Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
Suraida, Pendidikan …
PENDIDIKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI Suraida Abstrak Lingkungan bagi manusia merupakan salah satu unsur yang penting dalam kehidupannya. Sikap dan perilaku manusia akan menentukan baik buruknya kondisi suatu lingkungan. Hilangnya daya dukung lingkungan terhadap kehidupan makhluk hidup di muka bumi ini bermakna pula punahnya kehidupan di jagat raya ini. Untuk menghindari hal tersebut kita harus memaksimalkan sarana yang dianggap paling efektif adalah dengan “Pendidikan Berwawasan Lingkungan”. Pendidikan berwawasan lingkungan ini tentunya secara tidak langsung sudah terdapat di dalam kurikulum atau materi di sekolah dasar salah satunya dalam pembelajaran bidang studi IPA khususnya Biologi. Namun, dalam pelaksanaannya masih dirasa kurang karena permasalahan bencana tidak semata-mata hanya karena proses alam saja. Juga, diakibatkan dari pengaruh akhlak dari anak-anak bangsa, oleh karena itu sangat diperlukan keterpaduan dalam pendidikan berwawasan lingkungan ini. Sehingga, pendidikan berwawasan lingkungan bisa diintegrasikan masuk juga dalam pelajaran yang lain di luar IPA. Pendidikan lingkungan sejak dini mutlak harus didapatkan oleh anak, agar anak memiliki wawasan lingkungan yang lebih luas hingga dewasa dan diharapkan dapat lebih peduli terhadap lingkungan di daerahnya dan tentunya siap menghadapi bencana akibat lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan merupakan pendidikan yang berlangsung seumur hidup yang tak mengenal batas ruang dan waktu. Kata Kunci : lingkungan, pendidikan berwawasan lingkungan. A. Pendahuluan Lingkungan bagi manusia merupakan salah satu unsur yang penting dalam kehidupannya. Lingkungan ini bukan saja sebagai tempat manusia hidup, tetapi juga berperan dalam mendukung berbagai aktivitas manusia. Sikap dan perilaku manusia akan menentukan baik buruknya kondisi suatu lingkungan. Sebaliknya, bagaimana manusia memperlakukan lingkungan dampaknya akan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan manusia itu sendiri (Hamzah, 2013). Kita harus menyadari bahwa hubungan manusia dengan lingkungan hidup bersifat sirkuler. Hal ini bermakna bahwa 11
12
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
apapun yang dilakukan manusia terhadap lingkungannya, dampaknya akan kembali lagi kepada manusia, baik itu berupa keuntungan maupun kerugian (Soemarwoto, 2001). Musibah bertubi-tubi melanda negeri ini mulai dari gempa bumi, tsunami, gunung meletus, puting beliung, tanah longsor dan bencana yang lebih besar lagi bagi dunia yaitu adanya pemanasan global yang luar biasa dampaknya bagi bumi kita. Bencana-bencana ini tentunya secara langsung atau tidak langsung akan membawa dampak terhadap dunia pendidikan kita. Karena, dengan adanya bencana yang melanda tersebut maka banyak yang menjadi korban pendidikan, mulai dari fasilitas pendidikan dengan rusaknya bangunan sekolah, rusaknya transportasi menuju sekolah, atau terendamnya sarana sekolah lain karena banjir. Belum lagi dampak psikologis yang dialami oleh anak akibat bencana tersebut. Bencana-bencana ini tentunya tidak lepas hanya sekadar dari peristiwa alam biasa. Tentunya, ada faktor kesalahan manusia baik itu secara fisik atau ada hubungannya dengan perusakan alam atau secara nonfisik akibat dari banyaknya kesalahan-kesalahan yang diakibatkan dari tingkah laku manusia. Sudikno (1988) menyatakan bahwa “Sejauh yang kita ketahui hingga sekarang tak ada rumah lain bagi umat manusia di alam semesta selain bumi. Jadi kita harus menghargai dan melindungi bumi serta keseimbangan lingkungannya yang mudah sekali terpengaruh itu adalah agar kita tetap bisa hidup di bumi dan kita harus memulainya dari sekarang.” Upaya menuju suatu kehidupan yang berkeseimbangan antara manusia dengan lingkungannya yang ditandai dengan mengusahakan ekosistem yang layak huni dan berkesinambungan. Lingkungan tidak mungkin dengan sendirinya dapat mencegah kemerosotan kondisinya tanpa adanya campur tangan manusia. Oleh karena itu, upaya mewujudkan kehidupan yang harmoni dengan lingkungan adalah suatu keharusan yang tidak boleh ditunda. Kita harus menyadari bahwa tanpa adanya upaya yang sungguh-sungguh kondisi itu tak akan pernah menjadi kenyataan. Hilangnya daya dukung lingkungan terhadap kehidupan makhluk di muka bumi ini bermakna pula punahnya kehidupan di jagat raya ini. Untuk mewujudkan keinginan tersebut kita harus memaksimalkan sarana yang dianggap paling efektif. Salah satu di antaranya yang sangat efektif untuk pencegahan bencana lingkungan adalah dengan “Pendidikan Berwawasan Lingkungan”. Pada saat ini, sarana pendidikan lingkungan masih belum diberdayakan secara sungguh-sungguh. Pendidikan lingkungan belum diajarkan sebagaimana mestinya pada berbagai lembaga dan jalur pendidikan. Pelaksanaan pendidikan lingkungan yang disajikan 13
Suraida, Pendidikan … secara terintegratif dengan mata pelajaran lain mungkin belum mendapatkan porsi yang semestinya. Terlebih lagi dengan sistem pendidikan yang berjalan saat ini yang dalam kenyataannya masih lebih mengunggulkan aspek kognitif dibandingkan dengan aspek afektif. Sisi lain, boleh jadi hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang pendidikan lingkungan oleh banyak guru itu sendiri sebagai salah satu unsur yang terintegratif dalam mata pelajaran yang diampunya sehingga pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan tidak tersentuh (Hamzah, 2013). Oleh karena itu, dengan melihat latar belakang di atas tentunya kita melihat sangat perlunya pendidikan yang berwawasan lingkungan sejak dini. Ini untuk mempersiapkan anak-anak kita yang siap mencegah dan menghadapi bencana lingkungan. B. Pendidikan Lingkungan Fullan (1982) dalam bukunya, The Future Educational Change, menyatakan bahwa pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam proses pembentukan diri seseorang yang menyangkut aspek kognitif berupa kemampuan akademik dan kemampuan memecahkan masalah. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pendidikan dalam prosesnya mencakup tujuan pengembangan aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam suatu kelompok secara kreatif, berinisiatif, berempati, serta memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal hidup di masyarakat. Gustavo (1995) dalam salah satu tulisannya menyatakan bahwa lingkungan adalah jumlah total dari semua kondisi yang mempengaruhi eksistensi, pertumbuhan, dan kesejahteraan dari suatu organisme yang ada di bumi. Chiras (1991) mengemukakan bahwa lingkungan adalah semua faktor yang secara biologi mempengaruhi organisme. Sedangkan Shingh (2006) dalam bukunya Environmental Science mengemukakan bahwa lingkungan merupakan interaksi sistem fisik, biologi, dan unsur budaya yang saling berhubungan dengan berbagai cara, baik secara individual maupun bersama-sama. Rumusan pendidikan lingkungan yang diberikan pertamakali oleh IUCN/UNESCO (1970) adalah “Pendidikan lingkungan adalah suatu proses untuk mengenali nilai-nilai dan menjelaskan konsep dalam rangka mengembangkan keterampilan, sikap yang diperlukan untuk memahami serta menghargai hubungan timbal balik antara manusia, budaya, dan lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan hidup menurut Konvensi UNESCO di Tbilisi (1977) yang juga mengadopsi rumusan UNESCO tersebut menyatakan bahwa pendidikan lingkungan adalah suatu proses 14
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
Suraida, Pendidikan …
yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi dan komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup yang baru. Hungerford dan Volk (1990, dalam Coyle, 2005) dalam penelitiannya tentang pendidikan lingkungan mencatat bahwa pendidik dapat mengubah perilaku siswa bila kepada siswa : 1. Diajarkan tentang konsep-konsep kebermaknaan lingkungan secara ekologi dan saling keterkaitan di antaranya. 2. Menyediakan rancangan yang cermat dan kesempatan yang luas bagi pelajar untuk mencapai tingkat kepekaan tertentu terhadap lingkungan yang terwujud dalam keinginan untuk bertindak secara benar terhadap lingkungan. 3. Menyediakan kurikulum yang akan menghasilkan pengetahuan tentang isu-isu lingkungan yang lebih luas. 4. Menyediakan kurikulum yang akan membelajarkan peserta didik terampil dalam menganalisis isu-isu lingkungan dan melakukan penyelidikan serta memberikan waktu untuk mengaplikasikan keterampilannya. 5. Menyedikan kurikulum yang mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta didik selaku warganegara untuk menangani isu-isu lingkungan dan diberikan waktu untuk mengaplikasikan keterampilannya. 6. Menyediakan suatu setting pembelajaran yang dapat meningkatkan harapan terhadap penguatan terwujudnya tindakan yang bertanggungjawab pada diri peserta didik. Bila kita cermati, dalam pendidikan lingkungan terdapat upaya untuk menggiring individu ke arah perubahan gaya hidup dan perilaku ramah lingkungan. Pendidikan lingkungan diarahkan untuk mengembangkan pemahaman dan motivasi serta keterampilan yang diwarnai dengan kepedulian terhadap penggunaan dan konservasi sumber daya alam secara wajar. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan adalah proses yang kompleks, yang mencakup bukan hanya peristiwa, tetapi pendekatan yang mendasar kuat untuk membangun masyarakat secara keseluruhan.
beranggapan bahwa ilmu lingkungan adalah pendidikan lingkungan. Padahal keduanya memiliki sasaran kompetensi yang berbeda. Pendidikan lingkungan (environmental education) tidak sama dengan ilmu lingkungan (ecology). Oleh karena itu anggapan bahwa pendidikan lingkungan hanya dilaksanakan melalui mata pelajaran IPA di SD, Biologi di SMP dan SMA perlu dikaji kembali. Pendidikan berwawasan lingkungan ini tentunya secara tidak langsung sudah terdapat di dalam kurikulum atau materi di sekolah dasar salah satunya dalam bidang studi IPA khususnya Biologi. Namun, dalam pelaksanaannya masih dirasa kurang karena permasalahan bencana tidak semata-mata hanya karena proses alam saja. Juga, diakibatkan dari pengaruh akhlak dari anak-anak bangsa, oleh karena itu sangat diperlukan keterpaduan dalam pendidikan berwawasan lingkungan ini. Sehingga, pendidikan berwawasan lingkungan bisa diintegrasikan masuk juga dalam pelajaran yang lain di luar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya Biologi sangatlah berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam/lingkungan secara sistematis, sehingga ilmu ini bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari alam sekitar dan prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami lingkungan dan alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Sehingga, dari sini penting diperlukan adanya pembelajaran tematik tentang tema lingkungan di kelas. Walaupun sekarang sudah dikenalkan metode pembelajaran ini namun kita mengamati masih banyak dilakukan pada kelas-kelas kecil. Karena, di kelas atas ada guru bidang studi, hal ini kadang sebagian guru kita terjebak dalam dikotomi pendidikan. Sehingga, ketika kita berbicara IPA maka ada maka kita hanya berbicara IPA kita tidak membicarakan masalah agama, sosial, atau bahasa. Pembelajaran tematik yang berhubungan dengan lingkungan ini agar lebih menarik bisa diwujudkan dengan field trip misalnya. Field trip ini bisa dalam bentuk pengenalan lingkungan sekitar misalnya saja pergi ke sawah. Di sawah anak bisa mempelajari semua pelajaran yang ada. Misalnya, untuk mempelajari IPA bisa dikenalkan dengan cara perkembangbiakan tanaman, pelajaran matematika belajar simetri
C. Pendidikan Berwawasan Lingkungan dalam pembelajaran Biologi Sejauh ini pendidikan lingkungan masih banyak yang melihatnya dengan kacamata yang salah. Ada banyak yang 15
16
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
Suraida, Pendidikan …
lipat pada daun, pelajaran bahasa daerah berlatih berbicara bahasa daerah dengan pak tani, pelajaran bahasa indonesia dengan menulis puisi, pelajaran KTK dengan menggambar pemandangan, pelajaran olah raga misalnya adanya game-game dengan lumpur di sawah. Dengan adanya pembelajaran ini mungkin lebih membawa makna tersendiri bagi anak karena anak praktik langsung, selain mengurangi rutinitas pembelajaran di kelas. Walaupun tentunya membawa konsekuensi bagi guru karena harus bekerja ekstra dengan pengawasan anak di luar kelas. Model pembelajaran lingkungan ini tidak hanya dengan model seperti di atas. Ada sekolah dengan media terbatas dapat melakukan dengan pemutaran film atau CD tentang lingkungan, membuat kliping bencana alam, mendaur ulang limbah rumah tangga, membuat taman, mempraktikkan simulasi gempa, yang hal ini sering dilakukan oleh negara maju seperti Jepang yang sering terjadi bencana gempa. Untuk mengenalkan anak terhadap teknologi lingkungan anak-anak membuat model alat yang berhubungan dengan penanganan bencana misalnya alam banjir atau alam gempa. Bisa juga dengan berkunjung ke suatu tempat pengolahan limbah industri, atau pendaurulangan sampah rumah tangga. Bekerja sama dengan LSM yang berkecimpung dengan lingkungan atau stake holder yang peduli terhadap lingkungan untuk datang ke sekolah memberikan pelatihan juga menjadi alternatif bagi sekolah yang tidak memiliki dana atau kemampuan yang cukup untuk memberikan hal-hal seperti di atas. Sehingga, dengan cara ini tidak menjadi sesuatu yang memberatkan bagi sekolah. Pembelajaran seperti di atas sudah diterapkan oleh beberapa sekolah yang memang di sekolahnya memiliki kurikulum pendidikan berwawasan lingkungan atau adanya guru-guru yang peduli terhadap lingkungan. Namun, dirasa akan lebih membawa dampak yang besar jika diwujudkan oleh seluruh sekolah negeri ini. Bila kita cermati kurikulum pendidikan yang berlaku sekarang, sebenarnya telah mencantumkan materi-materi lingkungan yang dimaksud, walaupun belum mengungkapkan secara jelas materimateri pokok yang yang harus diberikan, terlebih dengan kebijakan pendidikan lingkungan yang masih diberikan terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Dalam hal ini, kemampuan gurulah yang sangat berperan dalam menentukan materi yang harus diberikan. Persoalan yang muncul adalah tidak semua guru memiliki perhatian dan pengetahuan yang memadai mengenai masalah lingkungan. Konsekuensinya adalah tidak terjamahnya materi pendidikan lingkungan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pemahaman dan kesadaran guru tentang pentingnya pendidikan lingkungan diberikan kepada peserta 17
didik. Masalah yang sangat perlu dipahami tersebut berkaitan dengan pengembangan materi pendidikan lingkungan yang mengacu pada prinsip “think globally, act locally”. Pemahaman guru terhadap prinsip ini mutlak harus ada karena permasalahan lingkungan itu bukan hanya masalah lokal yang hanya menyentuh pada suatu komunitas tertentu saja melainkan sudah mendunia. Permasalahan lingkungan saat ini adalah masalah masa depan seluruh umat manusia, masalah yang harus ditangani oleh seluruh negara (Hamzah, 2013). Cakupan pokok-pokok bahasan pendidikan lingkungan di sekolah setidak-tidaknya mencakup hal-hal berikut : 1. Ekosistem 2. Sumber daya lingkungan 3. Daya dukung lingkungan 4. Kepedulian 5. Partisipasi 6. Estetika 7. Kearifan lokal 8. Etika lingkungan 9. Pengambilan keputusan terhadap isu lingkungan 10. Kebencanaan Pokok bahasan di atas menunjukkan permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kegiatan memelihara kondisi lingkungan sangat beragam. Bila kita telaah lebih lanjut akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa materi pendidikan lingkungan adalah suatu karya integratif. Seorang pendidik akan mengajar ke seberang disiplin ilmunya, menghubungkan isi dan metoda tentang alam dan ilmu-ilmu sosial, seni, matematika, dan ras manusia untuk membantu peserta didik memahami secara penuh isu lingkungan yang kompleks. Hal ini juga menguatkan anggapan bahwa pendidikan lingkungan harus menjelaskan tidak hanya phisik dan lingkungan biologi, tetapi juga pengembangan manusia dan lingkungan sosio-ekonomik (Palmer, 1998). Pendidikan lingkungan yang dilaksanakan harus mampu mengakhiri “buta lingkungan” (environmental literacy) pada peserta didiknya. Menurut Knowles Holton, dan Swanson (1998), suatu pembelajaran yang efektif dapat terjadi ketika : 1. Pelajar bertanggungjawab untuk belajar sendiri. 2. Peserta didik kooperatif, kolaboratif, dan aktif mendukung. 3. Siswa bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka yang baru. 4. Kelas berpusat pada peserta didik. Peran pendidik/guru dalam memfasilitasi belajar pendidikan lingkungan adalah untuk : 18
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
1. Memberikan kegiatan belajar yang dirancang secara cermat untuk memotivasi siswa belajar. 2. Menyediakan lingkungan bagi siswa untuk memenuhi tujuan belajar dalam jangka waktu tertentu. 3. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendiskusikan dan mengintegrasikan pengetahuan ke dalam situasi “kehidupan nyata”. 4. Menyediakan lingkungan bagi siswa untuk mencapai tujuan. 5. Membantu peserta didik bila diperlukan terhadap cara untuk menemukan informasi. 6. Membantu peserta didik untuk bekerjasama untuk saling belajar yang efektif. 7. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan hasil pembelajaran mereka dan penguasaan tujuannya. Dari uraian di atas kita melihat begitu pentingnya pendidikan lingkungan sejak dini agar anak memiliki wawasan lingkungan yang lebih luas dan diharapkan dapat peduli terhadap lingkungan di daerahnya dan tentunya siap menghadapi bencana akibat lingkungan. Dari pembahasan di atas pula kita berpikir tidak diperlukannya pendidikan lingkungan sebagai suatu pelajaran yang berdiri tersendiri. Karena, bisa terintegrasi dengan bidang studi yang lain dalam bentuk model pembelajaran tematik. D. Penutup Pendidikan lingkungan sebagai upaya sadar dalam membekali peserta didiknya dengan pengetahuan yang berguna bagi zamannya juga dituntut untuk membentuk sikap dan kemampuan peserta didik untuk hidup di zamannya. Kegiatan guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran biologi yang berhubungan dengan pendidikan lingkungan harus melibatkan komponen-komponen pembelajaran yakni tujuan, bahan belajar, metode, media, dan evaluasi agar terwujud suatu proses pembelajaran dengan memaksimalkan komponen-komponen belajar tersebut. Pada dasarnya pendidikan lingkungan adalah sebuah keharusan. Pendidikan lingkungan, tidak saja dilaksanakan pada pendidikan formal, tetapi juga harus dilaksanakan pada pendidikan non-formal. Pendidikan lingkungan merupakan pendidikan yang berlangsung seumur hidup yang tak mengenal batas ruang dan waktu.
19
Suraida, Pendidikan … DAFTAR PUSTAKA
Chiras, G, and Daniel D. 1991. Environmental Science : Action for a Sustainable Future. California : The Benjamin/Cummings Pub.Co.Inc. Fullan, M. 1982. The Future Educational Change. Ontario : OISE Press. Hamzah, S. 2013. Pendidikan Lingkungan. Bandung : Refika Aditama. Knowles, M. Holton, E. and Swanson, R. 1998. The Adult Learner : The Definitive Classic in Adult Education and Human Resource Development. (5th ed). Houston, TX : Gulf Publishing Co. Palmer, A. J. 1998. Environmental Education in the 21st Century : Theory, Practice, Progress, and Promises. London : Routledge.
Singh, Y.K. 2006. Environmental Science. New Delhi: New Age International (P). Ltd. Publisher. Soemarwoto, O. 2001. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta : Gadjahmada University Press. UNESCO. 2006. Education for Sustainable Development of National Education for Sustainable Development Indicators. Bangkok : UNESCO. UNESCO. 2007. Asia-Pasific Guidelines for the Development of National Education for Sustainable Development Indicators. Bangkok. UNESCO.
20