UPAYA PENINGKATAN KUALIFIKASI AKADEMIS DAN KOMPETENSI GURU AGAMA ISLAM PADA SEKOLAHSEKOLAH RSBI DI KOTA METRO Oleh Zainal Abidin* Abstract RSBI is project to empowering the of educational institution, especially in the medium grade school with international standart. Some students know that’s program have available for them to increasing their skills like any competitive advantages and comparative advantages, afther they graduated from teaching and learning process on the international standart school. But until now the establishment of many internationals school still have some problems, like in the funding, management, quality and the other problems . In Metro City that’s really problems so that many school especially in Islamic teaching or Islamic instructional, for religions teacher, RSBI is the challenge for the to increasing their competence, for example the problem of instructional comtptence because RSBI needs some aspect of teacher’s competence like the English language, and information technology. For Islamic teacher that is become the problem because they must be prepared them to be qualified theacher in international school. Key Word: RSBI and Religon instructional, academic competence and qualified of education. A. PENDAHULUAN Munculnya wacana sekolah-sekolah dalam taraf Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) merupakan sebuah fenomena menarik yang mengemuka dan menjadi bagian dari trend pendidikan di Indonesia pasca lahirnya Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.1 Kementerian Pendidikan Nasional dianggap sebagai pelopor pengembangan sekolah-sekolah unggulan yang berkelas internasional itu. Dengan kata lain, artikulasi dan komitmen yang kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran yang berkualitas menjadi tumpuan beribu
*Penulis adalah dosen STAIN Jurai Siwo Metro, E-mail:
[email protected]. 1 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta: Depag RI, 2006), h. 3 dan 56.
1
harapan masyaraka, dilekatkan pada pada Departemen Pendidikan Nasional tersebut melalui beberapa lembaga pendidikan “unggulan”. Namun sayangnya hingga saat ini format sekolah berstandar internasional masih terlihat mencari bentuk idealnya, di samping manajemen pelaksanaannya yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah sehingga terkesan masih sebatas slogan dan menjadi bagian dari promosi pendidikan.
Status RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional) sendiri secara ideal merupakan upaya rintisan sekolah yang pada akhirnya diorientasikan untuk menjadi SBI (Sekolah Berstandar Internasional). Dengan demikian puncaknya adalah terciptanya sekolah berkaliber atau bertaraf internasional. Secara ideal sekolah-sekolah tersebut diharapkan sudah bisa berkompetisi dengan lulusan sekolah lain negara-negara lain di luar negeri, atau katakanlah bisa “go internasional,” artinya bahwa dalam konsep globalisasi pendidikan, siswa yang bersekolah di sekolah internasional itu, bisa berasal dari beberapa negara asing, minimal negara-negara tetangga Indonesia di kawasan Asia Tenggara atau sebaliknya warga Negara asing bisa sekolah di sekolah-sekolah SBI di Indonesia. Secara kronologis munculnya wacana sekolah “unggulan” atau yang sekarang menjadi trend RSBI (Sekolah Berstandar Internasional) dan SBI, sebenarnya telah lama ada. Sekitar tahun 1980an, telah bermunculan “Sekolah Taruna nusantara” yang dipersiapkan sebagai sekolah yang mengkader calon pemimpin masa depan di bawah pengawasan
Departemen
Pertahanan
Nasional
RI.2
Sedangkan
di
lingkungan
Departemen Agama (Kementerian Agama RI) misalnya, pernah mengembangkan proyek madrasah-madrasah “unggulan” pada akhir tahun 1980-an hingga pertengahan 1990 an, yakni mengembangkan MAN-PK (Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus) yang tersebar di berbagai propinsi di Indonesia. Program ini dianggap sebagai “mercusuar” Kemenag RI untuk melestarikan tradisi intelektual Islam dan sebagai sarana pengkaderan ulama karena dianggap semakin langka pada masa itu. Namun sayang, seiring dengan
2
Mokhtar Bukhori, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 68.
2
berubahnya arus politik dan pergantian kebijakan pendidikan nasional, program tersebut tidak terdengar lagi kelanjutannya. Di kota Metro Lampung
ada beberapa sekolah berstandar internasional atau
katakanlah sekolah yang sedang dirintis menjadi sekolah bertaraf internasional, dari berbagai jenjang pendidikan yang ada. Ciri utama sekolah berstandar internasional tersebut adalah paling tidak sistem pembelajarannya berbeda dengan sistem pembelajaran konvensional,
misalnya
bahasa
pengantar
di
sekolah-sekolah
RSBI
tersebut
menggunankan bahasa Internasional yaitu bahasa Inggris. Kemudian sistem rekruitmen siswanya juga melalui seleksi yang ketat, karena kelas internasional jumlahnya terbatas. Sekolah-sekolah yang diproyeksikan sebagai sekolah RSBI kebanyakan berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, dan berstatus sebagai sekolah-sekolah negeri, antara lain SMPN 1 Metro, dan SMAN 1 Kota Metro. Bahkan SMPN 1 Metro masuk dalam peringkat 26 besar RSBI se-Indonesia dan SMPN 2 Bandar lampung masuk 17 besar RSBI se Indonesia.3 Permasalahan demi permasalahan kemudian muncul di sekolah-saekolah RSBI, antara lain berkenaan dengan kualifikasi dan kualitas SDM pengajar atau guru yang mengajar pada kelas khusus atau kelas ungulan tersebut. Karena secara ideal penyampaian dan pola pembelajarannya harus mengikuti standar internasional, termasuk penguasaan materi, bahasa asing sebagai pengantar pelajaran, serta teknologi dan akses informasi yang terbatas, dan tidak semua guru mempunyai kompetensi atau kapabilitas ideal tersebut, termasuk guru-guru agama di sekolah-sekolah berstandar internasional. Tentunya guru agama di sekolah-sekolah RSBI harus siap secara mental dan intelektual, untuk mengatisipasi trend tersebut, misalnya dengan merubah strategi pembelajaran agama Islam, yang pastinya berbeda dengan strategi pembelajaran di kelas-kelas konvensional, agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal, dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dengan demikian guru agama dituntut untuk
3
Harian Tribun Lampung, edisi 29 Maret 2010.
3
mampu menawarkan sekaligus mengaplikasikan strategi pembelajaran agama yang berkualitas, sesuai dengan kompetensi yang dimiliknya untuk mengimbangi kelas unggulan tersebut. Keberadaan RSBI di kota Metro Lampung sendiri merupakan tantangan tersendiri bagi guru agama sekaligus peluang untuk peningkatan kualifikasi dan kompetensinya sebagai guru agama yang professional. Kebanyakan yang menjadi fokus perhatian guruguru masih berkutat pada masalah kualifikasi akademik, karena adanya program “sertifikasi guru”. Walaupun demikian, menurut Kementerian Pendidikan Nasional, untuk mendirikan sekolah-sekolah RSBI, paling tidak, salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh sekolah tersebut harus mempunyai jumlah guru yang berpendidikan S2 (magister), minimal 10% untuk guru SD, 20% untuk SMP, dan 30% untuk SMA dari jumlah keseluruhan guru yang ada di masing-masing sekolah.4 Persyaratan itu tampaknya baru bisa dipenuhi oleh beberapa sekolah yang berstatus Negeri di beberapa daerah di Lampung. Oleh karena itu, dalam penelitian ini sangat menarik untuk mengetahui kualifikasi akademis dan upaya peningkatan kompetensi guru-guru agama Islam yang bertugas di sekolah-sekolah RSBI di kota Metro.
B. KAJIAN TEORI 1. RSBI dan Problematikanya RSBI adalah sekolah yang berorientasi pada peningkatan mutu lulusan yang kompetitif. Munculnya RSBI telah menimbulkan tanggapan yang Pro dan kontran. Anggota Komisi II DPRD Kota Metro, Nasrianto mengaku masih prihatin dengan sebagian besar manajemen komite sekolah yang berada di kota Metro. Terutama mereka yang menyandang SSN (Sekolah Berstandar Nasional) ataupun RSBI (Rintisan Sekolah Bersatandar Internasional). Sejauh ini , pada umumnya komite hanya memberikan
4
Lihat Harian Kompas Sekolah-Sekolah Berstandar Internasional: Di Persimpangan Jalan?, edisi 28 Mei
2009.
4
perhatian pada sarana dan prasarana pendidikan kepada tingkat satuan pendidikan. Sedangkan, peran lainnya seperti meningkatkan mutu layanan pendidikan, memberikan pertimbangan pada satuan pendidikan, memberikan arahan dan dukungan, serta memberikan pengawasan kepada satuan pendidikan belum dapat dilakukan secara penuh. Padahal semestinya peran komite sekolah adalah sebagai perwakilan orang tua murid di sekolah.5 Masih menurut anggota Komisi II DPRD Kota Metro Nasrianto Effendi, kondisi ini mengesankan komite sekolah bukanlah sebuah badan independen sebagai perpanjangan tangan orang tua murid dengan satuan pendidikan, melainkan hanya sekadar stempel. Juga belum mengarah pada konsep untuk meningkatkan mutu pendidikan.6 Lebih lanjut menurut Nasrianto, semestinya berdasarkan Kepmendiknas No. 044/U/2002, disebutkan secara tegas bahwa komite sekolah berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan langkah-langkah yang yang sudah dijelaskan sebelumnya, karena itu komposisi kenggotaan komite sekolah harus terdiri dari ahli pendidikan, wakil asosiasi guru, dan LSM peduli pendidikan. politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), ini menegaskan bahwa dengan terpenuhinya komposisi tersebut, maka setidaknya peran komite akan lebih kuat. 2. Problem Transparasi dan Akuntabilitas Sekolah Masalah lain
yang sering ditujukan pada RSBI mapun SSN,
yakni berkaian
dengan masalah transparansi dan akuntabilitas sekolah. Menurut politisi PKS tersebut, hal terpenting kini masih belum dapat dilakukan adalah masalah transparansi dan akuntabilitas sekolah. Transparasi baik dana maupun perekrutan anak didik menjadi penting bagi RSBI sebagai sekolah yang memiliki status unggulan . Sebab, selama ini yang sering menjadi pemicu ketidakpercayaan wali murid terhadap sekolah-sekolah “mahal” itu salah satunya karena kurang transparannya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan Harian TRIBUN Lampung, “Metro Region”, “ KOmite Sekolah Hanya Jadi Stempel”, edisi, 24 Agustus 2010. 6 Ibid. 5
5
oleh mereka. “ Ini sangat penting, agar kedepannya orang tua murid tidak bertanya-tanya lagi uang yang dimintakan kepada mereka , digunakan untuk apa. Jika sudah transparan, maka kami yakin para orang tua murid akan lebih percaya dengan sekolah itu”, tegas Nasrianto.7 Salah satu cara agar bisa akuntabel , kata Nasrianto, adalah diantaranya dapat dilakukan dengan menghitung total seluruh dana bantuan yang diterima. Lalu dana total dibagi dengan Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS). Jika memang terjadi kekurangan, barulah komite sekolah memikirkan untuk menutupinya, dan jika harus melibatkan orang tua murid, maka harus juga dipertimbangkan dengan kondisi keuangan mereka masing-masing.8 Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu diadakan evaluasi mengenai kualitas sekolah yang berstatus SSN dan RSBI secara berkelanjutan, terutama dikaitkan dengan visi kota Metro sebagai kota pendidikan. Di samping itu, alasan kuat lainnya adalah bahwa masa ujicoba
selama tiga tahun penyelenggaraan sekolah-sekolah
unggulan tersebut telah lewat. Dengan demikian evaluasi terhadap sekolah-sekolah RSBI maupun SSN mutlak dilakukan.Oleh karena itu menurut anggota DPR kota Metro, Nasrianto perlu diusulkan agar pembiayaan operasional SSN dan RSBI dimasukkan dalam APBD perubahan (APBDP) kota Metro tahun 2010 mendatang. Kemudian dilanjutkan dengan kriteria SDM guru yang mengajar di sekolah tersebut juga perlu diparhatikan mengingat ketersediaan SDM guru dipersyaratkan 20% harus magister S2.9 Serta tuntutan linearitas rumpun keilmuan yang menjadi latarbelakang pendidikan guru ketika S1 harus sesuai dengan bidang keilmuan ketika kuliah S2. Evaluasi krusial lainnya bisa ditujukan pada masalah penerimaan siswa baru. Menurut Nasrianto, selama tiga tahun terakhir dapat dilihat seberapa besar siswa yang diterima oleh RSBI pada jenjang berikutnya. Karena selama ini tidak ada jaminan siswa yang sekolah di SD RSBI misalnya, langsung bisa diterima di SMP RSBI dan seterusnya Ibid. Harian TRIBUN Lampung, “Metro Region”, edisi, 21 Juli 2010. 9 “Segera Evaluasi SSN-RSBI Metro”, dalam Tribun 21 Juli 2010 7 8
6
untuk melanjutkan di SMA RSBI. Seharusnya sekolah-sekolah tersebut sudah memiliki standar ideal. Di samping itu sekali lagi kata Nasrianto, perlu adanya transparansi dan akuntabilitas
dana bantuan dari APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kota, untuk
melengkapi sarana dan prasarana serta operasional sekolah.10 Di samping itu, dalam sistem rekruitmen siswa, harus dilakukan secara jujur dan proposional. Misalnya sistem penerimaaan siswa harus berdasarkan tes dan nilai prestasi tertinggi dalam UN, sehingga dapat menghilangkan kesan SBI hanya bagi orang kaya. Karena hal ini bisa menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan sosial. Hal ini bisa ditelusuri dalam beberapa media surat kabar yang menyatakan adanya kesenjangan dalam penerimaan siswa di RSBI terutama diprioritaskan bagi siswa dari keluarga menengah ke atas. Seperti harapan dari ketua Komisi B DPRD Kota Metro Megasari dan anggotanya Solehan, serta Supriadi Dharma. Menurut Komisi tersebut pelaksanaan program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di Metro dimintakan memberikan ruang bagi siswa tidak mampu yang memiliki potensi dan prestasi. Pihak sekolah selaku penyelenggra SBI ataupun RSBI diminta tidak menyamakan biaya pendidikan antara siswa miskin dan siswa dari kalangan ekonomi yang lebih mampu. Karena menurut Megasari, berdasarkan pengaduan wali murid, RSBI menarik biaya komite yang cukup mahal, pada saat masa penerimaan siswa baru atau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di RSBI.11 Evaluasi itu penting dilakukan karena untuk memantau kualitas pembelajaran yang dilakukan di sekolah-sekolah unggulan tersebut. Bahkan menurut rencana kementerian pendidikan Nasional, telah berencana mengevaluasi 1.100 sekolah RSBI di seluruh Indonesia, yang dimulai pada bulan Agustus 2010, sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Djalal ketika berada di Surakarta pada tanggal 20 Juli 2010.
10 11
Jika dalam Evaluasi nanti ditemukan
ada yang kurang baik,
Ibid. “Sekolah Harus Akomodasi Siswa Miskin” dalam Lampung Pos, edisi Selasa 8 Juni 2010.
7
pihaknya akan memberikan peringatan. Sedangkan yang baik, akan diteruskan menuju SBI (Sekolah berstandar Internasional).12 Untuk wilayah Lampung, perlu dikemukakan bahwa ada beberapa sekolah RSBI yang telah masuk dalam peringkat nasional ditinjau dari prestasi belajar berdasarkan hasil evaluasi dari 102 SMP RSBI se-Indonesia. SMPN 2 Bandar lampung misalnya, sebagai salah satu SMP RSBI di propinsi Lampung, mendapat peringkat 17 besar SMP Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Dengan kategori pelajaran Matematika dan IPA, dengan nilai baik. Kepala sekolah SMPN 2 bandar lampung, Sartono mengatakan dari evaluasi RSBI di Indonesia baik tingkat SMP, SMA dan SMK, hanya segelintir sekolah yang nilainya memuaskan. Bahkan SMPN 2 menurutnya merupakan satu-satunya sekolah di wilayah Sumatera yang masuk peringkat 17 besar dari 102 RSBI di Indonesia. Prestasi ini berada di bawah SMPN 2 Madiun Jawa Timur. Sedangakan untuk wilayah Metro, SMPN I kota Metro menempati peringkat 26, dibawah SMPN 49 Jakarta. Sartono manambhkan bahwa evaluasi terhadap sekolah yang berstatus RSBI sejak 2007 di kelahui bahwa pelajaran IPA memiliki nilai rata-rata 84,96 dan matematika 77,17. Penilaian itu dilakukan oleh tim dari Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mendikdasmen) pada tanggal 17 maret 2010. Tim ini juga berupaya memetakan kualitas sekolah yang ditunjuk sebagai RSBI. Salah satunya mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran mateematika, IPA, serta bahasa Inggris. Karena mata pelajaran tersebut menjadi pelajaran yang diujikan dalam UN (Ujian Nasional), dan banyak dikeluhkan oleh kebanyakan siswa dan guru di sekolah-sekolah.13 Meskipun demikian, problem-problem baru juga muncul ketika terjadi kasus misalnya bahwa tidak sedikit juga siswa-siswa yang bersekolah di RSBI yang justeru tidak lulus dalam event ujian nasional. Ini merupakan pukulan sekaligus tantangan pihak sekolah untuk memberikan jaminan bahwa siswa-siswa yang bersekolah di RSBI harus lulus 100% dalam UN (Ujian Nasional), karena jaminan itu penting untuk membuktikan 12 13
“Segera Evaluasi SSN-RSBI Metro”, dalam Tribun 21 Juli 2010 “SMPN 2 Masuk 17 Besar RSBI Se-Indonesia”, dalam Tribun, 29 Maret 2010.
8
kepercayaan masyarakat pada sekolah itu sesuai dengan label yang diberikan sebagai sekolah unggulan bertarf internasiona, maupun dari aspek pembiayaan yang cukup mahal. Paling tidak jerih paya orang tua dapat terbayarkan dengan prestasi nyata yang dihasilkan oleh menjamurnya RSBI. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Kondisi Obyektif Sekolah RSBI di Metro Kota Metro merupakan kota pendidikan di propinsi Lampung. Di kota tersebut terdapat beberapa sekolah dari berbagai jenjangnya, bahkan di antara sekolah-sekolah tersebut terdapat beberapa sekolah unggulan. Prestasi siswa-siswa sekolah-sekolah yang ada di kota Metro telah banyak mengukir prestasi baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. Oleh karena itu di wilayah propinsi Lampung, Metro menjadi pusat perhatian orang tua, untuk menyekolahkan anaknya. Saat ini di kota Metro sekolah-sekolah yang ada dapat dipetakan menjadi dua jenis sekolah. Pertama, Sekolah Berstandar Nasional (SSN), yang berjumlah 8 buah, dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas. Di antara sekolah SSN di kota Metro adalah SDN 2, SDN 3, SDN 4, SDN 5, SMPN 2, SMPN 5, SMPN 6 dan SMPN 7. Kedua, Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), yang berjumlah 4 Sekolah, dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas. Di antara sekolah RSBI tersebut adalah SDN I, SMPN I, SMPN 4, dan SMAN I.14 Sejak digulirkannya RSBI dan SSN tahun 2006, terdapat beberapa masalah antara lain adalah masalah hilangnya kucuran dana operasional dari pusat bagi SSN. Padahal dana tersebut tidak dianggarkan oleh Pemprov maupun pemkot. Sehingga perlu dicarikan jalan keluar untuk mengganti kucuran dana bagi sekolah-sekolah tersebut. Hingga kini masalah tersebut belum tertangani secara maksimal. Sementara sekolahsekolah unggulan tersebut harus tetap beroperasi sesuai dengan standar nasional pendidikan. Sumber dari Harian TRIBUN Lampung, “Metro Region”, “Segera Evaluasi SSN-RSBI Metro”, edisi, 21 Juli 2010. 14
9
Secara nasional kemunculan RSBI sendiri telah menuai beberapa kritikan baik yang bersifat konstruktif maupun kritik yang pesimistis.
Di antara kritikan yang
membangun dikemukakan oleh pengamat pendidikan Universitas Sebelas maret Solo, Ravik Karsidi yang mengingatkan pemerintah untuk tidak mudah mengeluarkan izin sekolah berstatus rintisan sekolah berstandar internasional dan sekolah berstandar internasional. Menurutnya RSBI maupun SBI jangan hanya dijadikan label, tetapi juga harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Saat ini banyak orang tua yang mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah hanya karena melihat label RSBI dan SBI, padahal belum tentu sekolah tersebut benar-benar berkualitas internasional. Bahkan banyak sekolah RSBI yang siswanya tidak lulus UN (Ujian Nasional) semestinya anak yang masuk sekolah ini bisa lulus. Oleh karena itu, menurut Ravik perlu adanya evaluasi terhadap RSBI maupun SBI.15 Lebih Lanjut menurut Ravik Karsidi, pemerintah harus lebih ketat memberikan status RSBI dan menaikkannya menjadi SBI. Selain itu sekolah dengan status RSBI dan SBI saat ini juga harus dibenahi mulai dari input, proses, hingga out put, sehingga dengan jumlah RSBI dan SBI yang ada dirasakan sudah cukup. Oleh karena itu, pembenahan sistematik, seharusnya sejak awal dilakukan misalnya dalam awal masa perekrutan calon siswa dilakukan secara online tidak seperti saat ini. Karena dengan system online, siswa yang direkrut akan lebih ketat.16 Walaupun keberadaan RSBI maupun SBI mendapat kritikan akibat banyaknya permasalahan yang dihadapinya. Tetapi menurut Ravik Karsidi, sebenarnya keberadaan RSBI maupun SBI sangat dibutuhkan agar bisa bersaing dengan negara lain. Tetapi hal itu harus diimbangi dengan kualitas yang berstandar internasional juga. Seperti keberadan laboratorium, guru-guru yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris, serta memiliki fasilitas penunjang lain yang berkualitas. Maka, dengan demikian biaya untuk bisa sekolah di RSBI dan SBI, menjadi sangat mahal, dengan catatan ada peningkatan mutu sarana, dan prasanan serta tenaga pengajarnya. Sehingga mutu sekolah-sekolah tersebut 15 16
“Jangan Mudah Izinkan RSBI”, dalam Lampung Post, Edisi, 27 Mei 2010. Ibid.
10
lebih baik dibanding sekolah-sekolah regular. Kalau sama berarti tidak ada bedanya sekolah regular dengan RSBI.17 Sejatinya keberadaan RSBI maupun SBI telah lama dirintis, banyak lembaga pendidikan yang justeru dikelola oleh pihak swasta telah berhasil menorehkan prestasi internasional. Dalam beberapa kali ajang kompetisi internasional di bidang matematika dan sains, siswa yang mewakili Indonesia di ajang internasional itu justeru kebanyakan dari lembaga pendidikan swasta, terutama yang dikelola oleh orgaisasi misi Kristen. Sedangkan untuk sekolah-sekolah pemerintah ataupun sekolah yang dikelola umat Islam belum menonjol di bidang itu. Kecuali beberapa sekolah yang dikelola oleh yayasan pondok pesantren seperti pesantren modern Gontor dengan program unggulan penguasaan bahasa Arab dan Inggris sebagai intinya dalam pengkajian ilmu-ilmu keislaman. Program sekolah-sekolah unggulan harus didukung penuh oleh kualitas SDM, Sumber dana yang besar dan tentunya dukungan masyarakat luas. Tanpa dukungan tersebut mustahil RSBI akan berhasil. Hal ini terbukti karena selama ini RSBI hanya terdapat pada sekolah-sekolah Negeri atau sekolah yang didirikan dan dikelola oleh pemerintah. Apabila proyek ini berhasil maka akan mendongkrak status beberapa sekolah negeri, tetapi sebalikknya jika proyek ini gagal maka yang akan dipertaruhkan adalah kewibawaan pemerintah sekaligus lembaga pendidikan negeri yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Oleh karena itu, pemerintah juga harus memperhatikan dan mendukung sekolahsekolah swasta yang memang memiliki potensi untuk berkembang menjadi RSBI, di masa mendatang. Kasan yang berkembang seakan-akan RSBI hanya milik pemerintah. Sementara lembaga pendidikan swastabelum berhak menyandang gelar atau lebel RSBI atau SBI. Padahal, banyak lembaga pendidikan swasta yang mempunyai potensi menjadi sekolah-sekolah unggulan, dan ini harus diperhatikan oleh pemerintah bukan malah
17
“Jangan Mudah Izinkan RSBI”, dalam Lampung Post, Edisi, 27 Mei 2010.
11
mewaspadai sekolah berlabel internasional sawasta misalnya. Karena itu
dapat
menimbulkan problematika diskriminasi dalam dunia pendidikan. Memang pengawasan tetap harus diperhatikan bukan hanya pada swasta, tetapi juga pada sekolah-sekolah negeri yang menyelenggarakan proyek RSBI. 2. Peningakan Kualitas Kompentesi dan Kualifikasi Guru PAI Peningkatan kualitas guru termasuk guru PAI (Pendidikan Agama Islam) juga tidak bisa dilepaskan dalam perspektif operasional RSBI ataupun SBI. Hal ini bisa dimaklumi karena RSBI maupun SBI masih cukup muda usianya, dan masyarakat semakin kritis dalam menilai keberadaan sekolah-sekolah tersebut. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) meminta agar masyarakat waspada dan tidak terkecoh dengan keberadaan sekolah internasional yang menjamur. Sebab kriteria yang jelas antara sekolah internasional (SI) dengan sekolah berstandar internasional (SBI) telah ditetapkan secara jelas. Guru agama sangat penting dalam proses pembelajaran agama, untuk membentengi siswa dari perbuatan yang bertentangan dengan norma agama. Jangan sampai terjadi peningkatan kualitas intelektual semata di RSBI, tetapi kualitas keimanan atau kualitas spiritual terabaikan. Oleh karena itu guru-guru agama Islam di sekolah RSBI juga harus diberdayakan secara maksimal, tentunya dengan pembekalan khusus bagi guru yang mengajar di kelas-kelas intenasional tersebut. Misalnya dengan memberikan keterampilan bahasa dan penggunaan teknologi informasi. Kualitas guru-guru agama Islam di sekolah-sekolah RSBI sangat penting, karena RSBI juga mensyaratkan bahwa minimal pendidikan guru yang bertugas di RSBI harus berpendidikan S2. Hal ini disebabkan guru yang mengajar di RSBI harus mengantisipasi perkembangan trend pendidikan yang berbasis pada penguasaan bahasa internasional dan teknologi informasi. Di samping itu, kondisi masyarakat juga semakin cerdas, setiap saat masyarakat sebagai stakeholders akan menanyakan tentang pelaksanaan pendidikan dan kaualitas RSBI di kota-kota yang mengadakan program RSBI. Hal ini berkaitan
12
dengan fungsi pendidikan dalam melayani masyarakat dalam konteks pengembangan pendidikan secara nasional. Jika kualitas guru agama Islam meningkat, maka keberadaan RSBI menjadi sangat kuat karena guru agama memainkan peran yang besar dalam mengimbangi tantangan yang berifat mental yang dihadapi oleh siswa sekolah unggulan. Jadi sudah sewajarnya jika guru agama Islam yang bekerja di sekolah RSBI juga ditingkatkan mutunya untuk menghadapi tantangan profesionalitas yang harus dimiliki oleh guru agama Islam, ketika semua guru dituntut untuk meningkatkan profesionalitasnya. Dengan demikian, maka akan terdapat keseimbangan kompetensi yang dimiliki oleh guru-guru yang bertugas pada sekolah-sekolah RSBI tersebut secara merata. Artinya bahwa guru agama Islam juga harus diperlakukan sama dengan guru bidang studi lainnya dalam penguasaan iptek pembelajaran yang berbasis teknologi informasi ataupun di bidang penguasaan bahasa Asing. Di kota Metro, keberadaan RSBI telah menarik perhatian masyarakat. Hal ini wajar karena sesuai dengan namanya sekolah-sekolah RSBI tampaknya menjadi harapan yang sangat besar bagi masyarakat kota Metro. Di samping itu sejak lama kota Metro merupakan kota yang bervisi sebagai kota pendidikan, dan menjadi barometer pendidikan di wilayah Propinsi Lampung. Banyak pelajar atau mahasiswa dari daerahdaerah di propinsi itu yang melanjutkan studi di kota pelajar tersebut. Dari aspek pendidikan, hampir semua jenjang pendidikan ada di kota Metro. Dari perspektif ini juga mengindikasikan akan keragaman latar belakang masyarakat yang ada di kota Metro. Sekolah-sekolah juga bermacam-macam jenisnya, ada kawasan “kampus” yang merupakan kawasan yang dipenuhi oleh beberapa lembaga pendidikan, dan sangat hidup pada jam-jam pelajaran. Hal ini dapat dijadikan tolak ukur bahwa pendidikan di kota Metro menjadi semacam komoditas yang menggairahkan karena banyaknya usaha-usaha yang dikembangkan guna mendukung proses pencapaian kota sebagai kota “pendidikan” di wilayah Lampung. Apalagi dengan munculnya trend sekolah-sekolah berstandar
13
internasional di kota Metro, sama dengan kota-kota pelajar lainnya yang ada di Indonesia misalnya kota Yogyakarta, Depok, Malang dan sebagainya. Wakil Mendiknas, Fasli Djalal mengatakan pelayanan pendidikan setidaknya harus memenuhi standar minimal pendidikan (SPM). Di atas itu, pendidikan harus memenuhi standarisasi nasional pendidikan (SNP) seperti diamanatkan dalam PP No. 19/2005, dengan begitu lanjut Fasli Djalal, di atas SNP, ada sekolah yang pelayanannya bersatndar internasional (SBI). Begitu juga sesuai dengan amanat UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah membuat proyek Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Beberapa daerah sekolahnya ditunjuk untuk melaksanakan proyek itu. Baik sekolah negeri mapun swasta. Program ini dimulai sejak tahun 2006 dan akan berlangsung lima tahun, setelah itu diharapkan sudah menjadi SBI. Harapan dari SBI adalah agar kompetensi lulusan, kurikulum, proses pembelajaran, SDM (guru-guru), fasilitas, manajemen pembiayaan, dan penilaian berstandar internasional. Indikatornya sangat banyak dan diatur jelas dalam UU. Sekolah yang menyandang RSBI resmi ditunjuk pemerintah. Pemerintah telah mengeluarkan SK bagi sekolah yang ditunjuk sebagai SBI.18 Yang perlu diwaspadai dari berkembangnya RSBI dan sekolah berstandar Internasional (SBI) adalah berkembangnya sekolah-sekolah
internasional di kota-kota
besar yang dikelola oleh swasta. Pertama, adalah sekolah-sekolah internasioal yang didirikan oleh lembaga Asing. Sekolah inilah yang diatur dalam PP No. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Semangat didirikannya sekolah-sekolah tersebut tegas Fasli Djalal, harus bersifat nirlaba. Jika nanti ada kelebihan biaya operasionalnya harus dikembalikan untuk kepentingan pendidikan. Sebab apabila tidak, maka sanksi pidana bakal diberlakukan karena dianggap menyalahi aturan yang tegas. Secara realitas, sebelumnya sekolah ini tidak menerima WNI. Namun sekarang wajib memberi kuota sekitar 30% untuk siswa Indonesia. Kedua, Persoalannya saat ini adalah sekolah-sekolah swasta yang tergolong sekolah standar nasional (SSN) plus yang diklaim
18
“Waspadai Sekolah Internasional” dalam Radar Lampung, edisi Jumat 12 Maret 2010.
14
pemiliknya sebagai sekolah internasional. Banyak sekolah yang sejatinya belum memiliki standar internasional, namun berani mencantumkan label sekolah internasional, hanya karena
kurikulumnya
berusaha
menyamakan
dengan
kurikulum
internasional.
Kenyataannya lanjut Fasli Djalal, sekolah-sekolah model ini juga menjamur di berbagai daerah, maka sekolah-sekolah ini yang akan dibenahi, dengan meminta pemda mengkaji izin dan statusnya.19 Mengingat permasalahan yang kompleks tersebut maka diperlukan antisipasi dengan mempersiapkan SDM yang unggul dalam pengelolaan RSBI terutama SDM gurugurunya. Dalam penelitian ini fokus kajiannya adalah upaya peningkatan kualitas kompetensi dan kulaifikasi guru-guru agama yang bertugas di beberapa sekolah-sekolah RSBI di kota Metro Lampung. Secara faktual keberadaan sekolah RSBI di kota Metro berjumlah 4 sekolah. Saat ini di kota Metro sekolah-sekolah yang ada dapat dipetakan menjadi dua jenis sekolah. Pertama, Sekolah Berstandar Nasional (SSN), yang berjumlah 8 buah, dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas. Diantara sekolah SSN di kota Metro adalah SDN 2, SDN 3, SDN 4, SDN 5, SMPN 2, SMPN 5, SMPN 6 dan SMPN 7. Kedua, Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), yang berjumlah 4 Sekolah, dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas. Di antara sekolah RSBI tersebut adalah SDN I, SMPN I, SMPN 4, dan SMAN I.20 Berdasarkan data tersebut dapat di buatkan tabel sebagai berikut: Tabel tentang Sekolah RSBI di Kota Metro Pada tahun 2010 No
Sekolah RSBI
1.
SDN 1, SMPN
Sekolah SSN ---
Jumlah 4 buah
1, SMPN 4, dan SMAN 1 Ibid. Sumber dari Harian TRIBUN Lampung, “Metro Region”, “ Segera Evaluasi SSN-RSBI Metro”, edisi, 21 Juli 2010. 19 20
15
2.
---
SDN 2, SDN 3, 8 buah SDN 4, SDN 5, SMPN 2, SMPN, 5, SMPN 6, dan SMPN 7.
Upaya peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru-guru di sekolah-sekolah RSBI di kota Metro secara bertahap telah dilakukan termasuk kualifikasi dan kompetensi guru PAI yang bertugas di sekolah-sekolah unggulan tersebut. Berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah masing masing sekolah yang berlabel RSBI di kota Metro mengindikasikan kesiapan SDM guru-guru masih terkendala dengan „keterbatasan biaya” untuk melanjutkan sekolah bagi guru-guru, terutama dalam mengejar target minimal kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan bagi semua sekolah RSBI di kota itu. Persyaratan kualifikasi pendidikan guru-guru di sekolah RSBI itu adalah 10% untuk SD RSBI, guruguru yang mengajar di sekolah tersebut harus berpendidikan S2, untuk tingkat SMP dipersyaratkan minimal kualifikasi pendidikan guru di jenjang SMP adalah sebesar 20% berpendidikan S2 dari total guru yang mengajar di SMP RSBI, dan untuk jenjang SMA RSBI, maka jumlah minimal kualifikasi pendidikan guru sebesar 30% berpendidikan S2 dari keseluruhan guru yang ada.21 Di SDN I Metro pusat sebagai satu-satunya RSBI tingkat SD yang ada di kota Metro, masih relatif cukup muda usianya sebagai sebuah Rintisan Sekolah berstandar Internasional. Menurut kepala sekolah SDN I Yuliana, S.Pd, secara faktual SDN I Metro pusat baru mendapat status RSBI pada tahun 2008 lalu, dan baru membuka kelas Internasional pada Tahun pelajaran 2009/2010 sebanyak 3 Kelas, begitu juga dengan angkatan kedua Tahun pelajaran 2010/2011, juga menerima 3 kelas RSBI. Salah satu program unggulan di SDN I Metro Pusat dalam kelas RSBI adalah diberikannya pelajaran Wawancara dengan Dra. Yuliana, Kepala sekolah SDN 1 Metro Pusat salah satu RSBI di kota Metro tanggal 8 Agustus 2010. 21
16
Bahasa Inggris, Mandarin, dan Jepang. Kemudian di kelas unggulan juga diberikan materi pelajaran ICT. Namun untuk memenuhi kualifikasi jenjang pendidikan 10% guru yang mengajar di RSBI SD belum tercapai, termasuk kualifikasi akademik guru Agama di kelas RSBI di sekolah tersebut.22 Dalam perspektif profesionalisme keguruan hampir semua guru-guru di SDN I Metro pusat sudah berpengalaman, karena mereka pada umumnya telah mengajar di tempat itu puluhan tahun. Kecuali guru-guru muda yang mempunyai keterampilan khusus seperti guru ICT, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Jepang, meskipun masih terbilang mudah tetapi dalam proses rekruitmennya dilakukan secara selektif berdasarkan kualitas yang mereka miliki. Khusus guru Agama Islam di SDN I Metro Pusat berjumlah 5 orang guru agama, ditambah 1 guru yang diperbantukan, jadi total guru agama yang mengajar di SDN I sebanyak 6 orang guru agama. Di antara guru gama tersebut ada 2 orang yang sudah lulus sertifikasi. Untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru agama menurut kepala sekolah SDN I, para guru agama Islam sering mengikuti pelatihan, workshop,
seminar,
symposium,
dan
lain-lain
yang
bertujuan
meningkatkan
profesionalisme mereka. Pada umumnya mereka masih berkualifikasi akademik atau lulusan program S1, dan di masa mendatang akan diusahakan agar para guru agama bisa melanjutkan studi ke jenjang S2.23 Untuk jenjang SMP yang bertaraf RSBI di Kota Metro ada dua SMP yaitu SMPN I dan SMPN 4. Namun yang menjadi obyek penelitian ini hanya SMPN I, maka peneliti melakukan penelitian pada SMPN I saja. Dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2008 dengan wakil kepala sekolah bidang Kesiswaan, Sudarsono, S.Pd, dinyatakan bahwa status RSBI di SMPN I Metro telah mulai sejak tahun 2006. Bahkan sekarang –pada tahun 2010--telah meluluskan siswa dari kelas internasional tersebut. Hingga saat ini kelas RSBI di SMPN I tersebar pada kelas VII, dan Kelas VIII. Masing-
22 23
Ibid. Ibid.
17
masing kelas jumlah siswanya sebanyak 28 orang. Untuk kelas VII sebanyak 5 kelas, begitu juga dengan kelas VIII terdiri dari 5 kelas.24 Guru agama Islam di SMPN I Kota Metro sebanyak 4 Orang sudah tersertifikasi dan guru agama Khatolik 1 orang. Tetapi secara edukatif mereka belum ada yang bergelar Magister (S2), untuk meningkatkan mutu profesionalisme guru agama yang mengajar di kelas RSBI diberikan kursus-kursus bagi guru agama dan guru bidang studi lainnya yaitu kursus bahasa Inggris dan teknologi informasi.
Hal ini disebabkan karena tuntutan
standar RSBI harus menggunakan bahasa dua bahasa pengantar yaitu Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Di samping itu pada kelas RSBI di SMPN I Metro, juga diajarkan keterampilan bahasa Asing dengan memberikan pelajaran bahasa Asing selain bahasa Inggris, antara lain bahasa mandarain, Jepang, Arab, dan Perancis. Oleh karena itu di SMPN I guru bahasa Asingnya cukup banyak.25 Mengenai pendanaan ungkap Sudarsono, sama dengan dengan RSBI lainnya di kota Metro, diperoleh dari pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemkot dan Komite sekolah. Sedangkan mengenai kurikulum diselenggrakan berdasarkan KTSP yang bermuatan
internasional. Untuk meningkatkan kualifikasi guru sesuai target standar
minimal kualifikasi akademik minimal 20% guru di RSBI berpendidikan S2, maka akan diupayakan menyekolahkan guru-guru di kelas RSBI pada jenjang S2, termasuk tentunya guru-guru agama Islam. Sedangkan untuk jenjang pendidikan SMA sekolah RSBI di kota Metro adalah SMAN I Metro. Dalam wawancara dengan Kepala Sekolah SMAN I Bapak Drs. Suwahab, dan Drs. Agus Supriyono wakil sekolah SMAN I, diperoleh informasi bahwa SMAN I Kota Metro telah membuka kelas RSBI pada tahun 2006/2007 sebanyak 1 kelas dan telah
24 25
Wawancara dengan Sudarsono, S.Pd, Waka Bidang kesiswaan SMPN I Kota Metro. Ibid.
18
lulus semua, dan sekarang status RSBI di SMAN I telah dinaikkan menjadi SBI (Sekolah Berstandar Internasional), seluruh kelas sekarang sudah dalam kategori kelas-kelas SBI.26 Mengenai profesiobnalisme guru agama Islam dilakukan secara serius dengan mengedepankan 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru-guru yang mengajar di SMAN I Metro, yaitu kompetensi pedagogis, teknologi, bahasa asing dan kompetensi sosial. Hal ini dilakukan karena tuntutan masyarakat dan tuntutan profesi keguruan yang ditujukan pada kelas-kelas RSBI dan SBI, standar minimalnya adalah menguasai IT dan Bahasa Asing. Khusus di SMAN I Metro pembelajaran bidang studi tersebut secara integral selalu diajarkan di samping bidang studi lainnya. Bahasa asing yang diajarkan di SMAN I kota Metro sekarang terdiri dari bahasa Inggris, Jepang, dan bahasa Arab. Mengenai kualifikasi akademik, guru-guru di SMAN I Kota Metro beragam, sebagian sudah ada yang lulusan S2 bahkan ada beberapa guru yang sedang menyelesaikan program S3. Untuk guru agama berjumlah 3 orang guru. Dua di antaranya sudah lulus sertifikasi dan yang satu belum karena masih baru. Pada umunya guru agama di SMAN I hingga saat ini belum ada yang berpendidikan S2, dan di masa mendatangkan akan diprogramkan agar guru yang mengajar di sekolah tersebut bisa melanjutkan ke jenjang S2.27 Berdasarkan wawancara dan survey yang dilakukan oleh peneliti pada sekolahsekolah RSBI di kota Metro mengindikasikan bahwa secara professional kompetensi guruguru di sekolah-sekolah unggulan tersebut sudah cukup baik dipersiapkan. Namun dalam konteks kualifikasi pendidikan guru-guru agama Islam masih belum banyak memenuhi standar minimal sebagaimana yang dipersyaratkan bagi guru-guru di kelas RSBI.
Di masa yang akan datang sekolah-sekolah RSBI di kota Metro akan
diselenggarakan dengan standar yang lebih ketat lagi yakni memenuhi kualifikasi akademik pendidikan guru akan diperhatikan dengan pertimbangan bahwa latarbelakang Wawancara dengan Bapak Drs Suwahab, Kepala SMAN I Metro, dan Bapak Drs. Agus Supriyono, Waka Bidang Kurikulum pada tanggal 24 Agustus 2010. 27 Ibid. 26
19
pendidikan guru juga menjadi persyaratan penting bagi guru yang bertugas di sekolahsekolah unggulan. Kemudian, kompetensi bahasa Asing juga sangat diutamakan, termasuk keterampilan penguasan ICT. Dengan demikian guru-guru agama yang bertugas di sekolah-sekolah ungggulan RSBI maupun SBI termasuk harus menyesuaikan diri dengan pola perkembangan pendidikan yang menuntut mereka untuk professional agar dapat bersaing dengan guru-guru lainnya. Dalam perspektif ini, pendidikan berarti sangat mengutamakan kualitas dan kompetisi untuk mengahsilkan lulusan yang berdaya saing bagi kemajuan bangsa. Di samping, kebijakan internal sekolah yang menyandang status RSBI untuk meningkatkan kompetensi profesionalitas dan kualifikasi akademik guru di sekolah unggulan tersebut, termasuk guru agama Islam, tentunya. Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan (LPTK) guru agama seperti STAIN, IAIN dan PTAIS harus mempersiapkan sumberdaya manusia yang memadai agar siap ditugaskan dan mengimbangi perubahan dan tuntutan masyarakat dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas. Di STAIN Jurai Siwo Metro misalnya, sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam negeri, sebenarnya memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan professional yang berkualitas terutama pada jurusan Tarbiyah, karena di jurusan tersebut kualitas guru agama Islam sangat penting. Hal ini disebabkan jurusan Tarbiyah merupakan ujung tombak dalam mendidik dan mempersiapkan tenaga guru agama Islam yang kompeten dan professional. Untuk
mengatisipasi
trend
berkembangnya
sekolah-sekolah
bersatandar
internasional, STAIN Jurai Siwo Metro, harus melakukan pembenahan kurikulum dan meningkatkan SDM yang mengajar guna mengimbangi tuntutan masyarakat dan agar guru-guru agama Islam, lulusan dari STAIN terbukti memang dapat diandalkan atau “siap pakai” sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di samping itu, dalam perspektif pembaruan kurikulum perlu ditekankan sejumlah keterampilan yang harus dimililiki oleh guru agama Islam sebagaimana kompetensi yang dipersayaratkan dalam UU No.14 tahun 2005. Terutama kompetensi profesional, dengan menambahkan kompetensi dibidang
20
pengusaan bahasa Asing yakni bahasa Inggris, begitu juga dengan bahasa Arab, serta mengajarkan teknik dan media pembelajarajan mutakhir yang berbasis ICT. Dengan semangat untuk perbaikan kualitas SDM pada sekolah-sekolah RSBI menuntut pengelola perguruan tinggi Islam negeri tersebut untuk lebih pro-aktif dalam mencipkatan peluang dan terobosan guna perbaikan mutu lulusan yang dihasilkan oleh STAIN Jurai Siwo di masa yang akan datang. Termasuk dalam kaitan ini adalah upaya memenuhi kualifikasi pendidikan minimal guru agama Islam di sekolah-sekolah RSBI yang mensyaratkan minimal berpendidikan S2. Secara faktual, di STAIN Jurai Siwo telah membuka Program pascasarjana/S2 PAI (Pendidikan Agama Islam) yang merupakan upaya peningkatan kualitas sekaligus kualifikasi guru-guru agama yang bertugas di sekolah-sekolah RSBI. Paling tidak upaya peningkatan itu mulai dirintis secara bertahap, dan sesungguhnya bukan hanya untuk memnuhi tenaga professional guru agama Islam yang bertugas di RSBI saja melainkan juga dipersiapkan untuk tenaga dosen dan SDM yang berkualitas yang siap bertugas di instansi manapun, baik swasta maupun negeri. D. Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai hasil riset yang telah dilakukan; Pertama, bahwa kemunculan RSBI maupun SBI di Indonesia merupakan implikasi logis dari sejumlah regulasi di bidang pendidikan pasca era reformasi terutama lahirnya undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, yakni UU No. 20 tahun 2003, serta munculnya peraturan pemerintah tentang Standar nasional Pendidikan. Kedua, Lahirnya RSBI memunculkan banyak problem, permasalahan tersebut banyak disebabkan oleh kecurigaan yang berlebihan dari masyarakat terhadap RSBI terutama menyangkut biaya mahal yang harus dikeluarkan untuk masuk sekolahsekolah RSBI, hingga kualitas pendidik atau guru yang bertugas di sekolah-sekolah unggulan tersebut. Ketiga, Khusus mengenai kompetensi profesional dan kualifikasi akademis guru-guru agama Islam atau guru PAI di sekolah-sekolah RSBI di kota Metro, dari jejang pendidikan dasar SD, dan pendidikan menengah SMP dan SMA masih belum
21
maksimal terutama dikaitkan dengan persyaratan minimal kualifikasi guru RSBI yang mempersyaratkan guru harus berpendidikan S2. Walaupun secara faktual seluruh RSBI di kota Metro adalah sekolah Negeri yang terkenal, tetapi hingga kini kritikan terhadap keberadaan RSBI di media maupun dari masyarakat menjadi masalah yang menarik. Akan tetapi menurut pengakuan kepala sekolah RSBI di kota Metro secara professional guru yang mengajar di RSBI sudah sangat profesional, karena pengalaman dan rekruitmennya dilakukan dengan standar yang ketat, dan pemberian bekal berupa kompetensi profesional mereka misalnya dengan mengirim guru agama Islam mengikuti sejumlah pelatihan teknologi informasi dan melatih guru untuk bisa menerapkan dua Bahasa Asing. Kemudian untuk memenuhi kualifikasi akademis guru sudah mulai dilakukan terobosan untuk mempersiapkan guru agar bisa melanjutkan ke jenjang S2. Keempat, bahwa bagaimanapun juga menjamurnya RSBI di Indonesia, dan khususnya di kota Metro harus tetap diapresiai dengan baik dan bijak, karena itu merupakan ikhtiar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Walaupun masih terlihat menimbulkan polemik tetapi untuk progresitas pendidikan yang lebih baik harus dimulai sekarang, dan kebijakan tersebut harus transparan dan tetap mengedepankan mutu dan prestasi dalam menerima siswa, kalau benar-benar ingin membangun Negara Indonesia menjadi Negara yang maju dan bermartabat. Kelima, bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) guru agama Islam seperti STAIN Jurai Siwo harus mempersiapkan dengan matang calon-calon guru agama Islam. Dengan jalan melakukan revisi kurikulum yang berbasis pada perkembangan teknologi informasi dan penguasaan bahasa asing. DAFTAR PUSTAKA AB. Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1986 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984
22
Burhan Bungin (ed), Metodologi Penelitian Kualitatif; Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan Jakarta: Depag RI, 2006. Ibnu Sina, As-Syiyasah fi Tarbiyah Mesir: Dar al-Ma‟arif, 1954 Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, edisi revisi Jakarta: Rajawali Press, 2008. Muhammad „Athiyah al-Abrhosy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1974 Mujammil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2007 Mokhtar Bukhori, Transformasi Pendidikan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996. J. Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1981 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1990 Lexy J. Meoloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2002 S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar Jakarta: Bina Aksara, 1988. Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bina Ilmu, 2008. PP. No. No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang “Sistem Pendidikan Nasional” dalam Undang-Undang dan peraturan Pemerintah, Jakarta: Depag RI, 2006 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang “Sistem Pendidikan Nasional” dalam Undang-Undang dan peraturan Pemerintah, Jakarta: Depag RI, 2006 Artikel Surat Kabar: Harian Lampung Post, “Sekolah Unggulan untuk Orang Kaya”, edisi Selasa 11 Mei 2010. Harian Lampung Post, Jangan Mudah Izinkan RSBI, edisi Kamis 27 Mei 2010 Harian Kompas Sekolah-Sekolah Berstandar Internasional: Di Persimpangan Jalan?, edisi 28 Mei 2009. Harian Tribun Lampung, edisi 29 Maret 2010.
23