IndoMS Journal on Statistics Vol. 1, No. 2 (2013), Page 49-59
PEMODELAN SEM DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) Dewi Fenty Ekasari1, Sony Sunaryo2 1,2 Institut Teknologi Surabaya Fakultas MIPA-Jurusan Statistika ITS, Surabaya E-mail:
[email protected]
Abstract Poverty can be seen from income dimension, as well as its characteristic from social, health, education, access of clean water and housing dimension. Partial Least Square (PLS) and Generalized Structured Component Analysis (GSCA) are variance-based Structural Equation Modeling (SEM) or often called component-based SEM which are powerfull analysis method because they are not based on many assumption. GSCA has a single criteria to minimize residual in determination of model parameter estimation. Due to the problem, GSCA gives optimum solution and can not provide mechanism to evaluate overall goodness-of-fit of the model. The intention of the research is to apply GSCA on case study of poverty in Regency of Jawa Tengah Province. Data that is used is secondary data from National Socio-economic Survey 2009 in Jawa Tengah Province and other related data. The purpose of this research is to develop a computer program for GSCA and implement this program on a case study of poverty in Regency/City in Jawa Tengah Province. The results show that all the indicator variables are a valid measurement tool and reliable to measure the latent variables. Quality of health affects the quality of economic, quality of economic affects the quality of human, quality of health affects poverty, quality of economic affects poverty. Keywords : Poverty, Structural Equation Modeling (SEM), Generalized Structured Component Analysis (GSCA) Abstrak Kemiskinan selain dapat dilihat dari dimensi pendapatan juga dapat dilihat dari dimensi sosial, dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan. Partial Least Square (PLS) dan Generalized Structured Component Analysis (GSCA) adalah Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis varian atau sering disebut juga berbasis komponen, merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi. GSCA memiliki satu kriteria tunggal secara konsisten untuk meminimumkan residual guna mendapatkan estimasi parameter model sehingga GSCA memberikan solusi yang optimal dan dapat memberikan mekanisme untuk menilai overall goodness-fit dari model. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat program GSCA untuk studi kasus kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan mengimplementasikannya pada studi kasus. Data yang digunakan merupakan data sekunder yaitu berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009 2010 Mathematics Subject Classification: 62D05, 62H25. 49
50
Dewi Fenty Ekasari, Sony Sunaryo
Provinsi Jawa Tengah dan data terkait lainnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur variabel latennya. Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM, kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan. Kata kunci : Kemiskinan, Structural Equation Modeling (SEM), Generalized Structured Component Analysis (GSCA) 1. Pendahuluan Hwang dan Takane mengusulkan metode baru untuk SEM dengan nama Generalized Structured Component Analysis (GSCA)[1]. GSCA merupakan bagian dari SEM berbasis komponen yang memiliki criteria global least square optimization, dimana dapat secara konsisten meminimumkan sum squares of residual untuk memperoleh estimasi parameter model. GSCA juga dilengkapi dengan ukuran goodness-of fit model secara keseluruhan. GSCA merupakan metode analisis yang powerfull [2]. Hal ini disebabkan karena tidak berdasarkan pada banyak asumsi seperti variabel tidak harus berdistribusi normal multivariat (indikator dengan skala kategori, ordinal , interval sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama), jumlah data tidak harus besar (minimal direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus). Kemiskinan selalu menjadi topik yang dibahas dalam berbagai forum dan bahkan cenderung diperdebatkan. Fakta menunjukkan bahwa pembangunan telah dilakukan namun belum mampu meredam meningkatnya jumlah penduduk miskin di dunia, khususnya negaranegara berkembang. Selama ini kemiskinan lebih cenderung dikaitkan dengan dimensi ekonomi karena dimensi ini paling mudah diamati, diukur dan diperbandingkan. Padahal kemiskinan berkaitan juga dengan berbagai dimensi lain seperti: dimensi sosial, budaya, sosial politik, lingkungan, kesehatan, pendidikan, agama, dan budi pekerti. Kemiskinan selain dilihat dari dimensi pendapatan, juga perlu dilihat dari dimensi lain yaitu dimensi sosial, dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan [3]. Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah karena jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah sebesar 16,60%, berada di atas rata-rata jumlah penduduk miskin Indonesia yaitu 13,3%. Pada wilayah pulau Jawa dan Bali, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan peringkat kedua untuk jumlah penduduk miskin terbanyak setelah DI Yogyakarta [4]. Walaupun jumlah penduduk miskinnya tinggi akan tetapi proporsi rumah tangga dengan akses kepemilikan terhadap sumber air minum layak di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah 58,30% (peringkat ke-2 tertinggi untuk wilayah pulau Jawa dan Bali) cukup baik, berada di atas rata-rata Indonesia (47,71%). Demikian pula dengan proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak adalah sebesar 54,06%, di atas rata-rata Indonesia. Sedangkan proporsi rumah tangga kumuhnya adalah sebesar 5,6%, (peringkat ke-2 terendah untuk wilayah pulau Jawa dan Bali). Menelaah kemiskinan secara multidimensional sangat diperlukan untuk perumusan kebijakan pengentasan kemiskinan [5]. Melihat kemiskinan dari berbagai dimensi lain secara simultan, seperti kualitas kesehatan, kualitas ekonomi dan kualitas sumber daya manusia dapat digunakan sebagai kajian dan informasi untuk kebijakan pengentasan kemiskinan.
Pemodelan SEM dengan Generalized Structured Component Analysis (GSCA)
51
Dalam penelitian ini ruang lingkup permasalahan dibatasi dengan membuat model SEM-GSCA yang rekursif (satu arah) dan variabel laten dengan indikator refleksif . Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (i) membuat program SEM-Generalized Sturctured Component Analysis (GSCA) untuk studi kasus penentuan struktur model kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dengan software open source, (ii) menerapkan SEMGSCA terhadap studi kasus penentuan struktur model kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dengan software open source. 2. Metode Misalkan 𝐙 = [𝐳1 , 𝐳2 , … , 𝐳n ]′ melambangkan matriks variabel indikator yang telah distandarisasi (berukuran nxj). GSCA merupakan SEM berbasis komponen dimana variabel laten didefinisikan sebagai komponen atau komposit tertimbang dari indikatornya dengan persamaan [6]: 𝛄 = 𝐖′𝐳 (1) dimana 𝜸 adalah vektor variabel laten ukuran tx1 untuk observasi ke-1 sampai ke n dan W adalah matriks component weight dari variabel indikator berukuran jxt. Secara matematis persamaan pada model pengukuran dapat dituliskan sebagai berikut: 𝐳 = 𝐂′ 𝛄 + 𝛆 (2) dimana C adalah matriks loading antara variabel laten dengan indikatornya berukuran txj, 𝜺𝑖 adalah vektor residual (jx1). Sedangkan persamaan pada model struktural dinyatakan seperti persamaan di bawah ini: 𝛄 = 𝐁′ 𝛄 + 𝛏 (3) dimana B adalah matriks koefisien jalur (txt) yang menghubungkan sesama variabel laten dan 𝝃𝑖 adalah vektor residual (tx1) untuk 𝜸𝑖 . GSCA mengintegrasikan ketiga persamaan tersebut di atas menjadi persamaan tunggal seperti berikut: 𝐳 𝛆 [𝛄] = [ 𝐂′ ] 𝛄 + [𝛏] 𝐁′ 𝛆 𝐈 𝐂′ (4) [ ] = [ ] 𝐖 ′ 𝐳i + [𝛏]. 𝐖′ 𝐁′ 𝛆 Jika I adalah matriks indentitas, 𝐕 = [𝐈, 𝐖], 𝐀 = [𝐂, 𝐁], 𝐞i = [𝛏] 𝐕 ′ 𝐳 = 𝐀′ 𝐖 ′ 𝐳 + 𝐞 𝐙𝐕 = 𝐙𝐖𝐀 + 𝐄 (5) persamaan tersebut dikatakan sebagai model GSCA. Parameter GSCA yang tidak diketahui (V, W dan A) diestimasi sehingga nilai sum squares dari semua residual (E) sekecil mungkin untuk semua observasi. Hal ini sama dengan meminimumkan dengan least square optimization criterion f = trace((𝐙𝐕 − 𝐙𝐖𝐀)′(𝐙𝐕 − 𝐙𝐖𝐀)) (6) dengan memperhatikan V, W dan A. Komponen di dalam dan/atau dinormalisasi untuk tujuan identifikasi, misalnya 𝛾1′ 𝛾1=1. Metode Alternating Least Squares (ALS) adalah pendekatan umum untuk estimasi parameter yang melibatkan pengelompokan parameter ke beberapa subset, dan kemudian mendapatkan kuadrat terkecil untuk salah satu subset parameter dengan asumsi bahwa semua parameter yang tersisa adalah kostan. Algoritma ALS yang digunakan dalam GSCA terdiri dari
52
Dewi Fenty Ekasari, Sony Sunaryo
2 step yaitu: A di update dengan V dan W fixed kemudian V dan W di update dengan A fixed. Algoritma yang digunakan untuk memperbaharui A yaitu: Step 1 : Inisialisasi V dan W. Step 2 : Bentuk matriks I τ . Step 3 : Bentuk matriks . Step 4 : Perbaharui matriks A dengan menggunakan estimasi least squares sebagai berikut: 𝐚̂ = (𝛀′ 𝛀)−𝟏 𝛀′ vec(𝚿). ̂ yang telah diperbaharui. Step 5 : Bentuk matriks A baru dengan memasukkan nilai 𝒂 Algoritma yang digunakan untuk memperbaharui V dan W yaitu: Step 6 : Inisialisasi A dengan menggunakan A yang telah diperbaharui. Step 7 : Bentuk matriks S yang berisi parameter bobot yang akan diestimasi. Step 8 : Definisikan tiap kolom pada matriks S (sebanyak k kolom) tersebut berasal dari kolom mana saja pada matriks W (sebanyak q kolom) dan V (sebanyak p kolom). Step 9 : Definisikan 𝜷′ dan Δ . Step 10 : Bentuk matriks Z . Step 11 : Bentuk matriks . Step 12 : Estimasi s1 dengan η̂1 = (𝚷′ 𝚷)−1 𝚷′ vec(𝐙𝚫). Step 13 : Perbaharui s1 yang lama dengan s1 yang baru, masukkan kedalam kolom pada matriks W dan/atau V yang sesuai dimana matriks W dan V yang telah diperbaharui ini digunakan untuk perbaharui s2. Step 14 : Ulangi step 12 dan step 13 sebanyak K kali (K kolom). Step 15 : Didapatkan matriks W dan V baru. Step 16 : Cek kekonvergenan, bila belum konvergen maka ulangi step 1. Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Y1= Persentase pengeluaran perkapita untuk non makanan. 2. Y2= Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor non pertanian. 3. Y3= Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja disektor formal. 4. Y4= Angka Melek Huruf (15-55 tahun). 5. Y5= Rata-rata lama sekolah. 6. Y6= Persentase penduduk yang tamat SD/SLTP/SLTA/SLTA+. 7. Y7= Persentase penduduk miskin. 8. Y8= Indeks kedalaman kemiskinan. 9. Y9= Indeks keparahan kemiskinan. 10. X1= Persentase balita yang proses kelahirannya ditolong oleh nakes. 11. X2= Angka harapan hidup. 12. X3= Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri/bersama. 13. X4= Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih. Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, terdapat hubungan langsung atau tidak langsung antar sesama variabel laten dan juga antara variabel laten dengan indikatornya seperti terlihat dalam diagram jalur pada model konseptual di bawah ini.
Pemodelan SEM dengan Generalized Structured Component Analysis (GSCA)
X1
X2
X3
53
X4 Y1
Kualitas Kesehatan
Kualitas Ekonomi
Y2
Y3
Y8
Y9
Kemiskinan
Kualitas SDM
Y10 Y5
Y6
Y7
Gambar 1 Model Konseptual Penelitian Berdasarkan model di atas, dapat diajukan 5 hipotesa sebagai berikut: H1 : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi H2 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM H3 : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan H4 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan H5 : Kualitas SDM berpengaruh terhadap kemiskinan Langkah-langkah analisis SEM dengan Generalized Stuctured Component Analysis adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan model berbasis konsep dan teori guna merancang model struktural dan model pengukuran. b. Membuat diagram jalur (diagram path) yang menjelaskan pola hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. c. Konversi diagram jalur ke dalam persamaan. d. Mengestimasi parameter, yang terdiri dari estimasi bobot, estimasi factor loading, estimasi koefisien jalur dan estimasi bootstrap standar error. e. Menentukan koefisien parameter (standar error) dan nilai t statistik dengan menggunakan metode bootstrap. f. Menguji signifikansi nilai dugaan parameter pada model pengukuran. g. Menguji signifikansi nilai dugaan parameter pada model struktural. h. Menentukan overall goodness fit model. i. Membuat kesimpulan. Input data yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks X yang merupakan matriks data berukuran n x j dimana n merupakan banyaknya observasi (n=35) dan j merupakan banyaknya indikator yang digunakan (j=13). Selain input data, diperlukan pula inputan lain untuk menjalankan program SEM dengan GSCA yaitu matriks yang menunjukkan hubungan
54
Dewi Fenty Ekasari, Sony Sunaryo
diantara variabel dan inputan ini digunakan sebagai nilai inisialisasi awal, yaitu matriks: V, W, B, C dan n, dimana: V = merupakan gabungan matriks identitas dari indikator dengan matriks bobot antara seluruh indikator dengan seluruh variabel laten endogen. Bila ada hubungan antara indikator dengan variabel laten endogen, maka diberi nilai sembarang, bila tidak ada hubungan maka diberi nilai nol. Nilai bobot untuk indikator dengan variabel laten endogen harus sama dengan isian pada matriks W. W = matriks bobot yang menyatakan hubungan antara seluruh indikator dengan seluruh variabel laten, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila tidak ada hubungan diberi nilai 0. Matriks ini berukuran j x t. B = matriks jalur yang menyatakan hubungan antara seluruh variabel laten dengan variebel laten endogen, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila tidak ada hubungan diberi nilai 0. C = matriks factor loadings yang menyatakan hubungan antara variabel laten dengan indikator refleksif, dimana bila ada hubungan diberi nilai sembarang dan bila tidak ada hubungan diberi nilai 0. Matriks ini berukuran t x j. n = banyaknya resampling yang dilakukan untuk proses bootstrap. Model struktural yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 𝛄 = 𝐁 ′ 𝛄 + 𝛏 b1 0 0 0 1 0 b 0 0 2 . 3 b 2 b 4 b5 0 3 Model pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 𝐳 = 𝐂 ′ 𝛄 + 𝛆
zi zi zi zi
ci εi ci εi 3ci εi ci εi
jika i ≤ 4 jika 5 ≤ i ≤ 7 jika 8 ≤ i ≤ 10
jika 11 ≤ i ≤ 13 dimana i = banyaknya variabel indikator. Persamaan di atas ekivalen dengan persamaan dalam matriks sebagai berikut:
Pemodelan SEM dengan Generalized Structured Component Analysis (GSCA)
z 1 c1 z c 2 2 z 3 c3 z 4 c4 z5 0 z6 0 z 0 7 z8 0 z 0 9 z 10 0 z 11 0 z 12 0 z 13 0
0
0
0
0
0
0
0
0
c5
0
c6
0
c7
0
0
c8
0
c9
0
c10
0
0
0
0
0
0
55
0 ε1 ε 0 2 ε3 0 0 ε4 ε5 0 γ1 0 ε6 γ 0 2 ε7 . γ 0 3 ε8 γ 0 4 ε9 ε10 0 c11 ε11 ε12 c12 c13 ε13
3. Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Estimasi Parameter Pada Model Pengukuran Variabel
Weight
Loading
SE
1
2
3
4
K. Kesehatan X1 X2 X3 X4 K. Ekonomi Y1 Y2 Y3
0.67 0.86 0.93
0.13 0.09 0.07
0.80 0.92 0.86
0.10 0.07 0.09
0.97 0.99 0.95
0.05 0.03 0.05
5.38* 9.41* 13.68* 𝛒𝐜 = 0.89 7.80* 13.22* 9.30* 𝛒𝐜 = 0.98
AVE = 0.94 0.46 0.09 0.34
9.95* 5.70* 11.69* 6.95* 𝛒𝐜 = 0.87
AVE = 0.74 0.25 0.43 0.32
Kemiskinan Y8 Y9 Y10
0.09 0.12 0.08 0.11
AVE = 0.69
K. SDM Y5 Y6 Y7
0.86 0.69 0.90 0.76
0.26 0.28 0.40
5
𝛒𝐜 = 0.88
AVE = 0.65 0.35 0.19 0.36 0.29
T statistik
19.03* 34.69* 17.79*
T statistik* = significant at .05 level (1.96)
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa semua indikator variabel laten memberikan nilai convergent validity (dilihat dari nilai estimasi loading) yang baik yaitu di atas 0,67 dan signifikan
56
Dewi Fenty Ekasari, Sony Sunaryo
secara statistik. Demikian pula nilai AVE di atas 0.65 yang menunjukkan rata-rata varians dari indikator yang dapat dijelaskan oleh variabel latennya ada di atas 65%. Sedangkan akar kuadrat dari AVE secara berturut-turut adalah 0.806, 0.828, 0.859, 0.969, dimana nilai tersebut lebih besar daripada nilai korelasi antara variabel laten dengan variabel laten lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa model memiliki discriminant validity yang baik. Nilai composit reliability dapat dilihat dengan ρc yang bernilai di atas 0.87. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk variabel latennya. Berdasarkan Tabel 2 di bawah ini terlihat bahwa tidak semua koefisien jalur signifikan secara statistik, koefisien jalur antara kualitas SDM dan kemiskinan tidak signifikan secara statistik dan nilai koefisien parameternya sangat kecil (0.25) sehingga jalur antara kualitas SDM dengan kemiskinan dihilangkan dari model. Model yang baru (model 2) didapatkan dengan menghilangkan jalur yang tidak signifikan secara statistik, dan kemudian dilakukan proses estimasi dan evaluasi untuk model pengukuran kembali. Tabel 2. Estimasi Parameter Pada Model Struktural
K. Kesehatan -> K. Ekonomi K. Kesehatan -> Kemiskinan K. Ekonomi -> K. SDM K. Ekonomi -> Kemiskinan K. SDM -> Kemiskinan
Koefisien Jalur
SE
CR
0.55 -0.45 0.84 -0.60 0.25
0.11 0.11 0.07 0.11 0.16
4.89* -4.03* 11.24* -5.29* 1.60
T statistik* = significant at .05 level(1.96)
Evaluasi untuk model pengukuran baru (model 2) tidak terdapat banyak perubahan dan untuk evaluasi model struktural terlihat bahwa semua koefisien jalur telah signifikan secara statistik. Evaluasi model struktural untuk model 2 terlihat seperti pada Tabel 3 di bawah ini. Koefisien jalur dari kualitas kesehatan ke kualitas ekonomi sebesar 0.56 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas kesehatan berpengaruh positif terhadap kualitas ekonomi atau semakin tinggi kualitas kesehatan maka kualitas ekonomi juga semakin baik, demikian pula cara menganalisa koefisien jalur untuk kualitas ekonomi dengan kualitas SDM. Koefisien jalur dari kualitas kesehatan ke kemiskinan sebesar -0.39 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas kesehatan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan atau semakin tinggi kualitas kesehatan maka kemiskinan rendah. Terlihat pula bahwa semakin tinggi kualitas ekonomi maka kemiskinan rendah. Tabel 3. Estimasi Parameter Pada Model Struktural Model 2
K.Kesehatan -> K. Ekonomi K. Kesehatan -> Kemiskinan k. Ekonomi -> K. SDM K. Ekonomi -> kemiskinan T statistik* = significant at .05 level(1.96)
Koefisien Jalur 0.56 -0.39 0.85 -0.40
SE 0.11 0.11 0.07 0.11
CR 5.04* -3.40* 11.15* -3.79*
Pemodelan SEM dengan Generalized Structured Component Analysis (GSCA)
57
Tabel 4. Evaluasi Model Fit pada Model 2 Ukuran Model Fit
Target Tingkat Kecocokan
Hasil Estimasi
Tingkat Kecocokan Model
FIT
FIT ≥ 0.50
0.70
Baik (good fit)
AFIT
AFIT ≥ 0.50
0.68
Baik (good fit)
Evaluasi model secara keseluruhan untuk model baru (model 2) dapat dilihat dari pengujian model fit nya seperti ditunjukkan oleh Tabel 4 di atas, dimana pada penelitian ini digunakan FIT dan AFIT. Terlihat bahwa nilai FIT dan AFIT di atas 0.68 yang menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan sekitar 68% variasi dari data. Tingkat kecocokan model yang dihasilkan adalah terdapat 2 ukuran yang mengatakan bahwa model baik sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan baik. Pada model ini terdapat sebanyak 30 parameter yang diestimasi. Berdasarkan hasil factor score dari masing-masing variabel laten, didapatkan bahwa terdapat 17 Kabupaten yang memiliki kualitas kesehatan di bawah rata-rata yaitu: Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Grobogan, Jepara, Demak, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes. Lima Kabupaten yang terendah kualitas kesehatannya yaitu: Brebes, Purbolinggo, Batang, Pemalang dan Banjarnegara. Hanya terdapat 13 Kabupaten/Kota yang memiliki kualitas ekonomi di atas rata-rata yang terdiri dari 7 Kabupaten (Banyumas, Klaten, Sukoharjo, Kudus, Jepara, Pekalongan dan Tegal) dan 6 Kota (Magelang, Surakarta, Salatiga, Semarang, Pekalongan dan Tegal). Lima Kabupaten yang terendah kualitas ekonominya yaitu: Wonosobo, Temanggung, Grobogan, Wonogiri dan Banjarnegara. Terdapat 20 Kabupaten/Kota yang memiliki kualitas sumber daya manusia di bawah rata-rata yang terdiri dari 1 Kota yaitu Semarang dan 19 Kabupaten (Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora, Pati, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pemalang, Tegal dan Brebes). Lima Kabupaten yang terendah kualitas SDM nya adalah Tegal, Batang, Cilacap, Banjarnegara dan Brebes. Factor score dari variabel laten kemiskinan memperlihatkan bahwa terdapat 17 Kabupeten yang memiliki kemiskinan di atas rata-rata yaitu Cilacap, Banyumas, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo,Klaten, Wonogori, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Demak, Pekalongan, Pemalang dan Brebes. Lima Kabupeten tertinggi kemiskinannya adalah Brebes, Purbolinggo, Rembang, Kebumen dan Wonosobo. Kabupaten Sukoharjo dan Kudus, Kota Magelang, Surakarta, Salatiga, Pekalongan dan Tegal memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang tinggi dan kemiskinan yang rendah. Kabupaten Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Pemalang dan Brebes memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang rendah dan kemiskinan yang tinggi.
58
Dewi Fenty Ekasari, Sony Sunaryo
Model persamaan struktural yang didapatkan dari model 2 adalah sebagai berikut:
K. Kesehatan K.Ekonomi 0.56 0 0 0 1 K.Ekonomi K.SDM 0 0.84 0 0 K.SDM 2 . Kemiskinan 0.39 0.40 0 0 Kemiskinan 3 Sedangkan model persamaan pengukuran yang didapatkan dari model 2 adalah sebagai berikut: 0 0 X1 0.86 0 1 X 2 0.68 0 2 0 0 X 0 0 3 0.90 0 3 0 0 X 4 0.76 0 4 Y1 0 0.67 0 5 0 K. Kesehatan Y 0 0.86 0 0 2 K. Ekonomi 6 + . 0 Y3 = 0 0.92 0 K. SDM 7 Y4 0 0 0.79 0 Kemiskinan 8 Y 0 0 0.92 0 5 9 Y 0 0 0.85 0 6 10 0 0 0.97 Y7 0 11 Y 0 0 0 0.99 8 12 0 0 0.94 Y9 0 13
4. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah program SEM-GSCA untuk model rekursif dan variabel laten dengan indikator reflektif dapat dibuat dengan software open source yaitu Octave, dengan inputan adalah matriks V, W, C dan B serta n. Output yang dihasilkan adalah estimasi bobot, estimasi koefisien loading, estimasi koefisien jalur, estimasi standard error, factor score dari variabel laten serta overall goodnessof-fit model. Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM, kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan, dan kualitas SDM tidak berpengaruh terhadap kemiskinan. Semakin tinggi kualitas kesehatan penduduk di suatu Kabupaten/Kota pada Provinsi Jawa Tengah berpengaruh terhadap tingginya kualitas ekonomi penduduknya, dan rendahnya kemiskinan pada Kabupaten/Kota tersebut. Semakin tinggi kualitas ekonomi penduduknya, maka semakin tinggi kualitas SDM penduduk pada Kabupaten/Kota tertentu. Model konseptual yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan merupakan model yang baik berdasarkan nilai FIT dan AFIT yang di atas 0.50.
Pemodelan SEM dengan Generalized Structured Component Analysis (GSCA)
59
Model baru ini didapat dengan menghilangkan koefisien jalur antara kualitas SDM dengan kemiskinan. Berdasarkan factor score yang didapatkan untuk variabel laten, terlihat bahwa lima Kabupaten yang terendah kualitas kesehatannya yaitu: Brebes, Purbolinggo, Batang, Pemalang dan Banjarnegara. Lima Kabupaten yang terendah kualitas ekonominya yaitu: Wonosobo, Temanggung, Grobogan, Wonogiri dan Banjarnegara. Lima Kabupaten yang terendah kualitas SDM nya adalah Tegal, Batang, Cilacap, Banjarnegara dan Brebes. Lima Kabupeten tertinggi kemiskinannya adalah Brebes, Purbolinggo, Rembang, Kebumen dan Wonosobo. Kabupaten Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Pemalang dan Brebes memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang rendah dan kemiskinan yang tinggi.
Daftar Pustaka [1] Hwang, H. & Takane, Y., 2004, ”Generalized Structured Component Analysis”, Psychometrika vol 69, pp.81-99. [2] Wold, H.,1985, “Partial Least Square”, In S Kotz & N.L.Johnson(Eds). Encyclopedia of Statistical Sciences K, Wiley. New York, vol 8, pp.587-599. [3] Word Development Report., 2008, “Attacking Poverty”, WDR. [4] Bappenas, 2010, “Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia 2010”, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta. [5] Suryawati, C., 2005, “Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional”, JMPK, Jakarta.vol 08/03. [6] Hwang, H., 2009, “Regularized Generalized Structured Component Analysis”, Psychometrika, vol 74, pp.517- 530.
60
Dewi Fenty Ekasari, Sony Sunaryo