Pemodelan Spasial Perkembangn Fisik Perkotaan ……………………………………………………………….........................(Wijaya & Umam)
PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK PERKOTAAN YOGYAKARTA MENGGUNAKAN MODEL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER (Spatial Modeling for Yogyakarta Urban Physical Development Using Cellular Automata and Binary Logistic Regresion) Muhammad Sufwandika Wijaya dan Nuril Umam Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM Sekip Utara, Bulaksumur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 E-mail:
[email protected] Diterima (received): 1 Juli 2015; Direvisi (revised): 20 Oktober 2015; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 25 November 2015
ABSTRAK Perkembangan kota dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, salah satunya adalah dengan melihat perkembangan fisiknya. Perkembangan fisik kota dapat diidentifikasi salah satunya melalui fenomena ekspansi lahan terbangun. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan model Cellular Automata sangat perlu untuk mengkaji fenomena ekspansi lahan terbangun, baik untuk kajian ilmiah maupun perencanaan tata ruang terutama di kota yang besar dan berkembang seperti Yogyakarta. Penelitian ini mencoba mengintegrasikan model SIG Cellular Automata dengan model lain berbasis statistik, yaitu Regresi Logistik Biner untuk memonitor serta memprediksi perkembangan fisik perkotaan Yogyakarta melalui pendekatan terhadap fenomena ekspansi lahan terbangun. Penggunaan data primer pada penelitian berupa peta penutup lahan tahun 2003 dan 2009 hasil klasifikasi multispektral dari Citra Landsat. Faktor yang digunakan untuk memprediksi perkembangan lahan terbangun pada penelitian ini adalah faktor perkembangan kota yang bersifat fisik, yaitu faktor jarak terhadap aksesibilitas dari jalan utama dan jalan non-utama serta jarak terhadap pusat kegiatan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan lahan terbangun di Kota Yogyakarta pada tahun 20032013 memiliki laju 329 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah timur laut Kota Yogyakarta, yaitu daerah sekitar Kecamatan Gondomanan dan Kecamatan Depok. Model Cellular Automata yang diintegrasikan dengan model Regresi Logistik Biner memprediksi Kota Yogyakarta pada tahun 2013-2023 memiliki laju perkembangan 539 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah barat daya Kota Yogyakarta, yaitu daerah sekitar Kecamatan Kasihan dan Mantrijeron. Kata Kunci : SIG, pemodelan, cellular automata, regresi logistik biner, Yogyakarta ABSTRACT Urban development can be viewed from some different points, the one is from its physical development or in the term of urban sprawl. Physical development of the city can be identified by the phenomenon of built-up area expansion. Utilization of Geographic Information System (GIS) with Cellular Automata modelling is very necessary in the study of the phenomenon of built-up area expansion, both of scientific study or applied study for spatial and regional planning, especially in a big-growing city like Yogyakarta City. This research try to integrate Cellular Automata GIS modelling with statistic-based model, the Binary Logistic Regression, for monitoring and predicting the physical development of Yogyakarta City through the phenomenon of built-up area expansion approach. Primary data used in this research are land cover maps in the year of 2003 and 2009 generated from multispectral classification of Landsat Image. In this research, the factors used for predicting the built-up area development (urban sprawl) are physical factors, they are the accessibility from main roads and secondary roads, and the distance to the activity centre like central business district. The result of this research shows that the development of built-up area in Yogyakarta City in 2003-2013 had the development rate of 329 ha/year with the central direction of its development to north-eastern part of Yogyakarta City, around the Gondomanan and Depok Sub-districts. Other result, Cellular Automata model which is integrated with Binary Logistic Regression model predicting that Yogyakarta City will have the development rate for 539 ha/year in 2013-2023 with the central direction of its development to south-western part of Yogyakarta City, around the Kasihan and Mantrijeron Sub-districts. Keywords: GIS, modeling, cellular automata, binary logistic regression, Yogyakarta
165
Majalah Ilmiah Globë Volume 17 No. 2 Desember 2015: 165-172
PENDAHULUAN Secara sistematis, Yunus (1982) dalam Yunus (2005) mengelompokkan pengertian kota menjadi enam kelompok, salah satunya adalah pengertian kota dari segi morfologikal. Menurut Herbet (1972) dalam Yunus (2005) tinjauan kota berdasarkan morfologinya lebih ditekankan pada kenampakan fisiknya. Yunus (2005) mengartikan kota secara morfologikal sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik tata guna lahan non-agraris, tata guna lahan dimana tutupan lahan terbangun lebih besar daripada tutupan vegetasi, pola jaringan jalan yang kompleks dalam sistem permukiman yang kompak dan relatif jauh lebih besar daripada kesatuan permukiman yang berada di daerah sekitarnya. Suharyadi (2010) mengemukakan bahwa peningkatan kebutuhan lahan di perkotaan dapat dilihat dari perkembangan fisiknya. Salah satu fenomena yang menandai perkembangan fisik kota adalah fenomena ekspansi daerah terbangun pada daerah non terbangun. Fenomena ini mulai terlihat juga di Kota Yogyakarta. Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki keunikan dari segi historikal dan budaya. Keunikan tersebut mengakibatkan Kota Yogyakarta memiliki daya tarik tersendiri untuk digunakan sebagai tempat tinggal, investasi usaha, dan pengembangan fasilitas publik. Daya tarik tersebut mengakibatkan ekspansi lahan terbangun yang sangat pesat di Kota Yogyakarta. Banyak lahan pertanian di pinggiran kota Yogyakarta yang berubah menjadi permukiman, toko, ataupun bangunan lainnya. Proses ekspansi yang terus-menerus dan tidak terarah akan mengganggu kenyamanan di suatu daerah. Selain menghilangkan tingkat kenyamanan, ekspansi lahan terbangun tanpa kontrol juga dapat berimbas pada hilangnya lahanlahan yang memiliki fungsi ekologis. Berdasarkan pentingnya kontrol akan fenomena ekspansi lahan terbangun, maka diperlukan suatu kajian secara spasial mengenai monitoring hingga prediksi mengenai fenomena tersebut. Hasil kajian mengenai fenomena ekspansi lahan terbangun tersebut akan sangat berguna sebagai salah satu acuan dalam perencanaan berkelanjutan di suatu daerah perkotaan. Sistem Informasi Geografi (SIG) memiliki beberapa fungsi yaitu pemodelan, pemetaan, pemantauan dan pengukuran (Aronoff, 1989). Berdasarkan empat fungsi tersebut, SIG dapat digunakan untuk mengkaji perkembangan fisik perkotaan melalui pendekatan terhadap fenomena ekspansi lahan terbangun. Salah satu model yang dapat diterapkan untuk mengkaji fenomena ekspansi lahan terbangun adalah model Cellular Automata (CA). Model CA merupakan model yang bersifat dinamis dan cocok digunakan untuk mengkaji ekspansi lahan terbangun yang juga bersifat dinamis. Salah satu kelebihan CA adalah dapat diintegrasikan dengan model lain baik yang berbasis visual, statistik, maupun kecerdasan 166
buatan. Salah satu contoh model yang berbasis statistik adalah Regresi Logistik Biner. Regresi logistik merupakan sebuah regresi dengan variable dependen yang bersifat biner. Data yang bersifat biner merupakan data/peristiwa yang memiliki 2 keputusan, sebagai contoh hitam atau putih, gelap atau terang, baik atau buruk. Dalam kajian perubahan penutup lahan, peristiwa yang bersifat biner adalah berubah atau tidak berubah. Regresi logistik biner pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui indeks probabilitas perubahan penutup lahan dari lahan terbangun yang merupakan indikator perkembangan fisik suatu perkotaan. Integrasi dari model CA dengan model regresi logistik biner diharapkan mampu menghasilkan hasil prediksi perkembangan fisik perkotaan yang mencerminkan realita/kenyataan di lapangan. Tujuan penelitian ini adalah menganalis perkembangan fisik Kota Yogyakarta, dan memprediksi perkembangan fisik Kota Yogyakarta menggunakan model Cellular Automata dan Regresi Logistik Biner. METODE Penelitian ini mengambil kajian di Kota Yogyakarta (Gambar 1). Kota dalam penelitian ini tidak diartikan sebagai kota secara batas administratif, melainkan kota secara fisik. Kota Yogyakarta secara fisik meliputi kota Yogyakarta secara administratif dan daerah di sekitarnya.
Gambar 1. Lokasi penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: a. Citra Landsat 7 ETM + tahun 2003 b. Citra Landsat 8 OLI tahun 2014 c. Data digital peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000
Pemodelan Spasial Perkembangn Fisik Perkotaan ……………………………………………………………….........................(Wijaya & Umam)
Ekstraksi Informasi Tutupan Lahan
ditunjukkan pada Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6.
Sistem klasifikasi penggunaan/penutup lahan secara terminologi memiliki arti standardisasi penggolongan kelas dalam suatu penggunaan/penutup lahan yang dibagi dalam beberapa level klasifikasi. Penutup dan penggunaan lahan tidak dapat dikatakan sama. Sebagai contoh suatu penutup lahan berupa lahan terbangun tidak dapat dinyatakan termasuk kelas penggunaan lahan berupa permukiman karena penggunaan lahan berupa industri juga dapat berupa lahan terbangun. Demikian sebaliknya, penggunaan lahan rekreasi belum tentu berupa penutup lahan bangunan, tetapi dapat saja berupa hutan, padang rumput, dan sebagainya. Jenis penutup dan penggunaan lahan memiliki hubungan yang tidak pasti karena beberapa jenis tutupan dapat memiliki penggunaan yang sama (Paramitha, 2011). Penelitian ini difokuskan pada identifikasi penutup lahan terbangun untuk melihat faktor fisik perkotaan Yogyakarta. Penetapan klasifikasi tutupan lahan menggunakan klasifikasi dari Anderson, J. R., Hardy, E., & Roach, J. T. (1976) level I yang dimodifikasi. Dasar modifikasi klasifikasi tersebut adalah melihat tujuan serta karakteristik daerah penelitian, modifikasi dilakukan dengan membagi penutup menjadi 2 kelas, yaitu lahan terbangun dan bukan lahan terbangun, seperti terlihat pada Gambar 2. Abstraksi Spasial Faktor Perkembangan Lahan Terbangun
a
Pendorong
Berdasarkan beberapa studi pustaka, jarak merupakan faktor yang berpengaruh dalam suatu dinamika keruangan, termasuk perubahan tutupan lahan. Pada perubahan tutupan lahan di daerah perkotaan seperti Yogyakarta, faktor jarak dapat merepresentasikan tingkat aksesibilitas dan keterjangkauan suatu lokasi. Hal tersebut mengakibatkan suatu lokasi dengan tingkat aksesibilitas dan keterjangkauan tinggi memiliki tingkat perkembangan lahan terbangun yang tinggi pula. Fenomena jarak ini diabstraksikan secara spasial menggunakan analisis euclidean distance (Gambar 3). Analisis ini merupakan pengukuran jarak horizontal yang diukur berbasis data raster, yaitu menghitung jarak suatu pusat piksel melewati pusat piksel lainnya ke arah objek/fenomena yang ditentukan. Jarak tersebut ditentukan berdasarkan jarak dua titik pusat piksel dalam bidang, dengan p1 di (x1, y1) dan p2 di (x2, y2), menggunakan persamaan: √ [(x1 - x2) ² + (y1 - y2) ²] ............................ (1) Adapun faktor-faktor pendorong perkembangan lahan terbangun dianalisis menggunakan analisis jarak terhadap jalan utama, jarak terhadap jalan lokal, dan jarak terhadap pusat kegiatan, seperti
b Gambar 2. Penutup lahan hasil klasifikasi multispektral (a) tahun 2003 dan (b) tahun 2013.
Gambar 3. Ilustrasi perhitungan euclidiance distance (Sumber: Esri.com).
167
Majalah Ilmiah Globë Volume 17 No. 2 Desember 2015: 165-172
Gambar 4. Hasil analisis utama.
jarak terhadap jalan
Gambar 6. Hasil analisis jarak terhadap pusat kegiatan. Regresi Logistik Biner Regresi logistik biner digunakan untuk memodelkan probabilitas perubahan tutupan lahan. Secara sederhana, model ini digunakan untuk membuat suatu formula yang menghubungkan suatu kejadian perubahan tutupan lahan terbangun menjadi lahan terbangun dengan faktor yang diasumsikan mendorong. Dalam penelitian ini, kejadian ekspansi lahan terbangun terhadap nonterbangun sebagai variabel dependen, sedangkan faktor kesesuaian lahan terhadap lahan terbangun sebagai variabel independen. Adapun hubungan antara variabel dependen dan independen direpresentasikan dengan rumus berikut (Susilo, 2006). Logit (ρi) = α + β1X1 + β2X2 +……..+ βKXK(2) Dimana : ρi : probabilitas terjadinya perubahan/ekspansi α : konstanta persamaan regresi linier β1 : koefisien dari variabel prediktor 1/faktor kesesuaian lahan 1 X..K : variabel prediktor/faktor kesesuaian lahan (1,2,…K)
Gambar 5. Hasil analisis jarak terhadap jalan nonutama.
168
.................................... (3)
Pemodelan Spasial Perkembangn Fisik Perkotaan ……………………………………………………………….........................(Wijaya & Umam)
Logit pi pada dasarnya merupakan natural logaritma (ln) dari odd perubahan. Odd merupakan suatu indeks yang menyatakan peluang terjadinya suatu peristiwa dan peluang tidak terjadinya peristiwa. Dalam hal ini, peristiwa yang dimaksud adalah perubahan penutup lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun. Berdasarkan persamaan di atas, peluang atau probabilitas dari peristiwa tersebut dapat diketahui dengan mengunakan exponensial dari odd, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Susilo, 2005).
.................................................................... (4) ...... (5) ........................ (6) Cellular Automata Cellular Automata (CA) adalah model yang awalnya dipahami oleh Ulam dan Von Neumann pada tahun 1940 untuk membuat kerangka kerja formal untuk menyelidiki suatu perilaku kompleks (Paramitha, 2011). Akan tetapi, dalam aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografi), CA diadaptasi menjadi sebuah model dinamis serta digunakan untuk simulasi spasial (geosimulation). Pendapat lain juga menyatakan bahwa pemodelan CA dalam SIG digunakan untuk mengetahui kedinamisan suatu objek/fenomena, dimana kedinamisan banyak diartikan sebagai suatu wujud perubahan (Paramitha, 2011; Liu, 2009; Deliar, 2010 dalam Wijaya, 2012). Suatu automaton (A) diwujudkan dalam kumpulan state yang terbatas S = (S1, S2, S3, …, Sn) dan sekumpulan transisi (T). Dengan demikian, A secara geometrik dipengaruhi oleh kondisi S dan T. Faktor yang terakhir adalah N (Neighborhood), dalam fenomena spasial faktor N ini akan menstimulus Automaton dengan membentuk relasi spasial. Adapun secara teoritis CA dapat direpresentasikan dalam bentuk rumusan di bawah ini. A = ( S . N . T ) ............................................ (7) Dimana : A : automaton S : state (kelas) T : transition rules (aturan transisi) N : neighborhood (ketetanggaan)
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Tutupan Lahan Terbangun Kota Yogyakarta Hasil analisis perubahan penutup lahan tahun 2003 dan tahun 2013 menunjukkan bahwa lahan terbangun pada kurun waktu tersebut bertambah sebesar 3.292 ha menjadi 14.353 ha yang sebelumnya sebesar 11.061 ha pada tahun 2003.
Hal ini dapat diartikan bahwa pada kurun waktu 10 tahun tersebut Kota Yogyakarta kehilangan lahan non-terbangun seluas 3.292 ha dengan rata-rata laju ekspansi lahan terbangun di Kota Yogyakarta 329,2 ha/tahun. Berdasarkan analisis menggunakan interpolasi spasial polynomial orde 3 terhadap lokasi ekspansi lahan terbangun pada tahun 2003-2013 di Kota Yogyakarta, menunjukkan pusat perkembangan lahan terbangun berada di daerah timur laut kota dan terletak di sekitar Kecamatan Depok dan Gondokusuman (Gambar 7). Berdasarkan pengamatan lapangan, lahan non–terbangun menjadi lahan terbangun di daerah timur laut Kota Yogyakarta didominasi oleh lahan pertanian. Konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun di Kecamatan Depok secara tidak langsung terjadi karena terdapat perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Atmajaya, dan Universitas Pembangunan Nasional di kecamatan tersebut. Keberadaan banyak perguruan tinggi tersebut mengakibatkan peningkatan aktifitas penduduk yang juga berdampak pada pesatnya perkembangan berbagaifasilitas pendukung seperti pusat pertokoaan, rumah makan serta fasilitas penyedia layanan jasa lainya. Analisis Faktor Pendorong Perkembangan Lahan Terbangun Kota Yogyakarta Analisis menggunakan regresi logistik biner antara perubahan tutupan lahan non–terbangun menjadi lahan terbangun tahun 2003-2013 dengan variabel jarak menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y = 6,9430 - 3,121600*X1 - 3,592608*X2 – 4,318929*X3 ............................................... (8) Dimana : Y : logit perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun X1 : jarak terhadap jalan non-utama X2 : jarak terhadap jalan utama X3 : jarak terhadap pusat kegiatan
Persamaan 8 di atas dapat menjelaskan banyak hal, salah satunya mengenai koefisien regresi. Besarnya koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh variabel independen (faktor jarak) dengan variabel dependen (perubahan tutupan lahan non–terbangun menjadi terbangun) dengan catatan rentang nilai variabelnya sudah dilakukan normalisasi pada rentang yang sama sebelum dilakukan analisis. Persamaan di atas menunjukkan koefisien regresi paling besar terdapat pada variabel jarak terhadap pusat kegiatan. Hal tersebut menunjukkan di antara ketiga variabel tersebut, variabel jarak terhadap pusat kegiatan memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap perubahan lahan non-terbangun menjadi terbangun.
169
Majalah Ilmiah Globë Volume 17 No. 2 Desember 2015: 165-172
dalam sebuah indeks probabilitas (Gambar 8). Indeks probabilitas tersebut memiliki tentang antara 0 – 1, semakin nilai mendekati satu maka semakin besar kemungkinan lahan tersebut untuk berubah. Pada daerah kajian penelitan indeks perubahan tertinggi adalahan berkisar dinilai 0.9 yang sebaranya banyak terletak di sekitar jalan utama yang juga dekat dengan pusat kegiatan. Nilai probabilitas terendah di daerah kajian penelitian adalah 0 yang merupakan objek lahan terbangun. Walaupun menghasilkan sebuah persamaan, persamaan dari regresi logistik biner tidak dapat semata – mata langsung digunakan untuk mengkaji fisik perkotaan di daerah lain. Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga pemilihan variable – variabel pemodelan sangat disarankan untuk memlihat karakteristik dari daerah yang dikaji.
Gambar 7. Ekspansi lahan terbangun periode tahun 2003-2013. Nilai positif dan negatif pada koefisien regresi juga memiliki arti khusus. Nilai koefisien regresi positif menandakan bahwa semakin besar nilai dari variabel independen maka semakin besar kemungkinan terjadi perubahan penutup lahan nonterbangun menjadi terbangun pada lokasi tersebut. Sebaliknya, jika koefisien regresinya negatif, menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variabel independen semakin besar kemungkinan perubahan penutup lahan non terbangun menjadi terbangun pada lokasi tersebut. Pada persamaan diatas, kebetulan variabel yang dipakai adalah semuanya variabel jarak dan memiliki nilai koefisien negatif, hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin kecil ini variabel jaraknya (semakin dekat suatu lokasi dengan jalan utama, jalan non utama, dan pusat kegiatan) maka semakin besar kemungkinan perubahan penutup lahan non terbangun menjadi lahan terbangun terjadi di lokasi tersebut. Hasil analisis regresi logistik biner juga dapat direpresentasikan dalam bentuk spasial. Hasilnya adalah peta probabilitas perubahan penutup lahan. Probabilitas perubahan penutup lahan merupakan hasil perhitungan dari persamaan regresi, yang dihitung pada setiap lokasi yang direpresentasikan dalam sebuah grid/piksel. Peta Probabilitas Perubahan Penutup Lahan ini akan digunakan sebagai salah satu aturan transisi pada pemodelan prediksi cellular automata, yaitu semakin semakin tinggi probabilitas suatu lokasi, maka akan semakin besar kemungkinan lokasi tersebut diprediksikan berubah menjadi lahan terbangun pada model cellular automata. Peta probabilitas perubahan penutup lahan tersebut mencerminkan tingkat kemungkinan perubahan penutup lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun yang direpresentasikan 170
Gambar
8. Sebaran probabilitas perubahan penutup lahan Non–Terbangun menjadi Terbangun.
Prediksi Perkembangan Lahan Terbangun Kota Yogyakarta Penelitian ini mencoba mensimulasikan keadaan Kota Yogyakarta tahun 2020. Hal yang digunakan sebagai acuan adalah pola perkembangan antara tahun 2003 hingga 2013 dengan asumsi: Perubahan penutup lahan hanya terjadi pada lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun dan tidak sebaliknya. Perkembangan luasan bersifat linier, misalnya jika pada tahun 2003-2013 mengalami peningkatan luasan penutup lahan terbangun, maka pada tahun 2013-2023 (tahun prediksi)
Pemodelan Spasial Perkembangn Fisik Perkotaan ……………………………………………………………….........................(Wijaya & Umam)
diprediksikan juga mengalami peningkatan luasan. Prediksi luasan tutupan lahan pada tahun 2023 dalam penelitian ini, menggunakan metode rantai markov (Gambar 9). Metode ini dikembangkan oleh Andri A. Markov pada tahun 1907 dan biasa diterapkan untuk memprediksi fenomena ekonomi (Paramitha, 2011). Pada perkembangannya, metode rantai markov ini juga digunakan untuk pendekatan terhadap fenomena kebumian, salah satunya perkembangan lahan terbangun. Dalam prediksi luasan lahan terbangun, proses rantai markov itu sangat sederhana. Tabulasi silang dari perubahan tutupan lahan tahun 2003 ke tahun 2013 dikonversi menjadi matriks probabilitas transisi. Matriks probabilitas transisi tersebut yang kemudian digunakan untuk memprediksi perubahan tutupan lahan tahun 2013 ke tahun 2020, sehingga luasan tutupan lahan tahun 2020 dapat diketahui. Model rantai markov ini memiliki banyak kelemahan, salah satunya model ini tidak
mengakomodasikan perkembangan yang bersifat fluktuatif (naik – turun), jadi perubahan tutupan lahan yang dimodelkan menggunakan model rantai markov jika pada periode 2003 – 2013 mengalami peningkatan maka kedepannya akan diprediksi terus meningkat. Penggunaan model rantai markov ini juga memiliki keterbatasan penggunaan 2 waktu untuk melakukan prediksi dianggap kurang merepresentasikan keadaan perkembangan di lapangan. Berdasarkan analisis rantai markov, dapat diketahui bahwa luasan lahan terbangun pada tahun 2020 sebesar 19.752 ha. Luas ini meningkat sebesar 5.398 ha dari tahun 2013 yang luasnya 14.353 ha, dengan laju perkembangan rata-rata 539 ha/tahun. Hasil interpolasi spasial polinomial orde 3, pusat perkembangan lahan terbangun pada tahun 2013-2023 diprediksikan ke arah barat daya dari Kota Yogyakarta, yaitu di sekitar Kecamatan Mantijeron dan Kecamatan Kasihan.
Gambar 9. Prediksi perkembangan lahan terbangun Kota Yogyakarta tahun 2023.
171
Majalah Ilmiah Globë Volume 17 No. 2 Desember 2015: 165-172
Secara spasial kedua kecamatan tersebut terletak di daerah pusat kegiatan dari Kota Yogyakarta. Terdapatnya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta cukup membuat daerah barat daya Kota Yogyakarta tersebut cukup berkembang. Selain keberadaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, semakin padatnya kota Yogyakarta juga mengakibatkan perkembangan fisik perkotaan kearah luar, dan sisi barat daya ini diprediksikan paling pesat kedepanya. Hasil prediksi dari pemodelan Integrasi Cellular Automata dan Regesi Logistik Biner hanya mampu memberi gambaran secara deskriptif dan perkiraan lokasi perubahan. Perubahan luasan secara pasti tidak mungkin tepar 100 %, untuk akurasi geometrik dan akurasi tematik mengenai hasil prediksi masih perlu dilakukan kajian secara ilmiah yang didasarkan pada data lapangan. KESIMPULAN Hasil pemodelan menunjukkan perkembangan lahan terbangun di Kota Yogyakarta pada tahun 2003-2013 memiliki laju perkembangan sebesar 329 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah timur laut Kota Yogyakarta, yaitu di sekitar Kecamatan Gondomanan dan Kecamatan Depok. Sedangkan hasil Prediksi menunjukkan perkembangan lahan terbangun di Kota Yogyakarta tahun 2013-2023 memiliki laju perkembangan 539 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah barat daya Kota Yogyakarta, yaitu di sekitar Kecamatan Mantijeron dan Kecamatan Kasihan. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih khusus penulis ucapkan kepada Bapak Bowo Susilo, S.Si., M,T. selaku dosen di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada karena atas bimbingan beliau penelitian ini dapat selesai dengan lancar. Penulis mempelajari
172
banyak hal terkait pemodelan prediksi perubahan penutup lahan dari beliau. DAFTAR PUSTAKA Aronoff, S. (1989). Geographic Information Systems: A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa. Anderson, J. R., Hardy, E., & Roach, J. T. (1976). A landuse classification system for use with remote-sensor data. Geological Survey Professional Paper, 964, 141. Liu, Yan. (2009). Modelling Urban Development with Geographical Information Systems and Cellular Automata. CRC Press. New York Paramitha, B. A. P. (2011). Model Cellular Automata untuk Prediksi Perkembangan Wilayah menggunakan Citra Penginderaan Jauh Resolusi Menengah (Studi Kasus Wilayah Kedungsepur), Tesis. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suharyadi. (2010). Interpetasi Hibrida Citra Satelit Resolusi Spasial Menengah Untuk Kajian Densifikasi Bangunan Daerah Perkotaan di Daerah Perkotaan Yogyakarta, Ringkasan Desertasi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Susilo, B. (2005). Model SIG-Binary Logistic Regression Untuk Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta), Tesis. Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung. Bandung. Susilo, B. (2006). Geokomputasi Berbasis Sistem Informasi Geografi dan Cellular Automata untuk Pemodelan Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta, Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Wijaya, S. (2012). Integrasi Model Spasial Cellular Automata dan Regresi Logistik Biner untuk Pemodelan Dinamika Perkembangan Lahan Terbangun (Studi Kasus: Kota Salatiga). Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Yunus, H. S. (2005). Manajemen Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Yunus, H. S. (2005). Klasifikasi Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta