Topik Utama PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM MENGESTIMASI SATURASI AIR RESERVOAR HIDROKARBON BATUAN KARBONAT TANPA MENGGUNAKAN DATA LOG RESISTIVITAS Heru Atmoko, Bambang Widarsono, Ridwan, Kosasih Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
[email protected] SARI Tulisan ini membahas tentang pendekatan model perhitungan saturasi air alternatif tanpa menggunakan data log resistivitas. Salah satu dari kekuatan pendekatan ini adalah model saturasi air yang dihasilkan dapat diterapkan pada batuan karbonat setempat atau kondisi batuan karbonat yang telah tergolongkan dengan baik. Kesimpulan penting lainnya adalah pendekatan ini juga bisa diterapkan untuk semua batuan karbonat selama pengklasifikasian dapat dengan jelas memasukan batuan karbonat kedalam pengelompokan petrofisika. Sebanyak 407 buah percontoh batuan karbonat dari bermacam-macam reservoar di Indonesia terutama pada Indonesia bagian barat digunakan untuk keperluan penelitian ini. Berdasarkan pada prosedur Lucia percontoh-percontoh tersebut diklasifikasikan, dikelompokan, dirata-ratakan dan kemudian harga tekanan kapiler dari percontoh-percontoh tersebut diformulasikan dari model saturasi air ke fungsi porositas dan ketinggian diatas bebas airnya. Validasi dari model alternatif dilakukan pada dua (2) buah sumur di Jawa Barat. Dengan menggunakan model saturasi air dari Archie sebagai referensinya serta kalibrasi dari data test sumur, model saturasi air alternatif yang dihasilkan terbukti lebih dapat dipercaya hasil perhitungannya jika dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh model Lucia yang terlalu optimis. Pada pelaksanaan validasi terlihat bahwa model yang dihasilkan dapat bekerja dengan baik paling tidak pada batuan karbonat kelas-1 dan kelas-2 dengan klasifikasi dari Lucia. Perlu dilakukan kajian yang lebih dalam lagi pada masa yang akan datang untuk batuan karbonat kelas-3. Kata kunci : batuan karbonat, klasifikasi, model saturasi air, petrofisika, percontoh, tekanan kapiler
1. PENDAHULUAN Saturasi fluida merupakan salah satu variabel besaran petrofisika yang memainkan peranan sangat penting dalam pengestimasian akumulasi dan cadangan hidrokarbon. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi ketidakpastian dalam memperkirakan saturasi fluida terutama pada kasus-kasus tertentu dimana batuan mempunyai heterogenitas yang tinggi. Pada
batuan yang mempunyai heterogenitas tinggi, misalnya pada batuan karbonat, maka zona transisi dan tekanan kapiler merupakan parameter yang sangat berperan dalam penentuan distribusi saturasi di reservoar yang bersangkutan. Tekanan kapiler yang merupakan interaksi antara fluida dan batuan sangat di tentukan oleh ukuran ruang pori batuan, sifat kebasahan, dan teganggan antar muka. Pada batuan karbonat
Pendekatan Alternatif Dalam Mengestimasi Saturasi Air ....; Heru A, Bambang W, Ridwan, Kosasih
49
Topik Utama yang heterogenitasnya tinggi tentunya ukuran ruang pori batuan sangat menentukan kualitas dari reservoar yang pada gilirannya mengontrol pendistribusian saturasi fluida. Dengan memilah data tekanan kapiler sesuai dengan tipe/jenis batuan karbonat (reservoir rock types), yang kemudian dapat ditentukan pola umumnya dari pendekatan J-Function, maka saturasi fluida awal di reservoar dapat ditentukan. Perhitungan dengan metoda ini diharapakan akan memberikan suatu gambaran yang lebih baik untuk mencerminkan saturasi fluida pada kondisi awal reservoar dibandingkan dengan perhitungan saturasi fluida secara konvensional dari data log sumuran. Metoda ini juga merupakan suatu antisipasi dalam keadaan minimnya informasi data yang dibutuhkan metoda konvensional seperti parameter Archie (a, m, dan n). Ditambah lagi perhitungan saturasi fluida secara konvensional umumnya tidak memperhitungkan keberadaan zona dari ketinggian di atas bebas air (height above free water level/FWL). Dengan menggunakan cara yang terpadu antara informasi data geologi, log sumuran, dan data percontoh batuan, maka kesulitan-kesulitan yang biasanya terjadi untuk perhitungan saturasi fluida pada batuan karbonat yang sangat heterogen bisa diatasi. Model yang telah dibangun terdahulu oleh Lucia (1983) berdasarkan data core yang diambil dari Illinois dan Texas Barat, Amerika Serikat. Namun berdasarkan pengalaman tidak bisa diterapkan untuk reservoar-reservoar karbonat di Indonesia, oleh karena itu selain dari segi kepraktisannya (tanpa menggunakan data log resistivitas, a, m, dan n) model saturasi air untuk reservoar karbonat di Indonesia perlu dibangun.
2. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT SESUAI LUCIA Jerry Lucia (1983) telah mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan ukuran ruang pori menjadi dua sistem pori batuan yaitu
50
interparticle (intergrain dan intercrystallin) serta sistem pori dari vuggy (Gambar 1 dan Gambar 2). Pada sistem pori non-vuggy, permeabilitas dan tekanan kapiler dapat dideskripsikan berdasarkan kondisi ukuran dari partikel, pemilahan dan porositas antar partikelnya. Sedangkan pada sistem pori dari vuggy dapat dibagi menjadi dua yaitu separate vug dan touching vug. Permeabilitas yang terdapat pada batuan karbonat jenis separate vug hanya berdasarkan pada antar partikel pori (interparticle pore : intergrain, intercrystal, interfossil). Jenis lainnya yaitu touching vug umumnya berupa permeabilitas dari rekahan dan terbentuk dari sistem interconnected pore yang berdiri sendiri. Dasar klasifikasi dari Lucia adalah konsep bahwa distribusi ukuran pori mengatur/ mengontrol permeabilitas dan saturasi fluida serta distribusi ukuran pori tersebut juga berhubungan dengan rock fabric. Untuk menghubungkan rock fabric batuan karbonat dengan distribusi ukuran pori adalah harus menentukan ukuran pori tersebut masuk kedalam salah satu dari ketiga kelas utama tipe pori seperti: interparticle, seperate vug, atau touching vug. Setiap kelas harus mempunyai tipe yang berbeda dari distribusi pori dan koneksi diantaranya.
3. TEKANAN KAPILER DAN SATURASI AIR Tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan antara fluida yang membasahi batuan (wetting phase) dengan fluida yang tidak membasahi batuan (non wetting phase) jika didalam media berpori itu terdapat dua fluida yang immiscible dalam keadaan statis. Tekanan kapiler merefleksikan interaksi antara batuan dan fluida yang di kontrol oleh geometri pori, tegangan antar muka serta sifat kebasahan. Tekanan kapiler merupakan parameter penting yang bisa digunakan untuk mengetahui hubungan antara saturasi dengan kolom ketinggian yang informasinya bisa didapatkan dari data percontoh dan data log sumuran.
M&E, Vol. 8, No. 3, September 2010
Topik Utama
Gambar 1. Klasifikasi batuan karbonat dari Lucia untuk sistem pori interparticle
Gambar 2. Klasifikasi batuan karbonat dari Lucia untuk sistem pori vuggy
Pendekatan Alternatif Dalam Mengestimasi Saturasi Air ....; Heru A, Bambang W, Ridwan, Kosasih
51
Topik Utama Sejauh mana tekanan kapiler mempunyai hubungan terhadap batuan dan fluida dapat dilihat pada persamaan Young-Laplace untuk fluida yang immiscible (tidak dapat bercampur) pada sebuah potongan bundar sebuah pori pada kondisi laboratorium :
PC
2 cos r
................................ (1)
di mana : σ = tegangan antar muka θ = sudut kontak (berhubungan dengan sif at kebasahan dan interaksi batuan-f luida) r = radius pori (berhubungan dengan permeabilitas dan porositas)
Pc w o gh
Untuk menggunakan data tekanan kapiler laboratorium dalam perhitungan reservoar, perlu dilakukan konversi ke dalam kondisi reservoar (lapangan). Harga tekanan kapiler yang didapatkan dari laboratorium harus dikonversikan ke keadaan kondisi reservoar (Amyx, 1960) dengan menggunakan persamaan :
Pc (res) Pc (lab)
cos res cos lab
Hubungan tekanan kapiler dan kolom ketinggian (height) tergantung dari gradien untuk masingmasing fasa (gas, minyak, dan air). Gradien tekanan untuk fasa minyak dan air ditentukan oleh adanya densitas fluida. Distribusi saturasi air diatas zona bebas air (above Free Water Level /FWL) dan di bawah zona air (below FWL) dikontrol oleh kesetimbangan dari kemampuan kapiler dan kemampuan daya apung (perbedaan gravitasi dan densitas) seperti terlihat pada persamaan berikut :
............. (2)
Tekanan kapiler suatu reservoar dapat dihitung dari data tekanan kapiler laboratorium bila tegangan antar muka dan sudut kontak misalnya antara minyak - air di reservoar dan sudut kontak gas - air di laboratorium diketahui (Tabel 1).
........................ (3)
Pada unit lapangan di mana P dalam psi, h dalam feet yang berhubungan dengan FWL, dan densitas dalam lbm/ft3, maka persamaan (2) menjadi :
Pc
h w o 144
.........................(4)
Beberapa analis menyarankan untuk menggunakan gradien tekanan untuk setiap fasa dalam psi/ft yang didapatkan dari data test formasi (RFT atau MDT) untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sehingga didapatkan suatu persamaan : Pc = h (water gradient – oil gradient) …..(5)
Tabel 1. Sudut kontak dan tegangan antar muka untuk beberapa sistem fluida
52
Wetting Phase
Non wetting Phase
Condition
Brine Brine Brine Brine Oil Gas
Oil Oil Gas Gas Gas Mercury
Reservoir Laboratory Laboratory Reservoir Reservoir Laboratory
Contact Angle IFT (dyne/cm) 30 30 0 0 0 140
30 48 72 50 4 480
M&E, Vol. 8, No. 3, September 2010
Topik Utama Apabila saturasi air menurun (Sw rendah) maka ketinggian diatas permukaan bebas air-nya akan meningkat/meninggi. Harga terendah dari saturasi air (Swirr) di dapatkan pada ketinggian diatas permukaan bebas air (FWL) yang paling tinggi, dan saturasi air yang berada pada kondisi tersebut tidak dapat bergerak (immobile). Zona transisi didefinisikan sebagai zona yang bisa diproduksikan baik itu hidrokarbon (gas/minyak) dan air. Variasi dari radius kapiler ditentukan oleh geometri pori yang mana merupakan fungsi dari properti batuan seperti permeabilitas dan porositas. Oleh karena itu distribusi pori merupakan parameter utama yang berpengaruh pada harga saturasi air sisa (Swirr) serta tinggi/ panjang dari zona transisi. Batas kontak fluida (OWC/GWC) akan bervariasi terhadap kedalaman sebagai fungsi dari kualitas reservoar, reservoar yang mempunyai permeabilitas tinggi akan mempunyai kolom separasi yang rendah antara OWC/GWC dan kolom ketinggian diatas permukaan bebas airnya.
4. KONSEP LUCIA UNTUK MODEL SATURASI AIR Langkah-langkah konsep Lucia untuk model saturasi air adalah : 1) Identifikasi batuan karbonat ala Dunham (1962). 2) Klasifikasikan kedalam sistem tipe pori menurut Lucia (1983). 3) Lakukan analisa hubungan porositas dengan permeabilitas untuk mendapatkan kelas sesuai kualitas (Kelas-1, Kelas-2, dan Kelas-3). 4) Pilah data tekanan kapiler untuk masingmasing Kelas (1, 2 dan 3). 5) Konversi data tekanan kapiler hasil laboratorium kedalam kondisi reservoar. 6) Lakukan normalisasi (per-rataan) tekanan kapiler untuk masing-masing kelas dengan metoda Laverette J-function (Amyx, 1960).
J (S w )
Pc cos
k
..............................(6)
dan apabila kita masukan kedalam persamaan (4) menjadi:
J (S w ) di mana : J(Sw) = Pc = ó = è = k = ø = h = r1-2 =
h 1 2 k 144
...................(7)
J-Function Tekanan kapiler Tegangan antar muka Sudut kontak Permeabilitas Porositas Ketinggian diatas zona bebas air (FWL) Densitas fluida
1) Lakukan analisa regresi (power atau exponential law) untuk mendapatkan hubungan antara J-Function dengan saturasi air. 2) Kombinasikan persamaan yang didapatkan dari hasil regresi dengan persamaan (7) 3) Dengan memanfaatkan hubungan porositas-permeabilitas pada langkah-3 untuk mendapatkan model saturasi air sebagai fungsi dari ketinggian (height) diatas bebas air (FWL) dan porositas, Sw = f ( h, ).
5. KLASIFIKASI DARI DATA CORE Penelitian ini menggunakan 407 data plug percontoh batuan karbonat yang berasal dari lapangan-lapangan di daerah Jawa dan Sumatera. Data yang digunakan dalam mengklasifikasian batuan karbonat diperoleh di Sumatera Bagian Utara 15%, Sumatera Bagian Selatan (Formasi Baturaja) 35%, Jawa Bagian Barat (Formasi Parigi) 35%, Jawa Bagian Timur 10%, Papua Barat (Formasi Kais) 5 %.
Pendekatan Alternatif Dalam Mengestimasi Saturasi Air ....; Heru A, Bambang W, Ridwan, Kosasih
53
Topik Utama Klasifikasi dilakukan pada percontoh batuan dengan kaitannya dalam menginterpretasi karaktersisasi batuan terhadap fasies, petrofisika, kelas, diagenasa, dan lingkungan pengendapannya batuan karbonat umumnya. Wackestone umumnya terdiri dari fine to coarse-grained skeletal wackestones. Skeletalskeltal didominasi oleh fragmen-fragmen coral dari ukuran millimeter hingga centimeter, foraminifera plankton, echinoderm, bryozoa, dan moluska, milliolid, ostracod. Sorting nya jelek hingga sedang. Hampir semua grainnya menunjukkan abrasi dan pecah. Lumpur karbonat yang terbentuk 40% hingga 65% dari batuan, dapat terlihat pada Gambar 3. Karakteristik pada wackestone tersebut diatas dikelompokan sebagai kelas-3. Packstone dicirikan dengan ukuran skeletal medium hingga kasar, jumlah skeletal dari packstone bervariasi yang terletak pada transisi grainstone hingga wackstone. Skeletal terdiri dari fosil besar dalam jumlah sedang hingga banyak. Fosil besar diwakili oleh bryozoa, echinoderm, coral, kadang-kadang muncul alga merah, dan bivalves seperti terlihat pada Gambar-4.
Gambar 3.
54
Sayatan tipis dari batuan karbonat jenis wackestone (Kelas-3)
Packstone yang mengalami dolomitisasi dan non dolomitisasi oleh Lucia dikumpulkan untuk mencari hubungan karakteristik batuan yang dituangkan dalam transform porosity terhadap permeability. Karakteristik seperti kedua packstone diatas dikelompokkan dalam studi ini sebagai kelas-2. Grainstone umumnya diendapkan dekat dengan reef build-up. Grainstone terdiri dari skeletal dalam jumlah yang melimpah, sorting jelek, dan variable jumlah mikrit yang sedikit, Skeletal terbentuk dari banyak fragmen coral, alga berjumlah sedang hingga melimpah, echinoderm, foram besar, seperti terlihat pada Gambar 5. Skeletal lain yang biasa hadir adalah bryozoa, bivalves, gastropods. Foram bentonik yang calcareous muncul jarang hingga sedang. Grainstone dalam studi ini dimasukan kedalam kelas-1.
6. PEMBANGUNAN MODEL SATURASI AIR 6.1. Seleksi Data Tekanan Kapiler Pertama
Gambar 4.
kali
yang
dilakukan
dalam
Sayatan tipis dari batuan karbonat jenis packstone (Kelas-2)
M&E, Vol. 8, No. 3, September 2010
Topik Utama Langkah kedua, memilah data tekanan kapiler tersebut kedalam tipe pori yang sama dengan menggunakan metoda J-Function pada Persamaan (6). Untuk mendapatkan hubungan antara saturasi air dengan J-Function pada ketiga kelas batuan tersebut dalam keperluan untuk membangun model saturasi air maka dilakukan analisa regresi untuk mendapatkan persamaan dengan menggunakan metoda power law dan hasilnya adalah sebagai berikut: • Kelas-1 • Kelas-2 • Kelas-3
Gambar 5.
Sayatan tipis dari batuan karbonat jenis grainstone (Kelas-1)
pembangunan model saturasi air adalah dengan melakukan pemilahan terhadap data tekanan kapiler berdasarkan klasifikasi batuan yang telah terklasifikasi yaitu kelas-1, kelas-2 dan kelas-3. Semua data tekanan kapiler dilakukan konversi kedalam kondisi reservoar. Seperti yang telah didiskusikan sebelummnya ketiga kelas tersebut mewakili grainstone (dan boundstone), packestone dan wackestone. Gambar 6 sampai Gambar 9 memperlihatkan keempat buah tipe/ jenis batuan karbonat tersebut berdasarkan tekanan kapiler yang sudah dirubah kedalam hubungan J-Function dengan saturasi air dengan menggunakan persamaan (6). Gambar-gambar tekanan kapiler pada masingmasing jenis batuan karbonat tersebut belum bisa dikatakan masuk kedalam satu tipe pori yang sama walaupun memiliki jenis batuan karbonat yang sama. Terlihat pada gambar-gambar tersebut adanya perbedaan harga saturasi air sisa (Swirr). Pada jenis grainstone dengan permeabilitas tertinggi diantara jenis batuan karbonat lainnya mempunyai rentang harga Swirr 23% - 37%, boundstone 25% - 35%, packestone 25% - 55%, dan wackestone 30% 70%.
3.8774
dengan R2 = 0.8372 JF 0.71S w 5.3589 dengan R2= 0.8081 JF 0.3606S w 4.9542 dengan R2= 0.968 JF 0.653S w
.....(8) .....(9) .....(10)
6.2. Hubungan Porositas dengan Permeabilitas Langkah selanjutnya adalah melakukan korelasi antara porositas-permeabilitas yang dilakukan untuk masing-masing kelas dari 407 percontoh yang diteliti seperti yang terlihat pada Gambar 10 dengan mempertimbangkan adanya proses pelarutan, peretakan (fracturing) dan dolomitasi yang sering terjadi pada batuan karbonat yang bisa merubah ukuran pori batuan sehingga bisa memperbaiki atau memperburuk harga permeabilitasnya. Kelas-1 mewakili batuan karbonat yang memiliki kualitas batuan yang baik yang terdiri dari batuan grainstone dan boundstone serta packestone yang kemungkinan telah mengalami pelarutan/ peretakan sehingga harga permeabilitasnya menjadi lebih baik. Kelas-2 merupakan batuan karbonat berkualitas sedang (fair) yang terdiri dari batuan packestone dan wackestone. Kelas3 adalah jenis batuan yang memiliki kualitas buruk dan terdiri dari jenis wackestone dan packestone yang kemungkinan telah terjadi proses dolomitasi sehingga permeabilitasnya menjadi buruk. Sangat disayangkan tidak tersedianya data ukuran leher pori batuan terhadap empat jenis batuan karbonat tersebut untuk melihat konsistensinya seperti apa yang dilakukan oleh Lucia.
Pendekatan Alternatif Dalam Mengestimasi Saturasi Air ....; Heru A, Bambang W, Ridwan, Kosasih
55
Topik Utama J-Function vs Water Saturation Packestone (12)
J-Function vs Water Saturation Wackestone (6) 160.0
160
Packestone ID-13
Wackestone ID-8
140
140.0
Packestone ID-5
Wackestone ID-14
Packe stone ID-17
Wackestone ID-17
120
120.0
Packestone ID-22
100
Packestone ID-17x 100.0
Wackestone ID-3
J-Function
J-Function
Wackestone ID-21
Wackestone ID-2 80
Packestone ID-20 Packestone ID-22x
80.0
Packestone ID-23 Packestone ID-2
60
60.0
40
40.0
20
20.0
Packestone ID-5x Packestone ID-1B Packestone ID-2B
0.0
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
0
1
0.2
0.4
0.6
0.8
Gambar 6. Hubungan J-Function dengan saturasi air untuk wackestone
Gambar 7. Hubungan J-Function dengan saturasi air untuk packestone
J-Function vs Water Saturation Boundstone (2)
J-Function vs Water Saturation Grainstone (5)
160
160 140
140
Grainstone ID-25
Boundstone ID-4 Boundstone ID-5
Grainstone ID-20 120
120
Grainstone ID-22
100
100
Grainstone ID-9
J-Function
J-Function
Grainstone ID-3
80
80
60
60
40
40
20
20 0
0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
Water Saturation
56
1
Water Saturation
Water Saturation
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
Water Saturation
Gambar 8. Hubungan J-Function dengan saturasi air untuk grainstone
Gambar 9. Hubungan J-Function dengan saturasi air untuk boundstone
Persamaan korelasi yang didapatkan untuk masing-masing kelas batuan karbonat dari data yang tersedia adalah sebagai berikut :
6.3. Persamaan Baru Model Saturasi Air
• Kelas-1 k 0.07021 2.2923
..........(11)
• Kelas-2 k 0.000925 3.1744
..........(12)
• Kelas-3 k 0.0000509 3.527
..........(13)
Dengan menggunakan multiple regresi pada persamaan (7) dan salah satu persamaan hubungan J- Function dan saturasi air untuk masing-masing kelas (8), (9), atau (10) serta salah satu persamaan korelasi hubungan porositas dan permeabilitas untuk masing-
M&E, Vol. 8, No. 3, September 2010
Topik Utama 10000
Class-1 y = 7.0210E-02x 2.2923E+00
Class-2 y = 9.2568E-04x 3.1744E+00
1000
Class-3 y = 5.097E-05x 3.527E+00
Permeability, mD
100
10
1
0.1
Class-1 Class-2 0.01
Class-3
0.001 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Porosity, % Gambar 10. Hubungan porositas – permeabilitas untuk tiga kelas batuan karbonat
masing kelas (11), (12) atau (13), maka persamaan baru untuk model saturasi air batuan karbonat didapatkan:
• Kelas-1 S w 1.25472 h 0.25759 0.03815 ....(14) • Kelas-2 S w 1.55178h 0.1866 0.02442 .....(15) • Kelas-3 S w 2.4350 h 0.20185 0.03592 ....(16) di mana: Sw = Saturasi air, % h = Ketinggian diatas zona bebas air, ft atau tekanan kapiler adalah nol ø = Porositas, %
6.4. Validasi Atas Model Yang Dibangun Setelah persamaan saturasi air yang telah selesai dibangun untuk ketiga kelas batuan karbonat maka selanjutnya adalah melakukan validasi atas model saturasi air yang telah
dibangun tersebut. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa untuk validasi dilakukan terhadap dua buah sumur yang ada di Struktur Subang Jawa Barat yaitu sumur SBG-X1 dan SBG-X2 dengan akumulasi fluida reservoar adalah gas dan air pada formasi Parigi yang merupakan batuan karbonat. Secara kualitas reservoar karbonat pada struktur Subang dapat dibagi menjadi dua bagian ini teridentifikasi dari data log densitas maupun sonik. Reservoar dengan kualitas antara buruk ke sedang (poor to fair quality) berada pada bagian atas dengan interval ketebalan rata-rata sekitar 30 meter, sedangkan pada bagian bawah memiliki kualitas batuan reservoar yang baik dengan ketebalan rata-rata sekitar 120 meter. Hasil perhitungan porositas dari interpretasi log untuk bagian atas adalah sekitar 14% dan bagian bawah adalah sekitar 22%. Hasil analisa petrografi pada interval 1333.3 meter dan analisa
Pendekatan Alternatif Dalam Mengestimasi Saturasi Air ....; Heru A, Bambang W, Ridwan, Kosasih
57
Topik Utama pada interval 1370.25 meter yang keduanya merupakan interval bagian atas pada struktur Subang mendukung hal tersebut diatas. Informasi dari petrografi dan SEM mengindikasikan bahwa reservoar bagian atas tersebut mempunyai litologi batuan karbonat jenis bioklastik packestone dengan tipe pori interkristalin antara kristal-kristal dolomit serta adanya porositas akibat adanya pelarutan dan peretakan. Batuan tersebut secara umum masuk kedalam kelas-2. Sedangkan untuk reservoar bagian bawah tidak ada informasi mengenai hasil analisa petrografi dan SEM-nya, namun dari hasil analisa log dapat disimpulkan bahwa reservoar bagian bawah masuk kedalam kualitas kelas-1. Hasil interpretasi log konvensional pada sumur SBG-X1 dan SBGX2 pada kedua zona kualitas reservoar yang berbeda tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dengan model porositas dari neutron-density dan model saturasi air dari Archie yang hasilnya telah tervalidasi dari hasil uji kandung lapisan/ DST yang ada. Hasil interpretasi log atas dua buah sumur tersebut digunakan sebagai justifikasi atas model saturasi air yang telah dibangun.
Setelah kelas reservoar pada struktur Subang telah ditentukan, selanjutnya adalah menentukan kontak fluida reservoar (GWC) untuk mengetahui ketinggian diatas zona bebas airnya. Dari hasil integrasi antara analisa log serta hasil uji kandung lapisan (DST) struktur Subang mempunyai GWC pada level -1097 m. Kemudian hitung saturasi air menggunakan persaman untuk kelas-1 dan kelas-2 yang telah dibangun dengan memasukan data ketinggian di atas zona bebas air (h) dan harga porositas untuk masing-masing kelas tersebut. Hasil perhitungan saturasi air dengan model yang dibangun serta perbandingannya terhadap hasil saturasi air konvensional (Archie) dan model Lucia (data dari Illinois dan west Texas) dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil perhitungan memperlihatkan adanya kesesuaian antara model saturasi air yang telah dibangun dengan hasil dari saturasi air model Archie. Model dari saturasi air Lucia memberikan hasil perhitungan yang terlalu optimis dibandingkan dengan model saturasi air yang telah dibangun dan saturasi air model Archie. Model dari Lucia memberikan hasil saturasi yang
Tabel 3. Hasil interpretasi log pada sumur SBG-X1 dan SBG-X2 WELL
ZONE
CLASS
h ft
Porosity %
Sw (Archie) %
Test
SBG-X1 SBG-X1 SBG-X2 SBG-X2
Upper Lower Upper Lower
2 1 2 1
300 100 470 150
13.89 22.06 14.15 22.67
48.16 33.15 46.72 31.30
N/A Qg=7mmscfd, Qw=89 bpd N/A Qg=3.5mmscfd
Tabel 4. Perbandingan hasil saturasi air antara log analisis (Archie), model Lucia dan model saturasi air untuk karbonat
58
WELL
ZONE
SBG-X1 SBG-X1 SBG-X2 SBG-X2
Upper Lower Upper Lower
CLASS Porosity % 2 1 2 1
13.89 22.06 14.15 22.67
Archie Sw %
Model Karbonat Sw %
Lucia Sw %
Test
48.16 33.15 46.72 31.30
50.36 35.67 46.19 31.56
38.34 10.53 31.10 8.84
N/A Qg=7mmscfd, Qw=89 bpd N/A Qg=3.5mmscfd
M&E, Vol. 8, No. 3, September 2010
Topik Utama lebih optimis hampir 30% untuk interval pada kelas-2 (upper zone) dan 60% untuk interval kelas-1 (lower zone). Validasi tidak dilakukan pada kelas-3 dikarenakan tidak tersedianya data untuk kelas-3 tersebut selama dilakukannya penelitian ini, kedepannya akan dilakukan validasi pada kelas-3 tersebut untuk melengkapi kelas-1 dan kelas-2 yang telah diuji hasilnya pada lapangan Subang. Akhirnya pendekatan alternatif untuk mengestimasi saturasi air pada reservoar karbonat telah selesai dibangun. Untuk memudahkan pemakaian perhitungan saturasi air atas model yang telah dibangun maka dalam penelitian ini dibuat juga nomograf untuk ketiga kelas batuan karbonat (Gambar 11 untuk Kelas-1). Langkah-langkah perhitungan saturasi air dengan menggunakan nomograf adalah sebagai berikut :
• Tentukan tipe kelas batuan karbonat yang akan dihitung saturasi airnya.
• Tentukan reservoar contact untuk mengetahui ketinggian diatas zona bebas air (h).
• Tentukan harga porositasnya • Gunakan nomograf sesuai kelas batuan karbonat yang telah ditentukan.
7. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1) Model saturasi air alternatif untuk batuan reservoar karbonat yang telah tervalidasi telah selesai dibangun untuk digunakan 2) Model saturasi air yang telah dibangun bisa digunakan pada kasus dimana data resistivitas tidak bisa digunakan dan atau tidak tersedianya data resistivitas dari hasil laboratorium. 3) Model saturasi air yang dihasilkan setidaknya valid pada reservoar karbonat kelas-1 dan kelas-2. Validasi untuk kelas-3 perlu dilakukan kedepannya. 4) Model Lucia terlalu optimis dalam penentuan saturasi air, setidaknya pada kasus reservoar karbonat dalam studi ini. 5) Model saturasi air yang telah dibangun adalah valid digunakan pada reservoar karbonat di Indonesia, meski demikian aplikasi dan uji coba dengan menggunakan percontoh batuan karbonat yang lain perlu dilakukan untuk mendapatkan reliabilitas yang tinggi atas model yang telah dibangun tersebut.
1000.0 250
150
60
30
200
100
50
15
6
2
Upper limit
100.0
P e rm e a b ilit y , m D
Lower limit
10.0
1.0
20
10
4
0.1 0
10
20
30
Porosity, %
40
50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Water saturation, %
Gambar 11. Nomograf untuk kelas-1 batuan karbonat
Pendekatan Alternatif Dalam Mengestimasi Saturasi Air ....; Heru A, Bambang W, Ridwan, Kosasih
59
Topik Utama DAFTAR PUSTAKA Amyx, J.W., Bass, Jr., D.M. & Whiting, R.L. (1960) "Petroleum Reservoir Engineering Physical Properties. " McGraw-Hill Book Co., New York, pp. 610. Atmoko, H. dkk. (2007) " Estimasi Saturasi Air Tanpa Data Resistivitas Dan Parameter Archie Pada Batuan Karbonat ". Tidak dipublikasikan, kode program : 05.04.03. 0039.0044A. Choquette, P.W. & Pray, L.C. (1970) " Geologic Nomenclature and Classification of Porosity in Sedimentary Carbonates." AAPG Bulletin, v.54, No.2, p. 207 - 250. Dunham, R.J. (1962) " Classification of Carbonate Rocks According to Depositional Texture." In Ham, W.E., ed.: "Classification of Carbonate Rocks - A Symposium, " AAPG Memoir No.1, p: 108 - 121.
60
Lucia, F.J. (1995) " Rock-Fabric/Petrophysical Classification Carbonate Pore Space for Reservoir Characterization." AAPG Bulletin, v.79, No.9, p: 1275 - 1300. Lucia, F.J. (1983) " Petrophysical Parameters Estimated from Visual Descriptions of Carbonate Rocks: A Field Classification of Carbonate Pore Space ." J. of Pet. Tech., March, p: 626 - 637. Widarsono, B., Atmoko, H., Ridwan & Kosasih (2008) " Estimation of Water Saturation in Carbonate Reservoirs without Resistivity Log Data. Part I: Theory and Existing Model." Lemigas Scientific Contribution to Petroleum Science & Technology, Vol.31-no.2, p: 1 - 6. Widarsono, B., Atmoko, H., Ridwan & Kosasih (2009) " Estimation of Water Saturation in Carbonate Reservoirs without Resistivity Log Data. Part II: Formulation of New Model." Lemigas Scientific Contribution to Petroleum Science & Technology, Vol.32-no.1, p: 9 - 15.
M&E, Vol. 8, No. 3, September 2010