, mulai dari kubu-kubuan per angkatan, dsb. Hal itu dilakukan satu bulan sekali, dan sekarang jarang karena tergantung permasalahannya. Disetiap akhir jam pelajaran ada refleksi, karena meneladan pendidikan pola hidup Santo Ignatius jadi tidak cuma melakukan pengalaman tetapi merefleksikan dari setiap pengalamannya agar bermanfaat/bermanfaat. Hal itu dilakukan setiap hari selama 15-20 menit. Kesimpulan : Dalam sekolah kegiatan juga terdapat pendidikan kepemimpinan, seperti eksamen yang dilakukan setelah pulang sekolah selama 15 menit. Semua warga sekolah berperan dalam kegiatan pendidikan kepemimpinan. 9. Hal-hal yang mendukung kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP : Hal yang mendukung di sekolah ini adalah sekolah swasta yang sesuai dengan manajemen berbasis sekolah memberikan kewenangan. Adanya relasi dengan sekolah Yesuit (kolese lain) termasuk kolese di dunia. Terpahaminya visi oleh para pendidik disini sehingga mendukung adanya pendidikan kepemimpinan. FJ : Ketika kita punya program, slogan, dan kekhasan tadi dan bagaimana siswa menjadi paham. Sekolah membuat program per minggu, hari, bulan, semester ada disana. Terkait sarana prasarana terkait leadership ini, kepemimpinan ada dalam setiap pelajaran. Kita juga memiliki sumber daya manusia yang memilki kualitas. Siswa terlihat antusias. Dukungan dari yayasan termasuk fasilitas yang luar biasa. Sejauh ini tidak ada masalah yang signifikan yang menghambat kegiatan utama. WD :Guru-guru di sekolah ini sudah tahu arah yang akan dicapai, jadi saat ada pergantian kepanitiaan mereka tidak mengalami kesulitan. TW :Adanya pengalaman kegiatan, evaluasi, kebijakan dan visi sekolah yang saling berkaitan mendukung pendidikan kepemimpinan di sekolah ini. WK :Hampir semua yanga ada disekolah ini, dari pendidik, dari para tenaga pekerja (rumah tangga, karyawan) karena mereka ada disini dan menghidupi nilai-nilai dari De Britto ini. Jadi mendukung fasilitas dan sarana prasarana yang ada disini. Suasana sekolah juga relatif mendukung, keseluruhan saya senang belajar disini. 190
PD :Faktor kekeluargaannya, saat sudah merasa kekeluargaanya lebih bisa merasakan pendidikan kepemimpinan lebih bagus. Hal itu juga bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari. Kesimpulan : Hal yang mendukung pendidikan kepemimpinan yaitu terpahaminya visi oleh semua warga sekolah, sarana prasarana dan suasana yang mendukung penerapan pendidikan kepemimpinan. 10. Hal-hal yang menghambat kegiatan penerapan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP : Hambatan yang ada yaitu ketidaksamaan agenda sekolah swasta dengan dinas. Tidak sejajarnya bentuk program sekolah dan program dinas, misalnya disini sudah lebih ke kegiatan namun dinas masih menggunakan model ceramah. Hal itu lebih pada permasalahan dinas yang punya agenda lain, karena planning yang tidak panjang sehingga tidak cocok dengan planning panjang SMA De Britto. Hambatan dari orangtua yang ingin mendidik anak secara kognitif, jadi saat akan ada kegiatan orangtua tidak mengijinkan anaknya. Dana yang besar juga terkadang menjadi kendala kegiatan, misal saat ingin kerjasama dengan pihak luar. Kendala juga mencari tempat untuk kegiatan besar seperti live in, yang juga menjadi kendala dalam pendanaan. FJ : Tantangannya yaitu mengajak siswa agar lebih kreatif. Jumlah siswa yang banyak dan butuh tempat yang besar dan luas yang lumayan sulit untuk dicari. Tantangan pada orangtua yang belum bisa melepas siswa karena terlalu mencintai anak terlalu dalam. Terkadang tantangan intern yaitu kegiatan banyak namun juga mempunyai nilai yang bagus. Manajemen waktu sudah diantisipasi dari awal, dan tantangan pada siswa yaitu ada keseimbangan. WD :Secara teknis, terkadang mencari tempat yang tidak mudah. Diawal tahun mengatur waktu juga tidak mudah. Kadang juga orangtua yang terlalu posesif, namun tidak terlalu bermasalah. Hal itu bukan kendala, tetapi lebih pada ke tantangan. TW :Menyiapkan anak-anak untuk mengenal nilai-nilai warisan Ignatius tidak mudah. WK :Permasalahan pertama lebih pada dari diri sendiri. Manusia kan ada sifat malas sifat negatif itu yang menghambat diriku untuk berkembang. PD : Lebih ke minat siswanya, biasanya mereka kalau tidak minat menjadi malas. Saya juga pernah malas mengikuti, tapi lama-lama juga antusias. Kesimpulan : Hambatan kegiatan pendidikan kepemimpinan yaitu kurangnya kesamaan jadwal program sekolah dengan dinas, kesulitan mengatur waktu program, kesulitan mencari tempat luas untuk melakukan kegiatan, tanggapan orangtua 191
siswa, pendanaan, dan menginputkan nilai-nilai Ignasian. Pada umumnya hambatan lebih secara teknis. 11. Harapan sekolah terhadap output siswa melalui pendidikan kepemimpinan. AP : Harapan output nya yaitu lulusan De Britto bisa memimpin dirinya sendiri, seperti halnya alumni bisa memiliki sikap yang bisa bertanggungjawab atas pilihannya. Bisa menjadi pengaruh, pelopor, dan leader dalam lingkupnya. Arahnya menjadi leader yang memperjuangkan keadilan sosial. FJ : Pendidikan di kelas X berharap agar siswa memperdalam spiritualitas dan mengenal diri sendiri, dan kelas XI siswa keluar dari diri sendiri yaitu memimpin kelompok dan kegiatan. WD :Harapannya bisa memimpin dirinya sendiri, agar besok tidak bergantung pada oranglain dan bisa menentukan pilihannya sendiri. Kami berharap agar mereka mempunyai kemampuan dan peran dalam masyarakat. TW :Lulusan bisa menerapkan 3C+1L terutama kepedulian, kecerdasan, jiwa kepemimpinan, nurani yang sungguh bisa membawa diri pada perubahan yang lebih baik. PD : Siswa dididik menjadi pemimpin yang melayani, bukan hanya menyuruh tetapi berani bekerja di dalam programnya. Prinsipnya To service to competence, compasion, consience harapannya menjadi pemimpin pengabdi yang cakap memiliki kompetensi unggul pemikiran tinggi, bertanggung jawab, dan berhati nurani. Kesimpulan : Harapannya siswa bisa menjadi pemimpin yang ber3C+1L. Siswa diharapkan minimal bisa memimpin dirinya sendiri, dan kelak menjadi pelopor/peran dalam masyarakat. 12. Pendapat terkait kepribadian siswa setelah mendapat pendidikan kepemimpinan. AP : Sejauh ini ketika visi ditegaskan pada pemimpin yang melayani, maka anak bisa menentukan pilihannya. Mereka bisa menentukan sikap untuk memilih masa depannya sesuai passionnya. FJ : Adanya kegiatan dengan planning dalam proses harian, ada yang menjalani perubahan drastis ada juga yang lambat. Yang awalnya pemalu dan pendiam berbalik menjadi banyak bicara (proaktif), yang tidak mudah adalah banyak yang dari luar Jogja jadi yang sulit dalam pendidikan yaitu komunikasi dengan orangtua. Harapannya siswa menjadi memiliki pribadi yang utuh dan matang. WD :Kebanyakan orangtua juga mengatakan anak mereka sudah ada banyak perubahan, misalnya mereka lebih tahu tugas mereka sehari-hari. TW : Banyak yang sesuai harapan sekolah. 192
WK : Pengaruh yang paling jelas membuat aku lebih berpikir secara kritis, melihat dan menganalisis masalah dari segala sudut pandang, menjadi lebih peduli dengan orang lain bukan egois tetapi melihat banyak oranglain juga dalam hidup ini, dan aku bisa mengenali diriku lebih dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadiku (luka-luka batinku) PD : Kepribadian itu sangat berefek cukup baik bagi setiap siswa. Yang dulunya hanya menjadi pengikut, tetapi setelah berproses menjadi lebih aktif mengoptimalkan pribadi kita. Dulu di sekolah De Britto ada siswa yng pendiam dan kurang bergaul, namun setelah lulus dan kuliah kebanyakan di UGM dia bisa menjadi koordinator dan berani berproses dalam kegiatan kampusnya. Kesimpulan : Kepribadian setelah mendapat pendidikan kepemimpinan menjadi lebih bisa menjadi pemimpin atas dirinya sendiri, pola pikir dan kepribadian yang lebih dewasa dan bertanggungjawab. 13. Tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan pada siswa SMA Kolese De Britto Yogyakarta. AP :Tolok ukur keberhasilan pendidikan leadership tidak hanya diangkakan, tetapi lebih pada pengalaman yang berharga. Misalnya masuk dengan nilai 6,5 bisa lulus dengan nilai 8 itu yang disebut kualitas. Adanya pemberian penghargaan dengan apresiasi dalam kegiatan selama di SMA Kolese De Britto yang disebut best of the best, dan de britto award yaitu lulusan yang mencerminkan profil siswa (pemimpin pengabdi yang memiliki 3C). Tolok ukur lain yaitu sejauhmana alumni JB memiliki pengaruh dalam masyarakat. FJ : Tolok ukur dalam keseharian hidup dalam kedisiplinan, semangat, harapannya juga memberikan dampak baik bagi oranglain, memimpin diri dan oranglain. Siswa bisa memiliki dasar dalam bertindak, berbuat baik, dan lebih baik. WD :Tolok ukurnya adalah harapan sekolah bisa tercapai, juga ada perubahan. Jika itu ada bukti konkretnya jelas keberhasilan tercapai. Rapor juga ada namun tolok keberhasilan lebih pada perubahan perilaku menjadi lebih baik. TW :Menjadi pribadi yang bisa memilih dan memiliki tanggungjawab pada pilihannya. WK : Arti pemimpin bagiku adalah orang yang tahu apa yang diperbuat, dan bisa mengarahkan dirinya sendiri dan bisa menggerakkan oranglain. Orang yang bisa mempengaruhi lingkungannya. Istilah yang sering kita pakai adalah kebebasan yang bertanggungjawab. PD : Kalau tidak mengikuti satu acara dan tidak berhasil maka menjadi bahan evaluasi untuk pendidiknya. Nilai bisa dilihat saat mereka telah lulus, di rapor hanya ditulis tentang akademik. Untuk kepribadian kepemimpinan 193
tidak ditulis tetapi terlihat pada perkembangan kepribadian. Lebih ke efek positif kedepannya, dan tidak hanya pada hasil saat proses. Kesimpulan : Tolok ukur keberhasilan pendidikan kepemimpinan berdasarkan data dan berdasar hasil kepribadian yang lebih mencerminkan pemimpin yang melayani. 14. Interaksi terhadap warga sekolah terkait pendidikan kepemimpinan AP : Interaksi kepala sekolah yaitu menyusun program, mensosialisasikan program ke warga sekolah, mengontrol dan mendelegasikan kegiatan. Pada saat tertentu melakukan kegiatan forum di aula. Interaksi tidak harus langsung tetapi juga mendapat persetujuan dari semua warga sekolah. Jadi interaksi bukan hanya top down, tetapi lebih ada timbal balik. FJ :Yang khas dari sekolah Yesuit adalah cura personalis, yaitu mencari kehendak Allah. Cura personalis bisa dikenali secara pribadi dengan kesadaran bahwa kita mencari yang paling baik dalam proses. Dalam dialog colocium, tantangannya yaitu belum bisa berkomunikasi secara langsung kepada semua siswa dan membutuhkan orang-orang yang menemani saya. Pamong butuh tim untuk menemani yaitu koordinator ekskul (3 orang), wali kelas (5 orang), guru piket (7 orang), campus ministry (3 orang), pendamping presidium (3 orang). Sehingga formasinya jelas dan berjalan dengan baik. WD :Secara langsung dan khusus tidak terjun, hanya menginformasikan kepada khalayak bahwa di De Britto ada pendidikan kepemimpinan. TW :Kurikulum berkolaborasi memberi dukungan pada warga sekolah untuk mendampingi dan mendidik anak menjadi pemimpin yang 3C+1L WK : Interaksi dekat dengan karyawan, satpam, rumah tangga, karyawan, temanteman dan guru karena memang mencari relasi. PD : Interaksi saya dengan warga sekolah sangat baik, jadi saat jadi siswa maupun alumni hubungan dengan mereka tetap baik. Dalam nilai kepemimpinan bisa termasuk nilai komunikatif dan mau membuka diri. Kesimpulan : Interaksi dari komponen pendidikan warga sekolah oleh kepala sekolah yaitu menyusun program, mensosialisasikan program ke warga sekolah, mengontrol dan mendelegasikan kegiatan. Interaksi dari pamong yaitu dialog (colocium) dan wewenang program kegiatan pendidikan. Interaksi siswa, staff, dan warga sekolah terjalin relasi yang dekat dan saling terbuka. 15. Prestasi WK :Presidium seperti OSIS, kegiatan sekolah yang aku buat sebagai seorang presidium seperti kepanitiaan. Teman-teman bisa terlibat dan berkarya disitu. Presidium itu lebih sebgai penyalur aspirasi siswa ke sekolah. periode ku 194
2017/2017 berjumlah 7 orang, karena jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. PD : Di De Britto kurang ada prestasi terkait kepemimpinan tapi terlihat dalam organisasi presidium yang menjadi prestasi sekolah. Apreasiasi untuk siswa berprestasi sangat dihargai dengan memberikan award seperti futsal, basket, dan lain-lain. Kesimpulan : Prestasi di SMA Kolese De Britto bisa dinilai secara hasil yang berupa kejuaraan dan kepribadian kepemimpinan yang bermanfaat dalam masyarakat. 16. Interaksi dengan luar WK : Kalau ada masalah geng motor wajar, kita tidak mau menjadi orang-orang seperti mereka. Sekolah juga tidak menginginkan menjadi siswa seperti itu karena sekolah tidak mengajarkan hal seperti itu. Kita tidak pernah ikutikutan, rata-rata siswa De Britto tidak pernah ikut hal seperti itu. PD : Sebagai alumni sekarang lebih ke pelayanan. Sekarang saya kuliah di FIK UNY, bentuk karya kepemimpinan itu lebih ke pelayanan dalam organisasi HIMA dan IKMK. HIMA masuk dalam PSDM, dan di IKMK yang mewadahi mahasiswa Katolik jadi pembantu ketua 1 yaitu ketua 2. Hal ini juga termasuk hasil bentuk kepemimpinan sebagai lulusan De Britto. Melihat berita pembacokan, saya merasa aneh dengan hal tersebut dengan pola pikir mereka sebagai pelajar. Seharusnya pola pikir pelajar lebih menggunakan otak mereka, bukan hanya menggunakan nafsu dan tenaga mereka untuk menghabisi lawannya. Di De Britto tidak pernah mengikuti hal tersebut, karena disana yang namanya musuh itu tidak ada dan tidak pernah mengikuti geng motor dan pembacokan. Kesimpulan : Siswa dan alumni (warga De Britto) tidak mengikuti pergaulan liar seperti kebanyakan kenakalan remaja pada umumnya. Mereka telah menanamkan nilai pendidikan kepemimpinan untuk membentuk kepribadiannya.
195
Lampiran 9. Foto-Foto
Gb 1. Depan sekolah SMA De Britto
Gb 2. Kantor Satpam De Britto membuktikan siswa yang dekat dengan karyawan
Gb 3. Daftar kepala sekolah De Britto sebagai pendidik di SMA De Britto
Gb 4. Bukti prestasi SMA De Britto membuktikan siswa sebagai kader pemimpin
Gb 5. Ruang liturgi sarana rohani siswa dan kapel untuk mendidik siswa mengolah hati nurani dan kerohaniannya
196
Gb 6. Ruang kelas SMA De Britto sebagai tempat pendidikan siswa De Britto
Gb 7. Perpustakaan SMA De Britto mendidik siswa sebagai kader pemimpin yang cerdas membaca
Gb 8. Kantin SMA De Britto mendidik siswa sebagai kader pemimpin yang bebas bertanggungjawab dan jujur dalam membeli
Gb 9. Lapangan basket SMA De Britto dan papan koran mendidik siswa sebagai kader pemimpin yang cerdas membaca dan sehat jasmani
197
Gb 10. Kamar mandi SMA De Britto membuktikan siswa di SMA De Britto sebagai sekolah homogen
Gb 11. Tempat sampah untuk mendidik siswa sebagai pemimpin yang peduli lingkungan
Gb 12. Papan pengumuman membuktikan siswa sebagai kader pemimpin yang cerdas menghadapi lingkungan
Gb 13. Karya kepanitiian siswa De Britto membuktikan siswa sebagai kader pemimpin yang berani berkarya
198
Gb 14. Patung St. John De Britto dan plakat sekolah untuk membuktikan pendidikan yang berdasarkan nilai spiritualitas Ignasian dan De Britto sebagai pelindungnya
Gb 15. Kegiatan siswa menyablon kaos untuk mendidik siswa sebagai kader pemimpin yang unggul dalam olah rasa
Gb 16. Kampanye ketua presidium merupakan bentuk keaktifan siswa sebagai kader pemimpin dalam organisasi
Gb 17. Kegiatan wawancara siswa sebagai bukti keaktifan siswa sebagai kader pemimpin yang komunikatif
Gb 18. Kegiatan orasi siswa di Malioboro sebagai bukti keberanian siswa sebagai kader pemimpin yang percaya diri
199
Gb 19. Keberanian siswa presentasi di kelas mendidik siswa sebagai pemimpin yang berani berpendapat
Gb 20. Guru berperan sebagai pendidik yang menginputkan nilai spiritualitas Ignasian dan siswa disiplin memperhatikan dalam kegiatan pembelajaran yang membuktikan siswa sebagai kader pemimpin yang cerdas
Gb 21. Kegiatan wawancara guru yang dinilai bebas bertanggungjawab dalam penampilan bebas dan menjadi teladan dalam melayani siswa dalam pendidikan kepemimpinan pengabdi
Gb 22. Contoh bentuk refleksi siswa yang berisikan curahan hati siswa setiap harinya dan upaya peningkatan diri siswa sebagai bukti pendidikan kepemimpinan yang mengutamakan kualitas diri.
200
Lampiran 8 JADWAL JAM PELAJARAN DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA Jadwal Hari Senin Pukul 7.00 - 7.20 7.20 - 9.35 9.35 - 9.50 9.50 - 11.20 11.20 - 11.35 11.35 - 13.05 13.05 - 13.15
Jam Pelajaran Selamat Pagi JB Pelajaran Istirahat Pelajaran Istirahat Pelajaran Examen Conscientiae
Jadwal Hari Selasa - Rabu Pukul Jam Pelajaran 7.00 – 9.15 Pelajaran 9.15 – 9.30 Istirahat 9.30 – 11.00 Pelajaran 11.00 – 11.15 Istirahat 11.15 – 13.30 Pelajaran 13.30 – 13.40 Examen Conscientiae Jadwal Hari Kamis dan Sabtu Pukul Jam Pelajaran 7.00 – 9.15 Pelajaran 9.15 – 9.30 Istirahat 9.30 – 11.00 Pelajaran 11.00 – 11.15 Istirahat 11.15 – 12.45 Pelajaran 12.45 – 13.05 Examen Conscientiae Jadwal Hari Jumat Pukul 7.00 – 9.15 9.15 – 9.30 9.30 – 11.45 11.45 – 11.55
Jam Pelajaran Pelajaran Istirahat Pelajaran Examen Conscientiae
Catatan : Jam examen conscientiae merupakatan waktu untuk mencari makna Allah melalui renungan yang di tulis.
Lampiran 11 HALAMAN PENGESAHAN
Lampiran SURAT PERIJINAN