PENDIDIKAN ADAB KEPRIBADIAN MENURUT SYEKH MUHAMMAD BIN UMAR AL NAWAWI AL BANTANI DALAM KITAB MAROQIY AL-’UBUDIYAH
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh ZULFA FAMAUL KHUSNA NIM. 11106127
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012 i
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.stainsalatiga.ac.id Email:
[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp Hal
: 4 Eks : Pengajuan Naskah Skripsi Zulfa Famaul Khusna Kepada Yth: Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga
ASSALAMU’ALAIKUM, WR. WB Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : Zulfa Famaul Khusna NIM : 11106127 Jurusan : Tarbiyah/ Pendidikan Agama Islam Judul : Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al‟Ubudiyah Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut diatas segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. WASSALAMU’ALAIKUM, WR.WB
Salatiga, 21 Mei 2012 Pembimbing
Achmad Maimun, M.Ag NIP 197005101998031003
ii
SKRIPSI PENDIDIKAN ADAB DAN KEPRIBADIAN MENURUT SYEKH MUHAMMAD BIN UMAR AL NAWAWI AL BANTANI DALAM KITAB MAROQIY AL-’UBUDIYAH
DISUSUN OLEH ZULFA FAMAUL KHUSNA NIM. 11106127
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal 7 September 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Dr. Imam Sutomo, M.Ag
________________
Sekretaris Penguji
: Dra. Siti Asdiqoh, M.Si
________________
Penguji I
: Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag
________________
Penguji II
: M. Ghufron, M.Ag
________________
Penguji III
: Achmad Maimun, M.Ag
________________
Salatiga, 21September 2012 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: ZULFA FAMAUL KHUSNA
NIM
: 11106127
Judul Skripsi
: Pendidikan
Adab
Kepribadian
Menurut
Syekh
Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-‟Ubudiyah Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak ada karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis di dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Salatiga, 21 Mei 2012 Yang Menyatakan
Zulfa Famaul Khusna
iv
MOTTO
…… Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka … (QS. At Tahrim: 6)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Suamiku tersayang (M. Badaruddin Kholil), yang senantiasa memberi motivasi 2. Ananda tercinta (Ahmad Ashnal Nasa’i) yang menjadi motivator terbesar dalam hidupku. 3. Ayah dan Bundha (Muh Suyadi dan Samini) yang senantiasa memberikan kasih sayangnya 4. Bapak dan Ibu Mertua (Imam Kurmen (Alm) dan Salamah) yang telah memberikan bantuan dan motivasi 5. Bapak kyai (Nur Raihan) yang senantiasa memberikan nasehat. 6. Adikku (Naning dan Nida) yang selalu memberikan motivasi 7. Seluruh keluarga tercinta dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. v
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb yang Maha Rahman dan Rahim yang telah mengangkat manusia dengan berbagai keistimewaan. Dan dengan hanya petunjuk serta tuntunan-Nya, penulis mempunyai kemampuan dan kemauan sehingga penulisan skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Uswatun Khasanah Nabi Muhammad SAW, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin Sebagai insan yang lemah, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah merupakan tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan serta kemauan dan bantuan dari berbagai pihak, maka terselesaikanlah skripsi yang sederhanan ini dengan judul “Pendidikan Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-‟Ubudiyah”. Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih yang tiada taranya kepada : 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Achmad Maimun, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dengan penuh keikhlasan. 3. Dosen STAIN Salatiga, yang telah memberikan pengarahan selama penulis menyelesaikan studi. 4. Karyawan Perpustakaan STAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya. mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin. Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa
vi
senang hati dan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi pembaca pada umumnya. Amin – amin yarobbal ‘alamin
Salatiga, 21 Mei 2012 Penulis
Zulfa Famaul Khusna
vii
ABSTRAK
Khusna, Zulfa Famaul. 2012.Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al‟Ubudiyah. Skripsi, Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Achmad Maimun, M.Ag Kata Kunci : Pendidikan Adab Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani dalam Kitab Maroqiy Al-‟Ubudiyah Kepribadian seseorang tercermin dari akhlak yang mulia, dia akan mengantarkan seseorang kepada martabat yang tinggi. Akhir-akhir ini akhlak yang mulia merupakan hal yang mahal dan sulit dicari. Minimnya pemahaman akan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam al qur‟an hadits akan semakin memperparah kondisi kepribadian seseorang. Untuk membentuk pribadi yang mulia, hendaknya penanaman akhlak terhadap anak digalakkan sejak dini, karena pembentukannya akan lebih mudah dibanding setelah anak tersebut menginjak dewasa. Kepribadian akan selalu mewarnai setiap interaksi sosial. Kitab Kitab Maroqiy Al-‟Ubudiyah membahas tentang beberapa akhlak dan adab-adab yang perlu kita aplikasikan dalam kehidupan, baik lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat sehingga akan tercipta pribadi yang santun sesuai tuntunan al qur‟an. Jenis skripsi ini merupakan skripsi kajian pustaka. Untuk memperoleh data yang representatif dalam pembahasan skripsi ini digunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mencari mengumpulkan, membaca dan menganalisa buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah penelitian, kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis. Setelah penulis memperoleh rujukan yang relevan kemudian data tersebut disusun, dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan. Untuk mencapai kesuksesan dalam proses pendidikan, maka materi yang ada dalam kitab Kitab Maroqiy Al‟Ubudiyah sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan. Materi yang disajikan dalam kitab ini tidak hanya mengacu pada hubungan antara manusia dengan Allah, melainkan juga pada hubungan antar manusia seperti adab terhadap orangtua, guru, teman dan kerabat. Relevansi pendidikan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-‟Ubudiyah mempunyai kesesuaian yang tepat dengan pendidikan kepribadian yang dibutuhkan oleh generasi zaman sekarang, baik nilai-nilai kepribadian maupun tujuan pendidikan kepribadian. Jika nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-‟Ubudiyah diteladankan/ diajarkan pada anak didik, maka akan melahirkan generasi yang berbudi luhur dan mengangkat bangsa ini sebagai bangsa yang berbudi.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
NOTA PEMBIMBING ................................................................................
ii
PENGESAHAN ...........................................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...............................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Rumusan Masalah...................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
5
D. Kegunaan Penelitian ...............................................................
5
E. Metode Penelitian ...................................................................
6
F. Penegasan Istilah ....................................................................
8
G. Sistematika Penulisan .............................................................
9
BAB II RIWAYAT HIDUP NAWAWI AL BANTANI A. Sosiohistoris Nawawi Al Bantani ...........................................
10
B. Biografi Pribadi dan Pendidikan Nawawi Al Bantani ............
13
C. Karya Pemikiran Nawawi .......................................................
20
ix
BAB III POKOK PEMIKIRAN NAWAWI AL BANTANI TENTANG ADAB KEPRIBADIAN DALAM KITAB MAROQIY AL„UBUDIYAH A. Mengenai Ketaatan 1. Adab Bangun Tidur .........................................................
27
2. Adab Memasuki Kamar Kecil .........................................
30
3. Adab Berwudhu ...............................................................
39
4. Adab Mandi .....................................................................
54
5. Adab Bertayamum ...........................................................
57
6. Adab Menuju Masjid .......................................................
59
7. Adab Memasuki Masjid...................................................
61
8. Adab Diantara Terbit hingga tergelincirnya Matahari.....
63
9. Adab Persiapan Untuk Shalat-shalat Lainnya .................
74
10. Adab Shalat......................................................................
74
11. Adab Imam dan Makmum ...............................................
78
12. Adab Shalat Jum‟at ..........................................................
80
13. Adab Puasa ......................................................................
81
B. Adab Meninggalkan Maksiat 1. Menjauhi perbuatan maksiat ............................................
81
2. Pembicaraan tentang kedurkaan hari ...............................
88
C. Adab Pergaulan 1. Adab bergaul dengan Allah .............................................
91
2. Adab orang alim ..............................................................
92
3. Adab siswa terhadap guru ................................................
93
x
4. Adab anak kepada kedua orangtua ..................................
93
5. Adab bergaul terhadap orang yang belum dikenali .........
94
6. Adab persahabatan ...........................................................
98
D. Nilai-nilai
Pendidikan
Adab
Kepribadian
dalam
KitabMaroqiy Al‟Ubudiyah 1. Pengertian Pendidikan Kepribadian ..................................
99
2. Tipe Kepribadian dalam Islam ..........................................
102
3. Perkembangan Kepribadian ..............................................
102
4. Nilai Pendidikan Kepribadian dalam Kitab Maroqiy Al-’ubudiyah .......................................................
104
BAB IV PEMBAHASAN A. Signifikansi Pemikiran Nawawi dalam Kitab dalam Pendidikan di Indonesia ..........................................................
106
B. Relevansi Pemikiran Nawawi dalam Kitab dalam Pendidikan di Indonesia ..........................................................
110
C. Implikasi Pemikiran Nawawi dalam Kitab Dalam Pendidikan di Indonesia ..............................................
113
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
116
B. Saran-saran .............................................................................
117
C. Kata Penutup...........................................................................
121
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
122
DAFTAR RIWAYAT HIDUP xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berbagai pertanyaan muncul dari kalangan orang tua, yang menginginkan agar jiwa anak-anaknya tumbuh dalam pantulan cahaya Allah. Keinginan yang wajar dan mulia, karena anak-anak adalah harapan di masa depan yang di sebut dalam Al Qur‟an sebagai generasi yang qurrota a‟yun (menyejukkan matahati). Generasi itu disebut sebagai anak-anak saleh. Sebuah figur kesalehan bukan pada pakaian, bukan pula pada disiplin belajar, juga bukan pada kepandaiannya membaca Al Qur‟an, kepiawaiannya menghafal doa-doa saja, namun tertumpu pada naluri jiwa yang tumbuh dengan kebajikan, kepekaan terhadap nuansa ilahiyah, dan kesadarannya terhadap akhlak. Anak-anak yang bersekolah, mulai SD sampai SMA, mulai MI sampai MAN, tinggal berapa persen diantara mereka yang masih mendoakan orang tuanya setiap habis shalat. Ketika pagi hari saat matahari mulai memancarkan cahaya di bumi, berjuta anak sedang bersiap menuju sekolah, tinggal berapa persen diantara mereka yang pamit pada kedua orang tuanya sembari mencium telapak tangannya dengan rasa hormat dan patuh Lebih menyakitkan lagi, tinggal berapa dari sekian juta anak yang masih mencintai pelajaran agamanya dan bahkan memprioritaskan pelajaran agama dibanding pelajaran lainnya? Sementara gaya hidup modern, televisi, game, facebook, hp, sudah
1
2
mengambil hati anak-anak. Terseret oleh teknologi komunikasi dan permainan yang membuat kreativitas psikologisnya terganggu. Alangkah nestapanya jika bertahun-tahun situasi itu berlalu tanpa koreksi yang fundamental atas dunia pendidikan. Pendidikan di sekolah, keluarga, di masjid-masjid pasang surut tanpa ada perenungan untuk kembali. Dibawa kemana 20 tahun lagi anak-anak nanti. Jika anak-anak telah kehilangan bapak spiritual di sekolah, sedangkan di rumah, ayah bundanya sibuk bekerja. Generasi saleh dan salehah, generasi yang bermanfaat dunia akhirat yang harus diterjemahkan dalam dunia pendidikan. Terbentuknya suatu pribadi utama merupakan tujuan dari pendidikan Islam dan pendidikan nasional. Langgulung (2004: 56) mengatakan, tujuan dari pendidikan Islam adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal. dengan kata lain tugas pendidikan adalah mengembangkan keempat-empat aspek ini ada pada manusia agar ia dapat menempati kedudukan sebagai khalifah. Sedangkan pengertian pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi
dirinya
untuk
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, aklaq mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2003: 6).
3
Pada kenyataan sekarang ini, pendidikan di sekolah-sekolah hanya mementingkan aspek rasio dan intelektualnya terbukti dengan banyaknya materi pada ranah kognitif saja serta mata pelajaran pendidikan Islam hanya diberikan dua jam pelajaran per minggu. Dengan adanya kenyataan itu tujuan dari pendidikan Islam maupun pendidikan nasional belum biasa terwujud dengan baik apalagi realitas pendidikan anak-anak sekarang ini telah terpolusi budaya-budaya negatif sebagai dampak krisis pendidikan anak. Tidak hentihentinya didengar adanya beberapa kenakalan remaja, seperti pencurian, perampokan, penganiayaan, serta pelanggaran susila yang menyalahi hukum atau undang-undang yang berlaku. Sebagai generasi penerus bangsa, anak harus diberikan pendidikan sejak dini, terutama perkembangan pribadinya. Untuk itu pendidikan kepribadian bagi generasi muda sangatlah penting sebagai pembimbing kematangan dan kesempurnaan pribadi yang berakhlak mulia. Yusuf (2007: 220) mengatakan, pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mengembangkan kepribadian anak melalui pendidikan, anak dapat mengenal berbagai aspek kehidupan, dan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam Islam, pendidikan itu diarahkan untuk membimbing anak agar berkembang menjadi manusia yang berkepribadian muslim yang saleh atau taqwa. Muttaqin atau orang yang bertaqwa merupakan predikat yang paling luhur dan mulia di sisi Allah. Muttaqin adalah mereka yang mempunyai aqidah atau keimanan yang berkualitas tinggi, dan menyerahkan diri
4
sepenuhnya kepada ketentuan-ketentuan Allah melalui amal saleh, baik yang berwujud ibadah ritual personal (hablumminAllah), maupun ibadah sosial (hablumminannas), yaitu menjalin persaudaraan, memelihara, mengelola dan menggunakan semua nikmat dari Allah bagi kesejahteraan bersama. Dalam terminologi Islam, kepribadian dapat disebut akhlak. Begitu mulianya orang yang kepribadiannya baik atau berakhlak terpuji hingga Tuhan pun mengutus Muhammad SAW dengan misi menyempurnakan akhlak manusia. Semua agama, semua budaya, semua generasi, memerlukan kepribadian yang baik. Kepribadian adalah sesuatu yang selalu menarik perhatian banyak pihak sepanjang massa dalam pergaulan masyarakat, kepribadian merupakan sesuatu yang amat esensial. Kepribadian akan mewarnai setiap interaksi sosial. Berangkat dari problematika tersebut, penulis termotivasi untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan kepribadian dengan mengacu pemikiran seorang tokoh yaitu; Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani, dalam karyanya "Maroqiy Al-„Ubudiyah". Dan penulis mengajukan judul “Pendidikan Adab Dan Kepribadian Menurut Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani, dalam Kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah.”
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah? 2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan adab dan kepribadian garis besar menurut dalam isi kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah 2. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Nawawi dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian Memberikan informasi dan memperkaya wacana tentang pendidikan adab dan kepribadian khususnya menyangkut mengenai pemikiran Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani yang dapat dijadikan suri teladan khususnya bagi penulis dan pembaca.
6
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Library Research. Wasito (1993: 10) mengartikan Library Research adalah jenis penelitian yang data-datanya diambil dari perpustakaan artinya penelitian literature yang dilakukan dengan penelitian
menggali dan menganalisa data dari bahan-bahan
tertulis di perpustakaan yang relevan dengan masalah-masalah yang diangkat. Oleh Nasir (1983: 3), dikatakan bahwa penelitian kepustakaan dilakukan karena sumber-sumber datanya, baik yang utama (Primary Resources) maupun pendukungnya (Secondary Resources), berasal dari karya tulis yang dipublikasikan. 2. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, menggunakan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menghimpun buku-buku dan dokumentasi yang relevan dengan sumber data dalam penelitian ini. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara kritis, sistematis, dalam hubungan dengan masalah yang diteliti sehingga diperoleh data atau informasi untuk dideskripsikan sesuai dengan pokok masalah (Azwar, 1988: 36). Adapun sumber data, baik sumber primer maupun sumber sekunder dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sumber primer, yakni kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah
7
b. Sumber sekunder, yakni buku-buku atau tulisan-tulisan lainnya yang mempunyai pembahasan yang erat hubungannya dengan sumber primer yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahanbahan yang ada dalam sumber primer. 3. Metode Analisis Data Yaitu cara penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan cara memilah-milah pengertian yang satu dengan yang lain (Soemargono, 1983: 2). Dengan menggunakan metode ini bukan untuk memperoleh pengertian baru, tapi hanya mendapatkan penjelasan suatu pengertian dari penelaahan obyek penelitian. Untuk memahami obyek penelitian ini penulis menggunakan metode analisis sebagai berikut: a. Interpretasi Isi buku diselami untuk dapat secepat mungkin menangkap arti dan nuansa uraian yang disajikan (Zubair, 1999: 69) yaitu dengan mengacu pemikiran Nawawi dalam kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah. b. Metode Induksi Suatu pola pikir dari hal-hal yang bersifat khusus ditarik generalisasi yang bersifat umum. Yaitu dengan memahami kisah orang terdahulu, seperti nabi Muhammad dan Ghozali. c. Metode Deduksi Apa yang dipandang benar pada suatu peristiwa. Hal ini adalah suatu proses berpikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengertian yang
8
khusus (Zubair, 1999: 69). Dalam metode ini penulis mencermati dari kehidupan dan peristiwa yang ada di lingkungan pesantren dan sekitar.
F. Penegasan Istilah Untuk menghindari salah tafsir dalam memahami judul di atas, maka perlu adanya pembahasan dan penjelasan terlebih dahulu dengan judul tersebut. Adapun pembahasan dan penjelasan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Menurut Marimba (1962: 19) pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Perlu diketahui bahwa banyak perbedaan pendapat tentang masalah pendidikan, tetapi dasarnya tidak sampai pada hal-hal yang prinsip karena inti dari pendidikan itu punya arahan yang sama yakni menjadikan kehidupan manusia itu menjadi lebih baik lewat bimbingan untuk menuju kedewasaan peserta didik, serta membentuk dan mempola pribadinya. 2. Adab Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989: 5) adab berarti kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti atau orang yang tinggi akhlaknya. 3. Kepribadian Dikatakan oleh Yusuf (2007: 241), kepribadian adalah organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang psikofisik yang menentukan
9
penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungan. Dalam artian organisasi dinamis antara sifat-sifat fisik dan psikis seseorang yang biasanya tampak dalam
perilaku,
sikap,
watak,
cara
berpikir
seseorang
dalam
pengalamannya, maupun dalam perilaku atau tingkah laku sehari-hari. Kesatuan antara emosi, kehendak, dan rasio moral, dan nilai-nilai yang dianut dan kepercayaan seseorang yang dimanifestasikan dalam perbuatan.
G. Sistematika Penulisan Untuk mengarahkan pembahasan menjadi sistematis, maka hasil penelitian dilaporkan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan, bab ini meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan
penelitian,
kegunaan
penelitian,
metode
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan. Bab II
: Berisi tentang biografi pribadi, biografi pendidikan dan karyakarya pemikiran Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani.
Bab III
: Berisi tentang garis besar isi kitab
Maroqiy Al-„Ubudiyah.
Dimana di situ diuraikan mengenai pemikiran, dan Nilai pendidikan adab kepribadian Syekh Muhammad Bin Umar Al Nawawi Al Bantani. Bab IV
: Berisi tentang pembahasan yang meliputi signifikansi pemikiran, relevansi pemikiran, dan implikasi.
Bab V
: Berisi kesimpulan, saran-saran, dan kata penutup.
10
BAB II RIWAYAT HDUP NAWAWI AL-BANTANI
A. Sosiohistoris Nawawi Al-Bantani Bernama lengkap Abu Abdullah al-Mu‟thi Muhammad Nawawi bin Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi, Syekh Nawawi sejak kecil telah diarahkan ayahnya, KH. Umar bin Arabi menjadi seorang ulama. Setelah mendidik langsung putranya, KH. Umar yang sehari-harinya menjadi penghulu Kecamatan Tanara menyerahkan Nawawi kepada KH. Sahal, ulama terkenal di Banten. Usai dari Banten, Nawawi melanjutkan pendidikannya kepada ulama besar Purwakarta Kyai Yusuf. Ketika berusia 15 tahun bersama dua orang saudaranya, Nawawi pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Tapi, setelah musim haji usai, ia tidak langsung kembali ke tanah air. Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di Kota Suci Mekkah untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar kelahiran Indonesia dan negeri lainnya, seperti Imam Masjidil Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syekh Abdul Hamid Daghestani (Dhofier, 2001: 18). Tiga tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Mekkah. Setelah merasa bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ke tanah air. Ia lalu mengajar
di
pesantren
ayahnya.
Namun,
kondisi
tanah
air
tidak
menguntungkan pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam
10
11
mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan hati Nawawi. Lagi pula, keinginannya menuntut ilmu di negeri yang telah menarik hatinya, begitu berkobar. Akhirnya, kembalilah Syekh Nawawi ke Tanah Suci. Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan ia menjadi salah satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syekh Ahmad Khatib Sambas
uzur
menjadi
Imam
Masjidil
Haram,
Nawawi
ditunjuk
menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi Imam Masjidil Haram dengan panggilan Syekh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi Imam Masjid, ia juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi muridmuridnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Laporan Snouck Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah ditahun 1884-1885 menyebut, Syekh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00 memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil Madura, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad Thawil dari Banten dan KH. Hasyim Asy‟ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari menjadi ulama-ulama terkenal di tanah air. Sejak 15 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai berbagai persoalan agama. Paling tidak 34 karya Syekh Nawawi tercatat dalam Dictionary of Arabic Printed Books karya Yusuf Alias Sarkis. Beberapa kalangan lainnya malah menyebut karya-karyanya mencapai lebih dari 100
12
judul, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam, sejarah, syari‟ah, tafsir, dan lainnya. Di antara buku yang ditulisnya dan mu‟tabar (diakui secara luas–Red) seperti Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi ArRiyadah al-Badiah, Nurazh Sullam, al-Futuhat al-Madaniyah, Tafsir AlMunir, Tanqih Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus Samad, dan al-Aqdhu Tsamin. Sebagian karyanya tersebut juga diterbitkan di Timur Tengah. Dengan kiprah dan karya-karyanya ini, menempatkan dirinya sebagai Sayyid Ulama Hijaz hingga sekarang. Dikenal sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan pendirian yang khas, Syekh Nawawi amat konsisten dan berkomitmen kuat bagi perjuangan umat Islam. Namun demikian, dalam menghadapi pemerintahan kolonial Hindia Belanda, ia memiliki caranya tersendiri. Syekh Nawawi misalnya, tidak agresif dan reaksioner dalam menghadapi kaum penjajah. Tapi, itu tak berarti ia kooperatif dengan mereka. Syekh Nawawi tetap menentang keras kerjasama dengan kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka memberikan perhatian kepada dunia ilmu dan para anak didiknya serta aktivitas dalam rangka menegakkan kebenaran dan agama Allah SWT. Dalam bidang syari‟at Islamiyah, Syekh Nawawi mendasarkan pandangannya pada dua sumber inti Islam, Alquran dan Al-Hadis, selain juga ijma‟ dan qiyas. Empat pijakan ini seperti yang dipakai pendiri Mazhab Syafi‟iyyah, yakni Imam Syafi‟i. Mengenai ijtihad dan taklid (mengikuti salah satu ajaran), Syekh Nawawi berpendapat, bahwa yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak adalah
13
Imam Syafi‟i, Hanafi, Hambali, dan Maliki. Bagi keempat ulama itu, katanya, haram bertaklid, sementara selain mereka wajib bertaklid kepada salah satu keempat imam mazhab tersebut. Pandangannya ini mungkin agak berbeda dengan kebanyakan ulama yang menilai pintu ijtihad tetaplah terbuka lebar sepanjang masa. Barangkali, bila dalam soal mazhab fikih, memang keempat ulama itulah yang patut diikuti umat Islam kini
B. Biografi Pribadi dan Pendidikan Nawawi Al-Bantani Nawawi Al-Jawi, Syekh (Banten Jawa Barat, 1230 H/1813 M-Makkah, 1314 H/1897 M). Seorang ulama besar penulis dan pendidik dari Banten, Jawa Barat, yang bermukim di Makkah. Nama aslinya adalah Nawawi Bin Umar Bin Arabi. Ia disebut juga Nawawi Al-Bantani. Di kalangan keluarganya, Syekh Nawawi Al Jawi dikenal dengan sebutan Abdul Mu‟thi. Ayahnya bernama KH. Umar Bin Arabi, seorang ulama dan penghulu di Tanara Banten. Ibunya Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari silsilah keturunan ayahnya, Syekh Nawawi merupakan salah satu keturunan Maulana Hasanuddin (Sultan Hasanuddin), putra Maulana Syarif Hidayatullah. Nawawi terkenal sebagai seorang ulama besar di kalangan umat Islam internasional. Ia dikenal melalui karya-karya tulisnya. Beberapa julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir dan Suriah diberikan kepadanya, seperti Sayid ulama Al-Hedzjaz, Mufti dan Fakih. Dalam kehidupan sehari-hari ia tampil dengan sangat sederhana. Sejak kecil Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan ilmu
14
tafsir. Selain itu ia belajar pada kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan bermukim di sana selama 3 tahun. Di Makkah ia belajar pada beberapa orang syekh yang bertempat tinggal di Masjidil Haram, seperti Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Ia juga pernah belajar di Madinah di bawah bimbingan Syekh Muhammad Khatib Al-Hanbali. Sekitar tahun 1248 H/1831 M ia kembali ke Indonesia. Di tempat kelahirannya ia membina pesantren peninggalan orang tuanya. Karena situasi politik yang tidak menguntungkan, ia kembali ke Makkah setelah 3 tahun berada di Tanara dan menuruskan belajarnya di sana. Sejak keberangkatannya yang kedua kalinya ini ia tidak pernah kembali ke Indonesia (Ensiklopedi Islam, 1994: 23-24). Beliau menetap di sana hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal pada tanggal 25 Syawal 1314 H atau tahun 1897 M. Beliau wafat dalam usianya yang ke-84 tahun di tempat kediamannya yang terakhir yaitu kampung Syiib Ali Makkah. Jenazahnya dikuburkan di pekuburan Ma‟la, Makkah, berdekatan dengan kuburan Ibnu Hajar dan Siti Asma Binti Abu Bakar Shiddiq. Beliau wafat pada saat sedang menyusun sebuah tulisan yang menguraikan Minhaj Ath-Thalibin-nya Iman Yahya bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jama‟ah bin Hujam Nawawi (Hasan, 1987: 39) Menurut catatan sejarah, di Makkah nawawi berupaya mendalami ilmuilmu agama dari para gurunya, seperti Syekh Muhammad Khatib Sambas, Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumulaweni dan Syekh Abdul Hamid Dagastani.Dengan bekal pengetahuan agama yang telah ditekuninya selama
15
lebih kurang 30 tahun, ia setiap hari mengajar di Masjidil Haram. Muridmuridnya berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang berasal dari Indonesia, seperti KH. Khalil (Bangkalan, Madura), KH. Asy‟ari (Jombang, Jawa Timur). Ada pula yang berasal dari Malaysia, seperti KH. Dawud (Perak). Ia mengajarkan pengetahuan agama secara mendalam kepada muridmuridnya, yang meliputi hampir seluruh bidang. Di samping membina pengajian, melalui murid-muridnya, ia memantau perkembangan politik di tanah air dan menyumbangkan ide-ide dan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Di Makkah ia aktif membina suatu perkumpulan yang disebut Koloni Jawa, yang menghimpun masyarakat Indonesia yang berada di sana. Aktivitas koloni Jawa ini mendapat perhatian dan pengawasan khusus dari pemerintahan kolonial Belanda. Nawawi memiliki beberapa pandangan dan pendirian yang khas. Diantaranya, dalam menghadapi pemerintahan kolonial, ia tidak agresif atau reaksioner. Namun demikian ia sangat anti bekerja sama dengan pihak kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka mengarahkan perhatiannya pada pendidikan, membekali murid-muridnya dengan jiwa keagamaan dan semangat untuk menegakkan kebenaran. Adapun terhadap orang kafir yang tidak menjajah, ia membolehkan umat Islam berhubungan dengan mereka untuk tujuan kebaikan dunia. Ia memandang bahwa semua manusia adalah saudara, sekalipun dengan orang kafir. Ia juga menganggap bahwa pembaharuan dalam pemahaman agama perlu dilakukan untuk terus menggali hakikat kebenaran. Dalam menghadapi tantangan zaman, ia memandang umat
16
Islam perlu menguasai berbagai bidang keterampilan atau keahlian ia memahami “Perbedaan Umat adalah Rahmat” dalam konteks keragaman kemampuan dan persaingan untuk kemajuan umat Islam. Dalam bidang syariat, Nawawi mendasarkan pandangannya pada AlQur‟an, Hadits, Ijmak, dan Qiyas. Ini sesuai dengan dasar-dasar syari‟at yang dipakai oleh Iman Syafi‟i. Mengenai Ijtihad dan Taklid, ia berpendapat bahwa yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak ialah Imam Syafi‟i, Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hambali. Bagi mereka haram bertaklid, sedangkan orang-orang selain mereka, baik sebagai mujtahid Fi-Al Mazhab, Mujtahid Al-Mufti, maupun orang-orang awam/ masyarakat biasa, wajib taklid kepada salah satu mazhab dari mujtahid mutlak (Ensiklopedi islam, 1994: 24). Nawawi mempunyai garis keturunan ayah dan ibu. Adapun garis keturunan ayah adalah sebagai berikut; Kyai Umar bin Kyai Ali bin Ki Jamad bin Ki Janta bin Ki Mas Bugil bin Ki Maskun bin Ki Masnun bin ki Maswi bin Tajul Arusy tanara bin Maulana Hasanuddin Banten bin Maulana Syarif Hidayatullah Cirebon bin Raja Amatuddin Abdullah bin Ali Nuruddin bin Malik bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad Shahib Mirabath bin Sayyid Ali khali‟ Qasim bin Sayyid Ali bin Imam Ubaidillah bin Imam Isa Naqib bin Imam Ali Al Ridhi bin Imam Ja‟far Al Shadiq bin Imam Ali Al Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyiduna Fatimah Zahra binti Muhammad SAW. Adapun silsilah dari garis keturunan ibu adalah sebagai berikut; Nawawi bin Nyi Zubaidah binti Muhammad Singaraja bin Kyai Ali bin ki Jamad bin ki Janta bin ki masyarakat bugil bin ki masnun bin Maulana
17
Hasanuddin Banten bin maulana Syarif Hidayatullah Cirebon bin Raja Amatuddin Abdullah bin Ali Nuruddin bin Maulana Jamaluddin Akbar Husain bin Imam Amir Abdullah Malik bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali‟qosim bin Sayyid Alwi bin Imam Ubaidillah bin Ahmad Muhajir ilAllah bin Imam Isa Al Naqib bin Imam Muhammad Naqib bin Imam Ali Al Riddhi Bin Imam Jafar Al Shaddiq bin Imam Muhammad Al Baqli bin Sayyiduna Husain bin Sayyiduna Fatimah Zahra binti Muhammad SAW. Untuk lebih jelasnya tentang silsilah Nawawi Al Bantani dapat dilihat pada skema berikut ini: Muhammad SAW Sayyidatuna Fatimah Zahrah Sayyiduna Husein Imam Ali Zaenal Abidin Imam Muhammad Al Baqir Imam Ja‟far Al Shadiq Imam Ali Al Ridha Imam Muhammad Naqib Ahmad Muhajir IlAllahi Imam Ubaidillah Sayid Alwi Amir Abdullah Malik Abdullah Ahmad Khan Imam Sayyid Ahmad Syah Jabal
18
Maulana Jamaludin Akbar Husain Ali Nuruddin Raja Aminuddin Abdullah Maulana Syarif Hidayatullah Cirebon Maulana Hasanuddin Banten Ki Tajul Arusy Tanara Ki Maswi Ki Masnun Ki Mas Bugil Ki Janta Ki Jamad Kyai Ali Muhammad Singaraja Kyai Umar
Nyi Zubaidah Imam Nawawi Al Bantani
Gambar 1 Silsilah Keturunan Nawawi Al Bantani
Nawawi merupakan keturunan yang ke 12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyaras (Tajul Arusy) Nawawi hidup di kalangan ulama dan pada masa kanak-kanak beliau belajar ilmu agama bersama saudara-saudaranya dari ayahnya sendiri. Ilmuilmu yang dipelajari meliputi pengetahuan tentang bahasa, fiqih dan tafsir. Dari pengetahuan dasarnya itu, mendorong beliau untuk meneruskan
19
pelajarannya ke beberapa pesantren di Pulau Jawa. Pendidikan Nawawi sebenarnya di latar belakangi oleh minat dan semangat dari Imam Syafi‟i yaitu imam besar yang wafat pada tahun 204 H. Beliau mempunyai makalah yang tertulis sebagai mana pernyataan di bawah ini: “Tidak layak bagi orang-orang yang berakal dan berilmu. Untuk mencari ilmu tinggalkanlah negerimu, dan berkenanlah, engkau pasti akan menemukan pengganti orang-orang yang kamu cintai, bersusah payahlah karena sesungguhnya ketinggian derajat dan kehidupan bisa dicapai dengan kesusahan payahan”. (Hasan, 1987: 40) Pemikiran di atas nampaknya memacu Nawawi untuk selalu mengembara meninggalkan
tanah
airnya
dan
mendalami
berbagai
macam
ilmu
pengetahuan, terutama ilmu agama Islam. Nawawi menjadi terkenal di Indonesia karena beliau pandai menerangkan kata-kata bahasa Arab yang artinya tidak jelas dan sulit. Sebagaimana yang tertulis dalam syair keagamaan. Kemasyhuran beliau karena karyanya yang banyak beredar di Negara Arab. Namun sebagian besar faham beliau berpijak pada Madzhab Syafi‟iyah. Di Kairo misalnya beliau terkenal dengan tafsirannya, beliau dijuluki sebagai sebutan Sayyid „ulama Hijaz. Secara kronologis, pendidikan Imam Nawawi dari berbagai sumber tidak dijelaskan secara rinci. Hanya saja ada sebagian sumber mengatakan bahwa cara berguru beliau berpindah-pindah dari satu guru ke guru yang lain. Guruguru beliau yang terkenal adalah Sayyid Ahmad Nahrawi, Sayyid Ahmad Dimyati dan Ahmad Zaini Dahlan. Ketiganya ini guru beliau yang berada di Makkah. Sedangkan di Madinah beliau belajar pada Muhammad Khatib Al
20
Hambali. Dan selanjutnya beliau melanjutkan pelajarannya pada ulama-ulama besar di Mesir dan Syam (Syiria) (Hasan, 1987: 40-41) Dilihat dari konteks sejarah hidupnya, Nawawi hidup sezaman dengan tokoh pembaharu terkemuka, yaitu Jamaluddin Al Afgani (1254-1314 H / 1839-1897 M) dan murid utamanya Muhammad Abduh (1266-1323 H/ 18491905 M) (Hasani, 2012).
C. Karya Pemikiran Nawawi Kelebihan Syekh Nawawi telah terlihat sejak kecil. Ia hafal Al-Qur‟an pada usia 18 tahun. Sebagai seorang syekh, ia menguasai hampir seluruh cabang ilmu agama, seperti ilmu tafsir, ilmu tauhid, fikih, akhlak, tarikh, dan bahasa Arab. Pendirian-pendiriannya, khususnya dalam bidang ilmu kalam dan fikih, bercorak Ahlusunnah Waljama‟ah. Keahliannya dalam bidangbidang ilmu tersebut dapat dilihat melalui karya-karya tulisnya yang cukup banyak. Menurut suatu sumber, ia mengarang kitab sekitar 115 buah, sedangkan menurut sumber lain sekitar 99 buah, yang terdiri berbagai disiplin ilmu agama. Di antara karangannya, dalam bidang tafsir ia menyusun kitab Tafsir Al-Munir (yang memberi sinar). Dalam bidang hadist, kitab Tanqih AlQoul/ meluruskan pendapat (Syarah Lubab Al Hadist, As-Suyuti). Dalam bidang tauhid, diantaranya kitab Fath Al-Majid/ pembuka bagi yang mulia (Syarah Ad-Durr Al-Farid Fi Al-Tauhid, Al Bajuri) yang berisi penjelasan tentang masalah tauhid. Dalam bidang fikih, diantaranya kitab Sullam Al Munajah/ tangga untuk mencapai keselamatan (Syarah Safinah As-Salah), At-
21
Tausyih (Syarah Fath Al-Qarib
Al-Mujib, ibnu Qosun Al-Gazi) yang
menguraikan masalah-masalah fikih dan Nihayah Az-Zen. Dalam bidang politik atau tasawuf, diantaranya kitab Salalim Al-fudala‟/ tangga bagi para ulama terpandang (Syarah Manzumah Hidayah Al-Azkiya‟) Misbah Az-Zalam (penerang kegelapan), dan Bidayah Al-Hidayah. Dalam bidang tarikh, diantaranya kitab Al-Ibriz Ad-Dani (emas yang dekat), Bugyah Al-Awam (kezaliman orang awam) dan Fathu As-Samad (kunci untuk mencapai yang maha memberi). Dalam bidang bahasa dan kesustraan, di antara kitab Fathu Gafir Al-Khatiyyah (Kunci untuk mencapai pengampunan kesalahan). Beberapa keistimewaan dari karya-karyanya telah ditemukan oleh peneliti, diantaranya kemampuan menghidupkan isi karangan sehingga dapat dijiwai oleh pembacanya, pemakaian bahasa yang mudah dipahami sehingga mampu menjelaskan istilah-istilah yang sulit dan keluasan isi karyanya. Buku-buku karyanya juga banyak digunakan di Timur Tengah (Ensiklopedi islam, 1994: 24-25). Ada cerita dibalik penulisan syarah kitab bidayah al hidayah (karya Imam Ghozali) yakni kitab Maroqiy al ubud‟iyah. Ketika itu lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan onta (dijalan tetap menulis). Beliau berdo‟a, jika kitab ini dianggap penting dan bermanfaat bagi kaum muslimin, ia mohon kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa melanjutkan menulis. Tiba-tiba jempol kaki beliau mengeluarkan api, dan bersinar terang, dan beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai, dan bekas api di jempol tadi membekas. Hingga saat pemerintah hijaz memanggil
22
beliau untuk dijadikan tentara (karena badan beliau tegap) ternyata beliau ditolak, karena adanya bekas api di jempol tadi (Arifin, 2012). Pengaruh pemikiran Nawawi adalah disebabkan beliau adalah orang yang produktif dan komunikatif, di samping beliau adalah seorang pujangga yang sudah hafal Al-Qur‟an sejak usia 18 tahun, disamping ribuan hadits. Oleh sebab itu beliau sangat menguasai berbagai permasalahan, sehingga di mesir beliau dikenal juga sebagai seorang “mufti” dan “fiqih”. Nawawi tidak saja dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang fiqih saja,tetapi juga sebagai seorang sufi, bahkan
memiliki tanda-tanda seorang wali, misalnya
keberanian, tawakkal yang mutlak kepada Allah Swt. Ciri khas karya beliau banyak bicara soal hukum Islam dan bermadzhab Syafi‟i, kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia terutama masalah thariqah khususnya bagi masyarakat Banten. Pemikiran beliau ternyata banyak sekali mengutip pikiran para ulama salaf. Terutama masalah yang berkaitan pernikahan, ibadah dan lain-lain. Karangan beliau dalam masalah ibadah banyak diungkapkan lewat “kitab Kasifatussyaja”, kitab seperti ini banyak dipakai di pondok pesantren. Dalam masalah ilmu kalam, pembahasannya lewat teori sifat- sifat Allah. Beliau memperkenalkan kemustahilan teori daur dan tasalsul (lingkaran dan rantai yang tidak ada ujung pangkalnya) dalam karyanya Tijan Ad- Darari. Dalam ilmu tasawuf yang beliau kembangkan, terutama tentang kedudukan manusia, Allah dan doa sangat berpengaruh di masyarakat.
23
Kumpulan doa-doa yang baik, kutipan ayat-ayat Al-Qur‟an dan AlHadist, yang berisi doa-doa dipedomani oleh masyarakat bahkan wirid-wirid (amalan) tertentu yang banyak diamalkan, adapula doa dan wirid beliau yang diangkat menjadi syair dan dikumandangkan oleh para muslimin dan muslimat di masjid, di mushola-mushola. Untuk menghargai jasa beliau khususnya bagi masyarakat Banten, setiap tahun di Banten di daerah kelahirannya diadakan upacara haul (peringatan hari wafat) dan diprakarsai oleh keturunannya. Kegiatan semacam ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Tanara Banten, sebagai acara resmi yang dihadiri oleh tokoh masyarakat dan para ulama setempat, yang diselenggarakan setiap akhir bulan syawwal. Dari peringatan ini timbul suatu kesadaran bahwa nawawi adalah tokoh
pendidikan
yang
sangat
besar
dan
usahanya
itu
harus
berkesinambungan. Dalam rangka mewujudkan cita- cita tersebut, beberapa ulama di banten mendirikan yayasan, yang diberi nama yayasan “AnNawawi” pada tanggal 31 Januari 1979, dan berkedudukan di Tanara (depag, 1987: 668-669) Pernyataan di atas adalah salah satu paradigma yang patut di garis bawahi, bahwasannya Nawawi adalah sosok ulama yang patut diteladani baik dari
segi
intelektual
atau
kesufiannya.
Wawasan
keilmuan
beliau
mencerminkan seorang yang mencintai ilmu pengetahuan terutama adalah ilmu hukum Islam. Hal ini dilihat pada hasil karyanya yang cukup banyak, semua ditulis pada hasil karyanya yang menggunakan bahasa Arab. Selain gelar yang lain beliau juga seorang penganut aliran kesufian, seluruh
24
kehidupannya dihabiskan untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan. Hal ini beliau lakukan semata-mata karena Allah, beliau akan berusaha menjadi manusia yang selalu bertaqwa.
25
BAB III POKOK PEMIKIRAN NAWAWI AL BANTANI TENTANG ADAB DAN KEPRIBADIAN
Kitab Syarah Maroqiy Al-„Ubudiyah „alaa matni Bidayah Al- Hidayah adalah karya Muhammad Nawawi Al Jawi, sedangkan kitab Bidayah Al-Hidayah sendiri merupakan karya Imam Al Ghozali. Maka kitab Maroqiy Al-„Ubudiyah merupakan penjelasan dari Bidayah Al-Hidayah yang menguraikan secara rinci dan menerangkan setiap bab yang terdapat dalam kitab tersebut. Kitab Maroqiy Al-„ubudiyah terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari 14 bab, bagian kedua terdiri dari 2 bab, dan bagian ketiga terdiri dari 1 bab. Secara garis besar, sistematika kitab Maroqiy Al-„ubudiyah adalah sebagai berikut: A. Mengenai Ketaatan Taat berarti mematuhi perintah-perintah Allah SWT. Perintah-perintah Allah SWT ada dua macam, yaitu fardhu dan nawafil. Fardhu (amalan wajib) merupakan pokoknya, ia ibarat modal dagangan yang dengannya tercapailah keselamatan dan terhindar dari segala bahaya. Sedangkan Nawafil (amalan sunnah) adalah keuntungan, yang dengannya tercapailah keuntungan berupa derajat-derajat. Allah Tabaroka Wa Ta‟ala berfirman: “Tidaklah orang-orang mendekatkan diri kepadaKu seperti menunaikan apa yang aku wajibkan atas mereka, hamba yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil 25
26
hingga aku mencintainya, maka aku adalah pendengarannya yang digunakan untuk mendengar dan penglihatannya yang digunakan untuk melihat dan lisannya yang digunakannya untuk bicara dan tangannya yang digunakan untuk bekerja, serta kakinya yang digunakan untuk berjalan”. Dalam riwayat Bukhari: “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ketaatan yang lebih aku sukai daripada melakukan apa-apa yang aku wajibkan atasnya”. Yang dimaksud dalam lafadz ini adalah semua amal yang fardhu „ain dan fardhu kifayah yang meliputi fardhu-fardhu yang lahir seperti shalat, zakat dan ibadah-ibadah lainnya, disamping meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan, seperti zina dan pembunuhan. Dan perbuatan batin seperti mengenal Allah dan cinta karena Allah, bertawakal kepada-Nya, serta takut kepada-Nya. Yang dimaksud dengan nawafil adalah amalan-amalan sunah yang dilakukan setelah megerjakan amalan wajib, bukan dengan meninggalkan amalan wajib. Barang siapa yang berjihad mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan amalan-amalan wajib dibarengi dengan sunnah, maka Allah SWT akan dekat kepadanya dan mengangkatnya sampai derajat ihsan sehingga ia beribadah kepada Allah SWT. Disertai kehadiran hati dan kerinduan kepada Allah SWT, hingga menyaksikan Allah SWT dengan mata hatinya seakan-akan ia melihat Allah SWT. Orang yang mencari derajat yang tinggi akan sampai ke tingkat ihsan jika ia mau bermuraqabah (mendekatkan diri) yaitu mengerjakan perintahperintah Allah SWT dengan mengawasi hati dan tubuhnya dengan kedipan-
27
kedipan matanya dan nafas-nafasnya dari pagi hingga sore. Berhati-hati terhadap hal-hal yang dilarang atau meninggalkan maksiat dan selalu mengingat Allah setiap waktu. 1. Adab Bangun Tidur Apabila engkau bangun tidur dan berniat untuk menghasilkan keutamaan terbesar, maka berusahalah sekuat tenaga untuk bangun sebelum terbit fajar, supaya bisa shalat di awal waktu, karena shalat dalam suasana masih gelap lebih baik daripada shalat dalam suasana sudah terang. Apabila seseorang mengerjakan shalat pada awal waktu dan masih dalam keadaan gelap, maka para malaikat malam hadir menyaksikan shalatnya. Dan apabila shalat itu lama disebabkan bacaan yang tartil hingga nampak cahaya, maka para malaikat siang hadir pula sambil menyaksikan shalatnya. Juga apabila seseorang mengerjakan shalat sejak awal waktu, dengan bacaan yang panjang, maka ditengah-tengah bacaan tersebut alam berubah dari gelap menjadi terang. Kegelapan itu sesuai dengan kehidupan kematian dan ketidak-adaan, sedangkan cahaya itu sesuai dengan kehidupan wujud. Maka ketika manusia bangun dari tidurnya, seakan-akan ia berpindah dari kematian menuju kehidupan dan dari tidak ada menjadi ada dan dari diam menjadi bergerak. Keadaan yang menakjubkan ini menunjukkan kepada akal bahwa tidak ada yang dapat melakukan perubahan ini kecuali Al-Khaliq dengan hikmah. Ketika itu akal menjadi
28
terang dengan cahaya ma‟rifat dan terbebas dari penyakit hati, yaitu cinta dunia, keserakahan, dengki, saling membanggakan diri. Para nabi seperti halnya para dokter mengajak manusia untuk melakukan ketaatan dan ubudiyah mulai bangun dari tidur, karena sangat bermanfaat dan bisa menghilangkan penyakit. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syarbini. Hendaklah mengawali waktu dalam harimu dengan berdzikir menyebut nama Allah SWT. Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah saw bersabda; “Setan mengikat belakang kepala salah seorang dari kamu di waktu tidur dengan tiga ikatan, ia memukul pada setiap ikatan seraya berkata; Tetaplah di tempatmu, malam masih panjang, maka tidurlah. Jika ia terbangun sambil menyebut nama Allah SWT terlepaslah satu ikatan. Dan jika ia shalat, terlepaslah seluruh ikatan. Maka ia pun menjadi giat dan baik jiwanya. Kalau tidak, maka ia pun berjiwa buruk dan malas”. Pada waktu itu bacalah:
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami dibangkitkan (dari kubur)”. (HR. Bukhari dari Hudzaifah dan Abi Dzar) Diriwayatkan dari Abi Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Apabila seseorang dari kamu bangun, hendaklah ia mengucapkan: segala puji bagi Allah yang mengembalikan ruhku kepadaku dan menyehatkan aku dalam tubuhku serta mengizinkan aku menyebut nama-Nya”.
29
Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seseorang bangun dari tidurnya, lalu mengucapkan, “ Segala puji bagi Allah yang menciptakan tidur dan jaga. Segala puji bagi Allah yang membangkitkan aku dalam keadaan selamat dan sempurna. Aku bersaksi bahwa Allah menghidupkan orang mati dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu“ , kemudian Allah SWT berkata : “ Benarlah hamba-Ku”. Dari Aisya ra. bahwa Rasulullah saw. apabila bangun di waktu malam, beliau mengucapkan : “Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ampunan atas dosaku dan aku mohon kepada-Mu rahmat-Mu. Ya Allah, tambahlah ilmuku dan jangan sesatkan aku setelah engkau beri petunjuk kepadaku dan berilah aku rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi”.Demikian disebutkan oleh Nawawi dalam kitab Adzkar-nya. Apabila engkau memakai baju, maka niatkanlah mematuhi perintah Allah SWT. untuk menutup auratmu dan waspadalah agar jangan memakai baju untuk riya‟ kepada manusia sehingga engkau rugi.Apabila engkau memakai baju, sandal dan lainnya dengan niat agar dihormati orang banyak atau dicintai para ulama dan pemuka dengan tujuan menguatkan mazhab ahlil haq dan menyiarkan ilmu serta mendorong orang-orang untuk beribadah bukan sekedar memuliakan diri sendiri maupun untuk memperoleh kesenangan dunia, maka hal itu merupakan kebaikan dan termasuk amal akhirat, karena ini adalah niat terpuji. Yang demikian
30
tidaklah termasuk riya‟, karena yang dimaksud adalah urusan akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bab riya‟. Salah seorang dari mereka berkata; “Patutlah para ulama dan pelajar di zaman kita ini lebih bagus bajunya, lebih besar surbannya dan lebih luas lengan bajunya daripada orang-orang bodoh, yakni supaya ilmu menjadi kuat dan agung”.Dari Said bin Malik bin Sainan bahwa Nabi saw. apabila memakai baju qamish, rida‟ (selendang) atau imanah (surban) beliau mengucapkan: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan pemakainya”.Dari Mu‟adz bin Anas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa memakai baju baru, lalu mengucapkan: “segala Puji bagi Allah yang memberikan pakaian ini dan mengaruniakannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku, melainkan Allah mengampuni dosanya yang terdahulu”.
2. Adab Memasuki Kamar Kecil (WC) Apabila engkau hendak ke kamar kecil (WC), maka dahulukan kaki kirimu di waktu masuk dan kaki kananmu diwaktu keluar. Semua tempat kotoran adalah tempat yang tidak terhormat (hina). Dan setiap memasuki tempat yang kotor, dahulukan kaki kiri. Demikian dikatakan oleh AlWana‟iy. Janganlah engkau membawa sesuatu yang bertuliskan Allah SWT. dan Rasul-Nya ke dalam tempat kotor dan janganlah masuk tanpa memakai penutup kepala. Dan cukuplah menutup kepala dengan lengan bajunya untuk melindungi dari gangguan jin sebagaimana dikatakan oleh Ar Ramli. Dan jangan memasukinya dalam keadaan telanjang kaki untuk
31
menghindari najis, saat di depan waktu masuk ucapkanlah doa di bawah ini, apabila terlanjur masuk baru ingat, maka ucapkanlah di dalam hati:
Artinya: “Dengan nama Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kotoran yang najis, setan yang jahat dan menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk”. Dalam riwayat Ibnu Adiy:
Artinya: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu perlindungan dari kotoran yang najis, dan setanyang jahat dan menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk”. Doa ini terdapat pula dalam iwayat Ibnu Abi Ayaibah, tetapi dengan ta‟awwudz lain. Di waktu keluar dari tempat buang air ucapkan :
Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku. Segala puji bagi Allah yang maha menghilangkan dari kotoran yang menggangguku dan menyiasakan padaku kekuatan yang bermanfaat bagiku”. Disunahkan mengucapkan: “Ghufranaka”, dua atau tiga kali sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana‟iy.
32
Janganlah beristinja‟ dengan air di tempat buang hajat yang bukan pada tempatnya, karena ditakutkan terkena percikan air kencing hingga menajiskannya. Lain halnya jika dengan batu, karena tidak menimbulkan percikan. Lain halnya dengan tempat yang telah disediakannya, dan istinja‟ di tempat itu menjadikan bersih, kecuali bila tempat tersebut ada udara yang berlawanan arah sehingga ditakutkan percikan air kencingnya kembali. Manuntaskan air kencing dengan berendam dengan mengusapnya dan memijit dari pangkal hingga ujung kemaluan tiga kali dengan tangan kirimu dengan pijitan yang lembut. Jika perempuan hendaknya meletakkan jari-jari tangannya yang kiri pada rambut kemaluannya dan memijitnya perlahan. Demikianlah dinukil oleh Al-Bujairami dan Syarh Ar Raudh oleh Syaikhul Islam. Setiap orang berbeda dalam menyucikan anggota tubuhnya. Hukumnya sunah jika diyakini bahwa kencingnya sudah berhenti, dan wajib bila besar dugaannya kencingnya belum habis, kecuali dengan berdehem. Jika engkau berada di padang terbuka, maka menjauhlah dari pandangan orang-orang sehingga sosokmu tidak terlihat. Kejauhan ini lebih baik dari pada menjauhkan diri dari orang-orang ke tempat dimana orang yang keluar di situ tidak mendengar suaranya dan tidak mencium baunya sebagaimana dinukil oleh Al-Wana‟iy dari Ar-Ramli. Tutuplah auratmu meski tidak ada orang melihatmu. Apabila engkau berada di dalam bangunan, maka hal itu sudah cukup, jika tidak
33
ada orang yang melihatnya. Kalau tidak, maka wajib menutup aurat, karena diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak sebagaimana dikatakan oleh Al-Wana‟iy. Janganlah engkau membuka auratmu sampai di tempat duduk. Apabila engkau sampai ke situ, maka bukalah pakaianmu sedikit demi sedikit. Kecuali bila engkau takut terkena najis, maka engkau boleh mengangkatnya sesuai keperluanmu. Kemudian turunkan lagi sebelum engkau berdiri tegak. Janganlah engkau menghadap matahari dan bulan di waktu buang air kecil maupun air besar di watu terbit matahari dan terbenamnya tanpa penutup seperti awan. Tidaklah mengapa bagimu bila engkau membelakanginya. Janganlah engkau menghadap kiblat pada saat buang hajat, walaupun dada tidak menghadap ke arah kiblat tanpa penutup ketika disiapkan baginya. Adapun tempat yang disediakan, maka berlawanan arah adalah yang paling utama, jika mudah menyimpang dari kiblat. Yang dimaksud dengan membelakangi kiblat adalah menampakkan kemaluan depan atau belakang ke arahnya di saat membuang hajat. Barang siapa menunaikan dua hajat sekaligus, tidaklah wajib baginya menutup aurat,
kecuali
dari
arah
kiblat
saja
jika
ia
menghadap
atau
membelakanginya. Disyaratkan penutup itu meliputi semua bagian tubuhnya yang menghadap kiblat, yaitu dari pusat sampai tanah. Sama halnya antara orang yang berdiri, maka ia harus menutupi dari pusatnya sampai kedua telapak kakinya demi memelihara kiblat, meskipun aurat itu sampai ke
34
lutut. Disyaratkan antara ia dan penutup itu berjarak tiga hasta atau kurang sepanjang hasta manusia yang sedang. Diharamkan menghadap atau membelakangi Mushaf di waktu buang hajat bilamana menimbulkan kesan penghinaan, bahkan bisa menjadi kufur. Demikian pula dikatakan tentang menghadap
atau
membelakangi
kubur
orang
yang
dimuliakan
sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana‟iy. Janganlah buang hajat di tempat berkumpulnya orang-orang, tempat umum milik orang banyak-tempat mencari nafkah-atau tempat untuk beristirahat. Hal itu tidaklah disukai jika mereka berkumpul untuk suatu perkara yang mubah. Tetapi jika bukan tempat untuk berkumpul, maka tidak ada larangan, bahkan wajib, jika hal itu bisa menghilangkan maksiat. Janganlah kencing pada air yang diam. Adapun air yang mengalir, maka tidaklah dilarang. Diharamkan pula kencing pula di tempat yang diwakafkan dan air yang berhenti di situ, meskipun sedikit. Buang air pada malam hari di air tidaklah disukai, baik pada air yang diam atau mengalir, yang luas atau tidak, karena air di waktu malam adalah tempat tinggal jin. Dan di bawah pohon berbuah, walaupun buahnya dimakan, tetapi demi memelihara buah yang jatuh, meskipun di luar musim buah. Hal itu tidak disukai
selama tidak ada sesuatu yang dapat menghilangkan najis di
tempat itu seperti, hujan dan lainnya. Janganlah buang air di dalam lubang, karena dikatakan lubang adalah tempat tinggal jin. Mereka (jin) telah membunuh Sa‟ad Ubadah ra. ketika kencing di dalamnya. Diharamkan buang hajat di dalam lubang
35
apabila diduga terdapat binatang yang tidak dianjurkan untuk membunuh, karena ia terganggu oleh barang najis itu atau dapat menyebabkan mati. Demikian dikatakan oleh Al-Wana‟iy. Janganlah kencing di tanah yang keras atau kencing di tempat angin bertiup yang berlawanan arah sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Maka janganlah menghadapnya demi menghindari percikannya atau bau dari kotoran tersebut. Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini mengatakan bahwa: “Yang diperhitungkan dalam karahah (bau yang ditimbulkan) itu adalah bertiupnya angin yang kencang pada saat itu, meskipun tidak selalu bertiup, karena boleh jadi ia bertiup setelah mulai kencing atau buang air besar sehingga terganggu olehnya”. Bertumpulah di atas kaki kiri di waktu engkau duduk sambil meletakkan kaki kanan di atas tanah dan memudahkan keluarnya kotoran di samping istirahatnya angota-anggota utama seperti lambung yang penuh. Jika dimiringkan, mudahlah kotoran dan apabila ditegakkan, maka sulitlah keluarnya. Dan karena yang sesuai bagi kita kaki kanan adalah dijaga dari penggunaannya di tempat yang kotor ini. Apabila kencing sambil berdiri, maka bertumpulah di atas dua kaki, sebagaimana dikatakan oleh As-Syeikh Athiyyah yang menukil Al-Minhaaj. Usahakan waktu kencing maupun buang air besar tidak dengan berdiri, karena hal itu makruh, kecuali dalam keadaan darurat, maka tidak ada larangan dan tidak bertentangan dengan yang utama. Karena Nabi saw. pernah mendatangi tempat pembuangan sampah umum, lalu kencing
36
sambil berdiri. Mengenai hadist tersebut ada tiga pendapat; Pertama, Rasulullah saw. melakukan itu karena tidak bisa duduk akibat adanya bagian tubuh yang sakit. Kedua, karena beliau berobat dengan cara itu untuk mengatasi sakit pada sulbinya sebagimana kebiasaan orang arab yang mengobatinya dengan cara kencing sambil berdiri. Ketiga, beliau tidak bisa duduk di situ karena terdapat banyak barang najis. Kumpulkanlah antara penggunaan batu dan air di waktu beristinja‟ dengan mendahulukan batu dan ini lebih utama daripada membatasi pada salah satunya untuk menghindari najis guna menghilangkan bendanya dengan batu dan tercapailah sunnah. Diriwayatkan bahwa turun firman Allah SWT QS. At Taubah: 108:
Artinya: Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selamalamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orangorang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At-Taubah: 108, As-Shiddiqie dan Terjemahan: 1977) “Kami beristinja‟ dengan air”. Sebelumnya RasulAllah berkata dengan mereka: “Apabila seseorang dari kamu mendatangi tempat buang
37
air, hendaklah ia beristinja‟ dengan 3 buah batu. Demikianlah istinja‟ dilakukan pada mulanya”. Ada yang mengatakan, ketika mereka ditanya tentang hal itu, mereka menjawab:“Kami menggunakan air sesudah batu”. Jika engkau ingin membatasi salah satunya, maka lebih utama menggunakan air. Jika engkau menggunakan batu saja, maka hendaklah engkau menggunakan tiga batu yang suci dan mengeringkan bendanya. Janganlah engkau mnggunakan batu yang terkena najis mapun yang basah dan yang halus seperti tanah. Usaplah bagian tubuhmu yang kotor secara merata dari depan ke belakang supaya najis tidak berpindah dari tempatnya. Begitu pula usaplah kemaluanmu di tiga tempat dengan sebuah batu besar dengan tiga batu atau tiga kali pada sebuah dinding hingga tidak terlihat kebasahan dan tempat usapan. Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya‟. Jika tercapai pembersihan dengan dua kali, wajiblah engkau sempurnakan untuk kali yang ketiga. Jika dengan tiga kali usapan masih ada bekas, maka engkau gunakan batu keempat sudah bersih, maka sempurnakan dengan batu kelima supaya menjadi bilangan ganjil. Jika engkau membersihkan dengan enam batu, maka sempurnakan menjadi tujuh. Demikianlah seterusnya hingga bersih dengan bilangan ganjil. Mengusap dengan bilangan ganjil adalah mustajab sedang membersihkan adalah wajib. Ketahuilah, bahwa pengarang menyebut enam syarat dalam menggunakan batu. Dua kali membersihkan kotorannya yaitu harus
38
sampai suci untuk menghilangkan najisnya, sedangkan yang ketiga mengusap mengusap tiga kali dengan meratakan setiap usapan pada seluruh tempat yang dibersihkannya. Salah satunya tempat ia beristinja‟, yaitu tidak berpindahnya benda yang keluar. Janganlah beristinja‟, kecuali dengan tangan kiri, yaitu mengambil batu dengan tangan kiri dan menuangkan air, yaitu mengambil batu dengan tangan kiri dan menuangkan air dengan tangan kanan, lalu menggosokkannya dengan tangan kiri hingga tidak tersisa bekasnya yang dapat diraba. Cukuplah dalam hal itu jika diduga najis telah lenyap dan tidak disunnahkan mencium tangan. Hendaklah ia mendorongkan anggota supaya bekasnya tidak tertinggal di sela-sela lubang dubur. Maka perhatikanlah hal itu. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Hajar. Sehabis beristinja‟, ucapkanlah: “Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat munafik dan lindungilah kemaluanku dari perbuatan-perbuatan keji”. Ketahuilah bahwa berbicara ketika memasuki tempat buang hajat adalah makruh sekalipun tidak buang hajat. Misalnya masuk untuk meletakkan kendi atau menyapu, kecuali untuk suatu kepentingan. Tidaklah dihukum makruh seperti berdzikir di dalam hati. Cukuplah dalam keadaan ini bila kita malu kepad Allah SWT. dalam mengeluarkan kotoran, andaikata tidak keluar, niscaya akan membunuhnya. Ini termasuk peringatan besar, walaupun tidak mengucapkan dengan lisan sebagaimana dikatakan oleh Umar Al-Bashri.
39
Setelah beristinja‟, gosokkan tanganmu di tanah atau dinding untuk menghilangkan bau yang melekat, kemudian cucilah tanganmu. Termasuk adap pula adalah duduk lama tanpa keperluan mendesak dan tidak mempermainkan tangan, tidak melihat ke kanan dan kiri, tidak memandang ke langit atau kemaluan atau luar tanpa keperluan.
3. Adab Berwudhu Yang dimaksud dengan adab di sini meliputi tuntunan dari yang wajib sampai sunnah-sunnahnya sebagaimana disebutkan oleh guru kami Abdul Hamid. Apabila engkau selesai beistinja‟, maka jangan tinggalkan siwak dan niatkanlah dengan siwak itu mengerjakan sunnah dan membersihkan mulut untuk membaca Al-Qur‟an dan mengingat Allah dalam shalat, sebagaimana engkau niat jimak (senggama) untuk mendapatkan keturunan. Karena siwak itu membersihkan mulut dari bau busuk dan menimbulkan karidhaan Tuhan serta membangkitkan kemarahan setan. Ketahuilah shalat dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada shalat 70 raka‟at tanpa bersiwak berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh Al-Humaidi: “Dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada 70 rakaat tanpa siwak”. Dalam riwayat lain: “Dua rakaat dengan bersiwak menyamai 70 rakaat”. Hadist ini tidak menunjukkan bahwa keutamaan siwak melebihi keutamaan shalat jamaah yang mencapai 27 derajat, karena pahala keduanya tidaklah sama, sebab satu derajat dari shalat jamaah bisa menyamai 70 rakaat dengan bersiwak. Dikatakan oleh Al-Wana‟iy,
40
terkadang bersiwak wajib bagi seorang istri apabila disuruh oleh suaminya dan wajib bagi hamba sahaya bila disuruh oleh tuannya. Hal itu juga wajib bagi siapa yang makan bawang putih atau bawang merah pada hari Jum‟at dan penghilang bau itu tergantung pada siwak untuk shalat Jum‟at. Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Kalau saja tidak memberatkan umatku, niscaya kusuruh mereka bersiwak setiap hendak mengerjakan shalat”. Kemudian duduklah untuk berwudhu dengan menghadap kiblat di atas tempat tinggi supaya tidak terkena percikan kencing. Ini sesuai dengan perkataan ArRamli dan Al-Mawardi bahwa tempatnya sebelum membasuh kedua telapak tangan. Berlainan dengan Al-Imam dan Ibnu Shalah, Ibnu An-Naqib, Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini bahwa tempatnya antara membasuh kedua telapak tangan dan berkumur. Dengan mengucapkan; Bismillahi rahmanir rahiim di awal wudhu. Bismillah saja, maka itu sudah cukup, jika lupa mengucapkan bismalah di awal wudhu, maka bacalah di tengahnya. Namun jika sedah selesai baru ingat, maka jangan membacanya, karena bukan pada tempatnya. Selain itu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang menjadikan air ini suci”. Dalam Al-Adzkar disebutkan: “Ya Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dasri bisikan-bisikan setan dan aku berlindung kepada-Mu dari kehadiran mereka kepadaku”. Kemudian membasuh kedua telapak tangan tiga kali, dan sebulum memasukkan tanganmu ke dalam bejana mengucapkan: “Ya Allah, aku mohon kepada-
41
Mu keberuntungan dan keberkahan serta berlindung kepada-Mu dari kesialan dan kebinasaan”. Atau mengucapkan seperti yang dinukil dari ArRamli, yaitu: “Ya Allah, jagalah kedua tanganku dari seluruh kedurhakaan terhadap-Mu”. Kemudiaan niat menghilangkan hadats atau mengerjakan shalat. Tidak mengapa bila niat menghilangkan hadast dilakukan sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan. Kemudian ambil air dengan tangan. Dan berkumur tiga kali hingga ke ujung tenggorokkan. Kecuali sedang puasa, maka berkumur dengan lembut supaya tidak membatalkan puasa, sambil mengucapkan: “Ya Allah, tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu dan banyak mengingt-Mu”. Kemudian niat menghilangkan hadast atau mengerjakan shalat. Tidak mengapa menghilangkan hadast dilakukan sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan, dalam Haasyiyah Al-Iqna‟. Jangan melupakan niatmu sebelum membasuh muka sehingga wudhumu tidak sah. Kemudian ambillah air dengan tangan dan berkumurlah tiga kali hingga ke ujung tenggorokan. Kecuali sedang puasa, maka berkumurlah dengan lembut supaya tidak membatalkan puasa, sambil mengucapkan: “Ya Allah, tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu dan banyak mengingatm-Mu”. Atau sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkar, yaitu: “Ya Allah, berilah aku minum dari telaga, nabi-Mu segelas sehingga ku tidak haus untuk selama-lamanya”. Atau mengucapkan: “Ya Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan mensyukuri-Mu”. Kemudian
42
ambil air untuk membasuh hidung dan menghirup air telaga air tiga kali, kecuali dalam keadaan puasa, dan keluar air dan kotoran di hidung dengan jari kelingking kiri, sambil mengucapkan di waktu beristinsyaq: “Ya Allah, berilah aku bau surga sedang Engkau ridha kepadaku”. Dalam AlAdzkar disebutkan: “Ya Allah, janganlah Engkau haramkan aku bau kenikmatan dan surga-Mu”. Di waktu mengeluarkan air dari hidung mengucapkan: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bau api neraka dan tempat tinggal yang buruk”. Kemudian ambil air untuk muka dan membasuh dari dahi hingga dagu, dan dari batas telinga hingga telinga lain yang melebar. Usapkan air ke rambut di tepi kepala, yaitu bagian antara ujung telinga hingga sudut dahi. Usapkan pula air ke tempat-tempat tumbus rambut yang empat, yaitu alis, kumis, bulu mata dan ambang serta wajib mengusap air ke tempat tumbuh jenggot yang tipis, bukan yang lebat. Ketika membasuh muka mengucapkan: “Ya Allah, putihkanlah wajahku ketika wajah-wajah menjadi putih dan wajah-wajah menjadi hitam”. Renggangkan sela-sela jenggot yang lebat sebelum membasuh muka sebagaimana dikatakan oleh Athiyyah menurut Al-Inani, kecuali bila dalam keadaan ihram. Maka jangan melakukannya supaya rambutnya tidak tercabut. Kemudian basuh kedua tangan dari ujung jari sampai ke siku, dimulai dengan tangan kanan emudian tangan kiri karena perhiasan di surga mencapai tempat-tempat wudhu. Gerakkan cincin dan renggangkan sebelum membasuh jari-jarimu.
43
Ketika mulai membasuh tangan kanan mengucapkan: “Ya Allah, berilah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang ringan”. Dan ketika membasuh tangan kiri mengucapkan: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar jangan engkau berikan kitabku dengan tangan kiriku atau dari belakang punggungku”. Kemudian mengusap kepala setelah membasuh kedua tangan dengan merapatkan telapak tangan kanan dan kiri dari depan kepala sambil menggerakkan ke dua tangan ke belakang, lalu mengembalikan ke depan supaya air mengenai seluruh kepala tiga kali dan mengucapkan: “Ya Allah, penuhilah aku dengan rahmat-Mu dan turunkan kepadaku dari barokah-Mu dan naungilah aku di bawah naungan Arsy-Mu pada hari ke tiada naungan, kecuali naungan-Mu”. Dalam Al-Adkar disebutkan pula: “Ya Allah, haramkan rambut dan kulitku atas api neraka dan naungilah aku di bawah Arsy-mu pada hari tiada naungan selain naungan-Mu”. Kemudian mengusap kedua telinga bagian luar dan dalamnya dengan air baru. Masukkan ke dua jari telunjuk ke dalam telinga dan usapkan bagian luar telinga dengan kedua ibu jarimu. Wajah adalah anggota tubuh termulia, tetapi terdapat lubang-lubang yang isinya pahit seperti kotoran kedua telinga dan sebagainya asin seperti air mata, sebagiannya asam seperti yang terdapat dalam hidung dan sebaginya asam seperti air ludah. Jumlah lubangannya ada enam, yaitu kedua mata, kedua telinga, mulut dan hidung.
44
Ketika membasuh mengucapkan: “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik darinya. Ya Allah, perdengarkanlah kepadaku seruan juru adzan di surga bersama orang-orang yang terbukti”. Kemudian mengusap tengkuk sambil mengucapkan: “Ya Allah, lepaskanlah batang leherku dari api neraka dan aku berlindung kepada-Mu dari ikatan rantai dan belenggu”. Menurut Nawawi: “Mengusap tengkuk adalah bid‟ah, karena tidak disunnahkan dinukil dari Ayarah Ar-Rudh”. Kemudian membasuh kedua kaki dari atas mata kaki hingga tumit. Renggangkan jari-jari kaki dengan memasukkan jari tangan dari bawah dan usaplah mulai dari kelingking kanan hingga berakhir pada kelingking kiri sambil mengucapkan: “Ya Allah, teguhkanlah telapak kakiku di atas jalan yang lurus bersama kaki-kaki para hamba-Mu yang shalih”. Dan ketika membasuh kaki kiri, ucapkan: “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu agar kakiku tidak tergelincir di atas shirot ke dalam api neraka bersama kaum munafik”. Dalam Al-Adzkar disebutkan oleh Nawawi; ketika membasuh kedua kaki bacalah: “Ya Allah, teguhkan kakiku di atas shirot”. Siramkan air hingga mencapai tengah kaki dan ulangi tiga kali dalam semua perbuatan. Adapun doa ketika membasuh anggota tubuh, Nawawi mengatakan; tidak ada sesuatu keterangan dari Nabi saw. mengenai hal itu. Akan tetapi semua itu adalah doa-doa yang diriwayatkan
45
dari para salaf yang shalih. Ada yang menambah dan ada yang menguranginya. Ibnu Hajar berkata: hal itu diiwayatkan dari jalan-jalan yang tidak kosong dari dusta. Akan tetapi Al-Mahalil dan Ar-Ramli Al-Kabir dan Ash-Saghir menyukainnya karena hal itu disebutkan dalam Tarikh Ibnu Hibban dan lainnya, meskipun dha‟if, karena hadis dha‟if diamalkan mengenai amalan-amalan utama. Syarat mengamalkan hadis dha‟if adalah bilamana tidak sangat lemah masuk di bawah asal umum serta termasuk dalam ibadah. Apabila selesai berwudhu, merngarahkan pandangan ke langit dan menghadap ke kiblat dengan dada, karena langit adalah kiblat doa, dan kebutuhan-kebutuhan manusia berada dalam perbendaharaan di bawah arsy. Mengulurkan kedua tangan dan memohon atas semua kebutuhan, kerena Ka‟bah adalah arah termulia. Dan katakanlah: “Aku bersaksi bahwa tidak Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku berbuat keburukan dan menganiaya diriku. Aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka ampunilah dosaku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Ya Allah jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang shalih. Jadikanlah aku seorang yang penyabar dan sangat bersyukur dan
46
jadikanlah aku sering mengingat-Mu dan bertasbih kepada-Mu pagi dan petang”. Setelah itu mengucapkan shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya. Lebih disukai jika doa itu dibaca tiga kali. Barang siapa membaca doa-doa yang diriwayatkan oleh Muslim Tarmidzi dan Al-Hakim ketika berwudhu, maka keluarlah dosa-sosanya semua dari tubuhnya dan dicatat di atas wudhunya pahalanya dan dilindungi pelakunya dari kesia-siaan amal serta diangkat wudhunya hingga mencapai Arsy. Wudhu tersebut terus bertasbih kepada Allah SWT. dan menyucikan-Nya serta ditulis pahala baginya sampai hari kiamat. Apabila ia mengucapkannya tiga kali sesudah wudhu, maka ditulis tiga kali. Hal itu tidaklah sulit bagi Allah. Kemudian bacalah surat Al-Qadr tiga kali, karena siapa yang membacanya sekali sesudah berwudhu, maka ia termasuk golongan shiddiqin. Siapa yang membacanya dua kali, ia dicatat dalam golongan para suhada dan siapa yang membacanya tiga kali, maka Allah menghimpunnya bersama tiga sebagaimana disebutkan dalam hadis. Setelah membaca: “Ya Allah, ampunilah dosaku dan luaskan bagiku dalam rumahku dan berkatilah aku dalam rezeiku dan janganlah Engkau timpahkan fitnah atasku dengan apa yang Engkau jauhkan dariku”. Usahakan mempertahankan wudhu sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Qudsi; “Hai Musa, apabila engkau mengalami musibah sedang engkau tidak dalam keadaan berwudhu, maka janganlah engkau
47
menyalahkan kecuali dirimu”. Juga dalam sebuah hadis Nabi saw. bersabda: “tetaplah engkau dalam keadaan bersuci, niscaya dilapangkan rezeki bagimu”. Disebutkan oleh Al-Bujairami dengan menukil dari Sayyidi Mustafa Al-Bakri. Jauhilah perkara di waktu berwudhu: “Jangan kebaskan kedua tangan hingga memercik air dan jangan mengeringkannya tanpa alasan”. Adapun bila ada alasan yang kuat, dahulukan anggota yang kiri sebelum kanan, karena ia menghilangkan bekas ibadah hingga patut memulai dari sebelah kiri supaya bekasnya tetap ada pada anggota yang lebih mulia. Seperti ketika keluar setelah berwudhu dalam tiupan angin yang mengandung najis atau merasakan kedinganan yang sangat. Sebaiknya jangan menggunakan baju, sebagaimana dinukil oleh Al-Wan‟iy dan Adzdzakhaair.
Tetapi
disunnahkan
mengeringkan
mayit
sesudah
memandikannya. Janganlah berbicara di tengah wudhu tanpa alasan kuat, tetapi hal ini tidak dikatakan makruh, karena Nabi saw. Berbicara kepada Ummu Hani pada hari penaklukan kota Makkah di saat sedang mandi seagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar. Jangan melebihi dari tiga kali ketika membasuh dan mengusap dan jangan pula menguranginya. Karena hal itu makruh. Kecuali dengan alasan yang kuat. Misalnya karena waktunya sempit hingga andai kata mengerjakannya tiga kali niscaya habis waktunya. Saat itu diharamkan mengerjakan tiga kali. Atau airnya sedikit sehingga tidak cukup kecuali untuk shalat fardhu. Maka hal itu diharamkan menambahinya. Atau sisa
48
airnya digunakan untuk minum, maka diharamkan atasmu mengerjakan tiga kali. Sedang mendapati shalat jamaah utama dari pada berwudhu dengan membasuh tiga kali. Begitu pula adab-adab yang tidak dikatakan wajib seperti mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota-anggota badan. Kalau tidak, tentulah dahulukan sebelum jamaah. Jangan, menuangkan banyak air sehingga melebihi kadar yang cukup bagi anggota, meskipun tidak melebihi tiga kali tanpa keperluan, sekalipun di sungai. Hingga makruh apabila hanya disebabkan was-was, maka memiliki setan yang bernama Walhan. Seorang ulama mengatakan bahwa iblis mempunyai sembilan anak. Masing-masing dari mereka mempunyai nama dan tugas. Yang pertama bernama Khinzib, ia bertugas menimbulkan rasa was-was di dalam shalat. Yang kedua Walhan adalah setan yang bertugas mengoda orang-orang yang berjual beli hingga berbicara sia-sia, bersumpah bohong, memuji barang dagangannya, mencurangi takaran dan timbangan. Yang keempat adalah Al-A‟war dan dia adalah setan setan zina. Ia meniup kemaluan lakilaki dan perempuan. Yang kelima adalah Washan. Ia adalah setan tidur yang memberatkan kepala dan kelopak mata hingga tidak bangun untuk mengerjakan shalat dan sebagainya, sedangkan ia membangunkan orang untuk melakukan perbuatan buruk seperti zina dan sebagainya. Yang keenam bernama Tabar, yaitu setan musibah, bertugas menggoda wanita untuk menjerit dan menampar pipi dan sebaginya. Yang ketujuh bernama Dasim, bertugas menemani manusia yang mekan atau memasuki rumah
49
dengan tidak menyebut nama Allah, tidur di atas tempat tidur mereka serta memakai baju yang dilipat dengan menyebut nama Allah. Ada yang mengatakan, ia adalah setan yang berusaha menimbulkan permusuhan di antara suami istri untuk memisahkan antara keduanya. Yang kedelapan bernama Mathun ada yang mengatakan Masuth, ia bertugas penyiarkan berita bohong yang ditiupkan kedua telinga manusia, sedangkan berita tersebut tidak ada sumbernya. Yang kesembilan Al-Abyadh, bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun para nabi, maka mereka selamat darinya. Sedangkan para wali, maka mereka memeraninya. Dan siapa yang disesatkan Allah, ia pun tersesat. Demikianlah disebutkan oleh Husein bin Sulaiman Ar-Rasyidi. Janganlah berwudhu dengan air yang terkena sinar matahari. Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ketika ia memanaskan air di dinar matahai untuk Rasulullah saw. Maka beliau berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, hai Humaira‟, karena bisa menyebabkan belang”. Meskipun hadis ini dha‟if karena sanadnya lemah, namun ia dikuatkan oleh khabar Umar ra. bahwa ia tidak suka mandi dengan air yang terkena sinar matahari. Diriwayatkan bahwa umar berkata: “Janganlah kalian mandi dengan air yang terkena sinar matahari karena bisa menyebabkan belang. Dan janganlah membersihkan makanan di sela-sela gigi dengan bambu, karena bisa membusukkan gigi. Ini masyhur di kalangan para sahabat hingga menjadi ijma‟ sukuti”. Janganlah berwudhu di bejana yang terbuat dari
50
kuningan, tanah liat dan wadah kayu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abi Hurairah bahwa dihukum makruh memakai bejana kuningan. Inilah tujuh perkara yang dihukum makruh di waktu berwudhu dan berlawanan dengan yang utama seperti mengembaskan air dan berbicara. Disebut dalam khabar yang diriwayatkan oleh Abdu Razzaq dari Hasan Al-Kufi: “Sesungguhnya siapa yang menyebut nama Allah di waktu berwudhu, maka Allah menyucikan seluruh tubuhnya. Dan siapa yang tidak meyebut nama Allah, maka tidaklah suci darinya keculi bagian yang terkena air”. Ali bin Ahmad Al-Azizi berkata mengenai makna hadis ini, yakni: “Siapa yang menyebut nama Allah di awal wudhu, maka Allah menyucikan tubuhnya yang lahir dan batin. Jika ia tidak menyebut nama Allah ketika berwudhu, maka tidaklah disucikan darinya, kecuali yang lahir saja tanpa yang batin”. Disunnahkan wudhu di setiap waktu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: “Wudhu syar‟i dituntut di banyak tempat, yaitu ketika membaca Al-Quran, di waktu mendengarkan Al-Quran, di waktu mendengarkan riwayat hadis dari syeikh (guru), di waktu belajar ilmu syar‟i berupa tafsir, hadis, fiqh dan mengerjakannya kepada para pelajar. Adapaun alat-alatnya, maka tidak disunnahkan wudhu baginya. Di waktu berdzikir menyebut nama Allah., di waktu melakukan sa‟i antara Shofa dan Marwah, di waktu wukuf di Arafah, di waktu menziarah kubur Nabi saw. dan kubur-kubur lainnya, di waktu berkhutbah selain hari Jum‟at, di
51
waktu tidur malam atau siang, walaupun sedikit dalam keadaan duduk yang tegak, ketika menyerukan adzan, ketika menjadi janabah dan mandi wajib atau sunnah lainnya, ketika menyerukan iqamat untuk shalat, di waktu beribadah seperti menulis fiqh melempar jumrah, ketika orang junub ingin makan, walaupun makanan yang diharamkan seperti yang dirampas atau ingin minum atau ingin tidur atau ingin menggauli istrinya sekali lagi, meskipun janabah yang pertama tanpa menggauli”. Adapun diharamkan seperti zina, maka tidaklah disunnahkan baginya berwudhu. Dan ketika berbekam (canduk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh,) dan sebelum atau sesudah memikul manyentuh bagian tubuh mayit, meski tidak membatalkan wudhu seperti rambut dan kuku. Maka disunnahkan berwudhu sesudahnya. Dan ketika orang lakilaki dan perempuan menyentuh kemaluannya, maka disunnahkan untuk menyempurnakan wudhu. Ketika orang lelaki dan perempuan menyentuh kemaluan orang lain dan menyentuh laki-laki yang mulus mukanya dan tampan berdasarkan khilaf mengenai pembatalan wudhu oleh sebab itu. Setelah makan daging unta dan ketika melakukan dhiban. Maka disunnahkan wadhu sesudahnya, walaupun engkau dalam keadaan wudhu. Dan ketika melakukan namimah, (mengadu domba) di antara orangorang, dan melakukan perbuatan keji seperti mengejek orang lain, melakukan sumpah palsu, bersaksi bohong, menuduh orang berzina tanpa bukti, berdusta tanpa ada maslahat dan tertawa keras di dalam shalat.
52
Karena tertawa keras di dalam shalat membatalkan wudhu menurut pendapat Abi Hanifah. Adapun tertawa keras di luar shalat, maka ia tidak membatalkan wudhu menurutnya. Sebagaimana ditetapkan oleh AsySyeikh Abdul Hamid dan Asy-Syeikh Yusuf As Sunblawi. Dan disunnahkan wudhu ketika mencukur rambut kepala dan di waktu marah, walaupun karena Allah SWT. berdasarkan sabda Nabi saw.: “Sesungguhnya amarah itu berasal dari setan dan sesungghnya setan diciptakan dari apai dan sesungguhnya api itu bisa dipadamkan dengan air. Maka apabila seseorang dari kamu marah, hendaklah ia berwudhu”. Dan ketika usia baligh. Maka disunnahkan wudhu baginya disertai anjuran mandi pula, karena dituntut baginya wudhu tersendiri tanpa mandi. Sebabnnya ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan keluarnya mani tanpa disadari. Oleh karena itu diniatkan dengannya menghilangkan janabah dan ini tidak nampak pada wudhu. Dan ketika menyentuh kemaluan hewan disunnahkan wudhu sesudahnya,
karena
menyentuh
bagian
yang
terpotong
darinya
membatalkan wudhu menurut mazhab lama. Adapaun dubur hewan, maka tidaklah membatalkan tanpa ada perselisihan sebagaimana disebutkan oleh Ad-Damyari. Juga disunnahkan wudhu di waktu murtad dan ketika memutuskan niat setelah selesai berwudhu dan ketika mengangkat pembalut luka bila disangka sudah sembuh, tetapi ternyata bila sembuh. Dan ketika menyentuh bagian yang terbuka di bawah perut.
53
Dan waktu membawa kitab-kitab tafsir bilamana tafsirnya lebih banyak daripada A-Qur‟an. Ini adalah mushaf Sayyidina Usman yang dikhususkan bagi dirinya dengan menamakan Mushaf Al-Imam. Adapun tafsir, maka dengan pertimbangan bentuk tulisannya berdasarkan kaidahkaidah ilmu kuat. Inilah yang diandalkan oleh ibnu Hajar. Dan disunnahkan memperbarui wudhu ketika sehabis melakukan tiap shalat, walaupun wudhu yang diperbarui itu disempurnakan dengan tayammum, baik wudhu yang pertama itu seluruhnya dengan air atau disempurnakan dengan tayammum. Maka dituntut baginya mengulangi wudhu. Perkara-perkara ini sebagaiannya dituntut wudhu sebelumnya dan sebagiannnya dituntut sesudahnya sebagaimana telah menjadi jelas. Dalam seluruhnya ia berniat wudhu dan tidak cukup meniatkan sebabnya seperti berniat wudhu untuk membaca Al-Qur‟an dan seperti berniat sunnah wudhu karena marah. Lain halnnya dengan mandi-mandi yang disunnahkan, karena sah meniatkan sebabnya. Bedanya ialah tujuannya yang terbesar adalah kebersihan sedangkan tujuan wudhu ini adalah ibadah. Apabila berwudhu dengan niat sujud tilawah atau syukur, maka boleh baginya mengerjakan shalat fardhu dengannya. Andai kata berwudhu dengan niat membaca Al-Qur‟an atau tinggal di masjid tidak boleh baginya mengerjakan shalat fardhu dengannya. Bedanya adalah thaharah tidak disyaratkan untuk membaca, karena ia dibolehkan dalam keadaan berhadast. Lain halnya dengan sujud
54
tilawah, karena syarat sahnya adalah suci. Oleh karena ini dibolehkan baginya mengerjakan shalat fardhu.
4. Adab Mandi Yang dimaksud dengan mandi adalah mandi wajib atau mandi sunnah. Apabila seseorang terkena janabah yang disebabkan karena mimpi atau persetubuhan, maka ambillah bejana ke tempat mandi dan letakkanlah di sisi kanan jika akan menciduk dan sisi kiri jika ingin menuangkan. Menyebut nama Allah sambil membasuh kedua tangan terlebih dahulu tiga kali, kemudian beristja‟ dan menghilangkan kotoran yang melekat di anggota tubuh seperti mani atau lendir serta nasjis bila mana ada. Berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat berserta semua doa dan sunnah-sunnahnya. Hendaklah membasuh kedua kaki supaya membasuh kedua telapak kaki atau kedua kaki supaya airnya tidak sia-sia. Apabila selesai berwudhu, maka yang lebih utama sesudah itu membersihkan sela-sela anggota tubuh, merenggangkan rambut kepala sekalipun dalam keadaan ihram. Lakukan dengan perlahan jika ada rambut di atasnya dengan memasukkan sepuluh jarimu di dalamnya. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam dan At-Tahrir, kemudian tuangkan air di atas kepala tiga kali sambil berniat menghilangkan hadast, karena janabah atau semacamnya. Kemudian tuangkan air di atas sisi yang kanan tiga kali, dan di atas sisi yang kiri tiga kali.
55
Dengan cara ini tercapailah semua sunnah sebagaimana dikatakan oleh Al-Bujairami. Cara lainnya adalah dengan membasuh kepala tiga kali, kemudian sisi kanan dari depan tiga kali, dan belakang tiga kali. Menggosok badan bagian depan dan belakang masing-masing tiga kali dan dilakukan secara berurutan. Renggangkan sela-sela rambut dan jenggotmu, baik lebat maupun tipis, namun bagi perempuan tidak wajib menguraikan jalinan-jalinan rambut kecuali bila ia mengetahui bahwa air tidak sampai pada lekuklekuk tubuh seperti kelopak mata, ujung mata, ketiak, telinga, bagian dalam pusar dan di bawah hidung, kerena hal itu biasa dilupakan. Hendaklah sangat memperhatikan telinga, terutama pada orang yang puasa dengan mengambil segenggam air dan memasukkan ke dalam telinga dengan perlahan supaya mengenai lekuk-lekuknya tetapi tidak sampei mengenai gendang telinga karena bisa membahayakan. Dan sampaikan pula air ke tempat-tempat tumbuh rambut yang tipis maupun lebat. Ketahuilah bahwa berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung) adalah sunnah tersendiri di waktu mandi sebagaimana keduanya adalah seunah tersendiri di waktu mandi. Tidaklah disukai meninggalkan keduanya seperti meinggalkan wudhu, dan disunnahkan melakukannya walaupun sehabis mandi, karena tidak disyaratkan tartib (berurutan) dalam perbuatan-perbuatannya. Menurut Imam Malik keduanya adalah sunnah di waktu mandi dan wudhu sebagaimana mazhabnya, wajib dalam mandi dan wudhu menurut Imam
56
Ahmad serta fardhu dalam mandi, sunnah dalam wudhu menurut Imam Abi Hanifah. Jagalah jangan sampai engkau menyentuh kemaluan sesudah wudhu, yakni sebelum mandi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya‟. Jika tanganmu menyentuh, maka ulangilah wudhu. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dan ini adalah jelas supaya keluar dari khilaf. Al-Bujairami berkata: “Andaikata setelah wudhu dan sebelum mandi engkau berhadats, maka tidaklah disunnahkan mengulangi wudhu, ini menurut pendapat yang mu‟tamad dan Ar-Ramli, karena wudhu tidak dibatalkan oleh hadats, tetapi dibatalkan oleh jimak. Ada teka-teki, wudhu mana yang tidak dibatalkan oleh hadast. Dalam bait-bait syairnya AsSuyuthi berkata: Katakanlah kepada ahli fiqh dan para syikh, juga kepada siapa yang mempunyai pengetahuan luas. Apa jawabanmu mengenai orang yang berwudhu. Ia telah melakukan perbuatan yang tepat. Mereka tidak membatalkan wudhunya meskipun ia buang air besar atau lebih dan wudhunya tidak batal, kecuali dengan persetubuhan baru. Salah seorang dari mereka menjawab dalam bait-bait syair pula: Hai pembuat teka-teki yang benar, Hai orang alim yang tiada bandingannya di masanya, Wudhu inilah yang di sunnahkan untuk mandi sebagaimana engkau beritahukan.
57
Dan wudhu itulah yang tidak batal, kecuali dengan persetubuhan baru. Yang fardhu dari semua itu adalah niat dan menghilangkan najasah serta membasuh seluruh badan. Fardhu wudhu adalah membasuh muka dan kedua tangan sampai dengan kedua siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kedua kaki sampai tumit di sertai niat dan tertib.selain itu adalah sunnah muakkadah. Keutamaannya dan pahalanya banyak sedangkan yang meremehkannya akan rugi. Bahkan ia pun nyaris merusakkan fardhu-fardhunya. Karena nawafil bisa mengganti kekurangan fardhunya, yakni jika seseorang mati dan tidak mengerjakan shalat-shalat fardhu, maka setiap 70 rakaat nawafil (sunnah) menggantikan satu rakaat fardhu. Begitu pula setiap 70 riyal dari sedekah tawattu‟ (sunnah) sama dengan satu riyal zakat. Adapun di dunia, maka amalan fardhu tidak bisa diganti dengan nawafil, tetapi harus dikerjakan. Adapun wudhu maka ia menghapus dosa-dosa kecil. Jika ia tidak mempunyai dosa-dosa kecil, maka diambillah dari dosa-dosa besar.
5. Adab Tayamum Tayamum adalah rukhshah disaat tidak ada air, sebagian ada yang mengatakan azimah. Rukhshah adalah menggugurkan qadha‟. Sebagian yang lain mengatakan, bilamana airnya tidak ada secara tayammum orang yang durhaka dalam perjalanan sebelum bertobat nyata, maka merupakan azimah. Apabila tidak demikian, maka tayammum adalah rukhshah dengan dalil keabsahan jika tidak ada air secara nyata dan kebatalan tayammum sebelum itu jika tidak ada air secara syara‟ seperti
58
bertayammum karena sakit. Jika tidak sanggup menggunakan air karena salah satu dari enam sebab, maka bolehlah bertayamum. Sebab-sebab itu ialah karena tidak ada air setelah mencarinya atau karena halangan seperti sakit atau karena air tidak bisa sampai atau air yang ada dibutuhkan untuk minum atau untuk orang yang bukan murtad dan bukan peninggal shalat maupun kafir. Apabila air itu dibutuhkan suatu kepentingan, maka wajib menyimpannya dan haram dipakai untuk wudhu, demi memelihara nyawa atau anggota atau manfaat dari kerusakan. Atau airnya milik orang lain dan tidak dijual kecuali lebih dari yang semestinya, di masa dan tempat itu atau seseorang menderita luka. Diriwayatkan oleh Al-Hakim bahwa seorang lelaki menderita luka dizaman Rasulullah saw kemudian ia mimpi sampai keluar mani, orangorang menyuruhnya mandi. Maka ia pun mandi hingga mati, beritanya sampai kepada Rasulullah, maka beliau mengatakan: “mereka telah membunuhnya, bukankah kalau tidak tahu harus bertanya”. Atau menderita sakit yang dikhawatirkan. Maka apabila ingin bertayammum, hendaklah sabar hingga masuk waktu shalat. Karena tayammum adalah thaharah yang bersifat darurat dan tiada darurat sebelum waktunya. Kemudian carilah debu yang baik, murni, dan suci. Tepukkan kedua tangan dengan merapatkan jari-jari di atas debu dengan niat, istibahah fardhi as sholah. Kemudian usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah sekali. Jangan memaksakan sampainya debu ke tempat-tempat tumbuhnya rambut, baik tipis maupun tebal karena tidak
59
disunnahkan
mengingat
kesulitannya.
Lepaskanlah
cincin,
karena
melepaskan cincin pada kali yang kedua adalah wajib supaya debu sampai ketempatnya dan tidak cukup hanya dengan menggerakkannya, karena debu tidak sampai di bawahnya lantaran ketebalannya. Lain halnya dengan air, maka kewajiban melepaskannya adalah diwaktu mengusap. Adapun dalam tepukan pertama, hukumnya sunnah supaya seluruh wajah bisa diusap dengan tangan sebagaimana dikatakan oleh Al-Mahalli. Tepuklah untuk kali yang kedua dengan merenggangkan antara jari-jari dan usapkan dengan kedua telapak tangan pada kedua tangan sampai kedua siku. Jika tidak bisa memenuhi keduanya, maka tepuklah sekali lagi hingga memenuhi keduanya. Kemudian usapkan salah satu telapak tangan pada telapak tangan lain dan usapkan pada sela-sela jari dengan merenggangkannya dan shalatlah fardhu sekali dan nawafil yang diinginkan.
Jika
ingin
melakukan
shalat
fardhu
lainnya,
maka
bertayammum lagi, meskipun tidak berhadats. Demikianlah setiap shalat fardhu dikerjakan dengan satu tayammum. Boleh juga menggabungkan shalat dhuhur dan jum‟at dengan satu tayammum.
6. Adab Menuju Masjid Melakukan shalat dua rakaat sebelum subuh dirumah jika fajar telah terbit, dan membaca di dalamnya surah al kafirun dan al ikhlash atau membaca surah an nasr dan al fiil. Barang siapa membaca dalam dua rakaat sebelum fajar, surah an nasr dan al fiil, maka tangan setiap musuh tidak bisa menjangkau dan tidak mempunyai jalan untuk mengganggu.
60
Demikianlah yang dinukil oleh Al Bujairami dan Al Ghozali. Begitulah yang dilakukan Rasulullah, yakni melakukan shalat sunnah dua rakaat sebelum shubuh di rumah. Disunnahkan memisahkan antara sunnah subuh dan fardhu dengan berbaring di atas sisinya yang kanan atau yang kiri dan yang kanan lebih utama, walaupun di dalam masjid, sekalipun diakhirkannya sesudah shalat fardhu. Hikmah dari hal itu ialah mengingat berbaring di dalam kubur di awal siang supaya mendorongnya untuk mengerjakan
amal-amal
akhirat
atau
untuk
menampakkan
ketidakmampuan di awal siang. Ia berkata diwaktu berbaring: “ya Allah, tuhan jibril, mikail, israfil, dan izrail serta tuhan Muhammad lindungilah aku dari api neraka (tiga kali)”. Kemudian pergi menuju masjid sesuai sabda nabi saw: Allah SWT berfirman: ”sesungguhnya rumahku di bumiku adalah masjid dan tamutamuku di dalamnya adalah orang-orang yang memakmurkannya. Maka beruntunglah hamba yang bersuci di rumahnya, kemudian mengunjungi aku di rumahku. Maka wajiblah tuan rumah menghormati tamunya. Janganlah meninggalkan shalat jamaah, sebagaimana disabdakan oleh nabi saw: “Barangsiapa mengerjakan shalat-shalat dengan berjamaah selama 40 hari tanpa ketinggalan takbiratul ikhram, maka Allah menulis baginya dua kebebasan, kebebasan dari sifat munafik dan dari api neraka”. Utamanya adalah shalat subuh, karena jamaah dalam shalat subuh lebih utama daripada jamaah dalam shalat isya‟ dan jamaah dalam shalat isya‟ lebih utama daripada jamaah shalat lainnya. Adapun shalat yang
61
paling utama adalah shalat ashar. Dalam hadis disebutkan: ”barang siapa mengerjakan shalat isya‟ dalam jamaah seakan-akan ia shalat separuh malam dan siapa melakukan shalat subuh dalam jamaah, seakan-akan shalat semalam penuh”. Kemudian An Nawawi mengemukakan alasan larangan meninggalkan shalat jamaah dengan perkataannya: karena shalat jamaah lebih baik 27 derajat daripada shalat sendiri sebagaimana disebutkan dalam hadis. Jika engkau mengabaikan keuntungan seperti ini, yakni keutamaan jamaah maka apakah gunanya menuntut ilmu? Sesungguhnya buah ilmu adalah mengamalkannya. Jika pergi ke masjid maka berjalan dengan perlahan dan tenang dan jangan terburu-buru. Dan dalam perjalanan mengucapkan: “Ya Allah, aku mohon kepadaMu, demi hak orang-orang yang memohon padaMu dan hak orang-orang yang berharap padaMu dan demi perjalanan padaMu ini. Sesungguhnya aku tidak keluar (ke masjid) dengan sombong dan congkak maupun karena riya‟ dan mencari ketenaran. Akan tetapi aku keluar dari rumahku untuk menghindari kemarahanMu dan mencari keridhaanMu. Maka aku mohon kepadaMu agar menyelamatkan aku dari api neraka dan mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau”.
7. Adab Memasuki Masjid Jika akan memasuki masjid,maka lepaskan sandal kiri lebih dulu dan letakkan kaki kiri di atasnya. Kemudian melepas sandal kanan, dan dahulukan kaki kanan ketika memasukinya. Karena masjid adalah tempat
62
yang mulia. Sama halnya seperti ka‟bah. Ketika hendak masuk maka mengucapkan:
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah yang maha agung dan dzatNya yang mulia serta kekuasaan-Nya yang lama dari setan yang terkutuk, segala puji bagi Allah”. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkar, kemudian mengucapkan:
Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluargaNya serta para sahabatNya. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukalah bagiku pintupintu rahmat-Mu”. Kemudian ucapkan basmAllah dan masuklah. Apabila keluar, maka dahulukan kaki kiri dan mengucapkan seperti di atas, dan yang terakhir diganti:
Artinya: “Dan bukalah bagiku pintu-pintu karunia-Mu”.
63
Barang siapa melakukan jual beli di masjid, maka Allah tidak menjadikan perdagangannya beruntung. Dan apabila orang mencari barangnya yang hilang di dalam masjid, maka Allah tidak mengembalikan barangnya yang hilang. Diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila kalian melihat seseorang melakukan jual beli sesuatu di dalam masjid, maka katakanlah semoga Allah tidak menjadikan perdaganganmu beruntung. Dan apabila kalian melihat seseorang yang mencari barangnya yang hilang di dalamnya, maka katakanlah semoga Allah tidak mengembalikan kepadamu”. Jika memasuki masjid, maka jangan duduk sampai mengerjakan shalat dua rakaat tahiyyatul masjid. Akan tetapi jika memasuki masjidilharam, dan hendak melakukan thawaf, maka yang lebih utama adalah mulai dengan thawaf, kemudian niat dua rakaat sunnah thawaf, serta tahiyyatul masjid sekaligus. Jika berniat salah satunya, maka termasuk pula yang lain, meskipun tidak meniatkannya. Karena tahiyyat al masjidilharam tidak luput dengan thawaf. Makruh mengerjakan shalat tahiyyat bila mendapati shalat fardhu telah diserukan iqamahnya. Makruh pula bila khawatir meninggalkan shalat, baik fardhu, maupun sunnah. Adapun bila meyakini ketinggalan shalat fardhu, maka diharamkan shalat tahiyyatul masjid. Namun jika shalatnya nafilah, maka hukumnya makruh.
64
8. Adab Di Antara Terbit Hingga Tergelincirnya Matahari Apabila matahari sudah terbit dan naik setinggi tombak, maka kerjakanlah shalat dua rakaat. Hal itu dilakukan sesudah hilangnya waktu yang di larang mengerjakan shalat, karena shalat diwaktu itu makruh. Yaitu setelah fardhu subuh hingga naiknya matahari. Apabila matahari telah tinggi dan lewat seperempat siang, maka kerjakan shalat dhuha empat atau enam atau delapan rakaat, masing-masing dua rakaat dan itu lebih utama. Diriwayatkan oleh Thabrani dari Abi Hurairah, “Tiada shalat sunnah di antara terbitnya matahari dan waktu tergelincirnya, kecuali shalat dhuha”. Maka waktu yang lebih dari itu ada empat keadaan. a. Menggunakan waktu untuk menuntut ilmu agama, bukan ilmu yang tidak berguna seperti ilmu sihir dan ilmu nujum. b. Jika tidak bisa menghasilkan ilmu yang berguna dalam agama, maka menyibukkan diri dengan wirid-wirid seperti dzikir, tasbih, membaca al qur‟an, dan shalat. c. Menyibukkan diri dengan sesutu yang menimbulkan kebaikan bagi kaum muslimin dan memasukkan kegembiraan dalam hati orang-orang mukmin dengan memenuhi hajat dan menolong mereka dalam kebajikan dan ketakwaan. d. Jika tidak sanggup melakukan ketiga keadaan di atas, maka bekerja untuk memenuhi kebutuhan atau keluarga, karena bekerja juga termasuk ibadah dan wajib bagi umat Islam.
65
Ketahuilah, bahwa hamba terhadap agamanya ada tiga derajad. Pertama orang yang selamat dari dosa, ia adalah orang yang membatasi dengan menunaikan amalan-amalan fardhu dan meninggalkan maksiyat. Kedua orang yang beruntung untuk akhiratnya, yaitu mereka yang menyumbangkan amalan-amalan dan shalat sunnah. Dan yang ketiga orang yang merugi, yaitu mereka yang binasa dan berdosa dan ia adalah orang yang ceroboh dalam menunaikan amalan-amalan wajib. Allah SWT berfirman QS. Faatir: 32:
Artinya: “Diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada pula yang lebih dahulu berbuat baik dengan izin Allah”(Ash Shiddiqie: 1977). Abu Bakar Al Waraq berkata; “keadaan hamba ada tiga, yaitu bermaksiyat, lalai, dan bertobat, kemudian mendekatkan diri kepada Allah. Apabila durhaka, ia masuk dalam golongan orang-orang yang zalim. Apabila bertobat, ia masuk dalam golongan orang-orang pertengahan. Bila sah tobatnya dan banyak ibadahnya ia akan masuk golongan orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebajikan. Jika tidak bisa beruntung dengan
66
amalan–amalan sunnah, maka berijtihad untuk menjadi orang yang selamat dengan menunaikan amalan wajib dan menjauhi semua larangan. Oleh karenanya jagalah dirimu, agar tidak menjadi orang yang merugi dengan tidak adanya perhatian dalam menunaikan amalan fardhu. Meskipun hamba masuk surga dengan karunia Allah, namun setelah ia mempersiapkan diri dengan mentaatinya, karena rahmat Allah dekat dengan orang-orang yang berbuat kebajikan. Diceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan bani israil beribadah kepada Allah selama 70 tahun. Lalu Allah mengutus kepadanya malaikat yang mengabarinya bahwa meskipun ia beribadah selama itu, namun ia tidak pantas masuk surga. Ketika mendengar itu, ahli ibadah itu berkata: ”kita diciptakan untuk beribadah, maka haruslah kita menyembahNya”.
Ketika malaikat itu
kembali, ia berkata: ”wahai tuhanku, engkau mengetahui apa yang dikatakannya”. Kemudian Allah berfirman: ”oleh karena ia tidak berpaling dari menyembah kami, maka kamipun tidak berpaling darinya dengan kemurahan kami. Saksikanlah hai para malaikat, bahwa aku telah mengampuni dosanya”. Hamba itu terhadap para hamba lainnya ada tiga tingkatan. Pertama, hamba yang menempati kedudukan para malaikat yang mulia dan berbakti. Kedua, hamba yang menempati kedudukan hewan dan benda mati. Ketiga, hamba yang menempati kedudukan kalajengking dan ular serta binatang buas yang berbahaya.
67
Jika engkau bisa meniru para malaikat yang mulia, maka janganlah engkau turun dari derajat hamba yang pertengahan, yaitu tigkatan hewan dan benda mati, menjadi tingkatan kalajengking, ular, dan binatang buas yang membahayakan. Jika engkau rela dirimu turun derajat malaikat ke derajat pertengahan, maka janganlah engkau rela dirimu turun ke derajat yang paling rendah, yaitu derajat binatang buas. Maka barang kali engkau selamat dari sekadar kebutuhanmu, tidak kurang dan tidak lebih, engkau tidak mendapat manfaat dan tidak dirugikan. Oleh karena itu, kerjakanlah diwaktu siangmu sesuatu yang bermanfaat bagimu untuk dunia dan akhiratmu. Jika
engkau seorang
pedagang, maka berdaganglah dengan benar dan jujur. Jika engkau seorang pekerja, maka bekerjalah dengan baik dan jangan lupa menyebut nama Allah dalam semua pekerjaanmu. Batasilah pencaharianmu sesuai dengan kebutuhan harimu. Sesanggup apapun engkau mencari nafkah dalam sehari dan telah cukup memperoleh keuntungan, hendaklah engkau meluangkan waktu untuk bekal akhiratmu, karena kebutuhan akhirat lebih kekal dan lebih banyak kenikmatannya. Jika engkau tidak sanggup menunaikan kewajiban agamamu ketika bergaul dengan orang banyak, sedangkan engkau juga tidak bisa selamat dari maksiyat, hibah, riya‟, tidak dapat beramar makruf nahi munkar, serta tidak menunjukkan akhlak yang mulia, dan selalu berbuat jahat sebagai akibat keserakahan terhadap dunia, maka sebaiknya engkau lakukan uzlah. Karena di dalam uzlah terdapat keselamatan dari berbagai
fitnah,
68
permusuhan, dan kejahatan rang lain, serta keserakahan orang lain terhadap milikmu, dan keserakahanmu terhadap milik orang lain. Karena terputusnya keserakahan orang-orang darimu mengandung faidah yang banyak. sedangkan keridhaan orang-orang adalah tujuan yang tidak tercapai. Maka sebaiknya manusia lebih mengutamakan perbaikan dirinya. Dan sesungguhnya terputusnya keserakahanmu dari mereka mengandung faidah yang banyak. maka siapa yang memendang kepada keindahan dunia, dan kebagusannya, maka bangkitlah keserakahannya. Bilamana ia melakukan uzlah, maka ia tidak menyaksikan dan tidak disaksikan, ia pun tidak menyukai dan tidak serakah. Bilamana engkau merasa was-was yang tidak diridhai, dan tidak mampu mengatasinya dengan wirid, hendaklah tidur. Karena tidur adalah keadaan yang terbaik. Bilamana tidak sanggup mendapat keuntungan dari kemenangan, kita rela dengan keselamatan dalam kekalahan. Artinya bila kita tidak sanggup mengerjakan amal shalih,
maka jangan melakukan amal yang buruk.
Seburuk-buruk keadaan adalah orang yang ingin selamat agamanya tanpa melakukan ibadah, dan meluangkan seluruh waktunya untuk tidur. Karena dengan tidur, ia menganggurkan kehidupannya dan masuk dalam golongan benda mati. Abu Thalib Al Makki menyebutkan perselisihan mengenai keadaan jaga yang kosong dari ibadah-ibadah seperti dzikir dan lainnya dan keadaan tidur yang bukan untuk takwa dengan mentaati Allah maupun untuk meninggalkan maksiyat. Maka dikatakan, keadaan jaga lebih utama
69
daripada tidur itu, karena merupakan kekurangan. Ada yang mengatakan tidur lebih utama, karena boleh jadi ia bermimpi melihat nabi atau orangorang shalih. Adapun tidur yang bertujuan untuk mencari keselamatan dan berniat shalat malam, maka ia adalah ibadah.
9. Adab Persiapan Untuk Shalat-Shalat Lainnya Setelah shalat dhuha dan melakukan ibadah yang lainnya, hendaklah engkau bersiap-siap untuk melakukan shalat dhuhur sebelum matahari tergelincir dan didahului dengan tidur sebentar. Tidur menjelang dhuhur itu sunnah, kecuali pada hari jum‟at bilamana menunaikan shalat tahajjud diwaktu malam. Shalat tahajjud dilakukan setelah tidur dan jumlah rakaatnya tidak terbatas. Nabi saw berkata kepada Abi Dzar: ”shalat sunnah itu sebaik-baik ibadah yang ditentukan, maka kerjakanlah yang banyak atau yang sedikit”(HR. Ibnu Hibban dan Al Hakim). Apabila di malam hari banyak mengerjakan kebaikan, seperti mempelajari kitab-kitab, sehingga kalau tidak tidur siang, tidak bisa mengerjakan kebaikan. Maka tidur tengah hari membantu untuk shalat malam sedangkan makan sahur membantu puasa di siang hari. Rasulullah bersabda: ”tidurlah siang supaya membantu untuk shalat malam dan makanlah sahur supaya bisa membantu untuk puasa siang hari dan makanlah kurma dan kismis supaya bisa menghadapi musim dingin”(HR. Abu Daud).
70
Tidur siang tanpa shalat dimalam hariseperti makan sahur tanpa puasa disiang hari. Apabila tidur siang menjelang dhuhur, maka berusahalah keras untuk bangun sebelum matahari tergelincir dan berwudhulah, lalu pergilah ke masjid. Waktu itu adalah sebelum waktu shalat. Karena ia termasuk amalan utama, meskipun tidak tidur dan tidak mencari nafkah. Waktu tersebut merupakan waktu terbaik, karena pada waktu-waktu itu banyk orang lalai dari mengingat Allah karena disibukkan oleh urusan dunia. Kemudian melakukan shalat sunnah empat rakaat rakaat sebelum dhuhur. Diriwayatkan dalam hadis dari Abi Hurairah, dari nabi saw, bahwa siapa yang mengerjakan empat rakaat sesudah matahari tergelincir, dan membaca dengan baik ruku‟ dan sujudnya, maka ikut shalat bersamanya 70.000 malaikat yang memohonkan ampun untuknya sampai malam. Kemudian kerjakan shalat dhuhur berjamaah di teruskan dengan shalat sunnah dua rakaat sesudah dhuhur. Keduanya termasuk shalat rawatib yang muakkad, dan diriwayatkan dari Nabi saw. disamping kedua rakaat itu ada dua rakaat yang bukan muakkad berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Al Hakim dari Ummu Habibah:”barang siapa memelihara empat rakaat sebelum dhuhur dan sesudahnya, maka Allah mengharamkan api neraka atasnya”. Al Ghazali berkata, dianjurkan baginya membaca dalam shalat sunnah ini ayat al kursi dan akhir surah Al Baqarah. Janganlah engkau sibukkan dirimu hingga ashar, kecuali dengan belajar ilmu agama,
71
menolong sesama muslim, membaca Al Qur‟an, atau mencari nafkah supaya bisa mengamalkan agama dengan baik. Nabi saw bersabda: ”Allah senantiasa menolong hambanya, selama hamba itu menolong saudaranya”. Kemudian menunggu shalat ashar dengan beri‟tikaf, karena termasuk amalan utama. Kemudian mengerjakan shalat sunnah empat rakaat sebelum ashar. Shalat itu adalah sunnah muakkad, karena mengharapkan doa rasulullah. Namun nabi saw jarang melakukan shalat sunnah sebelum ashar seperti menekuni dua rakaat sebelum dhuhur. Oleh karena itu, jika menurut Asy Syafii, empat rakaat sebelum ashar ini tidak muakkad. Doa nabi saw untuk mereka yang shalat sunnah sebelum ashar, “semoga Allah mengasihi orang yang mengerjakan shalat empat rakaat sebelum ashar” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dari Umar). Maka berusahalah sekuat tenaga supaya mendapatkan doa Rasulullah, dan jangan bekerja sesudah ashar kecuali seperti yang dikerjakan sebelumnya. Tidaklah patut menyianyiakan waktu, dan dalam waktu itu tidak disukai tidur. Salah seorang ulama berkata, tiga perkara dibenci Allah yaitu, tertawa tanpa ada keheraanan, makan tanpa merasa lapar, dan tidur di siang hari tanpa shalat di malam hari. Maka jangan sibukkan dirimu dalam setiap waktu dengan cara sembarangan menurut keinginanmu. Akan tetapi engkau dituntut untuk mengoreksi dirimu atas kesalahan-kesalahanmu. Sedikitnya dalam sehari, sejak sesudah dhuhur atau ashar sampai malam. Dalam koreksi itu terdapat barakah yang besar.
72
Luangkanlah waktumu dengan wirid-wirid, dan tasbih. Allah SWT berfirman QS. Taaha: 30:
Artinya: “Dan bertasbihlah dengan memuji tuhanmu sebelum terbit matahari dan terbenamnya” (Ash shiddiqie, 1997:827). Bacalah empat surah sebelum matahari terbenam, yaitu surah Asy Syams, Al Lail, dan Al Mu‟awwidzatain. Barang siapa membaca surah Asy Syams, maka Allah mengaruniainya pemahaman yang cerdas mengenai segala sesuatu. Barang siapa membaca surah Al Lail, ia akan terpelihara dari sikap kejelekan. Barang siapa membaca surah Al Falaq, ia terpelihara dari gangguan. Dan barang siapa membaca surah An Naas, maka ia terlindung dari berbagai cobaan, dan setan. Barang siapa yang terus menerus membacanya, ia mendapat rezeki seperti hujan. Al Ghazali berkata: maka patutlah seorang hamba memperhatikan keadaannya. Jika keadaan hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung. Jika keadaan hari ini sama dengan hari kemarinnya, maka ia merugi. Jika lebih buruk dari kemarinnya, maka ia terkutuk. Jika
ia
melihat dirinya berbuat banyak kebajikan seluruh harinya, maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah atas taufiknya dan mensyukurinya atas kesehatan tubuh dan umurnya yang panjang. Kemudian mengerjakan shalat
fardhu
setelah
menunaikan
dua
rakaat
ringan.Kemudian
mengerjakan shalat sunnah dua rakaatsesudah shalat maghrib sebelum bicara. Bacalah dalam dua rakaat itu Al Kafiruun dan Al Ikhlash. Dua
73
rakaat sebelum maghrib adalah sunnah muakkadah. Jika engkau kerjakan empat rakaat, maka shalat itu adalah shalat awwabin. Jika engkau bisa melakukan i‟tikaf hingga isya‟ dan menghidupkan antara waktu maghrib dan isya‟, maka lakukunlah. Sebanyak-banyaknya shalat awwabin adalah 20 rakaat. Ada yang mengatakan enam rakaat sebagaimana yang disebutkan oleh Al Bujairami dan Al Ghazali dalam kitab Ihya‟nya. Diriwayatkan, Rasulullah saw pernah mengerjakan shalat sunnah enam rakaat antara waktu maghrib dan isya‟.menghidupkan waktu antara maghrib dan isya‟ ini adalah naasyiyatul laila (permulaan malam)yang disebutkan dalam firman Allah QS. Al Muzzammil: 6:
Artinya: “Sesungguhnya permulaan malam adalah lebih tepat (untuk khusyu‟) dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan”(Ash shiddiqie, 1977:1434). Yakni permulaan malam yang di isi dengan shalat lebih menjaga kebaikan hati, mata, telinga, dan lisankarena terputusnya berbagai suara dan gerak serta lebih besar pengaruhnya di dalam hati karena kehadiran hati disaat tidak terdengar suara dan dunia terang. Apabila bermaksud mengerjakan shalat malam sesudah tidur, maka akhirkan shalat witir supaya akhir shalat di waktu malam menjadi witir berdasarkan hadis Syaikhain: “Jadikanlah akhir shalatmu di waktu malam dengan shalat witir. “Dan berdasarkan hadis muslim: “Barangsiapa takut tidak bisa
74
bangu di akhir malam, hendaklah ia kerjakan shalat witir pada malamnya. Dan siapa yang ingin bangun pada akhirnya, hendaklah ia kerjakan shalat witir pada akhir malam”. Jangan menghabiskan harimu dengan bersenda gurau dan bermainmain, karena amal-amal itu tergantung penghabisannya. Ini menurut pengetahuan kita dan sebagian orang pada sebagian keadaan. Adapun menurut pengetahuan Allah dan kehendak-Nya, maka amal-amal itu tergantung permulaannya. Akan tetapi oleh karena permulaannya tertutup dari kita sedangkan penghabisannya jelas bagi kiya, maka Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung penghabisannya”.
10. Adab Tidur Semua yang engkau kerjakan dalam harimu mempunyai adab-adab, demikian juga dengan tidur. Sebelum tidur, hendaknya mengerjakan adabadabnya yang enam; pertama, menghadap kiblat. Kedua, tidur dalam keadaan suci. Ketiga, hendaklah menulis wasiat yang diletakkan di bawah bantal. Keempat, tidur dalam keadaan bertobat dari dosa-dosa dan memohon untuk tidak mengulangi berbuat dosa. Kelima, jangan membiasakan tidur di atas kasur yang empuk, dan janganlah tidur bila tidak sangat mengantuk, kecuali tidur agar bisa bangun malam. Keenam, berdoa ketika akan tidur, dan ketika bangun dari tidur.
11. Adab-Adab Shalat
75
Seungguhnya Allah menerima dari shalatmu sesuai dengan kadar kekhusyu‟an, ketundukan, dan kerendahan diri serta doa yang tulus. Ada yang mengatakan, shalat itu terdiri dari empat bagian, yaitu kehadiran hati, penyaksian akal, ketundukan jiwa, dan ketundukan anggota tubuh. Kehadiran hati menyingkap tabir, penyaksian akal menghilangkan teguran, ketundukan jiwa membuka pintu-pintu dan ketundukan anggota tubuh mendatangkan pahala. Maka siapa yang mengerjakan shalat tanpa kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa kedudukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan anggota tubuh, maka ia sia-sia. Barangsiapa menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang memenuhi kewajibannya. Selalu niatkan dalam hati setiap akan shalat sesuai dengan waktunya untuk membedakan dari yang qadha‟ dan sunnah serta dari waktu lainnya. Hendaklah makna dari lafadz-lafadz hadir dalam hati ketika bertakbir dan pertahankan sampai akhir takbir supaya niatnya tidak lepas sebelum selesai bertakbir. Apabila semua itu sudah hadir dalam hati, maka angkatlah kedua tangan ketika takbir, sampai batas kedua pundak, dengan kedua telapak tangan terbuka, jangan merapatkan jari-jari, dan jangan merenggangkannya tetapi biarkan menurut apa adanya hingga kedua telapak tangan sejajar dengan kedua telinga. Kemudian turunkan kedua tangan dengan perlahan dan jangan mendorong kedua tangan ketika mengangkat
dan
menurunkan
ke
depan
dengan
keras
maupun
76
mengangkatnya dengan keras ke belakang ketika selesai takbir. Dan jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri yakni bila selesai bertakbir. Bila menurunkan kedua tangan, maka angkat lagi ke dada setelah menurunkannya. Muliakanlah tangan kanan dengan meletakkannya di atas tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kirimu dan peganglah pergelangan tangan kiri dengan telapak tangan sambil membaca:
Artinya: “Allah maha besar sebesar-besarnya dan segala puji yang banyak bagi Allah. Maha suci Allah di waktu pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus dan berserah diri dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, adalah bagi Allah tuhan sekalian alam. Tiada sekutu baginya dan dengan semua itu aku disuruh dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. Jika berada di belakang imam, maka ringkaslah doa iftitah karena takut tidak bisa membaca Al fatihah sebelum ruku‟nya imam. Diantara amin dan ruku‟ disunnahkan bagi imam untuk diam sesudah mengucapkan amin dalam shalat yang keras bacaannya sekadar pembacaan Al Fatihah
77
oleh makmum jika diketahuinya bahwa makmum membacanya di waktu diamnya. Hendaklah di waktu berdiri memandang ke tempat sujud walaupun shalat di dalam ka‟bah atau di belakang Nabi atau mensholati jenazah. Hal ini dilakukan sejak permulaan hingga akhir shalat, karena lebih menyatukan dan lebih menghadirkan hati. Bila membaca tasyahud, maka disunnahkan membatasi pandangannya pada jari telunjuknya, selama terangkat
setelah
memberi
isyarat
dengannya,
dan
hendaklah
membungkuk menghadap kiblat. Hal itu berlangsung terus hingga berdiri dari tasyahud awal atau salam dalam tasyahud akhir. Ketika bertakbir untuk ruku‟, angkatlah kedua tangan dengan mengucap takbir sampai selesai ruku‟. Lalu mengucapkan “Subhaana rabiyal adhiimi” tiga kali. Kemudian mengangkat kepala hingga berdiri tegak dan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan “Sami‟Allahu liman hamidah”. Kemudian mengucapkan “Rabbanaa lakalhamdu mil ussamaawaati wa mil ul ardhi wa mil umaa syi‟taa min syaiin ba‟du”. Jika mengerjakan shalat subuh, maka membaca qunut dalam rakaat kedua setelah bangkit dari ruku‟. Kemudian sujud sambil bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan,lalu mengucapkan “subhaana rabiyal a‟laa “ tiga kali. Kemudian mengangkat kepala dari sujud, sambil bertakbir,kemudian mengucapkan “Robbighfirlii warhamnii
wajburnii
warfa‟nii
warzuqnii
wahdinii
wa‟aafinii
wa‟fu‟annii” Kerjakan rakaat yang selanjutnya seperti rakaat yang pertama, yakni dalam meletakkan kedua tangan di bawah dada, membaca Al Fatihah dan
78
surah, serta memusatkan pandangan pada tempat sujud. Ulangilah membaca ta‟awwudz dalam permulaan berdiri, karena disunnahkan untuk membaca surah dan jangan ulangi membaca doa iftitah. Kemudian duduklah dalam rakaat kedua untuk membaca tasyahud pertama. Untuk tasyahud akhir, diakhiri dengan menoleh ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan “Assalaamu‟alaikum warahmatullaah”. Ini adalah bentuk shalat munfarid. Tiang shalat adalah khusyu‟ dan kehadiran hati disertai bacaan dan dzikir dengan pemahaman Hasan Al Bashri ra berkata “Setiap shalat yang hati tidak hadir di dalamnya, maka ia lebih cepat mendapat hukuman”. Diceritakan dalam suatu hikayat, apabila memasuki shalat, maka berilah aku kekhusyukan dari hati dan ketundukan dari badan serta air mata dari matamu, karena sesungguhnya aku adalah dekat”. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hamba mengerjakan shalat dan tidak ditulis baginya dari shalat itu seperenam maupun sepersepuluhnya, tetapi ditulis bagi hamba itu dari shalatnya sebanyak yang ia perhatikan darinya”. Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Abi Hurairah, jika hamba mengerjakan shalat di depan orang banyak dengan sebaik-baiknya dan mengerjakan shalat dengan tersembunyi dengan sebaik-baiknya (tidak bersikap riya‟), maka Allah berkata: inilah hambaku yang sejati.
12. Adab Imam Dan Makmum
79
Seorang imam harus mengetahui adab-adabnya yang delapan. Pertama, ia ringankan shalat, terutama jika jamaahnya banyak. Dalam kitab Buluughul Marom: 82, Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang dari kamu mengimami orang banyak, maka hendaklah ia meringankan shalatnya, karena diantara mereka ada yang lemah dan orang tua serta orang yang mempunyai keperluan. Apabila ia shalat sendiri tak apalah ia memanjangkan sesuai keinginannya” (Muttafaqun „Alaih). Kedua, imam tidak bertakbir sebelum muadzin menyelesaikan iqamatnya dan selama saf-saf makmumnya belum lurus. Ketiga, imam bertakbir dengan suara keras. Keempat, imam membaca doa iftitah dan ta‟awudz dengan suara pelan. Membaca Al Fatihah dan surah dengan suara keras, dalam kedua rakaat subuh, dua rakaar pertama maghrib dan isya‟. Mengucapkan Amiin dengan keras. Kelima, sesudah membaca Al Fatihah hendaknya imam diam sejenak supaya kembali nafasnya. Keenam, imam tidak melebihi dari tiga kali ketika membaca tasbih dalam ruku‟ dan sujudnya. Ketujuh, imam tidak menambahi setelah mengucapkan “ Allahumma sholli „alaa muhammad” dalam tasyahud awal. Kedelapan, imam membatasi dalam dua rakaat terakhir pada Al Fatihah. Syarat-syarat menjadi seorang imam ada enam belas: a. Tamyiz b. Berakal c. Islam d. Laki-laki jika mengimami orang jelaka atau banci
80
e. Seorang mukallaf jika menjadi imam jum‟at dan termasuk empat puluh orang f. Tidak
ada
keharusan
mengulangi
shalat
seperti
orang
yang
bertayammum g. Tidak boleh bertindak sembarangan tanpa berijtihad h. Mengetahui cara shalat i. Tidak salah ucap sehingga merusak makna j. Tidak bisu k. Bukan seorang ummi l. Tidak boleh mengikuti lainnya m. Bukan pelaku bid‟ah yang bisa dikafirkan n. Perbuatan-perbuatannya harus jelas bagi makmum supaya bisa mengikutinya o. Berkumpulnya syarat-syarat shalat pada imam secara yakin p. Berniat imaman.
Syarat-syarat makmum ada sembilan : a. Mengikuti imamnya dalam segala perbuatan b. Niat jamaah atau menjadi makmum c. Kesesuaian makmum dengan imamnya d. Meyakini kedahuluan imamnya atas semua perbuatannya e. Mengetahui gerak-gerik imam f. Tidak boleh mendahului imam g. Tidak meyakini kebatalan shalat imamnya
81
h. Berkumpulnya imam dan makmum dalam satu tempat i. Kesesuaian antara bentuk shalat imam dan makmum dalam perbuatan perbuatan nyata 13. Adab-Adab Shalat Jum‟at Ketahuilah bahwa hari jum‟at adalah hari raya orang-orang mukmin. Shalat jum‟at adalah shalat yang paling utama dan harinya adalah hari yang paling utama. Jum‟at adalah hari yang mulia. Dalam setiap jum‟at, Allah membebaskan 600.000 orang dari api neraka. Adab-adab jum‟at ada tujuh : a. Bersiap untuk menyambut jum‟at sejak hari kamis. b. Bila tiba waktu subuh maka mandilah. c. Membersihkan badan dengan mencukur bulu ketiak, bulu kemaluan, serta menggunting kumis hingga tampak bibirnya, tapi dihukum makruh menghabiskannya. d. Pergi ke masjid di awal waktu. e. Mencari saf pertama. f. Apabila orang-orang berkumpul, jangan melangkahi pundak-pundak mereka. g. Jangan lewat di depan mereka ketika sedang shalat. 14. Adab-Adab Puasa Puasa yang paling utama setelah ramadhan adalah muharram, kemudian rajab, kemudian dzulhijjah, kemudian dzulqa‟dah, kemudian sya‟ban.
Dihukum makruh puasa pada hari jum‟at saja tanpa sebab,
82
karena ia merupakan hari ibadah dan berbagai sunnah lainnya. Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Al Hakim: “Sesungguhnya hari jum‟at adalah hari raya dan dzikir, maka janganlah kalian menjadikan hari rayamu sebagai hari puasamu, tetapi jadikanlah ia hari makan, minum, dan dzikir, kecuali bila kalian menggabungkannya dengan beberapa
hari”. Maka puasa hari senin, kamis, dan jum‟at
menghapus dosa-dosa seminggu dan puasa hari pertama dari setiap bulan, hari tengah, dan hari akhir, menghapus dosa-dosa sebulan. Sedangkan dosa-dosa setahun dihapus dengan puasa dihari-hari yang tersebut ini dan bulan-bulan tersebut yaitu yang terulang dalam setiap tahun. Pengarang tidak menyebut puasa enam hari dibulan syawal. Sesungguhnya dianjurkan puasa enam hari dibulan syawal. Nabi SAW bersabda: ”Barang siapa berpuasa dibulan ramadhan, kemudian ia menambahnya dangan enam hari dibulan syawwal, maka seakan-akan ia berpuasa setahun”. Puasa dikatakan sempurna dengan empat perkara. Pertama, menjaga mata dari pandangan kepada yang diharamkan dan kepada setiap sesuatu yang melalaikan hati dari dzikrullah. Kedua, menjaga lisan dari perkataan yang tidak berguna. Ketiga, mencegah telinga dari mendengarkan apa-apa yang diharamkan Allah. Keempat, jangan memperbanyak makanan. Puasa adalah dasar ibadah dan kunci kedekatan dengan Allah. Sebagaimana Nabi SAW bersabda, “Allah berfirman, setiap kebaikan mendapat pahala sepuluh kali lipat hingga 700 kali, kecuali puasa. Karena
83
ia adalah untukKu dan Akulah yang membalasnya”. Artinya Allah telah menentukan besarnya pahala berbagai macam amal bagi manusia dan jumlahnya. Ada yang mengatakan, bahwa puasa itu adalah ibadah yang paling disukai dan paling utama di sisi Allah. Nabi SAW. bersabda, “Sesungguhnya bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau misik”. Artinya bau mulut orang yang puasa lebih banyak pahalanya dari pada misik yang disunnahkan dalam shalat jum‟at dan majlis dzikir. “Allah yang maha mulia perkataannya berfirman: sesungguhnya ia meninggalkan syahwat, makanan, dan minumannya karena Aku. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku yang membalasnya”. Ini adalah hadis Imam Ahmad dari Malik dan awalnya ialah sabda Nabi saw kepada orang yang menanyainya tentang amal yang paling utama. Maka beliau menjawab: “Hendaklah engkau berpuasa, karena puasa itu tiada bandingannya. Kemudian beliau melanjutkan, Allah SWT. berfirman, hingga skhirnya”. Nabi saw bersabda: “Surga mempunyai sebuah pintu bernama Ar Rayyan yang tidak dimasuki, kecuali orang-orang yang berpuasa”. Ini adalah janji untuk berjumpa dengan Allah SWT. dalam membalas puasanya.
B. Adab Meninggalkan Maksiyat 1. Menjauhi Perbuatan Maksiyat Agama memiliki dua ketentuan, yaitu meninggalkan perbuatanperbuatan terlarang, dan melakukan ketaatan. Meninggalkan perbuatan terlarang lebih berat dan lebih sulit dari pada melakukan ketaatan. Oleh
84
karena itu pahalanya lebih besar. Karena ketaatan dapat dilakukan setiap orang sedangkan meninggalkan syahwat tidak dapat dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benar. Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda: “muhajir itu orang yang meninggalkan keburukan sedangkan mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya”. Dalam riwayat Tirmidzi dan Ibnu Hibban, mujahid ialah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya, yakni menekan nafsunya yang buruk untuk melakukan ketaatan dan menjauhi maksiyat. Jihad melawan hawa nafsu adalah puncak dari semua jihad, karena jika tidak bisa memeranginya, maka tidak bisa memerangi musuh. Tentara hawa nafsu ada sepuluh; dengki, sewenang-wenang, sombong, dendam, tipu daya, was-was, melawan perintah, buruk sangka, dan suka mendebat. Ketahuilah bahwa sesungguhnya engkau mendurhakai Allah dengan anggota tubuhmu yang merupakan nikmat Allah atas dirimu serta amanat padamu yang harus engkau pelihara dari perbuatan yang dilarang Allah. Maka penggunaan nikmat Allah untuk melakukan maksiyat merupakan puncak pengingkaran nikmat, sedangkan penghianatan terhadap amanat yang dititipkan Allah adalah puncak pelanggaran dalam kedurhakaan. Anggota-anggota tubuhmu adalah di bawah pengawasanmu, maka lihatlah bagaimana engkau memeliharanya dengan menunaikan haknya. Karena masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari kamu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
85
Orang laki-laki pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya dan orang perempuan pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya sedangkan pelayan adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab atas harta yang dijaganya. Demikian yang disebutkan dalam Az Zawaajir. Seorang penyair berkata: Kiranya kita dibiarkan begitu saja setelah mati Niscaya kematian merupakan istirahat Bagi setiap orang yang hidup Akan tetapi setelah ini kita akan ditanya Tentang segala sesuatu Ketahuilah bahwa semua anggotamu akan menjadi saksi atas dirimu di tempat-tempat berkumpul pada hari kiamat dengan perkataan yang fasih dan jelas. Allah berfirman dalam surah An Nur, “pada hari dimana lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan”. Yakni berupa perkataan dan perbuatan dihari kiamat. Pada hari itu Allah akan memberi balasan yang
sebenarnya. Dalam surah lain Allah
berfirman dalam QS. Yaasiin: 65:
Artinya:
86
“Pada hari ini kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang mereka dahulu usahakan”(Ash shiddiqie, 1977:1085). Peliharalah seluruh anggota badanmu dari maksiyat, terutama anggota yang tujuh. Karena neraka mempunyai tujuh lapisan dan setiap lapisan mempunyai bagian tertentu. Tujuh anggota tersebut yaitu: a. Mata Jagalah mata dari empat perkara: - Memandang yang bukan mahramnya - Memandang aurat wanita walaupun mahramnya - Memandang bentukrupa yang tampan dengan syahwat - Memandang kepada seorang muslim dengan pandangan menghina b. Telinga Jagalah dari mendengar bid‟ah, nyanyian, atau alat musik seperti gitar, dan seruling, mendengarkan ghibah dan perkataan keji, menceritakan rahasia suami istri, dan pembicaraan bathil atau cerita tentang keburukan orang lain. c. Lesan Jagalah lesan dari delapan perkara: - Berdusta - Menyalahi janji - Ghibah - Membantah dan mendebat - Memuji diri dengan cara membanggakan diri
87
- Melaknat sesuatu atau mendoakan orang lain agar dijauhkan dari rahmat Allah - Mendoakan orang lain supaya binasa - Bergurau dan mengejek serta menghina orang lain d. Perut Jagalah perut dari makanan yang haram dan syubhat. Dan tingkatan makan ada tujuh: - Makan sekadar untuk hidup - Makan sekadar menimbulkan kekuatan untuk shalat lima waktu - Makan untuk melakukan ibadah sunnah - Makan untuk menguatkan tubuh untuk mencari nafkah - Memenuhi sepertiga perut - Melebihi dari sepertiga perut - Terlalu kenyang e. Kemaluan Jagalah kemaluan dari perbuatan yang diharamkan Allah seperti zina, liwath (homoseks), lesbian, onani, menggauli istri diwaktu haid, dan bersetubuh dengan hewan. f. Kedua tangan Jagalah keduanya dari memukul atau dzimmi tanpa alasan yang sah, dan memperoleh harta yang haram dengan perantaraan kedua tangan, g. kedua kaki
88
Jagalah keduanya supaya tidak berjalan menuju tempat yang diharamkan seperti berjalan menuju pintu raja yang zalim dengan meridhai kezalimannya. “Dan janganlah kamu condong kepada kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka” (QS. Huud: 114). Kebaikan
terdapat dalam lima perkara, yaitu banyak lapar,
membaca Al Qur‟an dengan merenungkan maknanya, menangis kepada Allah diwaktu dini hari, mengerjakan shalat diwaktu malam, dan duduk dengan orang-orang shalih. Seorang penyair berkata: Obat hatimu yang keras ada lima Lakukanlah itu, niscaya engkau Mendapat kebaikan dan keberuntungan Kekosongan perut dan merenungkan Al Qur‟an Merengek sambil menangis kepada Allah diwaktu dinihari Begitu pula shalat ditengah malam Dan duduk dengan orang-orang shalih Ada yang menambahkan: Makan makanan halal dan diam Mengasingkan diri Tidak suka mengurusi hal ihwal orang lain.
2. Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati
89
Sifat-sifat tercela di dalam hati banyak jumlahnya, karena berkumpul pada manusia empat macam sifat, yaitu sabu‟iyah (binatang buas), bahimiyah (binatang), syaithaniyah, dan rabbaniyah. Maka berkumpullah pada manusia sifat babi, anjing, setan, dan orang bijak. Babi adalah syahwat, anjing adalah amarah, sedangkan syaitan selalu membangkitkan syahwat babi dan amarah binatang buas, sementara orang bijak yang berupa akal, diperintah menolak tipu daya setan. Andaikata semua itu ditanam di bawah kepemimpiminan sifat rabbaniyah, niscaya menetaplah dari sifat-sifat rabbaniyah di dalam hati, yaitu ilmu, hikmah, keyakinan, pengetahuan akan hakikat segala sesuatu dan segala urusan menurut apa adanya. Cara membersihkan hati dari sifat-sifat tercela sangatlah sulit. Cara pengobatan dan pengamalannya telah terhapus saluruhnya karena manusia lalai akan dirinya dan sibuk dengan kesenangan dunia. Kitab ini memperingatkan agar berhati-hati terhadap tiga sifat buruk di dalam hati yang kebanyakan menimpa pelajar di zaman ini, karena tiga sifat ini menimbulkan kebinasaan dan merupakan pokok dari sifat-sifat buruk lainnya, yaitu dengki, riya‟, dan kesombongan. Nabi saw bersabda: “Tiga perkara menimbulkan keselamatan, yaitu rasa takut kepada Allah dalam keadaan sembuyi maupun terang-terangan. Berlaku adil dalam keadaan ridha dan marah, dan berbuat wajar dalam keadaan miskin dan kaya. Dan tiga perkara menimbulkan kebinasaan yaitu kekikiran yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti dan kebanggaan manusia terhadap dirinya”.
90
a. Dengki Orang dengki itu tersiksa hatinya tanpa belas kasihan dan terus tersiksa di dunia. Nabi saw bersabda: “kedengkian itu memakan kebaikan seperti api memakan kayu”. (HR. Ibnu Majah). Kedengkian itu menimbulkan lima perkara. Pertama, rusaknya ketaatan. Kedua, perbuatan maksiyat dan kejahatan. Ketiga, kepayahan dan kesusahan tanpa faidah. Keempat, kebutaan hati hingga nyaris tidak bisa memahami suatu hukum Allah. Dan kelima, kegagalan dan nyaris tidak bisa mencapai keinginanya. b. Riya’ Perbuatan riya‟ itu ada lima macam. Pertama, riya‟ dalam agama dengan menonjolkan badan seperti menampakkan kurus dan pucat serta membiarkan rambut acak-acakan. Dengan penampilannya itu ia ingin menunjukkan sedikit makan, dengan pucat, ia ingin menunjukkan kurang tidur di waktu malam, dan sangat sedih atas agama. Dengan rambut yang acak-acakan, ia ingin menunjukkan dirinya sangat memikirkan agama dan tidak sempat menyisir rambut. Kedua, riya‟ dengan penampilan dan pakaian seperti menundukkan kepala di waaktu berlalan, bersikap tenang dalam gerak serta membiarkan bekas sujud pada mukanya, mendenakan baju kasar, tidak membersihkan baju, dan membiarkannya robek serta memakai baju bertambal. Ketiga, riya‟ dengan perkataan, seperti mengucapkan kata berhikmah dan menggerakkan kedua bibir dengan berdzikir, amar
91
ma‟ruf nahi munkar dihadapan orang banyak. keempat, riya‟ dengan amal seperti riya‟nya orang shalat, lama di waktu berdiri, sujud, dan ruku‟. Kelima, riya‟ kepada teman, para tamu, dan orang-orang yang bergaul seperti orang yang berusaha mendatangkan oang alim atau seorang raja atau pejaabat supaya dikatakan bahwa mereka mengambil berkah darinya karena kedudukannya yang besar dalam agama. c. Kesombongan Sombong dan membanggakan diri adalah penyakit kronis yang telah menyulitkan para dokter. Sombong ada dua yakni, sombong lahir dan batin. Sebab sombong ada tujuh. Pertama, ilmu. Nabi saw bersabda; “Perusak ilmu adalah kesombongan”. Ilmu hakiki adalah ilmu yang dengan perantaraannya manusia mengenal diri dan tuhannya, bahaya penghabisan yang buruk, hujjah Allah atas para ulama dan besarnya bahaya ilmu. Kedua amal. Ketiga
ibadah.
Keempat kecantikan. Kelima harta. Keenam kekuatan. Ketujuh pengikut dan murid serta kerabat.
C. Adab Pergaulan 1. Adab bergaul dengan Allah ada 14: a. Menundukkan kepala dan merendahkan pandangan. b. Memusatkan perhatian kepada Allah SWT. c. Memperbanyak diam disertai dengan dzikir. d. Menenangkan anggota badan dari gerakan yang sia-sia. e. Mematuhi perintah.
92
f. Menjauhi larangan. g. Sedikit menyanggah takdir. h. Senantiasa berdzikir. i. Selalu memikirkan tentang nikmat Allah dan keagungan-Nya. j. Mengutamakan kebenaran di atas kebathilan. k. Tidak mengandalkan manusia dalam segala keperluan. l. Tunduk disertai rasa takut pada Allah SWT. m. Bersedih disertai rasa malu kepada Allah SWT atas kecerobohan dalam ibadah. n. Tidak mengandalkan siasat dalam mencari penghasilan karena percaya pada jaminan Allah SWT.
2. Adab Orang Alim ada 17 a. Menerima pertanyaan yang diajukan murid-muridnya dan sabar. b. Tidak terburu-buru dalam segala urusan. c. Duduk dengan penuh wibawa disertai dengan ketenangan dan menundukkan kepala. d. Tidak bersikap sombong. e. Mengutamakan tawaduk di tempat-tempat pertemuan. f. Tidak bermain dan berjanda. g. Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar dan bersabar. h. Memperbaiki siswa yang bebal dengan bimbingan yang baik. i. Tidak memarah siswa yang bebal dan tidak menyindirnya. j. Tidak sombong.
93
k. Memusatkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaan untuk menjawab masalahnya. l. Menerima dalil yang benar dan mendengarkannya meskipun dari lawan. m. Tunduk kepada kebenaran. n. Melarang siswa mempelajari ilmu yang membahayakan agama. o. Melarang siswa dari mengharap selain ridho Allah. p. Menjegah siswa dari menyibukkan diri dengan fardhu khifayah sebelum menyibukkan diri dengan fardhu „ain. q. Mengutamakan memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang lain.
3. Adab Siswa Terhadap Guru, ada 13: a. Memulai memberi salam dan minta izin masuk. b. Sedikit bicara di hadapan guru. c. Tidak berbicara selama tidak ditanya. d. Tidak menyanggah guru. e. Tidak menyanggah pendapt guru jika berbeda pendapat, sehingga menjatuhkan martabat dan mengurangi barokah. f. Jangan bertanya kepada teman di majelisnya dan jangan tertawa ketika berbicara dengannya. g. Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada guru. h. Duduk dengan menundukkan pandangan dengan tenang dan sopan, seakan-akan di dalam sholat.
94
i. Tidak banyak bertanya kepada guru ketika sedang jenuh/sedih. j. Jika guru berdiri maka siswapun berdiri untuk menghormati. k. Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan menanyainya. l. Tidak bertanya di jalan. m. Tidak berburuk sangka mengenai perbuatan lahirnya, karena guru lebih tahu tentang rahasia-rahasia.
4. Adab Anak Terhadap Kedua Orang Tua, ada 13: a. Mendengarkan perkataan mereka. b. Berdiri menyambut keduanya ketika mereka berdiri. c. Mematuhi perintahnya selama tidak mendurhakai Allah. d. Tidak berjalan di depannya kecuali ada sesuatu hal. e. Tidak mengeraskan suara . f. Menjawab panggilan dengan jawaban yang lunak. g. Berusaha untuk mencari ridho orang tua. h. Bersikap rendah hati dan lemah lembut. i. Tidak mengungkit-ungkit kebaikan kita kepada orang tua. j. Jangan memandang orang tua dengan pandangan sinis. k. Jangan bermuka cemberut. l. Jangan bepergian kecuali dengan izinnya.
5. Adab Bergaul Terhadap Orang Awam yang belum dikenali, ada 5: a. Tidak ikut campur pembicaraannya. b. Sedikit mendengarkan perkataannya yang buruk.
95
c. Menghindari banyak pertemuan dan tidak menampakkan kebutuhan kepadanya. d. Mengabaikan apa yang terjadi dari perkatannya yang buruk. e. Mengingatkan kesalahannya dengan lemah lembut. Teman itu ada 3 macam, yaitu: a. Teman untuk di akhirat. b. Teman untuk di dunia. c. Teman untuk menghibur. Sahl bin Abdullah berkata; “Hindarilah berteman dengan tiga macam orang, yaitu para penguasa yang sombong dan lalai, para ahli baca (ulama) yang berpura-pura baik, dan para pengamal tasawuf yang bodoh. Apabila engkau mencari teman untuk menjadi mitramu dalam belajar dan temanmu dalam urusan agama serta duniamu, maka perhatikanlah lima perkara di dalamnya”. a. Mencari teman yang berakal (cerdas) Tiada kebaikan berteman dengan orang dungu, karena hanya menimbulkan kerusuhan dan berakibat pemutusan hubungan, sebaikbaik teman dungu adalah ia bisa membahayakan di saat ingin memberi manfaat musuh yang berakal lebih dari teman dungu. Seorang penyair berkata, sungguh aku merasa aman dari musuh yang cerdas dan takut teman yang dungu. Oleh sebab itu dikatakan, bahwa pemutusan hubungan dengan orang dungu adalah pendekatan
96
kepada Allah dan yang dimaksud dengan orang berakal adalah orang yang memahami segala urusan menurut apa adanya. Ali bin Abi Thalib ra. berkata; “Janganlah engkau berteman dengan orang bodoh dan jagalah dirimu darinya. Banyak orang bodoh membinasakan orang berakal ketika berteman dengannya. Manusia diukur dengan manusia bila ia berjalan dengannya, seperti sandal itu berdampingan ukuran dan kemiripan dengan benda lainnya, sedang hati itu menjadi petunjuk hati yang lain bila berjumpa dengannya”. Penyair lain berkata; “Bergaullah dengan orang mulia dan hindarilah pergaulan dengan orang yang rendah. Jangan urusi kejelekan temanmu dan lukapakanlah. Jagalah lisanmu jika berada di tempat berkumpul orang
banyak. Jangan ikut serta dan jangan
menjamin”. b. Berteman dengan orang yang berakhlak Baik Orang
yang
berakhlak
baik
adalah
orang
yang
bisa
mengendalikan nafsunya ketika marah dan bangkit syahwatnya. Salah seorang ahli berkata: “Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang yang menyimpan rahasiamu dan menutupi kejelekanmu. Maka ia selalu bersama dalam keadaan senang. Ia siarkan kebaikan dan menutupi perbuatanmu yang buruk. Jika engkau tidak menemukannya, maka janganlah berteman kecuali dengan dirimu sendiri”. Ali bin Abi Thalib berkata, “Sesungguhnya saudaramu yang sebenarnya adalah yang bersamamu dan yang membahayakan dirinya
97
untuk memberimu manfaat dan yang ketika datang musibah, ia menolongmu ia akan korbankan dirinya untuk menyenangkanmu”. Jangan berteman dengan orang yang fasik, yang terus menerus melakukan maksiyat besar. Orang yang takut kepada Allah akan berhenti berbuat dosa, sedangkan orang yang tidak takut kepada Allah akan selalu menimbulkan gangguan pada orang lain. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melampaui batas. (Q.S. Al-khafi :28). Ini menunjukkan bahwa keadaan manusia yang terburuk adalah bila hatinya dalam keadaan kosong dari mengingat Allah SWT, adalah cahaya dan mengingat selain Allah adalah kegelapan (Asy-Syarbini) Dikatakan oleh Ghozali dalam ayat itu terdapat. Peringatan bagi orang fasik. Hindarilah berteman dengan orang fasik, karena penyaksian
kefaksian
dan
maksiyat
secara
terus
menurus
menghilangkan dari hatimu kebencian terhadap maksiyat dan maudahkan bagimu untuk berbuat maksiyat. c. Berteman dengan orang yang tidak tamak terhadap dunia Berteman dengan orang yang tamak terhdap dunia adalah racun yang mematikan, karena tabiat diciptakan untuk meniru dan mengikuti temannya. Bahkan tabiat yang baik mencari jalan yang tidak diketahui manusia.
98
Dalam kitab Al Ihya‟ terdapat ungkapan, dari jalan yang tidak diketahui oleh pemiliknya. Pergaulan dengan orang tamak menambah ketamakan dan pergaulan dengan orang zahid menyebabkan bertambah kehuzudanmu. Oleh karena itu tidaklah disukai berteman dengan pencari dunia dan dianjurkan berteman dengan orang-orang yang menyukai akhirat. Ali ra. berkata “hiduplah ketaatan-ketaatan dengan duduk bersama orang yang disegani”. Ahmad bin Hambal berkata, “tidaklah menjerumuskan aku dalam bencana, kecuali berteman dengan teman yang tidak aku segani”. Luqman berkata kepada anaknya, “hai anakku, duduklah dengan para ulama dan mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena hati menjadi hidup dengan mendengarkan hikmah seperti bumi yang tandus di hidupkan seperti bumi yang tandus dihidupkan dengan hujan yang deras”. d. Berteman dengan orang yang suka berkata benar Janganlah berteman dengan pendusta, karena engkau tidak tahu keadaan yang sebenarnya. Orang macam itu bagaikan fatamorgana yang menipu.
6. Adab persahabatan, ada 12: a. Mengutamakan teman dalam pemberian harta. b. Menolong dengan jiwa dalam memenuhi kebutuhan atas kemauan sendiri tanpa menunggu perintah. c. Menyimpan rahasia teman.
99
d. Menyampaikan sesuatu yeng menyenangkan. e. Memanggil temannya dengan nama yang disukai dan memuji kebaikannya. f. Memaafkan kesalahan dalam agamanya. g. Mendoakan ketika hidup dan sudah matinya. h. Tetap setia dalam mencintainya terhadap anak-anaknya kerabatnya sampai mati. i. Berusaha meringankan bebannya. j. Mendahului memberi salam kepadanya. k. Keluar dan menyambut serta mengantarkannya ketika ia berdiri untuk menghormati, kecuali ia melarangnya. l. Diam dan tidak mencampuri ketika ia bicara sampai ia selesai.
D. Nilai-nilai Pendidikan Adab Dan Kepribadian dalam Kitab Maroqiy Al’ubudiyah 1. Pengertian Pendidikan Adab Dan Kepribadian Pendidikan berarti bimbingan/ pimpinan secara sadar dari isi pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1962: 19). Adab adalah kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti atau orang yang tinggi akhlaknya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 5). Sedangkan istilah kepribadian (personality) berasal dari kata latin persona
yang berarti
topeng (Hurlock, 1989: 236). Topeng merupakan tutup muka yang sering digunakan oleh pemain-pemain panggung. Maksud dari penggunaan
100
istilah ini adalah untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang yang dalam manifestasinya kehidupan sehari-hari tidak selalu membawakan
dirinya
sebagaimana
adanya,
melainkan
selalu
menggunakan tutup muka dengan tujuan untuk menutupi kelemahannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: 1. Identitas diri/ jati diri seseorang 2. Kesan umum seseorang tentang diri individu/ orang lain 3. Fungsi-fungsi kepribadian yang sehat/ bermasalah. Menurut disiplin ilmu psikologi, pengertian kepribadian dapat diambil dari rumusan beberapa teori kepribadian terkemuka. Pandangan George Kelly dalam buku teori kepribadian karya Koeswara memandang kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman hidupnya (Koeswara, 1991: 11). Senada dengan pendapat Allport, dalam buku teori Kepribadian karya Pasaribu Simandjuntak, “Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjustment to his environment” Yang artinya, kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisis dalam individu yang menentukan keunikan penyesuaian diri terhadap lingkungan (Simandjuntak, 1984: 95). Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
101
a. Organisasi, yang menekankan bagian-bagian struktur kepribadian yang independen
yang
masing-masing
bagian
tersebut
mempunyai
hubungan khusus satu sama lain. b. Dinamis, menunjukkan hubungan
yang saling mempengaruhi.
Kepribadian itu tumbuh dan berkembang dimana faktor tertentu mempengaruhi kepribadian tersebut. c. Sistem psikofisis, merupakan keseluruhan fisik-psikologis yang dimiliki seseorang. Faktor fisik antara lain bentuk tubuh, proses fisiologis, faktor genital. Sedangkan faktor psikologis merupakan perasaan, pengamatan, intelegensi, minat dan motivasi. d. Unik, yang merujuk kepada keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola sistem psikofisiknya. Berdasarkan pengertian sebagaimana dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian adalah keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, budi pekerti, sifat kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh serta unsur-unsur psikofisik lainnya yang selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang. Bila konsep kepribadian di atas ditarik sesuai Islam, maka yang dimaksud kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspekaspeknya yaknik baik tingkah laku luarnya, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan sebagai bentuk penyerahan diri kepadanya (Marimba, 1989: 68). Sedangkan menurut Ibnu Husein, kepribadian seorang muslim adalah
102
gambaran budi pekerti dan amal buktinya atau dengan kata lain budi dan amal bakti seseorang, itulah gambaran kepribadiannya (Husein, 2004: 8). Dengan kata lain, kepribadian muslim cenderung kepada pengabdian diri dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT baik sikap lahiriah maupun batiniahnya. Segala niat amal perbuatannya hanyalah karena Allah dan memang dalam pengawasan Allah SWT. Dari penjelasan di atas menggiring pemahaman bahwa istilah pendidikan kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan budi pekerti manusia menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna.
2. Tipe Kepribadian dalam Islam Dalam
Al-Qur‟an,
tipe
kepribadian
manusia
itu
dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: mukmin (orang yang beriman),
kafir
(menolak
kebenaran),
dan
munafik
(meragukan
kebenaran).
3. Perkembangan Kepribadian Makna perkembangan kepribadian menurut Freud dalam buku Teori Kepribadian karya Yusuf adalah belajar tentang cara-cara baru untuk mereduksi ketegangan dan memperoleh kepuasan. Ketegangan itu terjadi bersumber kepada 4 aspek, yaitu: pertumbuhan fisik, frustasi, konflik dan ancaman. Tahap-tahap perkembangan kepribadian:
103
a. Tahap oral (oris/ mulut) Tahap oral adalah periode bayi yang masih menetek. Pada masa ini libido didistribusikan ke daerah oral sehingga perbuatan menghisap dan menelan menjadi metode utama. b. Tahap anal (anus/ dubur) Tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Tahap ini libido terdistribusikan ke daerah anus. c. Tahap Phallik (phallus/ dzakar) Tahap ini berlangsung kira-kira usia 4 sampai 5 tahun. Pada usia ini anak mulai memperhatikan/ senang memainkan alat kelaminnya sendiri. d. Tahap Latensi Tahap ini berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (tahap sekolah dasar). Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait dengan seks dihambat atau direpres. e. Tahap Genital Tahap ini dimulai sekitar usia 12/13 tahun. Pada tahap ini anak mulai mengembangkan
motif
untuk
mencintai
orang
lain/
mulai
berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain) (Yusuf, 2008: 57).
104
Maslow berpendapat dalam buku teori kepribadian karya Koeswara (1991: 118) manusia adalah makhluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. Kebutuhan manusia yang merupakan bawaan maka kebutuhan manusia tersusun dalam 5 tingkatan, yaitu: a. kebutuhan dasar-dasar fisiologis b. kebutuhan akan rasa aman c. kebutuhan cinta dan memiliki d. kebutuhan akan rasa harga diri e. kebutuhan akan aktualisasi diri Perkembangan kepribadian dalam Islam diawali yang pertama dengan perawatan, yaitu perawatan orangtua terhadap anak, perawatan saat hamil dan perawatan pada masa bayi. Yang kedua dengan pendidikan, yang hendaknya materi pendidikan tersebut berdasarkan Al-Qur‟an dan hadits. 4. Nilai Pendidikan Adab Dan Kepribadian dalam Kitab Maroqiy Al’ubudiyah a. Adab dan kepribadian dalam kaitannya dengan ketaatan Kepribadian dalam kaitannya dengan ketaatan dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah adalah selalu mematuhi perintah-perintah Allah, baik yang fardlu, maupun sunnah, yaitu dengan cara mendekatkan diri dengan mengerjakan perintah-perintah Allah dengan mengawasi hati dan tubuhnya, dari pagi hingga sore. Berhati-hati dengan hal-hal yang
105
dilarang/ meninggalkan maksiat dan selalu mengingat Allah setiap waktu.
b. Adab dan kepribadian dalam kaitannya dengan meninggalkan maksiat Yaitu dengan: a. Menjauhi perbuatan maksiat, seperti maksiatnya mata, telinga, lesan, perut, kemaluan, kedua tangan dan kedua kaki. b. Menjauhi maksiatnya hati seperti dengki, riya‟, dan sombong. c. Adab dan kepribadian dalam kaitannya dengan pergaulan Yaitu meliputi adab bergaul dengan Allah, adab orang alim, adab siswa terhadap guru.
106
BAB IV PEMBAHASAN
A. Signifikansi Pemikiran Nawawi Dalam Kitab Maroqiy Al-’ubudiyah Dalam Pendidikan di Indonesia Seorang anak, adalah ibarat benih kecil yang membutuhkan perawatan secara ekstra, hingga menjadi tumbuh besar berkekuatan. Pada fase pertamanya, Ia juga membutuhkan perhatian, pengawasan dan arahan sampai pada akhirnya mereka tumbuh besar dengan kebaikan-kebaikan yang melekat pada dirinya. Manakala pertumbuhan mereka diabaikan dengan tanpa adanya perhatian sama sekali tentunya kelak mereka akan tumbuh besar menjadi orang yang sulit untuk diarahkan dan diperbaiki. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dididik sejak dini untuk perkembangan pribadinya sesuai dengan Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad, dan hendaknya mereka diberi perhatian secara khusus dalam masalah pendidikan pada masa perkembangannya sampai dewasa. Pada perkembangannya, pendidikan Islam telah mengalami proses dinamika pemikiran yang sangat luas, unsur pendidikan moralpun tak luput dari kajian pembahasan para pemikir pendidikan Islam. Pendidikan moral sendiri kemudian menjadi semacam unsur permanen dalam sistem pendidikan Islam, setidaknya dalam penetapan kurikulum maupun pemantapan visi dan misi kependidikannya. Pendidikan moral merupakan titik tekan yang sangat signifikan dalam pendidikan Islam, karena ia merupakan salah satu inti dari
106
107
ajaran agama Islam itu sendiri, selain juga pendidikan ke-teologis-an dan keibadahan (Nasution, 1998: 87). Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang utama yaitu terbentuknya suatu pribadi utama dengan mewujudkan idealitas Islami yang pada hakekatnya mengandung nilai perilaku manusia yang didasari dan dijiwai oleh iman dan taqwa, sebagaimana pengertian pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Marimba (1962: 19) yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar dari isi pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Agar proses pendidikan dapat berjalan sesuai yang diharapkan, maka pendidikan, pengajaran, dan metodenya harus diambil dari aturan dan nilainilai tersebut, sehingga menjadi pemandu program pendidikan Islam yang sukses, dapat menciptakan generasi muda yang berpotensi dan berkepribadian yang Islami. Dikatakan oleh Langgulung (1995: 30) bahwa untuk mencapai itu semua, sejak dini anak harus dibekali keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Setelah iman dan taqwa bersemayam dalam hati anak maka perilaku yang ditampilkan akan mempengaruhi penyesuaian diri dengan dirinya maupun dengan masyarakat, sehingga membawa kepada ketenangan hidup, ketentraman jiwa, maupun kebahagiaan batin, oleh karena itu untuk mengantarkan anak pada kematangan pribadinya, maka materi yang ada dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah ini sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan, terutama pendidikan adab kepribadian. Materi yang disajikan dalam kitab ini tidak hanya mengacu pada
108
hubungan antara manusia dengan Allah (HablumminAllah), melainkan juga pada hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain (Hablumminannas),
seperti
adab-adab
pergaulan
yang telah
penulis
diskripsikan pada bab sebelumnya. Pendidikan adab dan kepribadian dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah dapat diterapkan melalui keteladanan. Keteladanan yang baik merupakan suatu keharusan dalam pedidikan, karena bagaimana mungkin seorang anak akan antusias untuk menjalankan shalat sedangkan dia melihat orang tuanya adalah orang yang tidak memperhatikan shalat. Bagaimana mungkin dia akan meninggalkan maksiat sedangkan dia senantiasa menyaksikan orang tuanya melakukan hal-hal maksiat. Itulah dunia anak, dunia meniru. Ia akan meniru apa saja yang dapat ditangkap oleh inderanya. Kebutuhan akan figur teladan selalu ada pada manusia karena karakter manusia sebenarnya adalah senang untuk meniru. Hal ini bersumber dari kondisi mental seseorang, yang senantiasa berada dalam perasaan orang lain, sehingga dirinya meniru. Ada kecenderungan anak akan meniru perilaku orang dewasa, dan bawahan akan meniru atasannya, Karena orang yang lebih dewasa atau atasan merupakan seseorang yang patut menjadi.Contoh atau suri tauladan, seperti firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21, Demi Allah sungguh telah ada teladan yang baik bagi mu pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang yang mengharapkan keridhaan Allah dan pahala hari kesudahan dan banyak menyebut (mengingat) Allah. Untuk itu hendaklah kita mengedepankan keteladanan yang baik, terutama bagi anak-anak.
109
Untuk itu pemilihan metode yang tepat akan sangat penting jika diterapkan dalam pendidikan Islam guna mewujudkan tujuan pendidikan terciptanya insan kamil yang berkepribadian shalih-shalihah. Dalam proses pembentukan adab dan kepribadian anak, diperlukan strategi dan metode yang tepat. Dan keberadaan kitab ini sangatlah signifikan dalam upaya pencapaian terbentuknya generasi muda yang sesuai dengan tujuan umat Islam. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis tetapi tujuannya itu merupakan keseluruhan dari kepribadian seseorang yang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Seperti dikatakan oleh Langgulung (1995:55), berbicara tentang tujuan pendidikan tidak terlepas dari pembahasan tentang tujuan hidup manusia. Oleh karena itu pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagai individu atau masyarakat. Tujuan pendidikan tersebut tidak jauh berbeda dengan tujuan pendidikan yang ada dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah, walaupun dalam penyampaiannya berbeda. Tujuan dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah upaya pembentukan adab dan kepribadian individu dan kepribadian sosial yang baik, seperti contohnya taat kepada Allah, meninggalkan maksiat, akan membentuk kepribadian individu yang baik. Sedang kepribadian sosial dengan menanamkan adab terhadap orangtua, guru dan teman. Sehingga kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah sangatlah signifikan dipakai dalam proses pendidikan di Indonesia.
110
B. Relevansi Pemikiran Nawawi dalam Kitab Maroqiy Al-’ubudiyah dalam Pendidikan di Indonesia Pembentukan adab dan kepribadian pada anak menjadi prioritas utama, karena harapan terbesar bertumpu pada anak, dimana mereka adalah penerus perjuangan, pewaris bangsa dan Negara, yang berkibar dilangit dan semerbak harum mewangi, ataukah anak yang akan mencoreng muka orang tua, keluarga, bangsa dan Negara karena kejahatan kepribadian yang dimiliki. Anak merupakan belahan hati dan amanah yang suci, harta paling berharga yang masih netral dan belum terbentuk adab dan kepribadiannya, olek karena itu dia siap dibentuk dan dibawa kemana pun. Jika seorang anak di biasakan dan diajari hal-hal yang baik seperti dalam kitab Maroqiy Al‟ubudiyah, maka dia akan tumbuh dengan baik dan tentu akan menjadi orang yang berbahagia di dunia dan akhirat. Begitu juga sebaliknya jika dibiasakan dan diajari hal-hal yang buruk, diabaikan tanpa ada perhatian sedikitpun, tentu dia akan rusak dan menderita. Untuk itu membimbing dan menanamkan adabadab yang terpuji kepada anak merupakan cara pendidikan adab dan kepribadian yang berhasil, dengan kata lain yaitu “Adab bisa berguna selagi anak dalam kedinian dan tiada lagi berguna setelah itu, ibarat ranting kecil akan lurus jika diluruskan, tiada lurus jika ia menjadi batang yang kaku”. Pendidikan adab dan kepribadian untuk generasi sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni persoalan reformasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia yang baru. Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana upaya untuk membangun
111
paradigma baru pendidikan Islam, visi, misi, dan tujuan, yang dididukung dengan system kurikulum atau materi pendidikan, manajemen, dan organisasi. Metode pembelajaran untuk dapat mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat global begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia pendidikan Islam saja, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompetitif dan proaktif dalam dunia modern. Perubahan yang perlu dilakukan pendidikan islam, yaitu: - Membangun sistem pendidikan Islam yang mampu mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengantisipasi kemajuan iptek untuk menghadapi tantangan dunia global yang dilandasi nilai- nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan budaya. - Menata manajemen pendidikan Islam yang berorientasi pada manajemen sekolah
agar
mampu
menyerap
aspirasi
masyarakat,
dan
dapat
mendayagunakan potensi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pendidikan islam yang berkualitas. - Meningkatkan demokratisasi penyelenggaraan pendidikan Islam secara berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat. Namun dalam hal ini, kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah kurang efisien jika dipakai dalam proses pendidikan adab kepribadian anak, karena adanya kemajuan teknologi zaman sehingga diperlukan pemikiran pembaharuan lagi untuk penyesuaian dengan kemajuan zaman globalisasi.
112
Proses pendidikan adab dan
kepribadian adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik sehingga terbentuk manusia yang berkepribadian luhur, yang taat kepada Allah. Pembentukan adab dan kepribadian ini dilakukan secara kontinue dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Pendidikan adab dan kepribadian pada hakekat keberadaannya sangatlah urgen di indonesia. Pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi muslim, mengembangkan seluruh potensi manusia dari segi jasmani dan rohani, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis dan seimbang setiap pribadi dengan Allah, dan sesama. Agar mencapai tujuan pendidika islam tersebut, maka eksistensi lembaga pendidikan di indonesia harus menyusun rancagan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum yang berorientasi pada: -
Tercapainya hubungan transenden antara manusia dengan sang khaliq sesuai dengan fitrah manusia sebagai abdillah.
-
Tercapainya hubungan antar sesama manusia sesuai dangan fungsi manusia sebagai kholifah di muka bumi. Relevansi kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah terhadap pendidikan Islam di
Indonesia sangatlah berkesinambungan, karena baik dari segi materi isi kitab, nilai pendidikan adab dan kepribadian dan tujuan pendidikan dalam kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia, terutama yang telah dipakai oleh lembaga pendidikan non formal.
113
Sehingga akan terciptalah generasi Islam yang berkualitas yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Dalam kitab ini, Nawawi banyak menjelaskan akhlak mahmudah seperti contoh ketaatan, hal ini akan terwujud jika kita senantiasa patuh terhadap perintah-perintah Allah baik yang wajib maupun yang sunnah. Menghargai setiap orang yang memiliki keutamaan dan menghargai orangorang yang patut dihargai menurut derajad mereka, seperti guru, orang tua dan teman. Kitab ini juga menjelaskan akhlak tercela (madzmumah) yang harus ditinggalkan, seperti contoh meninggalkan maksiat, karena jika maksiat merajalela di masyarakat, maka tidak bisa diharapkan terwujudnya keamanan dan kedamaian dalam kehidupan bersama. Maka dari itu, kitab ini sangat urgen dalam proses penanaman akhlak anak dalam rangka pembentukan adab dan kepribadian anak yang shalih dan shalihah karena jika bumi ini diwariskan kepada generasi-generasi yang tidak bertanggungjawab, yang terjadi hanyalah kemaksiatan dan kemungkaran. Hal ini akan dapat membawa malapetaka dan nestapa di muka bumi ini.
C. Implikasi Pemikiran Nawawi dalam kitab Maroqiy Al-’ubudiyah dalam Pendidikan di Indonesia Kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah ini telah digunakan di beberapa lembaga pendidikan non formal, seperti di pondok pesantren di Jawa. Yakni pondok pesantren Darul „Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Semarang. Bahkan kitab ini telah dimasukkan dalam kurikulum, karena kitab ini tidak hanya berisi tentang
114
adab-adab yang mengarah pada hubungan dengan sang pencipta namun juga berhubungan dengan sesama. Adapun hal-hal positif yang diperoleh peserta didik atau santri yang mempelajari dan mengindahkan kitab ini, adalah perubahan sikap dalam beribadah kepada Allah, sikap terhadap orang-orang di sekitarnya, perubahan perilaku
dalam
bertindak
atau
melakukan
aktifitas,
dengan
modal
kepribaadian yang luhur. Sehingga setiap peserta didik atau santri dapat hidup dengan aman dan tentram. Kepribadian yang luhur tersebut di antaranya taat kepada Allah, terciptanya kerja sama dan solidaritas yang baik, saling menghormati, serta menjauhi perilaku maksiat seperti dusata, ghibah, menggunjing berburuk sangka, dengki, riya‟, dan sombong. Dalam pembentukan adab dan kepribadian, perlu adanya loyalitas terhadap dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur‟an dan Hadis, serta sifat konsistensi dan kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Ada juga dari sebagian peserta didik yang tidak mengindahkan kitab ini dan dan tidak menyadari akan urgennya pendidikan kepribadian. Hal tersebut akan menimbulkan dekadensi moral pada generasi Islam, di antaranya yaitu merebaknya
peserta
didik
atau
santri
yang
meninggalkan
shalat,
menggunjing,berburuk sangka dan berdusta baik kepada guru, orang tua ataupun temannya. Maka dalam rangka penerapan kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah ini kepada peserta didik atau santri, selain harus menekankan sifat loyalitas, konsistensi dalam berkepribadian luhur, seorang guru juga harus memberikan keteladanan
115
yang tepat serta harus kita tunjukkan tentang begaimana kita harus bersikap dan bagaimana kita harus menghormati kalau ingin dihormati oleh orang lain, tentulah harus diawali dari diri sendiri untuk berbuat baik kepada sesama dan berbakti kepada kedua orang tua. Maka dengan mengawalinya demikian, niscaya orang lain pun akan menghormati dan anak-anak pun akan berbakti. Jadi pembelajaran kitab ini tidak hanya dengan ceramah dalam kelas saja, namun juga perlu diterapkan melalui keteladanan, nasehat dan kebiasaan. Maka dengan usaha pembiasaan pada diri secara dini dan konsisten, lebih bisa diharapkan terbentuknya kepribadian yang luhur yang tumbuh pada diri anak sehingga apa yang diharapkan akan terwujud, yakni harapan mempunyai keluarga yang dipimpin kepala keluarga yang shalih, didampingi istri yang sholihah, dan dihiasi pula putra putri yang shalih dan shalihah.
116
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab-bab yang telah lalu, maka penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah merupakan buah karya Syekh Muhammad Nawawi Bin Umar Al Jawi putra dari Umar Bin Arabi. Kitab Maroqiy Al‟ubudiyah terdiri dari tiga bagian, bagian pertama berisi tentang adab ketaatan, bagian kedua berisi tentang adab meninggalkan maksiat, dan bagian ketiga berisi tentang adab pergaulan. Materi yang ada dalam kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan islam di Indonesia. Materi yang disajikan tidak hanya mengacu pada hubungan antara manusia dengan Allah, melainkan juga hubungan antar manusia, seperti adab terhadap orang alim, guru, ornag tua dan teman. Kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah kurang efisien jika dipakai dalam proses pendidikan, karena adanya kemajuan teknologi zaman, sehingga diperlukan pemikiran pembaharuan lagi untuk penyesuaian dengan kemajuan zaman globalisasi, pemikiran dan mampu bersaing dalam dunia modern. 2. Relevansi kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah terhadap pendidikan islam di Indonesia sangatlah berkesinambungan karena baik dari segi materi isi kitab, nilai pendidikan adab kepribadian dan tujuan pendidikan dalam
116
117
kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia sehingga terciptalah generasi islam yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah telah digunakan di lembaga pendidikan nonformal. Peserta didik yang mau mempelajari kitab ini akan mendapatkan hal-hal yang positif, dengan modal adab dan kepribadian yang luhur. Dalam pembentukan kepribadian, perlu adanya loyalitas terhadap 2 sumber pokok ajaran islam (al Qur‟an dan Hadits), serta sifat konsistensi dan kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Peserta didik yang tidak mengindahkan kitab ini dan tidak menyadari akan urgennya pendidikan adab kepribadian, maka hal tersebut akan menimbulkan dekadensi moral pada generasi islam. Maka dalam rangka penerapan kitab Maroqiy Al-‟ubudiyah, seorang guru harus juga memberikan keteladanan tidak hanya memberikan ceramah di kelas saja tetapi nasehat dan kebiasaan yang tepat.
B. Saran-saran 1. Kepada Anak a. Sebagai seorang anak hendaknya merasa berterimakasih terhadap orang tua, yang telah merawat dan mengasuhnya sejak kecil dengan susah payah, penuh kasih sayang serta membimbingnya dan mendidiknya, sehingga tumbuh dewasa menjadi manusia yang bertanggung jawab atas segala perbuatannya dengan cara berusaha senantiasa membahagiakan keduanya jangan sampai menyakiti maupun mengecewakan.
118
b. Sebagai anak didik hendaknya bisa menghargai dan menghormati para pendidiknya yang dengan tulus hati mengajar, mendidik, dan membimbingnya dengan tanpa mengharapkan penghargaan jasa apapun. c. Anak sebagai bagian dari anggota masyarakat, tidak lepas dari pengaruh lingkungan yang melingkupinya. Oleh karena itu agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan, maka perlu adanya kehati-hatian dalam semua tindakan yang akan dilakukan. 2. Kepada Orang Tua a. Anak adalah amanat Allah SWT, maka sebagai orang tua yang dipercaya mendapat titipan amanat dari Allah SWT hendaknya bisa menjaga dan melaksanakan amanat ini dengan sebaik-baiknya. Dengan cara memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap anak, agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa, beriman, dan bertaqwa kepadanya, senantiasa tetap tunduk pada syari‟at agamanya dan menjauhi segala larangannya. b. Sebagai orang tua hendaknya selalu mencerminkan dan memberikan teladan yang baik dihadapan anak-anak karena anak yang terlahir dalam keadaan polos dan lemah tanpa mengetahui apa-apa, dan anak akan melihat lalu meniru dari apa yang dilihatnya tanpa tahu apakah perbuatannya itu baik atau buruk. c. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dan menjadi manusia yang berguna bagi dirinya sendiri maupun yang lain, maka sebagai orang
119
tua hendaknya senantiasa memberikan perhatian dengan penuh kasih sayang. Dengan memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap anak, terutama pembinaan yang harus ditanamkan sedini mungkin, karena dengan kepribadian baik yang akan dapat mewarnai tingkah laku perbuatan yang baik dalam segala aspek kehidupan. d. Sebagai orang tua harus selalu mengawasi dan mengontrol perbuatan anak dalam kesehariannya, terutama dalam pergaulan, agar jangan sampai terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan yang dilarang agama. 3. Kepada Pendidik a. Seorang pendidik hendaknya dapat bekerja sama yang baik antar berbagai pihak terkait, baik pihak keluarga maupun lingkungan masyarakat dimana anak didik bertempat tinggal, sehingga dengan demikian akan dapat menghindari kemungkinan terjadinya tingkah laku atau perbuatan yang menyimpang dari norma agama. b. Seorang pendidik hendaknya dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam tingkah laku perbuatannya, karena pendidik adalah sosok panutan yang dihargai dan disegani. c. Seorang pendidik hendaknya mengetahui dan memahami masa pertumbuhan dan perkembangan anak didiknya dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga apa yang disampaikan dapat sesuai dengan kondisi, daya pikir maupun usia anak. Karena fase pertumbuhan dan perkembangan anak berbeda-beda. Sehingga sasaran pendidikan dan
120
pembinaan yang diberikan akan lebih mengena sesuai dengan apa yang diharapkan. 4. Kepada Masyarakat a. Setiap masyarakat hendaklah dapat memberikan bimbingan dan pengarahan bagi anak-anak kearah kedewasaan yang positif. Sehingga anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang berguna di masyarakat dalam membantu serta meningkatkan kebahagiaan, kesejahteraan hidup bersama dan terciptanya kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. b. Masyarakat hendaknya meningkatkan dan menjalin kerjasama dengan pihak terkait dalam menanggulagi kenakalan anak baik dengan organisasi masyarakat, pemerintah, swasta atau perorangan. c. Bagi setiap individu muslim agar ikut andil dan saling bekerja sama dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melaui pendidikan Islam yang dimanifestasikan, misalnya melalui rencana pendidikan, baik berjangka panjang maupun pendek, tujuan pendidikan, komponen kurikulum,
pelatihan
tenaga
kependidikan,
maupun
anggaran
pendidikan, sehingga semangat untuk selalu memajukan dan mengembangkan pendidikan Islam tak akan pernah padam. 5. Kepada Pemerintah Penanggungjawab pendidikan dalam hal ini adalah pemerintah, hendaknya mereformulasi sistem pendidikan Islam yang berbasis sumber daya manusia dengan mengimplementasikan beberapa aspek kehidupan,
121
baik hablumminAllah, ataupun hablumminannas. Strategi pendidikan Islam dengan mengedepankan pertimbangan yang terbaik bagi Negara, agar kualitas sumber daya manusia dalam masyarakat Islam menjadi lebih baik.
C. Kata Penutup Puji syukur alhamdullilah dengan segala pertolongan dan petunjuk serta ridla Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Dan kepada semua pihak, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala bantuannya. Penulis telah berusaha untuk mewujudkan penulisan skripsi yang terbaik, namun penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan, maka saran dan kritik sangat penulis harapakan demi perbaikan dan penyempurnaan. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan segenap pembaca yang budiman. Amiin Ya Rabbal „Alamiin.
122
DAFTAR PUSTAKA
Al
Hasani. 2012. Syekh Nawawi Al Bantani. http://search.yahoo.com. Diakses 12 September 2012
Scribd
(online).
Al jawi Muhammad Nawawi. Tanpa tahun. Maroqil Ubudiyah Syarah Bidayah Al-Hidayah terjemahan oleh Zaid Husain Al Hamid. 2000. Surabaya: Mutiara Ilmu. Arifin, Agus Zainal. 2012. Syaikh Nawawi Al-Bantani Al Jawi (2). : Karya dan Karomahnya (online). http://www.scribd.com/doc/70955099/syaikhnawawialbantani. diakses 12 September 2012 Arifin, HM. 1991. Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum.Jakarta Bumi Aksara. Bakker, Anton, & Ahmad Charris Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Depag RI. 1987. Ensiklopedia Islam di Indonesia. Jakarta: IAIN. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2003. Undang-undang Repuplik Indonesia no.29 tahun 2003: Tentang Sistem Pendididkan Nasional. Jakarat: PT Kloang Klode Putra Timur. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Dhofier, Zamakhsari. 2001. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES Hasan. Ahmad Rifai: 1987. Warisan Intelektual Islam Indonesia. Bandung: Mizan. Hurlock, Elizabeth B. 1989. Perkembangan Anak Jilid 2. Terj. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco Langgulung, Hasan. 2004. Manusia dan Pendididkan: Suatu Analisa Psikologis Filsafat dan Pendidikan. Jakarata: Al Husna Baru. 122
123
Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologis Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Al Husna Zikra. Marimba, Ahmad. D. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : PT Maarif. Nurihsan, A. Juntika dan Syamsu Yusuf. 2007. Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nazir, Muhammad. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nasution, Harun. 1989. Islam Rasional. Jakarta: LSAF. Simandjuntak, B dan I.L. Pasaribu. 1984. Teori Kepribadian. Bandung: Tarsito Soemargono, Soejono. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Wasito, Hermawan. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ash Shieddiqy, Tm. Hasbi: 1977. Tafsir Al Bayaan. Jakarta: Ladjnah Pentashih Mashaf. Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.