1.
Pendahuluan
Teknologi jaringan komputer berkembang dengan sangat pesat karena memiliki peran penting dalam membantu dan mempermudah proses komunikasi. Salah satu media komunikasi yang memberikan keuntungan dan efisiensi bagi penggunanya adalah teleconference. Teleconference marak digunakan untuk berbagai kegiatan, baik untuk bisnis, pendidikan, maupun kegiatan enterpraise lainya. Pertemuan melalui teleconference akan menghemat biaya perjalanan sehingga anggaran komunikasi yang sebelumnya cukup besar dapat dipangkas. Proses implementasi teleconference sendiri pada kenyataannya juga memiliki permasalahan. Masalah utama yang biasa dihadapi dalam melakukan teleconference adalah Quality of Service (QoS). Quality of Service menunjukkan kemampuan sebuah jaringan untuk menyediakan layanan yang lebih baik lagi bagi layanan trafik yang melewatinya, maka dibutuhkan sebuah jaringan yang handal dalam menghantarkan paket-paket data tersebut. Beberapa usaha dilakukan untuk meningkatkan performansi QoS, seperti membentuk protokol komunikasi yang sesuai, salah satunya dengan teknologi MPLS. Multiprotocol Label Switching (MPLS) merupakan perkembangan dari teknologi switching yang mampu meningkatkan kecepatan transfer data dan performansi jaringan. Kelebihan MPLS yaitu dapat diimplementasikan pada protokol IP yang telah digunakan oleh hampir seluruh pengguna jaringan di seluruh dunia, baik itu IPv4 maupun IPv6. Saat ini teknologi IPv4 memang relatif lebih familiar digunakan, tetapi teknologi ini diklaim sudah mencapai batas kapasitasnya. Teknologi IPv6 dikembangkan sebagai solusi atas ketebatasan kapasitas sekaligus memperbaiki kelemahan dari IPv4 itu sendiri. Kelebihan teknologi IPv6 yaitu mampu memberikan kinerja yang lebih baik dalam hal keamanan, fleksibilitas dan Quality of Service untuk meningkatkan performa jaringan. Pengembangan infrastruktur jaringan juga perlu dilakukan untuk mendukung penggunaan IPv6. Menangani persoalan tersebut maka diperlukan sebuah metode transisi yang digunakan dalam pengembangan infrastruktur jaringan. Tunneling 6to4 merupakan metode transisi jaringan yang mampu mempermudah proses migrasi jaringan dari jaringan IPv4 menuju jaringan IPv6, dengan memanfaatkan infrastruktur jaringan IPv4 sebagai jalur perantara paket IPv6. Melihat intensitas kebutuhan manusia akan teknologi komunikasi yang makin hari terus meningkat, oleh sebab itu perlu dilihat bagaimana kinerja dan efektifitas teleconference jika dijalankan menggunakan teknologi MPLS pada jaringan IPv6 menggunakan metode transisi tunneling 6to4. Penelitian dilakukan dengan mengamati perbandingan nilai parameter delay, jitter, packetloss, dan throughput yang terjadi pada saat proses teleconferencing belangsung. 2.
Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian sebelumnya, yang berkaitan dengan implementasi MPLS dan IPv6 telah dilakukan dan digunakan sebagai pedoman dalam
1
mengembangkan penelitian selanjutnya. Pada penelitian terdahulu mengenai implementasi jaringan MPLS menggunakan routing OSPF, diperoleh hasil bahwa proses transmisi data yang dilakukan antara OSPF dengan MPLS lebih cepat dibandingkan hanya dengan jaringan OSPF saja. MPLS juga memberikan trafik dan QoS yang memungkinkan pengiriman paket lebih efisien dan fleksibel [1]. Penelitian lain mengenai perbandingan performansi jaringan IPv6 tunnel pada aplikasi chat dan voip dilakukan komunikasi data berupa protocol ICMP dan FTP melalui jaringan interkoneksi IPv6 melalui jaringan IPv4. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk proses implementasi jaringan IPv6, diantaranya tunneling 6to4 dan tunneling ISATAP [2]. Penelitian selanjutnya yang membahas tentang implementasi video conference melalui IPv6 dilakukan perbandingan kinerja jaringan antara IPv6 dan IPv4. Parameter yang digunakan sebagai alat ukur adalah transmission rate dan frame rate. Proses implementasi dilakukan pada sistem operasi berbasis Linux. Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini adalah Quality of Service khususnya dalam hal transmission rate dan frame rate lebih terjamin ketika video conference dilakukan melalui jaringan IPv6 [3]. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan terkait MPLS dan IPv6, maka dilakukan penelitian yang membahas perancangan dan analisis jaringan MPLS dan IPv6 untuk pemanfaatan teleconference. Perbedaan penelitan ini dengan penelitian terdahulu adalah melakukan implementasi teknologi MPLS pada jaringan IPv6 dengan memanfaatkan metode transisi tunneling 6to4 untuk mengetahui kinerja jaringan dalam penggunaan teleconference. Fokus yang ditekankan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi MPLS pada jaringan IPv6 untuk mengatasi masalah QoS yang sering kali menjadi kendala dalam proses teleconference dengan menganalisis kinerja parameter delay, jitter, packet loss dan throughput. MPLS (Multiprotocol Label Switching) merupakan perkembangan dari teknologi switching yang menjadi alternatif untuk peningkatan kecepatan transfer data dan performansi jaringan. Teknologi switching sendiri merupakan jantung dari sebuah sistem penyambungan komunikasi, baik analog maupun digital yang digunakan di masa sekarang [4]. MPLS mengkirimkan paket data dalam suatu jaringan dengan menggunakan informasi label yang dilekatkan pada paket IP.
Gambar 1 Pemetaan Header Paket MPLS
Gambar 1 merupakan pemetaan header dari paket MPLS. MPLS hanya melakukan enkapsulasi paket IP dengan menempelkan header MPLS pada suatu paket. Header MPLS terdiri atas 32 bit, dibagi menjadi 4 bagian, 20 bit digunakan untuk label, 3 bit untuk fungsi experimental, 1 bit untuk fungsi stack, dan 8 bit untuk time-to-live (TTL). Header MPLS berperan sebagai perekat antara header
2
layer 2 dan layer 3. Label adalah bagian dari header, memiliki panjang yang bersifat tetap, dan merupakan satu-satunya tanda identifikasi paket. Internet Protocol (IP) merupakan identitas dari suatu perangkat yang melakukan akses di dalam jaringan agar dapat dikenali di dalam jaringan tersebut. Internet Protocol versi 6 (IPv6) adalah protokol internet versi baru yang didesain sebagai pengganti dari Internet Protocol versi 4 (IPv4) yang didefinisikan dalam RFC 791. IPv6 yang memiliki kapasitas address 128 bit, mendukung penyusunan address secara terstruktur, yang memungkinkan internet terus berkembang dan menyediakan kemampuan routing baru yang tidak terdapat pada IPv4. Struktur dasar paket IPv6 terdiri dari tiga komponen, yaitu IPv6 Header, Extensions Header dan Upper Layer Protocol Data Unit. IPv6 Header
Extensions Header
Upper Layer Protocol Data Unit
Gambar 2 Struktur Paket IPv6
IPv6 header memiliki ukuran yang tetap yaitu 40 bytes. Header IPv6 merupakan hasil penyederhanaan dari header IPv4 dengan menghilangkan fieldfield yang kurang diperlukan dan menggantinya dengan field yang mampu memperbaiki kinerja IPv6 itu sendiri. Beberapa field yang dihilangkan antara lain adalah header length, indentification, flag, fragment offset, header checksum dan type of service. Alasan dihilangkan field-field tersebut salah satunya adalah untuk mendukung dalam hal mempercepat proses pengiriman data. Struktur utama paket IPv6 sendiri terdiri dari 3 bagian. Extensions header pada IPv6 menggantikan peran header dan option pada IPv4. Extensions header IPv6 berbeda dengan options pada IPv4 dikarenakan tidak memiliki ukuran maksimum dan dapat diperluas untuk melayani kebutuhan komunikasi data IPv6. Protocol Data Unit (PDU) terdiri dari header protocol upper layer beserta payloadnya, seperti pesan ICMPv6, UDP, atau segment TCP. Payload paket IPv6 merupakan kombinasi header-header extension IPv6 dalam upper layer PDU. Struktur paket IPv6 ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 3 Sistem Enkapsulasi Tunneling [6]
Tunnel dalam dunia jaringan komputer biasa diartikan sebagai enkapsulasi paket data IP didalam paket data IP lainnya. Pada intinya sitem tunneling adalah suatu metode untuk mengintegrasikan komputer server dan client yang menggunakan jenis ip address yang berbeda agar dapat saling berhubungan. 6to4 merupakan teknik tunneling yang dapat mentransmisikan paket IPv6 melalui infrastruktur jaringan IPv4 tanpa konfigurasiyang rumit. Tunneling tipe ini 3
memiliki konsep kerja dengan mengenkapsulasi paket IPv6 ke dalam header IPv4 yang selanjutnya langsung dikirim melalui jaringan IPv4. Enkapsulasi paket IPv6 ini berfungsi agar paket yang bersangkutan dapat diroutingkan oleh router yang ada dalam jaringan IPv4 [5]. Gambar 3 merupakan bentuk dari sistem enkapsulasi tunneling. Teleconference adalah komunikasi dua arah jarak jauh dari dua atau lebih node (terminal) melalui media telekomunikasi. Beberapa contoh aplikasi teleconference video maupun audio antara lain conference melalui dekstop, video melaui internet, e-learning, telemedicine, dan lainnya. Pada setiap kasus teleconference informasi berupa video maupun audio dikirim melalui saluran komunikasi, termasuk jaringan telepon, ISDN ataupun internet [7]. Quality of Service didefinisikan sebagai pengukuran mengenai seberapa baik suatu jaringan dan merupakan suatu usaha untuk mendefinisikan karakteristik dan sifat dari suatu layanan [8]. QoS merupakan aspek penting dalam implementasi teleconference, karena diperlukan untuk meningkatkan performansi aplikasi-aplikasi yang sensitif terhadap delay, seperti voice dan video [9]. Parameter performansi jaringan IP yang berkaitan dengan teleconference meliputi delay, jitter, throughput dan packet loss. 3.
Metode dan Perancangan Sistem
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode PPDIOO (Prepare, Plan, Design, Implement, Operate, Optimize), merupakan metode penelitian dan perancangan jaringan yang dikembangkan oleh Cisco System [10]. Metode ini sangat efektif dalam mendukung proses pembangunan sistem yang dilakukan secara bertahap, sehingga perkembangannya lebih mudah diketahui untuk mencapai sasaran sesuai tujuan penelitian. Gambar 4 merupakan alur tahapan dalam metode penelitian PPDIOO.
Gambar 4 Cisco PPDIOO model [10]
4
Tahap pertama: Prepare, merupakan tahapan awal untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penelitian, berkenaan dengan persiapan rencana kerja dan proses perancangan maupun implementasi jaringan. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah menentukan tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini serta melakukan persiapan kebutuhan jaringan awal, dengan maksud untuk mempermudah proses analisis awal teleconferencing hingga konfigurasi MPLS, IPv6 dan Tunneling 6to4. Tabel 1 Spesifikasi kebutuhan Hardware dan Software
Hardware Software Edraw Max
Jumlah
Spesifikasi
Operating System
1
-
Switch
2
TP-LINK, TL-SF1005D 5 port, 10/100Mbps
-
Router
3
RB 750 GL, Ram 64 MB, CPU 400 Mhz
RouterOS v3, Level4 license
4
Ram 2 GB, Processor Core i3, LAN, webcam, mic
8
-
Laptop
Kabel UTP
Wireshark Winbox Homer
Windows 7, 64 bit
Windows 7, 64 bit
-
Tahap kedua: Plan, merupakan tahapan perencanaan jaringan yang telah dibuat dan dipersiapkan untuk digunakan dalam penelitian. Tahapan ini menjelaskan spesifikasi sistem yang dibutuhkan dalam penelitian baik hardware maupun software serta skenario perancangan jaringan yang menggambarkan proses dan langkah apa saja yang dilakukan dalam penelitian. Tabel 1 merupakan rincian dari spesifikasi hardware dan software yang dibutuhkan untuk proses design dan implementasi sistem dalam penelitian. Sesuai kebutuhan hardware yang digunakan pada toplogi jaringan, seluruh laptop akan berperan sebagai client untuk proses teleconferencing. Fungsi MPLS dalam jaringan dijalankan oleh 3 router, masing-masing sebagai LER ingress dan engress, dan router lainnya difungsikan sebagai LDP. Ingress berperan dalam mengatur trafik data yang masuk ke dalam jaringan MPLS. Engress berperan dalam mengatur trafik yang keluar dari jaringan MPLS. LDP berfungsi untuk mendistribusikan informasi yang ada pada label ke setiap router pada jaringan MPLS. Switch digunakan sebagai perantara komunikasi data antara router dan client yang jumlahnya lebih dari satu. Kabel UTP (RJ-45) berguna untuk menghubungkan perangkat jaringan yang ada. Kebutuhan software mencakup beberapa aplikasi yang digunakan untuk mendukung proses penelitian. Setiap aktifitas paket data yang melintas dalam 5
jaringan dianalisa dengan menggunakan software wireshark melalui interface pada PC atau laptop yang berinteraksi. Wireshark dapat mengcapture berbagai protokol jaringan serta parameter QoS seperti delay, jitter, throughput dan packetloss. Remote akses untuk mengkonfigurasi setiap router mikrotik RB750GL dalam jaringan dilakukan menggunakan software winbox. Proses teleconferencing dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan Homer Video Conferencing yang mampu berjalan dengan baik dalam infrastruktur jaringan IPv4 maupun IPv6. EdrawMax digunakan untuk mempermudah proses perancangan topologi jaringan yang dibangun dalam penelitian ini. Tahap ketiga: Design, adalah tahapan merencanakan dan membuat topologi jaringan yang digunakan dalam penelitian. Jaringan IPv6 pada penelitian ini dibangun dengan memanfaatkan metode transisi tunneling 6to4 yang selanjutnya dikonfigurasikan menggunakan teknologi MPLS untuk mendukung proses teleconference. Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup kecil bertujuan agar analisis terhadap hasil kinerja jaringan lebih mudah diamati. Jaringan MPLS dalam penelitian di simulasikan menggunakan 3 router dimana R1 berperan sebagai ingress, R2 berperan sebagai LDP dan R3 berperan sebagai engress. R1 dan R2 masing-masing berhubungan dengan laptop client melalui switch yang terdapat dalam jaringan. Alasan penggunaan tunneling 6to4 dikarenakan perkembangan teknologi jaringan yang saat ini sudah mulai dikembangkan menggunakan IPv6. Hal ini membuat infrastruktur jaringan IPv4 harus mengalami perubahan, padahal untuk merombak seluruh jaringan tentu membutukan biaya besar. Metode transisi tunneling 6to4 mampu menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Tunneling 6to4 membuat pembangunan jaringan IPv6 menjadi lebih murah, dikarenakan tidak harus merombak total jaringan yang sudah ada sebelumnya, cukup dilakukan konfigurasi tunnel ke dalam jaringan untuk menjembatani proses pertukaran data antara IPv6 dan IPv4. Detail dari perancangan topologi global dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Perencanaan Topologi Jaringan
Pengalamatan yang dikonfigurasikan dalam jaringan adalah IPv4 dan IPv6. Hal ini dikarenakan penggunaan metode transisi tunneling 6to4, dimana router 1 dan 3 yang berhubungan dengan client dikonfigurasi dengan IPv4 dan IPv6. Router 2 yang tidak berhubungan dengan client dikonfigurasi dengan IPv4 saja. Alokasi alamat IP yang diterapkan dalam jaringan ditunjukkan pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Alokasi Alamat IP Jaringan
Perangkat
Interface
Alamat IPv4
Alamat IPv6
Router R1
Lobridge
100.100.100.1/24
-
Ether3
-
2002:c0a8:10::1/64
Ether2
192.168.10.1/24
-
Lobridge
100.100.100.2/24
-
Ether1
192.168.10.2/24
-
Ether2
192.168.20.2/24
-
Lobridge
100.100.100.3/24
-
Ether3
-
2002:c0a8:20::1/64
Ether2
192.168.20.1/24
-
Client 1
LAN
-
2002:c0a8:10::2/64
Client 2
LAN
-
2002:c0a8:10::3/64
Client 3
LAN
-
2002:c0a8:20::2/64
Client 4
LAN
-
2002:c0a8:20::3/64
Router R2
Router R3
Tahap keempat: Implement, adalah tahapan implementasi sistem. Topologi yang sudah dibuat pada tahap design diterapkan menggunakan perangkatperangkat jaringan yang sudah dipersiapkan. Langkah selanjutnya dilakukan proses konfigurasi baik dengan IPv6 maupun MPLS ke dalam sistem. Tahap kelima, Operate, merupakan realisasi dan pengujian dari tahap design. Proses pengoperasian ini disertai dengan analisis terhadap kinerja jaringan. Kinerja jaringan yang sudah dibangun akan dianalisis sesuai parameter delay, jitter, packet loss dan throughput. Tahap keenam, Optimize, dilakukan dengan cara menganalisis kinerja jaringan yang telah dibuat, selanjutnya data yang diperoleh dari proses analisis dikaji lagi sampai didapat hasil yang maksimal. Pada penelitian ini tahapan ini tidak dilakukan karena hanya akan terfokus pada proses analisis kinerja jaringan IPv6 tunneling 6to4 dengan MPLS untuk aplikasi teleconference. 4.
Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan merupakan bagian yang menampilkan tahapan implementasi, pengujian dan hasil analisis disertai pembahasannya. Dalam penelitian ini dilakukan 5 tahapan konfigurasi yang mencakup konfigurasi router, tunneling 6to4, MPLS, konfigurasi client dan konfigurasi aplikasi homer. Tahapan yang pertama adalah konfigurasi router. Konfigurasi awal pada setiap router 7
adalah penamaan yang bertujuan untuk mempermudah identifikasi pada router yang digunakan. Penamaan pada setiap router akan sangat membantu dalam proses konfigurasi selanjutnya. Penelitian ini menggunakan metode transisi tunneling 6to4, oleh sebab itu sebagai dasar jaringan, dilakukan konfigurasi IPv4 pada masing-masing router sesuai dengan alokasi pengalamatan pada Tabel 1. Routing protokol yang digunakan untuk menghubungkan antar router adalah static routing. Langkah pengujian untuk mengetahui konektivitas yang terbangun antar router dalam jaringan IPv4 dilakukan dengan perintah ping. Selain itu proses routing terhadap perangkat yang bertetangga dan saling terhubung dengan router tersebut dapat dilihat menggunakan perintah ip neighbor print. Gambar 6 menunjukkan konektivitas yang terbangun pada salah satu router (R1).
Gambar 6 Hasil Pengujian Ping Static Route IPv4 pada R1
Konfigurasi berikutnya adalah IPv6 yang diimplementasikan pada router 1 (R1) dan router 3 (R3). Pada router 2 (R2) tidak di konfigurasikan IPv6 karena metode transisi yang digunakan adalah tunneling 6to4 yang mana berjalan pada infrastruktur IPv4. Pengujian konektivitas router yang sudah dikonfigurasikan IPv6 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah ping ataupun dengan melihat ip neighbor. Gambar 7 merupakan konektivitas yang sudah terbangun pada salah satu router (R1).
Gambar 7 Hasil Pengujian Ping Static Route IPv6 pada R1
Implementasi konfigurasi tunneling 6to4 dilakukan pada router R1 dan R3 agar dapat saling berhubungan melalui R2 yang merupakan jaringan IPv4. Hal penting yang diperlukan dalam proses konfigurasi interface tunneling 6to4 adalah penetapan local-address dan remote-address. Local-address memiliki pengertian sumber alamat IPv4 yang terdapat pada router, sedangkan remote-address adalah alamat IPv4 dari router tujuan. Sama halnya dengan proses routing IPv4 yang sebelumnya digunakan untuk menghubungkan jaringan IPv4, implementasi routing protokol pada jaringan IPv6 adalah static route. Pemilihan static route 8
dikarenakan ruang lingkup penelitian yang relatif lebih kecil, tanpa adanya pertumbuhan jaringan yang signifikan hanya melibatkan 4 client. Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan konfigurasi MPLS kedalam jaringan. Konsep MPLS (Multiprotocol Label Switching) yang dibangun dalam jaringan pada penelitian ini melibatkan 3 router, baik R1, R2 dan R3. Konfigurasi yang dilakukan adalah untuk proses pendistribusian label informasi pada setiap router. Implementasi MPLS pada ketiga router dilakukan dengan mengkonfigurasi MPLS LDP. Cara mengaktifkan MPLS LDP di tiap-tiap router dengan menyetting enabled=yes. Selanjutnya konfigurasi yang digunakan sebagai lsr-id dan transport-address adalah loopback address. Proses pengujian dari hasil konfigurasi MPLS pada ketiga router R1, R2 dan R3 dapat dilakukan dengan melihat neighbor label router. Perintah untuk menampilkan informasi mengenai neighbor label distribution pada ketiga router adalah mpls ldp neighbor print. Gambar 8 adalah hasil pengujian MPLS sudah berjalan dengan baik.
Gambar 8 Hasil Pengujian Konfigurasi MPLS pada setiap Router (R1, R2 dan R3)
Konfigurasi IPv6 dilakukan setelah konfigurasi MPLS di setiap router dalam jaringan selesai dan berjalan baik. Konfigurasi pengalamatan IPv6 diimplementasikan pada setiap client yang digunakan dalam penelitian. Dalam implementasi IPv6 address dibutuhkan konfigurasi alamat gateway yang merupakan IPv6 address dari router yang terhubung dengan client bersangkutan. Sebagai contoh, alamat gateway dari client 1 adalah alamat IPv6 R1, karena R1 merupakan router yang terhubung langsung dengannya. Demikian selanjutnya dilakukan pada client 2, 3 dan 4 hingga semua client dalam jaringan dapat saling terhubung satu sama lain. Gambar 9 merupakan hasil konfigurasi IPv6 di salah satu client.
Gambar 9 Hasil Konfigurasi IPv6 Address pada Laptop-Client 1
Tahapan terakhir setelah jaringan terbangun adalah mengkonfigurasikan aplikasi teleconference yang dipakai dalam penelitian. Homer adalah software video conference yang digunakan untuk proses teleconferencing pada penelitian ini. Homer dipilih karena aplikasi ini mendukung untuk pemakaian IPv4 dan
9
IPv6. Selain itu homer juga mampu memberikan layanan video conference tanpa harus membangun suatu server. Konfigurasi aplikasi ini meliputi konfigurasi identity, alamat IPv6 dan add contact. Pengalamatan IPv6 pada homer secara otomatis mendeteksi alamat IPv6 yang telah terkonfigurasi pada laptop client sehingga tidak diperlukan pengaturan secara manual.
Gambar 10 Proses Komunikasi antar Client
Gambar 10 menunjukkan aplikasi homer yang berjalan dengan baik. Pengujian dan proses analisis hasil kinerja jaringan dilakukan setelah tahap konfigurasi baik jaringan maupun laptop client selesai dan berjalan baik. Pengujian dalam penelitian ini diukur menggunakan parameter jitter, delay, packet loss, dan throughput. Percobaan dilakukan sebanyak 20 kali, masingmasing selama 10 menit kemudian dibuat perbandingan kinerja kedua jaringan. Software wireshark digunakan untuk mengcapture setiap proses dan paket data yang melintas dalam jaringan pada saat pengujian. Data yang terekam pada aplikasi wireshark berupa protokol UDP, kemudian didecode menjadi protokol RTP yang merupakan trafik data video dan audio yang dihasilkan saat komunikasi teleconferencing berlangsung. Hasil dari proses capture wireshark selanjutnya dipakai untuk proses analisis dan membandingkan kinerja jaringan mengenai penggunaan MPLS pada jaringan IPv6 dengan tunneling 6to4 untuk kegiatan teleconference. Gambar 11 merupakan contoh hasil capture paket data pada salah satu interface jaringan MPLS IPv6 tunneling 6to4. Pada Gambar 11 terdapat beberapa protocol yang diidentifikasi dari proses pengcapturan paket pada salah satu interface dalam jaringan. Ethernet berguna mengidentifikasi alamat sumber maupan tujuan berdasarkan mac address perangkat tersebut. Internet Protocol Version 6 berguna mengidentifikasi alamat sumber dan tujuan berdasarkan alamat IPv6 yang terkonfigurasi pada tiap perangkat. User Protocol Diagram berguna untuk mengidentifikasi alamat sumber dan tujuan berdasarkan port yang digunakan pada saat transfer data. Data digunakan untuk mengidentifikasi data yang dikirim dalam bentuk hexadecimal, serta menunjukkan besarnya ukuran data dalam satuan bytes.
10
Gambar 11 Capture Paket Data pada Jaringan
Proses analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan skenario pengujian, yaitu melibatkan 2 client dan 4 client. Penambahan jumlah client dalam jaringan dilakukan dengan maksud mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan MPLS dalam jaringan IPv6 menggunakan metode transisi tunneling 6to4 untuk teleconference apabila melibatkan jumlah client yang lebih banyak. Bit rate yang digunakan pada proses teleconference sebesar 254 kbps. Codec yang dipakai untuk transfer audio adalah G.722, sedangkan video adalah H.263 yang masing-masing tersetting secara default pada aplikasi homer. G.722 merupakan codec audio yang distandarisasi oleh ITU-T, 1 sesi komunikasi menggunakan codec ini membutuhkan kapasitas bandwidth sebesar minimal 32 kbps up dan 32 kbps down tiap channel. H.263 adalah salah satu codec video yang dioptimalkan untuk memproses komunikasi video dengan kualitas bitrate rendah. Proses analisis difokuskan pada pengukuran kualitas kinerja kecepatan transfer data jaringan IPv6 tunneling 6to4 dengan konfigurasi MPLS untuk teleconference. Hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan dengan jaringan IPv6 tanpa MPLS untuk mengetahui seberapa besar efisiensi penerapan MPLS dalam mempengaruhi kinerja jaringan berdasarkan nilai parameter delay, jitter, packet loss dan throughput. Penentuan nilai delay diperoleh melalui selisih waktu pengiriman paket data yang berlangsung dari sumber (pengirim) ke tujuan (penerima) berdasarkan hasil capture wireshark pada 20 kali pengujian tiap client. Delay maksimum yang direkomendasikan oleh ITU untuk aplikasi suara adalah 150 ms, dan yang masih bisa diterima pengguna adalah 250 ms. Hasil pengujian nilai delay jaringan dengan melibatkan 2 client ditunjukkan melalui grafik seperti pada Gambar 12. konfigurasi jaringan IPv6 tunneling 6to4 tanpa MPLS menghasilkan rata-rata nilai delay sebesar 19,7820 ms. Nilai delay tertinggi dihasilkan pada pengujian ke-2, dengan nilai delay yang mencapai 20,3887 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke-9, dengan nilai delay sebesar 19,3050 ms. Sedangkan pada jaringan dengan konfigurasi MPLS IPv6 tunneling 6to4 dihasilkan rata-rata nilai delay sebesar 19,6047 ms. Nilai delay tertinggi terjadi pada pengujian ke-8, dengan nilai delay yang mencapai 20,0352 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke-11, dengan nilai delay 19,1379 ms. Rata-rata nilai delay jaringan IPv6 tunneling 6to4 dengan konfigurasi MPLS memiliki nilai selisih
11
yang lebih kecil sebesar 0,1773 ms jika dibanding dengan rata-rata delay yang dihasilkan pada jaringan tanpa MPLS.
Gambar 12 Perbandingan Nilai Delay (m/s) dengan melibatkan 2 Client
Gambar 13 Perbandingan Nilai Delay (m/s) dengan melibatkan 4 Client
Hasil pengujian nilai delay jaringan dengan melibatkan 4 client ditunjukkan melalui grafik seperti pada Gambar 13. Jaringan dengan konfigurasi IPv6 memiliki rata-rata nilai delay yang dihasilkan sebesar 22,1375 ms. Nilai delay tertinggi terjadi pada pengujian ke-19, dengan nilai delay yang mencapai 23,5053 ms. Sedangkan nilai delay terendah terjadi pada pengujian ke-6 sebesar 21,3085 ms. Nilai rata-rata tersebut berselisih 0,2460 ms jika dibanding dengan rata-rata delay yang dihasilkan jaringan dengan konfigurasi IPv6 dengan MPLS sebesar 21,8915 ms. Nilai delay tertinggi terjadi pada pengujian ke-13, dengan nilai delay yang mencapai 23,1297 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke18, dengan nilai delay 21,1345 ms. Hasil dari analisis delay pada kedua skenario pengujian jaringan baik menggunakan 2 client maupun 4 client menunjukkan kinerja jaringan IPv6 yang dikonfigurasi dengan MPLS lebih baik dibandingkan jaringan tanpa MPLS. Hal ini tidak lepas dari adanya proses perlabelan paket yang dikirim melalui jaringan konfigurasi MPLS yang membuat proses pertukaran data menjadi lebih cepat.
12
Proses pengiriman paket data dari alamat sumber tidak harus memakan waktu lama dalam mencari rute untuk mencapai alamat tujuan. Hal ini dikarenakan dalam MPLS pengiriman paket dari alamat sumber ke tujuan ditentukan berdasarkan informasi yang melekat pada label di tiap paket yang bersangutan. Mekanisme proses pengiriman data dalam jaringan MPLS awalnya memang membutuhkan waktu dikarenakan adanya proses penambahan dan penghapusan label, akan tetapi ketika proses itu sudah selesai maka transfer data yang terjadi akan lebih cepat. Pengecekkan paket hanya dilakukan sekali pada saat paket tersebut pertama kali memasuki jaringan, sehingga lebih mempersingkat waktu pengiriman. Pada jaringan IPv6 tanpa MPLS memiliki nilai delay yang sedikit lebih tinggi karena pada metode tunneling 6to4 paket IPv6 nantinya akan dienkapsulasi kedalam header IPv4 sehingga membutuhkan proses yang lama dalam hal pengiriman paket data tanpa adanya mekanisme perlabelan seperti pada jaringan MPLS. Hal ini juga mempengaruhi antrian yang terjadi dalam jaringan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
Gambar 14 Hasil Capture Jaringan MPLS dengan Delay Tinggi
Melihat pada grafik yang ditampilkan Gambar 12 dan Gambar 13 terjadi kondisi dimana jaringan MPLS IPv6 tunneling 6to4 menghasilkan nilai delay yang lebih besar. Beberapa percobaan diantaranya adalah percobaan ke 4 dan 18 pada jaringan yang melibatkan 2 client serta percobaan ke 2, 7, 9, 10 dan 13 pada jaringan yang melibatkan 4 client. Kondisi demikian dapat terjadi disebabkan faktor besarnya trafik yang diproses dalam jaringan, salah satunya adalah intensitas terjadinya proses neighbor discovery yang cukup banyak pada percobaan-percobaan tersebut. Hal ini membuat pemrosesan paket di tiap perangkat baik laptop client maupun router menjadi lebih lama karena harus memroses pesan neighbor solicitation dan neighbor advertisement berulang ulang. Besarnya gangguan jaringan pada percobaan juga dibuktikan dengan proses capture paket dengan status unreachable destination. Besarnya gangguan dalam jaringan ini juga dibuktikan dengan banyaknya paket berstatus destination unreachable pada masing-masing percobaan. Gambar 14 merupakan hasil capture data pada salah satu percobaan jaringan MPLS yang menghasilkan nilai delay lebih tinggi. Jitter merupakan variasi dari nilai delay, sehingga untuk mengetahui kinerja jaringan yang sudah dibangun perlu dilakukan pengamatan pada nilai jitter. Hasil
13
pengujian nilai jitter jaringan dengan melibatkan 2 client ditunjukkan melalui grafik pada Gambar 15. Nilai jitter tertinggi yang dihasilkan pada jaringan IPv6 tanpa MPLS terjadi pada pengujian ke-2 sebesar 15,4960 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke-9, dengan nilai 14,4158 ms. Sedangkan pada jaringan IPv6 dengan MPLS jitter tertinggi terjadi pada pengujian ke-8, dengan nilai jitter yang mencapai 15,1430 ms. Sedangkan nilai terendah terjadi pada pengujian ke-11, dengan jitter sebesar 14,2416 ms. Rata-rata nilai jitter yang dihasilkan jaringan IPv6 tanpa MPLS sebesar 14,8581 ms. Nilai tersebut berselisih 0,1561 ms jika dibanding dengan rata-rata jitter yang dihasilkan jaringan IPv6 dengan MPLS yang sebesar 14,7020 ms.
Gambar 15 Perbandingan Jitter (m/s) dengan melibatkan 2 Client
Gambar 16 Grafik Perbandingan Nilai Jitter (m/s) dengan melibatkan 4 Client
Gambar 16 adalah grafik dari hasil pengujian nilai jitter pada jaringan yang melibatkan 4 client. Nilai jitter tertinggi jaringan IPv6 tanpa MPLS terjadi pada pengujian ke-19, dengan jitter mencapai 18,6121 ms. Nilai terendah terjadi pada pengujian ke-6, dengan jitter sebesar 16,4790 ms. Rata-rata nilai jitter yang diperoleh pada jaringan IPv6 tanpa MPLS adalah sebesar 17,2318 ms. Sedangkan pada jaringan dengan MPLS nilai jitter tertinggi terjadi pada pengujian ke-13, dengan jitter yang mencapai 18,2401 ms. Nilai terendah terjadi pada pengujian 14
ke-18, dengan jitter sebesar 16,2450 ms. Rata-rata nilai jitter yang diperoleh pada jaringan IPv6 dengan MPLS adalah sebesar 17,0617 ms. Jadi sesuai data yang diperoleh nilai jitter pada jaringan MPLS lebih kecil jika dibandingkan dengan jaringan tanpa MPLS dengan selisih nilai rata-rata sebesar 0,1701 ms. Berdasarkan rata-rata nilai jitter pengujian teleconferencing melibatkan 2 maupun 4 client diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa proses teleconferencing pada jaringan IPv6 dengan MPLS memiliki kinerja lebih baik jika dibandingkan jaringan tanpa MPLS. Hal ini dikarenakan besarnya nilai jitter juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai delay dalam suatu jaringan. Semakin besar nilai jitter akan semakin berpengaruh pada kualitas suara dan gambar yang dihasilkan pada saat melakukan teleconferencing. Pada jaringan dengan konfigurasi MPLS, proses transfer data yang terjadi lebih cepat dikarenakan proses mekanisme perlabelan mampu mempengaruhi padatnya antrian dan tumbukan data yang terjadi dalam jaringan. Hal ini membuat nilai jitter jaringan dengan MPLS lebih kecil jika dibandingkan dengan jaringan tanpa MPLS. Melihat pada grafik yang ditampilkan Gambar 15 dan Gambar 16, percobaan ke 18 jaringan yang melibatkan 2 client terjadi kondisi dimana jaringan MPLS IPv6 tunneling 6to4 menghasilkan nilai jitter yang lebih besar dengan selisih cukup tinggi. Begitu juga dengan percobaan ke 2, 7, 9, 10 dan 13 pada jaringan MPLS IPv6 tunnelling 6to4 yang melibatkan 4 client yang menghasilkan kondisi serupa. Berdasarkan hasil analisis, hal ini dapat terjadi dikarenakan pengaruh besarnya nilai delay yang dihasilkan pada masing-masing percobaan tersebut. Contohnya dengan adanya delay yang disebabkan neighbor discovery maupun delay yang disebabkan oleh perangkat jaringan. Masing-masing perangkat jaringan memiliki spesifikasi yang berbeda-beda yang juga berpengaruh pada proses transmisi paket. Delay antrian yang terjadi pada perangkat jaringan, baik itu switch, router maupun laptop client juga dapat menyebabkan pertambahan nilai jitter dalam jaringan. Packet loss merupakan hilangnya sebagian paket saat terjadinya proses transfer data. Satuan yang digunakan untuk mengukur besarnya jumlah packet loss adalah %. Gambar 17 merupakan grafik perbandingan nilai paket loss proses teleconferencing pada jaringan IPv6 dengan MPLS dan tanpa MPLS dengan melibatkan 2 client. Perbandingan tersebut diketahui dengan menghitung rata-rata persentase nilai packet loss masing-masing jaringan. Pada jaringan IPv6 tanpa MPLS packet loss terendah terjadi pada pengujian ke-17 dengan persentase sebesar 0,772%. Nilai packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-13 dengan persentase sebesar 1,778%. Sedangkan pada jaringan IPv6 dengan MPLS nilai packet loss terendah terjadi pada pengujian ke-19 dengan persentase sebesar 0,502%. Nilai packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-13 dengan persentase sebesar 1,617%. Rata-rata persentase nilai packet loss jaringan IPv6 dengan MPLS adalah sebesar 1,023%. Hasil tersebut lebih kecil dari rata-rata persentase nilai packet loss pada jaringan tanpa MPLS yang sebesar 1,148%. Nilai selisih packet loss yang dihasilkan kedua jaringan adalah sebesar 0,125%.
15
Gambar 17 Grafik Perbandingan Nilai Packet Loss (%) melibatkan 2 Client
Gambar 18 Perbandingan Nilai Packet Loss (%) dengan melibatkan 4 Client
Hasil perbandingan pengujian packet loss jaringan dengan melibatkan 4 client ditunjukkan melalui grafik pada Gambar 18. Pada jaringan IPv6 tanpa MPLS memiliki rata-rata nilai packet loss sebesar 1,908%. Nilai persentase packet loss terendah terjadi pada pengujian ke-18 sebesar 0,897%. Sedangkan nilai persentase packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-19 sebesar 2,791%. Rata-rata nilai packet loss tersebut berselisih 0,412% lebih besar jika dibanding dengan rata-rata packet loss yang dihasilkan jaringan dengan konfigurasi IPv6 dengan MPLS sebesar 1,720%. Nilai persentase packet loss terendah terjadi pada pengujian ke-5 sebesar 0,842%. Sedangkan nilai persentase packet loss tertinggi terjadi pada pengujian ke-13 sebesar 2,602%. Hasil analisis packet loss pada kedua jaringan baik melibatkan 2 client maupun 4 client diperoleh bahwa nilai packet loss jaringan IPv6 dengan MPLS lebih rendah jika dibanding jaringan IPv6 tanpa MPLS. Hal ini disebabkan karena MPLS dapat mempermudah serta mempercepat proses pengiriman paket data sesuai informasi pada label yang dienkapsulasi disetiap paket tersebut. Oleh sebab itu dengan adanya MPLS, jaringan IPv6 dapat meminimalisasi waktu antrian yang terjadi dalam jaringan, sehingga menyebabkan nilai packet loss lebih rendah. Nilai packet loss yang terjadi juga dipengaruhi oleh besarnya gangguan yang terjadi
16
dalam jaringan pada saat proses transfer data berlangsung. Paket yang terlalu lama berada dalam antrian akan dapat hilang dan tidak sampai ke alamat tujuan. Berdasarkan pengujian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan teknologi MPLS ke dalam suatu jaringan memberikan dampak positif, dikarenakan mampu meminimalisasi besarnya packet loss.
Gambar 19 Hasil Capture Jaringan MPLS dengan Packet Loss Tinggi
Melihat grafik yang ditampilkan pada Gambar 17 dan Gambar 18 terjadi kondisi dimana packet loss jaringan dengan MPLS lebih tinggi dibanding jaringan tanpa MPLS. Pada jaringan melibatkan 2 client seperti terjadi pada percobaan ke 4, sedangkan jaringan melibatkan 4 client terjadi pada percobaan ke 4, 7, 9, 13 dan 18. Kondisi tersebut dapat terjadi dikarenakan proses indentifikasi rute dalam jaringan tidak dikenali dengan status no route to destination pada percobaan bersangkutan, sehingga mengakibatkan paket gagal terkirim. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 19 yang merupakan hasil capture jaringan MPLS dengan packet loss tinggi. Selain itu terdapat pengaruh dari paket yang tidak berhasil terkirim tersebut, yaitu dalam bentuk status wrong sequence yang datap dilihat melalui proses streaming analisis pada percobaan teleconference bersangkutan. Wrong sequence sendiri merupakan penanda dari adanya hilangnya paket data atau paket loss yang juga diakibatkan oleh pengaruh paket dengan status destination unreachable pada proses streaming teleconference. Gambar 20 merupakan capture tampilan wrong sequence pada salah satu percobaan jaringan MPLS yang menghasilkan packet loss tinggi.
Gambar 20 Wrong Sequence Jaringan MPLS dengan Packet Loss Tinggi
17
Gambar 20 merupakan proses stream analisis pada paket yang dikirim dari alamat 2002:c0a8:10::3 menuju ke 2002:c0a8:20::3. Pada proses tersebut terjadi lompatan paket data RTP yang disebabkan pengaruh packet loss. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pertambahan jumlah packet loss dalam jaringan adalah kemampuan dan kapasitas perangkat untuk menyediakan bandwidth yang cukup untuk proses pengiriman paket data. Terjadinya retransmisi paket di setiap perangkat dapat mengurangi efisiensi jaringan secara keseluruhan, meskipun jumlah bandwidth cukup tersedia untuk aplikasi yang digunakan.
Gambar 21 Perbandingan Nilai Throughput dengan melibatkan 2 Client
Throughput merupakan jumlah paket pada proses teleconferencing yang berhasil dikirim hingga tujuan, dibagi lamanya waktu pengiriman. Satuan yang digunakan dalam perhitungan throughput adalah Mbit/sec. Perhitungan throughput dilakukan untuk mengetahui aliran data dalam jaringan pada saat proses transfer data berlangsung. Hasil perbandingan nilai throughput kedua jaringan baik IPv6 dengan MPLS maupun tanpa MPLS yang melibatkan 2 client ditunjukkan dengan grafik pada Gambar 21. Pada jaringan IPv6 tanpa MPLS diperoleh hasil rata-rata nilai throughput sebesar 1,253 Mbit/sec. Nilai terendah terdapat pada pengujian ke-2, yaitu sebesar 1,211 Mbit/sec. Sedangkan nilai throughput tertinggi terjadi pada percobaan pengujian ke-9 yaitu sebesar 1,296 Mbit/sec. Pada jaringan IPv6 dengan MPLS menghasilkan nilai rata-rata throughput sebesar 1,272 Mbit/sec. Nilai throughput terendah terjadi pada percobaan pengujian ke-8 sebesar 1,231 Mbit/sec. Sedangkan nilai throughput tertinggi terjadi pada pengujian ke-11 sebesar 1,311 Mbit/sec. Gambar 25 merupakan grafik perbandingan nilai throughput jaringan IPv6 dengan MPLS dan tanpa MPLS yang melibatkan 4 client. Melihat grafik yang ditampilkan pada Gambar 25 diketahui bahwa nilai throughput terendah yang dihasilkan pada jaringan IPv6 tanpa MPLS terdapat pada percobaan pengujian ke19 sebesar 1,803 Mbit/sec. Sedangkan nilai tertinggi terdapat pada percobaan pengujian ke-6, sebesar 1,973 Mbit/sec. Pada jaringan IPv6 dengan MPLS nilai throughput terendah terjadi pada percobaan pengujian ke-13 dengan nilai sebesar 1,810 Mbit/sec. Nilai tertinggi terjadi pada pengujian ke-18 yaitu sebesar 1,994 Mbit/sec. Rata-rata nilai throughput yang dihasilkan jaringan dengan MPLS 18
adalah sebesar 1,920 Mbit/sec, nilai tersebut berselisih 0,024 Mbit/sec lebih besar jika dibanding jaringan tanpa MPLS yang memiliki rata-rata nilai throughput sebesar 1,896 Mbit/sec.
Gambar 25 Perbandingan Nilai Throughput (Mbit/sec) dengan melibatkan 4 Client
Nilai throughput yang dihasilkan kedua jaringan baik melibatkan 2 maupun 4 client menunjukkan bahwa jaringan IPv6 tunneling 6to4 yang dikonfigurasi dengan MPLS memiliki throughput yang lebih besar. Hal ini tidak lepas dari adanya mekanisme penambahan label pada paket data yang terjadi dalam MPLS. Mekanisme labeling memungkinkan jumlah paket yang dikirimkan sampai ke alamat tujuan lebih terjamin, dikarenakan router-router dalam jaringan tidak harus melakukan proses ip route yang memakan waktu lama pada setiap pengiriman paket. Semakin tinggi jumlah paket yang mengalami kegagalan pada saat diterima oleh alamat tujuan menyebabkan nilai throughput semakin rendah. Melihat grafik yang ditampilkan pada Gambar 24 dan Gambar 25 terjadi kondisi dimana nilai throughput jaringan dengan MPLS lebih tinggi dibanding jaringan tanpa MPLS. Pada jaringan melibatkan 2 client terjadi pada percobaan ke 4 dan 8, sedangkan jaringan melibatkan 4 client terjadi pada percobaan ke 2, 7, 9, 10 dan 13. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh nilai delay yang terjadi pada masingmasing percobaan. Ketika nilai delay meningkat maka menyebabkan paket yang berhasil sampai ke tujuan menjadi sedikit, maka nilai throughput pun menjadi lebih kecil. Apabila diperhatikan terdapat keterkaitan antara nilai delay dan throughput yang dihasilkan pada tiap percobaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis dari pengujian kinerja jaringan IPv6 tunneling 6to4 dengan implementasi MPLS yang digunakan untuk proses teleconferencing baik dengan dengan melibatkan 2 client dan 4 client menunjukkan bahwa sebagian besar percobaan memiliki hubungan saling terkait dalam perhitungan parameter. Dimana nilai delay yang terjadi dalam jaringan dapat mempengaruhi nilai jitter, packet loss dan throughput. Ketika nilai delay meningkat maka nilai jiiter akan meningkat dan mempengaruhi jumlah packet loss. Nilai throughput yang dihasilkan juga semakin rendah, hal ini terjadi dikarenakan banyaknya jumlah paket data yang tidak mencapai tujuannya.
19
5.
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan nilai delay yang dihasilkan jaringan IPv6 dengan konfigurasi MPLS baik melibatkan 2 maupun 4 client untuk proses teleconferencing memiliki kecenderungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan delay pada jaringan IPv6 tanpa MPLS. Hasil nilai jitter dari penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan IPv6 dengan konfigurasi MPLS baik melibatkan 2 maupun 4 client untuk proses teleconferencing memiliki nilai jitter yang lebih kecil dibandingkan jaringan IPv6 tanpa MPLS. Nilai persentase packet loss pada jaringan IPv6 dengan konfigurasi MPLS baik melibatkan 2 maupun 4 client untuk proses teleconferencing lebih kecil jika dibandingkan jaringan IPv6 tanpa konfigurasi MPLS. Nilai throughput yang dihasilkan jaringan IPv6 dengan konfigurasi MPLS baik melibatkan 2 maupun 4 client untuk proses teleconferencing memiliki nilai lebih besar dibandingkan jaringan IPv6 tanpa MPLS. 6.
Daftar Pustaka
[1] Julertasari, 2010, Implementasi Teknologi Jaringan MPLS dengan Menggunakan OSPF, Skripsi : FTI UKSW. [2] Firma, Asmara Awan, 2009, Perbandingan Performansi Jaringan IPv6 Tunnel pada Aplikasi Chat dan VOIP, Skripsi : Universitas Indonesia. [3] C. Lee, J Kasmiran and Mahamod Ismail, 2002, Implementation of Video Conferencing Over IPv6 on The Linux Platform, Malaysia : Student Conference on Research and Development Proceedings. [4] Munadi, Rendy, 2009, Teknik Switching, Bandung : Informatika. [5] Amoss J. Jonas and Minoli Daniel, Handbook of IPv4 to IPv6 Transition Metodologies for Institutional and Corporate Networks, Auerbach Publications, 2008. [6] E. Nordmark and R. Gilligan, Basic Trantition Mechanism for IPv6 Hosts and Routers, RFC4193, October 2005. [7] Bakar, Ewardi, 2004, Pemanfaatan Internet sebagai media Telekonferensi. R&B, vol. 4: 39-43. [8] Ferguson, G. Huston, 1998, Quality of Service: Delivering QoS on the Internet and in Corporate Networks, New York : John Wiley & Sons Inc. [9] Gunawan, Arif Hamdani, 2008, Quality of Service dalam Data Komunikasi, 8 Mei 2008, http://telecomunicationforall.blogspot.com/2008/05/qualityservice.html. Diakses 21 Maret 2013 [10] Anonim, 2005, The PPDIOO network lifecycle, http://www.ciscozine.com/2009/01/29/the-ppdioo-network-lifecycle/. Diakses 7 Maret 2013.
20