PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup bagus. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi Indonesia setelah karet dan kopi (Lubis , 1992). Akan tetapi, usaha peningkatan produksi kelapa sawit memiliki hambatan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit, antara lain disebabkan oleh cendawan patogenik Ganoderma spp. Cendawan ini menyebabkan penyakit busuk akar. Penyakit busuk akar merupakan penyakit pada kelapa sawit yang sulit ditanggulangi (Lubis 1992). Pendekatan yang umum dilakukan dalam pengendalian penyakit tersebut adalah dengan cara mekanis, kimia dan hayati. Cara mekanis dilakukan dengan membersihkan sumber infeksi sebelum tanam dan menghindari pelukaan pada batang dan akar, namun ternyata pendekatan ini dianggap kurang ekonomis karena masih banyak generasi tanaman baru yang terkena infeksi Ganoderma spp. Pendekatan kimia menggunakan fungisida, diantaranya fungisida Tridemorph atau Triadimenol 50 ppm dan Bayfidan 10 ppm. Fungisida ini dapat membunuh miselium Ganoderma secara in vitro namun pemberian fungisida pada perkebunan kelapa sawit ternyata sulit dilakukan karena areal kelapa sawit yang luas dan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Cara hayati dilakukan dengan menggunakan biofungisida Trichoderma dan Penicilium namun daya bunuh biofungisida relatif lebih lama dibandingkan dengan senyawa kimia yang biasa digunakan sebagai fungisida (Lubis 1992). Solusi yang paling tepat untuk pengendalian penyakit ini adalah melalui program pemuliaan tanaman dengan menemukan gen-gen yang tahan terhadap Ganoderma baik yang berasal dari interspesies maupun antar-spesies tetapi hingga saat ini tanaman tersebut belum pernah ada. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan baru untuk memperoleh kelapa sawit yang tahan terhadap serangan Ganoderma. Upaya yang dilakukan adalah dengan menyisipkan gen penghasil zat yang berfungsi sebagai anti jamur salah satunya adalah gen stilbena sintase (STS) yang berasal dari anggur (Vitis vinifera).
Tujuan Penelitian ini adalah mengklon gen stilbena sintase (STS) ke dalam vektor ekspresi pCAMBIA 1303 diantara promotor CAMP 35S. Hipotesis dari penelitian ini adalah gen stilbena sintase (STS) yang berasal dari anggur dapat diklon ke dalam vektor pCAMBIA 1303. Pendekatan bioteknologi melalui transfer gen stilbena sintase (STS) diharapkan mampu menghasilkan bibit transgenik kelapa sawit yang toleran terhadap Ganoderma spp.
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika. Tanaman ini dikenal di Indonesia sejak tahun 1848, namun baru ditanam secara komersial pada tahun 1911. Elaeis berasal dari kata Elaion (bahasa Yunani) yang berarti minyak, sedangkan guineensis berasal dari Guinea yaitu nama pantai barat Afrika, dan Jacq adalah nama penemu kelapa sawit yaitu Jacquis. Kelapa sawit termasuk divisi trancheophyta, kelas monocotyledoneae, ordo cocoideae, famili palmae, spesies Elaeis guineensis Jacq (Gambar 1). Upaya peningkatan produksi kelapa sawit memiliki beberapa hambatan. Salah satu hambatan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit adalah adanya gangguan penyakit yang disebabkan oleh Ganoderma spp. Ganoderma adalah jamur yang menyebabkan penyakit busuk akar. Penyakit ini sampai saat ini belum dapat dikendalikan dengan baik.
Gambar 1 Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq).
stilbena sintase yang mengatalisis pembentukan stilbena hidroksi yang berasal dari malonil CoA dan p-Coumaroyl CoA. Tanaman tembakau, tomat, alfafa dan varietas anggur rentan yang disisipi gen tersebut terbukti resisten terhadap berbagai patogen jamur (Hain et al. 1993).
Gambar 2
Kelapa sawit yang terkena penyakit busuk akar.
Gejala awal penyakit ini adalah pelepah daun yang berada di pucuk berwarna pucat seperti kekurangan hara kemudian daun mengalami nekrosis yang dimulai dari daun tua ke daun yang lebih muda, pelepah daun akan patah dan menggantung. Selain itu, pelepah daun muda tidak membuka dan terkumpul lebih banyak dari biasanya. (Gambar 2). Umumnya 6-12 bulan setelah gejala terakhir tanaman akan mati. Infeksi terjadi karena kontak akar yang sakit (Lubis 1992). Stilbena Sintase Stilbena sintase merupakan gen yang berperan sebagai pengendali resveratrol. Resveratrol merupakan pitoaleksin yang paling lama dan intensif diteliti dalam hubungannya dengan mekanisme ketahanan suatu tanaman terhadap serangan jamur patogen. Resveratrol (trans 3,4,5-trihidroksistilbena) merupakan pitoaleksin dengan berat molekul rendah dan bersifat nonprotein yang terbentuk bila tanaman terinduksi oleh patogen. Pitoaleksin merupakan metabolit sekunder yang bersifat antimikrobial (Ingham 1973). Beberapa varietas tanaman diketahui memiliki kandungan resveratrol tinggi secara alami, seperti anggur, kacang tanah dan pinus. Kandungan resveratrol di daun anggur sebesar 400 µg g-1 per berat segar. Konsentrasi sebesar ini menyebabkan tanaman anggur resisten terhadap serangan jamur (Sbaghi et al. 1995). Biosintesis stilbena (resveratrol) dapat berlangsung bila tersedia enzim
Vektor Pengklonan pGEM-T Easy Plasmid pGEM-T Easy (Gambar3) merupakan plasmid sirkular terbuka, memiliki dua buah origin of replication dan gen ketahanan terhadap ampisilin (Amp). Plasmid ini mengandung multy cloning site. Karena memiliki kelebihan timin yang menggantung di ujung terbuka plasmid ( T overhang), plasmid ini sering dipakai sebagai vektor untuk produk PCR yang selalu memiliki kelebihan adenin pada ujungnya tanpa memerlukan tahapan pemotongan terlebih dahulu. Plasmid pGEM-T Easy juga termasuk plasmid high copy number yang cocok untuk menyimpan gen insert dalam suatu inang (Kendrew & Lawrence 1994). Selain itu, pGEM-T Easy merupakan vektor yang berukuran kecil yaitu 3015 bp. Ukuran tersebut relatif kecil sehingga vektor dapat membawa DNA target cukup banyak dan memudahkan preparasi DNA sisipan dalam jumlah besar. Vektor berukuran kecil lebih mudah dimasukkan ke dalam sel inang dan lebih mudah dimurnikan karena cenderung tidak rapuh dibandingkan dengan vektor berukuran besar ( Sambrook et al. 1991).
Gambar
3
Profil vektor pengklonan pGEM-T Easy.
Vektor Ekspresi pCAMBIA 1303 DNA vektor adalah molekul DNA yang dapat bereplikasi secara mandiri dan dapat digunakan sebagai pembawa molekul DNA lain yang tidak memiliki kemampuan bereplikasi sendiri di dalam sel. DNA yang sering digunakan adalah plasmid bakteri. Plasmid adalah bahan genetik ekstrakromosom yang diwariskan secara tetap. Ciri-ciri plasmid antara lain berukuran kecil dan hanya mengandung beberapa gen, membawa informasi genetik, terlepas dari DNA kromosom atau kadang-kadang dapat berintegrasi dengan DNA kromosom, dan dapat diisolasi dengan mudah dari sel bakteri. Ciri lain plasmid adalah mempunyai situs untuk memulai replikasi yang disebut ORI (origin of replication) (Nicholl 1994) Plasmid pCAMBIA 1303 merupakan plasmid yang dikonstruksi sebagai vektor DNA dalam metode transformasi langsung dan menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Plasmid pCAMBIA 1303 mengandung promotor CaMV 35S (cauliflower mosaic virus). Promotor ini berhubungan dengan urutan yang terpoliadenilasi pada T-DNA plasmid. Hal ini memungkinkan pembuatan klon langsung ke dalam T-DNA plasmid. Tersedianya promotor aktif yang kuat sangat diperlukan untuk ekspresi suatu gen pada tanaman baik monokotil maupun dikotil. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa CaMV35S adalah promotor konstitutif yang aktif pada sel tanaman monokotil akan tetapi kekuatannya sedikit menurun pada sel tumbuhan dikotil dan tidak aktif pada beberapa tipe sel seperti pollen (Tzfira & Citovsky 2002). Selain itu, pCAMBIA 1303 mempunyai gen gusA. Gen gusA ( -glucuronidase) dalam plasmid pCAMBIA 1303 berfungsi sebagai gen reporter untuk memonitor proses transformasi dan introduksi gen yang direkayasa (Tzfira & Citovsky 2002). Rekombinasi DNA Rekombinasi DNA adalah pembentukan kombinasi baru dari materi pembawa informasi genetik. Rekombinasi dilakukan dengan melakukan penyisipan molekul asam nukleat yang dikerjakan di luar sel ke suatu vektor dan dibawa masuk ke dalam sel inang. Rekombinasi DNA memerlukan adanya vektor dan enzimenzim. Enzim yang umum digunakan adalah enzim nuklease, ligase, polimerase dan enzim modifikasi (Brown 1991).
Enzim nuklease adalah enzim yang mendegradasi DNA dengan memecah ikatan fosfodiester yang menghubungkan satu nukleotida dengan nukleotida lainnya pada urutan DNA. Enzim nuklease terdiri atas endonuklease dan eksonuklease. Eksonuklease memecah nukleotida satu per satu dari ujung rantai DNA sementara endonuklease memecah ikatan fosfodiester di tengah-tengah pada rantai DNA. Salah satu contoh endonuklease adalah endonuklease restriksi. Endonuklease restriksi merupakan enzim bakteri yang memotong DNA utas ganda hanya pada tempat pengenalan spesifik. Aktivitas enzim restriksi dipengaruhi oleh kemurnian DNA, buffer, dan temperatur. Enzim restriksi membutuhkan NaCl, Mg2+, dan terkadang ditriotreitol (DDT) sebagai pereduksi. Sifat hasil pemotongan DNA oleh enzim nuklease ini ada dua yaitu (1) ujung tumpul (blunt end) terjadi karena enzim membuat potongan utas ganda yang sederhana pada pertengahan urutan pengenal dan (2) ujung lengket (sticky end) terjadi karena enzim restriksi menghasilkan potongan berbentuk zig zag atau dengan belok tajam melalui dua atau empat nukleoitida. Salah satu contoh endonuklease restriksi adalah Spe1 dan Nco1 (Brown 1991). Situs pemotongan enzim Spe1 adalah di antara basa AC pada urutan basa ACTAGT sedangkan situs pemotongan enzim Nco1 adalah di antara basa CC pada urutan CCATGG. Sifat hasil pemotongan dari kedua ujung ini adalah ujung lengket. Enzim kedua dari kelompok enzim manipulasi DNA adalah enzim ligase. Enzim ligase berfungsi menyambungkan utas DNA. Penyambungan DNA terjadi jika nukleotida yang satu mempunyai gugus 5’ fosfat dan nukleotida yang lain terdiri atas gugus 3’ hidroksil. Ujung lengket yang komplementer jauh lebih efisien dibandingkan dengan ujung tumpul pada proses ligasi karena ujung-ujung lengket yang cocok dapat saling berpasangan dengan ikatan hidrogen (Brown 1991). Enzim yang ketiga adalah enzim polimerase. Menurut Brown (1991) enzim polimerase adalah enzim yang dapat mensintesis DNA baru. Enzim polimerase ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu polimerase DNA 1, polimerase klenow, dan polimerase transkriptase reversi. Polimerase DNA 1 melekat pada untaian DNA tunggal yang pendek dan mensintesis DNA baru sekaligus mendegradasi DNA yang ada. Enzim polimerase klenow dapat mensisntesis DNA komplementer hanya pada cetakan DNA tunggal. Jenis enzim
yang ketiga yaitu polimerase transkriptase reversi dapat membentuk untaian DNA dengan menggunakan RNA sebagai cetakan. Enzim yang keempat adalah enzim modifikasi. Enzim modifikasi adalah enzim yang dapat menambahkan dan menghilangkan gugus kimia. Salah satu contoh enzim ini adalah calf intestinal alkaline phosphatase (CIAP). Enzim ini mengatalisis pemindahan gugus 5’ fosfat dari DNA . Pemindahan gugus 5’ fosfat bertujuan mencegah terjadinya penyambungan intramolekul (Kendrew & Lawrence 1994). Tahap-Tahap Rekombinasi DNA Secara umum rekombinasi DNA dilakukan sebanyak 6 tahap. Tahap pertama merupakan tahap isolasi fragmen DNA dan DNA vektor, masing-masing DNA dapat diisolasi dari bakteri. Setelah diisolasi, fragmen DNA dan DNA vektor dipotong dengan enzim restriksi yang sama. Tahap selanjutnya adalah penggabungan fragmen DNA dengan DNA vektor. Tahap ini biasanya disebut tahap ligasi. Penggabungan DNA ini biasanya dibantu oleh enzim ligase. Hasil tahap ligasi adalah terbentuknya DNA rekombinan (fragmen DNA dengan DNA vektor). Tahap ketiga dari rekombinasi DNA adalah transformasi DNA rekombinan ke bakteri. Transformasi adalah proses memasukkan DNA asing ke dalam sel inang. Tahap keempat adalah seleksi sel inang yang telah mengalami transformasi dan telah mengandung DNA rekombinan. Inang yang telah mengalami transformasi dan telah mengandung DNA rekombinan dapat diseleksi berdasarkan gen penanda (selectable marker) yang dibawa oleh plasmid. Gen penanda yang biasa digunakan adalah gen yang tahan terhadap antibiotik tertentu. Tahap selanjutnya adalah transformasi ke sel target. Tahap terakhir dari rekombinasi DNA adalah meneliti gen yang diklon. Kegiatan ini ditekankan pada cara mendapatkan informasi mengenai lokasi gen, struktur gen, cara gen ditranskripsi, dan produk translasi yang dikode oleh gen (Brown 1991). Polymerase Chain Reaction (PCR) Teknik PCR merupakan salah satu komponen utama teknologi DNA rekombinan dan pertama kali ditemukan oleh Kary B. Mulis pada tahun 1983. Teknik ini merupakan amplifikasi in vitro sejumlah
sekuens DNA dengan menggunakan 2 oligonukleotida sebagai primer yang berhibridisasi secara berlawanan pada sisi daerah target utas DNA yang diinginkan (Old & Primrose 1994). PCR mampu mengamplifikasi secara selektif sekuens DNA spesifik dengan faktor 106, hal inilah yang membuat penggunaan teknik PCR semakin meluas disamping kesederhanaan metodenya (Saiki 1989). Reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA, yaitu dengan adanya pembukaan rantai DNA utas ganda, penempatan primer, dan perpanjanagan rantai DNA baru oleh DNA polimerase dari arah 5’ ke 3’, hanya saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan primer RNA. Secara ringkas, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat, enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan suhu campuran secara berulang selama beberapa jam sampai diperoleh jumlah sekuen DNA yang diinginkan. Satu siklus pada teknik PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi, annealing dan ekstensi. Denaturasi dilakukan pada suhu 90-95 oC, sehingga terjadi pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (template) tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase. Selanjutnya suhu diturunkan untuk penempelan primer oligonukleotida pada sekuen yang komplementer pada molekul DNA cetakan. Tahap ini disebut annealing. Suhu annealing tiap sekuen DNA sifatnya spesifik dan merupakan penentu utama keberhasilan suatu reaksi PCR. Tahap terakhir adalah tahap ekstensi yang dilakukan pada suhu 72 o C. Suhu ini merupakan suhu optimum untuk kerja enzim Taq DNA polimerase. Sintesis DNA komplemen dengan DNA cetakan terjadi pada rahap ekstensi. Ketiga tahap tersebut disusun berulang kali dalam mesin PCR, umumnya antara 25-40 siklus, bergantung pada jumlah DNA yang diinginkan Primer oligonukleotida yang digunakan dalam teknik PCR harus memenuhi beberapa syarat, antara lain memiliki susunan basa yang acak, sehingga tidak terjadi polipurin atau polipirimidin, memiliki jumlah purin dan pirimidin yang seimbang, memiliki titik leleh saling mendekati satu sama lain, dan sedikit mungkin memiliki basa yang komplementer.
Panjang primer yang umum digunakan berkisar 20-30 basa (Saiki 1989).
Elektroforesis Gel Agarosa untuk Analisis Fragmen Elektroforesis merupakan pergerakan zat bermuatan listrik akibat adanya pengaruh medan listrik. Molekul DNA termasuk senyawa bermuatan negatif. Sifat ini menjadikan molekul DNA yang ditempatkan pada medan listrik akan bermigrasi menuju kutub positif. Kecepatan migrasi molekul DNA tergantung pada konsentrasi gel yang digunakan, ukuran molekul yang dianalisis, serta tegangan listrik yang diberikan. Salah satu gel yang dapat digunakan pada elektroforesis adalah gel agarosa. Agarosa digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen-fragmen DNA (Sambrook et al.1989). Mobilitas fragmen DNA pada gel elektroforesis sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kelarutan ion buffer elektroforesis. Jika konsentrasi ion-ion sangat sedikit maka konduktifitas listrik sangat kecil dan migrasi DNA menjadi lambat. Konsentrasi ion yang berlebih akan mengakibatkan gel mencair dan DNA terdenaturasi. Selain buffer elektroforesis, teknik elektroforesis DNA juga memerlukan loading buffer. Buffer ini berfungsi meningkatkan densitas sampel sehingga fragmen tersebut berada di dasar well dan tidak menyebar. Fungsi lainnya adalah memberi warna pada fragmen DNA sehingga mempermudah pengamatan proses elektroforesis. Buffer ini dapat juga membantu pergerakan sampel ke anoda. Ukuran fragmen DNA hasil pemotongan dengan endonuklease restriksi dapat ditentukan dengan memakai penanda DNA (marker). Penanda DNA adalah fragmen DNA yang telah diketahui ukurannya (Sambrook et al.1989).
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung mikro 500 µL, pipet mikro, alumunium foil, parafilm, sarung tangan, cawan petri, Erlenmeyer, gelas piala, sudip, peralatan elektroforesis, gel doc, sentrifus, ose, stirer, laminar air flow cabinet, inkubator bergoyang, autoklaf, penangas air, mesin PCR, penangas air bergoyang, dan lemari es.
Bahan-bahan yang digunakan adalah E. coli galur XL1-Blue, gen stilbena sintase, plasmid pGEM-T Easy, pCAMBIA 1303, Agrobacterium tumefacians galur AGL-0, enzim restriksi Nco1 dan Spe1, kit elusi dari Invitrogen, kit ligasi dari promega, kit isolasi plasmid dari Roche, kit elusi dari Qiagen, es batu, TBE 0.5x, EtBr, loading dye, marker 1 Kb plus, media luria bertani (LB) yang terdiri atas tripton, ekstrak kamir dan NaCl, media luria bertani agar (LA) yang terdiri atas tripton, ekstrak kamir, NaCl dan agar , KOH 10 N, HCl 5M, bufer ligasi, T4 ligase, glukosa, Ampisilin 100 mg/L, IPTG 0.1 mM, X-Gal 40 mg/L, kanamisin 100000 mg/L, rifampisin 25000 mg/L, EDTA, dNTP, primer M13 F, primer M13 R, Taq polimerase, MW, Mg2+ dan buffer.
Metode Penelitian Purifikasi Produk PCR (Stilbena Sintase) Penelitian ini dimulai dari purifikasi terhadap produk PCR yang didapatkan. Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Fragmen dipotong dari gel menggunakan pisau skalpel, kemudian ditimbang dan dilarutkan dengan buffer GS1. Penimbangan dilakukan untuk menentukan banyaknya buffer GS1 yang harus ditambahkan. Perbandingan antara sampel dan buffer GS1 adalah 1:3. Selanjutnya, campuran diinkubasi pada suhu 50 oC selama 15 menit, setiap 3 menit larutan dikocok dengan membolak-balikan tabung secara perlahan dan setelah larut campuran dikocok setiap 5 menit. Larutan kemudian ditransfer ke dalam kolom, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 2 menit pada suhu 25oC. Tahap selanjutnya adalah sebanyak 500 µL buffer GS1 ditambahkan ke dalam kolom dan diinkubasi selama 1 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 2 menit. Sampel yang berada di dalam kolom kemudian ditambah dengan 700 µL W9 dan diinkubasi selama 5 menit, sampel selanjutnya disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12000 rpm selama 2 menit untuk menghilangkan sisa etanol. Setelah itu, 30 µL buffer TE yang sudah dipanaskan (65-70oC) dimasukkan ke dalam sampel, kemudian diinkubasi selama 1 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 3 menit. Hasil purifikasi kemudian diuji dengan elektroforesis gel agarosa 1% sebanyak 2 µL.