1
PENCEGAHAN KOROSI DENGAN MENGGUNAKAN INHIBITOR NATRIUM SILIKAT(Na2SiO3) HASIL SINTESIS DARI LUMPUR LAPINDO PADA BAJA TULANGAN BETON Dimas Happy Setyawan, Doty Dewi Risanti, Lizda Johar Mawarani. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected]. Abstrak—Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis natrium silikat dari lumpur lapindo yakni dengan mereaksikan larutan NaOH 50 ml berkonsentrasi 10 M pada Lumpur Lapindo dengan suhu 180o C selama 1 jam. Hasil uji FTIR dan XRD menunjukkan hasil sintesis tersebut mengandung natrium silikat dengan nilai bilangan gelombang 901,21 cm-1 dan memiliki bentuk amorf dengan sudut 2θ : 32,13o. Pengujian korosi dilakukan pada baja tulangan beton berumur 21 hari dengan 2 pengkondisian lingkungan yaitu pada larutan NaCl 12,5% dan air rawa. Dari hasil uji korosi didapatkan bahwa cara pelapisan baja tulangan beton dengan inhibitor kurang efektif dalam menekan laju korosinya. Sedangkan penambahan 5 ml memiliki efisiensi paling tinggi yaitu 45,62% dan mampu menekan laju korosi sebesar 0,11 mpy pada air rawa, pada penambahan 10 ml memiliki nilai efisiensi paling tinggi sebesar 36% pada larutan NaCl 12,5% dan laju korosinya 0,1197 mpy. Penambahan inhibitor pada beton lebih dari 10 ml akan mengurangi kuat tekan beton hingga ± 25% dari kuat tekan beton normal. Dengan demikian penambahan 5 ml inhibitor pada beton merupakan cara yang paling efektif dalam menekan laju korosi pada baja tulangan dan memiliki kuat tekan yang masih tinggi dibandingkan dengan penambahan inhibitor lainnya. Kata kunci— natrium silikat, inhibitor, korosi, lumpur Lapindo, baja tualangan beton
I. PENDAHULUAN
S
aat ini lumpur lapindo merupakan salah satu bencana alam yang sulit untuk dikendalikan, hal ini tentu saja sangat merugikan lingkungan sekitar, karena menyebabkan pemukiman dan area persawahan di sekitar semburan tenggelam oleh banyaknya volume lumpur yang keluar. Setiap hari lumpur yang keluar dari perut bumi ± 30.000m3/hari (BPLS,2012). Dengan banyaknya lumpur yang keluar tersebut menarik perhatian beberapa peneliti untuk mengetahui apa saja yang terdapat dalam kandungan lumpur tersebut. Menurut (Farid, 2013) di dalam lumpur lapindo mengandung banyak unsur namun unsur yang paling dominan adalah Si 46,7%, Fe 24,5% dan Al 13% sisanya rata-rata < 6%. Lumpur lapindo dapat dimanfaatkan seperti dalam pembuatan batu bata, genteng, sebagai agregat campuran beton dan masih banyak lainnya. Selain itu lumpur lapindo ini memiliki manfaat sebagai alternatif cadangan produsen silikat, namun dalam mendapatkannya tidak semudah seperti mendapatkan pasir silikat. Silikat murni memiliki keunikan salah satunya bersifat hidrofobik dan biasanya banyak digunakan di berbagai industri seperti
digunakan untuk sol sepatu, bahan pasta gigi, bahan serat optik, bahan baku fero silikon, silikon karbida dan bahan abrasit (ampelas dan sand blasting) (Fairus, 2009). Untuk memperoleh silikat dari lumpur lapindo maka diperlukan terlebih dahulu disintesis dengan natrium hidroksida (NaOH). Dari sintesis ini akan diperoleh Natrium Silikat (Na2SiO3). Natrium silikat ini juga memiliki kegunaan yang sangat banyak diantaranya sebagai bahan perekat, bahan pembuatan sabun dan detergent, serta bahan pembantu pada industri tekstil dan kertas, absorben, dan pelindung logam dari korosi (Ria, 2011). Korosi merupakan masalah yang sangat serius dilihat dari berbagai bidang misalnya ekononi dan keselamatan (Nizam, 2009). Pada baja tulangan beton, korosi merupakan musuh yang utama karena korosi tidak dapat dihindari namun dapat di hambat laju pertumbuhannya, dampaknya mampu mengurangi kekuatan baja tersebut. Pada baja tulangan beton biasanya korosi terjadi akibat pengaruh dengan lingkungannya berada dan dari benton itu sendiri akibat tidak standarnya bahan yang dipakai (Sudjono, 2005). Pada daerah yang ekstrim yang bersifat korosif seperti daerah pesisir pantai, daerah bekas rawa, daerah bekas tempat pembuangan sampah, daerah-daerah ini yang dapat mengurangi kekuatan konstruksi beton akibat adanya serangan korosi terhadap baja tulangannya (Sulistyoweni, 2002). Dengan permasalahan yang seperti itulah perlu dilakukan pencegahan, ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi pada sebuah logam antar lain dengan menggunakan cara coating, cathodic protection, pemilihan material yang sesuai dengan lingkungan dan menggunakan inhibitor. Sebagai contoh menghambat laju korosi dengan menggunakan inhibitor dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan lumpur lapindo sebagai bahan utama untuk membuat inhibitor Na2SiO3 . Dalam hal mensintesis lumpur lapindo ini, menggunakan metode yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu mensintesis natrium silikat pada suhu 180o C. Metode ini diklaim memiliki hasil sintesis natrium silikat yang paling tinggi dibandingkan dengan metode lain yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya (Aditya, 2014). II.
METODE PENELITIAN
Beberapa tahap yang perlu dilakukan pada penelitian ini antara lain:
2 A. Preparasi Lumpur Lapindo Pada proses ini Lumpur lapindo terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan HCl 3M selama 4 jam kemudian dicuci kembali dengan aquades. Pencucian ini memiliki tujuan agar kandungan pengotor-pengotor seperti tanah, rumput-rumputan, dan pengotor lainnya hilang. Lumpur kemudian dikeringkan pada furnace pada temperatur 100oC untuk menghilangkan kadar airnya.kemudian di hancurkan menjadi serbuk kemudian diayak dengan ukuran 140 mess.
menggunakan air rawa. Larutan garam dibuat dengan melarutkan NaCl produksi PT. Barataco ke dalam aquades. Larutan garam dikondisikan sangat pekat yang bertujuan untuk mempercepat penetrasi larutan terhadap bajatulangan beton dengan konsentrasi kandungan yaitu 12,5%. Perhitungan untuk mendapatkan larutan NaCl 12,5% ditunjukkan oleh rumus berikut :
B. Sintesis Senyawa Natrium Silikat Bahan yang digunakan yaitu NaOH sebanyak 20 gr dilarutkan menggunakan aquades 50 ml untuk menghasilkan NaOH 10 M sebanyak 50 ml kemudian dicampurkan dengan lumpur lapindo sebanyak 5 gr dan selanjutnya dipanaskan di hot plate dengan suhu 180o C selama 1 jam dan diaduk dengan magnetic stirrer, kemudian hasil sintesis tadi di saring dengan kertas saring yang halus untuk memisahkan antara lumpur dengan hasil sintesis yang berwarna agak kekuningan yang bisa disebut dengan natrium silikat. Warna kuning ini disebabkan oleh pengaruh HCL saat pembersihan lumpur dari pengotor. Setelah disintesis kemudian diuji kandungan inhibitor natrium silikat (Na2SiO3). Uji XRD bertujuan untuk mengetahui senyawa natrium silikat yang terbentuk dari hasil sintesis dan melakukan uji FTIR untuk mengetahui gugus fungsi natrium silikat.
Dari persamaan di atas maka dapat dibuat larutan garam NaCl 12,5% dengan mencampurkan NaCl sebanyak 125 gram ke dalam 1000 gram aquades. Massa jenis dari aquades adalah 1 g/mL, sehingga volume aquades yang dibutuhkan adalah 1000 mL. Kemudian beton akan direndam kedalam dua larutan tersebut dan akan terus dijaga level airnya pada ketinggian 7,5 cm.
C. Preparasi Sampel Uji Sampel yang digunakan adalah baja tulangan tanpa ulir BTjP24 dengan diameter 10 mm. Pada proses preparasi sampel uji, terlebih dahulu mempersiapkan bahan utamanya berupa pemotongan baja tulangan dengan pnjang 100 mm sebanyak 10 buah dan menyiapkan semen portland, pasir dan kerikil sebagai agregratnya serta air sebagai pelarutnya. Kemudian adonan beton di bedakan menjadi 4 jenis diantaranya : a. tanpa penambahan inhibitor (nratrium silikat); b. dengan penambahan inhibitor sebanyak 5 ml; c. penambahan inhibitor sebanyak 10 ml; d. ditambahkan inhibitor sebanyak 15 ml. Setelah jadi adonan kemudian besi di tanam sedalam 70 mm kedalam adonan dan dicetak dengan dibentuk silinder yang memiliki diameter 50 mm dan tinggi 100 mm kemudian sampel dikeringkan selama 1 hari selanjutnya dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan hingga berumur 21 hari. 10mm
30mm 70mm
100mm
100mm
30mm
10mm
50mm
Gambar 1 Ukuran sampel secara keseluruhan
Selain itu juga mempersiapkan larutan untuk perendamannya, ada 2 jenis pengkondisian lingkungan yang pertama dengan larutan NaCl dan yang kedua dengan
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑆𝐴𝑃
NaCl 12,5%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑥 100% = 12,5% (1)
D. Pengujian Korosi Dalam tahapan pengujian ini hal yang paling utama dilakukan yaitu menyiapkan sampel sebanyak 10 sampel dengan memiliki 5 variasi yang berbeda dengan 2 pengondisian lingkungan yang berbeda. Berikut tabel matrik sampel uji sebagai berikut : Tabel 1 Matriks sampel uji dengan metode yang digunakan : Variasi Keadaan Inhibitor Dicampurkan pada Inhibitor Beton dengan Variasi Larutan Tanpa Dilapiskan Inhibitor Masing-Masing Inhibitor pada Baja Tulangan 10 ml 15 ml 20 ml Air Rawa 1 1 1 1 1 Laruran NaCl 1 1 1 1 1 12,5%
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan arus sebagai lat bantu untuk mempercepat proses korosi pada setiap sampel yang dilakukan pada 2 kondisi yang berbeda yaitu sampel di rendam pada larutan NaCl 12,5% dan perendaman pada air rawa. Pada pengujian ini rangkaian disusun secara seri dengan menggunakan tembaga sebagai katodanya sebab tembaga memiliki nilai eletron negatif yang lebih besar dibandingkan dengan nilai elektron yang dimiliki oleh baja tulangan. Selanjutnya data arus dicatat sebagai acuan untuk mengetahui persebaran arus di tiap sampel bahwa perlakuan yang diberikan antar sampel uji sama. Metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode proteksi korosi dengan menggunakan arus paksa namun dalam pengujian ini baja tulangan dijadikan korban atau anodanya sedangkan tembaga dijadikan katodanya hal ini bertujuan mengetahui laju korosinya terhadap inhibitor yang telah di berikan dengan berbagai variasi.
3
+
DC 6V
-
Baja Tulangan
Katoda Tembaga
NaCl/Air Rawa
Beton
antara 500 cm-1- 4000 cm-1 dan memiliki beberapa gugus fungsi seperti yang tertera pada gambar 3. Gugus Si-O(Na) strecthing yang menunjukkan adanya kandungan senyawa natrium silikat pada sampel hasil uji FTIR. Hal ini berdasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa natrium silikat memiliki bilangan gelombang 903,43 cm-1 (Aditya, 2014). Dari hasil pengujian FTIR ini diperoleh gugus fungsi dari natrium silikat terbentuk pada bilangan gelombang 901,21 cm-1.
dengan :
CR K T A W D
= corrosion rate (laju korosi) = konstanta laju korosi = waktu dalam (jam) = luas area logam (cm2) = selisih massa setelah dengan sebelum korosi (g) = massa jenis (g/cm3)
Satuan laju korosi yang digunakan adalah mils per year (mpy) dengan konstanta k = 3,45 x 106. Dari perhitungan laju korosi, dapat diketahui efisiensi inhibitor dari masung-masing larutan uji. Efisiensi inhibitor dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Roberge, 2000): Efisiensi inhibitor (%) =
(𝐶𝑅 𝑛𝑜𝑛 𝑖𝑛ℎ−𝐶𝑅 𝑖𝑛ℎ) 𝐶𝑅 𝑛𝑜𝑛 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟
x 100% (3)
dengan CR adalah laju korosi (corrosion rate).
III. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian FTIR dan XRD Pada proses pembuatan inhibitor natrium silikat yang berasal dari sintesis lumpur lapindo rata-rata menghasilkan 20 ml setiap kali sintesis dengan menggunakan metode yang telah diuraikan di metodologi. Dari hasil sintesis kemudian inhibitor ini diuji dengan menggunakan FTIR dengan tujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari natrium silikat sudah terbentuk atau belum dan uji XRD yang bertujuan untuk mengetahui kemurnian dalam bentuk amorf dari natrium silikat yang berasal dari proses sintesis lumpur lapindo. Natrium silikat diujikan menggunakan FTIR Nicolet iS10 dan hasilnya di bandingkan dengan hasil sintesis yang terbaik dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dari pengujian ini diketahui rentang gelombangnya berkisar
100 90 80 70 60 50 40 30 20
Aditya, 2014
2790.68
4000
Transmittance %
1618.09
903.43
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
wavenumber (cm-1)
120 110
Sintesis
100 90 2360,64
1987.95 1455.52
80
901.21
70 4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
wavenumber (cm-1)
Gambar 3 Hasil uji FTIR sintesis natrium silikat
Sedangkan untuk hasil dari pengujian XRD dengan menggunakan radiasi Cu K-α pada rentang sudut 5o – 60o yang berfungsi untuk mengetahui tingkat kemurnian dari natrium silikat. Komersial Aditya, 2014 Sintesis
1800 1600 1400 1200
Intensity
E. Menghitung Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor Dalam perhitungan laju korosi pada penelitian ini yaitu menghitung berat yang hilang akibat terjadinya korosi pada baja tulangan. Dengan mengetahui laju korosinya nantinya akan dapat diketahui efektifitas dari penggunaan inhibotor natrium silikat dari hasil sintesis lumpur lapindo. Berikut ini cara menghitung nilai dari laju korosi dengan mengacu pada standar ASTM G31–72, rata-rata laju korosi melalui metode ini didapatkan melalui persamaan berikut : 𝐾. 𝑊 𝐶𝑅 = (2) 𝐷. 𝐴. 𝑡
Transmittance %
Gambar 2 Pengujian korosi dengan menggunakan arus paksa
(Komersial)
1000 800
(Aditya, 2014)
600 400 200
(Sintesis)
0 10
20
30
40
50
60
70
80
90
Angle
Gambar 4 Hasil perbandingan uji XRD sintesis natrium silikat
Dari gambar 4 tersebut merupakan hasil perbandingan pengujian antara natrium silikat komersial, sintesis natrium silikat yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya dan hasil sintesis natrium silikat, dan hasilnya diketahui bahwa pada grafik hasil sintesis menunjukan masih terlihat adanya beberapa peak yang lebih tinggi. Hal ini diindikasi peak tersebut milik dari sodium carbonate (Na2CO3) namun secara keseluruhan bentuk dari grafiknya sudah amorf hal ini ditandai dengan adanya puncak yang seragam. Dari gambar diatas tersebut hasil sintesis natrium silikat memiliki bentuk amorf dengan sudut 2θ: 32,13o sedangkan untuk hasil dari penelitian sebelumnya bentuk amorf terdapat pada sudut 2θ: 33,05o dan pada natrium silikat komersial terjadi pada sudut 2θ: 26,47o . Dengan hasil uji XRD ini menunjukan sintesis dari lumpur lapindo berhasil menghasilkan inhibitor natrium silikat yang digunakan untuk menghambat laju korosi pada baja tulangan beton. B. Hasil Pengujian Korosi Dalam pengujian ini menggunakan bantuan dari arus yang fungsinya mempercepat korosi, arus difungsikan untuk mempercepat perpindahan elektron dari anoda (baja
4 tulangan) menuju ke katoda (tembaga) sehingga terjadi proses reaksi anodik yang produk akhirnya berupa karat atau korosi. Perlaukuan yang diberikan sama setiap sampel rata-rata teraliri arus 3.24 mA sehingga memudahkan dalam pengamatan untuk mengetahui kinerja dari inhibitor natrium silikat terhadap variasi sampel yang diteliti. A NaCl 12,5% B NaCl 12,5% C NaCl 12,5% D NaCl 12,5% E NaCl 12,5% A air rawa B air rawa C air rawa D air rawa E air rawa
8 7 6
Selain pada bentuk fisik beton, baja tulangan beton juga mengalami perubahan yaitu terjadi korosi pada permukaannya, hal ini dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini.
10 mm
(a)
Arus (mA)
5 4
10 mm
3
(b) Gambar 7 Korosi pitting yang terjadi pada baja tulangan (a) pengujian di larutan NaCl 12,5% (b) pengujian di air rawa.
2 1 0 1
2
3
4
5
Time (Day)
Gambar 5 Arus yang diterima tiap sampel.
Dalam proses terjadinya korosi pada baja tulangan beton yang diakibatkan ketika beton di rendam pada suatu larutan maka beton tersebut akan mengalami penetrasi atau difusi dari larutan tersebut baik larutan NaCl 12,5% ataupun air rawa, hal ini dapat mempengaruhi nilai dari resistansi yang dimiliki oleh beton tersebut ketika dialiri arus dan kadar O2 yang ada pada sebuah larutan memiliki peranan penting untuk proses oksidasi terhadap baja tulangan sehingga terjadilah korosi. Peranan penting inhibitor natrium silikat yang bereaksi dengan beton sehingga membentuk lapisan pelindung yang berfungsi melindungi permukaan logam dari interaksi lingkungan. Setelah dilakukan pengujian korosi terlihat perubahan bentuk pada bentuk fisik beton yang mengalami perubahan akibat adanya korosi, hal ini ditandai dengan munculnya cairan bening pada permukaan beton dan terjadi kerak di sekeliling beton, seperti yang telihat pada gambar 6.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa baja tulangan telah terkorosi yang berupa bintik hitam yang merupakan jenis korosi pitting (sumuran) yang mengakibatkan permukaan logam tersebut terlihat berlubang, di karenakan tidak homogennya lapisan pada permukaan baja tulangan. Korosi ini bermula pada bagian baja yang menghadap ke arah katoda, ini terjadi karena pada saat mengadap katoda secara otomatis memudahkan baja untuk melepaskan elektron dari anoda menuju ke katoda. Selain itu korosi juga terjadi kebih cepat pada bagian antara baja tulangan yang bebas dengan baja tulangan yang terselimuti beton, hal ini terjadi karena tidak homogennya permukaan baja tersebut akibat beda konsentrasi O2.
(b) (a) Gambar 8 Pengamatan secara mikroskopik pada baja tulangan setelah mengalami pembongkaran (a) pengujian di larutan NaCl 12,5%, (b) pengujian di air rawa.
Gambar 6 Terjadi kerak pada fisik beton.
Setelah mengambil sampel produk korosi yang berwarna kuning kecoklatan yang bermula dari cairan bening, serta kerak yang warna hitam dan warna putih pada sampel tersebut diuji dengan menggunakan XRD yang bertujuan untuk mengetahui kandungan apa yang terdapat dalam produk tersebut. Pada produk korosi yang berwarna kuning kecoklatan ternyata merupakan FeCl2(H2O)4 (iron chloride hydrate) sedangkan kerak berwarna hitam yang mengendap pada dasar menunjukkan Fe3O4 (iron oxide), dan terdapat kerak berwarna putih menunjukkan adanya Ca(CO3) (calcium carbonate).
Gambar 8 merupakan pengamatan secara mikroskopis untuk memudahkan dalam pengamatan produk korosi pitting yang terjadi pada baja tulangan beton, korosi pitting ini secara kasat mata hanya tampak bintik-bintik hitam dan tidak terlihat jika titik tersebut berlubang karena pada jenis korosi ini lubang akibat degradasi tertutup oleh produk karat sehingga hanya terlihat seperti bintik hitam. Korosi ini sangat berbahaya karena merusak struktur logam dan korosi pitting ini sebagai awal keretakan suatu logam. Pada pengkondisian dengan perendaman NaCl 12,5% terlihat bahwa pitting yang dihasilkan lebih besar sehingga diameter lubangnya lebih besar dan tidak terlalu dalam sedangkan pada air rawa pitting terlihat terjadi dengan diameter yang lebih kecil namun setelah dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa diameter yang kecil memiliki cekungan yang lebih dalam sehingga ini lebih berbahaya dibandingkan dengan pitting yang terjadi pada perendaman larutan NaCl 12,5%.
5 rendah dibandingkan dengan penambahan inhibitor lainnya memiliki nilai sebesar 0,11 mpy. Efisiensi (%) pada larutan NaCl 12,5% Efisiensi (%) pada air rawa 1* Pelapisan Inhibitor pada baja tulangan
50
40
30
Efisiensi (%)
C. Efisiensi Inhibitor Terhadap Laju Korosi Selama pengujian korosi pada larutan NaCl 12,5% dan air rawa diketahui pengaruh metode penambahan variasi inhibitor terhadap laju korosi yang terjadi pada baja tulangan beton yang mengakibatkan penurunan berat dari baja tulangan tersebut. Berikut laju korosi baik pada larutan NaCl 12,5% maupun air rawa.
20
10
Tabel 2 Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor pada Larutan NaCl 12,5% dan Air Rawa NaCl 12,5% Sampel A (Tanpa Inhibitor) B (Pelapisan Inhibitor) C (Penambahan 5 ml) D (Penambahan 10 ml) E (Penambahan 15 ml)
CR (mpy) 0,1871 0,1736 0,1235 0,1197 0,1343
Air Rawa
Efisiensi (%) 0 7,21 34 36 28,19
CR (mpy) 0,2023 0,1764 0,11 0,1203 0,1224
Efisiensi (%) 0 12,79 45,62 40,53 39,48
Dari tabel 2 diatas terlihat bahwa penambahan inhibitor mampu mengurangi laju korosi berbeda halnya pada pemberian inhibitor yang hanya dilapiskan pada baja tulangan, cara ini kurang efektif untuk mencegah korosi karena cara ini membuat lapisan pasif pada baja tulangan tidak stabil akibat adanya butiran kristal pada permukaan logam sebelum dilakukan pengecoran. Butiran kristal ini muncul dari proses coating dengan menggunakan natrium silikat ketika sudah kering, sehingga menyebabkan reaksi antara permukaan logam dengan lapisan inhibitor secara langsung. Dari data tabel diatas terlihat bahwa pada kondisi inhibitor yang dilapiskan pada baja mempunyai nilai efisiensi yang paling rendah, sedangkan untuk penambahan inhibitor memiliki efisiensi yang lebih baik. Laju Korosi pada NaCl12,5% Laju Korosi pada Air Rawa 1* Pelapisan inhibitor pada baja tulangan
0.20
Laju Korosi (mpy)
0.18
0.16
0.14
0.12
0.10
I
0
1*
5
10
15
Penambahan Inhibitor (ml)
0
I 0
1*
5
10
15
Penambahan Inhibitor (ml)
Gambar 10 Hubungan efisiensi terhadap penambahan inhibitor natrium silikat.
Pada penelitian ini terlihat jelas bahwa penambahan inhibitor mampu meningkatkan nilai efisiensi untuk menekan laju korosi pada penambahan inhibitor 10 ml mampu menekan laju korosi pada larutan NaCl 12,5% sebesar 0,1197 mpy dengan efisiensi 36%. Nilai efisiensi yang paling tinggi pada pengkondisian air rawa berada pada saat penambahan inhibitor natrium silikat sebanyak 5 ml pada kondisi variasi keadaan ini memiliki nilai efisiensi sebesar 45,62%, Sedangkan untuk penambahan 15 ml mengalami penurunan efisiensi hal ini diakibatkan semakin banyak inhibitor yang ada pada beton tersebut maka konsentrasi dari natrium silikat akan semakin pekat sehingga memudahkan larutan untuk melakukan difusi akibat beda konsentrasi dengan larutan uji namun pada kondisi ini inhibitor juga dapat bekerja untuk melindungi baja tulangan hanya saja kurang maksimal hal ini di tunjukkan dengan hanya dapat menekan laju korosi pada larutan NaCl 12,5 % sebesar 0,1343 mpy dengan nilai efisiensi sebesar 28,19 % dan pada kondisi perendaman air rawa mampu menekan laju korosi sebesar 0,1224 mpy dengan nilai efisiensi 39,48%. D. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Terhadap Penambahan Inhibitor Natrium Silikat. Pengujian kuat tekan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tekan beton terhadap penambahan inhibitor. Beton yang diuji merupakan beton dengan umur 3 hari dengan pembebanan alat tekan beton 2-4 kg/cm2 per detik. Pengujian dilakukan di Teknik Sipil ITS dengan menggunakan standart uji SNI 03-1974-1990.
Gambar 9 Hubungan laju korosi terhadap penambahan inhibitor natrium silikat.
Pada gambar 9 di atas terlihat bahwa pelapisan inhibitor pada baja yang dinotasikan sebagai 1* memiliki laju korosi yang paling tinggi pada air rawa laju korosinya sebesar 0,1764 mpy dan pada larutan NaCl 12,5% laju korosinya sebesar 0,1736 mpy dibandingkan dengan penambahan inhibitor yang dicampurkan pada beton. Dengan adanya penambahan inhibitor pada beton laju korosi mampu ditekan pertumbuhannya, bahkan pada pengkondisian air rawa dengan sampel penambahan 5 ml inhibitor terhadap beton memiliki laju korosi yang paling
Gambar 11 Pengujian kuat tekan beton
Dari hasil pengujian kuat tekan beton bahwa setiap penambahan inhibitor akan mengurangi kekuatan dari beton tersebut, berikut data hasil pengujian kuat tekan beton.
6 ini memiliki kuat tekan yang lebih baik di bandingkan dengan cara penambahan yang lainnya.
Tabel 3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
Sampel Uji Tanpa inhibitor Penambahan 5 ml Penambahan 10 ml Penambahan 15 ml
Kuat Tekan (MPa) 0,8535 0,4522 0,2908 0,2123
IV. KESIMPULAN
Kuat Tekan (MPa) 0.9 0.8
Kuat Tekan (MPa)
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0
5
10
15
Penambahan Inhibitor (ml)
Gambar 12 Hubungan antara kuat tekan beton terhadap penambahan inhibitor natrium silikat.
Penurunan kualitas beton ini diakibatkan oleh bertambahnya inhibitor natrium silikat yang ada pada beton disisi lain penambahan inhibitor ini bermanfaat untuk mencegah korosi pada baja tulangan beton namun disisi kekuatan beton penambahan ini dapat mengurangi kekuatan beton itu sendiri hal ini bisa terjadi karena natrium silikat bereaksi dengan beton sehingga mempengaruhi kekuatanya, ditandainya dengan beton lebih rapuh. Pada penelitian sebelumnya inhibitor natrium silikat ini sangat cocok untuk mengendalikan laju korosi apabila inhibitor ini dicampurkan dengan larutan lumpur, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa penambahan ihibitor sebanyak 10 ml pada larutan lumpur dapat menekan laju korosi dibandingkan dengan natrium silikat komersial (Aditya, 2014). Kuat Tekan (MPa) Laju Korosi (mpy) pada NaCl 12,5% Laju Korosi (mpy) pada air rawa 1* Pelapisan inhibitor pada baja tulangan
0.9
0.20
0.18 0.7 0.6
0.16
0.5 0.14 0.4 0.3
Laju Korosi (mpy)
Kuat Tekan (MPa)
0.8
0.12
0.2 0
I 1*
0.10 5
10
15
Penambahan Inhibitor (ml)
Gambar 13 Hubungan kuat tekan dan laju korosi terhadap penambahan inhibitor.
Dari gambar 13 diatas diketahui bahwa penambahan inhibitor sebanyak 5 ml merupakan cara yang efektif guna melindungi baja tulangan dari korosi dan pada penambahan
Dari penelitian mengenai pencegahan korosi dengan menggunakan inhibitor natrium silikat yang disintesis dari Lumpur Lapindo terhadap baja tulangan beton maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : Teknik penambahan inhibitor dengan cara pelapisan inhibitor ke baja tulangan kurang efektif dengan nilai efisiensi pada NaCl 12,5% sebesar 7,21% dan pada air rawa sebesar 12,79%. Efisiensi yang paling tinggi diperoleh dari penambahan inhibitor sebanyak 5 ml pada kondisi air rawa sebesar 45,62% dan penambahan inhibitor 10 ml pada larutan NaCl 12,5% sebesar 36%. Penambahan inhibitor lebih dari 10 ml dapat mengurangi kekuatan tekan beton hingga ± 25% dari beton normal. Cara paling efektif penggunaan inhibitor natrium silikat untuk melindungi baja tulangan pada beton adalah dengan mencampurkan 5 ml natrium silikat pada beton. DAFTAR PUSTAKA [1] Aditya, Edo. 2014. “Penentuan Metode Ekstraksi dan Uji performansi Inhibitor Natrium Silikat pada Ductile Cast Iron” .Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fisika ITS. [2] Adziimaa, A. F. 2013. “Sintesis Natrium Silikat dari Lumpur Lapindo sebagai Inhibitor Korosi”. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Fisika ITS. [3] Anonim. 2000. “Florida Method of Test for An Accelerated Laboratory Method for Corrosion Testing of Reinforced Concrete Using Impressed Current”. FM 5-522 [4] Atur P. N. Siregar.2006. “Laju Korosi Tulangan Pada Mutu Beton yang Berbeda”. Jurnal SMARTek, Vol. 4, No. 2, Mei 2006: 67 – 76. [5] Fairus, S., Haryono, Mas H. Sugita, dan Agus Sudrajat.2009. “Proses Pembuatan Waterglass dari Pasir Silika dengan Pelebur Natrium Hidroksida”. Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 8 No. 2 Agustus 2009, 56-62. [6] Farid Fadli, Agus. 2013. “Ekstraksi Silika dalam Lumpur Lapindo Menggunakan Metode Kontinyu”. Kimia Student Journal, Vol. 1, No. 2, pp. 182-187. Universitas Brawijaya Malang. [7] Halimatuddahliana. 2003. “Pencegahan Korosi Dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi”. Teknik Kimia. Universitas Sumatra Utara. [8] Medihala, P.G., J.R. Lawrence, G.D.W. Swerhone, D.R. Korber. 2013. “Transient Response Of Microbial Communities In A Water Well Field To Application Of An Impressed Current”, Journal water r e search 47 ( 2013 ) 672-682. [9] Nizam, Mohd Saiful. 2009. “Cathodic Protection Of Underground Steel Pipelines By Using Sacrificial Anodes”. Mechanical Engineering. Universiti Malaysia Pahang. [10]Pierre-Adrien Itty, Marijana Serdar, Cagla Meral, Dula Parkinson, Alastair A. MacDowell, Dubravka Bjegovic´, Paulo J.M. Monteiro. 2014. “In Situ 3D Monitoring Of Corrosion On Carbon Steel And Ferritic Stainless Steel Embedded In Cement Paste”. Journal Corrosion Science 83 (2014) 409–418. [11]Roberge, Pierre R. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw-Hill [12]Sidiq, M. Fajar. 2013. “Analisa Korosi Dan Pengendaliannya”. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259 25 [13]Sujdono, Agus Santoso, 2005. “Pengaruh Penggunaan Mineral Tambahan Pada Campuran Beton”. Teknik Sipil. Universitas Kristen Petra. [14]Wirawan, HC. Kis Agustin, M. Sigit Darmawan. “Studi Eksperimental Korosi Baja Tulangan Menggunakan Metode Dipercepat Pada Beton Dengan Variasi Fly Ash di Lingkungan Khlorida”.