1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pengenalan biometrik menggunakan karakteristik fisiologis yang dimiliki manusia sebagai dasar dari pengenalannya. Karakteristik fisiologis manusia yang digunakan sebagai dasar pengenalan harus bersifat unik, permanen, dan universal (Maltoni et al 2003). Contoh dari karakteristik fisiologis manusia yang dapat dijadikan sebagai dasar pengenalan biometrik adalah wajah, retina, sidik jari, dan suara manusia. Sidik jari bersifat universal dan unik karena setiap individu memiliki sidik jari dan tidak ada satupun individu yang memiliki sidik jari yang sama. Selain itu, sidik jari juga bersifat permanen karena sidik jari sulit untuk dihilangkan, kecuali disebabkan kecelakaan yang amat serius pada jari. Wavelet adalah salah satu metode pengolahan citra yang dapat mengekstraksi fitur selain dapat mereduksi dimensi. Menggunakan wavelet, fitur-fitur yang penting tidak akan hilang ketika dimensi citra mengalami reduksi. Citra hasil transformasi wavelet akan digunakan sebagai input sistem pengenalan sidik jari pada penelitian ini. Induk wavelet yang digunakan adalah induk wavelet Haar karena merupakan wavelet yang paling mudah digunakan (McAndrew 2004). Metode pengenalan sidik jari yang digunakan pada penelitian ini adalah jaringan syaraf tiruan propagasi balik. Jaringan syaraf tiruan propagasi balik digunakan karena memiliki arsitektur multilayer sehingga baik untuk menangani permasalahan yang kompleks (Fu 1994). Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cahyaningtias (2007). Penelitian tersebut menggunakan citra wajah sebagai karakteristik fisiologis pada sistem pengenalannya dan Haar sebagai induk waveletnya. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa akurasi sistem pengenalan citra wajah meningkat seiring dengan peningkatan level dekomposisi wavelet pada citra. Penelitian lainnya dilakukan oleh Minarni (2004). Sistem klasifikasi yang digunakan pada penelitian tersebut adalah jaringan syaraf tiruan Learning Vector Quantization (LVQ). Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan LVQ,
semakin kecil dimensi masukan akan membuat unjuk kerja pengenalan menurun. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh level dekomposisi transformasi wavelet pada pengenalan sidik jari. Penelitian ini juga akan menganalisis kinerja jaringan syaraf tiruan propagasi balik pada pengenalan sidik jari yang telah mengalami praproses transformasi wavelet. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan citra sidik jari berskala keabuan yang memiliki dimensi awal 300 × 300 piksel. Data diambil dari sebuah situs internet pada alamat http://www.bias.csr.unibo.it/fvc2000/database s.asp. Pada situs ini terdapat kumpulan basis data sidik jari yang dapat diunduh secara bebas. Induk wavelet yang digunakan pada penelitian ini adalah induk wavelet Haar. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka penelitian biometrik yang menggunakan sidik jari sebagai dasar pengenalannya. Penelitian ini juga diharapkan menambah pustaka penelitian mengenai wavelet dan manfaatnya.
TINJAUAN PUSTAKA Sidik Jari Sidik jari bersifat unik untuk tiap individu dan tidak akan berubah seumur hidup kecuali disebabkan oleh kecelakaan seperti luka parah pada jari (Maltoni et al 2003). Pola sidik jari dapat dibagi menjadi dua tipe garis, yaitu ridge dan valley. Ridge merupakan garis yang berwarna gelap, sedangkan valley adalah daerah antara ridge yang berwarna terang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Contoh sidik jari. Garis berwarna hitam adalah ridge sedangkan daerah putih diantaranya adalah valley.
1
2
Representasi sidik jari yang baik harus memiliki dua properti berikut : 1 Saliency: mengandung informasi yang khusus mengenai sidik jari tersebut. 2 Suitability: mudah diekstrak, disimpan dalam media yang padat, dan berguna untuk proses verifikasi. Pola sidik jari saat dianalisis dalam beberapa skala yang berbeda menghasilkan beberapa fitur yang berbeda, yaitu: - Pada level global, garis-garis berbentuk gelombang pada sidik jari menggambarkan titik-titik yang disebut Titik Singular. Titik Singular, yang juga disebut loop atau delta, adalah titik dimana alur-alur garis yang terdapat pada sidik jari memutar balik. Titik singular dan tingkat kekasaran alur sidik jari sangat berpengaruh pada pengindeksian dan klasifikasi sidik jari (Maltoni et al 2003). - Pada level lokal, teridentifikasi lebih dari 100 karakteristik garis ridge yang disebut minutiae. Terdapat dua tipe minutiae (Maltoni et al 2003), yaitu: 1 Ridge ending : titik dimana garis ridge memiliki ujung yang kasar. 2 Ridge bifurcation : titik dimana garis ridge mengalami percabangan. - Analisis pada level yang lebih detail berhasil mengidentifikasi sweat pores (pori-pori tempat keluarnya keringat) pada jari. Proses klasifikasi sidik jari menggunakan titik ini hanya dapat dilakukan pada gambar sidik jari yang beresolusi tinggi, misalnya 100 dpi. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Jaringan syaraf tiruan adalah sebuah sistem pemroses informasi yang memiliki beberapa karakteristik kinerja yang mirip dengan jaringan syaraf biologis (Fausett 1994). Jaringan syaraf tiruan dicirikan dengan arsitekturnya, metode pembelajaran (learning), dan fungsi aktivasinya (Fausett 1994). Arsitektur jaringan syaraf tiruan adalah pola keterhubungan antar neuron pada jaringan. Metode pembelajaran adalah metode untuk menentukan bobot dari koneksi antar neuron. Topologi jaringan syaraf tiruan biasanya dispesifikasikan oleh jumlah layer dan jumlah neuron pada tiap layer-nya. Tipe-tipe layer yaitu (Fu 1994): 1 Layer input: merepresentasikan masalah agar dapat diproses oleh jaringan syaraf tiruan. Pada lapisan input tidak dilakukan
pemrosesan informasi tetapi hanya mendistribusikannya ke layer lain. 2 Hidden layer: tidak diobservasi secara langsung. Menyediakan nonlinearitas dalam bentuk fungsi aktivasi pada jaringan syaraf tiruan. 3 Layer output: merepresentasikan konsep atau nilai yang mungkin untuk permasalahan yang diberikan oleh layer input. Arsitektur jaringan syaraf tiruan biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu single layer dan multilayer (Fausett 1994). Jaringan syaraf tiruan single layer hanya mempunyai satu layer yang terhubungkan. Jaringannya hanya terdiri dari layer input sebagai penerima sinyal dari lingkungan dan layer output sebagai tempat diberikannya respon jaringan. Jaringan syaraf tiruan multilayer memiliki satu atau lebih hidden layer antara layer input dan layer output. Jaringan syaraf tiruan multilayer dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks dari jaringan syaraf tiruan single layer (Fausett 1994). Jaringan syaraf tiruan dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu jaringan syaraf tiruan feed-forward dan jaringan syaraf tiruan recurrent. Jaringan syaraf tiruan feedforward dicirikan dengan tidak adanya loop dalam graf jaringan, sedangkan jaringan syaraf tiruan recurrent dicirikan dengan adanya loop koneksi balik pada graf jaringannya. Fungsi aktivasi Fungsi aktivasi jaringan syaraf tiruan adalah fungsi yang menggambarkan tingkat aktivasi internal antar neuron (Puspitaningrum 2006). Untuk mendapatkan hasil maksimum dari jaringan syaraf tiruan multilayer, dibutuhkan sebuah fungsi aktivasi yang nonlinear (Fausett 1994). Fungsi sigmoid sangat berguna digunakan sebagai fungsi aktivasi. Terdapat dua jenis fungsi aktivasi sigmoid yang umum digunakan yaitu fungsi sigmoid biner dan sigmoid tangen. Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Jaringan syaraf tiruan propagasi balik termasuk dalam jaringan syaraf tiruan feed forward multilayer (Fu 1994). Arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik dapat dilihat pada Gambar 2. Pada jaringannya, tiap unit lapisan input akan terhubungkan dengan tiap unit hidden layer.
2
3
sampai 1 pada output. Fungsi sigmoid biner didefinisikan sebagai : 1 . f1 ( x ) = −x 1+ e
(1)
Resilient Backpropagation (RPROP)
Gambar 2 Arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik (Fu 1994). Pelatihan pada jaringan syaraf tiruan propagasi balik memiliki 3 langkah (Fausett 1994), yaitu: - feed forward Pada tahap feed forward, tiap unit input diberi masukan dari luar JST, kemudian inputinput tersebut dikirimkan ke hidden layer. Setelah menerima input dari layer input, hidden layer akan menghitung nilai aktivasinya dan meneruskan sinyal input ke layer output. Sama seperti hidden layer, layer output juga akan menghitung nilai aktivasi sebagai respon dari JST tersebut. - perhitungan dan propagasi balik kesalahan Nilai-nilai aktivasi yang dihasilkan oleh tiap unit output akan dibandingkan dengan nilai target yang diberikan untuk mencari nilai kesalahan yang dihasilkan. Berdasarkan kesalahan tersebut, akan dihitung nilai gradien error δ yang akan digunakan untuk mendistribusikan kesalahan pada layer output ke hidden layer sebelumnya. Kemudian, dilakukan perhitungan yang sama pada hidden layer. Namun nilai δ tidak digunakan untuk mendistribusikan nilai kesalahan ke layer input, tetapi digunakan untuk memperbaiki bobot antara layer input dan hidden layer. - penyesuaian bobot Setelah semua nilai δ ditentukan, dilakukan penyesuaian bobot untuk semua layer. Penyesuaian bobot didasarkan kepada faktor δ dan nilai aktivasi pada tiap layer. Fungsi aktivasi yang biasanya digunakan pada jaringan syaraf tiruan propagasi balik adalah sigmoid biner. Fungsi sigmoid biner dapat memetakan nilai input yang range-nya tak terbatas menjadi nilai di antara range 0
Resilient Backpropagation (RPPROP) adalah salah satu jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan dari jaringan syaraf tiruan propagasi balik. RPROP dapat memperkecil besarnya efek turunan parsial pada jaringan syaraf tiruan propagasi balik dengan cara hanya menggunakan tanda turunan yang mempengaruhi cara perbaikan bobot. Pada RPROP, besarnya perubahan setiap bobot ditentukan oleh suatu faktor yang disebut Faktor Naik (FN) atau Faktor Turun (FT) (Nugroho 2007). Bila gradien error berubah tanda dari iterasi satu ke iterasi setelahnya, bobot diturunkan sejumlah FT, sedangkan bila gradien error bertanda sama dari iterasi sebelumnya bobot akan dinaikkan sejumlah FN. Bila gradien error bernilai nol, maka nilai bobot tetap dari iterasi sebelumnya. Algoritma RPROP selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Wavelet Wave didefinisikan sebagai sebuah fungsi yang berosilasi terhadap waktu atau ruang (Burrus, Gopinath, Guo 1998). Contoh dari sebuah wave adalah sinusoid atau fungsi sinus. Wavelet adalah sebuah ’’wave kecil’’ yang energinya terkonsentrasi pada waktu atau titik tertentu (Burrus, Gopinath, Guo 1998). Wavelet juga dapat dianggap sebagai wave yang hanya memiliki nilai tidak nol pada sebagian kecil daerah (McAndrew 2004). Transformasi wavelet dapat didefinisikan sebagai jumlah dari nilai fungsi yang dikalikan dengan nilai wavelet (McAndrew 2004). Basis wavelet berasal dari sebuah fungsi penskalaan atau scaling function (Burrus, Gopinath, Guo 1998). Scaling function dapat dituliskan dengan persamaan: n φ(t ) = ∑ h( n) 2 φ( 2t − n), n ∈ Z (2) 1 dengan h adalah koefisien scaling function. Dari persamaan (1), dapat dibentuk persamaan wavelet pertama (mother wavelet):
3
4
n
ψ (t ) = ∑ h ( n) 2 φ( 2t − n) 1 1
n ∈ Z , (3)
untuk sekumpulan nilai h1. Wavelet lainnya dapat dibentuk dari hasil dilasi dan pergeseran mother wavelet. Wavelet dapat digunakan untuk mengurangi noise, deteksi tepi, dan kompresi citra (McAndrew 2004). Prinsip kerja semua transformasi wavelet adalah menggunakan nilai rata-rata dari nilai-nilai input dan menyediakan semua informasi yang diperlukan agar dapat mengembalikan input ke nilai semula (McAndrew 2004). Untuk mengembalikan input ke nilai semula, diperlukan nilai selisih nilai input dan nilai rata-ratanya. Metode ini disebut averaging (rata-rata) dan differencing (selisih). Misal diberikan dua nilai a dan b, maka nilai rata-rata (average) s dapat diperoleh dengan persamaan: a+b , (4) s= 2 dan nilai selisih (difference) d dapat dihitung dengan persamaan: d = a − s.
(5)
Untuk mengembalikan nilai input, dapat digunakan persamaan: a=s+d ,
(6)
dan b = s − d. (7) Transformasi wavelet pada bidang dua dimensi, misalnya citra, dapat dibagi dalam dua cara yaitu dekomposisi standar dan dekomposisi nonstandar (McAndrew 2004). Pada dekomposisi standar, seluruh level transformasi wavelet dilakukan pada tiap kolom terlebih dahulu, kemudian dilakukan transformasi wavelet dari level pertama pada tiap baris dari hasil transformasi seluruh kolom. Pada dekomposisi nonstandar, transformasi wavelet dilakukan per level pada tiap kolom, kemudian transformasi wavelet level yang sama diterapkan pada tiap barisnya. Dekomposisi nonstandar menghasilkan empat citra, yaitu: citra pendekatan sebagai hasil sebenarnya transformasi wavelet, citra detil horisontal, citra detil vertikal, dan citra detil diagonal. Ketiga citra terakhir digunakan untuk merekonstruksi citra hasil transformasi ke citra aslinya.
Pengembangan sinyal berdimensi dua, misalnya citra, menggunakan bank filter untuk melakukan dekomposisi. Citra yang mengalami dekomposisi akan menghasilkan citra pendekatan berupa koefisien pendekatan dan citra detil berupa koefisien detil. Koefisien pendekatan dihasilkan oleh koefisien low-pass (h[n]) dan koefisien detil dihasilkan oleh koefisien high-pass (g[n]). Metode averaging berhubungan dengan koefisien low-pass, sedangkan differencing berhubungan dengan koefisien high-pass (McAndrew 2004). Wavelet terdiri dari banyak famili. Tiap famili dibedakan dari bank filter yang digunakan. Haar adalah wavelet yang paling mudah dan sederhana (McAndrew 2004). Famili wavelet hasil pengembangan dari Haar adalah wavelet Daubechies. Selain itu, terdapat biorthogonal wavelet, Meyer wavelet, Morlet wavelet, Shanon wavelet, dan masih banyak lainnya. Transformasi Haar-Wavelet
Wavelet Haar didefinisikan dengan fungsi berikut (McAndrew 2004): ⎧ 1 jika 0 < x < 1 / 2 ⎪ ψ ( x ) = ⎨− 1 jika 1 / 2 ≤ x < 1 (8) ⎪⎩ 0 lainnya. dengan hanya dua koefisien tidak nol, yaitu h1(0) = 1/√2 dan h1(1)= −1/√2 (Burrus, Gopinath, Guo 1998). Selain itu, wavelet Haar dapat dituliskan juga dalam bentuk scaling function berikut (McAndrew 2004):
⎧1 ⎩0
φ ( x) = ⎨
if 0 ≤ x < 1 lainnya,
(9)
dan
ψ ( x ) = φ ( 2 x ) − φ ( 2 x − 1).
(10)
Persamaan (10) disebut persamaan wavelet untuk wavelet Haar (McAndrew 2004). Proses dekomposisi Haar menerapkan bank filter dengan h0 = h1= 1/√2 sebagai koefisien low-pass yang menghasilkan citra pendekatan, dan g0 = 1/√2 , g1 = −1/√2 sebagai koefisien high-pass yang menghasilkan citra detil. Bank filter Haar dapat dilihat pada Gambar 3.
4
5
h0 g0 0
h1 g1 0
0
0
K
0
0
K
h1 K g1 K
0
0
h0 g0
M
M
M
melakukan pengenalan namun data uji yang digunakan juga tidak terlalu sedikit. Dilakukan pembagian sebanyak 40 buah untuk data latih dan 30 buah untuk data uji.
M
Gambar 3 Bank filter Haar. Hasil dekomposisi Haar dapat dihitung menggunakan rumus: ai =
si + si+1 , 2
(11)
dan ci = si - ai.
(12)
merupakan koefisien Variabel ai pendekatan, ci merupakan koefisien detil, dan si adalah himpunan bilangan yang akan didekomposisi. Citra hasil dekomposisi akan berukuran setengah dari ukuran citra sebenarnya. Jika diberikan citra berdimensi 4×4 piksel, maka hasil dekomposisi wavelet level 1 akan menghasilkan citra berdimensi 2×2 piksel. Ilustrasi transformasi Haarwavelet pada citra selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
METODE PENELITIAN Data
Penelitian ini menggunakan data berupa citra sidik jari yang diambil dari sebuah situs di internet dengan alamat http://www.bias.csr.unibo.it/fvc2000/database s.asp. Jumlah seluruh data adalah 80 sidik jari, namun tidak semua data digunakan pada proses pengenalan karena beberapa data dianggap tidak memiliki keseragaman posisi dengan data lainnya.
Transformasi Wavelet Citra asli berdimensi cukup besar yaitu 300×300 piksel. Pertama-tama, citra akan mengalami transformasi wavelet level 1 sehingga dimensinya akan menjadi setengah dari dimensi aslinya yaitu 150×150 piksel. Tranformasi wavelet level 2 akan menghasilkan citra berdimensi setengah dari dimensi citra dekomposisi wavelet level 1 yaitu sebesar 75×75 piksel. Seterusnya dilakukan reduksi dimensi citra menggunakan transformasi wavelet hingga level 6 dimana dimensi citra adalah 5×5 piksel. Proses Pengenalan Sidik Jari
Citra sidik jari yang telah mengalami transformasi wavelet tiap level akan menjadi input untuk jaringan syaraf tiruan propagasi balik. Parameter percobaan yang digunakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter percobaan Karakteristik Spesifikasi Arsitektur 1 hidden layer Sesuai dengan Jumlah neuron input dimensi citra sidik jari Sesuai banyaknya Jumlah neuron individu yaitu 10 output Jumlah neuron 10, 20, 30, 40, 50, hidden layer 60, 70, 80, 90, 100 Fungsi aktivasi Sigmoid biner Laju pembelajaran 0.001 Toleransi kesalahan 0.01, 0.001, 0.0001
Data yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 70 buah, berasal dari sidik jari 10 individu yang masing-masing diambil sidik jarinya sebanyak 7 buah dengan posisi pengambilan yang serupa. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tiap citra berdimensi 300×300 piksel dengan format .tif skala keabuan 8 bit dan resolusi 500dpi.
Banyaknya kelas target pada jaringan syaraf tiruan yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan jumlah individu pada data sidik jari yang diperoleh yaitu 10 buah. Tiap target akan mewakili satu individu yang direpresentasikan oleh nilai 0 dan 1. Definisi target selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Citra sidik jari kemudian dibagi menjadi dua bagian. Penelitian Cahyaningtias (2007) menggunakan perbandingan 1:1 dalam pembagian data untuk data latih dan data ujinya. Dalam penelitian ini, data dibagi sedemikian sehingga jaringan syaraf tiruan memiliki data latih yang cukup untuk
Tabel 2 Definisi kelas target Kelas Target Sidik jari individu 1 1000000000 Sidik jari individu 2 0100000000 Sidik jari individu 3 0010000000 Sidik jari individu 4 0001000000
5