Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
Pemodelan Tingkat Kesejahteraan Penduduk Propinsi Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Geographically Weighted Regression (GWR) Dewi Sri Susanti*, Aprida Siska Lestia, Yuana Sukmawaty Program Studi Matematika, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Kampus UNLAM Jl. Ahmad Yani, Km. 36, Banjarbaru *E-mail:
[email protected] Abstrak Geographically Weighted Regression (GWR) adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk mengestimasi data yang memiliki spatial heterogenity (ketidakseragaman dalam lokasi/spasial). Pada dasarnya, parameter model dalam GWR dapat dihitung pada lokasi pengamatan dengan variabel dependen dan satu atau lebih variabel independen yang telah diukur di tempat-tempat yang lokasinya diketahui. Penggunaan matriks pembobot yang besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi, atau dengan kata lain semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar. Dalam paper ini, dilakukan pengembangan Geographically Weighted Regression (GWR) dalam memodelkan kesejahteraan penduduk di Provinsi Kalimantan Selatan. Saat menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel diperoleh bahwa hanya variabel 3 (tiga) variabel yang berpengaruh secara spasial terhadap tingkat kemiskinan penduduk Provinsi Kalimantan Selatan, yakni tingkat melek huruf penduduk (X1), angka partisipasi sekolah (X3) dan persentase balita kekurangan gizi (X5). Kata Kunci : Geographically Weigthed Regression (GWR), fungsi pembobot, kemiskinan
penduduk miskin. Kabupaten Balangan memiliki jumlah penduduk miskin paling rendah, sedangkan Kota Banjarmasin merupakan wilayah yang jumlah penduduk miskinnya paling tinggi. Namun, jika dilihat dari persentase penduduk miskinnya Kota Banjarmasin merupakan wilayah dengan persentase terendah kedua setelah Kabupaten Banjar, sedangan Kabupaten Balangan merupakan wilayah dengan persentase tertinggi ketiga setelah Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Ini menunjukkan bahwa kasus kemiskinan ini dapat dipandang sebagai suatu fenomena dari keheterogenan spasial, yang biasanya ditunjukkan dengan kecenderungan masyarakat miskin mengelompok pada suatu wilayah tertentu. Keragaman geografis yang mempengaruhi kemiskinan dan besarnya tingkat kemiskinan sering disebabkan oleh faktor-faktor dengan dimensi spasial, seperti sumbangan sumber daya alam dan akses untuk layanan seperti kesehatan dan pendidikan. Pengukuran kemiskinan di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Alhasil, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2008). Dalam menjelaskan pola hubungan antara persentase penduduk miskin yang dipengaruhi oleh beberapa variabel pengukur kemiskinan dapat dengan menggunakan kurva regresi. Pendekatan
Pendahuluan Tingkat kesejahteraan penduduk antar daerah mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat luas, namun tidak semua aspek-aspek tersebut yang dapat diukur. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2000), kesejahteraan penduduk suatu wilayah dapat diukur melalui indikator kependudukan, kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan. Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan luas wilayah 37.530,52 km2 dan jumlah penduduk 3,9 juta jiwa memiliki kepadatan penduduk sekitar 101 jiwa/km2. Jika dibandingkan dengan wilayah provinsi lain yang ada di Pulau Kalimantan, dimana kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Barat sebesar 32 jiwa/km2, Provinsi Kalimantan Tengah sebesar sebesar 16 jiwa/km2, Provinsi Kalimantan Timur sebesar 26 jiwa/km2 dan Provinsi Kalimantan Utara sebesar 8 jiwa/km2, Provinsi ini merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi. Akan tetapi, sebaran dan kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan masih belum merata. Tingkat kepadatan penduduk merupakan indikasi awal terhadap kemampuan suatu wilayah dalam memberikan kesejahteraan terhadap penduduknya. Kota Banjarmasin memiliki kepadatan penduduk paling tinggi sebesar 9167,79 jiwa/km2, sedangkan Kabupaten Kotabaru merupakan wilayah yang kepadatan penduduknya paling rendah sebesar 33,38 jiwa/km2. Selain dari kepadatan penduduknya, kesejahteraan dapat dilihat dari banyaknya 184
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
lebih terarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Guna melihat karakteristik kesejahteraan penduduk dan melihat faktor yang paling berpengaruh pada suatu wilayah maka perlu dibuat suatu pemodelan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan selanjutnya dilakukan evaluasi ketepatan klasifikasi penduduk miskin berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh. Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, dan masih terbuka luasnya kesempatan untuk melakukan penelitian lanjut berkaitan dengan pemodelan penduduk miskin maka fokus permasalahan dalam paper ini adalah menentukan bagaimana model kemiskinan suatu wilayah yang didasarkan pada dimensi kesehatan, sosial, ekonomi dan pendidikan berbasis Geographically Weighted Regression (GWR).
kurva regresi yang sering digunakan adalah pendekatan regresi parametrik, yang diasumsikan bentuk kurva regresi diketahui (seperti linier, kuadratik, kubik) dan residual harus identik, independen, homogenitas dan berdistribusi normal. Namun, dalam menentukan strategi penanggulangan kemiskinan, pada dasarnya akan lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan spasial, yang berarti perlu ada upaya pendekatan analisis yang melibatkan unsur lokasi (spasial) untuk mengolah data kesejahteraan penduduk. Anselin (1998) menyatakan karena dalam pengamatan di suatu lokasi bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang berdekatan (neighbouring) sehingga segala sesuatu adalah saling berhubungan, dimana sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Anselin & Getis (1992) menyatakan bahwa untuk mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi oleh ruang atau lokasi dapat dilakukan langkah analisis menggunakan metode spasial. Geographically Weighted Regression (GWR) adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk mengestimasi data yang memiliki spatial heterogenity (ketidakseragaman dalam spasial) (Leung, Mei & Zhang, 2000). Ide dasar GWR adalah bahwa parameter dapat dihitung dimanapun pada area studi dengan variabel dependen dan satu atau lebih variabel independen yang telah diukur di tempat-tempat yang lokasinya diketahui. Dalam GWR digunakan unsur matriks pembobot yang besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi. Semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar. Untuk itu dalam penelitian ini, akan mengembangkan Geographically Weighted Regression (GWR) dalam memodelkan kesejahteraan penduduk di Provinsi Kalimantan Selatan. Pemerintah Indonesia memiliki beberapa model kesejahteraan dan kemiskinan: misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengukur kemiskinan dengan fokus konsumsi dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berfokus pada kesejahteraan keluarga. Lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations Development Programme (UNDP) juga memperhatikan isu pengembangan manusia, yang didefinisikan sebagai harapan hidup, tingkat melek huruf, pendidikan, dan tingkat daya beli per kapita. Sehingga memahami kesejahteraan dan kemiskinan merupakan langkah pertama untuk mengurangi kemiskinan. Dari berbagai penelitian mengenai kesejahteraan yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa banyak sekali faktor yang mempengaruhi kesejahteraan penduduk sehingga perlu dilakukan identifikasi faktor yang paling berpengaruh agar nantinya dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan sehingga pembangunan
Tinjauan Pustaka 2.1 Geographically Weighted Regression (GWR) Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan di antaranya dalam ruang bumi. Posisi lokasi dari suatu pengamatan memungkinkan adanya hubungan dengan pengamatan lain yang berdekatan. Hubungan antar pengamatan tersebut dapat berupa persinggungan antar pengamatan maupun kedekatan jarak antar pengamatan. Adanya efek spasial merupakan hal yang sering terjadi antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Efek spasial yang terjadi antar wilayah dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu spatial dependence dan spatial heterogeneity (Anselin & Getis, 1992). Pada analisis spasial, seringkali data digambarkan dalam suatu unit geografis tertentu dan diestimasi menggunakan satu persamaan regresi global. Hal tersebut berakibat pada terbentuknya estimasi parameter global yang diasumsikan untuk diterapkan secara sama pada setiap area penelitian (Zhao, Chow & Liu, 2005). GWR adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengestimasi data yang memiliki spatial heterogeneity (keragaman spasial). GWR akan menghasilkan estimasi parameter lokal, dimana masing-masing area penelitian akan memiliki parameter yang berbeda (Brunsdon, Fotheringham & Charlton, 1998). Pada model GWR, diasumsikan bahwa masing-masing lokasi pengamatan dalam satu wilayah terregional memiliki koordinat spasial. Koordinat spasial pada lokasi pengamatan ke-i dilambangkan dengan (u i , v i ) . Persamaan umum GWR (Fotheringham, Brunsdon & Charlton, 2002) adalah sebagai berikut: p
yi = β0 (ui , vi ) + Σ β j (ui , vi )xij + ε i , i =1,2,...,n d i =1
imana
185
y i adalah nilai variabel dependen pada
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
pengamatan
ke-i,
2 2 d 1 − ij wij = hi 0
x ij adalah nilai variabel
independen ke-j pada pengamatan ke-i,
β 0 (ui , vi )
adalah konstanta/intercept pada pengamatan ke-i, β j (u i , v i ) adalah nilai fungsi variabel independen x j pada pengamatan ke-i, p adalah jumlah variabel independen,
(u i , vi ) adalah titik
N (0, σ 2 I) dengan ε = (ε 1 , ε 2 ,..., ε n )T dan I adalah matriks identitas. Parameter yang dihasilkan pada model GWR akan berbeda-beda pada masing-masing lokasi, sehingga terdapat sebanyak n×k parameter yang harus diestimasi, dimana n adalah jumlah lokasi pengamatan dan k = p +1 adalah jumlah paramater pada masing-masing lokasi pengamatan. Untuk mengestimasinya, digunakan metode Weighted Least Squares (WLS) yaitu dengan memberikan penimbang/pembobot yang berbeda pada setiap lokasi pengamatan.
2.3 Penentuan Bandwidth Estimasi parameter pada GWR sebagian bergantung pada fungsi pembobot yang dipilih (Charlton & Fotheringham et.al., 2009). Pada fungsi pembobot adaptive gaussian kernel tampak bahwa jika nilai d bertambah besar maka nilai bobotnya mendekati 0 atau model yang dihasilkan akan mendekati model Ordinary Least Square (OLS). Jika nilai d menunjukkan jarak terjauh antar lokasi pengamatan, maka model yang dihasilkan akan sama dengan model OLS yaitu yang disebut dengan Model Regresi Global.. Jika nilai bandwidth (h) mendekati tak terhingga, maka pembobot ( wij ) yang dihasilkan
2.2 Fungsi Pembobot Spasial Matriks pembobot spasial pada GWR merupakan matriks pembobot yang berbasis pada kedekatan lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi pengamatan lainnya tanpa adanya hubungan yang dinyatakan secara eksplisit (Fotheringham et.al., 2002). Beberapa fungsi pembobot spasial digunakan untuk menggambarkan hubungan antara lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi pengamatan lainnya. Salah satu cara untuk mengatasi masalah diskontinuitas pada pembobot adalah dengan cara membentuk wij sebagai fungsi kontinu dari d ij .
antar lokasi pengamatan akan mendekati angka satu, sehingga parameter yang diduga akan seragam dan model GWR yang dihasilkan akan mendekati model OLS. Sebaliknya, jika nilai bandwidth semakin kecil, pendugaan parameter akan semakin tergantung pada lokasi pengamatan yang memiliki jarak yang dekat dengan lokasi pengamatan kei, sehingga nilai variansi yang dihasilkan akan semakin besar. Permasalahan yang harus diselesaikan adalah bagaimana menentukan nilai bandwidth atau fungsi pembobot yang tepat pada pemodelan GWR. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pemilihan bandwidth. Salah satu metode untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan cross validation (CV) yang diusulkan oleh Brunsdon et al (1998) sebagai berikut:
Salah satu fungsi yang sering digunakan adalah fungsi adaptive kernel yang memiliki bandwidth yang berbeda pada masing-masing lokasi pengamtan, diantaranya fungsi adaptive gaussian kernel yang diusulkan oleh Brunsdon et al. (1998):
2
untuk lainnya
yang merupakan fungsi pembobot kontinu dan menyerupai fungsi gaussian sampai jarak sejauh hi dari lokasi pengamatan ke-i dan bernilai nol untuk lokasi data yang memiliki jarak lebih besar daripada hi. hi merupakan bandwidth yang menunjukkan jumlah atau proporsi dari observasi untuk dimasukkan pada estimasi regresi di lokasi pengamatan ke-i.
kordinat lokasi pengamatan ke-i, dan ε adalah random error yang diasumsikan berdistribusi
1 d ij wij = exp − 2 hi
untuk dij < hi
n
2 CV = Σ ( y i − yˆ ≠i (h) )
dimana hi adalah parameter non negatif yang biasa disebut sebagai bandwidth. Nilai pembobot dari suatu data akan mendekati 1 jika jaraknya berdekatan atau berhimpitan dan akan semakin mengecil sehingga mendekati nol jika jaraknya semakin jauh. Salah satu alternatif pembobot lain adalah fungsi adaptive bi-square kernel yang diusulkan oleh Brundson et al (1998):
i =1
dimana
yˆ ≠i (h) adalah nilai prediksi yi (fitted
value) dengan pengamatan ke-i dikeluarkan dari proses prediksi. Dengan metode tersebut, pada saat nilai bandwidth (h) sangat kecil, model akan dikalibrasi hanya pada sampel yang berdekatan dengan lokasi pengamatan ke-i , bukan pada pada lokasi pengamatan ke-i itu sendiri. Bandwidth yang optimum diperoleh jika nilai CV yang dihasilkan adalah yang paling minimum (Fotheringham et.al., 2002). 186
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
Jumlah penduduk provinsi ini pada tahun 2014 sebesar 3.922.790 jiwa dengan luas wilayah 37.530,52 km2. Rincian jumlah penduduk setiap kota dan kabupaten tersaji dalam Tabel 1. Jumlah penduduk yang begitu besar dan terus bertambah setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Selama ini sebagian besar penduduk masih terpusat di Kota Banjarmasin, karena lokasinya yang cukup memadai sebagai pusat perdagangan. Tingkat kepadatan Kota Banjarmasin menunjukkan nilai paling tinggi yaitu sebesar 9.167 orang per km2. Dibandingkan dengan tingkat kepadatan Propinsi Kalimantan Selatan pada umumnya nilai tersebut jauh lebih tinggi dengan rasio sebesar 1:88. Melalui data sebaran kepadatan penduduk di atas dapat diasumsikan bahwa pemerataan kesejahteraan penduduk di wilayah Kalimantan Selatan juga tidak merata. Hal ini dapat ditunjukkan melalui penyebaran tingkat kemiskinan pada setiap kota dan kabupaten. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2014, rata-rata angka melek huruf sebesar 95,468% dan rata-rata partisipasi sekolah untuk anak usia 7-12 tahun sebesar 97,292% yang cukup besar, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di provinsi ini cukup tinggi. Kesimpulan ini sejalan dengan besarnya rata-rata angka putus sekolah yang rendah pula, yakni hanya sebesar 3,746%. Dari segi kesehatan, dapat dilihat bahwa besar rata-rata angka kematian bayi sebesar 51,010% dengan angka kematian bayi terbesar berada di Kabupaten Barito Kuala dan angka kematian bayi terendah berada di Kabupaten Tanah Laut. Sedangkan rata-rata persentase balita kekurangan gizi di Propinsi Kalimantan Selatan sebesar 26,4% dengan persentase terendah sebesar 17,040% berada di Kabupaten Tanah Laut dan persentase tertinggi sebesar 35,550% berada di Kabupaten Banjar. Di bidang ketenagakerjaan, rata-rata angka partisipasi kerja sudah cukup tinggi, yakni sebesar 71,830% sedangkan tingkat pengangguran terbuka cukup kecil, yakni hanya 5,9%. Ini menunjukkan kesejahteraan dalam pekerjaan sudah tinggi. Rata-rata persentase penduduk miskin Provinsi Kalimantan Selatan hanya sebesar 5,782% dari total penduduk atau sebesar 188.032 jiwa menunjukkan bahwa perlu kajian lebih lanjut mengenai indikator kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan serta kependudukan tersebut dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dalam konteks spasial. Berdasarkan gambaran secara deskriptif, nilai varians setiap data variabel cukup besar. Hal ini mengindikasikan adanya keragaman data yang cukup besar yang diakibatkan karena lokasi yang berbeda-beda. Kondisi tersebut dinyatakan dengan adanya heterogenitas spasial pada data. Jika
2.4 Pemilihan Model Terbaik Matriks pembobot yang dihasilkan dari beberapa fungsi pembobot yang berbeda akan menghasilkan model GWR yang berbeda pula. Untuk melihat model yang terbaik, maka dilakukan menggunakan nilai R2 (Fotheringham et.al., 2002):
R2 =
TSS w − RSS w TSS w
TSS w merupakan total sum of squares w yang sudah diberi pembobot geografis dan RSS dimana
merupakan residual sum of squares yang sudah diberi pembobot geografis: n
TSS w = Σ wij ( y j − y ) dan 2
j =1 n
RSS w = Σ wij ( y j − yˆ j )
2
j =1
Model terbaik merupakan model yang memiliki nilai R2 terbesar.
Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan terletak antara 114o 19’ 33” – 116o 33’ 28’’ Bujur Timur dan 1o 21’ 49’’ – 1o 10’ 14’’ Lintang Selatan. Provinsi Kalimantan Selatan terletak di bagian selatan Pulau Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan sebelah utara dengan Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi ini (Gambar 1) cukup strategis untuk menjadikan wilayah Kalimantan Selatan sebagai wilayah perdagangan, sehingga kondisi ini memperbesar kemungkinan terjadinya penambahan jumlah penduduk akibat migrasi.
Gambar 1. Peta Kalimantan Selatan dan Pembagian Wilayah Kota/Kabupaten
187
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
dilakukan analisis menggunakan analisis regresi pada data, maka model yang tepat adalah model Geographically Weighted Regression (GWR).
pembobot selanjutnya dilakukan pendugaan parameter model. Langkah berikutnya adalah menguji hipotesis untuk mengetahui tingkat signifikansi model yang diperoleh. Selanjutnya mendeskripsikan dugaan koefisien model GWR pada setiap lokasi melalui peta tematik sebagai dasar interpretasi penyebaran tingkat kesejahteraan di wilayah Kalimantan Selatan.
3.2 Model Geographically Weighted Regression (GWR) Selanjutnya akan dibentuk model GWR untuk mengukur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan penduduk Kalimantan Selatan. Tingkat Kesejahteraan Penduduk sebagai variabel respon akan diwakili oleh data indeks garis kemiskinan pada setiap kabupaten/kota. Gambar 2 menunjukkan pola sebaran kemiskinan pada setiap kota/kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang terlihat berbeda-beda secara spasial. Perbedaan warna yang menonjol mengindikasikan perbedaan tingkat kemiskinan pada setiap daerah. Semakin gelap warna yang ditampilkan maka semakin tinggi tingkat kemiskinan yang terukur pada wilayah tersebut. Berdasarkan Gambar 2 dapat ditunjukkan bahwa tingkat kemiskinan tertinggi terletak pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dan wilayah kabupaten yang baru terbentuk yaitu Kabupaten Tanah Bumbu. BPS (2008) menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) komponen untuk mengukur tingkat kemiskinan yaitu komponen internal dan komponen eksternal. Komponen internal antara lain kondisi tempat tinggal ketersediaan fasilitas kebersihan dan kecukupan kebutuhan sandang pangan. Sedangkan komponen eksternal antara lain kebijakan pemerintah dan kesehatan balita. Kemiskinan juga tidak lagi dipandang sebagai minimnya kemampuan ekonomi tetapi juga diakibatkan adanya kegagalan memperoleh hak-hak dasar antara lain terpenuhinya kebutuhan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan yang layak baik bagi laki-laki maupun perempuan. Sejalan dengan hal tersebut, model GWR akan dibangun berdasarkan 9 (sembilan) variabel prediktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan (Y). Variabel pengaruh yang terkait dengan tingkat pendidikan yakni tingkat melek huruf (X1), angka putus sekolah di usia 7- 15 tahun (X2), angka partisipasi sekolah di usia 7-12 tahun (X3). Sedangkan variabel angka kematian bayi (X4) dan persentase balita kekurangan gizi (X5) digunakan untuk menunjukkan tingkat kesehatan penduduk. Pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga diwakili oleh variabel angka partisipasi tenaga kerja (X6) dan tingkat pengangguran terbuka (X7). Sedangkan faktor lingkungan ditunjukkan dengan variabel kepadatan penduduk (X8) dan rata-rata jumlah anggota rumah tangga (X9). Setiap variabel akan diamati pada setiap kota/kabupaten untuk menyatakan keberagaman spasial. Adapun langkah-langkah untuk membangun model ini dimulai dengan memilih bandwidth optimum untuk mendapatkan elemen matriks
Gambar 2. Pola sebaran kemiskinan di wilayah Kalimantan Selatan
Dalam menentukan bandwidth optimum terdapat beberapa pembobot yang dapat dipilih untuk pemodelan GWR. Namun, penelitian ini dibatasi hanya pada penggunaan pembobot adaptive gaussian kernel dan fungsi adaptive bi-square kernel. Bandwidth optimum diperoleh dengan memilih nilai Cross Validation (CV) yang rendah dan mempertimbangkan pengujian model yang menunjukkan hasil signifikan. Dari hasil pengolahan data menggunakan Software GWR4, rentang nilai bandwidth diperoleh melalui proses trial error pemilihan nilai single bandwidth sebesar 3 hingga 13. Rekapitulasi analisis data pada nilai bandwidth yang berbeda-beda tertera pada Tabel 1. Bandwidth optimum yang terpilih adalah sebesar 12 dengan nilai CV sebesar 3,008 dan R2 sebesar 0.535. Nilai bandwidth ini dipilih karena menghasilkan proses pengujian model yang signifikan. Berdasarkan hasil pemilihan bandwidth, diperoleh model GWR yang paling signifikan adalah model dengan variabel bebas banyaknya penduduk yang bisa membaca atau melek huruf (X1), angka partisipasi sekolah di usia 7-12 tahun (X3) dan persentase balita kekurangan gizi (X5) yang secara signifikan berpengaruh terhadap variabel respon Y yaitu tingkat kemiskinan atau persentase penduduk miskin. Dapat disimpulkan bahwa tidak semua variabel memberikan pengaruh secara spasial terhadap tingkat kemiskinan, hanya variabel 3 (tiga) variabel tersebut yang berpengaruh 188
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
H0 : Tidak terdapat perbedaan antara Regresi Global dengan GWR H1 : Terdapat perbedaan antara Regresi Global dengan GWR Selanjutnya dilakukan analisis variansi untuk menarik kesimpulan tentang hipotesis mana yang sejalan dengan data hasil pengamatan. Hasil analisis variansi disajikan pada Tabel 2.
secara spasial terhadap tingkat kemiskinan penduduk. Dengan kata lain, faktor pendidikan dan kesehatan yang memberikan pengaruh kuat terhadap tingkat kemiskinan setiap daerah. Tabel 1. Proses Pemilihan Single Bandwidth Optimal Fungsi Kernel Adaptive Gaussian
Model Y vs X1 – X9 Y vs X1, X3, X5, X6, X7 Y vs X1, X3, X5, X6 Y vs X4, X5, X7 Y vs X1, X3, X5
CV
R2
7,749
0,993
Band width Opti mum 3
4,612
0,399
12
Y vs X1 – X9 Y vs X1, X3, X5, X6, X7 Y vs X1, X3, X5, X6 Y vs X4, X5, X7 Y vs X1, X3, X5
Terima H0 Terima H0
3,161
0,314
13
Terima H0
1,181
0,658
11
Terima H0
3,285
Adaptive Bi-Square
Hasil Uji ANOVA GWR
0,189
13
Tabel 2. Analisis Variansi (Anova) GWR dengan Pembobot Adaptive Gaussian Kernel
Terima H0
0,997
13
3,842
0,686
12
3,156
0,632
12
Terima H0
0,908
0,740
12
Terima H0
3,008
0,535
12
Tolak H0
Setelah diperoleh nilai bandwidth yang optimum langkah selanjutnya adalah menentukan matrik pembobot. Elemen matrik pembobot dengan menggunakan fungsi adaptive gaussian kernel adalah:
DF
MS
F-hit
Global Residual
14,295
9,000
3,575
3,61
GWR Improvement
7,438
2,081
0,991
GWR Residual
6,858
6,919
F-tab (α=10 %) 3,463
Tabel 3. Penduga Koefisien Model GWR Adaptive Bi-Square Kernel dengan Single Bandwidth Optimum Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan
1 dij 2 wij = exp − 2 3.008
No
Sedangkan elemen matrik pembobot dengan menggunakan fungsi adaptive bi-square kernel adalah 2 1 − dij wij = 3.008 0
SS
Dari hasil uji kesesuaian model (goodness of fit) diperoleh nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel dengan taraf signifikansi (α) sebesar 10%, sehingga keputusan diambil untuk menolak hipotesis nol. Dari pengujian hipotesis ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara model regresi global dengan model regresi lokal GWR dengan menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel. Dengan kata lain, faktor geografis berpengaruh secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu banyaknya penduduk yang bisa membaca atau melek huruf (X1), tingkat partisipasi sekolah (X3) dan persentase balita kekurangan gizi (X5).
Terima H0 Terima H0
3,269
Sumber Keragaman
2
, dij < 3.008
1.
Kabupaten /Kota Tanah Laut
-7,765
2. 3. 4.
Kotabaru Banjar Barito Kuala
5. 6.
b5
26,359 0,085 27,038 0,092 -8,286 -0,184
-0,278 -0,293 0,302
-0,100 -0,099 0,091
Tapin Hulu Sungai Selatan
-8,321 -8,375
-0,185 -0,185
0,304 0,305
0,091 0,091
7.
Hulu Sungai Tengah
-8,407
-0,186
0,306
0,091
8.
Hulu Sungai Utara
-8,552
-0,188
0,309
0,091
9. 10.
Tabalong Tanah Bumbu Balangan Kota Banjarmasin Kota Banjarbaru
-8,552 -7,940
-0,188 -0,180
0,309 0,296
0,091 0,091
-8,529 -8,119
-0,188 -0,182
0,309 0,299
0,091 0,091
-8,001
-0,181
0,296
0,091
13.
-0,178
b3
0,091
11. 12.
189
b1
0,291
, dij lainnya
Matrik pembobot ini kemudian digunakan untuk mengestimasi parameter tiap kabupaten dan kota. Model GWR mampu menjelaskan data spasial yang tidak stasioner dalam parameter. Untuk melihat signifikansi model GWR dengan pembobot adaptive bi-square kernel perlu dilakukan uji kesesuaian model. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji F dengan bentuk hipotesisnya sebagai berikut:
b0
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
Kabupaten Banjar, variabel ini memberikan pengaruh yang tidak signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena luasnya wilayah kabupaten sehingga pemerataan kesejahteraan penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan sarana pendidikan. Sejalan dengan pengaruh angka partisipasi sekolah yang dapat dilihat pada Gambar 4. Pengaruh yang bermakna hanya pada Kabupaten Kotabaru dan Banjar, dimana peningkatan tingkat partisipasi sekolah memberikan pengurangan terhadap tingkat kemiskinan.
Hal ini diperjelas dengan nilai koefisien setiap variabel yang memiliki perbedaan cukup tajam antar satu kota/kabupaten dengan kota/kabupaten lainnya. Nilai-nilai koefisien setiap variabel atau dugaan parameter model disajikan dalam Tabel 3. Setelah dilakukan uji kesesuaian model, maka perlu dilakukan pengujian parameter secara parsial. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persentase penduduk miskin di setiap kabupaten/kota. Adapun bentuk hipotesisnya adalah: H0 : β k ( u i , v i ) = 0 ; k = 1, 2 ,..., 8 H1 : paling sedikit ada satu
β k (ui , vi ) ≠ 0;
k = 1,2,...,8 Secara umum besarnya parameter yang dihasilkan berbeda-beda nilainya di setiap lokasi penelitian. Namun demikian, secara statistik perbedaan ini tidaklah cukup berarti sehingga dapat dikatakan bahwa variabel X1, X3, dan X5 mempunyai pengaruh yang hampir sama terhadap persentase di semua lokasi penelitian. Adapun nilai statistik t-hitung untuk masing-masing parameter untuk tiap lokasi dapat dilihat di lampiran. Jika dilihat nilai t-hitung, hampir sebagian besar nilai parameter yang dihasilkan signifikan seperti terlihat di lampiran. Gambar 3, 4 dan 5 menunjukkan pola sebaran dugaan koefisien model GWR, daerah dengan arsiran lebih gelap menunjukkan nilai koefisien negatif yang artinya pertambahan nilai variabel bebas akan menurunkan nilai variabel respon. Sedangkan arsiran lebih terang menunjukkan nilai koefisien positif yang artinya pertambahan nilai variabel bebas akan menaikkan nilai variabel respon.
Gambar 4. Visualisasi koefisien parameter b3 dari model pada setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan
Sedangkan pengaruh signifikan variabel persentase balita kekurangan gizi terhadap tingkat kemiskinan hanya terjadi di kabupaten dan kota yang memiliki kepadatan penduduk tinggi (tampak pada Gambar 5). Koefisien yang diperoleh bernilai positif yang artinya semakin tinggi persentase balita kekurangan gizi akan menunjukkan terjadinya penambahan tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah tersebut. Pada wilayah Kabupaten Banjar dan Kotabaru koefisien yang diperoleh untuk variabel tersebut memberikan koefisien yang tidak bermakna atau bernilai positif.
Gambar 3. Visualisasi koefisien parameter b1 dari model pada setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan
Pada Gambar 3 secara umum dapat diinterpretasikan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang bisa membaca atau melek huruf akan menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah tersebut. Kecuali di Kabupaten Kotabaru dan
Gambar 5. Visualisasi koefisien parameter b5 dari model pada setiap Kota/Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan
190
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016 “Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan” Jatinangor, 2727-28 Oktober 2016 ISBN 978978-602602-7221672216-1-1
kabupaten/kota lainnya dengan model GWR sebagai berikut:
Adanya perbedaan dugaan parameter model yang cukup tajam antar kabupaten, maka dapat dilakukan pengelompokkan kabupaten/kota menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama beranggotakan Kabupaten Banjar dan Kabupaten Kotabaru dengan model GWR sebagai berikut: Y = 26.699 + 0.089X 1 − 0.286X 3 − 0.1X 5 Sedangkan kelompok kedua beranggotakan Kabupaten lainnya dengan model GWR sebagai berikut: Y = −8.259− 0.184X1 + 0.302X 3 + 0.091X 5
Y = −8.259− 0.184X1 + 0.302X3 + 0.091X5 Pada penelitian berikutnya perlu dilakukan pengambilan data dengan skala yang lebih besar untuk meningkatkan akurasi dalam proses pendugaan model GWR.
Daftar Pustaka Anselin, L., 1988, Spatial Econometrics: Methods and Models, Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. Anselin, L., Getis, A., 1992, Spatial Statistical Analysis and Geographic Information Systems, The Annals of Regional Science 26(1). Badan Pusat Statistik. 2000., Pedoman Survei Sosial Ekonomi Nasional 2000, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008., Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Brunsdon, C., Fotheringham, A.S., Charlton, M., 1998, Geographically Weighted Regression: a Method for Exploring Spatial Nonstationarity, Geographical Analysis, Vol 28, 281-298. Charlton, M., Fotheringham, A.S., 2009, Geographically weighted regression: White Paper, National Centre for Geocomputation. Fotheringham, A.S., Brunsdon, C., Charlton, M., 2002, Geographically Weighted Regression: The Analysis of Spatially Varying Relationships, John Wiley & Sons, Ltd., West Sussex, England. Leung, Y. Mei, C.L. dan Zhang, W.X. 2000. Statistical Tests for Spatial Non-Stationarity Based on the Geographically Weighted Regression Model. Environment and Planning A. Vol. 32, 9-32. Zhao, F., Chow, L.F., Li, M.T.,Liu X., 2005, A Transit Ridership Model Based on Geographically Weighted Regression and Service Quality Variables, Lehman Center for Transportation Research, Florida International University.
Kesimpulan Berdasarkan hasil pemilihan bandwidth, dapat disimpulkan bahwa hanya variabel 3 (tiga) variabel tersebut yang berpengaruh secara spasial terhadap tingkat kemiskinan penduduk Provinsi Kalimantan Selatan, yakni tingkat melek huruf penduduk (X1), tingkat partisipasi sekolah (X3) dan persentase balita kekurangan gizi (X5). Dengan kata lain, faktor pendidikan dan kesehatan yang memberikan pengaruh kuat terhadap tingkat kemiskinan setiap kabupaten/kota. Setelah diperoleh nilai bandwidth yang optimum langkah selanjutnya adalah menentukan matrik pembobot. Elemen matrik pembobot dengan menggunakan fungsi adaptive gaussian kernel adalah: 1 dij 2 wij = exp − 2 3.008 Sedangkan elemen matrik pembobot dengan menggunakan fungsi adaptive bi-square kernel adalah 2 2 1− dij , dij < 3.008 wij = 3.008 , dij lainnya 0 Matrik pembobot ini kemudian digunakan untuk mengestimasi parameter tiap kabupaten dan kota. Selain itu, ada perbedaan antara model regresi global dengan model regresi lokal GWR dengan menggunakan pembobot adaptive bi-square kernel. Dengan kata lain, faktor geografis berpengaruh secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu banyaknya penduduk yang bisa membaca atau melek huruf (X1), tingkat partisipasi sekolah (X3) dan persentase balita kekurangan gizi (X5). Adanya perbedaan dugaan parameter model yang cukup tajam antar kabupaten, maka dapat dilakukan pengelompokkan kabupaten/kota menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama beranggotakan Kabupaten Banjar dan Kabupaten Kotabaru dengan model GWR sebagai berikut:
Y = 26.699 + 0.089X1 − 0.286X 3 − 0.1X 5 Sedangkan
kelompok
kedua
beranggotakan 191