PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO
Oleh : ROSI CISADESI F34102007
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Rosi Cisadesi. F34102007. Pembuatan Vanilin Semi Sintetik dari Isoeugenol Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli dan Edy Mulyono. 2006.
RINGKASAN Minyak cengkeh telah lama dikenal sebagai mata perdagangan ekspor Indonesia. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar, yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Dari 2080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia memasok 1317 ton. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman memproduksi senyawa isolat eugenol minyak cengkeh dan senyawa turunannya seperti isoeugenol dan vanilin. Harga produkproduk tersebut jauh lebih mahal daripada harga minyak cengkeh. Harga minyak daun cengkeh sekitar Rp 25.000,00 per kg, sedangkan harga eugenol sebesar Rp 75.000,00 per kg dan isoeugenol Rp 95.000,00 per kg. Vanilin adalah senyawa yang dapat diturunkan dari eugenol. Vanilin merupakan bahan serbaguna yang banyak digunakan sebagai flavor (82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula, permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian (5 %). Secara komersial terdapat produk vanilin alami dan sintetik. Harga produk vanilin alami di pasaran mencapai 10 kali lipat harga vanilin sintetik (USD 9 – 11 per kg). Mahalnya biaya produksi dan harga produk vanilin alami menyebabkan industriindustri pengguna vanilin (makanan dan minuman, farmasi dan parfum) di Indonesia mengimpor vanilin sintetik. Untuk menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap impor vanilin, maka diperlukan usaha produksi vanilin di dalam negeri dengan teknologi proses yang efisien dan kualitas produk yang tinggi. Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO (Dimetil sulfoksida) pada suhu 130 oC dan lama reaksi 3 jam dengan cara pemanasan konvensional. Lamanya reaksi ini dapat dipersingkat dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro. Metode ini relatif mudah dilaksanakan sehingga efisiensi proses tercapai. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sintesis vanilin dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro sehingga dapat mempersingkat lama reaksi, mengetahui perbedaan sintesis vanilin menggunakan pemanasan konvensional dan pemanasan gelombang mikro serta mengetahui pengaruh tingkat daya (tingkat pemanasan) dan lama reaksi pada proses sintesis vanilin. Isoeugenol direaksikan dengan larutan KOH dan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO. Kemudian campuran reaksi dipanaskan dengan gelombang mikro. Campuran yang telah dipanaskan dihidrolisis dengan HCl, kemudian diekstraksi dengan pelarut dietil eter dan pelarutnya diuapkan sehingga diperoleh vanilin kasar berwarna cokelat kemerahan yang masih mengandung kotoran dan sisa pelarut. Perlakuan tahap oksidasi dilakukan pada tingkat daya 50 % (400 Watt) dan 70 % (560 Watt) dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit, tingkat daya 100 % (800 Watt) dengan lama reaksi 2, 3 dan 4 menit serta dengan
pemanasan konvensional pada suhu 130 oC, lama reaksi 3 jam dengan dua kali ulangan. Analisa yang dilakukan meliputi kemurnian, rendemen, densitas, titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 70 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat daya dan lama reaksi sangat berpengaruh terhadap pembentukan vanilin, rendemen, densitas, titik leleh serta kelarutan dalam alkohol 70 %. Semakin tinggi tingkat daya dan semakin lama waktu aplikasi gelombang mikro, maka semakin banyak vanilin yang terbentuk. Hasil yang dicapai dengan pemanasan gelombang mikro lebih baik daripada pemanasan konvensional. Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin kasar melalui tahapan ekstraksi signifikan lebih tinggi dari campuran vanilin, namun produk yang dihasilkan masih mengandung komponen senyawa pengotor. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 39,42 %, 80,25 % dan 98,90 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 89,76 %, 95,35 % dan 57,95 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, 4 menit sebesar 80,30 %, 98,25 % dan 99,60 %. Rendemen produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 1,97 %, 5,00 % dan 7,42 %. Pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen sebesar 6,40 %, 6,84 % dan 9,10 %. Pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, dan 4 menit diperoleh rendemen sebesar 4,13 %, 5,96 % dan 8,98 %. Densitas produk vanilin kasar yang dihasilkan berkisar antara 0,456 – 0,670 g/cm3 dan titik lelehnya 61,7 – 74,1 oC serta larut dalam alkohol 70 % dengan rata-rata perbandingan 1 : 2. Sedangkan analisa produk vanilin kasar pada pemanasan konvensional menghasilkan kemurnian 94,66 %, rendemen 6,20 %, titik leleh 63,8 oC dan densitas 0,621 g/cm3 serta larut dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 2.
PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO
Oleh : ROSI CISADESI F34102007
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: ROSI CISADESI F34102007
Dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1984 Di Indaramayu
Tanggal lulus : 29 Desember 2006
Menyetujui Bogor,
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc. Dosen Pembimbing I
Januari 2007
Ir. Edy Mulyono, MS Dosen Pembimbing II
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2006
Rosi Cisadesi F34102007
RIWAYAT HIDUP
Rosi Cisadesi, lahir di Indramayu pada tanggal 17 Desember 1984 dari orang tua yang bernama Achdini dan Albanah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Sindang 1, Indramayu pada tahun 1996 dan pendidikan menengah pertama di SLTPN II Sindang Indramayu pada tahun 1999. Pada tahun 2002, penulis lulus dari SMUN 1 Sindang Indramayu. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama
menjadi
mahasiswa,
penulis
menjadi
asisten
praktikum
Laboratorium Lingkungan pada tahun 2004, asisten praktikum Teknologi Minyak Lemak dan Oleokimia pada tahun 2005, asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun 2005 dan asisten praktikum Peralatan Industri Pertanian pada tahun 2006. Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapangan (PL) di Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Gula Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Unit II Jatitujuh pada tahun 2005 dengan judul Teknologi Proses Produksi dan Kesetimbangan Uap Air di PT. Rajawali Unit II Jatitujuh- Majalengka. Penulis menyelesaikan penelitian tingkat Sarjana bekerjasama dengan peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor pada tahun 2006 dengan judul Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol Minyak cengkeh dengan Menggunakan Gelombang Mikro. Penulis juga aktif di kegiatan kemahasiswaan antara lain sebagi staff Departemen
Kewirausahaan
Himpunan
Mahasiswa
Teknologi
Pertanian
(HIMALOGIN)-FATETA IPB pada tahun 2003-2004, staff Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu (IKADA) Bogor pada tahun 2003-2004, ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu (IKADA) Bogor pada tahun 2004-2005 dan berbagai kepanitiaan kampus lainnya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini ditekankan pada sintesis senyawa yang dihasilkan oleh minyak atsiri khususnya minyak cengkeh dengan judul “Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro” untuk memenuhi syarat kelulusan studi S1 di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc selaku dosen pembimbing utama atas segala arahan, bimbingan, dan masukan yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
Ir. Edy Mulyono, MS selaku dosen pembimbing kedua, peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan (BB Litbang) Pascapanen Pertanian, Bogor, atas bimbingannya dan kerjasamanya selama peneltian berlangsung hingga selesai.
Dr. rer nat. Indah Kristanti selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran, masukan dan menguji penulis.
Papah, mamah, dan adikku Reri tercinta yang selalu memberikan dukungan, perhatian, semangat, didikan, do’a, kasih sayang dan usahanya yang tak kenal lelah memperjuangkan segalanya.
Dra. Sri Yuliani, Apt dan Ir. Tatang Hidayat, M.Si., peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, atas bimbingan, bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.
Pak Danu atas bantuannya dalam menganalisis Kromatografi Gas.
Pak Tri, Pak Budi, Pak Pujo, Bu Pia atas bantuannya di laboratorium kimia BB Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.
Abdul Mugni, SP atas semangat, dukungan, kebersamaan dan bantuannya selama penyusunan skripsi ini.
Hari Susanto, Farikhin, Wahyudin, Lani Kasigit, Andri Susanto, Rini Budiarti, Fitriati, Iffa selaku teman seperjuangan atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian di BB Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.
Sahabat-sahabatku Reni, Dossi, Juari, Dede dan Hendro atas bantuan, dorongan dan kebersamaannya selama masa perkuliahan.
Teman-teman Wisma Panineungan dan Wisma Azzuhkruff atas kebersamaannya.
Keluarga besar Departemen Teknologi Industri Pertanian khususnya dosen-dosen Teknologi Industri Pertanian atas pengetahuan dan dorongannya serta teman-teman TIN’ 39 atas kebersamaannya selama masa perkuliahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu
kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Desember 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
I. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG..........................................................................
1
B. TUJUAN ..............................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
4
A. MINYAK DAUN CENGKEH .............................................................
4
1. Sifat Fisiko – Kimia .........................................................................
4
2. Komposisi Kimia .............................................................................
6
B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN ................................................
10
C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO ............................................
19
1. Gelombang Mikro ............................................................................
19
2. Prinsip Pemanasan ...........................................................................
21
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanasan Gelombang Mikro...........
23
4. Aplikasi Pemanasan Gelombang Mikro ..........................................
25
III. BAHAN DAN METODE ........................................................................
27
A. BAHAN DAN ALAT .........................................................................
27
1. Bahan Baku ......................................................................................
27
2. Bahan Kimia ....................................................................................
27
3. Alat..... ..............................................................................................
27
B. METODE PENELITIAN ....................................................................
28
1. Penelitian Pendahuluan ....................................................................
28
2. Penelitian Utama ..............................................................................
30
3. Prosedur Penelitian ..........................................................................
30
4. Perlakuan ..........................................................................................
34
v
5. Pengamatan ...................................................................................
34
1. Pengamatan Produk Vanilin ....................................................
34
2. Pengamatan Bahan Baku Isoeugenol ......................................
38
6. Analisis Data .................................................................................
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
41
A. PENELITIAN PENDAHULUAN .......................................................
41
1. Karakterisasi Bahan Baku dan Produk Vanilin Komersial ............
41
2. Pemilihan Metode ..........................................................................
43
B. PENELITIAN UTAMA .......................................................................
50
1. Reaksi Sintesis Vanilin ..................................................................
50
a. Tahap Oksidasi dan Hidrolisis ...................................................
50
b. Tahap Ekstraksi ..........................................................................
56
2. Rendemen .......................................................................................
64
3. Densitas ..........................................................................................
70
4. Titik Leleh ......................................................................................
72
5. Kelarutan dalam Alkohol 70% .......................................................
74
6. Perbandingan Hasil Sintesis Vanilin dengan Pemanasan Gelombang Mikro dan Pemanasan Konvensional ........................
76
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
79
A. KESIMPULAN ....................................................................................
79
B. SARAN ................................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
81
LAMPIRAN ....................................................................................................
85
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Syarat mutu minyak daun cengkeh dan bunga cengkeh ...............
5
Tabel 2.
Sifat fisiko – kimia minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar ......................................................................
5
Komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh, dikutip dari Bedoukian (1967); Guenther (1950) .......................................
6
Tabel 4.
Sifat fisiko-kimia eugenol ..............................................................
7
Tabel 5.
Sifat fisiko-kimia isoeugenol .........................................................
9
Tabel 6.
Sifat fisiko kimia cis- dan trans-isoeugenol...................................
9
Tabel 7.
Sifat fisiko kimia eugenol asetat dan β-kariofilen .........................
10
Tabel 8.
Sifat fisiko kimia vanilin ................................................................
11
Tabel 9.
Sifat fisiko – kimia nitrobenzene ...................................................
18
Tabel 10. Sifat fisiko - kimia DMSO .............................................................
19
Tabel 11. Sifat fisiko-kimia isoeugenol .........................................................
41
Tabel 12. Sifat fisiko-kimia vanilin komersial ...............................................
42
Tabel 13. Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 ...............................................................
45
Tabel 14. Perbandingan rendemen vanilin yang dihasilkan dari penelitian ini dengan rendemen vanilin hasil penelitian Sastrohamidjojo (1981) .............................................................................................
67
Tabel 15. Kelarutan produk vanilin kasar dalam alkohol 70 % .....................
74
Tabel 16. Perbandingan hasil sintesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro dan konvensional. .............................................
76
Tabel 3.
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Rumus bangun eugenol ...............................................................
8
Gambar 2.
Rumus bangun isoeugenol ..........................................................
9
Gambar 3.
Rumus bangun trans-isoeugenol dan cis- isoeugenol.................
10
Gambar 4.
Rumus bangun vanilin ................................................................
11
Gambar 5.
Reaksi pembentukan vanilin dari lignin .....................................
13
Gambar 6.
Reaksi pembentukan vanilin dari guaiakol .................................
13
Gambar 7.
Reaksi pembentukan vanilin dari coniferin ................................
14
Gambar 8.
Reaksi oksidasi pembentukan vanilin .........................................
15
Gambar 9.
Panjang gelombang dan frekuensi spektrum elektromagnetik ...
20
Gambar 10. Mekanisme interaksi gelombang mikro interaksi ionik (a) dan interaksi dipolar (b) .....................................................................
22
Gambar 11. Oven gelombang mikro merk Sharp R-248 J .............................
27
Gambar 12. Diagram alir proses sintesis vanilin ............................................
33
Gambar 13. Alat kromatografi gas .................................................................
36
Gambar 14. Alat untuk mengukur titik leleh (elektrothermal) .......................
37
Gambar 15. Pengaruh metode modifikasi terhadap kemurnian vanilin .........
45
Gambar 16. Pengaruh metode modifikasi terhadap rendemen vanilin ...........
46
Gambar 17. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kiri ...................
47
Gambar 18. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kanan ...............
47
Gambar 19. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap kemurnian campuran vanilin ......................................................
53
viii
Gambar 20. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap kemurnian campuran vanilin ......................................................
53
Gambar 21. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap kemurnian campuran vanilin ......................................................
53
Gambar 22. Pengaruh tingkat daya pada lama reaksi 4 menit terhadap kemurnian campuran vanilin ......................................................
55
Gambar 23. Reaksi perubahan vanilin menjadi vanilin bisulfit .....................
57
Gambar 24. Reaksi pemisahan bisulfit dari vanilin bisulfit ...........................
57
Gambar 25. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap kemurnian produk vanilin ............................................
60
Gambar 26. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap kemurnian produk vanilin ............................................
60
Gambar 27. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap kemurnian produk vanilin ............................................
60
Gambar 28. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt..............................................
62
Gambar 29. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt..............................................
62
Gambar 30. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt..............................................
62
Gambar 31. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap rendemen vanilin ....................................
64
Gambar 32. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap densitas vanilin .......................................
71
Gambar 33. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap titik leleh vanilin .....................................
73
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1a Hasil analisis metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 ..
85
Lampiran 1b. Hasil analisis sintesis vanilin metode konvensional Sastroamidjoyo dan 1/8 Sastroamdisjoyo (modifikasi 1) ........
85
Lampiran 2a. Hasil analisis kemurnian vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. .............................................................
86
Lampiran 2b. Hasil analisis rendemen produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. .............................................
87
Lampiran 2c. Hasil analisis densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. .............................................
87
Lampiran 2d. Hasil analisis titik leleh produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. .............................................
88
Lampiran 2e. Hasil analisis kelarutan dalam alkohol 70 % produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ................
88
Lampiran 3a. Hasil analisis standar deviasi kemurnian campuran vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ..............
89
Lampiran 3b. Hasil analisis standar deviasi kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ..............
90
Lampiran 3c. Hasil analisis standar deviasi rendemen vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ...................................
91
Lampiran 3d. Hasil analisis standar deviasi densitas vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ...................................
92
Lampiran 3e. Hasil analisis standar deviasi titik leleh vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ...................................
93
Lampiran 4.
Analisis puncak kromatogram berdasarkan waktu retensi .......
94
Lampiran 5.
Kromatogram kemurnian isoeugenol standar dan vanilin standar ......................................................................................
97
x
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 1) ........................................................
98
Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 2) ........................................................
99
Lampiran 8.
Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 1) ........................................................ 100
Lampiran 9.
Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 2) ........................................................ 101
Lampiran 10. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 1 .................................................................... 102 Lampiran 11. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2 .................................................................... 103 Lampiran 12. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 1 .................................................................... 104 Lampiran 13. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 2 .................................................................... 105 Lampiran 14. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 1 .................................................................... 106 Lampiran 15. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 2 .................................................................... 107 Lampiran 16. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan1 ..................................................................... 108 Lampiran 17. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2 .................................................................... 109
xi
Lampiran 18. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 1 .................................................................... 110 Lampiran 19. Lromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 2 .................................................................... 111 Lampiran 20. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 1 .................................................................... 112 Lampiran 21. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 2 .................................................................... 113 Lampiran 22. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2 menit, ulangan 1 .................................................................... 114 Lampiran 23. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2 menit, ulangan 2 .................................................................... 115 Lampiran 24. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3 menit, ulangan 1 .................................................................... 116 Lampiran 25. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3 menit, ulangan 2 .................................................................... 117 Lampiran 26. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 1 .................................................................... 118 Lampiran 27. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2 .................................................................... 119 Lampiran 28. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin metode Sastromidjoyo ................................................. 120 Lampiran 29. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks, ulangan 1 .................................................................................. 121
xii
Lampiran 30. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks, ulangan 2 .................................................................................. 122 2
Lampiran 31. Gambar sampel campuran vanilin dan produk vanilin kasar ......................................................................................... 123 Lampiran 32. Gambar sampel produk vanilin kasar dan vanilin standar ....... 124
xiii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Minyak cengkeh telah lama dikenal sebagai mata perdagangan ekspor Indonesia. Minyak cengkeh dihasilkan dari penyulingan uap dan air bunga, gagang dan daun cengkeh yang digunakan dalam industri farmasi, parfum, kosmetik dan industri flavor makanan dan minuman. Saat ini usaha penyulingan minyak cengkeh dilakukan oleh rakyat dengan alat yang masih sederhana di sentra-sentra produksi cengkeh seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar, yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Dari 2080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia pemasok 1317 ton (Departemen Pertanian, 2005). Pemakaian minyak cengkeh di dalam negeri masih sangat terbatas, secara garis besar dari komoditi minyak cengkeh Indonesia yang diekspor ke luar negeri masih berupa bahan mentah. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna minyak cengkeh, sebagaimana yang dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman adalah dengan memproduksi senyawa isolat eugenol minyak cengkeh dan senyawa turunannya seperti isoeugenol dan vanilin. Harga produk-produk tersebut jauh lebih mahal daripada harga minyak cengkeh. Menurut Uhe (2005), harga minyak cengkeh Indonesia di pasaran internasional pada bulan Februari 2005 sebesar USD 4,25 per kg, eugenol USD 7,8 per kg. Sedangkan menurut Indesso (2006), harga minyak daun cengkeh sekitar Rp 25.000,00 per kg, eugenol sebesar Rp 75.000,00 per kg dan harga isoeugenol Rp 95.000,00 per kg. Vanilin adalah senyawa yang dapat diturunkan dari eugenol. Vanilin merupakan bahan serbaguna yang banyak digunakan sebagai flavor (82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula, permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian
(5 %) (Tidco, 2005). Secara komersial terdapat produk vanilin alami dan sintetik. Vanilin alami harganya sangat mahal dan digunakan hanya pada pasar tertentu. Permintaan vanilin alami mengalami kenaikan 15 persen tiap tahunnya, namun permintaan tersebut tidak semua terpenuhi. Untuk memproduksi 1 kg vanilin alami dibutuhkan biaya USD 82 dibandingkan USD 15 untuk 1 kg vanilin sintetik (Tidco, 2005). Sementara itu, harga produk vanilin alami di pasaran mencapai 10 kali lipat harga vanilin sintetik (USD 9 – 11 per kg) (Fridge, 2004). Sedangkan menurut pengamatan sendiri di beberapa pasar, harga vanilin alami sebesar Rp 3,6 juta per kg. Mahalnya biaya produksi dan harga produk vanilin alami menyebabkan industri-industri pengguna vanilin (makanan dan minuman, farmasi dan parfum) di Indonesia mengimpor vanilin sintetik.
Impor vanilin sintetik
tersebut sebagian besar didatangkan dari China. Pada tahun 2000-2004, Indonesia mengimpor vanilin sintetik sebanyak 137,8 – 174,2 ton dengan nilai USD 1,191 – 1,3 juta (BPS, 2004). Produksi vanilin sintetik dunia diperkirakan sebesar 3000 ton per tahun, sedangkan total permintaan pasar global vanilin sintetik mencapai 3500 ton pada tahun 2000. Seiring dengan berkembangnya industri makanan, minuman dan farmasi diperkirakan kebutuhan vanilin sintetik dunia akan terus meningkat dengan laju 8 – 9 % per tahun dengan pangsa pasar USA 27 %, Eropa 45 %, Asia 21 %, dan lainnya 7 % (Tidco, 2005). Untuk menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap impor vanilin, maka diperlukan usaha produksi vanilin di dalam negeri dengan teknologi proses yang efisien dan kualitas produk yang tinggi. Sampai saat ini sejumlah teknologi sintesis vanilin masih terus dikembangkan. Sintesis vanilin dapat dilakukan dengan cara oksidasi isoeugenol. Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO pada suhu 130
o
C dan waktu reaksi 3 jam dengan cara konvensional
(Sastrohamidjojo, 1981). Lamanya waktu reaksi dapat mengakibatkan terjadinya dekomposisi pada bahan dan produk. Untuk mengatasi hal tersebut, pada penelitian ini sintesis vanilin dilakukan dengan menggunakan teknologi gelombang mikro (microwave) untuk dapat menghasilkan kemurnian yang
2
lebih tinggi. Metode ini relatif mudah dilaksanakan dengan waktu yang relatif singkat.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari sintesis vanilin dari isoeugenol minyak cengkeh dengan penggunaan pemanasan gelombang mikro (microwave) sehingga dapat mempercepat waktu reaksi. 2. Mengetahui
perbedaan
sintesis
vanilin
dengan
pemanasan
konvensional dan pemanasan gelombang mikro (microwave). 3. Mempelajari pengaruh waktu reaksi dan tingkat pemanasan pada reaksi oksidasi dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro terhadap produk sintesis vanilin yang dihasilkan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK DAUN CENGKEH 1. Sifat Fisiko – Kimia Minyak daun cengkeh merupakan salah satu minyak atsiri yang cukup banyak dihasilkan di Indonesia dengan cara penyulingan air dan uap.
Minyak daun cengkeh mengandung dua komponen utama yaitu
eugenol (80 – 90 %) dan kariofelin (10 – 20 %) (Sastrohamidjojo, 2002). Minyak daun cengkeh berupa cairan yang berwarna bening sampai kekuning-kuningan, mempunyai rasa yang pedas, keras dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan.
Minyak daun
cengkeh digunakan sebagai bahan baku industri pangan, parfum, farmasi, dan bahan pembuatan vanilin sintetik Kualitas minyak daun cengkeh ditentukan dari kandungan fenol, terutama eugenol, eugenol asetat dan warna minyak (Guenther, 1950). Komponen lain yang turut menentukan adalah golongan monoterpen, hidrokarbon, seskuiterpen dan senyawa aromatik (Purseglove et al., 1981). Hasil penyulingan dan sifat fisiko kimia minyak daun cengkeh tergantung pada sumber dan kualitas tanaman cengkeh, metode penyulingan serta keadaan bahan yang akan disuling, apakah penyulingan dari cengkeh utuh atau yang dirajang (Purseglove et al., 1981). Cengkeh utuh yang didestilasi dapat menghasilkan minyak dengan kandungan eugenol tinggi dengan bobot jenisnya 1,06, sedangkan cengkeh yang ditumbuk akan menghasilkan minyak dengan kadar eugenol sedikit lebih rendah dengan bobot jenis di bawah 1,06. Pada umumnya minyak daun cengkeh berkadar eugenol lebih rendah dibandingkan dengan minyak bunga cengkeh. Tabel 1 memperlihatkan syarat mutu minyak daun cengkeh dan minyak bunga cengkeh menurut Essential Oil Association
(EOA,1970), sedangkan Tabel 2 memperlihatkan sifat fisiko-kimia minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar. Tabel 1. Syarat mutu minyak daun cengkeh dan bunga cengkeh Karakteristik
Nilai Minyak Daun Cengkeh
Minyak Bunga Cengkeh
o
Bobot jenis 25/25 C o
Indeks Bias 25 C
1,036 – 1,046
1,048 – 1,056
1,531 – 1,535
1,534 – 1,538
o
Putaran Optik Kadar Eugenol (%) Kelarutan dalam alkohol 70 % Warna
± 0 sampai -2
± 0o sampai -1 o30
84 – 88
89 – 95
1:2
1:2
Cairan berwarna sangat
Cairan kuning sampai
kuning pucat pada waktu
coklat muda, bila
disuling, cepat berubah
menyentuh besi
menjadi coklat atau ungu
berubah menjadi coklat ungu tua
Sumber: EOA (1970) Tabel 2. Sifat fisiko – kimia minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar Sifat
Cara Penyulingan Penyulingan Air Penyulingan Uap
Inggris Bobot Jenis pada 15 oC Kadar Eugenol (%) volume
1,048
1,059 – 1,065
85 – 89
91 – 95
Zanzibar Rendemen (%)
17,3
17,35
o
1,065
1,069
Indeks Bias, 20 C
1,532
1,532
Kadar Eugenol
91,5
92,5
Larut dalam alkohol 70 %,
-
Bobot Jenis (15,5 C) o
Kelarutan
perbandingan 1 : 1
Sumber: Ketaren (1985)
5
2. Komposisi Kimia Menurut Masada (1976) di dalam Leody (1992), dalam minyak daun cengkeh terdapat senyawa-senyawa β-kariofilen, metil salisilat, metil eugenol, eugenol dan isoeugenol.
Minyak daun cengkeh juga
mengandung eugenol asetat, metil-n-amil keton dan seskuiterpenol dalam jumlah yang sangat kecil. Komposisi utama minyak daun cengkeh adalah eugenol (70 sampai 90 persen), di samping eugenol asetat (sekitar 5 -7 persen) dan seskuiterpen kariofilen (terutama β-kariofilen 5 – 12 persen). Metil-n-amil keton merupakan komponen yang turut menentukan bau dalam minyak cengkeh (Purseglove et al., 1981). Tabel 3 memperlihatkan komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh. Tabel 3. Komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh, dikutip dari Bedoukian (1967) dan Guenther (1950) Komponen
Berat
Titik Didih o
Bobot 25
Indeks Bias n
D20
Molekul
( C)
Eugenol
164,20
253
1,0651
1,5412
Eugeol Asetat
204,24
282
1,0870
1,5207
Kariogilen
456,69
125
0,9659
1,4988
Metil salisilat
152,14
223,5
-
1,1840
32
151 – 152
0,8170
1,4063
Metil alkohol
32,04
64,5 – 64,7
0,7914
1,3306
Furfural
96,08
160,17
1,1616
1,5266
Metil benzoat
136,14
199,60
1,0880
1,5181
Metil-n-amil karbinol
166,20
160,40
0,8187
1,4310
Furfural alkohol
98,10
170 – 171
1,1615
1,4860
Metil furfural
110,11
184 – 186
1,1365
1,0720
Metil-n-heptil karbinol
144,25
193 – 194
0,8471
1,4290
Vanilin
152,14
285
1,0560
-
Metil-n-amil keton
Jenis d
4
Sumber: Ketaren (1985)
6
a. Eugenol Eugenol merupakan persenyawaan terbesar yang terdapat dalam minyak cengkeh (Syzigium aromaticum).
Menurut Ketaren (1985),
kandungan eugenol dalam minyak cengkeh agak berbeda untuk bagian tanaman cengkeh yaitu pada daun cengkeh sebesar 79 – 90 %, 85 – 95 % dari kuncup bunga, 90 – 95 % dari tangkai bunga. Eugenol adalah senyawa dari golongan hidrokarbon teroksidasi (oxygenated hydrocarbon) yang merupakan cairan minyak tidak berwarna atau sedikit kekuningan, mudah menguap, akan menjadi coklat jika kontak dengan udara dan berasa getir. Mempunyai rumus molekul C10H12O2 dan bobot molekul 164,2 g/mol. Tata nama eugenol adalah 1-hidroksi 2-metoksi 4-alil benzena. Senyawa eugenol digunakan sebagai flavor dalam produk rokok, minuman tidak beralkohol, es krim, permen karet dan berbagai produk pangan serta kosmetik (Bedoukian, 1967). Menurut Kurniawan (2005), untuk mendapatkan eugenol dari minyak cengkeh, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH atau KOH 3-5% sehingga membentuk garamnya yaitu natrium atau kalium eugenolat yang larut dalam air. Dengan penambahan asam klorida (HCl) akan membebaskan eugenol yang kemudian diekstraksi dengan eter. Sifat fisiko kimia eugenol ditunjukkan pada Tabel 4 dan rumus bangun eugenol ditunjukkan pada Gambar 1. Tabel 4. Sifat fisiko-kimia eugenol Karakteristik Bobot jenis (25 oC)
Nilai 1,053 – 1,064
Indeks bias 20 oC
1,538 – 1,542
Titik didih
255 oC
Putaran optik
-1o30’
Titik leleh
-7,5 oC
Kelarutan
1:5 atau 1:6 dalam alkohol 50%, tidak larut dalam air, larut dalam eter, kloroform dan asam asetat.
Sumber: Purseglove et al (1981)
7
OH OCH3
CH2CH=CH2 Gambar 1. Rumus bangun eugenol (Parry,1922) Dari rumus bangun eugenol pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa eugenol adalah suatu alkohol siklis monohidrat atau suatu fenol, sehingga dapat bereaksi dengan basa kuat seperti NaOH, KOH atau Ca(OH)2.
Jika dipanaskan dalam alkali, eugenol akan dikonversi
menjadi isoeugenol (Guenther, 1950). b. Isoeugenol Isoeugenol terdapat di dalam berbagai minyak atsiri, tetapi kandungan yang terbesar terutama terdapat di dalam minyak cengkeh. Sebagian besar berada bersama eugenol, tetapi bukan sebagai komponen utama. Minyak cengkeh mengandung sejumlah kecil isoeugenol. Dengan proses pemanasan dalam alkali eugenol dapat diisomerisasi menjadi isoeugenol.
Nama lain dari isoeugenol adalah 1-hidroksi-2-metoksi-
4-propenil benzen.
Menurut Bedoukian (1967), senyawa isoeugenol
berwarna agak bening, mempunyai bau floral, manis dan rasa seperti bunga cengkeh.
Isoeugenol (C10H12O2) dengan berat molekul 164,2
g/mol merupakan bumbu masak (flavoring agent), zat pewangi, bahan baku pembuatan vanilin dan isoeugenol asetat (Sastrohamidjojo, 2002). Isoeugenol juga digunakan sebagai pemberi flavor pada produk rokok, minuman tidak beralkohol, es krim, permen karet dan kosmetik. Menurut Archtander (1969) dalam Leody (1992), isoeugenol komersil merupakan campuran dari isomer cis- dan trans- isoeugenol, jumlah trans-isoeugenol sekitar 81 – 88 % dan cis-isoeugenol sekitar
8
12 – 18 %, berwarna kekuning-kuningan dan merupakan cairan kental dengan aroma cengkeh, namun aromanya lebih lunak.
Isoeugenol
mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari eugenol. Sifat fisiko kimia selengkapnya dari isoeugenol dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 serta rumus bangun isoeugenol ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Tabel 5. Sifat fisiko-kimia isoeugenol Karakteristik Bobot jenis (25oC)
Nilai 1,079 – 1,085
Indeks bias 20 0C
1,572 – 1,577
o
262 – 266 oC
Titik didih ( C) Kelarutan
1:5 dalam alkohol 50 %
Sumber: EOA (1970) OH OCH3
CH=CH-CH3 Gambar 2. Rumus bangun isoeugenol (Parry, 1922) Tabel 6. Sifat fisiko kimia cis- dan trans- isoeugenol Karakteristik
cis-isoeugenol
trans-isoeugenol
o
1,084
1,088
0
1,571
1,579
Bobot jenis (20 C) Indeks bias 20 C o
Titik didih ( C)
o
262 C
266 oC
Sumber: Purseglove et al. (1981)
9
OH
OH OCH3
OCH3 H
CH3
C=C
C=C
H CH3
H
H
cis-isoeugenol
trans-isoeugenol
Gambar 3. Rumus bangun trans-isoeugenol dan cis-isoeugenol (Sastrohamidjojo, 2002) c. Non Eugenol Komponen non eugenol yang terdapat dalam jumlah besar adalah eugenol asetat (sekitar 5 -7 persen) dan seskuiterpen kariofilen (terutama β-kariofilen sekitar 5 – 12 persen). Sifat fisiko kimia kedua bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat fisiko-kimia eugenol asetat dan β-kariofilen Karakteristik
Eugenol asetat
β-Kariofilen
Rumus molekul
C12H14O3
C15H24
Semi padat dan berwarna
Tidak berwarna
Wujud
kuning jika terkena panas Titik didih Bobot jenis (25oC) o
Indeks bias (20 C) Pelarut
281 – 282 oC
254 – 257 oC
1,077 – 1,082
0,897 – 0,910
1,521
1,498 – 1,504
Alkohol
Alkohol dan eter
Sumber: Purseglove et al. (1981)
B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN Vanilin (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehida) merupakan padatan kristal berwarna putih atau sedikit berwarna kuning, biasanya berbentuk jarum dan mempunyai bau (aroma) yang khas. Vanilin dapat digunakan sebagai flavor
10
(82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula, permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian (5 %) (Tidco, 2005). Vanilin dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan obat, antara lain L-dopa yaitu suatu asam amino untuk pengobatan penyakit Parkinson, keracunan mangan dan distonia muskulari juga dipakai untuk sintesis trimethapriim, suatu chemoterapeutikum untuk penanggulangan infeksi saluran kencing dan saluran pernafasan (Sastrohamidjojo, 2002). Tabel 8 memperlihatkan sifat fisiko-kimia vanilin dan Gambar 4 memperlihatkan rumus bangun vanilin. Tabel 8. Sifat fisiko-kimia vanilin Karakteristik
Nilai
Rumus Molekul
C8H8O3
Bobot molekul
152,14 g/mol
Titik leleh
80 – 83 oC
Titik didih
285 oC
Densitas
0,60 g/cm3
Bentuk
Padat, kristal jarum
Kelarutan
Sedikit larut dalam air, larut dalam benzena, sangat larut dalam alkohol, aseton, aseton, eter, kloroform, asam asetat glasial, dan karbon disulfida, serta larut dalam air yang mengandung hidroksida dari logam alkali.
Sumber: Tidco (2005) OH OCH3
CHO Gambar 4. Rumus bangun vanilin (Parry, 1922) Vanilin secara alami berasal dari ekstraksi buah Vanilla planifolia, tanaman merambat yang berasal dari Mexico, Honduras dan Guatemala. Tanaman ini dimasukkan ke banyak negara tropis dan di Indonesia banyak
11
diusahakan di Pulau Jawa dan Bali (Sari, 2003). Kadar vanilin yang ada dalam buah vanila tergantung tempat tumbuhnya, misalnya di Mexico 1,5 % dan di Pulau Jawa 2,7 % (Kurniawan, 2005). Menurut Syaflan (1996) dalam Sari (2003), proses yang harus dilalui dari buah vanila sangat panjang, mulai dari pemetikan buah jika buah sudah masak, kemudian dilayukan dengan pemanasan atau dicelupkan sebentar dalam air panas, lalu difermentasikan sampai warna buah menjadi hitam. Buah vanila yang telah selesai difermentasi kemudian diekstraksi dan akan menghasilkan vanilin dengan rendemen kurang lebih 3 – 4 %. Sedangkan menurut Suwarso et al., (2002), vanilin yang dihasilkan selama proses penyimpanan (fermentasi) buah vanila terbentuk melalui reaksi pemutusan glikosida secara enzimatik. Proses alami ini hanya menghasilkan 2 – 3 % vanilin murni. Vanilin di samping dihasilkan secara alami, juga dapat diperoleh dengan cara sintesis. Oleh karena proses produksi vanilin alami membutuhkan waktu yang lama dan hanya menghasilkan sedikit vanilin murni serta harga vanilin alami yang sangat mahal jika dibandingkan dengan vanilin sintetik, maka umumnya di negara-negara maju alternatif memperoleh vanilin agar dapat mencukupi kebutuhan dunia dilakukan dengan cara sintesis. Beberapa cara sintesis vanilin yang telah diketahui adalah sebagai berikut: 1. Dari Lignin Sebagian besar vanilin sintetik dihasilkan dari lignin yang berasal dari limbah industri pulp. Sejumlah 5 – 10 % vanilin diperoleh pada pemanasan
lignin
dengan
alkali
metal
hidroksida.
Pengasaman
(asidifikasi) pada reaksi alkali membebaskan vanilin yang selanjutnya diekstraksi dengan eter atau pelarut yang tidak bercampur lainnya (Kurniawan, 2005). Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 5.
12
OH
OH OCH3
OCH3
Lignin oksidasi OH-
Dipanaskan
CH=CH-CH2OH
CHO
Gambar 5. Reaksi pembentukan vanilin dari lignin (Soelistyowati, 2001) Produksi vanilin sintetik dari lignin yang berasal dari limbah industri pulp telah dibatasi di negara-negara maju. Karena dalam pembuatan vanilin ini banyak sekali macam reagen yang digunakan, sehingga dalam produk akhir dikhawatirkan masih terdapat sisa-sisa reagen yang bersifat racun (Darwis, 1989). 2. Dari Guaiakol Guaiakol diperoleh dari tar kayu guaiakol. Guaiakol direaksikan selama 2 hari dengan formaldehida dan p-nitroso-dimetil anilin dalam metanol, kemudian dituang ke dalam air dan HCl. Metanol dihilangkan dengan destilasi, kemudian produk reaksi di ekstraksi dengan benzene dan dihasilkan vanilin setelah benzene diuapkan. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 6. OH
OH OCH3
O
OCH3
+ H-C-H Formaldehida
OH
N(CH3)2 OCH3 +
CH2OH Guaiakol
p-nitrodimetil anilin
CHO
NH2Cl
Vanilin
Gambar 6. Reaksi pembentukan vanilin dari guaikol (Soelistyowati, 2001)
13
3. Dari Coniferin Coniferin adalah suatu glikosida yang didapatkan dalam getah tumbuh-tumbuhan dari kambium coniferin. Coniferin tersebut dioksidasi oleh asam kromat menghasilkan glukovanilin yang akan terurai oleh asam menjadi vanilin dan glukosa. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 7. O(C6H11O5) OCH3
O(C6H11O5) CrO3
OCH3
OH
asam
OCH3
+ CH=CH-CH2OH Coniferin
CHO Glukovanilin
C6H12O6
CHO Vanilin
Glukosa
Gambar 7. Reaksi pembentukan vanilin dari coniferin (Soelistyowati, 2001) 4. Dari Eugenol Minyak Cengkeh Pada prinsipnya pembuatan vanilin semi sintetik dari minyak cengkeh melalui tahapan beberapa produk antara yaitu eugenol dan isoeugenol. Oleh karenanya sintesis vanilin ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu 1) Dengan memisahkan terlebih dahulu non-eugenol dalam minyak cengkeh dan 2) Sintesis dilakukan langsung di dalam minyak cengkeh tanpa perlu memisahkan non-eugenol, artinya non-eugenol baru dipisahkan setelah terbentuknya isoeugenol. Menurut Soemadiharga (1973), prinsip pembuatan vanilin dari eugenol adalah reaksi isomerisasi yang disusul dengan reaksi oksidasi. Menurut Carey (2003), oksidasi pada senyawa organik adalah proses peningkatan jumlah ikatan di antara karbon dan oksigen (ikatan C–O) atau penurunan jumlah ikatan karbon – hidrogen (ikatan C–H).
Menurut
Sastrohamidjojo (2002), oksidasi isoeugenol menjadi vanilin oleh nitrobenzena dalam media alkali merupakan serangkaian transfer elektron dari OH– ke senyawa nitro melalui substrat tidak jenuh.
14
Tahap pertama dari proses pembuatan vanilin ini ialah mengubah eugenol menjadi isoeugenol. Proses yang biasa digunakan untuk mengubah eugenol menjadi isoeugenol adalah pemanasan dalam alkali kuat dan untuk ini dipakai KOH.
Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada
Gambar 8. OH
OK OCH3
KOH
CH2=CH-CH2
Eugenol
OCH3
CH=CH-CH3
K-isoeugenol
Untuk tahap oksidasi, dipergunakan nitrobenzena. Reaksi yang terjadi:
Selanjutnya garam kalium vanilat yang terbentuk diasamkan dengan HCl. Reaksinya: KO
OH OCH3
OCH3
+ HCl CHO
K- Vanilat
+ KCl CHO
Vanilin
Gambar 8. Reaksi oksidasi pembentukan vanilin (Soemadiharga,1973)
15
Dari berbagai cara yang telah disebutkan dalam sintesis vanilin, yang ada kaitannya langsung dengan penelitian ini adalah sintesis dari isoeugenol minyak cengkeh.
Sintesis vanilin dari isoeugenol dan eugenol minyak
cengkeh telah banyak diteliti di Indonesia dan luar negeri dengan menggunakan prosedur yang berbeda-beda. Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin dari isoeugenol adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO.
Keunggulan metode ini yaitu relatif mudah dilaksanakan (suhu
130 oC, waktu 3 jam) dengan tingkat efisiensi cukup tinggi.
Dihasilkan
produk vanilin kasar 13,5 gram (56,25%) dan 4,6 gram vanilin murni (19 %) dari 24 gram bahan baku isoeugenol dengan kemurnian yang tinggi (Sastrohamidjojo, 1981). Soemadhiharga et al., (1973), memproduksi vanilin dari eugenol dalam skala besar yang direaksikan dengan KOH, nitrobenzene dan air di dalam autoklaf pada suhu 170 – 190 oC dan tekanan 8 atm menghasilkan rendemen 3,6 %. Sari (2003), menyatakan bahwa vanilin dengan hasil sedikit diperoleh dari hasil oksidasi eugenol asetat dengan kalium permanganat. Selain itu vanilin juga dapat diperoleh dari isoeugenol dengan zat-zat pengoksidasi lainnya, seperti oksigen, ozon dan merkuri oksida dalam larutan alkalis. Boult et al., (1970), juga menyatakan metode lain yang digunakan untuk proses oksidasi eugenol menjadi vanilin adalah penggunaan nitrobenzene atau homolognya yang lebih tinggi dengan adanya fenol, azobenzene, natrium meta-nitrobenzenasulfonat dengan soda kaustik dan anilin menghasilkan rendemen dan kemurnian yang tinggi. Pada sintesis vanilin digunakan pelarut dimetil sulfoksida (DMSO).
Hal ini dikarenakan masalah yang dihadapi
dalam penggunaan metode ini adalah kesulitan bahan baku dan mahalnya harga untuk mendapatkan azobenzene dan natrium meta-nitrobenzenasulfonat serta penggunaan anilin yang sangat berbahaya. Dalam perkembangan terakhir, sintesis vanilin dilakukan dengan pemanasan menggunakan gelombang mikro (microwave). Metode sintesis vanilin
menggunakan
pemanasan
gelombang
mikro
telah
dilakukan
Kurniawan (2005). Sintesis ini dilakukan dengan 2 tahap, yaitu isomerisasi
16
eugenol menjadi isoeugenol dan oksidasi isoeugenol menjadi vanilin pada tingkat daya 680 Watt dengan lama reaksi 2 menit menghasilkan rendemen vanilin sebesar 86,1 %. Metode ini relatif mudah dilaksanakan. Pemakaian gelombang mikro untuk aktivasi reaksi telah diketahui dapat mempercepat laju reaksi dalam waktu yang jauh lebih singkat sehingga efisiensi dapat diperoleh. Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam penelitian ini metode penggunaan oksidator nitrobenzene dengan DMSO sebagai pelarut dan penggunaan pemanasan gelombang mikro (microwave) digunakan untuk menghasilkan vanilin sintetik dari isoeugenol minyak cengkeh. Suatu reaksi oksidasi dapat berjalan dengan sempurna dan mencapai kesetimbangan karena adanya oksidator. Oksidator nitrobenzene merupakan oksidator kuat dan mudah digunakan untuk reaksi oksidasi sintesis vanilin. Agar oksidator nitrobenzene ini cepat bereaksi dengan bahan, maka ditambahkan DMSO (Dimetil sulfoksida) untuk memudahkan nitrobenzene bereaksi. a. Nitrobenzene Nitrobenzene merupakan cairan berwarna kuning pucat, memiliki bau yang khas dan beracun. Nitrobenzene meleleh pada suhu 5,85 oC dan mendidih pada suhu 211oC, sedikit larut dalam air dan sangat larut dalam etanol, eter, benzen dan Dimetilsulfoksida (DMSO).
Memiliki rumus
molekul C6H5NO2. Nitrobenzene biasanya digunakan sebagai oksidator yang baik untuk reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin dalam pembuatan vanilin sintetik dan juga dapat digunakan untuk memproduksi anilin dan methyl diphenyl diisocyanate (MDI) (Mannsville, 1991). Menurut Arthur (1956), nitrobenzene berasal dari benzene dan asam nitrat melalui metode purifikasi atau pemurnian, dengan pencucian dan penyulingan uap. Cairan dan uapnya sangat berbahaya serta cepat menyerap melalui kulit. Dikemas dalam botol gelas berwarna gelap, kaleng atau drum besi. Nitrobenzene digunakan sebagai komponen isolasi pyroxylin, pelarut untuk eter selulosa, modifikasi esterifikasi dari asetat
17
selulosa, bahan untuk pelitur atau penggosok logam dan pelitur sepatu, bahan baku untuk industri anilin, benzidin, azobenzene dan lain-lain. Sifat fisiko kimia nitrobenzene dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sifat fisiko – kimia nitrobenzene Karakteristik
Nilai
o
Bobot jenis (25 C)
1,199 kg/L
Bobot molekul
123,06 g/mol
o
Titik leleh ( C)
5,85 oC
Titik didih (oC)
210,9 oC
Kelarutan
Larut dalam air 2,1 g/L (25oC), etanol dan benzen, sangat larut dalam DMSO
Sumber: Mannsville (1991) b. DMSO Menurut Fesseden (1982), Dimetil sulfoksida (DMSO) dibuat dalam skala industri dengan oksidasi udara terhadap dimetil sulfida. Cairan ini juga merupakan hasil samping industri kertas. DMSO merupakan pelarut yang serbaguna. Zat ini merupakan pelarut yang ampuh baik untuk ion anorganik maupun untuk senyawa organik.
Seringkali pereaksi lebih
tinggi reaktivitasnya dalam DMSO dibandingkan dalam pelarut alkohol. DMSO mudah menembus kulit dan pernah digunakan untuk membantu penyerapan obat-obatan lewat kulit. Namun DMSO juga dapat membuat racun dan kotoran terserap. Jika DMSO terkena tangan, maka dalam waktu yang singkat akan sampai ke indra citarasa (lidah). Menurut Tidwell (1990), DMSO dikenal sebagai metil sulfoxide, dimethyl sulphoxide, dimethylsulfoxide, methylsulfinylmethane atau sulfinylbismethane. Memiliki rumus molekul C2H6OS, merupakan cairan higroskopik yang tidak berwarna. DMSO merupakan pelarut polar, sedikit berasa getir dan dapat dicampur dengan air (Arthur, 1956). Dapat larut dalam bahan pelarut organik seperti alkohol, ester, keton dan hidrokarbon
18
berbau harum. Di dalam sintesis organik, DMSO dapat juga digunakan untuk reaksi oksidasi (Tidwell, 1990). Dimetilsulfoksida dapat mengganggu sistem pencernaan, pernapasan, mudah kontak dengan mata dan kulit. DMSO memiliki tingkat toxisitas yang rendah. Kontak yang panjang dapat menyebabkan infeksi kulit dan merusakkan ginjal atau hati. Sifat fisiko kimia DMSO dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sifat fisiko - kimia DMSO Karakteristik
Nilai
o
Bobot jenis (25 C)
1,1004 g/cm3
Bobot molekul
78,13 g/mol
o
Titik leleh ( C)
18,5 oC
Titik didih (oC)
189 oC
Kelarutan
Larut dalam air, etanol, benzen dan kloroform
Sumber: Tidwell (1990) C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO 1. Gelombang Mikro Gelombang mikro didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 1,0 cm – 1,0 m, yaitu dengan frekuensi antara 0,3 – 30 GHz (Whittaker, 1997).
Dalam spektrum frekuensi,
gelombang mikro terletak antara gelombang radio dan inframerah (Whittaker, 1997). Menurut Taylor (2005) sesuai dengan namanya, oven gelombang mikro adalah pemanas yang bekerja dengan menggunakan gelombang radio, adapun frekuensi yang digunakan antara 900 – 30000 MHz. Federal Communications Comission menetapkan bahwa untuk keperluan industri, ilmu pengetahuan dan kesehatan digunakan empat besaran frekuensi yaitu 915 MHz, 2450 MHz, 5800 MHz dan 24125 MHz. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa frekuensi tersebut tidak akan
19
mengganggu frekuensi gelombang lainnya dan aman bagi kesehatan manusia.
Untuk keperluan di rumah tangga dan industri, gelombang
mikro umumnya menggunakan frekuensi 2450 MHz yaitu pada panjang gelombang 12,25 cm. Menurut Pozar (1993), gelombang mikro (microwave) merupakan gelombang radio pendek berfrekuensi tinggi yang terletak di antara gelombang berfrekuensi sangat tinggi (infrared) dan gelombang radio konvensional. Gelombang mikro ini memiliki rentang panjang gelombang mulai dari 1 mm sampai dengan 30 cm. Gelombang mikro merupakan suatu bentuk gelombang elektromagnet sebagai cahaya dan bergerak di udara setara dengan kecepatan cahaya (c = 2,9979 x 108 m/s). Gelombang ini dibangkitkan oleh tabung elektron khusus, seperti klistron dan magnetron (ini sebabnya gelombang mikro sering juga disebut magnetron). Biasanya tabung elektron tersebut dilengkapi dengan pengatur frekuensi baik berupa resonator, oskilator atau perangkat sejenis. Panjang
Gelombang
dan
Frekuensi
Spektrum
Elektromagnetik
ditunjukkan pada Gambar 9.
Panjang Gelombang (meter) Infra merah -3
-4
10
10
13
10
12
10
Frekuensi Radio
Microwave
10
11
10
-1
-2
0
10
10
10
1
10
9
10
10
8
10
10
2
7
10
Frekuensi (Hertz)
Gambar 9. Panjang gelombang dan frekuensi spektrum elektromagnetik Whittaker (1997)
20
Gelombang mikro sebagaimana gelombang elektromagnetik yang lain dipancarkan dari satu sumber ke segala arah dan dapat dipantulkan atau diserap oleh benda. Untuk penggunaan praktis perlu diperhatikan bahwa gelombang mikro direfleksikan oleh bahan metal, menembus bahan-bahan seperti udara, porselin, plastik dan dapat diserap oleh air, bahan pangan dan pertanian yang kemudian akan melepaskan panas. Energi yang dihasilkannya memiliki keuntungan di antaranya adalah daya penetrasi yang relatif tinggi dan seragam. Hal ini dapat terjadi karena molekul-molekul cairan di dalam bahan secara serentak mengalami rotasi dan vibrasi sehingga terjadi keseragaman pelepasan panas di setiap titik di dalam bahan. 2. Prinsip Pemanasan Mariana
(2004)
menyatakan
bahwa
pemanasan
dengan
menggunakan gelombang mikro merupakan akibat dari adanya interaksi antara kandungan bahan dengan gelombang elektromagnetik. Prinsip dasar dari pemanasan gelombang mikro yaitu adanya agitasi molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak karena adanya gerakan medan magnetik atau elektrik. Dengan adanya gerakan medan tersebut, diantara partikel-partikel mencoba untuk berorientasi atau mensejajarkan dengan medan tersebut. Pergerakan partikel terbatas oleh adanya gaya pembatas (interaksi inter partikel dan ketahanan elektrik) yang menahan gerakan partikel dan membangkitkan gerakan acak menghasilkan panas (Taylor, 2005). Energi
gelombang
mikro
adalah
radiasi
non-ionisasi
yang
menyebabkan pergerakan molekul, yaitu interaksi antara komponen listrik dari gelombang dengan partikel bermuatan berupa migrasi dari ion-ion dan rotasi dari dipol-dipol dari sampel dengan tidak merubah struktur molekul (Taylor, 2005). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar,
21
sehingga hanya molekul ionik dan rotasi dua kutub yang dapat berinteraksi dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Gambar 10 menunjukkan mekanisme perubahan energi gelombang mikro menjadi panas.
Medan listrik bolak-balik
E
Na+
Cl-
H+
O= H+
Ion natrium
(a)
Molekul air
(b)
Gambar 10. Mekanisme interaksi gelombang mikro interaksi ionik (a) dan interaksi dipolar (b) (Taylor, 2005) Konduksi ionik disebabkan oleh tumbukan akibat migrasi ionik yang terjadi dalam medan elektromagnetik.
Panas dapat dilepaskan akibat
adanya rotasi dua kutub berdasarkan penjajaran molekul secara permanen maupun terinduksi oleh medan elektromagnetik. Apabila suatu substansi diletakkan dalam oven, substansi tersebut akan menerima perubahan medan gelombang dengan tiga arah orthogonal, yaitu dari atas ke bawah, satu sisi yang lain dan dari depan ke belakang sebanyak 2,45 miliar kali per detik. Medan osilasi frekuensi tinggi ini disebut medan gelombang mikro. Daya rata-rata yang dihasilkan oleh medan tersebut akan mempercepat pergerakan partikel di satu arah dan kemudian ke arah sebaliknya. Jika partikel yang dipercepat tersebut bertumbukan dengan partikel lain, maka akan terjadi perpindahan energi kinetik yang menyebabkan pergerakan agitasi yang lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya. Agitasi partikel ini akan meningkatkan temperatur partikel. Selain itu partikel akan berinteraksi dengan partikel di sekitarnya. Energi panas akan dipindahkan, sehingga seluruh partikel akan mempunyai
22
temperatur yang sama. Proses perpindahan energi ini merupakan mekanisme pemanasan gelombang mikro secara konduksi ionik. Rotasi dua kutub terjadi apabila suatu molekul yang mempunyai struktur dua kutub ditempatkan di dalam medan osilasi listrik. Molekul tersebut akan mendapatkan energi rotasional sesuai dengan arah medan. Ketika medan tersebut dipasang, seluruh molekul akan berada sesuai dengan arah medan awal. Ketika arah medan dibalikkan molekul akan berputar terbalik dan menimbulkan tumbukan lebih lanjut dengan tetangganya. Energi tumbukan ini akan diubah menjadi peningkatan temperatur molekul, di samping temperatur akibat agitasi termal yang telah ada (Taylor, 2005). Menurut Pozar (1993), oven gelombang mikro beroperasi dengan pelepasan gelombang mikro oleh tabung elektron sehingga molekulmolekul air dalam bahan akan teragitasi, yang kemudian menimbulkan getaran, dan akhirnya akan memproduksi panas. Gelombang mikro akan masuk melalui bagian atas ruang oven yang dilengkapi dengan kipas pemusing yang bertugas untuk menyebarkan panas yang dihasilkan tadi ke seluruh bagian oven. Kombinasi panas berintensitas tinggi dengan pusingan tadi menyebabkan cepatnya proses pemasakan. Uniknya panas yang dihasilkan ini tak dapat menembus wadah (container) logam, tetapi dapat dengan mudah menembus wadah non logam. 3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanasan Gelombang Mikro a. Tipe Oven Gelombang Mikro Bagian dari oven gelombang mikro yang mempengaruhi reaksi pemanasan adalah ruangan tempat sampel pada oven gelombang mikro itu sendiri. Terdapat dua tipe dasar dari oven gelombang mikro, yaitu single mode dan multi mode. Variasi dari pemanasan tempat sampel gelombang mikro mempengaruhi tipe dasar dari oven gelombang mikro tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi proses pemanasan
23
dari reaksi kimia yang berlangsung. Tipe single mode menghasilkan gelombang berdiri di dalam ruangan oven, untuk ini dimensi dari ruangan tempat sampel harus dikontrol secara teliti untuk merespon secara sistematik panjang gelombang dari gelombang mikro tersebut. Kelebihan tipe ini adalah tingkat pemanasan dapat dikontrol dengan memposisikan sampel pada daerah yang paling baik intensitasnya, dengan catatan bahwa gangguan apapun (bahkan dari sampel) akan dapat mengganggu pola dari gelombang dan akan mempengaruhi keefektifan proses pemanasan tipe ini. Oleh karena itu volume dan kandungan dari sampel harus tepat, sehingga pola gelombang berdiri tidak terganggu (Taylor, 2005). Desain oven gelombang mikro tipe multi mode sangat menghindari terbentuknya gelombang berdiri. Tujuan pembuatannya terletak pada produksi ketidakberaturan sebanyak-banyaknya di dalam ruangan oven. Untuk mencapai keadaan ini, dimensi dari ruangan tempat sampel harus dibentuk sedemikian rupa agar tidak terjadi gelombang penuh dalam ruangan oven. Kelebihan dari oven gelombang mikro tipe ini adalah posisi dan skala sampel dapat divariasikan. Kedua tipe dari oven gelombang mikro ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan reaksi kimia yang spesifik untuk tujuan yang berbeda. Tipe single mode dapat dimanfaatkan untuk meneliti keadaan reaksi secara spesifik, sedangkan tipe multi mode digunakan untuk percobaan dengan ukuran sampel bervariasi, tetapi dengan pengamatan yang tidak terlalu spesifik (Taylor, 2005). b. Sifat Materi Terhadap Gelombang Mikro Sifat material terhadap gelombang mikro berbeda-beda, tidak semua material cocok untuk digunakan dalam pemanasan gelombang mikro. Ada tiga material yang dibedakan menurut sifatnya terhadap gelombang mikro, yaitu:
24
1. Materi yang memantulkan radiasi, yaitu yang memiliki sifat konduktor sehingga tidak menyerap panas, contoh belerang. 2. Materi yang transparan terhadap radiasi atau hanya sedikit mengubah energi gelombang mikro menjadi energi panas, yait memiliki sifat isolator sehingga energi panas gelombang mikro diteruskan, contoh tembaga. 3. Materi yang menyerap radiasi atau merubah sebagian dari energi gelombang mikro menjadi energi panas, yaitu yang memiliki sifat dielektrik sehingga panas yang dihasilkan sangat bagus. Walau belum diketahui secara jelas bagaimana tepatnya perilaku material dalam medan gelombang mikro, tetapi dapat diamati bahwa setiap material akan menyerap, memantulkan atau bahkan meneruskan energi gelombang mikro. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia ataupun ukuran dan bentuk dari material secara fisik. Namun hanya materi yang dapat menyerap radiasi gelombang mikro yang relevan dengan aplikasi sintesis kimia. Materi yang dipakai sebagai wadah dalam pemanasan gelombang mikro harus terbuat dari bahan yang transparan terhadap radiasi gelombang mikro, sehingga energi dari gelombang mikro tidak terserap ke dalam wadah tetapi akan melewati dan langsung tertuju pada larutan reaksi. 4. Aplikasi Pemanasan Gelombang Mikro Kepraktisan dari kerja gelombang mikro mendukung pengembangan fungsi gelombang mikro untuk bisa digunakan dalam berbagai industri. Sejalan dengan perbaikan dan peningkatan efektifitas penggunaan oven gelombang mikro telah meluas dalam berbagai bidang, di antaranya industri farmasi, kimia, bioteknologi, pasteurisasi, sterilisasi, metereologi, radar, TV, komunikasi satelit, pengukuran jarak jauh dan lainnya (Taylor, 2005).
25
Kemajuan dari teknologi radiasi gelombang mikro telah mendorong peneliti untuk mengaplikasikan teknologi gelombang mikro tersebut ke dalam reaksi sintesis kimia organik. Reaksi sintesis kimia organik yang pertama dilakukan oleh Richard Gedye dan pekerjanya dengan menghidrolisis benzamide menjadi asam benzoic dalam suasana asam. Mereka melaporkan, terjadi peningkatan kecepatan reaksi 5 – 1000 kali dibandingkan dengan metode pemanasan konvensional (Taylor, 2005). Beberapa aplikasi pemanasan gelombang mikro lainnya dalam reaksi kimia diantaranya telah dilakukan oleh Dewi (2005) untuk pengeringan panili yang bertujuan untuk meningkatkan flavor panili secara enzimatis. Pembentukan flavor ini sangat dipengaruhi oleh kerja dari beberapa enzim yang terdapat dalam buah panili. Kerja enzim ini sangat dipengaruhi oleh suhu, karena semakin tinggi suhu semakin naik pula reaksi kimia baik yang dikatalisis maupun yang tidak dikatalisis oleh enzim. Penggunaan oven gelombang mikro dilakukan oleh Mariana (2004) dengan mengaplikasikannya pada proses ekstraksi oleoresin jahe. Oven gelombang mikro pada penelitian ini dimodifikasi dengan penambahan thermokontrol dan penambahan alat pengaduk. Kurniawan (2005) mensintesis vanilin dari eugenol dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro. Sintesis ini dilakukan dua tahap, yaitu mengubah eugenol menjadi isoeugenol dan dilanjutkan dengan reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin dengan rendemen vanilin sebesar 86,1 %. Beberapa aplikasi radiasi gelombang mikro yang berhasil dilakukan pada reaksi sintesis organik lainnya, yaitu: reaksi Diels-Alder, reaksi Ene, reaksi Heck, reaksi Suzuki, reaksi Mannich, Hidrogenasi [beta]-lactams, hidrolisis, pengeringan, esterifikasi, reaksi sikloadisi, epoksidasi, reduksi, kondensasi, reaksi siklisasi, dan lainnya (Taylor, 2005).
Keuntungan
utama dari penggunaan gelombang mikro dalam sintesis kimia organik adalah kecepatan reaksinya yang jauh lebih singkat, lebih efisien, seluruh energi ditransmisikan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah jika dibandingkan dengan cara konvensional (Taylor, 2005).
26
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah isoeugenol minyak cengkeh dengan kemurnian 99 % isoeugenol yang didapat dari PT Indesso Aroma. Warna minyak putih transparan, kental dan berbau wangi. Dikemas dalam botol kaca berwarna gelap tertutup rapat berkapasitas 2 kg.
2. Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian yaitu nitrobenzene pro analisis, DMSO (dimetil sulfoksida) pro analisis, KOH pro analisis, HCl pro analisis 37 %, H2SO4 pro analisis, dietil eter teknis, NaHSO3 (natrium bisulfit) teknis. Bahan-bahan kimia penunjang yaitu Natrium sulfat anhidrat teknis, alkohol 50 % dan 70 % untuk analisis dan aquades.
3. Alat
Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian yaitu oven gelombang mikro merk Sharp R-248 J (Gambar 11).
Gambar 11. Oven gelombang mikro merk Sharp R-248 J
Spesifikasi oven gelombang mikro yang digunakan dalam penelitian: Merk/Tipe
: SHARP R-248 J
Frekuensi gelombang
: 2450 MHz
Daya keluaran
: 800 Watt
Tingkat daya
: 80 Watt atau 10 % (rendah), 240 Watt atau 30 % (sedang rendah), 400 Watt atau 50 % (sedang), 560 Watt atau 70 % (sedang tinggi) dan 800 Watt atau 100 % (tinggi).
Kapasitas
: 23 liter
Berat
: 12 kg
Ukuran luar
: 400 mm (p) x 275 mm (t) x 360 mm (l)
Ukuran rongga
: 322 mm (p) x 212 mm (t) x 336 mm (l)
Peralatan penunjang yang digunakan yaitu, kromatografi gas merk Hitachi 263-50 untuk analisis kemurnian, Elektrothermal merk Wagtech 137-139 untuk analisis titik leleh, piknometer ukuran 10 ml, refraktometer digital Abbe untuk mengukur indeks bias bahan baku isoeugenol, gelas piala 300 ml, erlenmeyer 250 ml, corong pisah 500 ml, gelas ukur 10 ml, tabung reaksi, pipet ukur 10 ml, neraca analitik merk Precisa XT 220 A, corong, kertas saring, kertas pH, pengaduk magnetik (stirrer), pengaduk kaca dan botol-botol kaca, serta peralatan gelas lain.
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian
pendahuluan
dilakukan
dengan
tujuan
untuk:
(1) Karakterisasi isoeugenol dan vanilin standar, (2) Uji coba sintesis vanilin dengan pemanasan konvensional, dan (3) menyeleksi metode sintesis vanilin menggunakan gelombang mikro.
28
Karakterisasi isoeugenol sebagai bahan baku dalam penelitian dan vanilin standar dilakukan untuk mengetahui apakah bahan tersebut sudah memenuhi standar mutu atau belum.
Parameter yang diamati adalah
kemurnian dengan kromatografi gas, densitas, bobot jenis, indeks bias, titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 50 % dan 70 %. Uji coba sintesis vanilin menggunakan pemanasan konvensional yaitu mengulang penelitian yang dilakukan oleh Sastrohamidjojo (1981). Sintesis vanilin dengan metode yang dilakukan pada penelitian Sastrohamidjojo terdahulu bertujuan untuk membandingkan hasilnya apakah sama atau berbeda. Selanjutnya menyeleksi metode sintesis vanilin yang sesuai untuk kapasitas oven gelombang mikro. Metode yang pertama adalah metode modifikasi 1 dengan memodifikasi metode penelitian Sastrohamidjojo dengan pengecilan volumenya menjadi 1/8 kali. Pengecilan volume menjadi 1/8 kali ini berdasarkan kapasitas maksimum yang sesuai dan batas aman penggunaan untuk pemanasan dengan gelombang mikro. Pada metode ini, sintesis vanilin dilakukan pada tingkat daya 560 Watt (tingkat daya sedang tinggi) dengan lama reaksi 4 menit. Metode yang kedua adalah metode modifikasi 2 yang diambil dari metode yang dilakukan pada penelitian Sastrohamidjojo (1981). Hanya saja pemakaian nitrobenzene dan KOH untuk sintesis ini diambil dari gabungan metode Kurniawan (2005) dengan menggunakan perbandingan mol oksidator nitrobenzene terhadap mol isoeugenol 2 : 1 dan metode Boult et al., (1970) dengan menggunakan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 20 % 1 : 2. Penggunaan metode modifikasi 2 ini diharapkan dapat menghasilkan produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang tinggi dengan menghemat bahan-bahan kimia yang digunakan.
Pada
metode ini, sintesis vanilin dilakukan pada tingkat daya dan lama reaksi yang sama dengan metode modifikasi 1. Analisis yang dilakukan terhadap produk vanilin hasil penelitian pendahuluan ini adalah analisis kemurnian dengan menggunakan kromatografi gas, rendemen, densitas, titik leleh, dan kelarutan dalam
29
alkohol 70 %. Hasil analisis yang terbaik dari kedua metode tersebut dipilih dan digunakan sebagai metode sintesis vanilin untuk penelitian utama dengan menggunakan gelombang mikro dan dengan cara konvensional.
2. Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk meneliti lebih lanjut kondisi optimum sintesis vanilin dari metode modifikasi yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan dengan menggunakan variasi daya (tingkat daya) 50 % setara 400 Watt, 70 % setara 560 Watt dan 100 % setara 800 Watt. Variasi waktu reaksi 4, 6 dan 8 menit pada tingkat daya 400 Watt dan 560 Watt serta 2, 3 dan 4 menit pada tingkat daya 800 Watt, dilakukan dua kali ulangan. Selain mensintesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro, juga dilakukan sintesis vanilin menggunakan cara konvesional dengan menggunakan metode yang sama hasil dari pemilihan metode pada penelitian pendahuluan. Hanya saja pada prosesnya, pemanasan dengan gelombang mikro digantikan dengan menggunakan refluks pada saat reaksi oksidasi berlangsung. Namun sintesis dengan cara konvensional ini hanya dilakukan satu perlakuan yaitu pada suhu 130 oC dengan waktu reaksi 3 jam, dilakukan dua kali ulangan. Hasil sintesis vanilin dengan cara konvensional ini
digunakan untuk membandingkan hasil sintesis
vanilin dengan menggunakan oven gelombang mikro.
3. Prosedur Penelitian
a. Tahap Oksidasi Dengan Metode Modifikasi 1
Sebanyak 2,83 ml (0,018 mol) isoeugenol ditambahkan dengan 6,7 g (0,12 mol) KOH yang dilarutkan dalam 8,8 ml aquades (KOH 76 %) ke dalam gelas piala 300 ml, diaduk dengan pengaduk magnetik
30
(magnetic stirrer) beberapa saat.
Campuran ditambahkan dengan
15,4 ml (0,15 mol) nitrobenzene dan 30,8 ml DMSO (penggunaan DMSO 2 kali volume nitrobenzene) sambil terus diaduk. Kemudian campuran tersebut dipanaskan dengan menggunakan oven gelombang mikro. Setelah pemanasan selesai, campuran didinginkan dan dilarutkan dengan 75 ml aquades. Kemudian diasamkan dengan 14 ml HCl 25 % sampai pH 2 – 3 disertai pengadukan. Campuran yang telah diasamkan dimasukkan ke dalam labu pisah 500 ml dan didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan air yang mengandung vanilin (lapisan atas) dan lapisan minyak (lapisan bawah). Lapisan air yang mengandung vanilin dianalisis kemurniannya dengan menggunakan kromatografi gas.
b. Tahap Oksidasi Dengan Metode Modifikasi 2
Sebanyak 7 ml (0,046 mol) isoeugenol ditambahkan dengan 5,2 g (0,092 mol) KOH yang dilarutkan dalam 26 ml air (KOH 20%) ke dalam gelas piala 300 ml, diaduk dengan pengaduk magnetik (magnetic stirrer) beberapa saat. Campuran ditambahkan dengan 9,5 ml (0,092 mol) nitrobenzene yang dilarutkan dalam 9,5 ml DMSO (penggunaan DMSO 1 kali volume nitrobenzene) sambil terus diaduk. Kemudian campuran tersebut dipanaskan dengan menggunakan oven gelombang mikro. Setelah pemanasan selesai, campuran didinginkan dan dilarutkan dengan 25 ml air. Kemudian diasamkan dengan 13 ml HCl 25 % sampai pH 2 – 3 disertai pengadukan. Campuran yang telah diasamkan, dimasukkan ke dalam labu pisah 500 ml dan didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan air yang mengandung vanilin (lapisan atas) dan lapisan minyak (lapisan bawah). Lapisan air yang mengandung vanilin dianalisis kemurniannya dengan menggunakan kromatografi gas.
31
c. Tahap Ekstraksi
Hasil oksidasi dari metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 membentuk dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan dari lapisan bawahnya dengan menggunakan corong pisah.
Lapisan atas
diekstraksi tiga kali dengan 20 ml dietil eter. Dietil eter digunakan untuk memisahkan komponen vanilin dari campuran hasil oksidasi yang terdiri dari air, DMSO serta senyawa hasil oksidasi lainnya seperti azobenzene dan asetaldehid yang ikut tercampur. Vanilin yang terlarut dalam dietil eter diekstrak kembali dengan 34 ml larutan NaHSO3 (Natrium bisulfit) 10 % sebanyak dua kali. Natrium bisulfit ditambahkan untuk membentuk vanilin bisulfit dan memisahkan vanilin dari material yang tidak bereaksi lainnya yang ikut terlarut dalam dietil eter seperti nitrobenzene dan azobenzene yang dapat diperoleh kembali untuk digunakan dalam proses oksidasi berikutnya.
Selanjutnya bagian vanilin yang bergabung dengan
bisulfit ditambah dengan 2,7 ml asam sulfat pekat (H2SO4) dan dipanaskan pada suhu 50 oC selama 1 jam untuk menghilangkan SO2 dan menghasilkan asam vanilin. Asam vanilin dirubah menjadi vanilin melalui ekstraksi kembali dengan dietil eter sehingga vanilin terikat dengan 20 ml dietil eter sebanyak dua kali. Pelarut dietil eter diuapkan dan produk vanilin mentah berwarna merah kecoklatan mengkristal sempurna pada suhu kamar. Kemudian vanilin diambil dan ditimbang. Vanilin yang diperoleh adalah vanilin kasar atau mentah.
Vanilin
kasar yang dihasilkan dianalisis kemurniannya dengan menggunakan kromatografi gas. Selain itu dilakukan analisis terhadap rendemen, densitas, titik leleh dan kelarutannya dalam alkohol 70 %. Diagram alir proses sintesis vanilin dapat dilihat pada Gambar 12.
32
Isoeugenol
KOH dan air
Nitrobenzene dan DMSO
Pengadukan Dipanaskan dengan oven gelombang mikro atau refluks
HCl 25 % hingga pH 2-3
Pendinginan
Terbentuk dua lapisan
Identifikasi dengan GC
Lapisan bawah (fase organik)
Lapisan atas (fase air)
Ekstraksi 3 x dengan 20 ml dietil eter
Ekstrak vanilin yang didapat diekstraksi 2 x dengan larutan NaHSO3 10 %
Ditambahkan 2,7 ml asam sulfat pekat dan dipanaskan pada suhu 50 oC, 1 jam
Larutan diekstrak 2 x dengan 20 ml dietil eter Pelarut dietil eter diuapkan Analisis kemurnian, rendemen, densitas, titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 70 %
Vanilin mentah mengkristal sempurna pada suhu kamar
Gambar 12. Diagram alir proses sintesis vanilin
33
4. Perlakuan
Perlakuan yang digunakan pada penelitian utama, yaitu:
Tingkat daya 50 % (400 Watt) dengan waktu 4, 6 dan 8 menit.
Tingkat daya 70 % (560 Watt) dengan waktu 4, 6 dan 8 menit.
Tingkat daya 100 % (800 Watt) dengan waktu 2, 3 dan 4 menit.
Menggunakan refluks pada suhu 130 oC dengan waktu reaksi 3 jam
5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan untuk produk vanilin pada penelitian ini meliputi rendemen, kemurnian produk, densitas, titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 70 %.
Sedangkan pengamatan untuk bahan baku
isoeugenol pada penelitian pendahuluan meliputi kemurnian bahan baku, bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam alkohol 50 %.
1. Pengamatan Produk Vanilin
a. Rendemen (SNI 06-2387-1998)
Prinsip : Banyaknya
produk
yang
dihasilkan
dinyatakan
dalam
persentase bobot produk terhadap bobot bahan baku yang digunakan. Perhitungan :
Rendemen produk (% b/b) =
Bobot produk ( gram ) x 100 % Bobot bahan baku ( gram )
b. Kemurnian dengan Kromatografi Gas (SNI 06-6990.1-2004)
Prinsip: Dasar dari pemisahan secara kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan contoh di antara dua fase, yaitu fase diam yang
34
mempunyai fase relatif luas dan fase gas yang merupakan fase bergerak. Bila fase diam pada kromatografi gas merupakan zat cair, maka cara pemisahan ini disebut metode kromatografi gas-cairan. Pemisahan komponen dengan menggunakan kromatografi gas-cairan didasarkan pada laju gerakan komponen-komponen yang dipisahkan tersebut. Perbedaan laju gerak ini terjadi akibat adanya perbedaan polaritas dan berat molekul komponen-komponen yang dipisahkan. Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 13. Analisis
kromatografi
gas
dilakukan
di
Laboratorium
Instrumen Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen dengan menggunakan: Instrumen
: Hitachi 263-50
Detektor
: Ionisasi nyala (FID)
Materi kolom
: OV 17
Panjang kolom
: 3 meter
Diameter kolom
: 1/8 inchi
Zat padat pendukung
: Chromosorb
Suhu awal kolom
: 150 oC
Waktu retensi
: 13,7-14,4 menit
Suhu kenaikan kolom : 7,5 oC/menit Suhu akhir kolom
: 250 oC
Suhu Injektor
: 200 oC
Suhu detektor
: 250 oC
Volume injektor
: 2 µl
Kecepatan alir nitrogen : 50 ml/menit Kecepatan alir hidrogen : 50 ml/menit Kecepatan rekorder
: 5 mm/menit
Prosedur: Untuk mengukur kemurnian campuran vanilin, diambil sebanyak 2 µl lapisan atas yang mengandung vanilin yang telah dipisahkan dari lapisan bawah hasil dari tahap hidrolisis. Sedangkan untuk mengukur
35
kemurnian produk vanilin dilakuakn dengan melarutkan sedikit produk vanilin kasar dalam alkohol 70 %, kemudian larutan tersebut diambil sebanyak 2 µl. Campuran vanilin dan larutan produk vanilin sebanyak 2 µl disuntikkan ke dalam kolom kromatografi gas yang akan membawa sampel ke detektor untuk dianalisa kemurniannya.
Perhitungan : Konsentrasi
senyawa
dalam
produk
ditentukan
dengan
perhitungan berdasarkan perbandingan antara konsentrasi produk dengan konsentrasi pelarutnya.
Kemurnian =
Konsentras i produk x 100 % 100 − Konsentras i pelarut
Gambar 13. Alat kromatografi gas
c. Densitas (SNI 06-2387-1998)
Prinsip : Perbandingan kerapatan bobot produk terhadap kerapatan volume produk dalam gelas ukur yang digunakan.
Prosedur : Pengukuran densitas produk vanilin ini dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan menggunakan gelas ukur 10 ml yang ditimbang terlebih dahulu, kemudian diisi dengan vanilin sampai volumenya 2,1 ml dan dirapatkan, kemudian ditimbang bobot vanilin dalam gelas ukur dan dihitung densitasnya.
36
Perhitungan : Densitas produk (g/cm3) =
Bobot produk ( gram) Volume produk (cm3)
d. Titik Leleh (Barnsted International 800-553-0039)
Prinsip : Pengukuran titik leleh terutama dilakukan terhadap minyak atsiri yang berwujud padat atau membeku kristal pada suhu kamar. Suatu produk sebelum meleleh mengalami perubahan fisik menjadi terlihat lunak dan menyusut ketika akan meleleh. Titik leleh tetap diukur mulai dari terlihatnya lelehan pertama sampai semua padatan meleleh sempurna.
Prosedur : Pengujian titik leleh pada hasil penelitian ini dilakukan menggunakan
elektrothermal
IA9400
Apparatus
dengan
merk
Wagtech yaitu alat untuk mengukur titik leleh pada suhu rendah. Sedikit sampel diletakkan di atas preparat kaca yang sudah dibersihkan, kemudian preparat dimasukkan ke dalam alat tersebut. Titik leleh maksimum produk vanilin diatur sampai suhu 90 oC kemudian tekan tombol enter.
Titik leleh tetap diukur mulai dari
terlihatnya lelehan pertama sampai semua padatan meleleh sempurna.
Gambar 14. Alat untuk mengukur titik leleh (Elektrothermal) (Bolton's, 2006)
37
e. Kelarutan Dalam Alkohol 70 % (SNI 06-2387-1998)
Prinsip : Kelarutan vanilin dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa jauh bahan tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan perbandingan tertentu. Prosedur : Sebanyak 0,05 gram vanilin dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,056 ml atau 0,05 gram alkohol 70 % (bobot jenis alkohol 70 % adalah 0,8899) sambil dikocok. Bila belum diperoleh larutan jernih, ditambahkan lagi 0,056 ml alkohol 70 % sambil dikocok. Penambahan terus dilakukan sampai diperoleh larutan jernih. Bahan yang sukar larut dalam alkohol akan membentuk larutan keruh.
Penggunaan vanilin sebanyak 0,05 gram tersebut karena
produk vanilin yang dihasilkan terlalu sedikit jumlahnya. Perhitungan : Gram produk : Gram alkohol
2. Pengamatan Bahan Baku Isoeugenol
a. Bobot Jenis (SNI 06-2387-1998)
Prinsip : Perbandingan kerapatan minyak pada suhu 25
o
C terhadap
kerapatan air suling pada suhu yang sama. Prosedur : Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang. Air suling diisikan sampai melebihi tanda tera dan air yang menempel di bagian luar piknometer dibersihkan dengan lap. Piknometer yang telah berisi air suling didiamkan 15 menit untuk menormalkan suhunya lalu ditimbang. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap bahan baku isoeugenol.
38
Perhitungan : Bobot jenis =
Bobot produk ( gram) Bobot air suling ( gram)
dan Bobot jenis (25/25 oC) = Bobot jenis (t) + 0,00082 (t – 25) di mana : BJ (t)
= Bobot jenis minyak pada suhu pengukuran (pada t oC)
0,00082 = Faktor koreksi Bobot jenis minyak untuk perubahan 1 oC
b. Indeks Bias (SNI 06-2387-1998)
Prinsip : Jika cahaya datang dan menembus dua media dengan kerapatan yang berbeda, maka akan dibelokkan atau dibiaskan menuju garis normal. Perhitungan: Sin i N = Sin r n
N = Indeks bias media lebih rapat n = Indeks bias media kurang rapat i = Sudut antar sinar datang dengan garis normal r = Sudut bias
Prosedur : Prisma
pada
refraktometer
dibersihkan
dengan
alkohol,
kemudian di atas prisma diteteskan isoeugenol menggunakan pipet tetes. Prisma dirapatkan dan diatur slidenya sehingga diperoleh garis batas yang jelas antara terang dan gelap, saklar diatur sampai garis batas berhimpit dengan titik potong dari dua garis bersilangan, indeks bias dibaca.
Perhitungan : Indeks Bias (25 oC) = nt – 0,0004 (t – 25)
39
dimana: t
= Suhu kamar (oC)
nt
= Indeks bias pada suhu kamar
0,0004 = Faktor koreksi isoeugenol yang nilainya dapat berubah sesuai dengan suhu yang dipakai
c.
Kelarutan Dalam Alkohol 50 % (SNI 06-2387-1998)
Prinsip : Kelarutan isoeugenol dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa jauh bahan tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan perbandingan tertentu. Prosedur : Sebanyak 1 ml isoeugenol dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml alkohol 50 % sambil dikocok. Bila belum diperoleh larutan jernih, ditambahkan lagi 1 ml alkohol 50 % sambil dikocok. Penambahan terus dilakukan sampai diperoleh larutan jernih. Minyak yang sukar larut dalam alkohol akan membentuk larutan keruh. Perhitungan : ml isoeugenol : ml alkohol
6. Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami dan memberikan informasi yang berguna (Hasan, 2002). Penyajian data disajikan atau ditampilkan dalam bentuk grafik, tabel dan histogram.
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Bahan Baku dan Produk Vanilin Komersial
Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan analisis sifat fisiko-kimia isoeugenol yang berasal dari PT Indesso Aroma. Analisis bahan baku ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan mutu isoeugenol minyak cengkeh serta untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah dilakukan proses oksidasi vanilin. Hasil analisis sifat fisiko-kimia isoeugenol dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Sifat fisiko-kimia isoeugenol Karakteristik Warna dan aroma Bobot Jenis (25 oC) o
Indeks Bias (20 C) Kelarutan
Nilai Bahan Baku
Nilai Standar *
Kuning jernih, wangi bunga
Kuning jernih
1,084
1,079 – 1,085
1,575
1,572 – 1,577
1 : 5 dalam
1 : 5 dalam
Alkohol 50 %
Alkohol 50 %
* EOA, (1970)
Dari Tabel hasil analisis sifat fisiko-kimia bahan baku isoeugenol di atas, dapat dilihat bahwa isoeugenol yang digunakan mempunyai mutu yang tergolong dalam standar yang ditetapkan. Bobot jenis (25 oC) bahan baku isoeugenol sebesar 1,084 dan indeks bias (20 oC) sebesar 1,575 termasuk dalam selang bobot jenis dan indeks bias isoeugenol standar EOA (1970) yaitu 1,079 – 1,085 untuk bobot jenis dan 1,572 – 1,577 untuk indeks bias, sedangkan kelarutan isoeugenol dalam Alkohol 50 % sebesar 1 : 5 sesuai dengan standar EOA yaitu 1 : 5 dalam Alkohol 50 %.
Hasil analisis kromatografi gas
(Lampiran 5) menunjukkan bahwa isoeugenol tersebut mempunyai kemurnian total 99 % dengan kandungan cis-isoeugenol sebesar 15,19 %
dan trans-isoeugenol sebesar 83,99 %. Menurut Archtander (1969) dalam Leody (1992), isoeugenol komersial merupakan campuran dari isomer cisdan trans- isoeugenol, jumlah trans-isoeugenol sekitar 81 – 88 % dan cisisoeugenol sekitar 12 – 18 %, berwarna kekuning-kuningan dan merupakan cairan kental dengan aroma cengkeh, namun aromanya lebih lunak. Selain analisis bahan baku isoeugenol, juga dilakukan analisis terhadap produk vanilin komersial yang dibeli di pasaran sebagai standar untuk membandingkan produk vanilin kasar semi sintetik yang dihasilkan pada penelitian ini. Hasil analisis vanilin komersial dapat dilihat pada Tabel 12 berikut:
Tabel 12. Sifat fisiko-kimia vanilin komersial Karakteristik
Nilai Vanilin Komersial
Nilai Standar *
Putih berbentuk kristal jarum
Kristal berwarna putih atau
dan beraroma wangi khas
sedikit kuning, berbentuk
vanilin
jarum dan beraroma khas
0,591 g/cm3
0,6 g/cm3
Titik leleh
78,9 oC
80 – 83 oC
Kelarutan
1 : 1 dalam Alkohol 70 %
Sangat larut dalam alkohol
Warna dan aroma
Densitas
* Tidco (2005)
Dari Tabel hasil analisis sifat fisiko-kimia produk vanilin komersial di atas, dapat dilihat bahwa vanilin tersebut mempunyai mutu yang tergolong dalam standar yang ditetapkan.
Densitas vanilin komersial
sebesar 0,591 g/cm3 mendekati densitas vanilin standar Tidco (2005) sebesar 0,6 g/cm3. Begitu juga dengan titik lelehnya, vanilin komersial mempunyai titik leleh sebesar 78,9 oC yang mendekati titik leleh vanilin standar Tidco (2005) sebesar 80 – 83 oC. Sedangkan warna dan aroma serta kelarutan vanilin komersial sesuai dengan vanilin standar yang ditetapkan. Hasil kromatografi gas (Lampiran 5) menunjukkan bahwa vanilin tersebut mempunyai kemurnian 99,16 %. Kemurnian ini diperoleh
42
dari perhitungan berdasarkan perbandingan antara konsentrasi vanilin dengan konsentrasi pelarutnya. Dari hasil analisis karakterisasi bahan baku isoeugenol dan produk vanilin komersial disimpulkan bahwa bahan baku isoeugenol yang berasal dari PT Indesso Aroma sangat sesuai digunakan untuk proses sintesis vanilin, karena mempunyai mutu yang tergolong dalam standar yang ditetapkan EOA (1970). Begitu juga dengan analisis produk vanilin komersial sangat sesuai digunakan sebagai standar dan pembanding terhadap produk hasil proses sintesis vanilin yang dihasilkan pada penelitian ini, karena produk vanilin komersial tersebut termasuk dalam standar yang ditetapkan Tidco (2005).
2. Pemilihan Metode
Proses sintesis vanilin dari isoeugenol minyak cengkeh mempunyai dua tahapan reaksi, yaitu reaksi oksidasi dan reaksi hidrolisis asam. Tahapan reaksi paling kritis adalah reaksi oksidasi karena reaksi ini merupakan reaksi yang dapat balik, sehingga untuk mengarahkan kesetimbangan reaksi ke arah terbentuknya senyawa vanilin (produk) dibutuhkan kondisi proses yang sesuai (Kurniawan, 2005). Oleh karena itu pada penelitian pendahuluan ini dicobakan beberapa metode untuk menghasilkan kondisi proses oksidasi yang sesuai digunakan untuk kapasitas oven gelombang mikro sehingga menghasilkan produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang tinggi. Metode yang pertama disebut metode modifikasi 1 menggunakan basis
metode
Sastrohamidjojo
penelitian (1981)
sintesis dengan
vanilin
yang
menggunakan
dilakukan
oleh
perbandingan
mol
isoeugenol dan nitrobenzene sebesar 1 : 7,8 serta perbandingan mol isoeugenol dan KOH 76 % sebesar 1 : 6,5 yang menghasilkan rendemen vanilin kasar sebesar 56,25 %. Modifikasi dilakukan dengan pengecilan volumenya menjadi 1/8 kali. Pengecilan volume ini didasarkan dari kapasitas maksimum yang sesuai dan batas aman penggunaan untuk
43
pemanasan dengan gelombang mikro. Menurut Gallawa (1989), besarnya energi panas gelombang mikro tergantung dari dalamnya daya tembus gelombang mikro ke dalam zat dengan volume yang meruah, dimana oven gelombang mikro hanya dapat menembus bahan dengan kedalaman tertentu. Pemakaian
tingkat
daya
yang
dilakukan
pada
penelitian
pendahuluan dengan menggunakan oven gelombang mikro
ini yaitu
560 Watt pada power level medium high dan lama reaksi 4 menit. Pemilihan tingkat daya dan lama reaksi ini digunakan karena pada daya 560 Watt dan lama reaksi 4 menit ini diperkirakan reaktan mencapai suhu sekitar 130 oC, yaitu suhu yang digunakan oleh Sastrohamidjojo untuk mensistesis vanilin dengan pemanasan konvensional. Metode yang kedua disebut metode modifikasi 2 juga berbasis metode yang dilakukan pada penelitian Sastrohamidjojo. Hanya saja pemakaian nitrobenzene dan KOH untuk sintesis ini diambil dari gabungan metode penelitian Kurniawan (2005) dengan perbandingan penggunaan mol oksidator nitrobenzene terhadap mol isoeugenol 2 : 1 yang menghasilkan rendemen 81,6 % dan metode Boult et al., (1970) dengan menggunakan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 20 % 1 : 2. Penggunaan metode modifikasi 2 ini diharapkan dapat menghasilkan produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang tinggi dengan menghemat bahan-bahan kimia yang digunakan. Hasil sintesis vanilin dari metode modifikasi 1 dengan menggunakan daya 560 Watt dan lama reaksi 4 menit menghasilkan kemurnian campuran vanilin sebesar 49,01 % dan kemurnian produk vanilin kasar setelah dilakukan proses ekstraksi sebesar 90,44 % dengan rendemen 6,86 % (kromatogram metode modifikasi 1 terdapat pada Lampiran 6 dan 7). Sedangkan sintesis vanilin dari metode modifikasi 2 dengan menggunakan daya dan lama reaksi yang sama dengan metode modifikasi 1 menghasilkan kemurnian campuran vanilin
sebesar 32,97 % dan
kemurnian produk vanilin kasar setelah dilakukan proses ekstraksi sebesar 85,88 % dengan rendemen 2,46 % (kromatogram metode modifikasi 2
44
terdapat pada Lampiran 8 dan 9). Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin dengan metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 dapat dilihat pada Tabel 13, sedangkan penyajian data dalam bentuk histogram dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.
Untuk selanjutnya, garis simpangan pada
histogram menunjukkan standar deviasi dari dua ulangan.
Tabel 13. Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin metode modifikasi dan metode modifikasi 2. Karakteristik
Metode
Metode
Modifikasi 1
Modifikasi 2
Kemurnian campuran vanilin
49,01 %
32,97 %
Kemurnian produk vanilin kasar
90,44 %
85,88 %
Rendemen
6,86 %
2,46 %
o
63,20 C
66,70 oC
Densitas
0,598 g/cm3
0,536 g/cm3
Kelarutan
1 : 2 dalam
1 : 2 dalam
alkohol 70 %
alkohol 70 %
Titik leleh
metode modifikasi 1
metode modifikasi 2 90,44
% kemurnian
100
85,88
80 60 40
49,01 32,97
20 0
campuran vanilin
produk vanilin kasar
vanilin Gambar 15. Pengaruh modifikasi metode terhadap kemurnian vanilin. Garis simpangan menunjukkan standar deviasi dari 2 ulangan
45
6,86
% Rendemen
8 6 4
2,46
2 0 metode modifikasi 1 metode modifikasi 2
Metode Gambar 16. Pengaruh modifikasi modifikasi terhadap rendemen vanilin. Kemurnian produk vanilin kasar dan rendemen pada Gambar 15 dan Gambar 16 yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 lebih rendah jika dibandingkan hasil metode modifikasi 1. Hal ini disebabkan karena pada metode modifikasi 2 konsentrasi KOH yang digunakan lebih rendah, yaitu sebesar 20 % dengan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 1 : 2 jika dibandingkan dengan metode modifikasi 1 yang menggunakan konsentrasi KOH 76 % dengan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 1 : 6,5. Hasil analisis
standar
deviasi
menunjukkan
bahwa
pemilihan
metode
memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian dan rendemen vanilin. Penurunan konsentrasi larutan KOH berarti berkurangnya jumlah molekul KOH dan bertambahnya jumlah molekul air dalam larutan. Menurut Gsianturi (2002), sifat kelarutan senyawa kalium lebih tinggi dibandingkan dengan natrium, sehingga kalium mudah larut dalam air. Semakin tinggi ratio air : garam, maka semakin rendah kandungan senyawa kalium. Molekul KOH bersifat sukar menguap, sedangkan molekul air menguap pada suhu 100 oC, sehingga semakin besar jumlah molekul air dalam larutan mengakibatkan tekanan uap semakin tinggi. Adanya air dalam jumlah yang banyak menyebabkan energi panas yang dihasilkan oleh oven gelombang mikro diserap oleh bahan secara berlebih sehingga akan menaikkan suhu bahan secara cepat. Menurut Connors (1990), kadar air yang tinggi dalam suatu larutan akan berpengaruh terhadap peningkatan pemanasan, dimana kecepatan pemanasannya tergantung dari
46
konsentrasi air dalam larutan. Oleh karena itu pada tingkat daya dan lama reaksi yang sama dengan metode modifikasi 1, pada metode modifikasi 2 larutan cepat sekali mendidih dan terjadi tekanan uap yang tinggi sehingga larutan yang ada dalam wadah naik ke atas permukaan wadah. Cepatnya laju reaksi ini tidak membentuk produk isoeugenolat yang semakin banyak, karena banyaknya air menyebabkan garam isoeugenolat yang terbentuk terlarut di dalamnya. Menurut Sastrohamidjojo (1981), isoeugenol merupakan asam lemah, sehingga garam isoeugenolat dalam sistem yang mengadung H2O berlebih dapat terhidrolisis. Menurut Soewarso et al., (2002), adanya H2O dalam reaksi akan menghambat terbentuknya garam isoeugenolat dalam jumlah yang banyak, karena kesetimbangan akan bergeser ke sebelah kiri atau ke arah pembentukan isoeugenol kembali. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 17. OH
OK
OCH3
OCH3 + KOH
CH=CH-CH3
+
H2O
CH=CH-CH3
Isougenol
K-isoeugenolat Arah pergeseran kesetimbangan
Gambar 17. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kiri
Oleh karena itu, untuk menggeser kesetimbangan ke sebelah kanan atau ke arah pembentukan garam isoeugenolat, maka H2O dalam sistem harus dikeluarkan dan basa yang digunakan harus berlebih. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 18. OH
OK OCH3
OCH3 + KOH CH=CH-CH3
Isougenol
Basa berlebih
+ CH=CH-CH3
K-isoeugenolat
H2O H2O dikeluarkan
Arah pergeseran kesetimbangan
Gambar 18. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kanan
47
Adanya basa berlebih dalam sistem akan bereaksi dengan senyawa yang mudah melepaskan H+. Apabila air dikeluarkan dari sistem reaksi, maka KOH berlebih akan bereaksi dengan H+ yang berasal dari isoeugenol. H+ yang bersifat asam akan ditarik oleh KOH menjadi H2O (Soewarso et al., 2002). Rendahnya kandungan air dapat memudahkan pemindahan KOH dari fase air ke fase organik, sehingga isoeugenol dan KOH dapat berinteraksi dengan baik. Selain itu jumlah oksidator nitrobenzene yang digunakan pada metode modifikasi 2 ini hanya berbanding 2 : 1 dengan isoeugenolnya dan pemakaian pelarut DMSO hanya satu kali volume nitrobenzene. Berbeda dengan jumlah oksidator nitrobenzene yang digunakan pada metode modifikasi 1 dengan perbandingan mol nitrobenzene dan isoeugenol 7,8 : 1 dan pemakaian pelarut DMSO dua kali volume nitrobenzene. Penggunan oksidator nitrobenzene dengan perbandingan yang terlalu kecil dengan mol isoeugenolnya akan mempengaruhi kerja oksidator tersebut sehingga reaksi oksidasi yang terjadi pada metode modifikasi 2 ini tidak berjalan sempurna. Sastrohamidjojo (2002) mengatakan reaksi oksidasi isoeugenol dapat dilakukan dengan menggunakan oksidator nitrobenzene. Reaksi oksidasi ini berlangsung dalam fase organik, sehingga untuk membawa oksidator nitrobenzene ke dalam fase organik dibutuhkan pelarut Dimetil sulfoksida (DMSO). Agar reaksi berjalan sempurna, jumlah oksidator dan pelarut yang digunakan harus melebihi jumlah bahan yang akan direaksikan. Menurut Boult, et al. (1970), penggunaan oksidator yang berlebih diharapkan dapat mengoksidasi isoeugenol secara maksimal, dan diharapkan faktor penghambat medium reaksi antara oksidator dengan isoeugenol
dapat dihilangkan. Hal ini dikarenakan pada reaksi kimia
sintesis vanilin dari isoeugenol dengan nitrobenzene, terdapat faktor terjadinya penghambatan reaksi seperti homogenitas medium reaksi (kemudahan kontak antar senyawa pereaksi). Oleh karena itu, pada metode modifikasi 1 dengan jumlah oksidator yang lebih banyak menghasilkan rendemen dan kemurnian yang lebih
48
tinggi jika dibandingkan dengan metode modifikasi 2.
Hal ini dapat
dilihat pada hasil kromatogram campuran vanilin metode modifikasi 2 (Lampiran 8) memperlihatkan adanya puncak isoeugenol pada waktu retensi 7,26 menit dengan jumlah yang tinggi.
Hal ini menunjukkan
bahwa kesetimbangan reaksi bergeser ke sebelah kiri atau ke arah pembentukan isoeugenol kembali, tidak bereaksi menjadi K-isoeugenolat dan K-vanilat yang akan membetuk vanilin ketika direaksikan dengan asam (reaksi hidrolisis asam), sehingga produk vanilin yang dihasilkan mempunyai tingkat kemurnian dan rendemen yang rendah. Menurut Suwarso, et al (2002), penyebab rendahnya rendemen hasil reaksi adalah karena sebagian besar substrat awalnya tidak bereaksi. Kemungkinan lainnya disebabkan karena terbentuknya senyawa-senyawa reaksi samping bukan pembentuk produk (by-product). K-isoeugenolat dan K-vanilat merupakan tahap penentu kecepatan reaksi oksidasi. Oleh karena itu, reaksi oksidasi pembentukan vanilin haruslah merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Dari data hasil analisis kemurnian produk vanilin dan rendemen metode modifikasi 1 dipilih sebagai metode yang digunakan dalam penelitian utama untuk mensintesis vanilin dari isoeugenol dengan menggunakan gelombang mikro pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt. Namun hasil analisis titik leleh, densitas dan kelarutan dari kedua metode tersebut tidak jauh berbeda, sehingga tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode yang digunakan dalam penelitian utama. Selain mensistesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro dengan memakai metode modifikasi 1, juga dilakukan sintesis vanilin menggunakan cara konvesional dengan metode yang sama. Hasil sintesis vanilin dengan cara konvensional ini digunakan untuk membandingkan hasil sintesis vanilin dengan menggunakan oven gelombang mikro.
49
B. PENELITIAN UTAMA
1. Reaksi Sintesis Vanilin
Proses pembentukan vanilin sintesis dari isoeugenol minyak cengkeh terdiri dari dua tahap, yaitu tahap oksidasi dan hidrolisis yang kemudian dilanjutkan dengan tahap ekstraksi.
a. Tahap Oksidasi dan Hidrolisis
Reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin menggunakan oksidator nitrobenzene. Nitrobenzene tersebut digunakan untuk mengubah isoeugenol menjadi K-vanilat yang terlebih dahulu isoeugenol dirubah menjadi K-isoeugenolat dalam suasana basa. Isoeugenol yang merupakan bahan baku utama dari sintesis vanilin ini memiliki kemurnian isoeugenol 99 % direaksikan dengan basa kuat KOH berlebih untuk membentuk K-isoeugenolat dan oksidator nitrobenzene membentuk K-vanilat serta hasil sampingnya seperti azobenzene dan asetaldehid. Reaksi oksidasi isoeugenol dapat dilihat pada Gambar 8 halaman 15. Pada penelitian ini, isoeugenol dioksidasi dengan menambahkan KOH dan nitrobenzene serta DMSO yang dipanaskan dalam oven gelombang mikro. Di dalam oven gelombang mikro terjadi radiasi gelombang mikro yang diserap oleh bahan dan mengubah
energi
radiasi menjadi energi panas yang akan memanaskan larutan sampel secara langsung sehingga akan menaikkan suhu larutan dan terjadi reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi isoeugenol dengan oksidator nitrobenzene dalam suasana basa pada penelitian ini menghasilkan kalium vanilat. Menurut Solistyowati (2001), penambahan basa KOH dalam reaksi diperlukan agar asam karboksilat yang terbentuk akibat semakin
50
tingginya suhu oksidasi dapat dirubah menjadi garam yang dapat larut dalam air, sehingga terbentuk kalium vanilat. Campuran senyawa hasil oksidasi diasumsikan sebagai suatu senyawa ester, untuk memutuskan ikatan ester diperlukan suatu hidrolisis. Untuk merubah kalium vanilat menjadi vanilin maka dilakukan tahapan hidrolisis menggunakan asam. Pada tahapan ini ion K+ pada senyawa vanilat digantikan oleh ion OH- dan garam KCl hasil reaksi terendapkan sehingga dapat dipisahkan dari komponen vanilin. Reaksi hidrolisis vanilin dapat dilihat pada Gambar 8 halaman 15. Hasil akhir dari tahapan hidrolisis adalah terbentuknya dua lapisan yaitu lapisan atas (air) yang mengandung vanilin dan lapisan bawah yang mengandung azobenzene, asetaldehid, DMSO dan reaksi hasil samping lainnya. Lapisan atas diidentifikasi dengan kromatografi gas untuk menganalisis kemurniannya dan seberapa besar vanilin yang terbentuk. Reaksi pembentukan vanilin sangat dipengaruhi oleh lama reaksi oksidasi dengan aplikasi gelombang mikro. Kenaikkan lama reaksi menyebabkan kenaikkan suhu reaksi, sehingga semakin banyak energi panas yang dihasilkan gelombang mikro diserap oleh bahan dan meningkatkan laju reaksi oksidasi untuk membentuk vanilin semakin banyak. Hal ini dapat dilihat pada kemurnian campuran vanilin tingkat daya 400 Watt (Gambar 19) pada lama reaksi oksidasi dengan aplikasi gelombang mikro 4, 6 dan 8 menit, serta tingkat daya 800 Watt (Gambar 21) pada lama reaksi 2, 3 dan 4 menit mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya lama reaksi. Pada lama reaksi 4 dan 6 menit pada tingkat daya 400 Watt, serta 2 dan 3 menit pada tingkat daya 800 Watt persentasi kemurnian masih kecil, sebaliknya pada lama reaksi 8 menit (400 Watt) dan 4 menit (800 Watt) terjadi persentase kemurnian yang semakin besar. Hal ini disebabkan jumlah energi panas yang dihasilkan pada lama reaksi 4 dan 6 menit (400 Watt) serta 2 dan 3 menit (800 Watt) belum dapat mengubah isoeugenol menjadi vanilin dalam jumlah yang banyak.
51
Sedangkan lama reaksi 8 menit (400 Watt) dan 4 menit (800 Watt), reaksi oksidasi berjalan lebih baik, sehingga vanilin yang terbentuk lebih banyak dan pada hasil analisis kromatografi gas terjadi peningkatan kemurnian yang sangat besar. Kenaikan kemurnian ini disebabkan karena interaksi antara komponen medan listrik gelombang mikro dengan partikel bermuatan terjadi secara sempurna dengan semakin meningkatnya suhu reaksi. Tingginya kemurnian produk vanilin disebabkan oleh tingginya konversi isoeugenol menjadi vanilin akibat dari reaksi oksidasi yang optimal. Pada tingkat daya 400 Watt dan 800 Watt terjadi kenaikan kemurnian campuran vanilin dan penurunan jumlah isoeugenol yang tidak teroksidasi dengan meningkatnya lama reaksi (Lampiran 10 – 15 dan Lampiran 22 – 27) . Perubahan energi gelombang mikro menjadi energi panas pada metode ini dipengaruhi oleh konduksi ionik, karena adanya konsentrasi ion yang besar (KOH 76 %) dan peningkatan suhu seiring dengan peningkatan lama reaksi menyebabkan pemanasan didominasi oleh konduksi ion sehingga semakin banyak isoeugenol yang terkonversi menjadi vanilin dengan semakin meningkatnya suhu larutan. Menurut Taylor (2005) pada larutan ionik, berubahnya energi gelombang mikro menjadi energi panas berhubungan dengan konduksi ion, dimana dengan meningkatnya suhu, maka semakin tinggi kontribusi mekanisme konduksi ion tersebut membentuk produk semakin banyak.
Menurut Whittaker (1997), adanya penambahan
garam yang dilarutkan dalam air akan mempengaruhi sifat dielektik bahan terhadap peningkatan mekanisme konduksi ionik.
52
% Kemurnian
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
74,75
30,28 18,88
4 menit
6 menit
8 menit
Lama reaksi (menit)
% kemurnian
Gambar 19. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap kemurnian campuran vanilin
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
82,92
51,76 24,85
4 menit
6 menit
8 menit
Lama reaksi (menit)
Gambar 20. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap kemurnian campuran vanilin
100
% Kemurnian
90 80
79,87
70 60
48,615
50 40 30
25,27
20 10 0
2 menit
3 menit
4 menit
Lama reaksi (menit)
Gambar 21. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap kemurnian campuran vanilin
53
Sedangkan kemurnian campuran vanilin dengan tingkat daya 560 Watt (Gambar 20) diketahui bahwa semakin lama reaksi oksidasi dengan aplikasi gelombang mikro (selang waktu 4 – 6 menit) terjadi kecenderungan peningkatan kemurnian.
Namun pada lama reaksi
8 menit kemurnian vanilin menjadi berkurang. Hal ini disebabkan pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 6 menit sudah cukup atau sudah optimal terjadinya reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin.
Perpanjangan lama reaksi menjadi 8 menit tidak
meningkatkan pembentukan vanilin, akan tetapi sebaliknya. Menurut Cerveny et al., (1987) menyatakan bahwa semakin lama waktu pemanasan dalam reaksi menyebabkan semakin banyak produk yang terbentuk, akan tetapi waktu pemanasan akan mencapai optimal pada waktu atau suhu pemanasan tertentu. Pada tingkat daya dan lama reaksi tersebut, energi panas yang dihasilkan oleh gelombang mikro dan yang diserap oleh bahan berlebih, sehingga terjadi dekomposisi vanilin yang menyebabkan reaksi
polimerisasi,
ditunjukkan
dengan
terbentuknya
polimer
(endapan seperti ter) dan bau gosong yang kurang enak.
Reaksi
tersebut dapat menghambat terjadinya reaksi oksidasi. Pada kondisi ini diduga reaksi oksidasi yang terjadi melebihi batas suhu optimum berjalannya
reaksi.
Pada
hasil
kromatogram
(Lampiran
20)
ditunjukkan adanya puncak-puncak lain pada campuran vanilin yang merupakan indikasi terbentuknya senyawa hasil reaksi polimerisasi. Menurut Leody (1992), semakin tingginya lama reaksi atau lamanya kontak antara bahan dengan energi panas, menyebabkan suhu semakin tinggi dan memacu terjadinya reaksi samping yaitu reaksi polimerisasi. Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3a)
kemurnian campuran vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 Watt dan 800 Watt disimpulkan bahwa data persentase dari masing-masing perlakuan memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian campuran vanilin. Tabel hasil analisis kemurnian vanilin pada tingkat
54
daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt dapat dilihat pada Lampiran 2a. Pengaruh tingkat daya terhadap pembentukan vanilin dari data persentase kemurnian dengan berbagai tingkat daya pada lama reaksi yang sama disajikan sekaligus pada Gambar 22. Histogram tersebut diperoleh dari gabungan histogram kemurnian campuran vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt pada lama reaksi 4 menit. Pada gambar tersebut terlihat peningkatan kemurnian seiring dengan peningkatan tingkat daya pada lama reaksi yang sama yaitu 4 menit. Reaksi pembentukan vanilin juga sangat dipengaruhi oleh tingkat daya gelombang mikro yang diaplikasikan.
400 w att
560 w att
800 w att
100
% Kemurnian
90
79,87
80 70 60
51,76
50 40 30 20
18,88
10 0
400 watt
560 watt
800 watt
Tingkat daya (watt)
Gambar 22. Pengaruh tingkat daya pada lama reaksi 4 menit terhadap kemurnian campuran vanilin
Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3a)
kemurnian campuran vanilin pada lama reaksi 4 menit menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya pada lama reaksi yang sama dalam oven gelombang mikro memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian campuran vanilin. Perlakuan pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit menghasilkan kemurnian campuran yang lebih besar dan berbeda dengan perlakuan lain.
55
Menurut Whittaker (1997), radiasi elektromagnet dalam bentuk energi dapat mempercepat laju reaksi. Semakin besar tingkat daya, menyebabkan energi yang dihasilkan semakin besar dan laju reaksi semakin cepat. Energi ini bereaksi dengan partikel untuk memutuskan ikatan atau membangkitkan getaran sehingga menciptakan produk. Secara teoritis, semakin banyak energi radiasi yang diserap oleh partikel, maka semakin tinggi suhu larutan, sehingga semakin besar getaran antar partikel dan semakin besar ikatan partikel terputus untuk merubah isoeugenol menjadi vanilin dalam jumlah yang banyak. Semakin banyak isoeugenol yang teroksidasi menjadi vanilin menyebabkan semakin banyak vanilin yang terbentuk, sehingga kemurnian vanilin semakin tinggi.
Tingkat daya dan lama reaksi
sangat berpengaruh terhadap reaksi pembentukan vanilin.
b. Tahap Ekstraksi
Vanilin yang terdapat pada lapisan atas hasil reaksi oksidasi dan hidrolisis selanjutnya diekstraksi menggunakan dietil eter. Menurut Carey (2003), dietil eter mempunyai tingkat volatil tinggi dan titik didih yang rendah (35 oC) sehingga mudah digunakan pada saat proses penguapan. Dietil eter digunakan untuk memisahkan komponen vanilin dari air dan campuran lain hasil oksidasi yang ikut tercampur seperti nitrobenzene, dimetil sulfoksida, azobenzene dan asetaldehid, sehingga vanilin terikat dengan pelarutnya (dietil eter). Hasil ekstraksi dengan dietil eter berupa vanilin yang bercampur dengan pelarutnya diekstrak dengan NaHSO3 (Natrium bisulfit). Ekstraksi dengan natrium bisulfit digunakan untuk memisahkan vanilin dari material yang tidak bereaksi lainnya yang ikut terlarut dalam dietil eter seperti nitrobenzene, dimetil sulfoksida, azobenzene dan asetaldehid, sehingga vanilin terikat dengan natrium bisulfit membentuk vanilin bisulfit. Menurut Soelistyowati (2001), vanilin yang terbentuk diisolasi dari larutan dengan penambahan natrium
56
bisulfit sehingga terbentuk vanilin bisulfit. Hal ini merupakan reaksi adisi nukleofil terhadap ikatan rangkap C=O karbonil. Reaksi yang terjadi adalah:
OH
OH
OH
Na+ -OSO2H
+ O
O-Na+
Natrium bisulfit
C
C
OH C
HO2SO H Na+SO2O- H vanilin bisulfit
H Vanilin
Gambar 23. Reaksi perubahan vanilin menjadi vanilin bisulfit (Soelistyowati, 2001) Untuk memisahkan bisulfit dari vanilin dilakukan penambahan asam sulfat pekat yang dipanaskan untuk menghilangkan SO2 dan diekstrak kembali dengan dietil eter untuk mengikat vanilin. Menurut Parry (1922), penambahan asam sulfat dapat mendekomposisi double sulfit pada senyawa vanilin bisulfit. Menurut Soelistyowati (2001) senyawa hasil adisi bisulfit terhadap vanilin berupa garam yang mudah dipisahkan dari sistem campuran dengan cara pemberian asam (H2SO4). Reaksinya adalah sebagai berikut : OH
OH
+ H2SO4
+ Na2SO4 + H2O + SO2
OH C +
O C
-
Na SO2O H vanilin bisulfit
H vanilin
Gambar 24. Reaksi pemisahan bisulfit dari vanilin bisulfit (Soelistyowati, 2001)
57
Hasil akhir sintesis berupa vanilin kasar (crude vanillin), yaitu vanilin yang berbentuk padatan berwarna coklat kemerahan yang masih mengandung sejumlah pengotor dan sisa pelarutnya. Untuk menghasilkan vanilin murni berbentuk kristal jarum perlu dilakukan proses pemurnian dan rekristalisasi, namun pada penelitian ini tidak dilakukan tahapan tersebut. Vanilin kasar hasil ekstraksi kemudian dianalisis
dengan
kromatografi
gas
untuk
mengidentifikasi
kemurniannya. Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin kasar signifikan lebih tinggi dari kemurnian campuran vanilin. Hal ini dapat dilihat dari puncak kromatogram vanilin yang tinggi jika dibandingkan dengan puncak kromatogram campuran vanilin sebelum menjadi produk serta tidak terdapatnya puncak-puncak lain kecuali puncak pelarut alkohol yang digunakan untuk melarutkan vanilin sebelum di analisis dengan kromatografi gas dan terdapat pelarut dimetil sulfoksida dalam jumlah kecil yang terikut bersama produk vanilin karena proses ekstraksi yang kurang maksimal. Pelarut alkohol ini terdeteksi pada puncak kromatogram pertama dengan waktu retensi 0,3 – 0,36 menit, karena merupakan pelarut dengan berat molekul dan titik didih yang rendah sehingga dapat terdeteksi lebih dulu. Sedangkan puncak kromatogram terakhir adalah puncak vanilin yang mempunyai titik didih dan bobot molekul yang lebih tinggi dari senyawa lain sehingga terdeteksi lebih lama dibanding senyawa lainnya. Menurut Munson (1991), komponen yang mempunyai bobot molekul rendah dan polaritas rendah mudah bergerak di dalam kolom sehingga lebih dulu terdeteksi oleh detektor. Sebaliknya, semakin besar bobot molekul dan polaritas suatu komponen, maka semakin lambat terdeteksi oleh detektor. Perubahan campuran vanilin menjadi produk vanilin melalui tahapan ekstraksi dapat meningkatkan kemurnian vanilin. Hal ini disebabkan pada saat proses ekstraksi sejumlah besar vanilin terbebas
58
dari campurannya, seperti air dan senyawa-senyawa lain hasil reaksi (azobenzene, dimetil sulfoksida, nitrobenzene dan asetaldehid). Senyawa-senyawa tersebut ikut bersamaan dengan campuran vanilin dan mempengaruhi kemurnian vanilin. Adanya senyawa lain dapat mengakibatkan puncak kromatogram campuran vanilin menjadi lebih kecil, akan tetapi setelah vanilin dipisahkan dari campurannya dengan mengekstraknya dalam pelarut yang mudah menguap, menyebabkan vanilin terikat dengan pelarutnya dan kemurniannya menjadi meningkat. Menurut Gerhartz (1986), karena vanilin mempunyai subtituen aldehid dan hidroksil, maka dapat terjadi banyak reaksi pada suhu pemanasan
tertentu.
Reaksi
lainnya
disebabkan
oleh
cincin
aromatiknya sehingga membentuk derivatnya. Dapat dilihat pada histogram Gambar 25, 26 dan 27, terjadi peningkatan kemurnian produk vanilin yang lebih besar dibandingkan kemurnian campuran vanilin pada Gambar 19, 20 dan 21. Namun kemurnian vanilin setelah diekstrak pada setiap unit percobaan tidak menunjukkan nilai yang mendekati 100 % sebagaimana yang diharapkan dari suatu proses ekstraksi. Hal ini disebabkan karena produk vanilin yang dihasilkan dari proses ekstraksi merupakan vanilin kasar yang masih mengandung komponen senyawa-senyawa pengotor. Adanya komponen senyawa pengotor dapat mempengaruhi kemurnian vanilin ketika disuntikkan pada kromatografi gas, karena komponen senyawa pengotor tersebut tidak dapat menguap dengan baik. Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3b)
kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat daya dan lama reaksi memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian produk vanilin kasar.
Dari data tersebut dapat dilihat kemurnian
produk vanilin kasar yang sama dengan kemurnian vanilin standar diperoleh pada perlakuan dengan tingkat daya 800 Watt, lama reaksi 4 menit menghasilkan kemurnian dengan puncak kromatogram 99,6 %.
59
% Kemurnian
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
98,90 80,25
39,42
4 menit
6 menit
8 menit
Lama reaksi (menit)
Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap kemurnian produk vanilin
% Kemurnian
Gambar 25.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
89,76
95,35
57,95
4 menit
6 menit
8 menit
Lama reaksi (menit)
Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap kemurnian produk vanilin
% Kemurnian
Gambar 26.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
98,24
99,6
3 menit
4 menit
80,30
2 menit
Lama reaksi (menit)
Gambar 27.
Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap kemurnian produk vanilin
60
Perubahan peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi kemurnian produk vanilin sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi. Apabila proses ekstraksi berjalan sempurna, maka peningkatan kemurniannya menjadi lebih besar. Proses ekstraksi dapat dipengaruhi oleh kecepatan dan lamanya waktu ekstraksi. Rendahnya peningkatan kemurnian dari campuran menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4 menit (Gambar 28) dan tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit (Gambar 29), dipengaruhi karena banyaknya komponen senyawasenyawa pengotor yang ikut terekstrak pada proses ekstraksi. Banyaknya komponen senyawa pengotor yang terikut tersebut karena proses ekstraksi yang kurang maksimal. Komponen senyawa pengotor tersebut mempunyai sifat larut dalam dietil eter yang digunakan untuk mengekstrak, sehingga ikut terlarut ke dalamnya. Pada Lampiran 10, komponen pengotor tersebut terdeteksi pada waktu retensi 1,9 menit yang diduga adalah senyawa dimetil sulfoksida (DMSO) dengan konsentrasi sebesar 68,85% dan senyawa pengotor lain pada waktu retensi 4,17 menit dengan konsentrasi 0,8 %. Sedangkan pada Lampiran 20 terdapat komponen pengotor yang lebih banyak, diantaranya DMSO dengan konsentrasi 29 % pada waktu retensi 1,78 menit dan senyawa pengotor lain pada waktu retensi 4,24 – 4,77 menit dan 5,06 – 5,96 menit dengan konsentrasi 6,87 % dan 3,02 %. Pada waktu retensi 7,47 menit dengan konsentrasi 0,72 % diduga adalah senyawa isoeugenol yang tidak bereaksi dan ikut terekstrak. Banyaknya senyawa-senyawa yang ikut terekstrak sebagai akibat kurang maksimalnya proses ekstraksi dan sedikitnya jumlah vanilin yang terbentuk pada tahapan oksidasi, sehingga menyebabkan kemurnian vanilin menjadi lebih kecil.
61
% Kemurnian
Campuran vanilin 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
98,91 80,25
24,15
74,75 49,9
39,42 30,28
20,5
18,8
4 menit
Gambar 28.
Produk vanilin kasar
6 menit Lam a Reaksi (m enit)
8 menit
Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt
% Kemurnian
Campuran vanilin
Produk vanilin kasar
95,35 100 89,76 90 12,43 80 82,92 38 70 57,95 60 51,76 50 33,1 40 30 24,85 20 10 0 4 menit 6 menit 8 menit Lam a Reaksi (m enit)
Gambar 29.
Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 560 watt
Campuran vanilin
Produk vanilin kasar 99,6
% Kemurnian
98,24 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80,30
79,87
55
48,61 25,27
2 menit
Gambar 30.
19,7 49
3 menit 4 menit Lam a Reaksi (m enit)
Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 800 watt
62
Perubahan peningkatan kemurnian campuran menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit (Gambar 28), tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4 menit (Gambar 29) dan tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2 dan 3 menit (Gambar 30), mengalami peningkatan kemurnian yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena proses ekstraksi pada tahapan tersebut sudah cukup maksimal, sehingga komponen senyawa-senyawa pengotor yang dapat mempengaruhi kemurnian vanilin pada produk vanilin kasar sudah berkurang. Komponen tersebut terdapat dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 12, 16, 23 dan 24 pada kemurnian produk vanilin terdapat senyawa pengotor seperti DMSO yang terdeteksi pada waktu retensi 1,5 – 1,9 menit dan senyawa pengotor lain pada waktu retensi 4,0 – 5,8 menit memiliki konsentrasi yang rendah, yaitu sebesar 5 – 11 % dan 0,6 – 3,78 %. Sedangkan pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 8 menit (Gambar 28), tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 6 menit (Gambar 29) dan tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit (Gambar 30), mempunyai peningkatan kemurnian yang kecil dengan konsentrasi kemurnian produk yang tinggi. Hal ini terjadi karena pada kondisi tersebut merupakan kondisi yang baik berjalannya reaksi oksidasi sehingga membentuk vanilin dalam jumlah yang banyak dan sedikitnya
jumlah
campuran
senyawa-senyawa
lain
sehingga
kemurnian pada campuran vanilin dan produk vanilin setelah diekstrak menjadi lebih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14, 18 dan 26 terdapat komponen senyawa pengotor dengan jumlah yang sangat kecil, yaitu dengan konsentrasi 0,2 – 0,5 %. Tingginya kemurnian produk dan sedikitnya jumlah komponen senyawa pengotor sebagai akibat proses ekstraksi yang sempurna sehingga vanilin yang terikat dengan pelarutnya menjadi lebih banyak.
63
2. Rendemen
Rendemen produk vanilin yang dihasilkan dari reaksi oksidasi isoeugenol dan oksidator nitrobenzene pada penelitian ini berkisar antara 1,97 – 9,1 %. Kombinasi perlakuan dengan tingkat daya 400 Watt dan lama reaksi 4 menit menghasilkan rendemen terkecil, sedangkan kombinasi perlakuan dengan tingkat daya 800 watt dan lama reaksi 4 menit menghasilkan rendemen produk vanilin terbesar.
400 watt
560 watt
800 watt
% Rendemen
12 9,1
8,98
10 8
5,96
6
6,84
6,17
7,42
5
4,12
4
1,96
2 0 2 menit
3 menit
4 menit
6 menit
8 menit
Lama reaksi (menit)
Gambar 31. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap rendemen vanilin Grafik pengaruh tingkat daya dan lama reaksi oksidasi terhadap rendemen produk vanilin disajikan pada Gambar 31. Pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen vanilin sebesar 1,97 %, 5,00 % dan 7,42 %. Sedangkan pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen sebesar 6,4 %, 6,84 % dan 9,1 %. Pada tingkat daya 800 Watt dengan tingkat daya 2, 3, dan 4 menit diperoleh rendemen vanilin sebesar 4,13 %, 5,96 % dan 8,98 %. Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3c)
menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya dan lama reaksi memberikan nilai yang berbeda terhadap rendemen produk vanilin kasar, sehingga semakin besar tingkat daya dan semakin lama reaksi, maka rendemen produk vanilin semakin besar.
64
Pada pemanasan gelombang mikro, besarnya energi panas yang dihasilkan bergantung dari lamanya waktu radiasi gelombang mikro (lamanya larutan sampel dalam oven gelombang mikro) dan tingkat daya (Kurniawan, 2005). Semakin lama waktu radiasi gelombang mikro dan semakin tinggi tingkat daya yang digunakan, maka semakin besar energi panas yang dihasilkan atau semakin tinggi suhu larutan sehingga semakin banyak isoeugenol yang teroksidasi menjadi vanilin, akan tetapi lama reaksi akan mencapai optimal pada waktu tertentu. Menurut Cerveny et al., (1987), suatu reaksi terjadi ketika molekulmolekul reaktan bertumbukan. Laju reaksi yang semakin cepat menandakan tumbukan efektif untuk membentuk produk semakin banyak. Bergeraknya molekul-molekul dalam campuran mengakibatkan terjadinya tumbukan antara satu molekul semakin cepat dengan meningkatnya lama reaksi. Dari hasil kromatografi gas pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit serta pada tingkat daya 800 Watt dengan waktu rekasi 2, 3 dan 4 menit dapat dilihat banyaknya K-vanilat dan rendahnya konsentrasi isoeugenol yang terbentuk dengan semakin meningkatnya jumlah vanilin yang terbentuk hasil reaksi K-isoeugenolat dengan oksidator nitrobenzene yang berjalan sempurna. Rendahnya konsentrasi isoeugenol yang terdapat dalam produk menunjukkan tingkat keberhasilan reaksi oksidasi menjadi vanilin semakin besar. Lampiran 10, 12, dan 14 pada tingkat daya 400 Watt dan Lampiran 22, 24, dan 26 pada tingkat daya 800 Watt menunjukan perubahan puncak isoeugenol pada kemurnian campuran vanilin. Namun pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit terjadi punurunan jumlah vanilin karena semakin lama reaksi, tebentuknya reaksi samping yaitu reaksi polimerisasi semakin besar (Lampiran 20). Hasil reaksi samping tersebut diantaranya polimer dan garam yang ikut bercampur dengan produk vanilin sehingga sulit untuk dipisahkan dan menyebabkan rendemen produk vanilin pada tingkat daya dan lama reaksi tersebut tinggi.
65
Gambar 31 memperlihatkan juga pengaruh tingkat daya pada lama reaksi yang sama (4 menit) terhadap rendemen vanilin. Gambar tersebut menunjukkan peningkatan rendemen vanilin seiring dengan meningkatnya tingkat daya pada lama reaksi yang sama yaitu 4 menit. Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3c)
menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya pada lama reaksi yang sama (4 menit) dalam oven gelombang mikro memberikan nilai yang berbeda terhadap rendemen produk vanilin kasar. Perlakuan tingkat daya 800 Watt pada lama reaksi 4 menit menghasilkan rendemen produk vanilin kasar yang lebih besar dari perlakuan lainnya, yaitu sebesar 8,98 %. Aplikasi suhu yang lebih tinggi menciptakan energi panas yang lebih tinggi dan meningkatkan laju reaksi kimia (Connors, 1990). Secara teoritis, energi panas ini mempengaruhi laju reaksi. Kenaikkan tingkat daya menyebabkan kenaikkan suhu reaksi, sehingga semakin banyak energi panas yang diserap oleh bahan dan meningkatkan laju reaksi. Peningkatan tingkat daya pada gelombang mikro menyebabkan terjadinya tumbukan dan interaksi antara molekul dan radiasi gelombang semakin besar, sehingga K-isoeugenolat dan K-vanilat terbentuk dalam jumlah yang banyak seiring dengan berkurangnya jumlah isoeugenol yang tidak bereaksi. Banyaknya K-isoeugenolat yang terbentuk dapat dilihat dari puncak kromatogram isoeugenol yang semakin kecil. Lampiran 11, 17 dan 27 menunjukan perubahan puncak isoeugenol yang semakin berkurang. Setiyatno (1991) melakukan sintesis vanilin dari eugenol dengan menggunakan metode fotokimia dan katalis transfer fase menghasilkan produk vanilin berdasarkan data kromatografi gas sebesar 15,43 %. Soemadhiharga et al., (1973), melakukan sintesis vanilin pada skala besar dengan mereaksikan KOH, nitrobenzene dan air di dalam autoklaf pada suhu 170 – 190 oC dengan tekanan 8 atm menghasilkan rendemen 3,6 %. Sari (2003), mereaksikan eugenol dengan bantuan katalis V2O5MoO3 menghasilkan vanilin dengan rendemen 3,15 %. Sedangkan Kurschner (1928) dalam Kurniawan (2005) menghasilkan vanilin sebesar 5 – 10 %
66
yang diperoleh dari pemanasan lignin dengan alkali metal hidroksida. Perbedaan rendemen produk vanilin dari berbagai penelitian tersebut, sangat tergantung dari kondisi proses yang dilakukan.
Tabel 14. Perbandingan rendemen vanilin yang dihasilkan dari penelitian ini dengan rendemen vanilin hasil penelitian Sastrohamidjojo (1981). Metode
Rendemen
Modifikasi 1, Gelombang mikro (800 Watt, 4 menit) o
8,96 %
Modifikasi 1, Refluks (130 C, 3 jam)
6,20 %
Metode Sastrohamidjojo, Refluks (130 oC, 3 jam)
25,6 %
Hasil penelitian Sastrohamidjojo (1981), (130 oC, 3 jam)
56,25 %
Dari Tabel 14 dapat dilihat rendemen vanilin yang dihasilkan dari proses oksidasi pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rendemen hasil penelitian yang dilakukan Sastrohamidjojo. Rendahnya rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini disebabkan oleh faktor kecepatan pengadukan sebelum proses oksidasi (di luar oven gelombang mikro) dan kecepatan pengadukan dengan pemanasan konvensional serta lamanya pengocokan (lamanya proses ekstraksi) campuran vanilin setelah proses oksidasi dengan pelarut dietil eter. Pengadukan kedua campuran antara fase air dan fase organik sebelum reaksi oksidasi berlangsung (di luar oven gelombang mikro) pada metode penelitian ini dilakukan pada kecepatan pengadukan rendah dan waktu pengadukan yang singkat. Pengadukan sebelum proses oksidasi ini bertujuan untuk meratakan campuran, dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnetik dengan kecepatan 600 rpm dan hanya beberapa menit saja. Sedangkan sintesis vanilin dengan pemanasan konvensional, pengadukan sebelum reaksi oksidasi dan pada saat reaksi oksidasi berlangsung dilakukan dengan mesin pengaduk yang dimasukan dalam refluks dengan kecepatan yang sama yaitu 600 rpm.
Kecepatan ini
digunakan karena merupakan kecepatan maksimum bahan bersentuhan
67
dengan pengaduk.
Ketika kecepatannya dinaikan menjadi 700 rpm atau
lebih, maka pengaduk akan berputar dengan kecepatan tinggi di atas bahan sehingga pengaduk tidak besentuhan dengan bahan karena jumlah volume keseluruhan bahan hanya 70,94 gram dengan ukuran refluks 2000 ml. Diduga rendahnya rendemen pada penelitian ini karena singkatnya waktu pengadukan sebelum proses oksidasi pada metode pemanasan dengan gelombang mikro dan rendahnya kecepatan pengadukan pada saat reaksi oksidasi berlangsung dengan cara konvensional menyebabkan rendahnya interaksi antara fase air dan fase organik, sehingga sebagian besar substrat awal tidak ikut bereaksi. Hal ini dapat dibuktikan setelah proses oksidasi dan hidrolisis asam, terdapatnya senyawa organik yang masih tersisa seperti isoeugenol dan nitrobenzene yang terdapat pada lapisan bawah (lapisan organik) yang ikut bersamaan dengan hasil samping reaksi seperti azobenzene, asetaldehid dan senyawa lain, sehingga hanya sedikit vanilin yang terikat bersamaan dengan air pada lapisan atas. Menurut Suwarso, et al (2002), penyebab rendahnya rendemen hasil reaksi adalah karena sebagian besar substrat awalnya tidak bereaksi. Kemungkinan lainnya disebabkan karena terbentuknya senyawa-senyawa reaksi samping bukan pembentuk produk (by-product). Menurut Setiyanto (1991), untuk keberhasilan reaksi dua fase, faktor pengadukan harus betul-betul diperhatikan.
Makin cepat derajat
pemutaran dan makin lama waktu pemutaran, maka reaksi akan berjalan makin baik.
Aturan umum mengatakan bahwa pemutaran reaksi bisa
berjalan dengan baik adalah 1000 rpm. Pada kecepatan pemutaran tersebut, diharapkan kemungkinan untuk saling bertemunya zat-zat yang harus bereaksi yang ada di dua fase yang berbeda sering terjadi. Kecepatan dan lamanya pengocokan proses ekstraksi campuran vanilin setelah proses oksidasi dengan pelarut dietil eter sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan.
Proses ekstraksi ini
tidak dilakukan dengan alat khusus atau mesin ekstraksi, melainkan mengekstraksinya dalam labu pisah dengan menggunakan tangan, sehingga kecepatan pengocokan dan lamanya waktu ekstraksi tidak
68
diperhitungkan.
Dalam satu kali perlakuan pada prosedur pembuatan
sintesis vanilin ini dilakukan 7 kali proses ekstraksi, yaitu ekstraksi dengan dietil eter sebanyak 5 kali dan 2 kali ekstraksi dengan natrium bisulfit untuk mengikat vanilin dari campuran yang tidak bereaksi lainnya. Pada saat proses ekstraksi sebagian vanilin terikat oleh pelarut dietil eter dan sebagian lagi masih berada dalam campuran sehingga ikut terbuang karena proses ekstraksi yang kurang maksimal.
Selain itu juga pada saat
ekstraksi, vanilin yang terikat dalam dietil eter terdapat beberapa yang menempel pada dinding luar labu pisah dan membentuk butiran halus dengan aroma vanilin ketika pelarutnya hilang.
Butiran tersebut sulit
untuk dipisahkan karena menempel pada dinding luar labu sehingga banyak vanilin yang terbuang. Mariana (2004), melakukan ekstraksi oleoresin jahe dengan menggunakan oven gelombang mikro menghasilkan rendemen oleoresin yang rendah, yaitu 7,6 % - 7,96 %. Menurutnya, rendahnya rendemen oleoresin ini dikarenakan waktu proses pengocokan yang rendah, karena semakin lama proses pengocokan (ekstraksi) menyebabkan rendemen oleoresin yang diperoleh semakin banyak. Proses
ekstraksi
yang
maksimal
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan alat ekstraksi yang dilengkapi dengan pengaduk dengan memperhitungkan lamanya waktu ekstraksi. Semakin lama proses ekstraksi (pengocokan), semakin banyak vanilin yang terikat dalam pelarutnya, sehingga rendemen vanilin yang diperoleh semakin banyak. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya rendemen vanilin ini adalah karena adanya sejumlah bahan yang hilang (menguap) pada saat reaksi oksidasi berlangsung.
Banyaknya bahan yang hilang ini
dipengaruhi oleh lamanya waktu reaksi pemanasan gelombang mikro. Semakin lamanya waktu reaksi, semakin tinggi suhu menyebabkan semakin banyak isoeugenol teroksidasi menjadi vanilin, namun lamanya reaksi ini menyebabkan sejumlah bahan yang akan direaksikan dan produk vanilin yang terbentuk menguap pada suhu tertentu. Leody (1992), pada hasil penelitiannya mengisomerisasi eugenol menjadi isoeugenol terdapat
69
sejumlah besar bahan yang menguap dengan semakin tingginya suhu dan lama reaksi pada pemanasan konvensional. Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya energi molekul-molekul gas, sehingga kecepatan senyawa dalam larutan akan semakin besar. Selain itu juga oven gelombang mikro yang digunakan tidak dilengkapi dengan kondensor sehingga uap mudah sekali keluar. Tabel hasil analisis sintesis vanilin metode Sastrohamidjojo dan metode modifikasi 1 menggunakan cara konvensional dapat dilihat pada Lampiran 1b.
3. Densitas
Densitas merupakan sifat dari partikel suatu bahan. Semakin tinggi densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya (Darusman et al., 2002). Menurut Tidco (2006) nilai densitas dari vanilin murni (standar) adalah sekitar 0,6 gram/cm3. Densitas produk vanilin kasar dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro pada lama reaksi 4, 6 dan 8 menit pada tingkat daya 400 Watt dan 560 Watt serta 2, 3 dan 4 menit pada tingkat daya 800 Watt disajikan pada Gambar 32. Dari grafik tersebut dapat dilihat densitas produk vanilin hasil penelitian berkisar antara 0,456 – 0,670 g/cm3. Densitas produk vanilin terbesar diperoleh dari perlakuan pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit. Sedangkan perlakuan pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4 menit menghasilkan densitas produk vanilin terkecil. Pada grafik terlihat bahwa semakin tinggi tingkat daya dan semakin lama reaksi, maka densitas produk vanilin semakin besar. Karena dengan meningkatnya tingkat daya dan lama reaksi menyebabkan reaksi oksidasi berjalan sempurna sehingga produk vanilin yang terbentuk semakin banyak dan dapat mempengaruhi kenaikan densitas vanilin. Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3d)
menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya dan lama reaksi memberikan
70
nilai yang berbeda terhadap densitas produk vanilin kasar, sehingga akan memperbesar densitas produk dengan semakin meningkatnya lama reaksi.
400 watt
560 watt
800 watt
0,8 0,667
Densitas (g/cm3)
0,7 0,6
0,617 0,609
0,598 0,538
0,593 0,588 0,592
0,456
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 2 menit
3 menit
4 menit
6 menit
8 menit
Lama reaksi (menit)
Gambar 32. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap densitas vanilin. Perlakuan pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 6 dan 8 menit, tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4 dan 6 menit serta tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 3 dan 4 menit termasuk pada kisaran densitas produk vanilin standar sebesar 0,6 g/cm3. Rendahnya densitas pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4 menit dan tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2 menit terjadi karena waktu tersebut terlalu singkat untuk mengoksidasi isoeugenol menjadi vanilin sehingga kesetimbangan reaksi belum tercapai yang mengakibatkan terbentuknya senyawa lain dengan densitas rendah dan produk vanilin yang dihasilkan sedikit sehingga mempengaruhi densitas vanilin tersebut. Sedangkan pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit menghasilkan densitas yang melebihi standar densitas vanilin.
Semakin tinggi tingkat daya dan lama reaksi menghasilkan
vanilin yang mengadung pengotor dan polimer dengan bau yang kurang enak. Terjadinya reaksi polimerisasi yang menghasilkan senyawa polimer berantai karbon panjang dapat memperbesar densitas produk vanilin.
71
Menurut Guenther (1950), besarnya densitas suatu produk ditentukan oleh perbandingan komponen-komponen senyawa yang terkandung didalamnya, sehingga apabila ada komponen asing yang terdapat di dalamnya akan mempengaruhi densitas tersebut. Pengaruh tingkat daya dan lama reaksi akan mempengaruhi terbentuknya polimer dengan berat molekul yang tinggi. Peningkatan berat molekul ini dengan sendirinya akan meningkatkan densitas suatu produk. Penyimpangan densitas vanilin pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4 menit, tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit dan tingkat daya 800 Watt dengan reaksi 2 menit disebabkan adanya komponen lain selain vanilin yang memiliki densitas lebih tinggi atau lebih rendah dari vanilin. Adanya senyawaan lain yang tidak diinginkan mengakibatkan densitas vanilin yang diperoleh bervariasi. Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3d)
menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya pada lama reaksi yang sama (4 menit) dalam oven gelombang mikro memberikan nilai yang berbeda terhadap densitas produk vanilin kasar. Perlakuan pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit menghasilkan densitas yang sama dengan densitas vanilin standar jika dibandingkan dengan perlakuan lain. Tabel hasil analisis densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt dapat dilihat pada Lampiran 2c.
4. Titik Leleh
Salah satu cara untuk menguji kemurnian produk vanilin adalah dengan uji titik leleh. Menurut Kurniawan (2005), suatu produk sebelum meleleh mengalami perubahan fisik menjadi terlihat lunak, menyusut juga lembab ketika akan meleleh. Titik leleh tetap diukur mulai dari terlihatnya lelehan pertama sampai semua padatan meleleh sempurna. Produk yang dihasilkan merupakan produk vanilin, hal ini dapat diketahui dari bau atau aroma yang harum seperti aroma vanilin ketika produk tersebut meleleh.
72
Menurut Tidco (2005), titik leleh (melting point) dari vanilin murni adalah 80 hingga 83 oC.
400 watt
560 watt
800 watt
100 87,55
90 Titik leleh (oC)
80 70 60
70,55 62,1
(oC)
63,15 61,7
69
63,2 62,7
67,3
50 40 30 20 10 0 2 menit
3 menit
4 menit
6 menit
8 menit
Lama reaksi (menit)
Gambar 33. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap titik leleh vanilin. Dari Gambar 33 di atas hasil uji titik leleh vanilin, diperoleh data produk vanilin kasar meleleh pada suhu antara 61,7 oC – 70,55 oC. Titik leleh tersebut lebih rendah dari titik leleh vanilin standar yang meleleh pada suhu 78,9 oC. Sedangkan menurut Sastrohamidjojo (1981) titik leleh vanilin kasar hasil oksidasi isoeugenol adalah 75-76 oC. Hal tersebut terjadi karena produk yang dihasilkan dari berbagai perlakuan merupakan produk vanilin kasar yang masih berupa padatan yang mengandung sejumlah senyawa-senyawa yang ikut bersama produk seperti azobenzene, nitrobenzene, DMSO yang mempunyai titik leleh lebih rendah dari titik leleh vanilin serta terdapatnya pelarut mudah menguap yang tersisa di dalam produk.
Adanya senyawa-senyawa yang ikut bersama produk
vanilin sebagai akibat dari proses ekstraksi yang kurang sempurna sehingga komponen-komponen sisa hasil reaksi ikut terlarut bersamaan dengan produk pada saat proses ekstraksi karena nitrobenzene, azobenzene dan DMSO larut dalam dietil eter. Namun, pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit memeliki titik leleh sebesar 87,5 oC yang melebihi titik leleh vanilin standar. Pada kondisi tersebut terjadi reaksi polimerisasi sebagai akibat tingginya suhu reaksi, menghasilkan polimer
73
dan senyawa berantai karbon panjang yang meleleh pada suhu yang lebih tinggi dari suhu leleh vanilin. Berdasarkan
perhitungan
standar
deviasi
(Lampiran
3e)
menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya dan lama reaksi tidak memberikan nilai yang berbeda terhadap titik leleh produk vanilin kasar. Untuk menghasilkan titik leleh yang mendekati titik leleh vanilin standar perlu dilakukan proses rekristalisasi dengan bantuan pemanasan sehingga diperoleh vanilin dalam bentuk kristal jarum yang lebih murni, berwarna putih dan beraroma khas vanilin. Semakin murni suatu produk, adanya bahan-bahan pengotor dan senyawa yang tidak diinginkan semakin sedikit, sehingga titik lelehnya semakin tinggi dan mendekati titik leleh vanlin standar. Tabel hasil analisis titik leleh produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt dapat dilihat pada Lampiran 2d.
5. Kelarutan dalam Alkohol 70 %
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa analisis kelarutan produk vanilin dalam alkohol 70 %, rata-rata produk vanilin larut jernih dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 2. Hal ini menunjukan bahwa lama reaksi dan tingkat daya tidak berpengaruh terhadap tingkat kelarutan dalam alkohol.
Tabel 15. Kelarutan produk vanilin kasar dalam alkohol 70 % Tingkat daya 400 Watt
560 Watt
800 Watt
Lama reaksi
Kelarutan dalam Alkohol 70 %
4 menit
1:2
6 menit
1:2
8 menit
1:2
4 menit
1:2
6 menit
1:2
8 menit
1:3
2 menit
1:2
3 menit
1:2
4 menit
1:2
74
Perbandingan nilai kelarutan yang sama dari produk vanilin disebabkan dari perlakuan yang diberikan dengan tingkat daya dan lama reaksi tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kandungan komponen produk vanilin. Namun, pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit memiliki tingkat kelarutan yang rendah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain, karena pada tingkat daya dan lama reaksi tersebut suhu yang ada dalam larutan melebihi batas berjalannya reaksi oksidasi sehingga terjadi reaksi samping yaitu reaksi polimerisasi. Kelarutan vanilin akan menurun jika terjadi reaksi polimerisasi aldehid.
Pengaruh basa dan panas akan mempercepat
terbentuknya reaksi polimerisasi. Kelarutan produk vanilin dalam alkohol 70 % yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan vanilin standar yang memiliki kelarutan dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 1. Rendahnya kelarutan ini karena produk yang dihasilkan merupakan vanilin kasar
yang
mengandung
senyawa-senyawa
pengotor
sehingga
mempengaruhi kejernihan dalam larutan. Agar produk vanilin tersebut memiliki kelarutan yang sama dengan standar, maka perlu adanya proses pemurnian dan rekristalisasi sehingga diperoleh produk vanilin murni yang berbentuk kristal jarum. Menurut Guenther (1950), komponen minyak sangat menetukan kelarutan minyak atsiri di dalam alkohol. Minyak yang banyak mengandung “oxygenated terpen” lebih mudah larut dari pada minyak yang mengandung terpen. Faktor yang mempengaruhi kelarutan vanilin adalah adanya komponen-komponen lain di dalam produk tersebut. Senyawa terpen dan seskuiterpen serta senyawa yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi menyebabkan produk vanilin sukar larut dalam alkohol, akan tetapi sampai pada batas tertentu campuran tersebut dapat larut. Selain itu terbentuknya asam mengakibatkan kelarutan produk vanilin dalam alkohol meningkat.
75
6. Perbandingan Hasil Sintesis Vanilin dengan Pemanasan Gelombang Mikro dan Pemanasan Konvensional
Pada skala volume yang sama dengan sintesis vanilin menggunakan gelombang
mikro,
dilakukan
juga
sintesis
vanilin
dengan
cara
konvensional menggunakan refluks pada suhu 130 oC dan lama reaksi 3 jam.
Produk vanilin hasil reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin
dengan cara konvensional ini digunakan untuk membandingkan hasil sintesis vanilin perlakuan dengan hasil terbaik pada pemanasan gelombang mikro, yaitu pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit.
Tabel 16. Perbandingan Hasil Sintesis Vanilin Menggunakan Oven Gelombang mikro dan Konvensional. Oven Gelombang mikro pada tingkat daya 800 Watt dan lama reaksi 4 menit 79,87 %
Konvensional pada suhu 130 oC dan waktu reaksi 3 jam
Kemurnian produk
99,60 %
94,66 %
Rendemen
8,98 %
6,20 %
Karakteristik
Kemurnian campuran
Titik leleh Densitas Kelarutan
o
47,90 %
63,2 C
63,8 oC
0,609 g/cm3
0,6205 g/cm3
1 : 2 dalam alkohol 70 %
1 : 2 dalam alkohol 70 %
Pada Tabel 16, dihasilkan kemurnian dan rendemen vanilin dengan metode gelombang mikro lebih besar jika dibandingkan dengan metode konvensional. Tingginya kemurnian dan rendemen dengan menggunakan metode gelombang mikro ini karena pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit reaksi oksidasi berjalan sempurna, sehingga terbentuk vanilin dengan rendemen dan kemurnian yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada kromatogram tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit (Lampiran 27) terlihat puncak isoeugenol yang kecil pada waktu retensi 7,17 menit. Sedangkan kromatogram metode konvensional Lampiran 29 masih terdapat konsentrasi isoeugenol yang memiliki puncak cukup tinggi dibanding puncak vanilin. Hal ini disebabkan karena pada reaksi oksidasi
76
dengan menggunakan metode pemanasan konvensional terjadi peristiwa over heating pada larutan yang dekat dengan wadah dan pemanas sehingga sebagian bahan dan produk terdekomposisi. Sedangkan larutan yang terdapat pada bagian dalam wadah, panas tidak terdistribusikan secara merata sehingga hanya sedikit terjadinya reaksi oksidasi untuk merubah isoeugenol menjadi vanilin.
Persentasi konsentrasi isoeugenol yang
terdapat dalam produk menyatakan tingkat keberhasilan reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin.
Semakin rendah konsentrasi isoeugenol,
maka semakin tinggi keberhasilan reaksi oksidasi. Analisis densitas vanilin dengan metode konvensional lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode gelombang mikro.
Tingginya nilai
densitas tersebut melebihi nilai densitas vanilin standar. Adanya senyawa lain yang mempunyai densitas lebih tinggi akan mempengaruhi densitas vanilin sehingga melebihi standar yang ditetapkan. Dari data di atas dapat dilihat bahwa hasil analisis sintesis vanilin dengan menggunakan oven gelombang mikro lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan metode konvensional karena selain hasil yang didapat lebih baik, terjadinya keseragaman panas, waktu yang diperlukan untuk mensintesis vanilin juga jauh lebih cepat sehingga efisiensi proses dapat tercapai. Selain itu juga, penghematan waktu dapat mengurangi biaya akibat penggunaan energi panas yang dibutuhkan dalam reaksi oksidasi. Pemanasan gelombang mikro mampu menghasilkan hasil lebih tinggi jika dibandingkan metoda pemanasan konvensional. Sebagai contoh, sintesis dengan gelombang mikro dari fluoresein terjadinya peningkatan hasil reaksi dari 70 % menggunakan pemanasan konvensional menjadi 82 % menggunakan pemanasan gelombang mikro (Taylor, 2005). Menurut Taylor (2005), pada pemanasan dengan menggunakan metode konvensional melibatkan proses perpindahan energi melalui peristiwa konduksi dari sumber panas. Panas yang diperlukan tidak saja untuk memanaskan larutan, tetapi juga harus terlebih dahulu memanaskan plate atau penangas, kemudian wadah larutan dan terakhir adalah larutan.
77
Karena sifat panas terantar secara konveksi, maka bagian terdekat dengan plate akan bersuhu lebih tinggi dari bagian lainnya, sehingga untuk menghomogenkan suhu seluruh larutan memerlukan lebih banyak waktu. Lamanya waktu pemanasan pada reaksi oksidasi ini dapat mengakibatkan terjadinya dekomposisi bahan dan produk. Hal ini berbeda dengan pemanasan menggunakan gelombang mikro. Pemanasan terjadi pada semua bagian dari sampel atau larutan reaksi, karena melibatkan penyerapan energi secara langsung oleh sampel yang akan dipanaskan tanpa melibatkan wadah, sehingga untuk mencapai reaksi sempurna diperlukan waktu yang cepat. Pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro mampu meningkatkan laju reaksi 10 sampai 1000 kali jika dibandingkan pemanasan konvensional (Taylor, 2005). Pada pemanasan dengan gelombang mikro, pelarut akan mencapai titik didihnya dengan sangat cepat dan terjadi peristiwa superheating, yaitu tercapainya titik didih yang lebih tinggi daripada titik didih yang sebenarnya bila dibandingkan dengan pemanasan konvensional. Dengan demikian waktu yang diperlukan untuk reaksi menjadi lebih singkat, karena molekul pelarut yang berada diantara molekul-molekul reaktan mengalami peningkatan suhu secara drastis dan akan membuat reaksi jauh lebih cepat (Kurniawan, 2005).
78
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pemanasan gelombang mikro dapat digunakan dalam reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin dengan oksidator nitrobenzene dan DMSO sehingga dapat mempersingkat lama reaksi yang dibutuhkan dari beberapa jam pada pemanasan konvensional menjadi hanya beberapa menit saja. Kenaikan tingkat daya dan lama reaksi pada pemanasan gelombang mikro sangat berpengaruh terhadap pembentukan vanilin yang ditujukkan dengan kemurnian dan rendemen produk vanilin kasar yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat daya dan lama reaksi, maka semakin tinggi tingkat kemurnian dan rendemen produknya. Namun kemurnian dan rendemen akan mencapai optimal pada tingkat daya dan lama reaksi tertentu. Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin melalui tahapan ekstraksi mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari kemurnian campuran vanilin. Namun kemurnian produk vanilin tersebut tidak menunjukkan nilai yang mendekati 100 %, karena produk yang dihasilkan merupakan vanilin kasar yang masih mengandung komponen senyawa-senyawa pengotor, sehingga mempengaruhi kemurniannya. Rendemen vanilin yang dihasilkan pada metode penelitian ini masih rendah jika dibandingkan dengan metode penelitian sebelumnya. Rendahnya rendemen ini dipengaruhi oleh faktor kecepatan pengadukan sebelum proses oksidasi (di luar oven gelombang mikro) dan kecepatan pengadukan dengan cara konvensional, kecepatan dan lamanya pengocokan (lamanya proses ekstraksi) serta adanya sejumlah bahan yang hilang (menguap) pada saat reaksi oksidasi berlangsung. Densitas produk vanilin yang dihasilkan berkisar antara 0,456 – 0,670 3
g/cm dan titik leleh berkisar antara 61,70 – 87,55 oC. Semakin tinggi tingkat daya dan semakin lama reaksi, maka densitas dan titik leleh produk vanilin semakin besar. Besarnya densitas dan titik leleh produk vanilin ini dipengaruhi oleh perbandingan komponen senyawa yang terkandung di
dalamnya.
Adanya senyawa lain mengakibatkan densitas dan titik leleh
vanilin yang dihasilkan bervariasi. Analisis kelarutan dalam alkohol 70 % memperlihatkan produk vanilin rata-rata larut jernih dengan perbandingan 1 : 2. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya dan lama reaksi tidak memberikan pengaruh yang besar dari kandungan komponen produk vanilin terhadap tingkat kelarutannya dalam alkohol. Hasil terbaik jika dilihat dari tingkat kemurnian dan densitas produk vanilin yang menyerupai vanilin standar adalah perlakuan pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit.
Perlakuan tersebut menghasilkan
produk vanilin dengan kemurnian 99,6 %, rendemen terbesar 8,98 %, densitas 0,609, titik leleh 63,20 oC dan kelarutan dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 2.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan proses rekristalisasi dan pemurnian produk vanilin mentah yang dihasilkan pada penelitian ini agar didapat vanilin berbentuk kristal, berwarna putih dan berbentuk jarum yang sama dengan vanilin standar. 2. Perlu dilakukan modifikasi terhadap oven microwave, yaitu dengan memasang pengatur suhu agar lama reaksi dapat diperhitungkan sehingga reaksi oksidasi yang sempurna dapat tercapai. Selain itu perlu adanya kondensor pada oven microwave sehingga uap beracun tidak keluar dari celah-celah oven yang dapat mengganggu pernapasan sehingga aman dipakai oleh penggunanya. 3. Perlu
adanya analisa
lebih
lanjut
menggunakan
GC-MS
untuk
mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terbentuk bersamaan dengan produk vanilin yang dihasilkan. 4. Pengadaan alat atau mesin khusus yang dilengkapi dengan pengadukan untuk mengekstraksi vanilin dengan pelarutnya supaya diperoleh hasil yang maksimal sehingga rendemen vanilin dapat ditingkatkan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Arthur dan Elizabeth, R. 1956. The Condensed Chemical Dictionary. Fifth Edition. Nwe York Bedoukian, P.Z. 1967. Perfumery and Flavoring Synthetics. Second Edition. Elsevier Publishing Co., New York. Bolton's, Jepson. 2006. Melting Point Apparatus Electrothermal. Barnsted International. 800-553-0039. Gemini Scientific Boult et al., 1970. Method Of Preparing Vanillin From Eugenol. Patent Specification. Patent Office, 25. Southampton Buildings. London BPS. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta BSN.1998. SNI Minyak Daun Cengkeh. No. 06-2387-1998. BSN. Jakarta . 2004. SNI Kromatografi Gas-Spektrofotometer Massa. No. 06-6990.1-2004. BSN. Jakarta Carey, F.A. 2003. Organic Chemestry. Fifth Edition. McGraw-Hill. New York. Cerveny, L et al., 1987. Isomerization of Eugenol to Isoeugenol. Kinetics Studies. React. Kine. Catal. Lett. www. Rhodium.ws. Connors, Kenneth. 1990. Chemical Kinetics. VCH Publishers, pg. 14. http://en.wikipedia.org/wiki/Reaction. Diakses pada Tanggal 5 September 2006. 20.30 WIB Darusman et al., 2002. Kimia Dasar 1. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor Darwis, S.N. 1989. Produksi dan Tataniaga Cengkeh Di Indonesia. Forum Komunikasi Ilmiah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor Dellia, Laura. 2002. Pengeringan Kapulaga Lokal (Amomum cardamomum Willd) Dengan Microwave. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Jakarta
81
Dewi, D. E. 2005. Pengeringan Panili (Vanilla plafonalia Andrews) Menggunakan Oven Gelombang Mikro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor EOA. 1970. Specifications and Standards. Scientific Section EOA of USA Inc., New York Fesseden, R dan Fesseden J. 1982. Organic Chemistry Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A.H. Erlangga. Jakarta. Fridge. 2004. Part 3 – Aroma Chemicals from Petrochemical Feedstocks. Diakses dari http://www.nedlac.org za/reseach/fridge/aroma/part3/industry.pdf. Diakses pada Tanggal 21 April 2006. Pukul 12.45 WIB Gallawa. J. C. 1989. The Complete Microwave Oven Service Handbook. Marotech. Florida. Gsianturi. 2002. Retensi Kandungan Iodium. http://www.gizi.net. Diakses pada tanggal 20 Desember 2006. Pukul 13.30 WIB Guenther, E.S. 1950. Individual Essential Oils of Plant Familiy. Vol. IV D. D. Von Nostrand Company. New York Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Statistika 1. Edisi Kedua. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Indesso, 2006. Material Safety Data Sheet. PT. Indesso Aroma. Jakarta Kurniawan, Harry. 2005. Semi Sintesis Vanili dari Eugenol Dengan Metode Microwave. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. PN Balai Pustaka. Jakarta Leody, 1992. Mempelajari pembuatan isoeugenol dari Minyak Daun Cengkeh. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Mannsville .1991. Organic Compound. First Chemicals Corporation, Mobay, DuPont Chemicals, and Rubicon Inc. http://www.objectsspace.com/encyclopedia/index.php/Nitrobenzene. Di akses pada Tanggal 10 April 2006. Pukul 10.22 WIB Mariana, S. W. 2004. Uji Penggunaan Microwave Pada Proses Ekstraksi Oleoresin jahe (Zingiber officinale Rosc.). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi. Metode Modern. Airlangga University Press. Surabaya
82
Parry. E. J. 1922. The Chemestry of Essential Oils and Artificial Perfumes Vol. II. Fourth Edition. Scott, Greenwood and Son. London Pozar, David M. 1993. Microwave Engineering Addison-Wesley Publishing Company.ISBN0-201-50418-9. http://en.wikipedia.org/wiki/Microwave. Di akses pada Tanggal 10 April 2006. Pukul 10.15 WIB Purseglove et al., 1981. Spices. Vol I. Longman. London. Sari, R.D. 2003. Aplikasi Katalis V2O5MoO3 pada Reaksi Pembuatan Vanili dari Eugenol. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok Sastrohamidjojo, H. 1981. A Study of Some Indonesian Essential Oils. Disertasi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. ________. 2002. Kimia Minyak Atsiri. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Setiyatno, Haris. 1991. Semi Sintesis Vanilli Dari Eugenol Dengan Metode Fotokimia Dan Katalis Transfer Fasa (18)-Crown Ether-6. Karya Utama Sarjana Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok Soelistyowati, R.D. 2001. Pengaruh katalis Transfer Fasa Pada Sintesis Vanilin dari Eugenol dalam Minyak Daun Cengkeh. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Lembaga Penelitian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Soemadhiharga et al., 1973. Sintesa Vanilin Dari Eugenol Minyak Daun Cengkeh. Balai Penelitian Kimia. Bogor Suwarso et al., 2002. Aplikasi Reaksi Katalis Heterogen untuk Pembuatan Vanili Sintetik (3-Hidroksi-2-metoksibenzaldehida) dari Eugenol (4-allil-2metoksifenol) Minyak Cengkeh. MAKARA, SAINS Vol. 6, No. 3. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok Uhe, G. 2005. Flavor and Fragrance Ingredients. Market Newsletter. http://www.uhe.com/mkreport-0205.htm. Diakses pada Tanggal 21 April 2005. Pukul 12.30 WIB Taylor, M. 2005. Development in Microwave Chemistry. Evalueserve. United Kingdom. Tidco. 2005. Vanilin. http://www.tidco.com/tidcodocs/tn/Opportunities/vanilin. Diakses pada Tanggal 21 April 2005. Pukul 13.30 WIB
83
Tidwell, T.T. 1990. Synthesis. 857 – 870. http://en.wikipedia.org/wiki/Dimethyl_sulfoxide. Diakses pada Tanggal 10 April 2006. Pukul 10.15 WIB Whittaker, G. 1997. Microwave Heating Mechanism. http://ed.ac.uk-ah05-ch 1a. Diakses pada Tanggal 4 Mei 2006. Pukul 10.10 WIB
84
Lampiran 1a. Hasil analisis metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2
Metode
Analisis
Ulangan 1 (U1)
Ulangan 2 (U2)
Rata-rata
Modifikasi 1
Kemurnian campuran vanilin
43,12 %
54,9 %
49,01 %
(Gelombang
Kemurnian produk vanilin
88,2 %
92,68 %
90,44 %
mikro,
Rendemen
7,02 %
6,7 %
6,86 %
0,627 g/cm
0,576 g/cm
0,598 g/cm3
60,2 oC
66,2 oC
63,2 oC
Kelarutan dalam alkohol 70 %
1:2
1:2
1:2
Analisis
Ulangan 1 (U1)
Ulangan 2 (U2)
tingkat daya
Densitas
560 Watt,
Titik leleh
4 menit)
Metode
3
3
Rata-rata
Modifikasi 2
Kemurnian campuran vanilin
33,7 %
32,24 %
32,97 %
(Gelombang
Kemurnian produk vanilin
88,2 %
83,56 %
85,88 %
mikro
Rendemen
2,8 %
2,12 % 3
tingkat daya
Densitas
560 Watt,
Titik leleh
4 menit)
Kelarutan dalam alkohol 70 %
2,46 % 3
0,516 g/cm
0,557 g/cm
0,536 g/cm3
64,9 oC
68,5 oC
66,7 oC
1:2
1:2
1:2
Lampiran 1b. Hasil analisis sintesis vanilin metode pemanasan konvensional Sastrohamidjojo dan modifikasi 1 Metode
Analisis
Ulangan 1 (U1)
Ulangan 2 (U2)
Rata-rata
Metode
Kemurnian campuran vanilin
52,6 %
-
52,6 %
Sastroamidjoyo
Kemurnian produk vanilin
94 %
-
94 %
(Refluks, 130
Rendemen
25,6 %
-
25,6 %
0,637 g/cm3
-
0,637 g/cm3
67,11 oC
-
67,11 oC
Kelarutan dalam alkohol 70 %
1:2
-
1:2
Analisis
Ulangan 1
Ulangan 2
(U1)
(U2)
o
C, 3 jam)
Densitas Titik leleh
Metode
Rata-rata
Modifikasi 1
Kemurnian campuran vanilin
40,90 %
54,90 %
47,90 %
(Refluks, 130
Kemurnian produk vanilin
94,38%
94,95%
94,66%
o
Rendemen
5,42 %
C, 3 jam)
Densitas Titik leleh Kelarutan dalam alkohol 70 %
6,98 % 3
6,20 % 3
0,616 g/cm
0,626 g/cm
0,621g/cm3
66,3oC
61,3oC
63,8 oC
1:2
1:2
1:2
85
Lampiran 2a. Hasil analisis kemurnian vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. Metode
Tingkat
Lama
Kemurnian
Kemurnian
Kemurnian
Kemurnian
Daya
Reaksi
Campuran
Produk
rata-rata
rata-rata
vanilin
vanilin
Campuran
Produk
vanilin
vanilin
18,88 %
39,42 %
30,28 %
80,25 %
74,75 %
98,90 %
51,76 %
89,76 %
82,92 %
95,35 %
24,85 %
57,95 %
25,27 %
80,30 %
48,62 %
98,25 %
79,87 %
99,60 %
Modifikasi 1
400 Watt
(Oven
(50 %)
gelombang
4 menit
6 menit
mikro) 8 menit
560 Watt
4 menit
(70 %) 6 menit
8 menit
800 Watt
2 menit
(100 %) 3 menit
4 menit
U1 : 19,22 %
U1 : 44,50 %
U2 : 18,55 %
U2 : 34,34 %
U1 : 29,27 %
U1 : 79,11 %
U2 : 31,30 %
U2 : 81,4 %
U1 : 75,30 %
U1 : 98,31 %
U2 : 74,20 %
U2 : 99,50 %
U1 : 52,25 %
U1 : 90,00 %
U2 : 51,28 %
U2 : 89,53 %
U1 : 80,44 %
U1 : 92,60 %
U2 : 85,40 %
U2 : 98,10 %
U1 : 20,63 %
U1 : 60,35 %
U2 : 29,07 %
U2 : 55,55 %
U1 : 24,50 %
U1 : 82,60 %
U2 : 26,04 %
U2 : 78,01 %
U1 : 52,21 %
U1 : 98,06 %
U2 :45,02 %
U2 : 98,43 %
U1 : 78,24 %
U1 : 99,70 %
U2 : 81,50 %
U2 : 99,50 %
86
Lampiran 2b. Hasil analisis rendemen produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. Metode
Tingkat
Lama
Rendemen
Rendemen
Rendemen
Daya
Reaksi
Ulangan 1 (U1)
Ulangan 2 (U2)
Rata-rata
Modifikasi 1
400 Watt
4 menit
2,63 %
1,3 %
1,97 %
(Oven
(50 %)
6 menit
5,04 %
4,96 %
5,00 %
8 menit
7,80 %
7,03 %
7,42 %
560 Watt
4 menit
7,50 %
5,30 %
6,4 %
(70 %)
6 menit
7,26 %
6,42 %
6,84 %
8 menit
9,80 %
8,40 %
9,10 %
800 Watt
2 menit
4,20 %
4,03 %
4,13 %
(100 %)
3 menit
6,52 %
5,40 %
5,96 %
4 menit
8,15 %
9,80 %
8,98 %
gelombang mikro)
Lampiran 2c. Hasil analisis densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. Metode
Tingkat
Lama
Densitas
Densitas
Daya
Reaksi
Ulangan 1 (U1)
Ulangan 2 (U2)
400 Watt
4 menit
0,506 g/cm
0,407 g/cm
0,456 g/cm3
(Oven
(50 %)
6 menit
0,554 g/cm3
0,633 g/cm3
0,594 g/cm3
8 menit
0,571 g/cm3
0,613 g/cm3
0,592 g/cm3
560 Watt
4 menit
0,651 g/cm3
0,583 g/cm3
0,617 g/cm3
(70 %)
6 menit
0,642 g/cm3
0,535 g/cm3
0,588 g/cm3
8 menit
0,661 g/cm3
0,673 g/cm3
0,670 g/cm3
800 Watt
2 menit
0,564 g/cm3
0,513 g/cm3
0,538 g/cm3
(100 %)
3 menit
0,632 g/cm3
0,564 g/cm3
0,598 g/cm3
4 menit
0,611 g/cm3
0,607 g/cm3
0,609 g/cm3
mikro)
3
Rata-rata
Modifikasi 1
gelombang
3
Densitas
87
Lampiran 2d. Hasil analisis titik leleh produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. Metode
Tingkat
Lama
Titik Leleh
Titik Leleh
Titik Leleh
Daya
Reaksi
Ulangan 1 (U1)
Ulangan 2 (U2)
Rata-rata
Modifikasi 1
400 Watt
4 menit
60,3 C
63,1 C
61,70 oC
(Oven
(50 %)
6 menit
61,8 oC
63,7 oC
62,75 oC
8 menit
70,4 oC
64,2 oC
67,30 oC
560 Watt
4 menit
65,7 oC
75,4 oC
70,55 oC
(70 %)
6 menit
66,8 oC
71,2 oC
69,00 oC
8 menit
88,6 oC
86,5 oC
87,55 oC
800 Watt
2 menit
62,4 oC
61,8 oC
62,1 oC
(100 %)
3 menit
63,5 oC
62,8 oC
63,15 oC
4 menit
64,8 oC
61,6 oC
63,2 oC
gelombang mikro)
Lampiran 2e.
o
o
Hasil analisis kelarutan dalam alkohol 70 % produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. Tingkat
Lama Reaksi
Daya
Kelarutan dalam Alkohol 70 %
400 Watt
4 menit
1:2
(50 %)
6 menit
1:2
8 menit
1:2
560 Watt
4 menit
1:2
(70 %)
6 menit
1:2
8 menit
1:3
800 Watt
2 menit
1:2
(100 %)
3 menit
1:2
4 menit
1:2
88
Lampiran 3a. Hasil analisis standar deviasi kemurnian campuran vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt
Tingkat daya 400 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Kemurnian
1 2 1 2 1 2
19,22 18,55 29,27 31,3 75,3 74,2
% Kemurnian Rata-rata Standar deviasi 18,88
0,474
30,28
1,435
74,75
0,777
Tingkat daya 560 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Kemurnian
1 2 1 2 1 2
52,25 51,28 80,44 85,4 20,63 29,07
% Kemurnian Rata-rata Standar deviasi 51,76
0,685
82,92
3,507
24,85
5,967
Tingkat daya 800 Watt Lama reaksi 2 menit 3 menit 4 menit
Ulangan
% Kemurnian
1 2 1 2 1 2
24,5 26,04 52,21 45,02 78,24 81,5
% Kemurnian Rata-rata Standar deviasi 25,27
1,088
48,62
5,084
79,87
2,305
Lama reaksi 4 menit Tingkat daya 400 Watt 560 Watt 800 Watt
Ulangan
% Kemurnian
1 2 1 2 1 2
19,22 18,55 52,25 51,28 78,24 81,5
% Kemurnian Rata-rata Standar deviasi 18,88
0,473
51,76
0,685
79,87
2,305
89
Lampiran 3b. Hasil analisis standar deviasi kemurnian produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt
Tingkat daya 400 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Kemurnian
1 2 1 2 1 2
19,22 18,55 52,25 51,28 78,24 81,5
% Kemurnian Rata-rata Standar deviasi 39,42
7,184
80,25
1,619
98,90
0,841
Tingkat daya 560 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Kemurnian
1 2 1 2 1 2
90 89,53 92,6 98,1 60,35 55,55
% Kemurnian Rata-rata Standar deviasi 89,76
0,332
95,35
3,889
57,95
3,394
Tingkat daya 800 Watt Lama reaksi 2 menit 3 menit 4 menit
Ulangan
% Kemurnian
1 2 1 2 1 2
82,6 78,01 98,06 98,43 99,7 99,5
% Kemurnian Rata-rata Standar deviasi 80,305
3,245
98,245
0,261
99,6
0,141
90
Lampiran 3c. Hasil analisis standar deviasi rendemen produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt
Tingkat daya 400 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Rendemen
1 2 1 2 1 2
2,63 1,3 5,04 4,96 7,8 7,03
% Rendemen Rata-rata Standar deviasi 1,96
0,940
5
0,056
7,42
0,544
Tingkat daya 560 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Rendemen
1 2 1 2 1 2
7,05 5,3 7,26 6,42 9,8 8,4
% Rendemen Rata-rata Standar deviasi 6,17
1,237
6,84
0,593
9,1
0,989
Tingkat daya 800 Watt Lama reaksi 2 menit 3 menit 4 menit
Ulangan
% Rendemen
1 2 1 2 1 2
4,2 4,03 6,52 5,4 8,15 9,8
% Rendemen Rata-rata Standar deviasi 4,115
0,120
5,96
0,791
8,975
1,166
91
Lampiran 3d. Hasil analisis standar deviasi densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt
Tingkat daya 400 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Densitas
1 2 1 2 1 2
0,506 0,407 0,554 0,633 0,571 0,613
% Densitas Rata-rata Standar deviasi 0,4565
0,070
0,593
0,055
0,592
0,029
Tingkat daya 560 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Densitas
1 2 1 2 1 2
0,651 0,583 0,642 0,535 0,661 0,673
% Densitas Rata-rata Standar deviasi 0,617
0,048
0,5885
0,075
0,667
0,008
Tingkat daya 800 Watt Lama reaksi 2 menit 3 menit 4 menit
Ulangan
% Densitas
1 2 1 2 1 2
0,564 0,513 0,632 0,564 0,611 0,607
% Densitas Rata-rata Standar deviasi 0,538
0,036
0,598
0,048
0,609
0,002
92
Lampiran 3e. Hasil analisis standar deviasi titik leleh produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt
Tingkat daya 400 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Titik leleh
1 2 1 2 1 2
60,3 63,1 61,8 63,7 70,4 64,2
% Titik leleh Rata-rata Standar deviasi 61,7
1,979
62,75
1,343
67,3
4,384
Tingkat daya 560 Watt Lama reaksi 4 menit 6 menit 8 menit
Ulangan
% Titik leleh
1 2 1 2 1 2
65,7 75,4 66,8 71,2 88,6 86,5
% Titik leleh Rata-rata Standar deviasi 70,55
6,858
69
3,111
87,55
1,484
Tingkat daya 800 Watt Lama reaksi 2 menit 3 menit 4 menit
Ulangan
% Titik leleh
1 2 1 2 1 2
62,4 61,8 63,5 62,8 64,8 61,6
% Titik leleh Rata-rata Standar deviasi 62,1
0,424
63,15
0,494
63,2
2,262
93
Lampiran 4. Analisis puncak kromatogram berdasarkan waktu retensi
a. Analisis Puncak Kromatogram Campuran Vanilin
Kemurnian vanilin dilakukan dengan menggunakan analisis Kromatografi Gas yang merupakan analisis dengan prinsip pemisahan zat yang menguap dengan cara mengalirkan suatu aliran gas melalui cairan sebagai fase diam. Menurut Sari (2003), proses kromatografi gas mirip dengan peristiwa gabungan antara ekstraksi dan destilasi.
Proses pemisahannya dapat dipandang sebagai serangkaian
peristiwa partisi, dimana sampel masuk ke dalam fase cair dan selang beberapa waktu akan teruapkan kembali. Interaksi antara sampel dan fase diam (cair) sangat menentukan berapa lama komponen-komponen sampel akan ditahan. Pada alat kromatografi ini terjadi pemisahan komponen-komponen di dalam kolom. Prinsip pemisahannya adalah komponen yang mempunyai bobot molekul rendah dan polaritas rendah mudah bergerak di dalam kolom sehingga lebih dulu terdeteksi oleh detektor. Sebaliknya, semakin besar bobot molekul dan polaritas suatu komponen, maka semakin lambat terdeteksi oleh detektor (Munson, 1991). Analisis Kromatografi Gas pada bahan baku isoeugenol dan vanilin standar pada Lampiran 5 terdapat beberapa puncak.
Puncak kromatogram pada
isoeugenol dengan waktu retensi 7,08 menit adalah puncak cis-Isoeugenol dan waktu retensi 9,92 adalah puncak trans-Isoeugenol, sedangkan puncak kromatogram pada vanilin standar dengan waktu retensi 0,32 adalah puncak pelarut alkohol yang digunakan untuk melarutkan vanilin sebelum dianalisis dan waktu retensi 14,52 menit adalah puncak dari vanilin. Analisis kromatografi gas campuran vanilin hasil oksidasi isoeugenol dengan oksidator nitrobenzene serta hasil hidrolisis asam pada Lampiran 5 sampai 29 menghasilkan beberapa puncak, diantaranya pada waktu retensi 0,37 – 0,49 menit dengan konsentrasi 1 – 22 % pada puncak kromatogram pertama diduga adalah pelarut air yang digunakan untuk melarutkan basa kuat KOH. Air tersebut dapat terdeteksi karena suhu detektor pada kromatorgafi gas sebesar 250 oC yang melebihi suhu titik didih air. Sebagian air menguap dan ikut terdeteksi bersamaan dengan vanilin.
94
Puncak kromatogram kedua pada waktu retensi 1,44 – 1,70 menit dengan konsentrasi antara 46 – 96 % diduga adalah pelarut DMSO yang digunakan untuk melarutkan oksidator nitrobenzene agar dapat dengan mudah bereaksi dengan isoeugenol. Konsentrasi pelarut tersebut sangat tinggi, karena jumlah pelarut DMSO yang digunakan sebelas kali lebih banyak dari isoeugenol yang digunakan. Puncak kromatogram berikutnya pada waktu retensi antara 7,08 – 9,96 menit dengan konsentrasi antara 0,02 – 2 % memiliki waktu yang sama dengan standar isoeugenol murni. Hal ini menunjukan bahwa puncak tersebut adalah isoeugenol yang tidak teroksidasi. Namun isoeugenol yang tidak teroksidasi ini semakin berkurang jumlahnya seiring dengan kenaikan tingkat daya dan kenaikan lama reaksi. Pada lama reaksi dan tingkat daya yang semakin tinggi, terlihat puncak isoeugenol yang semakin rendah. Hal ini menunjukan bahwa semakin tingginya lama reaksi dan tingkat daya, maka semakin rendahnya jumlah isoeugenol yang tidak bereaksi, karena reaksi terbentuknya garam K-vanilat semakin besar yang berarti reaksi oksidasi berjalan dengan sempurna atau kesetimbangan reaksi bergeser ke sebelah kanan, yaitu ke arah pembentukan garam vanilat yang akan membetuk vanilin. Puncak-puncak kromatogram berikutnya adalah puncak dari senyawa lain akibat adanya reaksi samping yang ikut menguap dan terdeteksi bersamaan dengan vanilin.
Namun jumlah senyawa tersebut sangat kecil sehingga
puncaknya tidak begitu jelas. Puncak kromatogram terakhir adalah puncak vanilin yang terdeteksi pada waktu retensi antara 13 – 14 menit. Waktu retensi tersebut sama dengan waktu retensi standar vanilin murni, yaitu 14,52 menit. Dari Lampiran 6 sampai 30 pada hasil kromatogram terlihat adanya puncak pelarut terdeteksi lebih dulu dibandingkan dengan puncak lainnya, karena pelarut air dan DMSO mempunyai bobot molekul dan titik didih yang lebih rendah jika dibandingkan dengan senyawa lainnya. Sebaliknya puncak isoeugenol yang mempunyai bobot molekul lebih besar dari vanilin terdeteksi lebih dulu oleh detektor dibandingkan dengan puncak vanilin. Dapat dijelaskan bahwa dalam hal ini kepolaran suatu komponen lebih berperan dalam pemisahan komponen di dalam kolom. Vanilin lebih polar dibanding isoeugenol sehingga lebih lambat terdeteksi oleh detektor. Komponen
95
vanilin adalah komponen polar dengan titik didih yang lebih tinggi daripada senyawa lain, sehingga “peak” vanilin muncul lebih lama dibanding “peak” lainnya.
b. Analisis Puncak Kromatogram Produk Vanilin
Pada puncak kromatogram produk vanilin dapat dilihat terdapat perbedaan dengan kromatogram campuran vanilin.
Terlihat adanya dua puncak yang
terdapat pada kromatogram produk vanilin. Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin kasar yang diekstraksi terlebih dahulu dengan dietil eter mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
Hal ini dapat dilihat dari puncak
kromatogram vanilin yang tinggi jika dibandingkan dengan puncak kromatogram campuran vanilin sebelum menjadi produk dan tidak terdapatnya puncak-puncak lain kecuali puncak pelarut alkohol 70 % yang digunakan untuk melarutkan vanilin sebelum di analisis dengan kromatografi gas dan terdapat pelarut dimetil sulfoksida dalam jumlah kecil yang terikut bersama produk vanilin karena proses ekstraksi yang kurang maksimal. Pelarut alkohol ini dapat terdeteksi pada puncak kromatogram pertama dengan waktu retensi 0,3 – 0,36 menit. Waktu retensi ini hampir sama dengan waktu retensi air, karena merupakan pelarut dengan berat molekul dan titik didih yang rendah sehingga dapat terdeteksi lebih dulu. Sedangkan puncak kromatogram kedua pada pada waktu retensi yang sama dengan waktu vanilin standar, yaitu 13 – 14 menit diduga adalah puncak vanilin (Lampiran 6 sampai 30).
96
Lampiran 5. Kromatogram kemurnian isoeugenol standar dan vanilin standar
Isoeugenol Standar
No
RT
Conc
1.
0,42
0,036
2.
4,04
0,026
4.
4,94
0,125
5.
5,78
0,618
6.
7,08
15,197 Cis-Isoeugenol
7.
9,92
83,999 Trans-Isoeugenol
Vanilin Standar
No
RT
Conc
1.
0,32
19,605 Etanol
3.
1,84
0,116
4.
5,00
0,416
14.
12,41
0,140
15.
14,52
79,723 Vanilin
Lampiran 6. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 1)
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,39
6,833
1.
0,32
64,323 Etanol
2.
0,46
0,107
2.
1,72
0,119
5.
1,40
0,716
3.
1,95
0,353 DMSO
6.
1,54
86,103 DMSO
4.
3,18
0,248
8.
3,72
0,068
19.
11,60
0,089
9.
3,91
0,241
20.
13,20
31,462 Vanilin
10.
4,77
0,029
14.
7,66
1,036 isoeugenol
15.
10,02
1,274
18.
13,90
3,046 Vanilin
Produk Vanilin
Lampiran 7. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 2)
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,30
0,289
2.
0,36
8,788
3.
1,48
86,833 DMSO
4.
3,11
0,469
5.
3,60
0,172
7.
7,20
1,046 isoeugenol
10.
13,10
2,404
Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
3.
0,33
78,063 Etanol
6.
2,00
1,170
62.
13,71
20,332 Vanilin
63.
15,52
0,435
DMSO
Lampiran 8. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 1)
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,30
0,238
1.
0,32
74,181 Etanol
2.
0,32
0,424
2.
0,72
0,223
3.
0,36
5,956
4.
1,65
3,663 DMSO
4.
1,49
89,739 DMSO
5.
3,68
0,210
5.
3,16
0,144
7.
7,18
0,148
6.
3,62
0,096
8.
12,89
21,576 Vanilin
7.
5,76
0,226
8.
7,26
1,725 isoeugenol
9.
13,22
1,451
Vanilin
Produk Vanilin
Lampiran 9. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 2)
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0.32
0,605
2.
0,48
12,284
3.
1,72
83,013 DMSO
4.
3,44
0,378
5.
3,94
0,272
6.
5,60
3,954 isoeugenol
8.
13,50
1,516 Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,29
20,048 Etanol
5.
5,20
9,457
9.
13,00
70,495 Vanilin
Lampiran 10. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,32
0,135
1.
0,32
78,785 Etanol
2.
0,46
3,087
2.
1,90
13,757 DMSO
7.
1,60
94,097 DMSO
3.
4,17
0,172
8.
1,89
0,858
11.
13,46
7,285 Vanilin
9.
3,76
0,043
10.
4,00
0,221
11.
5,99
0,103
12.
7,54
0,912 isoeugenol
13.
13,81
0,541 Vanilin
Produk Vanilin
Lampiran 11. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,30
0,212
1.
0,32
90,625 Etanol
2.
0,35
0,512
3.
1,74
4,958
3.
0,38
1,846
8.
7,33
0,135
4.
1,49
94,197 DMSO
12.
13,28
4,171 Vanilin
5.
1,79
1,782
15.
18,18
0,111
7.
3,82
0,107
9.
5,83
0,120
10.
7,38
1,002 isoeugenol
11
13,60
0,734 Vanilin
Produk Vanilin
DMSO
Lampiran 12. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,30
0,150
2.
0,42
4,121
5.
1,44
90,78 DMSO
7.
3,74
0,199
8.
5,72
0,094
9.
7,28
0,752
10.
13,47
1,495 Vanilin
isoeugenol
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,31
91,427 Etanol
2.
1,66
0,329
3.
1,85
0,622 DMSO
4.
4,62
0,348
7.
8,06
0,180
18.
11,60
0,116
20.
13,23
6,979 Vanilin
Lampiran 13. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,29
0,219
2.
0,36
6,052
3.
1,46
90,156 DMSO
4.
1,74
1,057
5.
3,05
0,108
6.
3,56
0,133
7.
3,78
0,286
8.
5,78
0,095
9.
7,32
0,706 isoeugenol
11.
13,38
1,187 Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,32
80,270 Etanol
2.
1,80
3,924 DMSO
9.
8,88
0,196
14.
13,20
15,609 Vanilin
Lampiran 14. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,29
0,318
2.
0,33
0,413
3.
0,36
0,507
4.
0,45
1,653
8.
1,28
0,068
9.
1,50
90,300 DMSO
10.
3,84
0,328
11.
5,85
0,064
12.
7,40
0,290 isoeugenol
13.
13,40
6,060 Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,32
73,807 Etanol
3.
1,84
0,063
14.
11,23
0,380
15.
12,96
25,750 Vanilin
DMSO
Lampiran 15. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,28
0,651
2.
0,34
4,411
3.
0,56
1,656
4.
1,34
0,556
5.
1,50
87,334 DMSO
7.
3,72
1,293
11.
7,30
0,453 isoeugenol
12.
13,28
6,127
Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,33
68,682 Etanol
3.
2,10
0,081 DMSO
4.
3,85
0,079
13.
13,27
31,158 Vanilin
Lampiran 16. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
3.
0,29
1,130
1.
0,32
76,626 Etanol
4.
0,49
20,794
2.
1,69
1,432
10.
1,48
75,110 DMSO
3.
4,15
0,400
16.
3,80
0,223
4.
4,46
0,499
17.
3,84
0,243
6.
13,11
21,043 Vanilin
33.
7,26
35.
7,32
0,197 Cis isoeugenol 0,363 Trans isoeugenol
68.
13,31
2,140 Vanilin
Produk Vanilin
DMSO
Lampiran 17. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,28
0,278
2.
0,34
1,097
3.
0,45
9,125
4.
1,43
86,516 DMSO
5.
3,02
0,100
6.
3,54
0,079
7.
3,74
0,280
9.
5,72
0,080
10.
7,27
0,622
isoeugenol
12.
13,34
1,673
Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,32
73,785 Etanol
2.
1,70
0,173
3.
1,96
0,195 DMSO
4.
4,18
0,761
5.
4,49
0,194
6.
4,78
0,206
7.
5,06
0,440
8.
5,87
0,250
9.
6,39
0,105
10.
6,70
0,112
11.
6,98
0,091
12.
7,28
0,097
14.
7,84
0,121
20.
13,18
23,470 Vanilin
Lampiran 18. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
2.
0,30
1,156
1.
0,32
82,447 Etanol
3.
0,37
5,829
2.
1,72
0,517
5.
1,48
85,138 DMSO
3.
1,82
0,780
6.
3,72
0,334
21.
13,12
16,256
9.
7,28
0,209
isoeugenol
10.
13,32
7,265
Vanilin
Produk Vanilin
DMSO
Vanilin
Lampiran 19. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,30
1,095
2.
0,40
12,380
3.
1,46
80,890 DMSO
4.
3,03
0,159
6.
3,63
0,259
11.
13,07
5,218
Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,32
69,614 Etanol
2.
1,69
0,158 DMSO
4.
4,65
0,216
8.
7,62
0,125
11.
8,66
0,083
14.
13,16
29,804
Vanilin
Lampiran 20. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,30
10,590
3.
0,46
17,935
4.
1,33
1,173
5.
1,50
1,511
6.
1,70
49,139 DMSO
7.
2,15
9,155
8.
2,63
6,469
10.
3,74
4,870
12.
5,76
1,594
13.
7,29
2,306
isoeugenol
14.
13,40
4,608
Vanilin
15.
16,71
3,719
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,32
85,000 Etanol
3.
1,78
4,358
4.
4,24
0,691
5.
4,52
0,182
6.
4,77
0,157
7.
5,06
0,239
8.
5,86
0,213
10.
7,42
0,108
13.
13,27
9,053
DMSO
Vanilin
Lampiran 21. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,38
71,144
1.
0,33
87,466 Etanol
2.
0,56
0,386
2.
1,68
5,482 DMSO
4.
1,61
17,897 DMSO
3.
2,68
0,089
5.
2,12
1,977
14.
13,15
6,963 Vanilin
6.
2,62
1,243
7.
3,72
1,302
10.
5,72
0,328
11.
7,26
2,537 isoeugenol
12.
13,32
3,186 Vanilin
Produk Vanilin
Lampiran 22. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
3.
0,31
0,678
1.
0,31
93,989 Etanol
4.
0,44
19,588
3.
0,76
0,269
6.
1,44
0,143
8.
1,82
0,776 DMSO
7.
1,54
76,896 DMSO
15.
13,07
4,966 Vanilin
8.
3,24
0,162
9.
3,95
1,178
11.
7,39
0,420
isoeugenol
14.
13,51
0,936
Vanilin
Produk Vanilin
Lampiran 23. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,29
2,152
1.
0,32
77,140
Etanol
2.
0,45
19,203
2.
1,65
4,796
DMSO
3.
1,52
76,005 DMSO
7.
7,22
0,232
4.
3,18
0,602
8.
13,00
17,832
5.
3,69
0,608
8.
7,30
0,482
isoeugenol
9.
13,26
1,248
Vanilin
Produk Vanilin
Vanilin
Lampiran 24. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,31
0,084
2.
0,44
1,018
3.
1,53
96,361 DMSO
5.
5,80
0,073
6.
7,32
0,196
isoeugenol
8.
13,42
1,368
Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,32
52,729
Etanol
2.
1,72
0,605
DMSO
5.
7,24
0,314
6.
13,06
46,353 Vanilin
Lampiran 25. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,30
0,407
1.
0,34
56,407 Etanol
2.
0,45
2,245
3.
2,04
0,684
3.
1,49
94,913 DMSO
6.
13,64
42,909 Vanilin
5.
5,70
0,088
6.
7,22
0,172 isoeugenol
7.
13,20
1,275
Vanilin
Produk Vanilin
Lampiran 26. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 1
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
No
RT
Conc
1.
0,31
0,652
1.
0,32
68,295 Etanol
2.
0,41
12,671
4.
4,56
0,093
4.
1,64
78,071 DMSO
6.
13,19
31,612 Vanilin
5.
3,84
0,522
7.
7,32
0,140
isoeugenol
8.
13,24
7,244
Vanilin
Produk Vanilin
Lampiran 27. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,32
0,801
2.
0,43
13,788
4.
1,61
74,814 DMSO
5.
3,72
0,139
8.
7,17
0,167 isoeugenol
10.
13,11
9,289 Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,34
77,136 Etanol
4.
13,07
22,750 Vanilin
Lampiran 28. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin metode Sastromidjoyo
Vanilin Campuran
No
RT
Conc
1.
0,30
1,002
2.
0,38
2,855
3.
0,49
0,052
4.
0,62
0,037
5.
1,20
1,129
6.
1,61
86,840 DMSO
7.
1,90
1,760
8.
2,91
0,089
9.
3,25
0,718
10.
3,80
0,247
11.
5,00
0,023
13.
7,68
0,147
14.
8,66
0,018
15.
9,57
0,205
isoeugenol
16.
13,98
4,879
Vanilin
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,34
93,739 Etanol
4.
1,94
0,211
6.
4,94
0,108
7.
7,64
0,101
8.
13,71
5,842
DMSO
Vanilin
Lampiran 29. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks, ulangan 1
4
3
No
RT
Conc
1.
0,30
0,217
No
RT
Conc
2.
0,32
0,620
1.
0,32
52,000 Etanol
3.
0,46
5,816
3.
1,67
2,349
4.
1,41
90,153 DMSO
4.
3,71
0,351
5.
0,305
0,190
7.
13,07
45,301 Vanilin
6.
3,50
0,102
7.
5,66
0,138
8.
7,17
1,114
isoeugenol
9.
13,15
1,649
Vanilin
1
7
3
5 8 7
9 4
Vanilin Campuran Produk Vanilin
DMSO
Lampiran 30. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks, ulangan 2 16
1 3
4 No
RT
Conc
2.
0,31
0,229
3.
0,46
4,120
4.
1,50
93,334 DMSO
7.
5,67
0,192
8.
7,18
0,726 isoeugenol
9.
13,04
1,399
Vanilin
2
3
2
5 8
9
6 11
Vanilin Campuran
15
Produk Vanilin
No
RT
Conc
1.
0,32
49,520 Etanol
2.
0,64
0,213
3.
0,71
0,569 isoeugenol
5.
1,69
1,589
11.
5,10
0,085
15.
10,03
0,094
16.
13,03
47,929
DMSO
Vanilin