Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo
Oleh, Gita Restu Anandani NIM: 712012043
TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol)
Program Studi Teologi
Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016
TTO:
MOTTO: Hidup adalah perjuangan panjang dengan segala peluang dan hambatan, dan selama hidup itu masih berjalan harapan tetap ada dan harus diperjuangkan.
Segala Perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Filipi 4:13
v
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat dan kasih-Nya yang begitu besar dalam perjalanan studi dan kehidupan ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir tepat pada waktunya dengan judul “Pendampingan Pastoral Terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di Greja Kristen jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Sarjana Fakultas Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam penyusunan tugas akhir tersebut penulis banyak mendapatkan doa, saran, motivasi, semangat dan bimbingan dari berbagai pihak yang dekat juga kenal dengan penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan doa dari semua pihak tersebut, maka penulisan tugas akhir ini tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan kehendak yang diinginkan penulis. Untuk itu dengan segala penuh kerendahan hati dan penuh ungkapan syukur penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan fasilitas, dukungan doa dan dana, membimbing, memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir tersebut, Oleh karena itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada : 1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel, M,Si sebagai Pembimbing 1 yang telah setia meluangkan waktunya dan juga memberikan bantuan berupa peminjaman buku, membimbing dan mengarahkan proses penulisan tugas akhir ini. 2. Pdt. Mariska Lauterboom, MATS sebagai Pembimbing II yang selalu memotivasi, meluangkan waktu untuk bimbingan dan juga memberikan bimbingan sampai akhir penulisan tugas akhir ini. 3. Seluruh Dosen dan Pegawai Tata Usaha (TU) Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana; Pdt. Dr. Retnowati,M,Si, Pdt. Izak Latu, Ph.D, Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo, Pdt. Tony Tampake, Pdt. Yusak Setiyawan, Pdt. Jhon A. Titaley, Pak David Samiyono, Pdt. Rama Tulus, Pdt. Simon Julianto, Pdt Agus Supratikno, Pdt. Irene Ludji, MAR, Bu Fery, Pdt. Dr. Jacob Daan Engel, M,Si, Pdt. Mariska Lauterboom, MATS, Ibu Ira Mangililo,Ph.D, Pdt. Kristanto, Kak Astrid Lusi, Pdt. Nelman , Pak Handri Jonathan, Bu Budi, Mas Eko, Mas Adi, Bu Ningsih, yang telah membantu seluruh proses dari awal perkuliahan sampai pada penulisan tugas akhir tersebut yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teologi.
vi
4. Bapak dan Ibu yang dengan setia dan tanpa mengenal putus asa selalu membimbing, mendoakan, mengusahakan dana dan segala fasilitas untuk penyelesaian studi ini. 5. Pakde Joni, Bude Dwi, Lik Nita, Lik Bangkit, Mbah Sutabri, Mbah Mardikan, Mbah Daten, Lik Yanti, Lik Ewo, Lik Suki, Lik Agung, Lik Yudi, Pakde Reso dan semua keluarga besar yang juga ikut mengambil bagian dalam mendukung, membimbing, memotivasi dan juga memberikan perhatiannya bagi penulis dari awal masuk perkuliahan sampai penulis dapat mengakhiri tugas dan perjuangan selama studi di UKSW. 6. Pdt. Indro Sujarwo dan Pdt. Luvi Eko Yunanto beserta keluarga sebagai pendeta jemaat dan juga motivator penulis, terimakasih sudah memberikan sumbangan pemikiran, nasehat, bimbingan, doa dan motivasi bagi penulis dalam studi dan juga penulisan tugas akhir. 7. Seluruh warga GKJW Tulungrejo dimana penulis melakukan penelitian, terimakasih atas kesediaannya untuk memberikan informasi yang terkait dengan pencarian data penulisan tugas akhir, dukungan doa, dan bimbingannya. 8. Seluruh warga GKJW Wonoasri dimana penulis melakukan PPL VI, terimakasih atas pertemuan, perkenalan, dan juga hubungan kekeluargaan yang boleh terjalin dan mendatangkan doa, semangat, dan bimbingan bagi penulis. 9. Guru Sekolah Minggu GKJ Salatiga yang telah memberikan banyak pengalaman pendewasaan iman dan juga sikap bagi penulis, teman-teman yang memberikan doa serta motivasi. 10. Angkatan 2012 Teologi Universitas Kristen Satya Wacana yang telah memberikan banyak perhatian, doa dan motivasi melalui perjuangan hidup masing-masing dan semangat kebersamaan ini. “Mari kita semua bersama melayani di dalam Tuhan, menjadi saksi bagi Kristus kini dan selamanya” 11. SMA Laboratorium Universitas Kristen Satya Wacana yang merupakan tempat PPL V secara khusus Bu. Maretta Kristiani, S.Th sebagai supervisor lapangan penulis yang telah memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan pelayanan penulis. 12. Sahabat-Sahabat dan sekaligus keluarga penulis yaitu Ribka, Jenifer Ehiliani Nonitana, Mumpuni Dwi Wardani, Novi Dwi Permatasari, Rima Delavia, Rima Kristiana Puspa Wulandari, Yeni Nurindahsari, Novita Zapetri, Gleny, Maria Agnesia, Sinta Kristiani, Debora Fery Sagita, Trivena Putri Agnesia, Grace, Kak Jesico, Mbak Fany, Mbak Yeni, vii
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................................................................
ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT…………………………………………………...
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES……………………………………………
iv
MOTTO..............................................................................................................................
v
UCAPAN TERIMAKASIH..............................................................................................
vi
ABSTRAK.......................................................................................................................... viiii DAFTAR ISI......................................................................................................................
x
I.
PENDAHULUAN.......................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................
4
1.5 Metode Penelitian.................................................................................................
5
1.6 Sistematika Penelitian...........................................................................................
6
II. KAJIAN TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP REMAJA PENGGUNA GADGET DAN INTERNET..........................................................
6
2.1 Remaja dan Perkembangannya...........................................................................
6
2.1.1 Konsep dan Definisi Remaja....................................................................
6
2.1.2 Definisi-Definisi Pemahaman Diri Remaja..............................................
7
2.2 Definisi Fungsi Pendampingan Pastoral.............................................................
9
2.3 Definisi Gadget dan Internet..............................................................................
12
2.4 Fungsi Pendampingan Pastoral Terhadap Remaja.............................................
13
ix
III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA.............................................................
13
3.1 Gambaran Umum Pelayanan GKJW Tulungrejo............................................
13
3.2 Temuan Hasil Penelitian.................................................................................
15
3.2.1 Pemahaman dan Penggunaan Gadget dan Internet oleh Remaja di GKJW Tulungrejo..............................................................................................
15
3.2.2 Pemahaman dan Pelaksanaan Pendampingan Pastoral..........................
17
3.2.3 Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo.....................................
18
PENUTUP..............................................................................................................
28
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................
28
4.2 Saran.................................................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
31
IV.
x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet merupakan sebuah jaringan komputer raksasa, tersebar di seluruh dunia dan terdiri dari jutaan komputer dari berbagai jenis.1 Kelompok chatting melalui internet dapat menjembatani seluruh dunia, jenis kelamin, usia, agama, sementara erat homogen dalam pendidikan dan ideologi.2 Karena itulah penggunaan internet dalam dunia sosial harus dengan tata kelola yang baik dan tepat terutama sebagai sarana
pendidikan,
kemajuan ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Internet dapat diakses melalui berbagai cara salah satunya dengan menggunakan gadget. Berbagai jenis-jenis penggunaan internet selain email, including messaging, webside, juga dalam bentuk blog.3 Gadget merupakan media elektronik berbentuk handphone, smartphone, laptop dan tablet yang terdapat berbagai aplikasi di dalamnya. Gadget merupakan alat untuk mengaktifkan dan menjalankan semua media sosial yang ada, bahkan di kalangan remaja banyak yang menggunakan gadget yang terhubung oleh jaringan internet untuk bermain games, memperoleh informasi dan sarana menjalin komunikasi. Dampak positif dari gadget adalah memudahkan seseorang dalam mendapatkan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, maupun video. Selain itu, penggunaan internet juga dapat dilakukan sebagai sarana komunikasi dan hiburan, sehingga berbagai media sosial seperti facebook, youtube, twitter bisa dibuka melalui internet. Penggunaan internet dan gadget memberikan dampak baik positif maupun negatif kepada remaja. Remaja merupakan seseorang yang sedang bertumbuh menjadi dewasa, memasuki masa pubertas dimana ada perubahan baik fisik, biologis, psikologis, dan juga sosial.4 Dampak positifnya adalah memudahkan remaja dalam berkomunikasi dengan banyak orang tanpa membutuhkan biaya yang banyak. Misalnya melalui jejaring sosial, remaja dapat berkomunikasi dengan orang dari berbagai belahan dunia. Dengan kemajuan teknologi yang dimiliki, remaja menemukan permainan-permainan kreatif dan menantang
1
Burhan R, Kamus Dunia Komputer dan Internet (Surabaya: Indah, 2003), 67. Robert D. Putnam, Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community (New York: Rockefeller Center, 2000), 23. 3 Christopher E. Beaudoin,”Explaining the Relationship between Internet Use and Interpersonal Trust: Taking into Accaunt Motivation and Information Overload,” Internasional Communication Assocition (2008), 1. 4 David Geldard, Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 6. 2
1
yang bisa menguntungkan kreativitas remaja.5 Namun, tidak semua penggunaan gadget berdampak positif. Penggunaan gadget yang berlebihan membuat remaja menjadi malas menulis dan membaca. Dengan penggunaan gadget, remaja lebih tergoda dengan variasi warna yang ada pada tampilan gadget mereka. Media visual ini yang menyebabkan remaja malas untuk membaca.6 Selain itu dampak negatif dari penggunaan gadget dan internet yang berlebihan akan mengakibatkan adanya penurunan dalam kemampuan bersosialisasi. Remaja menjadi tidak peduli dengan sesama serta tidak memahami etika bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.7 Lebih ironisnya lagi tidak bisa menghormati orang yang lebih tua. Remaja selalu ingin mendapatkan sesuatu dengan cepat tanpa melihat prosesnya. Dampak penggunaan gadget dan internet yang telah dipaparkan di atas juga terjadi di GKJW Tulungrejo. Fakta yang terjadi di lapangan, baik remaja laki-laki maupun perempuan merupakan pengguna gadget dan internet. Kebanyakan remaja laki-laki menghabiskan waktu untuk bermain games dengan gadget yang dimilikinya, sedangkan remaja perempuan menghabiskan waktu mereka dengan menggunakan media sosial seperti facebook, bbm, line, twitter dan instagram. Sangat mudahnya remaja mengakses berbagai informasi dan melakukan komunikasi, membutuhkan peran gereja sebagai salah satu wadah yang membentuk kepribadian remaja. Masa remaja itu sendiri menghadirkan begitu banyak tantangan, karena banyaknya perubahan yang harus dihadapi mulai dari perubahan fisik, biologis, psikologis, dan juga sosial.8 Perubahan ini salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan gadget dan internet, oleh karenanya diperlukan pendampingan pastoral gereja untuk mencegah dan penyelesaian masalah remaja berkaitan dengan media tersebut. Masa remaja merupakan saat remaja berada dalam sosialisasi primer, dimana semua informasi dan pengalaman disekitar mereka akan dibawa saat mereka dewasa nanti. Menurut Jean Piaget, usia remaja dalam perkembangannya sedang berada pada tingkatan operasi berpikir formal, dimana remaja bekerja dengan sistematis mencoba semua kemungkinan.9 Remaja tidak saja berada dalam penalaran matematis dan ilmiahnya, akan
5
Musbahiroh, Gadget, Penggunaan dan Dampak pada Anak-Anak (Universitas Negeri Semarang,
2013), 1. 6
Musbahiroh, Gadget, Penggunaan,1. Musbahiroh, Gadget, Penggunaan. 8 David Geldard, Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 6. 9 William Crain, Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 200. 7
2
tetapi juga meliputi kehidupan sosial remaja.10 Demikian juga Erik H. Erikson menempatkan masa perkembangan remaja yang diperhadapkan dengan adanya identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion). Pada masa kini, individu diperhadapkan pada tantangan untuk menentukan “siapakah mereka” itu, bagaimana mereka nantinya, dan arah mana yang hendak mereka tempuh dalam hidupnya?.11 Berdasarkan permasalahan di atas, pendampingan pastoral gereja sangat diperlukan dalam rangka membimbing, merawat, memelihara, melindungi, dan menolong remaja.12 Pendampingan pastoral memiliki beberapa fungsi antara lain: pertama, fungsi menyembuhkan (healing), yakni fungsi pastoral yang bertujuan mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntunnya ke arah yang lebih baik dari pada kondisi sebelumnya. Sedangkan kedua, fungsi menopang (sustaining), yaitu menolong orang yang terluka (sakit) untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula.13 Fungsi ketiga ialah membimbing (guiding), yakni membantu orang-orang yang berada dalam kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif. Fungsi keempat ialah memulihkan (reconciling), yakni usaha membangun ulang hubungan-hubungan yang telah rusak di antara manusia dengan Allah dan sesamanya. Fungsi kelima ialah memberdayakan (empowering) fungsi ini membantu konseli menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa yang akan datang pada waktu menghadapi kesulitan. Selain kelima fungsi tersebut, Howard Clinebell menambahkan lagi fungsi pendampingan pastoral yakni fungsi memelihara atau mengasuh (nurturing), yaitu memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka.14 Pastoral berperan dalam suatu krisis dan kemalangan hidup, baik itu individu maupun keluarga, bahkan dalam krisis perubahan sosial dalam masyarakat sekalipun.15 Pendampingan pastoral itu suatu panggilan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang telah merespon panggilan Allah.16 Pendampingan pastoral ini bukan saja menjadi 10
Crain, Teori Perkembangan, 200. Santrock, Remaja Edisi 11, 51. 12 Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tisara Grafika,2007), 2. 13 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 7. 14 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 8. 15 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 9. 16 Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral (Salatiga: Widya Sari Press, 2003), 83. 11
3
tanggungjawab pendeta, pastor atau kaum rohaniawan, tetapi semua orang percaya terpanggil untuk melaksanakan tugas penggembalaan ini, termasuk juga GKJW Tulungrejo yang remajanya banyak menggunakan gadget.17 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat judul: “Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: Mendeskripsikan pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. 1.4 Manfaat Penelitian Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi mahasiswa maupun penelitian berikutnya. Hal yang sama juga diharapkan bermanfaat bagi pendeta, konselor dan semua warga gereja berkaitan dengan pemahaman pendampingan pastoral terhadap remaja akibat pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. Secara Praktis Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini menambah pengetahuan akan pastoral gereja yang terkait dengan permasalahan remaja. Selain itu bagi gereja, pemahaman akan pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet sangat mendukung pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian masalah dalam gereja.
17
Engel, Konseling Dasar.
4
1.5 Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. Jenis penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat ini.18 Metode kualitatif dibangun atas dasar pemahaman intelektual dan argumentasi yang didukung oleh data empirik. Objek penelitian adalah manusia (remaja) berkaitan dengan segala sesuatu yang dilakukannya. Penelitian dilakukan di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo yang berada di Banyuwangi-Jawa Timur. Dalam proses pengambilan data, cara yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara yang mendalam (deep interview) kepada pendeta jemaat dan pengurus komisi remaja serta remaja. Dalam wawancara yang dilakukan dengan remaja, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball sampling, dimana penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya.19 Selain dengan melakukan wawancara dan observasi pada remaja, penulis juga melakukan studi pustaka (studi dokumen) untuk memperoleh data tentang pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. Responden dalam penelitian ini adalah pendeta jemaat dan pengurus komisi remaja GKJW Tulungrejo. Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih ialah Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo. Lokasi ini dipilih karena remajanya cukup banyak, yaitu sekitar 32 remaja dan dalam era globalisasi ini pengaruh penggunaan gadget dan internet sudah begitu mempengaruhi kehidupan remaja disana. Penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara mendalam mengenai pendampingan pastoral gereja terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. Sumber data
18
Hadari Nanawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), 73. 19 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2012), 68.
5
utama adalah informasi verbal yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pendeta jemaat, pengurus komisi, dan remaja di GKJW Tulungrejo. Sumber ini dilengkapi dengan data fisik berupa data yang didokumentasikan. Data sekunder seperti dokumen-dokumen akan diperoleh melalui dokumen-dokumen gereja serta tulisantulisan tentang topik yang diteliti. 1.6 Sistematika Penulisan Penulis akan membagi tulisan ini ke dalam empat bagian, yakni sebagai berikut: Bagian pertama membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bagian kedua tentang definisi remaja, pendampingan pastoral, serta gadget dan internet, yang meliputi remaja dan perkembangannya, peran pendampingan pastoral, alasan dan dampak penggunaan gadget dan internet. Bagian ketiga ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi permasalahan-permasalahan remaja akibat penggunaan gadget dan internet serta pendampingan pastoral gereja terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. Kemudian pada bagian keempat berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan berupa temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian, pembahasan, analisis dan saran-saran yang berupa kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian yang mendatang. II. KAJIAN TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP REMAJA PENGGUNA GADGET DAN INTERNET 2.1 REMAJA DAN PERKEMBANGANNYA 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja merupakan periode transisi dalam perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional.20 Kata remaja berasal dari bahasa Inggris adolescence yang diadopsi dari bahasa Latin adolescere yang berarti remaja, mengandung arti “tumbuh menjadi dewasa”.21 Masa remaja menempatkan seseorang diantara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa, tahapan ini dimulai dengan peristiwa kedewasaan yang telah banyak 20
John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2007), 20. Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja (Salatiga: Program Studi Bimbingan dan Konseling UKSW, 2013), 1. 21
6
dijelaskan dengan sebutan “pubertas”.22 Pubertas merujuk pada peristiwa-peristiwa biologis yang menyertai menstruasi pertama pada perempuan dan ejakulasi pertama pada laki-laki.23 Selain melewati masa perubahan biologis, remaja juga sedang mengalami perubahan kognitif yang didalamnya seorang remaja akan mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, menemukan cara untuk berpikir tentang masalah hubungan, memahami cara-cara baru untuk mengolah informasi, dan belajar berpikir secara kreatif dan kritis.24 2.1.2 Dimensi-dimensi Pemahaman Diri Remaja Aristoteles abad ke-4 M menyatakan bahwa aspek terpenting dari remaja adalah kemampuan untuk memilih dan determinasi diri merupakan jalan menuju kematangan. Ia juga mengenali adanya egosentrisme remaja, dan mengatakan bahwa remaja mengganggap dirinya mengetahui segala sesuatu dan cukup yakin mengenalinya.25 Sedangkan menurut G. Stanley Hall, masa remaja yang usianya berkisar antara 12 hingga 23 tahun diwarnai oleh pergolakan. Pandangan “badai dan stress (strorm and stress view)” adalah konsep yang diajukan Hall yang menyatakan bahwa remaja merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati. Menurut pandangan ini, berbagai pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati, niat yang baik dan godaan, kebahagiaan dan kesedihan.26 Selain G. Stanley Hall, Erik H. Erikson juga mengungkapkan bahwa masa remaja menempatkan remaja yang diperhadapkan dengan adanya identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion). Di masa ini, individu diperhadapkan pada tantangan untuk menentukan siapakah mereka itu, bagaimana mereka nantinya, dan arah mana yang hendak mereka tempuh dalam hidupnya. 27 Sedangkan dalam pemikiran Jean Piaget, remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Jean Piaget juga mengatakan bahwa usia remaja dalam perkembangannya sedang berada pada tingkatan 22 David Geldard, Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 7. 23 Geldard, Konseling Remaja. 24 Geldard, Konseling Remaja, 10. 25 John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2007), 5. 26 Santrock, Remaja Edisi 11. 27 Santrock, Remaja Edisi 11, 51.
7
operasi berpikir formal, dimana remaja bekerja dengan sistematis mencoba semua kemungkinan.28 Susan Harter mengatakan bahwa pemahaman diri remaja memiliki sifat yang kompleks dan melibatkan aspek diri, antara lain sebagai berikut:29 dimensi pertama ialah abstraksi dan idealisasi, dimana ketika diminta untuk mendeskripsikan mengenai dirinya sendiri, remaja mulai menggunakan istilah-istilah yang lebih abstrak dan idealistik. Pemahaman akan remaja juga tidak lepas dari dimensi kedua ialah diferensiasi, dimana remaja semakin mempertimbangkan berbagai konteks atau situasi ketika mendeskripsikan dirinya. Dimensi ketiga dari pemahaman remaja ialah diri yang berfluktuasi, remaja berada didalam kondisi tidak stabil hingga masa remaja akhir atau bahkan masa dewasa awal. Dimensi keempat ialah kontradiksi di dalam diri. Harter mengatakan bahwa remaja memiliki sejumlah kontradiksi yang muncul dalam dirinya yang berbeda-beda itu, misalnya seperti suasana hati yang berubah-ubah dan memahami, buruk dan menarik, bosan dan ingin tahu, peduli dan tidak peduli, introvert dan gemar bersenang-senang. Dimensi kelima ialah diri riil versus diri ideal, diri sebenarnya versus diri palsu. Rogers berpendapat bahwa kesenjangan yang kuat antara diri riil dan diri ideal dapat menjadi indikasi dari gangguan penyesuaian diri. Dimensi keenam ialah perbandingan sosial, dalam dimensi ini remaja cenderung melakukan perbandingan sosial dalam mengevaluasi dirinya. Begitu juga dimensi ketujuh tidak bisa dilepaskan dari kehidupan remaja, yaitu adanya kesadaran diri. Remaja mendekati kawan-kawannya untuk memperoleh dukungan dan penjelasan atas dirinya, termasuk mendengarkan pendapat kawan-kawannya dalam proses mendefinisikan siapakah dirinya itu. Dimensi kedelapan ialah perlindungan diri, di antara remaja, perasaan bingung dan konflik yang dipicu oleh upaya memahami dirinya sering kali disertai dengan kebutuhan untuk melindungi diri. Kemudian adanya pemahaman akan diri yang tidak disadari sebagai dimensi kesembilan, dibandingkan remaja yang lebih kecil, remaja yang lebih besar lebih mempercayai adanya aspek-aspek tertentu dari pengalaman mental yang berada di luar kesadaran atau kontrol mereka. Dimensi kesepuluh adalah tentang integrasi diri.
28
William Crain, Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 200. 29 Santrock, Remaja Edisi 11, 178-182.
8
2.2 DEFINISI DAN FUNGSI PENDAMPINGAN PASTORAL Pendampingan pastoral (pastoral care), yang dalam bahasa alkitabiah sering dipakai istilah penggembalaan berasal dari kata gembala. Proses penggembalaan itu sendiri ada sejak manusia pertama; Adam dan Hawa. Hukuman Allah adalah upaya untuk memperbaiki dan membangun kembali hubungan yang tidak harmonis sebagai proses penggembalaan Allah terhadap manusia.30 Di sisi lain, proses penggembalaan Allah itu juga merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Allah. Dalam proses penggembalaan ini, Allah bertindak sebagai seorang gembala yang datang untuk menolong umat ciptaan-Nya, menemukan akar dan penyebab permasalahan yang dihadapi, serta upaya memperbaiki hubungan manusia dengan Allah.31 Pendampingan pastoral (pastoral care) yang dalam alkitab dipakai untuk melaksanakan
tugas
penggembalaan,
tidak
hanya
memulihkan
tetapi
juga
mengembangkan orang dalam potensi-potensinya yang dapat juga mengembangkan orang dalam potensi-potensinya yang dapat digunakan untuk melayani Tuhan dalam pelayanan kepada sesamanya.32 Yesus tahu kebutuhan setiap orang, bukan hanya masalah lahiriah tetapi sentuhan kasih Yesus yang dirasakan oleh mereka yang datang dengan
berbagai
penyakit
dan
penderitaan,
memberikan
dimensi
spiritual,
membangkitkan dan mengobarkan semangat hidup yang berpengharapan (Matius 15:30; Lukas 4:40; 6:9). Pendampingan pastoral adalah suatu panggilan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang telah merespon panggilan Allah.33 Istilah “pendampingan pastoral” adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Dengan demikian, istilah pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, membagi atau berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan.34 Penggembalaan inilah yang menjadi dasar pendampingan pastoral, untuk mewujudkan kasih, perhatian dan kepedulian kepada yang berada dalam pergumulan, terutama perasaan-
30
Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral: Pemahaman dan Pengalaman dalam Praktek (Salatiga: Widya Sari Press, 2003), 78. 31 Engel, Konseling Dasar. 32 Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tirasa Grafika, 2007), 5. 33 Engel, Konseling Suatu Fungsi. 34 Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2012), 9.
9
perasaannya.35 Pandangan Alkitab Perjanjian Baru tentang peranan dan fungsi gembala tidak dapat dipisahkan dari pemahaman tentang pekerjaan Tuhan Yesus sebagai Gembala Agung dan Gembala yang baik. Yesus Kristus adalah tokoh Messianis yang menyatakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik, karena Ia telah berhasil melaksanakan kehendak Allah (Yohanes 10:11). Yesus selalu melihat tujuan pelayanan-Nya yaitu supaya jemaat yang adalah umat Allah dibangun. Pembangunan jemaat adalah tujuan penggembalaan yang dilakukan Tuhan Yesus maupun gereja sebagai tubuh-Nya terhadap anggota-anggota-Nya.36 Pendampingan pastoral yang diusahakan oleh gereja tidak terlepas dari proses pendampingan. Pendampingan sendiri berasal dari kata kerja mendampingi, sebagai suatu kegiatan menolong, karena suatu sebab perlu didampingi.37 Interaksi yang terjadi dalam proses pendampingan, membuat pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan dalam hubungan dengan konseling, pendampingan menempatkan baik pendamping maupun yang didampingi dalam kedudukan yang seimbang dan dalam hubungan timbal-balik yang serasi dan harmonis.38 Kata pastoral berasal dari bahasa latin pastore, dalam bahasa Yunani poimen yang berarti gembala.39 Secara tradisional, pastoral merupakan tugas pendeta yang menjadi gembala bagi jemaatnya. Di dalam kata gembala terkandung pengertian tentang hubungan antara Allah yang penuh kasih dengan manusia lemah yang memerlukan arahan dan bimbingan. Pendampingan pastoral dapat dilakukan di dalam dua bentuk pendampingan, yaitu bagaimana seseorang dapat mendampingi orang lain, hadir secara fisik dan psikhis, mendengar secara aktif dan penuh perhatian.40 Pendampingan pastoral memiliki beberapa fungsi antara lain:41 1. Menyembuhkan (healing), yakni fungsi pastoral yang bertujuan mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan 35
Engel, Konseling Suatu Fungsi. Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral: Pemahaman dan Pengalaman dalam Praktek (Salatiga: Widya Sari Press, 2003), 80. 37 Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tirasa Grafika, 2007), 4. 38 Engel, Konseling Suatu Fungsi. 39 Engel, Konseling Suatu Fungsi, 2. 40 Engel, Konseling Dasar, 83. 41 Engel, Konseling Suatu Fungsi, 7-8. 36
10
menuntunnya ke arah yang lebih baik dari pada kondisi sebelumnya. Dalam hal pastoral, fungsi menyembuhkan ini penting dalam arti bahwa melalui pendampingan yang berisi kasih sayang, rela mendengarkan segala keluhan batin, dan kepedulian yang tinggi akan membuat seseorang yang sedang menderita mengalami rasa aman dan kelegaan sebagai pintu masuk ke arah penyembuhan yang sebenarnya. 2. Menopang (sustaining), yakni menolong orang yang terluka (sakit) untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula. Sokongan berupa kehadiran dan sapaan yang meneduhkan dan sikap yang terbuka, akan mengurangi penderitaan yang begitu memukul. 3. Membimbing (guiding), yakni membantu orang-orang yang berada dalam kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif. Fungsi membimbing penting dalam kegiatan menolong dan mendampingi seseorang. Orang yang didampingi, ditolong untuk memilih atau mengambil keputusan tentang apa yang akan ditempuh atau apa yang menjadi masa depannya. Pengambilan keputusan tentang masa depan ataupun mengubah dan memperbaiki tingkah laku tertentu atau kebiasaan tertentu, tetap ditangan orang yang didampingi. 4. Memulihkan (reconciling), yakni usaha membangun ulang hubungan-hubungan yang telah rusak di antara manusia dengan Allah dan sesamanya. 5. Memberdayakan (empowering), fungsi ini membantu konseli menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa yang akan datang pada waktu menghadapi kesulitan. 6. Mengasuh (nurturing), berkaitan dengan hidup yang selalu bertumbuh dan berkembang, biasanya dalam proses perkembangan seorang bayi hingga ia dewasa, terlihat adanya perubahan bentuk dan fungsi. Perkembangan ini meliputi aspek emosional, cara berpikir, motivasi dan kemauan, tingkah laku, kehidupan rohani, dalam interaksi dan sebagainya.
11
2.3 DEFINISI GADGET DAN INTERNET Gadget menurut kamus berarti perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Gadget merujuk pada suatu peranti atau instrumen kecil yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang berguna. Gadget sendiri bisa berbentuk (handphone, smartphone, laptop, tablet, note, mp3 dan lain-lain).42 Menurut Wing Winarno, “Gadget adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa inggris, yang artinya perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus”. Dalam bahasa Indonesia, gadget di sebut “acang”. Salah satu hal yang membedakan gadget dengan perangkat elektronik lainya adalah unsur “kebaruan”. Artinya dari hari ke hari gadget selalu muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusia menjadi lebih praktis. Fitur-fitur umum pada gadget adalah, internet, kamera, video call, telepon, email, sms, bluetoot, wifi, games dan mp3.43 Penggunaan gadget sendiri memiliki dampak baik positif maupun negatif. Dampak negatif dari penggunaan gadget secara berlebihan sendiri adalah sebagai berikut: pertama, kecenderungan penggunaan gadget secara berlebihan dan tidak tepat dapat menjadikan sesorang bersikap tidak peduli pada
lingkunganya baik dalam
lingkungan keluarga dan msyarakat. Kedua, timbul kesenjangan antara peserta didik yang memiliki gadget dengan peserta didik yang tidak memiliki gadget dapat menanamkan sifat hedonis, asosial pada setiap anak lalu berkembang menjadi pengelompokan dalam pertemanan.44 Ketiga, dengan kemudahan mengakses berbagai media informasi dan komunikasi menyebabkan anak malas dalam bergerak dan beraktivitas. Penggunaan gadget yang berlebihan juga berdampak pada kesehatan remaja terutama perkembangan otak, psikologis anak, selain itu menurunnya fungsi alat indera (mata) misalnya. Dampak positif dari penggunaan gadget adalah remaja mampu mengasah kreativitas dan kecerdasan mereka, beragam aktivitas mewarnai, membaca dan menulis akan mempengaruhi perkembangan otak remaja. Selanjutnya, lebih efisien waktu dan tenaga karena remaja dapat mengakses segala informasi dan menulis di tablet yang dimilikinya. Gadget dan berbagai fasilitas yang ada didalamnya 42
Lucia Tri Ediana Pamungkas Jati & F. Anita Herawati, Studi Deskriptif terhadap Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi UAJY dengan Teknik Analisis Cluster berdasarkan Motivasi dan Perilaku Penggunaan Gadget (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya), 05. 43 Tara Lioni, Holillulloh, Yunisca Nurmalisa, Pengaruh Penggunaan Gadget Pada Peserta Didik Terhadap Interaksi Sosial, Vol2 No 2 (2014), 07. 44 Tara Lioni, Holillulloh, Yunisca Nurmalisa, Pengaruh Penggunaan Gadget.
12
juga dapat mempermudah dalam melakukan komunikasi tanpa terbatas usia, tempat, dan waktu.45 Sistem internet dapat meliputi seluruh dunia dan melibatkan ribuan koneksi dari jaringan komputer, memberikan sejumlah informasi yang luar biasa banyaknya yang dapat ditelusuri oleh remaja.46 Gaya hidup yang individual atau egoistis memunculkan berbagai permasalahan dan mencemaskan setiap orang dalam upaya mencapai kesuksesan dan meraih masa depan yang lebih baik. 2.4 FUNGSI PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP REMAJA Tahapan remaja (adolescence) merupakan satu fase dimana mereka dapat bertumbuh secara aktif. Berbagai kelompok pertumbuhan dapat digunakan untuk menolong para remaja memperkuat rasa identitas mereka (pokok tujuan pertumbuhan mereka); mengembangkan keterampilan hubungan yang baru dengan lawan jenisnya; meningkatkan perasaan mereka dalam mengendalikan hidup mereka; meneguhkan dan membimbing seksualitas mereka yang sedang mekar; dan mengembangkan iman mereka yang aktif dan nilai-nilai etis mereka yang bertanggungjawab. Pendekatanpendekatan dengan konseling edukatif dapat digunakan secara proaktif dengan anggota dari kelompok pendidikan dan kelas peneguhaan sidi untuk kaum muda.47 III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 3.1 Gambaran Umum Pelayanan GKJW Tulungrejo Tempat penelitian yang diambil oleh penulis ialah GKJW Tulungrejo. Gereja tersebut terletak di Jalan Sariman, Desa Tulungrejo, Dusun Tulungrejo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. GKJW merupakan gereja sinodal dimana sinodenya terletak di Balewiyata- Malang. Sinode GKJW atau yang biasanya disebutkan Majelis Agung (MA) merupakan pusat pelayanan gereja-gereja GKJW. GKJW sendiri hanya berada di daerah Jawa Timur. Menurut pembagian wilayah pelayanan, GKJW Tulungrejo masuk dalam Majelis Daerah (MD) Besuki Timur. Seluruh pelayanan yang ada di GKJW
45
Iis Widiawati, Hendra Sugiman & Edy, Pengaruh Penggunaan Gagdet terhadap Daya Kembang Anak (Jakarta: Universitas Budi Luhur, 10 Mei 2014), 04. 46 John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2007), 218. 47 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 483.
13
secara umum tersusun dalam Program Kegiatan Tahunan (PKT), begitu juga secara khusus yang ada di GKJW Tulungrejo. Pelayanan yang ada di GKJW Tulungrejo meliputi pelayanan anak dan remaja, pemuda, warga dewasa, dan lansia. Semua pelayanan yang ada merupakan bentuk komitmen akan karya keselamatan dari Tuhan Yesus yang terwujud dalam tindakan nyata keseharian untuk menyatakan keadilan dan kasih kepada sesama. Pendeta jemaat merupakan ketua majelis yang sekaligus bertugas mengontrol segala kegiatan pelayanan yang ada di gereja. Majelis jemaat yang ada terbagi dalam beberapa komisi selain bertugas sebagai koordinator juga sebagai penghubung antara warga jemaat dengan Gereja. Komisikomisi yang ada di GKJW Tulungrejo meliputi Komisi Pembinaan Anak dan Remaja (KPAR), Komisi Pembinaan Pemuda dan Mahasiswa (KPPM), Komisi Pembinaan Peranan Wanita (KPPW), Komisi Pembinaan Teologi (KPT), Komisi Pelayanan dan Kesaksian (KPK), Komisi Pembinaan Pelayanan dan Cinta Kasih (KPPCK), Komisi Antar Umat (KAUM), Komisi Pembinaan Penatalayanan (KPPL), Komisi Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (KOMPERLITBANG), Komisi Pengawas Perbendaharaan Jemaat (KP2J).48 Semua tugas dan tanggungjawab pelayanan setiap komisi tersebut tercantum dalam Tata dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan serta secara khusus dituliskan dalam Organisasi dan Tata Laksana GKJW Tulungrejo (ORGTALA). Pelayanan remaja masuk dalam Komisi Pembinaan Anak dan Remaja (KPAR), dimana disana ada sejumlah 23 pamong atau guru sekolah minggu yang terlibat aktif dalam pelayanan yang ada, sedangkan remajanya sejumlah 32 anak. Ibadah anak-anak dan remaja dilakukan setiap hari Minggu yang dibagi dalam empat kelas yaitu Balita (pra-sekolah-TK), Pratama (kelas 1-3 SD), Madya (kelas 4-5 SD) dan Remaja (Kelas 6 SD- belum Sidi) pada pukul 08.00 wib, ibadah KPAR pada hari Jumat pukul 16.00 wib dan katekisasi remaja yang dilakukan setiap hari Rabu pukul 16.00 wib. Pelayan dalam ibadah anak dan remaja adalah pamong atau guru sekolah minggu, sedangkan untuk pelayan katekisasi remaja adalah Pdt. Luvi Eko Yunanto sebagai pendeta GKJW Tulungrejo. Selain kegiatan ibadah tersebut, remaja dilibatkan secara aktif dalam kegiatan-kegiatan gerejawi seperti mengisi pujian, bermain musik atau drama. Masa
48
Tata dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996).
14
remaja merupakan masa dimana seorang anak akan banyak mengalami perubahan dalam kehidupannya baik secara fisik, emosional ataupun kepercayaannya. 3.2 Temuan Hasil Penelitian 3.2.1 Pemahaman dan Penggunaan Gadget dan Internet oleh Remaja di GKJW Tulungrejo Pengertian gadget dan internet serta penggunaannya dalam lingkungan remaja tidak lepas dari pemahaman bahwa gadget merupakan salah satu barang yang dekat dengan remaja, hal ini dikarenakan remaja hidup dalam dunia digital. Menurut remaja, gadget merupakan sebuah alat yang digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh, alat yang membantu dalam mengerjakan tugas sekolah, alat untuk mencari informasi, bermain games, alat untuk mengakses segala hal dan sebagai sarana bagi penggunaan media sosial seperti facebook, bbm, instagram, path, twitter, line, whatsApp dan sebagainya.49 Sedangkan pemahaman remaja yang lain akan internet merupakan suatu jaringan yang menghubungkan gadget yang merupakan suatu alat untuk dapat mengaktifkan aplikasi dalam gadget dan berbagai media sosial yang ada didalamnya.50 Hampir semua remaja di GKJW Tulungrejo memiliki gadget dan ada pula yang memiliki lebih dari satu. Menurut penuturan remaja di sana, mereka seringkali berganti-ganti gadget dikarenakan mereka mengikuti trend yang ada di dunia teknologi dan informasi serta untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk berkomunikasi. Perkembangan teknologi khususnya penggunaan gadget dan internet membawa berbagai pengaruh, baik yang bersifat positif maupun negatif. Ardiyanto Cahyadi yang merupakan salah satu guru sekolah minggu di GKJW Tulungrejo mengatakan bahwa dampak positif dari penggunaan gadget dan internet adalah memudahkan setiap orang dalam mengakses berbagai informasi yang penting dan memudahkan orang dalam menyampaikan sebuah pemikiran dan pemecahan masalah supaya mereka bisa bertukar informasi dengan sesamanya.51 Pendapat yang hampir senada diungkapkan oleh Pnt.
49
Wawancara dengan Katrin Andika Florentina, Zefanya Nanda P. dan Krisna Yudit, (remaja), Tulungrejo, 14 Desember 2015, Pukul 08.30 Wib. 50 Wawancara dengan Wahyudi Omega Putra dan Gabriel Ade Gunawan, (remaja), Tulungrejo, 20 Desember 2015, Pukul 20.38 Wib. 51 Wawancara dengan Sdr. Ardiyanto Cahyadi, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 16 Desember 2015, Pukul 20.36 Wib.
15
Yunus Tricahyono bahwa adanya gadget dan internet bisa juga membantu mempermudah kegiatan pelayanan yang ada di gereja misalnya membuka ayat-ayat Alkitab, pujian dan juga renungan yang dengan mudah bisa diakses oleh siapa saja yang memiliki media untuk itu.52 Bagi sebagian besar remaja sendiri, gadget dan internet ini memiliki fungsi yang positif dalam dunia mereka yang meliputi mudahnya berkomunikasi di berbagai media sosial, membantu mereka mengerjakan tugas sekolah dengan mengambil berbagai informasi yang berkaitan dengan pelajaran mereka, selain itu bagi mereka yang gemar bernyanyi atau bermain musik bisa melihat tutorial yang berkenaan dengan hal tersebut.53 Penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa ada kesadaran akan dampak negatif dari penggunaan gadget dan internet oleh remaja, misalnya saja seperti yang diungkapkan oleh Pdt. Luvi Eko Yunanto bahwa gadget dan internet itu merupakan pedang bermata dua disatu sisi berguna akan tetapi di satu sisi bisa melukai atau menghancurkan. Kekhawatiran gereja dan orangtua terhadap fungsi negatif gadget adalah remaja melihat gambar-gambar atau video purno yang sulit dihalangi karena mudahnya dalam mengaksesnya dan menjadi pribadi yang tidak mampu bersosialisasi dengan baik.54 Selain itu bagi para remaja yang merupakan penggila games, mereka akan menghabiskan waktu untuk bermain, menghabiskan uang mereka untuk pembelian paket data internet dan juga kesempatan yang lain misalnya belajar, berkumpul dengan keluarga dan teman, ke gereja dan juga bersekolah. Penggunaan gadget dan internet yang tidak bijak akan membuat seseorang menjadi individual dan hanya bermain dalam dunia maya mereka sedangkan dunia nyata sebenarnya menunggu mereka dengan segala realitas yang harus diketahui dan dijalani oleh remaja. Guru sekolah minggu di GKJW Tulungrejo memahami remaja sebagai masa-masa dari anak menuju ke masa dewasa dan masuk dalam pemikiran yang labil dan mudah dipengaruhi. Hal tersebut sama dengan penuturan Pnt. Pirmaning Eldi Astutik bahwa remaja merupakan usia anak-anak yang masih mencari jati diri dan terkadang masih sulit diatur. Selain itu remaja juga merupakan potensi besar bagi gereja untuk menjadi penerus
52
Wawancara dengan Bp. Yunus Tricahyono, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 3 Januari 2016, Pukul 16.35 Wib. 53 Wawancara dengan Christalia Eldi Gunawan, (remaja), Tulungrejo, 16 Desember 2015, Pukul 21.22 Wib. 54 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat), Tulungrejo, 31 Desember 2015, Pukul 10.15 Wib.
16
dari generasi-generasi yang akan datang dalam kegerejaan.55 Remaja masih senang dengan mencoba hal-hal yang baru disekitar mereka, namun tetap harus diberi batasan yang dapat di pegang supaya tidak terjerumus dalam arus kehidupan yang beragam dan setiap waktunya bisa berkembang.56 Menurut penuturan Ibu Pirmaning Eldi Astutik, anak-anak sudah pasti pernah melihat gambar atau video purno. Hal tersebut diketahui dari pertanyaan yang pernah dilakukan oleh beliau kepada anak-anak remaja, tidak adanya batasan untuk mengakses internet melalui gadget yang dimiliki remaja akan menjadikan mereka tidak terkontrol. Remaja di GKJW Tulungrejo yang menggunakan gadget dan internet untuk bermain games dan mengaktifkan berbagai media sosialnya seringkali menggunakannya sampai larut malam bahkan dalam suasana sekolah dan ibadahpun mereka masih mengambil waktu untuk bermain games dan media sosial yang dimilikinya. Kenakalan remaja yang beranekaragam salah satunya dipengaruhi oleh luasnya pergaulan mereka dalam dunia maya, bahkan jaringan untuk berkomunikasi yang tidak terbatas usia, tempat dan waktu telah mengiringi kehidupan para remaja. Bebasnya pergaulan remaja akan membawa mereka ke dalam banyak tantangan dan permasalahan. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya pendampingan pastoral gereja terhadap remaja dan secara umum bagi semua warga jemaat. 3.2.2 Pemahaman dan Pelaksanaan Pendampingan Pastoral Pendampingan pastoral dipahami oleh Ardiyanto Cahyadi sebagai pendampingan warga jemaat dari segi iman. Ketika ada warga yang mengalami permasalahan, gereja bisa mengambil sikap untuk menolongnya.57 Menurut Bapak Gunawan, pendampingan pastoral dapat dilakukan dengan berkunjung ke warga namun perkunjungan itu tidak hanya sekedar berkunjung, akan tetapi disana ada penguatan kepada yang dikunjungi.58 Pendampingan pastoral juga didefinisikan oleh Ibu Tri Pancarwati sebagai upaya untuk mendampingi orang-orang yang sedang bermasalah dalam hal pribadinya, tentang imannya atau tentang 55 Wawancara dengan Ibu. Pirmaning Eldi Astutik, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 8 Januari 2016, Pukul 11.45 Wib. 56 Wawancara dengan Ibu. Srinawangsih, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 16 Desember 2015, Pukul 21.14 Wib. 57 Wawancara dengan Sdr. Ardiyanto Cahyadi, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 16 Desember 2015, Pukul 20.36 Wib. 58 Wawancara dengan Bp. Gunawan, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 19 Desember 2015, Pukul 19.34 Wib.
17
kehidupannya untuk disharingkan dengan pendeta jemaat.59 Pendampingan pastoral tidak hanya dilakukan kepada orang dewasa atau hanya kepada orang yang sakit secara fisik, melainkan juga dilakukan bagi semua warga jemaat dari anak-anak sampai kepada warga yang sudah masuk dalam usia lanjut usia. Selama ini kebanyakan yang melakukan pendampingan pastoral adalah pendeta. Bentuk pendampingan pastoral yang diberikan kepada remaja selain saat ibadah, katekisasi dan perkunjungan yang berisikan percakapan mengenai remaja yang meliputi menanyakan keadaan mereka dan keluarga, proses belajar dan juga masalah yang sedang dihadapi. Selain itu perkunjungan yang dilakukan kepada remaja hanya kepada mereka yang mengalami sakit secara fisik. Program P2A (Pendampingan dan Perlindungan Anak) yang sedang dibuat untuk mendampingi anak-anak yang bermasalah diharapkan mampu menjawab pergumulan pendampingan pastoral remaja ini. Pendampingan pastoral di jemaat terkadang menemui berbagai macam kendala seperti penyesuaian waktu antara pihak gereja yang bertugas sebagai konselor dengan remaja.60 Kendala lain ialah metode pendampingan pastoral yang sesuai untuk pendekatan kepada mereka masih kurang, pembekalan kepada pamong atau guru sekolah minggu dalam melakukan pendampingan pastoral masih belum dilakukan, dan kurang adanya kerjasama yang baik antara gereja dengan orangtua atau pihak keluarga.61 3.2.3 Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo Gadget dan internet merupakan wujud perkembangan teknologi dan informasi yang akan
terus
berkembang
seiring
dengan
perkembangan
berbagai
bidang
ilmu.
Berkomunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, dimana hal itu menunjukkan keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan membutuhkan. Gadget dan internet merupakan salah satu media komunikasi yang kini dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat bahkan anak balitapun sudah diperkenalkan dengan gadget oleh orangtuanya sebagai media belajar dan juga bermain mereka. Alat komunikasi 59
Wawancara dengan Ibu. Tri Pancarwati, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 6 Mei 2016, Pukul
17.35 Wib. 60
Wawancara dengan Bp. Reso Budiarjo, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 28 Desember 2015, Pukul 10.35 Wib. 61 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat), Tulungrejo, 31 Desember 2015, Pukul 10.15 Wib.
18
tersebut membawa banyak pengaruh besar dalam dunia remaja secara khusus, dimana ketika gadget dan internet digunakan secara salah atau berlebihan tanpa pengawasan dari orang tua, gadget dapat berpengaruh pada interaksi sosial anak terhadap lingkunganya baik lingkungan internal (keluarga) maupun eksternal (lingkungan sekolah, gereja, masyarakat dan pertemanan). Seiring berkembangnya berbagai teknologi dan informasi, gadget semakin dilengkapi dengan berbagai aplikasi yang beragam, sehingga tidak hanya digunakan untuk menerima pesan atau menelepon saja, namun juga untuk bermain games, mengakses segala informasi baik bersifat pendidikan, hiburan, berita, olahraga dan juga mengaktifkan semua media sosial sebagai bentuk trend yang sedang berkembang saat ini. Orangtua dalam memberikan fasilitas tersebut kepada anak mereka juga memiliki alasan yang beragam, seperti karena tidak ingin melihat anaknya gagap teknologi atau istilah kerennya “gaptek”, ada yang karena paksaan dari anak mereka, ada juga yang membelikannya supaya anaknya bisa dengan mudah mengakses segala informasi yang diperlukan dalam perkembangannya. Perkembangan teknologi dan komunikasi tersebut memang tidak bisa dihindari karena remaja hidup dalam dunia digital, namun yang terpenting orangtua dan juga gereja secara khusus dalam penelitian ini dapat mendampingi mereka dan memberikan batasan dalam penggunaan gadget dan internet tersebut. Remaja merupakan masa dimana seseorang sedang mencari identitas mereka dan mengupayakan berbagai macam cara untuk menjawab segala kebingungan dan rasa ingin tahu mereka. Remaja di GKJW Tulungrejo berada dalam masa seperti ini, dimana mereka selalu tidak puas dengan apa yang dimiliki atau mereka mengerti sekarang. Hal tersebut membuat mereka melakukan berbagai macam hal seperti mengeksplorasi kemampuan dirinya dengan media yang ada seperti gadget dan jaringan internet mereka. Keberadaan ini sejalan dengan pemikiran Erik H. Erikson bahwa masa remaja menempatkan mereka pada masa perkembangan yang diperhadapkan dengan adanya identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion).62 Dengan berbagai aplikasi dalam gadget yang dimilikinya, seorang remaja akan mampu mengekpresikan dirinya dan juga mengembangkan potensinya. Misalnya saja dengan media sosial seperti facebook, bbm, instagram, path, twitter, line, whatsApp, mereka akan dengan mudah menjalin komunikasi dengan semua orang diberbagai belahan dunia, mereka juga dapat 62
John W. Santrock, Remaja Edisi II Jilid I (Jakarta: Erlangga, 2007), 51.
19
menunjukkan berbagai suasana hati mereka dalam media sosial yang dimilikinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, terlihat bahwa remaja di GKJW Tulungrejo seringkali memakai media sosial yang diaktifkan dari gadget mereka untuk mengungkapkan suasana hatinya yang mudah berubah-ubah, seperti rasa senang, marah, kecewa, sakit hati, sedih dan bahkan terdapat kata-kata memaki disana. Keberadaan ini menurujuk kepada konsep G. Stanley Hall akan adanya badai dan stress (strorm and stress view) dalam diri remaja dimana ini merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati. Menurut pandangannya ini, berbagai pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati, niat yang baik dan godaan, kebahagiaan dan kesedihan.63 Bagi para remaja yang menggunakan media sosial mereka dengan bijaksana tidak akan terjerumus dalam permasalahan, namun bagi mereka yang menggunakannya dengan tidak bijaksana itu justru akan membuat mereka tidak dapat berkembang. Hal ini terbukti dari beberapa remaja yang sedang berkonflik dan kemudian mereka hanya meluapkan amarah mereka dalam media sosial dengan kata-kata yang memaki dan saling merendahkan, itu akan membuat mereka jatuh dalam gagalnya berkomunikasi dan tidak adanya penghargaan antara satu dengan yang lainnya. Jikalau keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik akan membuat remaja yang satu merasa minder atau malas untuk berteman dan melakukan kegiatan bersama. Komunikasi merupakan salah satu yang mendukung perkembangan remaja, karena setiap orang pasti akan berkomunikasi untuk mendapatkan sesuatu atau mengungkapkan pemikirannya. Namun yang perlu disadari bahwa komunikasi tidak hanya dilakukan dalam dunia maya saja, namun juga dalam pertemuan langsung dan kegiatan bersama. Kesadaran itu harus dimiliki oleh para remaja sehingga mereka tidak menjadi pribadi yang individual, namun mampu melakukan sosialisasi dengan sekitarnya. Menurut Erik H. Erikson, justru pada masa remajalah seorang individu mulai melihat atau menyadari diri sendiri, mempunyai masa lalu dan masa depan yang secara eksklusif merupakan dirinya sendiri.64 Masa remaja merupakan masa di mana seseorang membuat kenangan dan antisipasi tentang masa depan. Suatu masa di mana seseorang individu mencari identitas yang khusus. Keadaan ini terwujud dalam hubungan remaja 63 64
Santrock, Remaja Edisi 11. Daniel, Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 10.
20
dengan teman sebayanya, hubungan dalam keluarga, masyarakat, sekolah dan juga gereja. Remaja senang dengan kehidupan berkelompok baik menurut jenis kelamin, tingkat usia, hobby dan lain sebagainya menunjukkan bahwa kehidupan mereka dipengaruhi oleh komunitas dan juga perubahan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Dulu remaja bisa bermain bersama berbagai permainan tradisional seperti bermain kasti, kelereng, layanglayang, petak kumpet dan lain sebagainya yang menekankan adanya kehadiran dan adanya komunikasi, namun kini semua permainan itu sudah jarang ditemui karena berbagai macam permainan canggih dan lebih menantang dapat mereka lakukan sendiri dengan gadget yang dimilikinya. Keberadaan remaja di GKJW Tulungrejo sejalan dengan pemikiran Jean Piaget tentang remaja yang menempatkan mereka dalam tingkatan operasi berpikir formal. Remaja
mengalami
perkembangan
dalam
kognitif,
umumnya
mereka
mulai
mempertanyakan banyak hal yang sudah diajarkan kepada mereka, maka tidak jarang apabila banyak remaja menolak sebagian atau bahkan seluruh nilai-nilai dan kepercayaan yang dipelajari atau didapatkan semasa kanak-kanak.65 Dengan memahami perubahan pola pikir dalam diri remaja ke arah yang lebih rasional inilah maka sangatlah berbahaya jika gereja hanya menjejali para remaja dengan aktivitas yang tidak berarti. Salah satu keuntungan dari bekerja atau melayani remaja adalah bahwa pada masa ini remaja sangat terbuka terhadap hal-hal atau ide-ide serta bimbingan. Selain itu masa remaja merupakan masa dimana mereka sudah mulai mengambil sejumlah keputusan dan komitmen.66 Seluruh keberadaan remaja ini merupakan tantangan bagi keluarga dan gereja untuk membimbing mereka dalam proses perkembangannya. Remaja akan selalu mencoba-coba hal yang baru dan dekat dengan dunia mereka untuk menunjukkan identitas diri mereka, dan adanya perasaan untuk ingin dipuji dan diperhatikan. Akan tetapi kita juga harus bisa memahami isi hati mereka karena ada remaja yang akan terbuka dan bercerita ketika mereka mengalami masalah dan kegagalan, namun ada juga remaja yang justru akan menutup diri dan tidak jarang dari mereka tiba-tiba akan depresi dan menjadi pendiam secara mendadak. Dinamika perubahan dan perkembangan remaja inilah yang sudah seharusnya kita mengerti sebagai keluarga dan juga gereja.
65 66
Nuhamara, Pendidikan Agama., 12. Nuhamara, Pendidikan Agama.
21
Berbagai macam dukungan perlu dilakukan oleh gereja dan orangtua, misalnya dukungan secara sosiologis yang menekankan akan kehidupan bersama dalam suatu komunitas yang memberikan suasana nyaman bagi remaja untuk dapat berkembang dan mengekplorasi diri mereka. Selain itu ada dukungan yang bersifat edukasi, sehingga dalam menggunakan gadget dan internet harus diberikan batasan baik waktu juga situs-situs yang bisa diakses mereka, sehingga mereka dapat menggunakan peluang itu untuk mencari informasi dan tontonan yang baik. Pendampingan yang diberikan saat masa anak-anak akan membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan kepribadian mereka dan juga perkembangan di jemaat. Pada umumnya pendampingan pastoral diberikan sebagai salah satu bentuk pelayanan yang ada di gereja yang berguna untuk menolong sesama yang menghadapi masalah atau menolong mereka supaya dapat hidup dengan baik. Keterampilan dalam melakukan penggembalaan pada dasarnya adalah keterampilan berkomunikasi dan berhubungan dalam cara yang mendorong pertumbuhan.67 Remaja yang mengalami berbagai dinamika perubahan dalam hidupnya memerlukan seseorang dan tempat yang nyaman bagi mereka untuk mencurahkan segala rasa ingin tahu mereka dan juga permasalahan yang mereka alami. Media dan teknologi informasi merupakan salah satu yang dekat dengan kehidupan remaja. Kemajuan media informasi dan komunikasi sudah dirasakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat baik dari segi positif maupun negatif penggunaannya. Banyak sekali informasi yang dapat diakses di internet, salah satu kekhawatiran yang muncul adalah bahwa informasi yang diakses oleh anak-anak dan remaja di internet tidak terkelola dengan baik. Remaja dapat mengakses informasi yang mengandung unsur seksual, petunjuk untuk melakukan kekerasan, serta informasi lainnya yang tidak sesuai dengan usia mereka. Singkatnya, internet memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan peluang pendidikan remaja. Meskipun demikian, internet juga memiliki keterbatasan dan mengandung bahaya. Internet merupakan suatu teknologi di mana orang tua perlu memonitor dan mengatur remaja dalam menggunakannya.68
67
Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 63. 68 Santrock, Remaja Edisi II Jilid II.
22
Pemahaman akan manfaat penggunaan gadget dan internet ini semakin membuka kesempatan remaja untuk menggunakannya baik secara positif maupun negatif. Selama ini remaja tidak banyak mendapatkan perhatian dari gereja berkaitan dengan perkembangan teknologi ini, terutama memberikan pendampingan serta memberdayakan remaja dalam masa pencarian identitas mereka. Pelayanan yang diberikan kepada remaja hanya sebatas dalam hubungan antara pelayan dan yang dilayani dalam sebuah peribadatan, katekisasi, pelatihan drama, menyanyi dan juga musik. Kesadaran akan perkembangan yang semakin merajalela dalam segala bidang membawa ke dalam pemahaman akan pentingnya pendampingan bagi remaja. Pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja perlu dilengkapi dengan pendampingan orangtua (keluarga). Keluarga merupakan dasar bagi seorang anak memulai sosialisasi mereka, dimana melalui kasih sayang dan perhatian yang diberikan, anak mulai bertumbuh dan mengenal dirinya sendiri juga lingkungannya. Seorang anak kecil yang kemudian bertumbuh menjadi remaja memerlukan role model untuk mereka contoh dan sebagai sumber mengeksplorasi diri mereka dan segala keinginannya. Keluarga disebut sebagai setting utama dan pertama tidak lain karena peranan orang tua dalam mengasuh anak-anaknya adalah sangat penting. Bukan hanya anak yang belajar dan mengalami pertumbuhan, tetapi sesungguhnya seluruh anggota keluarga saling belajar dari yang lain melalui interaksi yang terjadi.69 Keluarga dalam hal ini orangtua (ayah dan ibu) mempunyai tanggungjawab mendidik anak-anak mereka di dalam iman kepada Tuhan serta cara hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan.70 Keberadaan orangtua atau keluarga ini secara khusus juga diperlukan dalam pendampingan kepada remaja yang saat ini hidup dalam dunia digital. Pengaruh gadget dan internet yang beranekaragam memerlukan pengawasan orangtua saat mereka menggunakannya. Selama ini pendampingan yang bisa dilakukan orangtua adalah membatasi penggunaan gadget dan internet serta melakukan pengawasan kepada mereka, sehingga ketika gadget mereka diberi password misalnya, orangtua harus mengerti dan melarang mereka memberi password pada gadgetnya supaya orangtua bisa mengontrol apa
69
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info Media, 2007),
70
Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 59.
57.
23
saja yang dilakukan anak-anaknya dengan gadget tersebut.71 Orangtua di zaman modern membelikan gadget dan fasilitas internet kepada anak-anaknya supaya mereka tidak ketinggalan zaman, akan tetapi jauh dari itu sebagai orangtua harusnya bisa memilah dan mengarahkan anak-anak mereka bertumbuh dengan baik. Tidak semua remaja mampu memfungsikan gadget dan internet yang dimilikinya secara positif, disinilah memerlukan kepekaan orangtua untuk meluangkan waktu dekat dan memberikan sapaan hangat untuk mereka. Dengan cara seperti itu orangtua akan menjadi sahabat bagi anak-anaknya, kemudian anak tidak takut dan tidak segan-segan jika mau bercerita tentang dirinya dan masalah perkembangan yang dilaluinya. Pendampingan pastoral merupakan sarana pelayanan untuk menolong setiap orang yang menghadapi berbagai permasalahan, tujuannya selain untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi juga supaya orang tersebut bisa mengambil sikap yang tepat ketika di kemudian hari menghadapi masalah yang sama. Fungsi pendampingan pastoral yang cocok untuk remaja adalah fungsi yang membimbing, memberdayakan dan mengasuh. Namun seperti yang diungkapkan oleh Pdt. Luvi Eko Yunanto, secara khusus pendampingan pastoral kepada remaja masih belum dilakukan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan tenaga yang khusus untuk itu masih belum ada.72 Selama ini pendampingan yang dilakukan dalam bentuk ibadah-ibadah, katekisasi remaja, kunjungan kepada mereka yang sakit secara fisik, memperkenalkan remaja dengan gereja melalui keikutsertaan mereka dalam berbagai acara gereja dan juga melalui percakapan non-formal yang dilakukan dengan mereka.73 Isi perkunjungan yang dilakukan oleh pendeta adalah untuk menanyakan keadaan remaja, memberikan doa bagi mereka yang sakit secara fisik dan juga keberadaan keluarga. Gereja selama ini hanya melakukan pendampingan pastoral dibagian kulitnya saja, dalam arti ini sebuah perkunjungan itu menyangkut dua aspek yang pertama adalah pendampingan pastoral yang merupakan inisiatif pelayan gereja melalui percakapan basa-basi yang menanyakan keberadaan remaja dan juga hal apa yang dirasakan mereka saat ini.
71
Wawancara dengan Ibu. Pirmaning Eldi Astutik, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 8 Januari 2016, Pukul 11.45 Wib. 72 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat), Tulungrejo, 31 Desember 2015, Pukul 10.15 Wib. 73 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat).
24
Dalam percakapan yang dalam ilmu konseling merupakan basa-basi itu merupakan gerbang masuk bagi para pelayan untuk melakukan konseling pastoral nantinya. Gereja sudah seharusnya sadar dan tidak menunggu kasus terjadi baru melakukan pendampingan, akan tetapi pendampingan dilakukan dalam setiap kesempatan yang kita miliki. Hal tersebut perlu dilakukan karena tidak semua remaja memiliki keberanian untuk mengungkapkan permasalahannya. Bercermin pada keteladanan Yesus, kita belajar untuk mau memahami orang sakit bukan pada apa yang menimpa fisiknya tetapi juga mental, masalah sosial dan spiritualnya.74 Pendampingan pastoral merupakan wujud komitmen gereja dalam melakukan panggilan pelayanannya ditengah-tengah dunia ini. Fungsi pastoral yang dekat dengan kehidupan remaja dan perkembangan teknologi adalah fungsi untuk membimbing, memberdayakan dan mengasuh, namun perlu dilengkapi dengan fungsi lainnya yang dikatakan oleh Aart Van Beek sebagai fungsi menyembuhkan, memulihkan dan menopang. Selama ini yang melakukan pendampingan pastoral hanya pendeta, namun seharusnya itu menjadi tanggungjawab bersama sebagai orang-orang yang telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus. Remaja merupakan generasi penerus gereja yang perlu mendapatkan perhatian yang khusus pula, pendampingan pastoral bukan saja untuk menyelesaikan masalah yang bersifat jasmani saja akan tetapi juga rohani yang meliputi perkembangan iman dan juga kepribadian remaja. Salah satu tujuan penggembalaan dan konseling adalah memampukan seseorang menanggapi krisis-krisis mereka sebagai kesempatan-kesempatan untuk bertumbuh.75 Remaja yang berada dalam krisis mencari identitas seperti yang diungkapkan oleh Erik H. Erikson, mereka memerlukan pendampingan dari segala pihak yang terdekat dengan mereka, yaitu orangtua dan juga gereja. Penggembalaan (pendampingan pastoral) adalah suatu jawaban terhadap kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian penuh, dukungan, dan penggembalaan (pendampingan).76 Keberadaan yang seperti ini memerlukan komunikasi yang baik diantara orangtua dan juga gereja, sebagaimana tanggungjawab bersama dalam merawat dan mengarahkan pertumbuhan, kepribadian dan iman remaja merupakan tanggungjawab bersama. Gereja perlu melakukan kerjasama yang
74
Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral: Pemahaman dan Pengalaman dalam Praktek (Salatiga: Widya Sari Press, 2003), 82. 75 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 44. 76 Clinebell, Tipe-Tipe Pendampingan, 59.
25
baik dengan orangtua melalui pelatihan-pelatihan akan pendampingan kepada anak, pengenalan remaja dan dunianya, serta pengenalan teknologi dan infomasi yang lekat dengan remaja. Selama ini orangtua yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan dengan mudah mengatasi perkembangan teknologi ini, akan tetapi warga yang lainnya perlu mendapat pembinaan supaya memiliki wawasan yang luas untuk mendidik anak-anak mereka lebih baik lagi. Pendampingan pastoral kepada remaja memerlukan pengenalan akan remaja dan juga perkembangannya, sebagai pelayan atau konselor, kita harus mampu menjadi seorang sahabat bagi mereka. Seorang sahabat yang dimaksudkan adalah kita menyediakan waktu untuk remaja, memperhatikan mereka dalam segala keadaan dan masalah yang dihadapi, serta menjadi motivator atau penolong saat mereka kesulitan dan jatuh dalam masalah. Tuhan Yesus begitu menaruh perhatian kepada anak-anak dan menyayangi mereka walaupun sebagian besar orang menganggap anak-anak tidak berguna dan pembuat keributan. Ada sebuah konsekuensi yang diberikan kepada setiap kita yang tidak memperdulikan anak-anak (remaja). GKJW Tulungrejo mencoba mendampingi remaja dalam ibadah-ibadah yang dilakukan, pembinaan iman melalui katekisasi remaja dan kegiatan bersama dalam bentuk percakapan dan pertemuan non-formal. Namun pendampingan itu masih kurang menjangkau secara personal dan terutama mengatasi permasalahan perkembangan gadget dan internet dalam hidup remaja. Jalan yang bisa ditempuh oleh gereja adalah dengan melakukan sarasehan dengan orangtua untuk membekali mereka tentang perkembangan teknologi dan informasi sehingga mampu menjadi kontrol bagi remaja disegala keadaan. Khotbah yang disampaikan dalam peribadatan masih kurang karena setiap orang memiliki penghayatan yang berbeda sehingga diperlukan ruang untuk bertemu baik pihak gereja dan remaja juga dengan orangtua. Pendampingan pastoral yang diberikan oleh seluruh warga jemaat merupakan wujud nyata janji seluruh warga yang terucap dalam formulasi pertanyaan kesanggupan warga dalam suatu pelayanan baptisan yang menyatakan akan bersedia membimbing dan mengingatkan ketika seorang anak dalam pertumbuhannya mengalami masalah atau melakukan penyimpangan. Pendampingan pastoral yang sempurna merupakan bentuk pertolongan yang utuh kepada sesama yang meliputi kebutuhan jasmani, mental, sosial, dan rohani. Sebab Allah 26
yang adalah pencipta, bersifat merawat dan memelihara dengan baik, maka bila pastoral dihubungkan kepada istilah pendampingan, dimaksud untuk memperdalam makna pekerjaan pendampingan. Pendampingan tersebut tidak hanya memiliki aspek horizontal (dari manusia kepada manusia) akan tetapi juga mewujudkan aspek vertikal (hubungan dengan Allah).77 GKJW Tulungrejo melalui program terbarunya yaitu P2A (Pendampingan dan Perlindungan Anak) bisa melakukan pendampingan pastoral kepada remaja secara holistik dimana ada pemenuhan aspek fisik, aspek mental, aspek sosial dan juga aspek spiritual mereka. Aspek fisik dapat dipenuhi melalui penyediaan atau perhatian kepada kebutuhan fisik remaja seperti kesehatan, penyuluhan akan merawat tubuh yang baik dan sebagainya. Aspek mental diberikan melalui pemberian perhatian, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan emosional yang dialami remaja melalui pendampingan dan sharing bersama. Aspek sosial diberikan melalui kegiatan bersama yang dilakukan dalam kelompok, masyarakat dan keluarga misalnya melalui kegiatan kerjabakti, menolong sesama yang kekurangan dan sebagainya sehingga anak tidak hanya sibuk dengan gadget dan internet mereka namun juga dapat mengenal sekitarnya. Sedangkan aspek spritual dapat diberikan melalui penanaman nilai-nilai rohani yang memaknai kehidupan sehingga perkembangan teknologi ini dapat digunakan sebagai pendekatan penyampaian itu kepada remaja misalnya melalui sharing dalam media sosial, peraga dan variasi pelayanan dengan media yang unik dan dekat dengan remaja. Fungsi pendampingan pastoral yang diperlukan setidaknya meliputi fungsi membimbing yang diberikan melalui percakapan baik bersifat formal maupun non-formal dalam rangka mengeksplorasi kebutuhan remaja dan permasalahan mereka, fungsi memberdayakan diberikan melalui penyediaan fasilitas seperti pelaksanaan seminar dan pelatihan akan penggunaan gadget dan internet secara baik dan benar. Sedangkan fungsi mengasuh diberikan melalui perhatian dan pemberian rasa nyaman dan aman bagi remaja dalam segala kegiatan bersama baik di gereja maupun dalam keluarga dan masyarakat. Memahami perkembangan remaja merupakan salah satu upaya alternatif terbaik dalam membimbing remaja. Tujuan Allah dengan manusia adalah keutuhan. Hanya sebagai manusia yang utuh kita dapat menjalankan tugas kita sebagai manusia beriman menurut
gambar
Allah.
Manusia
merupakan
makhluk
yang
tidak
sempurna,
ketidaksempurnaan itu meliputi kehidupan sosial-ekonomi, fisik, emosional, spiritual, 77
Beek, Pendampingan Pastoral, 12.
27
relasional, dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya pendampingan pastoral itu dilakukan terutama dikalangan remaja. Pertumbuhan warga jemaat yang diawali dengan remaja merupakan awal dari pembangunan dan juga suksesnya pelayanan di gereja di masa yang akan datang. Perkembangan teknologi dan informasi (gadget dan internet) bukan merupakan sesuatu yang perlu dihalangi untuk diketahui remaja, namun pendampingan kepada merekalah yang perlu dilakukan oleh gereja. Dengan begitu tugas pendampingan pastoral dengan tujuan pengutuhan menjadi tugas seluruh umat Kristiani.78 IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Setelah mengadakan penelitian di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo dan menganalisa data maka penulis dapat mengetahui tentang bagaimana peran pendampingan pastoral gereja terhadap remaja pengguna gadget dan internet. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan maka kesimpulan secara keseluruhan sebagai berikut; 1. Pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo masih belum berjalan maksimal, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan akan pendampingan pastoral, perkembangan remaja serta pengetahuan tentang perkembangan teknologi dan informasi (gadget dan internet) dikalangan pelayanan gerejawi secara khusus bagi pelayan remaja. 2. Fungsi pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo lebih dekat dengan fungsi membimbing, memberdayakan, dan mengasuh. Fungsi membimbing diberikan melalui percakapan baik bersifat formal maupun nonformal dalam rangka mengeksplorasi kebutuhan remaja dan permasalahan mereka, fungsi memberdayakan diberikan melalui penyediaan fasilitas seperti pelaksanaan seminar dan pelatihan akan penggunaan gadget dan internet secara baik dan benar. Sedangkan fungsi mengasuh diberikan melalui perhatian dan pemberian rasa nyaman dan aman bagi remaja dalam segala kegiatan bersama baik di gereja maupun dalam keluarga dan masyarakat. 78
Beek, Pendampingan Pastoral, 42.
28
3. Pendampingan pastoral yang terjadi di GKJW Tulungrejo selama ini dilakukan oleh pendeta, sedangkan seharusnya pendampingan itu dilakukan oleh semua orang yang telah menerima karya keselamatan dari Allah dalam hal ini seharusnya juga dilakukan oleh seluruh pelayan remaja dan juga semua warga. Hal tersebut menjadi bukti janji seluruh warga dalam pelayanan baptisan yang menyatakan akan bersedia membimbing dan mengingatkan ketika seorang anak dalam pertumbuhannya mengalami masalah atau melakukan penyimpangan. 4. Gereja dan orangtua (keluarga) masih belum banyak melakukan kegiatan bersama terutama untuk mendampingi remaja dalam pertumbuhannya secara holistik, kegiatan bersama yang dilakukan keduanya masih terbatas pada pertemuan yang dilakukan pada saat remaja akan melakukan peneguhan sidi dan dalam beberapa acara gerejawi yang melibatkan semua warga. Pertemuan yang rutin terutama pembahasan mengenai perkembangan remaja dan masalahnya secara khusus masalah penggunaan gadget dan internet secara baik masih belum dilakukan. 4.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka terdapat yang mungkin dapat dipakai dan dilihat kembali fungsinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab gereja dalam melakukan pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. 1. Pendampingan pastoral yang dilakukan gereja terhadap remaja seharusnya tidak menunggu terjadinya masalah, akan tetapi menyadari bahwa fungsi pendampingan pastoral tidak hanya untuk menyembuhkan, menopang dan memulihkan saja, akan tetapi ada juga fungsi untuk membimbing, memberdayakan dan mengasuh. Gereja seharusnya melakukan pembinaan kepada remaja terutama dalam pemahaman akan perkembangan teknologi yang semakin berkembang (gadget dan internet) misalnya melalui seminar dan juga pelatihan. 2. Pendampingan pastoral terhadap remaja seharusnya dilakukan oleh semua pelayan remaja dan secara umum seluruh warga jemaat. Gereja dapat melakukan seminar dan pelatihan kepada orangtua dan para pelayan remaja tentang pendampingan pastoral dan pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi (gadget dan internet) sehingga 29
dapat memberikan pendampingan yang tepat kepada remaja supaya mereka dapat mengalami perkembangan secara holistik dengan baik. 3. Bagi Fakultas Teologi lebih memberikan banyak referensi baik berupa ilmu maupun sumber-sumber mengenai pendampingan pastoral dalam perkembangan teknologi. 4. Bagi peneliti selanjutnya jika akan meneliti tentang pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet dapat menambahkan setting pendampingan yang tidak hanya gereja dan keluarga namun juga sekolah dan masyarakat.
30
Daftar Pustaka
A. Jurnal Beaudoin, Christopher E. ”Explaining the Relationship between Internet Use and Interpersonal Trust: Taking into Accaunt Motivation and Information Overload.” Internasional Communication Assocition. 2008. Edy. Iis Widiawati & Hendra Sugiman. Pengaruh Penggunaan Gagdet terhadap Daya Kembang Anak. Jakarta: Universitas Budi Luhur. 10 Mei 2014. Herawati Anita F & Lucia Tri Ediana Pamungkas Jati. Studi Deskriptif terhadap Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi UAJY dengan Teknik Analisis Cluster berdasarkan Motivasi dan Perilaku Penggunaan Gadget. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Musbahiroh. Gadget. Penggunaan dan Dampak pada Anak-Anak. Universitas Negeri Semarang. 2013. Nurmala Yunisca. Tara Lioni & Holillulloh. Pengaruh Penggunaan Gadget Pada Peserta Didik Terhadap Interaksi Sosial. Vol2 No 2. 2014. B. Buku Bastaman. Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bersama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Crain, William. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014. Engel, Jacob Daan. Model Logo Konseling untuk Memperbaiki Low Spiritual Self-Esteem. Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. _____________. Nilai Dasar Logo Konseling. Yogyakarta: PT Kanisius, 2014. _____________. Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral. Salatiga: Tisara Grafika, 2003. _____________. Konseling Suatu Fungsi Pastoral. Salatiga: Tisara Grafika, 2007. Geldard, David. Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Geldard, Kathryn dan David Geldard. Membantu Memecahkan Masalah Orang Lain dengan Teknik Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Jones and Nelson, Richard. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Latipun. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press, 2003. Loekmono, Lobby. Hubungan Menolong dalam Konseling. Salatiga: Widya Sari Press, 2010. ____________. Model-Model Konseling. Salatiga: Widya Sari Press, 2003. 31
Nuhamara, Daniel. Pembimbing PAK. Bandung: Jurnal Info Media, 2007. ____________. Pendidikan Agama Kristen Remaja. Bandung: Jurnal Info Media, 2017. Padmomartono, Sumardjono. Konseling Remaja. Salatiga: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP, 2013. Palmer, Stephen. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Putnam, Robert D. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. New York: Rockefeller Center, 2000. Santrock, W. John. Remaja: Edisi 1. Jakarta: Erlangga, 2007. __________. Remaja: Edisi 2. Jakarta: Erlangga, 2007. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2012. Van Beek, Aart. Pendampingan Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia, 2012.
32