abrari , 10:32:00, 09/02/2016
PENAMBAHAN KUBUS DATA CUACA PADA SISTEM SPATIAL ONLINE ANALYTICAL PROCESSING (SOLAP) DENGAN SPAGOBI
IRWAN ADRIANSYAH
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Kubus Data Cuaca pada Sistem Spatial Online Analytical Processing (SOLAP) dengan SpagoBI adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Irwan Adriansyah NIM G64134019
ABSTRAK IRWAN ADRIANSYAH. Penambahan Kubus Data Cuaca pada Sistem Spatial Online Analytical Processing (SOLAP) dengan SpagoBI. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG. Titik panas adalah salah satu indikator untuk mengidentifikasi terjadinya kebakaran hutan yang sedang terjadi. Titik panas direkam menggunakan alat sensor, salah satunya berada di sensor MODIS. Data hasil perekaman titik panas menggunakan sensor MODIS jumlahnya cukup banyak. Analisis data berukuran besar dapat dilakukan menggunakan sistem spatial online analytical processing (SOLAP) dan data warehouse. SpagoBI adalah aplikasi open source bussiness intelligence yang dapat digunakan untuk mengolah data warehouse. Penelitian sebelumnya telah menggunakan aplikasi SpagoBI untuk mengolah data titik panas. Namun pada penelitian tersebut belum terdapat kubus data cuaca untuk mengetahui penyebab dari titik panas. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sistem SOLAP. Pembuatan modul free inquiry, pembuatan modul ad hoc reporting, dan penambahan data filter pada modul location intelligence. Skema data warehouse yang digunakan adalah skema galaksi. Pengujian SOLAP dilakukan dengan menggunakan metode pengujian black box. Hasil pengujian menunjukkan bahwa fungsi utama sistem SOLAP telah bekerja dengan benar sesuai dengan kebutuhan sistem. Kata kunci: data warehouse skema galaksi, spatial online analytical processing (SOLAP), SpagoBI, titik panas.
ABSTRACT IRWAN ADRIANSYAH. Adding Weather Fact Into SOLAP for Hotspot Distribution Using Spagobi. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG. Hotspot is one of indicators to identify forest fire currently. Hotspot is recorded using a sensor including Modis’s sensor. Hotspot data that are recording using Modis’s sensor produce a large dataset. Big data can be analyzed using by data warehouse and spatial online analytical processing (SOLAP). SpagoBI is an open source business intelligence application to process data warehouse. The previous research used SpagoBI application to process hotspot data. But there is no cube of weather data to identify causes of hotspot. This research will be made SOLAP. Module of free inquiry manufacture, module of ad hoc reporting manufacture, and add filter data of location intelligence module. Data warehouse scheme using a galaxy scheme. SOLAP Test use method of black box test. The result shows that main function of OLAP system has worked correctly according to system requirements. Keywords: data warehouse fact constellation scheme, hotspot, spatial online analytical processing (SOLAP), SpagoBI.
jangan italic!
PENAMBAHAN KUBUS DATA CUACA PADA SISTEM SPATIAL ONLINE ANALYTICAL PROCESSING (SOLAP) DENGAN SPAGOBI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji: 1 Husnul Khotimah, SKomp MKom 2 Rina Trisminingsih, SKom MT
Judul Skripsi : Penambahan Kubus Data Cuaca pada Sistem Spatial Online Analytical Processing (SOLAP) dengan SpagoBI Nama : Irwan Adriansyah NIM : G64134019
Disetujui oleh
Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
setelah pengesahan halaman kosong
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini ialah spatial data warehouse, dengan judul Penambahan Kubus Data Cuaca pada Sistem Spatial Online Analytical Processing (SOLAP) dengan SpagoBI. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1 Mamah (Ida Rosidah) dan Papah (Abdul Aziz) serta seluruh keluarga atas segala doa serta kasih sayang yang selalu mengiringi perjalanan penulis. 2 Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom selaku pembimbing skripsi yang memberikan banyak masukan dan arahan, baik selama perkuliahan maupun penelitian. 3 Husnul Khotimah, SKomp Mkom dan Rina Trisminingsih, SKom MT selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penelitian. 4 Nindy Hedya Aviandita, Gamma Uswatun Hasanah, dan Winda Astriani atas bantuan dan pencerahan skripsi penulis. 5 Teman dekat semasa kuliah, Muhammad Rheza Muztahid, Dhita Apritta, dan Andita Wahyuningtyas atas dukungan, bantuan, hiburan, dan kenangan selama masa kuliah penulis. 6 Teman-teman Program S1 Ilmu Komputer Alih Jenis angkatan 8 atas dukungan, kerja sama, hiburan, dan kenangan selama masa kuliah penulis. 7 Dan semua pihak yang terlibat dalam skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan dapat membantu bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2016 Irwan Adriansyah
setelah prakata halaman kosong
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Titik Panas
4
Data Warehouse
4
OLAP (Online Analytical Processing)
6
SOLAP (Spatial Online Analytical Processing)
7
SpagoBI
7
METODE
7
Data Penelitian
7
Tahapan Penelitian
9
Analisis Awal Sistem SOLAP
9
Praproses Data
10
Perancangan dan Implementasi Modul OLAP
10
Implementasi Modul Tambahan pada SOLAP
11
Pengujian Operasi SOLAP dan Modul Tambahan
12
Lingkungan Pengembangan
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Analisis Sistem Awal
12
Identifikasi Masalah
14
Analisis Kebutuhan Sistem
14
Praproses Data
15
Perancangan dan Implementasi Modul SOLAP
16
Implementasi Modul Tambahan
20
Pengujian Operasi SOLAP dan Modul Tambahan
23
SIMPULAN DAN SARAN
26
Simpulan
26
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
27
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Atribut pada data titik panas Atribut pada data cuaca Atribut data stasiun cuaca Skenario dan hasil uji fungsi modul SOLAP Skenario dan hasil uji fungsi modul adhoc reporting Skenario dan hasil uji fungsi modul location intelligence
8 8 9 23 26 26
DAFTAR GAMBAR 1 Skema star (Han et al. 2012) 5 2 Skema snowflake (Han et al. 2012) 5 3 Skema fact constellation (Han et al. 2012) 6 4 Tahapan penelitian 10 5 Langkah-langkah implementasi SOLAP 11 6 Tampilan map zone pada penelitian Hasanah (2015) 14 7 Tampilan hasil operasi OLAP pada Hasanah (2015) 13 8 Tampilan map point pada penelitian Hasanah (2015) 14 9 Query jarak antara titik panas dengan stasiun cuaca 15 10 Query jarak terdekat dari hasil query jarak 15 11 Query count dari hasil query jarak terdekat 16 12 Skema data warehouse galaksi 17 13 Hasil penambahan tabel fakta cuaca dan dimensi stasiun pada DBMS
PostgreSQL
18 17 OLAP Mondrian 18 16 Hasil operasi drill down OLAP pada kubus data titik panas 19 17 Hasil operasi drill down OLAP pada kubus data cuaca 19 18 Edit kueri pada modul free inquiry pada kubus data titik panas 20 19 Grafik hasil query sebagai output 21 20 Laporan titik panas pada SpagoBI Studio 21 21 Laporan titik panas pada SpagoBI server 22 22 Map zone pada modul location intelligence 22 23 Map point pada modul location intelligence 23 14 Hasil pembuatan model data warehouse di SpagoBI Studio 15 Perbaikan pada kode xml hasil pembuatan template
PENDAHULUAN
Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara beriklim tropis dan termasuk negara yang memiliki luas hutan terbesar di dunia. Namun Indonesia memiliki masalah hutan yang sering kali terjadi setiap tahunnya, salah satunya yaitu kebakaran hutan. Faktor dari kebakaran hutan dapat terjadi dikarenakan oleh ulah pembuatan atau secara alami. Pada tahun 2014 berdasarkan data NASA (National Aeronautics and Space Administration) FIRMS (Fire Information for Resource Management System) MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) tercatat sebanyak 32 555 titik panas terjadi. Kebakaran hutan menjadi salah satu isu lingkungan dan ekonomi, sekitar tahun 1997 - 1998 bencana el nino menyebabkan kebakaran hutan terjadi hingga menghanguskan lahan hutan seluas 25 juta hektar di seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami kebakaran hutan terluas pada tahun yang sama (Tacconi 2003). Untuk penanggulangan terhadap bencana kebakaran hutan agar penyebarannya tidak meluas salah satunya dengan melakukan pemantauan terhadap titik panas (hotspot). Beberapa satelit yang dapat digunakan untuk mendeteksi titik panas adalah NOAA menggunakan AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) sebagai alat sensor dan 2 satelit yang menggunakan sistem sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yaitu satelit TERRA dan AQUA. MODIS merupakan sensor generasi terbaru dari sensor AVHRR. Citra yang dihasilkan MODIS dan AVHRR merupakan titik panas yang dapat mengindikasikan terjadinya kebakaran hutan berdasarkan lokasi dan waktu. Proses pendeteksian kebakaran hutan yaitu, satelit akan mendeteksi titik panas dari suatu lokasi lalu hasil deteksi titik panas akan diterima oleh antena penerima dan kumpulan data titik panas dapat dilihat melalui alat penerima data. Kesulitan dalam analisis data history titik panas yang berjumlah besar dapat diatasi menggunakan sistem spatial online analytical processing (SOLAP). Pada penelitian sebelumnya Fadli (2011) menggunakan data hasil perekaman titik panas menggunakan sensor AVHRR berhasil menerapkan sistem spatiotemporal data warehouse dan aplikasi SOLAP pada titik panas. Lalu setelah itu pada penelitian berikutnya Imaddudin (2012) berhasil menyempurnakannya dengan penambahan sinkronisasi antara visualisasi, peta dan query online processing (OLAP), namun hanya dapat memproses data sampel titik sebanyak 190 titik. Kemudian pada penelitian Wipriyance (2013) melakukan peningkatan kinerja sistem dengan melakukan konfigurasi ulang pada penelitian Imaduddin (2012) yaitu dengan meningkatkan versi Java Runtime Environment (JRE) dan pengaturan Java heap dengan menyesuaikan RAM yang digunakan. Pada penelitian Wipriyance (2013) mengalami peningkatan data titik yang dapat diproses yaitu dari 190 titik menjadi 1500 titik. Namun untuk 1500 titik yang dapat diproses dari jumlah total data titik hingga 400 000, penelitian masih perlu dikembangkan lagi. Menurut Wipriyance (2013), untuk memproses jumlah titik yang besar dapat ditangani melalui pengaturan Java heap. Ukuran RAM yang digunakan pada penelitian Wipriyance (2013) adalah sebesar 2GB dengan
2 pengaturan Java heap sebesar 1024MB. Dengan spesifikasi tersebut hanya dapat memproses jumlah titik kurang dari 1500 data titik. Untuk memproses jumlah titik lebih dari 1500 dibutuhkan peningkatan perangkat keras seperti ukuran RAM dan prosesor yang lebih bagus. Penelitian selanjutnya oleh Qahhariana (2014) melakukan peningkatan kinerja dari sisi perangkat lunak seperti peningkatan JRE, peningkatan server Apache Tomcat dan peringkasan proses Javascript object notation (JSON). Perangkat keras yang digunakan Qahhariana (2014) sama seperti pada penelitian Wipriyance (2013). Qahhariana (2014) dapat meningkatkan jumlah data titik yang dapat diproses menjadi 5344 data titik yang dipengaruhi oleh peringkasan proses JSON sebanyak 9 proses, peningkatan versi JRE, dan peningkatan versi server Apache Tomcat. Qahhariana (2014) menjelaskan bahwa keterbatasan ukuran perangkat keras (khususnya RAM) bukan penyebab dari ketidakmampuan sistem SOLAP yang dioptimasi oleh Wipriyance (2013) dalam menampilkan jumlah titik panas melebihi 1500, melainkan pada pemrosesan data titik tersebut melebihi batas waktu pada server Apache Tomcat. Penelitian Thariqa dan Sitanggang (2015) berhasil menciptakan dimensi baru untuk data spatial yaitu dimensi sosial-ekonomi. Dimensi sosial-ekonomi diciptakan untuk mengetahui penyebab kebakaran yang diakibatkan oleh manusia. Data yang digunakan pada penelitian Thariqa dan Sitanggang (2015) adalah data kejadian hotspot di Provinsi Riau. Penelitian Hasanah (2015) berhasil membuat modul multidimensional analysis dan modul location intelligence untuk spatial data warehouse dengan menggunakan SpagoBI. Pada penelitian ini, Hasanah (2015) juga dapat memvisualisasikan OLAP ke dalam bentuk tabel crosstab dan grafik sehingga data lebih mudah dimengerti oleh pengguna. Pada modul location intelligence, Hasanah (2015) menggunakan GIS untuk membuat peta dinamis. Modul location intelligence yang telah dibuat oleh Hasanah (2015) dapat memvisualisasikan map zone yang membedakan jumlah titik panas berdasarkan warna di setiap kabupaten dan dapat memvisualisasikan map point yang membedakan jumlah hotspot berdasarkan ukuran titik di setiap kabupaten. Hasanah (2015) menyarankan pada penelitian berikutnya untuk menambahkan peta statis pada modul location intelligence karena pada peta dinamis tidak dapat menampilkan data berbentuk tabel dan grafik di setiap daerah seperti pada peta statis untuk mempermudah pengguna untuk menganalisis data. Selain itu, Hasanah (2015) juga menyarankan untuk menggunakan modul lain pada SpagoBI seperti modul interactive cockpits dan free inquiry yang dapat merepresentasikan data melalui grafik untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan. Penelitian Miquel et al. (2002) berhasil membangun data warehouse dengan skema galaksi untuk pengelolaan data inventarisasi hutan. Aplikasi yang digunakan adalah Visual Basic dengan Drive Proclarity untuk melakukan operasi-operasi OLAP dan Intergraph Geomedia untuk menampilkan data spasial. Penelitian ini (Miquel et al. 2002) melakukan perbandingan antara 2 solusi skema data warehouse yaitu skema bintang dan skema galaksi. Pada skema pertama yaitu skema bintang, desain pada OLAP server sederhana namun butuh perancangan khusus pada front-end. Pada skema kedua yaitu skema galaksi, analisis dan eksplorasi data hutan dapat dilakukan dengan fungsi standar front-end.
3 Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan OLAP yang dapat menjalankan operasi OLAP drill up, drill down, slice, dice, dan pivot. Data titik panas yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang berasal dari perekaman sensor MODIS. Server OLAP yang digunakan pada penelitian ini melanjutkan dari penelitian Hasanah (2015) dengan ditambahkan kubus data cuaca untuk mengetahui suhu, kelembaban, curah hujan (mm) dan sunshine (jam) pada setiap daerah titik panas. Pada penelitian ini juga ditambahkan modul free inquiry untuk mempermudah dalam membuat kueri dan dapat merepresentasikan data OLAP ke bentuk laporan dan modul ad hoc reporting untuk menampilkan laporan dari kubus data secara cepat.
Perumusan Masalah Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana penambahan kubus data cuaca pada data warehouse dan peningkatan fasilitas analisis data pada SOLAP yang telah dibangun oleh Hasanah (2015).
Tujuan Penelitian
hilangkan titik
Tujuan dari penelitian ini adalah menambahkan fakta cuaca pada data warehouse yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, dan membuat fasilitas analisis data tambahan pada SOLAP titik panas yang meliputi: 1. Modul free inquiry untuk memudahkan dalam membuat query melalui web. 2. Laporan dari modul free inquiry. 3. Laporan secara langsung tanpa membuat query. 4. Filter stasiun cuaca pada modul location intelligence.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini yaitu aplikasi SOLAP yang telah ditingkatkan fasilitas dan ditambahnya kubus data cuaca dapat memudahkan pengguna dalam mendapatkan data atau informasi terkait titik panas dan kaitannya dengan aspek cuaca. Hasil dari penambahan fasilitas SOLAP diharapkan dapat digunakan oleh pihak terkait untuk mengetahui keadaan cuaca pada titik panas terjadi.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini, yaitu: 1 Data lokasi yang digunakan sampai level kabupaten. 2 Penambahan kubus data cuaca, penambahan modul tambahan (modul free inquiry, modul ad hoc reporting) dan penambahan filter data cuaca pada modul location intelligence. 3 Penambahan dilakukan pada sistem SOLAP titik panas yang telah dibangun oleh Hasanah (2015).
4 4 Data yang digunakan adalah data titik panas dan cuaca pada pulau Sumatera dan Kalimantan.
TINJAUAN PUSTAKA Titik Panas Titik panas atau hotspot merupakan suatu titik lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya (Lapan 2014). Titik panas (hotspot) dapat mengindikasikan terjadinya kebakaran pada lokasi titik tersebut. Untuk mendeteksi titik panas pada suatu lokasi dapat menggunakan satelit NOAA, TERRA dan AQUA. Sensor-sensor yang dimiliki oleh satelit NOAA adalah advance very high resolution radiometer (AVHRR), tiros operational vertical sonders (TOVS), data collection and location system (DCLS), dan space environment monitoring (SEM) (Ratnasari 2000). Satelit Terra terdapat sensor ASTER (The Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer), MOPITT (the Measurement of Pollution in The Troposphere), MISR (Multi-angle Imaging SpectroRadiometer), CERES (Center for Environmental Remote Sensing), dan MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Sensor yang terdapat di satelit AQUA adalah AIRS (Atmospheric Infrared Sounder), AMSU-A (Advanced Microwave Sounding Unit), HSB (the Humidity Sounder for Brazil), AMSR-E (the Advanced Microwave Scanning Radiometer for EOS), MODIS, dan CERES (NASA 1999). MODIS merupakan alat sensor yang terdapat di satelit buatan NASA yaitu satelit Terra dan Aqua (Gao et al. 2008). MODIS hanya perlu waktu 1-2 hari untuk melihat setiap titik di dunia dengan 36 band spektral diskrit. Sensor ini dapat melacak lebih luas dari tanda-tanda vital bumi dibandingkan dengan sensor-sensor lain pada satelit TERRA. Data Warehouse Pengertian data warehouse menurut Han et al. (2012) adalah tempat penyimpanan data yang berasal dari berbagai sumber dan dikumpulkan di satu tempat menggunakan skema tertentu. Beberapa proses yang dilakukan untuk membangun data warehouse yaitu data cleaning, data transformation, data integration, data loading dan periodic data refreshing. Sebuah data warehouse biasanya dimodelkan dengan struktur multidimensi yang disebut kubus data, dimana setiap dimensi sesuai dengan sebuah atribut dalam skema atau sekumpulan atribut dan setiap sel menyimpan informasi dari berbagai dimensi. Kubus data memberikan pandangan data multidimensi dan cepat dalam mengakses data. Jenis-jenis skema data warehouse menurut Han et al. (2012) yaitu: 1 Skema Star Skema star memiliki 1 tabel pusat data (tabel fakta) dan terhubung dengan tabel dimensi. Tabel fakta memiliki foreign key dari setiap tabel dimensi. Skema star dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1 Skema star (Han et al. 2012) 2 Skema Snowflake Skema ini variasi dari skema star. Pada skema snowflake, beberapa tabel dimensi dinormalisasi sehingga didapati tabel tambahan. Skema snowflake dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Skema snowflake (Han et al. 2012) 3 Skema Fact Constellation Skema ini dapat memiliki dua fakta tabel sebagai pusat tabel data. Skema fact constellation dapat dilihat pada Gambar 3.
6
Gambar 3 Skema fact constellation (Han et al. 2012) Data warehouse biasanya mengadopsi arsitektur three tier data warehouse (Han et al. 2012). Lapisan-lapisan dari three tier data warehouse, yaitu: 1 Lapisan Bawah (bottom tier) Pada lapis bawah adalah sebuah basis data relasional atau server data warehouse. Pada lapis ini data diperoleh dari data operasional dan sumber eksternal lainnya, diekstrak, dibersihkan, dan ditransformasi. 2 Lapisan Tengah (middle tier) Lapisan tengah merupakan alat penyimpanan kubus data atau OLAP server. 3 Lapisan Atas (top tier) Lapisan atas merupakan lapisan front-end client, berisi query, reporting, perangkat analisis, atau perangkat data mining. OLAP (Online Analytical Processing) Operasi-operasi yang terdapat di OLAP menurut Han et al. (2012) yaitu: 1 Operasi Roll-up Operasi ini biasanya disebut juga dengan operasi drill-up oleh beberapa perusahaan. Operasi roll-up melakukan agregasi dengan kubus data dan menaikkan level hirarki hingga ke level paling atas. Data yang dihasilkan dengan operasi ini yaitu data yang dilihat secara global atau umum. 2 Operasi Drill-down Operasi ini kebalikan dari operasi roll-up yaitu menurunkan level hirarki hingga ke level paling bawah. Data yang dihasilkan dengan operasi ini yaitu data yang dilihat secara khusus atau lebih detail. 3 Slice dan Dice Operasi slice melakukan pilihan salah satu dimensi yang ada di kubus data sehingga menghasilkan subcube data. Lalu pada operasi dice merupakan proses pendefinisian subcube dengan memilih dua atau lebih dari kubus data. 4 Pivot (Rotate)
7 Operasi pivot (disebut juga dengan rotate) adalah operasi visualisasi yang dapat memutar sumbu data agar memudahkan dalam mempresentasikan data. SOLAP (Spatial Online Analytical Processing) SOLAP dibangun dikarenakan kebutuhan analisis data yang bersifat spatial. SOLAP merupakan sistem OLAP yang diadaptasikan dengan fungsi agregasi, dimensi spatial dan hirarki, spatial OLAP algebra, dan lain-lain (Bimonte et al. 2007). Operasi-operasi pada SOLAP sama dengan operasi pada OLAP, perbedaannya hanya data yang diolah adalah data spatial. SpagoBI SpagoBI rilis di bawah OSI1 dan disetujui lisensi open source, maka dari itu SpagoBI merupakan aplikasi 100% open source selamanya (Cazzin dan Team 2012). SpagoBI membebaskan dalam melakukan kode dan memungkinkan dalam penggunaan komersial. Komponen-komponen dari SpagoBI selain dapat melakukan proses OLAP yaitu reporting, Charts, KPIs, Interactive Cockpits, Adhoc Reporting, Location Intelligence, Free Inquiry, Data Mining, Network Analysis, ETL, Collaboration, Office Automation, Masterdata Management, External Processes. Pada aplikasi SpagoBI, terdapat beberapa modul utama dalam pembangunannya yaitu SpagoBI server, SpagoBI studio, SpagoBI meta, SpagoBI SDK, SpagoBI applications. Keunggulan SpagoBI dari sisi service yaitu SpagoBI memberikan tempat forum diskusi untuk para pengguna SpagoBI yang mengalami masalah teknik atau ingin berbagi pengetahuan dan saran kepada sesama pengguna. Pengguna dapat melaporkan atau ikut berpartisipasi dalam menangani bugs, memberikan saran requirement baru, mengimplementasikan feature baru, dan dapat membaca atau ikut berkontribusi dalam pembuatan dokumentasi aplikasi SpagoBI.
METODE Data Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data titik panas (hotspot) kebakaran hutan pada pulau Sumatera dan Kalimantan pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2014. Data titik panas berasal dari hasil perekaman sensor MODIS dari satelit TERRA dan AQUA yang diperoleh dari NASA FIRMS MODIS. Jumlah titik panas dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2014 mencapai 268.881. Data titik panas memiliki atribut latitude, longitude, brightness, scan, track, acq_date, acq_time, satellite, confidence, version, bright_t31, dan frp. Atribut yang digunakan pada penelitian ini yaitu latitude, longitude, acq_time, confidence, dan satellite. Atribut pada data titik panas dapat dilihat pada Tabel 1.
8 tabel boleh diperlebar
Tabel 1 Atribut pada data titik panas Latitude Longitude
4.562 2.797 4.322 4.323 4.322 4.562 2.797
114.025 112.011 117.490 117.481 117.490 114.025 112.011
Acq_date
15/01/2002 15/01/2002 20/01/2002 20/01/2002 20/01/2002 15/01/2002 15/01/2002
Satellite Confidence
T T T T T T T
75 87 78 77 86 75 87
a
Pada Tabel 1 kolom satellite menjelaskan nama satelit yang merekam titik panas tersebut. A untuk satelit AQUA dan T untuk satelit TERRA.
Latitude dan longitude adalah titik penunjuk lokasi. Acq_time adalah waktu terjadinya kebakaran hutan. Satellite adalah nama satelit yang merekam terjadinya kebakaran. Confidence adalah nilai dari titik panas yang berkisar antara 0% sampai 100%. Data record cuaca diperoleh dari data online BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) pada website http://dataonline.bkg.go.id dari tahun 2002 sampai tahun 2014 dengan jumlah mencapai 42 086. Data tersebut memiliki atribut nama stasiun, tanggal, suhu minimum, suhu maksimum, suhu rata-rata, kelembaban rata-rata, hujan (mm), dan sunshine (jam). Tabel 2 merupakan beberapa data yang terdapat pada data cuaca. Tabel 2 Atribut pada data cuaca Nama Stasiun
Tanggal
Japura Rengat Japura Rengat Japura Rengat Japura Rengat Japura Rengat Japura Rengat Japura Rengat Japura Rengat
01/01/2002
Suhu Suhu Suhu Kelembaban Hujan Sunshi Min Maks RataRata-Rata (mm) ne (C) (C) rata (C) (C) (jam) 21.2 32.2 26 86 0 5.1
02/01/2002
20.2
32
26.6
83
0
5
03/01/2002
19.6
31.6
25.3
83
0
5.2
04/01/2002
20
31.4
24.9
85
0
2.6
05/01/2002
21.5
32
25.8
86
1.2
4.5
01/01/2002
21.2
32.2
26
86
0
5.1
02/01/2002
20.2
32
26.6
83
0
5
03/01/2002
19.6
31.6
25.3
83
0
5.2
Seluruh atribut pada data cuaca dipakai dalam penelitian ini. Data cuaca akan dihubungkan dengan data titik panas untuk mengetahui keadaan cuaca pada setiap daerah lokasi terjadinya titik panas.
9 Data stasiun cuaca diperoleh dari data online web BMKG (http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Profil/Alamat_Stasiun.bmkg). Data stasiun cuaca digunakan untuk mengetahui lokasi stasiun cuaca pada data record cuaca. Beberapa data stasiun cuaca dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Atribut data stasiun cuaca lebar tabel bikin full halaman saja Lon 98.67000 97.45330 98.88300
Lat
Nama
3.78000 Belawan 1.41000 Binaka 1.55000 Pinangsori
98.68300 104.70000
3.56700 Polonia -2.90000 Talangbetutu
100.37000 125.16300 124.91700
-0.89300 Tabing 1.46300 Bitung 1.53300 Sam Ratulangi
Propinsi
Kab_Kota
Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara
Kota Medan Nias Tapanuli Tengah Kota Medan Musi Banyu Asin Kota Padang Kota Bitung Kota Manado
Sumatera Utara Sumatera Selatan Sumatera Barat Sulawesi Utara Sulawesi Utara
Seluruh atribut pada data stasiun cuaca digunakan untuk mengetahui titik koordinat pada setiap stasiun cuaca. Jumlah data titik panas yang diperoleh dari web BMKG sebanyak 120 stasiun cuaca. Tahapan Penelitian Tahapan awal dilakukan analisis sistem SOLAP yang dibangun pada penelitian Hasanah (2015), lalu dilakukan identifikasi masalah dari analisis tersebut. Analisis sistem SOLAP di tahapan awal dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang ada pada penelitian sebelumnya. Sehingga sistem yang dibangun dalam penelitian ini dapat memvisualisasikan hasil operasi-operasi OLAP titik panas berdasarkan cuaca pada stasiun terdekat untuk memudahkan pengguna dalam pengambilan keputusan. Tahapan-tahapan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis Awal Sistem SOLAP Pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap sistem yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya (Hasanah 2015). Analisis yang dilakukan meliputi arsitektur sistem SOLAP, lingkungan pengembangan sistem, arsitektur sistem awal, skema data warehouse, dan hasil pengujian sistem dengan menggunakan data titik panas. Setelah melakukan analisis awal sistem (Hasanah 2015) selanjutnya melakukan identifikasi masalah dan analisis kebutuhan sistem.
10 Mulai
1 Analisis awal sistem SOLAP
2 Praproses data
3 Perancangan dan implementasi modul SOLAP
4 Implementasi modul Tambahan pada SOLAP
5 Pengujian operasi SOLAP dan modul tambahan
Apakah sesuai dengan kebutuhan sistem?
Selesai
Gambar 4 Tahapan penelitian Identifikasi masalah, dilakukan identifikasi masalah yang didapat pada tahap analisis awal. Tahapan ini dilakukan untuk mengidentifikasi solusi untuk memperbaiki atau menambahkan kekurangan sistem pada penelitian Hasanah (2015). Analisis kebutuhan sistem yaitu tahap melakukan analisis spatial data warehouse yang telah dilakukan pada penelitian Hasanah (2015) untuk mengetahui skema data warehouse, tabel fakta, dan tabel dimensi yang digunakan. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan analisis data titik panas dan data cuaca untuk menentukan atribut yang diperlukan untuk data warehouse. Praproses Data Pada tahap praproses data, dilakukan seleksi atribut, perbaikan data yang tidak konsisten, dan konversi format data dilakukan pada data titik panas kebakaran hutan dan data cuaca tahun 2002 sampai dengan 2014. Perancangan dan Implementasi Modul OLAP Perancangan data warehouse dilakukan untuk menyesuaikan data yang sudah ada ke dalam bentuk skema data warehouse. Data warehouse menurut Han et al. (2012) adalah tempat penyimpanan data yang berasal dari berbagai sumber dan dikumpulkan di satu tempat menggunakan skema tertentu. Data warehouse
11 biasanya mengadopsi arsitektur three tier data warehouse (Han et al. 2012). Lapisan-lapisan dari three tier data warehouse, yaitu: 1. Lapisan Bawah (bottom tier) Penyimpanan data dan pengolahan data yang digunakan pada lapisan bawah menggunakan DBMS PostgreSQL. 2. Lapisan Tengah (middle tier) Lapisan tengah merupakan alat penyimpanan kubus data yaitu menggunakan SpagoBI server. Aplikasi untuk pembentukan kubus data menggunakan SpagoBI Studio. 3. Lapisan Atas (top tier) Lapisan atas merupakan lapisan untuk menyajikan data. Aplikasi untuk menyajikan data adalah SpagoBI. Hasil yang didapat merupakan hasil eksekusi kueri yang telah diproses pada sistem OLAP. Data hasil akan ditampilkan ke pengguna dalam bentuk tabel dan grafik. Sistem yang telah dibuat diakses menggunakan web browser. Pada tahap ini juga dilakukan perancangan ulang skema data warehouse dikarenakan terdapat penambahan kubus data cuaca dari penelitian sebelumnya Hasanah (2015). Sehingga skema data warehouse dirancang sesuai dengan kubus data yang ada. Setelah penambahan kubus data cuaca maka langkah selanjutnya adalah implementasi SOLAP. Langkah-langkah yang dilakukan pada implementasi SOLAP dapat dilihat pada Gambar 5. Penambahan kubus data cuaca dan dimensi stasiun
Menentukan relasi antara kubus data dengan dimensi
Pembuatan hierarki pada setiap dimensi
Pembuatan Mondrian template
Menentukan key identifier pada setiap dimensi dan measure pada kubus data
Perbaikan XML Mondrian template
Deploy Mondrian template
Gambar 5 Langkah-langkah implementasi SOLAP Hasil dari implementasi SOLAP yaitu terbentuknya operasi-operasi SOLAP berupa drill down, roll up, slice, dice, dan pivot. Operasi-operasi SOLAP tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel crosstab dan grafik. Implementasi Modul Tambahan pada SOLAP Penambahan setiap modul menggunakan aplikasi SpagoBI server dan SpagoBI Studio. Penambahan modul yang dilakukan adalah: 1 Modul free inquiry Pembuatan modul free inquiry dilakukan untuk mempermudah dalam membuat query dan menampilkan hasil query dalam bentuk laporan. 2 Modul ad hoc reporting
12 Pada pembuatan modul ad hoc reporting, dilakukan desain antarmuka laporan hasil query yang dilakukan pada SpagoBI Studio untuk ditampilkan dalam bentuk laporan pada SpagoBI server. 3 Modul location intelligence Pada modul location intelligence dilakukan penambahan data filter berdasarkan stasiun cuaca. Penambahan data filter berdasarkan stasiun cuaca untuk menampilkan titik panas berdasarkan stasiun cuaca terdekat. Pengujian Operasi SOLAP dan Modul Tambahan Tahap ini akan dilakukan setelah sistem selesai dibangun. Pada tahap ini, dilakukan pengujian terhadap operasi SOLAP dan modul-modul yang telah diimplementasikan dengan menggunakan metode pengujian black box. Pengujian akan berfokus pada fungsi-fungsi yang telah dibuat sesuai dengan daftar kebutuhan sistem. Lingkungan Pengembangan Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: Perangkat keras: Prosesor Intel(R) Core(TM) i3-4005U CPU @ 1.70GHz (4 CPUs), ~1.7GHz Memory 4 GB DDR3 Harddisk 500 GB Perangkat lunak: Sistem Operasi Microsoft Windows 8.1 Enterprise N 64-bit (6.3, Build 9600) SpagoBI Studio untuk menambahkan kubus data cuaca dan pembuatan modul tambahan JRE 1.8.0 untuk menjalankan program-program Java Apache Tomcat 8.0 sebagai web server SpagoBI Server sebagai spatial OLAP server Sublime versi 1.0.0.1 sebagai kode editor Quantum GIS 2.8.1 untuk mengubah atribut data peta Geoserver 2.5.5.1 sebagai map server DBMS PostgreSQL 9.4 sebagai tempat penyimpanan data warehouse
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sistem Awal Sistem SOLAP yang telah dibuat pada penelitian Hasanah (2015) sudah dapat melakukan operasi-operasi SOLAP seperti drill down, roll up, slice, dice, dan pivot serta menampilkan peta dinamis. Data yang digunakan pada penelitian Hasanah (2015) yaitu data titik panas kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2015. Data yang digunakan didapat dari Fire Information for Resource Management (FIRM) National Aeronautics and Space Administration
13 (NASA) dan data peta administratif kabupaten Indonesia tahun 2014 yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Gambar 6 adalah tampilan hasil operasi OLAP dalam bentuk tabel crosstab dan grafik yang telah dibuat pada penelitian Hasanah (2015). Fitur yang terdapat pada operasi OLAP selain operasi-operasi OLAP yaitu MDX query, pengaturan tabel OLAP, menyimpan hasil operasi OLAP, pengaturan grafik, dan pengaturan print hasil OLAP.
Gambar 6 Tampilan hasil operasi OLAP pada Hasanah (2015) Operasi OLAP yang telah dibangun oleh Hasanah (2015) hanya untuk mengetahui jumlah titik panas berdasarkan waktu dan lokasi titik panas. Pengubahan kolom dapat dilakukan pada OLAP seperti menghilangkan kolom waktu, atau menampilkan kolom waktu dan lokasi. Visualisasi peta dinamis pada Gambar 7 merupakan peta titik panas pada tahun 2006 dengan bentuk poligon (zone). Warna yang merah yang terdapat di peta menunjukkan titik panas yang ada pada kabupaten di Indonesia. Semakin merah warna pada suatu daerah, maka semakin banyak titik panas yang ada di kabupaten tersebut. Selain menunjukkan visualisasi peta dinamis dalam bentuk poligon, sistem yang telah dibuat oleh Hasanah (2015) juga dapat memvisualisasikan peta dinamis dalam bentuk titik (point). Gambar 8 menunjukkan tampilan frekuensi jumlah titik panas pada setiap daerah. Peta poligon digunakan ketika pengguna ingin melihat kabupaten yang memiliki jumlah titik panas terbesar berdasarkan warna peta. Visualisasi peta titik digunakan ketika pengguna ingin melihat lebih detail daerah dan jumlah titik panas pada daerah tersebut.
14
Gambar 8 Tampilan map zone pada penelitian Hasanah (2015) gambar 8 baru 7?
Gambar 7 Tampilan map point pada penelitian Hasanah (2015) Titik panas terbesar menunjukkan bahwa pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki jumlah titik panas terbanyak dibandingkan pulau lainnya. Jika peta di zoom in, maka pengelompokkan titik panas juga semakin banyak sehingga dapat diketahui daerah yang memiliki titik panas terbanyak sampai level kabupaten. Identifikasi Masalah Hasil identifikasi masalah pada penelitian Hasanah (2015), yaitu: 1 Perlunya penambahan modul free inquiry Penambahan modul free inquiry dibutuhkan untuk mempermudah dalam membuat query dan mempermudah dalam pembuatan laporan dari parameterparameter kubus data yang ingin ditampilkan 2 Perlunya penambahan modul ad hoc reporting Penambahan modul ini dibutuhkan untuk menampilkan laporan dengan template dan informasi yang telah ditentukan oleh sistem serta tidak melakukan pembuatan query terlebih dahulu. Analisis Kebutuhan Sistem Kebutuhan sistem untuk SOLAP yang dibangun pada penilitian ini, yaitu: 1 Implementasi operasi SOLAP meliputi drill up, drill down, slice, dice, dan pivot. 2 Memudahkan dalam pembuatan query pada kubus data titik panas dan cuaca.
15 3 Menampilkan laporan sesuai dengan query yang dibuat. 4 Menampilkan laporan tanpa harus membuat query. 5 Memvisualisasikan data titik panas dalam bentuk peta dinamis dengan filter data cuaca yang ditambahkan Praproses Data Data cuaca yang digunakan adalah data cuaca tahun 2002 sampai tahun 2014. Pada tahap ini dilakukan seleksi atribut, perbaikan data yang tidak konsisten, dan konversi format data dilakukan pada data titik panas kebakaran hutan dan data cuaca. Penggabungan data dilakukan pada data stasiun cuaca dan data titik panas dengan peta data administratif. Penggabungan pada stasiun cuaca dengan peta administratif untuk mengetahui lokasi pada setiap stasiun cuaca. Penggabungan data pada data titik panas dan peta batas administratif untuk mengetahui lokasi titik panas. Penggabungan kedua data tersebut dengan peta administratif menggunakan aplikasi Quantum GIS. Setelah itu dilakukan import data hasil penggabungan data titik panas ke dalam basis data. Selanjutnya dilakukan menggunakan operasi ST_distance antara data titik panas dan data lokasi stasiun cuaca untuk mengetahui jarak setiap titik panas terhadap seluruh stasiun cuaca. Pada Gambar 9 merupakan kode yang menggunakan operasi ST_distance yang dilakukan pada perangkat lunak PostgreSQL. CREATE TABLE distance_all_2002_2014_conf70_kalsel_intersect_ts_tl as SELECT b.gid, ST_Distance(a.geom, b.geom) as distance, b.acq_date, b.acq_time, b.satellite, b.confidence, b.geom, a.gid as gid_st, a.st_name, a.kode_kab as kode_kab_st, b.kode_kab as kode_kab_ls, a.geom as geom_st FROM "stasiun cuaca n data administratif" a, "indonesia only hotspot 2002-2014 70 sum kal intersect" b
Gambar 9 Query untuk menghitung jarak antara titik panas dengan stasiun cuaca Query create table digunakan untuk menyimpan hasil query jarak antara titik panas dengan stasiun cuaca dalam bentuk tabel baru. Pembuatan tabel baru untuk mempermudah dalam pembuatan query pada tahap menentukan jarak terdekat. Pada Gambar 10 dilakukan pembuatan query jarak terdekat dari hasil query st_distance untuk mengetahui stasiun cuaca terdekat pada setiap titik panas. CREATE TABLE distance_min_all_2002_2014_conf70_kalsel_intersect_ts_tl as SELECT distinct ON (gid) gid,gid_st,acq_date,satellite,confidence,geom,st_name,distance, kode_kab_st,kode_kab_ls FROM distance_all_2002_2014_conf70_kalsel_intersect_ts_tl a ORDER BY gid, distance asc
Gambar 10 Query untuk menghitung jarak terdekat dari hasil query jarak Order by dilakukan untuk mengurutkan hasil query jarak agar didapatkan jarak terdekat. Query distinct dilakukan agar tidak terjadi pengulangan pada gid yang sama. Pembuatan tabel baru digunakan untuk mempermudah proses selanjutnya yaitu menghitung jumlah titik panas pada setiap lokasi.
16 Untuk mengetahui jumlah titik panas pada setiap lokasi, maka selanjutnya dilakukan menggunakan operasi count berdasarkan waktu, lokasi, dan stasiun cuaca. Operasi count dapat dilihat pada Gambar 11. SELECT count(kode_kab_ls) as jumlah_hotspot, id_stasiun as id_stasiun, satellite, acq_date, kode_kab_ls as id_lokasi FROM "distance_min_all_2002_2014_conf70_kalsel_intersect_ts_tl_fixin g" GROUP BY kode_kab_ls, acq_date, satellite, id_stasiun ORDER BY kode_kab_ls
Gambar 11 Query untuk menghitung jarak terdekat Hasil dari pernyataan query tersebut diketahui jumlah titik panas pada setiap lokasi berdasarkan waktu dan juga stasiun cuaca. Hasil tersebut selanjutnya di export ke dalam bentuk file csv untuk mempermudah pemilihan atribut yang akan dipakai. Perancangan dan Implementasi Modul SOLAP Perancangan ulang SOLAP yang telah dibuat pada penelitian Hasanah (2015) dilakukan dengan menambahkan kubus data cuaca. Skema yang digunakan pada penelitian ini adalah skema galaksi. Penambahan tabel fakta, tabel dimensi, dan penambahan kolom pada skema data warehouse seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12, fakta cuaca digunakan untuk mengetahui keadaan cuaca pada lokasi dan waktu titik panas terjadi, sehingga terdapat 2 tabel fakta sebagai pusat tabel data (Gambar 12). Pada tabel fakta fact_forestfire terdapat foreign key id_lokasi, id_waktu, id_satelit, dan id_stasiun. Foreign key id_lokasi untuk mengetahui lokasi titik panas, id_waktu digunakan untuk mengetahui waktu kemunculannya titik panas, id_satelit digunakan untuk mengetahui satelit yang merekam kemunculan titik panas, dan id_stasiun digunakan untuk mengetahui stasiun terdekat dari kemunculan titik panas. Dengan skema pada Gambar 12, kemunculan titik tersebut dilengkapi dengan data cuaca di lokasi kemunculan titik panas. Pada tabel fact_cuaca terdapat foreign key stasiun dan waktu. Foreign key stasiun digunakan untuk mengetahui stasiun yang merekam kondisi cuaca dan waktu digunakan untuk mengetahui waktu stasiun merekam kondisi cuaca. Setelah pembuatan skema data warehouse, selanjutnya melakukan proses extract dengan dilakukan penarikan data dari data titik panas, stasiun dan cuaca. Pembersihan data pada tahap transform adalah memilih kolom yang akan dimasukkan ke data warehouse dan menerjemahkan kolom tanggal menjadi hierarki menggunakan aplikasi Microsoft Excel sehingga didapatkan id_waktu pada setiap tanggal. Fase load yaitu proses memasukkan data hasil transformasi ke dalam data warehouse. Pada Gambar 13, tabel fakta diberikan nama fact_cuaca untuk fakta cuaca dan fact_forestfire untuk fakta titik panas lalu tabel dimensi diberikan nama tb_lokasi untuk lokasi terjadinya titik panas, tb_satelit untuk daftar nama satelit yang ada yaitu TERRA dan AQUA, tb_stasiun untuk daftar stasiun yang merekam cuaca, dan tb_waktu untuk waktu terjadinya titik panas. Berdasarkan penelitian sebelumnya Hasanah (2015), terdapat 1 tabel fakta yaitu fact_forestfire dan 3 tabel dimensi yaitu tb_lokasi, tb_satelit, dan tb_waktu. Pada penelitian ini ditambahkan
17 1 tabel fakta yaitu fact_cuaca dan 1 tabel dimensi yaitu tb_stasiun sehingga total seluruh nya adalah 2 tabel fakta dan 4 tabel dimensi.
Foreign key stasiun cuaca
Fakta cuaca
Dimensi stasiun
gambar 13 baru 12?
Gambar 13 Skema data warehouse galaksi
Tabel Fakta
Measure
Relasi tabel
Tabel dimensi Gambar 12 Hasil pembuatan model data warehouse di SpagoBI Studio Penambahan kubus data cuaca menggunakan SpagoBI Studio. Tabel fakta dan tabel dimensi pada DBMS PostgreSQL dihubungkan ke SpagoBI S tudio dengan menggunakan Driver JDBC PostgreSQL. Setelah SpagoBI Studio dan
18 PostgreSQL terhubung, selanjutnya tabel-tabel yang dibutuhkan pada data warehouse dipilih dan dimasukkan ke SpagoBI Studio. Setelah tabel-tabel dimasukkan ke SpagoBI Studio, selanjutnya pembuatan hierarki dari masingmasing dimensi. Tabel fakta diubah menjadi cube dan atribut pada tabel fakta ditetapkan sebagai measure. Tabel dimensi diubah menjadi dimension serta menentukan identifier pada setiap atribut tabel dimensi. Hasil dari perancangan SOLAP pada SpagoBI Studio dapat dilihat pada Gambar 14. Folder inbound relationships dan outbound relationships adalah hasil relasi setiap dimensi dan fakta. Icon pada dimensi dan fakta dibedakan dengan bentuk kubus untuk fakta, sedangkan bentuk kotak untuk dimensi. Pada tahap implementasi SOLAP, dilakukan pembuatan server SpagoBI untuk mengirimkan template OLAP Mondrian dari SpagoBI Studio ke SpagoBI Server. Namun sebelum melakukan deploy template ke SpagoBI Server, hasil dari pembuatan model SOLAP yang berupa xml harus diperbaiki dan dirapihkan terlebih dahulu dengan cara menambahkan nilai true pada atribut hasAll yang terdapat di tag hierarchy. Potongan kode xml hasil dari pembuatan template OLAP Mondrian terlihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Perbaikan pada kode xml hasil pembuatan template OLAP Mondrian
Tabel fakta
Tabel dimensi
15 14?
Gambar 14 Hasil penambahan tabel fakta cuaca dan dimensi stasiun pada DBMS PostgreSQL Setelah merapihkan dan melakukan perbaikan pada xml hasil pembuatan template OLAP Mondrian, selanjutnya template tersebut di-deploy ke SpagoBI Server. Pada SpagoBI server, hasil deploy template Mondrian dapat dilihat pada
19 menu document development pada folder biadmin. Hasil dari implementasi SOLAP ditampilkan dalam bentuk tabel crosstab dan grafik. Gambar 16 menunjukkan bahwa penambahan field stasiun pada kubus data titik panas telah berhasil. Fitur-fitur operasi OLAP pada kubus data titik panas sudah dapat dilakukan seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot.
Gambar 16 Hasil operasi drill down OLAP pada kubus data titik panas Gambar 17 menunjukkan bahwa kubus data cuaca telah berhasil ditambahkan pada sistem SOLAP yang dibangun oleh Hasanah (2015). Penambahan kubus data cuaca pada SOLAP digunakan untuk menampilkan keadaan cuaca pada setiap stasiun dengan waktu yang berbeda-beda. Pada kubus data titik panas telah dapat dilakukan operasi-operasi OLAP seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot.
Gambar 17 Hasil operasi drill down OLAP pada kubus data cuaca Operasi-operasi OLAP yang dapat dilakukan dalam penelitian ini adalah roll up/drill up, drill down, slice, dice, dan pivot. Operasi OLAP roll up/drill up adalah konsep menaikkan hierarki sampai ke dimensi paling atas, contohnya menampilkan jumlah titik panas dari lokasi kabupaten menjadi pulau. Operasi drill down merupakan kebalikan dari operasi drill up yaitu menurunkan hierarki sampai ke dimensi paling bawah, contohnya menampilkan jumlah hotspot pada dimensi waktu tahun 2015 menjadi bulan Januari. Operasi slice adalah operasi pemilihan salah satu dimensi sehingga menghasilkan sub kubus data, contohnya menampilkan jumlah hotspot pada dimensi waktu tahun 2002. Operasi dice adalah operasi pemilihan dua atau lebih dimensi, contohnya menampilkan jumlah hotspot pada dimensi waktu tahun 2002 dan pada stasiun Batan.
20
Implementasi Modul Tambahan Pada tahap ini dilakukan pembuatan modul free inquiry, modul ad hoc reporting, serta penambahan filter data pada modul location intelligence. Penambahan modul yang dilakukan adalah: 1 Modul free inquiry Pada modul free inquiry dilakukan upload model yang telah dibuat pada tahap perancangan dan implementasi modul multidimensional analysis. Proses upload dilakukan pada SpagoBI Studio. Upload model dilakukan dengan mengklik kanan pada model yang telah dibuat lalu dipilih menu “Upload Datamart and Model on server”. Setelah itu SpagoBI Studio akan memeriksa nama model yang telah dibuat di SpagoBI server. Jika belum terdapat nama model yang sama di SpagoBI server, maka kategori dari model yang telah dibuat dipilih dan ditentukan data source yang akan digunakan. Tahap terakhir adalah deploy model ke SpagoBI server. Gambar 18 menunjukkan bahwa pengguna dapat membuat query dari kubus data yang ada dengan cara yang lebih mudah. Cara penggunaan modul ini adalah dengan cara melakukan drag and drop dari kubus data dan dimensi ke dalam query editor. Jika ingin menampilkan query dari hasil query editor, pengguna dapat memilih button preview.
Gambar 18 Edit kueri pada modul free inquiry pada kubus data titik panas
21 Selain digunakan untuk membuat kueri, modul free inquiry dapat juga menampilkan laporan berbentuk grafik dari query yang telah dibuat. Pada modul ini, pengguna dapat membuat tampilan laporan sendiri berdasarkan layout yang telah disediakan SpagoBI. Contoh hasil laporan dari modul free inquiry dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Grafik hasil query 2 Modul ad hoc reporting Pada pembuatan modul ad hoc reporting dilakukan pembuatan template laporan di SpagoBI Studio untuk mempermudah dalam melihat laporan secara cepat. Fitur yang dapat ditambahkan pada template laporan yaitu, label, text, dynamic text, data, image, grid, list, table, chart, dan cross tab. Tahap pembuatan ad hoc reporting yaitu, membuat laporan menggunakan report with jasper pada SpagoBI project yang telah dibuat, setelah itu mengubah perspektif ke report design perspektif. Pada tampilan perspektif report design dilakukan pembuatan tampilan laporan dan data yang ingin ditampilkan pada laporan. Gambar 20 adalah laporan yang telah dibuat pada SpagoBI Studio.
Gambar 20 Laporan titik panas pada SpagoBI Studio Ditampilkan data titik panas berdasarkan nama stasiun dan tahun. Laporan ditampilkan pada SpagoBI server setelah melakukan upload laporan yang telah dibuat dengan cara mengklik kanan pada laporan yang telah dibuat dan memilih deploy untuk menampilkan laporan ke SpagoBI server. Hasil laporan pada SpagoBI server dapat dilihat pada Gambar 21.
22
Gambar 21 Laporan titik panas pada SpagoBI server 3 Modul location intelligence Pada modul location intelligence dilakukan penambahan atribut pada peta dinamis dan pembuatan peta statis. Atribut yang ditambahkan pada peta dinamis adalah id_stasiun untuk mengetahui keadaan cuaca pada lokasi titik panas yang dipilih. Pada peta dinamis juga dilakukan pengubahan query group by yaitu menambahkan id_stasiun pada query group by yang telah dibuat sebelumnya untuk menampilkan jumlah titik panas berdasarkan lokasi dan stasiun terdekat dari titik panas tersebut. Pada peta dinamis terdapat 2 tipe peta (map) yaitu map point dan map zone. Gambar 22 menunjukkan visualisasi map zone dari peta dinamis pada modul location intelligence. Indikator pada Gambar 22 menunjukkan titik panas pada tahun 2006 dengan tidak ada filter yang dilakukan.
Gambar 22 Map zone pada modul location intelligence Map zone digunakan untuk mengetahui titik panas terbanyak dengan cara melihat warna merah pada setiap lokasi. Semakin merah suatu lokasi, maka semakin banyak titik panas pada lokasi tersebut. Gambar 23 menunjukkan visualisasi map point dari peta dinamis pada modul location intelligence. Indikator pada Gambar 23 menunjukkan data yang diolah adalah data titik panas pada tahun 2014. Filter data dilakukan pada atribut lokasi stasiun cuaca yaitu stasiun cuaca Malikussaleh.
23
Gambar 23 Map point pada modul location intelligence Map point digunakan untuk mengetahui banyaknya titik panas terbanyak dengan cara melihat ukuran titik pada setiap lokasi. Semakin besar ukuran titik maka semakin banyak titik panas pada lokasi tersebut. Pengujian Operasi SOLAP dan Modul Tambahan Setelah tahap implementasi modul-modul tambahan telah selesai, tahap selanjutnya adalah melakukan pengujian pada setiap modul tersebut. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode pengujian black box. Fokus pengujian adalah pada fungsi-fungsi yang telah dibuat. Jika setiap modul sudah sesuai dengan kebutuhan sistem, maka tahap imlementasi modul dinyatakan selesai, dan jika fungsi modul masih belum sesuai dengan kebutuhan sistem, maka kembali ke tahapan sebelumnya. Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4, 5, dan 6 dapat dinyatakan bahwa semua fungsi modul yang dibuat telah berfungsi dengan baik sesuai kebutuhan sistem. Tabel 4 Skenario dan hasil uji fungsi modul SOLAP No 1
Pengujian Memilih data untuk dimensi dan measure
2
Menampilkan Mengecek data dalam setiap dimensi grafik pada kedua kubus data lalu pilih menu “grafik”.
lebar tabel full page
Skenario Mengecek setiap dimensi pada kedua kubus data.
Hasil yang diharapkan Data ditampilkan sesuai dimensi yang dipilih
Hasil Uji Berhasil
Data direpresentasikan Berhasil dalam grafik
24 Lanjutan
No 3
Pengujian Menampilkan data dalam tabel crosstab
Skenario Mengecek setiap dimensi pada mdx query lalu klik “ok” untuk menampilkan tabel crosstab.
Hasil yang diharapkan Hasil Uji Data direpresentasikan Berhasil dalam tabel crosstab
4
Menampilkan hasil operasi OLAP drill up pada kubus data hotspot
Mengubah tampilan dimensi dari hierarki paling bawah diganti menjadi hierarki paling atas.
Data tampil sesuai operasi OLAP drill up
Berhasil
5
Menampilkan hasil operasi OLAP drill down pada kubus data hotspot
Mengubah tampilan dimensi dari hierarki paling atas diganti menjadi hierarki paling bawah.
Data tampil sesuai operasi OLAP drill down
Berhasil
6
Menampilkan hasil operasi OLAP slice pada kubus data hotspot
Memilih salah satu dimensi kubus data.
Menampilkan sub kubus data
Berhasil
7
Menampilkan hasil operasi OLAP dice pada kubus data hotspot
Memilih dua atau lebih dimensi kubus data.
Menampilkan kubus data hasil operasi dice
Berhasil
8
Menampilkan hasil operasi OLAP pivot pada kubus data hotspot
Memilih dimensi yang ingin di rotasi.
Data tampil sesuai operasi OLAP pivot
Berhasil
25 Lanjutan
No 9
Pengujian Menampilkan hasil operasi OLAP drill up pada kubus data cuaca
Skenario Mengubah tampilan dimensi dari hierarki paling bawah diganti menjadi hierarki paling atas.
Hasil yang diharapkan Data tampil sesuai operasi OLAP drill up
Hasil Uji Berhasil
10
Menampilkan hasil operasi OLAP drill down pada kubus data cuaca
Mengubah tampilan dimensi dari hierarki paling atas diganti menjadi hierarki paling bawah.
Data tampil sesuai operasi OLAP drill down
Berhasil
11
Menampilkan Memilih salah Menampilkan hasil operasi satu dimensi kubus data OLAP slice kubus data. pada kubus data cuaca
12
Menampilkan hasil operasi OLAP dice pada kubus data cuaca
13
Menampilkan Memilih Data tampil sesuai Berhasil hasil operasi dimensi yang operasi OLAP pivot OLAP pivot ingin di rotasi. pada kubus data cuaca
sub Berhasil
Memilih dua Menampilkan kubus Berhasil atau lebih data hasil operasi dice dimensi kubus data.
Skenario pengujian SOLAP menunjukkan bahwa setiap operasi OLAP berfungsi dengan baik. Pengujian dilakukan pada kubus data cuaca dan titik panas. Selanjutnya adalah skenario pengujian fungsi pada modul adhoc reporting yang dapat dilihat pada Tabel 5.
26 Tabel 5 Skenario dan hasil uji fungsi modul adhoc reporting No 1
Pengujian Menampilkan laporan pada SpagoBI server
Skenario Memilih laporan yang ingin ditampilkan
Hasil yang diharapkan Menampilkan laporan sesuai dengan kueri yang dilakukan pada SpagoBI Studio
Hasil Uji Berhasil
Uji fungsi pada modul adhoc reporting dilakukan pada laporan titik panas dan laporan cuaca. Pengujian dilakukan pada SpagoBI Studio dan SpagoBI server. Skenario pengujian fungsi pada modul adhoc reporting menunjukkan bahwa laporan telah berfungsi dengan baik. Skenario pengujian fungsi untuk modul location intelligence dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Skenario dan hasil uji fungsi modul location intelligence No Pengujian Menampilkan 1 visualisasi map zone
Skenario Memilih map zone
Hasil yang diharapkan Seluruh fungsi pada map zone berfungsi
Hasil Uji Berhasil
2
Memilih map point
Seluruh fungsi pada map point berfungsi
Berhasil
Memilih salah satu filter Klik tanda tambah untuk zoom in dan zoom out
Peta ditampilkan berdasarkan data hasil filter Peta dapat diperkecil dan diperbesar
Berhasil
3
4
Menampilkan visualisasi map point Melakukan filter peta Melakukan zoom in dan zoom out
Berhasil
Uji fungsi pada modul location intelligence menunjukkan bahwa penambahan filter data stasiun telah berhasil dilakukan. Berhasilnya uji fungsi pada modul location intelligence menunjukkan bahwa setiap modul tambahan yang dilakukan telah memenuhi kebutuhan sistem.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini telah berhasil menambahkan kubus data cuaca pada sistem SOLAP yang telah dibangun pada penelitian sebelumnya. Kubus data cuaca ditambahkan untuk mengetahui keadaan cuaca dimana titik panas terjadi. Penambahan modul free inquiry untuk melakukan query dan memberikan laporan dari hasil query berhasil dilakukan. Penambahan filter stasiun cuaca pada peta dinamis berhasil dilakukan. Penambahan modul ad hoc reporting berhasil dilakukan pada SpagoBI Studio dan SpagoBI server. Pengujian fitur-fitur utama pada SOLAP meliputi drill up, drill down, slice, dice, dan pivot telah berfungsi
27 dengan baik. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa seluruh fungsi sistem telah berfungsi dengan baik dan memenuhi kebutuhan sistem, maka seluruh tujuan dari penelitian ini telah tercapai. Saran
titik hilangkan
Terdapat beberapa hal yang dapat ditambahkan atau diperbaiki untuk penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Menambahkan peta statis pada modul location intelligence untuk menampilkan peta statis dengan informasi yang lebih detail. 2. Menambahkan modul what if engine untuk mempermudah dalam melakukan operasi OLAP pada SpagoBI server pada sisi user. 3. Membuat menu cockpit pada functionalities untuk menampilkan beberapa modul sekaligus dalam satu menu. 4. Menambahkan modul data mining agar mempermudah dalam analisis data titik panas dan data cuaca.
DAFTAR PUSTAKA Fadli MH. 2011. Data warehouse spatio-temporal kebakaran hutan menggunakan Geomondrian dan Geoserver [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Han J, Kamber M, Pei J. 2012. Data mining concepts and techniques. Ed ke-3. San Fransisco (US): Elsevier. Hasanah GU. 2015. Aplikasi multidimensional analysis dan location intelligence untuk spatial data warehouse titik panas di Indonesia menggunakan spagobi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Imaduddin A. 2012. Sinkronisasi antara visualisasi peta dan query olap pada spatial data warehouse kebakaran hutan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Miquel M, Bédard Y, Brisebois A, Pouliot J, Marchand P, Brodeur J. 2002. Modelling multidimensional spatio-temporal data warehouse in a context of evolving spesifications. Ottawa (CA): Center for Research in Geomatics Laval University. Qahhariana A. 2014. Peningkatan kinerja sistem spatial online analytical processing (SOLAP) titik panas kebakaran hutan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ratnasari E. 2000. Pemantauan kebakaran hutan dengan menggunakan data citra NOAA-AVHRR dan citra landsat-TM [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tacconi L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya, dan Implikasi Kebijakan. Bogor (ID): Center for International Forestry Research. Thariqa P, Sitanggang IS. 2015. Spatial online analytical processing for hotspots distribution based on socio-economic factors in Riau province Indonesia. Procedia Environmental Sciences. 24:277-284. doi:10.1016/j.proenv.2015.03.036.
28 Wipriyance L. 2013. Peningkatan Kinerja Sistem Spatial Data Warehouse Kebakaran Hutan Menggunakan Geoserver dan Geomondrian [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Lapan] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2014. Hotspot: Hanyalah Indikator Bukan Kejadian Kebakaran Hutan/Lahan [Internet]. [diunduh 2015 Jun 19]. Tersedia pada: http://www.lapan.go.id/index.php/subblog/readprint/840. [NASA] National Aeronautics and Space Administration. 1999. Terra: Flagship of The Earth Observing System [Internet]. [diunduh 2015 Jun 19]. Tersedia pada: http://www.nasa.gov/pdf/156293main_terra_press_kit.pdf.
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 1 Mei 1990 dari Bapak Abdul Aziz dan Ibu Ida Rosidah. Penulis adalah putra ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus dari Program Diploma 3 IPB dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program S1 Ilmu Komputer Alih Jenis Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Tes Masuk IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi karyawan pada salah satu perusahaan swasta di Kota Bogor yang bergerak dibidang web developer. Selain menjadi karyawan, penulis juga menjadi freelance programmer web.