TANGGAP MORFO-FISIOLOGIS AKAR SORGUM (Sorghum Bicolor L. Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DAN DEFISIENSI FOSFOR DI DALAM RHIZOTRON Abstrak Penelitian mengenai tanggap morfologi dan fisiologi sorgum terhadap toksisitas aluminium dan defisiensi fosfor dalam rhizotron bertujuan untuk mempelajari perbedaan kemampuan tanaman dalam memproduksi bahan kering pada kondisi cekaman Al dan defisiensi P, total serapan P, rasio efisiensi serapan dan efisiensi penggunaan P. Penelitian dilakukan di rumah kaca kebun percobaan University Farm IPB di Cikabayan pada bulan Agustus hingga Oktober 2009. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang perlakuannya disusun faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kombinasi antara pengapuran dan pemupukan P, terdiri dari: Al tinggi-tanpa P (R1), Al tinggi-P kurang (R2), Al tinggi-P cukup (R3), Al rendah-tanpa P (R4), Al rendah-P kurang (R5) dan Al rendah-P cukup (R6). Faktor kedua adalah genotipe sorgum yaitu Numbu/toleran (T) dan B-75/peka (P). Hasil penelitian menunjukkan sorgum Numbu memiliki toleransi lebih tinggi daripada B-75 dalam pembentukan biomassa tanaman. Genotipe peka (B-75) memiliki Total serapan hara P lebih tinggi daripada Numbu, tetapi memiliki efisiensi penggunaan hara yang lebih rendah dalam kondisi cekaman Al dan defisiensi P. Numbu menunjukkan mekanisme adaptasi internal, sedangkan B-75 menunjukkan adaptasi eksternal terhadap cekaman defisiensi P di tanah masam. Kata-kata kunci: sorgum , toksisitas Al, defisiensi fosfor, rhizotron
Abstract A study on roots morphologycal and physiological mechanism of sorghum to aluminum toxicity and phosphorous deficiencies was conducted to evaluate tolerance of sorghum genotypes in rhizotron. From this series of study understood to difference ability of crop in forming dry material in the situation with P deficiencies and Al toxicity, it is also to have information about total P absorption , nutrient efficiency ratio, and use P efficiency . The study was conducted in the greenhouse of the University Farm, Bogor Agricultural University from August to October 2009. The experiment was carried out as a Factorial experiment in a Completely Randomized Design with three replications. The first factor was combination of lime and P fertilizing consisted of : no lime-no P (R1), no lime-low P (R2), no lime-sufficient P (R3), lime-no P (R4), lime-low P (R5) and lime-sufficient P (R6) and the second factor was sorghum genotypes consisted of Numbu (tolerant) and B-75 (sensitive). Sorghum variety Numbu showed higher tolerance than B-75 with ability of crop in forming dry material under P deficiencies and Al toxicity. The sensitive genotypes showed has higher nutrient uptake but low in use P efficiency under the condition of Al toxicity and P deficiency. Keywords: sorghum. Al toxicity, P deficiency, root growth, rhizotron
PENDAHULUAN Latar Belakang Keracunan Al merupakan salah satu faktor utama yang membatasi pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah masam.
Pengaruh yang penting
diperhatikan dari Al adalah menghambat pertumbuhan pada genotipe yang peka terhadap Al dengan mempengaruhi pengambilan hara dan air. Terhambatnya pertumbuhan akar oleh keracunan Al dapat mengurangi kemampuan akar dalam menyerap hara dan air sehingga dapat menginduksi kahat hara dan kepekaan terhadap kekeringan (Marschner 1995). Keracunan Al akan menghambat pertumbuhan akar primer dan menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar, ujung akar menebal, berwarna coklat seperti busuk dan mengering sehingga menghasilkan sistem perakaran tanaman yang kerdil dan pendek, karena terjadi penekanan terhadap perkembangan jaringan meristem akar. Perpanjangan akar dipengaruhi oleh Al seperti pada banyak spesies tanaman. Umumnya tiga parameter untuk melihat toksisitas Al atau resistensi tanaman terhadap Al, yaitu; 1) mengetahui konsentrasi Al di ujung (tip) akar yang dapat menunjukkan hubungan positif terhadap toksisitas Al, 2) induksi pembentukan callose di apikal akar sebagai suatu indikator sensitif terhadap kepekaan tanaman terhadap Al, dan 3) perpanjangan akar yang diukur secara langsung pengaruhnya terhadap Al pada pembentukan akar. Meskipun parameter sensitifitas Al telah diketahui, namun percobaan tentang mekanisme penyebab toksisitas Al terhadap tanaman yang sensitif maupun toleran Al terus dilakukan. Secara umum, mekanisme efisiensi P pada tanaman dalam meningkatkan ketersediaan P dan penyerapannya pada kondisi kekurangan P adalah 1) eksudasi bahan kimia ke dalam rizosfir, 2) perubahan pada geometri atau bentuk sistem perakaran, dan 3) berasosiasi dengan mikroorganisme (Rengel 2000). Dijelaskan pula oleh Rao et al., (1999) bahwa adaptasi tanaman terhadap pasokan P yang rendah dapat berupa: 1) mekanisme tanaman yang meningkatkan akuisisi P yang terdiri dari karakteristik morfologi akar (penyebaran, pertumbuhan dan diameter akar, perkembangan akar rambut, dan karakteristik fisiologi akar (sistem penyerapan P dan mobilisasi P di rizosfir), 2) mekanisme yang meningkatkan
64
penggunaan P terdiri dari pembagian P dalam tanaman (remobilisasi P dalam tanaman dan status P pada organ yang dipanen) dan efisiensi penggunaan P pada tingkat seluler (kompartementasi P pada intraselluler dan penggunaan metabolisme P) Karakteristik akar yang berperanan penting dalam mekanisme efisiensi P adalah akar rambut dan panjang akar (Rengel 2000). Akar rambut berkorelasi dengan tingkat efisiensi hara. Penyerapan per unit panjang akar meningkat dengan pembentukan rambut akar, karena rambut akar meningkatkan area permukaan akar sehingga volume eksplorasi tanah per panjang akar meningkat. Hasil percobaan Lynch dan Beebe (1995) menunjukkan, semakin banyak akar rambut dan percabangan akar pada tanaman kacang hijau, semakin tinggi tingkat efisiensi P. Pada kondisi defisiensi P, 90% dari total P yang diserap melalui akar rambut (Raghothama 1999). Genotipe gandum efisien P mempunyai akar rambut lebih banyak dan akar lebih panjang dibandingkan tanaman yang tidak efisien P (Rengel 2000). Efisiensi hara suatu tanaman adalah kemampuan tanaman tumbuh dan menghasilkan biomas/hasil ekonomi serta menyerap hara secara optimum, baik pada kondisi optimum maupun dalam kondisi tercekam defisiensi hara. Efisiensi hara P dapat dibedakan dalam: 1) efisiensi penyerapan P, yaitu jumlah hara P yang diserap oleh tanaman per unit hara P yang ditambahkan, 2) efisiensi penggunaan, yaitu hasil biji atau biomas yang dihasilkan per unit hara P dalam tanaman, dan 3) efisiensi rasio P, yaitu perbandingan antara biomas/hasil tanaman dengan unsur hara P pada tanaman Rengel (2000). Selain ketersediaannya di dalam tanah rendah akibat difiksasi oleh unsur Al dan Fe, faktor lain yang bersifat natural dan ikut menyumbangkan defisiensi P pada tanaman ádalah mobilitas unsur P di dalam tanah rendah dan diserap oleh tanaman melalui mekanisme difusi yang lambat. Pada tanaman jagung, fosfor yang diserap melalui difusi bagian akar hanya 1 kg/ha (2.6%) dan aliran massa 2 kg/ha (5.3%) (Salisburry dan Ross, 1995). Hal ini menyebabkan karakter morfologi akar seperti panjang akar dan luas permukaan akar sangat menentukan serapan P pada beberapa spesies tanaman (Sopandie, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mempelajari tanggap morfologi dan fisiologi akar sorgum
65
terhadap toksisitas Aluminium dan defisiensi P pada tanah masam di dalam Rhizotron. 2) Mengetahui perbedaan kemampuan tanaman dalam membentuk bahan kering/biomassa pada keadaan defisiensi P yang terkena cekaman Al, 3) Mengukur P dalam jaringan tanaman sebagai kadar P jaringan, 4) Menentukan Rasio Efisiensi hara P (REP), (5) Menentukan Efisiensi Penggunaan P (EPP) dalam kondisi kekurangan P dan tercekam Al, dan 6) Memperoleh informasi tentang mekanisme yang mungkin terjadi yang dapat mendasari perbedaan efisiensi P dalam keadaan tercekam Al baik melalui penilaian serapan P maupun penilaian penggunaan P dari sorgum yang toleran dan peka Al.
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan University Farm IPB Cikabayan, Bogor. Waktu penelitian dari bulan Agustus hingga Oktober 2009.
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dalam tiga
ulangan. Perlakuan yang diuji dalam percobaan ini merupakan kombinasi antara genotipe sorgum dan cekaman pada media. Genotipe yang diuji merupakan dua genotipe yang teridentifikasi sebagai genotipe toleran dan peka, yaitu Numbu dan B-75. Cekaman media merupakan kombinasi cekaman Al dan defisiensi P, terdiri dari Al tinggi-tanpa P (R1), Al tinggi-P kurang (R2), Al tinggi-P cukup (R3), Al rendah-tanpa P (R4), Al rendah-P kurang (R5) dan Al rendah-P cukup (R6). Data yang didapatkan dianalisis menggunakan uji F, dan untuk membedakan nilai tengah antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 dan 1%. Untuk mengetahui keeratan hubungan antar parameter yang diamati dilakukan uji korelasi. Parameter yang diamati terdiri dari: panjang akar primer, diameter sebaran akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk, nisbah tajuk akar, total serapan P, rasio efisiensi serapan P dan efisiensi penggunaan P. Bahan tanaman yang digunakan adalah sorgum varietas Numbu (toleran) dan B-75 (peka), rhizotron, pupuk Urea, SP-36, KCl, kapur pertanian (CaCO3), bahan-bahan yang digunakan untuk analisis tanah dan jaringan tanaman di Laboratorium. Tanah untuk media tanam diambil dari tempat percobaan lapangan
66
di UPTD Tenjo Kabupaten Bogor. Tanah untuk perlakuan Al rendah diberi kapur pertanian sebanyak 1.5 x Aldd satu bulan sebelum percobaan. Tanaman ditanam dalam rhizotron, yaitu pot kayu dengan dua sisi kaca setebal 3 mm berukuran 30 x 20 x 30 cm. Bagian kaca depan dibuat dengan posisi miring 25o. Bagian bawah pot kaca diberi lubang agar air dapat mengalir. Penanaman dilakukan mendekati sisi kaca miring. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman dan pencegahan serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pemupukan menggunakan Urea dan KCl masing-masing dengan dosis 100 kg /ha. Pupuk N diberikan dua kali, yaitu
bagian pada saat
tanam bersamaan dengan pemberian pupuk P dan K. Sedangkan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur tiga minggu. Pupuk P diberikan sesuai perlakuan yaitu kontrol (tanpa P), P kurang (140 gram/rhizotron) dan P cukup (280 gram /rhizotron). Panen
dilakukan setelah tanaman berumur enam minggu. Panen
dilakukan dengan membuka dua sisi pot kaca. Selanjutnya akar dipindahkan ke papan paku (pin board) dan akar dibersihkan dari tanah dengan cara mengalirkan air secara perlahan. Kemudian dilakukan pengamatan sistem perakaran, panjang akar, diameter, percabangan, dan biomassa akar serta tajuk. Bahan kering digunakan untuk analisis kadar P. Serapan P tanaman (total P jaringan) ditetapkan dengan mendestruksi 1 g jaringan tanaman (tajuk dan akar) dalam asam nitrat dan hipoklorat pekat, kemudian dipanaskan sampai diperoleh larutan (ekstrak) jernih.
Pengukuran kadar P dilakukan dengan metode
spektrofotometri, yaitu dengan mengukur absorban ekstrak ditambah pereaksi ammonium molibdat-vanadat dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Kadar P digunakan untuk menentukan jumlah P dalam jaringan yang dinyatakan sebagai Rasio Efisiensi P (REP), dan Efisiensi Penggunaan P (EPP). REP adalah total bobot kering yang dihasilkan per satuan bobot P dalam jaringan (mg BK/mg P) dan EPP adalah bobot kering tanaman per satuan konsentrasi P dalam jaringan (mg BK/mg P/mg BK).
67
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis tanah dari kebun percobaan adalah Podsolik Merah Kekuningan. pH awal pada lahan yang berAl rendah berkisar antara 4.3 hingga 4.5 serta kandungan Al rata-rata 2.73 me/100 g. Sedangkan untuk lahan yang belum pernah di kapur, pH berkisar antara 4.1 hingga 4.3 dengan kandungan Al 11.2 me/100 g. Tanaman toleran dan peka menunjukkan pertumbuhan yang seragam pada minggu pertama percobaan, tetapi memasuki minggu kedua mulai terlihat penghambatan pertumbuhan tajuk tanaman peka pada perlakuan Al tinggi dan tanpa P (R1P). Tanaman toleran pada perlakuan Al tinggi dan tanpa P (R1T) baru kelihatan tertekan memasuki minggu keempat. Pada perlakuan Al tinggi-P kurang, baik pada genotipe peka maupun toleran menunjukkan
penampilan tanaman yang cukup baik. Hal ini
mengindikasikan bahwa sorgum
sangat respon terhadap pemberian hara P,
bahkan secara visual sorgum menunjukkan respon lebih besar terhadap kondisi ketersediaan hara P daripada kondisi cekaman toksisitas Al dalam rhizotron. Hal ini didukung pula oleh penampilan tanaman yang diberi Al rendah-tanpa P (R4P dan R4T). Pada kondisi ini, genotipe sorgum peka dan toleran terlihat mengalami hambatan pertumbuhan, akan tetapi tanaman toleran menunjukkan tingkat ketahanan yang jauh lebih baik daripada tanaman peka (Gambar 3.1 dan 3.2). Hal ini berhubungan dengan kondisi morfologi akar tanaman yang dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan 3.4. Analisis ragam menunjukkan pengaruh cekaman sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Genotipe sorgum berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan diameter sebaran akar, serta sangat nyata terhadap panjang tajuk, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering batang dan bobot basah batang. Interaksi perlakuan menunjukkan pengaruh sangat nyata pada panjang akar, diameter akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot basah batang, dan bobot kering batang, tetapi tidak nyata pengaruhnya terhadap panjang tajuk tanaman. Perlakuan cekaman juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar P jaringan, rasio efisiensi serapan dan efisiensi penggunaan hara P (Tabel 3.1).
68
Pengaruh tidak nyata pada interaksi antara genotipe dengan cekaman media tanam terhadap kadar P jaringan dan efisiensi penggunaan hara P diduga karena genotipe peka (B-75) memiliki kemampuan untuk menyerap hara dengan baik pada keadaan cekaman. Hal ini menunjukkan genotipe B-75 memiliki mekanisme penghindaran terhadap cekaman hara rendah. Menurut Marschner (1995) kemampuan menyerap hara mineral dengan baik pada keadaan tercekam merupakan suatu bentuk adaptasi penghindaran terhadap cekaman defisiensi hara. Tabel 3.1. Rekapitulasi nilai analisis ragam pengaruh genotipe, kondisi cekaman dan interaksi antara pengaruh genotipe dan kondisi cekaman terhadap pertumbuhan sorgum di dalam rhizotron Peubah Jumlah akar primer Panjang tajuk Panjang akar Bobot kering tajuk Bobot kering akar Bobot kering total Diameter sebaran akar Bobot kering batang Bobot basah batang Kadar P jaringan Rasio Efisiensi P Efisiensi penggunaan P
KT Kondisi cekaman 106.08** 7910.42** 1165.41** 1888.95** 336.81** 3771.86** 69.80** 1030.62** 6730.52** 0.14** 529712.81** 1.42**
KT = Kuadrat Tengah,* = berpengaruh nyata pada nyata pada taraf 1%,
KT Genotipe 15.35** 1263.86** 499.82* 7564.57** 139.84** 9761.43** 60.81* 5941.88** 21827.27** 0.02 78221.95** 7.90**
KT Interaksi 2.12tn 79.97tn 293.13** 246.90** 7.78* 310.99** 39.32tn 216.91** 915.79** 0.01 2248.79** 3.07
taraf 5%, ** = berpengaruh
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara genotipe toleran dan peka dalam memproduksi bahan kering. Perbedaan nilai tengah bobot kering total menunjukkan perbedaan kemampuan membentuk bahan kering pada berbagai kondisi cekaman pada media (Tabel 3.2). Penurunan bobot kering sangat besar terjadi pada kondisi media tanam dengan kandungan Al tinggi dan tanpa penambahan pupuk P. Hal ini terjadi baik pada genotipe toleran maupun peka.
Numbu mengalami penurunan sebesar
98.45%, sedangkan B-75 mengalami penurunan bobot kering total hingga 99.05%. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi cekaman media tumbuh yang sangat berat bagi sorgum pada kondisi Al tinggi dan tanpa penambahan hara P di tanah masam. Pada kondisi Al rendah tanpa P sorgum toleran dan peka masih
69
tetap memberikan bobot total biomassa yang lebih tinggi dibandingkan media Al tinggi-tanpa P (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Rata-rata nilai pengaruh interaksi antara kondisi cekaman dan genotipe terhadap bobot kering total dalam rhizotron Perlakuan
Rata-rata nilai bobot kering total (g) Numbu (Toleran/T)
B-75 (Peka/P)
Al tinggi,Tanpa P Al tinggi,P kurang Al tinggi,P cukup
1.28 (98.45) 81.34 ( 1.60) 82.66
0.40 (99.05) 41.00 ( 2.59) 42.09
Al rendah, Tanpa P Al rendah, P kurang Al rendah, P cukup
52.97 (40.25) 88.21 (0.50) 88.65
20.54(73.86) 48.03(38.89) 78.60
Keteranan: Angka dalam kurung adalah persen penurunan bobot kering total dibandingkan dengan kondisi P cukup pada tanah masam Al tinggi dan Al rendah Hal ini disebabkan karena pemberian kapur untuk perlakuan Al rendah mampu menetralisir sebagian besar Al yang terdapat pada tanah masam dan meningkatkan ketersediaan hara P yang terdapat dalam tanah walaupun tanpa penambahan hara P, sehingga mampu memberikan pertumbuhan dan pembentukan biomassa yang lebih tinggi daripada media dengan kandungan Al tinggi. Menurut Alam et al. (1999), kelarutan Al yang tinggi berpengaruh langsung terhadap proses-proses fisiologi dan metabolisme tanaman, dan tidak langsung terhadap ketersediaan unsur hara sehingga pertumbuhan tanaman tertekan. Pengaruh Al pada tanaman yang ditumbuhkan pada tanah masam antara lain dapat mengurangi kation bervalensi dua yang diserap oleh akar tanaman (khususnya Ca). Hal ini terjadi karena penghambatan Al dengan cara menggantikan kedudukan Ca yang melekat pada Calmodulin (dinding sel), ikatan Al dengan karboksil (RCOO-) membentuk ikatan kuat sehingga sel tidak mampu membesar. Al dapat pula menghambat fungsi sel-sel pada jaringan meristem akar melalui penetrasi Al ke dalam protoplasma akar dan menghasilkan morfologi akar yang tidak normal dan dapat mengganggu proses penyerapan hara tanaman, serta menurunkan adsorpsi anion (SO4-2, PO4-3, dan Cl-) karena meningkatnya daerah jerapan positif pada rizosfir dan apoplas akar (Matsumoto 2003). Hasil uji kontras ortogonal terhadap peubah bobot kering total menunjukkan bahwa pemberian kapur saja untuk menurunkan kandungan Al tanah mampu
70
meningkatkan bobot kering pada genotipe toleran. Kondisi Al tinggi tetapi diikuti dengan pemberian P dalam jumlah kurang mampu meningkatkan bobot kering genotipe peka di lahan masam (Tabel 3.3). Hal ini diduga akibat pertumbuhan akar yang mampu berkembang baik dengan tersedianya hara P bagi genotipe peka. Fakta ini juga terlihat pada penampilan morfologi tajuk dan akar seperti terlihat pada Gambar 3.1 dan 3.3. Tabel 3.3. Respon genotipe sorgum pada berbagai kondisi cekaman P di tanah masam terhadap bobot kering total Perbandingan Al tinggi -Tanpa P vs Al rendah – tanpa P Al tinggi - P kurang vs Al rendah – P kurang Al tinggi - P cukup vs Al rendah – P cukup
Selisih nilai tengah bobot kering total (g) Numbu B-75 51.69** 20.14** 6.87tn 7.03** 5.99tn 6.51tn
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata , ** = berbeda nyata pada taraf 1% Pada kondisi Al tinggi penambahan dosis pupuk P masih mampu meningkatkan bobot biomassa tanaman pada genotipe peka, tetapi pada kondisi Al rendah cukup memberikan pupuk P dalam jumlah kurang karena penambahan sampai taraf cukup tidak mampu meningkatkan bobot kering lagi (Tabel 3.4). Tabel 3.4. Respon genotipe sorgum untuk karakter bobot kering total pada kondisi cekaman Al tinggi dan Al rendah di tanah masam Perbandingan Al tinggi Numbu vs B-75 Al rendah Numbu vs B-75
Selisih nilai tengah bobot kering total (g) Tanpa P P - kurang P – cukup 0.88 tn 40.34** 40.57**
32.43**
40.18**
10.05tn
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata , ** = berbeda nyata pada taraf 1% Hasil penelitian dalam rhizotron pada kondisi Al tinggi sejalan dengan hasil penelitian di lapangan yang menunjukkan perbedaan sangat nyata antara genotipe toleran dan peka dalam pembentukan biomassa tanaman. Tetapi hasil ini berbeda pada kondisi Al rendah dan P cukup dalam rhizotron yang tidak menunjukkan perbedaan antara genotipe toleran dan peka (Tabel 3.4). Hal ini disebabkan kondisi ketersediaan P di lapang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang lebih
71
kompleks daripada di rumah kaca dalam rhizotron meskipun diberikan pupuk P dalam jumlah sama. Kemampuan genotipe toleran menghasilkan bahan kering tanaman pada kondisi P kurang lebih tinggi daripada genotipe peka baik pada kondisi Al tinggi maupun Al rendah. Hal ini menunjukkan kemampuan sorgum toleran beradaptasi terhadap cekaman toksisitas Al di tanah masam serta kondisi defisiensi fosfor. Tanaman toleran Al dapat menempuh mekanisme regulated separately yang menunjukkan toleransi terhadap Al saja, atau mekanisme interrelated yaitu saling terkait dengan karakter efisiensi dalam memanfaatkan unsur P (Marschner 1995). Hasil ini mengindikasikan besarnya pengaruh hara fosfor terhadap pembentukan biomasa sorgum. Dalam keadaan tercekam Al, genotipe toleran lebih mampu mempertahankan produksi bahan keringnya dibandingkan genotipe peka. Menurut Sivaguru dan Paliwal (1993) hal ini disebabkan karena genotipe toleran lebih efisien dalam penggunaan hara, sementara genotipe peka lebih meningkatkan efisiensi penyerapan dalam menghadapi cekaman defisiensi hara mineral. Hasil percobaan ini menunjukkan tanggap yang konsisten pada kondisi cekaman Al tinggi dengan pemberian P kurang pada genotipe toleran di lapang dan di rumah kaca. Dalam kondisi P cukup baik pada tanah dengan kandungan Al rendah maupun tinggi, genotipe sorgum mampu memberikan jumlah akar primer dan diameter sebaran akar yang tinggi (Tabel 3.5) . Tabel 3.5. Rata-rata nilai terhadap peubah diameter sebaran akar, jumlah akar primer, kadar P jaringan dan efisiensi penggunaan P (EPP) Perlakuan Kondisi cekaman
Al tinggi-Tanpa P Al tinggi-P kurang Al tinggi-P cukup Al rendah-Tanpa P Al rendah-P kurang Al rendah-P cukup Perlakuan Genotipe Numbu (T) B-75 (P)
Rata-rata nilai Diameter sebaran akar (cm) 6.60 14.20 14.67 11.08 15.67 16.08
Jumlah akar primer 8.00 16.00 18.33 13.50 18.00 20.17
Kadar P jaringan(%)
EPP (g2 bkt/mg P)
0.09 0.36 0.40 0.18 0.40 0.49
1.49 1.79 1.64 2.20 1.80 1.49
14.79 11.79
17.41 14.44
0.29 0.34
2.24 1.28
72
Hal ini sejalan dengan pendapat Rengel (2000) bahwa mekanisme efisiensi P pada tanaman dalam meningkatkan ketersediaan P dan penyerapannya pada kondisi kekurangan P adalah perubahan pada geometri atau bentuk sistem perakaran. Dijelaskan pula oleh Rao et al., (1999) bahwa adaptasi tanaman terhadap pasokan P yang rendah dapat berupa: 1) mekanisme tanaman yang meningkatkan akuisisi P yang terdiri dari karakteristik morfologi akar (penyebaran, pertumbuhan dan diameter akar, perkembangan akar rambut, dan karakteristik fisiologi akar (sistem penyerapan P dan mobilisasi P di rizosfir), 2) mekanisme yang meningkatkan penggunaan P terdiri dari pembagian P dalam tanaman (remobilisasi P dalam tanaman dan status P pada organ yang dipanen) dan efisiensi penggunaan P pada tingkat seluler (kompartementasi P pada intraselluler dan penggunaan metabolisme P). Kadar P total jaringan pada genotipe peka lebih tinggi daripada genotipe tanaman toleran (Tabel 3.5). Hal ini diduga merupakan salah satu bentuk adaptasi tanaman dalam menghadapi cekaman hara mineral. Menurut Marschner (1995) dan Baligar et al (1997), genotipe yang beradaptasi baik pada tanah masam selain harus toleran terhadap cekaman Al juga harus mempunyai kemampuan untuk menyerap hara mineral dengan baik, agar dapat menghindari keadaan defisiensi hara mineral yang diinduksi oleh cekaman Aluminium. Kadar P jaringan yang tinggi pada genotipe peka tidak diikuti dengan efisiensi penggunaan yang tinggi, sedangkan pada genotipe toleran kadar P jaringan yang rendah diikuti efisiensi penggunaan P yang tinggi.
Menurut Blair (1993) kadar hara dalam jaringan yang tinggi
merupakan adaptasi penghindaran (avoidance), sedangkan kadar hara jaringan rendah merupakan adaptasi internal (tolerance). Pemberian kapur untuk menciptakan kondisi Al rendah dan dengan penambahan pupuk P sampai taraf kurang tidak diikuti dengan peningkatan diameter sebaran akar, jumlah akar, kadar P jaringan dan Efisiensi penggunaan P sorgum dalam rhizotron (Tabel 3.6). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di lapangan pada karakter kemampuan menghasilkan bahan kering bahwa untuk menghasilkan bahan kering cukup memberikan kapur dan P sampai taraf kurang baik pada kondisi Al tinggi maupun rendah. Jadi untuk budidaya sorgum di tanah masam pemberian kapur lebih bermanfaat daripada penambahan P dosis tinggi.
73
Ini berarti perbaikan adaptasi terhadap toksisitas Al menjadi sifat yang harus diperbaiki terlebih dahuliu sebelum perbaikan adaptasi terhadap kondisi P rendah untuk pengembangan sorgum di tanah masam. Tabel 3.6. Respon genotipe sorgum pada dua kondisi cekaman Al di tanah masam terhadap diameter sebaran akar. jumlah akar primer, kadar P jaringan, dan efisiensi penggunaan P Perbandingan
Selisih nilai tengah Diameter sebaran akar (cm)
Jumlah akar primer
Kadar P jaringan(%)
EPP (g2 bkt/mg P)
Al tinggi –tanpa P vs Al rendah – tanpa P
4.48**
5.50**
0.09tn
0.71*
Al tinggi – P kurang vs Al rendah – P kurang
1.47tn
2.00tn
0.04tn
0.01tn
Al tinggi – P cukup vs Al rendah – P cukup Numbu vs B-75
1.41tn
1.84tn
0.09tn
0.15tn
3.00**
2.97**
0.05tn
0.96**
Keterangan:tn= tidak nyata, **= berbeda nyata pada taraf 1% uji kontras ortogonal Pemberian pupuk P dalam jumlah kurang masih bermanfaat untuk memperbaiki perakaran sorgum dan dapat meningkatkan serapan hara baik pada kondisi cekaman Al tinggi maupun rendah (Tabel 3.7 dan 3.8). Tabel 3.7. Respon karakter diameter sebaran akar, jumlah akar primer, kadar P jaringan dan efisiensi penggunaan P genotipe sorgum terhadap pemberian pupuk P pada kondisi cekaman Al tinggi Perlakuan pupuk P
Al tinggi - tanpa P vs Al tinggi - P kurang Al tinggi - P kurang vs Al tinggi - P cukup
Selisih nilai tengah Diameter sebaran akar (cm) 7.60**
Jumlah akar primer
Kadar P jaringan(%)
EPP (g2 bkt/mg P)
8.00**
0.27**
0.30tn
0.47tn
2.33*
0.04tn
0.15tn
Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda nyata pada taraf 1% uji kontras
74
Tabel 3.8. Respon karakter diameter sebaran akar, jumlah akar primer, kadar P jaringan dan efisiensi penggunaan P genotipe sorgum terhadap pemberian pupuk P pada kondisi cekaman Al rendah Perlakuan pupuk P
Al rendah - tanpa P vs Al rendah - P kurang Al rendah - P kurang vs Al rendah - P cukup
Selisih nilai tengah Diameter sebaran akar (cm) 4.59*
Jumlah akar primer
Kadar P jaringan(%)
EPP (g2 bkt/mg P)
4.50**
0.22**
0.40tn
0.41tn
2.17tn
0.09tn
0.31tn
Keterangan: tn = tidak nyata, ** = berbeda nyata pada taraf 1% uji kontras Menurut Duncan dan Baligar (1990) penyerapan hara mineral yang efisien sangat ditentukan oleh kondisi perakaran. Volume dan jumlah akar yang banyak memungkinkan tanaman mengeksploitasi volume tanah yang lebih luas dan meningkatkan penyerapan hara.
R1T
R2T
R3T
R1P
R2P
R3P
Gambar 3.1..Kondisi sorgum yang ditumbuhkan dalam media Al tinggi - tanpa P (R1), Al tinggi - P kurang (R2), dan Al tinggi - P cukup (R3) pada tanaman toleran (T) dan t anaman peka (P)
75
Hasil percobaan ini juga menunjukkan bahwa tanaman toleran tetap memiliki kemampuan mempertahankan pertumbuhannya jauh lebih baik dari tanaman peka yang ditunjukkan dari bobot biomassa total (Tabel 3.2). Akan tetapi, tanaman toleran yang ditumbuhkan dalam media tanpa hara P (R4T dan R1T) menunjukkan penghambatan pertumbuhan akar dan tajuk yang cukup besar (Gambar 3.1 dan 3.2).
R4T
R5T
R6T
R4P
R5P
R6P
Gambar 3.2. Kondisi sorgum yang ditumbuhkan dalam media Al rendah - tanpa P (R4), Al rendah - P kurang (R5), dan Al rendah - P cukup (R6) pada tanaman toleran (T) dan tanaman peka (P)
Kondisi perakaran yang dapat dilihat dari diameter sebaran akar, jumlah akar primer dan penampilan keseluruhan perakaran dalam kondisi tercekam Al pada sorgum toleran dan peka ditampilkan pada Gambar 3.3 dan 3.4. Pada perlakuan Al tinggi dan tanpa P terjadi penurunan bobot kering total yang sangat nyata baik pada sorgum toleran maupun peka (Gambar 3.1 dan 3.3). Hal ini menunjukkan pentingnya perbaikan kondisi tanah menggunakan Al rendah untuk peningkatan pH tanah dan penambahan hara fosfor pada tanah masam. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini sangat jelas menunjukkan peran pemberian kapur untuk menurunkan kandungan Al di tanah masam.
76
R3T
R2T
R1T
R1P
R2P
R3P
Gambar 3.3. Perbandingan morfologi akar sorgum yang ditumbuhkan dalam media Al tinggi - tanpa P (R1), Al tinggi - P kurang (R2), dan Al tinggi - P cukup (R3) pada tanaman toleran (T) dan peka (P)
R4T
R5T
R6T
R4P
R5P
R6P
Gambar 3.4. Perbandingan morfologi akar sorgum yang ditumbuhkan dalam media Al rendah - tanpa P (R4), Al rendah - P kurang (R5), dan Al rendah - P cukup (R6) pada tanaman toleran (T) dan peka (P)
77
Analisis korelasi diantara variabel menunjukkan bahwa korelasi antara kadar P jaringan dengan efisiensi penggunaan P dan panjang akar tidak nyata, tetapi terdapat korelasi nyata dengan diameter akar dan bobot tajuk tanaman (Tabel 3.9). Tabel 3.9. Nilai korelasi antara parameter total serapan P, efisiensi penggunaan P, bobot tajuk dan diameter akar Parameter Kadar P jaringan Efisiensi penggunaan P Bobot tajuk Jumlah akar primer Diameter sebaran akar
Kadar P jaringan 0.366tn 0.949** 0.510tn 0.729**
Efisiensi Penggunaan P 0.624* 0.742** 0.851**
Bobot tajuk 0.652* 0.874**
Jumlah akar 0.873**
Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya hara yang terserap sangat dipengaruhi oleh diameter akar, dan selanjutnya akan memberikan pengaruh pula terhadap pembentukan biomassa tanaman. Penyerapan hara mineral yang efisien sangat ditentukan oleh morfologi akar. Volume dan diameter akar yang besar memungkinkan tanaman mengeksploitasi volume tanah yang lebih luas. Genotipe yang efisien akan mengarahkan pembagian fotosintat yang lebih ke daerah akar untuk meningkatkan kemampuan akar menyerap hara mineral pada keadaan tercekam hara mineral rendah (Duncan dan Baligar, 1990). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Genotipe toleran mampu menunjukkan pertumbuhan lebih baik di tanah masam daripada genotipe peka 2. Genotipe toleran memiliki mekanisme internal (toleransi) dalam menghadapi cekaman P rendah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan P internal (interrelated), sebaliknya genotipe peka memiliki mekanisme eksternal (penghindaran) melalui peningkatan serapan P dan kadar P total. 3. Bobot kering total dan bobot kering akar dapat dijadikan karakter seleksi dalam pemuliaan sorgum untuk adaptasi di tanah masam. 4. Kadar P total jaringan tanaman dan efisiensi penggunaan P berkorelasi tinggi dengan diameter sebaran akar dan pembentukan biomassa tanaman.