PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG
SKRIPSI Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi Strata I Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Oleh Rizky Dwi Kusumawati 3301411107
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto “Jika Anda tidak bisa berjalan cepat, maka berjalanlah perlahan, lihatlah sekeliling dan nikmati perjalanan Anda”
Persembahan Bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Dengan ketulusan hati serta rasa terima kasih kupersembahkan sebuah karya sederhana ini untuk: ۞ Kedua orangtua saya, Bapak Tujarna dan Ibu Sukarni yang senantiasa mendoakan dan mendukung saya setiap waktu. ۞ Kakak dan adik saya tercinta, Piza Anjarnawati, S.Pd. dan Apriansyah Nursyam Albirra. ۞ Keluarga besar BEM FIS UNNES periode 2013/2014 dan periode 2014/2015. ۞ Teman seperjuangan, Civic ‟11. ۞ Almamaterku.
v
SARI Kusumawati, Rizky Dwi. 2015. Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Skripsi. Jurusan Politik dan Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Drs. At. Sugeng Priyanto, M.Si dan Drs. Sumarno, M.A. 100 halaman. Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pondok Pesantren. Penelitian ini dilatarbelakangi karena semakin banyaknya perilaku negatif masyarakat yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari terutama dikalangan anak usia sekolah seperti penggunaan obat terlarang, pelecehan seksual, sikap agresif, tawuran, bullying, kemerosotan toleransi umat beragama dan lain-lain. Perilakuperilaku negatif tersebut menjadi tanda bahwa Indonesia sedang menuju jurang kehancuran. Dibutuhkannya sebuah pendidikan yang dapat mengubah perilaku buruk tersebut menjadi lebih baik. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang merupakan lembaga pendidikan yang di dalamnya mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental peserta didik sehingga memiliki karakter yang baik dan menjadi generasi penerus bangsa yang cemerlang dengan menanamkan nilainilai religius dan karakter keagamaan, Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) apa saja kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (2) bagaimana metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (3) bagaimana peran Kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (4) apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (2) mengetahui metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (3) mengetahui peran Kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, (4) mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian adalah Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang terletak di Jalan Cangkiran-Gunungpati km. 3 Polaman, Mijen, Kota Semarang. Fokus penelitian ini adalah (1) penanaman nilai-nilai karakter, (2) peran kyai dalam pendidikan karakter, (3) kendala pendidikan karakter. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara terhadap orang-orang yang dianggap berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode interaktif dengan langkah meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pendidikan karakter diajarkan pada santri dalam setiap kegiatan. Pendidikan karakter di pondok pesantren bertujuan untuk memperbaiki karakter dan sikap santri dalam kehidupan
vi
bermasyarakat. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan oleh pondok pesantren pun beragam, diantaranya yaitu nilai religius, nilai kemandirian, serta nilai tanggung jawab. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan karakter, maka setiap kegiatan dan peraturan yang ada di pondok pesantren diwajibkan bagi seluruh santri. Bagi santri yang melanggar akan dikenakan sanksi, (2) pelaksanaan pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif dengan menggunakan metode dialog dalam beberapa kegiatan seperti mengaji dan madrasah, metode praktik dalam kegiatan belajar dan bermasyarakat, serta metode keteladanan dalam kegiatan hafalan atau tahfidz Al-Qur‟an, (3) peran kyai dalam pendidikan karakter tidak hanya sebagai ulama, akan tetapi juga sebagai pemilik, pembina, pembimbing serta dianggap sebagai tokoh sentral di pondok pesantren. Keterlibatan kyai dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan santri juga bertujuan agar santri dapat menjadi generasi penerus bangsa yang cemerlang, (4) kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di pondok pesantren, meliputi: sering kali santri kelelahan dan mengantuk dalam mengikuti kegiatan pondok pesantren sehingga tidak sedikit santri yang pernah menerima hukuman, serta karakter dan kebiasaan santri yang baru memasuki semester awal di pondok pesantren masih sulit untuk diatasi. Saran yang diberikan penulis guna meningkatkan keberhasilan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang adalah (1) santri diharapkan dapat bersungguh-sungguh mengikuti setiap kegiatan agar penanaman nilai-nilai karakter dapat diserap secara maksimal sehingga santri dapat memperbaiki sikap-sikap buruk mereka menjadi lebih baik, (2) pondok pesantren sebagai wadah dalam mengembangkan nilai-nilai karakter pada santri diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan baik dari segi kegiatan yang diajarkan kepada santri ataupun dari segi mutu tenaga pendidik sehingga dapat tercapainya keberhasilan pendidikan karakter.
vii
PRAKATA
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang”. Selama penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang.
2.
Drs. Moh. Solehatul Mustofa, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Drs. Slamet Sumarto, M.Pd., Ketua Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.
4.
Drs. At. Sugeng Priyanto, M.Si., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Drs. Sumarno, M.A., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
6. Bapak K.H. Masruchan Bisri, Tenaga Pendidik, Pengurus, dan Santri Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang telah memberikan informasi serta membantu penulis selama melakukan penelitian. 7. Kedua orang tua saya yang tak pernah putus mendoakan dan mendukung saya. 8. Sahabat-sahabat saya yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini (Nanda, Wildan, Helen, Nurhidayat, Fitri, Rani, Ibnu, Ratih, Novi, Indi, Aryanti, Fatma). 9. Fungsionaris Departemen Komunikasi dan Informasi BEM FIS UNNES 2013 serta rekan-rekan Kost Esthibrata Cempakasari yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 10. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, 28 September 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii PERNYATAAN ............................................................................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v SARI ............................................................................................................... vi PRAKATA ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6 E. Batasan Istilah .............................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 9 A. Pendidikan Karakter ..................................................................... 9 1. Pengertian Pendidikan Karakter .............................................. 9 2. Nilai Pendidikan Karakter ....................................................... 12 3. Metode Pendidikan Karakter ................................................... 16 4. Bentuk Pendidikan Karakter .................................................... 21 5. Penilaian Pendidikan Karakter ................................................ 23 B. Pendidikan di Pondok Pesantren .................................................. 25 1. Pengertian Pondok Pesantren .................................................. 25 2. Metode Pendidikan di Pondok Pesantren ................................ 29 3. Bentuk Pendidikan di Pondok Pesantren ................................. 31
x
C. Peran Kyai dalam Pendidikan di Pondok Pesantren .................... 32 1. Pengertian Kyai ....................................................................... 32 2. Peranan Kyai ........................................................................... 34 D. Kerangka Berpikir ........................................................................ 36 BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 39 A. Jenis Penelitian ............................................................................. 39 B. Lokasi Penelitian .......................................................................... 40 C. Fokus Penelitian ........................................................................... 40 D. Sumber Data Penelitian ................................................................ 42 E. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 43 F. Keabsahan Data ............................................................................ 46 G. Teknik Analisis Data .................................................................... 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 50 A. Deskripsi Lokasi Penelitian .......................................................... 50 1. Profil Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ............... 50 2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang .................................................................................. 50 3. Data Sarana dan Prasarana ...................................................... 52 4. Daftar Ekstrakurikuler ............................................................. 53 B. Hasil Penelitian ............................................................................ 54 1. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Penerapan Nilai-Nilai Karakter Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ..... 54 2. Metode Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ....................................................................... 67 3. Peran Kyai dalam Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ....................................................... 71 4. Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ..................... 74 C. Pembahasan .................................................................................. 77 1. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Penerapan Nilai-Nilai Karakter Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ..... 78
xi
2. Metode Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ....................................................................... 86 3. Peran Kyai dalam Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ....................................................... 91 4. Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ...................... 93 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 96 A. Simpulan .................................................................................... 96 B. Saran .......................................................................................... 97 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 99 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................ 38 Bagan 3.1 Bagan Analisis Data Kualitatif ..................................................... 49
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Gedung Pondok Pesantren .......................................................... 51
Gambar 4.2
Pengajian Putri ......................................................................... 56
Gambar 4.3
Pengajian Putra ........................................................................ 57
Gambar 4.4
Pengajian Putra-Putri ............................................................... 57
Gambar 4.5
Sholat Tarawih Berjamaah ...................................................... 58
Gambar 4.6
Kegiatan Olahraga Santri ........................................................ 60
Gambar 4.7
Pembelajaran Sekolah ............................................................. 62
Gambar 4.8
Ekstrakurikuler Rebana Modern .............................................. 64
Gambar 4.9
Ekstrakurikuler Bela Diri/Silat ................................................ 65
Gambar 4.10 Ekstrakurikuler Kepramukaan ................................................. 65 Gambar 4.11 Penyiaran Radio ....................................................................... 66 Gambar 4.12 Pertemuan Tahunan Wali Santri .............................................. 70 Gambar 4.13 Pengajian Bersama Kyai .......................................................... 72
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi
Lampiran 2
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3
Instrumen Penelitian
Lampiran 4
Pedoman Observasi
Lampiran 5
Pedoman Wawancara
Lampiran 6
Hasil Observasi
Lampiran 7
Hasil Wawancara
Lampiran 8
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9
Daftar Informan
Lampiran 10 Jadwal Kegiatan Harian Santri Tahun 2014/2015 Lampiran 11 Jadwal Madrasah MISHM 3 Putra Tahun 2014/2015 Lampiran 12 Jadwal Madrasah MISHM 3 Putri Tahun 2014/2015 Lampiran 13 Jadwal Piket Harian ISPA Putri Tahun 2014/2015 Lampiran 14 Jadwal Binadhor Aula Putri Tahun 2014/2015 Lampiran 15 Jadwal Binadhor Mushola Utara Tahun 2014/2015 Lampiran 16 Jadwal Binadhor Mushola Selatan Tahun 2014/2015 Lampiran 17 Jadwal Piket Ru‟an (Bersih-Bersih Hari Minggu) Tahun 2014/2015
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.500 pulau. Penduduk Indonesia berdasarkan pada sensus penduduk tahun 2010 berjumlah lebih dari 237 juta jiwa. Setiap penduduk memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2011) mengungkapkan fenomena keseharian menunjukkan perilaku masyarakat belum sejalan dengan karakter bangsa yang dijiwai oleh falsafah Pancasila (religius, humanis, nasionalis, demokratis, keadilan dan kesejahteraan rakyat). Berbagai perilaku menyimpang masyarakat terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti penggunaan obat terlarang, pelecehan seksual, sikap agresif, tawuran, bullying, kemerosotan toleransi umat beragama dan lain-lain. Selain itu, pemberitaan di televisipun menyuguhkan tayangan tentang tindakan amoral di kalangan pelajar, seperti pemerkosaan yang korban dan pelakunya siswa sekolah, pencurian, perampokan, serta geng motor yang berakhir dengan perkelahian dengan senjata tajam. Lickona (1992:20-31) menuturkan bahwa terdapat 10 tanda-tanda sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran, yaitu; (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; (2) membudayanya ketidakjujuran; (3) sikap fanatik terhadap kelompok/peer group; (4) rendahnya rasa hormat kepada orang tua & guru; (5) semakin kaburnya moral baik & buruk; (6) penggunaan bahasa yang memburuk;
1
2 (7) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, & seks bebas; (8) rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu & sebagai warga negara; (9) menurunnya etos kerja & adanya rasa saling curiga; (10) kurangnya kepedulian di antara sesama. Oleh karena itu, Indonesia gencar menggelorakan pembangunan karakter dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembangunan karakter dilatarbelakangi dari cita-cita luhur pendiri bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Berbagai usaha dilakukan pemerintah untuk menanamkan karakter pada diri masyarakat. Salah satu strateginya adalah melalui pendidikan. Sasarannya yakni mulai dari anak usia dini hingga orang dewasa. Tujuan pendidikan tidak sematamata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan para murid diajar mengenai etika agama di atas etikaetika yang lain (Dhofier, 2011:45). Memiliki karakter yang baik adalah tidak secara otomatis dimiliki setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan. Dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik (Megawangi, 2009:5). Megawangi (2004:102) menuturkan bahwa terdapat sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. Pilar-pilar tersebut antara lain; (1) cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; (2) tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian; (3)
3 kejujuran; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan. Dalam mewujudkan pengembangan karakter tersebut pemerintah mulai meningkatkan mutu dan kualitas diri masyarakat itu sendiri melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat berperilaku dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai universal, yang mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku, dan agama (Megawangi, 2004:95). Oleh karena itu, pendidikan karakter bukan hanya sekadar mengajarkan tentang mana yang benar dan mana yang salah. Pendidikan karakter menanamkan suatu kebiasaan tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi mengerti dan memahami tentang mana yang baik dan yang buruk, serta mampu merasakan nilai-nilai yang baik dan akan terbiasa melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terlepas dari hal tersebut, peran sekolah sebagai communities of character dalam pendidikan karakter sangat penting. Sekolah mengembangkan proses pendidikan karakter melalui proses pembelajaran, pembiasaan, kegiatan ekstrakurikuler serta bekerjasama dengan keluarga dan masyarakat dalam pengembangannya. Sekolah
4 menjadi jembatan penghubung pendidikan karakter di satuan pendidikan dengan keluarga dan masyarakat melalui kontekstualisasi nilai kehidupan sehari-hari siswa dalam pembelajaran, serta pemberdayaan lembaga komite sekolah sebagai wahana partisipasi orangtua dan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan karakter. Di satu sisi, untuk membentuk kepribadian yang baik pada diri siswa, sekolah formal saja tidaklah cukup. Sekolah tidak dapat mengontrol kehidupan pergaulan mereka baik dengan teman sebaya ataupun dalam kehidupan bermasyarakat. Terdapat solusi alternatif untuk membentuk kepribadian siswa secara lebih maksimal yaitu melalui pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994:6). Pada umumnya pondok pesantren memiliki asrama sebagai tempat tinggal siswa sehingga siswa dapat lebih mengembangkan kepribadiannya terutama dalam meningkatkan pengetahuan tentang moral dengan kontrol dan pengawasan dari guru dan kyai. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi merupakan pondok pesantren salaf (salafiyah) modern di Kota Semarang dan terpadu dengan pendidikan sekolah. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi terletak di sebuah desa di Jalan CangkiranGunungpati. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menanamkan nilai-nilai religius, karakter keagamaan, konteks mendidik dan mencegah hal-hal
negatif
yang terjadi seiring
berkembangnya zaman. Oleh sebab itu, Pondok Pesantren Askhabul Kahfi menjadi salah satu solusi untuk mengembangkan kepribadian siswa diusia remaja
5 tersebut. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi merupakan lembaga pendidikan yang di dalamnya mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental. Dalam pembelajaran akademik santri diajarkan untuk disiplin dan patuh pada aturan, sedangkan dalam kegiatan non-akademik santri dibentuk kepribadiannya dalam berbagai kegiatan seperti kegiatan ekstrakurikuler, memasak dan mengaji. Setiap kegiatan santri dengan bimbingan dewan guru dijadikan sebagai sarana menumbuhkan jiwa
mandiri, disiplin, toleransi,
bertanggungjawab, dan
sebagainya. Dengan demikian, setiap kegiatan santri menjadi sarana strategis kondusif untuk menanamkan nilai filsafat dan hidup yang terpancang dalam jiwa meliputi keikhlasan, kesederhanaan, berdikari ukhuwah islamiyah dan jiwa kebebasan yang mengacu pada nilai kehidupan islami dengan disiplin dan tanggungjawab sebagai alatnya. Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul: ”PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG”.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1.
Apa saja kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
2.
Bagaimana metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
6 3.
Bagaimana peran kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
4.
Apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
C.
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
2.
Untuk mengetahui metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
3. Untuk mengetahui peran kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. 4.
Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, diantaranya:
7 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan
dalam penelitian yang selanjutnya secara lebih luas dan lebih mendalam tentang pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. 2.
Manfaat Praktis
a.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan dan masukan bagi santri dalam meningkatkan pendidikan karakter yang diterapkan Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
b.
Manfaat penelitian ini bagi pondok pesantren adalah menambah dan memperbaiki kualitas yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan karakter di dalam pondok pesantren.
F. BATASAN ISTILAH Untuk menghindari agar tidak terjadi salah pengertian dalam mengartikan dan menafsirkan skripsi ini, maka penulis merasa perlu membuat batasan yang mempelajari dan mempertegas istilah yang digunakan tersebut, yaitu: 1.
Pendidikan Karakter Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap program lembaga sekolah, dirancang dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga masyakarat lainnya, untuk membentuk secara langsung dan secara sistematis perilaku kaum muda dengan mempengaruhi secara jelas nilai-nilai non-relativistik yang diyakini secara langsung menghasilkan perilaku tersebut (Anne Lockwood dalam Nucci dan Narvaez, 2014:131).
8 2.
Pondok Pesantren Pondok pesantren adalah suatu Lembaga Pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal (Arifin, 2003:229).
3.
Kyai Pengertian kyai adalah hierarki kekuasaan satu-satunya yang ditegakkan di atas kewibawaan moral sebagai penyelamat para santri dari kemungkinan melangkah ke arah kesesatan, kekuasaan ini memiliki perwatakan absolut sehingga santri senantiasa terikat dengan kyainya seumur hidupnya, minimal sebagai sumber inspirasi dan sebagai penunjang moral dalam kehidupan pribadinya (Wahid, 2001:6-7).
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter 1.
Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah pendidikan mengajarkan kebiasaan cara
berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerjasama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara, dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan (Khan, 2010:1). Sedangkan menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter merupakan suatu ikhtiar yang secara sengaja untuk membuat seseorang memahami, peduli dan akan bertindak atas dasar nilai-nilai yang etis. Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti plus yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action) (Lickona, 2012:82). Lickona menyatakan bahwa karakter berkaitan dengan pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan tindakan moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan. Dengan kata lain, komponen-komponen moral tersebut akan membentuk karakter yang baik, tangguh serta unggul. Pendapat lain dikemukakan oleh Anne Lockwood (dalam Nucci dan Narvaez, 2014:131) yang mengembangkan definisi „sementara‟ tentang pendidikan karakter. Ia mendefinisikan tentang pendidikan karakter sebagai
9
10 kegiatan berbasis sekolah yang bertujuan untuk secara sistematis membentuk perilaku siswa sebagaimana ia mengatakan: “Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap program lembaga sekolah, dirancang dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga masyakarat lainnya, untuk membentuk secara langsung dan secara sistematis perilaku kaum muda dengan mempengaruhi secara jelas nilainilai non-relativistik yang diyakini secara langsung menghasilkan perilaku tersebut”. Ia merinci tiga proposisi utama: pertama, tujuan pendidikan moral dapat dikejar, bukan hanya diserahkan kepada kurikulum tersembunyi yang tidak terkendali dan bahwa tujuan tersebut harus memiliki dukungan dan konsensus publik pada tingkat yang wajar; kedua, tujuan perilaku adalah bagian dari pendidikan karakter; ketiga, perilaku antisosial pada pihak anak adalah akibat dari tidak adanya nilai-nilai yang mana di sini terdapat anggapan hubungan nilai dengan perilaku. Larry P. Nucci menambahkan proposisi keempat, bahwa banyak pendidik karakter tidak hanya berusaha untuk mengubah perilaku, tetapi benar-benar berusaha untuk menghasilkan jenis karakter tertentu, untuk membantu membentuknya dalam berbagai cara. Penggunaan istilah „bentuk‟ dan „pembentukan‟ di sini tidak dipahami secara pasif, melainkan sebagai partisipasi aktif dan sadar individu dalam membentuk diri mereka sendiri. Pendidikan karakter menumbuhkan harapan dapat menjadi dapat menjadi pribadi seperti apa seseorang bukannya seperti apa mereka sekarang. Pendidikan karakter tidak sama dengan pengendalian perilaku, disiplin, pelatihan, atau indoktrinasi, melainkan jauh lebih luas lingkupnya dan memiliki tujuan yang jauh lebih ambisius.
11 Meskipun karakter yang baik dan perilaku yang baik adalah sama (Nucci dan Narvaez, 2014:131-132). Karakter merupakan hal yang penting untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang kuat, maka perlunya pendidikan karakter harus dilakukan dengan tepat dan dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak baik oleh pemerintah, sekolah, masyarakat, maupun keluarga (Hidayatullah, 2010:2-3).
Russel
Williams
(dalam
Q-Anees
dan
Hambali,
2008:99)
menggambarkan bahwa karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh apabila sering dipakai. Sama halnya dengan seorang binaragawan yang terusmenerus berlatih membentuk ototnya, “otot-otot” karakter akan terbentuk dengan praktik latihan yang akhirnya akan menjadi sebuah kebiasaan. Pendidikan karakter memiliki sifat dua arah, dimana arahannya adalah setiap manusia mampu memiliki ketajaman intelektual dan integritas diri sebagai pribadi yang memiliki karakter kuat (Koesoema, 2007:112). Kilpatrick dan Lickona sebagai pencetus utama pendidikan karakter percaya adanya keberadaan moral absolut yang perlu diajarkan kepada generasi muda agar paham betul mana yang baik dan benar. Kilpatrick dan Lickona menyadari bahwa sesungguhnya terdapat nilai moral universal yang bersifat absolut yang bersumber dari agamaagama di dunia, yang disebutnya sebagai “the golden rule”, seperti berkata jujur, menolong orang, hormat orang tua dan bertanggungjawab.
12 2.
Nilai Pendidikan Karakter Dirjen
Dikdasmen
Kemendiknas
(dalam
Mahbubi,
2012:44-48)
mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, hukum, etika akademik dan prinsip-prinsip HAM telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, antara lain; a)
Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan 1) Religius Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai Ketuhanan.
b) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri 1) Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. 2) Bertanggung jawab Sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
merealisasikan
tugas
dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri dan masyarakat. 3) Bergaya hidup sehat Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
13 4) Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5) Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6) Percaya diri Sikap yakin akan potensi diri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. 7) Berjiwa wirausaha Sikap dan perilaku mandiri dan pandai mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya. 8) Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif Berpikir dan melakukan sesuatu secara logis untuk menghasilkan cara baru dari apa yang telah dimiliki. 9) Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 10) Ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
14 11) Cinta ilmu Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan. c)
Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama 1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain Sikap tahu dan mengerti serta merealisasikan apa yang menjadi milik atau hak diri sendiri dan orang lain serta tugas dan kewajiban diri sendiri serta orang lain. 2) Patuh pada norma sosial Sikap menurut dan taat terhadap aturan yang berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum. 3) Menghargai karya dan prestasi orang lain Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. 4) Santun Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. 5) Demokratis Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
15 d) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan 1) Peduli sosial dan lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan
alam
sekitarnya,
dan
mengembangkan
upaya
untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. e)
Nilai kebangsaan 1) Nasionalis Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, kultur, ekonomi dan politik bangsanya. 2) Menghargai keberagaman Sikap memberikan rasa hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, kultur, suku dan agama. Pendapat lain diungkapkan oleh Indonesia Heritage Foundation (dalam
Megawangi, 2004:95) yang menyatakan bahwa terdapat sembilan nilai-nilai karakter yang penting ditanamkan pada anak, antara lain: a.
Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya (love Allah, trust, reverence, loyalty).
b.
Tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness).
c.
Kejujuran/amanah, bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty).
d.
Hormat dan santun (respect, courtesy, obedience).
16 e.
Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation).
f.
Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah (confidence, assertiveness, creativity, resourcarefulness, courage, determination and enthusiasm).
g.
Keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy, leadership).
h.
Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty).
i.
Toleransi, cinta damai, dan persatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
3.
Metode Pendidikan Karaker Metode berasal dari bahasa Latin “meta” yang berarti melalui, dan
“hodos” yang berarti jalan atau cara. Sedangkan dalam bahasa Arab metode disebut “tariqah” yang artinya jalan, cara sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Metode menurut istilahnya ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita atau tujuan (Wiyani, 2013:38). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode pendidikan karakter adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam pembentukan karakter. Pendidikan karakter di sekolah lebih banyak berurusan dengan penanaman nilai. Dengan adanya metode pendidikan karakter maka pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara integral dan utuh, sehingga tujuan pendidikan karakter akan semakin terarah dan efektif (Wiyani, 2013:38).
17 Metode
yang
digunakan
untuk
pendidikan
anak
harus
dapat
mengoptimalkan kemampuan anak. Proses pendidikan anak juga harus disesuaikan dengan tingkat usia anak, dari mulai perkembangan awal anak sampai dewasa. Dalam proses pendidikan, kesalahan pendidikan anak usia awal akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak di masa yang akan datang. Untuk memperoleh kualifikasi metode yang tepat guna, pemilihan metode harus didasarkan pada karakteristik anak yang sesuai dengan periodesasi anak itu. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan karakter khususnya pendidikan yang mengutamakan karakter pribadi muslim maka diperlukan metode yang mampu membentuk pribadi anak menjadi manusia yang cerdas secara spiritual, cerdas secara emosional dan sosial, cerdas secara intelektual, cerdas secara kinestetik, baik dan bermoral, menjadi warga negara dan masyarakat yang baik serta bertanggungjawab (Adisusilo, 2012:132). Pada dasarnya, pendidikan karakter berkaitan dengan pendidikan moral. Terdapat pertimbangan model bagi pendidikan moral dalam arti mengembangkan pemahaman moral pada siswa. Model yang didasarkan pada etika kepedulian terdiri dari empat komponen, yaitu: a.
Keteladanan Hampir semua pendekatan pada pendidikan moral menyadari pentingnya keteladanan. Jika kita ingin mengajarkan kaum muda untuk menjadi orang yang bemoral, kita harus menunjukkan perilaku yang bermoral pada mereka. Dari perspektif kepedulian, kita harus menunjukkan kepada mereka apa artinya peduli.
18 b.
Dialog Dialog adalah unsur yang paling mendasar dari pendidikan moral dari perspektif kepedulian. Semua bentuk pendidikan moral menggunakan jenis pembicaraan seperti ini biasanya pernyataan pengetahuan, perintah, kekesalan, pujian, peringatan, nasehat. Tetapi dialog melibatkan pencarian pemahaman secara bersama-sama.
c.
Praktik Kita belajar untuk peduli, pertama dengan menjadi orang yang diperhatikan. Kita mengamati ketika kepedulian dicontohkan, dan kita menjelajahi kehidupan moral melalui dialog. Kemudian kita membutuhkan kesempatan untuk memperaktikkan kepedulian.
d.
Konfirmasi Konfirmasi mengacu pada tindakan sadar pemberi perhatian berupa menyetujui atau meyakinkan hal-hal yang secara moral paling baik pada orang lain. Dalam tindakan konfirmasi, kita membangun motivasi terbaik yang mungkin pada orang yang diperhatikan yang sesuai dengan kenyataan (Nucci dan Narvaez, 2014:246-252). Pendidikan yang mengakarkan pada konteks sekolah akan mampu
menjiwai dan mengarahkan sekolah pada penghayatan pendidikan karakter yang realistis, konsisten, dan integral. Terdapat beberapa unsur yang dapat dipertimbangkan, antara lain:
19 a.
Mengajarkan Untuk dapat melakukan yang baik, adil dan bernilai harus mengetahui dengan jernih apa yang dinamakan kebaikan, keadilan dan nilai. Pendidikan yang mengandalkan pendidikan karakter akan dapat mengantarkan pada nilai-nilai perilaku
yang bisa
dikembangkan
dalam
mengembangkan
karakter
pribadinya. b.
Keteladanan Keteladanan menjadi hal klasik bagi berhasilnya tujuan pendidikan karakter, anak akan belajar dari apa yang dilihat. Kata-kata yang disampaikan kepada anak akan mampu menggerakkan, tetapi keteladanan menjadi metode dalam pendidikan karater yang menarik hati.
c.
Menentukan prioritas Pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar akan karakter yang ingin diterapkan, demikian pula dalam penggunaan metode sebagai sarana efektif tercapainya tujuan. Dengan adanya pemilihan dan prioritas yang jelas, akan didapat proses evaluasi atas keberhasilan pendidikan karakter. Hal ini ditandai dengan terlihatnya kemajuan dan kemunduran dalam perilaku anak.
d.
Praksis prioritas Praksis prioritas merupakan unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut.
20 e.
Refleksi Refleksi merupakan kemampuan sadar khas manusiawi melalui kemampuan ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik. Jadi, setelah tindakan dan praksis pendidikan karakter terjadi, perlu diadakan semacam pendalaman, refleksi, untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam melaksanakan pendidikan karakter (Koesoema, 2007:212-217). Megawangi (dalam Wiyani, 2013:44) mengatakan perlu adanya metode
4M dalam pendidikan karakter, yaitu mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengerjakan kebaikan (knowing the good, loving the good, desiring the good, and acting the good) secara stimulan dan berkesinambungan. Metode pendidikan karakter ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh, yaitu sesuatu yang diketahui secara sadar, mencintainya dan diinginkannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan karakter yang dicetuskan oleh Koesoema tidak jauh berbeda dengan pendapat Nucci dan Narvaez. Keduanya mencetuskan dua unsur yang sama dalam metode pendidikan karakter yakni keteladanan dan konfirmasi. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keteladanan dan konfirmasi merupakan aspek penting dalam metode pendidikan karakter, dimana kedua unsur tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan pendidikan karater.
21 4.
Bentuk Pendidikan Karakter Karakter adalah istilah inklusif bagi individu sebagai totalitas, sehingga
bagi banyak pendidik pendidikan karakter memiliki lebih banyak hubungan dengan pembentukan dan perubahan seseorang yang meliputi pendidikan di sekolah, keluarga, dan melalui partisipasi seseorang dalam jaringan sosial masyarakat (Nucci dan Narvaez, 2014:132).
Perlu ditekankan bahwa hanya
sebagian kecil orang di Amerika atau Inggris menganggap sekolah tempat paling penting untuk pendidikan karakter, sekalipun ia tetap lembaga publik utama untuk pendidikan moral formal anak-anak. Media massa, komunitas agama, budaya pemuda, kelompok sebaya, organisasi sukarela, dan terutama orangtua dan saudara memberi pengaruh signifikan pada pendidikan karakter (Nucci dan Narvaez, 2014:130-131). Mansur Munir berpendapat bahwa terdapat 3 bentuk desain dalam pemrograman pendidikan karakter yang efektif dan utuh, antara lain: a.
Berbasis sekolah Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan murid sebagai pembelajar. Yang dimaksud dengan relasi guru pembelajar ialah bukan menolong, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan murid yang saling berinteraksi dengan media materi.
b.
Berbasis kultur sekolah Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter murid dengan bantuan pranata sekolah agar nilai itu terbentuk dalam diri murid. Misalnya untuk menanamkan nilai kejujuran tidak hanya
22 memberikan pesan moral, namun ditambah dengan peraturan tegas serta sanksi bagi pelaku ketidakjujuran. c.
Berbasis komunitas Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Keluarga, masyarakat dan negara juga memiliki tanggungjawab moral untuk mengintegrasikan pendidikan karakter di luar sekolah (Mahbubi, 2012:49). Pendapat lain diungkapkan oleh Yahya Khan tentang bentuk pendidikan
karakter. Pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan terbagi atas empat bentuk, antara lain: a.
Pendidikan karakter berbasis nilai religius yaitu pendidikan karakter yang berlandaskan kebenaran wahyu (konversi moral).
b.
Pendidikan karakter berbasis nilai kultur yang berupa budi pekerti pancasila, apresiasi, sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa.
c.
Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konversi lingkungan).
d.
Pendidikan karakter berbasis potensi diri yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konversi humanis). Proses aktivitas ini dilakukan dengan segala upaya secara sadar dan terencana, untuk mengarahkan murid agar mereka mampu mengatasi diri melalui kebebasan dan penalaran serta mampu mengembangkan segala potensi diri (Mahbubi, 2012:48). Berdasarkan pendapat dari Yahya Khan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter yang diterapkan di pondok pesantren merupakan bentuk pendidikan karakter yang berbasis nilai religius (konversi moral) serta berbasis
23 potensi diri (konversi humanis), dimana para peserta didik atau santri tidak hanya diajarkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter dalam Islam tetapi juga meningkatkan kualitas pendidikan karakter secara lebih luas.
5.
Penilaian Pendidikan Karakter Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi atas proses
pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu (Koesoema, 2010:281). Penilaian terhadap pendidikan karakter juga dapat dilakukan terhadap kinerja pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik. Kinerja pendidik atau tenaga kependidikan dapat dilihat dari berbagai hal terkait dengan berbagai aturan yang melekat pada diri pegawai, antara lain; a.
Hasil kerja; kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu penyelesaian kerja, kesesuaian dengan prosedur.
b.
Komitmen
kerja;
inisiatif,
kualitas
kehadiran,
kontribusi
terhadap
keberhasilan kerja, kesediaan melaksanakan tugas dari pimpinan. c.
Hubungan kerja; kerja sama, integritas, pengendalian diri, kemampuan mengarahkan, dan memberikan inspirasi bagi orang lain (Mahbubi, 2012:127).
24 Selain penilaian untuk pendidik dan tenaga kependidikan, penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter juga dapat ditujukan kepada murid yang didasarkan pada beberapa indikator (Mahbubi, 2012:128). Koesoema menuturkan beberapa bahan penilaian pendidikan karakter apakah pendidikan karakter yang diterapkan di dalam lingkungan sekolah itu telah berhasil atau tidak, antara lain; a.
Kuantitas kehadiran individu di dalam lembaga pendidikan, bisa menjadi salah satu kriteria objektif untuk menentukan apakah sekolah itu telah membantu mengembangkan individu di dalam lingkungan sekolah sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tugas-tugasnya, dan terhadap orang lain
b.
Penilaian pendidikan karakter bisa juga dilihat dari jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya.
c.
Jika pendidikan karakter itu diterapkan di dalam lingkungan sekolah, di mana sekolah mencoba menanamkan nilai kerja sama, rasa saling menghormati satu sama lain, menghargai perbedaan, fenomena tawuran pelajar, kekerasan dan tindak kejahatan bisa menjadi salah satu indikasi keberhasilan pendidikan karakter di sekolah.
d.
Tawuran pelajar bisa disembuhkan dengan memberikan sebanyak mungkin program kerja sama antar sekolah sehingga dampak tawuran pelajar itu dapat diminimalisir.
25 e.
Jika sekolah mengalami persoalan dalam keterlibatan anak-anak didik dalam jebakan narkoba, pendidikan karakter yang berhasil akan menurunkan jumlah mereka yang terlibat dalam narkoba.
f.
Prestasi akademis siswa bisa dilihat dari keberhasilan mereka dalam menguasai materi dari mata pelajaran yang mesti mereka kuasai. Penilaian pendidikan karakter bisa dilihat berapa jumlah mereka yang tinggal kelas dan yang naik kelas.
g.
Tidak dihargainya nilai kerja keras dan kejujuran tampil dalam fenomena mencontek yang telah membudaya. Untuk ini, kriteria sejauh mana para siswa itu telah mempraktikkan nilai-nilai kejujuran dapat dilihat melalui data-data tentang jumlah anak yang ketahuan mencontek (Koesoema, 2010:285-288).
B. Pendidikan di Pondok Pesantren 1.
Pengertian Pondok Pesantren Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia
lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berasal dari pengertian asramaasrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari kata Arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedangkan C.C. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab
26 suci Agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Dari asal-usul kata santri pula banyak sarjana berpendapat bahwa lembaga pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan keagamaan bangsa Indonesia pada masa menganut agama Hindu Buddha yang bernama “mandala” yang diislamkan oleh para kyai (Dhofier, 2011:41). Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu dalam Hasbullah, 1999:40). Sedangkan menurut Arifin (2003:229), pondok pesantren adalah suatu Lembaga Pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) di mana santrisantri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal. Pengertian pesantren yang populer pada saat ini yaitu bahwa pesantren atau pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut tafaqquh fi addin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Pondok pesantren memiliki 5 unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu pondok, masjid, kitab-kitab, santri dan kyai. Selain kelima unsur tersebut, pada umumnya pondok pesantren memiliki prinsip-prinsip yang berlaku pada
27 penyelenggaraan pendidikan. Mastuhu (dalam Tafsir, 1992:201-202) menuturkan terdapat 8 prinsip yang berlaku pada pendidikan di pondok pesantren, antara lain sebagai berikut: a.
Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran islam Yaitu peserta didik dibantu agar mampu memahami makna hidup, keberadaan,
peranan,
serta
tanggungjawabnya
dalam
kehidupan
di
masyarakat. b.
Memiliki kebebasan yang terpimpin Yaitu setiap manusia memiliki kebebasan dalam menetapkan aturan hidup tetapi dalam berbagai hal manusia menerima saja aturan yang datang dari Tuhan.
c.
Berkemampuan mengatur diri sendiri Yaitu di pesantren, santri mengatur sendiri kehidupannya menurut batasan yang diajarkan agama. Ada unsur kebebasan dan kemandirian disini. Masingmasing
pesantren
memiliki
otonomi.
Setiap
pesantren
mengatur
kurikulumnya sendiri, mengatur kegiatan santrinya, tidak harus sama antara satu pesantren dengan pesantren yang lainnya. d.
Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi Yaitu dalam hal kewajiban individu harus menunaikan kewajiban terlebih dahulu sedangkan dalam hak, individu harus mementingkan kepentingan orang lain sebelum kepentingan diri sendiri. Kolektivisme ini ditanamkan melalui pembuatan tata tertib, baik tentang tata tertib belajar maupun kegiatan lainnya.
28 e.
Menghormati orangtua dan guru Yaitu tujuan ini dicapai antara lain melalui penegakan berbagai pranata di pesantren seperti mencium tangan guru, tidak membantah guru dan bertutur kata yang sopan.
f.
Cinta kepada ilmu Yaitu banyaknya hadist yang mengajarkan pentingnya menuntut ilmu dan menjaganya.
g.
Mandiri Yaitu sejak awal santri dilatih untuk mandiri. Mereka kebanyakan memasak, mengatur uang, mencuci pakaian sendiri dan lain-lain.
h.
Kesederhanaan Yaitu sikap memandang sesuatu, terutama materi secara wajar, proporsional dan fungsional. Secara luas, kekuatan pendidikan Islam di Indonesia masih berada pada
sistem pesantren. Posisi dominan yang dipegang oleh pesantren ini menghasilkan sejumlah besar ulama yang tinggi mutunya, dijiwai oleh semangat dan ketekunan dalam membimbing, menyebarluaskan dan memantapkan keimanan umat Islam melalui kegiatan pengajian umum yang digemari oleh masyarakat luas. Keberhasilan para pemimpin pesantren dalam melahirkan sejumlah besar ”ulama” yag berkualitas tinggi adalah karena metode pendidikan yang dikembangkan oleh para kyai berupa bimbingan pribadi yang menerapkan penguasaan kualitatif (Dhofier, 2011: 45).
29 2.
Metode Pendidikan di Pondok Pesantren Pengajian dasar di rumah, langgar dan masjid diberikan secara individual.
Seorang murid mendatangi seorang guru yang membacakan beberapa baris Qur‟an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah masing-masing di seluruh wilayah Indonesia. Pada gilirannya, murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata persis seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem individual dalam sistem pendidikan pesantren ini disebut sistem sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qur‟an (Dhofier, 2011:53-54). Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton. Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500 murid) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan bahkan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Tentu ulasan dalam bahasa Arab buku-buku tingkat tinggi diberikan kepada kelompok mahasiswa senior yang diketahui oleh seorang guru besar dapat dipahami oleh para mahasiswa. Kelompok mahasiswa khusus ini disebut “kelas musyawarah” (kelompok seminar). Setiap murid menyimak bukunya sendiri dan membuat catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau kelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seseorang guru. Semua pesantren tentu memberikan juga sistem sorogan tetapi hanya diberikan kepada santri-santri yang baru yang masih memerlukan bimbingan individual. Sistem
30 sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan pesantren, sebab sistem sorogan menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi guru pembimbing dan murid (Dhofier 2011:54). Kebanyakan pesantren, terutama pesantren-pesantren besar biasanya menyelenggarakan
bermacam-macam
halaqah
(kelas
bandongan),
yang
mengajarkan mulai dari kitab-kitab elementer sampai tingkatan tinggi, yang diselenggarakan setiap hari (kecuali hari Jumat), dari pagi-pagi buta setelah sembahyang subuh sampai larut malam. Selain itu ada pula sistem pengajaran kelas musyawarah. Dalam kelas musyawarah, sistem pengajarannya sangat berbeda dari sistem sorogan dan bandongan. Para siswa harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk dan dirujuk. Kyai memimpin kelas musyawarah seperti dalam suatu seminar dan lebih banyak dalam bentuk tanya-jawab, biasanya hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab, dan merupakan latihan bagi para siswa untuk menguji keterampilannya dalam menyadap sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab klasik (Dhofier, 2011:56-57). Setiap pondok pesantren dapat menggunakan metode pendidikan yang berbeda-beda, sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai serta kebijakan yang diterapkan di pondok pesantren tersebut. Namun alangkah lebih baik jika metode yang digunakan juga disesuaikan dengan tahap dan kemampuan peserta didik atau santri agar penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
31 3.
Bentuk Pendidikan di Pondok Pesantren Abuddin Nata (2001:120-121) menyatakan pendapatnya tentang pondok
pesantren di mana bila dilihat dari segi komponen pranata membentuk suatu pondok pesantren, maka pondok pesantren ada lima jenis, yakni: a.
Pola pertama, ialah pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah kyai. Pesantren ini masih bersifat sederhana di mana kyai menggunakan masjid atau rumahnya sendiri untuk tempat mengajar.
b.
Pola kedua, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok atau asrama. Dalam pola ini pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang disediakan bagi para santri yang datang dari daerah lain.
c.
Pola ketiga, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, dan madrasah. Pesantren ini telah memakai sistem klasikal di mana santri mendapat pendidikan di madrasah.
d.
Pola keempat, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok, madrasah dan tempat keterampilan. Pesantren pola ini di samping ada madrasah juga terdapat tempat-tempat untuk latihan keterampilan.
e.
Pola kelima, ialah pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok pesantren, madrasah, tempat keterampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga dan sekolah umum. Berdasarkan pendapat Abuddin Nata di atas, maka pondok pesantren
sebagai lembaga pendidikan dapat menyelenggarakan pendidikan formal dan pendidikan non-formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dengan dipengaruhi oleh pikiran-pikiran ulama (kyai). Tujuan pendidikan yang
32 hendak dicapai di pondok pesantren terpusat pada pendalaman ilmu-ilmu agama lewat pengajian kitab-kitab klasik dan sikap hidup beragama. Bentuk-bentuk pendidikan di pondok pesantren kini sangat bervariasi. Sedikitnya bentuk-bentuk pendidikan di pondok pesantren dapat diklasifikasikan menjadi 5 tipe, yakni a.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional.
b.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional.
c.
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk maddin.
d.
Pesantren yang hanya sekadar menjadi tempat pengajian (majelis ta‟lim).
e.
Pesantren untuk asrama pelajar sekolah umum dan mahasiswa.
C. Peran Kyai dalam Pendidikan di Pondok Pesantren 1.
Pengertian Kyai Istilah kyai yang lekat dengan masalah agama Islam pada dasarnya bukan
berasal dari bahasa Arab melainkan berasal dari bahasa Jawa. Zamakhsyari Dhofier (2011:93) berpendapat bahwa istilah kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu: a.
Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. Kyai Garuda Kencana dipakai untuk sebutan ”kereta emas” yang abadi di Keraton Yogyakarta.
33 b.
Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c.
Kyai sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya. Berdasarkan ketiga pemakaian istilah tersebut, yang paling banyak dipakai
oleh masyarakat adalah yang terakhir yaitu seseorang yang menjadi pimpinan pesantren. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Dr. Manfred Ziemek (1986:131), yang mengatakan bahwa pengertian kyai yang paling luas dalam Indonesia modern adalah pendiri dan pimpinan sebuah pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya demi Allah serta menyebarkan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan. Kedudukan seorang kyai sebagai pimpinan sentral yang berkuasa penuh di dalam pesantren memiliki otoritas, wewenang yang menentukan semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama atas tanggungjawabnya sendiri (Ziemek, 1986:138). Abdurrahman Wahid (2001:6-7) mendefinisikan pengertian kyai sebagai hierarki kekuasaan satu-satunya yang ditegakkan di atas kewibawaan moral sebagai penyelamat para santri dari kemungkinan melangkah ke arah kesesatan, kekuasaan ini memiliki perwatakan absolut sehingga santri senantiasa terikat dengan kyainya seumur hidupnya, minimal sebagai sumber inspirasi dan sebagai penunjang moral dalam kehidupan pribadinya. Pada sisi lain, Horikoshi menguraikan bahwa istilah “ulama” dan “kyai” tak dapat dipisahkan dari “ahli
34 agama”. Kendati demikian, peran keduanya dapat dibedakan; ulama sebagai kepemimpinan
“administratif”,
sedangkan
kyai
sebagai
kepemimpinan
“simbolik”. Eksistensi kyai dalam pesantren merupakan “lambang kewahyuan” yang selalu disegani, dipatuhi dan dihormati secara ikhlas, jauh dari hipokrit. Para santri dan masyarakat sekitar selalu berusaha agar dapat dekat dengan para kyai/ulama untuk memperoleh “berkah” dari mereka. Tegasnya, kyai adalah tempat bertanya, sumber referensi, dan tempat meminta nasihat dan fatwa (Nata, 2001:143).
2.
Peranan Kyai Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang kyai sebagai kelompok elit
dalam struktur sosial, politik, ekonomi dan lebih-lebih di kalangan kelompok agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu: a.
Sebagai ulama Kyai sebagai ulama artinya ia harus mengetahui, menguasai ilmu tentang agama Islam, kemudian menafsirkan ke dalam tatanan kehidupan masyarakat, menyampaikan dan memberi contoh dalam pengamalan dan memutuskan perkara yang dihadapi oleh masyarakat. Ulama adalah seseorang yang ahli dalam ilmu agama Islam dan ia mempunyai integritas kepribadian yang tinggi dan mulia, serta berakhlakul karimah dan ia sangat berpengaruh di tengahtengah masyarakat.
35 b.
Sebagai pengendali sosial Para kyai khususnya di daerah Jawa merupakan kepemimpinan Islam yang dianggap paling dominan dan selama berabad-abad telah memainkan peranan yang menentukan dalam proses perkembangan sosial, kultur, dan politik. Berkat pengaruhnya yang besar di masyarakat, seorang kyai mampu membawa masyarakat ke mana ia kehendaki. Dengan demikian, seorang kyai mampu mengendalikan keadaan sosial masyarakat yang penuh dengan perkembangan dan perubahan zaman. Kyai mengendalikan masyarakat akibat dari perubahan yang terjadi dengan cara memberikan solusi yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ajaran Islam.
c.
Sebagai penggerak perjuangan Kyai sebagai pimpinan tradisional di masyarakat sudah tidak diragukan lagi fungsinya sebagai penggerak perjuangan masyarakat setempat untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh masyarakatnya. Sejak zaman kolonial Belanda, para kyai sudah banyak yang memimpin rakyat untuk mengusir penjajah. Islam pada zaman penjajahan Belanda merupakan faktor nomor satu bagi kelompok-kelompok suku bangsa yang tinggal berpencar-pencar diberbagai kepulauan itu semua tidak lepas dari gerakan perjuangan para kyai (Dhofier, 2011:94-97). Kewibawaan kyai dan kedalaman ilmunya adalah modal utama bagi
berlangsungnya semua wewenang yang diajarkannya. Kyai juga dikenal sebagai tokoh kunci. Kata-kata dan keputusannya dipegang teguh oleh para santri dan
36 masyarakat. Meskipun demikian, kyai lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mendidik santri daripada hal-hal lainnya (Masdar, 1999:62-64). Keberadaan kyai dalam lingkungan pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas kyai memperlihatkan perannya yang otoriter, disebabkan karena kyailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, penanggungjawab, dan bahkan sebagai pemilik tunggal. Banyak pesantren yang mengalami kemunduran karena meninggalnya sang kyai, sementara ia tidak memiliki keturunan atau penerus untuk melanjutkan kepemimpinannya. Selain peranan-peranan tersebut, kyai juga memiliki peran penting dalam menjadikan pondok pesantren yang sesuai dengan fungsi pesantren itu sendiri, yakni sebagai transfer ilmu dan nilai agama seperti yang diterapkan oleh kebanyakan pondok pesantren pada umumnya.
D. KERANGKA BERPIKIR Pendidikan karakter merupakan wadah pengembangan karakter dan kepribadian yang dapat dilaksanakan di mana saja, baik sekolah formal ataupun non-formal termasuk di pondok pesantren. Di pondok pesantren, pembentukan kepribadian yang baik dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kegiatan akademik ataupun kegiatan non-akademik. Sasaran utama dalam pendidikan karakter di pondok pesantren ialah peserta didik yang biasa disebut dengan santri.
37 Pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren terdiri dari beberapa komponen, yaitu media pendidikan karakter, materi pendidikan karakter, metode atau model pendidikan karakter dan evaluasi pendidikan karakter. Media pendidikan karakter pada pondok pesantren yakni sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan santri berbagai materi pendidikan karakter. Materi pendidikan karakter yang diteliti antara lain materi yang terkait dengan cinta kepada Tuhan, kemandirian dan tanggung jawab. Selain materi pendidikan, metode pendidikan yang digunakanpun bermacam-macam, yakni metode keteladanan, dialog, praktik dan konfirmasi. Sebagai bagian dalam metode konfirmasi, evaluasi juga harus dilaksanakan dalam pendidikan karakter guna mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Keempat komponen tersebut berkaitan erat dalam meningkatkan keberhasilan pendidikan karakter di pondok pesantren. Pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren juga tidak terlepas dari peran kyai di dalam pondok pesantren, yakni sebagai tenaga pendidik, pengasuh dan sebagai ulama. Pendidikan karakter di pondok pesantren diberikan kepada santri dengan tujuan dapat membentuk kepribadian santri mandiri, bertanggungjawab, dan taat pada ajaran Islam. Santri yang memiliki karakter-karakter tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren berhasil dan berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian diatas, maka disusunlah kerangka berfikir yang terkait dengan pendidikan karakter di pondok pesantren sebagai berikut:
38
Pendidikan karakter di pondok pesantren
Media pendidikan karakter:
Materi pendidikan karakter:
- Lembaga pendidikan
1) Cinta kepada Tuhan 2) Kemandirian 3) Tanggung jawab
Kyai 1) Sebagai tenaga pendidik 2) Sebagai pengasuh 3) Sebagai ulama
Model pendidikan karakter: 1) 2) 3) 4)
Keteladanan Dialog Praktik Konfirmasi
Evaluasi pendidikan karakter: - Kendala yang dihadapi
Santri
Tujuannya membentuk kepribadian santri yang mandiri, bertanggungjawab, dan taat pada ajaran Islam
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian memerlukan suatu cara pendekatan yang tepat untuk memperoleh data-data yang akurat. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu metodologi penelitian yang harus ada relevansi antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi (Moleong, 2009:6). Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2009:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahnya. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, artinya data yang dianalisis bersifat deskriptif fenomena, tidak berupa angka-angka. Data kualitatif ialah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar. Penelitian kualitatif pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Konsekuensinya, analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikontruksikan menjadi hipotesis atau teori (Rachman, 2011:149).
39
40 Alasan menggunakan metode ini adalah peneliti melihat kenyataan yang ada di lapangan, dengan melihat perilaku-perilaku yang diamati. Penelitian ini mencoba menjelaskan, menyelidiki, dan memahami pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren, metode pendidikan karakter di pondok pesantren, peran kyai dalam pendidikan karakter di pondok pesantren dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter di pondok pesantren.
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang berlokasi di Jalan Cangkiran-Gunungpati km. 3 Polaman, Mijen, Kota Semarang dengan alasan pondok pesantren tersebut merupakan pondok pesantren salafiyah modern dan terpadu dengan pendidikan sekolah. Alasan menggunakan Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang karena merupakan salah satu lembaga pendidikan agama Islam yang mengajarkan pendidikan karakter kepada santri dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan di pondok pesantren tersebut mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental yang menjadi penunjang dalam pendidikan karakter santri.
C. Fokus Penelitian Penentuan fokus dapat didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial (lapangan) (Rachman, 2011:155). Fokus penelitian ini sangat membantu penelitian kualitatif dalam membuat keputusan
41 untuk membuang dan menyimpan informasi yang diperolehnya. Berdasarkan konsep diatas, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: a.
Penanaman nilai-nilai karakter a. Nilai pendidikan karakter 1) Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya 2) Kemandirian 3) Tanggung jawab b. Metode pendidikan karakter 1) Keteladanan 2) Dialog 3) Praktik 4) Konfirmasi c. Penilaian pendidikan karakter 1) Kuantitas kehadiran individu di dalam lembaga pendidikan 2) Jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya 3) Sekolah mencoba penanamkan nilai
kerja
sama, rasa saling
menghormati satu sama lain, menghargai perbedaan, fenomena tawuran pelajar, kekerasan dan tindak kejahatan 4) Prestasi akademis siswa bisa dilihat dari keberhasilan mereka dalam menguasai materi dari mata pelajaran yang mesti mereka kuasai 5) Para siswa itu telah mempraktikkan nilai-nilai kejujuran dapat dilihat melalui data-data tentang jumlah anak yang ketahuan mencontek
42 b.
Peran kyai dalam pendidikan karakter 1) Sebagai ulama 2) Sebagai pembimbing 3) Sebagai tenaga pendidik
c.
Kendala pendidikan karakter di dalam kelembagaan, proses pembelajaran, santri dan kyai.
D. Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2002:107). Sumber data dalam penelitian ini adalah: a.
Sumber data primer Sumber data yang utama dalam penelitian adalah kata-kata dan tindakan
orang-orang yang diamati atau diwawancarai. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya (Moleong, 2009:157). Sumber data primer diperoleh peneliti melalui wawancara dengan informan. Informan adalah orang yang dimintai keterangan tentang suatu fakta atau pendapat melalui wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah ustadz/ustadzah (pengajar) dan santri dengan jumlah sembilan orang, baik santri lama ataupun santri baru di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Dalam penelitian ini data primer yang digunakan adalah hasil observasi dan wawancara langsung dengan para informan.
43 b.
Sumber data sekunder Sumber di luar kata dan tindakan merupakan sumber selain sumber data
primer. Sumber data, bahan tambahan yang berasal tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi, dokumen resmi (Moleong, 2009:159). Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku literatur mengenai pendidikan karakter di pondok pesantren, arsip atau dokumen dari Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, dan dokumentasi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter di pondok pesantren yang menunjang data penelitian.
E. Metode Pengumpulan Data 1.
Metode observasi Metode observasi ialah cara pengumpulan data melalui pengamatan dan catatan dengan sistematik tentang fenomena-fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak langsung (Hadi dalam Mahbubi, 2012:9-10). Menurut Sutopo (dalam Suprayogo dan Tobroni, 2001:167) metode observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta rekaman gambar. Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik hendaknya dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap obyek. Pada dasarnya, metode observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomenafenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat
44 dilakukan perubahan atas penilaian tersebut bagi pelaksana observasi untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan (Margono, 2007:159). Dalam penelitian ini, observasi dilaksanakan secara langsung saat proses pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Cara yang digunakan adalah dengan peneliti terjun langsung ke tempat lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan langsung terhadap objek kajian penelitian guna memperoleh informasi mengenai nilai-nilai karakter yang terkandung dalam pendidikan karakter, metode pendidikan karakter yang digunakan, peran kyai di pondok pesantren, serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter. 2.
Metode wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, dimana dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut
(Moleong,
2009:186).
Ada
beberapa
kelebihan
pengumpulan data melalui wawancara, diantaranya pewawancara dapat melakukan kontak langsung dengan terwawancara, data diperoleh secara mendalam, terwawancara dapat mengungkapkan isi hatinya secara lebih luas, dan pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan diarahkan yang lebih bermakna (Sudijono, 1996:82). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur atau terbuka, dimana para subjek mengetahui apa maksud
45 wawancara yang dilakukan. Hal ini agar sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka. Subjek wawancara dalam penelitian ini adalah ustadz (pengajar) dan para santri yang menetap di pondok pesantren. Wawancara dilakukan untuk menggali dan memperoleh informasi yang dibutuhkan peneliti, antara lain mengenai pelaksanaan pendidikan karakter, metode pendidikan karakter yang digunakan, peran kyai di pondok pesantren, serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter. 3.
Metode dokumentasi Metode dokumentasi ialah metode pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan riset. Metode dokumentasi dapat digunakan sebagai bahan acuan dan data awal dalam melakukan wawancara dengan mengadakan penelusuran lebih jauh tentang fenomena yang terjadi dalam data yang ada melalui observasi dan wawancara sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan pembanding dari informasi yang diperoleh dari observasi dan wawancara (Arikunto dalam Mahbubi, 2012:12). Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan profil pondok pesantren, data-data santri, kegiatan santri di pondok pesantren, dan dokumentasi kegiatan selama pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang dianggap penting dan berhubungan dengan permasalahan penelitian.
46 F. Keabsahan Data Penelitian kualitatif harus menggunakan kebenaran yang objektif. Oleh karena itu, keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui keabsahan data, kredibilitas penelitian kualitatif dapat tercapai. Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemerikaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2009:330). Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini menggunakan metode triangulasi sumber data. Sebagaimana dikemukakan Yin (dalam Suprayogo dan Tobroni, 2001:187), triangulasi sumber data dimaksudkan agar dalam pengumpulan data peneliti menggunakan multi sumber data, yakni dapat dilakukan dengan menggunakan sumber data seperti melalui informan, fenomenafenomena yang terjadi, dan dokumen bila ada. Hal tersebut disesuaikan dengan metode penelitian yang menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi untuk mengecek kebenaran data. Selain itu, peneliti juga menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
G. Teknik Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan disertai uraian dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serat diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton (dalam
47 Moleong, 2009:103), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori. Dan uraian dasar. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Dalam menganalisis data yang terkumpul baik dari hasil wawancara maupun dokumentasi penulis mencoba menginterpretasikan dengan menggunakan metode kualitatif. Dalam metode kualitatif analisis data dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya pengumpulan data. Tahap-tahap analisis data yaitu: 1.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, maupun dokumentasi untuk memperoleh data yang lengkap (Rachman, 2011: 174). Peneliti mencatat data yang diperoleh dari kegiatan observasi atau pengamatan keadaan santri, ustadz/ustadzah (pengajar) dan kyai di dalam pondok pesantren dan wawancara dengan ustadz/ustadzah (pengajar) serta para santri yang menetap di pondok pesantren.
2.
Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Rachman, 2011: 175). Hasil pengumpulan data berasal dari kegiatan observasi santri, ustadz/ustadzah (pengajar) dan kyai di dalam pondok pesantren,
48 hasil-hasil wawancara dengan ustadz/ustadzah (pengajar) dan para santri yang menjadi sumber informan, dan dokumentasi yang berasal dari pihak pondok pesantren dengan cakupan yang masih sangat luas, kemudian menggolongkan atau membuang yang tidak perlu dan tidak sesuai dengan fokus penelitian. 3.
Penyajian Data Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, bagan alur, dan sejenisnya. Miles dan Huberman (dalam Rachman, 2011: 177) menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data di sini berupa paparan hasil teks dalam paragraf-paragraf dan penggabungan foto hasil dokumentasi sebagai penunjang dan memperkuat hasil penyajian data yang berasal dari hasil pengamatan dan pengumpulan data penelitian yang diperoleh peneliti
selama
bulan
Maret
hingga
Agustus
2015
dengan
menggabungkan informasi-informasi penting dan berguna mengenai pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. 4.
Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung. Sebaliknya bila didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan konsisten, maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel (Rachman, 2011: 177).
49 Dari empat tahap analisis data di atas, dapat digambarkan dengan skema berikut ini:
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Sumber: Miles, Huberman (dalam Rachman, 2011: 175) Bagan 3.1 Bagan Analisis Data Kualitatif
Berdasarkan keterangan di atas maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi dokmen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Profil Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang yang beralamat di Jalan Cangkiran-Gunungpati km.3, Kelurahan Polaman, Mijen, Kota Semarang, No. Telp (024)7668058 merupakan lembaga yang mendidik kader-kader umat dalam sebuah miniatur dunia yang dibangun atas dasar nilai iman, islam dan ikhsan. Kegiatan belajar mengajar di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang dimulai dari pukul 04.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB. Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang pertama kali didirikan pada tahun 2008. Sampai saat ini jumlah santri yang menetap di pondok pesantren berjumlah kurang lebih 900 orang secara keseluruhan baik putra maupun putri yang berasal dari berbagai daerah/kota baik dari Semarang itu sendiri maupun dari luar Pulau Jawa. Meskipun dalam satu pesantren, namun antara asrama putra dan asrama putri di letakkan pada lokal atau gedung yang terpisah.
2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang a. Visi Terwujudnya lembaga yang mencetak generasi solih dan sholihah, intelektual, berwawasan luas serta berkompetensi keahlian.
50
51 b. Misi 1) Melakukan proses pendidikan pembelajaran ajaran agama sesuai dengan Al-Qur‟an dan As-sunah. 2) Melaksanakan pembelajaran dan pembimbingan secara efektif dan inovatif sehingga membawa santri berkembang secara optimal dan terarah sesuai dengan potensi yang dimiliki. 3) Melakukan bimbingan pengembangan diri di segala bidang khususnya akhlaq budi pekerti secara maksimal dan menyeluruh. 4) Mencetak lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas dan ketrampilan hidup apabila langsung terjun di masyarakat maupun sebagai bekal untuk melanjutkan studi kejenjang selanjutnya.
Gambar 4.1 Dokumentasi Gedung Pondok Pesantren
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 20 Agustus 2015)
52 3. Data Sarana dan Prasarana Berikut adalah sarana dan prasarana yang tersedia di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang: a. Lembaga Formal 1) Madrasah Tsanawiyah Takhasus (MTs Takhassus) 2) Madrasah Aliyah Takhassus (MA Takhassus) 3) Sekolah Menengah Pertama (SMP Terpadu) 4) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK Terpadu) b. Lembaga Non Formal 1) Madrasah Diniyah Salafiyah 2) Tahfizdul Qur‟an 3) Majelis Tafsir Al Qur‟an 4) Majelis Mujahadah dan Selapanan 5) Lembaga Penyiaran Radio (Askafm) c. Fasilitas 1) Masjid 2) Pondok/asrama 3) Ruang madrasah/sekolah 4) Ruang perpustakaan 5) Ruang laboratorium komputer 6) Ruang laboratorium otomotif 7) Sarana olahraga 8) Mini market dan laundry
53 4. Daftar Ekstrakurikuler Selain adanya sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan pendidikan, Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang juga menerapkan berbagai pilihan ekstrakurikuler pilihan untuk santri, antara lain: 1) Program peningkatan bahasa, diantaranya; a) Pembelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris setiap hari. b) Khitobah bahasa Inggris dan bahasa Arab satu kali sepekan c) Pidato, tilawah dan cerdas cermat dalam bahasa Arab dan Inggris. 2) Kesenian dan keterampilan meliputi: a) Rebana modern b) Seni kaligrafi c) Teknik komputer d) Teknik otomotif e) Radio ASKA 3) Kajian ilmiah a) Membaca kitab kuning b) Pemaparan 4) Olahraga a) Sepak bola b) Bola volly c) Seni beladiri/silat 5) Pentas seni, ditampilkan pada saat muwadda‟ah kelas 3
54 B. Hasil Penelitian 1. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Penerapan Nilai-Nilai Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Karakter tidak didapatkan sejak lahir, melainkan muncul dari kebiasaan dalam kehidupan kita sehari-hari. Karakter yang diajarkan dan dipraktikkan dalam pendidikan disebut pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter terdapat berbagai macam karakter yang dapat dikembangkan. Di pondok pesantren itu sendiri meskipun tidak semua macam karakter dapat dipelajari akan tetapi terdapat beberapa macam nilai-nilai karakter yang di unggulkan dalam pendidikan di pondok pesantren diantaranya nilai religius, nilai kemandirian dan nilai tanggung jawab. Nilai-nilai karakter tersebut dipilih untuk diterapkan di pondok pesantren karena dinilai tepat untuk diajarkan pada santri dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dijadikan sebagai dasar dari nilai-nilai karakter yang lainnya. Meskipun begitu, penanaman nilai-nilai karakter yang lain tidaklah dikesampingkan oleh pondok pesantren hanya saja penerapannya tidak sebanyak ketiga nilai karakter tersebut. Diantara nilai-nilai yang diajarkan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, nilai religius menjadi nilai yang utama ditanamkan pada setiap santri tanpa terkecuali. Hal tersebut berkaitan dengan tujuan pondok pesantren yaitu mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental serta penanaman ilmu-ilmu agama Islam. Tujuannya adalah untuk membentuk generasi islam yang berakhlaqul karimah. Penanaman nilai
55 religius di pondok pesantren berfokus pada peningkatan keimanan santri atau kepercayaan santri kepada sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa. Berikut ini hasil wawancara dengan Hidayah (23 Tahun) yang mengatakan bahwa: “Yang pasti yang utama itu kan agama mbak. Ya disini sih yang jelas pertama diajarkan kan tentang ibadah kepada Tuhan dahulu. Apapun kegiatannya karena disini basicnya adalah pondok pesantren jadi semua kegiatannya dipusatkan untuk ibadah kepada Tuhan. Semisal ketika mengaji tidak hanya mengaji kitab saja tetapi juga difokuskan ini tujuannya seperti apa, jadi muncul pertanyaan-pertanyaan kenapa sih kita harus ibadah, sehingga nanti kita dapat memahami, oh iya ya kita harus rajin beribadah, jadi seperti itu mbak” (wawancara tanggal 20 Agustus 2015).
Nilai religius dianggap tepat untuk diajarkan pada santri sebagaimana fungsi pondok pesantren itu sendiri yaitu sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan pembelajaran agama Islam yang lebih mendalam pada diri santri. Nilai religius yang diterapkan di pondok pesantren juga berkaitan dengan peningkatan kesadaran akan hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Nilai religius dianggap sebagai nilai yang mudah diserap dan dipahami oleh setiap santri. Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, penanaman nilai karakter religius dapat terlihat dalam berbagai kegiatan santri, antara lain sholat berjamaah lima waktu dalam sehari, mengaji Al-Qur‟an serta mengaji kitab kuning. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, santri menerima berbagai ilmu dan wawasan bagaimana kewajiban seorang muslim dalam beribadah kepada Tuhan. Bagi santri yang telah menetap dan belajar di pondok pesantren lebih dari satu semester, maka sudah terlihat dapat
56 beradaptasi dengan lingkungan pondok pesantren dan telah memahami bagaimana peranannya sebagai seorang santri yang pada dasarnya belajar di pondok pesantren ialah untuk menuntut ilmu agama Islam. Oleh karena itu, santri yang telah menerapkan nilai religius dalam kehidupan sehari-hari perubahannya akan terlihat secara lebih signifikan karena telah terbiasa dan menyadari akan kewajibannya tersebut. Sebagai contoh
adalah Evi Nur Karomah (21 tahun)
yang
mengungkapkan: “Memang awalnya masuk pondok pesantren karena disuruh oleh orang tua mbak, tetapi lama-kelamaan belajar disini atas keinginan saya sendiri. Dulu waktu pertama mondok itu saya sekolah sekaligus belajar ilmu agama mbak” (wawancara tanggal 15 Agustus 2015).
Gambar 4.2 Dokumentasi Pengajian Putri
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
57
Gambar 4.3 Dokumentasi Pengajian Putra
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
Gambar 4.4 Dokumentasi Pengajian Putra-Putri
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
58
Gambar 4.5 Dokumentasi Sholat Tarawih Berjamaah
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi) Selain penanaman nilai religius, pondok pesantren juga mengajarkan nilai kemandirian dan nilai tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut dapat terlihat dalam berbagai macam kegiatan, pembiasaan serta kurikulum yang diterapkan di pondok pesantren. Nilai kemandirian mengajarkan santri bahwa setiap manusia disamping sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, ia juga harus dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Santri diajarkan kemandirian agar dapat mengetahui seberapa jauh kemampuan dirinya dan dapat mengembangkan potensinya selama berada di pondok pesantren. Kegiatan yang dapat dijadikan sebagai wadah penanaman nilai kemandirian adalah sekolah formal, menyiapkan makan dan dalam hal memilih ekstrakurikuler. Sedangkan pembiasaan yang dapat dijadikan sarana penanaman nilai kemandirian seperti mempersiapkan kebutuhan sekolah serta membersihkan kamar setiap hari. Selain nilai kemandirian adapula nilai-nilai
59 karakter lain yang juga diunggulkan oleh pondok pesantren yaitu nilai tanggung jawab. Nilai tanggung jawab yang diajarkan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang pada dasarnya dapat terlihat dalam setiap kegiatan santri. Hal tersebut dikarenakan bahwa setiap kegiatan yang ditetapkan pondok pesantren tersebut wajib dilaksanakan oleh seluruh santri. Dengan adanya kewajiban tersebut, santri dituntut untuk dapat bertanggung jawab dalam menjalankan setiap kegiatan dan dapat menerima segala konsekuensi atas segala sikap dan perilakunya selama menjalankan kegiatan tersebut. Penanaman nilai tanggung jawab tidak hanya mengajarkan santri untuk mampu bertanggungjawab pada dirinya sendiri akan tetapi juga tanggung jawab pada orang lain. Beberapa contoh kegiatan yang dapat menanamkan nilai tanggung jawab tersebut antara lain kewajiban sholat berjamaah, menyetorkan hafalan, melakukan bersih-bersih asrama, olahraga dan pemilihan ISPA. Berikut ini hasil wawancara dengan Aulia Syifa (14 tahun) yang mengatakan: “Tanggung jawab diri kita masing-masing kalau disini seperti dalam kegiatan yang diwajibkan. Semisal ketika berjamaah, apabila kita tidak melaksanakan tanpa izin itu dikenakan sanksi, begitu pula ketika mengaji. Nah disitu kita merasa munculnya sikap-sikap bertanggung jawab, mandiri dan disiplin itu untuk kita sendiri” (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Hal serupa juga diungkapkan Afni Mudzakiroh (20 tahun) terkait dengan nilai tanggung jawab yaitu sebagai berikut: “Nah ketika kita sudah masuk kelas 3 itu diadakan pemilihan pengurus ISPA. Jadi disitu mereka ikut berpera bertanggung jawab kepada pengurus pusat. Pengurus ISPA disini itu berjumlah 34 orang. Nah
60 setiap kamar itu dimasukkan pengurus ISPA masing-masing satu. Disitu fungsi ISPA yaitu sebagai ketua kamar sekaligus bertanggung jawab penuh terhadap kamar tersebut. Soalnya kan kalau anak baru mungkin masih belum tahu ini gimana, itu gimana. Jadi pengurus ISPA itu yang mengarahkan. Nanti ketika ada yang sakit atau ada permasalahan, seperti itu” (wawancara tanggal 16 Agustus 2015).
Gambar 4.6 Dokumentasi Kegiatan Olahraga Santri
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
Penanaman nilai-nilai karakter dalam setiap kegiatan santri di pondok pesantren memiliki banyak manfaat tidak hanya saat santri belajar di pondok pesantren, tetapi juga saat mereka hidup bermasyarakat. Biasanya akan terlihat perbedaan sikap dan perilaku santri ketika sebelum dan sesudah masuk pondok pesantren. Santri yang semula masih berperilaku buruk, setelah beberapa bulan mengikuti kegiatan dan pembiasaan di pondok pesantren hidupnya menjadi lebih terarah dan lebih rajin beribadah kepada Tuhan. Hal tersebut juga didukung dengan adanya peraturan yang mewajibkan setiap santri untuk mengikuti setiap kegiatan di pondok
61 pesantren baik dalam hal berjamaah, mengaji, ataupun kegiatan lainnya. Bagi santri yang tidak mengikuti kegiatan tanpa izin ataupun melanggar peraturan akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan. Dengan adanya peraturan tersebut maka santri menjadi terbiasa untuk melakukannya tanpa perlu diingatkan terus-menerus dan paksaan dari orang lain, sehingga pembiasaan di pondok pesantren dapat berjalan dengan lancar dan dapat diterima dengan baik oleh para santri. Selain adanya pembiasaan, kurikulum juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter. Kurikulum dirancang secara jelas dan sistematis agar pendidikan karakter dapat terselenggara dengan efektif. Berdasarkan pengamatan pada tanggal 15 Agustus 2015 di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang pendidikan karakter bagi santri dilaksanakan menggunakan dua kurikulum yakni kurikulum pesantren salaf dan kurikulum sekolah kemendikbud
sehingga
penanaman
nilai-nilai
karakter
tidak
hanya
berlangsung di sekolah formal saja tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari di pondok pesantren. Kurikulum yang diajarkan di pondok pesantren antara lain yakni pembelajaran Al-Qur'an, Al-Hadits, tajwid, tauhid, fiqih/syari'ah, akhlaq/tasawuf, nahwu, shorof, sejarah kebudayaan Islam, aswaja, tafsir Al Qur'an, dan bahasa Arab. Penerapan pembelajaran pondok pesantren tersebut tidak dilaksanakan setiap hari, melainkan ditetapkan pada waktu-waktu tertentu. Hal tersebut dimaksudkan agar menyerapkan nilai-nilai agama Islam pada santri dapat berjalan beriringan dan penerapannya disesuaikan dengan
62 tingkat usia santri, sehingga diharapkan santri dapat memperoleh wawasan tentang ilmu agama yang lebih luas dan mendalam.
Gambar 4.7 Dokumentasi Pembelajaran Sekolah
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi) Berikut ini hasil wawancara dengan Afni Mudzakiroh (20 tahun) yang mengatakan bahwa: “Kurikulum yang digunakan seperti kurikulum ala pesantren lainnya, seperti kitab-kitab itu dimasukkan ke sekolah 2 jam untuk SMP, kalau untuk MTs itu 4 jam, kemudian kan kalau pagi untuk penyerapan mereka dapat materi dari guru dan nanti ketika malam nanti gantian, nanti disitu santri memaparkan materi yang telah diajarkan” (wawacara tanggal 15 Agustus 2015). Kurikulum dirancang sedemikian rupa agar kegiatan yang dilaksanakan di pondok pesantren dapat bermanfaat dalam membentuk karakter santri secara lebih maksimal. Kurikulum tersebut juga didukung dengan jadwal kegiatan santri yang tersusun sistematis guna memudahkan santri memahami kewajiban apa saja yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
63 Dengan adanya jadwal kegiatan tersebut, santri diharapkan dapat bertanggung jawab dan disiplin dalam menjalankan kewajibannya di pondok pesantren. Jadwal kegiatan harian santri dimulai setelah bangun tidur dan di akhiri menjelang tidur kembali. Setelah bangun tidur, santri merapikan kamar dan mempersiapkan diri untuk sholat shubuh berjamaah. Kegiatan seperti itu dapat dijadikan wadah menanamkan nilai-nilai religius pada santri. Selain kegiatan tersebut, kegiatan membaca Al-Qur‟an atau mengaji kitab kuning setelah sholat subuh berjamaah serta sorogan Al-Qur‟an juga mendukung penanaman nilai religius. Di pondok pesantren, sholat lima waktu wajib dilakukan berjamaah sehingga penanaman nilai religius cepat dapat diserap oleh satiap santri. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, santri juga diwajibkan untuk makan bersama, melakukan kebersihan umum, olahraga, mandi, tazwidul mufrodat (penambahan kosa-kata) dan khusus pada hari minggu santri mengikuti lari pagi. Kegiatan-kegiatan tersebut selain mengajarkan kemandirian juga mengajarkan tanggung jawab baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Selain rutininas santri tersebut, penanaman nilai-nilai karakter juga dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan bakat dan minat santri serta membentuk jiwa kreatif dan inovatif dalam diri santri. Kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren tersebut diantaranya seperti bela diri, rebana modern dan kepramukaan. Beberapa kegiatan ekstrakurikuler diwajibkan bagi seluruh santri selain dengan tujuan agar tidak ada kesenjangan antara santri yang satu dengan
64 santri lainnya serta pencapaian pendidikan karakter di dalam kegiatan tersebut dapat tertanam dalam diri setiap santri. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan Afni Mudzakiroh (20 tahun) yang menuturkan: “Kalau ekstrakurikulernya disini itu ada seperti silat atau bela diri, itu memang diwajibkan mbak. Kemudian seperti rebana modern dan pramuka. Masih banyak juga yang lain mbak, tapi memang tidak diwajibkan, hanya sesuai pilihan masing-masing santri saja. Ada juga fasilitas siaran radio itu juga santri yang mengoperasionalkannya, jadi bisa buat nambah pengalaman dan kepercayaan diri” (wawancara tanggal 15 Agustus 2015).
Gambar 4.8 Dokumentasi Ektrakurikuler Rebana Modern Putri
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
65
Gambar 4.9 Dokumentasi Ektrakurikuler Bela Diri/Silat
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
Gambar 4.10 Dokumentasi Ektrakurikuler Kepramukaan
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
66
Gambar 4.11 Dokumentasi Penyiaran Radio
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi)
Di dalam ekstrakurikuler bela diri, santri diajarkan untuk dapat melindungi dirinya ketika dihadapkan dalam keadaan yang membahayakan, sehingga melalui ekstrakurikuler tersebut santri dapat menjadi lebih mandiri. Begitu pula dengan ekstrakurikuler kepramukaan. Di dalam ekstrakurikuler kepramukaan santri diajarkan untuk menjadi mental generasi yang kuat dan kokoh sehingga dapat menjadi sosok pemimpin dan panutan bagi orang lain. Dengan adanya ekstrakurikuler tersebut menunjukkan sikap santri yang menjadi lebih bertanggungjawab serta munculnya jiwa-jiwa kepemimpinan dalam diri santri. Selain bela diri dan kepramukaan adapula ekstrakurikuler rebana modern. Ekstrakurikuler rebana modern selain mengajarkan seni bermusik, di dalam juga terkandung pembelajaran tentang agama Islam, sehingga biasanya rebana modern dijadikan sebagai media dakwah dalam penanaman nilai-nilai religius.
67 2.
Metode Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Kegiatan-kegiatan yang diterapkan pondok pesantren juga harus dibarengi dengan penggunaan metode yang tepat. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, metode yang digunakan oleh Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang antara lain; (1) Sorogan, (2) Wetonan atau bandungan, (3) Halaqoh, (4) Hafalan atau tahfizh, (5) Hiwar atau musyawarah, (6) Bahtsul masa‟il (Mudzakaroh), (7) Fathul Kutub, (8) Muqoronah dan (9) Muhawarah/Muhadatsah. Selain itu, kyai juga sering menggunakan metode pembelajaran mukhasabah wa tarbiyah atau metode dialog dengan santri. Sama halnya dengan metode pembelajaran lainnya, metode-metode yang digunakan di pondok pesantren tersebut juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Seperti metode dialog tersebut, seluruh santri dikumpulkan menjadi satu dan mendengarkan ceramah dari sang kyai. Meskipun jumlah santri sangat banyak, namun dengan kemampuan penyampaian sang kyai yang baik, ilmu yang diajarkan oleh kyai tersebut dapat terserap oleh setiap santri. Selain itu, penggunaan metode dialog juga dapat menambah kedekatan antara santri dengan sang kyainya. Untuk menghindari agar santri tidak mudah bosan, maka perlu adanya penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dalam penanaman nilai-nilai karakter di dalam pondok pesantren. Berikut hasil wawancara dengan Nur Chamidah (16 tahun) yang menuturkan bahwa:
68 “Penggunaan metode pembelajaran kalau disini sudah dijadwalkan mba. Semisal kalau untuk sorogan itu malam hari. Untuk santri sekolah itu sendiri, kalau di kurikulum tahun ini belum ada mbak. Itu pun metode pembelajarannya tidak sama setiap hari, biasanya seminggu tiga kali” (wawancara tanggal 19 Agustus 2015). Pendidikan karakter juga perlu menggunakan metode-metode yang sesuai dengan kemampuan santri agar penanaman nilai-nilai karakter pada santri dapat berjalan dengan lebih efektif dan mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu selain dibutuhkannya metode dialog, perlu adanya metode praktik dan metode keteladanan. Hal ini dimaksudkan agar santri tidak hanya mendapatkan ilmu dan teori saja, tetapi juga menerapkan ilmu yang di dapatkan tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara rutin dan terusmenerus. Pondok pesantren menerapkan beberapa peraturan agar metode praktik dan metode keteladanan dapat diserap secara maksimal oleh santri, yakni santri tidak diizinkan untuk membawa telepon genggam ke dalam pondok pesantren dan memainkan sosial media seperti facebook dan lain sebagainya. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan pendidikan karakter dapat berjalan dengan maksimal dan karakter santri yang telah dibangun di dalam pondok pesantren tidak cepat terpengaruh oleh pergaulan luar yang terkadang membawa pengaruh buruk dalam diri santri. Hal tersebut juga didukung oleh wali santri yang menginginkan karakter anak-anak mereka menjadi lebih baik. Dalam hal ini selain pengurus pondok pesantren, wali santri juga ikut terlibat dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Wali santri tidak secara langsung lepas tangan setelah memasukkan anak-anak mereka kedalam
69 pondok pesantren, akan tetapi mereka tetap mengawasi pelaksanaan pendidikan karakter pada anak-anak mereka. Berikut hasil wawancara dengan Evi Nur Karomah (21 tahun) yang mengatakan bahwa: “Biasanya untuk wali santri itu ada pertemuan dengan Bapak Kyai setiap satu bulan mbak, 40 hari satu kali seperti pengajian umum gitu dengan Bapak Kyai. Kemudian juga ada pertemuan setengah tahun sekali itu untuk yang kaitannya lembaga dan wali santrinya. Untuk tahunannya sendiri ada haftah irusanah itu setahun sekali” (wawancara tanggal 19 Agustus 2015).
Peran serta wali santri di pondok pesantren juga dibutuhkan yakni guna mencapai keberhasilan pendidikan karakter santri di dalam pondok pesantren. Sebagai pihak keluarga yang memiliki andil besar dalam pembentukan karakter santri, wali santri diizinkan untuk mengunjungi santri setiap saat ketika santri tidak sedang mengikuti kegiatan yang ditetapkan pondok pesantren. Dalam hal ini wali santri tetap dapat mendidik dan menasihati santri agar penanaman pendidikan karakter dapat lebih meresap dalam diri santri. Oleh karena itu, pihak pondok pesantren terutama sang kyai rutin melakukan pertemuan dengan wali santri terkait dengan permasalahanpermasalahan yang ada dalam pelaksanaan pendidikan santri.
70
Gambar 4.12 Dokumentasi Pertemuan Tahunan Wali Santri
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi) Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis, pertemuan wali santri dengan kyai tidak hanya membahas permasalahan yang ada di pondok pesantren saja, tetapi dijadikan sarana evaluasi dalam kurikulum pondok pesantren. Sedangkan sebagai bahan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan dan pembiasaan santri di pondok pesantren disediakan buku presensi. Presensi tersebut digunakan untuk mencatat kehadiran santri sekaligus sebagai bahan memantau santri apabila tidak mengikuti kegiatan. Bagi santri yang tidak mengikuti kegiatan akan dikenakan hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh santri. Hukuman tersebut diberikan karena setiap kegiatan yang ditetapkan oleh pondok pesantren diwajibkan bagi seluruh santri dan sebagai wujud melatih keteladaan pada diri santri itu sendiri. Berikut hasil wawancara dengan Afni Mudzakiroh (20 tahun) yang menuturkan bahwa:
71 “Iya semua kegiatan itu wajib mbak, terutama sholat berjamaah. Biasanya kita satu kamar ada presensi kegiatan. Semisal ada yang tidak ikut berjamaah, ketika nanti belajar wajib kan bersama-sama nah disitu terlihat jika dia semisal tidak ikut kegiatan berjamaah, mengaji atau apa, berarti di kenakan sanksi berdiri 15 menit” (wawancara tanggal 20 Agustus 2015). Dengan menerapkan evaluasi pendidikan karakter, diharapkan adanya timbal balik guna memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam penanaman nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang tersebut sehingga dapat meningkatkan keberhasilan pendidikan karakter pada masa yang akan datang.
3.
Peran Kyai dalam Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Kyai merupakan salah satu komponen penting di dalam pondok pesantren. Kyai dianggap sebagai figur sentral yang memiliki kekuasaan dan kewenangan yang besar bagi kehidupan pondok pesantren. Meskipun dalam proses pembelajaran terdapat tenaga pendidik yang berkompeten, keberadaan kyai tidak dapat digantikan atau dihapuskan. Pada umumnya, Kyai merupakan pemilik pondok pesantren tempat beliau mengajar tersebut. Kepemilikan pondok pesantren itu sendiri dapat berasal dari turun-temurun ataupun sebagai pendiri pertama. Di dalam pondok pesantren, kyai juga berperan sebagai tenaga pendidik atau pengajar, dimana kyai juga turut andil secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar pada santri-santrinya. Selain sebagai pemilik dan pengajar di pondok pesantren, kyai berperan dalam hal membimbing, membina dan
72 mengarahkan santri-santrinya menjadi pribadi yang lebih baik. kyai dianggap sebagai ulama yang dapat dimintai saran dan tempat bagi santri untuk berbagi cerita. Berdasarkan peran sebagai ulama tersebutlah kyai biasanya menanamkan nilai-nilai religius pada santri. kyai rutin melakukan dialog dengan santri dalam membahas permasalahan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren tersebut. Oleh karena itu kedekatan antara santri dan sang kyai memang tidak dapat dipungkiri.
Gambar 4.13 Dokumentasi Pengajian Bersama Kyai
(Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Askhabul Kahfi) Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Bapak Nadirin (42 tahun) yang mengatakan bahwa: “Oh iya jelas mbak. Bapak Kyai disini kan sebagai pendiri sekaligus pemilik pertama kali mbak, belum turun-temurun. Jadi Bapak Kyai berperan sebagai ulama, pendiri, pengasuh, pembina di pondok pesantren ini. Semisal ketika semua santri dikumpulkan, disitu kita dan Bapak Kyai membahas kegiatan yang kurang atau ada masalah apa seperti itu sehingga kita juga merasa bahwa kita diperhatikan” (wawancara tanggal 19 Agustus 2015).
73 Meskipun memiliki kedudukan yang tinggi di dalam pondok pesantren, akan tetapi kyai tidak menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Beliau juga membebaskan santri dalam beberapa hal seperti, pemilihan ekstrakurikuler, pemilihan ISPA (Ikatan Santri Pelajar Askhabul Kahfi) ataupun dalam hal pemilu politik. Hal tersebut juga mengajarkan santri untuk mampu bersikap mandiri dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Berikut ini hasil wawancara dengan Hidayah (23 tahun) yang menyatakan: “Kalau disini Bapak Kyai tidak terlalu membatasi mbak. Semisalnya kalau dalam pemilu, itu kami dibebaskan, jadi tidak ditetapkan harus memilih satu pilihan atau apa. Kita bebas untuk memilih siapa yang kami anggap baik” (wawancara tanggal 19 Agustus 2015). Guna meningkatkan sikap mandiri dan bertanggung jawab pada diri santri, selain memberikan kebebasan untuk memilih, kyai biasanya juga membantu santri untuk mempersiapkan masa depan mereka. Santri diberikan bekal ilmu dan wawasan untuk dapat bersaing ketika terjun dimasyarakat nantinya. Selain melalui materi-materi yang bermanfaat bagi hidup mereka kelak, santri diajarkan untuk mampu berbahasa asing baik bahasa Inggris maupun bahasa Arab. Hal tersebut dilakukan agar kelak santri dapat menjadi generasi-generasi penerus bangsa yang cemerlang. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, peranan kyai sangatlah banyak dan penting. Kyai telah dianggap sebagai orang tua kedua bagi santri dalam kehidupan pondok pesantren. Meskipun telah disusun peraturan yang sedemikian rupa, apabila tidak adanya sosok kyai di dalam pondok pesantren maka kehidupan santri akan menjadi tidak terarah. Oleh karena itu peran kyai
74 tidaklah mudah dan dapat diatasi oleh setiap orang. Dibutuhkan mental dan kesabaran yang kuat serta intelektual yang memadai untuk membawa pondok pesantren menjadi lebih baik dan maju.
4.
Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Dalam pendidikan karakter perlu adanya evaluasi guna mengetahui kekurangan-kekurangan apa saja yang perlu diperbaiki. Biasanya kekurangan tersebut berupa kendala-kendala yang muncul selama proses pelaksanaan pendidikan karakter. Kendala tersebut dapat berupa kendala dalam kelembagaan, tenaga pendidik ataupun santri itu sendiri. Contoh dari kendalakendala yang sering muncul antara lain terkait dengan sumber dana operasional, jumlah tenaga pendidik, ataupun karakter dan kebiasaan individu santri. Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti terkait dengan sumber dana operasional di dalam pondok pesantren. Sumber dana operasional dalam setiap kegiatan santri diambil dari iuran wali santri yang dibayarkan setiap bulan. Untuk menghindari terganggunya pelaksanaan kegiatan santri terkait dengan keterlambatan dalam pembayaran iuran wali santri, pondok pesantren biasanya memberikan informasi terlebih dahulu sehingga wali santi dapat menyiapkan dana yang ditetapkan jauh-jauh hari. Berikut hasil wawancara dengan Afni Mudzakiroh (20 tahun) yang mengungkapkan:
75 “Kalau disini kan ada bulanan santri. Itu sudah mencakup semuanya seperti untuk sekolah, pondok, fasilitas kesehatan, syariat pondok, itu semua sudah dijadikan satu.” (wawancara tanggal 19 Agustus 2015) Sama halnya dengan sumber dana operasional, terkait dengan tenaga pendidik tidak ada kendala yang berarti. Meskipun jumlah tenaga pendidik sedikit, namun berkat pengaturan jadwal pengajaran dan penggunaan metode pembelajaran yang sistematis maka tidak ada kendala terkait dengan jumlah tenaga pendidik. Dalam hal ini kendala yang mungkin muncul adalah dituntutnya kesabaran tenaga pendidik dalam menghadapi para santri yang jumlahnya kurang lebih 900 orang dengan karakternya masing-masing. Berikut hasil wawancara dengan
Masichah (24 tahun)
yang
mengungkapkan: “Kalau kebutuhan tenaga pendidik ketika mengaji kalau disini kan bervariasi mbak. Jadi sudah terkoordinasi. Semisal kalau menggunakan model mengaji kalau malam pemaparan itu kan santri masuk ke kelas masing-masing seperti ketika pagi. Tapi ketika binadhor, mengaji AlQur‟an itu setiap satu jam di ambil masing-masing dua orang, jadi semisal SMP dua orang, mts dua orang, SMK dua orang, seperti itu nanti untuk satu ustadz/ustadzah biasanya mengampu sekitar 8-10 santri. Mungkin kendalanya itu kalau misalnya menghadapi santri yang nakal, ustadz atau ustadzahnya harus ekstra sabar, mbak.” (wawancara tanggal 20 Agustus 2015) Berdasarkan pengamatan penulis, salah satu kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter santri adalah dari individu santri tersebut. Biasanya di semester awal santri masuk pondok pesantren santri masih membawa karakter dan kebiasaannya masing-masing sehingga masih sulit untuk mengubah karakter santri tersebut menjadi lebih baik. Bagi santri yang secara pribadi ingin masuk ke pondok pesantren biasanya akan lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan pondok pesantren. Lain halnya dengan santri yang pada
76 awalnya masuk ke pondok pesantren atas dorongan atau permintaan keluarga, biasanya lebih sulit beradaptasi dan baru dapat bersosialisasi dan bermasyarakat dengan santri yang lain setelah beberapa bulan. Selain itu kendala yang muncul adalah dalam ketepatan waktu santri dalam menjalankan kewajibannya di pondok pesantren. Salah satu contohnya adalah dalam menyetor hafalan santri sering tidak melaksanakannya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Hal tersebut sependapat dengan pernyataan Defi Hidayatan Naja (16 tahun) yang mengungkapkan: “Untuk setoran itu hafalan ada jadwalnya, biasanya itu ba‟da Isya. Kalau masalah keterlambatan pasti pernah, tidak mungkin setiap orang disiplin terus. Saya juga pernah telat, dihukum juga pernah mbak.” (wawancara tanggal 20 Agustus 2015) Untuk mengatasi karakter buruk santri, pondok pesantren melakukan beberapa cara. Salah satunya adalah memisahkan pergaulan santri yang berkelakuan buruk dalam satu kamar. Hal tersebut dimaksudkan agar santri tidak semakin terpengaruh dalam sifat-sifat buruk antara yang satu dengan lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Aulia Syifa (14 tahun) yang mengungkapkan: “Untuk anak-anak yang agak bermasalah tidak dijadikan satu kamar. Kemudian setiap satu tahun sekali itu ada rolling kamar, jadi tidak terus-menerus dengan teman kamar yang sama selama 3 tahun.” (wawancara tanggal 20 Agustus 2015) Selain itu untuk menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang dibawa oleh santri dari lingkungan luar, pondok pesantren melakukan interview
77 terlebih dahulu agar mengetahui seperti apa karakter calon santri yang akan ma suk ke pondok pesantren. Biasanya tes interview dilakukan oleh para ustadz dan ustadzah agar pada saat nanti mereka mendampingi dan membimbing dalam suatu kegiatan, sang ustadz dan ustadzah telah memahami bagaimana harus menghadapi santri tersebut. Berikut hasil wawancara dengan Nur Chamidah (16 tahun) yang mengungkapkan: “Biasanya kalo disini setiap anak yang ingin masuk itu ada tes wawancara dengan ustadz/ustadzahnya mbak. Nanti anak tersebut akan ditanya apakah pernah memakai semisal narkoba atau obat-obatan terlarang kemudian dilakukan penyaringan. Nah kalau untuk anak yang pindahan itu seleksinya lebih ketat, soalnya kan biasanya kalau pindahan itu kemungkinan karena ada sesuatu.” (wawancara tanggal 20 Agustus 2015) Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa pondok pesantren telah menyiapkan atau mengantisipasi berbagai kendala yang kemungkinan dapat timbul dalam pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa tidak mudah bagi pondok pesantren untuk mengubah setiap santri menjadi pribadi yang sepenuhnya baik mengingat bahwa terdapat kurang lebih 900 santri di dalam Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang.
C. Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pembahasan dalam skripsi ini meliputi pembahasan tentang kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter di Pondok
78 Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, metode pendidikan karakter yang digunakan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, peran kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, serta kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. 1. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Penerapan Nilai-Nilai Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Pendidikan karakter di pondok pesantren merupakan hal yang tidak dapat dihilangkan, mengingat bahwa keberadaan pondok pesantren menjadi solusi alternatif dalam memperbaiki karakter masyarakat terutama anak-anak. Pendidikan karakter di pondok pesantren bertujuan untuk membentuk karakter atau sikap peserta didik atau yang biasa disebut dengan santri agar menjadi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas Lickona (1992:53) yang mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu ikhtiar yang secara sengaja untuk membuat seseorang memahami, peduli dan akan bertindak atas dasar nilai-nilai yang etis. Pendidikan karakter yang dimaksudkan di sini ialah pendidikan yag diimplementasikan dalam bentuk penanaman nilai-nilai karakter terhadap diri individu agar individu tersebut dapat membedakan antara yang baik dan buruk. Anne Lockwood (dalam Nucci dan Narvaez, 2014:131) mengembangkan definisi „sementara‟ tentang pendidikan karakter. Ia mendefinisikan bahwa pendidikan karakter sebagai kegiatan berbasis sekolah yang bertujuan untuk
79 secara sistematis membentuk perilaku siswa sebagaimana ia mengatakan: “Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap program lembaga sekolah, dirancang dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga masyakarat lainnya, untuk membentuk secara langsung dan secara sistematis perilaku kaum muda dengan mempengaruhi secara jelas nilai-nilai non-relativistik yang diyakini secara langsung menghasilkan perilaku tersebut”. Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren ini menggunakan 2 macam kurikulum, antara lain kurikulum pesantren salaf dan kurikulum kurikulum sekolah kemendikbud. Pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang tidak secara langsung dicantumkan dalam mata pelajaran atau pendidikan khusus, melainkan diajarkan melalui berbagai kegiatan yang memuat penanaman nilai-nilai karakter. Dalam pelaksanaannya, santri diwajibkan untuk mengikuti setiap kegiatan yang diadakan oleh pondok pesantren dan mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan. Bagi santri yang melanggar peraturan maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan. Penanaman nilai-nilai karakter santri tidak hanya dalam kegiatan di pondok dan sekolah saja, akan tetapi juga dalam kegiatan ekstrakurikulernya. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut bertujuan untuk mengembangkan bakat dan minat santri dalam berbagai bidang seperti bela diri, rebana modern dan kepramukaan. Penanaman nilai-nilai karakter disisipkan dalam berbagai macam kegiatan santri mulai dari saat bangun tidur hingga menjelang tidur
80 kembali. Pada pagi harinya santri diwajibkan untuk sholat subuh berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan membaca Al-Qur‟an atau mengaji kitab kuning. Apabila kegiatan setelah sholat subuh ialah membaca Al-Qur‟an maka santri akan diawasi oleh pembimbing, sedangkan apabila kegiatan tersebut adalah mengaji kitab kuning maka kyai lah yang akan mendampingi para santri. Pada pagi hari ini lah santri mendapatkan materi atau pembelajaran pondok pesantren baik dari ustadz/ustadzah ataupun langsung dari sang Kyai. Kemudian sebaliknya, santri memaparkan apa saja materi yang telah dipelajarinya pada malam hari dalam kegiatan belajar bersama ataupun madrasah. Pada waktu-waktu tertentu, pondok pesantren juga sering menghadirkan kyai atau ulama dari luar untuk berceramah atau memimpin pengajian. Hal tersebut dilakukan guna menambah wawasan dan pengetahuan santri serta meningkatkan nilai-nilai karakter santri sebelum memasuki dunia kerja di masa yang akan datang. Pada dasarnya, terdapat beberapa macam nilai-nilai karakter yang ditanamkan di pondok pesantren diantaranya yaitu nilai religius cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai kemandirian serta nilai tanggung jawab. Nilai religius yang diterapkan pondok pesantren pada dasarnya bertujuan membentuk pola pikir santri bahwa hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan adalah yang utama di dalam kehidupan kita. Selain dengan adanya keimanan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Tuhan, hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan tersebut dapat dilakukan dalam hal beribadah. Di pondok pesantren tersebut selain mewajibkan santrinya
81 untuk rajin beribadah, tetapi juga memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada santri tentang manfaat dan tujuan kewajiban beribadah kepada Tuhan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dirjen Dikdasmen Kemendiknas (dalam Mahbubi, 2012:44-48) yang mengungkapkan bahwa butir-butir nilai dikelompokkan menjadi lima nilai utama yaitu salah satunya adalah nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan yaitu nilai religius. Nilai religius itu sendiri tidak hanya tertanam dalam pikiran, tetapi juga diaplikasikan dalam perkataan dan tindakan seseorang dengan mengupayakan selalu berdasarkan pada nilai ketuhanan. Kegiatan-kegiatan di pondok pesantren yang mengarahkan santri memperoleh nilai religius diantaranya seperti kewajiban sholat berjamaah 5 waktu (subuh, dzuhur, ashar, magrib dan isya), mengaji atau madrasah dan tahfidz atau hafalan Al-Qur‟an. Apabila santri mendapatkan hukuman karena melanggar aturan ataupun tidak mengikuti kegiatan tanpa izin, maka santri juga akan tetap diarahkan kepada penanaman nilai religius. Sebagai contoh hukuman yang diberikan yaitu seperti santri diminta membaca beberapa ayatayat Al-Qur‟an ataupun menghafalkan sejumlah ayat Al-Qur‟an. Meskipun demikian, dalam menanamkan nilai karakter religius pada santri bukanlah hal yang mudah dan tidak sedikit kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Contoh kendala tersebut antara lain, santri tertidur saat mengikuti kegiatan madrasah atau pemaparan dari kyai ataupun ustadz/ustadzah karena merasa kelelahan menjalankan aktifitas sepanjang hari, sedangkan kegiatan yang ditetapkan
82 pondok pesantren bersifat wajib bagi seluruh santri. Apabila hal tersebut hanya sesekali dilakukan maka santri masih mendapatkan toleransi, namun apabila sudah dilakukan berulangkali maka pondok pesantren akan mengambil suatu tindakan untuk mengatasi kendala tersebut. Hal yang pertama dilakukan pondok pesantren untuk mengatasinya adalah menegur santri tersebut, apabila masih tidak ada perubahan maka kyai yang akan secara langsung berdialog dengan santri dan membahas hal tersebut sehingga santri tidak lagi mengantuk saat mengikuti kegiatan. Biasanya santri diminta agar berdiri selama beberapa menit dan ketika sudah tidak mengantuk maka santri dapat melanjutkan kegiatan tersebut. Menurut penulis, solusi atas kendala tersebut ialah siswa sudah seharusnya dapat memanfaatkan waktu istirahat dengan baik. Apabila kelelahan, siswa sebaiknya menggunakan waktu tersebut untuk tidur kemudian sebelum mengikuti kegiatan sebaiknya santri diminta untuk berwudhu terlebih dahulu sehingga menjadi lebih segar dan tidak mengantuk. Hal tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan pembiasaan untuk menambah nilai religius dalam diri santri. Selain nilai religius, di dalam pondok pesantren ditanamkan pula nilai kemandirian dan nilai tanggung jawab. Nilai-nilai karakter tersebut tidak dapat diperoleh secara instan, perlu adanya kesadaran dalam diri masingmasing individu santri. Nilai kemandirian itu sendiri memang secara umum diterapkan hampir di semua pondok pesantren. Hal tersebut mengingat bahwa santri yang menetap di pondok atau asrama tidak lagi tinggal dan ditemani oleh orang tua sebagaimana dahulu mereka tinggal di rumah. Santri dituntut
83 untuk dapat memenuhi kebutuhan dan menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa boleh bergantung pada orang lain. Di dalam pondok pesantren pun santri dituntut dapat hidup bermasyarakat dan beradaptasi dengan santri-santri lainnya. Nilai kemandirian itu sendiri dapat bersumber dari kegiatan seharihari santri seperti mempersiapkan diri untuk sekolah, mencuci, menjemur pakaian serta memasak. Pelaksanaan penanaman nilai kemandirian pada santripun memiliki kendala, misalnya santri pada beberapa bulan pertama masih belum terbiasa dengan kegiatan sehari-hari di pondok pesantren padahal hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan santri itu sendiri. Untuk mengatasinya, pondok pesantren memasukkan satu orang ISPA di setiap kamar untuk membimbing dan mengarahkan santri-santri lain di dalam kamar tersebut ketika menghadapi permasalahan seperti itu. Dengan adanya ISPA tersebut diharapkan bahwa santri-santri tersebut nantinya akan terbiasa hidup mandiri. Sedangkan solusi menurut penulis ialah bagi santri yang baru masuk ke dalam pondok pesantren sebaiknya diberikan suatu buku panduan yang memuat bagaimana kehidupan pondok pesantren dan kegiatan apa saja yang biasa dilakukan oleh para santri setiap hari. Dengan begitu santri tersebut memiliki gambaran apa saja yang harus dilakukannya sebagai seorang santri, sehingga tidak selalu mengandalkan bantuan orang lain. Begitu pula dengan nilai tanggung jawab yang diajarkan di pondok pesantren. Nilai tanggung jawab itu sendiri memiliki peranan yang penting dalam kehidupan pondok pesantren. Nilai tanggung jawab yang diterapkan di pondok pesantren ini tidak hanya tanggung jawab pada diri sendiri, akan
84 tetapi juga pada orang lain yang secara bersama-sama tinggal dalam lingkup kehidupan pondok pesantren yang sama. Sebagai contohnya tanggung jawab pada diri sendiri adalah apabila santri melakukan pelanggaran sedangkan tidak ada santri lain yang mengetahui maka sebagai wujud tanggung jawabnya atas perbuatannya, santri tersebut harus mengakui kesalahannya pada saat belajar bersama malam hari dan menerima hukuman sebagai gantinya. Selain tanggung jawab pada diri sendiri, santri juga diajarkan agar dapat bertanggung jawab pada orang lain sebagai contohnya adalah bagi santri yang telah masuk kelas 3 (kelas IX untuk SMP dan MTs serta kelas XII untuk MA dan SMK). Santri yang telah duduk di bangku kelas 3 akan diikutkan dalam pemilihan ISPA (Ikatan Santri Pelajar Askhabul Kahfi). Santri yang terpilih sebagai ISPA berjumlah 34 orang dan akan dimasukkan masing-masing kamar diisi oleh satu orang ISPA. ISPA itu sendiri bertugas sebagai ketua kamar, sehingga apa yang terjadi di dalam kamar berada dalam tanggung jawabnya. Apabila ada santri yang masih perlu dibimbing, sedang sakit ataupun ada masalah di dalam kamar tersebut, maka akan menjadi tanggung jawab ISPA. Kemudian ISPA tersebutlah yang menyampaikan permasalahan-permasalahan di dalam kamar kepada pengurus pusat pada saat diadakannya rapat sebagaimana telah dijadwalkan. Kendala yang sering muncul dalam penanaman nilai karakter tanggung jawab yakni karena adanya karakter malas santri yang telah dibawa sejak awal masuk pondok pesantren. Hal tersebut biasa terjadi pada santri laki-laki. Santri didapati membolos beberapa kegiatan ataupun sholat berjamaah, namun tidak mengakui telah
85 membolos. Untuk mengatasi tindakan tidak bertanggungjawab santri tersebut, biasanya santri akan diberi hukuman atas tindakan membolosnya dan kyai akan melakukan pendekatan dengan harapan santri tidak akan mengulanginya dan dapat bertanggung jawab atas segala kewajiban dan perilakunya selama tinggal di pondok pesantren. Bagi penulis, solusi yang dapat juga digunakan untuk mengatasi kendala tersebut ialah selain melakukan pendekatan dengan santri, perlu adanya pula hukuman yang tegas bagi santri yang sering membolos
kegiatan.
Dalam
menentukan
hukumanpun
sebaiknya
menggunakan sistem point, sehingga semakin banyak point semakin berat hukuman yang diterima santri. Dengan begitu, santri akan berpikir ulang ketika ingin membolos kegiatan di dalam pondok pesantren. Pada dasarnya, nilai-nilai tersebut tidaklah secara langsung dapat merasuk dalam kehidupan sehari-hari santri. Setiap santri yang baru memasuki pondok pesantren pada semester awal biasanya tidak langsung dapat terlihat mengalami perubahan karakter. Santri biasanya perlu beradaptasi dengan kehidupan pondok pesantren selama beberapa bulan. Setelah memasuki semester berikutnya, santri mulai mengalami perubahan karakter menjadi lebih baik. Santri yang semula pemalas, menjadi lebih rajin dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
86 2. Metode Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang
menggunakan
beberapa
metode
pendidikan
baik
berupa
pembelajaran individual ataupun kelompok. Metode yang sering digunakan dalam pembelajaran oleh kyai adalah mukhasabah wa tarbiyah, dimana seluruh santri dikumpulkan menjadi satu dan mendengarkan materi yang disampaikan oleh sang kyai. Metode tersebut sama halnya dengan salah satu dari lima model pembelajaran yang dituturkan oleh Stengel & Tom (dalam Nucci dan Narvaez, 2014:246-252) yaitu metode dialog. Metode dialog adalah unsur yang paling mendasar dari pendidikan moral dari perspektif kepedulian. Semua bentuk pendidikan moral menggunakan jenis pembicaraan seperti ini biasanya pernyataan pengetahuan, perintah, kekesalan, pujian, peringatan, nasehat. Tetapi dialog melibatkan pencarian pemahaman secara bersama-sama. Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, termasuk dalam penggunaan metode dialog tersebut. Kelebihan metode dialog adalah menambah kedekatan antara sang kyai dan santri. Selain itu dengan menggunakan metode dialog, santri merasa lebih diperhatikan oleh sang kyai dan dengan cara penyampaian materi yang baik oleh kyai maka pembelajaran mudah diserap oleh setiap santri. Sedangkan kekurangannya metode dialog di pondok pesantren tersebut adalah dalam hal evaluasi. Dengan jumlah santri yang mencapai 900 orang, akan sulit
87 dilakukannya evaluasi akan pemahaman santri terhadap materi dan keaktifan santri dalam proses pembelajaran. Meskipun begitu, metode dialog digunakan karena dapat menambah kedekatan antara sang kyai dan santri. Selain itu dengan menggunakan metode dialog, santri merasa lebih diperhatikan oleh sang kyai dan dengan cara penyampaian materi yang baik oleh kyai maka pembelajaran mudah diserap oleh setiap santri. Kendala yang muncul dalam penerapan metode dialog ialah santri menjadi mudah bosan dalam mengikuti kegiatan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, kyai biasanya tidak terlalu baku dalam menyampaikan materi, serta memaparkan materi-materi yang menarik agar santri tidak mudah bosan bahkan terkadang kyai menyampaikan materi tersebut menggunakan bahasa Asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab. Selain metode dialog, pondok pesantren juga menerapkan beberapa macam metode yang bervariasi. Metode-metode tersebut antara lain; (1) Sorogan, (2) Wetonan atau bandungan, (3) Halaqoh, (4) Hafalan atau tahfizh, (5) Hiwar atau musyawarah, (6) Bahtsul masa‟il (Mudzakaroh), (7) Fathul Kutub, (8) Muqoronah dan (9) Muhawarah/Muhadatsah. Pada dasarnya, metode-metode tersebut tidak terlalu sering digunakan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang. Hal tersebut dikarenakan beberapa metode tersebut agak sulit diterapkan di pondok pesantren melihat bahwa antara jumlah santri dan tenaga pendidik yang tersedia tidak sebanding sehingga sulit menerapkan pada waktu yang bersamaan. Sedangkan metode-metode tersebut membutuhkan peran tenaga pendidik yang mampu mengajarkan dan
88 mengawasi kegiatan santri dengan sungguh-sungguh. Penggunaan metodemetode tersebut juga telah dijadwalkan secara sistematis sehingga memudahkan santri dalam mengikuti kegiatan yang diterapkan pondok pesantren. Metode pendidikan karakter yang juga diterapkan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang ialah metode praktik dan metode keteladanan bagi para santri. Hal tersebut sependapat dengan metode praktik dan metode keteladanan yang diungkapkan Stengel & Tom. Dalam metode praktik santri belajar untuk peduli, pertama dengan menjadi orang yang diperhatikan. Santri mengamati ketika kepedulian dicontohkan, dan santri menjelajahi kehidupan moral melalui dialog. Kemudian santri membutuhkan kesempatan untuk mempraktikkan kepedulian. Sedangkan dalam metode keteladanan hampir semua pendekatan pada pendidikan moral menyadari pentingnya keteladanan tersebut. Jika tenaga pendidik ingin mengajarkan kaum muda untuk menjadi orang yang bemoral, maka tenaga pendidik harus menunjukkan perilaku yang bermoral pada mereka. Dari perspektif kepedulian, tenaga pendidik harus menunjukkan kepada mereka apa artinya peduli. (Nucci dan Narvaez, 2014:246-252). Nilai-nilai karakter yang diajarkan melalui materi dan pembelajaran, tidak hanya sekadar dipelajari oleh santri sebagai ilmu pengetahuan saja. Nilai-nilai karakter tersebut oleh santri diaplikasikan atau dipraktikkan dalam kehidupan sehari-harinya, baik ketika di dalam pondok pesantren ataupun ketika kembali ke lingkungan keluarga. Disamping itu, untuk meningkatkan
89 dan mempertahankan nilai-nilai karakter pada santri tersebut pondok pesantren melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah menetapkan peraturan yang mana mewajibkan santri untuk mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan pondok pesantren. Hal tersebut dimaksudkan sebagai pembiasaan atau keteladanan agar nantinya santri dengan sendirinya akan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut dengan senang hati dan suka rela tanpa merasa dibebani dengan adanya kewajiban-kewajiban tersebut. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat memang sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan. Terlebih lagi penggunaan metode yang disesuaikan dengan taraf kemampuan pembelajaran santri. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat bahwa keberhasilan pendidikan karakter di pondok pesantren juga bergantung pada metode pendidikan yang digunakan. Oleh karena itu, guna meningkatkan keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter, pondok pesantren menerapkan metode konfirmasi sebagai wujud evaluasi dalam kegiatan sehari-hari santri. Dalam hal ini, proses evaluasi kegiatan tidak seluruhnya dilaksanakan melalui pengamatan langsung oleh sang Kyai akan tetapi melalui beberapa pihak yang terkait langsung dengan kegiatan seharihari santri. Setiap kegiatan yang diwajibkan bagi santri disediakan buku presensi. Buku presensi tersebut digunakan sebagai pegangan untuk menilai kedisiplinan dan keaktifan santri dalam mengikuti kegiatan di pondok pesantren. Hal tersebut sejalan dengan beberapa bahan penilaian pendidikan karakter yang dituturkan oleh Koesoema apakah pendidikan karakter telah berhasil atau tidak, yakni dengan mengukur kuantitas kehadiran individu di
90 dalam lembaga pendidikan sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tugas-tugasnya, dan terhadap orang lain serta sebagai bahan penilaian dilihat dari jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya (Koesoema, 2010:285-288). Selain itu, buku presensi juga dapat digunakan untuk mengetahui santri mana saja yang membolos atau tidak mengikuti kegiatan tanpa izin. Dengan begitu, hukuman yang diberikan pada santri yang membolos dapat disesuaikan dengan jumlah dan jenis kegiatan yang tidak ikuti. Buku presensi tersebut kemudian akan diperiksa oleh ISPA sebagai ketua kamar saat belajar bersama pada malam hari. Setelah itu, permasalahan ataupun segala macam ketidakdisiplinan santri di dalam kamar akan dilaporkan oleh ISPA kepada pengurus pusat pada saat rapat koordinasi antara ISPA dan pengurus pusat. Selanjutnya pengurus pusat akan melaporkan hasil rapat tersebut kepada sang Kyai. Sang Kyai inilah yang kemudian akan berdialog dengan santri untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh santri. Penggunaan metode pembelajaran dan evaluasi pendidikan di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang sudah berjalan cukup efektif. Selain penggunaan metode pendidikan yang bervariasi dan sistematis, pelaksanaan evaluasi juga dilakukan dengan baik oleh pondok pesantren. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa dibutuhkannya metode yang tepat agar penanaman nilai-nilai karakter dapat menarik partisipasi aktif dari santrisantri tersebut.
91 3. Peran Kyai dalam Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Pengertian kyai dalam hal ini adalah seseorang yang memimpin dan membina santri di dalam pondok pesantren. Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Zamakhsyari Dhofier yang menyatakan bahwa salah satu pengertian kyai yakni adalah sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya (Dhofier, 2011:93). Di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, sosok kyai merupakan sosok pendiri karena keberadaan pondok pesantren tersebut bukan berasal dari turun menurun. Kyai dianggap sebagai tokoh sentral di dalam kehidupan pondok pesantren. Hal tersebut sependapat dengan Dr. Manfred Ziemek (1986:138) yang menuturkan bahwa Kedudukan seorang Kyai sebagai pimpinan sentral yang berkuasa penuh di dalam pesantren memiliki otoritas, wewenang yang menentukan semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama atas tanggungjawabnya sendiri. Pada dasarnya peranan kyai di dalam pondok pesantren tidaklah mudah. Selain sebagai seorang ulama, kyai juga berperan sebagai pengajar, pengasuh, dan pembina santri-santrinya dalam berbagai kegiatan yang disediakan pondok pesantren. Sebagai seorang ulama, biasanya orang-orang datang untuk meminta nasihat dalam berbagai hal kepada sang kyai, termasuk juga santri-santri yang tinggal di pondok pesantren tersebut. Santri-santri biasanya
92 menjadikan kyai sebagai tempat untuk berbagi keluh kesah dan meminta nasihat atas permasalahan yang sedang dihadapinya. Sedangkan dalam pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren, biasanya kyai mengajar santri mengaji ataupun menyampaikan materi pada saat pagi hari setelah sholat subuh berjamaah. Dalam beberapa kesempatan, kyai sering menggunakan bahasa asing, baik bahasa Inggris ataupun bahasa Arab ketika menyampaikan materi pembelajaran pada santri. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa tidak sembarang orang bisa mendapatkan gelar kyai. Seorang kyai harusnya dapat memimpin dirinya sendiri dan orang banyak yang dalam hal ini adalah santrisantrinya serta memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Selain itu sang kyai juga sering melakukan dialog dengan santrinya guna membahas permasalahan yang ada di dalam pondok pesantren sehingga santri merasa diperhatikan. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, sosok kyai yang berwibawa dan berkharisma
dalam
menyampaikan
materi
membuat
santri
senang
mendengarkan apa yang disampaikan oleh kyai. Peran kyai dalam proses pembelajaran di pondok pesantren tidak dapat dihapuskan. Meskipun terdapat beberapa tenaga pendidik di dalam pondok pesantren, namun bagi santri pembelajaran dengan kyai lebih mudah diserap daripada pembelajaran dengan ustadz atau ustadzah. Oleh sebab itu, kedekatan antara kyai dengan santri tidak dapat dipungkiri. Sehingga banyak santri yang telah menganggap sang kyai adalah orang tua mereka di dalam pondok pesantren.
93 Di samping kedudukan kyai yang tinggi, tanggungjawab atas pondok pesantren sangatlah besar. Maka dari itu disusunlah struktur lembaga pondok pesantren yang sistematis untuk memudahkan kyai dalam mengontrol aktifitas-aktifitas di dalam pondok pesantren. Meskipun begitu, kyai tidak pernah menggunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk memaksa santri untuk melakukan sesuatu di luar kaitannya dengan kebutuhan santri tersebut. Sebagai contoh adalah ketika santri ingin memilih suatu pilihan, baik dalam pemilihan ekstrakurikuler, pemilihan ISPA atau pemilihan presiden sekalipun. Santri diberikan kebebasan dalam memilih apa yang diyakininya baik, termasuk dalam hal politik. Maka dapat diketahui bahwa peranan kyai dalam pendidikan karakter di pondok pesantren tidak hanya sebagai ulama, akan tetapi juga sebagai pemilik, pembina, pengasuh serta dianggap sebagai tokoh sentral di pondok pesantren. Keterlibatan kyai dalam berbagai kegiatan menyebabkan santri merasa diperhatikan, sehingga timbulnya kedekatan antara santri dan kyainya.
4. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Di dalam kehidupan pondok pesantren, kendala sering kali muncul dan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter. Hal tersebut dapat terlihat dari berbagai aspek baik bagi kelembagaan, kyai ataupun santri itu sendiri. Kendala-kendala tersebut lebih rinci yakni sebagai berikut; a) Bagi kelembagaan
94 Di dalam kelembagaan, biasanya kendala yang sering dihadapi adalah dalam hal sumber dana operasional, sarana dan prasarana, jumlah tenaga pendidik dan proses pelaksanaan pendidikan. Terkait dengan sumber dana operasional memang tidak ada kendala yang berarti bagi kelembagaan. Hal tersebut dikarenakan sumber dana operasional berasal dari iuran bulanan wali santri. Hanya saja ketika wali santri telat melakukan pembayaran, maka akan berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan santri di pondok pesantren. Sedangkan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana memang setiap lembaga pendidikan pasti memiliki kekurangan, begitupula pondok pesantren askhabul kahfi. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, sarana yang belum tersedia adalah lapangan olahraga. Hal tersebut juga berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan santri, sehingga dalam melakukan kegiatan olahraga, santri harus menggunakan lapangan kosong yang jaraknya cukup jauh dari pondok pesantren. Terlepas dari itu, kendala yang terkait dengan jumlah tenaga pendidik tidak dapat dipungkiri. Jumlah santri yang mencapai 900 orang, tidak sebanding dengan jumlah tenaga pendidik yang hanya berjumlah sekitar 50 orang. Untuk mengatasi kendala tersebut dibutuhkan metode pendidikan yang tepat agar materi pembelajaran tetap dapat berjalan dengan efektif dan nilai-nilai karakternya dapat diserap oleh santri. Sedangkan kendala yang sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan karakter tersebut adalah karakteristik santri yang berbeda-beda. Sulit
95 mengubah karakter buruk santri menjadi lebih baik secara instan. Dibutuhkan waktu yang cukup lama dan berkelanjutan untuk membentuk kepribadian yang baik dalam diri santri. b) Bagi Santri Bagi santri, kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter adalah munculnya rasa bosan dan mengantuk ketika mengikuti pembelajaran. Hal tersebut terjadi karena tidak sedikit santri yang merasa kelelahan menjalankan aktifitas sepanjang hari, sedangkan kegiatan yang ditetapkan pondok pesantren bersifat wajib bagi seluruh santri. Selain itu, kendala bagi santri yang baru memasuki semester pertama di pondok pesantren yakni belum dapat beradaptasi secara penuh dengan kehidupan pondok pesantren, sehingga penanaman nilai-nilai karakter santri-santri tersebut belum berjalan secara maksimal. Meskipun terdapat berbagai macam kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang, tidak berarti bahwa kendala tersebut dibiarkan begitu saja. Berbagai upaya juga dilakukan baik bagi kelembagaan, Kyai ataupun santri itu sendiri guna meminimalisir kendala tersebut sehingga keberhasilan pendidikan karakter dapat tercapai dengan maksimal.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah penulis kemukakan di atas, maka pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Pendidikan karakter di pondok pesantren diterapkan dalam setiap kegiatan sehari-hari, baik di sekolah maupun di pondok. Pendidikan karakter di pondok pesantren bertujuan untuk memperbaiki karakter dan sikap santri dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan oleh pondok pesantren pun beragam, diantaranya yaitu nilai religius, nilai kemandirian, serta nilai tanggung jawab. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan karakter, maka setiap kegiatan dan peraturan yang ada di pondok pesantren diwajibkan bagi seluruh santri. Bagi santri yang melanggar akan dikenakan sanksi. 2. Pelaksanaan pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif dengan menggunakan metode dialog dalam beberapa kegiatan seperti mengaji dan madrasah, metode praktik dalam kegiatan belajar dan bermasyarakat, serta metode keteladanan dalam kegiatan hafalan atau tahfidz Al-Qur‟an.
96
97 3. Peran kyai dalam pendidikan karakter tidak hanya sebagai ulama, akan tetapi juga sebagai pemilik, pembina, pengasuh serta dianggap sebagai tokoh sentral di pondok pesantren. Keterlibatan kyai dalam berbagai kegiatan menyebabkan santri merasa diperhatikan, sehingga timbulnya kedekatan antara santri dan kyainya. 4. kendala yang dihadapi dalam penerapan pendidikan karakter di pondok pesantren, meliputi: sering kali santri kelelahan dan mengantuk dalam mengikuti kegiatan pondok pesantren sehingga tidak sedikit santri yang pernah menerima hukuman, serta karakter dan kebiasaan santri yang baru memasuki semester awal di pondok pesantren masih sulit untuk diatasi.
B. Saran 1. Santri diharapkan dapat memanfaatkan waktu istirahat dengan baik sehingga tidak menghambat pelaksanaan kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan begitu penanaman nilai-nilai karakter yang diberikan pondok pesantren melalui kegiatan-kegiatan tersebut dapat diserap secara maksimal oleh santri. Selain itu, santri juga diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengikuti setiap kegiatan agar penanaman nilai-nilai karakter yang diberikan pondok pesantren dapat diserap secara maksimal sehingga santri dapat memperbaiki perilaku buruk mereka menjadi perilaku yang lebih baik. 2. Pondok pesantren sebagai wadah dalam mengembangkan nilai-nilai karakter pada santri diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan baik dari
98 segi kegiatan yang diajarkan kepada santri ataupun dari segi mutu tenaga pendidik sehingga dapat tercapainya keberhasilan pendidikan karakter.
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Raja Grafindo Persada Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Dhofier, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Hasbullah. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka. Khan, Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publishing. Koesoema, Dony A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Lickona, Thomas. 2012. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect & Responsibility. New York: Bantam Books. Mahbubi, M. 2012. Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu. Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta. Masdar, Umarudin. 1999. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS. Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi Tepat Untuk Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation. . 2009. Menyemai Benih Karakter. Jakarta: Viscom Pratama.
99
100 Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nata, Abuddin. 2001. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan LembagaLembaga Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo. Nucci, Larry P. Dan Darcia Narvaez. 2014. Handbook Pendidikan Moral dan Karakter. Bandung: Nusa Media. Pusat Kurikulum dan Perbukuan. 2011. Pembangunan Karakter Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional. Rachman, Maman. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Moral. Semarang: UNNES Press. Q-Anees, Bambang dan Adang Hambali. 2008. Pendidikan Karakter Berbasis AlQur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suprayogo, Iman dan Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wahid, Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta: LKIS. Wiyani, Novan Ardy. 2013. Konsep, Praktik, dan Strategi Membumikan Pendidikan Karakter Di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Ziemek, Manfred. 1986. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG
NO 1.
FOKUS PENELITIAN Penanaman nilai-nilai
INDIKATOR Nilai-nilai karakter
PERTANYAAN 1.
karakter di Pondok 2. Pesantren Askhabul Kahfi Semarang
3. 4. 5. 6.
7.
8.
Apakah pondok pesantren Askhabul Kahfi mengajarkan nilai-nilai karakter pada santri? Apakah dalam penanaman nilai-nilai karakter disamaratakan antara santri lakilaki dan perempuan? Nilai-nilai karakter apa sajakah yang diajarkan kepada santri? Menurut Anda, seberapa pentingnya pendidikan karakter pada santri? Apakah orangtua santri juga dilibatkan dalam pelaksanaan pendidikan karakter? Bagaimana cara pondok pesantren menanamkan nilai-nilai karakter kepada santri? Adakah kegiatan akademik yang menunjang pelaksanaan pendidikan karakter? Materi apa saja yang diberikan kepada santri dalam menanamkan nilai-nilai karakter?
SUBJEK Tenaga Pendidik
TEKNIK PENGUMPULAN DATA Observasi Wawancara Dokumentasi
9.
10. 11. 12. 13. 14.
15. 16.
17.
18. 19.
Metode
Adakah kegiatan non-akademik yang menunjang penanaman nilai-nilai karakter? Adakah jadwal kegiatan tertentu yang khusus untuk pendidikan karakter? Apa alasan Adik belajar di pondok pesantren? Apakah yang Adik ketahui dari pendidikan karakter? Apakah pondok pesantren mengajarkan pendidikan karakter pada santri? Dalam kegiatan apa saja pondok pesantren mengajarkan pendidikan karakter pada santri? Nilai-nilai karakter apa saja yang Adik dapat dari pendidikan karakter? Menurut Adik, kegiatan akademik apa saja yang dapat menunjang penanaman nilai-nilai karakter pada santri? Menurut Adik, apakah pelaksanaan pendidikan karakter telah berjalan efektif? Apa saja kegiatan non-akademik yang diterapkan di pondok pesantren? Apakah keseluruhan santri berpartisipasi dalam kegiatan non-akademik?
20. Metode apa yang digunakan dalam pendidikan karakter di pondok pesantren Askhabul Kahfi Semarang?
Santri
Observasi Wawancara Dokumentasi
Tenaga Pendidik
Wawancara Dokumentasi
21. Bagaimana respon santri terhadap penerapan metode tersebut? 22. Menurut Anda apa kelebihan dan kekurangan metode yang digunakan? 23. Apakah Anda menggunakan metode keteladanaan dalam memberikan pendidikan karakter kepada santri? Contohnya? 24. Bagaimana cara Anda memacu santri untuk mempraktikan nilai-nilai karakter yang diajarkan? 25. Apakah ada hukuman jika santri tidak mengerjakan kewajibannya di pondok pesantren? 26. Apakah ada penghargaan jika santri dapat mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik? Penilaian pendidikan karakter
27. Bagaimana cara pondok pesantren melakukan penilaian pendidikan karakter? 28. Apa saja aspek yang diperhatikan oleh pondok pesantren dalam penilaian pendidikan karakter? 29. Apakah harapan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pendidikan karakter? 30. Apakah terlihat perbedaan sikap anak sebelum dan setelah mendapatkan pendidikan karakter? 31. Apakah ada hal-hal yang dikembangkan
Tenaga Pendidik
Wawancara Dokumentasi
pondok pesatren setelah mengetahui hasil penilaian pendidikan karakter?
2.
Peran kyai dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang
Tugas dan peranan Kyai
32. Apakah Adik mengikuti kegiatan di pondok pesantren karena diwajibkan atau berdasarkan keinginan sendiri? 33. Apa Adik meneladani nilai-nilai karakter yang di ajarkan oleh pondok pesantren? 34. Dalam kegiatan saja Adik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang diajarkan? 35. Apakah yang Adik harapkan dengan adanya pendidikan karakter di pondok pesantren? 36. Apa saja peran Anda di pondok pesantren? 37. Menurut Anda, bagaimana sosok Kyai? 38. Apa yang Anda ketahui tentang tugas dan peran Kyai di pondok pesantren? 39. Dalam kegiatan apa saja Bapak Kyai mendampingi kegiatan santri? 40. Menurut Anda, seberapa pentingnya tugas dan peran Kyai di pondok pesantren? 41. Menurut Adik, bagaimana sosok Bapak Kyai? 42. Apa yang Adik ketahui tentang tugas dan peran Kyai di pondok pesantren? 43. Menurut Adik, seberapa pentingnya
Santri
Wawancara Dokumentasi
Tenaga Pendidik
Wawancara Dokumentasi
Santri
Wawancara Dokumentasi
3
Hambatan yang dihadapi
Kelembagaan
dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
tugas dan peran Kyai di pondok pesantren? 44. Apakah pelaksanaan pendidikan karakter berjalan dengan baik? 45. Apakah terdapat hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter? 46. Bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut?
Tenaga Pendidik
Wawancara Dokumentasi
Santri
Wawancara Dokumentasi
Pondok Pesantren Santri Askhabul Kahfi Semarang
47. Menurut Adik, Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan penanaman nilai-nilai karakter? 48. Bagaimana upaya Adik mengatasi hambatan tersebut?
Pendoman Observasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang Hari, tanggal : Jam : Tempat : No
Profil pondok pesantren a. Nama pondok pesantren
1
b. Alamat lengkap c. Jadwal KBM Perhari d. Tanggal berdiri e. Nama kepala pondok pesantren f. Jumlah santri g. Jumlah tenaga pendidik Data pondok pesantren
2
a. Apa visi pondok pesantren? b. Apa misi pondok pesantren? c. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia? d. Apa saja daftar kegiatan penunjang pendidikan karakter? e. Apa saja metode pembelajaran yang digunakan?
Hasil Observasi
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG (Untuk Tenaga Pendidik Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang)
A.
Identitas Informan
Nama Usia Alamat Asal Lama Bekerja
B.
Pertanyaan
1.
Penanaman Nilai-Nilai Karakter
a) Nilai-Nilai Karakter Bagaimana cara Anda menanamkan nilai-nilai karakter pada santri? 1)
Apakah Anda rutin mengajarkan pendidikan karakter atau hanya saat-saat tertentu saja? 2)
Dalam kegiatan apa saja Anda berinteraksi dengan santri? 3)
b) Metode Pendidikan Karakter Metode apa yang biasanya Anda gunakan dalam penanaman nilai-nilai karakter pada santri? 4)
5)
Bagaimana respon santri terhadap penerapan metode tersebut?
Apakah Anda menerapkan metode keteladanan? Dalam hal? 6)
Apakah Anda menerapkan metode pembiasaan? Dalam hal? 7)
Menurut Anda apa kelebihan dan kekurangan metode yang digunakan? 8)
c) Penilaian Pendidikan Karakter Bagaimana cara Anda melakukan penilaian pendidikan karakter? 9)
Apakah harapan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pendidikan karakter? 10)
Apakah terlihat perbedaan sikap anak sebelum dan setelah mendapatkan pendidikan karakter? 11) Apakah ada hal-hal yang dikembangkan oleh Anda setelah mengetahui hasil penilaian pendidikan karakter? 12)
2. Tugas dan Peran Kyai di pondok pesantren Apa saja tugas dan peran Anda di pondok pesantren? 13)
14)
Menurut Anda, bagaimana sosok Bapak Kyai?
Menurut Anda, seberapa pentingnya tugas dan peran Kyai di pondok pesantren?
15)
3. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter Apakah pelaksanaan pendidikan karakter berjalan dengan baik? 16)
Apakah terdapat hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter? 17)
Bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut? 18)
PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG (Untuk Santri Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang) A. Identitas Informan Nama Usia Alamat Lama Menetap
B. Pertanyaan 1.
Penanaman Nilai-Nilai Karakter
a) Nilai-Nilai Karakter Apa alasan Adik belajar di pondok pesantren? 1)
Apa yang Adik ketahui dari pendidikan karakter? 2)
Apakah pondok pesantren mengajarkan pendidikan karakter pada santri? 3) Dalam kegiatan apa saja pondok pesantren mengajarkan pendidikan karakter pada santri? 4)
Nilai-nilai karakter apa saja yang Adik dapat dari pendidikan karakter? Jelaskan!
5)
Bagaimana kurikulum yang digunakan pondok pesantren?
6)
Menurut Adik, apakah pelaksanaan pendidikan karakter telah berjalan efektif? 7) Apa saja ekstrakulikuler yang dapat menunjang pendidikan karakter di pondok pesantren? jelaskan! 8)
b) Metode Pendidikan Karakter Metode apa yang biasanya digunakan oleh Bapak Kyai dan tenaga pendidik di pondok pesantren? 9)
Bagaimana respon Adik terhadap penerapan metode tersebut? 10) Apakah Bapak Kyai dan tenaga pendidik menerapkan metode keteladanan? Dalam hal? 11)
Apakah Bapak Kyai dan tenaga pendidik menerapkan metode pembiasaan? Dalam hal? 12)
Menurut Adik apa kelebihan dan kekurangan metode yang digunakan? 13) Apakah wali santri ikut andil dalam kegiatan pendidikan karakter yang diterapkan? 14)
c) Penilaian Pendidikan Karakter 15)
Apakah Adik mengikuti kegiatan di pondok pesantren karena diwajibkan atau berdasarkan keinginan sendiri?
Apakah Adik melaksanakan kewajiban dan tugas yang diberikan tepat waktu? 16)
Apakah Adik pernah mengikuti tawuran atau menggunakan obat-obatan terlarang? 17)
Bagaimana nilai-nilai akademik Adik? Apakah mengalami kenaikan atau penurunan? 18)
Apa Adik meneladani nilai-nilai karakter yang di ajarkan oleh pondok pesantren? 19)
Dalam kegiatan saja Adik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang diajarkan? 20)
Apakah Adik menerapkan nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari? Contohnya? 21)
Apakah Adik pernah mencontek? 22)
Apakah yang Adik harapkan dengan adanya pendidikan karakter di pondok pesantren? 23)
2. Tugas dan Peran Kyai di pondok pesantren Apa saja tugas dan kewajiban Adik di pondok pesantren? 24)
Menurut Adik, bagaimana sosok Bapak Kyai? 25)
Apa yang Adik ketahui tentang tugas dan peran Kyai di pondok pesantren? 26)
Menurut Adik, seberapa pentingnya tugas dan peran Kyai di pondok pesantren? 27)
3. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan karakter Apakah terdapat hambatan dalam menerima nilai-nilai karakter bagi Adik? 28)
Bagaimana upaya Adik mengatasi hambatan tersebut? 29)
Hasil Observasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang
1. Profil pondok pesantren a. Nama pondok pesantren
: Pondok Pesantren Askhabul Kahfi Semarang
b. Alamat lengkap
: Jalan
Cangkiran-Gunungpati
Kelurahan
Polaman,
km.3,
Mijen,
Kota
Semarang, No. Telp (024)7668058 c. Jadwal KBM Perhari
: Dimulai dari pukul 04.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB
d. Tanggal berdiri
: Tahun 2008
e. Nama kepala pondok pesantren : K.H. Masruchan Bisri f. Jumlah santri
: 900 santri
g. Jumlah tenaga pendidik
: 56 orang, 12 dari luar
2. Data pondok pesantren a. Visi pondok pesantren Terwujudnya lembaga yang mencetak generasi solih dan sholihah, intelektual, berwawasan luas serta berkompetensi keahlian.
b. Misi pondok pesantren 1) Melakukan proses pendidikan pembelajaran ajaran agama sesuai dengan Al-Qur‟an dan As-sunah. 2) Melaksanakan pembelajaran dan pembimbingan secara efektif dan inovatif sehingga membawa santri berkembang secara optimal dan terarah sesuai dengan potensi yang dimiliki. 3) Melakukan bimbingan pengembangan diri di segala bidang khususnya akhlaq budi pekerti secara maksimal dan menyeluruh.
4) Mencetak lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas dan ketrampilan hidup apabila langsung terjun di masyarakat maupun sebagai bekal untuk melanjutkan studi kejenjang selanjutnya.
c. Data sarana dan prasarana d. Lembaga Formal 5) Madrasah Tsanawiyah Takhasus (MTs Takhassus) 6) Madrasah Aliyah Takhassus (MA Takhassus) 7) Sekolah Menengah Pertama (SMP Terpadu) 8) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK Terpadu) e. Lembaga Non Formal 6) Madrasah Diniyah Salafiyah 7) Tahfizdul Qur‟an 8) Majelis Tafsir Al Qur‟an 9) Majelis Mujahadah dan Selapanan 10) Lembaga Penyiaran Radio (Askafm) f. Fasilitas 9) Masjid 10) Pondok/asrama 11) Ruang madrasah/sekolah 12) Ruang perpustakaan 13) Ruang laboratorium komputer 14) Ruang laboratorium otomotif 15) Sarana olahraga 16) Mini market dan laundry
d. Daftar kegiatan penunjang (ekstrakulikuler) 6) Program peningkatan bahasa, diantaranya; a) Pembelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris setiap hari. b) Khitobah bahasa Inggris dan bahasa Arab satu kali sepekan c) Pidato, tilawah dan cerdas cermat dalam bahasa Arab dan Inggris.
7) Kesenian dan keterampilan meliputi: a) Rebana modern b) Seni kaligrafi c) Teknik komputer d) Teknik otomotif e) Radio ASKA 8) Kajian ilmiah c) Membaca kitab kuning d) Pemaparan 9) Olahraga d) Sepak bola e) Bola volly f) Seni beladiri/silat Pentas seni, ditampilkan pada saat muwadda‟ah kelas 3
e. Metode Pembelajaran 1) Sorogan, 2) Wetonan atau bandungan, 3) Halaqoh, 4) Hafalan atau tahfizh, 5) Hiwar atau musyawarah, 6) Bahtsul masa‟il (Mudzakaroh), 7) Fathul Kutub, 8) Muqoronah, 9) Muhawarah/Muhadatsah, 10) Mukhasabah wa tarbiyah, dll
DAFTAR INFORMAN PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN ASKHABUL KAHFI SEMARANG
No
Nama
Usia
Status
Lama menetap di pondok pesantren
1
Nadhirin
42 tahun
Pengajar & saudara ipar kyai
7 tahun
2
Masikhah
24 tahun
Penanggungjawab santri putri
6 tahun
3
Hidayah
23 tahun
Santri
5 tahun
4
Evi Nur Karomah
21 tahun
Santri
5 tahun
5
Afni Mudzakiroh
20 tahun
Santri
4 tahun
6
Nur Chamidah
16 tahun
Santri
6 tahun
7
Defi Hidayatan
16 tahun
Santri
1 tahun
8
Aulia Syifa
14 tahun
Santri
7 tahun
JADWAL KEGIATAN HARIAN SANTRI TAHUN 2014/2015 Waktu
Kegiatan
Pukul 04.00 - 04.30
Bangun tidur, persiapan dan jamaah sholat shubuh
Pukul 04.45 - 05.45 Pukul 05.45 - 06.45
* Baca al Qur‟an - penggladian bagi yang masih perlu dibina * Pengajian kitab kuning Makan, khusus minggu lari pagi dan kebersihan umum
Pukul 06.45 - 07.00
Tazwidul Mufrodat (penambahan kosa-kata)
Pukul 07.00 - 11.55
Sekolah
Pukul 12.40 - 12.55
Sholat dhuhur berjamaah dilanjutkan makan siang
Pukul 12.55 - 14.40
Pulang sekolah istirahat
Pukul 15.00 - 16.00
Sholat ashar berjamaah di masjid
Pukul 16.00 - 16.30
Sorogan Al-Qur‟an
Pukul 16.30 - 17.30
Olahraga, mandi, persiapan sholat magrib
Pukul 17.45 - 18.15
Sholat magrib berjamaah di masjid
Pukul 18.15 - 19.30
Madrasah
Pukul 19.30 - 19.45
Sholat isya berjamaah di masjid
Pukul 19.45 - 20.15
Makan malam
Pukul 20.15 - 21.00
Belajar di kelas masing-masing
Pukul 21.00 - 23.00
Istirahat dan dilanjut tidur malam
JADWAL MADRASAH MISHM 3 PUTRA TAHUN 2014/2015 KELAS
SENIN
SELASA
RABU
KAMIS
SULAM
JURUMIYAH
Triyono
JUMAT
SABTU
AHAD
SAFINAH
SHOROF
BAHASA ARAB
Khafidzin
Asroqul
Shofwan
Mahbub
BAHASA ARAB
MINHAJUL QOWIM
SULAM
SULAM
AL MAUFUD
Fauzan
Nasir
Shofwan
Triyono
Yono
MINHAJUL QOWIM
BAHASA ARAB
IMRITHY
IMRITHY
I‟LAL
Shofwan
Fauzan
Chamim
W.T. Widayanto
Edi
MTs 1
MTs 2
MTs 3
MA ALFIYYAH
KIFAYAH
ALFIYYAH
TAFSIR
USUL FIQIH
W.T. Widayanto
Masruri
H. Nadhirin
Chamim
Arifin
MA 1 SMP 1A
TUHFATUL ATFAL
KHULASOH
MABADI
AQIDAH
BAHASA ARAB
Asroqul
Rikza
Syukron
Khafidzin
Mahrozi
BAHASA ARAB
AQIDAH
KHULASOH
TUHFATUL ATFAL
MABADI
Mahrozi
Khafidz Saifudin
Rikza
Asroqul
Syukron
SHOROF
JURUMIYAH
SULAM MUNAJA
BAHASA ARAB
JURUMIYAH
Safudin
Asroqul
Khafid
Mahbub
Asroqul
JURUMIYAH
SHOROF
SULAM MUNAJA
BAHASA ARAB
JURUMIYAH
Khafidzin
Khafid
Safudin
Mahbub
Nur Kholis
JURUMIYAH
SULAM TAUFIQ
TAESIRUL KHOLAQ
BAHASA ARAB
1B
2A
2B
JURUMIYAH 3A
3B
Nur Kholis
Safudin
Khafidzin
Ayin
Fauzan
TAESIRUL KHOLAQ
SULAM TAUFIQ
JURUMIYAH
JURUMIYAH
BAHASA ARAB
Ayin
Nur Kholis
Sin wan
Khafidzin
Fauzan
SMK SULAM
SULAM
SHOROF
SAFINAH
TAJWID
Sinwan
Shofwan
Irfan
Safudin
Shofwan
SULAM
SHOROF
TAJWID
SULAM
SAFINAH
Yono
Irwan
Ayin
Sinwan
Safudin
4A (TKJ)
4B (TKR)
JADWAL MADRASAH MISHM 3 PUTRI TAHUN 2014/2015 KELAS
SENIN
SELASA
RABU
KAMIS
JURUMIYAH
BAHASA ARAB
Rofiqoh
JUMAT
SABTU
AHAD
SAFINAH
SHOROF
JURUMIYAH
Mahrozi
Mukminah
Sa‟diyah
Rofiqoh
BAHASA ARAB
SULAM
AL MAUFUD
MINHAJUL QOWIM
SULAM
Mahbub
Rofiqoh
Sa‟diyah
Chaula
Alfi
MTs 1
MTs 2
IMRITHY
I‟LAL
IMRITHY
BAHASA ARAB
MINHAJUL QOWIM
Sofwanduri
Mad Atho‟
Triyono
Fauzan
Mad Atho‟
MTs 3
MA ALFIYYAH
USUL FIQIH
KIFAYAH
ALFIYYAH
TAFSIR
H. Nadhirin
Arifin
Masruri
Sofwanduri
Chamim
MABADI
TUHFATUL ATFAL
BAHASA ARAB
KHULASOH
AQIDAH
Alfi
Masruroh
Mahrozi
Mukminah
Masikhah
AQIDAH
BAHASA ARAB
KHULASOH
MABADI
TUHFATUL ATFAL
Masikhah
Mahbub
Alfi
Rofiqoh
Mardhyah
JURUMIYAH
JURUMIYAH
SHOROF
BAHASA ARAB
SULAM MUNAJA
Tri S.
Alfi
Rofiqoh
Mahrozi
Tri S.
SHOROF
SULAM MUNAJA
BAHASA ARAB
JURUMIYAH
JURUMIYAH
Sa‟diyah
Tri S.
Mahbub
Alfi
Safudin
JURUMIYAH
SULAM TAUFIQ
BAHASA ARAB
TAESIRUL KHOLAQ
JURUMIYAH
Nurul Q.
Sa‟diyah
Fauzan
Masruroh
Nurul Q
MA 1
SMP
1C
1D
2C
2D
3
SMK SAFINAH
SULAM
SULAM
TAJWID
SHOROF
Mukminah
Chaula
Nurul Q.
Mardhyah
Sa‟diyah
IMRITHY
TA‟LIM
AL MAUFUD
TAQRIB
IMRITHY
Chaula
Yono
Chaula
Yono
Sofwanduri
TA‟LIM
IMRITHY
TAQRIB
IMRITHY
TAQRIB
Mad atho‟
Chamim
Arifin
Masruri
Chaula
4
5
6
JADWAL PIKET HARIAN ISPA PUTRI TAHUN 2014/2015 KELOMPOK A
KELOMPOK B
KELOMPOK C
Arfika Candra
Maulidya
Rosita
Lia Ainur
Toyib
Safiatul Maunah
Fitri
Linggar
Lala
Manis Dwi
Anni Nisaul
Gita
Tisna
Fidhoh Amalia
Nila Nadia
Ninin
Fifit Nur
Nita Fatmala
Icha Ayu
Khoiriyah
Mustika
KELOMPOK D
KELOMPOK E
Nur Azizah
Chamidah
Nurul Latifah
Maya Fadhilah
Siti Amanatul
Nuzula
Nailul Faza
Tri Retno
Mia Uswatun
Yani Romadhonah
Oky Lailatul
Siti Nur Khasanah
Nuzhatul
Penanggung Jawab Piket Per-lantai Lantai 4 : Fifit dan Nurul Lantai 3 : Tinuk dan Rosita Lantai 2 : Chamidah Lantai MA : Nita dan Atul Lantai Mushola : Retno dan Hatul
JADWAL BINADHOR AULA PUTRI TAHUN 2014/2015 Bu Mila
Bu Mardiyah
Bu Nurul Qo‟imah
Bu Nurul M
Naurah M. Fadhilah Erose Putri Sisca Tika Nugrahaeni Dwi Nurul Lita Fitri Yumna L. Fiqria M. Anisa Ekowati
Vicky Fitrotun Nisa Kholifatus Saniah Umi Khalifah Arina Manasikana Laily Nadhifatul Via Azzahra Fatkhul Ahyali Aulia Syifa
Laily Mar‟atus Niswatul Islamiyah Fina Zakiyatul Oktavia Febri Ana Khabibatur R. Lailatun Nurul I Tiara Ramadhani Era Rismatika Sri Heni M.
Iin Elva Andani Faridhatul M. Intan Apriyana Rosi Nur R. Brilian Olinda Liana Vina Avivatun Fiki Nur Aini Elina H.
Afni
Ike
Siti Choiriyah
Diyah Ayu
Nur Aisyah Tasya Dwi A. Selvia Dewi S. Tara Ayu Fatkiyatul A. Indira Larasati Yunita Ika Gita Puji L.
Furaidah Atha Rima Putri W. Faradisa R. Siti Fatikhah Nabila Risqi Naurah Fadhilatul Karima Nailul M. Ika Ryan O.
Vitta Emillya A. Fidalia Afiani Filsi Hasivah Priyanti Afilia Dwi Risma M. Cici Yuni Alfiah Indriana Widiastu Dwi Putri
Anisa Dina N. Pipit Amanda K. Indriyan Putri S. Lailatul Zahro Indria Aulia Mubita Intan Evi Putri Zuniarti
Evi
Nining
Desi Sulistyowati Putri Maulinda Ananda Tri R. F. Hania Amalia Ade Yudistiya Devia Wahyu Ami Fitri Astuti Manis Dwi Lestari Kusuma Ayu
Chelsi Sabrina Fathikha Farha S. Alifia Askania Syarifatus S. Aliyatul Deyanti Nailul Muna Defi Hidayatan N.
JADWAL BINADHOR MUSHOLA UTARA TAHUN 2014/2015 Nurul L.
Ninin
Nailul Faza
Khoir (SMK)
Della Setiana Rudini Rindhi Ulfa Qurrotul Istatik Kurniasih Lailatul A. Safa‟atul K. Shobahuz Zahro
Syikania Wildan Lusi Oktaviani Dwi Fadhila S. Dewi Julia F. Livia Linda Ayu A. Lusi Vontanela Sinta Fiyana
Aulia Rahmawati Nur Fadhilah Fatima Devia N. Erwinda Wahyu Mufarokhah Maulina Dwi A. Maya Lailatul M. Siti Nur Azizah
Putri Ghufroh R. Mia Novitasari Dewi Fortuna Ria (SMP) Nurohmah Aulia Chindy Siti Sarah Ulfa Dewi S.
Atul
Ani Nisa‟ul
Mia Uswatun
Arfika Candra
Nela Muna Azza Shoa Febby Styaning Siviyana Gita Niviana Puji W. Tri Arum W.
Indrian Putri S. Hoiriyah Titis Asna Shella Nidya A. Siti Maesaroh Ananda Isti Maulida H.
Ulfa Dwi Santika Eka Purwati Yusi Mistiasari Wina Siti Maeta Vera Anggraeni Wahyuni Nur
Anju Ananta S. Sekar Indah I. Tuti Qorhotul A. Alfiana N. Zulfa Nadhif Zuni Arifah Devita Nur A. Salsabila Qori
Maya Fadhila
Robi‟ah
Neneng Tiara A.P. Sekar Aulia Hayu Veilyta Apta S. Ainun Winda Ayu Amoy Happy C. Devita Purna Yung Poni
Maya Wafia Riski Ayu S. Hanik Dwi Rafika Silvia Musrofah Rindi Hariyanti Roudlotul Aniyah Mufti Vega Ayu Almaina Nurmaya P.
JADWAL BINADHOR MUSHOLA SELATAN TAHUN 2014/2015 Masichah
Rapinah
Chaula
Hanik
Laila Naimatul Anisa Soraya Septi Iftitakhul Maulida Umi N. Anisa Yulia Febri Regita C. Putri Uswatun Rosita Ade Dwi M.
Diah Islamiyati Lusia Evi A. Hanik M. Indah Ainur R. Febbyanti Ika S. Fitriyana A. Salwa Wahyu C. Fifit Nur Istilaiah
Erika Yulias T. Frinda Dewi M. Nida Choirotun Sri Wahyuni Leni Dewi N. Lailatul Fasechah Nita Fatmala Afiq A. Yulia Nailil Izzah
Siti Admia M. Silvi Fatma P. Laila Nur Hanisa Vika Pratiwi Isna Amalia Eko Sulistyo Anif Siska C.A.
Dewi Zulfa
Icha Ayu P
Mustika
Nushatul
Arizadatul K. Ita Putri S. Lisa Affifani Abela Dina Wulan Fitriani Lailatul M. Tasya K. Eni Khariroh
Amanda Putri A. Azmi Rahmawati Diva Tri Ardiana Septi Munarsih Ika Lutfia Dwi Selviana Fitri Ariska N. Nunuk Parwati
Qoidatul Maulida Uji Bella Viani Fariqotus S. Dian Fatma Latif Nuranisa F. Nur Khasanah Zaneba M. Nur Hidayah
Marisa Fidia W. Sekar Indah A. Chintia Zulia A. Nafiatul K. Imas Hikmah Ika Widya Nur Khasanah
Nuzula
Chamidah
Badal
Herliana Ayu A. Faiqotul Suluki Diah Kusumawati Anis Wulan Ilma Siti Irma Dewi Qilma Fatkiya
Rosa Ferinda S. Ikmalia Aminatur Lutfiana Paramita Evi Nurul Faizah Oktaviani Kurnia Riska Safitri Yani Romadhonah
Retno Nur Azizah Siti Nur K. Ainur Rohmah Hidayah
JADWAL PIKET RO’UN PUTRI (BERSIH-BERSIH HARI MINGGU) TAHUN 2014/2015 GRUP A Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Arfika c.r. Ami fitri Mia uswatun Pranita evi y. Maulida umi Faradisa r. Inna f. Leni dewi n. Ananda isti Mufti r. Dwi nurul h. Salwa wahyu Diva tri a. Aulia rahma w. Siti admiya Iin elva
Fifit nur. i. Naill muna Anis ilma f. Diah kusuma w. Lisa afifatul h. Farikotus saadah Istatik ulya n. Munihal Anif siska c. Nur rohmah Fatkiyatul azmi Sobatuz zahro Alevia askania Lusi oktaviani Ji bella Vicky fitrotun N.
Firda nuzula Anisa ekowati Nunuk parwati Nafiatul karimah Fina zakiatul Lutfiana Linggar dwi d. Maula indah t Aulia mubita Aulia cindy Febri regita Tasya kumaysari Ananda tri r. Siska nia w. Rima putri w. Laili mar‟atus
Icha ayu p. Anni nisaul Nur hidayah Dian fatmawati Kholifatus saniah Ulfa maulida Livia r.a. Nala r.a. Devita nur a Puji wahyuni Fitriana a.m. Tiara r. Indrian putri Della setyana Tasya dwi a. Azizadatul k.n.
Maulidya r.f. Astin faiqoh Nur khasanah Septi munarsih Sri meli y. Ade dewi m. Mufarrohah Nila nadia l. Devia wahyu Putri yuniarti Karrima nailul Via az-zahra Filsi seviana Viona seviana Ikmalis a.r. Izatul khasanah
GRUP B Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Maya f.z. Cici yuni a. Kilma Saryatus s. Intan apriana Ade yudistia Nur laili q. Nur oktavi a. Devita purnama Rindi harianti Lailatul f. Fina avivatun Laila nur h. Riski ayu s. Fajrianti Diah islamiati
Mustika a. Devi hidayatan r. iska safitri Ana khoerun n. Nadia pangesti Aliyatul afifah Noviana mugi Oky l.s. Deyanti puspita Roudotul a. Lailatul m. Yumna lutfiyah Sekar indah i. Astriana agil s. Septia iftitahul Laila naimatul
Nita fatmala Diah khoerotun n. Safa‟atul k. Hania amalia Lia ainur r. Anis wulan p. Novilia wulandari Ratna novita s. Dwi putri c. Sella nidya Lailatun nurul Yunita ika w. Ahju ananta s. Herliana ayu Fadhilah erose Nida khoerotun
Nurul latifatul Eko sulistio Sinta fiana Lailatul zahro Silviana a. Avriliyanisa s. Silvia musrofah Safitri dian n. Dwi silviana Siti maesaroh Laeli nadhifatul Tuti quratul a. Sekar aulia h. Sekar indah Faridatul m. Laili almar‟atus
Nur azizah Eni khariroh Siti n.a. Priyanti avrilia Sofiatul maunnah Awwalina dina a. Siti lailatul q. Sandra l. Fitria riska n. Siti maita sukma Indira larasati Vailita apta s. Neneng tiara a. Marisa fidia Ana bariroh Alif h. aulia
GRUP C Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Nur Chamidah Era Rismatika Siti Sarah Siti Fatichah Fadilah Dwi A. Dina Fitriana Titis Asna K. Sekar Agem Hikmah Vera Anggraini Liana Yuli Mistia Ika Purwanti Asni Rahman W. Niswatul I.
Nailul Aza Fatkul Aliyati Tri Arum W. Aulis Syifa Tata Ayu M. Diska Ristiana Wina Rahmatul Tisna A‟la Ika Widya A. Wahyuni Nur Lita Fitri A. Vicky Sepria W. Kulfa Dwi S. Amanda Putri Ita Putri S.
Nuzhatul F. Vicky Nur Aini Vega Ayu Tika Nugrahaini Irma Indriyani Dwi Risma M. Yuli R Tiwi Fatmawati Ilma Siti F. Winda Ayu Mutiara A. Hanik Dwi R. Hosriyah Fatika Fasha S. Frinda Dewi
Siti Amanatul Fikria Yani R. Rosi Nur R. Umi Laila K. Firda Fauziah Anisa Yulia Wulan Fitriani Irma Dewi Yung Poni A. Nabila Riski N. Febby Setya N. Chelsi Sabrina Lusia Evi Erika Yulias T.
Siti Hikmanatun Gita Kusmiatus Dewi Fortuna Umi Khalifah Siti Umiaton Ifah Pratista Febbianty Ika S. Nova Nur K. Kurniasih Zulfa Nadifatul Naurah Fadhilatul Pipit Amanda K. Maya Wafiq A.N. Putri Maulinda Anisa Soraya
GRUP D Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Siti Khoiriyah Gita Puji L. Silviana Gita Oktavia Febri Elis Mufarrihah Fitri Khoerun N. Ainun Azizah Lailatul Alfiyah Yuni Arifah Nur Anisa F. Fatma Deviana Azza Syaffa Desi Sulistiowati Rosa Trinda
Siti Nur K. Ika Riyan Erwinda Wahyu Abella Dina Iis Wahyuni Ika Rismila D. Alfiana Nihlatul Linda Ayu A. Zaneba M. Nur Khasanah Dwi Fadhillah S. Nayla Muna U. Anisah Dina Qoidatul M.
Siti Rosita Indriana A.W. Dewi Julia F. Fika Pratiwi Ika Lutfia Khafidhotul A. Almaida Ulum Lusi Vontanela Ana Chabibatur Nurul Faszah Rudini Rindi S. Nisa Novita S. Fidatia Aviani Kuraidah Aiha
Tri Retno A. Intan Evi Ulfa Wahyuni Sri Wahyuni Imas Fiani I.A. Khafidhotul U.M. Amalia Solihati Maulina Dwi A. Anna Manasika Faiqotus Suluki Putri Ghufroh F. Toyyibah Fita Emmilya Nur Aisyah Anggun C.P.
Manis Dwi L. Maya Z.S. Indah Ainur R. Hanik M. Indria Riski R. Khoirun Nikmah Amey Happy C. Maya Lailatul M. Brilian Olinda Sintia Yuka A. Nur Fadhilah Selvia Dewi S. Silvi Salma P. Naura Makrisa