PENDAHULUAN Nanoteknologi sebagai arah teknologi dunia dimasa yang akan datang diciptakan dan digunakan dari bahan-bahan, material atau alat pada ukuran yang sangat kecil (nanometer). Bahan dengan atau tanpa pori berukuran nano ini (seperti membran) memiliki berbagai sifat unggul dibandingkan bahan berukuran biasa. Keunggulan dalam sifat fisika maupun sifat kimia memberikan peluang untuk aplikasinya dalam berbagai bidang melalui struktur pori, dispersi dan morfologi diantaranya adalah peningkatan kekuatan mekanik, superkonduktivitas, daya cakupan kinerja bahan, kemampuan dalam pemanfaatan bahan bernilai tinggi, dan nilai keramahan lingkungan (Anonim 2008). Perkembangan teknologi membran meluas di kalangan industri. Penggunaan membran untuk pemisahan memiliki keunggulan diantaranya sederhana, hemat energi, dan ramah terhadap lingkungan. Keberhasilan pemisahan dengan menggunakan membran tergantung pada mutu membran tersebut. Menurut Mulder (1996) parameter mutu membran di antaranya ialah memiliki permeabilitas dan selektivitas yang tinggi, tahan terhadap zat kimia yang akan dipisahkan, dan kestabilan mekanik. Pencampuran polimer dalam pembuatan membran telah banyak dilakukan untuk membentuk bahan baru yang sifatnya sesuai dengan penggunaannya sehingga dapat memperluas aplikasinya. Beberapa peneliti seperti Nisa (2005) dan Rachmadetin (2007) mencampurkan selulosa asetat (CA) dengan polistirena (PS). Diketahui Selulosa asetat memiliki keselektifannya cukup tinggi sehingga materi-materi yang kecilpun dapat ditahan (Mulder 1996). Namun, kelemahan dari membran CA ini adalah bahannya yang rapuh dan mudah didaur ulang oleh alam sehingga perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas membran tersebut. Karena permasalahan tersebut maka dibuatlah membran yang dikombinasikan dengan bahan polimer sintetis lain untuk meningkatkan kualitas membran. Polimer sintetis yang digunakan yaitu PS karena memiliki sifat mekanik yang lebih baik dan kuat dibandingkan dengan CA (Cowd 1982). Sehingga produk yang dihasilkan diharapkan memiliki sifat fisik yang lebih kuat dan ramah lingkungan (Meenakshi et al. 2002). Penelitian terhadap membran komposit selulosa asetat-polistirena (CA-PS) telah banyak
dilakukan dan modifikasi terhadap bahan dasar membran pun semakin beragam. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja membran tersebut. Martin dan Nuryono (2008) telah membuat membran CA-PS dengan polietilena glikol (PEG) sebagai porogen. Dengan PEG sebagai porogen ini memberikan ukuran pori pada membran sebesar 0.43 dan 0.51 μm. Ukuran pori yang dihasilkan dengan penambahan PEG belum mencapai ukuran nanopori. Pori-pori membran dengan ukuran yang lebih kecil dapat diperoleh melalui perendaman membran dalam air hangat selama beberapa menit (Rabek 1980). Dengan demikian, pada penelitian ini dilakukan variasi suhu dalam perendaman membran (40 ºC dan 60 ºC) untuk melihat pengaruhnya terhadap ukuran pori yang dihasilkan. Selain itu, porogen yang digunakan adalah cetiltrimetyl ammonium bromida (CTAB) karena memiliki sifat dapat menghindari terjadinya emulsi sehingga dapat meningkatkan kestabilan (Anonim 2008). Dengan penambahan CTAB ini diharapkan dapat membentuk membran nanopori dengan struktur pori yang seragam. Pencirian membran dilakukan dengan pengukuran fluks air, indeks rejeksi, dan karakterisasi permukaan membran dengan meggunakan mikroskop elektron susuran (SEM). Penelitian ini bertujuan membentuk membran komposit nanopori (CA-PS) dengan surfaktan CTAB dan mempelajari pengaruh suhu pada pembentukan pori membran tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Membran Membran adalah lapisan permeabel atau semipermeabel yang biasanya berupa padatan polimer tipis yang menahan pergerakan bahan tertentu (Scott dan Hughes 1996). Menurut Eryan (2004), membran merupakan lapisan tipis dari suatu material berpori (porous material) yang dapat digunakan untuk proses pemisahan. Membran dapat didefinisikan juga sebagai lapisan tipis dari suatu material berpori yang dapat melewatkan molekul air dan secara bersamaan menahan molekul yang ukurannya lebih besar (Younos dan Tulou 2005).
Klasifikasi Membran Membran diklasifikasikan dalam beberapa macam berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, dan fungsinya. Membran berdasarkan material asal dibagi menjadi dua golongan yaitu membran alamiah dan sintetik. Membran alamiah merupakan membran yang terdapat pada sel tumbuhan, hewan, dan manusia. Membran ini berfungsi untuk melindungi isi sel dari pengaruh luar dan membantu proses metabolisme dengan sifat permeabelnya sedangkan membran sintetik adalah membran yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sifatnya disesuaikan dengan membran alamiah. Membran sintetik ini dibagi lagi menjadi membran organik dan membran anorganik. Beberapa contoh membran sintetis ada yang terbuat dari polimer, keramik, gelas, dan logam. Membran yaang terbuat dari polimer contohnya seperti selulosa asetat, selulosa triasetat, polipropilena, polietilena, poliamida, dan polisulfon (Mulder 1996). Mallevialle et al. (1996) menyatakan bahwa berdasarkan morfologinya membran dapat dibedakan menjadi tiga antara lain (1) Membran simetrik merupakan membran yang memiliki morfologi homogen, (2) Membran asimetrik merupakan membran yang memiliki morfologi pada bagian atas berbeda dengan bagian bawah, dan (3) Membran komposit merupakan membran yang terbuat dari dua jenis bahan yang berbeda. Membran berdasarkan ukuran pori dibagi menjadi tiga yaitu (1) Makropori merupakan membran yang memiliki ukuran pori > 50 nm, (2) Mesopori adalah membran yang memiliki ukuran pori antara 2-50 nm, dan (3) Mikropori adalah membran yang memiliki ukuran pori <2 nm. Membran berdasarkan bentuk geometri dibagi menjadi dua, yaitu (1) bentuk lembaran dan (2) bentuk silindris berupa tubular dan serat berlubang. Membran berdasarkan bentuknya dapat dibagi menjadi membran datar dan tubular. Membran datar memiliki bentuk melebar dan penampang lintang yang besar. Membran tubular memiliki bentuk seperti tabung dengan diameter tertentu. Berdasarkan fungsinya, membran dibagi menjadi membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, osmosis balik, dialisis, dan elektrodialisis. Membran mikrofiltrasi merupakan membran yang berfungsi untuk menyaring makromolekul dengan berat molekul lebih dari 500.000 g/mol atau partikel berukuran 0.1-10 µm. Tekanan yang digunakan 0.5-2.0 atm. Membran ultrafiltrasi adalah membran yang berfungsi untuk menyaring makromolekul dengan
berat molekul lebih dari 5000 g/mol atau partikel berukuran 0.001-0.10 µm. Tekanan yang digunakan 1.0-3.0 atm. Membran osmosis balik berfungsi untuk menyaring garam-garam organik dengan berat molekul lebih dari 50 g/mol atau partikel berukuran 0.0001-0.0010 µm. Tekanan yang digunakan 8.0-12.0 atm. Membran dialisis berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan berat molekul kecil. Membran elektrodialisis berfungsi untuk memisahkan larutan melalui membran dengan pemberian muatan listrik (Srikanth 2006). Selulosa Asetat Selulosa merupakan polisakarida yang diperoleh dari tanaman. Berat molekulnya bervariasi antara 500.000– 1.500.000 yang tiap unitnya mempunyai berat molekul antara 30009000. Setiap unit glukosa mengandung tiga gugus hidroksil yang sangat tidak reaktif (Sjöström 1995). Selulosa mempunyai sifat seperti kristalin dan tidak mudah larut dalam air walaupun polimer ini sangat hidrofilik. Hal ini disebabkan oleh sifat kristalinitas dan ikatan hidrogen intermolekuler antara gugus hidroksil (Mulder 1996). Menurut Fengel dan Wegener (1989) hubungan antara aplikasi selulosa asetat terhadap pelarut dan derajat substitusi ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Hubungan derajat substitusi selulosa asetat, kadar asetil, dan aplikasinya Derajat Kadar Asetil Aplikasi Substitusi (%) 0.6-0.9 13.0-18.6 1.2-1.8 22.2-32.2 plastik 2.2-2.7 36.5-42.2 benang, film 2.8-3.0 43.0-44.8 kain, pembungkus Secara kimia, selulosa asetat adalah ester dari asam asetat dan selulosa. Selulosa asetat (Gambar 1) merupakan ester organik selulosa yang berupa padatan tidak berbau, tidak beracun, tidak berasa, dan berwarna putih yang dibuat dengan mereaksikan selulosa dengan anhidrida asam asetat dan asam sulfat sebagai katalis (Kroschwitch 1990). Selulosa asetat digunakan dalam film fotografi, sebagai komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik. Selulosa asetat juga memiliki
aplikasi yang sangat luas dalam bidang industri seperti plastik, rayon, benang, dan film.
Gambar 1 Struktur selulosa asetat (Mulder 1996) Polistirena Polistrirena merupakan polimer hidrokarbon aromatik dari monomer stirena dengan gugus vinil (Gambar 2). Zhang et al. (2002) menyatakan polistirena memiliki stabilitas panas dan dimensi yang baik, keras, kaku, dan murah. Polistirena sedikit agak rapuh sehingga sering dimodifikasi dengan campuran atau kopolimerisasi yang diinginkan. Polistirena dan bentuk kopolimernya memiliki aliran yang baik pada suhu di bawah kisaran penguraian dan mudah ditekan. Kegunaan polistirena pada umumnya, yaitu sebagai plastik, elektronik, dan peralatan rumah tangga (Mark 1999). Polistirena adalah jenis plastik termoplast yang termurah dan paling berguna serta bersifat jernih, keras, halus, mengkilap, dapat diperoleh dalam berbagai warna, dan secara kimia tidak reaktif. Busa polistirena digunakan untuk membuat gelas dan kotak tempat makanan, polistirena juga digunakan untuk peralatan medis, mainan, alat olah raga, sikat gigi, dan lainnya.
Gambar 2 Struktur polistirena
Surfaktan Surfaktan merupakan senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Surfaktan bisa didefinisikan juga sebagai senyawa yang jika
terdapat pada konsentrasi rendah di dalam suatu sistem mempunyai sifat teradsorpsi pada permukaan-antarmuka dan mempengaruhi secara berarti energi bebas (ΔG) permukaanantarmuka sistem tersebut. Struktur surfaktan terdiri dari ekor yang bersifat hidrofobik dalam media air dan hidrokarbon, sedangkan kepala bersifat hidrofilik dalam media air dan hidrofobik dalam media hidrokarbon. Apabila ditambahkan ke dalam suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut (Anonim 2008). Gugus hidrofilik molekul surfaktan dapat bermuatan positif (kationik), negatif (anionik), positif dan negatif (amfoterik), maupun tidak bermuatan (nonionik). Jenis muatan tersebut akan menentukan jenis surfaktan yang terbentuk. Bila konsentrasi larutan dinaikkan maka akan terbentuk agregat-agregat molekul sabun yang dinamakan misel. Misel merupakan kumpulan molekul surfaktan seukuran koloidal yang beragregasi membentuk cluster dengan struktur tertentu akibat telah jenuhnya permukaan-antarmuka dalam larutan. Konsentrasi pada saat mulai terbentuknya misel dinamakan konsentrasi misel kritis (KMK). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai KMK diantaranya struktur surfaktan, elektrolit, aditif organik, dan pengaruh suhu. Cetiltrimetil Amonium Bromida (CTAB) termasuk ke dalam surfaktan kationik, memiliki rumus molekul C16H33N(CH3)3Br. CTAB dapat digunakan sebagai transfer-fase katalis dibawah kondisi yang dapat menghindari terjadinya emulsi (Anonim 2008). Filtrasi Filtrasi ialah proses pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu aliran fluida. Proses ini digunakan untuk memisahkan padatan, komponen tak larut dan partikel lain yang tidak dikehendaki dalam suatu cairan. Filtrasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu filtrasi partikel konvensional (dead-end filtration) dan proses filtrasi membran (crossflow filtration). Pemisahan partikel tersuspensi yang berukuran lebih besar dari 10 μm dapat dilakukan menggunakan filtrasi partikel konvensional sedangkan untuk memisahkan partikel berukuran lebih kecil dari 10 μm dilakukan dengan filtrasi membran.
Sistem dead-end, larutan umpan dialirkan secara tegak lurus terhadap membran, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi komponenkomponen yang tertahan pada permukaan membran sehingga terjadi penurunan laju permeat yang melalui membran. Sedangkan pada sistem cross-flow, aliran umpan sejajar dengan membran sehingga fouling dapat dikurangi. Di dalam modul membran aliran umpan dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu aliran permeat dan aliran rentetat. Penggambaran dari kedua sistem tersebut ditunjukkan oleh Gambar 3 (Mulder 1996). umpan rentetat umpan
polimer, tekanan yang dikenakan, penyumbatan (fouling) (Mulder 1996).
dan
Indeks Rejeksi Parameter yang digunakan untuk menggambarkan selektivitas membran adalah koefisien rejeksi (R). Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus membran, dan dirumuskan sebagai berikut :
⎡
R = ⎢1 −
⎣
Cp ⎤ × 100 % Cf ⎥⎦
Keterangan : R = koefisien rejeksi Cp = konsentrasi zat terlarut dalam permeat Cf = konsentrasi zat terlarut dalam umpan
SEM (Scanning Electron Microscope) permeat
permeat
(a)
(b)
Gambar 3 Skema modul operasi dasar (a) dead-end (b) cross-flow. Laju aliran (fluks) Fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satu satuan permukaan luas membran dengan waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan. Secara umum fluks dapat dirumuskan sebagai berikut (Mulder 1999): J=
V A.t
Keterangan: J = Fluks (L/m2. jam) V = Volume permeat (L) A = Luas permukaan membran (m2) t = waktu (jam) Masalah serius yang sering ditemui dalam proses ultrafiltrasi adalah kecenderungan terjadinya penurunan fluks sepanjang waktu pengoperasian akibat pengendapan atau pelekatan material di permukaan membran yang dikenal istilah fouling dan scaling. Fluks membran dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti material
Statistika pori meliputi ukuran pori, distribusi pori, kerapatan pori, dan rongga dalam membran. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengetahui statistika pori membran, salah satunya adalah pengamatan langsung dengan SEM (Scanning Electron Microscope). SEM merupakan alat yang mampu memfoto suatu permukaan dengan perbesaran dari 20 sampai 100000 kali. Prinsip kerja SEM adalah permukaan contoh dibombardir oleh elektron berenergi tinggi dengan energi kinetik antara 1–25 kV, elektron yang langsung menumbuk contoh ini dinamakan elektron primer, sedangkan elektron yang terpantul dari contoh dinamakan elektron sekunder (Samosir 2005). Elektron sekunder yang berenergi rendah dilepaskan dari atomatom yang ada pada permukaan contoh dan akan menentukan bentuk rupa contoh. SEM merupakan alat yang digunakan untuk mengamati dan menganalisis struktur mikro dan morfologi pada bidang-bidang, antara lain ilmu dan teknologi bahan, kedokteran, dan biologi. SEM mempunyai daya pisah yang tinggi, yaitu 5 μm sehingga SEM dapat menghasilkan pembesaran maksimum 500.000 kali. Analisis komposisi bahan dapat diperoleh dengan memonitor sinar-X yang dihasilkan dari interaksi elektron dengan spesimen. Ketika berkas elektron mengenai spesimen, elektron akan menembus
sampai ke suatu kedalaman yang bergantung secara langsung pada energi elektron dan nomornomor atom dari atom-atom yang ada di dalam spesimen. Pembentukan gambar pada SEM berasal dari berkas elektron yang direfleksikan ke permukaan sampel. Perbedaan panjang gelombang dari sumber pencahayaan ini mengakibatkan perbedaan tingkat resolusi yang dapat dicapai (Samosir 2005).
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah peralatan gelas, cawan porselin, eksikator, neraca analitik, pipet volumetrik 10 ml, bulb, modul penyaring cross flow, pengaduk magnetik, buret, pemanas, pelat kaca, SEM J-Seoul, konduktometer, dan batang pengaduk. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya selulosa asetat, polistirena, aseton teknis, diklorometana, air destilata, NaCl 1000 ppm, NaOH 0.5 N, fenolftalein, dan Etanol 75 %.
Lingkup Kerja Diagram alir keseluruhan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Pembuatan Membran CA-PS Pembuatan membran dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama diawali dengan pembuatan larutan polimer selulosa asetat (CA) 16 % b/v, Polistirena (PS) 10 % b/v yang dilarutkan dalam campuran aseton-diklorometana (1:1). Sebelumnya dilakukan uji kelarutan terhadap selulosa asetat dan polistirena. Larutan CA dan PS dicampurkan kemudian diaduk selama satu jam dengan pengadukan 200-300 rpm. Campuran CAPS (MCCT 1, MCCT 2, MCCT 3, dan MCCT 4) ditambahkan 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 gram CTAB untuk setiap 100 ml CA:PS 9:1 kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik sampai homogen selama 16 jam. Setelah semuanya diaduk, didiamkan selama kira-kira 10 menit. Larutan polimer dituangkan di atas pelat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara menekan dan mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan yang tipis. Larutan polimer yang menempel pada pelat
kaca ini dibiarkan selama 10-20 menit untuk menguapkan pelarut. Selanjutnya dilakukan dengan pelepasan membran dan direndam di dalam air pada suhu 40 ºC dan 60 ºC. Polimer yang tipis ini selanjutnya akan digunakan sebagai membran.
Pencirian Membran Fluks Air Sampel membran yang telah terbentuk diletakkan pada modul alat saring cross flow yang dihubungkan dengan selang pengalir umpan, rentetat, permeat, serta selang pengatur tekanan. Tekanan yang digunakan adalah 20 psi (Martin 2008) kemudian air destilata dialirkan melewati modul sebagai umpan (Mulder 1996). Permeat ditampung dalam gelas ukur diukur volumenya setiap 10 menit selama 90 menit. Pengukuran dilakukan terhadap seluruh membran. Nilai fluks ditentukan sebagai fungsi terhadap waktu hingga mencapai kondisi tunak. Indeks Rejeksi Pengukuran indeks rejeksi dilakukan dengan menggunakan alat yang sama seperti pada fluks air, tetapi parameter yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi permeat dan umpan. Larutan umpan yang digunakan adalah NaCl. Permeat diambil setiap 50 ml sebanyak empat kali ulangan kemudian konduktivitas NaCL ditentukan dengan konduktometer. Persen rejeksi NaCl dihitung dari nisbah antara konduktivitas permeat (Cp) dan umpan (Cf). Analisis SEM Permukaan membran dikarakterisasi dengan SEM dengan cara sampel direkatkan dalam suatu silinder logam yang berdiameter 1 cm dengan menggunakan perekat ganda. Sampel tersebut kemudian dipreparasi dan dilapisi dengan logam emas dalam kondisi vakum. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya akumulasi listrik statis pada sampel. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam instrumen lalu diatur dan difoto dengan perbesaran tertentu.