Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
PEMODELAN PROTOTIPE BALOK-T JEMBATAN DENGAN PELAT BAJA SEBAGAI PERKUATAN LENTUR I Nyoman Suta Widnyana Program Studi Teknik Sipil, UNHI
[email protected] ABSTRAK Pemodelan perkuatan eksternal balok-T jembatan standar Bina Marga dengan pelat baja pada sisi tariknya dilakukan dengan menggunakan program berbasis elemen hingga yaitu FEA LUSAS. Sebanyak 12 model balok-T jembatan dimodelkan dengan menggunakan elemen dua dimensi (2-D) dengan panjang bentang 10, 15, 20 dan 25 meter. Setiap bentang balok-T dimodelkan tiga model finite element, satu model tanpa perkuatan sebagai kontrol (MK) dan dua model lainnya dengan perkuatan (MP). Pembebanan tiga titik dengan perletakan sederhana (sendi-rol) dilakukan terhadap model balok-T, sesuai dengan peraturan BMS. Balok dengan perkuatan dianalisis menggunakan empat macam tebal pelat yaitu 4,0 mm, 6,0 mm, 8,0 mm dan 10,0 mm dengan tebal lem tetap 3,0 mm. Pemodelan balok, lem dan pelat dimodelkan dengan elemen bidang (surface element), sedangkan tulangan balok dimodelkan dengan elemen batang (bar element). Perilaku lentur balok diamati dalam taraf beban layan yaitu dari pembebanan awal sebesar 1 kN dengan peningkatan beban sebesar 1 kN sampai tercapainya lendutan yang diijinkan sebesar L/800. Hasil hubungan beban-lendutan diplot dalam bentuk grafik sedangkan pola retak ditampilkan dalam bentuk gambar pola retak. Hasil analisis menunjukkan, balok dengan perkuatan mampu meningkatkan kekakuan dan kekuatan lentur balok. Dibandingkan dengan balok kontrol, balok dengan perkuatan model MP104 dan MP106 masing-masing mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 8,3% dan 13,9%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP104 dan MP106 adalah sebesar 11,7% dan 17,6%. Untuk balok dengan perkuatan model MP154 dan MP156 masing-masing mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 9,1% dan 15,9%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP154 dan MP156 adalah sebesar 12,6% dan 18,7%. Untuk balok dengan perkuatan model MP206 dan MP208 masing-masing mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 17,5% dan 21,1%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP206 dan MP208 adalah sebesar 19,3% dan 22,5%. Dan untuk balok dengan perkuatan model MP258 dan MP2510 mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 21,7% dan 26,9%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP258 dan MP2510 adalah sebesar 25,9% dan 27,2%. Dimensi pelat yang direkomendasikan untuk jembatan bentang 10 meter digunakan panjang 6000 mm, lebar 320 mm dengan pilihan tebal pelat 4,0 mm dan 6,0 mm. Untuk jembatan bentang 15 meter digunakan panjang 10200 mm, lebar 350 mm dengan pilihan tebal pelat 4,0 mm dan 6,0 mm. Untuk jembatan bentang 20 meter digunakan panjang 13200 mm, lebar 460 mm dengan pilihan tebal pelat 6,0 mm dan 8,0 mm. Dan untuk jembatan bentang 25 meter digunakan panjang 16200 mm, lebar 680 mm dengan pilihan tebal pelat 8,0 mm dan 10,0 mm.. Kata kunci : Balok-T jembatan, Perkuatan, Pelat baja, Pemodelan Finite Element.
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, Pringgana (2006), melaporkan bahwa metode perkuatan lentur dengan menempelkan pelat baja pada sisi tarik balok-T terbukti mampu meningkatkan kekuatan dan kapasitas balok. Adapun bentang balok-T yang diuji terbatas pada panjang bentang 15 meter dengan skala (1:4). Dalam penelitian ini, pemodelan balok-T dengan perkuatan tidak hanya terbatas pada bentang 15 meter saja melainkan bentang 10, 20 dan 25 meter yang merupakan prototipe balok-T standar Bina Marga juga dianalisis menggunakan FEA LUSAS. Untuk maksud tersebut, dilakukan penelitian analisis pemodelan elemen dua dimensi (2-D) balok-T jembatan terhadap balok yang belum mengalami retak dengan menggunakan program FEA LUSAS, untuk bentang jembatan dengan panjang 10, 15, 20 dan 25 meter dimodelkan tiga model FE yaitu satu model tanpa perkuatan sebagai
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 111
I Nyoman Suta Widnyana
kontrol (MK) dan dua model lainnya dengan perkuatan (MP) dengan tebal pelat perkuatan yang bervariasi dengan tebal lem tetap.
1.2. Perumusan Masalah Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa metode perkuatan eksternal balok-T dengan cara menempelkan pelat baja pada sisi tariknya terbukti mampu meningkatkan kekakuan dan kekuatan ultimit balok. Untuk itu, perlu dilakukan bagaimanakah cara memodelkan balok-T jembatan dengan benar dengan menggunakan program FEA LUSAS, sehingga perilaku lentur balok dan peningkatan kapasitas balok yang menggunakan tebal pelat bervariasi dapat bersesuaian dengan hasil pengujian laboratorium.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk digunakan sebagai acuan dalam perencanaan perkuatan balok-T, sehingga optimalisasi perencanaan dapat dicapai.Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat diterapkan di lapangan pada prototipe balok-T jembatan standar Bina Marga yang memiliki panjang bentang 10, 15, 20 dan 25 meter dengan tebal perkuatan yang bervariasi dengan tebal lem tetap.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum Metode perkuatan eksternal yaitu dengan cara merekatkan pelat baja pada permukaan beton menggunakan lem epoxy resin telah lama diakui sebagai metode yang efektif dan cocok untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan kekuatan batas ultimit balok. Hal yang perlu dicatat bahwa, pekerjaan perkuatan pada jembatan di atas dilakukan pada kondisi arus lalu-lintas yang berjalan dengan normal. Untuk mengetahui perilaku lentur balok-T dengan penambahan pelat baja pada sisi tarik balok apabila dikenai beban monotonik, dibutuhkan analisis karakteristik dari masing-masing elemen pembentuknya terutama hubungan tegangan-regangan. Analisis dilakukan menggunakan metode elemen hingga atau dikenal dengan istilah finite element analysis (FEA) diskrit nonlinier.
2.2. Penelitian oleh Ziraba et al. (1994) Ziraba et.al. (1994) melakukan penelitian tentang pola kegagalan, geser permukaan puncak (peak interface shear), dan tegangan pengelupasan (peeling stresses) pada balok beton yang diperkuat dengan pelat baja. Pola kegagalan perkuatan sangat dipengaruhi oleh ketebalan pelat dan kekuatan lekatan lem. Meningkatnya ketebalan pelat menyebabkan terjadinya peningkatan tegangan permukaan (interface stresses) di daerah ujung pelat, dan jika tegangan tersebut melampaui tegangan permukaan yang diijinkan maka pelat akan terlepas dan terjadi keruntuhan prematur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, bila balok diperkuat dengan pelat baja yang tipis, balok akan mengalami kegagalan yang didominasi oleh retak lentur, lelehnya tulangan internal dan pelat eksternal, dan hancurnya beton di daerah tekan. Berdasarkan hal ini maka perencanaan dapat didasarkan pada kesesuaian (compatibility) regangan dan memakai blok tegangan tekan, sama seperti metode perencanaan lentur ACI untuk balok beton bertulang. Bila lekatan lem cukup kuat untuk menahan lepasnya pelat (plate debonding), maka keruntuhan balok ditandai dengan pertemuan ujung-ujung retak horisontal dan retak geser-lentur.
2.3 Penelitian oleh Pringgana (2006) Pringgana (2006) melakukan pengujian laboratorium mengenai pengaruh perkuatan eksternal pada balok-T jembatan standar Bina Marga. Balok dimodelkan skala (1:4) dengan dibebani 2 beban titik dan ditumpu pada perletakan sederhana (sendi-rol), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Benda uji yang diteliti berupa 3 buah model balok-T bentang 15 meter, dimana sebuah balok merupakan balok kontrol dan dua balok-T lainnya diperkuat dengan pelat baja (sebuah balok-T baru dengan perkuatan dan sebuah balok-T yang mengalami retak yang diperkuat) Pelat baja ditempelkan pada daerah tarik balok dengan menggunakan lem epoxy resin. Ketebalan pelat adalah 1,6 mm sedangkan ketebalan lem kira-kira 1,0 mm. Beban yang dikerjakan adalah simulasi dari beban truk sesuai standar Bridge Management System (BMS). Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa, penambahan pelat perkuatan yang dilekatkan pada sisi tarik balok-T beton bertulang dapat meningkatkan kekakuan lentur balok, mengurangi jumlah dan lebar serta panjang retak, meningkatkan kapasitas lentur ultimit balok. Pada taraf beban layan balok perkuatan memiliki kapasitas lentur yang lebih tinggi sebesar 21,4% dari balok kontrol sedangkan kekakuan setelah diperkuat masing-masing lebih besar 55% dan 9,9% untuk balok perkuatan dan balok retak perkuatan. Dengan adanya tambahan perkuatan pelat baja maka jumlah retak pada balok berkurang hingga 80% dari total jumlah retak yang terjadi pada balok tanpa perkuatan.
S - 112
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pemodelan Prototipe Balok-T Jembatan Dengan Pelat Baja Sebagai Perkuatan Lentur
Gambar 2.1 Setting Pengujian Balok-T Bentang 15 meter skala (1:4) (Sumber : Pringgana, 2006)
2.3. Balok-T Jembatan Standar Bina Marga
Direktorat Jenderal Bina Marga menetapkan suatu standar untuk struktur bangunan atas jembatan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam perencanaan jembatan di Indonesia. Untuk jembatan tipe beton balok-T, tersedia standar untuk panjang bentang 10, 15, 20 dan 25 meter yang digunakan dalam penelitian ini. Jembatan memiliki lebar 9,92 meter dengan lebar jalur lalu lintas adalah 7 meter dan lebar trotoar 2 x 1 meter. Jumlah gelegar utama untuk setiap jembatan tipe balok-T kelas muatan BM 100 adalah 6 buah. Jarak antar gelegar adalah 1700 mm yang merupakan lebar sayap balok-T ,sedangkan tebal sayap balok adalah 200 mm. Bentuk geometri penampang balok-T dan posisi pembebanan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Mutu beton yang digunakan untuk struktur utama prototipe balok-T adalah K225, sedangkan besi beton yang digunakan adalah U24. Mutu beton K225 berarti kuat tekan beton karakteristik dengan benda uji berupa kubus 15 cm x 15 cm x 15 cm adalah sebesar 225 kg/cm2. Nilai tersebut harus dikalikan dengan 0,83 (PBI, 1971) yaitu konversi dari benda uji kubus ke benda uji silinder (diameter 15 cm, tinggi 30 cm) sehingga nilai kuat tekannya menjadi 186,75 kg/cm2 yang setara dengan 18,315 MPa (1 kg/cm2 = 0,09807 MPa). Sedangkan untuk baja digunakan U24 dengan kuat leleh 235, 368 MPa.
Gambar 2.2 Dimensi dan Pembebanan Prototipe Balok-T Jembatan
3.
3.1
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara analitis dan didasarkan pada studi pustaka yang relevan pada penelitian yang dilakukan. Pemodelan balok-T tanpa dan dengan perkuatan dianalisis menggunakan metode numerik dengan menggunakan program FEA LUSAS.
3.2
Penetapan Model
Pemodelan balok-T tanpa dan dengan perkuatan dengan panjang bentang 10, 15, 20 dan 25 meter dimodelkan dengan menggunakan elemen dua dimensi (2-D). Setiap bentangnya dimodelkan dengan tiga model finite element, yaitu satu model tanpa perkuatan sebagai kontrol (MK) dan dua model lainnya dengan perkuatan (MP). Balok dengan perkuatan dimodelkan dengan menggunakan tebal pelat bervariasi dengan tebal lem tetap. Model balok tanpa dan dengan perkuatan yang dibebani dengan tiga beban titik, ditumpu pada perletakan sederhana (sendi-rol). Sebanyak 12 model balok-T dianalisis yaitu : 4 model balok-T tanpa perkuatan (MK10, MK15, MK20 dan MK25) dan 8 model balok-T dengan perkuatan (MP104, MP106, MP154, MP156, MP206, MP208, MP258 dan MP2510). Ketebalan pelat diperlihatkan dengan simbul 4, 6, 8 dan 10, untuk ketebalan pelat masing-masing 4,0 mm, 6,0 mm, 8,0 mm dan 10 mm.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 113
I Nyoman Suta Widnyana
3.3
Variasi Tinjauan Prototipe Balok-T Jembatan
Variasi balok-T jembatan yang dianalisis, disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Variasi Tinjauan Balok-T Jembatan No. 1 2 3 4
Bentang (meter) 10 15 20 25
Tanpa Perkuatan (MK) ΜΚ10 ΜΚ15 ΜΚ20 ΜΚ25
dp = 4,0 mm ΜP104 ΜP154 -
Dengan Perkuatan (MP) dp = 6,0 mm dp = 8,0 mm ΜP106 − ΜP156 − ΜP206 ΜP208 ΜP258 -
dp = 10,0 mm − − ΜP2510
Tabel 3.1 menunjukkan bahwa tiga model FE dimodelkan untuk setiap bentangnya, satu model tanpa perkuatan (MK) dan dua model lainnya dengan perkuatan (MP). Balok dengan perkuatan dimodelkan menggunakan tebal pelat bervariasi dengan tebal lem tetap 3,0 mm. Ketebalan tersebut dianalisis berdasarkan tata-cara perhitungan Ziraba (1994).
3.4
Penetapan Parameter Model
Untuk mendapatkan hasil analisis yang sesuai dengan tujuan, maka penetapan parameter model dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Memasukkan data geometri properties dan material balok-T jembatan yang telah ditentukan oleh standar Bina Marga. 2. Menentukan dimensi pelat perkuatan eksternal. 3. Perletakan balok dianggap sederhana (sendi – rol) 4. Regangan maksimum beton yang digunakan mengikuti kurva tegangan regangan modifikasi Hognestad, εcu = 0,0038. 5. Kekuatan tarik beton yang digunakan sebesar ft’ =
3.5
0,33 fc` Mpa
Dimensi Pelat Baja Perkuatan
Dimensi pelat baja sebagai perkuatan eksternal direncanakan sesuai dengan guidelines Ziraba (1994) sedangkan kualitas lem yang ditetapkan dalam penelitian ini diyakini tidak akan menyebabkan kegagalan berupa plate debonding. Menurut Swamy (1987), keruntuhan lentur adalah fungsi dari rasio lebar pelat baja terhadap tebalnya (b/t), dimana untuk memperoleh tegangan lekatan yang kecil pada permukaan pelat-lem-beton, rasio b/t tidak boleh kurang dari 50. Sedangkan panjang pelat ditentukan oleh cut off pelat baja sebesar amak ≤ 3Hb (Hb = tinggi balok) dari perletakan yang akan mempengaruhi pola keruntuhan balok yang diperkuat. Dalam penelitian ini, rasio b/t yang digunakan adalah lebih besar dari 50, sehingga dimensi pelat dianggap layak untuk digunakan.
3.6
Pembebanan
Prototipe jembatan balok-T standar Bina Marga menetapkan jarak antara balok ke balok adalah 1700 mm, sedangkan menurut BMS (Bridge Management System) beban truk memiliki jarak dari as ke as antara roda kiri dan kanan truk adalah 1750 mm. Karena jarak antara balok ke balok selisihnya cukup kecil, maka dapat dianggap bahwa sebuah balok akan memikul sebuah beban roda. Dalam penelitian ini, beban yang digunakan untuk roda belakang dan roda tengah truk masing-masing bernilai 100 kN, sedangkan untuk beban roda depan bernilai 25 kN. Lendutan yang diijinkan (∆i) untuk jembatan ditetapkan sebesar l/800, (l = panjang bentang), sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam buku Design of Modern Highway Bridges, yang disusun oleh Narendra Taly, 1998.
3.7. Pengujian Model Pada Balok-T Skala (1:4) Untuk Bentang 15 m. Model ini menggunakan pendekatan skala panjang untuk merencanakan struktur model sesuai dengan prototipenya, dimana dipilih faktor skala panjang SL sebesar 4 (empat). Berdasarkan asumsi di atas, maka struktur model direncanakan dengan membagi sifat-sifat prototipe dengan faktor skala yang telah ditetapkan. Namun akibat keberadaan material yang terbatas, ada beberapa rasio yang tidak dapat direncanakan agar bernilai satu. Keterbatasan tersebut berupa tidak tersedianya baja tulangan dengan dimensi dan mutu seperti yang diharapkan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka sifat-sifat prototipe yang di skala bukanlah dimensi tulangannya, namun gaya dan momen yang diakibatkan oleh masing-masing tulangan tersebut.
S - 114
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pemodelan Prototipe Balok-T Jembatan Dengan Pelat Baja Sebagai Perkuatan Lentur
Untuk itu, sebelum melangkah ke penelitian analisis, tahap awal dilakukan verifikasi model FE LUSAS balok-T bentang 15 meter yang ditumpu pada perletakan sederhana (sendi-rol) dengan di bebani dua beban titik pada skala (1:4). Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian laboratorium, Pringgana (2006). Selanjutnya langkah-langkah pemdelan FE tersebut digunakan sebagai acuan dalam menganalsis balok-T bentang 10, 15, 20 dan 25 meter yang diperkuat.
40 mm
1375 mm
500 mm
500 mm
1375 mm
40 mm
Gambar 3.1 Geometri Model (1:4) dan Pemodelan Elemen 2-D Balok-T Bentang 15 m Gambar 3.2 menampilkan pemodelan elemen 2-D balok-T tanpa perkuatan dengan FEA LUSAS yang telah didefinisikan geometri properties maupun material dengan posisi pembebanan dan jenis perletakan. Hasil analisis diperoleh, perilaku lentur balok berupa lendutan balok diperlihatkan pada Gambar 3.2 (b) dan pola tegangan dan retak balok yang terjadi di tengah-tengah bentang, dimana akibat penambahan beban, retak ini menjalar di sepanjang tengah bentang balok bagian bawah balok diperlihatkan pada Gambar 3.2 (c).
(a)
(b)
(c) Gambar 3.2
(a) Meshing Elemen Bidang (2-D), (b) Lendutan Tulangan, (c) Pola Retak Dan Countour Tegangan Beton Tanpa Perkuatan Model Balok-T Bentang 15 meter
Gambar 3.3 menunjukkan perbandingan pemodelan hasil elemen 2-D balok-T tanpa perkuatan dengan uji Lab. yang memiliki selisih hasil relatif kecil, dimana untuk selanjutnya hasil ini diplotkan dalam bentuk grafik hubungan beban-lendutan balok-T tanpa perkuatan yang dianalisis dari balok utuh sampai batas ultimit balok. Diagram Perbandingan Lab. Dengan Analisis LUSAS Model Balok-T Tanpa perkuatan 60 50
Beban (kN)
40 30 20
Lab. 10
Analisis LUSAS
0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
36
40
Lendutan (mm)
Gambar 3.3 Perbandingan FEA LUSAS Dengan Lab. Balok-T TanpaPerkuatan
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 115
I Nyoman Suta Widnyana
Gambar 3.4 menampilkan pemodelan elemen 2-D balok-T dengan perkuatan dengan FEA LUSAS yang telah didefinisikan geometri properties maupun material dengan posisi pembebanan dan jenis perletakan. Hasil analisis diperoleh, perilaku lentur balok berupa lendutan balok diperlihatkan pada Gambar 3.4 (b) dan pola tegangan dan retak balok yang terjadi di tengah-tengah bentang, dimana akibat penambahan beban, retak ini menjalar di sepanjang tengah bentang balok bagian bawah balok diperlihatkan pada Gambar 3.4 (c).
(a)
(b)
(c) Gambar 3.4
(a) Meshing Elemen Bidang (2-D), (b) Lendutan Tulangan Dan Pelat, (c) Pola Retak Dan Countour Tegangan Beton Dengan Perkuatan Model Balok-T Bentang 15 meter
Gambar 3.5 menunjukkan perbandingan pemodelan hasil elemen 2-D balok-T dengan perkuatan dengan uji Lab. yang memiliki selisih hasil relatif kecil, dimana untuk selanjutnya hasil ini diplotkan dalam bentuk grafik hubungan beban-lendutan balok-T dengan perkuatan yang dianalisis dari balok utuh sampai batas ultimit balok. Diagram Perbandingan Lab Dengan Analisis LUSAS Model Balok-T Dengan perkuatan 80 70 60 )50 N (k40 n a b30 e B
Lab. Analisis LUSAS
20 10 0 0
4
8
12
16 20 24 Lendutan (mm)
28
32
36
40
Gambar 3.5 Perbandingan FEA LUSAS Dengan Lab. Balok-T Dengan Perkuatan Pada Tengah-tengah Bentang Tabel 3.2 menunjukkan hasil analisis pemodelan balok-T dengan perkuatan memberikan peningkatan kemampuan dan kekakuan struktur, yaitu sebesar +18% saat pembebanan dengan selisih lendutan sebesar -7,37%. Perbandingan pengujian laboratorium dengan FEA LUSAS balok-T tanpa perkuatan menunjukkan selisih pembebanan sebesar 0,43% dengan selisih lendutan sebesar +0,34%, sedangkan selisih hasil pada balok-T dengan perkuatan yaitu sebesar 0% saat pembebanan dengan selisih lendutan sebesar -0,76%.
S - 116
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pemodelan Prototipe Balok-T Jembatan Dengan Pelat Baja Sebagai Perkuatan Lentur
Tabel 3.2 Perbandingan Hasil Beban-Lendutan Kondisi Ultimit
Balok-T Tanpa Perkuatan Balok-T Dengan Perkuatan
4.
Pu (kN)
Model Balok-T 15 meter (Laboratorium) 56,00
Lendutan (mm)
35,00
35,12
Pu (kN)
68,00
68,00
Lendutan (mm)
35,00
32,53
FEA LUSAS 55,762
Selisih (%) LUSAS vs Lab - 0,43 + 0,34 0 - 7,06
ANALISIS, HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Dalam pemodelan ini, semua data balok dimasukkan dan untuk selanjutnya dilakukan analisis menggunakan program FEA LUSAS. Setiap bentang balok dimodelkan tiga model finite element, satu model tanpa perkuatan sebagai kontrol (MK) dan dua model lainnya dengan perkuatan lentur (MP) dengan tebal pelat bervariasi dengan tebal lem tetap. Sebanyak 12 model balok-T dianalisis menggunakan elemen 2-D yang merupakan balok baru (belum mengalami retak) dan perilaku model diamati dari awal pembebanan sampai tercapainya lendutan yang diijinkan (∆i). Hasil analisis tersebut kemudian diplot ke dalam grafik hubungan beban-lendutan dan pola retak ditampilkan berupa gambar pola retak.
4.2
Hasil
4.2.1 Balok-T Tanpa Perkuatan Gambar dibawah ini menampilkan perilaku lentur balok-T kontrol model MK10 yang telah dianalisis dan ditampilkan berupa defleksi balok-T dan kontur regangan tulangan dalam taraf beban layan, seperti terlihat pada gambar berikut ini
4.2.2 Hubungan Beban-Lendutan Balok-T Tanpa Perkuatan Gambar 4.1 yang dibebani dari awal sampai retak pertama, kemudian dilanjutkan dengan proses pembebanan hingga balok mengalami lendutan yang diijinkan, diplotkan dalam bentuk grafik hubungan beban-lendutan dibawah ini. Beban lendutan ijin (P∆i) yang tercapai untuk balok kontrol model MK10, MK15, MK20 dan MK25 masing-masing sebesar 161,82 kN, 208,11 kN, 245,52 kN dan 313,63 kN.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 117
I Nyoman Suta Widnyana
Beban (kN)
Dia g ra m F E A b a l o k-T ta n p a p e rku a ta n (M K) d a ri a w a l sa m p a i m e n ca p a i le n d u ta n i jin
340 320 300 280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
MK1 0 MK1 5 MK2 0 MK2 5
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
L e n d u ta n ( m m )
Gambar 4.1
Hubungan Beban-Lendutan Balok-T Tanpa Perkuatan
4.2.3 Balok-T Dengan Perkuatan Gambar dibawah ini menampilkan perilaku balok dan tulangan yang komposit dalam analisis FE, selanjutnya ditampilkan berupa defleksi balok-T, tulangan dan pelat, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
4.2.4
Hubungan Beban-Lendutan Balok-T Dengan Perkuatan
Hasil analisis model balok perkuatan yang dibebani dari awal sampai retak pertama, kemudian dilanjutkan dengan proses pembebanan hingga balok mengalami lendutan yang diijinkan, diplotkan dalam bentuk grafik hubungan beban-lendutan dibawah ini. Gambar 4.2 menunjukkan beban retak pertama (Pcr) untuk model MP10 dengan tebal pelat 4,0 mm dan 6,0 mm masing-masing sebesar 39 kN dan 41 kN, sedangkan lendutan retak pertama (∆cr) terjadi untuk masing-masing balok adalah sebesar 2,07 mm dan 2,14 mm. Beban saat tercapainya lendutan yang diijinkan (P∆i) untuk model MP104 dan MP106 adalah masing-masing sebesar 180,78 kN dan 190,32 kN, seperti pada grafik dibawah ini. D ia g r a m B a lo k -T (M K 1 0 d a n M P 1 0 ) d a r i A w a l s a m p a i M e n c a p a i L e n d u t a n Ijin (b p = 3 2 0 m m ) 220 200 180
Beban (kN)
160 140 120 100 80
M K 10
60
M P 104
40
M P 106
20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
L e n d u ta n (m m )
Gambar 4.2
S - 118
Hubungan Beban-Lendutan Balok-T Perbandingan MK10 dengan MP10
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pemodelan Prototipe Balok-T Jembatan Dengan Pelat Baja Sebagai Perkuatan Lentur
4.3 Pembahasan 4.3.1 Hubungan Beban-Lendutan Grafik hubungan beban-lendutan menunjukkan bahwa dengan penambahan pelat perkuatan pada sisi tarik balok terbukti mampu meningkatkan kekakuan dan kemampuan lentur balok. Balok kontrol model MK10 secara analisis mengalami beban retak pertama ketika mencapai Pcr0 = 36 kN, sedangkan balok dengan perkuatan model MP10 dengan tebal pelat masing-masing 4,0 mm dan 6,0 mm mengalami beban retak pertama sebesar Pcr4 = 39 kN dan Pcr6 = 41 kN, ini berarti MP104 dan MP106 terjadi peningkatan beban retak pertama sebesar 8,3% dan 13,9%. Beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan (P∆i) untuk model MK10 adalah sebesar P∆i0 = 161,82 kN, sedangkan untuk model MP104 dan MP106 mengalami beban lendutan yang diijinkan adalah masingmasing sebesar 180,78 kN dan 190,32 kN, ini berarti MP104 dan MP106 terjadi peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan adalah sebesar 11,7% dan 17,6%. Balok kontrol model MK15 secara analisis mengalami beban retak pertama ketika mencapai Pcr0 = 44 kN, sedangkan balok dengan perkuatan model MP10 dengan tebal pelat masing-masing 4,0 mm dan 6,0 mm mengalami beban retak pertama sebesar Pcr4 = 48 kN dan Pcr6 = 51 kN, ini berarti MP154 dan MP156 terjadi peningkatan beban retak pertama sebesar 9,1% dan 15,9%. Beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan (P∆i) untuk model MK10 adalah sebesar P∆i0 = 208,11 kN, sedangkan untuk model MP154 dan MP156 mengalami beban lendutan yang diijinkan adalah masing-masing sebesar 234,31 kN dan 247 kN, ini berarti MP154 dan MP156 terjadi peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan adalah sebesar 12,6% dan 18,7%. Balok kontrol model MK20 secara analisis mengalami beban retak pertama ketika mencapai Pcr0 = 57 kN, sedangkan balok dengan perkuatan model MP20 dengan tebal pelat masing-masing 6,0 mm dan 8,0 mm mengalami beban retak pertama sebesar Pcr6 = 67 kN dan Pcr8 = 69 kN, ini berarti MP206 dan MP208 terjadi peningkatan beban retak pertama sebesar 17,5% dan 21,1%. Beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan (P∆i) untuk model MK20 adalah sebesar P∆i0 = 245,52 kN, sedangkan untuk model MP206 dan MP208 mengalami beban lendutan yang diijinkan adalah masing-masing sebesar 293 kN dan 300,89 kN, ini berarti MP206 dan MP208 terjadi peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan adalah sebesar 19,3% dan 22,5%. Balok kontrol model MK25 secara analisis mengalami beban retak pertama ketika mencapai Pcr0 = 78 kN, sedangkan balok dengan perkuatan model MP25 dengan tebal pelat masing-masing 8,0 mm dan 10,0 mm mengalami beban retak pertama sebesar Pcr8 = 95 kN dan Pcr10 = 99 kN, ini berarti MP258 dan MP2510 terjadi peningkatan beban retak pertama sebesar 21,7% dan 26,9%. Beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan (P∆i) untuk model MK25 adalah sebesar P∆i0 = 313,63 kN, sedangkan untuk model MP258 dan MP2510 mengalami beban lendutan yang diijinkan adalah masing-masing sebesar 394,87 kN dan 399 kN, ini berarti MP258 dan MP2510 terjadi peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan adalah sebesar 25,9% dan 27,2%.
4.3.2 Pola Retak dan Kontur Tegangan Balok-T Pola retak balok-T jembatan secara umum diakibatkan oleh retak lentur. Retak pertama balok-T merupakan retak lentur yang terjadi di tengah-tengah bentang, dimana akibat penambahan beban yang terus menerus, retak ini menjalar di sepanjang balok hingga menyebabkan timbulnya retak pada tumpuan. Kontur tegangan beton dan pola retak balok ditampilkan dalam gambar pola retak. Retak yang terjadi selama proses pembebanan, secara umum memperlihatkan bahwa metode perkuatan balok-T dapat mengurangi retak yang terjadi pada balok. Demikian pula perbandingan beban retak pertama untuk balok dengan perkuatan lebih besar dari pada beban retak pertama pada balok tanpa perkuatan. Akibat pemasangan pelat perkuatan pada sisi tarik balok, maka retak pada balok dapat diperhambat serta kemampuan lentur balok dapat ditingkatkan. Gambar 4.3 dan 4.4 menunjukkan perbandingan balok tanpa dan dengan perkuatan yang dianalisis dari retak pertama sampai tercapainya lendutan ijin. Balok mengalami peningkatan setelah balok diperkuat, besar peningkatan beban tersebut tergantung dari luas pelat yang terpasang pada masing-masing balok. Tebal pelat ini dibatasi oleh luasan pelat maksimum Ap(mak), agar terhindar dari keruntuhan balok akibat over reinforced.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 119
I Nyoman Suta Widnyana
Gambar 4.3 Peningkatan Beban Retak Pertama Pada Balok-T
Gambar 4.4 Peningkatan Beban Lendutan Ijin Pada Balok-T
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini dilakukan terhadap pemodelan elemen dua dimensi (2-D) dengan menggunakan program FEA LUSAS terhadap balok-T jembatan bentang 10, 15, 20 dan 25 meter. Untuk balok dengan perkuatan digunakan tebal pelat 4,0 mm, 6,0 mm, 8,0 mm dan 10,0 mm dengan tebal lem tetap 3,0 mm. Perilaku model yang dibebani dengan tiga beban titik sebagai simulasi beban roda truk, dengan ditumpu pada perletakan sederhana (sendi-rol), diamati dari saat retak pertama sampai tercapainya lendutan yang diijinkan balok sebesar l/800. Dari hasil analisis tersebut diambil simpulan sebagai berikut : 1. Pola retak yang terjadi pada balok-T jembatan sebagian besar disebabkan oleh retak lentur. Dengan bertambahnya beban, maka retak yang terjadi di tengah-tengah bentang terus menjalar disepanjang tengah bentang bagian bawah balok hingga tumpuan. 2. Model balok-T dengan perkuatan terbukti mampu meningkatkan kekakuan dan kekuatan lentur balok, sebagaimana dilaporkan dalam referensi. 3. Dibandingkan dengan balok kontrol, balok-T dengan perkuatan model MP104 dan MP106 mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 8,3% dan 13,9%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP104 dan MP106 adalah sebesar 11,7% dan 17,6%. Untuk balok-T dengan perkuatan model MP154 dan MP156 mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 9,1% dan 15,9%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP154 dan MP156 adalah sebesar 12,6% dan 18,7%. Untuk balok-T dengan perkuatan model MP206 dan MP208 mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 17,5% dan 21,1%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP206 dan MP208 adalah sebesar 19,3% dan 22,5%. Dan balok-T dengan perkuatan model MP258 dan MP2510 mengalami peningkatan beban retak pertama sebesar 21,7% dan 26,9%, sedangkan peningkatan beban yang menyebabkan tercapainya lendutan yang diijinkan untuk model MP258 dan MP2510 adalah sebesar 25,9% dan 27,2%. 4. Dimensi pelat yang direkomendasikan untuk jembatan bentang 10 meter digunakan panjang 6000 mm, lebar 320 mm dengan pilihan tebal pelat yang digunakan yaitu 4,0 mm dan 6,0 mm. Untuk jembatan bentang 15 meter digunakan panjang 10200 mm, lebar 350 mm dengan pilihan tebal pelat yang digunakan yaitu 4,0 mm dan 6,0 mm. Untuk jembatan bentang 20 meter digunakan panjang 13200 mm, lebar 460 mm dengan pilihan tebal pelat yang digunakan yaitu 6,0 mm dan 8,0 mm. Dan untuk jembatan bentang 25 meter digunakan panjang 16200 mm, lebar 680 mm dengan pilihan tebal pelat yang digunakan yaitu 8,0 mm dan 10,0 mm.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1979. Peraturan Beton Bertulang Indonesia. Cetakan ke-7. Bandung: Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Anonim. 1992. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. Bridge Management System. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Anonim. 2004. Theory Manual (LUSAS Version 13.57). United Kingdom: Finite Element Analysis Ltd. Daly, A.F, 2000. Strengthening of Concrete Structures Using Externally Bonded Steel Plates. European . Hibbeler, R.C. 1999. Structural Analysis. Fourth Edition. New Jersey: Prentice-Hall,Inc MacGregor, J.G. 1997. Reinforced Concrete: Mechanics and Design. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
S - 120
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pemodelan Prototipe Balok-T Jembatan Dengan Pelat Baja Sebagai Perkuatan Lentur
McKeena, I. K. and Erki, M. A. 1994. Strengthening of Reinforced Concrete Flexural Members Using Externally Applied Steel Plates and Fiber Composite Sheets. Canadian Journal of Civil Engineering. 21:16-24. Narendra, T. 1998. Design of Modern Highway Bridges. New York : The McGraw-Hill Companies. Inc. Park, R. and Paulay, T. 1975. Reinforced Concrete Structures. New York : John Wiley and Sons. Pringgana, 2006. Penelitian Eksperimental Perilaku Balok-T Jembatan dengan Pelat Baja sebagai Perkuatan Lentur (Tugas akhir). Bukit Jimbaran: Universitas Udayana. Standar Nasional Indonesia. 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Swamy, R.N., Jones, R., and Bloxham, J.W. 1987. Structural Behavior of Reinforced Concrete Beams Strengthened by Epoxy-Bonded Steel Plates. The Structural Engineer. 65A:59-68. Widyarini, L.G.W. 2004. Perilaku Balok-T Jembatan dengan Pelat Baja sebagai Perkuatan Lentur (Tugas akhir). Bukit Jimbaran: Universitas Udayana. Veccio, F.J and Selby, R.G. 1997. A Constitutive Model for Analysis of Reinforced Concrete Solids. Canadian Journal of Civil Engineering. 24: 460 - 470. Ziraba, Y.N., Baluch, M.H., Basunbul, I.A., Sharif, A.M., Azad, A.K., and Sulaimani, G.J. 1994. Guidelines Toward The Design of Reinforced Concrete Beams with External Plate. ACI Structural Journal. 91-S61:639-646
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 121
I Nyoman Suta Widnyana
S - 122
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta