82
PEMENUHAN HAK-HAK PENYANDANG TUNA DAKSA UNTUK MENDAPATKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KETERAMPILAN (STUDI PANTI SOSIAL BINA DAKSA WIRAJAYA MAKASSAR) Oleh: MUHAMMAD AMIN Mahasiswa Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar MUSTARI Dosen Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaturan hukum tentang pemenuhan hak-hak penyandang tuna daksa; (2) program bimbingan Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar dalam pemenuhan hak-hak penyandang Tuna Daksa untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan; (3) implementasi program Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar dalam pemenuhan hak-hak penyandang tuna daksa untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan jumlah populasi penelitian sebanyak 144 orang, dan sampel penelitian sebanyak 29 orang dengan menggunakan teknik random sampling. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah observasi, angket, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengaturan hak-hak penyandang tuna daksa diatur dalam pasal 28 C ayat (1) dan 28 I ayat 2 UUD NRI 1945; UU No.19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang disabilitas) yang diatur pada Pasal 5 s.d Pasal 7, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14 s.d Pasal 17, Pasal 19, Pasal 21 s.d Pasal 30; UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang diatur pada Pasal 5 Pasal 6, Pasal 11 s.d Pasal 14; Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang diatur pada Pasal 5, Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 s.d Pasal 15, Pasal 17 s.d Pasal 24, Pasal 26, Pasal 36, Pasal 41, Pasal 45, Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (2). (2).Program bimbingan Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar meliputi: (1) bimbingan fisik dan mental; 2) bimbingan sosial; (3) bimbingan keterampilan kerja; (4) bimbingan resosialiasi; (5) terminasi; dan (6) bimbingan lanjut. (3) Implementasi program bimbingan terlaksana dengan baik meliputi bimbingan fisik dan mental diikuti oleh 29 respoden (100%), bimbingan sosial di ikuti sebanyak 27 responden (81,81%), bimbingan keterampilan kerja di ikuti sebanyak 27 responden (81,81%), bimbingan resosialiasi diikuti sebanyak 6 responden (20.68%), terminasi dan bimbingan lanjut belum di ikuti oleh responden. Dalam pelaksanaan program bimbingan terdapat beberapa kendala yang di hadapi: (a) faktor penerimaan klien yang tidak bersamaan masuk; (b) faktor penyandang tuna daksa meliputi, latar belakang pendidikan, usia, dan derajat kecacatannya; (c) sarana dan prasarana berupa alat-alat praktek keterampilan yang perlu diperbaharui dan kondisi ruang yang perlu direnovasi. KATA KUNCI: Hak, Penyandang Tuna Daksa, Pendidikan, Pelatihan Keterampilan
83
PENDAHULUAN Pancasila sebagai landasan filosofis ketatanegeraan Republik Indonesia menjamin kehidupan dan penghidupan bagi seluruh warga negara akan prinsip keadilan, sebagaimana termuat dalam Pancasila sila ke-5, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) di atur bahwa, “Indonesia adalah negara hukum”. Salah satu unsur dalam negara hukum adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan jaminan persamaan di hadapan hukum, sehingga semua warga negara memiliki hak untuk di perlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Selanjutnya Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia tanpa ada pengecualian. Salah satu hak dasar yang menjadi fundamental adalah hak untuk memperoleh pendidikan demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan sosial. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa, “setiap orang berhak mendapatkan pendidikan”. Berdasarkan ketentuan tersebut, negara mengakui dan menjamin hak dasar warga negara dalam bidang pendidikan tanpa pengecualian. Ketentuan Pasal tersebut berimplikasi pada penyelenggaraan persamaan pendidikan bagi penyandang disabilitas merupakan tugas dan wewenang negara pada sektor regulasi dalam tatanan berbangsa dan bernegara tanpa diskriminatif. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat sebagai payung hukum bagi penyandang cacat dalam hal perlindungan hak dasar pendidikan dan pelatihan keterampilan sebagaimana yang diatur pada Pasal 6 bahwa, “Setiap penyandang cacat berhak untuk memperoleh: (1) Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. (4) Aksesbilitas dalam rangka kemandiriannya. (5) Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. (6) Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Pasal 11, “Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada
satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya”. Pasal 12, “Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya.” Penyandang disabilitas merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan warga negara lainnya. Oleh karena itu, peningkatan peran para penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian khusus dari pemerintah karena negara berkewajiban dalam menjamin dan melindungi kesejahteraan hidup warga negaranya. Selanjutnya pada tahun 2010, menurut Pusat Data Informasi Nasional dari Kementerian Sosial, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia berjumlah sebesar 11,580,117 orang dengan perincian 3,474,035 orang adalah tuna netra/penyandang disabilitas penglihatan, 3,010,830 orang adalah tuna daksa/penyandang disabilitas fisik, 2,547,626 orang adalah tuna rungu/penyandang disabilitas pendengaran, 1,389,614 orang adalah tuna grahita/penyandang disabilitas mental dan 1,158,012 adalah penyandang disabilitas kronis. Hal ini menunjukkan jumlah yang signifikan bahwa jumlah penyandang disabilitas diperkirakan mencapai 4,8 persen dari 240 juta penduduk Indonesia (BKKBN, 2013). Kondisi sosial penyandang disabilitas umumnya di nilai rentan baik dari aspek ekonomi, pendidikan, keterampilan maupun kemasyarakatan. Kebanyakan masyarakat terlalu melihat pada disabilitas seseorang tanpa mempedulikan potensi lain yang menonjol dari mereka. Stigma negatif terhadap penyandang disabilitas menyebabkan mereka kesulitan mengembangkan potensinya secara maksimal, sehingga mereka tak bisa mendayagunakan dirinya dan menjadi tergantung pada orang lain. Masalah yang timbul dari fenomena sosial tersebut adalah terkhusus bagi para penyandang disabilitas yang tingkat pendidikannya rendah dan kurang memiliki keterampilan menyebabkan terjadinya masalah sosial seperti kebiasaan hidup bergelandangan, mengemis di jalan raya dan tempat-tempat ibadah, dan ketergantungan sosial lainnya.
84
Melihat kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji pemenuhan hak-hak penyandang tuna daksa terkait hak untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan. Penelitian ini penting di laksanakan melihat cerminan sebuah negara yang sejahtera (welfare state) adalah mampu menciptakan dan memberdayakan masyarakat menuju individu yang cerdas dan bermartabat. Dalam konteks teritorial, peneliti berkosentrasi di Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar sebagai representatif penelitian secara nasional. Mengingat, Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar adalah salah satu panti sosial yang menangani para penyandang tuna daksa di kawasan timur Indonesia, meliputi: Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara atau sebagian Kalimantan terdiri dari 15 provinsi, 28 kota dan 170 kabupaten. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang didesain untuk mendeskripsikan mengenai pemenuhan hak-hak penyandang tuna daksa untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan di tangani oleh Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar pada tahun 2014. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan warga binaan yang di tangani oleh Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar tahun 2014 sebanyak 144 klien. Dalam penelitan ini, penentuan sampel menggunakan teknik random sampling dengan sampel penelitan sebanyak 29 responden, sedangkan sebagai pelengkap dalam pengumpulan data digunakan informan yaitu Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar. Teknik pengumpulan data yang di gunakan yakni observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Hukum Mengenai Hak-hak Penyandang Tuna Daksa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) di atur bahwa, “Indonesia adalah negara hukum”. Salah satu unsur dalam negara hukum adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan jaminan persamaan di hadapan hukum, sehingga semua warga negara memiliki hak untuk di perlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law).
Selanjutnya dalam Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia tanpa ada pengecualian. Pasal ini mengandung makna bahwa, setiap warganegara di jamin hak-hak konstitusionalnya untuk diperlakukan sama sesuai dengan harkat dan martabatnya dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di atur bahwa, “setiap orang berhak mendapatkan pendidikan”. Berdasarkan ketentuan tersebut, negara mengakui dan menjamin hak dasar warga negara dalam bidang pendidikan tanpa pengecualian termasuk penyandang disabilitas untuk mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama di bidang pendidikan. Hak-hak penyandang disabilitas di atur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), Pasal 5 mengenai “Persamaan Dan Non-Diskriminasi”. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 5 “Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Pasal 5 di atur bahwa, “ruang lingkup pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, meliputi: (a) kesamaan kesempatan; (b) aksesbilitas; (c) habilitasi dan rehabilitasi; (d) pemeliharaan taraf kesejahteraan; (e) perlindungan khusus; (f) perlindungan dan pemberdayaan perempuan penyandang disabilitas dan anak penyandang disabilitas (g) peran serta masyarakat; (h) kerjasama dan kemitraan. Lebih lanjut di atur pada Pasal 10 bahwa, “setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan dalam bidang; (a) pendidikan; (b) kesehatan; (c) olahraga; (d) seni dan budaya; (e) ketenagakerjaan; (f) berusaha (g) pelayanan umum (h) politik (i) bantuan hukum dan (j) Informasi.” Dalam bidang pendidikan, pemenuhan hak untuk memperoleh kesamaan kesempatan termuat di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang disabilitas) Pasal 24
85
menegaskan bahwa, negara mengakui dan menjamin hak-hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan pada setiap jenjang satuan pendidikan tanpa diskriminasi dan setara dengan yang lainnya. Selanjutnya dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12 mempertegas hak dan kesempatan yang sama agar penyandang cacat sebagai peserta didik mendapatkan perlakuan yang sama dengan peserta didik lainnya, termasuk didalamnya kesamaan untuk memperoleh sarana dan prasarana pendidikan pada setiap jalur dan jenjang pendidikan yang di sesuaikan dengan kemampuan dan derajat kecacatan yang dimiliki oleh penyandang cacat. Dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 Pasal 11 ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap penyelenggara pendidikan memberikan kesempatan yang sama dalam pendidikan bagi penyandang disabilitas sesuai jenis disabilitas, derajat kedisabilitasan dan kemampuannya meliputi (a) pendidikan umum; (b) pendidikan inklusi; (c) pendidikan khusus. Apabila penyandang disabilitas tidak dapat mengikuti pendidikan umum dan pendidikan inklusi maka di tempatkan pada pendidikan khsusus seperti sekolah luar biasa (SLB). Dalam bidang kesehatan, pemenuhan hak untuk memperoleh kesamaan kesempatan termuat didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang disabilitas) Pasal 25, negara mengakui dan menjamin hak-hak penyandang disabalitas dalam bidang kesehatan tanpa diskriminasi untuk mendapatkan pelayanan dan perawatan dari tenaga medis dan fasilitas yang memadai dari rumah sakit serta asuransi kesehatan yang terjangkau bagi penyandang disabilitas terutama bagi anak-anak dan orang-orang usia lanjut yang kesehatannya rentan terhadap penyakit. Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Pasal 13 mengandung makna bahwa penyandang disabilitas mempunyai kesempatan yang sama dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah kota dan masyarakat meliputi jaminan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam bidang ketenagakerjaan, Pemenuhan hak untuk memperoleh kesamaan
kesempatan termuat didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang disabilitas) Pasal 27, negara mengakui, melindungi dan menjamin hak-hak penyandang disabilitas untuk memperoleh kesempatan dan kesamaan dibidang pekerjaan dan lapangan pekerjaan dengan adil dan layak bagi penghidupan. Selanjutnya dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 13 dan Pasal 14 mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi penyandang cacat perihal kesamaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan tingkat derajat kecacatannya serta kemampuannya dan perusahaan negara maupun swasta wajib memberikan kesempatan yang sama pada penyandang cacat dengan mempekerjakannya apabila memenuhi syarat kualifikasi pekerjaan sesuai dengan pendidikan dan kemampuannya. Dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Pasal 18, Pasal 19 mengenai pemerintah dan/atau masyarakat dapat melakukan pelatihan kerja untuk membantu penyandang disabilitas di bidang ketenagakerjaan. Selain berhak untuk mendapatkan pekerjaan, penyandang disabilitas juga berhak untuk membuka lapangan pekerjaan sebagaimana diatur pada Pasal 21 ayat (1) mengamanatkan pemerintah kota memfasilitasi penyandang disabilitas untuk memiliki keterampilan dan/atau keahlian untuk melakukan usaha-usaha sendiri melalui kelompok usaha bersama untuk dapat diberikan bantuan modal usaha. Bantuan modal usaha tersebut dapat berupa pendanaan/modal, sarana dan prasarana, informasi usaha, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dan pemasaran dan dukungan kelembagaan. Dalam bidang sosial, Pemenuhan hak untuk memperoleh kesamaan kesempatan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Convention On The Rights of Person With Disabilities (Konvensi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas) diatur pada Pasal 6 mengenai Penyandang Disabilitas Perempuan, Pasal 7 mengenai Penyandang Disabilitas Anak. Selanjutnya dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 6 angka (6) diatur bahwa, hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan dan
86
kehidupan sosialnya, terutama bagi anak penyandang cacat dalam lingkungan keluarga dan masyarakat”. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 Pasal 22 mengenai pelayanan umum diatur bahwa, “setiap penyelenggara pelayanan umum berkewajiban memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pelayanan Terkhusus bagi penyandang disabilitas perempuan dan penyandang disabilitas anak yang menjadi korban kekerasan dan ekspolitasi dilakukan secara terpadu, cepat, aman dan nyaman, non-diskrimasi, mudah dijangkau, tidak dikenankan biaya dan dijamin kerahasiannya oleh Pusat Pelayan Terpadu. Selanjutnya pada Pasal 45, bentuk pelayanan khusus penyandang disabilitas perempuan dan penyandang disabilitas anak meliputi (a) pelayanan pengaduan, konsultasi dan konseling; (b) pelayanan pendampingan (c) pelayanan kesehatan berupa perawatan dan pemulihan luka-luka fisik (d) pelayanan rehabilitasi sosial dalam rangka memulihkan kondisi traumatis termasuk penyediaan rumah aman untuk melindungi mereka dari berbagai ancaman; (e) pelayanan hukum untuk membantu penyandang disabilitas perempuan dan anak dalam menjalani proses peradilan dan (f) pelayanan pemulangan dan reintegrasi sosial untuk mengembalikan penyandang disabilitas perempuan dan anak ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain mendapatkan pelayanan khusus, penyandang disabilitas perempuan dan penyandang disabilitas anak juga di berdayakan sebagaimana diatur pada Pasal 46 Ayat (1) mengamanatkan bahwa “bentuk pemberdayaan penyandang disabilitas perempuan dan penyandang disabilitas anak meliputi (a) pelatihan kerja dimaksudkan melalui pemagangan, pelatihan sebelum penempatan dan praktek kerja lapangan; (b) usaha ekonomis produktif dan kelompok usaha bersama meliputi pelatihan keterampilan wirausaha, fasilitas pembentukan kelompok usaha bersama dan pendampingan pelaksanaan usaha dan (c) bantuan permodalan meliputi sarana dan prasarana kerja dan fasilitas bantuan modal kerja.” Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Convention On The Rights of Person With Disabilities (Konvensi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas) Pasal 11 mengenai “Situasi Berisiko dan Darurat Kemanusiaan”. Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Kota
Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Pasal 41 ayat (1) mengenai perlindungan khusus diatur bahwa bahwa, pada saat keadaan darurat dan bencana alam, Badan Penanggulangan Bencana baik nasional maupun daerah dan masyarakat wajib memberikan perlindungan kepada penyandang disabilitas dengan cara memprioritaskan penyelamatan dan/atau memberikan pertolongan evakuasi kepada penyandang disabilitas. Ketentuan Pasal tersebut mengandung makna bahwa, pemerintah dan masyarakat wajib memberikan perlindungan kepada penyandang disabilitas terutama yang menjadi korban bencana alam, konflik bersenjata, darurat kemanusiaan dan kekerasan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rigths Of Person With Disabilities (Konvesi mengenai Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Pasal 19 “hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat. Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa, penyandang disabilitas sebagai bagian dari warga negara memiliki hak untuk dilibatkan atau berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat. Disabiltas yang mereka miliki tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk memisahkan atau mengasingkannya dari lingkungan masyarakat. Pasal 21 “Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat, serta Akses Terhadap Informasi”. Pasal 22 “Penghormatan terhadap Keleluasaan Pribadi”. Pasal 23 “Penghormatan terhadap Rumah dan Keluarga”. Pasal 28 “Standar Kehidupan dan Perlindungan Sosial Yang Layak” Selanjutnya, pemenuhan hak penyandang disabilitas termuat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 6 bahwa “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: (5) Rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Ketentuan Pasal tersebut mengandung makna bahwa, rehabilitasi diarahkan untuk menfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Lebih lanjut diatur dalam Pasal 18 Ayat (1)“rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dan Ayat (2) rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) meliputi rehabilitasi
87
medik, pendidikan, pelatihan dan sosial. Ketentuan tersebut juga sama diatur dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Pasal 36 mengenai rehabilitasi. Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya yang diberikan kepada: (1) penyandang cacat yang tidak mampu, sudah direhabilitasi dan belum kerja dan (2) penyandang cacat yang tidak mampu, belum direhabilitasi memiliki keterampilan dan belum kerja. Bantuan sosial tersebut dapat berupa materil, finansial, fasilitas pelayanan dan informasi yang bersifat mendidik dan mendorong tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab sosial penyandang cacat. Pemeliharaan taraf kesejahteraan diarahkan untuk pada pemberian perlindungan dan pelayanan agar penyandang cacat dapat memelihara taraf hidup yang wajar. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial diberikan kepada penyandang cacat yang derajat kecatatannya tidak dapat direhabilitasi dan kehidupannya bergantung pada orang lain. Perlindungan dan pelayanan sosial dapat dilaksanakan melalui keluarganya, keluarga pengganti, panti sosial dan organisasi sosial yang merawat penyandang cacat tersebut. Hal tersebut juga diatur dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Pasal 39 mengenai pemeliharaan taraf kesejahteraan. Lebih lanjut diatur pada Pasal 40 bahwa, setiap penyandang disabilitas dilarang mengeksploitasi kedisabiltasannya ditempat umum dan setiap anggota keluarga penyandang disabilitas dan/atau orang lain dilarang mengeksploitasi dan/atau menelantarkan peyandang disabilitas. Yang dimaksud dengan eksploitasi kedisabilitasannya adalah tindakan yang dilakukan oleh penyandang disabilitas yang memanfaatkan kedisabilitasannya untuk mengemis dan/atau belas kasihan dari orang lain baik materiil maupun non-materiil dan/atau untuk kepentingan apapun seperti dijadikan sebagai pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Ketentuan Pasal tersebut belum sepenuh terlaksana sebab dari hasil pengamatan penulis masih ditemukannya penyandang disabiltas yang mengemis dipinggir jalan, terutama didepan rambu lalu lintas.
Dalam bidang politik, pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas untuk memperoleh kesempatan dan kesamaan termuat dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Convention On The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) Pasal 29 mengenai “partisipasi dalam kehidupan politik dan publik”bahwa, negara wajib menjamin dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas dalam bidang politik dan publik tanpa diskriminasi dalam rangka memajukan partisipasi penyandang disabilitas dalam kehidupan politik dan publik meliputi mengikuti pemilihan umum secara langsung dengan fasilitas yang sesuai dengan jenis dan derajat kecatatannya sehingga dapat diakses dengan baik, bahkan juga memiliki hak untuk dipilih dan memilih untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Apabila penyandang disabilitas tidak mampu untuk mengikuti prosedur dan fasilitas yang disediakan pada saat pemilihan umum tidak memadai, dapat dibantu atau diwakilkan dengan orang yang mereka tunjuk. Sedangkan dibidang publik, mereka berhak untuk membentuk, bergabung dengan organisasi atau asosiasi penyandang disabilitas dalam rangka mewujudkan kebebasan berekspresi, berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tertulis. Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Pasal 23 berimplikasi pada pemerintah kota Makassar wajib memberikan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas dalam melaksanakan hak-hak politiknya meliputi hak memilih dan hak dipilih serta masuk dalam partai politik baik sebagai pengurus maupun anggota melalui penyediaan aksesbilitas (sarana dan prasarana) penyandang disabilitas dalam pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah. Dalam bidang hukum, Pemenuhan hak untuk memperoleh kesamaan kesempatan termuat didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Convention On The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) Pasal 12 mengenai “kesetaraan pengakuan di hadapan hukum”. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian dari warganegara yang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law). Pasal
88
14 mengenai “kebebasan dan keamanan penyandang disabilitas” bahwa Penyandang disabilitas sebagai bagian dari warganegara yang memiliki kewajiban yang sama dengan lainnya yakni menaati dan menjunjung tinggi ketentuan hukum yang berlaku (hukum positif). Hal tersebut bertujuan agar tiap-tiap kepentingan individu (manusia) tidak dapat diganggu. Jelas disini bahwa hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum dan mencegah terjadinya kesewenang-wenang atau perbuatan yang sifatnya melawan hukum, baik secara materiil maupun formil. Pasal 15 mengenai “Kebebasan dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia”. Pasal 16 mengenai “Kebebasan dari Eksploitasi, Kekerasan, dan Pelecehan” Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Pasal 24 Ayat (1) diatur bahwa, “penyandang disabilitas berhak mendapatkan bantuan hukum dalam rangka perlindungan hukum kepada penyandang disabilitas.” Bantuan hukum yang dimaksudkan dalam ketentuan tersebut meliputi jasa perlindungan hukum oleh advokat dalam persidangan dipengadilan. Dalam bidang budaya, rekreasi, hiburan, dan olah raga, penyandang disabilitas memiliki hak kesempatan dan kesamaan sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Convention On The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), Pasal 30 mengenai “partisipasi dalam kegiatan budaya, rekreasi, hiburan, dan olah raga”. Selanjutnya Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Pasal 14 diatur bahwa, olahraga bagi penyandang disabilitas dilaksanakan dan diarahkan untuk meningkatkan kesehatan, rasa percaya diri, dan prestasi bagi penyandang disabilitas. Lebih lanjut Pasal 15 Ayat (1), “pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi berdasarkan jenis olahraga bagi penyandang disabilitas sesuai dengan jenis, derajat kedisabilitasan dan kemampuannya. Pembinaan dan pengembangan olahraga, pemerintah kota
Makassar bekerja sama dengan organisasi olahraga penyandang disabilitas yang diselenggarakan melalui pengenalan olahraga, pelatihan olahraga, dan kompetisi berjenjang dan berkelanjutan baik tingkat kota, provinsi maupun nasional dan internasional. Selanjutnya dalam bidang seni dan budaya, pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas diatur pada Pasal 17 Peraturan Daerah Kota Makassar Tahun 2013, bahwa “pemerintah bekerjasama dengan perkumpulan seni budaya, serta pelaku seni budaya, membina dan mengembangkan seni budaya bagi penyandang disabilitas sesuai dengan minat dan bakat serta jenis dan derajat kecatatannya.” Ketentuan tersebut mengandung makna pembinaan dan pengembangan seni budaya bagi penyandang disabilitas untuk mengembangkan dan melestarikan budaya. Dalam penerapan hak-hak penyandang disabilitas untuk memperoleh kesempatan dan kesamaan di dalam segala aspek kehidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas baik oleh Pemerintah maupun masyarakat sebagaimana termuat didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Convention On The Rights of Person With Disabilities (Konvesi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) Pasal 9 dan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Pasal 26, mengenai aksesbilitas bertujuan agar penyandang disabilitas mampu hidup secara mandiri dan berpartisipasi penuh dalam semua aspek kehidupan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 6 Angka (4) “setiap penyandang cacat berhak memperoleh aksesbilitas dalam rangka kemandiriannya.” Dan Pasal 10 Ayat (2) bahwa penyediaan aksesbilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.” Dalam penerapan hak-hak penyandang disabilitas diperlukan peran masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 25 diatur bahwa (1) Masyarakat melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Kota
89
Makassar Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Pasal 47 ayat (2) diatur bahwa peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui (a) pemberian saran dan pertimbangan kepada pemerintah kota; (b) pengadaan aksesbilitas bagi penyandang disabilias;(c) penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan rehabilitasi penyandang disabilitas; (d) pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli atau sosial untuk melaksanakan atau membantu melaksanakan peningkatan kesejahteraan penyandang disabilitas; (e) pemberian bantuan yang berupa materiil, finansial dan pelayanan bagi penyandang disabilitas; (f) pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi penyandang disabilitas disegala aspek kehidupan dan penghidupan; (g) pengadaan lapangan kerja bagi penyandang disabilitas; (h) pengadaan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas dan (i) kegiatan lain dalam upaya peningkatan kesejahteraan penyandang disabiltas. B. Program Bimbingan Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar 1. Bimbingan fisik dan mental Bimbingan fisik dan mental merupakan bimbingan yang bertujuan untuk terwujudnya kemauan dan kemampuan klien agar dapat memulihkan harga diri, kepercayaan diri, kestabilan emosi serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk bimbingan fisik dan mental ini meliputi: (a) bimbingan pemeliharaan kesehatan diri dan lingkungan; (b) olahraga (c) bimbingan agama dan budi pekerti; (d) bimbingan mental dan psikologis (konseling); dan (e) bimbingan mental intelektual (terapi perpustakaan). 2. Bimbingan sosial Bimbingan sosial merupakan bimbingan yang membantu klien dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan masyarakat dalam lingkungan sosial yang lebih luas. Melalui bimbingan sosial ini diharapkan terbentuk sikap sosial yang berdasarkan pada kesetikawanan dan kebersamaan serta tanggungjawab sosial. Pelaksanaan bimbingan ini meluputi (a) kepramukaan; (b) kesenian; (c) rekreasi; (d) outbond; (e) pertemuan klien dengan keluarga dan (f) aksi sosial.
3. Bimbingan keterampilan kerja Bimbingan keterampilan kerja merupakan bimbingan yang diajarkan kepada klien untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kerja sesuai dengan potensi, bakat dan minat yang dimilikinya. Melalui bimbingan ini diharapkan klien dapat hidup secara mandiri dengan pengetahuan dan keterampilan kerja yang dimilikinya . Bimbingan ini meliputi: (a) Keterampilan penjahitan pakaian pria dan wanita; (b) Keterampilan percetakan/sablon; (c) Keterampilan elektronika; (d) Keterampilan automotif; (e) Keterampilan fotografi; (f) Keterampilan tata rias; (g) Keterampilan meubel (pertukangan kayu). 4. Bimbingan resosialisasi Bimbingan resosialisasi merupakan bimbingan yang diberikan agar penyandang cacat tubuh memiliki keterampilan dan kemampuan untuk berintegrasi dengan masyarakat, meliputi: (a) bimbingan kesiapan keluarga dan masyarakat; (b) bimbingan kerja/usaha dalam bentuk praktek belajar kerja diperusahaan; (c) bimbingan kewirausahaan; (d) kunjungan ke perusahaan dan instansi terkait; (e) Penempatan kerja/penyaluran yakni pengembalian klien ke daerah asal/ instansi pengirim dan pemberian bantuan paket stimulan. 5. Terminasi Terminasi yaitu pemutusan hubungan pelayanan dalam panti. Kegiatan ini dilakukan setelah 2 (dua) tahun setelah rehabilitasi sosial selesai. 6. Bimbingan lanjut Bimbingan lanjut adalah kegiatan yang merupakan bimbingan pengembangan dan pemantapan usaha kerja/ usaha bagi klien yang dilaksanakan bagi klien pasca rehablitasi sosial dalam panti. C. Implementasi Program Bimbingan Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar 1. Bimbingan fisik dan mental Berdasarkan hasil analisis data pada tabel 01 terlihat bahwa implementasi program bimbingan fisik dan mental menunjukkan bidang pemeliharaan kesehatan diri dan lingkungan, bidang agama, bidang olahraga responden mengikuti sepenuhnya dengan penuh
90
kesungguhan. Sedangkan bimbingan mental psikologi (konseling) responden mengikutinya sesuai dengan kebutuhan mereka. 2. Bimbingan sosial Berdasarkan hasil analisis data pada tabel 02 terlihat bahwa implementasi program bimbingan sosial menunjukkan bahwa respoden ada kecenderungan lebih gemar melakukan kegiatan rekreasi (86,20%) dan outbond (82,75%) daripada kegiatan aksi sosial (34, 48%). Idealnya seluruh komponen-komponen kegiatan bimbingan sosial diikuti oleh respoden dengan sungguhsungguh. 3. Bimbingan keterampilan kerja Pelaksanaan program bimbingan keterampilan kerja dilaksanakan pada hari senin s.d hari jumat yang dimulai pada pukul 08.00 – 12.00 WITA diruang keterampilan. Khusus untuk bimbingan keterampilan kerja, para klien ditempatkan pada bidang keterampilan kerja yang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya berdasarkan hasil assesment. Berdasarkan hasil analisis data pada tabel 03 terlihat bahwa implementasi program keterampilan penjahitan pakaian pria dan wanita lebih banyak diminati oleh respoden (51,72%) daripada keterampilan fotografi dan keterampilan meubel (pertukangan kayu) (0%). Ini menunjukkan bahwa responden tidak meminati keterampilan fotografi karena mereka kurang memiliki pengetahuan dasar tentang fotografi, sedangkan keterampilan meubel (pertukangan kayu) juga tidak diminati oleh responden karena memerlukan tenaga dan fisik yang ekstra. 4. Bimbingan resosialisasi Berdasarkan hasil analisis data pada tabel 04 terlihat bahwa implementasi program resosialiasi dalam bentuk bimbingan kerja/usaha dalam bentuk prakterk belajar kerja di perusahaan baru diikuti oleh 5 responden (17,24%) karena untuk dapat mengikuti bimbingan ini, para klien terlebih dahulu diseleksi melalui tes, baik secara tertulis maupun lisan dengan tujuan untuk mengevaluasi hasil bimbingan keterampilan yang diajarkan. Apabila klien tersebut tidak lulus seleksi, maka tidak akan diikutikan dalam bimbingan ini, tetapi dilakukan pembimbingan kembali kepada klien. 5. Terminasi
Aspek yang diteliti dalam program terminasi adalah jumlah responden yang telah putus hubungan pelayanan dalam panti (pasca rehabilitasi sosial selesai). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa belum ada responden yang diterminasi. 6. Bimbingan lanjut Aspek yang diteliti dalam program bimbingan lanjut adalah bimbingan pengembangan dan pemantapan kerja/usaha yang dilaksanakan klien pasca rehabilitasi sosial dalam panti. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa belum ada responden yang mengikuti bimbingan lanjut. Dalam pelaksanaan program bimbingan di Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar ada beberapa kendala yang dihadapi yakni (1) Penerimaan dan penempatan klien didalam program/keterampilan kerja yang tidak masuk secara bersamaan; (2) Klien meliputi latar belakang pendidikan, jenis dan derajat kecacatan serta usia klien yang mengikuti bimbingan berbeda-beda; dan (3) Fasilitas sarana dan prasarana belum memadai berupa alat dan bahan yang digunakan dalam praktek bimbingan keterampilan dan kondisi ruangan apabila pada musim hujan sering terendam air sehingga mengganggu aktivitas kegiatan bimbingan keterampilan. PENUTUP Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) Pengaturan hak-hak penyandang tuna daksa diatur dalam Pasal 28 C ayat (1) dan 28 I ayat 2 UUD NRI 1945; UU No.19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang disabilitas) yang diatur pada Pasal 5 s.d Pasal 7, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14 s.d Pasal 17, Pasal 19, Pasal 21 s.d Pasal 30; UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang diatur pada Pasal 5 Pasal 6, Pasal 11 s.d Pasal 14; Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang diatur pada Pasal 5, Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 s.d Pasal 15, Pasal 17 s.d Pasal 24, Pasal 26, Pasal 36, Pasal 41, Pasal 45, Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (2). (2) Program bimbingan Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar meliputi: (1) bimbingan fisik
91
dan mental, (2) bimbingan sosial; (3) bimbingan keterampilan kerja; (4) bimbingan resosialiasi; (5) terminasi; dan (6) bimbingan lanjut. (3) Implementasi program bimbingan Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar terlaksana dengan baik meliputi bimbingan fisik dan mental di ikuti oleh 29 respoden (100%), bimbingan sosial di ikuti sebanyak 27 responden (81,81%), bimbingan keterampilan kerja di ikuti sebanyak 27 responden (81,81%), bimbingan resosialiasi di ikuti sebanyak 6 responden (20.68%), terminasi dan bimbingan lanjut belum diikuti oleh responden. Dalam pelaksanaan program bimbingan tersebut ada kendala-kendala yang di hadapi meliputi: (1) faktor penerimaan klien yang tidak bersamaan masuk; (2) faktor penyandang tuna daksa meliputi, latar belakang pendidikan, usia, dan derajat kecacatannya; (3) sarana dan prasarana berupa alat-alat praktek keterampilan dan kondisi ruangan bimbingan keterampilan yang sering terendam air pada waktu musim hujan sehingga mengganggu aktivitas bimbingan keterampilan. Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut: (1) Bagi penerima manfaat (klien) Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar hendaknya mengikuti dengan sungguh-sungguh seluruh kegiatan bimbingan yang dilaksanakan Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar sehingga menjadi individu yang memiliki sikap percaya diri tinggi, bertanggungjawab, keterampilan yang memadai sehingga mampu hidup mandiri dilingkungan masyarakat. (2) Bagi Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar, perlu tambahan sumber daya tenaga instruktur mengingat jumlah sumber daya tenaga instrukur masih terbatas dibandingkan dengan jumlah, jenis dan derajat kecacatan penerima manfaat (klien) Bagi Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar yang berbeda-beda dan semakin bertambah. (3) Bagi Pemerintah (Dinas Sosial) perlunya sarana dan prasarana yang diperbaharui mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi terutama bagi peralatan praktek bimbingan keterampilan kerja dan serta renovasi ruangan bimbingan mengingat apabila musim hujan ruangan bimbingan terendam air sehingga mengganggu aktivitas bimbingan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Profil Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar
Anonim. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan Materi Pelatihan Terintegrasi, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil. 2004. Ilmu Negara, Jakarta: PT. Pradnya Paramita. C.S.T.Kansil. 1983. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka. I Gde Panjta Astawa, Suprin Na’a. 2009. Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara. Bandung: Refika Aditama Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Moh.Efendi. 2005. Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta:PT. Bumi Aksara. Muhammad Tahir Azhary. 2004. Negara Hukum Suatu Studi tentang PrinsipPrinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini.Jakarta: Kencana Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Suhartomo, Suparlan. 2006. Filsafat Pendidikan, Makassar:FIP-UNM. Suwarno.1992. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Sumidjo, 1986. Ilmu Negara, Bandung CV: Armico Umar Tirtarahardja, S.L.La Sulo, 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta www.ppdisulsel.com, diakses pada bulan Februari 2015 Wikipedia, bahasa Indonesia, ensiklopedia.html, diakses pada bulan Desember 2014 http://kemensosRI.go.id. diakses pada bulan Desember 2014 http://www.wirajaya.depsos.go.id. diakses pada bulan Desember 2014 http://www.slbk-batam.org. diakses pada bulan Desember 2014. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
92
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan (Convention On The Right of Person With Disabalities ) Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandag Cacat Tubuh Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
LAMPIRAN Tabel 01. Gambaran bimbingan fisik dan mental yang diikuti oleh klien Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar
N o 1
2
3
4
Dalam bentuk bimbing an Pemeliha raan kesehata n diri dan lingkung an Bimbing an agama dan budi pekerti Bimbing an olahraga seperti senam kesegara n jasmani (SKJ), tennis meja, bola volly, sepak bola Bimbing an mental
Jenis Disabilit as Fisik Post polio myelitis sinistra Post dislokas i HIP CP Tipe Spastik Diplegi a Cerebra l Palsy Post Amputa si below Knee Weeken tungkai kanan post polio Sindacti li Parapas e op tumor
Jumlah Freku Pers ensi (f) en (%) 29 100
Ket Diik uti
29
100
Diik uti
29
100
Diik uti
20
68,9 6
Diik uti
pskologis (konselin g)
Congen ital kerdil Post esteomy litis sinistra Post amputas i above knee Kontrat ur HIP CP Acondr o Plash CP spastik diplegi type fleksi Congen ental Shorten ing Tendon Achiliu s Kontrak tur bilateral knee Parapas e tungkai post hypopal vih Post amputas i below knee Sumber: Angket penelitian Tabel 02. Gambaran bimbingan sosial yang diikuti oleh klien Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar Jumlah Dalam Jenis N bentuk Freku Pers disabilita Ket o bimbing ensi (f) en s Fisik an (%) 1. Kepramu Post 18 62,0 Diik
93
2
kaan Kesenian
3
Rekreasi
4
Outbond
5
aksi sosial pertemua n klien dengan keluarga
6
polio myeliti s sinistra Post disloka si HIP CP Tipe Spastik Diplegi a Cerebr al Palsy Post Amput asi below Knee Weeke n tungkai kanan post polio Sindact ili Parapa se op tumor Conge nital kerdil ada disloka si HP Post esteom ylitis sinistra Post amputa si above knee Kontrat ur HIP CP Acondr o Plash CP
15 25 24 10 15
6 51,7 2 86,2 0 82,7 5 34,4 8 51,7 2
uti Diik uti Diik uti Diik uti Diik uti Diik uti
spastik diplegi type fleksi Conge nental Shorte ning Tendon Achiliu s Kontra ktur bilatera l knee Parapa se tungkai post hypopa lvih Post amputa si below knee Sumber: Angket penelitian Tabel 03. Gambaran bimbingan keterampilan kerja yang diikuti oleh klien Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar Jumlah Dalam Jenis N bentuk Freku Pers Disabilita Ket o bimbing ensi en s Fisik an (f) (%) Post polio myelitis sinistra Acondr o placia keteramp ilan Post penjahit dislokas 51,7 Diik 1. 15 pakaian i HIP 2 uti pria dan CP Tipe wanita Spastik Diplegi a CP Post Amputa
94
2
keteramp ilan percetak an/ sablon
3
keteramp ilan elektroni ka
4
keteramp ilan otomotif
si below Knee Weeken tungkai kanan post polio Sindacti li Parapas e op tumor Congen ital kerdil ada dislokas i Post esteomy litis sinistra Post 3 amputas i above knee Acondr o Plash CP spastik diplegi type fleksi CP Congen 4 ental Shorten ing Tendon Achiliu s Kontrak tur bilateral knee Parapas 4 e tungkai post hypopal vih
Cerebra l palsy Post amputas i below knee keteramp tidak ilan 0 0 diik fotografi uti keteramp Diik Cerebra 6 ilan tata 1 0,34 uti l Palsy rias keteramp ilan tidak meubel 7 0 0 diik (pertuka uti ngan kayu) Sumber : Angket penelitian Tabel 1.4 Gambaran bimbingan resosialisasi yang diikuti oleh klien PSBD Wirajaya Makassar Jumlah Jenis Dalam N disabil Frekue Pers bentuk ket o itas nsi (f) en bimbingan Fisik (%) 1. bimbingan CP kerja/usaha Post dalam amputa bentuk 17,2 Diik si 5 prakterk 4 uti above belajar knee kerja di perusahaan 2 bimbingan Cerebr Diik kewiraswas al uti taan/ Palsy 1 0,34 kewirausah aan 3 kunjungan Cerebr Diik ke al uti perusahaan Palsy 1 0,34 dan instansi 4 penempata Belu n kerja m yakni diik pengembali uti 0 0 an klien ke daerah asal/instans i pengirim 5 pemberian 0 0 Belu 5
10,3 4
Diik uti
13,7 9
Diik uti
13,7 9
Diik uti
95
bantuan paket stimulan sesuai dengan bidang keterampila n kerja Sumber : Angket penelitian
m diik uti