Pemodelan Linked Open Data Untuk Museum-Museum Di Kota Yogyakarta Budi Susanto 1), Umi Proboyek 2) Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Duta Wacana 1) email: budsus@ .ukdw.ac.id 2) email: othie@staff.ukdw.ac.id
Abstract Di wilayah Kota Yogyakarta, terdapat 15 museum dengan berbagai jenis dan koleksi. Dari hasil survey, 87% responden membutuhkan adanya layanan informasi terkait dengan keberadaan dan profil se ap museum tersebut. Berkaitan dengan kebutuhan akan tersedianya katalog koleksi museum, 73% menyatakan sangat dan cenderung setuju untuk diadakan. Di sisi lain, dalam rangka untuk menumbuhkan minat dan perha an terhadap museum, selain penyelenggaraan berbagai ak vitas di museum, perlu juga untuk dikembangkan layanan informasi terbuka yang dapat digunakan berbagai pihak untuk mengembangkan aplikasiaplikasi lokal terkait koleksi museum. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, pemodelan informasi dengan pendekatan arsitektur linked open data dinilai perlu diterapkan. Peneli an ini menghasilkan sebuah model informasi berbasis seman c web untuk merepresentasikan se ap objek koleksi museum. Model informasi yang telah dikembangkan juga menggunakan controlled vocabulary dari Dublin Core, Tesaurus UNESCO, FoaF, dan model Wgs84 untuk posisi. Dalam peneli an ini juga direkomendasikan rancangan antarmuka, arsitektur penerapannya, serta rekomendasi tahapan penerapannya bagi Pemkot Yogyakarta. Keywords: digital literacy, museum, Kota Yogyakarta. Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016 | 05
Museum Sonobudoyo Museum Sonobudoyo yang terletak di komplek Keraton Ngayogyakarto ini menyimpan berbagai peninggalan budaya Kesultanan pada masa lalu Sumber gambar: google.com
PENDAHULUAN Sta s k Pariwisata Kota Yogyakarta 2013 (Badan Pusat Sta s k, 2014, p.10), menunjukkan jumlah pengunjung 10 museum di Yogyakarta yaitu museum Puro Pakualaman, Perjuangan, Sasana Wiratama, Vredeburg, Sonobudoyo, Biologi, Dharma Wiratama, Sulaman, Ba k, dan Sasmita Loka selama tahun 2013 mencapai 3.368.685 orang. Dengan kondisi ini, masih perlu untuk dilakukan beberapa program untuk lebih dapat memperkenalkan museum secara lebih luas dan terbuka. Di sisi lain, pertumbuhan infrastruktur koneksi jaringan Internet di Indonesia telah memungkinkan sebagian besar masyarakat untuk dapat mengakses informasi di mana dan kapan saja. Saat ini beberapa museum telah memiliki situs web yang menyajikan informasi tentang waktu kunjung museum, alamat, perihal, serta informasi objek yang ada di dalamnya. Namun demikian, situs web tersebut seringkali dak tersinkronisasi dengan situs museum lain maupun dinas terkait. Selain itu informasi tentang museum masih belum tersedia secara baik. Dengan demikian perlu dirancang dan dikaji pembangunan infrastruktur teknologi informasi serta kebijakan-kebijakan yang dapat membantu masyarakat museum, masyarakat luas, dan juga Pemerintah Kota Yogyakarta. TUJUAN Penyediaan layanan data terbuka (open data) museum dapat membantu 06| Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016
salah satu bentuk penerapan pen ng dari konsep topologi informasi Bauckland (Latham, 2012). Perlakuan tersebut berdasar kriteria-kriteria yang mendefinisikan sebuah dokumen, yaitu: (1) ada materialitas; (2) ada intensionalitas, yaitu objek diperlakukan sebagai buk ; (3) objek harus diproses; (4) objek yang dianggap sebuah dokumen. Berdasar kriteria tersebut, Latham (2012) menyebutkan bahwa objek-objek museum sesuai dengan sebuah dokumen. Dengan konsep ini, informasi tentang objekobjek museum dapat menggunakan standar format "dokumen" yang mendukung keterbukaan dan jejaring informasi. Dengan semakin besarnya data katalog yang tersimpan dalam museum, maka akan dibutuhkan suatu pemrosesan yang dapat dilakukan secara otoma s oleh mesin untuk dapat memberikan manfaat lebih kepada pengguna. Ke ka kumpulan metadatametadata dalam katalog museum hanya dipelihara oleh museum itu sendiri, maka akan memunculkan masalah lain, yaitu redundansi data, sulitnya membangun jejaring antar museum dan pihak ke ga, serta terbatasnya perluasan informasi. Singer (2009), Alemu, Stevens, Ross, & Chandler (2012), dan Bowen & Schreur (2012) menyarankan solusi atas permasalahan tersebut dengan penerapan prinsip dan standar linked data dalam museum, terutama untuk membuka kemungkinan adanya jejaring sistem katalog metadata. Penerapan seman c web dan linked data akan menjadikan sumber informasi tersedia bagi pengguna yang lebih luas . Is lah linked data merujuk pada penggunaan teknologi Web untuk membuat Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016 | 07
tautan ber pe antar data dari sumber data yang berbeda . Linked data merupakan sebuah meta-model yang di dalamnya menyediakan suatu kerangka untuk mendefinisikan, merancang, mengembangkan, dan memelihara skema dan vocabulary dari sembarang macam dan ukuran dalam suatu domain yang diberikan . Spesifikasi konsep dan teknis seman c web menjadi komponen mendasar untuk penerapan linked data. Dengan adanya seman c web, sangat dimungkinkan untuk dibentuk berbagai macam struktur data yang dapat dibagikan dan ditautkan ke struktur data lain untuk membentuk suatu basis data linked data yang sangat besar dan independen. Mitchel (2013) menyebutkan ada beberapa blok pembangun (block building) yang dapat diadopsi untuk mempersiapkan museum ikut serta dalam jejaring linked data. Blok pembangun tersebut adalah: LOD Data Model, Content Rule, Metadata Schema dalam LOD, Serialisasi LOD, Pertukaran LOD. Kelima blok pembangun tersebut dapat menjadi penuntun untuk pembangunan layanan linked open data dalam suatu perpustakaan/museum. Saat ini sudah ada beberapa layanan yang menyediakan akses online berbasis seman c web untuk katalog koleksi yang tersimpan di berbagai museum, termasuk perpustakaan. Salah satunya yang dapat dijadikan sebagai acuan adalah proyek Europeana. Europeana menyajikan koleksi digital yang berasal dari berbagai lembaga pemilik koleksi digital warisan budaya. METODOLOGI Tahapan pemodelan representasi
Museum Ba k Yogyakarta
pengetahuan terhadap sumber yang dimiliki oleh museum-museum objek peneli an, dalam peneli an ini direncanakan menggunakan pendekatan metode WSDM (Web Seman c Design Method) seper yang diuraikan oleh De Troyer dan Leune . Dalam metodologi WSDM, tahap awal untuk melakukan pemodelan data untuk katalog objek-objek yang dikelola oleh sebuah museum adalah mendefinisikan pernyataan misi yang menjadi acuan utama dalam langkah-
08| Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016
Sumber gambar: kenjava.com
langkah berikutnya. Berikut adalah pernyatan misi dalam memodelkan data katalog objek-objek yang dikelola oleh sebuah museum berbasis Seman c Web: "Menghasilkan model representasi pengetahuan koleksi-koleksi dari beberapa museum di Kota Yogyakarta yang akan menjadi dasar pembangunan katalog online yang bersifat terbuka." AUDIENCE MODELLING Sebagai dasar untuk analisis profil pengguna, dilakukan survei terhadap 188 responden yang dilakukan dengan cara bertemu langsung ataupun survei menggunakan media online. Dari survei tersebut, 87% menyatakan membutuhkan adanya publikasi informasi tentang museum melalui media web, dan 74% juga membutuhkan adanya informasi katalog koleksi dari se ap museum. Dari semua responden yang telah diteli , semuanya merupakan pengguna dan pengunjung museum. Sehingga dalam pemodelan ini, ditetapkan bahwa untuk pengguna adalah hanya pengunjung atau pengguna yang membutuhkan informasi koleksi museum melalui layanan informasi terbuka berbasis seman c web. MODEL INFORMASI Setelah sebuah model task dilengkapi, sebuah object chunk dibuat untuk se ap task dalam model tersebut. Jika kebutuhan yang menempel pada task adalah murni sebuah kebutuhan informasi, maka object chunk dapat diper mbangkan sebagai deskripsi konseptual dari informasi yang akan ditampilkan pada layar. Troyer & Casteleyn mengatakan bahwa memodelkan object chunk dengan graphical nota on bukanlah suatu keharusan jika task yang dimodelkan terlalu komplek. Spesifikasi model informasi dapat dinyatakan dalam bentuk deskripsi/informal atau dengan pseudo code. WSDM menggunakan OWL untuk memodelkan kebutuhan informasi dari layanan yang sedang dirancang. Untuk pemodelan object chunk, dapat digunakan berbagai pendekatan. WSDM menggunakan notasi ORM (Object Role Modeling). Untuk penentuan atribut dari se ap item koleksi musem, pada peneli an ini juga mengadopsi metadata yang diterapkan pada Sewall-Belmont House & Museum . Metadata yang digunakan untuk deskripsi se ap item pada museum tersebut, antara lain: Nomor katalog, kontributor, hak cipta, pembuat, tanggal, penjelasan, dimensi, bahasa, material, nama objek, tempat, provenance (sejarah kepemilikan), penerbit, relasi dengan objek lain, asal/sumber objek, topik dari objek (subjek), dan waktu atau perkiraan waktu pembuatan objek.
Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016 | 09
HASIL DAN PEMBAHASAN Atribut metadata item koleksi museum yang digunakan di Sewall-Belmont House&Museum lebih sederhana jika dibanding petunjuk yang dikeluarkan oleh Interna onal Commi ee for Documenta on of the Interna onal Council of Museums . Petunjuk CIDOC 1995 lebih banyak mengarah pada manajemen pengelolaan koleksi yang dikelola oleh suatu museum. Sehingga pada peneli an ini menilai cukup merujuk pada metadata yang digunakan oleh Sewall-Belmont House&Museum. Atribut metadata tersebut belum mencakup tentang informasi museum itu sendiri. Jika menilik dari Tesaurus UNESCO, museum juga dapat dilihat dari ak fitasnya, fasilitas, dan kebijakannya. Dapat ditambahkan pula informasi atribut museum: Nama museum, lokasi, jenis museum, deskripsi museum, tahun berdiri, pengelola, dan jam operasional. Berdasar dari hasil studi sumber rujukan tersebut di atas, pada peneli an ini dirancang sebuah model informasi untuk objek koleksi museum seper pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Informasi dengan ORM Dengan melihat hasil rancangan model informasi untuk sebuah objek koleksi suatu museum dengan pendekatan berbasis seman c web, visualisasi dari class utama
10| Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016
pada model ini (seper yang ditunjukkan pada Gambar 1), terdiri dari: museum: Museum dan museum: ItemKoleksi. Kedua class tersebut juga diturunkan dan atau disamakan dengan class dari kamus yang sudah ada, yaitu dengan foaf:Document, foaf:Organiza on, dan dcterms:PhysicalResource. (Gambar 2)
Gambar 2. Visualisasi definisi model class untuk item koleksi museum
REKOMENDASI Penyediaan layanan data berbasis linked open dataperlu didukung oleh infrastruktur informasi, yang dalam hal ini lebih ke arah arsitektur perangkat lunak. Hyvonen, et al. mengembangkan layanan data berbasis linked open data untuk dapat menyediakan sistem a) yang menyediakan repository terpusat untuk data koleksi dari berbagai museum; b) yang dapat menyediakan fasilitas temu kembali berbasis content untuk lebih memahami objek-objek dari koleksi yang diolahnya; dan c) yang menyediakan kemudahan bagi siapa saja untuk mempublikasikan informasi di lokal masing-masing. Berdasar kebutuhan sebuah sistem katalog koleksi museum di DIY, khususnya Kota Yogyakarta, arsitektur sistem aplikasi yang dikembangkan direkomendasikan untuk memperha kan tersedianya layanan Seman c Web dan juga sistem temu kembali (informa on retrieval) yang mampu memberikan fungsi pencarian dan visualisasi informasi yang dinamis dan terbuka (Gambar 3).
Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016 | 11
Gambar 3. Rekomendasi Arsitektur Informasi Layanan Linked Open Data Koleksi Museum PENUTUP Penerapan metode WSDM dalam mengembangan model informasi untuk koleksi museum dapat dilakukan dengan baik. Dengan model yang sudah diusulkan ini, selanjutnya dapat mulai ditetapkan standarisasi bersama terkait dengan penggunaan metadata-metadata yang memenuhi standarisasi untuk dapat membangun sebuah arsitektur linked open data bagi jejaring museum di Kota Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Alemu, G., Stevens, B., Ross, P., & Chandler, J. (2012). Linked Data for Libraries: Benefits of a Conceptual Shi from Library-Specific Record Structures to RDF-based Data Models. Dipe k 02 20, 2014, dari World Library and Informa on Congress 78th IFLA General Conference and Assembly , 11-17 August 2012, Helsinki, Finland. Ambrose, T., & Paine, C. (2012). Museum Basics (3rd Edi on ed.). London: Routledge. Badan Pusat Sta s k. (2014). Sta s k Pariwisata Kota Yogyakarta 2013. Yogyakarta: Badan Pusat Sta s k Kota Yogyakarta. Da ar Museum di Yogyakarta. (t.thn.). Dipe k Oktober 8, 2015, dari Museum di DIY
12| Jurnal Peneli an BAPPEDA Kota Yogyakarta 2016