PENDAHULUAN Kecenderungan kecurangan akuntansi telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Timor-Leste. Kecurangan secara umum meliputi bermacam-macam arti bahwa dengan kepandaian manusia seseorang dapat merencanakan untuk memperoleh keuntungan melalui gambaran yang salah (Albrecth et all, 2006:7). Kecurangan mencakup tindakan ilegal yang sengaja dilakukan, lalu disembunyikan dan memperoleh manfaat dengan melakukan pengubahan bentuk menjadi uang kas atau barang berharga lainnya (Coderre, 2004:21). Korupsi merupakan tindakan yang lazim untuk dilakukan di antaranya adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen dan mark-up yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Wilopo, 2006). Tindakan ini merupakan bentuk kecurangan akuntansi. Secara ekonomi maraknya rent seeking dan korupsi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: adanya hambatan perdagangan internasional, pengawasan harga oleh pemerintah, diberlakukannya multiple exchange rate, dan rendahnya gaji pegawai negeri (Mauro 1997, Ginting 1999). Kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dikatakan sebagai tendensi korupsi dalam definisi dan terminologi karena keterlibatan beberapa unsur yang terdiri dari fakta-fakta menyesatkan, pelanggaran aturan atau penyalahgunaan kepercayaan dan omisi fakta kritis (Soepardi 2007). Wilopo (2006) dalam hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas pengendalian internal dan ketaatan aturan akuntansi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Adapun perilaku tidak etis berpengaruh signifikan positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Natalino dos Santos, Anggota Parlemen dari fraksi Partai Congreso
Nacional
Reconstrucao 1
de
Timor-Leste
(CNRT)
mendeklarasikan kepada publik dan kepada pihak yang berwewenang dengan hukum yang berlaku di Timor-Leste untuk menginvestigasi indikasi kasus korupsi kementrian Estatal (Kementrian Dalam Negeri) dan Kementrian Perencanaan dan Keuangan menggunakan uang rakyat tidak mengikuti prosedur atau undang-undang tentang pengadaan sentralisasi. Kecurangan akuntansi oleh pimpinan dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber penipuan baik berupa pemalsuan atau penyembunyian bukti-bukti transaksi, penyajian informasi dan laporan keuangan yang tidak benar, ataupun salah saji akibat perlakuan yang tidak semestinya terhadap aset (Lin et al., 2003). Sehubungan dengan laporan keuangan kecenderungan kecurangan umumnya terjadi karena pengaruh lingkungan intern dan lingkungan ekstern (Armand, 2007:98). Fenomena kecurangan ditujukkan juga bahwa mantan Menteri Kehakiman Timor-Leste Lucia Brandao Lobato telah dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena terbukti menyalahgunakan kekuasaan dan memalsukan dokumen. Terpidana juga dikenai denda $400 ribu dan biaya pengadilan $300. Sidang keputusan pengadilan distrik Dili dipimpin oleh hakim Edite Palmira, didampingi Jose Maria de Araujo, jaksa penuntut umum Paulo Texeira (Internasional), Jose Ximenes, Felismino Cardozo, serta Angelina Saldanha. Lobato didampingi pengacaranya Sergio Hornai. Pengadilan menjatuhkan hukuman berdasarkan keterangan 20 saksi, termasuk wartawan senior bernama Jose Belo. Petinggi Partai Sosial Demokrat (PSD) ini didakwa terlibat dalam pemalsuan dokumen proyek pengadaan seragam dan sepatu para petugas lembaga pemasyarakatan di Becora dan distrik Ermera pada tahun 2008. Lobato yang pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman Aliansi Mayoritas Parlemen (AMP), memberi proyek pengadaan ini 2
kepada perusahaan lain, yakni Wesupa Lda, tanpa melalui tender atau pengadaan (www. tempo semanal.com Sab, 9 Juni 2012). Tindakan korupsi akan mempengaruh lemahnya modal kapital dan modal manusia yang disebabkan oleh kurangnya akses ke lembaga keuangan dituding sebagai penyebab utama kemiskinan di negara sedang berkembang (Deininger, 2000 dan Waluyo, 2004). Model ekonomi (economic model) memberikan petunjuk bahwa korupsi akan berdampak langsung terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan model pemerintahan (government model) mengindikasikan bahwa keberadaan korupsi akan mengurangi anggaran negara, sehingga penyediaan barang publik menjadi berkurang
pula. Melemahnya anggaran Negara akan berdampak
terhadap berkurangnya kemampuan negara untuk mereduksi korupsi (Chetwind at all., 2003). Fenomena kecurangan lainnya ditunjukkan juga pada mantan Bupati (Eks Adiministrator Distrik) Dili, Joa Ruben de Carbalho Braz, Rabu tanggal (13/2/2014) dijatuhi hukuman penjara dari pengadilan Distrik Dili dalam kurung waktu tiga tahun enam bulan karena terbukti melakukan korupsi terhadap uang negara senilai $21.800, dari kasus tindakan korupsi yang di lakukan oleh mantan bupati distrik Dili tersebut telah melakukan kecurangan dan menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power untuk kepentingan diri sendiri (www. timorpost. com, 14 Februari 2014). Dari fenomena-fenomena kecurangan yang terjadi merupakan kecenderungan kecurangan dalam bentuk penipuan yang sengaja dilakukan sehingga dapat menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan (Alison 2006).
3
Kecurangan secara umum meliputi bermacam-macam arti bahwa dengan kepandaian manusia seseorang dapat merencanakan untuk memperoleh keuntungan melalui gambaran yang salah (Albrecth et al., 2006:7). Kecurangan mencakup tindakan illegal yang sengaja dilakukan, lalu disembunyikan dan memperoleh manfaat dengan melakukan pengubahan bentuk menjadi uang kas atau barang berharga lainnya (Coderre 2004: 21). Kecurangan dilakukan di organisasi, oleh organisasi atau untuk organisasi. Tindakan ini dilakukan baik secara internal maupun eksternal, secara sengaja dan disembunyikan (Vona 2008:6). Pradnyani (2014) pengaruh keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi dan asimetri informasi pada akuntabilitas organisasi dengan kecenderungan kecurangan akuntansi sebagai variabel intervening studi empiris pada perguruan tinggi negeri di provinsi Bali dengan hasil penelitiannya keefektifan pengendalian internal
berpengaruh
pada
akuntabilitas
organisasi
melalui
kecenderungan kecurangan akuntansi, ketaatan aturan akuntansi berpengaruh pada akuntabilitas organisasi melalui kecenderungan kecurangan
akuntansi,
asimetri
informasi
berpengaruh
pada
akuntabilitas organisasi melalui kecenderungan kecurangan akuntansi. Fauwzi (2011) analisis pengaruh keefektifan pengendalian internal, persepsi kesesuaian kompensasi, moralitas manajemen terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi studi pada biro keuangan provinsi Jawa Tengah dengan hasil penelitiannya keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku tidak etis, kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku tidak etis, moralitas manajemen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap 4
perilaku tidak estis, keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, kesesuaian
kompensasi
kecenderungan
tidak
kecurangan
berpengaruh akuntansi,
signifikan
moralitas
terhadap
manajemen
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Adelin (2009) pengaruh pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi dan perilaku tidak etis terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi studi empiris pada BUMN di kota Padang dengan hasil penelitiannya efektivitas pengendalian internal berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, ketaatan aturan akuntansi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi dan perilaku tidak etis berpengaruh signifikan dan positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Davis et al., (2006) mengembangkan model DeZoort dan Lord (1997) empat karakteristik individual sebagai variabel moderating yaitu komitmen
professional
(professional
commitment),
impression
management, kekuatan tekanan persepsian (perceived pressure strength),
kesulitan
keputusan
persepsian
(perceived
decision
difficulty). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan ketaatan mempengaruhi rekomendasi keputusan anggaran. Pengalihan tanggung jawab dianggap keputusan anteseden untuk mematuhi dan berperilaku tidak etis. Davis et al., (2006) mengevaluasi kerentanan terhadap tekanan ketaatan bagi akuntan manajemen untuk menciptakan budgetary slack dengan melanggar kebijakan perusahaan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa partisipan yang menambah slack pada rekomendasi anggaran awal menemukan kurangnya tanggung jawab
untuk
sebuah
keputusan 5
anggaran
yang
telah
dibuat
dibandingkan partisipan yang menolak menambah slack. Ada empat karakteristik individual sebagai variabel moderating yaitu komitmen profesional, impression management, kekuatan tekanan persepsian dan kesulitan keputusan persepsian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan ketaatan mempengaruhi rekomendasi keputusan anggaran. Pengalihan tanggung jawab dianggap keputusan anteseden untuk mematuhi dan berperilaku tidak etis. Kekuatan tekanan persepsian menurut Davis et al., (2006) mengindikasikan seberapa banyak tekanan yang mereka rasakan untuk mengikuti perintah atasan. Dengan demikian, dalam situasi tekanan yang sangat kuat membuat bawahan melakukan sesuatu yang dianggap salah. Pengaruh tekanan dari atasan membuat bawahan merasa sulit untuk membuat rekomendasi anggaran yang benar. Kompleksitas tugas disini diartikan sebagai persepsi individu tentang suatu tugas yang disebabkan terbatasnya kapabilitas dan daya ingat, serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki pembuat keputusan (Jamilah et al., 2007). Libby dan Lipe (1992) menunjukkan bahwa kompleksitas tugas digunakan sebagai alat motivasi untuk meningkatkan kualitas kerja seorang auditor. Dalam kondisi pekerjaan yang kompleks, auditor tidak hanya harus bekerja lebih keras, namun auditor juga memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan penugasan audit yang diberikan. Di sisi lain, hasil yang bertolak belakang diperlihatkan Tan et al., (2002) yang meneliti interaksi variabel akuntabilitas dan pengetahuan pada hubungan kompleksitas kerja dan kinerja auditor. Penelitian tersebut menemukan bahwa kompleksitas tugas menyebabkan penurunan kinerja apabila auditor memiliki pengetahuan yang rendah, namun tidak mempengaruhi kinerja auditor yang memiliki pengetahuan yang tinggi. 6
Jamilah et al., (2007) mengenai pengaruh gender, tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas pada kinerja auditor senior dan junior di Jawa Timur menunjukkan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh pada kinerja auditor dalam pengambilan keputusan. Hal ini menegaskan bahwa auditor telah mengetahui tugasnya dengan jelas sehingga tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan penugasan yang diberikan. Scully (2006) menemukan ada pengaruh yang terbalik antara kompleksitas tugas dan kualits audit pada tingkat tertentu. Semakin tinggi kompleksitas tugas akan menghasilkan kualitas audit yang rendah dan sebaliknya. Prasita dan Adi (2007) menemukan bahwa kompleksitas audit yang muncul karena semakin tingginya variabilitas dan ambiguity tugas pengauditan, menjadi indikasi penyebab turunnya kualitas audit. Dalam situasi seperti itu, auditor cenderung berperilaku disfungsional dan lebih mengutamakan kepentingan klien daripada objektifitas hasil pengauditan itu sendiri. Namun penelitan Jamilah (2007) menemukan hasil yang berbeda bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh terhadap judgment yang dibuat auditor dalam menentukan opini auditnya. Hasil beberapa penelitan tersebut menunjukkan belum konsistennya kompleksitas tugas sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas audit dan oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui peran kompleksitas tugas terhadap kualitas audit. Anggraiata (2013) pengaruh moderasi strategi perusahaan terhadap hubungan antara mekanisme monitoring dan kinerja perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris dan kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif
terhadap
kinerja
perusahaan, sementara tingkat utang secara positif berhubungan dengan kinerja
perusahaan.
Perusahaan
mengkombinasikan
berbagai
mekanisme corporate governance baik mekanisme governance internal 7
dan eksternal untuk mengurangi agency cost dan menyamakan tujuan agen dan prinsipal (Rediker dan Seth, 1995). Selain menggunakan mekanisme corporate governance, perusahaan dapat menggunakan mekanisme kontrak hutang untuk membatasi prilaku oportunis manajer dengan mengurangi kas yang tersedia untuk pengeluaran diskresioner manajer (Simerly dan Li, 2000). Begitu juga dengan penelitian mengenai peranan hutang sebagai mekanisme monitoring untuk mengurangi prilaku oportunis manajer. Penelitian-penelitian tersebut ada yang menemukan hubungan positif antara tingkat hutang dan kinerja (Spence, 1985 dan Ghosh et al., 2000) namun ada pula yang menemukan hubungan yang negatif (Gleason et al., 2000). Ang (2000) menyatakan bahwa external monitoring yang dilakukan oleh pihak bank dapat mengurangi agency cost pada perusahaan-perusahaan kecil. Temuan ini cukup menarik, mengingat pada perusahaan kecil masalah yang sering dihadapi adalah hambatan likuiditas, tetapi setelah hambatan likuiditas, teratasi dengan adanya pendanaan modal kerja dari bank ternyata tidak mempengaruhi performance efisiensi. Tekanan
ketaatan,
kompleksitas
tugas,
monitoring
dan
kecenderungan kecurangan akuntansi banyak di teliti dalam konteks anggaran. Dalam konteks staf keuangan diduga juga fakta bahwa tekanan ketaatan dan kompleksitas tugas juga menjelaskan fenomena penugasan dalam staf keuangan. Fakta lain dapat mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi dalam pelaksanaan tugas oleh staf keuangan diduga adalah monitoring. Riset-riset di bidang keuangan menunjukkan bahwa fungsi staf keuangan memiliki kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi maupun tetap berintegritas tinggi dengan salah melakukan kecenderungan kecurangan akutansi.
8
Korupsi merupakan tindakan yang lazim dilakukan di antaranya adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen dan mark-up yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Wilopo, 2006). Partisipan merasa sulit membuat rekomendasi anggaran awal dalam situasi tertekan (Davis et al., 2006). Kompleksitas audit yang muncul karena semakin tingginya variabilitas dan ambiguity tugas pengauditan, menjadi indikasi penyebab turunnya kualitas audit (Prasita dan Adi 2007). Dewan komisaris dan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sementara tingkat utang
secara
positif
berhubungan
dengan
kinerja
perusahaan
(Anggraiata V, 2013). Tujuan penelitian ini untuk memberikan bukti empiris mengenai tekanan ketaatan, komplesitas tugas dan monitoring pengaruhanya terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada staf Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak sebagai berikut. Manfaat praktisi bagi instansi Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pemahaman tentang kecenderungan kecurangan akuntansi dalam instansi pemerintahan untuk menurungkan tingkat kecurangan. Manfaat teoritis bagi peneliti yaitu memberikan kontribusi ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan akuntansi audit dan pemahaman dalam menguji pengaruh tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi
9
TELAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Kajian Teori Kecenderungan Kecurangan Akuntansi SAS (Statement on Auditing Standards) No. 99 membedakan antara dua jenis salah saji: kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis salah saji ini dapat material maupun tidak material. Suatu kekeliruan (error) adalah salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja, sementara kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja. Dua contoh kekeliruan antara lain kesalahan perhitungan harga dikalikan dengan kuantitas pada faktur penjualan dan salah melihat bahan baku yang lama dalam menentukan nilai persediaan dengan yang rendah antara harga perolehan atau harga pasar (Arrens et al., 2008:186). Ikatan Akuntansi Indonesia (2001) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: (1) salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan, yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan, (2) salah saji yang timbul dari perlakuan tidak
semestinya
terhadap
aktiva
(sering
disebut
dengan
penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang atau uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di 10
antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga. IAI tidak secara eksplisit
menyatakan
bahwa
kecurangan
akuntansi
merupakan
kejahatan, namun Sutherland (1940) sebagai pakar hukum menganggap kecurangan akuntansi sebagai kejahatan. Harrison et al., (2012: 229) kecurangan (fraud) merupakan misrepresentasi yang disengaja atas fakta-fakta, yang dilakukan untuk tujuan membujuk pihak lain agar bertindak dengan cara yang merugikan pihak bersangkutan. Karyono (2013: 2) mengatakan, berbagai definisi fraud tersebut secara prinsip tidak berbeda. Defnisi fraud menurutnya lebih ditekankan pada konsekuensi hukum seperti penggelapan,
pencurian
dengan
tipu
muslihat
penyalahgunaan
wewenang, kecurangan laporan keuangan dan bentuk kecurangan lain yang dapat merugikan orang lain dan menguntungkan pelakunya. Fraud dapat juga di definisikan sebagai kecurangan yang mengandung makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihakpihak lain yang dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok baik dari dalam maupun dari luar oraganisasi. Kecurangan dirancang untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok yang memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur, yang secara lansung maupun tidak lansung merugikan pihak lain. Dengan demikian unsurunsur fraud adalah: (1) adanya perbuatan melanggar hukum, (2) dilakukan oleh orang dalam dan dari luar organisasi, (3) untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok, (4) langsung dan atau tidak langsung merugikan pihak lain. Oleh karena itu SAS (Statement on Auditing Standards) No. 99 bertujuan untuk meningkatkan kefektifan auditor dalam mendeteksi 11
kecurangan. Secara garis besar komponen dari SAS No. 99 adalah: (1) deskripsi dan karakteristik-karakteristik dari fraud, (2) kecurigaan secara profesional (professional sceptism), (3) diskusi diantara tim audit yang ditugaskan, (4) mendapatkan informasi dari bukti audit, (5) mengindentifikasi risiko-risiko, (6) penilaian risiko-risiko yang telah diidentifikasikan, (7) tanggapan terhadap penilaian risiko, (8) mengevaluasi bukti dan informasi audit, (9) mengkomunikasikan fraud yang mungking terjadi, (10) mendokumentasikan hal-hal yang berkaitan dengan fraud. Konsep fraud triangle atau segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey (1953, dalam Tjahjono dkk 2013: 28). Melalui serangkaian wawancara dengan 113 orang yang telah dihukum karena melakukan penggelapan uang perusahaan yang di sebut trust violators atau pelanggaran kepercayaan. Gambar 1. Fraud Triangle Tekanan/Preasure
Kesempatan/Opportunity
Rasionalisasi/Rasionalization
Sumber: Arrens et al., (2008: 433) Fraud Triangle terdiri dari tiga kondisi yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu: (1) tekanan/preasure adalah dorongan orang yang melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntunan ekonomi dan lain-lain, termasuk hal keuangan dan nonkeuangan, (2) peluang/opportunity adalah keadaan yang memungkinkan terjadinnya fraud, para pelaku fraud percaya 12
bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi karena pengendalian internal yang lemah, manajamen pengawasan yang kurang baik dan atau melalui penggunaan posisi, (3) rasionalisasi/rationalization, menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya, bagi mereka yang umumnya tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi penipuan.
Tekanan Ketaatan Teori Ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang diberikannya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas sebagai bentuk legitimate power atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada posisi khusus dalam struktur hierarki organisasi (Hartanto dan Indra., 2001). DeZoort dan Lord (1994) melihat adanya pengaruh tekanan atasan pada konsekuensi yang memerlukan biaya, seperti halnya tuntutan hukum, hilangnya profesionalisme dan hilangnya kepercayaan publik dan kredibilitas sosial. Hal tersebut mengindikasikan adanya pengaruh dari tekanan atasan pada judgment yang diambil auditor. Ashton (1990), telah mencoba untuk melihat pengaruh tekanan dari atasan pada kinerja auditor dalam hal budget waktu, tenggat waktu, akuntabilitas dan justifikasi. Teori ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikannya. Milgram (1963, 1974) dalam Rahmawati (2004) menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber 13
yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikannya, sehingga bawahan akan mematuhi instruksi atasan bagaimanapun arahan professional. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk dari legitimate power. Paradigma ketaatan pada kekuasaan ini dikembangkan oleh Milgram dalam Hartanto (2001), yang dalam teorinya dikatakan bahwa bawahan yang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang berperilaku otonomis menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku ini terjadi karena bawahan tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan dan dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Norma sosial membolehkan pihak yang memiliki otoritas untuk mengajukan permintaan dan memaksa agar bawahan mematuhinya. Kepatuhan didasarkan pada keyakinan bahwa otoritas memiliki hak untuk meminta (Taylor et al., 2009). Milgram (1965) dalam Hartanto dan Indra (2001) menemukan bukti yang menunjukkan bahwa orang normal dapat melakukan tindakan destruktif jika menghadapi tekanan besar dari otoritas yang sah. Orang yang dalam kehidupan sehariharinya bertanggung jawab dan terhormat bisa jadi tertekan oleh otoritas dan mau saja melakukan tindakan kejam dalam situasi tertekan.
Kompleksitas Tugas Kompleksitas tugas merupakan persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan. Keterbukaan pikiran mensyaratkan adanya kompleksitas pikiran yang tinggi (Amanda, 2009, dalam Irwanti, 2011). Kompleksitas pikiran adalah kemampuan untuk 14
memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan menyelesaikannya dengan melibatkan berbagai sudut pandang. Dengan kompleksitas pikiran yang tinggi, manusia mampu melakukan diferensiasi dan integrasi dalam menanggapi berbagai hal yang dihadapinya. Auditor selalu dihadapkan dengan tugas dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Beberapa tugas audit dipertimbangkan sebagai tugas dengan kompleksitas tinggi dan sulit. Persepsi ini menimbulkan kemungkinan bahwa suatu tugas audit sulit bagi seseorang, namun mungkin juga mudah bagi orang lain. Restuningdiah dan Indriantoro (2000,
dalam
Irwanti,
2011),
selanjutnya
menyatakan
bahwa
kompleksitas muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik dalam tugas-tugas utama maupun tugas-tugas lain. Pada tugas-tugas yang membingungkan (ambigous) dan tidak terstruktur, alternatif yang ada tidak dapat diidentifikasi, ini membuat data tidak dapat diperoleh dan outputnya tidak dapat diprediksi. Tingkat kesulitan tugas dan struktur tugas merupakan dua aspek penyusun dari kompleksitas tugas. Tingkat kesulitan tugas selalu dikaitkan dengan banyaknya informasi mengenai tugas tersebut, sementara struktur dikaitkan dengan kejelasan informasi. Chung dan Monroe (2001, dalam Nadhiroh, 2010) mengemukakan bahwa kompleksitas tugas dalam pengauditan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) banyaknya informasi yang tidak relevan dalam arti informasi tersebut tidak konsisten dengan kejadian yang akan diprediksikan, (2) adanya ambiguitas yang tinggi, yaitu beragamnya hasil dari kegiatan pengauditan. Bawahan selalu dihadapkan dengan tugas-tugas yang banyak, berbeda-beda
dan
saling
terkait 15
satu
dengan
yang
lainnya.
Kompleksitas tugas dapat didefinisikan sebagai tugas itu sendiri (Wood, 1986). Kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak berstruktur, membingungkan dan sulit (Sanusi dan Iskandar, 2007). Widiastuti
(2006)
mengemukakan
bahwa
kompleksitas
tugas
merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan sulit. Individu dengan tugas kompleks cenderung akan menciptakan senjangan anggaran agar target anggaran perusahaan dapat dicapai. Kompleksitas tugas yang muncul karena semakin tingginya variabilitas dan ambiguitas dalam tugas penganggaran menjadi indikasi penyebab turunnya kualitas penganggaran. Dalam situasi yang seperti itu,
manajer
cenderung
mengutamakan
berperilaku
kepentingan
klien
disfungsional
daripada
dan
lebih
obyektivitas
hasil
penganggaran itu sendiri. Hasil ini mendukung argumen Restu dan Indriantoro
(2000)
yang
mengemukakan
bahwa
peningkatan
kompleksitas dalam suatu tugas atau sistem, akan menurunkan tingkat keberhasilan tugas itu. Kompleksitas tugas dengan kualitas anggaran menjadi positif apabila melewati titik ini (non monotonic). Hal ini menunjukkan
bahwa
pemahaman
terhadap
sistem
informasi
mempunyai pengaruh yang sangat kuat sehingga mampu mengubah hubungan antara kompleksitas tugas dengan kualitas manajer menjadi positif. Kompleksitas tugas seringkali dihadapi manajer dalam pelaksanaan tugasnya, tetapi adanya pemahaman manajer terhadap sistem
informasi
bisa
membantu
pemeriksaan.
16
manajer
dalam
melakukan
Monitoring Monitoring menurut Webster’s New Collegiate Dictionary (1981) adalah a device for observing or giving admonition or warning. Sementara itu menurut Webstern’s New World Dictionary pengertian monitoring adalah something that reminds or warns or any of various devices for checking or regular the performance. (halaman: 9). Menurut pengertian yang diberikan oleh kedua kamus international tersebut, maka semakin jelaslah apa yang dimaksudkan dengan monitoring yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan dari aktivitas yang sedang dikerjakan. Monitoring adalah bagian dari kegiatan pengawasan, dalam pengawasan ada aktivitas memantau (monitoring). Pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk memeriksa apakah program yang telah berjalan itu sesuai dengan sasaran atau sesuai dengan tujuan dari program. Monitoring merupakan penilaian secara terus menerus terhadap fungsi kegiatan-kegiatan dan program-program di dalam hal jadwal penggunaan input atau masukan data oleh kelompok sasaran berkaitan dengan harapan-harapan yang telah direncanakan. Cassely dan Kumar (1987) monitoring merupakan program yang terintegrasi, bagian penting dipraktek manajemen yang baik dan karena itu merupakan bagian integral di manajemen sehari-hari. Calyton dan Petry (1983) monitoring sebagai suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu pengambilan keputusan manajemen program atau proyek. Oxfam (1995) monitoring merupakan mekanisme yang sudah menyatu untuk memeriksa yang sudah untuk memeriksan bahwa semua berjalan untuk direncanakan dan memberi kesempatan agar penyesuaian dapat dilakukan secara metodologis. 17
Self monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan konsep pengaturan kesan (impression management) atau konsep pengaturan
diri
(Snyder
dan
Gangestad,
1986).
Teori
tersebut
menitikberatkan perhatian pada kontrol diri individu untuk memanipulasi citra dan kesan orang lain tentang dirinya dalam melakukan interaksi sosial (Shaw dan Constanzo, 1982). Individu baik secara sadar maupun tidak sadar memang selalu berusaha untuk menampilkan kesan tertentu
mengenai dirinya terhadap orang lain pada saat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Snyder (Watson et al., 1984), menyatakan bahwa self monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan menggunakan petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya atau petunjuk-petunjuk yang ada di sekitarnya. Berdasarkan konsep ini Mark Snyder mengajukan konsep self monitoring, yang menjelaskan mengenai proses yang dialami setiap individu dalam menampilkan impression management dihadapan orang lain. Snyder dan Cantor (Fiske dan Taylor, 1991) mendefinisikan self monitoring sebagai cara individu dalam membuat perencanaan, bertindak dan mengatur keputusan dalam berperilaku terhadap situasi sosial. Hal ini diperkuat dengan pendapat Robbins (1996) yang menyatakan bahwa self monitoring merupakan suatu ciri kepribadian yang mengukur kemampuan individu untuk menyesuaikan perilakunya pada faktor-faktor situasional luar. Baron dan Byrne (2004) menyatakan bahwa self monitoring merupakan tingkatan individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan situasi eksternal dan reaksi orang lain (self monitoring tinggi) atau atas dasar faktor internal seperti keyakinan, sikap (self monitoring rendah). Sewaktu individu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu, secara
18
umum menggunakan banyak petunjuk yang ada pada dirinya (self monitoring rendah) ataupun di sekitarnya (self monitoring tinggi) sebagai informasi. Individu dengan self monitoring tinggi selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain. Snyder dan Monson (Raven dan Rubin, 1983). Seorang individu yang memiliki self monitoring tinggi cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan menggunakan informasi yang diterimanya. Hal ini mencerminkan bahwa individu yang mempunyai self
monitoring tinggi biasanya sangat
memperhatikan penyesuaian tingkah pada situasi sosial dan hubungan interpersonal yang dihadapinya. Snyder (Baron dan Byrne, 1997: 169)
menambahkan bahwa individu dengan self monitoring tinggi mampu untuk rnenyesuaikan diri pada situasi dan mempunyai banyak teman serta berusaha untuk menerima evaluasi positif dari orang lain. Singkatnya, individu dengan self monitoring tinggi cenderung fleksibel, penyesuaian dirinya baik dan cerdas sehingga cenderung lebih cepat mempelajari apa yang menjadi tuntutan di lingkungannya pada situasi tertentu (Wrightsman dan Deaux, 1981).
Pengembangan Hipotesis Tekanan
Ketaatan
terhadap
Kecenderungan
Kecurangan
Akuntansi Grediani dan Sugiri (2010) pengaruh tekanan ketaatan dan tanggung jawab persepsian pada penciptaan budgetary slack dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas peserta dengan tekanan ketaatan kepada kebijakan perusahaan melanggar menciptakan senjangan anggaran, peserta yang menciptakan senjangan anggaran menahan diri kurang bertanggung jawab atas keputusan mereka 19
daripada mereka yang tidak menciptakan senjangan anggaran, sebagian besar peserta yang membuat budgetary slack menyatakan bahwa menciptaan slack anggaran mereka hanya karena ketaatan mereka kepada atasan mereka. Hartanto dan Indra (2001) menemukan bukti yang menunjukkan bahwa orang
normal dapat melakukan tindakan destruktif jika
menghadapi tekanan besar dari otoritas yang sah. Orang yang dalam kehidupan sehari-harinya bertanggung jawab dan terhormat bisa jadi tertekan oleh otoritas dan mau saja melakukan tindakan kejam dalam situasi tertekan. Young (1985) menemukan bahwa mahasiswa MBA di bawah tekanan sosial mengurangi budgetary slack dibandingkan mahasiswa yang tidak di bawah tekanan. Frederickson dan Cloyd (1998) terkait tentang pengetahuan dari harapan atasan, menguji pada mahasiswa S1 dalam menciptakan slack meskipun mereka tidak menemukan hubungan positif yang diperkirakan antara tekanan pengaruh sosial dan perubahan dalam menciptakan slack. Stevens (2002) penciptaan slack dikaitkan dengan kepedulian reputasi dan etika, menemukan hubungan terbalik antara reputasi dan perhatian terhadap etika dan penciptaan slack. Davis et al., (2006) melakukan eksperimen pada 77 akuntan manajemen dengan hasil bahwa meskipun dengan persepsi etis hampir setengah dari partisipan melanggar kebijakan dan menciptakan slack ketika dihadapkan dengan tekanan ketaatan dari atasan langsung. Dalam konteks sektor pemerintahan pimpinan instansi yang memerintah staf keuangannya untuk melakukan tindakan yang kurang sesuai dengan aturan atau tekanan ketaatan dari atasan untuk melaksanakan tugas maka penyimpangan yang terjadi membuat staf keuangan tidak bekerja maksimal yang akan berdampak pada 20
kedudukan dan hilangnya pekerjaan sebagai seorang staf. Berdasarkan uraian hasil penelitian terdahulu maka dapat merumuskan hipotesisnya adalah: H1: Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Kompleksitas
Tugas
terhadap
Kecenderungan
Kecurangan
Akuntansi Yulianti (2014) pengaruh partisipasi penganggaran, komitmen organisasi, kompleksitas tugas terhadap senjangan anggaran. Hasil penelitiannya
menunjukkan
bahwa
partisipasi
penganggaran
bepengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran, sedangkan komitmen organisasi dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran. Rustiarini (2013) pengaruh kompleksitas tugas, tekanan waktu, dan sifat kepribadian pada kinerja. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel kompleksitas tugas dan tekanan waktu tidak berpengaruh pada kinerja auditor. Selain itu, hanya tiga dari lima variabel sifat kepribadian yaitu conscientiousness, extraversion, dan neuroticism yang berpengaruh pada kinerja. Libby dan Lipe (1992) menunjukkan bahwa kompleksitas tugas digunakan sebagai alat motivasi untuk meningkatkan kualitas kerja seorang auditor. Dalam kondisi pekerjaan yang kompleks, auditor tidak hanya harus bekerja lebih keras, namun auditor juga memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan penugasan audit yang diberikan. Di sisi lain, hasil yang bertolak belakang diperlihatkan Tan et al., (2002) yang meneliti interaksi variabel akuntabilitas dan pengetahuan pada hubungan kompleksitas kerja dan kinerja auditor. Penelitian
tersebut
menemukan 21
bahwa
Kompleksitas
tugas
menyebabkan penurunan kinerja apabila auditor memiliki pengetahuan yang rendah, namun tidak mempengaruhi kinerja auditor yang memiliki pengetahuan yang tinggi. Sanusi dan Iskandar (2007) menunjukkan bahwa ketika auditor memiliki tugas yang kompleks atau tidak terstruktur dengan baik, setinggi apapun usaha auditor akan sulit untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga justru menurunkan kinerja auditor tersebut. Kompleksitas tugas yang muncul karena semakin tingginya variabilitas dan ambiguitas dalam tugas penganggaran menjadi indikasi penyebab turunnya kualitas penganggaran. Dalam situasi yang seperti itu,
manajer
mengutamakan
cenderung
berperilaku
kepentingan
penganggaran itu
klien
disfungsional
daripada
dan
lebih
obyektivitas
hasil
sendiri. Setinggi apapun usaha staf akan sulit
menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga justru menurungkan kinerja staf keuangan tersebut. Untuk melakukan tindakan yang kurang sesuai dengan kompleksitas tugas maka penyimpangan yang terjadi membuat staf keuangan tidak bekerja maksimal yang akan berdampak pada kedudukan dan hilangnya pekerjaan sebagai seorang staf. Berdasarkan uraian hasil penelitian terdahulu maka dapat merumuskan hipotesisnya adalah: H2: Kompleksitas tugas berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hubungan Monitoring terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Anggraita (2013) menguji apakah ada perbedaan pengaruh mekanisme monitoring terhadap kinerja perusahaan antara perusahaan dengan diferensiasi produk dan strategi biaya rendah. Variabel monitoring
yang digunakan dalam penelitian ini adalah komposisi 22
dewan direksi, kepemilikan manajerial dan tingkat utang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris dan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sementara tingkat utang secara positif berhubungan dengan kinerja perusahaan. Molida (2011) pengaruh financial stability, personal financial need dan ineffective monitoring pada financial statement fraud dalam perspektif fraud triangle hasil penelitiannya menunjukkan bahwa stabilitas keuangan (ACHANGE) dan kebutuhan keuangan pribadi (OSHIP) mempengaruhi penipuan laporan keuangan. sementara itu, monitoring tidak efektif (AUDCSIZE) tidak memiliki dampak signifikan terhadap pernyataan penipuan keuangan. Salah satu tugas dewan direksi adalah memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajamen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. Sesuai dengan tugasnya maka kehadiran dewan komisaris diharapkan mampu mengurangi biaya keagenan. Hasil penelitian menunjukkan hubungan dewan komisaris dengan biaya keagenan tidak konsisten. Gull (2012) mengungkapkan bahwa independence director berpengaruh terhadap biaya keagenan. Dalam konteks sektor pemerintahan tugas utama dewan direksi, lembaga kepegawaian (funsaun publica) dan inspektorat jenderal adalah monitoring dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajamen dan staf keuangan yang melaksakan tugasnya sehingga manajamen dan stafnya masing-masing terhindar dari penyalahgunaan aset instansi pemerintahan dan tidak memanipulasi transaksi keuangan. Namun, jika tidak ada pemantauan atau monitoring dari dewan komisaris, lembaga kepegawaian (funsaun publica) dan 23
inspektorat jenderal maka manajamen dan staf keuangan cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada instansi pemerintahan tersebut. Berdasarkan uraian hasil penelitian terdahulu maka dapat merumuskan hipotesisnya adalah: H3: Monitoring berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. X1 H1 X2
H2
Y
H3 X3
Gambar 2. Bagan Rerangka Konsep Penelitian Keterangan: Y : Kecenderungan kecurangan akuntansi X1 : Tekanan ketaatan X2 : Kompleksitas tugas X3 : Monitoring METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah staf Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste. Teknik penarikan sampel secara sengaja menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 120 staf atau responden yang bekerja pada direktorat jenderal pajak, direktorat jenderal bea dan cukai dan direktorat jenderal finance state.
24
Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer dalam penelitian ini berupa: (1) karakteristik responden yaitu: usia, jenis kelamin, jabatan, level, pendidikan terkahir dan masa kerja, (2) opini atau pendapat responden mengenai tekanan ketaatan,
kompleksitas
tugas,
monitoring
dan
kecenderungan
kecurangan akuntansi. Sumber data adalah staf yang bekerja pada direktorat jenderal pajak, direktorat jenderal bea dan cukai direktorat jenderal finance state. Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner dengan cara disampaikan langsung kepada staf Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan untuk mendapatkan informasi tentang tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, monitoring dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Definisi Operasional Variabel Tekanan ketaatan merupakan suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan dalam hal ini tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempatnya bekerja (Mangkunegara., 2005: 29). Tekanan ketaatan merupakan variabel independen yang diukur dengan skala Likert lima poin yaitu (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, dan (5) sangat setuju. Indikator yang digunakan yaitu: tidak ingin mendapatkan masalah dengan klien, khawatir, menentang keinginan, menuruti keinginan, mendapatkan masalah dengan atasan, menaati perintah atasan, beban moral, menentang perintah dan profesionelisme. 25
Kompleksitas tugas merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang auditor. Kompleksitas tugas diartikan sebagai persepsi individu atas suatu tugas yang disebabkan terbatasnya kapabilitas dan daya ingat, serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah (Jamilah et al., 2007). Kompleksitas tugas merupakan variabel independen yang diukur dengan skala Likert lima poin yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju (3) netral, (4) setuju dan (5) sangat setuju. Indikator yang digunakan yaitu: selalu jelas, bermacam-macam tugas yang ada, mengetahui, membingungkan, tugas khusus dan mengerjakan setiap jenis tugas. Monitoring
sebagai
suatu
proses
mengukur,
mencatat,
mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu pengambilan keputusan manajemen program atau proyek (Calyton dan Petry., 1983). Monitoring merupakan variabel independen yang diukur dengan skala Likert lima poin yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, dan (5) sangat setuju. Indikator yang digunakan yaitu: masuk kerja tepat pada waktunya, tidak masuk kerja dengan izin, masuk kerja dengan alasan yang tidak direkayasa, melakukan pengawasan, di beri sanksi bila terlambat masuk kerja, mempergunakan waktu istrihat, berada di tempat kerja, menyelesaikan pekerjaan, kerja sesuai dengan waktu yang ditetapkan, instansi memperhatikan tingkat absensi. Kecurangan akuntansi oleh pimpinan dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber penipuan baik berupa pemalsuan atau penyembunyian bukti-bukti transaksi, penyajian informasi dan laporan keuangan yang tidak benar, ataupun salah saji akibat perlakuan yang tidak semestinya terhadap aset (Lin et al., 2003). Kecenderungan kecurangan akuntansi merupakan variabel dependen yang diukur 26
dengan skala Likert lima poin yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju dan (5) sangat setuju. Indikator yang digunakan
yaitu
kecenderungan
untuk
melakukan
manipulasi,
pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi. Kecenderungan untuk melakukan penyajian yang salah atau penghilangan peristiwa transaksi, atau informasi yang signifikan dari laporan keuangan. Kecenderugnan untuk melakukan salah menerapkan prinsip akuntansi secara sengaja. Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang salah akibat pencurian terhadap aktiva yang membuat entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima. Kecenderungan untuk menyajikan laporan keuangan yang salah akibat pelakuan yang tidak semestinya pada aktiva disertai dokumen palsu. Teknik Analisis Data. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan alat uji yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda (multiple regression). Pengujian ini berguna untuk mengetahui variabel tekanan ketaatan, kompelsitas tugas, monitoring dan kecenderungan kecurangan akutansi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan kriteria pengujian sebagai berikut: jika t hitung > t tabel atau tingkat signifikan < α = 0,05 atau tingkat signifikansi > α = 0,05 dan koefisien regresi (β) positif maka hipotesis diterima. Namun jika t hitung < t tabel atau tingkat signifikan > α = 0,05 dan keofisien regresi (β) negatif maka hipotesis ditolak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Responden Responden penelitian ini adalah staf Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) dengan kriteria peneliti 27
memilih tiga Direktorat Jenderal dan sembilan Direksi yaitu Direktorat Jenderal Pajak memiliki dua Direksi yaitu National Directorate for Petroleum and Mineral Revenues dan National Directorate for Domestic Revenue, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tiga Direksi
yaitu
Directorate
National
for
Directorate
Compliance
dan
for
Operations,
National
National
Directorate
for
Administration dan Direktorat Jenderal for Finance State memiliki empat Direksi yaitu National Directorate for Economic Policies, National Directorate for Budget, National Directorate for Whole of Government dan National Directorate for Supply and Asset Management. Kuesioner dibagikan kepada seluruh staf yang bekerja di tiga Direktorat Jenderal dan sembilan Direksi termasuk chefe departemento (section head) dan direktur nasional sebagai responden penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Desember 2014 sampai dengan tanggal 27 Januari 2015. Hasil pengumpulan angket atau kuesioner yang kembali dan memenuhi syarat dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1 Tingkat Pengembalian Kuesioner Keterangan Kuesioner yang di bagi Kuesioner yang tidak dikembalikan Kuesioner yang di kembalikan dan tidak di isi Kuesioner yang tidak memenuhi syarat Kuesioner yang memenuhi syarat
Jumlah Kuesioner 150 15 10 5 120
Persentase pengembalian kuesioner (120/150 X 100%) Sumber : Data diolah 2015
28
80%
Deskripsi Responden Penelitian Berikut ini merupakan data demografi responden yang terdiri dari data mengenai umur, jenis kelamin, jabatan, level, masa kerja dan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 2 adalah sebagai berikut. Tabel 2 Demografi Responden Penelitian No Uraian 1 Jenis Kelamin Responden a. Laki-Laki b. Perempuan 2 Umur Responden a. < 30 tahun b. 31-40 tahun c. 41-50 tahun d. > 51 tahun 3 Jabatan Responden a. Direktur Nasional b. Kepala Bagian c. Staf biasa 4 Level Responden a. II b. III c. IV d. V 5 Pendidikan Terakhir Responden a. SMA b. D3 c. S1 d. S2 6 Masa Kerja Responden a. < 1 Tahun b. 1-3 Tahun c. 3-10 Tahun d. > 10 Tahun Total Demografi Responden Sumber : Data Primer diolah, 2015 Demografi
responden
Frekuensi
Persentase (%)
73 47
60,83 39,17
26 61 24 9
21,67 50,83 20 7,5
4 12 104
3,33 10 86,67
31 37 42 10
25,83 30,83 35 8,33
44 18 51 7
36,67 15 42,5 5,83
5 36 35 44 120
4,17 30 29,17 36,67 100%
yang
ada
dalam
tabel
2
menunjukkan bahwa responden penelitian laki-laki sebesar 73 orang 29
atau 60,83 persen dan responden perempuan sebesar 47 orang atau 39,17 persen artinya responden laki-laki lebih banyak dari responden perempuan. Umur responden < 30 tahun sebesar 26 orang atau 21,67 persen, umur responden 31-40 tahun sebesar 61 orang atau 50,83 persen, umur responden 41-50 tahun sebesar 24 orang atau 20 persen dan umur responden > 51 tahun sebesar 9 orang atau 7,5 persen artinya umur responden paling banyak adalah 31-40 tahun. Responden dengan jabatan direktur nasional sebesar 4 orang atau 3,33 persen, responden dengan jabatan kepala bagian sebesar 12 orang atau 10 persen dan responden dengan jabatan staf biasa sebesar 104 orang atau 86,67 persen artinya responden paling banyak adalah staf biasa sebesar 104 orang. Responden dengan level II sebesar 31 orang atau 25,83 persen, responden dengan level III sebesar 37 orang atau 30,83 persen, responden dengan level IV sebesar 42 orang atau 35 persen dan responden dengan level V sebesar 10 orang atau 8,33 persen artinya jumlah level responden paling banyak adalah level IV. Responden dengan pendidikan terakhir SMA sebesar 44 orang atau 36,67 persen, responden dengan pendidikan terakhir D3 sebesar 18 orang atau 15 persen, responden dengan pendidikan terakhir S1 sebesar 51 orang atau 42,5 persen dan responden dengan pendidikan terakhir S2 sebesar 7 orang atau 5,83 persen artinya responden dengan pendidikan terakhir paling banyak adalah S1. Responden dengan masa kerja < 1 tahun sebesar 5 orang atau 4,17 persen, responden dengan masa kerja 1-3 tahun sebesar 36 orang atau 30 persen, responden dengan masa kerja 310 tahun sebesar 35 orang atau 29,17 persen dan responden dengan masa kerja > 10 tahun sebesar 44 orang atau 36,67 orang artinya jumlah responden masa kerja paling banyak adalah > 10 tahun.
30
Analisis Data Statistik Variabel Analisis data dilakukan terhadap 120 jawaban responden yang memenuhi kriteria untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Data diolah merupakan hasil rata-rata jawaban responden dari tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring sebagai variabel independen terhadap kecenderungan kecurangan akutansi sebagai variabel dependen dalam penelitian ini maka dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Statistik Deskriptif Penelitian Model N Minimum Maksimum KKA 120 10 44 TK 120 22 44 KT 120 8 28 M 120 25 47 Sumber: Data Primer diolah 2015
Mean 21,96 34,41 19,92 37,24
Std. Deviation 9,365 5,572 3,930 5,303
Dari hasil pemrosesan data pada tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa responden (n) adalah 120, variabel independen tekanan ketaatan mempunyai nilai minimum sebesar 22 dan nilai maksimum sebesar 44 dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 34,41 dan standar deviasi sebesar 5,572. Kompleksitas tugas mempunyai nilai minimum sebesar 8 dan nilai maksimum sebesar 28 dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 19,92 dan standar deviasi sebesar 3,93. Monitoring mempunyai nilai minimum sebesar 25 dan nilai maksimum sebesar 47 dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 37,24 dan standar deviasi sebesar 3,303. Variabel dependen kecenderungan kecurangan akuntansi mempunyai nilai minimum sebesar 10 dan nilai maksimum sebesar 44 dengan nilai rata-rata jawaban responden sebesar 21,96 dan standar deviasi sebesar 9,365.
31
Pengujian Kualitas Data Uji Validitas Data Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan metode product moment person (person correlation) yang menunjukkan bahwa rhitung dari masing-masing pernyataan lebih besar dari rtabel. Hasil uji validitas data dapat dilihat pada tabel 4 yang menunjukkan bahwa semua item dalam variabel-variabel penelitian adalah valid. Uji Reliabilitas Data Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode uji statistik cronbach alpha. Menurut Ghozali (2006), variabel dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,60. Semakin nilai alpha mendekati satu maka nilai reliabilitas datanya semakin terpercaya untuk masing-masing variabel. Hasil uji reliabilitas data dapat dilihat pada tabel 5 yang menunjukkan bahwa cronbach alpha tiap variabel lebih besar dari 0,60, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian ini adalah reliabel. Analisis Regresi Linear Berganda Penggunaan analisis regresi penelitian ini bertujuan untuk menguji interaksi antara tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring
berpengaruh
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi. Hasil pengolahan data selanjutnya diringkas dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut. Koefisien regresi pada varibel bebas diperoleh tanda koefisien negatif pada variabel tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring, hal ini menunjukkan akan menurungkan kecenderungan kecurangan akuntansi. Namun demikian kemaknaan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sebagaimana pada model tersebut selanjutnya dibuktikan dengan pengujian hipotesis.
32
Tabel 6 Analisis Regresi Berganda Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
(Konstan)
45,561
8,06
H1 = TK - KKA
-0,194
0,152
-0,116
H2 = KT - KKA
-0,112
0,216
H3 = M - KKA
-0,394
0,16
Model
Beta
T statistik
Sig
5,653
0
-1,283
0,202
-0,047
-0,518
0,605
-0,223
-2,461
0,015
T tabel
Keterangan
1,979
Tidak terdukung Tidak terdukung Didukung
Sumber : Data Primer diolah 2015 Uji F Untuk menguji model pengaruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen dapat diuji dengan menggunakan uji F. Hasil pemrosesan data dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut. Tabel 7 Uji F Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 786,31 9,650,482 10,436,792
df 3
Ftabel 2,68
Fhitung
Sig.
3,151
0,028a
116 119
a. Predictors : (Constant), TK, KT, M b. Dependent Variabel: KKA
Sumber : Data Primer diolah 2015 Berdasarkan hasil pemrosesan data yang terdapat pada tabel 7 merupakan pengujian pengaruh variabel independen secara bersamasama (simultan) terhadap variabel dependen dapat dilakukan dengan uji F. Hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai Fhitung = 3,151 > Ftabel = 2,68 dengan signifikansi sebesar 0,028 < α 0,05. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen tekanan ketaatan,
33
kompleksitas tugas dan monitoring berpengaruh terhadap variabel dependen kecenderungan kecurangan akuntansi. Koefisien Determinan Koefisien determinasi (Ajusted R2) untuk mengukur seberapa besar kemampuan variabel independen tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring dalam menerangkan variabel
dependen
kecenderungan kecurangan akuntansi. Tabel 8 Koefisien Determinasi Model 1
R 0,274
Adjusted R Square 0,051
R Square a
0,075
Std. Error of the Estimate 9,121
a. Predictors : (Constant), TK, KT, M b. Dependent Variabel: KKA
Sumber: Data Primer diolah 2015 Hasil pemrosesan data terdapat pada tabel 7 diketahui bahwa nilai R sebesar 0,274 atau 27,4% dan nilai R2 sebesar 0,075 atau 07,5%. Nilai koefisien determinasi (adjusted R Square) adalah 0,051 atau 05,1% dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dipengaruhi oleh tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring sedangkan 94,9% dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Pembahasan Pengujian Hipotesis Pertama (H1) Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan tidak pengaruh tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di peroleh nilai thitung 1,283 < ttabel 1,9799 dengan signifikansi 0,202 > 0,05. Dengan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 dan arah nilai β negatif, maka diperoleh hipotesis pertama ditolak.
Hasil ini
kemungkinan disebabkan karena kurangnya pemahaman responden 34
dalam pengujian ini tentang pernyataan-pernyataan yang diberikan mengenai tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi sehingga responden tidak mengetahui atau menguasai pernyataan-pernyataan tersebut. Hal ini berarti bahwa tekanan ketaatan tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste. Penelitian ini meskipun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Menurut Hartanto dan Indra (2001), Ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang diberikannya, hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk legitimate power atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada posisi khusus dalam struktur hierarki organisasi. Hasil
penelitian
ini
tidak
mendukung
oleh
penelitian
sebelumnya Davis et al (2006) mengindikasikan seberapa banyak tekanan yang mereka rasakan untuk mengikuti perintah atasan. Dengan demikian, dalam situasi tekanan yang sangat kuat membuat bawahan melakukan sesuatu yang dianggap salah. Pengaruh Tekanan dari atasan membuat bawahan merasa sulit untuk membuat rekomendasi anggaran. Davis et al., (2006) memperlihatkan pertisipan merasa sulit membuat rekomendasi anggaran awal dalam situasi tertekan. Grediani dan Sugiri (2010 dan 2013) partisipan yang melanggar kebijakan perusahaan dengan mentaati perintah atasan mereka kurang bertanggung jawab terhadap hasil keputusan mereka. Di samping temuan seperti yang dikemukakan tersebut, hasil observasi di lapangan oleh peneliti ditemukan indikator lain dari 35
variabel
tekanan
ketaatan
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi. Indikator tersebut adalah lingkungan pengendalian. Adanya kelemahan dalam sistem pengendalian internal, maka staf mempunyai kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan peluang (opportunity) dari kelemehan sistem pengendalian internal yang ada, maka staf cenderung melakukan kecurangan. Pengujian Hipotesis Kedua (H2) Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan tidak pengaruh kompleksitas tugas terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di peroleh nilai thitung 0,518 < ttabel 1,9799 dengan signifikansi 0,605 > 0,05. Dengan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 dan arah nilai β negatif, maka diperoleh hipotesis kedua ditolak. Hasil ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya pemahaman responden dalam pengujian ini
tentang
pernyataan-pernyataan
yang
diberikan
mengenai
kompleksitas tugas terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi sehingga responden tidak mengetahui atau menguasai pernyataanpernyataan tersebut. Hal ini berarti bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste. Penelitian ini meskipun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kompleksitas tugas terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi namun dapat dijelaskan bahwa kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan sulit (Sanusi dalam Cecilia, 2007). Akuntan selalu dihadapkan dengan tugas-tugas yang kompleks, berbeda-beda dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Beberapa tugas audit dipertimbangkan sebagai tugas dengan kompleksitas yang tinggi dan sulit, sementara yang lain mempersepsikannya sebagai tugas yang mudah. 36
Hasil penelitian ini mendukung dengan penelitian sebelumnya, Yulianti (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran bepengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran, sedangkan komitmen Organisasi dan kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan positif terhadap senjangan anggaran. Thoyibatun (2009), Fitriany et al. (2011), Astriningrum (2012) dan Rustiarini (2013) menyatakan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh negatif pada kecenderungan kecurangan akuntansi dan bertolak
belakang
dengan
hasil
penelitian
Widiastuti
(2006)
mengemukakan bahwa kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur,
membingungkan, dan sulit. Individu dengan tugas
kompleks cenderung akan menciptakan senjangan anggaran agar target anggaran perusahaan dapat dicapai. Di samping temuan seperti yang dikemukakan tersebut, hasil observasi di lapangan oleh peneliti ditemukan indikator lain dari variabel kompleksitas tugas terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Indikator tersebut adalah job description. Tidak adanya job description yang pasti dan tidak terstruktur dalam tugas masing-masing staf akan mempengaruhi kinerja staf dan akan memepengaruhi pula efektifitas dan efisiensi kerja staf dalam instansi tersbut. Pengujian Hipotesis Ketiga (H3) Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan pengaruh monitoring terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di peroleh nilai thitung 2.461 > ttabel 1,9799 dengan signifikansi 0.015 < 0,05. Dengan signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 dan arah nilai β negatif, maka diperoleh hipotesis ketiga diterima. Hal ini berarti bahwa monitoring berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi dalam arti bahwa dewan komisari, inspektorat 37
jenderal dan lembaga kepegawaian (funsaun publica) melakukan monitoring terhadap staf yang bekerja di direktorat jenderal pajak, direktorat jenderal bea dan cukai dan direktorat jenderal finance state akan mengurangi kecenderungan kecurangan akutansi. Penelitian ini mendukung oleh penelitian sebelumnya Byard (2010) perusahaan dengan tingkat utang rendah akan menanggung biaya keagenan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat utang yang lebih tinggi, sehingga ada hubungan yang terbalik antara utang dan biaya keagenan. Gull (2012) mengungkapkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap biaya keagenan. Khan et al (2012) kebijakan utang merupakan mekanisme
untuk
mengurangi
biaya
keagenan
karena
utang
memerangkan peranan penting dalam mengontrol manajer. Dalam konteks itu, manajer bisa bertindak tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan dan dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajer bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa, oleh karena itu masalah keagenan muncul ketiga terjadi perbedaan kepentingan antara pemilik saham perusahaan dengan manajer sebagai agen. Pemegang saham sebagai penyedia dana dan fasilitas, memiliki kepentingan mengamankan dana dan fasilitas tersebut
atas
operasi
perusahaan
karena
pemegang
saham
berkepentingan atas keamanan dana yang telah diinvestasikan dalam perusahaan.
Manajer
serndiri
sebagai
pengelola
perusahaan
mendapatkan gaji dari perusahaan, sehingga keputusan-keputusan yang diambil manajer diharapkan dapat memakmurkan pemegang saham dan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
38
Di samping temuan seperti yang dikemukan tersebut, hasil survei juga memberikan temuan berkaitan dengan indikator lain dari variabel monitoring terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Indikator tersebut adalah gaji dan kompensasi lain mengambarkan usaha yang dilakukan oleh staf untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam instansi tersebut. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa monitoring dari dewan komisaris, inspektorat jenderal dan lembaga kepegawaian (funsaun publica) akan mendorong staf yang bekerja pada instansi tersebut masuk kerja tepat pada waktunya dan berperilaku sikap jujur sehingga staf lebih berefisien dalam waktu bekerja dan cenderung tidak memanfaatkan waktu kosong dalam jam bekerja.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, IMPLIKASI DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah diajukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan tekanan ketaatan
tidak
berpengaruh
terhadap
kecenderungan
kecurangan akuntansi, namun terdapat indikator lain dari variabel tekanan ketaatan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Indikator tersebut adalah lingkungan pengendalian. Adanya kelemahan dalam sistem pengendalian internal, maka staf mempunyai kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan peluang (opportunity) dari kelemahan sistem pengendalian internal yang ada, untuk melakukan kecurangan. 2. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan 39
kecurangan akuntansi, namun terdapat indikator lain dari variabel
kompleksitas
tugas
terhadap
kecenderungan
kecurangan akuntansi. Indikator tersebut adalah job description. Tidak adanya job description dan tugas yang tidak terstruktur oleh masing-masing staf akan mempengaruhi kinerja staf dan akan mempengaruhi pula efektifitas dan efisiensi kerja staf dalam instansi tersebut. 3. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan monitoring berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, indikator
tersebut
mengambarkan
adalah
usaha
gaji
dan
yang dilakukan
kompensasi oleh
staf
lain untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam instansi tersebut. Dalam konteks sektor pemerintahan tugas utama dewan direksi, lembaga kepegawaian (funsaun publica) dan inspektorat jenderal adalah monitoring yang bisa mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen dan staf keuangan yang melaksakan tugasnya sehingga manajemen dan stafnya masing-masing terhindar dari penyalahgunaan aset instansi pemerintahan dan tidak memanipulasi transaksi keuangan. Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini diantaranya yaitu (1) keterbatasan waktu oleh peneliti untuk bertatap muka atau mewawancara secara langsung dengan responden, (2) peneliti menitipkan kuesioner kepada section head untuk membagikan kuesioner kepada stafnya karena keterbatasan waktu oleh masing-masing responden maka informasi yang diperoleh dari responden kurang lengkap untuk memperkuat tesis ini. 40
Implikasi Teoritis dan Terapan Implikasi
teoritis
melalui
penelitian ini,
kecenderungan
kecurangan akuntansi dapat dikatakan sebagai tendensi korupsi karena keterlibatan beberapa unsur yang terdiri dari fakta-fakta menyesatkan, pelanggaran aturan atau penyalahgunaan kepercayaan dan omisi fakta kritis. Penelitian ini menunjukkan pengetahuan tentang pengaruh tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan monitoring terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Dalam penelitian ini ada tiga kondisi yang menyebabkan kecurangan itu terjadi yaitu: tekanan (presure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi (rationalization) yang sering diesbut fraud triangle atau segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey (1953). Sedangkan implikasi terapan dalam penelitian ini ditujukan kepada Kementrian Keuangan Republik Demokratik Timor-Leste. Atasan atau dewan komisaris dan lembaga kepegawaian (funsaun publica) menekan staf untuk menjalankan tugas sesuai dengan regulasi atau undang-undang kementrian keuangan RDTL dan undang-undang kepegawaian Republik Demokratik Timor-Leste dan lebih menekankan lagi pada sistem pengendalian internal, akan mengontrol staf untuk tidak memanfaatkan peluang (opportunity) dari kelemahan sistem pengendalian internal yang ada. Sedangkan kompleksitas tugas yang pasti atau adanya job description yang pasti dan terstruktur dalam tugas dari masing-masing staf akan meningkatkan kinerjanya dan akan meningkatkan pula efisiensi dan efektifitas kerja dalam instansi yang ada.
Di samping itu monitoring dari dewan komisaris, inspektorat
jenderal dan lembaga kepegawaian (funsaun publica) akan mendorong staf yang bekerja pada instansi tersebut masuk kerja tepat pada waktunya dan berperilaku sikap jujur sehingga staf lebih berefisien 41
dalam waktu bekerja dan cenderung tidak memanfaatkan waktu kosong dalam jam bekerja. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan serta implikasi yang ada, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya mengganti metode pengumpulan data, misalkan dengan metode observasi dan wawancara mendalam satu per satu terhadap responden sehingga data yang diperoleh lebih menyeluruh.
42
DAFTAR PUSTAKA Adelin V., 2013. Pengaruh Pengendalian Internal, Ketaatan Aturan Akuntansi dan Perilaku Tidak Etis Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Estudi Empiris Pada BMUN di Kota Padang), Skripsi Programa Studi Akuntansi, fakulatas Ekonomi, Universitas Negeri Padang. Periode September. Albrecht S. W., dan C. Albrecht., 2004. Fraud Examination and Prevention. Australia: Thomson, South-Western. Albrecht S. W., C. Albrecht, O. Chad, Albrecht, F. Mark dan Zimbelman., 2009. Fraud Examination. Edisi 3. Mason ohio: South-Western Cengage Learning. Alcock J., F. Finn, dan K.J.K. Tan., 2011. Debt Covenants, Agency Cost and Debt Maturity. A&F Research Forum, University of Queensland Business School. Anggraita V., 2013. Pengaruh Moderasi Strategi Perusahaan terhadap Hubungan Antara Mekanisme Monitoring dan Kinerja Perusahaan. SESI V/4, Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado, 25-28 September. Arens, Auditing, An Integrated Approach, A. Alvin dan K. L. James., 1991. 5th Edition, Prentice Hall International, Englewood Cliffs, New Yersey. Baron R. A., dan D. Byrne., 1994. Sosial psychology: Understanding human interaction. 7th ed. New York: Allyn and Bacon. Bonner S.E., dan P.L. Walker., 1994. The effects of Instruction and Experience on the Acquisition of Auditing Knowledge. The Accounting Review, 69, 1, 157-178 Coderre, David., 2009. Computer-Aided Fraud Prevention and Detection. Hoboken, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc. Chung J., dan G. S. Monroe., 2001. A Research Note on the Effects of Gender and Task Complexity on an Audit Judgment. Behavioral Research in Accounting, 13: 111-125.
43
Davis S., F. T, DeZoort dan L. S. Kopp., 2006. The Effect of Obedience Pressure and Perceived Responsibility on Management Accountants Creation of Budgetary Slack. Behavioral Research In Accounting. Vol 18: 19-35. DeZoort F.T., dan A.T. Lord., 1997. A review and synthesis of pressure effects research in accounting. Journal of Accounting Literature, 16, 28-85. Fama, F. Eugene dan M.C. Jensen., 1983. Agency Problems and Residual Claims. Journal of Law and Economics, Vol. XXVI. Fujianti L., 2013. Kekuatan Monitoring Internal dan Eksternal, Biaya Keagenan Serta Dampaknya terhadap Kebijakan Dividen. Jurnal Liquidity, Vol. 2, No.2 hlm. 117-126, Juli-Desember. Ghozali I., 2006. Aplikasi Anlsis Multivarite dengan metode SPSS, Oktober Cetakan IV. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 19, Maret Edisi ke 5. Grediani E dan S. Sugiri., 2010. (Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) Pengaruh Tekanan Ketaatan dan Tanggung Jawab Persepsian Pada Penciptaan Budgetary Slack. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 2013. Pengaruh Tekanan Ketaatan dan Tanggung jawab Persepsian Pada Penciptaan Budgetary Slack. Jurnal Akuntansi & Manajemen, Vol. 24, No. 3, Hal. 143-153. Hartanto, H. Yuli dan I. W. Kusuma., 2001. Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap Judgment Auditor. Jurnal Akuntansi Manajemen. Edisi Desember. STIE YKPN. Jamilah S (Universitas Brawijaya Malang), Z. Fanani (Universitas Airlangga Surabaya), G. Chandrarin, (Universitas Merdeka Malang) 2007. Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Maksar.
44
Jensen M.C., dan H. M. William., 1976., Theory of Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure, Journal of Financial Economi. No. 3. Jensen M., 1985. Agency Cost of Free Cashflow, Corporate Finance and Takeovers, Am. Econ. Rev. Pap. Proc. 3. Libby R., dan M. Lipe., 1992. Incentive Effects and The Cognitive Processes Involved in Accounting Judgements, Journal of Accounting Research 30: 249-273. Milgram S., 1974. Obedience to Authority. Harper and Row. New York. Putri A. A. P. A., 2014. Alumni Program Studi Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta, Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal dan Kepuasan Kerja Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Nominal / Volume III Nomor 1. Putri A. P., dan H. Laksito., 2013. Pengaruh Lingkungan Etika, Pengalaman Auditor dan Tekanan Ketaatan Terhadap Kualitas Audit Judgment. Diponegoro Journal of Accounting. Volume 2, Halaman 1-11, ISSN: 2337-3806. Restuningdiah, Nurika dan N. Indriantoro., 2000. Pengaruh Partisipasi terhadap Kepuasan Pemakai dalam Pengembangan Sistem Informasi dengan Tugas, Kompleksitas Sistem, dan Pengaruh Pemakai sebagai Moderating Variabel. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 3, No. 2 : 119-133. Rustiarni N. W., 2013. Pengaruh Kompelksitas Tugas, Tekanan Waktu, dan Sifat Kepribadian pada Kinerja. Makara Seri Sosial Humaniora. Fakultas Ekonomi, Universitas Mahasaraswati Denpasar, Bali 80233, Indonesia. Riduwan., 2013. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Pengantar Buchari Alma. Cetakan ke Sembilan.
45
Sanusi Z. M., T. M. Iskandar dan J. M. L. Poon., 2007. Effect of Goal Orientation and Task Complexity on Audit Judgment Performance. Malaysian Accounting Review. pp. 123-139. Simerly R., dan M. Li., 2000. Environmental dynamism, capital structure and performance: a theoretical integration and an empirical test. Strategic Management Journal, 21. Snyder M., dan S. Gangestad., 1986. “On the nature of self-monitoring: Matters of assessment, matters of validity”. Journal of personality and social psychology, 51 (1), 125-139. Suprajadi L., 2009. Teori kecurangan, Fraud awareness, dan Metodologi untuk mendeteksi kecurangan Pelaporan keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan. Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar Volume 13, Nomor 2. Sugiyono., 2013. Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke-23. Taylor, M., 1999. Organizational-Professional Conflict and the Job Satisfaction and Turnover Intention in Internal Auditors. Auditing: A Journal of Practice and Theory. Spring: 109-121. Thoyibatun S., 2009. Universitas Negeri Malang, Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Tidak Etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Serta Akibatnya Terhadap Kinerja Organisasi, Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan, ISSN 1411-0393. Akreditasi No.110/DIKTI/Kep. Tuanakotta T. M., 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi Ke 2, Penerbit Salemba Empat. Wood R., 1998. Task Complexity: definition of the construct. Organizational Behaviour and Human Decision Processes 37, February: 60-83. Widjaya U., Maret 2012. Aspek Feminimitas, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Dalam Pertimbangan Audit. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi – VOL. 1, NO. 2. Wilopo., 2006. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan 46
Publik dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi 9, K-AKPM 19. Wrightsman L.S., dan K. Deaux., 1993. Sosiopsychology in the 9th ed. California: Brooks/Cole Publishing Company.
47