1
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand
dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan perubahan iklim, memiliki bentuk badan yang besar, kompak dan susunan otot yang baik serta daging ayam Bangkok banyak digemari oleh masyarakat. Ayam ras petelur merupakan ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Keunggulan ayam ras petelur adalah lebih efisien dan mudah dalam pemeliharaan, dapat mengkonsumsi pakan yang bervariasi serta memiliki produktivitas telur yang tinggi Guna mendapatkan ayam yang mempunyai keunggulan dari masingmasing tetuanya, ayam umumnya dapat dikawin silangkan dengan sesamanya seperti halnya ayam pejantan Bangkok yang dikawin silangkan dengan betina ras petelur.
Keunggulan ayam ras petelur yaitu memiliki produktivitas tinggi
walaupun pertumbuhannya lambat telah menginspirasi sebagian masyarakat untuk dikawin silangkan dengan ayam pejantan Bangkok Persilangan ini bertujuan untuk menghasilkan ayam tipe dwiguna (telur dan daging) yang memiliki pertumbuhan cepat dan produktivitas telurnya tinggi. Penggunaan ayam Bangkok diharapkan mampu menghasilkan ayam hasil persilangan dengan pertumbuhan yang cepat dan ukuran tubuhnya besar, sedangkan penggunaan ayam ras petelur diharapkan mampu menghasilkan ayam hasil persilangan dengan produktivitas telur tinggi.
2
Mengingat ayam persilangan pejantan bangkok dengan betina ras petelur saat ini banyak beredar di lapangan, dan belum adanya informasi yang cukup mengenai pertumbuhannya terutama bobot potong, bobot bagian edible, dan in edible maka perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimana bobot potong ayam hasil persilangan Pejantan Bangkok dengan betina ras petelur pada umur potong 8 minggu. 2. Bagaimana bobot bagian edible dan in edible ayam hasil persilangan Pejantan Bangkok dengan betina ras petelur pada umur potong 8 minggu.
1.3
Maksud dan Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bobot potong, bobot bagian
edible dan in edible ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur pada umur potong 8 minggu.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi semua
pihak, khususnya yang bergerak di bidang peternakan ayam, mengenai bobot potong, bobot bagian edible dan in edible ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur.
3
1.5
Kerangka Pemikiran Crossbreeding adalah persilangan antar ternak dari bangsa (breed) yang
berbeda (Noor, 2000). Persilangan pada produksi komersial dilakukan untuk dua alasan, yang pertama adalah untuk mendapatkan hybrid vigor, yaitu hasil persilangan yang lebih produktif daripada salah satu tetuanya , yang kedua adalah untuk mengambil keuntungan yang berasal dari dua atau lebih bangsa yang berbeda (Gall, 1969). Bangsa ternak berbeda yang tidak mempunyai hubungan keluarga dikawinkan biasanya memiliki performa keturunan pertama (F1) lebih baik dari rataan performa kedua tetuanya (Williamson dan Payne, 1993). Kombinasi antar galur yang mempunyai potensi daging dengan galur lokal yang mempunyai potensi telur dapat memberikan suatu keuntungan ganda salah satunya yaitu percepatan produksi daging galur-galur lokal (Iskandar, dkk., 2001). Melalui cara pemeliharaan yang baik dapat diharapkan ayam persilangan lebih menguntungkan untuk dipelihara sebagai ayam potong dibandingkan dengan ayam Kampung (Mansjoer dan Martojo, 1977). Morfologi ayam Bangkok umumnya lebih besar dan kekar daripada ayam ras petelur pada umumnya, sehingga selain dimanfaatkan sebagai ayam aduan, ayam ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan hasil persilangan dengan ayam ras petelur yang mampu menghasilkan telur diatas 300 butir setiap tahunnya. Tujuan persilangan adalah menghasilkan ayam unggul yang memiliki adaptasi baik dan mengkombinasikan sifat-sifat unggul dari masing-masing ayam yang disilangkan (Saadey, dkk., 2008). Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sebelum dipotong (Sugana dan Duldjaman, 1983). Bobot potong diperoleh dengan cara menimbang ayam pada akhir pemeliharaan, setelah dipuasakan sebelum disembelih (Ariana dan Bidura,
4
2001). Unggas sebaiknya dipuasakan 8 sampai 20 jam sebelum pemotongan untuk mengurangi pakan dalam usus dan gizzard beserta kotoran pada saat pemotongan (Bremner, 1977). Persentase bagian edible dan in edible pada ternak sangat bergantung pada strain, tingkat pemberian nutrien, bobot badan, umur ternak, jenis kelamin. Bagian edible (dapat dikonsumsi) terdiri atas karkas dan giblet (hati, jantung, ampela). Bagian in edible (tidak dikonsumsi) terdiri atas darah, jeroan tanpa giblet, kaki, kepala, bulu, leher dan lemak abdominal (Murtidjo, 2003). Karkas adalah bagian tubuh hewan yang telah disembelih dikeluarkan darah dan telah dipisahkan dari kepala, kaki, bulu dan jeroan. Karkas umumnya digunakan sebagai tolok ukur produktivitas dari ternak potong, karena karkas merupakan hasil utama dari pemotongan ternak dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Persentase karkas pada unggas merupakan bagian tubuh yang tersisa setelah dilakukan penyembelihan, pencabutan bulu dan pembuangan jeroan, selanjutnya dilakukannya pemotongan kaki, kepala dan leher (Saifudin, 2000). Perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup atau dinyatakan sebagai persentase karkas sering digunakan sebagai ukuran produksi. Faktor lain yang berpengaruh bobot karkas adalah tingkat konsumsi unggas itu sendiri. Semakin tinggi konsumsi maka akan semakin baik pula bobot karkas yang dihasilkan. Pemberian ransum yang berenergi tinggi dengan imbangan yang baik antara protein, vitamin, dan mineral akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi. Produksi karkas sangat erat kaitannya dengan bobot badan, dimana pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh bahan pakan penyusun ransum (Yunilas, dkk., 2006).
5
Giblet atau jeroan merupakan hasil ikutan yang dapat dimakan, biasanya terdiri dari hati, jantung dan ampela. Hati merupakan organ yang berfungsi sebagai alat penyaring zat-zat makanan yang diserap sebelum masuk dalam peredaran darah dan jaringan-jaringan hati unggas berwarna kecoklatan sampai coklat muda kekuningan dengan bobot 45 sampai 51 g atau 1,7 sampai 2,3 persen dari bobot hidup (Nataamijaya dan Muhammad, 2001). Persentase bobot jantung yang normal berkisar antara 0,50 sampai 1,42 persen dari bobot hidup. Pada pemotongan umur 8 minggu persentase jantung pada broiler jantan dan betina adalah 0,6 persen, sedangkan persentase ampela pada pemotongan umur 8 minggu untuk broiler jantan adalah 4,4 persen dan broiler betina 3,1 persen (Nataamijaya dan Muhammad, 2001). Bagian in edible dapat ditentukan dengan mengurangkan bobot potong dengan bagian edible. Bagian in edible terdiri dari darah, jeroan tanpa giblet, kaki, kepala, bulu, dan lemak abdominal (Lawrie, 2003). Komponen in edible terdiri dari organ internal dan organ eksternal. Organ internal terdiri atas jeroan tanpa giblet, darah dan lemak abdominal, sedangkam yang termasuk organ eksternal adalah kepala, kaki dan bulu (Forrest, dkk., 1975).
1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2016 selama 8
minggu.
Penelitian dilaksanakan di Kandang Laboratorium Produksi Ternak
Unggas, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.