PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BAHAN AJAR BERPENDEKATAN SAVI PADA MATERI TEMBANG DOLANAN UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR Panji Kuncoro Hadiˡ, Endang Sri Maruti², Hartini³ Universitas PGRI Madiun
[email protected] Abstrak Dalam pembelajaran tembang dolanan terdapat pendidikan karakter, tetapi karena pada sistem pengajaran di sekolah khususnya di sekolah dasar masih sangat minim, maka pendidikan karakter jarang disentuh. Untuk itu perlu adanya strategi yang harus dilakukan guru supaya pendidikan karakter dapat tersampaikan dengan baik melalui materi tembang dolanan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pengembangan bahan ajar berpendekatan SAVI pada materi nembang dolanan siswa kelas IV SD di mana dalam buku ajar tersebut terdapat juga pendidikan karakter yang sesuai dengan pendekatan SAVI. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam bahan ajar yang berupa buku ajar siswa berpendekatan SAVI pada materi tembang dolanan untuk siswa kelas IV SD terdapat pendidikan karakter dalam setiap langkah SAVI. Pada pembelajaran somatik, siswa diajak untuk disiplin, kerja keras, bersahabat/komunikatif, cinta damai, demokratis, dan tanggung jawab, pada pembelajaran auditori siswa diajak untuk mandiri, toleransi, dan menambah rasa ingin tahu, pada pembelajaran visual siswa diajak untuk senantiasa cinta tanah air, gemar membaca, dan pedul lingkungan, dan pada pembelajarn intelektual siswa diajak untuk lebih religius dan kreatif. Katakunci: karakter, bahan ajar, SAVI, tembang dolanan, sekolah dasar
Pendahuluan Pendidikan karakter dan budi pekerti sudah tidak lagi menjadi hal baru ditambah lagi dengan munculnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada tahun 2001 yang disertai dengan Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dari Balitbang Puskur Depdiknas. Dari buku pedoman tersebut, diharapkan semua bidang studi/mata pelajaran dapat untuk menggembleng budaya dan karakter bangsa. Tetapi kenyataannya tidak semua mata pelajaran bisa mengajarkan budaya dan karakter bangsa. Berkaca pada ketidakjelasan penerapan pendidikan karakter tersebut, maka harus ada metode baru. Pendekatan SAVI merupakan pendekatan pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra. Dengan kata lain
pendekatan ini menekankan bahwa semua siswa mempunyai potensi dan bakat serta kreativitas. Potensi dalam diri siswa harus dilatih dan dikembangkan. Untuk melatih dan mengembangkan potensi siswa, siswa harus mengalami sendiri kegiatan belajar, melakukan atau mendemonstrasikan makna kegiatan belajar tersebut, dan menggunakan kemampuan berpikirnya untuk melakukan tindakan. Menurut Meier (2005:91), pembelajaran dapat berlangsung secara efektif sekaligus atraktif apabila pembelajaran dapat melibatkan seluruh unsur SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual. Somatic adalah belajar dengan melakukan gerak dan perbuatan. Auditory adalah belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual adalah belajar dengan mengamati dan menggambarkan dan intellectual adalah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Dengan kata lain, pendekatan SAVI akan member manfaat dalam kegiatan pembelajaran apabila keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa pembelajaran. Berdasarkan pengamatan dan kenyataan yang ada, juga hasil wawancara dengan guru yang bersangkutan, selama ini pembelajaran tembang dolanan dalam mata pelajaran bahasa Daerah khususnya Bahasa Jawa masih sangat minim. Selain materinya yang kurang terkonsep dengan baik, minimnya media juga menjadi penghambat. Dalam pembelajarannya di kelas, guru kelas hanya mengajarkan materi tembang dolanan secara klasikal tanpa media apapun. Media sesederhana kertas manila atau karton pun tidak ada, guru hanya menulis lirik atau teks tembang dolanan di papan tulis, kemudian guru memberikan contoh dengan menyanyikan sekali saja tembang yang akan diajarkan, kemudian secara klasikal menyuruh anak untuk mengulangi dan terakhir diadakan tes yang tidak menyeluruh. Pembelajaran nembang dolanan melalui pendekatan SAVI di sekolah diharapkan dapat membantu siswa untuk mengenali diri dan lingkungannya, menerapkan dalam tata krama budayanya, menghargai potensi bangsanya, sehingga mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan dapat menemukan serta menggunakan kemampuan analisis dan imajinatif dalam dirinya. Berdasarkan hal-hal di atas, tulisan ini berupaya untuk mengajarkan karakter melalui bahan ajar berpendekatan SAVI khususnya pada materi tembang dolanan. Pendekatan SAVI sesuai pada materi tembang
dolanan karena dalam tembang dolanan, siswa diajak untuk bergerak (Somatik) menirukan gerakan yang ada pada lirik tembang dolanan, kemudian menembangkan kembali tembang dolanan yang didengar (Audio) dan dilihat (Visual) melalui VCD, dan terakhir mencari (Intektual) pesan-pesan yang terkandung di lirik tembang dolanan. Dalam setiap langkah tersebut terdapat pendidikan karakter yang dapat disisipkan ataupun diajarkan guru kepada siswanya. Selain itu juga untuk membantu guru meningkatkan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik bagi siswa. Kajian Pustaka Pendidikan Karakter Pendidikan karakter pada dasarnya adalah pendidikan budi pekerti dengan cara menanamkan nilai-nilai moral kepada siswa (Adipitoyo, 2008). Nilai-nilai moral tersebut menjadi norma atau aturan agama, hukum, susila, dan adat-istiadat dalam masyarakat. Budi pekerti mempunyai identitas berupa tingkah laku yang positif yang bisa berupa perbuatan, perkataan, perasaan, sikap, dan kepribadian.Dengan identitas yang tinggi tersebut, mengingatkan kita pada ajaran Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1930-an tentang langkah adiluhung. Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa langkah adiluhung itu terdiri dari adicipta, adikarsa, adirasa, dan adiraga. Dari ke-empat unsur itulah manusia seutuhnya dapat terukur, seperti tes ESQ yang sekarang ini sedang marak. Pendidikan karakter bertujuan untuk (1) mendukung kebiasaan dan tingkah laku siswa yang terpuji dan selaras dengan nilai-nilai universal serta tradisi budaya bangsa yang religius, (2) menanamkan jiwa pemimpin dan sikap
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
tanggung jawab sebagai generasi penerus bangsa, (3) memupuk mental kuat, tangguh, dan teguh sehingga tidak terjerumus dalam kejahatan secara individu maupun sosial, dan (4) meningkatkan daya kemauan untuk menghindari sifat-sifat tercela yang dapat merugikan diri-sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Fungsi pendidikan karakter ialah (1) pengembangan, yakni meningkatkan perbuatan terpuji pada siswa, (2) penyaluran, yakni membatu siswa yang mempunyai bakat tertentu supaya bisa berkembang dan berguna secara optimal selaras dengan budaya bangsa, (3) perbaikan, yakni memperbaiki segala kesalahan dan kekurangan tingkah laku siswa setiap harinya, (4) penjajakan, yakni upaya untuk menghindarkan siswa dari perbuatan negatif yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa, (5) pembersih, yakni sebagai pemebersih diri dari sakit hati seperti sombing, egois, iri, dengki, dan sebagainya, dan (6) penyaring, yakni menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti. Pendidikan karakter mempunyai nilai-nilai yang berkaitan dengan sikap dan perbuatan yang harus dimiliki siswa sebagai dasar untuk mewujudkan kepribadiannya. Nilai-nilai tersebut di antaranya (1) percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, (2) patuh terhadap ajaran agama, (3) mempunyai dan mengembangkan sikap toleransi, (4) dapat menghargai diri sendiri, (5) tumbuhnya disiplin diri, (6) mengembangkan etos kerja, (7) memiliki rasa tanggung jawab, (8) memiliki rasa keterbukaan, (9) dapat mengendalikan diri, (10) berfikiran positif, (11) mengembangkan potensi diri, (12) tumbuh rasa kasih sayang
terhadap sesama, (13) mempunyai kerukunan dan gotong royong, (14) memiliki rasa kesetiakawanan, (15) saling hormat-menghormati, (16) memiliki tata krama, (17) memiliki rasa malu atau segan, dan (18) tumbuhnya sikap jujur (Adipitoyo, 2008). Suherman (2011) menyebutkan nilai-nilai karakter juga ada 18, di antaranya: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab. Secara substansial, kedelapanbelas nilai berdasarkan dua pendapat di atas adalah sama, hanya saja istilah-istilah yang dipakai berbeda. Untuk itu, di sini akan diambil delapan belas nilai berdasrkan Suherman, karena dianggap lebih representatif dan bisa mewakili keseluruhan karakter. Secara teoritis, kedelapanbelas karakter bangsa tersebut di atas tidak sulit dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk dijelaskan definisinya oleh guru kepada peserta didik. Dengan satu atau dua kali pertemuan di dalam kelas guru dapat menjelaskan arti dan makna nilai karakter bangsa tersebut. Namun dalam tataran implementasi dalam sikap dan perilaku sehari-hari kedelapanbelas nilai karakter bangsa tersebut sungguh tidak mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Buku Ajar Siswa Berpendekatan SAVI pada Materi Tembang Dolanan Ketika belajar seorang siswa tidak hanya menggunakan kemampuan berpikir atau gerak saja, tetapi dalam belajar siswa dituntut untuk
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
menggabungkan kemampuan gerak dan berpikirnya. Gerakan fisik berkaitan dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra pada saat pembelajaran. Kegiatan yang menggabungkan 4 aspek tersebut menurut Meier (2002:91) disebut SAVI. Somatis (S) merupakan belajar dengan bergerak dan berbuat, A (Auditori) adalah belajar dengan berbicara dan mendengar. V (visual) adalah belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Sedangkan I (intelektual) belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Untuk memperoleh pemahaman lebih jelas tentang keempat cara belajar ini akan diuraikan lebih lengkap. “Somatis” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh—soma (seperti dalam psikosomatis). Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Jadi, belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis –melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Artinya ketika siswa belajar tidak hanya melibatkan otak saja dan tidak ada hubungannya dengan apa yang ada dibawahnya tetapi belajar itu seorang siswa memadukan atau melibatkan otak dan gerakan tubuh. Belajar somatis diperkuat dengan adanya penelitian neurologis yang telah membongkar keyakinan kebudayaan Barat yang keliru bahwa pikiran dan tubuh adalah dua entitas yang terpisah. Temuan mereka menunjukkan bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh. Intinya tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi pembelajar somatis itu secara tidak langsung adalah belajar yang menggabungkan antara gerak (melibatkan tubuh) dan intektual atau
otak mereka. Untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh, seyogyanya diciptakan suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Ketika mendengar suara guk-guk, dalam pikiran pasti yang terintas adalah sosok binatang berkaki empat, memiliki bulu, bisa dijadikan hewan peliharaan. Tidak mungkin yang ada dalam pikiran adalah hewan melata. Dari ilustrasi tersebut yang tergambar bahwa pembelajar auditori memperoleh informasi dengan cara mendengar. Dengan kata lain pembelajar auditori adalah pembelajar yang mendapat pemahaman dari kegiatan yang dilakukan secara lisan. Belajar auditori merupakan cara belajar standar bagi semua masyarakat sejak awal sejarah. Sebelum Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak pada 1440-an, kebanyakan informasi disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan. Epos, mitos dan dongeng dalam semua kebudayaan kuno disampaikan melalui tradisi lisan. Dengan kata lain pembelajar auditori mampu belajar dari suara, dari dialog, dari membaca keras, dari menceritakan kepada orang lain apa yang baru saja dialami, didengar atau dipelajari, dari bicara dengan diri sendiri dari mengingat bunyi dan irama. Belajar secara visual artinya belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Ketajaman visual lebih menonjol pada sebagian orang. Hal itu karena di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada indra yang lain. Pada dasarnya setiap
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
orang lebih mudah belajar jika mereka dapat melihat secara langsung objek yang dimaksud. Siswa akan lebih mudah memahami fungsi kendaraan, apabila siswa melihat secara langsung kendaraan yang dimaksud. Dalam kegiatan belajar, daya intelektual atau kemampuan berpikir seseorang sangat diperlukan. Anak tidak dapat memahami fungsi kendaraan apabila ia tidak mempunyai kemampuan intektual. Dapat diartikan bahwa intektual merupakan kegiatan yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalamandan menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman itu. Dengan kata lain intelektual adalah bagian diri yangmerenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi (partisipan dan nonpartisipan) dan wawancara mendalam. Instrumen utamanya adalah peneliti, sedangkan instrumen pendukungnya adalah pedoman wawancara. Alat rekam dan alat catat diposisikan sebagai alat bantu pengumpul data. Uji kesahihan data dilakukan dengan memperpanjang durasi pengamatan, ketekunan, ketelitian, dan trianggulasi. Analisis data dilakukan dengan model alir yang di dalamnya terdapat reduksi data, sajian data, verifikasi, dan penyimpulan. D. Hasil Penelitian Pendidikan karakter dalam buku ajar siswa berpendekatan SAVI pada materi tembang dolanan ini diklasifisikan berdasarkan 4 tahapan
dalam pendekatan SAVI, yakni somatik, auditori, visual dan intelktual. Di mana dalam setiap langkah ini ada beberapa karakter yang dapat diajrkan. Berikut ini uraian selengkapnya. Karakter dalam Langkah Pembelajaran Somatik (Ayo Obah!) Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis – melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Artinya ketika siswa belajar tidak hanya melibatkan otak saja dan tidak ada hubungannya dengan apa yang ada dibawahnya tetapi belajar itu seorang siswa memadukan atau melibatkan otak dan gerakan tubuh. Dalam belajar somatik pada materi tembang dolanan ini terdapat enam karakter, yakni disiplin, kerja keras, bersahabat/komunikatif, cinta damai, demokratis, dan tanggung jawab. Disiplin Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Implikasinya pada pembelajaran nembang dolanan dengan pendekatan SAVI adalah pada saat langkah pembelajaran somatik, yakni bergerak, siswa diajarkan untuk bergerak atau menari sesuai dengan irama dan juga peraturan yang sudah disepakati sebelumnya. Misalnya pada saat bermain jamuran, siswa harus menari dengan disiplin, dan tidak boleh menari sesuak hatinya. Kerja Keras Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Pada pembelajaran tahap ini, karakter kerja keras diwujudkan dengan usaha siswa untuk menarikan atau enirukan setiap
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
gerakan pada tembang dolanan. Misalnya pada tembang dolanan cublakcublak suweng, siswa yang bertindak sebagai pak empong harus bekerja keras untuk mencari di mana suweng atau batu kecil yang sedang disembunyikan oleh siswa lainnya. Bersahabat/komunikatif Bersahabat adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam hal ini, nampak pada kegembiraan siswa saat berkomunikasi dengan teman sekelasnya untuk mendiskusikan tugas menari yang sesuai dengan tembang dolanan. Semua gerakan pada tembang dolanan dilakukan secara bersama-sama dan diselingi dengan permainan-permainan, sehingga permainan ini membuat siswa menjadi lebih bersahabat dan juga bisa bekerja sama dengan baik. Cinta Damai Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Guru menciptakan suasana kelas yang damai, membiasakan perilaku warga kelas yang anti kekerasan, pembelajaran yang tidak bias gender, dan kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang. Dalam hal nembang dolanan ini, guru tidak membeda-bedakan jenis permainan yang sesuai untuk laki-laki ataupun perempuan, karena semua permainan pada tembang dolanan dimainkan secara bersama-sama tanpa membedkana gender. Demokratis Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dengan hak dan kewajiban orang lain. Implikasi di kelas yang berhubungan dengan pembelajaran tembang dolanan adalah
pada saat permainan cublak-ublak suweng, semua siswa baik laki-laki maupun perempuan, baik siswa yang pintar maupun yang kurang pintar, ataupun siswa yang kaya dan yang kurang mampu, semua berkesempatan sama untuk terpilih menjadi pemain pak empong. Begitu juga pada permainan jamuran, semua siswa bisa saja tertangkap saat permainan berlangsung. Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya pada tembang dolanan cublak-cublak suweng, siswa yang bertindak sebagai pak empong harus bertanggung jawab untuk mencari di mana suweng atau batu kecil yang sedang disembunyikan oleh siswa lainnya. Karakter dalam Langkah Pembelajaran Auditori (Ayo Ngrungokake!) Belajar auditori merupakan cara belajar standar bagi semua masyarakat sejak awal sejarah. Sebelum Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak pada 1440-an, kebanyakan informasi disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan. Epos, mitos dan dongeng dalam semua kebudayaan kuno disampaikan melalui tradisi lisan. Dengan kata lain pembelajar auditori mampu belajar dari suara, dari dialog, dari membaca keras, dari menceritakan kepada orang lain apa yang baru saja dialami, didengar atau dipelajari, dari bicara dengan diri sendiri dari mengingat bunyi dan irama. Dalam belajar auditori pada materi tembang dolanan ini terdapat tiga karakter, yakni mandiri, toleransi, dan rasa ingin tahu.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
Mandiri Mandiri adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Dalam hal ini, guru dapat menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri. Dalam kaitannya dengan pembelajaran nembang dolanan Jawa, guru memberikan tugas individu untuk menyimak setiap lirik yang diputar kemudian siswa secara mandiri juga mengerjakan soal yang berkaitan dengan tembang tersebut. Toleransi Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Contoh pembelajarannya pada materi tembang dolanan adalah siswa harus saling menghargai sesama teman. Pembelajaran dengan menyimak juga mengajarkan bahwa siswa diajrkan untuk selalu mendengarkan dengan baik, dan tanpa membea-bedakan siapa yang didengar. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. Dalam hal ini, guru dapat menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu. Pada saat menyimak tembang dolanan yang sedang diputar guru, siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang lirik maupun isi dari tembang tersebut. Karakter dalam Langkah Pembelajaran Visual (Ayo Ndeleng!) Belajar secara visual artinya belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak terdapat
lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Ketajaman visual lebih menonjol pada sebagian orang. Hal itu karena di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada indra yang lain. Pada dasarnya setiap orang lebih mudah belajar jika mereka dapat melihat secara langsung objek yang dimaksud. Siswa akan lebih mudah memahami fungsi kendaraan, apabila siswa melihat secara langsung kendaraan yang dimaksud. Dalam belajar visual pada materi tembang dolanan ini terdapat tiga karakter, yakni cinta tanah air, gemar membaca, dan peduli lingkungan. Cinta Tanah Air Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Pada pembelajaran nembang dolanan, saat siswa diajak guru untuk melihat video tentang indahnya al;am seperti pada tembang ilir-ilir, siswa diajak untuk selalu mencintai tanah airnya yang subur makmur. Gemar Membaca Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Selain melihat video tembang dolanan, siswa juga diajak untuk membaca lirik tembang dolanan yang ada pada buku ajar. Selain itu juga siswa juga membaca kisah-kisah yang terdapat pada tembang dolanan tersebut. Sehingga pada pembelajaran ini, siswa tidak hanya pasif menerima informasi dari guru saja, tetapi siswa juga aktif membaca untuk menggali informasi lebih mendalam.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
Peduli Lingkungan Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Setelah siswa diajak untuk melihat video tembang dolanan yang berisikan indahnya alam sekitar, maka siswa diajarkan pula untuk selalu peduli lingkungan sekitar. Karakter dalam Langkah Pembelajaran Intelektual (Ayo Mikir!) Dalam kegiatan belajar, daya intelektual atau kemampuan berpikir seseorang sangat diperlukan. Anak tidak dapat memahami fungsi kendaraan apabila ia tidak mempunyai kemampuan intektual. Dapat diartikan bahwa intektual merupakan kegiatan yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalamandan menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman itu. Dengan kata lain intelektual adalah bagian diri yangmerenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. Dalam belajar intelektual pada materi tembang dolanan ini terdapat dua karakter, yakni religius dan kreatif. Religius Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Saat mempelajari isi atau pesan yang terkandung dalam tembang dolanan, siswamenjadi lebih religius. Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Nilai ini bisa dibiasakan oleh guru dengan menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif, serta dengan pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi. Salah satu contoh pembelajarannya pada tembang dolanan adalah pada saat siswa disuruh untuk membuat gancaran tembang, siswa dituntut untuk kreatif dalam membuat imajinasi tentang lirik tembang dolanan tersebut sehingga dapat menhgasilkan karya yang bagus. PENUTUP Secara garis besar, selama proses pembelajaran tembang dolanan dengan menggunakan bahan ajar berpendekatan SAVI untuk siswa kelas IV SD di Karesidenan Madiun, maka siswa juga diajarkan tentang karakter. Selama proses pembelajaran, mulai dari pembelajaran somatik, siswa diajak untuk disiplin, kerja keras, bersahabat/komunikatif, cinta damai, demokratis, dan tanggung jawab, pada pembelajaran auditori siswa diajak untuk mandiri, toleransi, dan menambah rasa ingin tahu, pada pembelajaran visual siswa diajak untuk senantiasa cinta tanah air, gemar membaca, dan pedul lingkungan, dan pada pembelajarn intelektual siswa diajak untuk lebih religius dan kreatif. Karakter yang disebutkan pada setiap langkah pembelajaran SAVI tersebut hanyalah sebagian saja yang bisa diajarkan guru, masih banyak karakter lain yang bisa diajarkan tentunya dengan metode yang lebih menarik lagi. DAFTAR PUSTAKA
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PPKn III | 2017
Ahmadi dan Amri. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta : Prestasi Pustaka. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Pengembangan : Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Derektorat SMP, Derektorat jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas. Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas. Ibrahim,
Muslimin.2001. Model Pembelajaran Perangkat Menurut Jerolg E. Kemp & Thiagarajan. Surabaya: Faculty of Matematics and Science University Assosiates.
Meier, Dave.2002. The Accelerated Learning Handbook. Bandung: MMU (Mizan Media Utama).
Riduwan.
2003. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Peneltian. Bandung: Alfabeta.
Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Sitepu. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Bandung Rosdakarya. Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.