Volume 5, Number 1---- Juni 2017
PEMEROLEHAN KOMPETENSI FONOLOGIS DAN GANGGUAN PEMRODUKSIAN UJARAN PADA ANAK BERUSIA 3 SAMPAI 4 TAHUN Mia Nur Amaliyah
[email protected] Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Garut ABSTRAK Penelitian ini diletarbelakangi oleh perbedaan kemampuan berujar pada anak berusia 3 sampai 4 tahun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik penelitian jenis cross-sectional tipe observasional dan natural. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak libat cakap dan teknik rekam catat. Sumber data yang digunakan adalah dua orang anak berusia 3 sampai 4 tahun, dengan satu orang anak laki-laki berusia 4 tahun dan seorang anak perempuan berusia 3 tahun. Berdasarkan hasil penelitian dengan 18 kali perekaman, 95 buah ujaran dan 125 macam kata yang dihasilkan R-1 dan 18 kali perekaman, 95 buah ujaran dan 111 macam kata yang dihasilkan R-2 diperoleh hasil berikut ini. Pertama, pada pengucapan bunyi-bunyi vokal, diftong, dan konsonan, kedua responden secara umum telah mampu mengucapkan bunyi-bunyi tersebut meskipun ada beberapa bunyi yang jarang terdengar dan belum mampu diucapkan. Kedua, baik responden pertama atau pun responden kedua sama-sama mengalami gangguan pemroduksian pada saat berujar, yaitu senyapan diam, senyapan terisi, kekeliruan suku kata, dan kekeliruan antisipasi. Kata kunci: pemerolehan fonologi, psikolinguistik, ujaran anak. Latar Belakang Masalah Pada saat kita mendengarkan seorang anak pada rentang usia 3 sampai 4 tahun sedang berujar, pada kata-kata tertentu yang diucapkannya seringkali kita mendengar ketidakjelasan ujaran dengan adanya penggantian atau penghilangan bunyi fonem tertentu sehingga muncul kata-kata yang kurang dimengerti. Akan tetapi, apabila kita mendengar ujaran anak yang lainnya, ujaran yang dihasilkan terdengar jelas dan dapat dipahami layaknya ujaran orang dewasa. Hal tersebut terjadi karena tentunya antara anak yang satu dengan anak yang lain memiliki perbedaan kemampuan dalam berujar. Banyak orang yang menganggap bahwa anak yang berusia lebih dari 3 tahun akan mampu berujar dan berkomunikasi dengan lancar. Tetapi, usia yang menjadi indikator umum tentang pertumbuhan dan perkembangan bukan merupakan satu-satunya indikator seorang anak dapat berujar dengan lancar. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Dardjowidjojo (2012: 239) yang mengemukakan “urutan pemunculan bunyi bersifat genetik karena perkembangan biologi manusia itu tidak sama, maka waktu munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun atau bulan kalender”. Pendapat tersebut sekaligus mendukung pula kenyataan bahwa kemampuan fonologis serta kemampuan berujar pada setiap anak akan berbeda, tidak bergantung pada usia. Perumusan Masalah 47 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pemerolehan kompetensi fonologis pada anak berusia 3 sampai 4 tahun? 2) Apa saja kemungkinan gangguan pemroduksian ujaran yang dialami anak berusia 3 sampai 4 tahun?
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui pemerolehan kompetensi fonologis pada anak berusia 3 sampai 4 tahun. 2) Mengetahui kemungkinan gangguan pemroduksian ujaran yang dialami anak berusia 3 sampai 4 tahun. Tinjauan Pustaka A. Pemerolehan Kompetensi Fonologis 1. Klasifikasi Bunyi Bahasa Bunyi bahasa pada umumnya dibedakan atas tiga macam, yaitu bunyi vokal, bunyi diftong, dan bunyi konsonan. Chaer (2009: 38) mengemukakan bahwa bunyi vokal diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan tinggi rendahnya lidah, maju mundurnya lidah, bentuk mulut, serta striktur. Pendapat lain dikemukakan oleh Muslich (2015: 46) yang menyebut bunyi vokal sebagai bunyi vokoid yang dinamai berdasarkan ada atau tidaknya gangguan pada daerah artikulasi, mengklasifikasikan dan memberi nama bunyi vokoid ini hanya berdasarkan tinggi rendahnya lidah, maju mundurnya lidah, dan bentuk mulut. Selanjutnya, ada beberapa konsep yang dikemukakan mengenai definisi diftong. Chaer (2009: 14) mengemukakan “konsep diftong berkaitan dengan dua buah vokal dan yang merupakan satu bunyi dalam satu silabel”, sedangkan Muslich (2015: 69) mengemukakan bahwa konsep diftong berkaitan dengan perangkapan dua buah bunyi vokoid yang ditandai dengan satuan hembusan udara ketika bunyi diucapkan. Terakhir, berkaitan dengan konsep bunyi konsonan, Muslich (2015: 50) mengklasifikasikan bunyi konsonan berdasarkan tiga kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, serta cara artikulasinya. 2. Perkembangan Bahasa Anak Schaerlaekens (1977, dalam Mar’at 2009: 61) membagi fase perkembangan bahasa anak menjadi tiga periode, yaitu periode pralingual, periode lingual dini, serta periode diferensiasi. Pada periode pralingual, anak yang termasuk ke dalam periode ini adalah anak usia 0 sampai 1 tahun. Pada periode ini anak belum dapat merangkai bunyi bahasa untuk selanjutnya menjadi sebuah ujaran untuk berkomunikasi. Selanjutnya, pada periode pralingual dini, anak yang termasuk ke dalam periode ini adalah anak usia 1 48 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
sampai 2,5 tahun. Dalam periode ini, anak mulai dapat mengucapkan kata-kata meskipun belum lengkap karena masih terdapat bunyi-bunyi fonem yang belum mampu diucapkan. Terakhir, periode diferensiasi yang berada pada anak usia 2,5 sampai 5 tahun. Ciri-ciri yang mencolok pada periode ini adalah pada kemampuan anak dalam proses diferensiasi atau membedakan penggunaan kata dan kalimat dalam sebuah konteks. 3. Pemerolehan Kompetensi Fonologis Ciri universal dalam pemerolehan kompetensi fonologis pertama pada anak-anak dapat ditinjau melalui bunyi-bunyi yang dihasilkannya ketika ia mendekut (cooing) ataupun mengoceh (bablling). Pandangan yang sampai saaat ini belum disanggah adalah teori Struktural Universal atau teori Jakobson yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Roman Jakobson pada tahun 1968. Dialah yang mengemukakan adanya universal pada bunyi bahasa manusia dan urutan pemerolehan bunyi-bunyi tersebut yang dinamakan sistem vokal minimal (minimal vocalic system) dan sistem konsonantal minimal (minimal consonantal system). Macam dan jumlah bunyi bahasa bisa saja berbeda-beda dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Akan tetapi, hubungan antara satu bunyi dengan bunyi lain yang bersifat universal. Jakobson mengajukan hukum yang dinamakan Law of Irreversible Solidarity yang meramalkan urutan kesukaran masing-masing bunyi. B. Gangguan Pemroduksian Ujaran Jenis-jenis gangguan pemroduksian ujaran yang kemungkinan dapat timbul pada saat berujar, diantaranya senyapan, kilir lidah, dan gangguan berbicara. 1. Senyapan Dardjowidjojo (2012: 144) juga mengemukakan bahwa terdapat dua macam senyapan, yaitu senyapan diam dan senyapan terisi. Pada senyapan diam, pembicara berhenti sejenak tanpa berbicara dan setelah menemukan kata-kata yang dimaksud kemudian dia melanjutkannya. Berbeda dengan senyapan diam, pada senyapan terisi, pembicara mengisi senyapan dengan bunyi-bunyi tertentu. 2. Kilir Lidah Kilir lidah ini terjadi karena pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang dimaksud, misalnya kita memproduksi kata yang lain, kita memindah-mindahkan bunyi, atau kita mengurutkan kata secara keliru. Kilir lidah ini diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu kekeliruan seleksi, kekeliruan assembling, kekeliruan fitur distingtif, kekeliruan segmen fonetik, kekeliruan suku kata, serta kekeliruan kata. 3. Gangguan Berbicara Chaer (2009: 149) mengklasifikasikan gangguan berbicara menjadi tiga jenis, yaitu gangguan mekanisme berbicara, gangguan akibat multifaktorial, serta gangguan psikogenik. Akan tetapi, jenis gangguan berbicara yang mungkin terjadi pada orang normal adalah gangguan mekanisme berbicara serta gangguan psikogenik, karena 49 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
gangguan akibat multifaktorial hanya terjadi pada orang yang memiliki penyakit tertentu. Pada gangguan mekanisme berbicara, terdapat empat jenis gangguan, yaitu gangguan akibat faktor pulmonal, gangguan akibat faktor laringal, gangguan akibat faktor lingual, serta gangguan akibat faktor resonansi. Metodologi Penelitian A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif sehingga data yang diteliti bukanlah berupa angka-angka untuk perhitungan, tetapi berupa gambaran dari data yang didapat dalam ujaran anak. B. Teknik Penelitian Dalam teknik penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian cross-sectional tipe observasional dan natural. Seperti yang dikemukakan oleh Dardjowidjojo (2012: 229), jenis penelitian ini dilakukan pada suatu titik waktu tertentu dengan subjek penelitian lebih dari satu orang dan topik yang bersifat sesaat. Pada teknik penelitian tipe observasional, penulis melakukan penelitian secara langsung ke lapangan dan membiarkan anak berbahasa secara natural. C. Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini, ada dua macam data yang dicari, yaitu kompetensi fonologis anak dan gangguan pemroduksian pada ujaran anak. Sumber data yang digunakan adalah dua orang anak berusia 3 sampai 4 tahun. Sumber data tersebut diberi nama Responden Pertama (R-1) dan Responden Kedua (R-2). R-1 adalah seorang anak lakilaki berusia 4 tahun, dan R-2 adalah seorang anak perempuan berusia 3 tahun.
D. Teknik Pengumpulan Data Data yang berupa kompetensi fonologis dan gangguan pemroduksian pada ujaran anak dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik simak libat cakap dan teknik rekam catat. E. Teknik Pengolahan Data Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan, penulis memilih untuk tidak menggunakan statistik dalam pengolahan data. Alasannya karena penelitian yang dilakukan hanya berupa deskripsi dan hasilnya pun tidak berupa perhitungan atau angka. Penulis melakukan langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: 1) Mendengarkan rekaman ujaran anak secara cermat dan berulang-ulang. 2) Mentranskripsikan hasil rekaman ujaran anak ke dalam transkripsi fonetis dan fonemis. 3) Menganalisis ketepatan pengucapan ujaran berdasarkan hasil transkripsi dan memasukannya ke dalam tabel. 4) Menganalisis kompetensi fonologis anak. 50 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
5) Menyortir bagian-bagian ujaran anak yang kemungkinan mengalami gangguan pemroduksian ujaran dan memasukannya ke dalam tabel. 6) Menganalisis kemungkinan gangguan pemroduksian ujaran yang terjadi pada anak dan mengklasifikasikannya. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Pemerolehan Kompetensi Fonologis Tabel 1.1 Analisis Realisasi Fonem pada Ujaran R-1 Fonem Awal a Aku [?aku] α Ama [αma] i Ieu [‘iyờ] u Uwih [?uwih] e Emam [emam] ə Enteu [?əntờ] ɛ ờ
Eui [ời]
o
-
ai
-
au
-
b c d f g h j k
Bau [bau] Cicak [cicak’] Dede [dɛdɛ] Heleum [həlờm] Jijik [jijik’] Kakak [kakak’]
Tengah Badag [badag] halana [halαna] Akik [?akik’] Hayul [hayul] Haeng [haʟeɳ] Hembil [həmbil] Haen [hayɛn]
Akhir Aya [?aya] Ai [?aʟi] Bau [bau] Ape [?ape] -
Dede [dɛdɛ] Heleuk Ieu [‘iyờ] [həʟờk] Abom Ayo [?abom] [?ayo] Acai [?acay] Henjau [hənjaw] Abah [?abah] Acuk [?acuk’] Badag [badag] Lagi [lagi] Henjau [hənjaw] Aku [?aku]
Badag [badag] Uwih [?uwih] Duduk [dudUk’ 51
CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
l m n ɳ ñ p
Lagi [lagi] Mia [miya] Nao [nawo] -
Ulu [?ulu]
Nyamuk [ñamuk’] Pau [pau]
Hemuanya [hemuwañah] Bapak [bapaˀ]
Hembak [həmbak] Anu [?anu] Ungu [?uɳu]
q r s t v w
Tak [taˀ] -
x y
-
z
-
] Hembil [həmbil] Hentam [həntam] Uang [uʟaɳ] -
Enggiha kap [ɳgihaka p’] Hatu [hatu] Uah [uwah] Henjau [hənjaw] ? Ayah [ ayah] Dodoy [dodOy] -
Tabel 1.2 Analisis Realisasi Fonem pada Ujaran R-2 Fonem Awal Tengah a Apa Mau [mau] [?apah] α h i Ini [’ini ] Kecini [kecinih] u Ke uwa Kudu [ke ?uwa] [kudu] e Enam Eneng [?enam] [?əneɳ] ə Eneng Beli [bəli] [?əneɳ] Bebek ɛ [bɛbɛk’] ờ Leuwas [luwas] o Olen Baong [?olen] [baoɳ]
Akhir Mana [mana] Beli [bəli] Mau [mau] Pake [pake] Ale [alɛ] Dipoto [dipoto] 52
CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
ai
-
-
au b
Bintang [bintaɳ] Cenah [cenah] Dua [duwa] Gambal [gambal] Hitam [hitam] Jeluk [jeluk’] Kecil [kecil] Lieul [liyờl] Mana [mana] Nangis [naɳis] -
Mobil [mobil] Kecil [kecil] Bade [bade]
c d f g h j k l m n ɳ ñ p q r s t v w x y z
Nyamuk [ñamuk’] Pelut [pelUt’] Tata [tata] Yellow [yelow] -
Taligu [taligu] Caha [caha] Pinjem [pinjem] Cekali [cekali] Belajal [belajal] Mama [mamah] Gimana [gimana] Ingkalan [?iɳkalan] Bajunya [bajuñah] Dikompes [dikOmpɛs] -
Di cungai [di cuɳay] Malah [malah] Naik [naik’] Gatal [gatalh] Minum [minUm] Maen [maen] Baong [baoɳ] -
Habis [habis] Intelnetna Dicimut [?intelnetna] [dicimUt’] Ke uwa [ke Yellow ? uwa] [yelow] Ayah [?ayah] -
2. Analisis Gangguan Pemroduksian Ujaran Tabel 2.1 Analisis Gangguan Pemroduksian Ujaran pada R-1 53 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Ujaran Acuk….acuk endang (acuk udang. Baju yang bergambar udang) [#?acUk’/ ?acUk’ ndaɳ#] Ento acuk uang…ento acuk uang haen dodoy (tos diacuk urang maen dodoy. Sudah pakai baju kita main dodoy) [#nto ?acUk’ ?uʟaɳ/nto ?acUk’ ?uʟaɳ hayɛn dOdOy#] Ieu..ieu..ieu..eno badag..eno badag (ieu dino badag. Ini dinosaurus besar) [#‘iyờ/‘iyờ/‘iyờ/nno badag/nno badak’#] Ieu maramara, ramarana, maramarana maramarana (ieu kamarana. Ini pada ke mana) [#’iyờ maʟamaʟa ʟamaʟana maʟamaʟana maʟamaʟana#] Ieu ana..ieu ana..ana apa ieu (ieu warna apa ieu. Ini warna apa ini) [#‘iyờ ?ana/‘iyờ/?ana/?ana ?apa ‘iyờ#] Haleung..dede, haleung..bapak hayang (sareung dede sareung bapak sayang. Sama dede sama bapak sayang) [#haʟờɳ/dɛdɛ/haʟờɳ/bapaˀ hayaɳ#] Haleung…haleung bapak hayang (sareung bapak sayang. Sama bapak sayang) [#haʟờɳ/haʟờɳ bapaˀ hayaɳ#] Cicak cicak di dindingding (cicak di dinding) [#cicak’ cicak’ didindiɳdiɳ#] Iam iam meayayap (diam-diam merayap) [#?iyam ?iyam məʟayayap’#] Encang babanana (pisang banana) [#ncaɳ babanana#]
Jenis Gangguan Senyapan diam
Senyapan diam
Senyapan terisi
Kekeliruan suku kata
Senyapan terisi
Senyapan diam
Senyapan diam
Kekeliruan antisipasi Kekeliruan antisipasi
Kekeliruan antisipasi
Tabel 2.2 Analisis Gangguan Pemroduksian Ujaran pada R-2 Ujaran Jenis Gangguan Em…anu ambu mobilna eneng pinjem Senyapan diam (punya ambu mobilnya eneng pinjam. Ambu adalah nama pangggilan untuk nenek R-2) [#em/?anu ?ambu mobilna ?əneɳ pinjem#] Mau cuntik, cuntikan cuntik, cu..cuntik Senyapan terisi cuntik..cuntik cuntik…cuntik cuntikan (mau suntikan-suntikan) 54 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
[#mau cuntik’/cuntikan cuntik’/cuh/cuntik’ cuntik’h/cuntik’ h cuntik’ /cuntik’ cuntikan#] Ada be..ap..da apa ni ma Senyapan terisi ? ? h h [# ada be/ap/da apa ni ma #] kelnak, kentang kentangnya, telnak Kekeliruan antisipasi (tentang ternaknya) [#kelnak’/kentaɳ kentaɳñah/telnak’] Berdasarkan hasil penelitian terhadap R-1 dan R-2 yang masing-masing berusia 4 dan 3 tahun, dengan 18 kali perekaman, 95 buah ujaran dan 125 macam kata yang dihasilkan R-1 dan 18 kali perekaman, 95 buah ujaran dan 111 macam kata yang dihasilkan R-2 dapat diambil dua buah hasil berikut ini. Pertama, pada pengucapan bunyi vokal, baik itu di awal, di tengah, atau pun di akhir kata, R-1 atau pun R-2 secara umum telah mampu mengucapkan bunyi-bunyi vokal meskipun ada beberapa bunyi vokal yang jarang terdengar diucapkan. Pada pengucapan bunyi diftong, pada ujaran R1 telah terdengar pengucapan bunyi fonem diftong /au/ dan /ai/, sedangkan pada ujaran R-2 hanya fonem diftong /ai/. Pada pengucapan fonem-fonem konsonan, pada ujaran R-1 atau pun R-2 samasama belum terdengar mengucapkan bunyi fonem /r/, /q/, /z/, /v/, /f/, /s/, dan /x/, kecuali bunyi fonem /s/ yang terdengar diucapkan oleh R-2 pada akhir kata. Bunyi fonem konsonan yang telah terdengar diucapkan di awal, di tengah atau pun di akhir kata pada ujaran R-1 adalah fonem /k/, /l/, /m/, dan /p/ sedangkan pada ujaran R-2 adalah fonem /h/, /k/, /l/, /m/, /n/, dan /t/. Kedua, pada R-1 atau pun R-2 sama-sama mengalami gangguan pemroduksian pada saat berujar. R-1 mengalami empat kali senyapan diam, dua kali senyapan terisi, satu kali kekeliruan suku kata, dan tiga kali kekeliruan antisipasi, sedangkan R-2 mengalami satu kali senyapan diam, dua kali senyapan terisi dan satu kali kekeliruan antisipasi. Simpulan Demikian telah terlihat bahwa pemerolehan kompetensi fonologis pada R-2 lebih unggul dibanding R-1, serta gangguan pemroduksian ujaran yang dialami R-2 lebih jarang dibandingkan dengan R-1. Meskipun usia R-1 selisih satu tahun dengan R-2, tetapi hal tersebut bukanlah indikator seorang anak dapat lebih baik dalam memperoleh kemampuan fonologis serta terhindar dari gangguan pemroduksian ujaran. Hal tersebut sekaligus mendukung pendapat Dardjowidjojo (2012: 239) yang mengemukakan “urutan pemunculan bunyi bersifat genetik karena perkembangan biologi manusia itu tidak sama, maka waktu munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun atau bulan kalender”. Daftar Pustaka Brown, Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta 55 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian . Bandung: PT. Refika Aditama Djajasudarma, T. Fatimah. 2013. Fonologi dan Gramatika Sunda. Bandung: PT. Refika Aditama Hutasuhut, Nila. 2011. Pemerolehan Bahasa Anak Usia 2-4 Tahun. [online]. Tersedia:https://nilahutasuhut.blogspot.co. id/2011/06/pemerolehan- bahasaanak- usia-2-4-tahun.html?m=1. Diakses pada 18 April 2016 IPA. 2005. IPA Chart With Sound. [online]. Tersedia:http://www.internationalphonetialphabet.org/ipa-sounds/ipa-chart-withsounds/. Diakses pada 06 April 2016 Kushartanti, dkk. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Mar’at, Samsunuwiyati. 2009. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Refika Aditama Muslich, Masnur. 2015. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara Nuridayati. 2015. Pemerolehan Fonologi Bahasa Indonesia pada Anak Usia 3 Tahun. [online]. Tersedia: https://nurhidayati0109.blogspot.co.id /2015/05/pemerolehan-fonologi-bahasaindonesia.html?m=1. Diakses pada 18 April 2016 Tarigan, Henry. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung 56 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut
Volume 5, Number 1---- Juni 2017
Riwayat Hidup Mia Nur Amaliyah, S.Pd lahir di Garut pada 12 April 1994. Penulis tinggal di Jalan Guntur Kampung Babakan Pajagalan Nomor 502 RT 05 RW 05, Kelurahan Sukamentri Kecamatan Garut Kota Kabupaten Garut. Penulis merupakan alumni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Garut yang lulus dari STKIP Garut pada Oktober 2016.
57 CARAKA: “Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia & Bahasa Daerah
STKIP-Garut