BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.
Alasan Pemilihan Judul 1. Aktualitas CSR (Corporate Social Responsibility) menjadi sebuah fenomena yang
menarik dalam perkembangannya karena setiap perusahaan memiliki cirinya masing-masing dalam melihat CSR. Ditambah lagi CSR di Indonesia khususnya masih terbilang muda. Sehingga belum ada formula yang pas bagi Indonesia dalam mewujudkan konsep CSR yang ideal. Meskipun CSR lahir dari barat, tetapi bukan berarti Indonesia harus mencontek sepenuhnya apa yang dilakukan oleh barat untuk diterapkan di negara sendiri. Selayaknya CSR di Indonesia menyesuaikan dengan kondisi yang sedang dihadapi dengan mempertimbangkan kebutuhan terhadap aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya. Agar programprogram CSR yang ada dapat tepat guna dengan kebutuhan yang dihadapi. Di Indonesia salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah budaya. Hal tersebut menjadi penting karena Indonesia yang memiliki kekayaan kebudayaan baik fisik maupun non fisik yang sedang dibenturkan dengan kondisi sekarang ini yang berhadapan dengan arus globalisasi. Arus globalisasi tersebut bagai pedang bermata dua, dalam era globalisasi masyarakat misalnya banyak dimudahkan dalam mengakses informasi yang mereka butuhkan dengan cepat dan mudah. Tetapi disisi lain globalisasi yang juga membawa budaya-budaya asing dikhawatirkan justru akan mendistorsi kebudayaan lokal yang berujung pada krisis identitas suatu bangsa. Hal tersebut beralasan karena tidak semua orang bisa
1
memfilter segala informasi yang diterima, khususnya para generasi muda yang rentan terpengaruh dengan budaya-budaya asing. Realitas yang terjadi tersebut menjadi menarik ketika dilain sisi terdapat perusahaan yang memiliki konsen terhadap kebudayaan. Mengingat perusahaan sebagai entitas bisnis tidak hanya mengutamakan kepentingan ekonominya tetapi juga memiliki kepedulian terhadap kebudayaan. Kehadiran perusahaan menjadi salah satu angin segar ditengah minimnya perhatian negara dalam memperhatikan kebudayaan. Meskipun sebenarnya menjaga kebudayaan bangsa adalah kewajiban negara dalam hal ini pemerintah. Tetapi perusahaan sebagai bagian dari ekosistem lingkungan sosial sudah selayaknya memilki kegelisahan dan kegamangan atas masalah yang dihadapi bangsa saat ini. Oleh karena itu sudah selayaknya perusahaan juga turut bersumbangsih dalam menjaga pelestarian budaya Indonesia dan tidak hanya berpangku tangan pada negara saja. PT. Djarum melalui lembaga Djarum Foundation yang menangani kegiatan CSR perusahaan, menjadi salah satu perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian budaya indonesia. Hal itu diwujudkan kedalam salah satu dari lima pilar program CSRnya, yakni Bakti Budaya Djarum Foundation. Dalam penelitian ini akan menyoroti pada praktik program Bakti Budaya Djarum Foundation yang bermitra dengan PSBK (Padepokan Seni Bagong Kussudiardja) yang merupakan yayasan seni yang ada di Yogyakarta.
2
2. Orisinalitas Terdapat beberapa sumber penelitian dan bahan bacaan yang berkaitan dengan program CSR Djarum Foundation yang menjadi rujukan dan masukan bagi peneliti untuk menentuka tema dan judul penelitian. Adapun penelitian dan bahan bacaan tersebut diantaranya sebagai berikut: Radityo Muhammad (2010)1, melihat Djarum sebagai perusahaan rokok yang sangat sadar akan pentingnya corporate branding guna menciptakan brand yang kuat. Djarum merasa persepsi masyarakat terhadap produknya dirasakan masih kurang. Guna melengkapinya maka dipilihlah metode melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai cara untuk menyempurakan image perusahaan yang belum bisa dicapai melalui penjualan produk. Dengan menggunakan tiga pilar CSR yakni: Bakti Olahraga, Bakti Pendidikan, dan Bakti Lingkungan Djarum berusaha meningkatkan corporate branding. Ketiga pilar CSR tersebut dirancang untuk dapat bersentuhan langsung dengan pihak yang menjadi sasaran program. Dengan begitu akan melahirkan ikatan emosional dengan Djarum. Dijelaskan dalam tesis ini bahwa kegiatan semacam itu disebut sebagai special event. Faudzan Damar Pamungkas (2014)2, dalam penelitiannya menjelaskan tentang bagaimana strategi CSR Djarum pada tahun 2011 berdasarkan lima tahapan CSR yang baik meliputi engangement, assessment, plan of action, action 1
Radityo Muhammad, 2010, Strategi Komunikasi Djarum, Membangun Persepsi Melalui Corporate Social Responsibility, Tesis Ilmu Komunikasi: Fisipol UGM 2
Faudzan Damar Pamungkas, 2014, Strategi Corporate Social Responsibility Djarum (Studi Kasus Strategi Corporate Social Responsibility Djarum Tahun 2011), Skripsi Ilmu Komunikasi: Fisipol UGM 3
and facilitation dan evaluation. Hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa Djarum melaksanakan CSR dengan membentuk sebuah yayasan bernama Djarum Foundation. Melalui yayasannya tersebut terdapat lima fokus bidang kegiatan yakni, olahraga, sosial, lingkungan, pendidikan dan budaya. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa dalam menjalankan setiap programnya Djarum Foundation selalu berpegang pada empat pilar yang dimiliki yakni, niat baik, kepekaan terhadap lingkungan sekitar, keseimbangan prestasi ekonomi dan ekologi, dan prisip berkelanjutan. Berangkat dari beberapa penelitian diatas, maka peneliti merasa perlu adanya kajian yang lebih mendalam berkaitan dengan program CSR Djarum Foundation. Pembeda karya peneletian ini dengan karya penelitian sebelumnya adalah fokus penelitian yang lebih spesifik pada satu program yakni Bakti Budaya Djarum Foundation. Selain itu kaitannya dengan kemitraannya dengan salah satu yayasan kesenian di Yogyakarta yaitu YBK (Yayasan Bagong Kussudiardja) bersama tempat yang dikelolanya yaitu PSBK (Padepokan Seni Bagong Kussudiardja). Melalui karya ilmiah ini peneliti ingin mengungkap fenomena yang terjadi dalam kemitraan antara Djarum Foundation dan YBK. Selain kedua institusi tersebut, penelitian ini juga menyuguhkan persepektif masyarakat selaku penonton yang merasakan langsung program Bakti Budaya Djarum Foundation. Bertolak dari latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan judul karya penelitian sebagai berikut:
4
“Pemaknaan Program Corporate Social Responsibility” (Analisis Program Bakti Budaya Djarum Foundation Melalui Kemitraan Dengan Yayasan Bagong Kussudiardja di Yogyakarta)
3. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan studi yang mempelajari pembangunan dengan menekankan bagaimana tujuan sosial itu dapat tecapai dalam pembangunan. Terciptanya keseimbangan antara tujuan ekonomi dan sosial dalam pembangunan merupakan kondisi masyarakat sejahtera yang didambakan olehh setiap masyarakat. Program studi PSdK terdapat tiga konsentrasi yang dibangun sebagai wujud refleksi atas perubahan sosial yang terjadi di Indonesia, yaitu3 : 1. Kebijakan sosial (social policy), yang berfokus pada kajian mengenai upaya negara dalam pemecahan masalah sosial yang dihadapai, baik dari aspek
preventif
maupun
pengembangannya
melalui
pelayanan
kesejahteraan sosial. 2. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment), berfokus pada elaborasi konsep dan pendekatan yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat agar menjadi mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola lembaga, sumber daya dan potensi lokal. 3. Tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility), merupakan wujud respon atas berkembangnya komitmen swasta untuk 3
Lihat www.pembangunansosial.fisipol.ugm.ac.id diakses pada 24 November 2015 pukul 14.14 5
terlibat aktif dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fokus pada tata kelola CSR yang mempu menjembatani kepentingan perusahaan dan masyarakat, analisis berbasis ilmu dalam menjelaskan CSR untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini memfokuskan pada pemaknaan program CSR Bakti Budaya Djarum Foundation di Yogyakarta. Program Bakti Budaya Djarum Foundation merupakan salah satu wujud tanggungjawab sosial PT. Djarum sebagai perusahaan di Indonesia. Sebagaimana tanggungjawab sosial perusahaan yang diwujudkan dalam program CSR merupakan salah satu kosentrasi kajian dalam jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Tujuan dari program Bakti Budaya Djarum Foundation adalah untuk melestarikan kekayaan budaya Indonesia. Warisan budaya bangsa yang terjaga untuk dapat diwariskan secara terus menerus menjadi salah satu wujud kesejahteraan. Jadi tema pelenetian ini memiliki relevansi dengan studi PSdK dalam hal kajian CSR khususnya dan kesejahteraan dalam konteks sustainbility.
6
B.
Latar Belakang Semakin pesatnya pertumbuhan dunia usaha yang juga meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesadaran baru dalam dunia usaha untuk bertanggung jawab terhadap masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari proses produksi perusahaan. Oleh karenanya muncul konsep baru yang mendorong perusahaan agar berperan aktif sebagai bentuk tanggung jawab dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan dan masyarakat yang lebih kita kenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility) atau lebih sering kali disebut dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Perkembangan ide CSR di dunia salah satunya didorong oleh konsep Triple Bottom Line (TBL) yang dikembangkan John Elkington membuka mata dunia akan pentingnya tanggung jawab sosial terutama untuk perusahaan, melalui bukunya yang berjudul “Cannibal With Fork: The Triple Bottom Line in 21st Century Business” pada tahun 1997. Elkington menjelaskan CSR dalam tiga fokus/3P, yakni profit, planet dan people. Ia memandang perusahaan yang baik tidak hanya mengejar keuntungan finansial saja (profit) tetapi juga memiliki kepekaan untuk peduli terhadap lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).4 Fenomena CSR menjadi isu global yang menjadi salah satu tolak ukur etika bisnis suatu perusahaan. Stigma yang selama ini menganggap perusahaan adalah kegiatan yang bersifat ekonomi sentris yang hanya memberikan keuntungan bagi para shareholder kini mulai tergantikan dengan adanya CSR 4
Gunawan Wijaya & Yeremia Ardi Pratama. 2008. Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa CSR. Jakarta: Forum Sahabat. Hal. 33 7
yang membuat perusahaan dari yang sebelumnya hanya berorientasi ekonomi saja kini mulai melibatkan aspek sosial dan lingkungan yang bertujuan memberikan manfaat kepada semua stakeholder.5 Istilah CSR sudah mulai banyak dikenal di masyarakat luas terutama bagi entitas bisnis. CSR kini menjadi salah satu strategi penting bagi perusahaan yang ingin mempertahankan bisnisnya atau mengembangkan bisnisnya. Di sisi lain CSR juga menjadi salah satu unsur yang digunakan masyarakat untuk menilai perusahaan apakah perusahaan tersebut telah berlaku sesuai etika yang berlaku atau justru menyimpang. Dahulu para investor-investor hanya melihat probabilitas profit dari perusahaan yang akan diinvestnya, tetapi kini para investor sudah mulai membuka mata agar tidak melakukan investasi pada perusahaan-perusahaan yang berperilaku menyimpang dari etika. Bagi investor, adanya CSR akan membuat suatu perusahaan lebih bernilai. Perusahaan yang memiliki sustainability dan acceptability yang baik akan lebih menarik minat investor, karena itu berkaitan dengan risiko yang akan ditanggung investor yang patut dipertimbangkan sebelum menginvestasikan modalnya. Sehingga investor akan menghindari perusahaanperusahaan yang tergolong high-risk.6 Sejauh ini memang belum ada definisi tunggal yang menjadi acuan perusahaan-perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR. Tetapi untuk mengatasi kebingungan tersebut kita dapat menggunakan ISO 26000 yang menjadi standar panduan pelaksanaan CSR yang disahkan/disetujui oleh 94% negara-neagara
5
K. Bertens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 164 Hendrik Budi Untung. 2009. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 12 6
8
anggota ISO yang salah satunya termasuk Indonesia dan telah digunakan secara internasional. Adapun ISO 26000 dibuat sebagai guidelines (panduan) saja dan bukan bersifat requirement (syarat/baku) dalam melakukan kegiatan CSR.7 Dalam ISO 26000 terdapat 7 subjek inti CSR yaitu, tata kelola organisasi yang baik, praktik terhadap pekerja (labour practices), lingkungan (environment), praktik sosial yang adil (fair operating practices), isu-isu konsumen (consumer issues), pengembangan
dan
pelibatan
masyarakat
(community
involvement
and
development), dan hak asasi manusia (human right).8 ISO 26000 bersifat tidak mengikat/mewajibkan perusahaan untuk melakukan CSR sesuai dengan perpedoman ISO 26000, sehingga memberikan kelonggaran kepada perusahaanperusahaan bagaimana menerapkan CSR sesuai kebutuhannya dan strateginya. Selepas MDGs (Millenium Development Goals) yang sudah berakhir tahun 2015, kini dunia global dihadapkan pada isu SDGs (Sustainable Development Goals). SDGs menjadi perjuangan berikutnya untuk mempertahankan dan meningkatkan apa yang telah dicapai MDGs.9 Dari sebelumnya MDGs yang berfokus pada negara-negara berkembang, kini SDGs merangkul seluruh negaranegara di dunia untuk terlibat. Indonesia sebagai salah satu negara yang ambil bagian dalam pencapaian MDGs sekarang juga kembali terlibat dalam SDGs. Untuk itu kini pemerintah sedang gencar melakukan berbagai program yang berorientasikan kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat. Sebagaimana
7
Joko Prastowo dan Miftachul Huda. 2011. Corporate Social Responsibility Kunci Meraih Kemuliaan Bisnis. Yogyakarta: Samudra Biru. Hal. 95 8 Ibid., Hal. 104. 9 Lihat Newsletter UN in Indonesia Edisi Februari 2015. Jakarta: United Nation Information Centre. Pdf. 9
yang termaktub dalam undang-undang dasar negara kewajiban untuk mewujudkan pembangunan kesejahteraan merupakan tanggung jawab negara, tetapi tugas tersebut tentu berat apabila pemerintah memikulnya sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan partispasi setiap elemen bangsa yang salah satunya termasuk bidang industri. Guna mensukseskan program tersebut pemerintah mengajak berbagai stakeholder yang salah satunya adalah perusahaan-perusahaan yang berdiri di Indonesia. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat memberikan sumbangsihnya untuk pembangunan bangsa melalui CSR. Di Indonesia sendiri sebenarnya CSR baru mulai dirasakan belum lama ini, meskipun di negara-negara barat CSR sudah mulai muncul pada awal 1960-an. Perkembangan di Indonesia ini tidak lepas dari perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik selepas lengsernya Orde Baru, karena pada pergeseran kekuasaan itulah mulai terbukanya keran informasi dari luar negeri. Kebebasan menyampaikan pendapat, memberikan kesempatan kepada para aktivis-aktivis untuk menyuarakan aspirasinya salah satunya aspirasi mengenai kebijakan perusahaan dengan lingkungan. Sehingga mulai munculah gagasan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR untuk diterapkan di Indonesia. Keterbukaan sistem politik ketika itu memberikan peluang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya termasuk menuntut realisasi program CSR.10 CSR di Indonesia berbeda dengan negara-negara (Eropa dan Amerika) lain yang menempatkan perusahaan untuk melakukan CSR bersifat voluntary, sedangkan CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 40 tahun 2007
10
Hendrik Budi Untung, op. cit., Hal 3. 10
mengenai Perseroan Terbatas (PT) pada pasal 74 dalam Bab V dimuat tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perseroan (Corporate Social Responsibility/CSR). Dengan peraturan yang tertulis tersebut mewajibkan seluruh PT di Indonesia untuk melaksanakan kegiatan CSR khususnya untuk perusahaanperusahaan yang bergerak dalam eksplorasi sumber daya alam. Kegiatan CSR yang dimaksud adalah tanggung jawab sosial perusahaan yang disinggung dalam UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 yang berbunyi: 1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan. 2. Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajiban. 3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengeluarkan undang-undang tersebut bertujuan untuk mewajibkan perusahaan-perusahaan agar terdorong melaksanakan kegiatan CSR. Sebelum lahirnya undang-undang tersebut belum banyak perusahaan-perusahaan yang sadar akan petingnya CSR bagi perusahaan, sehingga tidak jarang terjadi pertentangan/konflik
yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan
masyarakat. Dengan munculnya undang-undang tersebut kini CSR dari yang sebelumnya bersifat sukarela (voluntaristic) berubah menjadi kewajiban (mandatory) bagi perusahaan. Perusahaan menjadi tidak bisa main-main lagi
11
untuk tidak melaksanakan CSR, karena dari peraturan undang-undang tersebut terdapat sanksi tegas yang diberikan kepada perusahaan yang tidak melakukan kegiatan CSR, salah satu sanksi yang diberikan antara lain pencabutan ijin perusahaan untuk melakukan kegiatan ekonomi. Sebelum lahirnya undang-undang No 40 tahun 2007, seharusnya perusahaan-perusahaan bisa sadar betapa pentingnya menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosial. Menyadari wilayah praktek bisnis yang dilakukan perusahaan jelas memiliki dampak pada lingkungan masyarakat yang secara langsung hidup berdampingan dengan perusahaan. Ditambah tidak jarang lingkungan masyarakat sekitar menentang keberadaan perusahaan yang dianggap berdampak negatif terhadap lingkungan. Mengambil contoh kasus dinegaranegara barat yang tidak memiliki aturan hukum yang mewajibkan perusahaanperusahaan untuk melakukan aktivitas CSR. Masyarakat disana sudah peka dan cerdas menanggapi praktek-praktek bisnis perusahaan, masyarakat akan lebih selektif dalam membeli atau mengkonsumsi produk dari perusahaan-perusahaan tertentu. Mereka akan cenderung memilih membeli produk yang diproduksi oleh perusahaan yang melakukan CSR dan mereka akan memboikot, memprotes, menolak dan mempromosikan kepada orang lain agar tidak membeli produkproduk perusahaan yang tidak melakukan kegiatan CSR sebagaimana mestinya. Melihat realitas respon masyarakat tersebut membuat perusahaan-perusahaan mau tidak mau harus melaksanakan kegiatan CSR demi keberlangsungan perusahaan itu sendiri. Tetapi ada pula perusahaan-perusahaan yang sudah sadar penuh dengan posisinya untuk melakukan kegiatan CSR, hal ini tidak lepas dari
12
bagaimana perhatian orang-orang yang berada di struktur direksi perusahaan memandang pentingnya CSR. Pada perkembangan awalnya CSR lebih dianggap sebagai tidakan ganti rugi perusahaan terhadap masyarakat sekitar perusahaan, sehingga kegiatan CSR perusahaan
hanya
sekedar
berupa
charity
act.11
Dalam
perjalanannya
perkembangan CSR dewasa ini tumbuh semakin pesat ditambah semakin banyaknya pula partisipasi perusahaan-perusahaan untuk melakukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal tersebut mendorong perusahaanperusahaan yang ingin melakukan CSR untuk lebih kreatif untuk menciptakan inovasi-inovasi program CSR. CSR tidak hanya sekedar menghambur-hamburkan uang perusahaan saja tetapi justru terkandung strategi bisnis perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan menciptakan diferensiasi program CSR dengan perusahaanperusahaan lainnya. Kini CSR menjadi cara untuk membangun image positif dimata masyarakat, perusahaan yang telah melakukan CSR dengan baik maka akan mendapatkan image yang baik pula bagi masyarakat dan berlaku pula sebaliknya. Untuk mendapatkan image yang baik tersebut maka perusahaan harus mempunyai managemen CSR yang baik dan program CSR yang terarah atau memiliki tema khusus. Tema CSR yang dapat diambil harus sesuai dengan isu-isu yang sesuai dengan pembangunan masyarakat dan lingkungan. Isu-isu tersebut misalnya meliputi pendidikan, kesehatan, pelestarian lingkungan, pelestarian kebudayaan dan lain sebagainya. Mengambil contoh seperti yang dilakukan produk air mineral
11
Joko Prastowo dan Miftachul Huda, op. cit., Hal 20. 13
bermerk AQUA yang menerapkan CSR sebagai strategi marketingnya, melalui program bantuan air untuk masyarakat di pelosok NTT yang mengalami kekeringan. Dengan terbantunya masyarakat dalam penyediaan air bersih berhasil meningkatkan kualitas hidup masyarakat terutama dalam kesehatan. Kegiatan sosial yang dilakukan rupanya menuai sambutan baik dari masyarakat yang berdampak positif bagi perusahaan dengan naiknya penjualan produk ketika itu. Tentunya melalui bantuan media publikasi seperti iklan di televisi salah satunya dan menyertakan label khusus pada setiap kemasan produknya yang menjelaskan setiap produk yang dibeli masyarakat berarti masyarakat ikut mendonasikan bantuan air untuk masyarakat daerah NTT.12 Strategi tersebut terbukti jitu untuk menarik minat masyarakat untuk membeli produk tersebut. Dari contoh kasus diatas dapat disimpulkan bahwa CSR menjadi strategi marketing tool perusahaan, dan CSR bukanlah kegiatan yang sekedar menghabiskan uang perusahaan kepada masyarakat tanpa adanya keuntungan resiprokal. AQUA menjadi salah satu perusahaan yang bergerak dalam bisnis minuman yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari. Terbukti AQUA dengan strategi CSRnya yang berbagi dengan sesama, berhasil mengajak masyarakat luas untuk terlibat dalam kegiatan sosialnya. Selain AQUA terdapat juga salah satu perusahaan di Indonesia yang menjalankan prisip CSR pelestarian lingkungan dengan baik dan memetik manfaat positifnya adalah PT. Holcim Indonesia. Melalui program CSRnya yang sangat konsen terhadap lingkungan membuahkan hasil penghargaan tertinggi yaitu PROPER emas dibidang manajemen limbah dan
12
Ibid., Hal 29. 14
lingkungan hidup pada tahun 2010 dan 2011 dari
Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.13 Prinsip ramah lingkungan dan inovasi yang diusung perusahaan menjadi syarat wajib diterapkan dalam setiap kegiatan perusahaan. PT. Holcim tidak hanya bertanggung jawab memberikan produk yang berkualitas baik kepada konsumen, tetapi juga menginformasikan bagaimana cara penggunaan produk dan cara menangani limbahnya. Dari usaha dan niat baik CSR PT.Holcim Indonesia juga dianugerahi penghargaan tahunan Superbrand sebagai merek pilihan konsumen.14 Anugerah title-title bergengsi tersebut akhirnya berdampak positif terhadap perusahaan seperti image positif, kepercayaan konsumen,
kepercayaan
pemerintah,
meningkatnya
penjualan,
dan
lain
sebagainya. Selain lingkungan dan sosial, tema yang layak diusung dalam program CSR adalah pendidikan. Sebagaimana pendidikan merupakan salah satu indikator MDGs untuk itu perusahaan didorong agar mengarahkan program CSRnya pada bidang pendidikan. Salah satu perusahaan yang melakukan CSR dibidang pendidikan yakni PT. Medco E&P. Perusahaan tersebut memfokuskan program pada ring 1 perusahaan. CSR pendidikan yang diberikan meliputi pendidikan sektor fomal dan informal. Adapun dalam pelaksanaan program-program pendidikan PT. Medco E&P memberikan pelatihan peningkatan kompetensi guru, pembangunan
infrastruktur
seperti
gedung
sekolah,
laboratorium
dan
perpustakaan, program beasiswa bagi siswa berprestasi, pengadaan buku-buku
13
Wirdaennisyah Fithrie Damanik. 2013. Analisis Praktek Corporate Social Responsibility di PT. Holcim Indonesia TBK. Tesis. Magister Manajemen UGM. Hal. 7 14 Ibid., Hal. 76 15
dan komputer, peningkatan kemampuan interaksi sosial guru sekolah dasar melalui pembekalan metode pembelajaran aktif, inovatif, komunikatif, efektif dan interaktif. Niat baik PT. Medco E&P yang ingin meningkatkat kemudahan akses dan kualitas pendidikan di sekitar perusahaan disambut positif oleh masyarakat sekitar perusahaan. Sehingga CSR yang dilakukan perusahaan sekaligus dapat menjadi alasan penerimaan masyarakat terhadap perusahaan dan menjalin hubungan yang harmonis sebagai suatu lingkungan masyarakat dengan perusahaan. Kemudian tema yang patut untuk diangkat dalam tema CSR adalah isu kebudayaan. Kebudayaan di Indonesia hingga sampai saat ini masih jauh dari perhatian pemerintah dan masyarakat. Ketertarikan masyarakat Indonesia yang lebih senang dengan kesenian budaya luar semakin membuat kesenian budaya di negeri sendiri tertinggalkan. Warisan kesenian budaya leluhur sudah semestinya kita jaga dan lestarikan sebagaimana kebanggaan akan kekayaan dalam negeri. Warisan kekayaan budaya yang seharusnya kita jaga tersebut justru malah banyak yang diambil atau diakui negara-negara lain, negara tetangga kita Malaysia justru yang lebih banyak mempromosikan pariwisata dan kebudayaannya. Seperti masakan rendang, reog ponorogo, tari pendet dan lain sebagainya justru mendapat perhatian lebih dari negeri tetangga, sedangkan kita hanya bisa melihat harta kita dicuri orang lain karena kita terlambat.15 Perlu perhatian lebih maksimal dalam menjaga warisan kiesenian budaya yang kita miliki, tentu dalam mengahadapi persoalan tersebut menjadi tanggung jawab negara sebagai pemegang hak
15
Mukhlis Paeni, Kebudayaan Di Ujung Tanduk. Kompas, 4 September 2014 16
kepemilikan. Tetapi kita juga sudah seharusnya juga sebagai bagaian dari negara dan pewaris kesenian budaya nusantara juga ikut menjaga dan melestarikan warisan kesenian budaya Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral yang melimpah tetapi kekayaan tersebut tidaklah kekal karena deposit mineral yang Indonesia miliki lama-kelamaan akan habis. Sudah saatnya kita mengeksplor kekayaan sumber daya kebudayaan sebagai industri kreatif. Sumber daya kebudayaan merupakan deposit kebudayaan berbeda dengan deposit mineral yang mana kebudayaan akan semakin berkembang dan bertambah bila terus dieksploitasi dan akan menghilang bila tidak dieksploiasi. Industri kebudayaan kedepan akan menjadi deposit yang menjadi solusi dalam pembangunan berkelanjutan.16 Oleh karena itu partisipasi dari berbagai stakeholder sangat diharapkan dalam pengembangan deposit kebudayaan tersebut. Perusahaan sebagai salah satu stakeholder negara diharapkan perannya dalam upaya pengembangan deposit industri kebudayaan melalui kegiatan CSRnya. PT. Djarum sebagai salah satu perusahaan di Indonesia yang meletakan perhatiannya di bidang kebudayaan dengan program Bakti Budaya Djarum Foundation bertujuan untuk mendorong dan melestarikan kekayaan kesenian kebudayaan nusantara. Terdapat banyak perusahaan besar di Indonesia yang konsen menerapkan CSR yang salah satunya adalah PT.Djarum. PT. Djarum sebagai salah satu perusahaan berskala nasional dan bahkan beberapa produknya sudah merambah
16
Ibid., 17
pasar internasional. Rupanya PT. Djarum tidak melulu berkutat dengan kegiatan ekonominya saja, tetapi juga menjalankan kegiatan-kegiatan sosial sebagaimana fungsi sosialnya sebagai perusahaan dengan lingkungan. Sejarah terbentuknya PT. Djarum dimulai pada tahun 1951 ketika itu di Kudus Jawa Tengah, Oei Wie Gwan pendiri Djarum memulai usahanya dengan membeli sebuah perusahaan rokok skala kecil bernama Djarum Gramophon. Kemudian nama pabrik itu diubah namanya menjadi Djarum melalui produk rokok yang dijualnya. Semenjak saat itu nama Djarum mulai banyak dikenal dan eksis di pasaran hingga saat ini. Namun pada 1963 kebakaran besar melanda pabrik itu dan tak lama kemudian Oei Wie Gwan meninggal. PT. Djarum mampu bangkit kembali dengan dipimpin oleh generasi kedua yaitu Robert Hartono dan Bambang Hartono. Kemudian Djarum semakin bertumbuh pesat terbukti dengan sejumlah produk rokoknya yang menguasai pasaran rokok nasional, dengan produk andalannya seperti Djarum Super dan Djarum 76. Salah satu alasan ketertarikan peneliti mengangkat tema CSR yang dilakukan Djarum adalah berkaitan dengan munculnya PP No. 109/2012 (Terkait Iklan/Promosi Rokok). Terdapat banyak aturan-aturan baru yang dibuat pemerintah, yang mana aturan-aturan baru tersebut bertujuan untuk membatasi gerak para perusahaan rokok dalam melakukan kegiatan promosi. Secara garis besar tujuan dari peraturan pemerintah tersebut merupakan salah satu wujud upaya pemerintah dalam mempersempit dan membatasi ruang gerak perusahaan rokok dalam berpromosi. Memang upaya dari pemerintah tersebut bertujuan baik, sebagai upaya preventif untuk menekan jumlah orang yang kecanduan merokok
18
dan agar masyarakat sadar bahaya dari merokok. Ketatnya aturan-aturan yang dikhususkan pada para perusahaan rokok tersebut menarik minat penulis untuk mengaitkannya dengan program CSR. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa CSR bisa menjadi marketing tools perusahaan dalam mempromosikan dagangannya.
Oleh
karena
itu
benar
adanya
bila
perusahaan
rokok
mengoptimalkan kegiatan CSRnya, mengingat sarana-sarana media yang selama ini menjadi andalan berpromosi sudah mulai dibatasi oleh pemerintah. Demikian halnya dengan PT. Djarum menjadi salah satu perusahaan rokok besar di Indonesia yang secara giat mengoptimalkan program CSR perusahaan. PT Djarum dalam melakukan kegiatan CSRnya memiliki institusi sendiri yakni Djarum Foundation yang mempunyai 5 pilar utama dalam program-program CSR yaitu Bakti Sosial Djarum Foundation (dimulai 1951), Bakti Olahraga Djarum Foundation (dimulai 1969), Bakti Lingkungan Djarum Foundation (dimulai 1979), Bakti Pendidikan Djarum Foundation (dimulai 1984) dan Bakti Budaya Djarum Foundation (dimulai 1992). Dari semua pilar program yang dimiliki oleh Djarum Foundation penulis hanya ingin mengupas lebih dalam mengenai program Bakti Budaya Djarum Foundation khususnya dalam penerapannya di Yogyakarta. PT. Djarum dengan yayasan yang dibentuknya untuk kegiatan CSR perusahaan yakni Djarum Foundation memiliki tanggung jawab penuh atas segala kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Salah satu program dari Djarum Foundation adalah Bakti Budaya Djarum Foundation. Sebagaimana yang dikutip dari website Djarum Foundation, Bakti Budaya Djarum Foundation merupakan
19
wujud kepedulian dalam mendukung semangat kreatif masyarakat serta membangun hubungan kerjasama dalam usaha-usaha untuk meningkatkan apresiasi terhadap hasil budaya Indonesia. Diharapkan nantinya ruang-ruang ekspresi dan apresiasi lebih terbuka dan komunitas antar kultur budaya dapat terjalin lebih erat lagi sehingga semangat persatuan, kesatuan serta cita-cita kebangsaan semakin mengetal. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya di Yogyakarta, Bakti Budaya Djarum Foundation menggandeng yayasan kesenian lokal seperti misalnya Yayasan Bagong Kussudiardja (YBK). Sehingga sering kita jumpai poster-poster pementasan seni yang banyak tertempel di jalan-jalan, terdapat label sponsor Djarum Foundation. Program CSR Bakti Budaya Djarum Foundation menjadi wujud inovasi CSR perusahan yang menciptakan diferensiasi dengan program-program CSR yang diterapkan perusahaan-perusahaan lain. Kekuatan CSR Djarum menjadi suatu strategi PT. Djarum untuk meciptakan ruang baru bagi perusahaan untuk mempublikasikan nama Djarum pada masyarakat. Segala program kegiatan CSR yang dilakukan oleh Djarum Foundation selalu menyertakan logo Djarum Foundation yang kemudian dibantu media publikasi ikut mengabarkan program kegiatannya, sehingga corporate image positif pun tercipta di masyarkat. Hal tersebut dapat menjadi cara untuk mendongkrak penjualan produk-produk Djarum yang dipasarkan, yang mana setiap produk Djarum yang dipasarkan selalu menyertakan nama Djarum sebagai merk induk produk seperti Djarum Super,
20
Djarum 76, Djarum Black dan lain sebagainya. Oleh sebab itulah CSR tidak sekedar menghambur-hamburkan uang perusahaan, tetapi terdapat strategi bisnis didalamnya yang memberikan dampak positif bagi perusahaan. Dalam program Bakti Budaya Djarum Foundation, Djarum Foundation menggandeng komunitaskomunitas kesenian yang mempunyai nama besar dan terkenal. Di Yogyakarta dalam kegiatan Bakti Budaya Djarum Foundation menggandeng Yayasan Bagong Kussudiardja (YBK) yang notabene merupakan salah satu yayasan kesenian lokal yang besar dan sudah banyak dikenal orang banyak. Mengetahui manfaat-manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan CSR memacu perusahaan-perusahaan dengan sadar untuk melakukan kegiatan CSR dan tidak jarang pula perusahaan yang menggali lebih dalam manfaat yang didapat dari CSR. Oleh sebab itu munculah berbagai perkembangan inovasi program CSR, dan Bakti Budaya Djarum Foundation menjadi salah satu wujud inovasi program CSR yang dilakukan PT. Djarum. Pelaksanaan program Bakti Budaya Djarum Foundation salah satunya dilakukan di Yogyakarta. Yayasan Bagong Kussudiardja dipilih untuk bermitra dengan Djarum Foudation yang mana kegiatan kegiatan/event kesenian yang dilakukan di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja oleh Yayasan Bagong Kussudiardja menjadi representasi Bakti Budaya Djarum Foundation. Melalui kegiatan tersebut PT. Djarum memetik banyak manfaat positif diantara membentuk citra atau image positif yang mengharumkan nama perusahaan, juga menjadi instrumen marketing perusahaan ditengah semakin sempitnya ruang perusahaan rokok untuk melakukan publikasi melalui media-media elektronik.
21
Sebenarnya terdapat banyak sekali komunitas atau kelompok kesenian budaya di Yogyakarta mulai dari komunitas yang masih kecil hingga komunitas yang sudah besar dan mempunyai nama yang sudah dikenal banyak orang. Tetapi Bakti Budaya Djarum Foundation lebih memilih menjalin kemitraannya dengan pelaku kesenian yang sudah besar seperti Yayasan Bagong Kussudiardja salah satunya. Berangkat dari apa yang sudah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh PT. Djarum mengenai program Bakti Budaya Djarum Foundation yang dilakukan di provinsi Yogyakarta. Maka penulis ingin mengetahui lebih dalam dengan melakukan penelitian dengan judul “Pemaknaan Program Corporate Social Responsibility (Analisis Program Bakti Budaya Djarum Foundation Melalui Kemitraan dengan Yayasan Bagong Kussudiardja di Yogyakarta)”
C.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan suatu permasalahan yaitu: Bagaimana pemaknaan program Bakti Budaya Djarum Foundation dalam relasi antar aktor? {penilaian aktor yang terlibat (Pengelola Program Bakti
Budaya
Djarum
Foundation,
Pengelola
Yayasan
Bagong
Kussudiardja, dan masyarakat yang hadir dalam JW dan RSR)}
22
D.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemaknaan
mengenai CSR oleh dua stakeholder yakni Djarum melalui Djarum Foundation dan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja dalam program CSR Bakti Budaya Djarum Foundation.
E.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis a. Dapat dijadikan referensi/literatur bagi pihak-pihak akademis dengan topik penelitian terkait. b. Memperkaya kajian di bidang Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
terutama
mengenai
isu-isu
Corporate
Social
Responsibility (CSR) 2. Manfaat Praksis a. Dapat memacu pihak-pihak terkait dalam melakukan inovasi-inovasi di bidang Corporate Social Responsibility (CSR) b. Dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan program Corporate Social Responsibility (CSR)
23
F.
Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini akan membahas tentang pemaknaan CSR dalam
program Bakti Budaya Djarum Foundation yang bermitra dengan Yayasan Bagong Kussudiarja. Pemaknaan adalah sebuah kajian fenomologi yang bertujuan untuk memperoleh arti dari sebuah fenomena. Arti dari fenomena tersebut akan didapatkan dari aktor-aktor yang terkait dalam program Bakti Budaya Djarum Foudation. Program Bakti Budaya Dajrum Foundation dipahami sebagai sebuah tindakan sosial yang melibatkan banyak aktor untuk mengambil bagian dalam ruang tersebut. Tidak semua tindakan atau kegiatan sosial dilakukan murni dengan hanya bertujuan sosial, tetapi memungkinkan terdapat maksud atau motif tertentu dibaliknya. Untuk memahami motif atau tujuan yang menjadi makna dibalik tindakan sosial tersebut diperlukan sebuah kerangka berpikir guna menjembatani peneliti memahami fenomena tersebut. Untuk itu kerangka berpikir yang sesuai digunakan adalah menggunakan teori interaksionisme simbolik. 1. Interaksionisme Simbolik Teori interaksinisme simbolik menemukan dan memahami simbol-simbol yang digunakan dalam interaksi, yang mana simbol-simbol tersebut diterjemahkan untuk mencari makna dalam interaksi. Terdapat prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam interaksionisme simbolik:17 1. Manusia tidak seperti hewan-hewan yang lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan untuk berpikir. 2. Kemampuan untuk berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.
17
George Ritzer. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 626. 24
3. Dalam interaksi sosial orang mempelajari makna dan simbol-simbol yang memungkinkan, mereka melaksanakan kemampuan manusia dengan khas untuk berpikir. 4. Makna-makna dan simbol-simbol memungkinkan orang melaksanakan tindakan dan interaksi manusia yang khas. 5. Orang mampu memodifikasi dan mengubah makna-makna dan simbolsimbol yang mereka gunakan di dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka atas situasi. 6. Orang mampu membuat modifikasi-modifikasi dan perubahan-perubahan itu, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa rangkaian tindakan yang mungkin, menaksir keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian relatifnya, dan kemudian memilih salah satu diantaranya. 7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang terangkai membentuk kelompokkelompok dan masyarakat-masyarakat. Poin-poin diatas menjadi prinsip dasar dalam interaksionisme simbolik memahami manusia dalam interaksi sosial. Aktor-aktor yang terlibat dalam program Bakti Budaya Djarum Foundation adalah manusia-manusia yang memiliki kemampuannya untuk berpikir sebagaimana hakikatnya sebagai manusia. Aktor-aktor yang terlibat meliputi pihak pengelola program Bakti budaya Djarum Foundation, pengurus YBK, dan masyarakat memungkinkan menyertakan makna-makna dan simbol-simbol yang khas dalam interaksinya. Makna-makna dan symbol-simbol dalam interaksi program Bakti Budaya Djarum Foundation dapat dipahami secara beragam oleh setiap individu yang mempengaruhinya untuk bertindak dan mengambil keputusan. a. Kemampuan untuk Berpikir Asumsi yang sangat penting bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berpikir, membedakan interaksionisme simbolik dari akar-akar behaviorisnya. Mead yang berpandangan bahwa “Para individu di dalam masyarakat tidak dilihat
25
sebagai unit-unit yang dimotivasi oleh kekuatan-kekuatan eksternal dan internal diluar kendali mereka, atau di dalam batas-batas suatu struktur yang kurang lebih tetap. Lebih tepatnya, mereka dipandang sebagai unit-unit reflektif atau berinteraksi yang membentuk entitas masyarakat.”18 Kemampuan untuk berpikir memampukan seseorang untuk bertindak secara reflektif dari pada berperilaku secara tidak reflektif. Orang harus lebih sering menyusun dan memadu apa yang mereka lakukan, daripada sekedar melepaskannya begitu saja. Masyarakat yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat yang hadir untuk menonton berbagai program JW, PSPT, dan RSR diajak untuk merespon apa yang sedang atau baru saja mereka saksikan. Respon tersebut sebagai bentuk dari tindakan reflektif yang dilakukan individu. Melalui proses berpikir, masyarakat akan merespon dan memaknai menurut pemikiran dan pendapatannya masing-masing atas apa yang mereka lihat. Kemampuan untuk berpikir tertanam didalam pikiran, tetapi para interaksionisme simbolik mempunyai suatu konsepsi yang kurang lazim mengenasi pikiran sebagai suatu hal yang berasal dalam sosialisasi kesadaran. Mereka membedakanya dari otak fisiologis. Orang harus mempunyai otak agar dapat mengembangkan pikiran, sebagaimana tampak jelas dalam kasus hewanhewan yang lebih rendah. Juga para interaksionisme simbolik tidak memahami pikiran sebagai suatu benda, suatu struktur fisik, tetapi sebagai suatu proses yang berlanjut. Pikiran adalah suatu proses yang dirinya sendiri merupakan bagian dari proses stimulus dan respons yang lebih besar. Pikiran dihubungkan ke hampir
18
George Hebert Mead dalam George Ritzer, op. cit., Hal. 627 26
segala aspek interaksionisme simbolik lainnya, termasuk sosialisasi, maknamakna, simbol-simbol, diri, interaksi, dan bahkan masyarakat.
b. Berpikir dan Interaksi Hanya manusia yang memiliki kemampuan umum untuk berpikir. Kemampuan itu harus dibentuk dan diperbaiki di dalam proses interaksi sosial. Pandangan demikian membawa sang interaksionisme simbolik berfokus pada bentuk spesifik interaksi sosial (sosialisasi). Kemampuan manusia untuk berpikir dikembangkan sejak dini dalam sosilaisasi masa kanak-kanak dan diperbaiki selama sosialisasi masa dewasa. Bagi para interaksionisme simbolik, sosialisasi adalah
proses
yang
lebih
dinamis
yang
memungkinkan
seseorang
mengembangkan kemampuan untuk berpikir, untuk berkembang di dalam caracara yang khas manusia. Sosialisasi bukan sekedar proses satu cara tempat sang aktor menerima informasi, tetapi adalah suatu proses dinamis ketika sang aktor membentuk dan menyesuaikan informasi bagi kebutuhan-kebutuhannya sendiri.19 Interaksi adalah proses ketika kemampuan berpikir dikembangkan dan diungkapkan.
Di
dalam
sebagian
besar
interaksi,
para
aktor
harus
memperhitungkan orang lain dan memutuskan jika dan bagaimana menyesuaikan kegiatan-kegiatan mereka dengan kegiatan orang lain. Akan tetapi tidak semua interaksi melibatkan berpikir. Perbedaan yang dibuat Blumer terdapat dua bentuk dasar interaksi sosial relevan di sini. Pertama, interaksi nonsimbolik yakni
19
Manis dan Meltzer dalam George Ritzer, op. cit., Hal. 628 27
percakapan dengaan menggunakan gerak isyarat (tidak meliputi berpikir). Kedua, interaksi simbolik yakni benar-benar membutuhkan proses-proses mental. Pentingnya berpikir bagi interaksionisme simbolik tercermin dalam pandangan-pandangan mereka mengenai objek-objek. Blumer memisahakannya ke dalam tiga tipe objek, yaitu objek-objek fisik seperti sebuah kursi atau sebatang pohon, objek-objek sosial seperti seorang siswa atau seorang ibu, dan objek-objek abstrak seperti ide atau prinsip moral. Objek-objek hanya dilihat sebagai bendabenda di luar sana, yang menjadi signifikansi besar adalah bagaimana cara mendefinisikannya oleh para aktor. Belakangan yang menibulkan pandangan relativistik bahwa objek-objek yang sama mempunyai arti-arti yang berbeda bagi para individu yang berbeda, misal “sebatang pohon akan menjadi objek bagi seorang botanis, seorang penebang pohon, seorang penyair, dan seorang yang berkebun.”20 Para individu mempelajari makna objek-objek selama proses sosialisasi. Sebagian besar dari kita mempelajari sekumpulan umum makna-makna, tetapi dalam banyak kasus, seperti halnya pohon yang disebutkan diatas, kita memiliki definisi-definisi yang berbeda atas objek-objek yang sama. Meskipun pandangan defisional tersebut dapat diambil ke tingkat ekstrem, para interaksionisme simbolik tidak perlu menolak adanya objek-objek di dunia nyata, yang perlu mereka lakukan hanyalah menunjukan hakikat yang sangat penting dari definisi objek-objek itu dan juga kemungkinan para aktor mungkin mempunyai definisidefinisi yang berbeda atas objek yang sama. Seperti yang dikatakan Herbert
20
Hebert Blumer dalam George Ritzer. op. cit., Hal. 628 28
Blumer: “Hakikat suatu objek terdiri dari makna yang dimiliki objek itu bagi seseorang yang baginya objek merupakan suatu objek”.21 Berangkat dari pemikiran Blumer tersebut, penulis melihat bagaimana relativitas CSR sebagai objek yang didefinisikan oleh para aktor, yakni perusahaan dengan yayasan/lembaga mitra. Keberagaman aktor yang terlibat tentu terdapat perbedaan pola pikir dan persepsi diantara kedua institusi yang terlibat dalam satu program kegiatan tersebut. Dari kedua institusi tersebut memiliki latar belakang yang berbeda, oleh karena itu terdapat persepsi atau pemahaman berbeda yang mungkin muncul diantara keduanya. Atau
bahkan dimungkinkan pula
terdapat pemahaman yang sama antara kedua institusi tersebut, yang mana tentu untuk mencapai pemahaman yang sama tersebut terdapat proses-proses interaksi sebelumnya.
c. Mempelajari Makna dan Simbol-simbol Manusia mempelajari makna-makna dan simbol-simbol dalam interaksi sosial. Sementara manusia merespon tanda-tanda tanpa pikir panjang, mereka merespon simbol-simbol didalam cara yang yang penuh pemikiran. Tanda-tanda berarti bagi dirinya sendiri (contoh, gerak isyarat anjing yang marah atau air bagi seseorang yang kehausan). “Simbol-simbol adalah objek-objek sosial yang digunakan untuk menggambarkan (menggantikan atau mengambil tempat) apapun yang disetujui orang untuk digambarkan.”22 Tidak semua objek sosial berarti hal-hal yang lain, melainkan hal-hal yang benar-benar merupakan simbol. 21 22
Ibid., Hal. 629 Joel M. Charon dalam George Ritzer. op. cit., Hal. 629 29
Orang sering menggunakan simbol-simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu tentang diri mereka sendiri, contohnya mereka orang-orang yang mengendarai Rolls Royce untuk menyampaikan suatu gaya hidup tertentu. Para interasionisme simbolik memahami bahasa sebagai suatu sistem luas simbol-simbol. Kata-kata adalah simbol-simbol karena digunakan untuk melambangkan benda-benda lain. Kata-kata membuat semua simbol lain menjadi mungkin. Tindakan-tindakan, objek-objek dan kata-kata lain ada dan mempunyai makna hanya karena mereka ada dan dapat dilukiskan melalui penggunaan katakata. Simbol-simbol sangat penting dalam memungkinkan orang bertindak di dalam cara-cara manusiawi yang khas. Oleh karena simbol, “manusia tidak merespon secara pasif kepada realitas yang memaksakan dirinya, tetapi menciptakan secara aktif dan menciptakan kembali dunia tempatnya beraksi.”23 Selain kegunaan umum tersebut, simbol-simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya, mempunyai sejumlah fungsi spesifik bagi sang aktor, yaitu:24 1. Simbol-simbol memampukan manusia manusia untuk berurusan dengan dunia material dan sosial dengan memberikan mereka memberi nama, mengategorikan, dan mengingat objek-objek yang mereka jumpai di sana. Dengan cara itu, manusia mampu menata dunia yang jika tidak demikian akan menjadi memungsingkan. Bahasa memungkinkan orang untuk menamai, mengategorikan, dan secara khusus mengingat jauh lebih efisien dari pada yang dapat mereka lakukan bila menggunakan jenis simbol lainya, seperti gambar-gambar piktorial. 2. Simbol-simbol meningkatkan kemampuan manusia memahami lingkungan. Bukanya dibanjiri oleh seabrek stimuli yang tidak terbedakan, dengan simbol sang aktor dapat disiagakan terhadap beberapa bagian dari lingkungan ketimbang bagian-bagian lainnya. 23 24
Ibid., Hal. 630 George Ritzer. op. cit., Hal. 630 30
3. Simbol-simbol meningkatkan kemampuan untuk berpikir. Meskipun kumpulan simbol piktorial hanya memungkinkan kemampuan berpikir yang terbatas, bahasa memperluas kemampuan tersebut secara besarbesaran. Berpikir, di dalam terminologi ini, dapat dipahami sebagai interaksi simbolik dengan diri seseorang. 4. Simbol-simbol meningkatkan secara besar-besaran kemampuan manusia untuk memecahkan berbagai masalah. Hewan-hewan yang lebih rendah harus menggunakan metode trial-and-error, tetapi manusia dapat memikirkan dalam-dalam secara simbolis berbagai tindakan alternatif sebelum benar-benar mengambil suatu tindakan. kemampuan itu mereduksi kesempatan untuk membuat kekeliruan-kekeliruan yang merugikan. 5. Penggunaan simbol-simbol memungkkinkan para aktor melampaui waktu, ruang, dan bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan simbolsimbol para aktor dapat membayangkan seperti apa hidup masa silam dan seperti apa hidup di masa depan. Selain itu para aktor juga dapat melampaui pribadi-pribadi mereka sendiri secara simbolis dan membayangkan seperti apa dunia dari sudut pandang orang lain. Hal ini adalah konsep interaksionisme simbolik yang dikenal mengambil peran orang lain25 6. Simbol-simbol memungkinkan kita membayangkan suatu realitas metafisik, seperti langit atau neraka. 7. Simbol-simbol memungkinkan orang menghindari diperbudak oleh lingkungan mereka. Mereka dapat menjadi aktif dari pada pasif, yakni mengarahkan sendiri perbuatan mereka. CSR yang dilakukan Djarum melalui lembaganya Djarum Foundation mendapat perhatian langsung dari masyarakat umum. Salah satu dari tujuan program Bakti Budaya Djarum Foundation adalah agar dapat dinikmati oleh masyarakat. Selama berlangsungnya kegiatan tersebut tentu terdapat banyak simbol-simbol yang disampaikan oleh kedua institusi (Djarum Foundation dan PSBK) yang tersampaikan kepada masyarakat. Simbol-simbol tersebut menjadi stimuli yang merangsang masyarakat untuk memaknai simbol-simbol yang
25
David Miller dalam George Ritzer. op. cit., Hal. 631. 31
mereka terima. Berangkat dari pemikiran tersebut, penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai persepsi apa yang muncul dari pikiran masyarakat yang menjadi salah satu aktor yang terlibat sekaligus penikmat.
d. Tindakan dan Interaksi Perhatian interaksionisme simbolik yang terutama tertuju pada dampak makna dan simbol pada tindakan dan interaksi manusia. Mead membedakan menjadi dua perilaku yang dilakukan seseorang dalam berinteraksi, yakni perilaku terang-terangan dan perilaku tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses berpikir yang melibatkan simbol-simbol dan makna-makna. Perilaku terangterangan adalah perilaku aktual yang dilakukan oleh seseorang. Disini yang mendapat perhatian besar dari interaksionisme simbolik adalah perilaku tersembunyi. Makna dan simbol memberi karakteristik yang khas pada tindakan sosial (yang meliputi suatu aktor tunggal) dan interaksi sosial (yang meliputi dua atau lebih aktor yang terlibat dalam tindakan sosial bersama). Tindakan sosial adalah tindakan ketika para individu bertindak bersama orang lain yang dipikirkan. Dengan kata lain, dalam melaksanakan suatu tindakan, orang berusaha mengukur sekaligus dampaknya pada aktor-aktor lain yang terlibat. Meskipun sering terlibat di dalam perilaku kebiasaan yang tidak berpikir panjang, orang mempunyai kemampuan unttuk terlibat di dalam tindakan social.26
26
George Ritzer. op. cit., Hal. 632 32
Di dalam interaksi sosial, orang mengomunikasikan secara simbolis makna-makna kepada orang-orang yang terlibat. Orang-orang lain menafsirkan simbol-simbol itu dan mengorientasikan tindakan mereka, merespon berdasarkan penafsiran mereka. Di dalam interaksi sosial, para aktor terlibat didalam suatu proses saling mempengaruhi.27 Interaksi yang dibangun antara Djarum Foundation dan Komunitas kesenian tentu bukan interaksi yang sederhana dan bukan tidak ada simbol-simbol yang disampaikan. Melainkan terdapat simbol-simbol yang saling disampaikan dalam proses interaksi keduanya, baik mulai pengenalan, perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Simbol-simbol yang disampaikan keduanya selama proses interaksi menarik minat penulis untuk memahami bagaimana gaya atau model interaksi yang terbangun antara keduannya.
e. Diri Diri merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam interaksionisme simbolik. Rock beragumen bahwa diri “membentuk bagian paling pusat kegiatan skema intelektual para interaksionis. Semua proses sosilogis lainnya dan peristiwa-peristiwa berputar di sekitar pusat kegiatan itu, mengambil darinya makna analitis dan organisasinya.”28 Charles Horton Cooley mengembangkan sebuah ide mengenai konsep diri-cermin yang menjelaskan diri sebagai “suatu imajinasi yang cukup pasti mengenai bagaimana diri seseorang- yakni, ide apa pun yang sesuai dengan 27 28
Ibid., Paul Rock dalam George Ritzer. op. cit., hal 633 33
dirinya- tampak di dalam suatu pikiran khusus, dan jenis perasaandiri yang dimiliki sesorang ditentukan oleh sikap ke arah ide tersebut yang ditujukan ke pikiran lain. Jadi di dalam imajinasi kita merasakan di dalam pikiran orang lain suatu pemikiran atas penampilan kita, kelakuan kita, tujuan-tujuan kita, perbuatan kita, karakter kita, teman-teman kita, dan seterusnya dipengaruhi olehnya secara bervariasi.”29 Ide mengenai diri-cermin dapat dipecah menjadi tiga komponen. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan apa yang mereka pertimbangkan atas penampilan kita yang seharusnya. Ketiga, kita mengembangkan suatu perasaan diri, seperti kebanggaan atau rasa malu, sebagai hasil dari imajinasi kita atas pertimbangan-pertimbangan orang lain. Blumer mendefinisikan diri di dalam istilah-istilah yang sangat sederhana: “tidak ada yang esoterik yang dimaksud dengan ungkapan ini (diri). Hal itu hanya berarti manusia dapat menjadi objek dari tindakannya sendiri, manusia bertindak ke arah dirinya sendiri dan menuntun dirinya di dalam tindakantindakannya ke arah orang lain berdasarkan jenis objek apakah dia bagi dirinya sendiri.”30 Menurut Blumer, diri membantu manusia bertindak ketimbang sekedar merespon stimuli eksternal: “Proses penafsiran mempunyai dua langkah yang khas. Pertama, aktor menunjukan pada dirinya sendiri benda-benda yang menjadi sasaran tindakanya, dia harus menunjukan pada dirinya sendiri bendabenda yang mempunyai makna. Interaksi itu dengan dirinya sendiri adalah 29 30
Charles H. Cooley dalam George Ritzer. op. cit., Hal 633 Hebert Blumer dalam George Ritzer. op. cit., Hal. 636 34
sesuatu yang lain dari suatu proses yang berkomunikasi dengan dirinya. Kedua, berdasarkan proses berkomunikasi dengan dirinya sendiri tersebut, penafsiran menjadi soal menangani makna-makna. Sang aktor menyeleksi, memeriksa, menangguhkan,
mengelompokan
kembali,
dan
mengubah
makna-makna
berdasarkan interaksi tempat ia berada dan arah tindakannya.”31 Interaksi yang terjadi antara dua institusi yakni Djarum Foundation dan PSBK tentu tidak hanya interaksi sederhana yang terjadi, karena kemitraan yang terjalin tersebut dapat terjaga selama bertahun-tahun. Dalam interaksinya kedua institusi tersebut menjaga baik-baik kemitraannya yakni dengan menjadikan dirinya masing-masing sebagai objek dari tindakannya. Agar tindakan yang dilakukannya dapat sesuai dengan yang diharapkan oleh mitranya, sang aktor mengandaikan dirinya sebagai orang lain yang memandang dirinya sendiri. Oleh karena itu sang aktor menjadi benar-benar berhati-hati dalam menjaga penampilan, kelakuan, tujuan-tujuan, perbuatan, karakter, ucapan, dan seterusnya.
f. Analisis Kerangka Ide analisis kerangka muncul dalam pemikiran Erving Goffman tentang Frame Analysis. Kerangka adalah prinsip-prinsip pengaturan yang medefinisikan pengalaman-pengalaman kita. Mereka adalah asumsi-asumsi tentang apa yang sedang kita lihat di dunia sosial. Tanpa kerangka, dunia kita akan tidak banyak
31
Ibid., 35
bedanya dengan sejumlah peristiwa dan fakta individual yang kacau dan terceraiberai.32 Gonos menjelaskan sifat-sifat struktural kerangka lainnya : Dari analisis Goffman atas kegiatan-kegiatan tertentu yang dikerangkai kita memperoleh karakteristik utama kerangka. Suatu kerangka tidak dipahami sebagai suatu penggabungan unsur-unsur yang kebetulan yang dikumpulkan pada suatu rentang waktu yang singkat. Lebih tepatnya, ia dibentuk oleh sejumlah komponen esensial, yang mempunyai susunan yang jelas dan hubungan-hubungan yang stabil. Komponen-komponen itu tidak dikumpulkan disana-sini, sebagaimana unsur-unsur suatu situasi, tetapi selalu ditemukan bersama sebagai suatu sistem. Kommponenkomponen standar terpadu dan lengkap. Unsur-unsur lain yang kurnag esensial hadir di dalam setiap contoh empiris dan meminjamkan sebagaian karakternya kepada keseluruhan. Di dalam semua hal itu, kerangka sangat dekat dengan penggambaran akan struktur-struktur.”33 Bagi Gonos, kerangka sebagian besar adalah aturan-aturan atau hukumhukum yang memperbaiki interaksi. Aturan-aturan biasanya tidak sadar dan biasanya tidak dapat dinegosiasi. Diantara aturan-aturan yang dikenal oleh Gonos adalah yang mendefinisikan “bagaimana tanda-tanda ditafsirkan, bagaimana indikasi-indikasi luar dikaitkan dengan diri, dan pengalaman apa yang akan menyertai kegiatan.”34 Gonos menyimpulkan “dengan demikian, problematik Goffman mendorong studi bukan mengenai interaksi yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, melainkan struktur dan ideologinya yang abadi. Dan bukan mengenai situasi-situasi, tetapi mengenai kerangka-kerangkanya”35 Para aktor harus memutuskan kerangka mana di antara yang lainya yang digunakan di dalam suatu situasi tertentu. Kerangka-kerangka itu sendiri dapat berubah sepanjang waktu ketimbang tetap statis. Hal itu khususnya terjadi ketika 32
George Ritzer, op. cit., Hal. 649 George Gonos dalam George Ritzer. op. cit., Hal. 649 34 Ibid., 35 Ibid., 33
36
muncul gerakan-gerakan sosial yang berhasil sehingga menentng kerangkakerangka yang masih ada atau berhasil menggantikannya dengan kerangkakerangka yang berbeda. Kerangka-kerangka melaksanakan tiga fungsi di dalam karya interpretif.36 Pertama, mereka memfokuskan perhatian pada sekitar kita denga menyoroti apa yang relevan dan tidak relevan, apa yang ada “di dalam kerangka” dan apa yang “di luar kerangka”. Kedua, mereka bertindak sebagai mekanisme-mekanisme artikulasi dengan menghubungkan berbagai unsur yang disoroti, sehingga suatu “cerita” diceritakan tentang mereka, sehingga sekumpulan arti yang satu disampaikan ketimbang kumpulan arti yang lain. Ketiga, mereka melayani fungsi transformatif melalui pembentukan kembali cara melihat sesuatu sehubungan dengan hal-hal lain atau sang aktor. Snow menyimpulkan bahwa “dapat diperdebatkan bahwa mereka (red: kerangka-kerangka) fundamental bagi penafsiran, sedemikian banyak sehingga, segelintir ucapan-ucapan, jika memang ada,
dapat
dimengerti
secara
bermakna
terlepas
dari
cara
mereka
dikerangkakan”.37 Phillip Manning memberikan contoh-contoh mengenai bagaimana kerangka-kerangka yang berbeda diterapkan pada suatu peristiwa yang sama.38 Contoh, bagaimana kasus seorang wanita yang memasukan arloji ke dalam kantongnya dan kemudian meninggalkan toko tanpa membayarnya? Bila dilihat dari kerangka seorang detektif, hal itu jelas sebagai kasus pencurian. Akan tetapi
36
David A. Snow dalam George Ritzer. op. cit., Hal. 647 Ibid., 38 Phillip Manning dalam George Ritzer. op. cit., Hal. 647 37
37
bila dilihat dari kerangka hukum pengacaranya melihat kejadian tersebut sebagai tindakan seorang wanita linglung yang pergi berbelanja untuk memberi hadiah pada putrinya. Contoh lain, suatu kerangka medis dapat membuat seorang wanita melihat tindakan-tindakan seorang dokter ahli kandungan dalam suatu cara, tetapi jika dia menggunakan kerangka seksualitas dan godaan seksual, dia dapat melihat tindakan yang sama dengan cara yang sangat berbeda. Bakti Budaya Djarum Foundation merupakan program yang melibatkan perusahaan melalui lembaganya Djarum Foundation yang bermitra dengan sebuah komunitas kesenian Bagong Kusudiarja. Untuk melihat peristiwa (Bakti Budaya Djarum Foundation) diperlukan kerangka untuk memahami dan memaknainya. Oleh karena itu, menarik minat penulis untuk meneliti “kerangka” apa yang digunakan aktor-aktor didalamnya untuk memaknai Bakti Budaya Djarum Foundation.
Apakah
didalam
dinamika
kemitraan
tersebut
terdapat
kesepamahaman satu kerangka yang digunakan atau bahkan terdapat banyak “kerangka-kerangka” didalamnya. Mengingat terdapat banyak aktor lintas profesi dan latar belakang yang terlibat, dan dinamika interaksi aktor dalam program ini sudah berlangsung bertahun-tahun memungkinkan banyaknya pemikiran inovasi dan ide-ide yang muncul.
2. Konsep Csr (Corporate Social Responsibility) Salah satu ide yang memacu perkembangan CSR di dunia adalah adanya pemikiran dari John Elkington mengenai konsep Triple Bottom Line (TBL) yaitu profit,planet dan people telah berhasil menyadarkan dunia (terutama perusahaan)
38
akan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Yusuf Wibisono (2007) dalam bukunya yang berjudul “Membedah Konsep & Aplikasi CSR” menjelaskan secara jelas pengertian TBL yang dimaksud. Berikut makna secara umum TBL:
People, bisa disebut Human capital, menekankan prkatik bisnis harus mendukung kepentingan tenaga kerja. Perusahaan harus memperlakukan karyawan dan masyarakat disekelilingnya dengan benar. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk memberikan pekerjaan yang pantas dan imbalan yang adil bagi karyawannya tetapi juga harus mampu menginvestasikan sebagian keuntungannya yang berguna untuk masyarakat luas. Mulai dari memperhatikankesehatan dan pendidikan bagi tenaga kerja sampai dengan prinsip menentang adanya eksploitasi yang memperkerjakan anak dibawah umur, pembayaran upah yang wajar, lingkungan kerja yang nyaman dan jam kerja yang dapat ditoleransi. Sedangkan untuk masyarakat dapat dialakukan dengan aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang berguna untuk meningkatkan kompetensi masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Planet, artinya fokus pada mengelola penggunaan energi terutama atas sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Bisnis berusaha untuk meminimalkan dampak negatif bagi lingkungan di semua kegiatan bisnisnya, mulai dari sumber bahan baku, proses produksi, untuk pengiriman dan administrasi termasuk menghindari produksi barang beracun. Bahkana perusahaan juga dapat bertanggung jawab untuk menawarkan program daur ulang atau mengambil kembali sisa atau sampah dari pemakaian produk tersebut. Profit, bukan sekedar kekuntungan saja. Profit diartikan menciptakan fair trade dan ethical trade dalam berbisnis yang prosesnya sejalan dengan prinsip people dan planet. Perusahaan harus mengimplementasikan “jujur” dalam supply chainnya, sebagai contoh perusahaan harus memastikan bahwa pemasok yang terlibat dalam proses produksi tersebut pun harus menganut prinsip yang selaras dengan TBL tersebut, jika perusahaan tersebut memang benar-benar menganut TBL secara sempurna.
Sebagaimana tema dari penelitian ini adalah CSR maka diperlukan pemahaman terlebih dahulu mengenai kosep dan definisi CSR. Berikut beberapa definisi dari konsep CSR:
39
Definisi World Bank “CSR is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representative, the local coommunity and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development.” “CSR sebagai komitmen entitas bisnis untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang dicapai melalui bekerjasama seperti dengan karyawan, komunitas lokal, dan masyarakat luas pada umumnya untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan cara yang menguntungkan baik bagi dunia usaha maupun pembangunan.” World Council for Sustainable Development “Contuining commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life the workforce and their families as well as the local community and society at large” “Komitmen yang berkelanjutan oleh perusahaan untuk mengembangkan perilaku etis dan memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi seraya meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat luas.” Kotler dan Lee (2005) “A commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources” “Sebuah komitmen yang berorientasi pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui praktik bisnis dan kontribusi yang dilakukan secara bijak menggunakan sumber daya perusahaan.” ISO 26000 : “responsibility of an organization for the impact of its decision and activities on society and the environment, through transparent and ethical behavior that contributes to sustainable development, including health and welfare society; takes into account the expectations of stakeholder; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavior; and is integrated through out the organization and practiced in its relationship” (p.100) “Tanggung jawab sebuah organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya pada masyarakat dan lingkungan diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan termasuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, memperhitungkan harapan dari stakeholder, sejalan dengan peraturan hukum dan menjaga norma-norma perilaku internasional, juga terintegrasi dengan organisasi-organisasi secara menyeluruh dan mempraktekannya dalam menjalin relasi.”
40
Jill Ford (2005), kegiatan layanan sosial (CSR) yang dijalankan secara terprogram dan tepat sasaran dapat menciptakan emosi dalam bentuk penghargaan, kesenangan, kekaguman dan kenangan. Kegiatan yang bagus dari suatu perusahaan dengan masyarakat. Ketiadaan aturan yang mengatur secara pasti bagaimana seharusnya
kegiatan CSR dilakukan, semakin mendorong kebebasan inovasi-inovasi program CSR oleh perusahaan-perusahaan. Sehingga tidak jarang kegiatan CSR yang dilakukan hanya merupakan strategi pemasaran dan pencitraan perusahaan. Akan tetapi menurut Acrhie B. Carrol ranah program CSR terdapat 4 justifikasi teoritis dan logis, yaitu: 1. Tanggung Jawab Ekonomis/Economic Responsibilities Perusahaan memproduksi barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dijual dengan harga yang wajar dan pantas sesuai dengan nilai yang sebenarnya dari biaya produksi dan tetap memberikan keuntungan perusahaan. Perusahaan melakukan program CSR tujuan utamanya adalah untuk memperoleh laba, karena laba adalah fondasi utama perusahaan itu bertahan. CSR menjadi nilai tambah ekonomi sehingga perusahaan dapat terus berkembang. 2. Tanggung Jawab Legal/Legal Responsibilities Perusahaan berdiri di suatu wilayah negara dan negara memiliki aturan hukum didalamnya. Sehingga perusahaan dalam praktek bisnisnya harus senantiasa menaati aturan hukum yang berlaku di negara tersebut. 3. Tanggung Jawab Etis/Ethical Responsibilities Perusahaan dalam aktivitas bisnisnya harus memegang prinsip bisnis yang baik, adil, benar dan fair yang sesuai dengan harapan konsumen, karyawan, shareholder dan komunitas. Perusahaan harus merujuk aturan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. 4. Tanggung Jawab Filantropis/Philanthropic Responsibilities Perusahaan diharuskan untuk turut berkontribusi memberikan bantuan sukarela yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, karena perusahaan merupakan salah satu bagian dalam masyarakat
41
Berbagai pengertian konsep CSR di atas diperlukan oleh peneliti untuk menjadi bekal pengetahuan akan CSR sebelum turun ke lokasi penelitian. Mengingat di lokasi penelitian akan dijumpai banyak orang dengan profil dan latar belakang yang berbeda-beda, yang mana dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui pemahaman dan pemaknaan konsep CSR oleh aktor-aktor yang terlibat dalam program Bakti Budaya Djarum Foundation. Dengan begitu peneliti dapat menganalisis perbedaan pengertian CSR yang didapat dari konsep teoritis dan pemaknaan konsep CSR yang ada di lokasi penelitian. Dalam setiap tindakan pasti akan ada dampak yang ditimbulkan. Sama halnya dengan perusahaan dalam melakukan program CSR akan memberikan dampak tersendiri bagi perusahaan, yang mana dampak yang diharapkan tentunya dampak positif atau manfaat yang bisa dipetik oleh perusahaan. Demikian halnya dengan Djarum, program Bakti Budaya Djarum Foundation yang dilakukan akan memberikan manfaat bagi perusahaan, dan entah manfaat tersebut menjadi tujuan perusahaan atau tidak. Manfaat tersebut akan senantiasa hadir, asalkan program CSR tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. A.B. Susanto menjelaskan beberapa manfaat yang bisa diperoleh perusahaan ketika melaksanakan CSR:39 1. Pengurangan resiko dan tuduhan terhadap perilaku tidak pantas yang diterima perusahaan. Dengan melakukan kegiatan CSR secara konsisten, perusahaan akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai akivitas yang dijalankannya. Secara jangka panjang CSR mendongkrak citra perusahaan yang akan meningkatkan reputasi perusahaan. 2. Sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Ketika perusahaan diterpa kabar 39
A.B. Susanto. 2009. Reputation Driven Corporate Social Responsibility. Jakarta: Erlangga. Hal. 14 42
3.
4.
5.
6.
miring atau bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat menjadi lebih mudah memahami dan memaafkannya sehingga masalah yang terjadi pun tidak berpengaruh banyak pada operasional dan kinerja perusahaan. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan meningkatkan semangat dan produktifitas karyawan tersebut. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang tidak hanya sukses dalam profit tapi juga memiliki reputasi yang baik dimata masyarakat yang secara konsisten melakukan upaya-upaya membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat sekitarnya. Kebanggaan ini berujung pada loyalitas karyawan yang termotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik kepada perusahaan yang berdampak baik pada kinerja dan produktifitas perusahaan. Pelaksanaan CSR yang kosisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya yang selam ini telah berkontribusi terhadap kemajuan yang telah diraih. Dapat meningkatkan penjualan sesui dengan riset Roper Search Worldwide yang menghasilakan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya dengan reputasi yang baik. Insentif-insentif seperi insentif pajak maupun perlakuan khusus lainnya, menjadi hal pendorong agar perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosialnya secara lebih serius.
a. Dimensi CSR Dari berbagai macam definisi yang menjelaskan CSR, pada intinya CSR merupakan komitmen praktek bisnis untuk tidak hanya meningkatkan keuntungan finansial perusahaan saja, tetapi juga untuk turut berkontribusi dalam pembangunan sosial ekonomi suatu kawasan secara menyeluruh, melembaga dan berkesinambungan. Terdapat beberapa terminologi perusahaan yang sering diidentikan dengan kegiatan CSR, yakni corporate giving, corporate philantropy, corporate community relation dan community development. Dari keempat istilah tersebut dapat dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan perusahaan dalam memaknai 43
CSR. Corporate giving menjadi kegiatan perusahaan yang bernuansa amal atau sumbangan atau charity. Corporate philantropy dapat dipahami sebagai kegiatan perusahaan yang bermotif pada isu kemanusiaan. Corporate community relation dianggap sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk menarik simpati masyarakat dan mendongkrak citra perusahaan. Community development lebih menekankan kegiatan perusahaan yang ingin memberdayakan masyarakat. (Brilian and Rice, 1988; Burke, 1988 dalam Suharto,2007). Program CSR Bakti Budaya Djarum Foundation menjadi sebuah kegiatan inovasi CSR perusahaan yang ada di Indonesia, mengingat tidak banyak perusahaan yang mau memperhatikan pelestarian budaya melalui CSR. Tema CSR yang spesifik mengenai budaya terdengar segar menarik perhatian peneliti untuk memahami dan memetakan dimensi yang digunakan dalam program Bakti Budaya Djarum Foundation khususnya di Yogyakarta.
b. Model CSR Pelaksanaan kegiatan CSR terdapat model/cara yang digunakan oleh perusahaan dalam menerapkan kegiatan CSRnya, berikut 4 model yang digunakan perusahaan untuk merealisasikan program-progamnya:40
Terlibat langsung, perusahaan melaksanakan program CSRnya secara mandiri atau terjun langsung tanpa melalui perantara atau pihak lain untuk merealisasikan programnya. Melalui yayasan/organisasi sosial perusahaan, membentuk lembaga tersendiri dalam tubuh perusahaan yang khusus untuk melaksanakan kegiatan CSR perusahaan memang tidak jarang kita jumpai. Sehingga kita
40
Zaim Saidi dan Hamid Abidin. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia. Hal. 64 44
sering mendapati kegiatan CSR perusahaan tapi justru tidak mengatasnamakan PTnya tetapi justru institusi/lembaga CSRnya. Dalam model seperti ini biasanya perusahaan sudah menyiapkan alokasi dana khusus untuk digunakan dalam kegiatan yayasan/organisasi. Sebagai contoh perusahaan yang memiliki yayasan/organisasi dalam kegiatan CSRnya seperti ; Ford Foundation, Sampoerna Foundation, dan Unilever Peduli Foundation (UPF). Bermitra dengan pihak lain, dalam program atau kasus tertentu perusahaan tidak bisa melaksanakan program CSRnya secara langsung oleh perusahaan itu sendiri. Oleh sebab itu perusahaan mengandeng pihakpihak di luar perusahaan seperti komunitas lokal, tokoh, dsb yang tentu dianggap berkompeten untuk diajak bekerjasama dalam merealisasikan program CSR perusahaan. Kerjasama CSR perusahaan bisa juga dengan lembaga-lembaga sosial lain seperti misalnya Palang Merah Indonesia, Dompet Dhuafa dan lain sebagainya. Mendukung/bergabung dengan suatu konsorsium, tidak dapat dipungkiri bahwa program CSR yang diinginkan suatu perusahaan terkadang mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan lembaga- lembaga internasional seperti WHO, UNICEF, UNESCO, dsb. Berangkat dari situ perusahaan lebih tertarik untuk mendukung/bergabung dengan lembagalembaga tersebut dalam melaksanakan program CSRnya. Salah satu hal yang menarik minat peneliti mengangkat tema CSR yang
dilakukan oleh perusahaan rokok adalah karena berkaitan dengan PP No. 109/ 2012 terkait iklan/promosi rokok yang diterbitkan pemerintah. Munculnya peraturan baru tersebut bagi perusahaan rokok jelas menjadi pukulan telak. Ruang gerak promosi periklanan
produk dari perusahaan-perusahaan rokok menjadi
sempit. Secara tidak langsung munculnya peraturan tersebut membuat segala sesuatu yang berkaitan dengan rokok adalah hal yang tabu. Rokok menjadi suatu hal yang sepatutnya tidak ada di tengah masyarakat, karena segala bentuk iklan atau promosi yang menggambarkan rokok secara eksplisit kini dilarang. Untuk lebih jelasnya isi dari PP No. 109/ 2012 dapat dilihat di lampiran.
45
3. Kerangka Berpikir
Djarum Foundation
YBK
Masyarakat
JW dan RSR Sebagai Bagian dari Program BBDF
Pemaknaan Program BBDF Oleh Para Aktor
o
46