8
PENDAHULUAN Kreativitas dinilai sebagai salah satu faktor penting yang dapat menunjang bagi masa depan siswa. Siswa yang kreatif diharapkan mampu menciptakan ideide baru, memiliki daya imajinasi yang baik serta memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif (Munandar, 1992). Berbagai pendapat tentang kreativitas manusia dari para ahli, masingmasing ahli memberikan pengertian tentang kreativitas dengan titik berat yang berbeda-beda. Hurlock (1993), mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru. Anak yang kreatif menghasilkan sebagian besar waktunya untuk menciptakan yang orisinil dari mainan-mainan dan alat-alat bermain, sedangkan anak yang tidak kreatif mengikuti pola yang sudah ada dibuat oleh orang lain. Banyak siswa cenderung kurang bisa mengembangkan kreativitasnya dalam kelas atau dalam mengikuti pelajaran. Siswa kurang mampu untuk menciptakan ide-ide baru dan mereka cenderung suka meniru hasil karya dari temannya. Hasil penelitian yang dilakukan Hans Jellen dari Universitas Utah, AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman bulan Agustus 1987 terhadap anak-anak berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta) menunjukkan, tingkat kreativitas anak-anak Indonesia adalah terendah di antara anak-anak seusianya dari 8 negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai terendah adalah Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia ( http://www.pikiran-rakyat.com). Pentingnya kreativitas akhir-akhir ini makin terasa sebagaimana nyata dalam banyaknya tulisan dan ungkapan di media masa mengenai masalah kreativitas. Kebutuhan peningkatan kreativitas dirasakan dalam semua bidang kegiatan manusia baik di sekolah, pekerjaan, keluarga, bahkan penggunaan di waktu luang. Sebabnya ialah karena manfaat dari perkembangan bakat kreatif
9
tidak hanya dirasakan oleh individu itu sendiri, tetapi dirasakan juga oleh lingkungan (Munandar,1990). Guilford menekankan betapa penelitian dalam bidang kreativitas sangat kurang. Perhatian utama terhadap kreativitas dan kesadaran akan pentingnya bagi dunia ilmu pengetahuan dating dari luar psikologi. Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian tentang kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas diasumsikan sebagai sesuatau yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak yang dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya. Saat ini model pendidikan paling umum dan dikenal di masyarakat adalah sistem sekolah. Bahkan, sekolah hampir dipandang sebagai satu-satunya model pendidikan yang ada dan valid di masyarakat. Sekolah adalah sistem yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, tetapi sesungguhnya ruang lingkup pendidikan jauh lebih luas daripada sistem sekolah. Proses pendidikan anak terjadi tidak hanya di ruang sekolah, tetapi juga keluarga, pergaulan, lingkungan dan sebagainya (Sumardiono, 2007). Tak seorang pun akan mengingkari bahwa kemampuan-kemampuan dan ciri-ciri kepribadian sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti keluarga dan sekolah. Kedua lingkungan pendidikan ini dapat berfungsi sebagai pendorong (press) dalam pengembangan kreativitas anak (Munandar 1995). Pada penelitian sebelumnya berpendapat bahwa siswa SD ternyata lebih kreatif dibandingkan dengan siswa SDIT, hal ini mungkin bisa dipengaruhi oleh lamanya waktu belajar dalam sekolah tersebut. Pada SD siswa lebih memiliki waktu belajar dalam sekolah tersebut. Pada SD siswa lebih memiliki waktu lebih banyak daripada siswa SDIT yang waktu belajarnya sampai sore (full day) (Jauhariatun Marfu’ah, Suparno, dan Rosana Dewi, 2007). Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan fungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat (Munandar 1995).
10
Menurut Djuwita (2009) seorang psikolog Perkembangan Anak dan staf pengajar Fakultas Psikologi UI, sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai pembelajaran siswa didiknya. Tidak seperti sekolah biasa yang lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode belajar mengajar menggunakan action learning dimana anak belajar melalui pengalaman (dimana anak mengalami dan melakukan langsung). Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware dengan lingkungannya dan tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari. Tidak hanya sebatas teori saja. Djuwita (2009) menjelaskan lebih lanjut bahwa pada pendidikan konvensional (sekolah biasa) pemberian PR asal proporsi dan tujuannya tepat dapat melatih anak juga untuk bertanggung jawab dengan tugas yang mereka miliki. Di sekolah alampun pengajaran tentang tanggung jawab dan disiplin diri diajarkan dengan cara dan kegiatannya yang berbeda. Mengenai sistem pendidikan sekolah alam yang banyak manfaatnya, sekolah alam mengajarkan siswa belajar tidak hanya berdasarkan atau mengandalkan text book, tapi juga belajar aktif. Belajar dengan aktif dengan situasi, kondisi, komunikasi antara siswa dan guru yang menyenangkan tentunya diharapkan akan memberikan motivasi belajar yang besar untuk siswa dan menumbuhkan minat akan apa yang dipelajari. Situasi belajar yang menyenangkan, dukungan komunikasi yang hangat antara guru dan siswa memudahkan anak dalam beradaptasi dan memahami dirinya sendiri. Djuwita (2009 ) menerangkan kelebihan sekolah alam dibandingkan sekolah biasa, sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja, namun mereka dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di alam. Saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar mengajar konvensional di mana guru menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan dengan mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan kesempatan
11
untuk mengalami langsung atau melihat langsung bentuk pengetahuan yang mereka pelajari. Di sekolah alam, biasanya aturan yang diberlakukan tidak seketat sekolah biasa di mana siswa harus duduk mendengarkan gurunya atau mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas. Jika berbicara tentang sekolah tak terlepas dari kurikulum yang ada dan ditetapkan pemerintah, berbeda dengan sekolah konvensional. Sekolah alam memiliki kurikulum yang berbeda, jikapun menggunakan kurikulum pendidikan biasanya dilakukan penyesuaian saja. Sekolah alam yang dirintis oleh Dik Doank bahkan tidak menggunakan kurikulum, sebab sekolah alamnya mengajarkan anak untuk menggali potensi dirinya tanpa harus menjadi beban sang anak dengan sekolahnya (Yoga, 2009). Jadi, sekolah adalah model pendidikan mainstream (mayoritas). Tetapi sekolah bukanlah satu-satunya cara bagi seorang anak untuk memperoleh pendidikannya. Sekolah hanyalah salah satu cara yang dapat digunakan seorang anak untuk belajar dan memperoleh pendidikannya. TINJAUAN PUSTAKA Kreativitas Kreativitas (creativity) ialah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa melahirkan suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah, Santrock (2002). Menurut Semiawan (1984) kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkan dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri aptitude seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan keaslian (orisinalitas) dalam pemikiran maupun ciriciri (non-aptitude), seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru. Ayan (2002) menyatakan bahwa hahikat kreativitas adalah kemauan, keinginan atau semangat untuk melakukan eksplorasi, mempertanyakan dan melakukan eksperimen terhadap berbagai objek, peristiwa dan situasi yang ada lingkungan. Berbagai pendapat tentang kreativitas manusia dari para ahli, masingmasing ahli memberikan pengertian tentang kreativitas dengan titik berat yang
12
berbeda-beda. Hurlock (1993), mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru. Anak yang kreatif menghasilkan sebagian besar waktunya untuk menciptakan yang orisinil dari mainan-mainan dan alat-alat bermain, sedangkan anak yang tidak kreatif mengikuti pola yang sudah ada dibuat oleh orang lain. Kreativitas yang berkaitan dengan 5 pribadi yang kreatif didasarkan pada teori Guilford (1978) yaitu: a. Ketrampilan berpikir lancar (fluency), yaitu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah dan pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal serta selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. b. Ketrampilan berpikir luwes (Flexibility), yaitu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbedabeda, serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. c. Ketrampilan berpikir orisinal (originality), yaitu mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri serta mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagianbagian atau unsur-unsur. d. Ketrampilan merinci atau penguraian (elaboration), yaitu mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan menambahkan atau merinci secara detail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik. e. Ketrampilan perumusan kembali (redefinition), yaitu menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, serta tidak hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melakukan. Sedangkan Munandar (1982) melalui penelitiannya, menyebutkan ciri-ciri kepribadian kreatif yaitu mempunyai daya imajinasi yang kuat, memiliki inisiatif dan minat yang luas, memiliki kebebasan dalam berpikir, bersifat ingin tahu,
13
penuh semangat, berani mengambil resiko, memiliki keyakinan dan berani berpendapat Munandar (1990) menambahkan beberapa penemuan mengenai pengertian kreativitas, antara lain : a. Kreativitas adalah kemampuan untuk melihat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Pada umumnya orang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan hal baru, tetapi merupakan gabungan dari hal-hal yang ada sebelumnya. b. Kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah dimana penekanannya pada kuantitas, kelipatgunaan, dan kegunaan. Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang, tetapi jawaban yang diberikan harus sesuai dengan permasalahan dan dilihat dari kualitas jawaban. c. Kreativitas dapat dirumuskan dengan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibelitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan
untuk
mengolaborasi
(mengembangkan,
memperkaya,
memperinci) suatu gagasan. d. Kreativitas (berpikir kreatif dan berikir divergen) adalah kemampuan
berdasarkan atau informasi yang tersedia, menemukan kemungkinan banyak jawaban suatu masalah dimana penekanannya pada kuantitas, kelipatgunaan, dan kegunaan. Dari pendapat tentang pengertian kreativitas di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru berdasarkan informasi atau data yang ada di sekitarnya atau di lingkungannya dari unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan dan originalitas dalam memberikan gagasan serta kemempuan untuk mengembangkan, merinci dan memperkaya suatu gagasan (elaborasi).
14
Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kreativitas di Sekolah a. Sikap Guru Dalam suatu studi, tingkat motivasi intinsik rendah, jika guru terlalu banyak mengontrol, dan lebih tinggi jika guru memberikan lebih banyak otonomi. b. Belajar dan Hapalan Mekanis Salah satu cara yang salah untuk menghimpun pengetahuan adalah dengan belajar secara mekanis, menghafal fakta tanpa pemahaman bagaimana hubungan antara fakta tersebut. Pengetahuan seperti itu dapat berguna untuk memperoleh nilai tinggi pada tes pilihan berganda, tetapi akan kurang berguna untuk menghasilkan karya kreatif. c. Kegagalan Semua siswa pasti pernah mengalami kegagalan dalam pendidikan mereka, tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata terhadap motivasi intrinsik dan kreativitas. d. Tekanan dan Konformitas Bukan guru saja yang mematikan kreativitas disekolah. Anak-anak dapat saling menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas. Dampak dari tekanan teman sebaya nyata jika kita melihat gaya berpakaian anak, dan hiburan atau kegiatan waktu luang yang disukai. Pada sekitar umur Sembilan tahun tekanan akan konformitas oleh teman sebaya dapat menghambat kreativitas anak. Penemuan bahwa kreativitas cenderung menurun pada tingkat kelas 4 agaknya berkaitan langsung dengan tekanan teman sebaya (Torrance, dikutip Amabile, 1989). e. “Sistem” Sekolah Joan Freeman (1993) memberikan saran-saran bagaimana mengatasi rasa bosan anak di sekolah. Faktor yang dinilai dapat mempengaruhi kreativitas siswa adalah sistem pendidikan yang diterapkan. Sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah dasar biasanya masih tergantung pada pendidik, akibatnya siswa kurang bersemangat dalam mencapai prestasi belajar dan siswa kurang memiliki tingkah laku yang
15
kritis, bahkan cara berpikir untuk mengeluarkan ide-ide baru terkesan lambat. Sistem pendidikan hendaknya dapat merangsang pemikiran, sikap dan perilaku kreatif siswa disamping pemikiran logis dan penalaran. SEKOLAH Pengertian sekolah Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan , seperti yang sudah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk kedalam proses pembangunan masyarakat itu. Oleh karena itu sekolah sebagai pusat pendidikan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal. Sistem Pendidikan 1. Pendidikan Reguler Fuad (1997) mengartikan institusi pendidikan adalah sebuah institusi resmi yang dikelola oleh pemerintah dengan menyelenggarakan pendidikan secara terencana, sengaja, terarah, sistematis yang diajarkan oleh pendidik profesional yang programnya dituangkan di dalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu. Pendidikan reguler adalah bagian dari sebuah sistem pendidikan yang berlaku dan sudah menjadi kebiasaan di dalam pendidikan di kalangan masyarakat
dan
mempunyai
aturan
yang
baku
dari
institusi
yang
membawahinya. Di lingkungan masyarakat, pendidikan reguler dimulai dari pendidikan tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai pendidikan Menengah Tingkat Atas (SMTA/SMA). Waktu belajar berdasarkan kurikulum yang wajib diberikan yaitu pada hari Senin sampai Kamis mulai jam 07.00 – 13.00 WIB, sedangkan hari Jum’at dan Sabtu mulai jam 07.00 – 11.00 WIB.
16
2. Sekolah alam Sekolah alam didirikan pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 yang merupakan gagasan dari seorang mantan staf ahli Mentri Negara BUMN, yaitu Lendo Novo. Ir. Lendo Novo adalah alumni tekhnik perminyakan Institut Tekhnologi Bandung (ITB). Sejak tahun 1992, Lendo merancang konsep sekolah alam agar murid-murid bisa belajar sambil bermain. Pada tahun 1997, barulah beliau bisa mewujudkan konsepnya tersebut dan mendirikan Sekolah Alam, yaitu di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sistem pembelajaran dalam Sekolah Alam tidak hanya bersifat pembelajaran teoritis. Anak-anak dibawa ke alam untuk melihat secara langsung materi pelajaran yang perlu diketahui sehingga ilmu yang diperoleh bisa aplikatif. Karena lewat pembelajaran langsung (experiential learning), anak-anak dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah menggunakan ilmu yang mereka peroleh. Mereka menjadi subyek berpikir yang mencari tahu dan menyadari kegunaan materi yang dipelajari. Menurut Djuwita (2009), Sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai pembelajaran siswa didiknya. Tidak seperti sekolah biasa yang lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode belajar mengajar lebih banyak menggunakan action learning dimana anak belajar melalui pengalaman (dimana anak mengalami dan melakukan langsung). Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar ini diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware dengan lingkungannya dan tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari. Djuwita (2009) juga mengatakan bahwa bisa dibilang konsep sekolah alam adalah konsep belajar aktif, menyenangkan dengan menggunakan alam sebagai media langsung untuk belajar. Jika dibilang sekolah alam mengacu pada pendidikan montesorri mungkin tidak bisa dibilang mengacu seratus persen. Namun ada beberapa dasar-dasar metode pendidikan montesorri yang
17
menurutnya, juga diterapkan dalam sekolah alam. Baik montesorri dan sekolah alam berusaha menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, dimana atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara guru dan siswa juga hangat dan juga mementingkan pada active learning dimana siswa tidak berfokus pada buku-buku pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari, bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya. Hanya sekolah alam lebih memanfaatkan alam sebagai media untuk siswa belajar langsung, sementara dalam pendidikan montesorri, material yang digunakan bisa tidak disediakan di alam, namun bisa berupa material yang memang dirancang khusus untuk membantu siswa belajar. METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas IV, V, VI SDN 10 Salatiga dan siswa kelas IV, V, VI Sekolah Alam Ungaran tahun ajaran 2013/2014. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive non random sampling, yaitu penentuan sampel yang didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat yang sudah ditentukan oleh peneliti sebelumnya, tanpa memberikan peluang yang sama pada semua subjek yang menjadi anggota populasi. Berdasarkan tehnik sampling tersebut diperoleh sampel yang berjumlah 35 siswa kelas VI, V, VI SDN 10 dan 31 siswa kelas IV, V, VI Sekolah Alam Ungaran. Dipilih siswa kelas VI, V, VI SDN 10 Salatiga dan siswa kelas IV, V, VI di Sekolah Alam Ungaran dengan alasan rata-rata subjek berumur 10-12 tahun dan sesuai dengan standarisasi alat tes kreativitas (TKF). Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan alat tes yaitu tes kreativitas figural (TKF). Tes yang digunakan adalah alat ukur kreativitas yang diadaptasi di Indonesia yang disusun oleh Utami Munandar dkk (Utami Munandar dkk, 1988). Dalam penelitian ini penulis mengukur kreativitas dalam TKF yang memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi
18
baru dari unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas
dalam
memberi
gagasan
serta
kemampuan
untuk
mengembangkan, merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan. Istilah figural menyangkut informasi dalam bentuk konkrit, berbeda dengan verbal yang menyangkut informasi dalam bentuk konsepsi atau konstruk mental yang menggunakan kata-kata. Dari penelitian yang telah dilakukan Munandar (1988) maka tes kreativitas figural dari Torrence yang telah dimodifikasi oleh Munandar sudah cukup sahih untuk mengungkap kreativitas di Indonesia. Kisi-Kisi Instrumen Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari Torrance “Circles Test”, dan dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam memberi gagasan serta kemampuan untuk mengembangkan, merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan. Istilah figural menyangkut informasi dalam bentuk konkrit, berbeda dengan verbal yang menyangkut informasi dalam bentuk konsepsi atau konstruk mental yang menggunakan kata-kata. Bentuk figural dari baterai tes Torrance meliputi kegiatan tugas: 1. Membuat suatu gambar dari suatu bentuk yang diberikan; 2. Melengkapi gambar, berdasarkan beberapa rangsang garis; 3. Membuat macam-macam gambar dari sejumlah lingkaran yang diberikan sebagai rangsang (Circles Test) Tes ini dikembangkan oleh Torrance (1974). Disebut juga Tes Kreativitas Lingkaran. Dalam tes ini, subjek diminta menggunakan gambar-gambar lingkaran untuk membuat gambar apa pun yang dikehendaki subjek. Dari tes ini akan dinilai beberapa aspek:
19
1. Kelancaran (Fluency) Skor diperoleh dari jumlah jawaban dikurangi jumlah jawaban yang sama. 2. Fleksibilitas (Flexibility) Skor diperoleh dari jumlah kategori yang berbeda yang diperoleh berdasarkan klasifikasi jawaban. 3. Originalitas Skor diperoleh berdasarkan kejarangan jawaban. Jawaban yang diberikan oleh 10% atau lebih responden mendapat skor 0. Jawaban yang diberikan oleh 5% sampai 9% responden mendapat skor 1. Jawaban yang diberikan oleh 2% sampai 4% lebih responden mendapat skor 2. Jawaban yang diberikan oleh kurang dari 2% diberi skor 3. 4. Bonus Originalitas. Termasuk skor kejarangan jawaban, namun diberikan untuk jawaban yang mengkombinasikan 2 atau lebih lingkaran. 5. Elaborasi Skor diperoleh berdasarkan jumlah gagasan yang nampak pada setiap jawaban, disamping gagasan pokok yang minimal. Tes Kreativitas Figural (TKF) relatif mudah pelaksanaan-nya dan hanya memerlukan waktu 10 menit dalam pelaksanaannya. Stimulus TKF mengundang· anak mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bentuk gambar, sehingga lebih menarik bagi anak-anak (seperti bermain). Adapun aspek-aspek yang mendasari TKF sama dengan ciri-ciri kreativitas yang dikemukakan oleh Guilford, yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir, elaborasi dan originalitas (dalam Munandar dkk., 1988). Validitas dan Reliabilitas Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat tes yang sudah ada yaitu alat tes kreativitas figural (TKF). Tes kreatif figural ini diadaptasi dari Torrance “Circles Test”, pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1976, kemudian tahun 1988 dilakukan penelitian standarisasi tes kreativitas figural (untuk umur
20
10-18 tahun) oleh Fakulatas Psikologi Universitas Indonesia, bagian Psikologi Pendidikan (Utami Munandar, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Munandar tahun 1988 (dalam Yunita, 2010) kesahihan tes kreativitas figural dapat dilihat dengan mengkolerasikan figural divergen productivity measure (Torrence Circless Test) dengan figural corvergent thinking. Pada waktu itu subjek yang diteliti adalah siswa SD, SMP, SMU di Jakarta. Hasil analisis statistik menggunakan rumus product moment yang menunjukkan koefisien korelasi antara Circless Test dengan figure extclution sebesar 0,23; p < 0,01. Validitas tes kreativitas figural, namun koefisien korelasi antara cricle test dan word relation sebesar 0,45; p < 0,01 dan reliabilitasnya untuk fluency 0,76, untuk flexibility 0,63 sedangkan originality 0,79 dengan taraf signifikansi 1%. Karena alat tes kreativitas figural ini sudah distandarisasi, maka tidak perlu diukur validitas dan reliabilitasnya lagi. Tehnik Analisis Data Untuk membuktikan hipotesis yang diajukan , yaitu ada perbedaan kreativitas pada siswa kelas IV, V, VI SDN 10 Salatiga dan siswa kelas IV, V, VI Sekolah Alam Ungaran (SAUNG), maka tehnik analisa data yang digunakan adalah analisis dwivariant uji-t student antar kelompok. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis data diperoleh hasil penelitian yaitu T = -3.282, df = 64 dan p = 0,002 (p < 0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan antara siswa Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga dan Sekolah Alam Ungaran (SAUNG). Kreativitas adalah kemampuan siswa untuk menghasilkan pemikiran atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, sebelumnya belum pernah ada, dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang memungkinkan orang tersebut untuk menciptakan ide-ide asli atau menghasilkan sesuatu yang adaptif yang secara penuh berkembang, serta dapat bermanfaat bagi penggunanya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat tes kreativitas figural (Utami Munandar dkk, 1988) untuk mengukur dan membandingkan kreativitas
21
siswa SDN 10 dan siswa Sekolah Alam Ungaran. Jadi peneliti menggunakan tes figural. Munandar (1990) kreativitas dapat dirumuskan dengan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibelitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengolaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. Rogers, 1972 (dalam Munandar,1988) juga mengemukakan bahwa yang mendorong individu untuk bertindak kreatif adalah kecenderungannya untuk mengaktualisasikan diri dan untuk merealisasikan potensi-potensi yang ada. Kecenderungan inilah yang merupakan motivasi untuk membentuk produk kreatif dalam hubungan dengan lingkungannya. Sistem pendidikan memiliki pengaruh terhadap kreativitas siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemardjan (1983) yang menyebutkan bahwa kreativitas merupakan sifat pribadi individu dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat. Tumbuh dan kembangnya kreativitas diciptakan oleh individu dan dipengaruhi pula oleh banyak faktor, terutama adalah karakter yang kuat, kecerdasan yang cukup dan lingkungan yang mendukung. Lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan sekolah, di mana dalam lingkungan sekolah ini terdapat sistem pendidikan yang di terapkan di dalam sekolahan tersebut. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Marfu’ah, Suparno dan Rosana Dewi (2007) yang mengatakan siswa SD lebih kreatif di bandingkan dengan SDIT (sekolah non regular.) Faktor lain yang dapat mempengaruhi kreatifitas yaitu sistem pembelajaran dan metode yang berbeda. Sekolah alam tidak hanya bersifat pembelajaran teoritis. Anak-anak dibawa ke alam untuk melihat secara langsung materi pelajaran yang perlu diketahui sehingga ilmu yang diperoleh bisa aplikatif. Karena lewat pembelajaran langsung (experiential learning), anak-anak dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah menggunakan ilmu yang mereka peroleh. Mereka menjadi subyek berpikir yang mencari tahu dan menyadari kegunaan materi yang dipelajari.
22
Dalam penelitian ini penulis membedakan kreativitas dengan menyimpulkan bahwa faktor yang dinilai dapat mempengaruhi kreativitas siswa adalah sistem pendidikan yang diterapkan. Sistem pendidikan yang diterapkan di sekolahsekolah dasar biasanya masih tergantung pada pendidik, akibatnya siswa kurang bersemangat dalam mencapai prestasi belajar dan siswa kurang memiliki tingkah laku yang kritis, bahkan cara berpikir untuk mengeluarkan ide-ide baru terkesan lambat. Sistem pendidikan hendaknya dapat merangsang pemikiran, sikap dan perilaku kreatif siswa disamping pemikiran logis dan penalaran. Di dalam penelitian ini berarti ada perbedaan kreativitas antara siswa Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga dan Sekolah Alam Ungaran (SAUNG). PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data seperti yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kreativitas siswa Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga dan siswa Sekolah Alam Ungaran (SAUNG). Yaitu dengan nilai p = 0,002 (p < 0,05) dan nilai mean pada siswa Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga sebesar 88.66. Siswa Sekolah Alam Ungaran (SAUNG) dengan nilai mean sebesar 96.61 di mana kreativitas siswa Sekolah Alam Ungaran (SAUNG) lebih tinggi dari pada kreativitas siswa Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi subjek penelitian khususnya siswa SDN 10 Salatiga diharapkan agar selalu menggunakan kemampuan dimiliki untuk berkreasi atau membuat sesuatu/menghasilkan karya tertentu seperti membuat puisi, berani dalam mengungkapkan pendapat, berani bertanya dan mempertahankan pendapatnya walaupun mendapat kritik (secara verbal), membuat benda dari tanah liat, pasir, cat, kertas, dan lem, melukis/menggambar, menciptakan kontruksi
23
dengan menggunakan balok-balok agar sesuai dengan keinginannya, serta berimajinasi, misalnya membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi dan membuat/menulis cerita tentang kejadian-kejadian yang belum pernah dialami. 2. Bagi pendidik, diharapkan agar memberikan kebebasan siswa untuk berkreasi misalnya memberikan kebebasan dalam membuat karya seni atau membuat sesuatu yang baru (puisi, cerita pendek), memberikan kebebasan berimajinasi seperti bercerita tentang hal-hal yang pernah dialami ataupun yang belum pernah dialami (mengarang cerita), bertanya tentang sesuatu yang belum dimengerti serta menerapkan sistem pendidikan yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dengan menambah jam pelajaran pada pelajaran seni, menyediakan ruang kreativitas untuk siswa dan sering melakukan kegiatan yang dapat membangkitkan kreativitas siswa seperti perlombaan mewarnai, melukis, olah raga atau diskusi. 3. Bagi orang tua, diharapkan agar selalu memberikan dukungan untuk peningkatan
kreativitas
anaknya,
misalnya
dengan
memberikan
atau
mengusahakan alat-alat permainan yang dapat merangsang kreativitas, seperti permainan konstruksif (balok-balok, puzzle), menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktivitas seerta mengajak anak untuk menggambar atau melukis dan bermain teka-teki. 4. Bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tema yang sama penulis menyarankan untuk mengontrol ruang lingkup yang lebih luas misalnya dengan memperluas populasi dan memperbanyak sampel. Peneliti juga menyarankan menggunakan alat tes yang lain seperti Tes Kreativitas Verbal (TKV), Skala Sikap Kreatif, dan tes intelegensi. Dalam melaksanakan penelitian diharapkan tidak hanya mengukur pribadi kreatif saja tetapi juga untuk mengikut sertakan variabel lain seperti intelegensi, usia, lingkungan tempat tinggal (desa-kota) dan variabel-variabel lain yang diduga dapat mempengaruhi kreativitas sehingga hasil penelitian akan lebih akurat.
24
DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta. Asmani Ma’mur Jamal 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Yogyakarta : DIVA Press. Ayan, E. 2002. Bengkel Kreativitas. Penerjemah : Ibnu Setiawan. Bandung: Kaita. Chandra, J. 1994. Kreativitas bagaimana Menanam, Membangun, dan Mengembangkannya. Yogyakarta : Sigma Alpha. Gunarsa, S. 1986. Psikologi Remaja. Jakarta : PT . BPK. Gunung. Kabul K. Apriani. 2006. Perbedaan Kreativitas Antara Siswa Laki- Laki dan Siswa Perempuan di SMA LAB. Satya Wacana Salatiga. Marfu’ah, Suparno, Dewi Rosana. 2007. Perbedaan Kreativitas Pada Siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Dasar Islam Terpadu. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Prof. DR. Sudjana, M.A., M.SC. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Purwanto. Kreativitas Berpikir Menurut Guilford. STAIN Surakarta; 2007 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta. http: www.handsofalchemy.com http://abudira.wordpress.com/2009/03/17/apa-itu-sekolahalam/EfriyaniDjuwita,M.Si http://anggitadewipratiwi.blogspot.com/2012/09/sekolah-alam-inovasipendidikan.html http://byutiridhaandini.blogspot.com/2013/09/identifikasi-dan-pengukurankreativitas.html http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/11/jhptump-a-kurniadest-526-3-babiii.pdf http://sondyi.blogspot.com/2013/05/nilai-estetika-pendidikan.htmlericsondamanik http://www.psychologymania.com/2012/07/tes-kreativitas-figural.html http://www.psychologymania.net/2010/02/pengukuran-kreativitas.html
25
www.nakita.com. Mengukur Tingkat Kreativitas Si Prasekolah.18 Desember 2009. www.wahyubk.blogspot.com. Pengertian Kreativitas