Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pembuatan Tepung Jagung Termodifikasi dan Pemanfaatannya untuk Roti Nur Richana, Agus Budiyanto dan Ira Mulyawati Balai Besar Litbang Pascapanen
Abstrak Indonesia masih impor terigu dalam jumlah yang cukup banyak yaitu mencapai 5 juta ton pertahun. Upaya mengurangi impor terigu maka pengembangan tepung jagung merupakan salah satu solusinya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknologi pengolahan tepung jagung termodifikasi dengan cara fermentasi (penambahan bakteri asam laktat) dan cara enzimatis (penambahan amilase yang berasal dari kecambah kacang hijau), serta mendapatkan produk roti dari tepung jagung termodifikasi. Bahan baku tepung jagung termodifikasi yang digunakan adalah jagung varietas Srikandi putih, dengan karakteristik sebagai berikut: bobot jenis 1,28 g/cm 3, densitas kamba 0,81 g/cm3, warna (L/a/b) 79,94/+0,53/+21,25, dan konduktivitas panas pada suhu 37 oC adalah 0,1422 W/m.k. Pembuatan tepung jagung dengan cara fermentasi, berdasarkan pengamatan komposisi kimia, sifat fungsional tepung dan kualitas rotinya maka perlakuan terbaik adalah perendaman dengan ragi. Sedangkan pembuatan tepung jagung dengan cara enzimatis perlakuan penambahan kacang hijau 10% umur kecambah 3 hari dan diinkubasi selama 36 jam menghasilkan tepung dan produk roti terbaik. Pada penambahan enzim transglutaminase untuk pembuatan roti dari tepung jagung termodifikasi baru mampu pada substitusi 50% terigu. Volume roti 1,91 cm3/gr untuk tepung cara fermentasi dan 1,96 cm3/gr untuk tepung dengan cara enzimatis. Kata Kunci: tepung jagung, bakteri asam laktat, kacang hijau, karakterisasi
Indonesia sudah dapat swasembada jagung, bahkan sudah dapat mengekspornya. Dan pada tahun 2009 swasembada jagung telah berhasil yaitu mencapai 16,7 juta ton Dalam mendukung program ketahanan pangan maka teknologi tepung-tepungan merupakan solusi yang tepat. Program tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi sumber bahan baru (selain gandum) yang digunakan sebagai bahan baku rerotian, mi dan aneka produk pangan lainnya. Sejak 1997 subsidi pemerintah terhadap terigu ditiadakan sehingga harganya sangat melonjak, sedangkan kebutuhan konsumsi terigu terus meningkat. Sampai saat ini kebutuhan terigu nasional mencapai hampir 5 juta ton per tahun di tahun 2008, dan bahkan mendekati 6 juta ton di tahun 2009. Kebutuhan terigu tersebut diantaranya untuk roti 20%, untuk mi (mi instan, mi kering, dan mi basah di industri kecil)
Pendahuluan Dalam perekonomian nasional, jagung adalah penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000 jagung menyumbang Rp 9,4 triliun dan pada tahun 2003 meningkat tajam menjadi Rp 18,2 triliun terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini menunjukkan besarnya peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional pada umumnya. Kerja keras untuk meningkatkan produksi jagung, baik melalui perluasan areal tanam maupun perbaikan teknologi dengan penggunaan benih hibrida dan komposit, telah meningkatkan produksi jagung nasional. Pemerintah mentargetkan pada tahun 2008, 446
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
mencapai 50% dari kebutuhan terigu, dan untuk biskuit dan snak 10%, sisanya untuk kebutuhan rumah tangga. Untuk itu, upaya diversifikasi dengan tepung berbahan lokal perlu dikembangkan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mensubstitusi terigu dengan tepung sumber karbohidrat lokal. Setiap tepung dari sumber karbohidrat lokal mempunyai sifat karakteristik yang berbeda. Misalkan jagung tidak mengandung gluten tetapi mengandung protein. Pada perkembangan penelitian akhirakhir ini telah ditemukan bahwa penambahan enzim pada tepung tepungan dapat memperbaiki kualitas tepung. Penambahan enzim amilase, bakteri asam laktat pada tepung akan meningkatkan pengembangan roti (Rakkar, 2007). Modifikasi tepung jagung secara enzimatik menunjukkan perubahan sifat fisikokimia dan fungsional, kadar amilosa, derajat polimerisasi mengalami penurunan sedangkan gula reduksi dan dekstrosa equivalen mengalami kenaikan. Tekstur tepung termodifikasi lebih halus dibanding tepung aslinya Richana dan Suarni (2007). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tepung jagung untuk pangan dengan meningkatkan kualitas yang mirip terigu yaitu meningkatkan elastisitas adonan untuk pembuatan roti. Dengan demikian perlu dilakukan pengembangan tepung jagung dengan cara memodifikasi diantaranya dengan cara fermentasi dan enzimatis dan pengaruhnya penambahan enzim transglutaminase terhadap kualitas roti yang dihasilkan.
mulai pada Maret sampai Desember 2009. Bahan yang digunakan yaitu jagung varietas Srikandi putih yang diperoleh dari desa Batulayang, Cisarua, Bogor dan kacang hijau diperoleh dari pasar Anyar Bogor. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan tepung jagung termodifikasi yang terdiri atas dua perlakuan yaitu: a) Menambahkan bahan sumber amilase yang berasal dari kecambah kacang hijau. b) Menambahkan bakteri asam laktat pada tepung jagung, lalu diinkubasi pada suhu kamar selama 1, 2 dan 3 hari. Penambahan bateri asam laktat Jagung yang digunakan pada tahap ini yaitu berasan jagung (jagung yang telah disosoh dan dikecilkan ukurannya). Berasan jagung sebanyak 1 kg direndam dengan penambahan bakteri asam laktat selama 2 hari. Bakteri asam laktat yang digunakan yaitu Lactobacillus brevis dan lactobacillus casei (Bimo SP dan Bimo CS) serta bakteri dari mocal (Subagio. 2006) dan ragi tape. Komposisi bakteri 1 g/kg jagung. Setelah perendaman, ditiriskan, dikeringkan kemudian ditepungkan, diayak dan dikemas. Penambahan kacang hijau
amilase
dari
kecambah
Tepung jagung 1 kg dicampur kecambah kacang hijau 100 g, 200 g, dan 300 g. Kecambah kacang hijau diblender terlebih dulu dengan air sebanyak 200 ml. Kemudian dicampurkan ke tepung jagung, diinkubasi pada suhu 50oC selama 24 jam. Kemudian dikeringkan pada panas matahari atau pada suhu 40oC. Setelah kering ditepungkan kembali dan diayak, dikemas.
Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Bangsal Balai Besar Litbang Pascapanen, 447
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Untuk kedua perlakuan a dan b tersebut yang masing-masing dengan 3 level, selanjutnya digunakan untuk substitusi terigu pada pembuatan roti dengan perbandingan tepung jagung termodifikasi dengan terigu adalah 30:70. Pengamatan mutu roti meliputi volume, kekerasan dan uji organoleptik. Hasil terbaik pada masing-masing perlakuan a dan b, dipilih untuk penelitian selanjutnya yaitu aplikasi tepung jagung termodifikasi untuk roti dengan perlakuan enzim transglutaminase. Analisis sifat fisik terhadap tepung meliputi rendemen, derajat putih, penyerapan air dan minyak (metode Sathe dan Salunkhe. 1981) dan sifat amilografi tepung. Rendemen dihitung dengan membandingkan antara berat tepung bobot kering yang diperoleh dengan berat bahan kering asal (AOAC, 1990). Derajat putih diukur dengan Kett whiteness meter dengan standar BaSO4. Nilai derajat putih contoh (%) terbaca pada angka yang ditunjuk oleh jarum pengukuran. pH diukur dengan pH -meter yaitu 2 g contoh dilarutkan dalam 8 ml aquades, lalu ditera. Sifat amilografi tepung ditentukan dengan menggunakan alat Brabender Visco-amylograph (AOAC, 1990) Analisis kimia pada tepung yang dilakukan meliputi kadar air, abu, pati, serat (metode AOAC), amilosa (metode IRRI). Kadar air pada tepung dianalisis menggunakan oven pada suhu 105oC sampai bobot konstan. Kadar abu dianalisis dengan cara pengabuan di dalam tanur, pemanasan dengan suhu 500-600oC selama 6 jam. Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan metode Soxhlet menggunakan hexan sebagai pelarut. Penetapan protein dilakukan dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl. Kandungan serat ditetapkan de-
ngan cara menghidrolisis contoh tepung dengan larutan asam,kemudian dengan larutan basa encer. Penetapan kandungan pati dilakukan dengan cara pencucian air, kemudian HCl dengan pendingin balik dan dilanjutkan dengan penentuan glukosa (metode Anthrone). Berat glukosa yang dikalikan dengan 0,9 merupakan berat pati. Perubahan gula reduksi pada tepung dengan menggunakan DNS. Kadar amilosa ditentukan secara spektrophotometri, dengan larutan stándar amilosa berasal dari amilosa kentang murni. Pengamatan roti meliputi volume spesifik roti, kekerasan dan uji organoleptik. Data volume roti diperoleh dari hasil perkalian rata-rata pengukuran panjang, lebar dan tinggi roti. Pengukuran dilakukan dengan penggaris dan template standar untuk layer roti dari AACC (1976) dan replacement test yang dimodifikasi dengan menempatkan roti dalam suatu wadah yang sudah diketahui volumenya dan dicukupkan volumenya dengan menambah bahan lain (wijen) dan volume roti dihitung sebagai banyaknya wijen yang dipindahkan. Volume spesifik dengan cara menghitung volume roti dibagi berat roti. Kekerasan roti diukur dengan alat Penetrometer. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 3 titik uji. Untuk hasil kekerasan roti pengukuran dirata-ratakan. Penilaian organoleptik terhadap produk roti ataupun roti meliputi aroma, warna , rasa, dan penampakan umum dari sangat suka (1) sampai sangat tidak suka (5), kemudian tekstur dari sangat lembut (1) sampai sangat kasar (5).
448
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
putih dan cerah. Notasi a menyatakan warna kromatik dengan a positif untuk merah dan a negatif untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna khromatik dengan b positif kuning dan b negatif biru. Jagung Srikandi putih mempunyai warna 79.94/+0,53/+21,25, yang berarti dominan putih. Densitas kamba jagung Srikandi putih yaitu 0,81 g/cm3 sedangkan bobot jenisnya 1,28 g/cm3. Bila dibandingkan dengan densitas kamba, bobot jenis jagung lebih besar. Hal ini disebabkan pada pengukuran densitas kamba masih ada rongga yang kosong, sehingga nilai densitas kamba suatu bahan akan lebih rendah dari pada bobot jenisnya.
Hasil dan Pembahasan Karakterisasi fisik bahan baku Bahan baku yang digunakan adalah jagung varietas Srikandi putih, dengan alasan bahwa Srikandi putih berwarna putih, sehingga untuk produk roti lebih diterima karena warna tidak berbeda dengan warna tepung terigu. Disamping itu Srikandi putih merupakan varietas jagung yang tinggi protein dan lengkap asam aminonya. Analisis yang dilakukan terhadap sifat fisik jagung meliputi jumlah biji per kg, dimensi biji jagung, warna biji (metode hunter), densitas kamba, bobot jenis dan konduktivitas panas (Tabel 1).
Tabel 1. Sifat fisik jagung varietas Srikandi putih Karakteristik
Nilai
Karakteristik
Nilai
Jumlah biji per kg
3263 + 8
Warna (L/a/b)
79,94/+0,53/+21,25
Bobot 1000 biji
302,22 + 45,12
Densitas Kamba (g/cm3)
0,81
Dimensi: panjang (mm)
9,88 + 1,45
Bobot Jenis (g/cm3)
1,28
Lebar (mm)
8,20 + 0,99
Konduktivitas panas
0,1422 W/m.K
Tebal (mm)
4,62 + 0,86
pada suhu 37oC Konduktivitas panas didefinisikan sebagai jumlah panas yang mengalir secara konduksi dalam suatu unit waktu melalui luas penampang tertentu yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu. Nilai konduktivitas panas berhubungan dengan ketebalan dari jagung. Semakin tebal jagung maka nilai konduktivitas panasnya semakin kecil. Konduktivitas panas jagung Srikandi putih adalah 0,1422 W/m.K pada suhu 37oC. Pengukuran nilai konduktivitas panas ini diperlukan untuk menentukan suhu dan waktu pengeringan yang diperlukan biji jagung pada pengolahan pascapanennya.
Setiap jenis jagung mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda berpengaruh terhadap jumlah biji per kg jagung. Semakin besar dimensi dan bobot biji jagung maka jumlah jagung per kg semakin kecil. Srikandi putih termasuk biji jagung yang besar dan tebal sehingga jumlah biji per kg rendah. Srikandi putih mempunyai tipe biji dent yaitu bentuk biji menyerupai gigi kuda, dan dimensi panjang dan lebar yang berbeda. Warna jagung yang dinyatakan dengan L/a/b dengan L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatis putih, abu-abu dan hitam. Semakin tinggi L semakin 449
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pembuatan Tepung Jagung Termodifikasi dengan Cara Fermentasi
Dari hasil pengamatan ternyata komposisi kimia antar perlakuan berbeda. Perbedaan kandungan lemak, protein, abu kemungkinan disebabkan karena kadar air yang berbeda. Kadar air berkisar antara 8,56-12,02%, Kadar air tepung jagung termodifikasi dengan cara fermentasi yang dihasilkan sebagian besar telah memenuhi SNI tepung jagung yaitu maksimum 10%. Penelitian lain menunjukan kadar tepung jagung 7,34-8,09% (Sunarti et al. 2007). Kadar air tepung terigu berkisar antara 13-15%, dengan masa simpan setahun. Dengan demikian tepung jagung dengan kadar air 5,83-9,02% tersebut diharapkan memiliki umur simpan lebih dari satu tahun. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral suatu bahan. Makin tinggi kadar abu maka semakin tinggi kandungan mineral yang dimiliki bahan tersebut, yang berpengaruh terhadap nilai gizinya. Kadar abu dari tepung jagung termodifikasi yang dihasilkan berkisar antara 0,25-0,47 % (Tabel 2). Hasil tersebut
Tepung jagung dibuat melalui proses pemecahan (jagung sosoh pecah kulit) kemudian dilakukan perendaman dengan bakteri asam laktat dari Bimo SP, Bimo CS, mocal dan ragi tape kemudian di keringkan dan dilakukan penepungan. Karakteristik Fisiko-Kimia dan Fungsional Tepung Jagung Analisis yang dilakukan terhadap tepung jagung yaitu analisis terhadap sifat fisiko kimia dan sifat fungsional. Sifat kimia meliputi kadar air, abu, lemak, protein serat kasar, karbohidrat, amilosa, pati dan gula pereduksi. Sedangkan sifat fungsional yang diamati meliputi sifat amilografi, absorbsi air dan minyak, swelling power dan kelarutan pada suhu 90oC, kejernihan pasta 1%, dan freeze-thaw stability. Hasil pengamatan komposisi kimia tepung disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tepung jagung termodifikasi dengan cara Fermentasi Tepung
K. air
Abu
Lemak
Protein
Pati
Gula reduksi
Kontrol
11,57
0,41
1,42
5,07
73,38
0,37
SF1
11,80
0,47
1,01
5,25
69,70
2,04
SF2
8,76
0,43
2,85
5,21
72,66
2,63
CF1
11,11
0,32
1,03
5,42
68,13
3,66
CF2
8,56
0,40
2,36
6,43
70,86
4,40
M1
10,12
0,38
2,05
5,86
72,87
0,69
M2
8,93
0,34
3,03
6,84
73,73
0,88
RG1
12,02
0,25
1,02
5,60
72,84
0,80
Kontrol: tepung jagung tanpa perendaman F1, SF2 : Perlakuan perendaman dengan Bimo SF sehari, dan dua hari CF1, CF2: Perlakuan perendaman dengan Bimo CF sehari dan dua hari M1, M2: Perlakuan perendaman dengan Mocal sehari dan dua hari RG1 : Perendaman ragi sehari
450
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
sesuai dengan SNI untuk tepung jagung yaitu kadar abu maksimum 1,5%. Dari hasil analisis kadar lemak tepung jagung termodifikasi dengan cara fermentasi adalah 1,01-3,03 %. Lama perendaman sedikit menurunkan kadar lemaknya. Hasil penelitian Sunarti et al. (2007) kadar lemak tepung jagung Srikandi Putih 6,49%, sedikit lebih tinggi dibanding hasil penelitian ini. Singh et al. (2009) dan Alexander, (1987) melaporkan kandungan lemak berturut-turut adalah 1.4-4.1% dan 2%. Tepung jagung diharapkan mempunyai kadar protein tinggi. Hal ini berkaitan dengan penggunaan tepung sebagai bahan pangan dan pakan sehingga tidak memerlukan bahan substitusi lagi dalam aplikasinya. Hasil analisis protein dari tepung termodifikasi berkisar antara 5,07-6,84 %. Hasil ini cukup rendah karena varietas Srikandi Putih seharusnya antara 10%. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian Alexander (1987)yaitu 5.2%, dan Singh et al. (2009) berkisar antara 5.412.9%. Hal ini kemungkinan pengaruh beberapa faktor saat di pertanaman, antara lain yaitu pemupukan dan iklim. Kandungan pati, selama perendaman terjadi perombakan pati menjadi gula reduksi, dan ternyata hasil penelitian gula reduksi semakin naik, dan pati semakin berkurang. Kenaikan gula reduksi dari perlakuan menggunakan Bimo SF dan Bimo CF sangat tinggi yaitu berkisar 2,04-4,40% dari gula reduksi pada kontrol 0,37%. Sedangkan perlakuan Mocal dan ragi berkisar 0,69-0,88%. Kenaikan gula reduksi yang tinggi diharapkan dapat memperbaiki sifat pati dari tepung sehingga adonan lebih mengembang. Namun adakalanya pembentukan gula reduksi ini tidak banyak diharapkan karena gula reduksi merupakan oligosakarida yang sederhana yang mu-
dah larut diair, sehingga tepung banyak yang hilang. Hal ini perlu diamati rendemen dan hubungannya dengan pengembangan rotinya. Data volume dari semua tepung belum ada yang sebaik terigu (Tabel 3). Hal tersebut disebabkan karena gluten dalam terigu sangat berperana dalam pengembangan roti. Namun demikian ternyata perendaman menggunakan ragi tape mempunyai volume yang mendekati roti dari terigu. Pembuatan Tepung Jagung Termodifikasi dengan cara enzimatis Tepung jagung termodifikasi secara enzimatis yaitu menggunakan kecambah kacang hijau. Dari hasil penelitian sebelumnya kecambah kacang hijau mengandung enzim amilase. Enzim amilase sangat berpengaruh terhadap pengembangan roti. Hasil analisis komposisi kimia tepung jagung termodifikasi dengan cara enzimatis disajikan pada Tabel 4. Penambahan kecambah kacang hijau, disamping meningkatkan kandungan protein juga meningkatkan gula reduksi yang dihasilkan. Fenomena tersebut menandakan bahwa kecambah kacang hijau disamping mengandung protein yang lebih tinggi dibanding jagung, juga menghasilkan amilase yang dapat menghidrolisis pati menjadi oligosakarida lebih sederhana yaitu dengan naiknya gula reduksi. Dalam hal ini gula reduksi tidak menjadi masalah karena tidak dilakukan perendaman. Diharapkan dengan terbentuknya gula reduksi yang tinggi, adonan dari tepung lebih mengembang. Dari hasil sementara roti dari tepung jagung termodifikasi dengan cara enzimatis, ternyata dengan peningkatan kecambah kacang hijau justru menurunkan volume roti 451
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 3. Mutu roti yang dihasilkan dari tepung jagung termodifikasi dengan fermentasi Tepung
Volume (cm3)
Tekstur
Rasa
Aroma
Penilaian Umum
Kontrol
1010
3,40
2,80
2,67
3,00
SF1
1120
3,40
2,87
3,07
3,13
SF2
1050
4,00
3,53
3,53
3,73
CF1
1090
3,33
3,00
2,67
2,93
CF2
1090
3,73
3,67
3,80
3,93
M1
1038
3,13
3,20
3,07
3,13
M2
1130
3,07
3,00
3,40
3,33
RG1
1300
3,27
3,20
3,20
3,40
Terigu
1470
1,73
1,80
2,20
1,60
Kontrol: tepung jagung tanpa perendaman SF1, SF2: Perlakuan perendaman dengan Bimo SF sehari dan dua hari CF1, CF2 : Perlakuan perendaman dengan Bimo CF sehari dan dua hari M1, M2 : Perlakuan perendaman dengan Mocal sehari dan dua hari RG1 : Perendaman ragi sehari
Tabel 4. Komposisi kimia tepung jagung termodifikasi dengan cara Enzimatis Tepung
K.Air
Abu
Lemak
Protein
Pati
Gula reduksi
Jagung 100
10,26
1,53
3,50
9,3
73,62
1,02
J:K= 90:10
5,42
1,64
3,74
15,00
72,96
4,56
J:K= 80:20
6,33
1,93
3,52
14,84
71,43
6,51
J:K=70:30
6,07
1,99
4,47
14,24
69,12
7,03
J= jagung; K= kacang hijau yang dikecambahkan 2 hari
yang dihasilkan. Dengan demikian maka perlu proses enzimatis yang diperpanjang dengan waktu inkubasi sampai 2-3 hari. Selanjutnya penentuan tepung terbaik dari tahap 2 dan 3 yaitu tepung termodifikasi dengan cara fermentasi dan enzimatis, dilakukan pembuatan roti dengan menggunakan enzim transglutaminase. Hasil pengamatan ternyata untuk pembuatan roti dari tepung jagung termodifikasi baru mampu pada substitusi
50% dengan volume spesifik 1,61 - 1,96 cm3/ gr, sedangkan pada substitusi 70% volume spesifik roti masih rendah yaitu 1,36 - 1,51 cm3/gr. Penambahan enzim transglutaminase pada pembuatan roti tersebut tidak banyak berpengaruh. Penelitian ini tidak seperti yang diharapkan. Menurut Moore et al. (2006) enzim transglutaminase dapat meningkatkan elastisitas adonan roti dari tepung jagung dan
452
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 5. Mutu roti yang dihasilkan dari tepung jagung termodifikasi dengan Enzimatis Tepung
Volume (cm3)
Tekstur
Rasa
Aroma
Penilaian Umum
Jagung 100
1010
2,66
2,8
2,93
2,66
J:K= 90:10
1210
3
3,26
2,53
2,8
J:K= 80:20
1190
3,66
3,53
2,8
3,33
J:K=70:30
1170
4,13
3,8
3,46
3,67
Terigu
1470
2
2,2
2,46
2,07
J= jagung; K= kacang hijau yang dikecambahkan 2 hari
Tabel 6. Mutu Roti dari tepung jagung termodifikasi terpilih dengan transglutaminase Tepung
Volume spesifik
Kekerasan
Rasa
Aroma
Warna
Tekstur
Penilaian Umum
T70:Jk30
2,78
148,21
2,93
2,93
3,47
3,07
3,20
T50:Jk50+TGase 0,25
1,86
230,88
3,0
2,53
1,67
2,60
2,47
T50:Jk50+TGase 0,5
1,96
232,49
2,9
2,27
2,40
2,60
2,87
T30:Jk70+TGase 0,25
1,51
237,06
3,5
2,73
2,93
3,53
3,27
T30:Jk70+TGase 0,5
1,36
287,31
3,5
2,87
2,93
3,27
3,27
T70:Jr30
2,87
196,21
2,88
2,88
3,38
3,06
3,00
T50:Jr50+TGase 0,25
1,61
320,71
4,1
3,13
4,00
3,27
3,53
T50:Jr50+TGase 0,5
1,91
356,91
3,9
3,27
4,00
3,07
3,27
T30:Jr70+TGase 0,25
1,48
307,79
4,0
3,80
4,20
3,60
3,60
T30:Jr70+TGase 0,5
1,46
346,32
4,2
3,60
4,00
3,60
3,47
Terigu 100%
3,08
120,43
1,7
1,67
1,67
1,67
1,53
Keterangan: T: terigu, Jk: tepung jagung dengan penambahan kecambah kacang hijau, Jr : tepung jagung dengan perendaman ragi, TGase : enzim transglutaminase Sangat suka, 2. Suka, 3. Netral, 4. Tidak suka, 5. Sangat tidak suka
kentang tanpa terigu. Tetapi hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini. Hal tersebut mungkin karena enzimnya yang sudah tidak baik atau harus ada mesh atau ukuran partikel tepung tertentu atau lebih halus lagi yaitu lolos pada 100 mesh lebih.
Kesimpulan 1. Bahan baku tepung jagung termodifikasi menggunakan varietas Srikandi putih, dengan karakteristik: bobot jenis 1,28 g/cm3, densitas kamba 0,81 g/cm3, warna (L/a/b) 79,94/+0,53/+21,25, dan konduktivitas 453
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
panas pada suhu 37oC adalah 0,1422 W/ m.k. 2. Pembuatan tepung jagung dengan cara fermentasi, berdasarkan pengamatan komposisi kimia, sifat fungsional tepung dan kualitas rotinya, perlakuan terbaik adalah perendaman dengan ragi. Volume roti yang dihasilkan mendekati roti dari terigu. 3. Pembuatan tepung jagung dengan cara enzimatis peningkatan kecambah kacang hijau menurunkan volume roti yang dihasilkan. 4. Penambahan enzim transglutaminase untuk pembuatan roti dari tepung jagung termodifikasi mampu mensubstitusi 50% terigu. Volume roti 1,91 cm3/gr untuk tepung cara fermentasi dan 1,96 cm3/gr untuk tepung dengan cara enzimatis.
Formation in gluten-free bread with application of transglutaminase. J. Cereal. Chem. 83(1):28-36. Rakkar P.S. 2007. Development of a glutenfree commercial bread.Thesis ScholarlyCommons. AUT University. http:// aut.researchgateway.ac.nz/handle Richana N. dan Suarni. 2007. Teknologi Pengolahan Jagung. In Sumarno et al. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. P: 386409. Sathe, K.S., S.S. Des Pandhe dan D.K. Salunkhe. 1982. Functional properties of winged -bean (Psophocarpus telragonolobus. L.DC.) proteins. J.Food Sci 47:503-509. Singh N, R Bedi, R Garg, M Garg and J. Singh. 2009. Physico-chemical, thermal and pasting properties of fractions obtained during three successive reduction milling of different corn types. J.Food Chem Vol : 113 (1):71-77
Daftar Pustaka
Subagio, A. 2006. Ubikayu: Substitusi berbagai tepung-tepungan. Food Review Indonesia. http://www.foodreview. biz/preview.php?view&id=176
Alexander R.J. 1987. Structure and composition. In: S.A. Watson and P.E. Ramstad , Editor, Corn chemistry and technology. American Association of Cereal Chemists, St Paul, MN. P356.
Sunarti, T.C. Riyani, N.A. Permatasari, N. Richana, F.Kasim. 2009. Characteristics of six Indonesia coprn grains and their flours. International Symposium Agricultural Engineering Toward. Sustainable Agriculture in Asia, Bogor, Indonesia.
AOAC. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC:AOAC. Moore, M.M., M Heinbockel, P. Dockery, H.M. Ulmer and E.K. Arendt. 2006. Network
454