perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBUATAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI
Skripsi Oleh : Tri Wahyuningsih K2308057
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Tri Wahyuningsih
NIM
: K2308057
Jurusan/Program Studi
: PMIPA/Pendidikan Fisika
menyatakan bahwa skripsi saya berhudul “PEMBUATAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI“ ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta,
Desember 2012
Yang membuat pernyataan
Tri Wahyuningsih
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBUATAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI
Oleh : Tri Wahyuningsih K2308057
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada Hari
: Senin
Tanggal
: 7 Januari 2013
Persetujuan Pembimbing Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Trustho Raharjo, M.Pd. NIP. 195108231 198103 1 001
Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc. NIP. 19770926 200212 2 001 commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada Hari : …………………. Tanggal
: ………………….
Tim Penguji Skripsi : Nama Terang
Tanda Tangan …………….
Ketua
: Drs. Supurwoko, M.Si.
Sekretaris
: Drs. Pujayanto, M.Si.
Anggota I
: Drs. Trustho Raharjo, M.Pd.
Anggota II
: Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc.
……………..
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP. 19600727 1987021 1 001 commit to user v
…………… ……………..
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Tri Wahyuningsih. PEMBUATAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2012. Tujuan penelitian ini adalah menyusun dan menghasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi siswa dalam materi Fluida dan Teori Kinetik Gas di Sekolah Menengah Atas kelas XI semester genap. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4-D oleh S. Thigarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4-D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Pendefinisian, (2) Perancangan, (3) Pengembangan, dan (4) Penyebaran. Obyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 6 Surakarta dan siswa kelas XII IPA 4 dan 5 SMA Negeri 1 Kartasura. Hasil draft awal sebanyak 56 butir soal tes diagnostik yang sudah di validasi teoritik. Validasi empiris dilakukan dengan dua kali uji coba. Uji coba I digunakan soal sebanyak 56 item dengan bentuk soal pilihan ganda alasan yang telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan revisi soal berdasarkan hasil analisis dan wawancara terhadap siswa. Uji coba II digunakan bentuk soal pilihan ganda alasan terbuka dengan dua tipe soal, yaitu A dan B. Jumlah soal untuk masing-masing tipe adalah 33 butir soal. Uji coba I diperoleh nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,41. Artinya, instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa adalah cukup. Uji coba II dihasilkan nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,611 untuk soal tipe A dan 0,6 untuk soal tipe B. Artinya, instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa adalah cukup. Dari Penelitian dihasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi materi Fluida dan Teori Kinetik Gas dengan dua tipe soal yaitu A dan B. Bentuk soal pilihan ganda dengan alasan terbuka dengan jumlah soal masing-masing tipe adalah 33 butir soal.
Kata kunci: Tes diagnostik, miskonsepsi, Fluida, Teori Kinetik Gas
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Tri Wahyuningsih. THE MAKING OF DIAGNOSTIC TEST INSTRUMENT OF PHYSICS SUBJECT FOR SENIOR HIGH SCHOOL GRADE XI. Skripsi. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. SebelasMaret University. December 2012. The objective of this study is to draw up and to produce an instrument of diagnostic test to uncover the students’ misconception in learning Fluid and Kinetics Theory of Gases for Senior High School grade XI in even semester. This study is categorized as research development. Learning device that was developed is diagnostic test. It is to identify the students’ misconception of physics. The model of development used is four D model by S. Thigarajan, Dorothy S. Semmel and Melvyn I. Semmel. The four D model consists of four main stages: (1) Define, (2) Design (3) Develop, and (4) Disseminate. The object of this research is the students of SMA Negeri 6 Surakarta grade XI Sience 2 and the students of SMA Negeri 1 Kartasura grade XII Science 4 and XII Sience 5. The result of the first draft is 56 items of diagnostic test, which the validity theoretically had been proved. The testing of empirical validity was done for twice. Test I used questions of 56 items with the form of multiple choices the specified reasons. Then, the items were revised based on the results of the analysis and the interview to students. Test II used questions of 56 items with the form of multiple choices the opened reason by two types of questions, namely A and B. The number of questions for each type is 33 items. Test I obtained sufficient reliability values, that is 0, 41. It means that, the consistency of the instruments in uncovering the students’ misconception is enough. Test II obtained sufficient reliability values, that is 0, 611 for the question type A and 0, 6 for the question type B. It means that, the consistency of the instruments in uncovering the students’ misconception is enough. The result of the study is the instrument of diagnostic test, which is to uncover the students’ misconception in learning Fluid and Kinetics Theory of Gases by two types of questions, namely A and B. The form of the questions is multiple choices the opened reason by the number of questions for each type is 33 items.
Keywords: Diagnostic tests, misconception, Fluid, Kinetic Theory of Gases
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu” (Penulis)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada: Bapak dan Ibuku yang kucintai, terimakasih atas doa, dukungan dan kepercayaan yang diberikan kepadaku selama ini. commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehinnga penyusunan Skripsi yang berjudul : "PEMBUATAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS XI " dapat diselesaikan. Penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret. 3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA Universitas Sebelas Maret. 4. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd dan Bapak Drs. Surantoro, M.Si. Koordinator Skripsi Program Fisika P.MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun Skripsi ini. 5. Bapak Drs. Trustho Raharjo, M.Pd dan Ibu Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc. Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi. 6. Bapak Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si. Dosen Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan validasi materi pada penyusunan instrumen tes diagnostik Fisika SMA kelas XI. 7. Bapak Drs. Yusmar Setyobudi, M.M, M.Pd. Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk penelitian dalam rangka menyusun Skripsi. 8. Bapak Drs. Widodo, M.M. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kartasura yang telah memberikan ijin untuk penelitian dalam rangka menyusun Skripsi. 9. Bapak Tri Bagyo, S.Pd, M.M dan Ibu Dra. Tini. Guru Mata Pelajaran Fisika di SMA Negeri 6 Surakarta yang telah banyak membantu penulis melaksanakan penelitian dalam rangka menyusun Skripsi. commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Bapak Hari Supriyanto, S.Pd, M.Eng. Guru Mata Pelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Kartasura yang telah banyak membantu penulis melaksanakan penelitian dalam rangka menyusun Skripsi. 11. Nur Yazid, Gunawan, Vista, Ziva, Alya, Habil yang telah memberikan banyak semangat penulis dalam menyelesaikan Skripsi. 12. Rani, Fatimah, Ani, Utik, Desti, Desi, Yunda, Trisni, Nashril, Kholif, Yoga, Nanda, Navis, dan Bimanto yang telah memberikan inspirasi dan masukan penulis dalam rangka menyusunan instrumen tes diagnostik Fisika SMA kelas XI. 13. Sahabat-sahabatku Fisika 2008 untuk segala dukungan, persahabatan, dan bantuannya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Surakarta,
Desember 2012 Penulis
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………..
i
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………
ii
HALAMAN PENGAJUAN …………………………………………...
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………...
iv
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………
v
HALAMAN ABSTRAK ………………………………………………
vi
HALAMAN MOTTO ………………………………………………….
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………
ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………
x
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..
xvii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………….
1
B. Identifikasi Masalah …………………………………...
4
C. Pembatasan Masalah …………………………………...
5
D. Rumusan Masalah ...........................................................
5
E. Tujuan Penelitian ............................................................
5
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ........................
6
G. Manfaat Penelitian ..........................................................
6
H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ......................
6
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka .............................................................
7
B. Penelitian yang Relevan ......................................
24
C. Kerangka Berfikir ...........................................................
27
D. Pertanyaan Penelitian ..................................................... commit to user xii
28
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
BAB IV
BAB V
digilib.uns.ac.id
METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................
30
1. Tempat Penelitian .....................................................
30
2. Waktu Penelitian .......................................................
30
B. Model Pengembangan ....................................................
31
C. Prosedur Pengembangan .................................................
31
D. UjiCoba Produk ..............................................................
34
1. Desain Uji Coba ........................................................
34
2. Subjek Coba ..............................................................
34
3. Jenis Data ..................................................................
35
4. Instrumen Pengumpulan Data ..................................
35
5. Teknik Analisis Data ................................................
35
HASIL PENELITIAN A. Data Uji Coba ………………………………………….
38
B. Analisis Data …………………………………………...
40
C. Revisi Produk ………………………………………….
42
D. Kajian Produk Akhir …………………………………..
57
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan tentang Produk ................................................
58
B. Keterbatasan Penelitian ..................................................
58
C. Saran Pemanfaatan, Diseminasi, dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut .......................................................
59
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
60
LAMPIRAN ...........................................................................................
63
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
2.1
Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep .....................
11
4.1
Jumlah Soal Tiap Konsep Uji Coba I ………………………
37
4.2
Jumlah Soal Tiap Konsep Uji Coba II ……………………...
38
4.3
Revisi Soal Konsep Massa Jenis ……………………………
42
4.4
Revisi Soal Konsep Tekanan ……………………………….
43
4.5
Revisi Soal Konsep Tekanan Hidrostatik …………………..
44
4.6
Revisi Soal Konsep Tekanan Terukur ……………………...
45
4.7
Revisi Soal Konsep Tekanan Atmosfir ……………………..
46
4.8
Revisi Soal Konsep Hukum Pascal …………………………
47
4.9
Revisi Soal Konsep Hukum Pokok Hidrostatika …………..
47
4.10
Revisi Soal Konsep Hukum Archimedes …………………..
48
4.11
Revisi Soal Konsep Tegangan Permukaan …………………
49
4.12
Revisi Soal Konsep Kontinuitas ……………………………
50
4.13
Revisi Soal Konsep Debit …………………………………..
50
4.14
Revisi Soal Konsep Hukum Bernoulli ……………………...
51
4.15
Revisi Soal Konsep Viskositas ……………………………..
52
4.16
Revisi Soal Konsep Hukum-Hukum Gas …………………..
52
4.17
Revisi Soal Konsep Tekanan pada Gas …………………….
53
4.18
Revisi Soal Konsep Energi Kinetik Translasi Rata-Rata …...
54
4.19
Revisi Soal Konsep Kecepatan rms ………………………...
54
4.20
Revisi Soal Konsep Kecepatan Gas ………………………... commit to user
54
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.21
Revisi Soal Konsep Ekipartisi Energi ………………………
55
4.22
Revisi Soal Konsep Energi Dalam ………………………….
55
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Halaman Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thiagarajan (Trianto, 2007: 65) …………………………….
23
2.2
Kerangka Berpikir …………………………………………..
28
3.1
Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika …………..
31
3.2
Desain Uji Coba …………………………………………….
34
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1
Jadwal Penelitian ………………………………………….
63
2
Silabus Pembelajaran ……………………………………...
64
3
Kisi-Kisi Konsep Materi …………………………………..
72
4
Kisi-Kisi Konsep Materi (Revisi 1) ……………………….
75
5
Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas (Revisi 2) ………………………………………………….
79
Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas (Revisi 3) ………………………………………………….
82
Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas (Revisi 4) ………………………………………………….
85
8
Materi ……………………………………………………..
88
9
Tahap Pendefinisian Konsep ……………………………...
121
10
Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Uji Coba I ……………………………………………………..
129
11
Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas …………….
132
12
Kunci Jawaban …………………………………………….
156
13
Lembar Jawaban Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas ………………………………………………………...
157
Kisi-Kisi Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Uji Coba II …………………………………………………….
159
15
Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Tipe A …….
162
16
Tes Diagnostik Fluida dan Teori Kinetik Gas Tipe B …….
172
17
Rubrik Penilaian Instrumen Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas XI Uji Coba II ………………………………………
181
Validasi Ahli Instrumen Tes Diagnostik Fluida Dan Teori to user Kinetik Gas Uji Cobacommit I ……………………………………
216
6 7
14
18
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
19
digilib.uns.ac.id
Validasi Ahli Instrumen Tes Diagnostik Fluida Dan Teori Kinetik Gas Uji Coba II …………………………………...
285
20
Analisis Jawaban Tes Uji Coba I ………………………….
328
21
Analisis Jawaban Tes Uji Coba II (Soal Tipe A) …………
332
22
Analisis Jawaban Tes Uji Coba II (Soal Tipe B) …………
336
23
Surat Perizinan …………………………………………….
340
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari mata pelajaran Fisika di SMA dan MA menurut kurikulum 2004 antara lain sebagai sarana: Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas, 2003: 7). Siswa diharapkan memiliki kemampuan menguasai konsep-konsep Fisika setelah pembelajaran berakhir. Dahar menyatakan bahwa : “Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi” (1989: 79). Permasalahan pendidikan yang mendasar sering berkaitan dengan penanaman pemahaman konsep yang kadang-kadang keliru. Sebagian orang berpendapat bahwa kesalahan pemahaman siswa terhadap suatu konsep Fisika adalah sesuatu yang wajar dan dapat dianggap sebagai kurang berhasilnya proses belajar mengajar. Kesalahan pemahaman konsep oleh siswa secara konsisten akan mempengaruhi
efektivitas
proses
belajar
selanjutnya
dari
siswa
yang
bersangkutan. Setelah pembelajaran di sekolah, ternyata seringkali kerangka konsep yang telah dibangun oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang benar. Selanjutnya kerangka konsep siswa yang salah tersebut akan disebut sebagai miskonsepsi. Belajar Fisika adalah belajar tentang alam. Proses belajar alam dapat diperoleh seseorang sejak orang tersebut berinteraksi dengan alam melalui pengalaman. Banyak hal yang dapat diperoleh melalui pengalaman dan hal commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 tersebut menjadi sebuah pengetahuan awal ketika seseorang tersebut memasuki pendidikan formal. Pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak sebelum jenjang pendidikan sekolah bisa benar atau salah. Hal ini disebabkan pengetahuan awal tersebut diperoleh dari pengalaman yang berbeda-beda dan sumber informasi yang tidak akurat. Padahal penguasaan pengetahuan awal yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap perolehan pengetahuan di sekolah. Sebelum mengikuti pembelajaran secara formal di sekolah, siswa sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelumnya. Sesuai dengan pernyataan Pinker (2003) bahwa: “Siswa hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah membawa sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya” (Simamora & Redhana, 2007: 150). Konsep yang dibawa siswa dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi juga dapat tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Konsep awal yang dimiliki siswa disebut dengan konsepsi. Konsep awal atau konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah disebut sebagai miskonsepsi. Miskonsepsi dapat berbentuk konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang salah. Novak & Gowin (1984) menyatakan bahwa “miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima” (Suparno, 2005: 4). Secara rinci, miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa berlainan dengan penyebab yang berbeda-beda. Pada satu kelas dapat terjadi bermacam-macam miskonsepsi dengan penyebab miskonsepsi berbeda pula. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya memiliki kemampuan untuk menggali dan commit to user mengenali pengetahuan awal siswa, terutama pengetahuan awal yang salah agar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 tidak terjadi miskonsepsi yang berkepanjangan. Selain itu, guru juga hendaknya memiliki kemampuan untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konsteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru yang berelasi dengan siswa kurang baik. Konteks, seperti budaya dan bahasa sehari - hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan “metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa” (Suparno, 2005:29). Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis miskonsepsi yang dialami siswa. Djamarah berpendapat, “Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang dialami siswa berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya” (2002: 215). Diagnosis kesulitan belajar siswa lebih luas dari pada pelaksanaan tes diagnostik, sehingga dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar, selain pelaksanaan tes, perlu dilakukan kegiatan lain, yaitu penelusuran jenis, sumber serta penyebab kesalahan. Namun guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen yang baik agar dapat merekam dan menganalisis miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Yunita Kurnia Sholfiani telah melakukan penelitian yang berjudul Penyusunan Tes Diagnostik Fisika Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus Untuk Siswa Kelas X SMA di Kota Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa butir tes diagnostik Fisika yang disusun memiliki taraf kesukaran rata-rata sedang, dan daya pembeda rata-rata cukup. Persentase kevalidan soal 94,28%, derajat realibilitasnya tergolong sedang dengan koefisien realibilitas soal pilihan ganda sebesar 0.56 dan untuk soal esai 0.671. commit to user Persentase pencapaian siswa secara umum berada di bawah batas pencapaian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 (passing score) yaitu 65%. Siswa secara umum memiliki kelemahan pada pencapaian tujuan pengajaran, penguasaan prasyarat pengetahuan, pengetahuan terstruktur dan masih mangalami miskonsepsi. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pembuatan Instrumen Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas XI” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Permasalahan pendidikan yang mendasar sering berkaitan dengan penanaman pemahaman konsep yang kadang-kadang keliru. Namun, sebagian orang berpendapat bahwa kesalahan pemahaman siswa terhadap suatu konsep Fisika adalah sesuatu yang wajar dan dapat dianggap sebagai kurang berhasilnya proses belajar mengajar. 2. Pengetahuan awal yang dimiliki seorang anak sebelum jenjang pendidikan sekolah bisa benar atau salah. Padahal penguasaan pengetahuan awal yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap perolehan pengetahuan di sekolah. 3. Sebelum mengikuti pembelajaran secara formal di sekolah, siswa sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelumnya. Tetapi, konsep yang dibawa siswa dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi juga dapat tidak sesuai dengan konsep ilmiah. 4. Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa berlainan dengan penyebab yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengenali miskonsepsi dan penyebabnya yang terjadi pada siswa. 5. Perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis miskonsepsi yang dialami siswa. Namun, guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen yang baik agar dapat merekam dan menganalisis miskonsepsi yang dialami oleh siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 6. Ada miskonsepsi siswa kelas X SMA di kota Semarang tahun pelajaran 2005/2006 pada materi Kinematika Gerak Lurus, dimungkinkan terdapat pula miskonsepsi pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas untuk siswa kelas XI SMA di Surakarta. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini dibatasi dengan ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah: 1. Penelitian ini dilaksanakan untuk disusun dan dihasilkan instrumen tes diagnostik miskonsepsi mata pelajaran Fisika semester genap yang dialami siswa kelas XI pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas. 2. Objek penelitian difokuskan pada siswa SMA Negeri 6 Surakarta kelas XI dan siswa SMA Negeri 1 Kartasura kelas XII. D. Rumusan Masalah Permasalahan
penelitian
ini
dapat
dirumuskan
sebagai
berikut:
Bagaimanakah instrumen tes yang memenuhi standar untuk mendiagnosis miskonsepsi siswa dalam pembelajaran Fisika pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas siswa SMA kelas XI? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menyusun dan menghasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi siswa dalam materi Fluida dan Teori Kinetik Gas di Sekolah Menengah Atas kelas XI semester genap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan butir soal diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas yang terjadi pada siswa. Bentuk soal yang dipilih adalah pilihan ganda dengan alasan terbuka. Tujuan dari bentuk pilihan ganda dengan alasan terbuka adalah untuk mempermudah dalam mendiagnosis kesalahan konsep yang terjadi pada siswa. G. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis. Soal tes diagnostik yang tersusun diharapkan dapat menambah keragaman
tes yang digunakan dalam proses pembelajaran. 2.
Manfaat Praktis Dengan tersusunnya soal tes diagnostik, diharapkan dapat dipakai sebagai
alat evaluasi untuk mendiagnosis adanya kesalahan konsep yang terjadi pada siswa. H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan Asumsi Dalam pembelajaran Fisika masih terjadi miskonsepsi pada siswa dalam memahami konsep Fisika. Keterbatasan pengembangan Penelitian ini
hanya
menyusun
instrumen
tes diagnostik
untuk
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi Fluida dan Teori Kinetik Gas. Keterbatasan lain adalah instrumen ini tidak dapat digunakan untuk semua SMA, tetapi akan cukup baik apabila digunakan untuk SMA dengan kemampuan siswa kelas IPA hampir sama dengan siswa kelas IPA di SMA Negeri 1 Kartasura. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Fisika Fisika adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari sifat-sifat alam. Berbagai keteraturan yang terjadi pada berbagai zat di sekitar, biasanya dipahami sebagai hal yang wajar karena setiap orang mengamati dan mengalaminya setiap hari. Misalnya, sebelum terjadi hujan lebat, biasanya muncul awan tebal sehingga cuaca menjadi mendung dan gelap. Jika dipelajari, akan banyak dijumpai keteraturan di sekitar. Fisika berasal dari kata Yunani yang berarti alam, karena Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadiankejadian alam. Beberapa sifat yang dipelajari dalam Fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum Fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi,dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum Fisika. Mundilarto menyatakan, “Fisika sebagai ilmu merupakan landasan pengembangan teknologi, sehingga teori-teori Fisika membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi” (2010: 3). Kecermatan yang tinggi sangat diperlukan ketika mempelajari Fisika, di samping keterampilan berhitung, memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis. Sifat mata pelajaran Fisika salah satunya adalah bersyarat, artinya setiap konsep baru ada kalanya menuntut prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Oleh karena itu, bila terjadi kesulitan belajar pada salah satu pokok bahasan akan terbawa ke bahasan berikutnya, atau bila terjadi miskonsepsi akan terbawa sampai jenjang pendidikan berikutnya. Dalam Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah oleh Sutrisno, bahwa commit to user mempelajari Fisika dapat menumbuhkan nilai-nilai positif, di antaranya: (1) 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 belajar Fisika: (1) usaha memahami alam; (2) berlatih berpikir logis; (3) menyelesaikan persoalan fisis: berlatih berpikir logis dan analitis; (4) menyelesaikan soal Fisika dengan perhitungan: melatih ketelitian dan berpikir kritis; (5) melakukan eksperimen: melatih sikap hati-hati, teratur dan jujur (2009: 15-16). Kemampuan menerapkan formula dengan tepat dan menyelesaikan perhitungan sangat perlu diajarkan pada proses pembelajaran Fisika. Penyelesaian soal Fisika yang baik adalah jika tidak ada kesalahan baik dalam angka mau pun satuan. Untuk mencapai tahap seperti ini, maka siswa perlu berlatih melakukan perhitungan dengan ketelitian tinggi. 2. Konsep a. Pengertian Konsep Van Den Berg menyatakan, “Konsep adalah benda-benda, kejadiankejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol” (1991: 8). Sedangkan Sudarminta, J. menyatakan, “Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek penahu dan objek yang diketahui, pikiran dan kenyataan” (2002: 87). Dengan demikian untuk membentuk suatu konsep diperlukan suatu pengalaman dan generalisasi serta abstraksi dari ciri-ciri suatu objek untuk mempermudah komunikasi manusia. Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut Dahar (1989), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat dibedakan menjadi empat yaitu : 1) Tingkat Konkret. Dapat disimpulkan bahwa seseoerang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya. 2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan commit to user melihatnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batasbatas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh – contoh dan noncontoh – noncontoh dari konsep, sekalipun contoh – contoh dan non contoh – non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip. 4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep (hlm. 88-89). b. Belajar Konsep Dahar berpendapat, “Perbedaan utama belajar konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus“ (1989: 86). Dari teori kognitif Gagne (1988) berpendapat, “Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses perolehan konsep-konsep, sifat-sifat konsep, dan bagaimana konsepkonsep disajikan dalam struktur kognitif” (Dahar, 1989: 84). c. Konsepsi Dalam Fisika kebanyakan konsep telah mempunyai arti yang jelas dan telah disepakati oleh para tokoh Fisika, akan tetapi konsepsi para siswa berbedabeda sesuai dengan pengalaman dan cara pandangnya masing-masing. Tafsiran dari setiap orang mengenai konsep yang berbeda-beda inilah yang disebut sebagai konsepsi. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia karya Fajri & Ratu dinyatakan, "Konsepsi adalah pendapat, paham, pandangan, pengertian, cita-cita yang telah terlintas dipikiran" (2003: 483). Sedangkan Van Den Berg menyatakan, "Konsepsi adalah tafsiran perorangan dari suatu konsep ilmu" (1991: 10). Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang commit to user berasal dari sumber cahaya yang mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 ke mata. Akan tetapi banyak siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang mengenainya sampai ke mata. d. Prakonsepsi Gagasan-gagasan atau ide-ide yang dimiliki oleh siswa sebelum menerima suatu pembelajaran disebut prakonsepsi. Siswa sering kali mengalami konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan informasi baru bertentangan dengan prakonsepsi siswa/ide-ide yang dibawa sebelumnya. Van Den Berg menyatakan, “Prakonsep adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal” (1991: 10). Saat siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang Fisika yang disebut prakonsep. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar. e. Miskonsepsi Van Den Berg mendefinisikan miskonsepsi sebagai "Konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi para Fisikawan" (1991: 13). Suparno menyatakan, "Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep" (2005: 2). Sedangkan Fowler (1987) dalam Suparno (2005: 5)menyatakan, "...miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar”. Abraham, dkk. membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan derajat memahami konsep (1994). Ditunjukkan pada Tabel 2.1. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep Kategori Tidak memahami konsep
Derajat Pemahaman Kriteria - tidak ada respon a. tidak ada jawaban/kosong - tidak memahami b. menjawab “saya tidak tahu” c. mengulang pertanyaan d. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas
Miskonsepsi
- miskonsepsi
Memahami Konsep
- memahami sebagian - memahami konsep
a. menjawab dengan penjelasan tidak logis - memahami b. jawaban menunjukkan adanya konsep sebagian dengan yang dikuasai tetapi ada pernyataan miskonsepsi dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi a. jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar
(Sumber: Abraham, dkk., 1994: 152) 3. Identifikasi Prakonsepsi dan Miskonsepsi a. Alat Identifikasi Identifikasi prakonsepsi atau miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui prakonsepsi atau miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Miskonsepsi adalah konsep yang dimiliki siswa yang tidak sesuai dengan konsep para ahli. Sedangkan prakonsepi adalah sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelum siswa hadir di kelas, yaitu ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam buku Miskonsepsi & Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, Suparno menyatakan, “Ada beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru” (2005: 121). Alat-alat tersebut yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 1) Peta Konsep Peta konsep sebagai suatu alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi. Peta konsep merupakan suatu alat yang mengungkapkan hubungan-hubungan antara konsepkonsep dan gagasan-gagasan pokok. Konsep esensial diletakkan berada di bagian atas peta, oleh karenanya peta konsep ini disusun hirearkis. Dengan melihat peta konsep tersebut, dapat dideteksi konsep-konsep yang kurang tepat dan adanya perubahan konsep dari siswa. 2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka Tes pilihan ganda dengan alasan terbuka merupakan tes pilihan ganda dimana siswa harus menjawab dan menulis alasan dari jawaban tersebut. Jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan ganda ini selanjutnya dijadikan bahan tes berikutnya. Pada tes pilihan ganda dengan alasan terbuka, di bagian alasan siswa harus menuliskan alasan dari jawaban yang dipilihnya. Beberapa peneliti lain menggunakan pilihan ganda dengan interview. Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda itu mereka mewawancarai siswa. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk meneliti bagaimana siswa berfikir dan mengapa mereka berfikir seperti itu. 3) Tes Esai Tertulis Tes tertulis biasanya diujikan kepada siswa sebelum diajarkan atau sesudah diajarkan materi. Melalui jawaban yang ditulis langsung oleh siswa, dapat diketahui pemahaman yang dimiliki oleh siswa dan di bidang materi apa. Dengan adanya tes esai tertulis ini, jika guru memberikannya sebelum materi diajarkan, guru dapat mengetahui prakonsep (konsepsi awal) siswa. Sedangkan jika tes ini diujikan setelah materi diajarkan maka guru dapat mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 4) Diskusi dalam Kelas Dalam kelas siswa diminta mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang telah diajarkan oleh guru. Melalui keterampilan bertanya yang dimiliki oleh guru, siswa dapat berperan aktif dalam diskusi tersebut. Dari diskusi kelas ini guru dapat mengetahui gagasan siswa itu tepat atau tidak dan mengerti konsep alternative dari siswa. 5) Praktikum dengan Tanya Jawab Dalam praktikum di laboratorium atau di kelas, guru juga dapat mengasah ketrampilan bertanyanya untuk mendeteksi prakonsep atau bahkan miskonsepsi siswa. Siswa dapat berperan aktif dalam praktikum misalnya menjelaskan prosedur percobaan dan mengaitkan materi praktikum dengan materi yang sedang diajarkan oleh guru di luar praktikum. Sehingga konsep di luar praktikum juga dapat terdeteksi. 6) Wawancara Wawancara berdasarkan beberapa konsep Fisika tertentu dapat dilakukan juga untuk melihat konsep alternatif pada siswa. Guru memilih beberapa konsep Fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa. b. Tes Diagnostik Secara etimologis, diagnostik diambil dari bahasa Inggris ”diagnostic”. Bentuk kata kerjanya adalah ”to diagnose”, yang artinya ”to determine the nature of disease from observation of symptoms”. Mendiagnosis berarti melakukan observasi terhadap penyakit tertentu, sebagai dasar menentukan macam atau jenis penyakitnya. Sehingga, tes diagnostik sengaja dirancang sebagai alat untuk menemukan kesulitan belajar yang sedang dihadapi siswa. Hasil tes diagnostik dapat digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pengajaran yang lebih sesuai dengan kemampuan siswa sebenarnya, commit termasuk to user kesulitan-kesulitan belajarnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 Tes ini dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagian besar peserta didik gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Oleh karenanya, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh siswa, namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah. Depdiknas (2007) dalam Pedoman Pengembangan Tes Diagnostik Sains SMP menyatakan: Tes diagnostik memiliki karakteristik: (a) dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, (b) dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah siswa, (c) menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Kelemahan-kelemahan ini dapat berupa: (a) tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat; (b) terjadinya miskonsepsi; dan (c) rendahnya kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Jadi tes diagnostik dapat digunakan untuk mengetahui prakonspsi yang dialami siswa sehingga hasil tersebut dapat ditindak lanjuti berupa perlakuan yang tepat (hlm. 2). Brueckner & Melby menyatakan, ”Tes diagnostik digunakan untuk menentukan elemen-elemen dalam suatu mata pelajaran yang mempunyai kelemahan-kelemahan khusus dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangan tersebut” (1981: 73). Ada beberapa tipe tes diagnostik: seperti the Compass Arithmetic Tests, tes yang berguna untuk mencari kelemahan siswa berkenaan dengan berbagai unsur yang mendasari keseluruhan proses. Perbandingan prestasi siswa dengan skor standar memungkinkan guru untuk menentukan langkah secara umum, seperti penjumlahan bilangan bulat, maupun pecahan. Tes yang lain seperti the Brueckner Diagnostik Tests, tes yang berguna untuk mencari kelemahan siswa berkenaan dengan pecahan dan sistem desimal. Tes diagnostik di dalam aritmatika seperti latihan inventori yang menyeluruh dengan maksud guru dapat menempatkan tipe contoh atau proses tertentu yang sulit untuk siswa secara berkelompok atau untuk siswa secara individu. Dalam beberapa hal hampir semua tes mungkin disebut diagnostik. Banyak dari tes yang diberi label ”diagostik” oleh penyusunnya, tetapi kenyataannya adalah tes prestasi commit to user umum karena hasil tes tidak menyediakan informasi yang khusus mengenai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 prestasi siswa yang mungkin digunakan untuk tujuan diagnostik. Suwarto & Afif A. berpendapat, ”Tes yang benar-benar untuk keperluan diagnostik adalah tes yang harus berdasarkan pada analisa terperinci yang mengijinkan penempatan yang tepat kelemahan di mana ada kesukaran, atau tahap secara umum di mana ada kekurangan” (2011: 147). Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis miskonsepsi yang dialami siswa. Djamarah berpendapat, “Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang dialami siswa berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya” (2002: 215). Djiwandono berpendapat bahwa “Tes diagnostik digunakan untuk memastikan kesulitan belajar yang dialami siswa” (2008: 412). Diagnosis kesulitan belajar siswa lebih luas dari pada pelaksanaan tes diagnostik, sehingga dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar, selain pelaksanaan tes, perlu dilakukan kegiatan lain, yaitu penelusuran jenis, sumber serta penyebab kesalahan. Mehrens & Lehmann menyatakan, “Tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran akurat tentang miskonsepsi yang dimiliki siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya” (1973: 410). Zeilik memberikan batasan fungsi tes diagnostik yaitu digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep kunci (key concepts) pada topik tertentu, secara khusus untuk konsep-konsep yang cenderung dipahami secara salah (1998). Berdasarkan pendapat ini, dapat didefinisikan ciri-ciri tes diagnostik, yaitu topik terbatas dan spesifik, serta ditujukan untuk mengungkap miskonsepsi, dan menyediakan alat untuk menemukan penyebab kekurangannya. Tes diagnostik yang digunakan, dapat berupa tes berbentuk multiple choice (pilihan ganda) dengan reasoning terbuka, multiple choice dengan alasan yang telah ditentukan dan tes esai tertulis. Berikut penjelasannya: 1) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka Di dalam tes ini siswa dapat memilih jawaban yang tersedia berbentuk pilihan ganda. Namun siswa harus memberikan alasan mengapa memilih salah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 satu jawaban yang tersedia, dengan jawaban yang terbuka, logis dan terkait dengan materi yang diujikan. Kelebihan tes ini, siswa dapat memilih langsung dengan jawaban yang tersedia dan dapat menuangkan ungkapan tentang materi yang mereka ketahui guna sebagai pendukung atau alasan mereka memilihsalah satu jawaban. Kekurangan tes ini, dikarenakan setiap siswa memberikan alasan yang menurut mereka benar, tetapi guru akan kesulitan saat mengoreksi hasil tes tersebut. 2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning yang Telah Ditentukan Tes multiple choice dengan reasoning yang telah ditentukan merupakan salah satu bentuk tes konsep yang menyediakan pilihan jawaban beserta alasannya. Kelebihan dari tes ini, memudahkan guru dalam mengoreksi dan menganalisis data yang diperoleh. Adapun kelemahannya adalah siswa tidak dapat mengungkapkan gagasannya secara bebas dalam materi yang mereka jawab. Sehingga alasan yang dipilih siswa tidak dapat terungkap dengan jelas.
3) Tes Esai Tertulis Tes esai tertulis ini merupakan suatu bentuk tes konsep dimana siswa dapat mengungkapkan gagasan, alasan dan mengaitkan materi yang dijawabnya. Adapun beberapa kelebihan dari soal tes ini adalah Peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pendapatnya sendiri, siswa tidak menerkanerka jawabannya, tes ini cocok untuk mengukur dan mengevaluasi hasil suatu proses belajar yang sukar terukur oleh soal tes objektif. Kelemahannya adalah guru sukar menilai secara tepat, sulit mendapatkan soal yang standar nasional maupun internasioanl dan membutuhkan waktu dalam memeriksa hasilnya. c. Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian Berdasarkan uraian macam-macam tes yang digunakan untuk mendeteksi commit to user miskonsepsi yang dimiliki siswa, pada awalnya disusun tes multiple choice
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 dengan reasoning yang telah ditentukan. Kemudian direvisi dan disusun tes multiple choice dengan reasoning terbuka. 4. Kriteria Tes yang Baik Untuk bisa memberikan data yang akurat, sesuai dengan fungsinya maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, untuk dapat dikatakan sebagai tes yang baik. Menurut Poerwanti, “secara umum tes yang baik memiliki syaratsyarat antara lain: (1) hanya mengukur satu aspek saja. Tes yang baik memiliki sebuah aspek saja yang akan diukur; (2) handal dalam pengukuran, kehandalan ini meliputi ketepatan hasil pengukuran dan keajegan hasil pengukuran” (2001: 33). Untuk dapat menjadi alat ukur yang baik dan dapat memberikan informasi yang akurat maka setiap soal sebagai bagian dari konstruksi tes harus dijaga kualitasnya. Poerwanti (2001) menyatakan: Ada beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun butir-butir tes yang berkualitas, yaitu: a. Valid. Soal dikatakan valid bila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, validitas soal dapat dilihat dari kesesuaian soal dengan tujuan instruksional khusus dan tujuan pengukuran yang telah ditetapkan. Validitas dapat pula dilihat dari kemampuannya memprediksi prestasi di masa yang akan datang. b. Relevan. Tes yang relevan mengandung soal-soal yang dapat mengukur kemampuan belajar sesuai dengan tingkat kemampuan yang ditetapkan dalam indikator pencapaian hasil belajar (ranah kognitif, afektif, dan psikomotor). Bila kompetensi dasar dan indikator bertujuan mengungkap ranah afektif, pertanyaan soal harus pula mengarah ke sikap dan seterusnya. c. Spesifik. Soal harus direncanakan sedemikian rupa agar jawabannya pasti dan tidak menimbulkan ambivalensi atau spekulasi dalam memberikan jawaban. Kesulitan soal tidak saja kesulitan materi juga bisa ditambah kesulitan dalam memahami soal bila soal tidak disusun secara spesifik. d. Representatif. Soal tes sebaiknya dikembangkan dari satuan materi yang jelas cakupannya, dan bersifat komprehensif dalam pengertian materi tes harus mencakup seluruh materi pengajaran, untuk itu seluruh pokok bahasan (sub pokok bahasan) idealnya harus terwakili dalam soal tes. Syarat ini akan dapat mengurangi error terhadap hasil pengukuran. e. Seimbang. Dalam proses pengajaran dosen akan tahu persis, bahwa commit totingkat user kesulitan yang berbeda, soal tes setiap pokok bahasan memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 dikatakan seimbang bila pokok bahasan yang terpenting mendapat porsi terbanyak dalam soal. Kalau dalam keadaan terpaksa hal tersebut tidak dapat dilakukan maka keseimbangan dapat dicapai dengan memberikan bobot yang berbeda pada pokok bahasan yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. f. Sensitif. Syarat ini berkait erat dengan taraf kesukaran soal, butir tes yang baik harus memiliki sensitivitas untuk membedakan siswa yang benar-benar menguasai materi dengan yang tidak, hal ini tidak akan tercapai bila soal terlalu sulit sehingga semua siswa tidak dapat mengerjakan, atau soal yang terlalu gampang sehingga semua siswa dapat mengerjakan dengan benar. g. Fair. Tes hasil ujian hendaklah bersifat terbuka dalam pengertian tidak mengandung jebakan, jelas cakupan materinya, kejelasan norma yang dipakai serta kriteria keberhasilannya. Dalam pelaksanaannya obyektif, tidak merugikan kelompok tertentu. h. Praktis. Dalam pengertian bahwa tes tidak sulit untuk dilaksanakan dilihat dari segi pembiayaan maupun pelaksanaannya. Tes yang baik harus efisien dan mudah untuk dilaksanakan (hlm. 34-35). Kualitas instrumen sebagai alat ukur ataupun alat pengumpul data diukur dari kemampuan alat ukur tersebut untuk dapat mengungkapkan dengan secermat mungkin fenomena-fenomena ataupun gejala yang diukur. Kualitas yang menunjukkan pada tingkat keajegan, kemantapan serta konsistensi dari data yang diperoleh itulah yang disebut validitas dan reliabilitas. a. Validitas Validitas alat ukur menunjukkan kualitas kesahihan suatu instrumen atau alat pengumpul data dapat dikatakan valid atau sahih apabila alat ukur tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur/diinginkan, sehingga alat ukur dikatakan sahih apabila dapat mengungkap secara cermat dan tepat data dari variabel yang diteliti. Tinggi rendahnya tingkat validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data dari variabel yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Kerlinger (1986) menyatakan bahwa validitas alat ukur tidak cukup ditentukan oleh derajad ketepatan alat ukur dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, tetapi perlu pula diihat dari tiga kriteria yang lain yaitu Appropriatness, Meaningfullness, dan Usefullness (Poerwanti, 2001: 36). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 Mundilarto (2010) menyatakan ada beberapa tipe validitas baik yang menggunakan kriteria internal maupun eksternal, yakni: 1) Validitas isi (content validity) yang menggunakan kriteria internal berkaitan dengan isi atau materi dan format dari instrumen tes. Seberapa tepat dan seberapa lengkap butir-butir instrumen tes mampu menggambarkan isi, materi, konsep, kemampuan, atau variabel yang akan diukur. Penggunaan panel atau expert judgement merupakan cara menentukan validitas isi. Apabila tes dimaksudkan untuk menilai hasil belajar, maka yang digunakan sebagai kriteria atau pedoman adalah kurikulumnya. 2) Validitas konstruk (construct validity) yang juga menggunakan kriteria internal berkaitan dengan kajian teoritis tentang konstruk dan karakteristik dari variabel atau konsep yang akan diukur. Validitas konstruk ditentukan berdasarkan pada kajian teoritis yang diterjemahkan ke dalam definisi operasional tentang variabel atau konsep yang akan diukur. Dengan demikian, hal penting yang harus dilakukan dalam rangka menentukan validitas konstruk adalah pendefinisian variabel atau konsep yang akan diukur. 3) Validitas kriterion (criterion validity) menggunakan kriteria eksternal ditentukan berdasarkan korelasi antara skor yang diperoleh melalui instrumen tes yang sedang dikembangkan dengan skor yang diperoleh melalui instrumen tes lain yang sudah dinyatakan valid dan digunakan sebagai kriteria. Terdapat dua jenis validitas kriterion, yakni concurrent validity dan predictive validity. Concurrent validity menggunakan kriteria skor dari tes sejenis yang sudah dinyatakan valid, sedangkan predictive validity menggunakan kriteria skor dari penilaian atas penampilan seseorang di dalam situasi nyata di kemudian hari. Teknik korelasi point biserial atau biserial dapat digunakan untuk menentukan validitas criterion (hlm. 92). Idealnya, suatu tes hasil belajar harus memenuhi syarat validitas baik validitas internal maupun eksternal. Validitas internal ditetapkan berdasarkan pada asumsi bahwa jika setiap faktor, setiap subtes, atau setiap butir tes sudah dinyatakan valid, maka tes tersebut secara keseluruhan dapat dikatakan valid. Validitas internal ditentukan melalui analisis butir soal yang meliputi tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, distribusi jawaban tes, dan reliabilitas tes. Mehrens & Lehmann menyatakan, ”Tes diagnostik bisa dianggap valid jika: (1) bagian-bagian tes kemampuan komponen harus menekankan hanya pada satu jenis kesalahan; dan (2) commit perbedaan-perbedaan bagian tes harus dapat to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 dipercaya. Hal ini bisa dicapai hanya apabila bagian tes memiliki reliabilitas yang tinggi dan korelasi antar-tes yang rendah” (1973: 462). Dapat diambil kesimpulan pengertian tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa, terutama kelemahan (miskonsepsi) pada topik tertentu dan mendapatkan masukan tentang respon siswa untuk memperbaiki kelemahannya. b. Reliabilitas Pengertian yang paling sederhana dari reliabilitas adalah kemantapan alat ukur dalam pengertian bahwa alat ukur tersebut dapat diandalkan atau memiliki keajegan hasil. Pada dasarnya hubungan antara validitas dan reliabilitas dapat dikemukakan bahwa alat ukur yang valid akan cenderung menghasilkan pengukuran yang reliabel, sebaliknya alat ukur yang reliabel sama sekali tidak menunjuk pada validitas alat ukur tersebut. Kerlinger (1986) mengemukakan bahwa reliabilitas dapat diukur dari tiga kriteria yaitu: (1) stability, adalah kriteria yang menunjuk pada keajegan (konsistensi) hasil yang ditunjukkan alat ukur dalam mengukur gejala yang sama, pada waktu yang berbeda; (2) dependability, yaitu kriteria yang mendasarkan diri pada kemantapan alat ukur atau seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan; (3) predictability, karena perilaku merupakan proses yang saling berkait dan berkesinambungan, maka kriteria ini mengidealkan alat ukur yang dapat diramalkan hasilnya dan meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya (Poerwanti, 2001: 38). Mundilarto (2010) menyatakan: Indeks reliabilitas tes dapat ditentukan menggunakan: 1) Teknik ulangan (test retest method). Teknik ulangan merupakan konsistensi eksternal. Penyelenggaraan tes dilakukan dua kali pada waktu yang berbeda. Teknik ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada stabilitas atau konsistensi antara hasil tes pertama dengan hasil tes kedua. Namun demikian, apakah dengan teknik ini factorfaktor yang mempengaruhi stabilitas pengukuran telah dipenuhi. Teknik ini memiliki kelemahan yaitu sulitnya kita membuat kondisi penyelenggaraan tes yang benar-benar sama. 2) Teknik bentuk paralel (equivalent forms method). Teknik bentuk paralel juga merupakan konsistensi eksternal. Pada teknik ini , kita menyiapkan dua bentuk tes yang seimbang untuk diberikan kepada commit to user sekelompok subjek yang sama. Dengan teknik ini ingin diketahui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 apakah ada kesamaan antara dua bentuk tes tersebut. Teknik ini memiliki kelemahan yaitu sulitnya kita membuat dua bentuk tes yang benar-benar seimbang dan masing-masing dapat mewakili keseluruhan aspeknya. 3) Teknik belah dua (split half method). Teknik belah dua merupakan konsistensi internal. Pada teknik ini, penyelenggaraan tes cukup satu kali. Skor total setiap siswa dibagi menjadi dua bagian, yakni skor butir-butir bernomor gasal sebagai skor tes belahan pertama dan skor butir-butir bernomor genap sebagai skor tes belahan kedua. Setelah itu, diuji apakah terdapat korelasi antara skor tes belahan pertama dengan skor tes belahan kedua (hlm. 96). Selain teknik-teknik tersebut, teknik lain untuk menentukan indeks reliabilitas tes adalah menggunakan formula Kuder-Richardson yang merupakan konsistensi internal. Pada teknik ini, menurut Mundilarto penyeleggaraan tes cukup satu kali dan tidak perlu membagi butir tes menjadi dua bagian (2010). Terdapat dua bentuk formula Kuder-Richardson, yaitu: 1) Formula Kuder-Richardson 20 Bentuk formula ini adalah: 2 n SD pq R SD 2 n 1
2.1
Keterangan: R adalah indeks reliabilitas tes n adalah jumlah butir tes SD adalah simpangan baku skor tes p adalah proporsi subjek yang menjawab benar butir soal q adalah proporsi subjek yang menjawab salah butir soal harga q = 1 – p 2) Formula Kuder-Richardson 21 Bentuk formula ini adalah: Mt Mt 1 n n R 1 SD 2 n 1 commit to user
2.2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 Keterangan: R adalah indeks reliabilitas tes n adalah jumlah butir tes SD adalah simpangan baku skor tes Mt adalah rerata skor tes total Formula Kuder-Richardson 21 menggunakan asumsi bahwa setiap butir soal memiliki tingkat kesukaran butir soal yang sama. Sementara itu, formula Kuder-Richardson 20 tidak memerlukan asumsi tersebut. 5. Model Pengembangan 4-D Model pengembangan 4-D (Four D) merupakan model pengembangan perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S. Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4-D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) define (pendefinisian); (2) design (perancangan); (3) develop (pengembangan); dan (4) disseminate (penyebaran). Model ini diadaptasi menjadi Model 4-P, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran ditunjukkan pada Gambar 2.1. Secara garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut: 1.
Tahap pendefinisian (define) Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran di awali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu: (a) Analisis ujung depan, (b) Analisis siswa, (c) Analisis tugas. (d) Analisis konsep, dan (e) Perumusan tujuan pembelajaran. 2. Tahap perencanaan (design) Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahap ini terdiri dari tiga langkah yaitu: (a) penyusunan tes acuan patokan, merupakan langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes disusun berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi Dasar dalam kurikukum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat commit to user mengukur terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 belajar mengajar; (b) pemilihan media yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan materi pelajaran; (c) pemilihan format. Di dalam pemilihan format ini misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara yang lebih maju. Analisis Awal Akhir
Analisis Tugas Akhir
Analisis Konsep Akhir Spesifikasi Tujuan
Pengidentifikasian
Analisis Siswa
Penyusunan Tes
Pemilihan Format
Validasi Ahli Uji Pengembangan
Pengembangan
Rancangan Awal
Perancangan
Pemilihan Media
Uji Validasi
Penyebaran dan Pengadopsian
Penyebaran
Pengemasan
Gambar 2.1 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thiagarajan (Trianto, 2007: 65) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 3.
Tahap pengembangan (develop) Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang
sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya. 4.
Tahap penyebaran (disseminate) Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah
dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru yang lain. Tujuan lain adalah untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat di dalam KBM. B. Penelitian yang Relevan Sebagai bahan perbandingan dan petunjuk agar memperoleh gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian selanjutnya, maka dikemukakan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh: Bendall & Goldberg (1993) yang melaporkan tentang sebuah penelitian yang dirancang untuk menggambarkan praduga dasar guru secara lisan dan dalam gambar diagram tentang cahaya, penglihatan, bayangan dan bayangan cermin datar. Data dikumpulkan melalui wawancara individu dan peralatan yang simpel (bola lampu, objek, layar dan cermin datar). Selanjutnya diselidiki perihal gagasan siswa yang timbul dari penafsiran setiap pengalaman tersebut dan dinilai perubahan konsep yang terjadi dari wawancara yang telah dilakukan. Susilowati (2012) dengan judul Penyusunan Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas X di SMA 2 Sukoharjo. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden 42 siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata commit to user prosentase derajat pengungkapan konsep ada 2 konsep yang belum memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori rendah yang berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa masih rendah. Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata prosentase derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas tes saat uji coba II adalah 0,69 sehingga termasuk kategori tinggi yang berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa tinggi. Sholfiani (2006) dengan judul Penyusunan Tes Diagnostik Fisika Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus Untuk Siswa Kelas X SMA di Kota Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa butir tes diagnostik Fisika yang disusun memiliki taraf kesukaran rata-rata sedang, dan daya pembeda rata-rata cukup. Prosentase kevalidan soal 94,28%, derajat reliabilitasnya tergolong sedang dengan koefisien reliabilitas soal pilihan ganda sebesar 0.56 dan untuk soal esai 0.671. Prosentase pencapaian siswa secara umum berada di bawah batas pencapaian (passing score) yaitu 65%. Siswa secara umum memiliki kelemahan pada pencapaian tujuan pengajaran, penguasaan prasyarat pengetahuan, pengetahuan terstruktur dan masih mangalami miskonsepsi. Sari (2011) telah melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Instrumen Penilaian Pokok Bahasan Fluida untuk Mendeteksi Miskonsepsi Siswa SMA Kelas XI. Hasil penelitian tersebut menunjukkan produk instrumen penilaian memenuhi kriteria kelayakan produk, yaitu validasi butir soal, taraf kesukaran, daya beda, dan reliabilitas butir soal. Berdasarkan validitas butir soal dinyatakan valid. Kriteria taraf kesukaran butir soal tampak dengan nilai prosentase 49,9 % tergolong sukar, 40 % tergolong sedang, dan 17,1 % tergolong butir soal yang mudah. Daya beda butir soal pilihan ganda ini memiliki kualitas baik dengan prosentase 20%, nilai reliabilitas butir soal yang dikembangkan termasuk dalam kriteria sedang, yaitu 0,71. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 Nofiati, E. (2011) telah melakukan penelitian dengan judul Karakterisitik Tes Diagnostik Kognitif Materi Pengukuran, Konsep Zat dan Kalor untuk SMP. Dari penelitian tersebut dihasilkan 28 soal terdiri atas 12 soal berdaya beda baik, 15 soal berdaya beda cukup dan 2 soal berdaya beda jelek. Tingkat kesukaran dari tes tersebut terdiri atas 1 soal mudah, 21 soal sedang dan 6 sukar, serta 21 soal berdistraktor efektif dan 7 soal berdistraktor tidak efektif. Soal yang memiliki daya beda jelek dan memiliki distraktor tidak efektif selanjutnya direvisi kembali untuk menghasilkan tes yang baik. Tes yang dihasilkan sudah reliable dengan koefiisen reliabilitas sebesar 0,889. Fajariyah & Wasis (2011) telah melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Tes Diagnostik (Diagnostic Test) Teknik Analitik pada Materi Listrik Dinamis untuk Siswa SMA Kelas X. Hasil penelitian tersebut menunjukkan perangkat tes diagnostik teknik analitik pada materi listrik dinamis untuk siswa SMA kelas X yang dikembangkan telah layak digunakan sebagai instrumen untuk mendeteksi kesulitan belajar yang dialami siswa pada listrik dinamis. Hal ini ditunjukkan oleh prosentase penilaian terhadap perangkat tes diagnostik teknik analitik oleh para ahli yaitu kelayakan konstruksi kisi-kisi soal dan butir soal sebesar 89,28% dan kelayakan konstruksi pedoman penskoran sebesar 90,00%. Sedangkan kelayakan isi kisi-kisi soal dan butir soal sebesar 89,58% dan kelayakan isi pedoman penskoran sebesar 83,33% dengan kategori sangat layak, dan validitas bahasa sebesar 100% pada pengembangan kisi-kisi soal dan butir soal, dan 92,86% pada pengembangan pedoman penskoran dengan kategori sangat layak. Prosentase siswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah atau soal berdasarkan pada empat jenis kemampuan adalah 30% siswa mengalami kesulitan dalam linguistic knowledge, 100% siswa mengalami kesulitan dalam schematic knowledge 100% siswa mengalami kesulitan dalam strategy knowledge, 80% siswa mengalami kesulitan dalam algoritmic knowledge. Sedangkan prosentase 233 kesulitan yang dialami siswa kelas X dalam menyelesaikan permasalahan atau soal Fisika pada materi listrik dinamis meliputi schematic knowledge yaitu kemampuan mengidentifikasi skema commit tostrategy user knowledge yaitu kemampuan penyelesaian masalah, sebesar 69,32%;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 mengidentifikasi tahapan-tahapan penyelesaian masalah, sebesar 67,28%; algoritmic knowledge yaitu kemampuan melakukan tahapan-tahapan penyelesaian masalah, sebesar 44,97%; linguistic knowledge yaitu kemampuan menerjemahkan masalah ke dalam bahasa sains, sebesar 23,29%. C. Kerangka Berpikir Pengembangan tes diagnostik yang dilakukan setelah proses pembelajaran mengarah pada tes miskonsepsi yang berfungsi untuk mengidentifikasi kesalahankesalahan konsep siswa. Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa berlainan dengan penyebab yang berbeda-beda. Pada satu kelas dapat terjadi bermacam-macam miskonsepsi dengan penyebab miskonsepsi berbeda pula. Kontruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga dibantu oleh konteks dan lingkungan siswa, diantaranya teman-teman di sekitar siswa, buku teks, guru, dan lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang berbeda dengan pengertian ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada siswa tersebut. Oleh karena itu, aspekaspek tersebut merupakan penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa. Aspekaspek yang dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi adalah siswa itu sendiri, buku teks, guru, dan metode pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Siswa tidak mengetahui jika konsep yang dimilikinya salah sehingga guru harus mengembangkan tes diagnostik untuk mengidentifikasi kesalahan konsep yang dipahami siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu disusun tes diagnostik yang bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep yang ada pada siswa. Tes yang dibuat kemudian diuji validitas isi, teoritik dan kebahasaannya oleh ahli. Untuk validitas empiris dan reliabilitas dilakukan tes uji coba I pada siswa. Jika dari uji coba I diperoleh reliabilitas rendah, maka soal dilakukan revisi. Revisi soal dilakukan berdasarkan masukan dari ahli dan masukan dari siswa. Masukan siswa diperoleh dari wawancara. Selanjutnya soal tersebut digunakan dalam uji coba II. Dari hasil uji coba II berapa pun hasil reliabilitas yang diperoleh, commit to user penelitian dianggap selesai. Hal ini merupakan keterbatasan penelitian. Instrumen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 yang digunakan dalam uji coba II merupakan hasil produk akhir dari penelitian. Kerangka pemikiran ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2. Analisis Silabus Penyusunan Kisi-Kisi Tes Diagnostik
Validasi dengan ahli (Teoritik, Isi, Kebahasaan)
Penyusunan Instrumen Uji Coba I Validasi empiris Baik
Tidak Baik Revisi
Wawancara
Uji Coba II Validasi empiris Instrumen Tes Diagnostik
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian berkaitan dengan penyusunan tes diagnostik Fisika SMA Kelas XI, sebagai berikut: 1.
Apakah tes diagnostik yang disusun memenuhi kriteria baik pada aspek kelayakan isi?
2.
Apakah tes diagnostik yang disusun memenuhi kriteria baik pada aspek kebahasaan? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 3.
Apakah tes diagnostik yang disusun memenuhi kriteria empirik dan realiabilitas?
4.
Apakah tes diagnostik bentuk soal pilihan ganda dengan alasan terbuka mampu mengidentifikasi miskonsepsi siswa?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 6 Surakarta yang beralamat di Jalan Mr. Sartono No. 30 Surakarta. Penelitian juga dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kartasura yang beralamat di Jalan Raya Solo – Yogya Pucangan, Kartasura. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 dan Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013 secara bertahap. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah sebagi berikut: a. Tahap Persiapan Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan: permohonan pembimbing, pengajuan proposal penelitian, pembuatan instrument, dan permohonan ijin ke SMA Negeri 6 Surakarta dan SMA Negeri 1 Kartasura. b. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan kegiatan pengambilan data yaitu dengan observasi, tes, dan wawancara. c. Tahap Penyelesaian Pada tahap penyelesaian, peneliti melakukan kegiatan analisis data hasil penelitian, penarikan kesimpulan, penulisan laporan hasil penelitian, dan konsultasi dengan dosen pembimbing. commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 B. Model Pengembangan Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan, Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4 D (four D model) oleh S. Thigarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1)
Define
(Pendefinisian),
(2)
Design
(Perancangan),
(3)
Develop
(Pengembangan), dan (4) Disseminate (Penyebaran). C. Prosedur Pengembangan Untuk memperoleh soal tes diagnostik yang mampu mengidentifikasi miskonsepsi
siswa,
maka
dilakukan
penelitian
pengembangan
dengan
menggunakan model 4 D. Alur desain penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 3.1. Pendefinisian
Analisis materi: Analisis sub konsep
Pendesainan
Penyusunan kisi-kisi soal
Pengembangan
Pendisseminasian
Unsur yang dikembangkan: 1. Instrumen tes diagnostik 2. Uji coba 3. Validasi 4. Revisi 5. Uji coba 6. … 7. Selesai
Instrumen Tes Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika Pada penelitian ini tahap pendisseminasian tidak dilakukan, hal ini merupakan keterbatasan penelitian. Keterbatasan ada pada kondisi obyek penelitian yaitu siswa kelas XII sudah memasuki akhir semester ganjil. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 Berikut ini secara lebih terperinci langkah-langkah penyusunan soal tes diagnostik Fisika agar mampu mengidentifikasi miskonsepsi siwa yang telah dilakukan. 1. Tahap Pendefinisian Pada tahap pendefinisian dilakukan analisis Silabus dan materi Fluida dan Teori Kinetik Gas. Silabus dapat dilihat pada Lampiran 2. Selanjutnya berdasarkan silabus, buku-buku Fisika SMA kelas XI, dan saran ahli diputuskan untuk diungkap adanya miskonsepsi mengenai konsep: massa jenis, tekanan, tekanan hidrostatik, tekanan atmosfir, hukum Pascal, hukum pokok hidrostatika, hukum Archimedes, tegangan permukaan, kontinuitas, debit, hukum Bernoulli, viskositas, hukum-hukum gas, tekanan pada gas, energi kinetik rata-rata, kelajuan rms, kelajuan gas, ekipartisi energi, dan energi dalam. Secara terperinci dapat dilihat dalam Lampiran 8 dan Lampiran 9. 2. Tahap Pendesainan Hasil analisis materi digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisi-kisi soal. Desain kisi-kisi soal yang disusun berisi tentang standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, konsep, indikator, jumlah soal, dan nomor soal. Desain awal kisi-kisi dapat dilihat pada Lampiran 3. Selanjutnya dilakukan revisi sebanyak empat kali. Revisi kisi-kisi dapat dilihat pada Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7. Kisi-kisi soal ini merupakan panduan dalam mengembangkan tes diagnostik yang akan digunakan. Kisi-kisi untuk uji coba I dapat dilihat pada Lampiran 10, sedangkan kisi-kisi uji coba II dapat dilihat pada Lampiran 14. 3. Tahap Pengembangan Pembuatan soal tes diagnostik dipantau oleh dosen pembimbing sebagai ahli pengembangan tes. Para ahli akan menguji validitas isi, teoritik, dan kebahasaan. Para ahli ini dimohoncommit untuk to memberikan masukan tentang kelayakan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 soal tes diagnostik agar sesuai fungsinya sebagai alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Soal tes diagnostik yang dibuat juga dilakukan validasi isi, teoritik, dan kebahasaan oleh dosen ahli di luar dosen pembimbing yang ditunjuk oleh dosen pembimbing. Validasi soal untuk uji coa I dapat dilihat pada Lampiran 18. Sedangkan validasi soal untuk uji coba II dapat dilihat pada Lampiran 19. Dalam uji ahli digunakan lembar rubrik tes diagnostik yang dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 17. Awal pembuatan tes diagnostik ini, soal dibuat dalam bentuk pilihan ganda dengan alasan yang telah ditentukan dengan tujuan memudahkan dalam menganalisis kesalahan-kesalahan konsep (miskonsepsi) Fisika yang dialami oleh siswa. Soal yang dibuat dikonsultasikan kepada penelaah yang memiliki keterampilan, yaitu dosen pembimbing sebagai ahli yang melakukan uji validitas teoritik, isi, kebahasaan. Selain itu soal juga dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran Fisika di SMA Negeri 6 Surakarta. Setelah dikonsultasikan kepada penelaah, soal diujicobakan kepada siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 6 Surakarta. Hasil dari uji coba tersebut kemudian di analisis dan dilakukan revisi oleh peneliti dengan panduan ahli. Hasil uji coba I di SMA Negeri 6 Surakarta menjadikan pertimbangan untuk merubah bentuk soal, yaitu menjadi soal pilihan ganda dengan alasan terbuka. Pertimbangan memilih bentuk tes ini adalah siswa dapat memilih langsung dengan jawaban yang tersedia dan siswa dapat menuangkan ungkapan tentang materi yang mereka ketahui. Dalam Pedoman Pengembangan Tes Diagnostik Sains SMP, salah satu karakteristik tes diagnostik adalah: Menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya (Depdiknas, 2007: 2). Djaali dan Pudji Muljono dalam bukunya yang berjudul Pengukuran dalam Bidang Pendidikan (2007:commit 12) “untuk to usertes diagnostik, soal-soalnya harus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 berbentuk uraian, karena soal bentuk obyektif tidak mempunyai fungsi diagnostik.” Soal yang dibuat dalam bentuk pilihan ganda dengan alasan terbuka divalidasi oleh dosen pembimbing dan dosen ahli materi di luar dosen pembimbing yang ditunjuk oleh dosen pembimbing. Selanjutnya soal dilakukan uji coba II kepada siswa kelas XII IPA 4 dan 5 SMA Negeri 1 Kartasura. Hasil dari uji coba ini kemudian dianalisis. Hasil analisis dari uji coba I dan II dapat dilihat di Lampiran 20, Lampiran 21, dan Lampiran 22. D. Uji Coba Produk 1. Desain Uji Coba Desain uji coba tes diagnostik dapat dilihat pada Gambar 3.2. Analisis Kebutuhan Tuntutan Kurikulum
Kebutuhan Instrumen Analisis pakar Tes Diagnostik Uji Coba I
Analisis
Revisi Analisis dan wawancara
Uji Coba II
Revisi
Tes Diagnostik Gambar 3.2 Desain Uji Coba 2. Subjek Coba Subjek coba dipilih siswa yang telah mendapatkan materi fluida dan teori kinetik gas, sehingga konsep yang ada dalam diri siswa masih segar dan tertanam di otak. Uji coba dilakukan pada siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 6 Kartasura commit to user dan siswa kelas XII IPA 4 dan 5 SMA Negeri 1 Kartasura.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 3. Jenis Data Dari uji coba yang dilakukan akan diperoleh data kuantitatif yang berupa angka-angka hasil penilaian dari soal yang diujikan untuk dihitung tingkat reliabilitas dari soal diagnostik yang dibuat. 4. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa instrumen tes dan non-tes. Untuk instrumen tes yaitu berupa tes diagnostik dengan bentuk pilihan ganda dengan alasan yang telah ditentukan pada uji coba I, dan tes diagnostik dengan bentuk pilihan ganda dengan alasan terbuka pada uji coba II. Untuk instrumen non-tes antara lain: (1) rubrik penilaian tes diagnostik, yang berisi pedoman untuk menentukan jawaban dari siswa termasuk kedalam memahami, miskonsepsi, dan tidak memahami; (2) lembar observasi, yaitu berupa catatan-catatan kecil peneliti saat mengawasi siswa yang sedang mengerjakan tes diagnostik dan saat melakukan wawancara. Catatan ini berisi kekurangankekurangan soal yang ditemukan peneliti berdasarkan keluhan siswa yang mengerjakan soal. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasil analisis deskriptif ini diperoleh dari hasil analisis data kuantitatif dalam bentuk nilai reliabilitas soal yang digunakan untuk mengungkap miskonsepsi siswa pada konsep tentang massa jenis, tekanan, tekanan hidrostatis, tekanan terukur, tekanan atmosfir, hukum Pascal, hukum pokok hidrostatika, hukum Archimedes, tegangan permukaan, kontinuitas, debit, hukum Bernoulli, viskositas, hukum-hukum gas, tekanan pada gas, energi kinetik translasi rata-rata, kelajuan rms, kelajuan gas, ekipartisi energi, dan energi dalam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 Langkah-langkah pengolahan dan analisis data penelitian sebagai berikut: 1. Mengkategorikan jawaban siswa pada uji coba I ke dalam kelompok memahami,
miskonsepsi,
atau
tidak
memahami.
Nurhayati
(2012)
menyatakan: a. Jawaban siswa termasuk kategori tidak memahami bila: 1) Jawaban benar, namun tidak memberikan jawaban penjelasan. 2) Jawaban salah, demikian juga penjelasannya dan keduanya tidak ada keterhubungan. 3) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan. b. Jawaban siswa termasuk kategori memahami bila: 1) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami sudah benar. 2) Jawaban benar, namun penjelasan jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep yang dipahami dan tidak menunjukkan adanya miskonsepsi. c. Jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila: 1) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan jawaban yang tidak logis. 2) Jawaban dan penjelasan menunjukkan adanya miskonsepsi. (hlm. 29) Pada poin c 2) diperjelas yaitu jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila jawaban salah, penjelasan menunjukkan adanya miskonsepsi. Untuk uji coba II pengkategorian berdasarkan sebagai berikut: a. Pada setiap lembar jawaban siswa, pilihan jawaban tiap nomor dipadukan dengan alasan yang dituliskan. b. Untuk setiap soal, siswa yang memilih jawaban benar dan memberikan alasan yang mengandung semua unsur yang diminta oleh pertanyaan, atau alasannya mengandung sebagian unsur yang diminta dan membentuk kesatuan arti secara benar dikategorikan dalam kelompok siswa yang memahami konsep (paham). c. Untuk setiap soal, siswa yang memilih jawaban benar namun tidak memberikan alasan, atau menuliskan kembali pertanyaan, atau memberikan alasan yang tidak berhubungan dengan pertanyaan, maka dikategorikan dalam kelompok siswa yang tidak memahami konsep (tidak memahami). d. Untuk setiap soal, siswa yang memilih jawaban benar tetapi memberikan commit to user alasan yang pernyataannya berlawanan dengan pernyataan yang benar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 menurut ilmu, atau sebagian alasannya ada yang mengandung kalimat yang tidak sesuai dengan pengertian menurut ilmu, maka dikategorikan dalam kelompok siswa yang mengalami miskonsepsi. Pengkategorian jawaban siswa ke dalam kelompok memahami, miskonsepsi, atau tidak memahami juga dilakukan berdasarkan rubrik yang dapat dilihat pada Lampiran 17. 2. Mengukur reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) yaitu:
k p(1 p) KR 20 1 ( SD) 2 k 1 Keterangan: KR – 20
: Perhitungan reliabilitas tes secara keseluruhan dengan KR – 20.
p
: Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan miskonsepsi.
(1-p)
: Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan memahami
atau tidak memahami.
p(1 p)
: Jumlah hasil perkalian antara p dan (1-p).
k
: Banyaknya item.
(SD)2
: Varian
Kriteria: 0,00 ≤ r11 ≤ 0,20 : reliabilitas sangat rendah 0,20 ≤ r11 ≤ 0,40 : reliabilitas rendah 0,40 ≤ r11 ≤ 0,70 : reliabilitas cukup 0,70 ≤ r11 ≤ 0,90 : reliabilitas tinggi 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 : reliabilitas sangat tinggi (Depdiknas, 2010: 129) Untuk batas ≤ diubah menjadi <, hal ini untuk mempermudah dalam penentuan kriteria reliabilitas. 3. Menarik kesimpulan berdasarkan analisis data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Uji Coba Pembuatan soal tes diagnostik dilakukan melalui revisi dan validasi berdasarkan telaah soal oleh ahli, uji coba I dan uji coba II sehingga menghasilkan tes diagnostik baku. Uji coba I dilakukan dengan instrumen tes bentuk pilihan ganda dengan alasan yang telah ditentukan sebanyak 56 nomor. Dengan materi fluida statis, fluida dinamis, dan teori kinetik gas. Soal terdiri dari 19 konsep yaitu: massa jenis, tekanan, tekanan hidrostatik, tekanan atmosfir, hukum Pascal, hukum pokok hidrostatika, hukum Archimedes, tegangan permukaan, kontinuitas, debit, hukum Bernoulli, viskositas, hukum-hukum gas, tekanan pada gas, energi kinetik rata-rata, kecepatan rms, kecepatan gas, ekipartisi energi, dan energi dalam. Untuk jumlah soal tiap konsep dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jumlah Soal Tiap Konsep Uji Coba I Konsep Massa Jenis Tekanan Tekanan Hidrostatik Tekanan Terukur Tekanan Atmosfir Hukum Pascal Hukum Pokok Hidrostatika Hukum Archimedes Tegangan Permukaan Kontinuitas Debit Hukum Bernoulli Viskositas Hukum-Hukum Gas Tekanan Pada Gas Energi Kinetik Rata-Rata Kecepatan rms Kecepatan Gas Ekipartisi Energi Energi Dalam
Jumlah Soal Nomor Soal 2 1, 2 2 3, 4 3 5, 6, 7 1 8 6 9, 10, 11, 12, 13, 14 2 15, 16 1 17 8 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25 1 26 1 27 3 30, 31, 32 4 28, 29, 33, 34 2 35, 36 4 37, 38, 39, 40 4 41, 42, 43, 44 2 45, 46 2 48, 49 2 50, 51 3 52, 53, 54 commit to user 3 47, 55, 56 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 Uji coba I melibatkan 35 siswa dari kelas XI IPA 2 di SMA Negeri 6 Surakarta. Dari 56 soal pilihan ganda dengan alasan yang telah ditentukan diberikan waktu untuk mengerjakan selama 90 menit. Uji coba I dilakukan pada tanggal 22 dan 23 Mei 2012. Soal uji coba I secara jelas bisa dilihat pada Lampiran 11, untuk kisi-kisi soal dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 4.2 Jumlah Soal Tiap Konsep Uji Coba II Konsep Massa Jenis Tekanan Tekanan Hidrostatik Tekanan Terukur Tekanan Atmosfir Hukum Pascal Hukum Pokok Hidrostatika Hukum Archimedes Tegangan Permukaan Kontinuitas Debit Hukum Bernoulli Viskositas Hukum-Hukum Gas Tekanan Pada Gas Energi Kinetik Rata-Rata Kecepatan rms Kecepatan Gas Ekipartisi Energi Energi Dalam
Jumlah Soal (A+B) 2 2 4 2 6 2 2 10 2 2 4 4 2 6 4 2 2 2 2 4
No. Soal 1 2 3, 4 5 6, 7, 8 9 10 11, 12, 13, 14, 15 16 17 19, 20 18, 21 22 23, 24, 25 26, 27 28 30 31 32 29, 33
Pada tahap selanjutnya dilakukan revisi dan menghasilkan instrumen tes berupa soal pilihan ganda dengan alasan terbuka. Karena bentuk instrumen yang dihasilkan adalah berbeda, maka dilakukan pengulangan uji coba I yaitu uji coba II. Instrumen tes terdiri dari dua tipe yaitu tipe A dan tipe B dengan jumlah soal masing-masing tipe sebanyak 33 nomor. Jumlah konsep tidak sama dengan soal uji coba I yaitu terdiri dari 20 konsep. Konsep tersebut yaitu: massa jenis, tekanan, tekanan hidrostatik, tekanan terukur, tekanan atmosfir, hukum Pascal, hukum pokok hidrostatika, hukum Archimedes, tegangan commit to user permukaan, kontinuitas, debit,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 hukum Bernoulli, viskositas, hukum-hukum gas, tekanan pada gas, energi kinetik rata-rata, kecepatan rms, kecepatan gas, ekipartisi energi, dan energi dalam. Untuk jumlah soal tiap konsep dapat dilihat pada Tabel 4.2. Uji coba II melibatkan 39 siswa dari kelas XII IPA 4 dan 38 siswa dari kelas XII IPA 5 di SMA Negeri 1 Kartasura. Untuk soal tipe A diujicobakan di kelas XII IPA 4 dan soal tipe B diujicobakan di kelas XII IPA 5. Adapun waktu yang diberikan untuk mengerjakan selama 90 menit. Uji coba II dilaksanakan pada tanggal 8 dan 9 Agustus 2012. Soal uji coba II secara jelas bisa dilihat pada Lampiran 15 untuk soal tipe A dan Lampiran 16 untuk soal tipe B. Sedangkan kisi-kisi soal dapat dilihat pada Lampiran 14.
B. Analisis Data Data diperoleh dari uji coba I, uji coba II, dan uji coba II. Berikut adalah analisis data dari tiga kali uji coba tersebut: 1. Uji Coba I Dari seluruh jawaban siswa, diukur reliabilitas tes dalam penelitian menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) dimana jika jawaban benar dan alasan benar mendapat nilai 0 dikategorikan memahami. Sedangkan untuk jawaban salah dan alasan salah; atau tidak menjawab mendapat nilai 0 dikategorikan tidak memahami. Selain itu mendapat nilai 1 dikategorikan siswa mengalami miskonsepsi. Hasil perhitungan dengan rumus di atas diperoleh besarnya reabilitas tes saat uji coba I adalah 0,41. Nilai tersebut tergolong dalam 0,40 < r11 ≤ 0,70 sehingga disimpulkan bahwa soal uji coba I mempunyai reliabilitas cukup. Artinya instrumen dari hasil uji coba I ini tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa adalah cukup. Untuk perhitungan detail menggunakan aplikasi pengolah data Microsoft Excel dapat dilihat di Lampiran 20. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap beberapa siswa yang terlibat dalam uji coba I. Adapun hasil dari wawancara commit to user terhadap beberapa siswa tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 adalah: siswa dalam mengerjakan soal tersebut tidak sepenuhnya bersungguhsungguh, jumlah soal yang terlalu banyak sehingga untuk soal nomor-nomor akhir yaitu teori kinetik gas belum dikerjakan, tingkat kesulitan soal dirasakan cukup sulit, dan waktu untuk mengerjakan soal tidak cukup. Dari hasil wawancara terhadap siswa juga dapat diketahui bahwa banyaknya soal teori kinetika gas yang belum dikerjakan karena siswa merasa soal sulit, mereka kurang memahami konsep teori kinetik gas, dan waktu untuk mengerjakan tidak cukup. Jumlah soal yang terlalu banyak juga mempengaruhi minat siswa untuk mengerjakan soal dengan bersungguh-sungguh. Dari hasil analisis dan wawancara kepada siswa dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi hasil uji coba I adalah jumlah soal yang terlalu banyak dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi teori kinetik gas yang kurang. Untuk mengatasi banyaknya jumlah soal, maka selain dilakukan revisi instrumen tes uji coba I dengan validasi juga dilakukan pembagian soal menjadi dua tipe yaitu A dan B. Pembagian tipe dilakukan dengan menggunakan sistem paralel, yaitu antara tipe A dan B harus memiliki tingkat kesulitan yang sama dan jumlah soal tiap konsep juga sama. Kemudian soal divalidasi oleh ahli materi yaitu dosen pembimbing dan dosen di luar dosen pembimbing. Revisi juga dilakukan pada bentuk soal, yaitu dari bentuk pilihan ganda dengan alasan telah ditentukan menjadi soal pilihan ganda dengan alasan terbuka. Pertimbangan memilih bentuk tes ini adalah: (1) siswa dapat memilih langsung dengan jawaban yang tersedia; (2) siswa dapat menuangkan ungkapan tentang materi yang mereka ketahui; (3) Dalam Pedoman Pengembangan Tes Diagnostik Sains SMP, salah satu karakteristik tes diagnostik adalah menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya (Depdiknas, 2007: 2); (4) Djaali & Pudji Muljono dalam bukunya user yang berjudul Pengukuran dalamcommit Bidangto Pendidikan menyatakan, “Untuk tes
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 diagnostik, soal-soalnya harus berbentuk uraian, karena soal bentuk obyektif tidak mempunyai fungsi diagnostik” (2007: 12). Instrumen tes tipe A dan B selanjutnya digunakan untuk uji coba II. Pada tahap ini dilakukan di sekolah yang berbeda, hal ini dilakukan untuk menjaga soal tidak bocor kepada siswa lain dari siswa yang sudah terlibat pada uji coba I. 2. Uji coba II Dari seluruh jawaban siswa, diukur reliabilitas tes dalam penelitian menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20). Hasil perhitungan dengan rumus di atas diperoleh besarnya reliabilitas tes saat uji coba II untuk soal tipe A adalah 0,611. Nilai tersebut tergolong dalam
0,40 < r11 ≤ 0,70 sehingga
disimpulkan bahwa soal uji coba II mempunyai reliabilitas cukup. Artinya instrumen dari hasil uji coba I ini tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa sudah cukup. Untuk perhitungan detail menggunakan Excell dapat dilihat di Lampiran 21. Sedangkan untuk soal tipe B diperoleh reliabilitas sebesar 0,6. Sehingga nilai tersebut juga tergolong mempunyai reliabilitas cukup. Untuk perhitungan detail menggunakan Excell dapat dilihat di Lampiran 22.
B. Revisi Produk Revisi soal dilakukan setelah uji coba soal dengan berdasarkan analisis data, hasil wawancara kepada siswa yang terlibat dalam uji coba, dan saran dari ahli. Hasil wawancara kepada beberapa siswa setelah uji coba I, secara umum yaitu: secara keseluruhan bahasa soal mudah untuk dipahami; mereka kesulitan dalam menentukan alasan yang sudah disediakan; walaupun disediakan untuk memberikan alasan sendiri, namun siswa tetap terpancang pada alasan yang sudah disediakan; jumlah soal yang terlalu banyak sedangkan waktu yang diberikan hanya 90 menit. Hasil wawancara tersebut menjadi salah satu pertimbangan untuk merubah bentuk soal, yaitu dari bentuk pilihan ganda dengan alasan telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 ditentukan menjadi soal pilihan ganda dengan alasan terbuka. Soal dipecah menjadi dua tipe yaitu soal tipe A dan B. Selanjutnya soal yang dihasilkan dari revisi digunakan untuk uji coba II. Hasil analisis data uji coba dan wawancara kepada siswa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan revisi soal. Untuk detail soal uji coba I dapat dilihat pada Lampiran 11. Sedangkan soal uji coba II dapat dilihat pada Lampiran 15 untuk soal tipe A dan Lampiran 16 untuk soal tipe B. Soal sebelum dan sesudah revisi dapat dilihat pada Lampiran 18 untuk soal uji coba I dan Lampiran 19 untuk uji coba II. Berikut penjabaran dari revisi soal berdasarkan tiap konsep, yaitu: 1.
Massa Jenis Pada uji coba I, konsep massa jenis terdiri dari 2 item soal yaitu nomor 1
dan 2. Revisi untuk konsep massa jenis setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Revisi Soal Konsep Massa Jenis Nomor Soal
1
2
Saran dari Ahli
Saran dari Siswa
- Alasan dihilangkan - Digunakan untuk soal nomor 1 pada tipe A - Kalimat soal “Bagaimanakah massa jenis kedua - Gambar dibalik banda tersebut?” diubah menjadi “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari massa jenis benda A dan B?”. - Membuat soal baru - Digunakan - Digunakan untuk soal nomor 1 pada tipe B bahasa yang lebih mudah dipahami Untuk soal nomor 1, dilakukan revisi pada kalimat “Bagaimanakah massa
jenis kedua banda tersebut?” menjadi “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari massa jenis benda A dan B”. Pada kalimat sebelum revisi dinilai kurang tepat dan sulit untuk dipahami. Untuk soal nomor 2 dari segi bahasa sulit untuk dipahami dan tidak mengarah secara langsung pada massa jenis. Sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 soal tersebut diganti dengan soal yang baru dan digunakan untuk soal nomor 1 pada tipe B. Uji coba II, konsep massa jenis terdiri dari 2 item soal yaitu pada soal nomor 1 untuk masing-masing soal tipe A dan B. Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa untuk soal nomor 1 tipe A soal disertai gambar sehingga soal lebih mudah untuk dipahami, sedangkan untuk soal nomor 1 tipe B soal tidak disertai gambar sehingga siswa merasa sulit untuk memvisualisasikan soal ini. 2. Tekanan Pada uji coba I, soal untuk konsep tekanan berjumlah 2 item yaitu nomor 3 dan 4. Revisi untuk konsep tekanan setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Revisi Soal Konsep Tekanan Nomor Soal 3
4
Saran dari Ahli
Saran dari Siswa
-
Membuat soal baru - Soal dan alasan Digunakan untuk soal nomor 2 pada tipe A diperjelas Alasan dihilangkan Digunakan untuk soal nomor 2 pada tipe B Pada kalimat pertama diberi keterangan “memiliki berat yang sama” - Kalimat soal “berjalan pada lantai kayu” diganti “berdiri cukup lama pada lantai berlapis karpet” - Kata “lantai” diganti “lantai berlapis karpet” Untuk uji coba II soal nomor 3 dari uji coba I tidak digunakan, hal ini
didasarkan pada pertimbangan dari hasil wawancara kepada siswa dan saran dari ahli. Menurut para siswa alasan yang disediakan untuk soal nomor 3 membingungkan. Selain itu, dikarenakan soal tersebut mengandung jawaban yang tidak pasti, artinya untuk option a dan b bisa bernilai benar atau salah. Untuk menghindari hal-hal yang menyulitkan maka soal tersebut dihilangkan dan membuat soal baru. Sedangkan untuk soal nomor 4 tetap digunakan dengan menghilangkan alasan yang telah ditentukan menjadi alasan terbuka. Soal nomor 2 pada soal tipe commit user soal pada tipe A terdapat gambar A dan B memiliki bobot yang sama, tetapitountuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 sedangkan pada tipe B tidak ada gambarnya. Wawancara terhadap siswa menunjukkan bahwa kedua soal tersebut sangat mudah karena di buku-buku sudah ada dan di kelas konsep tekanan sudah sampaikan oleh guru dengan jelas. 3. Tekanan Hidrostatik Jumlah soal untuk konsep tekanan hidrostatik pada uji coba I adalah 3 item soal yaitu nomor 5, 6, dan 7. Revisi untuk konsep tekanan hidrostatik setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Revisi Soal Konsep Tekanan Hidrostatik Nomor Soal 5
6
Saran dari Ahli -
7 -
Saran dari Siswa
Alasan dihilangkan Digunakan untuk soal nomor 3 pada tipe A Kalimat soal hampir seluruhnya diubah Alasan dihilangkan Digunakan untuk soal nomor 3 pada tipe B Kalimat soal “maka tekanan pada dasar bejana …” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari tekanan air pada dasar ketiga bejana?” Alasan dihilangkan Digunakan untuk soal nomor 4 pada tipe A Kalimat soal “maka tekanan pada dasar bejana …” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari tekanan air pada dasar ketiga bejana?” Huruf l pada kata “lihat” diganti dengan huruf kapital Dibuat soal baru Digunakan untuk soal nomor 4 pada tipe B
Pada uji coba II menggunakan dua tipe soal A dan B, sehingga jumlah soal pada konsep ini harus sama. Oleh karena itu, ada penambahan satu item soal lagi yaitu dapat dilihat pada Lampiran 16 soal tipe B nomor 4. Secara keseluruhan jumlah soal untuk konsep tekanan hidrostatik yang digunakan pada uji coba II adalah 4 butir soal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 4. Tekanan Terukur Pada uji coba I tidak ada soal konsep tekanan terukur. Pada uji coba II dibuat soal dengan konsep tekanan terukur, karena pada konsep tersebut diperkirakan terdapat miskonsepsi. Revisi untuk konsep tekanan terukur selama penyusunan ditunjukkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Revisi Soal Konsep Tekanan Terukur Nomor Soal
Saran dari Ahli
Saran dari Siswa
- Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 5 pada tipe A - Pada kalimat pertama setelah kata “kempes” ditambah kata “karena bocor” - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 5 pada tipe B - Kata “Bagaimanakah” diganti “Berapakah perkiraan” Soal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 5, dan pada Lampiran 16 soal tipe B nomor 5. 5. Tekanan Atmosfir Pada uji coba I, jumlah soal untuk konsep tekanan atmosfir adalah 7 item soal. Soal tersebut adalah nomor 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14. Soal nomor 8 tidak digunakan untuk uji coba II, hal ini berdasarkan dari wawancara terhadap siswa. Menurut siswa, soal nomor 8 sulit untuk dipahami karena soal tersebut menceritakan kondisi di Bulan dan mereka sulit untuk membandingkan dengan kondisi yang biasa mereka alami. Untuk soal nomor 9, 10, 11, 12, 13, dan 14 tetap digunakan dalam uji coba II tetapi dengan revisi. Revisi untuk konsep tekanan atmosfir setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.7. Revisi dilakukan dengan menghapus alasan yang sudah disediakan dan diganti menjadi alasan terbuka. Untuk detail soal dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A dan Lampiran 16 soal tipe B. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 Tabel 4.7 Revisi Soal Konsep Tekanan Atmosfir Nomor Soal 8
9
10
11
Saran dari Ahli
-
-
12 13
14
- Diganti dengan soal yang lebih mudah dipahami
- Tidak digunakan -
-
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 6 pada tipe A Kata “air raksa” diganti “raksa” Garis pada gambar tabung berisi alkohol diubah menjadi putus-putus Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 6 pada tipe B Kata “air raksa” diganti “raksa” Garis pada gambar tabung berisi raksa setelah diganti pipa barometer lebih besar diubah menjadi garis putus-putus Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 8 pada tipe A Ditambah kata “Lihat gambar!” setelah kalimat pertama Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 7 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 7 pada tipe B Diberi tanda koma (,) setelah kata “dibalik” Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 8 pada tipe B Keterangan pada gambar diperjelas Kalimat soal diganti secara keseluruhan
6. Hukum Pascal Pada uji coba I soal untuk konsep hukum Pascal berjumlah 2 item, yaitu nomor 15 dan 16. Revisi untuk konsep hukum Pascal setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 Tabel 4.8 Revisi Soal Konsep Hukum Pascal Nomor Soal
Saran dari Ahli -
15
16
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 9 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 9 pada tipe B Huruf l pada kata “lihat” diganti dengan huruf kapital
7. Hukum Pokok Hidrostatika Pada uji coba I soal untuk konsep hukum pokok hidrsostatika berjumlah 1 item yaitu nomor 17. Revisi untuk konsep hukum pokok hidrostatika setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Revisi Soal Konsep Hukum Pokok Hidrostatika Nomor Soal
17
Saran dari Ahli
Saran dari Siswa
- Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 10 pada tipe B - Diberi keterangan “(atmosfir)” setelah kalimat “tekanan udara luar” - Huruf l pada kata “lihat gambar!” diganti dengan huruf kapital - Kata “suplai” pada keterangan gambar diganti “tanki” - Dibuat soal baru - Digunakan untuk soal nomor 10 pada tipe A - Setelah kata “Bagaimana” diberi tambahan “perbandingan” - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” Untuk mengimbangi pada soal tipe B, maka dibuat soal baru tentang
konsep ini yaitu dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 10. Hasil wawancara menunjukkan bahwa untuk soal pada tipe A lebih sulit dari pada soal pada tipe B dan mereka dalam mengerjakan soal tipe B hanya berdasarkan hafalan rumus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 8. Hukum Archimedes Pada uji coba I soal tentang konsep hukum Archimedes berjumlah 8 item, yaitu nomor 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25. Revisi untuk konsep hukum Archimedes setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Revisi Soal Konsep Hukum Archimedes Nomor Soal
Saran dari Ahli
18
- Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 11 pada tipe A - Ditambah kata “Lihat gambar!” setelah kalimat pertama
19
- Diganti dengan soal yang baru
20
21
22
23 24
25
- Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 12 pada tipe A - Huruf l pada kata “lihat gambar!” diganti dengan huruf kapital - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 13 pada tipe A - Kalimat soal “Gelas ukur C ditimbang massanya menunjukkan sebesar y gram” diganti “Jika gelas ukur C dan D identik, kemudian cairan dalam gelas ukur C ditimbang massanya menunjukkan sebesar y gram” - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 13 pada tipe B - Huruf l pada kata “lihat gambar!” diganti dengan huruf kapital - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 14 pada tipe B -
Kata “lihat gambar!” dihilangkan Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 15 pada tipe B Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 15 pada tipe A Huruf l pada kata “lihat gambar!” diganti dengan huruf kapital Dibuat soal baru Digunakan untuk soal nomor 12 pada tipe B Dibuat soal baru commit to user Digunakan untuk soal nomor 14 pada tipe A
Saran dari Siswa
- Soal dibuat lebih mudah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 Untuk soal nomor 19 tidak digunakan dalam uji coba II, hal ini dikarenakan soal tersebut dinilai tidak mudah dipahami oleh siswa. Dalam konsep ini ada penambahan soal yaitu sebanyak 3 item. Hal ini dikarenakan untuk menyeimbangkan antara jumlah soal dengan indikator. Soal tambahan ini dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 14 dan pada Lampiran 16 soal tipe B nomor 11 dan 12. 9. Tegangan Permukaan Pada uji coba I digunakan soal sebanyak 1 item untuk konsep tegangan permukaan, yaitu nomor 26. Revisi untuk konsep tegangan permukaan setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Revisi Soal Konsep Tegangan Permukaan Nomor Soal 26
Saran dari Ahli -
Saran dari Siswa
Diganti dengan soal baru Digunakan untuk soal nomor 16 pada tipe A Dibuat soal baru Digunakan untuk soal nomor 16 pada tipe B
Soal tersebut tidak digunakan dalam uji coba II, hal ini dikarenakan saran dari ahli bahwa soal tersebut mengacu pada definisi dan hafalan. Sehingga pada uji coba II dibuat soal baru untuk konsep tegangan permukaan yaitu sebanyak 2 item. Soal dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 16 dan pada Lampiran 16 soal tipe B nomor 16. 10. Kontinuitas Uji coba I menggunakan 1 item soal untuk konsep kontinuitas, yaitu nomor 27. Revisi untuk konsep kontinuitas setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.12. Untuk mengimbangi soal pada tipe A, maka dibuat soal baru. Soal tersebut merupakan pengembangan dari soal konsep hukum Bernoulli pada uji coba I to user nomor 29. Soal dapat dilihat padacommit Lampiran 16 soal tipe B nomor 17.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 Tabel 4.12 Revisi Soal Konsep Kontinuitas Nomor Soal
Saran dari Ahli
Saran dari Siswa
-
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 17 pada tipe A Dibuat soal baru Digunakan untuk soal nomor 17 pada tipe B Setelah kata “Bagaimana” diberi tambahan “perbandingan” - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari”
27
11. Debit Uji coba I menggunakan 3 item soal untuk konsep debit, yaitu nomor 30, 31, dan 32. Revisi untuk konsep debit setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.13. Soal revisi dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 20 dan pada Lampiran 16 soal tipe B nomor 19 dan 20. Untuk mengimbangi jumlah soal, maka dibuat soal yang baru untuk soal tipe A nomor 19. Sehingga pada uji coba II digunakan 4 item soal konsep debit. Tabel 4.13 Revisi Soal Konsep Debit Nomor Soal
30
31
32
Saran dari Ahli - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 19 pada tipe B - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” - Huruf l pada kata “lihat gambar!” diganti dengan huruf kapital - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 20 pada tipe A - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” - Ditambah kata “Lihat gambar!” - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 20 pada tipe B - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” - Ditambah kata “Lihat gambar!” - Dibuat soal baru commit to user - Digunakan untuk soal nomor 19 pada tipe A
Saran dari Siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 12. Hukum Bernoulli Pada uji coba I digunakan 4 item soal tentang konsep hukum Bernoulli, yaitu nomor 28, 29, 33, dan 34. Revisi untuk konsep hukum Bernoulli setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.14. Tabel 4.14 Revisi Soal Konsep Hukum Bernoulli Nomor Soal 28
29
Saran dari Ahli -
33
34
-
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 18 pada tipe A Pada pilihan jawaban ditambah option d Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 18 pada tipe B Setelah kata “Bagaimana” diberi tambahan “perbandingan” Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 21 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 21 pada tipe B Kalimat percakapan diubah menjadi pernyataan Pilihan jawaban diubah menjadi salah-benar
Untuk soal nomor 34, soal berupa percakapan diubah menjadi pernyataan. Hal ini dikarenakan agar soal menjadi lebih mudah dipahami. Soal yang telah direvisi dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 18 dan 21. Sedangkan untuk soal tipe B dapat dilihat pada Lampiran 16 nomor 18 dan 21. 13. Viskositas Pada uji coba I digunakan soal untuk konsep viskositas sebanyak 2 item, yaitu nomor 35 dan 36. Revisi untuk konsep viskositas setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.15.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 Tabel 4.15 Revisi Soal Konsep Viskositas Nomor Soal
Saran dari Ahli -
35 36
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 22 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 22 pada tipe B
14. Hukum-Hukum Gas Konsep hukum-hukum gas dalam pembuatan soal ini meliputi hukum Boyle, hukum Charles, dan hukum Gay-Lussac. Pada uji coba I digunakan soal sebanyak 4 item, yaitu nomor 37, 38, 39, dan 40. Revisi untuk konsep hukumhukum gas setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Revisi Soal Konsep Hukum-Hukum Gas Nomor Soal 37
38
39
40
Saran dari Ahli
Saran dari Siswa
- Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 23 pada tipe A - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 24 pada tipe A - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 25 pada tipe B - Kalimat soal “Bagaimanakah” diganti “Manakah pernyataan berikut yang paling benar dari” - Alasan dibuat terbuka - Digunakan untuk soal nomor 23 pada tipe B - Dibuat soal baru - Digunakan untuk soal nomor 24 pada tipe B - Dibuat soal baru - Digunakan untuk soal nomor 25 pada tipe A Ada penambahan soal sebanyak 2 item, yaitu pada hukum Charles dan
hukum Gay-Lussac. Hal ini dilakukan untuk menyamakan jumlah soal pada tipe A dan tipe B. Sehingga pada uji coba II digunakan sebanyak 6 item soal untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 mengungkap miskonsepsi pada konsep hukum-hukum gas. Soal-soal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 23, 24, dan 25. Sedangkan untuk soal tipe B dapat dilihat dalam Lampiran 16 nomor 23, 24, dan 25. Ada penambahan soal sebanyak 2 item, yaitu pada hukum Charles dan hukum Gay-Lussac. Hal ini dilakukan untuk menyamakan jumlah soal pada tipe A dan tipe B. Sehingga pada uji coba II digunakan sebanyak 6 item soal untuk mengungkap miskonsepsi pada konsep hukum-hukum gas. Soal-soal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 soal tipe A nomor 23, 24, dan 25. Sedangkan untuk soal tipe B dapat dilihat dalam Lampiran 16 nomor 23, 24, dan 25. 15. Tekanan pada Gas Pada uji coba I digunakan 4 item soal untuk konsep tekanan pada gas, yaitu nomor 41, 42, 43, dan 44. Revisi untuk konsep tekanan pada gas setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Revisi Soal Konsep Tekanan pada Gas Nomor Soal 41
42
43
44
Saran dari Ahli -
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 26 pada tipe B Kalimat percakapan diubah menjadi pernyataan Pilihan jawaban diubah menjadi salah-benar Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 26 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 27 pada tipe B Kalimat percakapan diubah menjadi pernyataan Pilihan jawaban diubah menjadi salah-benar Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 27 pada tipe A
16. Energi Kinetik Translasi Rata-Rata Pada uji coba I digunakan 2 item soal untuk konsep energi kinetik transalasi rata-rata, yaitu nomor 45 dan 46. Revisi untuk konsep energi kinetik translasi rata-rata setelah uji coba commit I ditunjukkan to userpada Tabel 4.18.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 Tabel 4.18 Revisi Soal Konsep Energi Kinetik Translasi Rata-Rata Nomor Soal
Saran dari Ahli -
45
46
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 28 pada tipe B Kalimat percakapan diubah menjadi pernyataan Pilihan jawaban diubah menjadi salah-benar Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 28 pada tipe A
17. Kecepatan rms Pada uji coba I digunakan soal sebanyak 2 item untuk konsep kecepatan rms, yaitu nomor 48 dan 49. Revisi untuk konsep kecepatan rms pada gas setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.19. Tabel 4.19 Revisi Soal Konsep Kecepatan rms Nomor Soal
Saran dari Ahli -
48 49
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 30 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 30 pada tipe B
18. Kecepatan Gas Pada uji coba I digunakan soal sebanyak 2 item untuk konsep kecepatan gas, yaitu nomor 50 dan 51. Revisi untuk konsep kecepatan gas pada gas setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.20. Tabel 4.20 Revisi Soal Konsep Kecepatan Gas Nomor Soal 50
51
Saran dari Ahli -
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 31 pada tipe A Kalimat percakapan diubah menjadi pernyataan Pilihan jawaban diubah menjadi salah-benar Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 31 pada tipe B Kalimat percakapan diubah menjadi pernyataan commit to user Pilihan jawaban diubah menjadi salah-benar
Saran dari Siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 19. Ekipartisi Energi Konsep ekipartisi energi pada uji coba I digunakan sebanyak 3 soal, yaitu nomor 52, 53 dan 54. Untuk soal nomor 52 tidak digunakan pada uji coba II. Hal ini berdasarkan saran dari siswa bahwa soal tersebut cenderung masuk pada materi Termodinamika. Revisi untuk konsep ekipartisi energi pada gas setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.21. Tabel 4.21 Revisi Soal Konsep Ekipartisi Energi Nomor Soal 52 53 54 -
Saran dari Ahli
Saran dari Siswa
Tidak digunakan/ dihapus Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 32 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 32 pada tipe B
20. Energi Dalam Pada uji coba I digunakan soal sebanyak 3 item untuk konsep energi dalam, yaitu nomor 47, 55, dan 56. Revisi untuk konsep energi dalam setelah uji coba I ditunjukkan pada Tabel 4.22. Tabel 4.22 Revisi Soal Konsep Energi Dalam Nomor Soal 47 55 56
Saran dari Ahli -
Saran dari Siswa
Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 29 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 32 pada tipe A Alasan dibuat terbuka Digunakan untuk soal nomor 32 pada tipe B Dibuat soal baru Digunakan untuk soal nomor 29 pada tipe B Kalimat percakapan diubah menjadi pernyataan Pilihan jawaban diubah menjadi salah-benar
Karena jumlah soal sebelumnya sebanyak 3 item maka untuk uji coba selanjutya dibuat soal baru sebanyak 1 item. Soal dapat dilihat pada Lampiran 15 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 soal tipe A nomor 29 dan 33, untuk soal tipe B dapat dilihat pada Lampiran 16 nomor 29 dan 33. C. Kajian Produk Akhir Pada uji coba I digunakan soal sebanyak 56 item. Bentuk soal adalah pilihan ganda dengan alasan yang telah ditentukan. Dari hasil uji coba I tersebut diperoleh nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,41. Soal dengan alasan sudah ditentukan menjadikan siswa cenderung untuk memaksakan diri memilih alasan tersebut. Walaupun diberikan opsi untuk menulis alasan sendiri, mereka lebih memilih menjawab asal dengan alasan tersebut. Karena waktu yang tidak mencukupi, sehingga pada soal nomor-nomor akhir yaitu pada konsep teori kinetik gas sebagian besar tidak dikerjakan. Dapat disimpulkan bahwa uji coba soal dengan jumlah soal dan waktu yang tidak seimbang akan diperoleh hasil yang kurang baik. Bentuk soal juga berpengaruh terhadap jawaban siswa. Pada uji coba II dihasilkan nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,611 untuk soal tipe A dan 0,6 untuk soal tipe B. Bentuk soal yang digunakan adalah pilihan ganda dengan alasan terbuka. Sehingga pada penelitian penyusunan instrumen tes diagnostik untuk materi Fluida dan Teori Kinetik Gas dihasilkan dua tipe soal yaitu A dan B dengan jumlah soal untuk masing-masing tipe adalah 33 item.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan tentang Produk Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Pada uji coba I digunakan soal sebanyak 56 item. Bentuk soal adalah pilihan ganda dengan alasan yang telah ditentukan. Dari hasil uji coba I tersebut diperoleh nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,41. Artinya, instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa adalah cukup. 2. Pada uji coba II digunakan dua tipe soal, yaitu A dan B. Jumlah soal untuk masing-masing tipe adalah 33 item. Bentuk soal yang digunakan adalah pilihan ganda dengan alasan terbuka. Dari uji coba II dihasilkan nilai reliabilitas cukup, yaitu 0,611 untuk soal tipe A dan 0,6 untuk soal tipe B. Artinya, instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa adalah cukup. 3. Dari Penelitian dihasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi materi Fluida dan Teori Kinetik Gas dengan dua tipe soal yaitu A dan B. Bentuk soal pilihan ganda dengan alasan terbuka dengan jumlah soal masing-masing tipe adalah 33 item. B. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini
hanya
menyusun
instrumen
tes diagnostik
untuk
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi Fluida dan Teori Kinetik Gas. Keterbatasan lain adalah instrumen ini tidak dapat digunakan untuk semua SMA, tetapi akan cukup baik apabila digunakan untuk SMA dengan kemampuan siswa kelas IPA hampir sama dengan siswa kelas IPA di SMA Negeri 1 Kartasura. commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 C. Saran Pemanfaatan, Diseminasi, dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut Dengan diperolehnya kesimpulan, maka sebagai saran pemanfaatan, diseminasi, dan pengembangan produk lebih lanjut adalah: 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian selanjutnya dan upaya bersama antara guru, siswa, serta pihak sekolah lainnya agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan proses dan hasil belajar Fisika secara maksimal. 2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa tidak dapat terlepas dari miskonsepsi. Oleh karena itu, penelitian tentang miskonsepsi penting untuk dikembangkan guna mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang telah dilakukan. 3. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh tes diagnostik yang memenuhi reliabilitas cukup sehingga sudah dapat digunakan untuk mengungkap miskonsepsi siswa pada materi Fluida dan Teori Kinetik Gas.
commit to user