PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM MENGGUNAKAN CAMPURAN KARET SIKLO DAN KARET ALAM
Oleh ACHMAD FARIZ SAHLY F34102066
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Achmad Fariz Sahly. F34102066. Pembuatan Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet Alam. Di bawah bimbingan Illah Sailah dan Ary Achyar Alfa. 2006.
RINGKASAN Karet alam sudah lama digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis perekat karena memiliki daya lengket yang baik. Selain itu karet alam juga memiliki daya pantul dan elastisitas yang baik serta kemudahan untuk digiling sehingga karet alam dapat diolah menjadi barang jadi karet. Namun karet alam juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak tahan terhadap panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon. Untuk mengatasi kelemahan karet alam tersebut maka perlu dilakukan modifikasi baik secara fisik melalui pencampuran (blending) atau secara kimia melalui perubahan struktur molekulnya. Salah satu hasil modifikasi karet alam secara kimia adalah karet siklo yang memiliki daya rekat lebih baik dibanding karet alam, ketahanan panas dan ozon, serta beberapa sifat fisika seperti kekerasan, modulus, dan ketahanan kikis yang baik. Karet siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara menggiling karet bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120 oC (Barron, 1948). Menurut Stern (1967) pemanasan karet alam bercampur dengan katalis asam dapat merubah rantai molekul karet alam menjadi struktur seperti cincin, yaitu suatu bentuk karet tersiklisasi. Proses siklisasi menyebabkan berkurangnya jumlah ikatan rangkap yang dimiliki molekul karet alam. Di Indonesia beredar berbagai jenis dan tipe perekat untuk berbagai macam penggunaan yang kebanyakan merupakan produk impor atau berbahan baku impor dan berasal dari karet sintetis dengan harga yang cukup mahal. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan karet siklo sebagai perekat, salah satunya untuk bahan baku pembuatan perekat karet pada logam (rubber to metal bonding). Penambahan bahan ini ditujukan untuk meningkatkan daya rekat dari bahan-bahan yang direkatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah terformulasikannya campuran karet siklo dan karet alam serta bahan-bahan kimia kompon tersebut sehingga dapat menghasilkan perekat karet pada logam yang baik. Penelitian ini terdiri penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan berupa karakterisasi bahan baku lateks pekat berprotein rendah (DPNR) dan proses pembuatan masterbat siklo. Penelitian utama bertujuan membuat perekat karet pada logam dengan beberapa variasi formula, yaitu masterbat siklo 50 (MS-50), masterbat siklo 40 (MS-40), masterbat siklo 30 (MS-30), masterbat siklo 20 (MS-20), masterbat siklo 10 (MS-10), dan dibandingkan dengan perekat komersial sebagai standar. Formula yang dibuat adalah kombinasi antara karet siklo dengan karet alam dan bahan-bahan kimia kompon. Analisis data pada penelitian utama dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal. Karakterisasi lateks pekat DPNR telah memenuhi persyaratan penggunaan lateks sebagai bahan baku pembuatan karet siklo. Hasil pengujiannya yaitu nilai kadar karet kering (KKK) 62 %, kadar jumlah padatan (KJP) 62,52 %, kadar nitrogen 0,03 %, bilangan asam lemak eteris (ALE) 0,123, dan waktu kemantapan mekanik (WKM) < 30 detik. Hasil pengujian viskositas Brookfield adalah 2800
cP untuk MS-50, 2650 cP untuk MS-40, 1750 cP untuk MS-30, 2740 cP untuk MS-20, dan 3710 cP untuk MS-10. Nilai viskositas perekat yang dihasilkan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai viskositas perekat komersial (kontrol) yaitu 124 cP. Pengujian bobot jenis menunjukkan hasil 1,025 g/cm3 untuk MS-50; 1,024 g/cm3 untuk MS-40; 1,021 g/cm3 untuk MS-30; 1,002 g/cm3 untuk MS-20; dan 0,992 g/cm3 untuk MS-10. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi siklo di dalam masterbat maka nilai bobot jenisnya semakin rendah. Nilai bobot jenis yang dihasilkan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai bobot jenis komersial (kontrol) yaitu 0,867 g/cm3. Pengujian daya rekat meliputi uji shear strength dan uji tensile strength. Hasil uji shear strength adalah 2,77 kg/cm2 untuk MS-50; 1,34 kg/cm2 untuk MS40; 3,54 kg/cm2 untuk MS-30; 1,56 kg/cm2 untuk MS-20; 0,91 g/cm3 untuk MS10, dan 3,12 kg/cm2 untuk perekat komersial. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol, untuk pengujian shear strength. Hal ini menunjukkan bahwa karet siklo dapat digunakan sebagai senyawa peningkat daya rekat. Untuk uji tensile strength nilai yang dihasilkan adalah 5,6 kg/cm2 untuk MS-50; 4,63 kg/cm2 untuk MS-40; 5,65 kg/cm2 untuk MS-30; 4,30 kg/cm2 untuk MS-20; 2,37 g/cm3 untuk MS-10; dan 4,12 kg/cm2 untuk perekat komersial. Jika dibandingkan dengan kontrol, daya rekat kelima formula tersebut masih lebih rendah. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo juga tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol, untuk pengujian tensile strength.
Achmad Fariz Sahly. F34102066. Production of Rubber To Metal Bonding by Using Cyclic Rubber and Natural Rubber Mixture. Supervised By Illah Sailah and Ary Achyar Alfa. 2006.
SUMMARY
Natural rubber has been used as resources in many adhesive processing because it has good adhering force. It also has good bounce force, elasticity, and also ease to roll so that natural rubber could processed to be final product. However, natural rubber also has some weakness like undurable to heat, oxidation, ozone, and hydrocarbon solvent. In order to defeat the weakness of natural rubber, it need to modified by physical modification or chemical modification (changing molecule structure) either product of natural rubber modification by chemical modification is cyclised rubber which has better adhering force than natural rubber, durable to heat and ozone, and also some physical properties like hardness, modulus, and abrasion. Cyclised rubber is derivative of natural rubber which made by rolling natural rubber with 5 % sulfuric acid then heating at 120 ºC (Barron, 1948). Stern (1967) said that heating the mixture natural rubber and acid catalysis mixture could change natural rubber molecule chain become cyclised chain. The cyclised processing caused disappear double bond in natural rubber molecule chain. In Indonesia, there are so many adhesive for many purpose, but it was import product or import resources and most of them made from synthetic rubber with expensive price. There is chance for cyclised rubber used to be an adhesive, either as rubber to metal bonding. Cyclised rubber is use as tackifier agent. The purpose of this research is cyclised rubber and natural rubber mixture have already formulated so that resulted a good rubber to metal bonding. This research is consist of preface research and major research. Preface research including the characterization of Deproteinized Natural Rubber (DPNR) latex and processing of cyclised rubber. Major research involve the processing of rubber to metal bonding with some variation formulation, that is cyclised masterbatch 50 (MS-50), MS-40, MS-30, MS-20, and MS-10, also a commercial adhesive as standard of comparison. The formulation is combination between cyclised rubber, natural rubber, and chemical compound materials. Statistical analyze use Completely Randomize Design with Single Factor. Characterization of Deproteinized Natural Rubber (DPNR) latex have been qualified utilization of latex as adhesive resources. The result test that is value of dry rubber content (KKK) 62 %; total solid content (KJP) 62.52 %; nitrogen content 0.03 %; eteric fatty acid number (ALE) 0.123; and mechanical stability time less than 30 seconds. The result of Brookfield viscosity measurement is 2800 cP for MS-50; 2650 cP for MS-40; 1750 cP for MS-30; 2740 cP for MS-20; and 3710 for MS-10, but it lower than Brokkfield viscosity of commercial adhesive that is 124 cP. The result of density measurement is 1.025 g/cm3 for MS-50; 1.024 g/cm3 for MS-40; 1.021 g/cm3 for MS-30; 1.002 g/cm3 for MS-20; and 0.992 g/cm3 for MS-10. It show if concentration of cyclised rubber in masterbatch are lower, so the value of density are lower too. The density
of commercial adhesive is lower than the rubber to metal bonding which made from cyclised rubber and natural rubber mixture, that is 0,867 g/cm3. Adhering force measurement consist of shear strength test and tensile strength test. The result of shear strength test is 2.77 kg/cm2 for MS-50; 1.34 kg/cm2 for MS-40; 3.54 kg/cm2 for MS-30; 1.56 kg/cm2 for MS-20; 0.91 kg/cm2 for MS-10; and 3.12 kg/cm2 for commercial adhesive. Based on statistical analyze, it known that adhering force of adhesive that made from cyclised rubber is not significant with adhering force of commercial adhesive, for shear strength test. It show that cyclised rubber could use as tackifier agent. The result of tensile strength test is 5.60 kg/cm2 for MS-50; 4.63 kg/cm2 for MS-40; 5.65 kg/cm2 for MS-30; 4.30 kg/cm2 for MS-20; 2.37 kg/cm2 for MS-10; and 4.12 kg/cm2 for commercial adhesive. The adhering force of adhesive that made from cyclised rubber is lower than adhering force of commercial adhesive. Based on statistical analyze, it known that adhering force of adhesive that made from cyclised rubber is not significant with adhering force of commercial adhesive, for tensile strength test.
PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM MENGGUNAKAN CAMPURAN KARET SIKLO DAN KARET ALAM
Oleh ACHMAD FARIZ SAHLY F34102066
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMBUATAN PEREKAT KARET PADA LOGAM MENGGUNAKAN CAMPURAN KARET SIKLO DAN KARET ALAM
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ACHMAD FARIZ SAHLY F34102066
Lahir di Jember, 24 Juli 1984 Tanggal lulus : 16 Oktober 2006
Menyetujui, Bogor, November 2006
Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS.
Ir. H. Ary Achyar Alfa, MSi.
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember, pada tanggal 24 Juli 1984 sebagai anak ketiga dari ayah H. Sahilun A. Nasir dan ibu Hj. Liliek Istiqomah. Penulis menempuh pendidikan di TK Al Amien Jember (1988 – 1990), MIMA KH. Shiddiq Jember (1990 – 1996), SLTP Negeri 1 Jember (1996 – 1999), SMU Negeri 1 Jember (1999 – 2002). Pada tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menjadi mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) periode 2003-2004 sebagai Staf Departemen Profesi, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM Fateta) periode 20042005 sebagai Kepala Biro Pendidikan dan Pelatihan, dan Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor (IMJB) selama 2002-2006. Semasa kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar tahun ajaran 2004-2005 dan mata kuliah Mengggambar Teknik tahun ajaran 2005-2006. Penulis juga pernah memperoleh beasiswa Djarum Bakti Pendidikan dari PT. Djarum untuk periode 2004-2005 dan 2005-2006. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Lapang di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung dengan judul ” Aspek Teknologi Proses dan Pengawasan Mutu Susu Pasteurisasi di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung ”. Penulis menulis
skripsi yang berjudul “ Pembuatan
Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet Alam “ bekerjasama dengan Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pembuatan Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet Alam” merupakan hasil karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, November 2006 Yang Membuat Pernyataan,
ACHMAD FARIZ SAHLY F34102066
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pembuatan Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet Alam “. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang dalam, kepada orang-orang yang telah banyak memberikan dorongan, bantuan, dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 1. Ayah Sahilun A. Nasir dan Ibu Liliek Istiqomah, atas do’a, nasehat dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. 2. Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya kepada penulis selama penyelesaian studi di TIN. 3. Ir. H. Ary Achyar Alfa, MSi, selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi. 4. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji yang telah banyak memberi arahan dan masukan pada penulis. 5. Henry Prastanto, ST. yang telah membimbing dalam melakukan penelitian dan memberi banyak arahan serta masukan pada penulis. 6. Mas Faiz, Mbak Dyah, Mbak Lia, Mas Arief, Ira, Nami, Afa, serta keluarga besar H. Shodiq Mahmud atas doa, dorongan semangat dan kasih sayang serta bantuan moril dan materiil yang sangat berharga kepada penulis. 7. Dosen-dosen Departemen TIN atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis. 8. Mas Arief, Mas Irfan, Mas Adi, Mbak Desi, Mbak Woro, Mbak Tri, Syarief, Rizal, Pak Ridwan, Teh Yati, Pak Nata, Pak Aos, Repal, Pak Endang, Pak Muchtar, Pak Wawan, Pak Yayan M., Pak Mamat, Pak Iis, Pak Yayan S., Pak Asep S. Teh Vera, Mas Aris, Mas Rudi, serta pimpinan dan staf BPTK yang
i
tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan kepada penulis selama penelitian berlangsung. 9. Makki, Harti, Bingar, Elly, Diah, Novi, Tantri, Mia, Nining, dan Fadil atas kebersamaan dan kekompakannya selama mengerjakan penelitian. 10. Sahabat-sahabatku: Bandung, Kadek, Yulizar, Yannita, Kaspar, dan Suparlan atas dukungan dan persahabatannya, semoga tetap kompak dan ceria. 11. Rekan-rekan TIN 39 atas dukungan, persahabatan, dan kebersamaannya. 12. Staf Departemen TIN dan staf AJMP atas kerja sama serta bantuannya untuk kelancaran urusan administrasi dan akademik. 13. Manajemen PT. Djarum atas kesempatan memperoleh beasiswa dan mengikuti program-program pengembangan pendidikannya. 14. Rekan-rekan Beswan Djarum atas persahabatannya. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan tulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, November 2006
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vii
I. PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang ..............................................................................
1
B. Tujuan Penelitian ..........................................................................
3
C. Manfaat Penelitian ........................................................................
3
D. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
4
A. Perekat ...........................................................................................
4
B. Karet Alam ....................................................................................
5
C. Karet Siklo ....................................................................................
8
D. Mekanisme Perekatan ...................................................................
10
E. Pengomponan ................................................................................
12
F. Mastikasi dan Pencampuran Kompon ...........................................
15
G. Vulkanisasi ....................................................................................
16
III. METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................
18
A. Bahan dan Alat ..............................................................................
18
B. Metode Penelitian .........................................................................
19
1. Penelitian Pendahuluan .............................................................
19
2. Penelitian Utama .......................................................................
22
C. Rancangan Percobaan ...................................................................
25
D. Persiapan Pengujian Daya Rekat ..................................................
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
28
A. Penelitian Pendahuluan .................................................................
28
1. Karakteristik Lateks DPNR ......................................................
28
2. Pembuatan Karet Siklo ..............................................................
31
iii
B. Penelitian Utama ...........................................................................
35
1. Pengomponan ............................................................................
35
2. Pembuatan Perekat ....................................................................
38
3. Viskositas Perekat .....................................................................
40
4. Bobot Jenis ................................................................................
41
5. Daya Rekat ................................................................................
42
a. Uji Shear Strength. ................................................................
42
b. Uji Tensile Strength...............................................................
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
47
A. Kesimpulan ...................................................................................
47
B. Saran..............................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
49
LAMPIRAN ..............................................................................................
52
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi lateks alam segar .......................................................
6
Tabel 2. Komposisi karet alam..................................................................
7
Tabel 3. Komposisi masterbat siklo ..........................................................
22
Tabel 4. Formulasi kompon perekat..........................................................
23
Tabel 5. Urutan dan waktu pencampuran bahan untuk pembuatan kompon
24
Tabel 6. Hasil uji kadar karet kering (KKK) lateks kebun .......................
28
Tabel 7. Jumlah penambahan emulgen dan papain pada lateks kebun .....
29
Tabel 8. Karakterisasi lateks pekat DPNR ................................................
30
Tabel 9. Jumlah penambahan emulgen dan asam sulfat pada lateks pekat DPNR serta kondisi pencampuran ....................................
32
Tabel 10. Kadar asam dalam dispersi karet siklo ......................................
34
Tabel 11. Kondisi penggilingan kompon ..................................................
37
Tabel 12. Kondisi pelarutan kompon perekat ...........................................
39
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren .......................................
6
Gambar 2. Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo.........
9
Gambar 3. Mekanisme vulkanisasi karet alam .........................................
17
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan masterbat siklo .....................
20
Gambar 5. Diagram alir pembuatan perekat .............................................
25
Gambar 6. Viskositas Brookfield perekat .................................................
40
Gambar 7. Bobot Jenis Kompon Perekat ..................................................
41
Gambar 8. Hasil uji shear strength ...........................................................
43
Gambar 9. Hasil uji tensile strength..........................................................
44
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Karet Kering ..............................
53
Lampiran 2. Pengujian Kadar Jumlah Padatan .........................................
54
Lampiran 3. Penetapan Kadar Nitrogen ....................................................
55
Lampiran 4. Pengujian Bilangan Asam Lemak Eteris ..............................
56
Lampiran 5. Pengujian Waktu Kemantapan Mekanis...............................
57
Lampiran 6. Uji shear strength dan uji tensile strength............................
58
Lampiran 7. Bobot jenis perekat dan viskositas Brookfield .....................
59
Lampiran 8. Data pengujian viskositas Brookfield ...................................
60
Lampiran 9. Data pengujian bobot jenis kompon perekat ........................
61
Lampiran 10. Data pengujian shear strength ............................................
62
Lampiran 11. Data pengujian tensile strength ..........................................
63
Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji shear strength ..............................
64
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji tensile strength.............................
65
vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet alam sudah lama digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis perekat karena memiliki daya lengket yang cukup baik. Perekat dikenal sejak tahun 1930-an dan menjadi solusi terhadap masalah perekatan. Penggunaan perekat semakin meningkat setelah teknikteknik penyambungan lainnya (paku, solder, sekrup, las, dan sebagainya) menimbulkan distorsi, korosi, dan efek-efek negatif lainnya. Pengertian perekat menurut Shields (1970) adalah suatu bahan yang dapat menyatukan bahan-bahan lainnya melalui ikatan permukaan. Di Indonesia beredar berbagai jenis dan tipe perekat untuk berbagai macam penggunaan yang kebanyakan merupakan produk impor atau berbahan baku impor dan berasal dari karet sintetis dengan harga yang cukup mahal. Berdasarkan data statistik, pada tahun 2005 Indonesia mengimpor perekat sebanyak 375.937.200 kg atau senilai US$ 132,84 juta dan pada periode Januari – April 2006 sebanyak 120.841.000 kg atau senilai US$ 42,7 juta. Pada periode Januari – April 2005 impor perekat sebanyak 118.577.000 kg atau senilai US$ 41,9 juta (BPS, 2006). Data tersebut menunjukkan peningkatan jumlah impor perekat sehingga diperlukan suatu alternatif bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku perekat guna mengurangi ketergantungan impor perekat. Karet alam digolongkan ke dalam kelompok elastomer untuk penggunaan umum karena mempunyai beberapa keunggulan sifat seperti daya pantul, daya lengket dan elastisitas yang baik serta kemudahan untuk digiling sehingga karet alam dapat diolah menjadi barang jadi karet. Namun karet alam juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak tahan terhadap panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon. Selain itu penggunaan karet alam sebagai perekat alternatif masih belum memenuhi harapan karena daya rekatnya lebih lemah daripada perekat impor atau yang berbahan baku impor sehingga lebih banyak digunakan untuk merekatkan benda yang ringan. Kelemahan ini disebabkan karet alam mempunyai beberapa ikatan rangkap
dalam struktur molekulnya, disamping juga mengandung sejumlah bahan non karet. Dalam rangka mengatasi kelemahan karet alam tersebut maka perlu dilakukan modifikasi baik secara fisik melalui pencampuran (blending) atau secara kimia melalui perubahan struktur molekulnya. Salah satu hasil modifikasi karet alam secara kimia adalah karet siklo. Karet siklo memiliki keunggulan dalam hal daya rekat yang lebih baik dibanding karet alam, ketahanan panas, serta beberapa sifat fisika seperti kekerasan, modulus, dan ketahanan kikis yang tinggi. Karet siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara menggiling karet bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120 oC (Barron, 1948). Karet siklo berbentuk seperti resin serta memiliki sifat rekat yang baik terhadap logam dan permukaan licin lainnya. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan karet siklo sebagai perekat yang selama ini masih didominasi oleh produk impor. Salah satu pemanfaatan karet siklo sebagai perekat adalah untuk bahan baku pembuatan perekat karet pada logam (rubber to metal bonding). Kekuatan daya rekat yang dimiliki oleh karet siklo diduga mampu merekatkan karet pada permukaan logam. Perekat karet pada logam komersial yang beredar di Indonesia saat ini masih diimpor dan harganya sangat mahal. Permasalahan ini mengakibatkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Penggunaan karet siklo sebagai bahan baku dalam pembuatan perekat karet pada logam merupakan alternatif karena memiliki daya lengket yang lebih baik dibandingkan dengan karet alam dan biaya pembuatan yang relatif murah. Perekat karet pada logam komersial tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu primer dan sekunder. Primer digunakan pada permukaan logam yang telah dibersihkan, sedangkan sekunder digunakan untuk merekatkan karet pada logam selama proses vulkanisasi karet tersebut. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mia Maysarah (2004) menunjukkan bahwa penggunaan campuran karet siklo dan karet alam dengan penambahan resin dalam pembuatan perekat karet pada logam telah dapat menghasilkan daya lekat yang cukup baik. Penggunaan resin, yang tergolong
2
ke dalam karet sintetis, menyebabkan tingginya biaya produksi karena harganya mahal. Dalam penelitian ini dicoba untuk membuat perekat karet pada logam menggunakan campuran karet siklo dan karet alam tanpa penambahan resin untuk menurunkan biaya produksi dari perekat tersebut.
B. Tujuan Penelitian Perekat karet pada logam dibuat dengan mencampurkan karet siklo dan karet alam serta bahan-bahan kimia kompon. Tujuan dari penelitian ini adalah terformulasikannya campuran karet siklo dan karet alam serta bahan-bahan kimia kompon tersebut sehingga dapat menghasilkan perekat karet pada logam yang baik.
C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendapatkan formulasi yang baik dalam pembuatan perekat karet pada logam untuk skala laboratorium. 2. Berkurangnya biaya produksi dalam pembuatan perekat karet pada logam dengan digunakannya campuran karet siklo dan karet alam sebagai alternatif bahan baku. 3. Keberhasilan hasil penelitian ini dalam memanfaatkan campuran karet alam dan karet siklo sebagai bahan baku pembuatan perekat diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor terhadap perekat karet pada logam.
D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi proses pembuatan karet siklo dan perekat karet pada logam serta karakterisasi sifat-sifat produk yang dihasilkan. Karakterisasi sifat-sifat produk terdiri atas pengujian sifat kimia untuk bahan baku perekat serta pengujian sifat fisik untuk perekat dan pengaplikasian perekat.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perekat Tanaman karet merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan Indonesia yang memiliki kemajuan berarti. Salah satu pemanfaatan karet yang sudah lama dikenal adalah perekat (adhesives). Menurut Wake (1976) karet alam hasil sadapan dari pohon karet Hevea brasilliensis yang dikenal saat ini merupakan salah satu jenis perekat alami yang telah lama digunakan sebagai perekat atau bahan baku perekat golongan perekat berkaret (rubbery adhesive). Manfaat perekatan adalah dapat menyambungkan atau menyatukan dua bahan sehingga mampu bertahan untuk waktu yang lama. Keuntungan penggunaan perekat diantaranya memudahkan penyambungan bentuk yang rumit,
dapat
menyambungkan
menyambungkan bahan
dengan
beberapa ketebalan
komponen berbeda,
sekaligus,
meminimumkan
penambahan bobot bahan-bahan yang disatukan sekaligus menyeragamkan distribusi tekanan pada bahan-bahan yang direkatkan (Shields, 1970). Perekat yang beredar di pasaran terdiri atas bermacam-macam jenis disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya. Berdasarkan penggunaannya perekat dibedakan atas perekat kayu, perekat kertas, perekat plastik, perekat keramik, perekat untuk bahan gelas, perekat karet pada logam (rubber to metal bonding), dan perekat serba guna. Beberapa jenis perekat tahan terhadap kelembaban, bahan kimia, panas, oksidasi, ozon, dan tekanan. Perekat adalah suatu bahan yang dapat menyatukan bahan-bahan lainnya melalui ikatan permukaan (Shields, 1970). Perekatan didefinisikan sebagai peristiwa tarik menarik antara molekul-molekul dari dua permukaan. Perekatan terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara perekat dengan benda yang direkat serta karena adanya gaya tarik menarik antara molekulmolekul perekat itu sendiri (Houwink dan Salomon, 1965). Berdasarkan cara mengerasnya, perekat dapat digolongkan atas dua golongan, yaitu perekat termoplastik dan perekat termoset. Perekat termoplastik adalah perekat yang mengeras dalam keadaan dingin dan akan
melembek jika dipanaskan, sedangkan perekat termoset adalah perekat yang mengeras bila dipanaskan dan akan tetap keras bila didinginkan (Shield, 1970). Perekat karet pada logam komersial yang beredar di Indonesia saat ini masih diimpor dan harganya mahal. Pada perekat karet pada logam diperlukan suatu bahan yang dapat merekatkan karet atau elastomer pada permukaan logam
(bonding
agents).
Penambahan
bahan
ini
ditujukan
untuk
meningkatkan daya rekat dari bahan-bahan yang direkatkan. Salah satu bahan peningkat daya rekat adalah karet siklo (cyclised rubber). Wake (1976) menyatakan bahwa fungsi perekat secara jelas harus mampu mengisi ruang-ruang dari permukaan bahan yang direkat dan menggantikan udara yang terjebak pada interfase. Menurut Shields (1970) perekat dapat berikatan lebih baik pada permukaan yang kasar daripada permukaan halus. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi perekatan adalah jenis bahan yang akan direkat, pemilihan jenis perekat, metode penyiapan, dan pengawasan terhadap proses perekatam.
B. Karet Alam Tanaman karet (Hevea brasilliensis) yang merupakan sumber utama penghasil lateks dan dibudidayakan secara luas. Menurut Subramaniam (1987), lateks karet alam mengandung partikel hidrokarbon karet dan substansi non-karet yang terdispersi dalam fase cairan serum. Kandungan hidrokarbon karet dalam lateks diperkirakan antara 30-45 persen tergantung klon tanaman dan umur tanaman. Substansi non-karet terdiri atas protein, asam lemak, sterol, trigliserida, fosfolipid, glikolipid, karbohidrat, dan garamgaram anorganik. Senyawa protein dan lemak ini menyelubungi lapisan permukaan dan sebagai pelindung partikel karet. Komposisi dari lateks disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Komposisi lateks alam segar Komponen Karet Protein Karbohidrat Lemak Glikolipid+fosfilipid Garam anorganik Lainnya Air Sumber : Subramaniam (1987)
Persentase (%) 36 1,4 1,6 1,0 0,6 0,5 0,4 58,5
Lateks hasil penyadapan dinamakan lateks kebun. Lateks kebun ratarata memiliki kadar karet kering (KKK) 30-45 persen. Variasi KKK-nya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur tanaman, musim, dan tenggang waktu setelah penyadapan. Tanaman yang lebih tua menghasilkan lateks dengan KKK yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman muda. Pada musim penghujan lateks cenderung lebih encer (Subramaniam, 1987). Karet alam adalah hidrokarbon yang merupakan makromolekul poliisopren (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor. Poliisopren mempunyai bobot molekul berkisar antara 400.000 – 1.000.000. Rantai poliisopren ini membentuk konfigurasi cis dengan susunan ruang yang teratur sehingga rumus kimianya adalah 1,4 cis-poliisopren. Karet yang mempunyai susunan ruang yang teratur memiliki sifat kenyal (elastis). Sifat kenyal dari karet berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet (Morton, 1963). Rumus bangun dari karet alam dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :
CH3
H
CH3 C=C
C=C CH2
H
CH2
CH2
CH2
n
Gambar 1. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren (Morton, 1963)
Menurut Subramaniam (1987), karet alam tidak seluruhnya terdiri dari hidrokarbon karet, tetapi juga mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet
6
seperti lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan organik, dan lain-lain. Komposisi bahan-bahan karet alam adalah seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi karet alam Komponen Karet Protein Karbohidrat Lemak Glikolipid+fosfilipid Garam anorganik Lainnya Sumber : Subramaniam (1987)
Persentase (%) 93,7 2,2 0,4 2,4 1,0 0,2 0,1
Selain hidrokarbon karet, lateks alam juga mengandung beberapa bahan non karet terutama protein. Beberapa bahan non karet tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap sifat produk akhir barang karet, tetapi keberadaan protein kurang menguntungkan karena sifatnya yang polar dan bersifat hidrofilik menyebabkan karet yang mengandung protein yang lebih banyak, relatif lebih menyerap air sehingga sifat dinamik barang jadi karetnya lebih buruk (John dan Sin, 1974). Juga diketahui bahwa protein dalam lateks alam dapat memacu peningkatan kandungan gel, yang akan menghambat kemampuan memodifikasi karet alam (Gelling, 1991). Menurut Yapa dan Lionel (1980) sifat dinamis barang jadi karet dapat ditingkatkan apabila kandungan proteinnya dikurangi. Kandungan air tinggi dalam karet alam juga akan menurunkan efisiensi mastikasi dan menghasilkan kompon dengan viskositas Mooney tinggi. Menurut Tanaka dan Kawahara (1996) serta Nakade et al. (1997) , karet alam yang dikurangi proteinnya juga lebih mudah diproses, mempunyai stabilitas mekanis yang lebih tinggi, serta dapat mengurangi efek alergi dari karet alam. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja siklisasi, maka kandungan protein dalam lateks yang akan digunakan sebagai bahan baku siklisasi harus dikurangi semaksimal mungkin. Karet alam digolongkan ke dalam elastomer untuk penggunaan umum karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis dan tipe barang jadi
7
karet. Penggunaannya sebagai bahan baku barang jadi karet sangat disukai dikarenakan keunggulan sifat-sifatnya seperti daya pantul, elastisitas, daya lengket, dan daya cengkeram yang baik serta mudah untuk digiling. Selain itu karet alam juga memiliki beberapa sifat mekanik yang baik antara lain memiliki tegangan putus, ketahanan sobek, dan ketahanan kikis yang baik, sehingga karet alam merupakan elastomer pilihan. Namun demikian karet alam juga memiliki beberapa kekurangan yaitu sifat-sifatnya yang tidak konsisten dan warnanya bervariasi dari kuning hingga coklat gelap, serta tidak tahan terhadap panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan baku barang jadi karet khususnya yang tahan minyak, panas dan oksidasi (Arizal, 1989).
C. Karet Siklo Karet siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara menggiling karet bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120 oC (Barron, 1948). Menurut Stern (1967) pemanasan karet alam bercampur dengan katalis asam dapat merubah rantai molekul karet alam menjadi struktur seperti cincin, yaitu suatu bentuk karet tersiklisasi. Proses siklisasi akan menghilangkan atau mengurangi jumlah ikatan rangkap yang dimiliki molekul karet alam dan dihasilkan karet siklo berbentuk seperti resin. Menurut Veersen (1951), mekanisme reaksi siklikasi karet alam berhubungan dengan protonisasi ikatan rangkap secara acak. Pada tahap pertama akan terbentuk ion karbonium dikarenakan adanya donor proton yaitu asam sulfat atau katalis yang bersifat asam lainnya. Pada tahap kedua, ion karbonium yang tidak stabil tersebut akan tersiklikasi membentuk struktur monosiklik atau polisiklik. Pada karet siklo dengan struktur monosiklik masih tersisa ikatan rangkap sebanyak 50 persen dari jumlah awal ikatan rangkap dalam karet alam, sedangkan pada struktur polisiklik masih tersisa sekitar 25 persen ikatan rangkap. Perubahan struktur karet pada saat reaksi siklikasi dapat dilihat pada Gambar 2.
8
CH3
CH3
H
H
C C CH2 CH2
C C CH2 CH2
Poliisoprena
CH2
CH2
CH3 C
CH2
katalis panas
CH2 CH 3 + CH2 C CH2 CH2 CH2 CH 3 +C CH2 CH2 +C CH2 CH2 CH CH2 CH2 3 +C H3C CH +C CH2 2 CH2 CH2 CH2 CH2 H3C CH +C 2 CH3 siklikasi CH2
CH2 CH CH CH CH2 3 CH2 C C CH2 CH CH3 CH CH CH2 H3C CH2 C C CH2 CH2 C CH CH2 H3C C CH2 CH2 H3C
Gambar 2. Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo (Veersen, 1951)
Siklisasi karet padat merupakan metode pembuatan karet alam siklik yang pertama kali dikenal yaitu sejak tahun 1925, diikuti siklisasi pada larutan karet dan terakhir pada tahun 1947 mulai dikembangkan metode siklisasi lateks pekat. Masing-masing metode menghasilkan penampakan dan sifat karet alam siklik yang berbeda-beda karena pencapaian derajat siklisasinya tidak sama. Untuk negara penghasil lateks karet alam seperti Indonesia teknologi siklisasi pada lateks lebih menguntungkan karena ketersediaan bahan baku. Rujukan yang membahas metode siklisasi lateks masih sedikit bila dibandingkan dengan dua metode siklisasi lainnya (Alfa, 2003). Pada prinsipnya, baik proses siklisasi lateks maupun larutan karet, akn terjadi perubahan struktur molekul karet alam dari rantai poliisopren yang lurus menjadi rantai siklik, yang diikuti dengan berkurangnya ikatan rangkap pada fraksi monomer isopren. Pada akhir siklisasi masih terdapat sejumlah ikatan rangkap yang jumlahnya tergantung pada derajat siklisasi produk. Pencapaian derajat siklisasi produk tersebut dipengaruhi oleh metode siklisasi atau jenis bahan baku dan jenis katalis yang digunakan (Alfa dan Syamsu, 2004).
9
Teknologi siklisasi pada lateks menghasilkan produk (cyclotex) berupa serbuk putih. Bentuk fisiknya yang berupa tepung ini menyebabkan cyclotex juga relatif lebih mudah dicampur dengan karet pada saat penggilingan dan masih dapat divulkanisasi. Hal ini menjadi keunggulan cyclotex untuk dimanfaatkan sebagi pengeras atau pengkaku barang jadi karet. Selain itu karena sifatnya yang mudah didispersikan dalam air, maka cyclotex dapat dengan mudah dijadikan masterbat siklo, yaitu campuran karet siklo dan karet alam, yang mana pencampurannya dilakukan dalam fase lateks (Alfa dan Syamsu, 2004). Mencermati kemudahan larut dalam pelarut organik, cyclotex lebih sukar larut karena hanya sebagian yang larut dan sebagian lainnya membentuk jel. Besarnya molekul hidrokarbon siklik karet siklo diduga berpengaruh terhadap kemudahan larutnya. Sebagian cyclotex hanya membentuk jel dalam pelarut karena molekulnya lebih besar. Namun keadaan tersebut memberikan keuntungan lain pada cyclotex karena jel yang telah dikeringkan akan membentuk lapisan yang keras, sehingga dengan daya rekat karet siklo yang baik, cyclotex sangat sesuai digunakan sebagai bahan perekat untuk merekatkan permukaan yang keras seperti logam dan kayu (Alfa dan Syamsu, 2004).
D. Mekanisme Perekatan 1. Teori Perekatan Peristiwa perekatan tidak terlepas dari adanya pengaruh gaya elektron pada bahan-bahan yang saling direkat. Gaya elektron ini dikenal dengan Gaya Van der Waals, yaitu gaya yang timbul karena konfigurasi elektron dari suatu molekul memungkinkan molekul tersebut untuk memiliki momen dipol secara instan meskipun molekul tersebut tidak memiliki momen listrik permanen. Momen dipol ini kemudian menyebabkan terbentuknya suatu momen dipol pada molekul lain dan melahirkan gaya tarik menarik melalui interaksi antara kedua dipol tersebut (Wake, 1976). Wake (1976) menyatakan lebih lanjut bahwa pada saat perekatan terjadi interaksi antara bahan-bahan yang direkatkan. Kondisi perekatan
10
tercapai ketika perekat telah mengeras meskipun bahan yang direkatkan berbeda jenis sehingga diperlukan beban untuk memisahkannya. Perekatan dapat terjadi karena mengerasnya cairan perekat yang masuk ke dalam struktur bahan yang direkat. Karakteristik perekat peka tekanan adalah sifat kohesifnya yang lebih dominan. Ketika perekat peka tekanan dipisahkan dari permukaan suatu benda maka tidak terdapat sisa bahan perekat pada permukaan benda tersebut. Hal ini membuktikan bahwa perekat peka tekanan memiliki sifat kohesi yang lebih dominan dibandingkan dengan sifat adhesinya (Wake, 1976)
2. Teknik Perekatan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perekatan antara lain jenis bahan yang kana direkat, pemilihan perekat, metode penyiapan, dan pengaplikasian perekat. Jenis perekat yang digunakan harus sesuai dengan bahan yang akan direkat. Perekat yang tidak sesuai dengan bahan yang akan direkat dapat menyebabkan kerusakan baik pada sambungan (daerah rekatan) maupun pada bahan yang direkat (Shields, 1970). Bahan-bahan yang akan direkatkan mempunyai cara penyiapan permukaan yang berbeda-beda tergantung pada bahan yang direkatkan, kondisi perekatan, jenis perekat, kondisi perlakuan, dan biaya proses. Keberadaan kotoran di permukaan bahan dapat mengurangi kekuatan daya rekat dari perekat. Kotoran tersebut dapat dihilangkan melalui prosedur penyiapan permukaan bahan agar diperoleh derajat kontak perekat-bahan yang optimal (Shields, 1970). Secara umum terdapat dua jenis perlakuan yaitu perlakuan kimiawi dan perlakuan mekanis. Perlakuan kimiawi mengubah keadaan sifat fisik kimia untuk menambah perekatan spesifik seperti penghilangan lemak pada permukaan bahan yang akan direkatkan. Penghilangan lemak dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dan terkadang perlakuan asam. Cara pengasaran menggunakan sikat, ampelas, atau gerinda dilakukan untuk menghilangkan kontaminasi pada permukaan yang mungkin menghalangi
11
pembasahan permukaan oleh perekat. Perlakuan pengasaran pada permukaan ini menyebabkan perekatan mekanis. Perekatan mekanis dilakukan ketika metode secara kimiawi tidak dapat digunakan (Shields, 1970).
E. Pengomponan Kompon karet merupakan campuran karet mentah dengan bahan kimia karet. Pembuatan kompon karet adalah ilmu dan seni untuk menseleksi dan mencampur jenis karet mentah dan jenis bahan kimia karet, sehingga diperoleh kompon karet yang setelah dimasak dapat dihasilkan barang jadi karet dengan sifat-sifat fisik yang dibutuhkan (Abednego, 1990). Menurut Alfa (2002) bahan kimia karet dapat digolongkan atas fungsinya selama vulkanisasi yang secara umum dikelompokkan atas bahan kimia pokok, bahan kimia tambahan dan bahan penunjang. Bahan kimia pokok adalah bahan kimia yang harus ada dalam setiap kompon karet diantaranya karet mentah, bahan pemvulkanisasi, pencepat, penggiat, pengisi dan pelunak. Bahan kimia tambahan adalah bahan yang hanya ditambahkan pada pengolahan barang jadi karet tertentu atau ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan kompon karet. Bahan penunjang berfungsi sebagai penunjang atau penguat yang memberikan kekuatan pada bagian suatu barang jadi karet. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan kompon perekat antara lain : 1. Bahan pelunak Plasticizer atau softening agent atau bahan pelunak merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam formula perekat untuk meningkatkan kelenturan dan memudahkan pekerjaan. Menurut Alfa (2002), bahan pelunak adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam karet mentah selama proses pembuatan kompon karet dengan tujuan untuk melunakkan karet dan memudahkan pencampuran bahan-bahan kimia karet. Tujuan lain penambahan bahan pelunak adalah untuk mempersingkat waktu dan
12
menurunkan suhu, mencegah scorch, serta memudahkan pemberian bentuk barang jadi karet.
2. Bahan pengisi Bahan pengisi ditambahkan ke dalam kompon karet dalam jumlah besar dengan tujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan memperbaiki karakteristik pengolahan. Menurut Alfa (2002), bahan pengisi dibagi atas dua golongan, yaitu golongan bahan pengisi tidak aktif dan golongan bahan pengisi aktif atau bahan penguat. Bahan pengisi aktif akan meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikis, dan tegangan putus pada produk karetnya. Penambahan pengisi tidak aktif hanya akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan barang jadi karet, sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang. Bahan pengisi aktif contohnya antara lain karbon hitam, silika, aluminium silikat, dan magnesium silikat. Contoh bahan pengisi tidak aktif antara lain kaolin, berbagai jenis tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit (Abednego, 1990).
3. Bahan antidegradasi Untuk melindungi barang jadi karet yang tidak tahan terhadap ozon atau oksidasi, maka ke dalam komponnya perlu ditambahkan suatu bahan yang berfungsi sebagai antiozonan dan antioksidan, yang secara umum dikenal sebagai antidegradan. Antioksidan umumnya digunakan dalam jumlah relatif kecil yaitu antara 1 – 2 bagian per seratus karet (Alfa, 2002).
4. Bahan pemvulkanisasi Proses vulkanisasi hanya dapat terjadi apabila di dalam kompon karet terdapat bahan pemvulkanisasi. Menurut Alfa (2002), vulkanisasi adalah proses perubahan sifat karet dari yang semula lemah bersifat plastis menjadi kuat bersifat elastis. Bahan pemvulkanisasi adalah sejenis bahan kimia karet yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada
13
proses vulkanisasi, membentuk ikatan silang antar molekul karet, sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi. Bahan pemvulkanisasi yang banyak digunakan untuk proses vulkanisasi karet alam adalah belerang. Jumlah belerang yang digunakan dalam vulkanisasi mempengaruhi karakteristik sistem vulkanisasi dan polimer yang divulkanisasi.
5. Bahan penggiat Bahan penggiat ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi untuk meningkatkan kecepatan proses vulkanisasi yang berjalan lambat bila hanya menggunakan belerang (Alfa, 2002). Dalam sistim vulkanisasi dengan bahan pencepat, bahan ini berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan pencepat karena pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan pengaktif. Bahan penggiat yang umum digunakan dalam sistem vulkanisasi karet alam menggunakan belerang adalah kombinasi antara ZnO dengan asam stearat.
6. Bahan pencepat Bahan pencepat, yang umumnya berupa bahan organik, adalah bahan yang biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit untuk mempercepat reaksi vulkanisasi kompon oleh belerang. Dalam sistem vulkanisasi belerang, bahan pencepat membantu meningkatkan laju vulkanisasi kompon yang biasanya berlangsung lambat jika hanya menggunakan belerang. Pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis pencepat (Alfa, 2002). Ditinjau dari fungsinya, pencepat digolongkan atas pencepat primer yang berfungsi memberikan pravulkanisasi lambat serta pencepat sekunder yang berfungsi memberikan pravulkanisasi singkat. Berdasarkan golongan senyawanya, bahan pencepat digolongkan atas aldehid amin, guanidin, thiazol, sulfenamida, dithiofosfat, thiuram, dan dithiokarbamat. Berdasarkan responnya terhadap vulkanisasi, bahan pencepat digolongkan atas pencepat lambat, sedang, cepat, dan sangat cepat (Alfa, 2002).
14
7. Bahan Bantu Olah Salah satu bahan bantu olah yang diperlukan dalam pembuatan kompon karet adalah homogenizing agent. Menurut Alfa (2002) bahan ini biasanya
polimer
bermolekul
rendah
yang
berfungsi
membantu
pencampuran bahan-bahan penyusun kompon (elastomer dan bahan kimia) yang bervariasi bentuk, ukuran, serta sifat-sifatnya agar menjadi massa yang homogen. Alfa (2002) menyatakan lebih lanjut bahwa homogenizing agent harus mempunyai polaritas dan kelarutan yang baik serta mempunyai kemampuan untuk menurunkan viskositas atau melunakkan karet tanpa merubah sifat-sifat fisikanya. Selain itu bahan ini mempunyai efek wetting sehingga
dapat
menurunkan
konsumsi
energi
untuk
mencapai
pencampuran yang homogen.
F. Mastikasi dan Pencampuran Kompon Mastikasi merupakan suatu proses perlakuan pendahuluan terhadap karet yang bertujuan untuk melunakkannya hingga mudah bercampur dengan bahan-bahan lain. Pelunakan ini diakibatkan oleh pemutusan rantai molekul polimer sehingga diperoleh berat molekul yang lebih rendah. Secara umum mekanisme proses mastikasi mencakup dua aspek yaitu aspek mekanis bila proses penggilingan karet berada dalam suhu rendah dan aspek kimia apabila berada dalam suhu tinggi. Efisiensi mastikasi yang tinggi terjadi pada suhu rendah (± 60°C) dan pada suhu tinggi (± 140°C), sedangkan pada suhu ± 100°C efisiensi mastikasi rendah (Amir, 1990). Mastikasi suhu rendah dapat terjadi secara mekanis oleh gerakan kedua rol penggiling melalui gaya geser antara gilingan dengan karet, yang akan memutuskan ikatan karbon-karbon dari rantai utama polimer karet. Pemutusan rantai molekul karet pada mastikasi dingin yaitu dari tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan dengan karet. Dengan lebih rendahnya suhu mastikasi maka viskositas karet akan lebih tinggi sehingga tenaga untuk mastikasi menjadi lebih tinggi pula. Pada suhu tinggi molekul
15
karet menjadi lunak dan menyebabkan gaya geser lebih rendah, sehingga tidak mampu memutuskan rantai molekul karet, tetapi pada kondisi demikian reaksi oksidasi yang mengakibatkan putusnya rantai molekul karet dapat terjadi. Selain suhu yang mempengaruhi tenaga untuk mastikasi, tenaga dari mesin mastikasinya juga mempengaruhi proses pemutusan rantai molekul karet (Amir, 1990). Menurut Amir (1990) pencampuran adalah suatu tahapan utama dalam pembuatan kompon yang bertujuan untuk memasukkan bahan-bahan kimia ke dalam karet secara merata (homogen). Pencampuran tersebut dapat dilakukan dalam mesin pencampur terbuka (open mill mixer) atau pencampur tertutup (internal mixer). Selama proses pencampuran, suhu yang timbul pada kompon akibat tenaga mekanis akan tinggi sehingga mencapai pada suhu vulkanisasi. Oleh sebab itu, selain harus mengamati suhu pada gilingan rotor, urutan pencampuran terutama bahan pemvulkanisasi dan pencepat harus diperhatikan supaya resiko timbulnya vulkanisasi dini (scorch) dapat dihindarkan. Pada proses pencampuran karet alam dengan bahan kimia biasanya dilakukan sebagai berikut : 1. Mastikasi karet 2. Pemasukan sebagian bahan pengisi 3. Pemasukan bahan pelunak dan sisa bahan pengisi 4. Pemasukan bahan penggiat dan anti degradasi 5. Pemasukan bahan pencepat 6. Pemasukan bahan pemvulkanisasi
G. Vulkanisasi Vulkanisasi merupakan suatu proses perubahan sifat-sifat karet. Sifat karet yang semula lembek dan plastis akan berubah menjadi lebih keras dan elastis setelah tervulkanisasi (Garvey, 1959). Menurut Barron (1948), vulkanisasi dapat dilakukan dengan mencampurkan 5-8 bagian belerang ke dalam 100 bagian karet dan dipanaskan selama 3-4 jam pada suhu 141 ºC. Metode vulkanisasi yang lebih modern menambahkan bahan pencepat untuk mempersingkat waktu vulkanisasi dan mendapatkan sifat yang lebih baik.
16
Penambahan kandungan belerang menjadi 14-18 bagian akan menghasilkan vulkanisat karet dengan tegangan putus yang rendah. Namun jika kandungan belerang ditambah hingga 30-50 bagian akan dihasilkan vulkanisat karet dengan sifat keras, perpanjangan putus menurun, dan tegangan putus meningkat. Jenis vulkanisat karet ini disebut hard rubber atau ebonit. Polhamus (1962) menyatakan bahwa karet yang telah tervulkanisasi tidak dapat larut pada pelarut, kurang sensitif terhadap perubahan suhu, dan sifatnya berubah menjadi elastis. Vulkanisasi dapat dilakukan dengan memanaskan campuran karet dan belerang atau dengan memperlakukan karet dan sulfur klorida. Metode ini adalah metode yang paling lama dan paling dasar dalam konsep vulkanisasi. Lamanya waktu vulkanisasi tergantung pada suhu pemanasan dan kandungan belerang di dalam campuran karet. Mekanisme vulkanisasi disajikan pada gambar 3. berikut.
CH3
CH3
H
H C=C
C=C CH2
CH2
CH2
CH2
n
Struktur karet alam yang belum tervulkanisasi CH3
H
CH3
CH
CH2
H C=C
C=C CH2
CH2
n
S S CH3
H
C-C CH2
CH2
CH3
H CH2
H
C=C
CH2
n
Struktur karet alam yang telah tervulkanisasi Gambar 3. Mekanisme vulkanisasi karet alam
17
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan dan alat pada pembuatan masterbat siklo Bahan-bahan yang digunakan yaitu lateks kebun (bahan baku utama), amonia, aseton, enzim papain, surfaktan Emulgen, asam sulfat teknis, dan asam format. Alat-alat yang digunakan antara lain saringan, ember, pengaduk, peralatan gelas, pipet, sudip, gelas ukur, neraca analitik, sentrifuse, cawan aluminium, penggilingan krep, pemanas listrik, panci stainless steel, oven, desikator, dan gilingan rol ganda. 2. Bahan dan alat pada pembuatan kompon perekat Bahan-bahan yang digunakan meliputi masterbat siklo dan karet alam sebagai bahan baku utama, sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan meliputi karet cair sebagai bahan pelunak, ionol sebagai bahan antidegradan, silika dan carbon black sebagai bahan pengisi, ZnO dan asam stearat sebagai bahan penggiat, ZDEC sebagai bahan pencepat, belerang sebagai bahan pemvulkanisasi, dan struktol A 86 sebagai bahan penghomogenisasi. Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik, gunting, plastik, dan gilingan rol ganda. 3. Bahan dan alat pada pembuatan kompon ebonit dan kompon karet alam Bahan-bahan yang digunakan meliputi karet alam sebagai bahan baku utama, sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan meliputi ionol sebagai bahan antidegradan, carbon black sebagai bahan pengisi, ZnO dan asam stearat sebagai bahan penggiat, CBS dan DPG sebagai bahan pencepat, dan belerang sebagai bahan pemvulkanisasi. Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik, gunting, plastik, dan gilingan rol ganda.
4. Bahan dan alat pada pembuatan perekat Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan perekat karet pada logam (rubber to metal bonding) antara lain serbuk resiprene untuk perekat primer, kompon siklo untuk perekat sekunder, dan kompon ebonit untuk perekat tersier. Pelarut yang digunakan untuk ketiga jenis perekat meliputi toluena, methylen chloride, dan metil etil keton. Adapun peralatan yang digunakan meliputi gunting, neraca analitik, gelas ukur, dan botol kaca. B. Metode Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan karet siklo dengan bahan baku lateks pekat DPNR (Deproteinized Natural Rubber). Sebelum
pembuatan
lateks
pekat
DPNR,
lateks
kebun
diuji
karakteristiknya yaitu uji Kadar Karet Kering (KKK) yang bertujuan untuk mengetahui persen bobot zat padat yang terkandung dalam lateks akibat penambahan bahan kimia berdasarkan bobot karet kering. Prosedur berikutnya adalah penambahan surfaktan Emulgen sebanyak 2 bsk ke dalam lateks untuk mencegah penggumpalan. Lateks kemudian diencerkan sampai mencapai KKK 10 % sambil ditambahkan enzim papain sebanyak 0,06 bsk yang akan menghidrolisis protein dalam lateks sehingga menghasilkan lateks dengan kadar protein rendah. Kemudian lateks diinkubasi selama 24 jam dalam kondisi suhu ruang agar enzim papain dapat bekerja maksimal untuk menghidrolisis protein dalam lateks. Selanjutnya lateks tersebut disentrifuse untuk memekatkan lateks DPNR sampai KKK-nya mencapai ± 60 %. Sebelum disentrifuse, lateks DPNR tersebut ditambahkan amonia sebanyak 0,2 % untuk mencegah penggumpalan pada saat proses sentrifugasi. Lateks DPNR hasil sentrifuse ditentukan karakteristiknya dengan pengujian KKK, KJP, kadar asam lemak eteris, kadar nitrogen, dan waktu kemantapan mekanik.
19
Menurut Alfa (2002), langkah berikutnya dalam pembuatan karet siklo adalah siklisasi lateks DPNR menggunakan asam sulfat teknis 98 % dengan perbandingan lateks DPNR dan asam sulfat 1 : 1,4 (w/w). Sebelum dilakukan pencampuran, sebanyak 2 bsk Emulgen ditambahkan ke dalam lateks untuk mencegah koagulasi saat terjadi kontak langsung dengan asam sulfat. Campuran lateks dengan asam sulfat selanjutnya dipanaskan selama ± 2 jam pada suhu 100 ºC agar terjadi pemutusan rantai lateks. Lateks yang sudah tersiklisasi didispersikan ke dalam air panas dengan perbandingan 1 : 5 untuk mencuci asam sulfat yang ada dalam campuran, lalu dinetralkan dengan amonia (pH 6-9) untuk menghilangkan sisa asam sulfat sampai diperoleh pH netral.
Masterbat karet siklo dibuat dengan
mencampurkan karet siklo dan lateks pekat dan kemudian digumpalkan dengan asam format. Gumpalan ini digiling pada penggilingan krep lalu dikeringkan pada suhu 100 ºC. Diagram alir proses pembuatan karet siklo yang diusulkan Alfa (2002) dapat dilihat pada Gambar 4. Lateks kebun
Uji KKK
Emulgen 2 bsk Pengenceran, menjadi 10 % Enzim papain 0,06 bsk
Air
Lateks pengenceran Inkubasi 24 jam
Amonia, 0,2 % Pemekatan (sentrifuse) Emulgen 1 bsk, lateks : asam sulfat teknis = 1 : 1,4
Uji KKK, KJP, kadar ALE, kadar nitrogen, dan WKM
Lateks pekat DPNR A
20
A Pemanasan 100 ºC, ±2 jam Air panas, 5 bagian
Pencucian, 4 kali
Netralisasi Air panas, 5 bagian
Amonia
Pencucian, 1 kali
Pemanasan
Penyaringan dan pemisahan serum
Siklo basah
Lateks pekat
Pencampuran
Penggumpalan
Asam format
Penggilingan
Pengeringan, 100 ºC
Masterbat siklo Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan masterbat siklo
21
Masterbat siklo dibuat dengan mencampurkan karet siklo dengan lateks pekat dengan perbandingan 50:50. Campuran karet siklo dengan lateks pekat ini kemudian digumpalkan dengan asam format. Gumpalan ini digiling lalu dikeringkan pada suhu 100 oC. Masterbat ini kemudian ditambah dengan karet untuk merubah perbandingan komposisi karet siklo dan karet alam dalam masterbat. Tabel 3. Komposisi masterbat siklo Jenis masterbat siklo Masterbat siklo 50 (MS-50) Masterbat siklo 40 (MS-40) Masterbat siklo 30 (MS-30) Masterbat siklo 20 (MS-20) Masterbat siklo 10 (MS-10)
Persentase jumlah karet siklo (%) 50 40 30 20 10
Persentase jumlah karet alam (%) 50 60 70 80 90
2. Penelitian Utama Pada penelitian utama akan dilakukan pembuatan perekat karet pada logam (rubber to metal bonding) dengan berbagai komposisi perbandingan antara karet alam dengan karet siklo. Formulasi
perekat
karet pada logam dinyatakan dalam bsk (bagian per seratus karet), artinya semua bahan kimia karet yang digunakan dihitung berdasarkan seratus bagian karet. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengomponan terdiri atas bahan baku utama (masterbat siklo) dan bahan-bahan kimia kompon (bahan pelunak, bahan pengisi, bahan penggiat, bahan antidegradan, bahan pencepat, bahan pemvulkanisasi, dan homogenizer). Jumlah bahan polimer dalam tiap formula sebanyak 100 bsk. Bahan-bahan yang akan digunakan terlebih dahulu ditimbang menurut dosis masing-masing. Susunan formulasi perekat karet pada logam disajikan pada Tabel 4 berikut.
22
Tabel 4. Formulasi kompon perekat Formula Bahan
Perbandingan masterbat siklo dan karet alam (bsk) MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 A
B
A
B
A
B
Bahan Utama • Masterbat siklo 100 100 100 100 100 100 Bahan Tambahan 4 4 4 4 4 4 • ZnO 2 2 2 2 2 2 • Asam stearat 5 5 5 5 5 5 • Karet Cair 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 • Ionol 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 • Carbon black 5 5 5 5 5 5 • Silika 1 1 1 • ZDEC 6 6 6 • Belerang 1 1 1 1 1 1 • Structol A 86
A
B
A
B
100 100 100 100 4 2 5 0,5 0,5 5 6 1
4 2 5 0,5 0,5 5 1 1
4 2 5 0,5 0,5 5 6 1
4 2 5 0,5 0,5 5 1 1
Dalam pembuatan perekat karet pada logam, karet alam terlebih dahulu dimastikasi (digiling) menggunakan penggiling open roll mill pada suhu 60 - 80 ºC, sehingga karet menjadi lunak. Pelunakan karet akan memudahkan pencampuran antara karet dengan bahan pengisi, sehingga pencampuran menjadi homogen. Kemudian masterbat siklo dan serbuk siklo yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan dicampurkan dengan karet alam yang telah dimastikasi tersebut menggunakan penggiling open roll mill pada suhu 60 - 80 ºC. Selanjutnya bahan-bahan kimia lain seperti bahan penggiat, bahan pencepat, bahan pengisi, dan antioksidan ditambahkan ke dalam campuran karet alam termastikasi dan karet siklo hingga terbentuk campuran yang homogen. Terdapat lima formula perekat sekunder disesuaikan dengan komposisi karet siklo dalam masterbat yaitu MS-10, MS-20, MS-30, MS40, dan MS-50. Kompon perekat yang hanya menggunakan belerang dilarutkan secara terpisah dari kompon yang menggunakan ZDEC saja. Jadi pada setiap jenis formula perekat merupakan campuran dua bagian larutan perekat, misalnya pada MS-10 adalah campuran antara MS-10 A (menggunakan belerang saja) dan MS-10 B (menggunakan ZDEC saja). Pelarutan dilakukan dengan merendam kompon dalam campuran pelarut
23
selama ± 3 hari, lalu diaduk agar perekat menjadi homogen. Perekat sekunder juga dibuat dengan tingkat kelarutan 20 % b/b. Pemisahan setiap formula perekat menjadi dua bagian yaitu bagian A (menggunakan bahan pemvulkanisasi) dan bagian B (menggunakan bahan pencepat) ditujukan untuk menghindari penggumpalan yang terlalu cepat.
Apabila
bahan
pemvulkanisasi
dan
akselerator
langsung
dicampurkan pada saat pengomponan, maka pada saat kompon perekat sudah dilarutkan akan lebih cepat menggumpal karena vulkanisat akan lebih cepat matang. Untuk itu cara penggunaan perekat sekunder yang benar adalah dengan mencampurkan bagian A dan bagian B ketika akan digunakan sebagai perekat. Cara ini memang terlihat kurang praktis tetapi dapat memperlama umur pemakaian dari perekat tersebut. Pencampuran adalah suatu tahapan utama dalam pembuatan kompon yang bertujuan untuk memasukkan bahan-bahan kimia ke dalam karet secara merata (homogen). Pencampuran antara masterbat siklo dengan bahan kimia kompon dilakukan sesuai dengan urutan dan waktu pencampuran untuk mencegah resiko timbulnya vulkanisasi dini (scorch). Urutan dan waktu pencampuran bahan-bahan pada pengomponan disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Urutan dan waktu pencampuran bahan untuk pembuatan kompon Waktu Formula 1A, 2A, 3A, 4A, 5A Formula 1B, 2B, 3B, 4B, 5B (menit) Karet alam Karet alam Masterbat siklo, struktol Masterbat siklo, struktol 6 Karet cair, silika, karbon black Karet cair, silika, karbon black 4 ZnO, asam stearat, Ionol ZnO, asam stearat, Ionol 2 Belerang ZDEC 2 Pada penelitian ini akan diujikan perekat berbahan baku campuran karet siklo dengan karet alam pada logam. Standar pembanding yang digunakan adalah perekat karet pada logam komersial. Pengujian yang dilakukan meliputi uji shear strength, uji tensile strength, viskositas Brookfield, dan uji berat jenis. Diagram alir pembuatan perekat disajikan pada Gambar 5.
24
Karet alam Mastikasi Masterbat siklo
Bahan-bahan kimia
Penggilingan
Pelarutan dan pengadukan Perekat
Uji shear strength, uji tensile strength, viskositas Brookfield, dan bobot jenis
Gambar 5. Diagram alir pembuatan perekat C. Rancangan Percobaan Pada penelitian utama digunakan pendekatan statistik dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari 3 ulangan dan lima perlakuan komposisi perekat, yaitu formula MS-50, MS-40, MS-30, MS-20, dan MS-10. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), model matematik rancangan percobaan faktor tunggal adalah : Yij = µ + τi + εij Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i komposisi perekat dan ulangan ke-j µ = rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i komposisi perekat, µi - µ εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i komposisi perekat dan ulangan ke-j i
= komposisi perekat (MS-50, MS-40, MS-30, MS-20, dan MS-10)
j
= ulangan perlakuan (j = 1,2,3)
25
D. PERSIAPAN PENGUJIAN DAYA REKAT Sebelum perekat dioleskan pada permukaan logam maupun karet, perlu dilakukan persiapan pada permukaan logam yang biasanya terdapat sejumlah kontaminan seperti minyak, lemak, karat atau debu. Kontaminan tersebut dapat menghambat persentuhan langsung antara perekat dengan permukaan logam sehingga mengurangi daya rekat perekat. Permukaan logam terlebih dahulu digerinda untuk menghilangkan karat maupun kontaminan lainnya serta untuk membuka pori-pori pada logam. Setelah itu logam direndam di dalam trikloroetilen selama 5-10 menit untuk menghilangkan minyak, lemak, ataupun debu yang masih menempel pada permukaan logam. Perendaman yang terlalu lama akan menyebabkan kontaminan menempel kembali pada permukaan logam. Setelah persiapan bahan yang akan direkatkan, selanjutnya permukaan logam diolesi dengan menggunakan primer. Primer yang digunakan adalah resipren yaitu karet sikloyang dibuat dari fase larutan karet. Pengolesan perekat pada permukaan logam dilakukan secara merata dan setipis mungkin. Hal ini berkaitan dengan kemampuan perekat untuk merekatkan karet pada permukaan logam. Apabila perekat tidak merata pada seluruh permukaan logam maka pada bagian yang tidak terdapat perekat akan sulit merekat sehingga sewaktu diberi beban tertentu akan mudah terpisah. Pengolesan setipis mungkin dimaksudkan untuk mencegah mengalirnya perekat keluar permukaan logam sewaktu diberi tekanan dan dipanaskan. Permukaan logam yang telah diolesi perekat primer dibiarkan hingga kering sentuh. Setelah perekat primer kering sentuh, selanjutnya diolesi dengan perekat sekunder dan dibiarkan hingga kering sentuh. Kemudian ebonit dioleskan setelah perekat sekunder kering sentuh. Kompon karet diletakkan diantara dua permukaan logam yang telah diolesi dengan kelima jenis perekat di atas. Kemudian contoh uji dimasukkan ke dalam alat cetakan dan diberi tekanan sebesar 100 kg/cm2. Contoh uji dipanaskan (proses vulkanisasi) selama 10 menit pada suhu 150 ºC. Penentuan waktu dan suhu vulkanisasi berdasarkan hasil uji rheograf. Contoh uji yang sudah diberi
26
A
tekanan dibiarkan dahulu selama 24 jam sebelum dilakukan uji shear strength dan uji tensile strength. Uji shear strength merupakan pengujian dengan menarik sampel uji pada arah horizontal atau searah dengan bidang permukaan rekatan. Berbeda dengan uji shear strength, pada uji tensile strength sampel uji ditarik dengan arah vertikal atau tegak lurus dengan bidang permukaan rekatan. Kedua pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya rekat perekat yang dihasilkan.
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan 1. Karakteristik Lateks DPNR Lateks kebun merupakan bahan baku utama dalam pembuatan lateks DPNR yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan baku untuk membuat karet siklo. Lateks kebun yang digunakan diambil dari kebun percobaan Ciomas Bogor. Jumlah lateks kebun sebagai bahan baku yang digunakan sebanyak 8 liter (8000 ml). Sebelum diolah lebih lanjut, dilakukan uji Kadar Karet Kering (KKK) terhadap lateks kebun tersebut. Selain untuk mengetahui jumlah karet kering dalam lateks, pengujian ini perlu dilakukan untuk menentukan jumlah penambahan bahan kimia berdasarkan bobot karet kering. Hasil pengujian KKK lateks kebun disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji kadar karet kering (KKK) lateks kebun 1 2 Awal (g) 10 10 Akhir (g) 3,695 3,695 KKK (%) 36,95 36,95 KKK = 36,95 %
3 10 3,700 37,00
Lateks kebun yang digunakan merupakan lateks kebun poliklonal (klon campuran) dan berwarna putih susu. Dari hasil pengamatan tersebut, lateks kebun yang digunakan sesuai dengan syarat mutu lateks. Menurut Subramaniam (1987), lateks yang baru disadap umumnya memiliki kadar karet kering (KKK) berkisar antara 30 – 45 % dari total berat. Artinya lateks yang digunakan sebagai bahan percobaan sudah memenuhi syarat mutu lateks kebun yang baik. Penyimpanan lateks sebelum digunakan akan menyebabkan lateks kebun menggumpal jika tidak dilakukan perlakuan pendahuluan. Untuk menghindari penggumpalan lateks kebun maka perlu dilakukan perlakuan pendahuluan yaitu dengan penambahan surfaktan dan pemekatan lateks.
Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan non-ionik yaitu emulgen. Surfaktan yang ditambahkan ke dalam lateks kebun sebanyak 2 bsk atau setara dengan 197,06 ml. Penambahan enzim papain sebanyak 0,06 bsk ke dalam lateks akan menghidrolisis protein sehingga dihasilkan lateks dengan kadar protein rendah. Enzim papain termasuk ke dalam jenis enzim proteolisis yang dapat menghidrolisis ikatan peptida dari protein yang merupakan lapisan pelindung partikel karet menjadi asam amino dan gugus karboksil.
Tabel 7. Jumlah penambahan emulgen dan papain pada lateks kebun Bahan Lateks Kebun Emulgen Papain
Kadar KKK = 36,95 % 2 bsk 0,06 bsk
Jumlah 8.000 ml 197,06 ml 1,77 gram
Lateks kebun yang telah ditambahkan emulgen dan enzim papain diencerkan menjadi 10 % agar pemecahan protein berlangsung optimum. Volume total setelah pengenceran menjadi 10 % adalah
29.560 ml.
Selanjutnya lateks yang telah diencerkan diinkubasi selama 24 jam dalam kondisi suhu ruang agar enzim papain dapat bekerja maksimal untuk menghidrolisis protein dalam lateks. Pada saat pemeraman lateks tersebut juga ditambahkan amonia sebanyak 0.2 % dari volume total setelah pengenceran atau sejumlah 59,12 ml. Hal ini ditujukan untuk mencegah penggumpalan pada saat proses sentrifugasi dan sebagai langkah pengawetan jangka pendek. Penambahan amonia dapat yang bersifat basa dapat
menghambat
aktivitas
mikroorganisme
sehingga
dapat
meningkatkan kestabilan lateks. Lateks yang telah diturunkan kadar proteinnya ini selanjutnya disebut lateks berprotein rendah atau DPNR (Deproteinised Protein Rubber). Lateks DPNR yang telah dipekatkan diuji kadar karet kering (KKK), kadar jumlah padatan (KJP), bilangan asam lemak eteris (ALE), kadar nitrogen, dan waktu kemantapan mekanik (WKM). Pengurangan sebagian bahan bukan karet selama proses pemekatan menyebabkan lateks pekat DPNR mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan
29
lateks kebun. Hasil pengujian terhadap lateks pekat DPNR disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Karakterisasi lateks pekat DPNR Parameter Uji Kadar Karet Kering (%) Kadar Jumlah Padatan (%) Kadar Nitrogen (%) Bilangan Asam Lemak Eteris Waktu Kemantapan Mekanik (detik) Warna
Hasil Pengujian 62 62,52 0,03 0,123 < 30 Putih
Hasil pengujian lateks pekat DPNR diperoleh nilai KKK 62 % dan KJP 62,52 %. Nilai KKK dapat menunjukkan tingkat keketalan lateks, karena semakin tinggi nilai KKK maka lateks akan semakin pekat dan sebaliknya semakin rendah KKK maka lateks semakin encer. KKK lateks pekat merupakan sifat yang penting karena pada proses pembuatan barang jadi dari lateks penambahan bahan-bahan kimia kompon didasarkan atas berat per-seratus karet. Kadar jumlah padatan (KJP) di dalam lateks pekat didominasi oleh karet dan bagian lainnya diantaranya terdiri dari partikel Frey Wyssling, lutoid, bahan lain yang terlarut dalam serum, termasuk bahan yang ditambahkan, misalnya bahan pemantap, bahan pengawet dan lain-lain. Berdasarkan uji KKK dan uji KJP, lateks pekat DPNR yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan mutu. Menurut SNI 06 – 1447 – 1989, lateks pekat mempunyai kadar karet kering minimum 57 % dan kadar jumlah padatan berkisar antara 58,5 %. Selisih nilai KKK dan KJP maksimum adalah 2 persen. Kadar bahan bukan karet tidak melebihi batas maksimum karena hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar bahan bukan karet
kurang dari 2 %. Dengan demikian lateks DPNR tersebut
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan karet siklo. Hasil analisis waktu kemantapan mekanik lateks pekat hasil percobaan ternyata masih rendah yaitu kurang dari 30 detik dan belum mencapai batas persyaratan minimum waktu kemantapan mekanik lateks pekat konvensional, SNI 06-1447-1989, yakni 400 detik. Nilai ini
30
diperkirakan masih dapat meningkat selama penyimpanan. Untuk menghindari penggumpalan maka lateks segera diproses. Nilai WKM dipengaruhi oleh waktu, suhu penyimpanan, dan kondisi cuaca. Pada saat pengambilan sampel, kondisi cuaca yang sering hujan mengakibatkan lateks banyak mengandung padatan sehingga dapat mengurangi nilai WKM. Senyawa karbohidrat yang terdapat di dalam lateks akan terurai menjadi asam lemak eteris seperti asam format, asam asetat dan asam propionat. Asam-asam ini mengakibatkan lateks menjadi tidak stabil dan dapat menggumpalkan lateks. Asam lemak eteris terbentuk akibat kerja dari mikroorganisme yang terdapat di dalam lateks yang berasal dari luar karena pemakaian peralatan panen yang kurang bersih. Bilangan asam lemak eteris (ALE) mengindikasikan umur lateks pekat dan mutu dari lateks pekat tersebut, semakin besar nilai yang ditunjukkan maka semakin rendah mutu dari lateks pekat tersebut. Hasil bilangan ALE yang diperoleh dari pengujian yaitu 0,123 gram KOH per 100 gram total padatan. Hal ini dipengaruhi oleh penambahan amonia yang dapat menghambat aktivitas mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan kandungan asam lemak yang tinggi. Kandungan protein dalam lateks dapat ditentukan dengan menghitung kadar nitrogennya. Hasil pengolahan lateks pekat DPNR dari lateks kebun dengan kombinasi penambahan enzim papain 0,06 bsk dan pemekatan menghasilkan kadar nitrogen 0,03 %. Nilai kadar nitrogen ini sudah sesuai dengan standar karet alam berprotein rendah menurut SNI 06-1447-1989, yang menetapkan kadar nitrogennya lateks pekat maksimal 0,03 persen.
2. Pembuatan Karet Siklo Karet siklo adalah turunan dari karet alam yang telah berubah menjadi resin atau bahan termoplastik yang keras tapi rapuh, yang dihasilkan dari pemanasan karet alam dengan adanya katalis asam. Pada
31
penelitian ini karet siklo yang digunakan bukanlah karet siklo serbuk tetapi karet siklo yang telah dicampur dengan karet alam sehingga terbentuk masterbat siklo. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet siklo adalah lateks pekat dengan kadar protein rendah atau lateks pekat DPNR. Kandungan protein dalam lateks dapat menghambat reaksi siklisasi sehingga perlu dilakukan penurunan kadar protein terlebih dahulu melalui penambahan
enzim
papain
dan
pemekatan.
Pemekatan
akan
menghilangkan sebagian protein dari permukaan karet yang terpisah dan keluar bersama serum yang merupakan hasil samping pemusingan lateks kebun. Enzim papain akan menghidrolisis protein sehingga menurunkan kadar nitrogennya. Semakin rendah kadar protein yang terkandung di dalam lateks maka akan memudahkan terjadinya reaksi siklisasi. Menurut Alfa (2002) kandungan protein dalam lateks mempengaruhi kinerja siklisasi. Reaksi siklisasi lateks pekat biasa yang kadar proteinnya masih tinggi berlangsung lebih lambat jika dibandingkan dengan reaksi siklisasi lateks pekat DPNR. Pembuatan karet siklo dilakukan dengan cara memanaskan lateks pekat DPNR yang telah dicampur dengan katalis asam sulfat pekat pada suhu 100 ºC selama ± 2 – 2,5 jam. Sebelum dipanaskan lateks pekat DPNR ditambahkan dengan surfaktan emulgen sebanyak 1 bsk untuk mencegah terjadinya penggumpalan lateks selama proses siklisasi berlangsung. Jumlah emulgen yang ditambahkan adalah 55,8 ml.
Tabel 9. Jumlah penambahan emulgen dan asam sulfat pada lateks pekat DPNR serta kondisi pencampuran Bahan Lateks pekat DPNR Emulgen Asam Suhu awal Suhu pemanasan Perubahan
Kadar KKK = 62 % 1 bsk 1,4 jumlah karet -
Jumlah 2700 ml 55,8 ml 2343,6 g -
Keterangan
98 – 110 ºC 95 – 100 ºC Lateks mengembang, warna menjadi ungu
32
Pencampuran antara lateks dengan asam sulfat mengakibatkan timbulnya banyak panas karena bersifat sangat eksotermis khususnya pada awal reaksi sehingga diperlukan pendinginan untuk mencegah panas yang terlalu tinggi. Pencampuran selama berlangsungnya reaksi siklisasi perlu didinginkan untuk mencegah terjadinya penggumpalan atau bahkan pengarangan. Jumlah asam sulfat yang ditambahkan ke dalam lateks pekat DPNR sebanyak 1,4 bagian karet atau 2243,6 gram. Asam sulfat dituang sedikit demi sedikit secara kontinu dan harus diaduk supaya campuran homogen. Campuran akan berwarna ungu ketika reaksi siklisasi dimulai. Kecepatan siklisasi dipengaruhi oleh temperatur dan konsentrasi asam sulfat serta lamanya reaksi. Menurut Naunton (1961) asam sulfat sangat efektif untuk siklisasi karet dari lateks dengan konsentrasi asam yang terdapat dalam serum sekurang-kurangnya sekitar 70 persen (b/b). Dalam metode pembuatan karet siklo yang sedang dikembangkan Alfa (2002), dosis asam sulfat yang digunakan adalah 1,4 kali KKK lateks pekat DPNR. Jumlah dosis asam sulfat ini mendekati 70 persen (b/b) konsentrasi asam yang terdapat dalam serum. Selama siklikasi dengan penambahan asam sulfat dan pemanasan selama 2 jam telah terjadi pemutusan ikatan rangkap pada lateks sehingga terbentuk karet siklo. Selama pemasakan suhu dijaga agar tidak melebihi 100 ºC karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pengerasan atau pengarangan pada lateks sehingga menggagalkan proses siklisasi. Ikatan rangkap yang terputus selanjutnya akan membentuk ikatan siklik dengan molekul karet lainnya. Ikatan siklik inilah yang menjadikan karet siklo mempunyai sifat-sifat yang dapat digunakan sebagai peningkat daya rekat diantaranya adalah memiliki sifat adhesi yang baik, termasuk terhadap logam dan permukaan licin lainnya, bersifat non polar dan mempunyai daya rekat yang baik terhadap logam, kayu, karet, kulit, tekstil dan kertas. Karet siklo yang telah terbentuk selanjutnya dicuci menggunakan air panas sebanyak 5 kali jumlah lateks pekat DPNR. Karet siklo yang telah terbentuk dibagi menjadi dua bagian untuk memudahkan pencucian.
33
Pencucian ini dilakukan sebanyak 4 kali yang bertujuan untuk melepaskan kandungan surfaktan dalam lateks dan menurunkan kadar keasaman pada karet siklo yang terbentuk. Dalam setiap pencucian serum yang terbentuk dipisahkan dari dispersi karet siklo. Pencucian dibagi ke dalam dua wadah untuk memudahkan pencucian.
Tabel 10. Kadar asam dalam dispersi karet siklo Kondisi Sebelum pencucian Pencucian I Pencucian II Pencucian III Pencucian IV
Kadar asam (g/ml) Wadah A 0,1339 0,0578 0,0257 0,0118 0,0054
Wadah B 0,1339 0,0586 0,0273 0,0134 0,0065
Jumlah serum terbuang (ml) Wadah A Wadah B 4000 3500 6100 6100 6420 6150 6800 6900
Warna Hijau tua pekat Hijau tua pekat Hijau tua Hijau Keruh
Tabel 10. menunjukkan bahwa semakin banyak dilakukan pencucian maka kadar asam yang tersisa dalam dispersi karet siklo semakin menurun, baik pada wadah A maupun wadah B. Hal ini dikarenakan kandungan asam dan juga kandungan surfaktan ikut terbawa pada saat pencucian. Kadar asam juga dapat ditunjukkan secara visual melalui perubahan warna serum yang terpisah dalam dispersi karet siklo. Pada pencucian pertama warna serum hijau tua yang menunjukkan bahwa kandungan surfaktan dan kadar asam masih tinggi. Pada pencucianpencucian berikutnya warna serum akan semakin memudar seiring dengan turunnya kandungan surfaktan dan kadar asam dalam serum. Surfaktan dan asam sulfat sisa ini ikut terbuang dalam serum pada saat pencucian. Hal ini diperkuat dengan jumlah sisa asam dalam serum yang semakin menurun dengan semakin banyaknya jumlah pencucian. Karet siklo yang telah dicuci tersebut kemudian dinetralkan dengan penambahan amonia hingga pH menjadi 7. Biasanya pH karet siklo sebelum dinetralkan berkisar 1-2. Setelah dinetralkan maka dilakukan pencucian sekali lagi dan kemudian dipanaskan menggunakan pemanas listrik. Pencucian dilakukan untuk melepaskan ammonium sulfat yang terbentuk setelah penambahan amonia ke dalam karet siklo. Pemanasan ini
34
dilakukan untuk memudahkan pemisahan serum dan garam yang terbentuk setelah penetralan. Kemudian dispersi karet siklo ini ditiriskan pada penyaring untuk memisahkan serumnya. Masterbat siklo dibuat dengan cara mencampurkan dispersi karet siklo dan lateks pekat dengan perbandingan 50 : 50. Nilai kadar karet kering (KKK) lateks pekat yang ditambahkan adalah 60 %. Pencampuran dilakukan di dalam wadah tupperware sambil diaduk supaya campuran menjadi homogen. Campuran yang telah homogen kemudian digumpalkan menggunakan asam format 5 %. Gumpalan yang terbentuk digiling menggunakan penggilingan krep lalu dikeringkan pada oven yang dioperasikan pada suhu 70 – 80 ºC.
B. Penelitian Utama 1. Pengomponan Kompon karet pada umumnya mengandung 8 atau lebih jenis bahan kimia karet. Pada penelitian ini jenis bahan kimia karet yang digunakan meliputi bahan pengaktif (ZnO dan asam stearat), bahan pemlastis (karet cair), antidegradan (ionol), bahan pengisi (carbon black dan silika), akselerator (ZDEC), bahan pemvulkanisasi (belerang), dan bahan penghomogenisasi (struktol). Setiap bahan tersebut memiliki fungsi spesifik dan mempunyai pengaruh terhadap sifat serta karakteristik pengolahan dari kompon karetnya. Kompon karet yang dibuat terdiri atas kompon perekat sekunder (MS-50, MS-40, MS-30, MS-20, MS-10), kompon ebonit sebagai perekat tersier, dan kompon NR yang akan direkatkan pada permukaan logam. Proses pengomponan dimulai dengan mastikasi antara karet alam dan masterbat siklo. Mastikasi merupakan suatu proses perlakuan pendahuluan terhadap karet yang bertujuan untuk melunakkannya agar mudah bercampur dengan bahan kimia lainnya. Pelunakan ini diakibatkan oleh pemutusan rantai molekul polimer sehingga diperoleh bobot molekul yang lebih rendah. Mastikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah mastikasi dingin karena menggunakan suhu 70 ºC. Pelunakan digolongkan
35
ke dalam mastikasi dingin jika dilakukan pada suhu di bawah 100 ºC. Proses mastikasi menggunakan mesin pencampur terbuka berupa rol gilingan ganda. Bahan kimia yang dimasukkan harus sesuai dengan urutan jika urutannya tidak benar maka kompon yang dihasilkan kemungkinan besar tidak homogen.
Pelunak merupakan bahan yang pertama kali
dicampurkan setelah proses mastikasi antara masterbat siklo dan karet alam selesai.
Bahan ini berfungsi untuk melunakkan karet sehingga
memudahkan pencampuran bahan kimia lain ke dalam karet. Keuntungan lainnya adalah dapat mempersingkat waktu pengomponan dan mencegah timbulnya scorch. Bahan yang selanjutnya dimasukkan adalah bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi ini akan meningkatkan sifat fisik (kekerasan dan kekakuan) dan memperbaiki permukaan kompon. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel bahan pengisi yang digunakan. Semakin kecil ukuran partikel bahan pengisi maka akan semakin sulit untuk mencampurkannya ke dalam kompon sehingga dibutuhkan waktu pencampuran yang lebih lama dan dapat menyebabkan kompon mudah mengalami scorching. Aktivator dan bahan antidegradan dimasukkan secara bersamaan pada tahap berikutnya. Aktivator digunakan untuk menggiatkan proses vulkanisasi yang berjalan sangat lambat jika hanya menggunakan belerang dan sebagai pengaktif kerja bahan pencepat. Bahan antidegradan berfungsi sebagai bahan antiozonan dan antioksidan. Bahan antidegradan perlu ditambahkan ke dalam kompon untuk melindungi karet dari kerusakan akibat serangan ozon dan kerusakan akibat oksidasi. Dengan penambahan bahan antidegradan maka karet dapat terlindungi dari pengusangan dan dapat mempertahankan umur pemakaiannya. Bahan pencepat ditambahkan untuk mempercepat laju vulkanisasi. Bahan pencepat umumnya merupakan bahan organik dan ditambahkan dalam jumlah sedikit. Untuk merubah sifat masterbat dari plastis ke elastis maka ditambahkan belerang sebagai bahan pemvulkanisasi. Pemakaian
36
dosis bahan pemvulkanisasi harus diperhatikan karena pada pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan blooming (partikel belerang bermigrasi ke permukaan vulkanisat) sehingga dapat mengurangi daya rekat antar lapisan kompon. Kompon perekat dibuat dalam lima jenis berdasarkan konsentrasi karet siklo dalam masterbat siklo (MS) yaitu MS-10, MS-20, MS-30, MS40, dan MS-50. Masing-masing jenis kompon perekat di atas masih dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu bagian A menggunakan bahan pemvulkanisasi (belerang) saja dan bagian B hanya menggunakan bahan pencepat
(ZDEC).
Pembagian
ini
ditujukan
untuk
menghindari
penggumpalan yang terlalu cepat pada saat kompon perekat sudah dilarutkan. Prinsip perekatan karet pada logam adalah melalui media kompon karet setelah diolesi perekat, bukan kontak langsung antar dua keping logam. Kompon ebonit yang digunakan sebagai perekat tersier mempunyai karakteristik lebih keras karena dalam pembuatannya tidak menggunakan bahan pelunak. Hal ini ditujukan agar pada saat perekatan kompon dapat mengeras dengan ketebalan tertentu. Cara pembuatan kompon ebonit dan kompon NR sama dengan cara pembuatan kompon perekat.
Tabel 11. Kondisi penggilingan kompon Jenis Kompon Kompon MS-50 Kompon MS-40 Kompon MS-30 Kompon MS-20 Kompon MS-10 Kompon ebonit Kompon NR
Keterangan Sulit bercampur, mudah melekat pada rol gilingan Sulit bercampur, mudah melekat pada rol gilingan Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan Mudah bercampur, tidak melekat pada rol gilingan
37
Pada saat penggilingan kompon, semakin banyak jumlah masterbat siklo akan membuat gilingan kompon mudah melekat pada rol gilingan. Hal dikarenakan karet siklo memiliki sifat rekat (adhesive) yang baik terhadap logam dan permukaan licin lainnya. Hal ini juga menyulitkan pencampuran dengan bahan-bahan kimia kompon sehingga membutuhkan waktu penggilingan yang lebih lama. Selain itu semakin banyak kandungan karet siklo di dalam masterbat siklo menyebabkan waktu pravulkanisasi serta vulkanisasi optimumnya menjadi lebih lama. Adanya bahan pelunak berupa karet cair yang bersifat lengket juga membuat kompon menjadi lunak dan mudah melekat pada rol gilingan. Pembuatan kompon ebonit dan kompon NR lebih mudah dalam hal pencampuran karena tidak menggunakan karet siklo dan bahan pelunak sehingga dapat meningkatkan efisiensi waktu penggilingan.Bahan pencepat yang dicampurkan ke dalam kompon ebonit dan kompon NR merupakan kombinasi antara bahan pencepat primer dan bahan pencepat sekunder.
Bahan
pencepat
primer
yang
berfungsi
memberikan
pravulkanisasi yang lambat, sedangkan bahan pencepat sekunder yang berfungsi memberikan pravulkanisasi yang singkat. Untuk kompon ebonit dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu satu bagian menggunakan bahan pemvulkanisasi (belerang) saja dan bagian yang lain hanya menggunakan bahan pencepat. Pembagian ini ditujukan untuk menghindari penggumpalan yang terlalu cepat pada saat kompon perekat sudah dilarutkan. Kompon ebonit dan kompon NR yang telah digiling, selanjutnya diuji sifat rheologinya untuk dapat menentukan suhu dan waktu vulkanisasinya. Pengujian ini berguna untuk mengetahui tingkat kematangan kompon sehingga dapat mencegah timbulnya scorch ataupun kompon belum matang pada saat pengepresan.
2. Pembuatan Perekat Perekat karet pada logam yang dibuat merupakan perekat berbasis pelarut atau solvent based. Jenis perekat karet pada logam yang digunakan
38
dibagi menjadi primer, sekunder, dan perekat ebonit. Masing-masing jenis perekat mempunyai karakteristik yang berbeda dalam perekatan logam. Primer dibuat dari larutan karet siklo komersial yaitu resipren. Karet siklo mempunyai daya rekat yang relatif kuat dan bersifat lebih kaku sehingga mampu merekatkan lempeng besi yang tidak dapat direkatkan oleh larutan karet alam. Larutan karet siklo ini bersifat lebih merekat pada logam sehingga dapat digunakan sebagai perekat primer pada perekatan karet pada logam. Primer ini dibuat dengan tingkat kelarutan 20 % (b/b)dan menggunakan campuran pelarut yaitu toluen, metilen klorida, dan metil etil keton. Sekunder dibuat dengan cara melarutkan kompon perekat pada campuran pelarut. Campuran pelarut yang digunakan sama dengan campuran pelarut yang dipakai untuk melarutkan primer. Karakteristik sekunder ini lebih lunak karena bercampur dengan karet alam yang jumlahnya lebih banyak pada setiap formulanya. Oleh karena sifatnya yang lebih merekat pada kompon karet maka kompon perekat masterbat siklo ini digunakan sebagai sekunder. Kompon ebonit yang digunakan pada perekatan berbentuk fase cair yaitu kompon dilarutkan dalam campuran pelarut (toluen, metilen klorida, dan metil etil keton). Kompon ebonit yang telah dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian A (menggunakan bahan pemvulkanisasi saja) dan bagian B (menggunakan bahan pencepat saja), dilarutkan secara terpisah pada tingkat kelarutan 20 % b/b. Pelarutan juga dilakukan dengan merendam kompon dalam campuran pelarut selama ± 3 hari, lalu diaduk agar perekat menjadi homogen.
Tabel 12. Kondisi pelarutan kompon perekat Jenis perekat MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Ebonit
Tekstur Kasar Agak kasar Halus Halus Halus Halus
Keterangan Kurang homogen Kurang homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
39
Perekat yang telah dilarutkan mempunyai tingkat homogenitas atau tekstur yang berbeda-beda. Semakin banyak kandungan karet siklo di dalam kompon perekat maka perekat yang dihasilkan mempunyai tekstur lebih kasar atau kurang homogen. Hal ini dikarenakan sifat dari karet siklo yang sukar larut di dalam pelarut. Kondisi diduga dapat mempengaruhi daya rekat perekat karena jika diaplikasikan pada permukaan bahan tidak terpenetrasi dengan sempurna. Perekat yang dibuat pada penelitian ini, baik primer maupun sekunder, ditentukan viskositasnya menggunakan metode viskositas Brookfield, sedangkan kekuatan daya rekatnya diukur setelah karet direkatkan pada logam. Bobot jenis ditentukan dengan mengukur bobot jenis kompon.
3. Viskositas Perekat Pengujian viskositas perekat menggunakan alat viscometer Brookfield yang hasil pengujiannya disajikan pada Gambar 6.
4000
3710
viskositas (cP)
3500 3000
2800
2740
2650
2500 1750
2000 1500 1000 500
124
0 MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
MS-10
Kontrol
jenis perekat
Gambar 6. Viskositas Brookfield perekat
Pengujian
viskositas
Brookfield
menunjukkan
bahwa
nilai
viskositas perekat yang dihasilkan berkisar antara 1750 – 3710 cP dengan viskositas perekat MS-10 adalah yang tertinggi, sedangkan nilai viskositas
40
perekat MS-30 adalah yang terendah. Kandungan karet siklo yang tinggi dapat menghasilkan viskositas yang tinggi karena sifat karet siklo yang sukar larut dan sebagian sisanya membentuk gel. Hal ini terlihat pada nilai viskositas Brookfield perekat MS-50 dan perekat MS-40. Nilai viskositas yang tinggi juga disebabkan pemutusan rantai karet alam pada saat mastikasi belum sempurna. Pemutusan rantai yang belum sempurna ini menyebabkan kompon yang dihasilkan sukar larut. Diduga apabila waktu mastikasi ditingkatkan maka pemutusan rantai partikel karet siklo dan partikel karet alam akan lebih sempurna sehingga dapat dihasilkan perekat dengan viskositas lebih rendah. Berdasarkan uji viskositas Brookfield tersebut, nilai viskositas perekat yang dihasilkan masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai viskositas perekat komersial atau kontrol yaitu 124 cP.
4. Bobot Jenis Bobot jenis merupakan perbandingan antara massa suatu benda dengan volume benda tersebut pada suhu kamar. Pengujian bobot jenis yang dilakukan adalah pengujian bobot jenis kompon perekat. Pengukuran bobot jenis dimaksudkan untuk melihat pengaruh perekat terhadap penambahan bobot dari benda yang direkatkan. Hasil pengukuran bobot jenis perekat disajikan pada Gambar 7. 1.05
1.025
1.024
1.021
bobot jenis (g/cm3)
1.002 1
0.992
0.95 0.9
0.867
0.85 0.8 0.75 MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol jenis perekat
Gambar 7. Bobot Jenis Kompon Perekat
41
Hasil pengujian bobot jenis kompon perekat menunjukkan nilai yang bervariasi yaitu berkisar antara 0,992 – 1,025 g/cm3. Nilai bobot jenis MS-10 adalah yang terendah yaitu 0,992 g/cm3, sedangkan nilai bobot jenis MS-50 adalah yang tertinggi yaitu 1,025 g/cm3. Oleh karena karet siklo berbentuk serbuk halus dan ringan, maka semakin banyak komposisi karet siklo dalam perekat akan menghasilkan nilai bobot jenis yang semakin rendah. Namun dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi siklo di dalam masterbat maka nilai bobot jenisnya semakin rendah. Hal ini diduga dikarenakan pada saat mastikasi pemutusan rantai molekul belum sempurna. Pemutusan rantai molekul tidak sempurna menyebabkan bobot molekul masih tinggi sehingga dihasilkan nilai bobot jenis yang tinggi. Nilai bobot jenis perekat komersial lebih rendah dari nilai bobot jenis perekat yang dibuat yaitu 0,867 g/cm3. Hal ini diduga disebabkan perbedaan jumlah komponen penyusunnya dalam partikel perekat komersial tersebut. Diperkirakan juga perekat komersial tersebut tersusun atas komponen-komponen yang ringan. Semakin banyak komponen penyusun perekat yang bobot jenisnya tinggi, maka bobot jenis perekat akan semakin tinggi pula.
5. Daya Rekat Pengujian daya rekat terdiri atas dua jenis uji yaitu uji shear strength dan uji tensile strength. Uji shear strength merupakan pengujian dengan menarik sampel uji pada arah horizontal atau searah dengan bidang permukaan rekatan. Berbeda dengan uji shear strength, pada uji tensile strength sampel uji ditarik dengan arah vertikal atau tegak lurus dengan bidang permukaan rekatan. Kedua pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya rekat perekat yang dihasilkan. a. Uji Shear Strength Penambahan karet siklo di dalam formulasi perekat ditujukan untuk meningkatkan daya rekat karena karet alam tidak mampu
42
menahan perekatan dalam waktu yang lama. Hasil pengujian perekatan untuk uji shear strength dapat dilihat pada Gambar 8.
4.00
3.54
daya rekat (kg/cm2)
3.50 3.00
3.12 2.77
2.50 2.00
1.56
1.34
1.50
0.91
1.00 0.50 0.00 MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
MS-10
Kontrol
jenis perekat
Gambar 8. Hasil uji shear strength
Gambar 8. menunjukkan bahwa daya rekat yang dihasilkan oleh masing-masing perekat bervariasi yaitu 2,77 kg/cm2 untuk MS-50; 1,34 kg/cm2 untuk MS-40; 5,31 kg/cm2 untuk MS-30; 1,56 kg/cm2 untuk MS-20; dan 0,91 kg/cm2 untuk MS-10. Dari hasil pengujian di atas dapat dikatakan jenis perekat MS-30 merupakan komposisi terbaik karena mempunyai kekuatan daya rekat yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis perekat lainnya. Daya rekat perekat MS-30 ini bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan perekat komersial yang memiliki daya rekat 3,12 kg/cm2. Diperkirakan perekat komersial ini memiliki komposisi bahan-bahan peningkat daya rekat dengan kekuatan rekat yang relatif sama dengan karet siklo. Nilai daya rekat tertinggi yang dimiliki perekat MS-30 menunjukan bahwa campuran karet siklo dan karet alam dapat terformulasi dengan baik. Penambahan karet siklo sebagai senyawa yang dapat meningkatkan daya rekat tidak selamanya dapat memberikan nilai daya rekat yang lebih besar. Sifat karet siklo yang keras dan kaku dapat menghasilkan daya rekat yang kurang baik apabila formulasinya tidak tepat (perekat pecah). Disamping itu nilai viskositas juga dapat
43
mempengaruhi nilai daya rekat karena berhubungan dengan kemampuan perekat untuk menyebar ke permukaan bidang rekatan. Sebagai contoh, perekat MS-10 dengan nilai viskositas tertinggi kurang tersebar ke poripori permukaan bahan sehingga dihasilkan nilai daya rekat yang kurang baik. Begitu juga dengan perekat MS-50 dan perekat MS-40 yang mempunyai nilai viskositas yang tinggi. Tingginya kandungan karet siklo dalam kedua jenis perekat tersebut menghasilkan tekstur perekat yang tidak homogen karena sifat karet siklo yang sukar larut dalam pelarut sehingga apabila diaplikasikan kurang terserap ke dalam poripori bidang rekatan. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa karet siklo dapat digunakan sebagai senyawa peningkat daya rekat. Dengan perubahan formulasi perekat karet pada logam maka akan menghasilkan kekuatan rekat yang berbeda-beda.
b. Uji Tensile Strength Pengujian tensile strength merupakan salah satu uji yang digunakan untuk menentukan daya rekat perekat karet pada logam. Hasil pengujian perekatan untuk uji tensile strength dapat dilihat pada Gambar 9.
daya rekat (kg/cm2)
6.00
5.65
5.60 4.63
5.00
4.30
4.12
4.00 3.00
2.37
2.00 1.00 0.00 MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
MS-10
Kontrol
jenis perekat
Gambar 9. Hasil uji Tensile Strength
44
Gambar 9. memperlihatkan bahwa antara kelima formula menghasilkan daya rekat yang bervariasi 5,60 kg/cm2 untuk MS-50; 4,63 kg/cm2 untuk MS-40; 5,65 kg/cm2 untuk MS-30; 4,30 kg/cm2 untuk MS-20; dan 2,37 kg/cm2 untuk MS-10. Hasil perekatan terbaik didapat dari perekat MS-30 yang jika dibandingkan dengan perekat kontrol maka daya rekat formula tersebut lebih tinggi. Semakin banyak jumlah karet siklo di dalam formula perekat tidak selalu menghasilkan daya rekat yang lebih tinggi karena sifat karet siklo yang keras dan kaku dapat mengakibatkan perekat pecah jika konsentrasinya terlalu tinggi. Meskipun karet siklo merupakan senyawa yang dapat meningkatkan daya rekat, perekat MS-50 dengan konsentrasi siklo tertinggi tidak menghasilkan daya rekat yang paling baik. Nilai viskositas perekat juga mempengaruhi nilai daya rekat karena berhubungan dengan kemampuan perekat untuk menyebar pada bidang permukaan rekatan. Perekat dengan viskositas tinggi akan sulit terpenetrasi sehingga nilai daya rekat yang dihasilkan pun tidak terlalu baik. Pada formula perekat MS-10 dimana komposisi karet alamnya lebih dominan juga mempengaruhi daya rekatnya karena sifat karet alam yang tidak tahan panas, oksidasi, dan ozon. Perlakuan mastikasi juga dapat mempengaruhi kekuatan daya rekat dari perekat. Tujuan perlakuan mastikasi adalah untuk memperpendek rantai molekul dari karet. Aplikasi perekat MS-20 dan perekat MS-10 menghasilkan daya rekat yang rendah. Hal ini dikarenakan konsentrasi karet alam yang tinggi dalam formulasinya. Panjangnya rantai molekul karet mengakibatkan rendahnya daya rekat yang dihasilkan karena masih banyaknya jumlah ikatan rangkap dalam struktur molekulnya. Banyaknya ikatan rangkap ini mengakibatkan selama vulkanisasi terjadi sedikit ikatan silang yang dapat mengurangi kekakuan perekat sehingga daya rekatnya juga dapat berkurang. Pemendekan rantai molekul karet memungkinkan terjadinya pengikatan terhadap permukaan bidang rekatan dalam susunan yang rapat dan sekaligus dapat mengikat karet siklo.
45
Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa karet siklo dapat digunakan sebagai senyawa peningkat daya rekat. Dengan perubahan formulasi perekat karet pada logam maka akan menghasilkan kekuatan rekat yang berbeda-beda. Hasil ini memperlihatkan bahwa kelima formula dapat digunakan sebagai perekat karet pada logam.
Hal ini disebabkan
kompon karet alam yang telah dicampur dengan karet siklo mempunyai daya rekat yang lebih baik.
46
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Karet siklo merupakan turunan karet alam yang diperoleh dari pemanasan karet alam dengan katalis asam serta memiliki sifat rekat (adhesive) yang baik terhadap logam dan permukaan licin lainnya. Karet siklo memiliki keunggulan dalam hal daya rekat dibanding karet alam, ketahanan panas, serta beberapa sifat fisika seperti kekerasan, modulus, dan ketahanan kikis yang tinggi. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan karet siklo sebagai perekat yang selama ini masih didominasi oleh produk impor. Pengujian viskositas Brookfield menunjukkan bahwa nilai viskositas perekat yang dihasilkan berkisar antara 1750 – 3710 cP dengan viskositas perekat MS-10 adalah yang tertinggi, sedangkan nilai viskositas perekat MS30 adalah yang terendah. Berdasarkan uji viskositas Brookfield tersebut, nilai viskositas perekat yang dihasilkan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai viskositas perekat komersial (kontrol). Hasil pengujian bobot jenis kompon perekat menunjukkan nilai yang bervariasi yaitu berkisar antara 0,992 – 1,025 g/cm3. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi siklo di dalam masterbat maka nilai bobot jenisnya semakin rendah. Nilai bobot jenis perekat yang dihasilkan masih lebih rendah dibandingkan dengan bobot jenis perekat komersial yang mungkin disebabkan perbedaan jumlah komponen penyusunnya. Pengujian shear strength menunjukkan bahwa nilai yang bervariasi yaitu antara 0,91-3,64 kg/cm2. Jenis perekat MS-30 mempunyai daya rekat yang paling baik yaitu 3,64 kg/cm2. Kekuatan daya rekat perekat MS-30 ini juga lebih tinggi daya rekat perekat kontrol yang nilainya 3,12 kg/cm2. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol, untuk pengujian shear strength. Hal ini menunjukkan bahwa karet siklo dapat digunakan sebagai senyawa yang dapat meningkatkan daya rekat. Pada pengujian tensile strength kelima formula juga menghasilkan daya rekat yang bervariasi, yaitu antara 2,37 sampai 5,65 kg/cm2. Hasil
perekatan terbaik didapat dari formula MS-30 yaitu 5,65 kg/cm2. Jika dibandingkan dengan kontrol, daya rekat formula MS-30 tersebut lebih tinggi dari daya rekat perekat komersial yang hanya 4,12 kg/cm2. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa daya rekat perekat yang ditambahkan karet siklo tidak berbeda nyata dibandingkan daya rekat kontrol, untuk pengujian tensile strength. Dalam penelitian ini dihasilkan formula terbaik pada perekat MS-30 dengan karakteristik yaitu nilai viskositas Brookfield 1750 cP, bobot jenis 1,021 g/cm3, shear strength 3,54 kg/cm2, tensile strength 5,65 kg/cm2. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa campuran karet siklo dan karet alam pada perekat MS-30 terformulasi dengan baik sebagai bahan baku untuk perekat karet pada logam. Hal ini ditunjukkan oleh nilai daya rekatnya yang lebih baik jika dibandingkan dengan perekat komersial. Namun nilai viskositas Brookfield yang masih terlalu kental bila dibandingkan dengan perekat komersial.
B. Saran Waktu mastikasi perlu disamakan pada setiap perlakuan dan perlu ditingkatkan agar pemutusan rantai molekul lebih sempurna sehingga dihasilkan perekat dengan nilai viskositas lebih rendah agar perekat dapat lebih terpenetrasi dengan baik ke dalam pori-pori logam. Penggunaan karet siklo yang dibuat dari fase lateks sebagai primer dapat dicoba diaplikasikan karena diduga mempunyai daya rekat yang lebih baik daripada resipren. Penelitian umur simpan (shelf life) perekat juga penting dilakukan karena pelarut dalam perekat mudah menguap.
48
DAFTAR PUSTAKA Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Pusat Penelitian Teknologi, Bogor. Alfa, A. A. 2002. Pengembangan Pengolahan Karet Siklo dan Masterbat Siklo dari Lateks Karet Alam. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Bogor. Alfa, A. A. 2002. Bahan Kimia untuk Kompon Karet. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet Padat. BPTK. Bogor. Alfa, A. A., B. Handoko, dan Y. Syamsu. 2002. Pengaruh Mutu Lateks dan Atmosfir Lingkungan Reaksi Terhadap Siklisasi Lateks Karet Alam. di dalam Prosiding Seminar Nasional Kimia, Auditorium FPMIPA UPI Bandung, 28-29 Mei 2002, pp. 217-223. Alfa, A. A., E. G. Said, T. T. Irawadi, I. Sailah, Z. A. Mas’ud, dan S. Honggokusumo. 2003. Perkembangan dan Prospek Produksi Karet Alam Siklik. di dalam Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu, Medan, 10-11 Desember 2003, pp.277-289. Alfa, A. A. dan Y. Syamsu. 2004. Sifat dan Kegunaan Karet Alam Siklik Dari Larutan Karet dan Dari Lateks. di dalam Prosiding Seminar Nasional VII Kimia Dalam Pembangunan, Hotel Santika Yogyakarta, 25-26 Mei 2004, pp. 540-547. Amir, E. J. 1990. Teori Mastikasi Karet. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor. Arizal, R. 1989. Bahan Elastomer untuk Industri Barang Jadi Karet (Karet Alam dan Karet Sintetis) : Latihan Teknologi Barang Jadi Karet. BPP. Bogor. ASTM. 1997. Methods of Test for Adhesion of Vulcanised Rubber to Metal. ASTM D429-64. ASTM. 1997. Methods of Test for Strength Properties of Adhesives in Shear by by Tension Loading. ASTM D1002-64 ASTM. 1997. Standard Spesification for Rubber Concentrated, Ammonia Preserved, Creamed, and Centrifuged Natural Latex.ASTM. D 1076-97.
49
Barron, H., 1948, Modern rubber chemistry, D. Van Nostrand Company, Inc., New York, BPS. 2006. Statistika Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Garvey, B. S., Jr. 1959. Accelerators of Vulcanization. In Morton, M. Introduction To Rubber Technology. Reinhold Publishing Corporation. Gelling, I. R. 1991. Epoxidised natural rubber, J. Nat Rubb. Res., 6, 184. Houwink, R. and G. Salomon. 1965. Adhesion and Adhesive. Elsevier Applied Science Publisher, London. John, C. K. and S. W. Sin. 1974. Coagulation of Hevea latex using steam. J. Rubb. Res. Inst. Malaya. 24(1): 257 Mattjik, Ahmad Ansori dan I Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Percetakan Jurusan Statistika FMIPA IPB. Bogor. Morton, M. 1963. Introduction to Rubber Technology. Reinhold Publ. Corp. New York. Nakade, S., A. Kuga. M. Hayashi, dan Y. Tanaka. 1997. Highly purified natural rubber IV : preparation dan characteristic og gloves and condoms. The New Rubber Material Research Concorcium, Tokyo, Japan. Naunton, W.J.S. 1961. The Applied Science of Rubber. Edward Arnold (Publisher) Ltd. London. Polhamus, L. G. 1962. Rubber : Botany, Production, and Utilization. Interscience Publishers, Inc. New York. Shields, J. 1970. Adhesives Handbook. British. Illife Book. SNI 06-1447-1989. 1989. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI 06-4890-1998. 1998. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Subramaniam, A. 1987. Natural Rubber. In Morton, M.. Rubber Technology. Van Nostrand Reinhold, New York. Stern, H.J. 1967. Rubber. Natural and Synthetic, 2nd ed.Maclaren and Sons ltd, London
50
Tanaka, Y. and S. Kawahara. 1996. Preparations and properties of highly purified natural rubber. Proceedings of the International Workshop on Green Polymers, pp 91-101. The International Workshop on Green Polymers : Revolution of Natural Polymers, 4-8 November 1996, Bandung-Bogor, Indonesia. Wake, W.C. 1976. Adhesion and The Formulation of Adhesives. Applied Science Publisher, London. Van Verseen, G. J. 1951. The Structure of Siclised Rubber. Rubb. Chem & Tech. 24: 957-969. Yapa, P. A. J. and W. A. Lionel. 1980. Some studies on cyclization of bromelain treated rubber. J. Rubb. Ins. Sri Lanka, 57: 7-12.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Karet Kering (ASTM D 1076-97)
Kadar karet kering adalah persen bobot karet dari lateks yang telah digumpalkan dan ditipiskan serta dikeringkan. Prosedur yang harus dilakukan untuk pengujian ini adalah sebagai berikut : 1. Botol timbang yang telah berisi contoh lateks ditimbang (W1), selanjutnya lateks dituangkan ke dalam cawan proselin dan botol timbang ditimbang kembali (W2). Selisih antara W1 dan W2 adalah bobot contoh (W). 2. Air suling ditambahkan hingga KJP ± 25 % dan aduk hingga homogen. 3. Asam asetat 2 % ditambahkan sambil diaduk sampai terbentuk gumpalan sempurna yang ditandai dengan terbentuknya serum yang jernih. Untuk mempercepat penggumpalan, cawan yang berisi lateks dipanaskan pada penangas air selama 15 – 30 menit. 4. Jika serum masih keruh, maka pengerjaan harus diulangi dari awal. Gumpalan digiling 5 kali hingga terbentuk krep. Penggilingan dilakukan agar ketebalan krep meksimum 2 mm. 5. Krep dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 70 ± 2 ºC. Jika terjadi oksidasi maka pengeringan dilakukan pada suhu 55 ± 2 ºC. 6. Krep yang telah kering kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan sampai bobot tetap (Wk) diulangi dengan perbedaan bobot tidak lebih dari 1 mg. Penetapan ini dikerjakan dua kali dengan perbedaan hasil tidak boleh lebih dari 0,2 %. Hasil kadar karet kering adalah rata-rata dari dua kali pengerjaan (ASTM, 1997). Wk x 100 Perhitungan KKK (%) = _______________ W
53
Lampiran 2. Pengujian Kadar Jumlah Padatan (ASTM D 1076-97)
Kadar jumlah padatan adalah persen bobot zat karet dan bukan karet dari lateks yang dikeringkan. Lateks mengandung partikel bukan karet dan bahanbahan terlarut dalam fase cairan serum disamping partikel karet. Perbedaan kadar jumlah padatan dengan kadar karet kering lateks pekat maksimum 2 %. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah : 1. Sejumlah lateks dimasukkan ke dalam botol timbang kemudian ditimbang dengan ketelitian 1 mg (W1). 2. Lateks sebanyak 2,5 ± 0,5 gram dituangkan dari botol timbang ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya (W2), kemudian diratakan dengan goyangan. 3. Botol timbang berisi sisa lateks ditimbang kembali (W3). Perbedaan bobot kedua penimbangan adalah bobot contoh. 4. Air suling sebanyak 1 ml ditambahkan lalu cawan aluminium dipanaskan hingga terbentuk film. Cawan berisi film kering ditimbang hingga bobot tetap dengan perbedaan bobot tidak lebih dari 1 mg (W4). Penetapan ini dilakukan dua kali dengan perbedaan hasil tidak lebih dari 0,15 %. 5. KJP adalah rata-rata hasil dua kali pengerjaan (ASTM, 1997). W4 – W2 KJP (%) =
_____________
X 100
W3 – W1
54
Lampiran 3. Penetapan Kadar Nitrogen (SNI 06 1903-1990)
Prosedur pengujian kadar nitrogen adalah sebagai berikut : 1. Contoh uji ditimbang sebanyak 0,1 gram (A) dengan ketelitian 0,1 mg yang telah diseragamkan kemudian dimasukkan ke dalam labu mikrokjeldahl. 2. Contoh uji ditambahkan ± 0,65 gram katalis selenium dan 2,5 ml H2SO4 pekat. 3. Contoh didekstruksi sekitar satu jam sampai timbul warna hijau atau tidak berwarna, setelah itu didinginkan dan diencerkan dengan 10 ml aquades. 4. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas dua atau tiga kali dengan 3 ml air suling, kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 67%. 5. Uap air dialirkan melewati alat destilasi dan destilat ditampung ke dalam erlenmeyer berisi 10 ml asam borat dua persen dan dua tetes indikator. Waktu destilasi sekitar 5 menit. 6. Destilat dititrasi dengan larutan H2SO4 0,01 N menggunakan buret 10 ml. Titik akhir titrasi ditandai dengang perubahan warna dari hijau menjadi ungu muda (Vc). Hal serupa dilakukan terhadap blanko (Vb). Kadar nitrogen dihitung menggunakan rumus berikut : (Vc-Vb) x 0,01 x 14 x 100 % Kadar nitrogen (%) =
_____________________________________
A (mg)
55
Lampiran 4. Pengujian Bilangan Asam Lemak Eteris (ASTM D 1076-97)
Pengujian bilangan asam lemak eteris dilakukan mengikuti prosedur berikut : 1. Contoh uji (lateks) ditimbang sebanyak 50±0,2 gram di dalam gelas piala 250 ml. 2. Contoh tersebut ditambahkan 50 ml larutan ammonium sulfat dan diaduk. 3. Contoh uji dipanaskan pada penangas air 70 ºC selama 3-5 menit hingga terbentuk gumpalan sempurna. 4. Serum dipisahkan dan disaring ke dalam labu Erlenmeyer 50 ml. 5. Sebanyak 25 ml serum dipipet ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi 5 ml asam sulfat (2+5), lalu diaduk. 6. Sebanyak 10 ml campuran serum dan asam sulfat dipipet ke dalam tabung penyuling Markham, kemudian ditambahkan 1 tetes silikon anti busa. 7. Tabung penyuling Markham ditutup kemudian dialirakan uap air 100 ºC dari pembangkit uap air ke dalam tabung penyuling Markham. 8. Hasil sulingan ditampung di dalam labu Erlenmeyer berskala (kecepatan aliran sulingan diatur 3-6 ml/menit). 9. Penyulingan dihentikan setelah didapat 100 ml sulingan dan kemudian dialirkan udara bebas CO2 ke dalam sulingan selama 3 menit. 10. Ditambahkan 1 tetes brom timol blue ke dalam sulingan, lalu dititrasi dengan larutan Ba(OH)2 hingga warna berubah menjadi biru muda dan tidak berubah selama 10-20 detik (V). 11. Blanko dikerjakan dengan mensubstitusi 20 ml air suling ke dalam semua pereaksi yang digunakan.
Bilangan ALE =
561 x V x N
(50 x 25)
________________
_______________
KJP x W
W=
(50+S) x 3
100 - KKK S = ________________ 1,02 x 2
56
Lampiran 5. Pengujian Waktu Kemantapan Mekanis (ASTM D 1076-97)
Pengujian waktu kemantapan mekanis (WKM) dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah tutup kemasan dibuka. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Sebanyak 100 gram lateks yang telah dihomogenkan ditimbang ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml. 2. Nilai KJP diturunkan menjadi 55±0,2 % dengan penambahan larutan amonia 1,6 % (untuk lateks tipe 1 dan tipe 2) atau larutan amonia 0,6 % (untuk lateks tipe 3), lalu dipanaskan pada penangas hingga suhu 36-37 ºC. 3. Lateks disaring dengan penyaring 180 µm ke dalam kontainer hingga didapat 80 gram saringan. 4. Kontainer berisi lateks ditempatkan pada alat Klaxon yang bersuhu 35 ºC. 5. Lateks diaduk dengan kecepatan 14.000±200 rpm (stop watch dinyalakan). 6. Sambil tetap diaduk, tiap 15 menit sampel diambil dengan cara menyentuhkan ujung kaca pengaduk pada lateks dan diteteskan pada pingan petri yang telah berisi air. Keadaan lateks diamati dan pengamatan diakhiri jika flokulat telah terbentuk (berupa bintik-binitk putih yang tidak pecah oleh goyangan). 7. Pengujian dikerjakan secara duplo dengan perbedaan hasil tidak lebih dari 5 %. 8. Hasil pengujian WKM adalah rata-rata dua pengujian. 100 x KJP Volume amonia yang ditambahkan = ________________ - 100 55
WKM : sesuai dengan waktu yang ditunjukkan stopwatch pada saat akhir pengamatan dan dinyatakan dalam detik.
57
Lampiran 6. Uji shear strength dan uji tensile strength
a. Uji shear strength (ASTM D 1002-64) Pengujian daya rekat ini menggunakan dua lempeng atau plat besi. Salah satu bagian plat besi diletakkan pada bagian yang lebih dalam. Selanjutnya perekat primer dioleskan pada bagian perekatan sampai ketebalan yang dibutukan.. Setelah perekat primer kering, perekat sekunder dioleskan di bagian atasnya. Hal yang sama dilakukan terhadap perekat tersier. Setelah semua perekat kering, kedua lempeng besi itu dirapatkan dan diberi tekanan. Kemudian kedua lempeng besi itu ditarik untuk menguji daya rekatnya. Kekuatan maksimum yang dibutuhkan untuk memisahkan dua lempeng besi itu dicatat sebagai adhesion value (daya rekat) dan dinyatakan dalam kg/cm2 lebar.
b. Uji tensile strength (ASTM D 429) Prinsip uji kelupas hampir sama dengan pengujian daya rekat. Namun uji rekatan ini menggunakan dua buah baut yang direkatkan pada kompon karet alam. Pengolesan masing-masing perekat sama dengan prosedur pada uji daya rekat. Setelah dirapatkan dan diberi tekanan, ujung-ujung kompon yang tidak merekat dikelupas. Kekuatan maksimum yang dibutuhkan untuk memisahkan dua lempeng besi itu dicatat sebagai adhesion value (daya rekat) dan dinyatakan dalam kg/cm2 lebar.
58
Lampiran 7. Bobot jenis perekat dan viskositas Brookfield
a. Bobot Jenis Perekat (SNI 06-4890-1998) Bobot contoh uji minimum 2,5 gram, permukaannya halus dan bebas debu atau kotoran. Penentuan bobot jenis dimulai dengan penimbangan contoh uji di udara, kemudia menimbang pemegang di dalam air. Selanjutnya contoh uji ditusuk dengan pemegang dan kemudian ditimbang di dalam air. Sebelum ditimbang di dalam air, contoh uji dicelupkan ke dalam alkohol absolut. Hal ini bertujuan untuk menghindari pembentukan gelembung pada contoh uji.
b. Viskositas Brookfield Pengukuran
viskositas
dilakukan
menggunakan
viskometer
Brookfield dengan satuan cP. Viskositas perekat berpengaruh pada kemampuan penyebaran dan penetrasi perekat pada logam. Semakin kental perekat maka akan semakin besar nilai viskositas yang terbaca pada alat. Hal ini berarti kemampuan penyebaran dan penetrasi perekat pada logam rendah. Sebaliknya semakin encer perekat maka akan semakin mudah menyebar dan meresap pada logam.
59
Lampiran 8. Data pengujian viskositas Brookfield
Jenis perekat
Nilai terbaca
Faktor pengali
Viskositas (cP)
Keterangan
MS-50
28,0
100
2800
MS-40
26,5
100
2650
MS-30
17,5
100
1750
MS-20
27,4
100
2740
MS-10
37,1
100
3710
Kontrol
24,8
5
124
Spindel no. 4, kecepatan = 60 Spindel no. 4, kecepatan = 60 Spindel no. 4, kecepatan = 60 Spindel no. 4, kecepatan = 60 Spindel no. 4, kecepatan = 60 Spindel no. 2, kecepatan = 60
60
Lampiran 9. Data pengujian bobot jenis kompon perekat
Sampel
MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
MS-10
Kontrol
2,7124
2,7520
2,6780
2,5690
2,5324
0,0849
0,4742
0,4732
0,4720
0,4710
0,4710
0,4718
0,5395
0,5372
0,5277
0,4752
0,4507
0,4588
0,0653
0,0640
0,0577
0,0042
-0,0203
-0,013
2,6471
2,6886
2,6223
2,648
2,5527
0,0979
1,025
1,024
1,021
1,002
0,992
0,867
(1) Bobot contoh di udara (g) (2) Bobot pemegang dalam air (g) (3) Bobot contoh + pemegang di air (g) (4 : 3 – 2) Bobot contoh dalam air (g) (5 : 1 – 4) Volume (cm3) (6 : 1/5) Bobot jenis (g/cm3)
61
Lampiran 10. Data pengujian shear strength
Beban = 125 kg Sampel
MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
MS-10
Kontrol
Luas (cm2)
Pengukuran (kg)
Daya rekat (kg/cm2)
7,54
27,50
3,65
7,77
21,25
2,73
7,77
15,10
1,93
8,2
8,50
1,04
8,2
18,25
2,23
8,001
5,94
0,74
8,001
42,50
5,31
7,77
13,75
1,77
7,77
27,50
3,54
7,77
13,50
1,74
7,77
14,00
1,80
8,2
9,38
1,14
8,001
3,50
0,44
8,001
5,75
0,72
8,001
12,50
1,56
7,7
33,13
4,30
7,04
21,40
3,04
7,7
15,50
2,01
62
Lampiran 11. Data pengujian tensile strength Luas bidang rekatan = 5,06 cm2, beban = 125 kg Sampel
MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
MS-10
Kontrol
Pengukuran (kg)
Daya rekat (kg/cm2)
16,50
3,26
34,50
6,82
34,00
6,72
17,50
3,46
29,25
5,80
23,50
4,64
18,75
3,71
26,75
5,28
40,25
7,95
16,25
3,21
34,75
6,87
14,25
2,82
8,75
1,70
19,38
3,80
8,13
1,60
27,50
5,43
26,25
5,20
8,75
1,73
63
Lampiran 12. Analisis sidik ragam uji shear strength
One-way ANOVA
Analysis of Variance Source
DF
SS
MS
F
p
Sample
5
17.36
3.47
3.32
0.041
Error
12
12.57
1.05
Total
17
29.93
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level
N
Mean
StDev
1
3
2.770
0.861
2
3
1.337
0.788
3
3
3.540
1.770
4
3
1.560
0.365
5
3
0.907
0.583
6
3
3.117
1.147
---+---------+---------+---------+--(-------*--------) (--------*-------) (--------*-------) (-------*--------) (--------*--------) (--------*-------) ---+---------+---------+---------+---
Pooled StDev =
1.023
0.0
1.5
3.0
4.5
64
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji tensile strength
One-way ANOVA
Analysis of Variance Source
DF
SS
MS
F
p
Sample
5
21.78
4.36
1.25
0.346
Error
12
41.81
3.48
Total
17
63.59 Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level
N
Mean
StDev
1
3
5.600
2.027
2
3
4.633
1.170
3
3
5.647
2.144
4
3
4.300
2.234
5
3
2.367
1.242
6
3
4.120
2.073
----------+---------+---------+-----(--------*---------) (---------*--------) (---------*--------) (--------*---------) (--------*---------) (--------*---------) ----------+---------+---------+------
Pooled StDev =
1.867
2.5
5.0
7.5
65
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol 1 025 1,025 1 024 1,024 1 021 1,021 1 002 1,002 0 992 0,992 0 867 0,867
1,05
1,025
1,024
1,021 1,002
bobot jeniis (g/cm3)
1
0,992
0,95 0,9
0 867 0,867
0,85 0,8 0,75 MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol jenis perekat
3,65 3 65 2,73 1,93
MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol 1 04 1,04 5 31 5,31 1 74 1,74 0 44 0,44 43 4,3 2,23 1,77 1,8 0,72 3,04 0,74 3,54 1,14 1,56 2,01
8,31 2,77
4,01 1,34
10,62 3,54
4,00
4,68 1,56
2,72 0,91
3,54
day ya rekat (kg/cm2)
3,50 3,00
9,35 3,12
3,12
6
daya rrekat (kg/cm2)
MS-50
5 4 3 2
3,65 2,73 1,93
1
2,77 0
2,50
MS-50
2,00
1,56
1,34
1,50
0 91 0,91
1,00 0,50 0,00 MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
jenis perekat
MS-10
Kontrol
5,31 4,3 3,54 3,04 1,8
2,23 1 77 1,77 1,04
2,01
1 74 1,74
1,56 0,72
1,14 0,74
MS-40
0,44
MS-30
MS-20
MS-10
jenis perekat Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Kontrol
MS-50 MS-40 MS-30 MS-20 MS-10 Kontrol 2800 2650 1750 2740 3710 124
4000 3500 viskosittas (cP)
3000
2800
2740
2650
2500 1750
000 2000 1500 1000 500 0 MS-50
MS-40
MS-30
MS-20
jenis perekat
3710
124 MS-10
Kontrol