PENAMBAHAN CO2 INTERNAL TANAMAN KAPAS DENGAN PEMBERIAN METANOL GUNA MENINGKATKAN PRODUKSI MELALUI DETEKSI 14C Badron Zakaria1, Darmawan2, Nurlina Kasim3 1
Peneliti Fisiologi dan Penggunaan Isotop Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas; 2 Peneliti Fisiologi dan Aplikasi Isotop; 3Politeknik Negeri Pangkep
ABSTRAK Produksi serat kapas di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan bagi industri tekstil di Indonesia. Hingga tahun 2000, produksi kapas Indonesia 2.600 ton serat, padahal kebutuhan industri tekstil pada tahun yang sama 495,4 ribu ton. Ini berarti Indonesia harus mengimpor sebesar 492,8 ribu ton atau kurang lebih 99,5 % dari kebutuhan industri tekstil, dengan nilai kurang lebih 2,5 trilyun rupiah. Diperlukan upaya peningkatan produksi kapas nasional. Saat ini arah pengembangan tanaman kapas di Indonesia bertumpu pada optimalisasi teknologi pemberdayaan lahan kering dan lahan sawah tadah hujan sesudah padi, dimana air merupakan kendala utama. Penelitian disusun berdasarkan rancangan petak terpisah yang terdiri dari tingkat pemberian air sebagai petak utama (tingkat pemberian air 25-50% air tersedia; tingkat pemberian air 50-75% air tersedia; tingkat pemberian air 75-100% air tersedia) dan konsentrasi metanol sebagai anak petak (0% (air = tanpa metanol; 10% konsentrasi metanol; 20% konsentrasi metanol; dan 30% konsentrasi metanol.), perlakuan tingkat pemberian air diberikan bersamaan saat pemberian metanol. Perlakuan metanol bersifat kuadratik terhadap parameter fisiologi, pertumbuhan, dan produksi kapas, metanol 20 % memberikan pengaruh terbaik. Pemberian air tersedia berpengaruh secara linier terhadap parameter fisiologi, pertumbuhan dan produksi kapas berbiji, dimana tingkat pemberian (75-100 % air tersedia) dengan konsentrasi 20 % meningkatkan CO2 internal dari 266,60 menjadi 295,10 ppm (11%), menurunkan konduktan stomata dari 325,57 menjadi 283,85 (15 %), menurunkan laju transpirasi dari 8,83 menjadi 7,57 (17 %), meningkatkan laju fotosintesis dari 12,56 menjadi 18,91 mol. m-2. detik-1 (34 %), meningkatkan aktivitas Rubisco dari 3,81 menjadi 14,28 mol CO2. menit-1.[mol Rubisco]-1 (275 %), serta meningkatkan produksi kapas berbiji dari 2,15 menjadi 2,80 ton.ha-1 (30 %) serta meningkatkan efisiensi penggunaan air sebesar 65,3 %. Hubungan antara laju fotosintesis dengan konsentrasi CO 2 internal (r = 0,933), efisiensi penggunaan air (r = 0,95), produksi kapas berbiji (r = 0,71), laju transpirasi berkorelasi negatif (r =-0,70). Kata kunci : Tanaman kapas, metanol, ketersediaan air
PENDAHULUAN Produksi tanaman C3 seperti kapas di daerah tropis relatif rendah dibanding tanaman C4 karena beberapa faktor pembatas seperti radiasi dan suhu tinggi sehingga laju fotorespirasi berlangsung lebih cepat (Ogren, 1984; Salisbury dan Ros, 1992); adanya kompetisi CO2 dan O2 dalam memanfaatkan RuDP (Andrews dan Lorimer, 1987); Rubisco aktif kurang mendukung (Jensen, 1990; Lawlor, 1993); kadar CO2 internal berubah-ubah dan ketersediaan air terbatas (Rusnadi Padjung, 1998a,b). Salah satu kendala utama dalam reduksi CO2 ke karbohidrat pada tahap akhir fotosintesis adalah kadar CO2 internal yang berperan sebagai pengaktif Rubisco. Hal ini disebabkan karena Rubisco memiliki daya afinitas rendah (kira-kira 3,6 mol. menit-1.mg-1 protein) terhadap CO2 (Leegood, 1996), maka tanaman khususnya yang tergolong C3 membutuhkan jumlah Rubisco lebih banyak. Aktivitas Rubisco juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air (Krieg, 1986), kadar Nitrogen daun (Reddy dkk., 1996), Mg, pH, dan kadar RuDP (Lawlor, 1993). Karena peran Rubisco yang sangat penting sehingga dilakukan studi untuk memperoleh informasi mengenai perilaku Rubisco dan perannya terhadap aspek-aspek fisiologi lainnya. Metanol yang disemprotkan ke daun akan meresap ke dalam daun dan terurai menjadi gas CO2. Gas CO2 yang terperangkap dalam ruang intercellular mesofil diduga meningkatkan konsentrasi CO2 internal di dalam mesofil. Peningkatan konsentrasi CO2 internal selanjutnya diduga akan memperbesar afinitas Rubisco (Ribulosa bi phosphat carboxylase/oxidase) kearah karboksilase, sehingga laju fotosintesis menjadi lebih tinggi sedangkan proses fotorespirasi tertekan (Giese dkk., 1994; McGiffen dan Manthey, 1996). Justifikasi empirik terhadap dugaan proses fisiologi seperti yang diungkapkan di sini belum dibuktikan. Pemanfaatan teknik nuklir dapat dengan energinya, radiasinya, dan isotopnya. Penggunaan teknik nuklir melalui isotop untuk mendeteksi dan menelusuri pergerakan hara dari tanah masuk ke dalam tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan unsur isotop yang dikandung. Metode ini telah terbukti sangat bermanfaat di dalam penelitian pertanian, dan secara rutin digunakan dalam penelitian nutrisi tanaman dan kesuburan tanah, pemuliaan tanaman, produksi dan kesehatan ternak, pemberantasan hama dan penyakit, pengawetan makanan, dan 10
Makalah Oral
untuk mempelajari residu pestisida. Isotop tersebut dapat digunakan untuk menelusuri cara penempatan pupuk atau cara pemupukan pada kelapa sawit, sehingga dapat diperoleh hasil/data yang akurat dalam waktu yang relatif singkat, termasuk jumlah karbon yang terdapat di dalam daun tanaman yang dideteksi dengan 14C (Sisworo, Haryanto, dan Rasjid. 1997; Noor, Zakir; Rasyid, Nurlina Kasim, Nurr, Anthony, Maming, Agung, L‟annuziata, 1996). Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan terjadinya peningkatan jumlah CO2 internal dengan pemberian metanol, sehingga mendorong aktivitas Rubisco dan fotosintesis guna meningkatkan produksi tanaman kapas melalui deteksi 14C. BAHAN DAN METODE Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah kapas yang tergolong sebagai tanaman C3, ditumbuhkan dan diaplikasi metanol dengan berbagai konsentrasi pada tingkat ketersediaan air yang berbeda. Aplikasi Metanol dan Tingkat Ketersediaan Air Metanol diberikan dengan konsentrasi 0 %, 10 %, 20 %, dan 30 % pada masing-masing tingkat ketersediaan air 25-50 % air tersedia (AT), 50-75 % AT., dan 75-100 % AT. Perlakuan tersebut diberikan berdasarkan rancangan petak terbagi (RPT), konsentrasi metanol sebagai anak petak dan tingkat ketersediaan air sebagai petak utama dengan susunan perlakuan berikut : Petak utama/Anak Petak 25-50 % AT (a1) 50-75 % AT (a2) 75-100 % AT (a3)
0 % (m0) a1m0 a2m0 a3m0
Konsentrasi Metanol 10 % (m1) 20 % (m2) a1m1 a1m2 a2m1 a2m2 a3m1 a3m2
30 % (m3) a1m3 a2m3 a3m3
Penentuan Peningkatan CO2 dengan menggunakan 14C Penentuan aktivitas Rubisco yang berbeda akibat perbedaan jumlah karbon, dihitung dengan menggunakan metode Makino, Mae, dan Ohira (1983). Cara perhitungannya dimulai dengan memipet 10 µm enzim activated (sampel) yang pre inkubasi pada suhu 25 oC selama 15 menit, selanjutnya ditambahkan 230 µl dari 125 mM, Hepes-NaOH pH 8,2 yang mengandung 25 mM MGCl2, 5 mM DTT, kemudian ditambah 10 µl NaH*CO3, RuDP 10 µl dan HCL 50 µl. Jumlah volume dari larutan yang akan dihitung aktivitasnya sebanyak 310 µl yang dituang ke dalam tabung sentilator terdiri dari yang dikeringkan dan tidak dikeringkan. Selanjutnya ditambahkan larutan sentilasi 5-10 µl dan dihitung dengan menggunakan β counter dan cacahannya dicatat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konsentrasi CO2 internal Pengamatan CO2 internal (ppm) dilakukan pada tanaman kapas umur 35, 50, 65, 80, dan 95 hari setelah tanam (HST). Analisis ragam memperlihatkan tingkat pemberian air tersedia dan konsentrasi metanol berpengaruh nyata terhadap CO2 internal. Tabel 1. Rataan CO2 Internal (ppm) Tanaman Kapas pada berbagai Konsentrasi Metanol dan Tingkat Pemberian Air Tersedia Np. Tingkat Konsentrasi Metanol (%) Duncan Pemberian Air Rataan Tersedia (%) 0 10 20 30 = 0.05 A1 (25-50) 259.80 272.47 277.80 272.30 268.70 b i=2 4.15 A2 (50-75) 270.10 287.54 291.30 279.90 281.30 a i=3 4.36 A3 (75-100) 266.60 291.96 295.10 284.00 284.40 a Rataan 265.50 d 283.99 b 288.10 a 278.80 c Np. Duncan i=2 i=3 i=4 3.97 4.19 4.33 = 0.05 Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a,b,c,d) tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan = 0.05.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
11
Pemberian metanol sebelum square menghasilkan CO2 internal lebih tinggi dibanding sesudah square, tetapi tidak berbeda nyata yang terlihat pada Tabel 1 Gambar 1. Terjadi peningkatan rataan CO2 internal jika pemberian air ditingkatkan sampai 75 – 100 % air tersedia (295.10 ppm).
Konduktan Stomata (mmol.m-2.detik-1)
Laju Transpirasi (mmol.m.detik )
Laju Fotosintesis (mol.m-2.detik-1) dan -2 -1 Laju Fotosintesis (umol.m .detik -2 ) dan -1 Transpirasi (mmol.m Laju .detik ) -2 -1
24
600 Konduktan Stomata Y2 = 476,62 – 12,5X + 0,26X2 R2 = 0,77 *
20
550 500
Fotosintesis Y1 = 10,78 + 0,696X – 0,013X2 R2 = 0,79 *
16
450 400
12
350
8 Transpirasi Y1 = 8,81 + 0,192X – 0,004X2 R2 = 0,79 *
4 0
10
CO2 Internal Y2 = 225 + 4,49X – 0,192X2 R2 = 0,86 **
300 250
Konduktan Stomata (mmol.m .detik )
Laju Fotosintesis Y = -31,43 + 0,15X r = 0,91 **
CO2 Internal (ppm) dan Konduktan Stomata CO2 (mmol.m Internal-2.detik (ppm) -1 dan ) -2 -1
Laju Fotosintesis (mol.m-2.detik-1)
Konduktan Stomata Y2 = 1048,15 – 2,11X r = 0,62 *
200 20
30
Konsentrasi Metanol (%)
Gambar 2. Pengaruh Metanol terhadap Konsentrasi CO 2 Internal, Konduktan Stomata, Laju Transpirasi dan Laju Fotosintesis.
Konduktan stomata Analisis ragam konduktan stomata, memperlihatkan interaksi pemberian air dan metanol berpengaruh sangat nyata dan nyata. Pengaruh metanol 20 % untuk semua tingkat pemberian air tersedia menunjukkan rataan konduktan stomata terendah (Tabel 2 dan Gambar 1) akibat terjadi peningkatan konsentrasi CO2 internal (Tabel 1). Pada tingkat pemberian (25-50 % air tersedia) menunjukkan konduktan terendah 269.85 (mmol. m-2. detik-1).
12
Makalah Oral
Tabel 2. Rataan Konduktan Stomata (mmol.m-2.detik-1) Tanaman Kapas pada Berbagai Konsentrasi Metanol dan Tingkat Pemberian Air Tersedia Tingkat Konsentrasi Metanol (%) Np. Duncan Pemberian = 0.05 0 10 20 30 AirTersedia (%) A1 (25-50) 303.41 c w 294.94 c x 269.85 c z 278.57 c y i=2 2.37 A2 (50-75)
312.55
b
A3 (75-100)
325.57
a
Np. Duncan = 0.05 Keterangan :
i=2 2.37
w
303.44
b
w
314.72
a
i=3 2.49
x
275.73
b z
284.33
b
x
283.85
a
299.80
a
z
y
I=3 2.49
y
i=4 2.51
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (w,x,y,z) dan kolom (a,b,c) tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan = 0.05.
Laju Transpirasi Analisis ragam memperlihatkan konsentrasi metanol sangat nyata terhadap laju transpirasi, sedangkan pemberian air dan metanol tidak nyata. Pengaruh metanol 20 % menunjukkan nilai laju tranpirasi paling rendah (7,38 mmol.m-2.detik-1) (Tabel 3 dan Gambar 1). Penurunan laju transpirasi yang semakin besar dan berbeda nyata mengikuti peningkatan konsentrasi metanol sampai 20 % kemudian meningkat kembali pada konsentrasi 30 %. Penutupan sebagian stomata pada konsentrasi CO2 internal yang tinggi merupakan reaksi tanaman untuk mempertahankan konsentrasi CO2 internal pada tingkat yang menguntungkan yaitu menurunnya laju transpirasi. Konduktan stomata yang terendah pada Tabel 3 terkait dengan CO2 internal yang tertinggi (Tabel 1), ternyata mampu menurunkan laju transpirasi akibat perlakuan metanol 20 % pada pemberian 50-75 % air tersedia. Tabel 3. Rataan Laju Transpirasi (mmol.m-2.detik-1) Tanaman Kapas pada Berbagai Konsentrasi Metanol dan Tingkat Pemberian Air Tersedia Tingkat Np. Duncan Pemberian Air Konsentrasi Metanol (%) Rataan = 0,05 Tersedia (%) 0 10 20 30 A1 (25-50) 8.51 8.35 7.19 7.63 7.92 c i = 2 0.07 A2 (50-75) 8.69 8.38 7.37 7.77 8.05 b i = 3 0.08 A3 (75-100) 8.83 8.57 7.57 7.90 8.22 a Rataan 8.68 a 8.43 b 7,38 c 7.76 d Np. Duncan i=2 i=3 i=4 0.07 0.07 0.08 = 0.05 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a,b,c,d) tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan = 0,05
Tabel 4. Rataan Laju Fotosintesis (mol.m-2.detik-1) Tanaman Kapas pada Berbagai Konsentrasi Metanol dan Tingkat Pemberian Air Tersedia Tingkat Konsentrasi Metanol (%) Np. Duncan Pemberian Air 0 10 20 30 = 0,05 Tersedia (%) a c c c A1 (25-50) 12.34 z 13.93 y 16.43 w 15.11 x i = 2 0.44 A2 (50-75) 12.49 a z 15.01 b y 17.79 b w 15.81 b x i = 3 0.47 A3 (75-100) 12.56 a z 16.01 a y 18.91 a w 16.98 a x Np. Duncan i=2 i=3 i=4 0.44 0.47 0.49 = 0.05 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (w,x,y,z) dan kolom (a,b,c) tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan = 0.05.
Laju Fotosintesis Terjadi keterkaitan antara laju transpirasi yang menurun pada Tabel 3 dengan peningkatan laju fotosintesis pada Tabel 4 dengan metanol 20 % untuk semua tingkat pemberian air tersedia. Hal ini menunjukkan terjadi efisiensi penggunaan air pada pemberian metanol 20 %. Demikian pula terjadinya peningkatan laju fotosintesis yang terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 2 berkaitan langsung dengan CO2 internal yang tinggi. Pengaruh metanol pada berbagai tingkat pemberian air tersedia menunjukkan kuadratik terhadap laju fotosintesis dengan masing-masing persamaan terlihat pada Gambar 2. Pada semua tingkat pemberian air tersedia menunjukkan rataan laju Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
13
fotosintesis lebih tinggi akibat pemberian metanol 20 %, selanjutnya pada tingkat pemberian (75-100 % air tersedia) menghasilkan nilai laju fotosintesis tertinggi (18.91 mol.m-2.detik-1). Aktvitas enzim Rubisco Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan tingkat pemberian air tersedia, konsentrasi metanol dan interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas Rubisco. Pengaruh pemberian (25-50 % dan 50-75 % air tersedia) terhadap aktivitas Rubisco berkorelasi positif secara linier searah dengan peningkatan konsentrasi metanol dan menghasilkan nilai tertinggi pada konsentrasi 30 % (Tabel 5 dan Gambar 3), sedangkan pada pemberian (75 – 100% air tersedia) menunjukkan kuadratik terhadap aktivitas Rubisco, makin tinggi konsentrasi metanol sampai pada 16.50 % menghasilkan aktivitas Rubisco tertinggi 14.39 (mol.CO2.menit-1/mol Rubisco) kemudian menurun sampai konsentrasi metanol 30 %. Selanjutnya aktivitas Rubisco berkorelasi positif secara linier yang menunjukkan makin tinggi aktivitas Rubisco menghasilkan laju fotosintesis yang semakin meningkat (Gambar 3). Tabel 5. Rataan Aktivitas Rubisco (mol.CO2.menit-1/mol Rubisco) pada Berbagai Konsentrasi Metanol dan Tingkat Pemberian Air Tersedia Tingkat Konsentrasi Metanol (%) Np. Duncan Pemberian Air 0 10 20 30 = 0,05 Tersedia (%) A1 (25-50) 1.08 b x 0.92 c x 1.31 b x 1.18 c x i = 2 0,80 b b b b A2 (50-75) 1.35 z 1.96 y 1.97 y 4.24 x i = 3 0,84 3.81 a z i=2 0.53
A3 (75-100) Np. Duncan = 0,05
11.63 a x i=3 0.56
14.28 a w i=4 0.57
5.53
a
y
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (x,y,z) dan kolom (a,b,c) tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan = 0,05
Aktivitas Rubisco (mol.CO2.menit-1/mol Rubisco
15,5
12,5
A3: Y = 3,50 +1,32X – 0,04X2 2 R = 0,97 **
A1 : Y = 0,95 + 0,07X r = 0,54 tn
9,5
A2 : Y = 0,98 + 0,31X r = 0,88 **
6,5
3,5
0,5
0
10
20
30 Konsentrasi Metanol (%) Gambar 3. Pengaruh Metanol terhadap Aktivitas Rubisco
pada Berbagai Tingkat Pemberian Air Tersedia
PEMBAHASAN
Pemberian metanol sebelum square memperlihatkan konsentrasi CO2 internal daun lebih tinggi dibanding dengan sesudah square (pada Tabel 1). Konsentrasi CO2 internal meningkat disebabkan karena metanol yang disemprotkan akan terurai menjadi CO2 (Nishio dkk., 1994; MCGiffen dan Manthey, 1996) yang terperangkap dalam ruang intersellular mesofill daun, sehingga memicu pelekatannya ke Rubisco, secara proporsional meningkatkan aktivitas Rubisco sehingga laju fotosintesis meningkat yang terlihat pada Gambar 2. Peningkatan CO2 internal dapat terjadi melalui aliran massa CO2 eksternal ke rongga sel mesofil daun (Jensen 1990; Wolfe 1994) dan penguraian metanol yang diberikan pada tanaman, telah banyak diteliti dalam tiga tahun terakhir (Nonomura dan Benson, 1992 a, ,1992b ; Cothren, 1994; MCGiffen dan Manthey, 1996). Larcher (1983) menyatakan tingkat penutupan dan pembukaan somata tergantung intensitas radiasi, suhu, kelembaban, dan pemberian air sebagai 14
Makalah Oral
faktor eksternal dan CO2 internal; kandungan ion, hormon, dan potensial air daun sebagai faktor internal. Lebih jauh dikemukakan bahwa reaksi penyempitan stomata pada konsentrasi CO2 internal tinggi berlangsung sangat cepat (kurang dari 1 menit). Pada Tabel 1 terlihat CO2 internal tertinggi akibat pemberian metanol 20 %. Terjadi kecenderungan CO2 internal meningkat jika pemberian air tersedia ditingkatkan sampai 50-75 %, kemudian menurun jika lebih ditingkatkan. Akibat CO2 internal tinggi akan mendorong laju fotosintesis meningkat (Tabel 4 dan Gambar 3). Hal yang sama telah dilaporkan peneliti-peneliti sebelumnya (Cure dan Acock, 1986; Nonomura dan Benson, 1992a; Cothern, 1994). Konsentrasi CO2 internal pada tanaman kapas jika dinaikkan dari 200 sampai 300 l.l-1 pada PAD –2,1 MPa ternyata mampu meningkatkan laju fotosintesis bersih dari 8 menjadi 11 mol CO2.m-2.menit-1 (Krieg dan Hutmacher, 1986). Demikian pula hasil penelitian Laing dkk. (1974) pada tanaman kedelai, laju fotosintesis meningkat dari 15 mg.dm-2 jam-1 menjadi 35 mg. dm-2.jam-1 jika CO2 internal dinaikkan dari 100 menjadi 300 ppm pada suhu 35O C. Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa di daerah tropis akibat intensitas radiasi dan suhu yang tinggi, laju respirasi dapat mencapai dua kali lipat pada keadaan terang dibanding pada kondisi gelap. CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi ikut terperangkap dalam mesofil daun tanaman akibat penyempitan stomata yang disebabkan oleh pemberian metanol sehingga CO2 internal daun tetap tinggi untuk beberapa hari sesudah penyemprotan. Wong (1980) melaporkan bahwa terjadi hubungan linier positif antara laju fotosintesis dengan konsentrasi CO2 dalam mesofil daun tanaman C3 pada batas 600 I.l-1. Hal ini sejalan dengan hasil percobaan yang menunjukkan laju fotosintesis masih bersifat linier hingga konsentrasi CO2 mencapai tertinggi 357,68 ppm, sama dengan hasil penemuan Laing dkk. (1974) pada tanaman kedelai dan rangkuman MCGiffen dan Manthey (1996). Kadar CO2 internal daun pada tanaman C3 yang tinggi akan mengakibatkan naiknya nisbah CO2 terhadap O2 dalam mesofil daun sehingga laju fotosintesis meningkat dan sebaliknya akan menurunkan laju fotorespirasi (Taiz dan Zeiger, 1991). Peningkatan CO2 dalam mesofil daun akan meningkatkan laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada suhu tinggi dibandingkan pada tingkat intensitas radiasi rendah (von Caemmerer dan Edmondson, 1986; Salisburry dan Ross, 1992). Pengaruh metanol pada berbagai tingkat pemberian air tersedia bersifat kuadratik terhadap CO2 internal dengan masing-masing persamaan terlihat pada Gambar 2. Pada tingkat pemberian 50 % air tersedia lebih dari dengan metanol 20 % memperlihatkan nilai CO2 internal dan PAD tertinggi -1,11 MPa (Tabel 5). Makin tinggi pemberian air akan mendukung tekanan turgor menjadi tinggi sehingga meningkatkan CO2 internal. Hal ini sesuai penelitian Krieg (1986) pada tanaman kapas, yaitu laju fotosintesis bersih mendekati 24 mol.m-2.menit-1, jika PAD berada antara -0.8 MPa sampai -1.6 MPa. Selanjutnya penelitian Hsio dkk.(1976), menyatakan jika PAD berada antara –0.8 sampai –1.6 MPa, maka akan terjadi penumpukan gula di dalam daun akibat meningkatnya laju fotosintesis. Selama fotosintesis, CO2 diassimilasi menjadi karbohidrat melalui aktivitas enzim ribulose 1.5 difosfat karboksilase/oksigenase yang dikenal sebagai Rubisco (Jensen,1990; Lawlor, 1993). Rubisco dijumpai dengan konsentrasi tinggi pada semua organisme yang melakukan fotosintesis yaitu diatas 50 % yang terdiri protein larut dalam daun (Woodrow dan Barry, 1988; Lawlor, 1993,). Pada Tanaman kapas terdapat 30-50 % dari protein larut yang ada dalam daun adalah Rubisco dan secara proporsional keberadaan Rubisco meningkat akibat Nitrogen daun tinggi (Brown, 1978; Sage dan Pearcy, 1987; Reddy dkk., 1996). Peran utama Rubsico dalam laju fotosintesis akan terlihat jika kadar CO2 udara sekitar tanaman meningkat diikuti fiksasi CO2 tinggi pada intensitas cahaya sedang sampai tinggi (Wittwer, 1983; Jensen, 1990) yang selanjutnya ditempatkan pada ribulose-1,5-difosfat karboksilase (Krieg, 1986). Tahap tersebut adalah merupakan fase kedua dari fotosintesis yaitu terjadinya difusi CO2 luar kemudian diletakkan pada enzim karboksilase. Ketersediaan CO2 dan pengikatannya dengan RuDP terjadi atas bantuan Rubisco. Dengan demikian Rubisco dapat menjadi pembatas fotosintesis. Rubisco mengkatalisis pelekatan CO2 kepada gula karbon lima RuDP dan hidrolisis yang serentak dari intermediate karbon enam untuk menjadi dua molekul PGA. Satu diantara PGA itu mengandung 14C (karbon berasal dari 14CO2). RuDP yang terikat pada Rubisco aktif, dapat diikat oleh O2 dan menghasilkan P.glycolat (2-fosfoglycolat) dan PGA (Gambar 5). Pada tingkat CO2 0,03% dan O2 20,8%, dua sampai tiga molekul CO2 diikat dan hanya satu mol O2, yang menunjukkan Rubisco berafinitas lebih tinggi dengan CO2 dibanding dengan O2. Rubisco Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
15
memperlihatkan peran utamanya jika CO2 sekitar tanaman tinggi disertai penyinaran sedang sampai tinggi maka CO2 lebih cepat dimanfaatkan. PHOSPHOGLYCOLATE
H2C-OH
RIBULOSE 1,5-DIFOSFAT
H2C-OPO32-
O2
GLYCOLATE
H2C-OPO32OKSIGENASE
C. O2-
Mg2+
C=O
GLYCERATE-3-FOSFAT
HC-OH
CO2-
HC-OH
HC-OH
H2C-OPO32-
FOTORESPIRASI
C. O2-
H2C-OPO32-
Mg2+
FOTOSINTESIS 14
CO2-
14
CO2.H2O
HC-OH
KARBOKSILASE H2C-OPO32-
Gambar 4. Reaksi ribulose-1,5-difosfat karboksilase/oksigenase (Rubisco) terhadap RuDP (Jensen, R. G, 1990) Menurut Sachrader (1976), peran Rubisco pada kondisi normal dengan perbandingan O2 terhadap CO2 seimbang serta pada keadaan O2 atau CO2 berlebihan dapat mempengaruhi jumlah atom karbon yang terfiksasi oleh karboksilase dan oksidase. Pada kondisi normal (campuran 240 µM O2 dan 10 µM CO2) telah dilaporkan bahwa ratio karboksilase terhadap oksigenase adalah 4:1 dengan asumsi bahwa respon enzim seimbang dalam tanaman maka 2 RuDP teroksidase dan 8 RuDP terkarboksilase. 2 O2 Fototorespirasi
IO RuDP (50 c)
Oksigenase
2 PGA + 2 PG (6 C) (4 C)
2 glycolate
Pi Karboksilase
serine
CO2
16 PGA (48 C)
8 CO2
Siklus Calvin
16 PGA (48 C)
7 C bersih
4 C fixed
Gambar 5. Pengaruh kondisi atmosfir normal (240µM O2, 10 µM CO2 pada suhu 25OC) terhadap fotosintesis dan fotorespirasi (Laing, Ogren dan Hagemen, 1974). KESIMPULAN Pada tingkat ketersediaan air 75-100% AT dengan metanol 20% CO2 internal meningkat dari 265.50 ppm menjadi 288.10 ppm (terjadi peningkatan 7.8 %), sehingga meningkatkan aktivitas Rubisco dari 3.81 menjadi 14.28 (µmol. CO2 menit-1 per µmol. Rubisco). Peningkatan 16
Makalah Oral
ini mendorong laju fotosintesis sehingga produksi kapas yang dihasilkan meningkat. Pelacakan peningkatan jumlah karbon tersebut, didteksi dengan baik dengan menggunakan 14C. DAFTAR PUSTAKA Andrews, T. J. and G. H. Lorimer. 1987. Rubisco: Structure, mechanisms, and prospects for improvement, vol. 10 p. 132-218. In: M. D. Hatch and N. K. Boardman (Eds.). The Biochemistry of Plant. Academic Press. New York. Arp, W. J. 1991. Effects of source sink-relations on photosynthetic acclimation to elevated CO2. Plant. Cell and Environ. 14:869-875. Brown, R. H. 1978. A difference in N-use efficiency in C3 and C4 plants and its implications in adaptation and evolution. Crop Sci. 18:93-98. Cothern, J. T. 1994. Methanol for cotton, p. 1330-1335. In: D. J. Herbert and D. A. Ritcher (Eds.). Proceedings Beltwide Cotton Conferences. National Cotton Council of America, Memphis, T. N. Farquhar, G. D., von Caemmerer S., and J. A. Berry. 1980. A biochemical model of photosynthetic CO2 assimilation in leaves of C3 spesies. Planta. 149: 78-90. ______________ and T. D. Sharkey. 1982. Stomatal conductan and photosynthesis. Ann Rev Plant Physiol. 33: 317-345 Giese, M., U. Bauer-Doranth, C. Langebartelss, and H. Sandermann, Jr. 1994. Detoxiffication of formaldehyde by the spider plant (Chlorophytum comosum L.) and by soybean (Glycine max L.) cell suspention cultures. Plant Physiol. 104:1301-1309. Jensen, R. G. and J. T. Bahr. 1977. Ribulose 1,5-biophoshate carboxylase-oxygenase. Ann.Rev.Plant Physiol. 28:379-400. ___________. 1990. Rubilose 1,5-biophosphate carboxylase/oxygenese machanism, activation and regulation, p. 224-238. In: D. T. Dennis and D. H. Turpin (Eds.). Plant Physiology, Biochemistry and Moleculer Biology. Logman Scientific Technical. Krieg, D. R, and R. B. Hutmacher. 1986. Photosynthetic rate control in sorghum (Shoegum bicolor): stomatal and nonstomatal factors. Crop Sci. 26:112-117. __________. 1986. Feedback control and stress effect on photosynthesis, p 227-242. In: J. R. Mauney and J. McD. Stewart (Eds.). Cotton Physiology. Number One, The Cotton Foundation Reference Book Series. The Cotton Foundation. Memphis, TN. Larcher, W. 1983. Physiological plant ecology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. 303 p. Lawlor, D.W. 1993. Photosynthesis, molecular, physiological and enviromental processes. Scientific Longman & Technical England. Leegood, R. C. 1996. Primary photosynthate production physiology and metabolism, p. 21-41. In: Zamski, E. and A. A. Schaffer (Eds.). Photoassimilate Distribution in Plants and Crops. Marcell Dekker, Inc. New York-Basel-Hongkong. McGiffen, M. E., and J. A. Manthey. 1996. The role of methanol in promoting plant growth : A current evaluation. Hort. Science. 31(7): 1092-1096. Mott, K. A., 1990. Sensing of atmospheric CO2 by plants. Plant, Cell and Environ. 13:731-737. Nelson, J. M., F. S. Nakayama, H. M. Flint, R. L. Garcia, and G. L. Hart. 1993. Methanol treatments on Pima and upland cotton, p. 1341-1342. In: D. J. Herbert and D. A. Ritcher (Eds.). Proceedings Beltwide Cotton Conferences. National Cotton Council of America, Memphis, T.N. Nishio, J. N., S. Huang, T. L. Winder, M. P. Brownson, and L. Ngo. 1994. Physiological aspects of methanol feeding to higher plants. Proc. 20th Annu. Meeting Plant Growth Regulat. Soc. Amer. p. 8-13. Nonomura, A. M., and A. A. Benson. 1992a. The path of carbon in photosynthesis : Improved crop yield with methanol. Proc.Natl. Acad. Sci. USA. 89:8794-8798. _____________. 1992b. The path of carbon in photosynthesis, Methanol and light, p. 911-914. In: N. Murata (Ed.). Research in photosynthesis. Kluwer Academic Publisher. Dordrecth, Nederlands.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
17
_____________, J. N. Nishio, and A. A. Benson. 1995. Stimulated growth and correction of Fedeficiency with trunk-and folair uuplied methanol-soluble nutrient amendments, p. 329333. In: J. Abadia (Ed.). Iron nutrition in soils and plants. Kluwer Academic Publisher. Dodrecht, Netherlands. Noor A., M. Zakir, B. Rasyid, N. Kasim, L.A. Nurr, Anthony, Maming, M. Agung, and M. F. L‟annunziata. 1996. Pulse Height Spectral Analysis of 3H:14C Ratios. Elsevier Science Ltd. Appl. Radiat. Isot. 47(8):767-775. Ogren, W. L. 1984. Photorespiration: Pathways, regulation, and modification. Ann. Rev. of Plant Physiology. 35:415-442. Reddy, A. R., K. R. Reddy, R. Padjung and H. F. Hodges, 1996. Nitrogen nutrition and fotosynthesis in leaves of PIMA Cotton. Journal of Plant Nutrition 19(5):755-770. Rusnadi Padjung. 1998a. Validation and parameterrization of Gossym-Comax for Indonesian cotton growing condition. Laporan Penelitian Young Academic, URGE ke Projek URGE. _______________. 1998b. Pengembangan sistem pakar dan model pertumbuhan tanaman untuk pengelolaan pertanaman kapas di Indonesia. Laporan Riset Unggulan Terpadu (RUT) IV ke Dewan Riset Nasional (DRN). Sage, R. F. and R. W. Pearcy. 1987. The nitrogen use efficiency of C3 and C4 plants. II. Leaf nitrogen effects on the gas exchange characteristics of Chenopodium album (L.) and Amaranthus retroflexus (L.). Plant Physiol. 84:959-963. _________. 1990. A model describing the regulation of ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase, electron transport and triose-phosphate use in response to light intensity and CO2 in C3. Plant Physiol. 94:1728-1734. Salisbury, F. B. and C.W. Ross. 1992. Plant physiology. Wadsworth Publishing Co. New York. Schrader, L. E. 1976. CO2 metabolism and productivity in C3 plants : An assessments in CO2 metabolism and plant productivity, p. 385-396. In: R. H. Burris. and C. C. Black (Eds.). University Park Press London. Sisworo, E. L., Haryanto dan H. Rasjid. 1997. Penggunaan Teknik Nuklir untuk Mempelajari Hubungan Tanah dengan Tanaman. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Teknologi Produksi Padi dan Palawija di Lahan Sawah dan lahan kering. Mataram 15 – 16 Desember 1997. Hal. 1- 9. Stitt, M. 1991. Rising CO2 levels and their potential significance for carbon flow in photosynthetic cells. Plant, Cell Environ. 14:741-762. Taiz, L. and E. Zieger. 1991. Plant physiology. The Benyamin/Cumming. Publishing Inc. Company. Inc. Redwood City California. Tolbert, N. L. and I. Zelitch. 1982. Carbon metabolism. di dalam: Proceedings of an International Conference on Rising Atmospheric Carbon Dioxide and Plant Productivity, Athens, Gerogia, May 23-28, 1982. American Association for the Advancement of Science, Washington, D. C. Von Caemmerer, S. and D. L. Edmondson. 1986. Relationship between steady-state gas exchange, in vivo ribulose bisphosphate carboxylase activity and some carbon reduction cycle intermediates in Raphanus sativus. Aust. J. Plant Physiol. 13:69-88. Wittwer, S. H. 1983. Rising atmosphere carbon dioxide and productivity. Hort. Sci. 16:667-673. Woodrow, I. E. and J. A. Berry 1988. Enzymatic regulation of photosynthetic CO2 fixation in C3 plants. Annual reviews of plant physiology and plant molecular Biology 39:533-594.
18
Makalah Oral