PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan informasi mengenai kelas kesesuaian lahan bagi budidaya tanaman semakin meningkat sejalan dengan pembangunan sektor pertanian. Informasi ini sangat berguna bagi para perencana pembangunan sektor pertanian untuk merekomendasikan bentuk penggunaan lahan tertentu bagi petani. Penentuan kelas kesesuaian lahan dapat dilakukan berdasarkan dua aspek, yaitu secara ekonomi (economic evaluation) dan secara fisik (physical evaluation). Kesesuaian secara ekonomi dievaluasi berdasarkan pada analisis biaya dan keuntungan dari bentuk penggunaan lahan tertentu, sedangkan kesesuaian secara fisik dievaluasi berdasarkan sifat fisik lingkungan lahan seperti iklim, tanah dan topografi. Salah satu metode penentuan kelas kesesuaian lahan adalah metode pembobotan dan scoring. Dalam metode ini faktor – faktor pembatas diberi bobot tertentu (crisp), misal untuk tanaman asparagus dengan temperatur rata – rata 35 oC dinilai memiliki kelas kesesuaian sesuai marginal (S3), sedangkan temperatur rata – rata 35.1 oC dinilai memiliki kelas kesesuaian tidak sesuai (N). Metode penentuan kelas kesesuaian lahan tersebut dinilai terlalu baku, karena perbedaan yang hampir sama memiliki kelas kesesuaian yang berbeda. Oleh karena itu Sitanggang (2002) menggunakan pendekatan logika fuzzy. Dalam pendekatan logika fuzzy faktor – faktor pembatas dapat memiliki kelas kesesuaian yang sama dengan nilai derajat keanggotaan berbeda, misal untuk tanaman asparagus dengan temperatur rata – rata 35 oC dinilai memiliki kelas kesesuaian sesuai marginal (S3) dengan nilai derajat keanggotaan 0.4, dan temperatur rata – rata 35.1 oC dinilai memiliki kelas kesesuaian sesuai marginal (S3) dengan nilai derajat keanggotaan 0.6. Penelitian Sitanggang (2002) menggunakan bahasa pemograman Borland Delphi 5.0 dalam
membangun sistem evaluasi kesesuaian lahan, dalam penelitian ini penulis membangun sistem dengan menggunakan bahasa pemograman JAVA. Penelitian ini dikerjakan secara tim yang terdiri dari Decky Prayoga, Ahmad Zafaroni dan Facran dengan pembagian tugas sebagai berikut : 1. Membangun modul inferensi fuzzy untuk penentuan kelas kesesuaian (Decky Prayoga). 2. Membangun modul XML untuk penambahan data syarat tumbuh tanaman baru (Ahmad Zafaroni). 3. Visualisasi peta lokasi kesesuaian lahan (Facran). Tujuan Menerapkan logika fuzzy untuk membangun sistem evaluasi kesesuaian lahan budidaya tanaman dengan menggunakan bahasa pemograman JAVA. Ruang Lingkup Permasalahan Penentuan kelas kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman dibatasi pada wilayah Bogor dan tanaman asparagus berdasarkan kesesuaian lahan secara fisik, seperti iklim, tanah dan topografi Manfaat Memberikan kemudahan bagi para perencana pembangunan sektor pertanian untuk merekomendasikan bentuk penggunaan lahan tertentu bagi petani.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Asparagus Asparagus merupakan sayuran yang dikonsumsi bagian tunas mudanya atau bisa disebut (spears). Untuk menghasilkan rebung yang berkualitas baik, maka di perlukan tanaman asparagus yang baik pula. Tanaman asparagus yang pertumbuhannya bagus dapat dihasilkan melalui beberapa perbanyakan, salah satunya adalah dengan menggunakan bibit yang telah berakar. Perbanyakan menggunakan bibit ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya mempersingkat masa non produktif,
1
menghasilkan kondisi pertanaman penuh dengan tanaman yang seragam, mengurangi persaingan gulma, dan dapat menjamin perkecambahan yang lebih baik (Rubatzky & Yamaguchi, 1999 dalam Hanum, 2009 ). Karakteristik media tanam sebagai tempat tumbuh yang terpenting adalah mempunyai kemampuan memegang air yang baik, mempunyai aerasi dan drainase yang baik, mempunyai PH yang sesuai dengan jenis tanaman, dan mengandung unsur hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Hanum, 2009). Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan salah satu komponen pembentuk soft computing. Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau membership fuction menjadi ciri utama dari penalaran dengan logika fuzzy tersebut (Purnomo et al, 2010). Logika fuzzy digunakan untuk menerjemahkan suatu besaran yang diekspresikan dengan bahasa (linguistic) misalkan besaran curah hujan yang di ekspresikan dengan sangat rendah, rendah, agak rendah, sedang, agak tinggi dan tinggi. Logika fuzzy menunjukkan sejauh mana nilai itu benar atau sejauh mana nilai itu salah. Himpunan Fuzzy Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam himpunan A, yang sering ditulis dengan µA(x), memiliki dua kemungkinan yaitu (Purnomo et al, 2010) : 1. Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan 2. Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalan suatu himpunan
himpunan secara gradual, dan transisi ini dikarakterisasi dengan fungsi keanggotaan yang memberikan fleksibilitas fuzzy dalam pemodelan umum yang digunakan dalam ekspresi linguistik. Operasi Dasar Himpunan Fuzzy Seperti halnya himpunan konvesional, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengombinasikan dan memodifikasi himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari 2 himpunan sering dikenal dengan nama fire strength atau αpredikat. Ada 3 operasi dasar dalam himpunan fuzzy yaitu Complement , Irisan (Intersection), dan gabungan (union) (Cox, 1994 dalam Purnomo et al, 2010). Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy baru yang dihasilkan dari operasi – operasi tersebut diberikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Operasi dasar himpunan fuzzy Operasi
Fungsi Keanggotaan
Complement
µ A – (x) = 1 - µ A
Intersection
µ (A∩B) (x) = min [µ A (x), µ B (x)]
Union
µ (AUB) (x) = max [µ A (x), µ B (x)]
Variabel Liguistik Variabel linguistik adalah sebuah variabel yang memiliki nilai berupa kata – kata dalam bahasa alamiah. Setiap variabel linguistik berkaitan dengan sebuah fungsi keanggotaan. Sebagai contoh: umur orang dapat dinyatakan sebagai variabel linguistik yang memiliki nilai – nilai linguistik seperti muda, parobaya, dan tua dengan fungsi keanggotaan untuk semua umur di antara 25 dan 65 ditunjukkan dalam Gambar 1.
Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Himpunan fuzzy merupakan himpunan tanpa batasan crisp, transisi dari termasuk dalam himpunan hingga tidak termasuk dalam
Gambar 1. Fungsi keanggotaan untuk kelompok umur
2
Aturan IF-THEN Fuzzy
Fuzzifikasi
Logika fuzzy menggunakan himpunan fuzzy dalam mempresentasikan dan memanipulasi informasi yang samar (tidak jelas) untuk keperluan penarikan kesimpulan (Arhami, 2005). Proses penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika fuzzy dinamakan inferensi fuzzy.
Dalam fuzzifikasi, variabel input (crisp) dari sistem fuzzy ditransfer ke dalam himpunan fuzzy untuk dapat digunakan dalam perhitungan nilai kebenaran dari premis pada setiap aturan dalam basis pengetahuan (Arhami, 2005). Dengan demikian tahap ini mengambil nilai – nilai crisp dan menentukan derajat di mana nilai – nilai tersebut menjadi anggota setiap himpunan fuzzy yang sesuai.
Sistem berbasis pengetahuan atau sistem berbasis aturan dimana basis pengetahuannya direpresentasikan sebagai sekumpulan aturan produksi, yaitu aturan IF-THEN fuzzy dinamakan sistem fuzzy (Wang, 1997 dalam Arhami, 2005). Aturan IF-THEN fuzzy adalah pernyataan IF-THEN di mana beberapa kata – kata dalam pernyataan tersebut ditentukan oleh fungsi keanggotaan. Aturan produksi fuzzy adalah relasi fuzzy antara dua proposisi fuzzy. Aturan tersebut dinyatakan sebagai berikut : IF<proposisi fuzzy1>THEN<proposisi fuzzy2> Bagian IF dari aturan, yaitu proposisi 1 dinamakan antecedent atau premis, sedangkan bagian THEN dari aturan, yaitu proposisi 2, dinamakan consequent atau kesimpulan. Proposisi fuzzy adalah proposisi yang memiliki derajat kebenaran yang dinyatakan oleh suatu bilangan dalam interval [0,1], dimana benar dinyatakan oleh nilai 1 dan salah dinyatakan oleh nilai 0. Premis dari aturan fuzzy dapat memiliki lebih dari satu bagian. Semua bagian dari premis dihitung secara simultan dan diselesaikan untuk sebuah nilai tunggal dengan menggunakan operator fuzzy dalam himpunan fuzzy. Menurut Havinga et al (1999) dalam Arhami (2005), terdapat empat tahap dalam pembangunan sistem fuzzy, yaitu fuzzifikasi, inferensi, komposisi dan defuzzifikasi ditunjukan pada Gambar 2.
Setelah fungsi keanggotaan dalam nilai – nilai crisp ditentukan, selanjutnya nilai kebenaran dari premis dihitung. Premis dari aturan dapat terdiri atas lebih dari satu proposisi yang dihubungkan dengan operasi seperti konjungsi (AND) dan disjungsi (OR). Untuk menghitung nilai kebenaran premis, operator fuzzy digunakan untuk memperoleh satu bilangan yang merepresentasikan hasil dari premis. Jika sebuah premis dari suatu aturan memiliki derajat kebenaran tidak nol maka aturan dikatakan terpicu (fired). Inferensi Inferensi diimplementasikan untuk masing – masing aturan dalam basis pengetahuan. Dalam inferensi, nilai kebenaran premis dari aturan – aturan yang terpicu digunakan untuk menentukan nilai kebenaran bagian kesimpulan dari aturan yang terpicu. Dengan demikian input untuk proses inferensi adalah nilai yang diberikan oleh premis, dan output adalah suatu himpunan fuzzy. Metode yang biasa digunakan dalam proses inferensi adalah min dan product (Havinga et al, 1999 dalam Arhami, 2005). Dalam metode inferensi min, fungsi keanggotaan output dipotong pada ketinggian fungsi yang disesuaikan dengan nilai kebenaran dari premis. Dalam metode inferensi product, fungsi keanggotaan output diberi skala dengan nilai kebenaran dari premis. Komposisi
Gambar 2. Empat tahap dalam pembangunan sistem fuzzy
Komposisi adalah proses di mana himpunan fuzzy yang menyatakan output dari setiap aturan dikombinasikan bersama ke dalam sebuah himpunan fuzzy. Metode komposisi yang umum digunakan adalah max (maximum)
3
dan sum. Dalam komposisi max, himpunan fuzzy untuk output ditentukan dengan mengambil titik maksimum dari semua himpunan fuzzy yang dihasilkan oleh proses inferensi untuk masing – masing aturan. Dalam komposisi sum, himpunan fuzzy untuk output ditentukan dengan mengambil penjumlahan titik dari semua himpunan fuzzy yang dihasilkan oleh proses inferensi untuk masing – masing aturan.
suatu titik. Jika tinggi dari himpunan fuzzy adalah 1, maka himpunan fuzzy tersebut dikatakan himpunan fuzzy normal. µ A1
A2
A3
A4
Defuzzifikasi Input dari proses defuzzifikasi adalah himpunan fuzzy (yang dihasilkan dari proses komposisi) dan output adalah sebuah nilai (crisp). Terdapat tiga teknik yang paling umum digunakan, yaitu center of gravity (centroid) defuzzifier, center average defuzzifier dan maximum defuzzifier. Dalam center of gravity (centroid) defuzzifier, nilai crisp dari variabel output dihitung dengan menemukan nilai variabel dari pusat gravitasi dari fungsi keanggotaan himpunan fuzzy. Dalam maximum defuzzifier, salah satu dari nilai – nilai variabel dimana subset fuzzy memiliki nilai kebenaran maksimum dipilih sebagai nilai crisp untuk variabel output. Menurut Wang (1997) dalam Sitanggang (2002) center average defuzzifier adalah metode yang paling umum digunakan dalam sistem fuzzy dan kontrol fuzzy. Metode center average defuzzifier menggunakan nilai pusat (center) dan tingginya (height) dari himpunan fuzzy dalam menentukan nilai crisp hasil. Pusat dari suatu himpunan fuzzy didefinisikan sebagai berikut : jika nilai titik tengah dari semua titik dimana fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy mencapai nilai maksimumnya adalah berhingga, maka definisikan nilai titik tengah tersebut sebagai pusat dari himpunan fuzzy, jika nilai titik tengah adalah bilangan positif (negatif) tak berhingga, maka pusat didefinisikan sebagai nilai terkecil (terbesar) di antara semua titik yang mencapai nilai keanggotaan maksimum (Wang, 1997 dalam Sitanggang, 2002). Gambar 3 menunjukkan pusat dari beberapa himpunan fuzzy. Tinggi dari suatu himpunan fuzzy adalah nilai keanggotaan terbesar yang dicapai oleh
Pusat A1
Pusat A2
Pusat A3
Pusat A4
Gambar 3. Pusat dari himpunan fuzzy Secara khusus, misalkan Y-k adalah pusat dari himpunan fuzzy ke – k dan Wk adalah tingginya, center average defuzzifier menentukan Y* sebagai :
Pengetahuan Tentang Evaluasi Kesesuaian Lahan Evaluasi lahan adalah proses menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk pertanian. Untuk keperluan evaluasi lahan, sifat – sifat fisik lingkungan suatu wilayah dirinci ke dalam kualitas lahan dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri dari satu atau lebih karakteristik lahan. Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur dan diestimasi. Tabel 2 menyatakan kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Ritung et al, 2007). Kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut.
4
Tabel 2. Kualitas dan karakteristik lahan untuk evaluasi kesesuaian lahan Kualitas Lahan Temperatur Ketersediaan air Ketersediaan oksigen
Karakteristik Lahan 1 Temperatur rerata (OC) atau elevasi (m) 1 Curah hujan (mm) 2 Lama masa kering (bulan) 3 Kelembaban udara (%) 1 Drainase
Media Perakaran
1 Drainase 2 Tekstur 3 Bahan kasar (%) 4 Kedalaman tanah (cm) 5 Ketebalan gambut (cm) 6 Kematangan gambut
Retensi hara
1 KTK liat (cmol)* 2 Kejenuhan basa (%) 3 ph H20 4 C –organik (%)
Toksitas
1 Alumunium 2 Salnitas/DHL(ds/m)
Sodisitas Bahaya sulfidik Bahaya erosi
1 Alkalinitas (%) 1 Pyrit (bahan sulfidik)
Bahaya banjir Penyiapan lahan
1 Lereng (%) 2 Bahaya erosi 1 Genangan 1 Batuan di permukaan (%) 2 Singkapan batuan (%)
Klasifikasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan klasifikasi kesesuaian lahan FAO (Food and Agriculture Organization), struktur sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri atas empat kategori yaitu (Ritung et al, 2007): 1. Ordo Kesesuaian lahan Kategori ini menyatakan bentuk kesesuaian lahan atau kondisi kesesuaian secara umum. Ordo kesesuaian lahan menjelaskan apakah lahan sesuai atau tidak untuk penggunaan tertentu. Ordo kesesuaian lahan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu : a. Ordo S : Sesuai Lahan yang termasuk dalam ordo sesuai adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu
penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. b. Ordo N : Tidak Sesuai Lahan yang termasuk dalam ordo ini mempunyai pembatas (limitation) sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari 2. Kelas kesesuaian lahan Pengelompokan ini menyatakan derajat kesesuaian dalam ordo, terdapat tiga kelas dalam ordo sesuai, yaitu: a. Kelas S1: Sangat Sesuai Lahan yang tergolong dalam kelas ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara lestari, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mengurangi produktivitas lahan secara nyata. b. Kelas S2:Cukup Sesuai Lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya. Lahan juga memerlukan tambahan input (masukan). c.Kelas S3:Sesuai Marginal Pada kelas ini lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya. Lahan juga memerlukan input yang lebih banyak dari pada lahan yang tergolong dalam kelas S2. 3. Sub kelas kesesuaian lahan Kategori ini menyatakan tipe pembatas atau peningkatan lahan yang diperlukan dalam kelas. 4. Unit Kesesuaian lahan Pengelompokan ini digunakan untuk mengidentifikasi unit pengembangan lahan yang memilki perbedaan – perbedaan minor dalam kebutuhan manajamen
5
Prosedur Evaluasi Kesesuaian Lahan Kelas kesesuaian lahan dari lahan tertentu untuk tanaman ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik lahan dan kondisi lahan yang diperlukan oleh tanaman. Berdasarkan Sys et al (2) (1991) dalam Sitanggang (2002) prosedur evaluasi lahan yang diperlukan terdiri dari tiga tahap yaitu: 1. Pengumpulan karakteristik lahan diperlukan. Berdasarkan klasifikasi kesesuaian koleksi data untuk evaluasi unit lahan tanaman tertentu dalam karakteristik diberikan sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
yang FAO, untuk lahan
Karakteristik yang berhubungan dengan iklim, yaitu data curah hujan, temperatur, insolasi, kelembaban relatif dan kecepatan angin. Karakteristik yang berhubungan dengan landscape dan tanah, yaitu kemiringan, drainase, genangan. Karakteristik yang berhubungan dengan tanah secara fisik, yaitu tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, Calcium carbonate (CaCO3), Gypsum (CaSO4). Karakteristik yang berhubungan dengan fertilitas, yaitu CEC (Cation Exchage Capacity) nyata, jumlah kation dasar (basic cation), keasaman (PH-H2O), karbon organik. Salinitas dan alkalinitas
2. Penentuan kebutuhan tipe penggunaan lahan Dalam tahap ini ditentukan kebutuhan yang berkaitan dengan iklim dan tanah untuk tanaman. 3. Evaluasi sensu strico Evaluasi sensu strico dilakukan dengan membandingkan karakteristik dan kualitas lahan dengan kebutuhan tanaman. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kelas lahan adalah metode pembatas yang menentukan kelas lahan berdasarkan banyaknya dan intensitas pembatas. Tabel 3 menyatakan hubungan antara kelas kesesuaian lahan dengan tingkat pembatas (Sys et al(1), 1991 dalam Sitanggang , 2002 ).
Tabel 3. Hubungan antara kelas kesesuaian lahan dan tingkat pembatas. Kelas Lahan
Kesesuaian
S1 : Sangat Sesuai
Tingkat Pembatas
S2 : Cukup sesuai
0 : tidak ada 1 : ringan 2 : sedang
S3 : Sesuai marginal
3 : berat
N : Tidak sesuai
4 : sangat berat
Metode pembatas menyarankan untuk mengevaluasi pembatas yang berhubungan dengan iklim terlebih dahulu. Kelas kesesuaian iklim ditentukan berdsarkan pembatas yang paling berat (severe). Tabel 4 menyarankan kriteria untuk menentukan kelas kesesuaian yang berhubungan dengan iklim. Tabel 4. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan yang berhubungan dengan iklim Kelas
Kriteria
S1
Iklim tidak memiliki pembatas atau iklim maksimum 3 pembatas ringan Iklim memiliki 4 pembatas ringan dan/atau maksimum 3 pembatas sedang Iklim memiliki 4 pembatas sedang dan/atau 1 atau lebih pembatas berat Iklim memiliki 1 atau lebih pembatas yang sangat berat
S2
S3
N
Kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan kriteria yang diberikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan Kelas Lahan S1
Kriteria Unit lahan tidak memiliki pembatas, atau hanya memiliki 4 pembatas ringan
6
Kelas Lahan S2
S3
N
Kriteria Unit lahan memiliki lebih dari 4 pembatas ringan, dan/atau memiliki tidak lebih dari 3 pembatas sedang Unit lahan memiliki lebih dari 3 pembatas sedang, dan/atau 1 atau lebih pembatas berat Unit lahan memiliki pembatas sangat berat
Analisis Kebutuhan
Perancangan (Design)
Pemrograman (coding)
Pengujian (testing)
PERANCANGAN SISTEM Skema sistem yang akan dibangun dalam penelitian ini secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.
Operasi dan Pemeliharaan
Gambar5. Bagan alir pengembangan sistem model waterfall Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan langkah awal dalam perancangan sistem , karena merupakan dasar keberhasilan dari implementasi sistem. Analisis kebutuhan pada penelitian ini mencakup analisis pengguna sistem, akuisisi pengetahuan, representasi pengetahuan,, pengolahan data dan output dari sistem. Pengguna yang akan menggunakan sistem ini adalah para pengembang di bidang sektor pertanian.
Gambar 4. Skema sistem evaluasi kesesuaian lahan budidaya tanaman Tahapan perancangan sistem yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode waterfall karena metode ini bersifat sistematis dan berurutan dalam membangun sistem. Aliran dari fase satu ke fase yang lain lebih jelas terlihat (Sommerville, 1996 dalam Kurniasih, 2003). Secara garis besar bagan alir dari pengembangan sistem model waterfall ini dapat dilihat pada Gambar 5. Metode yang digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan budidaya tanaman adalah metode pembatas yang berkaitan dengan banyaknya dan intensitas pembatas.
Akusisi pengetahuan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber yaitu buku, dokumen tentang persyaratan hidup tanaman, dan hasil wawancara dengan pakar yang dilakukan oleh Sitanggang (2002) untuk penelitiannya. Pengetahuan yang diperoleh meliputi : 1. Bentuk bentuk pembatas yang digunakan dalam penentuan kelas kesesuaian lahan 2. Karakteristik lahan yang digunakan untuk menentukan tingkat pembatas 3. Data kebutuhan (persyaratan tumbuh) dari berbagai jenis tanaman. 4. Kriteria penentuan kelas kesesuaian lahan. Pengetahuan ini selanjutnya diekstrak dari sumber pengetahuan untuk kemudian direpresentasikan ke dalam basis pengetahuan.
7