1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem biometrik adalah suatu sistem pengenalan pola yang melakukan identifikasi personal dengan menentukan keotentikan dari karakteristik fisiologis dari perilaku tertentu yang dimiliki seseorang. Karakteristik fisiologis manusia yang digunakan pada sistem biometrik harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu universal, unik, permanen, dan dapat diukur secara kuantitatif, di antaranya mata (retina dan iris), sidik jari, tangan, suara, dan wajah. Salah satu karakteristik fisiologis yang tidak mudah dipalsukan yaitu wajah, oleh karena itu penelitian ini menggunakan biometrik wajah. Secara umum sistem pengenalan citra wajah terbagi menjadi dua jenis, yaitu system feature based (fitur yang diekstraksi berasal dari komponen citra wajah seperti mata, hidung, mulut) yang memodelkan secara geometris hubungan antara fitur-fitur tersebut dan metode kedua menggunakan informasi mentah dari piksel citra yang kemudian direpresentasikan dalam metode tertentu (transformasi wavelet, principal component analysis (PCA), dan lain lain) untuk digunakan pada pelatihan dan pengujian identitas citra. Penelitian ini menggunakan pendekatan kedua, yaitu piksel citra wajah diproses terlebih dahulu menggunakan transformasi wavelet. Transformasi wavelet pada penelitian ini digunakan sebagai metode ekstraksi fitur sekaligus mereduksi dimensi citra wajah yang berukuran besar menjadi lebih kecil untuk mempercepat waktu komputasi pada saat melakukan proses pengenalan citra wajah. Pemilihan transformasi wavelet ini didasarkan pada dua penelitian sebelumnya yang pertama berjudul Pengenalan Citra Wajah dengan Pemrosesan Awal Transformasi Wavelet oleh Resmana Lim, dan kawan kawan. Pada penelitian ini induk wavelet yang digunakan adalah Daubechies dan metode untuk klasifikasi adalah k-nearest neighbour. Penelitian ini mencapai nilai keberhasilan sebesar 94%. Pada penelitian yang kedua berjudul Klasifikasi Sidik Jari dengan Pemrosesan Awal Transformasi Wavelet oleh Minarni, penelitian ini menggunakan induk wavelet Haar dan Daubechies dengan metode klasifikasi LVQ (Learning Vector Quantizations). Penelitian ini membandingkan unjukkerja kedua induk
wavelet, dengan hasil Daubechies dapat meningkatkan unjukkerja pengenalan sebesar 1%. Metode yang digunakan dalam proses pengenalan wajah pada penelitian ini adalah jaringan syaraf tiruan propagasi balik karena metode ini dinilai sangat baik dalam menangani pengenalan pola-pola kompleks (Puspaningrum 2006). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja jaringan syaraf tiruan dalam pengenalan wajah yang mengalami praproses transformasi wavelet dengan jaringan syaraf tiruan tanpa praproses transformasi wavelet. Ruang Lingkup Penelitian ini melakukan proses pengenalan citra wajah menggunakan citra berskala keabuan, dengan ukuran citra sebenarnya 48x48 piksel dan menerapkan proses ekstraksi fitur menggunakan transformasi wavelet. Induk wavelet yang digunakan pada penelitian ini adalah wavelet Haar. Metode yang digunakan pada proses pengenalan wajah adalah jaringan syaraf tiruan propagasi balik dengan inisialisasi bobot Nguyen Widrow. Fungsi aktivasi yang digunakan sigmoid biner dan laju pembelajaran 0.1. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka dalam sistem biometrik terutama identifikasi manusia dengan wajah untuk kemudian dapat diimplementasikan pada bidang-bidang lain, misalnya bidang hukum dan sistem keamanan.
TINJAUAN PUSTAKA Representasi Citra Digital Citra didefinisikan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y), dengan x, y merupakan koordinat spasial, dan f disebut sebagai kuantitas bilangan skalar positif yang memiliki maksud secara fisik ditentukan oleh sumber citra. Suatu citra digital yang diasumsikan dengan fungsi f(x,y) direpresentasikan dalam suatu fungsi koordinat berukuran M x N. Variabel M adalah baris dan N adalah kolom sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
2
Gambar 2 Blok diagram analisis filter. Gambar 1 Fungsi koordinat sebagai representasi citra digital. Setiap elemen dari array matriks disebut image element, picture element, pixel, atau pel (Gonzales & Woods 2002). Citra dengan skala keabuan berformat 8bit memiliki 256 intensitas warna yang berkisar pada nilai 0 sampai 255. Nilai 0 menunjukkan tingkat paling gelap (hitam) dan 255 menunjukkan tingkat paling cerah (putih).
Koefisien pendekatan dihasilkan oleh lowpass (g[n]) dan koefisien detil dihasilkan oleh high-pass (h[n]). Pada penelitian ini proses dekomposisi dilakukan sampai dengan level tiga. Adapun prosesnya ditunjukkan pada Gambar 3.
Transformasi Wavelet Wavelet berasal dari sebuah fungsi penyekala (scaling function) (Stollnitz et al. 1995a). Fungsi ini dapat membuat sebuah induk wavelet (mother Wavelet). Wavelet wavelet lainnya akan muncul dari hasil penyekalaan, dilasi dan pergeseran induk wavelet. Secara umum transformasi wavelet kontinu dituliskan
γ ( s, τ ) = ∫ f (t )ψ s ,τ (t )dt
Gambar 3 Proses dekomposisi wavelet Haar level 3. Variabel cD[n] pada Gambar 3 sebagai citra detil yang terdiri atas horizontal, vertikal, dan diagonal, variabel cA[n] sebagai citra pendekatan. Adapun tampilan dalam bentuk citra diperlihatkan pada Gambar 4.
(1)
Persamaan (1) menunjukkan bagaimana suatu fungsi f(t) didekomposisi ke dalam suatu himpunan dengan fungsi dasar ψ s ,τ (t ) yang disebut sebagai wavelet. Variabel s, dan τ menunjukkan skala dan pergeseran (Burrus & Guo 1998). Valens (2004) mengatakan wavelet yang diturunkan dari wavelet dasar tunggal ψ (t ) yang disebut induk wavelet dengan skala (scaling) dan pergeseran (translation) dituliskan dalam persamaan (2).
ψ s ,τ (t ) =
1 s
⎛ t −τ ⎞ ⎟ ⎝ s ⎠
ψ⎜
(2)
Pengembangan sinyal berdimensi dua (2D) biasanya diterapkan bank filter untuk melakukan proses dekomposisi citra. Citra yang mengalami dekomposisi akan menghasilkan citra pendekatan berupa koefisien pendekatan (approximation coefficients) dan citra detil berupa koefisien detil (detail coefficients) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 4 Tampilan citra hasil dekomposisi. Proses dekomposisi akan mengekstraksi fitur sekaligus mereduksi ukuran citra menjadi lebih kecil, sehingga mempercepat proses pengenalan wajah. Dekomposisi Haar Proses dekomposisi Haar menerapkan bank filter dengan h0 = h1= 1 2 sebagai koefisien low-pass yang menghasilkan citra pendekatan, dan g0= 1 2 , g1= − 1 2 sebagai koefisien high-pass yang menghasilkan citra detil. Adapun bank filter Haar dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Bank filter Haar. Stephane Mallat memperkenalkan cara mudah untuk menghitung hasil dekomposisi dengan menggunakan algoritma piramida
3
Mallat (Stollnitz et al. 1995b). Mallat memberi nilai koefisien low-pass, h0 = h1 = 1 2 dan koefisien high-pass, g0= 1 2 , g1= − 1 2 , sehingga bank filter Haar menjadi seperti yang ditunjukkan Gambar 6. Gambar 9 Nilai a dan c kolom pertama. Proses penghitungan nilai a dan c dilanjutkan sampai dengan kolom terakhir, sehingga didapat hasil yang ditunjukkan Gambar 10.
Gambar 6 Bank filter Haar menggunakan algoritma piramida Mallat. Variabel ai pada Gambar 6 merupakan citra pendekatan, ci merupakan citra detil, dan si adalah himpunan bilangan yang akan didekomposisi. Adapun piramida Mallat ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Algoritma piramida Mallat. Inti dari piramida Mallat untuk dekomposisi level 1 adalah nilai ai diperoleh dengan rumus a i = s i + s i + 1 , dan nilai ci 2 diperoleh dengan rumus ci = si − ai . Si adalah
Gambar 10 Matriks nilai a dan c perkolom. Langkah kedua, ambil piksel matriks perbaris dari Gambar 10, sebagai contoh piksel baris pertama bernilai 5 5 4 3 6 6. Kemudian hitung nilai a dan c (Gambar 11).
Gambar 11 Nilai a dan c baris pertama. Nilai a dan c dihitung sampai baris terakhir, kemudian kumpulkan nilai a dan c. Matriks hasil pengumpulan nilai a dan c merupakan hasil akhir proses dekomposisi level satu. Gambar matriks hasil dekomposisi level satu diperlihatkan pada Gambar 12.
piksel citra yang diambil perkolom. Kemudian hasil dari dekomposisi kolom didekomposisi kembali perbaris. Contoh proses dekomposisi level 1 suatu matriks berukuran 6x6 yang dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Matriks yang akan didekomposisi. Langkah pertama ambil piksel matriks perkolom, sebagai contoh piksel kolom pertama yang bernilai 4 6 2 3 8 2. Kemudian hitung nilai a dan c (Gambar 9).
Gambar 12 Hasil akhir dekomposisi. Bilangan matriks yang diberi warna merah adalah citra pendekatan dan sisanya citra detil. Jika ingin melanjutkan proses dekomposisi ke level dua, maka bilangan matriks yang digunakan adalah bilangan yang termasuk citra pendekatan, berikut seterusnya jika menambah level dekomposisi. Reduksi citra hasil dekomposisi adalah setengah dari ukuran citra sebenarnya. Pada contoh di atas ukuran matriks sebenarnya 6x6, maka ukuran matriks hasil dekomposisi level satu adalah 3x3.
4
Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah suatu pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik-karakteristik menyerupai jaringan syaraf biologis. JST ditentukan oleh tiga hal (Siang 2005): a
Pola hubungan antar neuron (arsitektur jaringan).
b
Metode untuk menentukan bobot penghubung (metode training/learning/ algoritma).
c
Fungsi aktivasi.
Arsitektur dari jaringan syaraf tiruan terdiri dari 3 macam, yaitu lapisan tunggal (single layer), lapisan jamak (multilayer), dan lapisan kompetitif (competitive layer). Lapisan tunggal adalah arsitektur yang memiliki satu lapisan hubungan bobot. Lapisan jamak adalah arsitektur jaringan dengan satu lapisan atau lebih dari neuron yang tersembunyi antara input dan output neuron. Lapisan kompetitif adalah arsitektur yang membentuk satu bagian dari sejumlah besar jaringan-jaringan syaraf. Metode penentuan bobot terdiri atas tiga jenis, yaitu melalui pelatihan terbimbing (supervised learning), pelatihan tidak terbimbing (unsupervised learning), dan jaringan bobot tetap (fixed weight). Pelatihan terbimbing adalah pelatihan tanpa vektor output target yang didefinisikan. Jaringan bobot tetap adalah pelatihan untuk masalah optimasi. Fungsi aktivasi yang umum digunakan jaringan syaraf tiruan adalah: • Fungsi Sigmoid biner f (x) =
1 1 + e −α
• Fungsi Sigmoid bipolar f (x) =
1 − e −α 1 + e −α
Contoh model JST sederhana ditunjukkan pada Gambar 13.
Y menerima input dari neuron x1,x2, dan x3 dengan hubungan masing-masing bobot w1, w2, dan w3. Ketiga impuls neuron dijumlahkan net = x1w1 + x2w2 + x3w3 Besarnya impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net). Jika nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Propagasi Balik Jaringan syaraf tiruan propagasi balik adalah jaringan multilayer feedforward yang menggunakan metode pembelajaran propagasi balik dan supervised learning. Jaringan syaraf tiruan propagasi balik tidak memiliki hubungan arus balik (feedback) artinya suatu lapisan tidak memiliki hubungan dengan lapisan sebelumnya, namun galat yang didapat diumpankan kembali ke lapisan sebelumnya selama pelatihan, kemudian dilakukan penyesuaian bobot. Model propagasi balik dengan satu hidden neuron dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Arsitektur JST propagasi balik. Pelatihan sebuah jaringan yang menggunakan propagasi balik terdiri atas tiga langkah, yaitu pelatihan pola input secara feedforward, propagasi balik kesalahan, dan penyesuaian bobot (Fausett 1994). Sebelum melakukan ketiga langkah pelatihan JST, bobot awal diinisialisasi yang dapat diisi dengan bilangan acak (random) kecil dalam interval [-0.5,0.5] atau Nguyen Widrow yang didefinisikan Vij2(baru)= βvij (lama)= βvij (lama) p 2 Vj (lama) (lama) v ij
∑
i =1
Gambar 13 Model JST sederhana.
Variabel vij(lama) adalah nilai acak antara -0.5 dan 0.5, sedangkan bobot pada bias bernilai antara –β dan β. β = 0.7 n p
5
n = jumlah unit input p = jumlah unit tersembunyi β = faktor pengali Berikut ini penjelasan tiap langkah pelatihan jaringan syaraf tiruan : - Feedforward Selama kondisi feedforward setiap unit input (xm) menerima sinyal input dan menyebarkannya ke setiap unit tersembunyi (zp). Setiap unit tersembunyi menghitung fungsi aktivasi dan mengirim sinyal ke setiap unit output. Unit output kemudian menghitung fungsi aktivasi (yi) untuk membentuk respon dalam jaringan yang diberikan pola input. Fungsi aktivasi yang digunakan pada aplikasi ini adalah fungsi sigmoid biner. - Pelatihan Selama pelatihan, setiap unit output membandingkan penghitungan aktivasi (yj) dengan nilai target (tk) untuk menentukan kesalahan pola pada unit. Berdasarkan nilai kesalahan ini, nilai δ k dihitung, δ k
berukuran 48 x 48 piksel dengan format bmp skala keabuan 8 bit. Data ini diperoleh dari laboratorium komputer Universitas Cambrigde melalui internet dengan alamat http://homepages.Cae.wisc.edu/~ece533/im ages/facedatabase/. Citra wajah yang berjumlah 100 dibagi dua menjadi 50 untuk data pelatihan dan 50 untuk data pengujian dengan memperhatikan variasi posisi dan ekspresi. Citra wajah yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Proses Pengenalan Wajah Data yang diperoleh pada penelitian ini akan mengalami dua perlakuan, yaitu melalui tahapan praproses menggunakan transformasi wavelet dan tanpa transformasi. Hasil dari kedua perlakuan tersebut kemudian diproses menggunakan JST propagasi balik. Tahapan proses pengenalan wajah ditunjukkan pada Gambar 15.
digunakan untuk mendistribusikan kesalahan pada unit output ke semua unit pada lapisan sebelumnya. Kondisi ini juga digunakan untuk memperbaiki bobot di antara output dan lapisan tersembunyi, δ k digunakan untuk memperbaiki bobot di antara layer tersembunyi dan lapisan input. Setelah semua faktor δ ditentukan, bobot semua lapisan disesuaikan secara simultan. - Penyesuaian bobot Bobot (wkj) disesuaikan (dari unit ke unit output yj) tersembunyi zk berdasarkan δ k dan aktivasi zk pada unit tersembinyi yj. Penyesuaian bobot vik (dari unit input xi ke unit tersembunyi zk) didasarkan pada faktor δ j dan aktivasi xi pada unit input. Algoritma jaringan syaraf tiruan propagasi balik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan berjumlah 100 buah berasal dari 10 wajah dengan 10 ekspresi dan posisi berbeda. Setiap file citra
Gambar 15 Tahapan proses pengenalan wajah. Pengenalan Wajah Propagasi Balik
Menggunakan
JST
Citra yang digunakan pada proses pengenalan wajah ini adalah citra wajah tanpa mengalami proses dekomposisi dan citra pendekatan hasil proses dekomposisi masing-masing level. Adapun struktur JST propagasi balik yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.