PEMBUATAN CaO DARI CANGKANG TELUR SEBAGAI KATALIS UNTUK KONVERSI MINYAK KELAPA MENJADI BIODIESEL
Muhammad Nazar, Syahrial, Cut Lina Keumala Sari Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNSYIAH Jl. T. Nyak Arief Kopelma Darussalam Banda Aceh 23111 e-mail:
[email protected] Abstrak: Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan katalis CaO dari cangkang telur sebagai katalis untuk konversi minyak kelapa menjadi biodiesel. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengetahui kondisi optimum yang diperlukan pada pembuatan CaO dari cangkang telur sebagai bahan baku katalis melalui proses kalsinasi. Kalsinasi dilakukan pada temperatur 450°C, 600°C, 750°C dan 900oC selama 4 jam. Selanjutnya kalsinasi juga dilakukan pada 900°C dengan variasi waktu 2, 3, 4, 5, dan 6 jam. Proses penentuan kadar Ca2+ pada sampel yang sudah dikalsinasi dilakukan dengan cara titrasi permanganometri merujuk kepada Kolthoff (1952: 577) dan SNI 15-2049 (2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur dan semakin lama waktu kalsinasi maka kadar Ca2+ yang dihasilkan semakin tinggi. Kadar Ca2+ tertinggi didapatkan pada sampel yang diberikan temperatur kalsinasi 900°C selama 4 jam yaitu 56,89 % dan kadar Ca2+ terendah pada sampel yang diberikan temperatur kalsinasi 450°C selama 2 jam yaitu 1,12 %.
Kata kunci: cangkang telur, CaO, katalis, kalsinasi. PENDAHULUAN Salah satu alternatif energi yang menjanjikan dan dapat diperbaharui untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat adalah biodiesel. Pada pembuatan biodiesel hal yang tidak kalah penting yang harus diperhatikan adalah penggunaan katalis. Katalis yang sering digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah katalis homogen seperti katalis asam (H2SO4) dan katalis basa (NaOH). Kelemahan penggunaan katalis homogen asam dan basa menurut Dennis dkk. (2010), bahwa katalis logam alkali hidroksida korosif terhadap peralatan dan juga bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun yang tidak diinginkan, menghasilkan limbah dalam jumlah besar, dan sulit untuk didaur ulang; katalis asam homogen beroperasi pada suhu tinggi, membutuhkan waktu reaksi yang lama, sulit untuk didaur ulang aktivitas katalisnya lemah, juga menimbulkan masalah lingkungan yang serius dan masalah korosi. Beralihnya penggunaan katalis dari homogen ke katalis heterogen seperti CaO yang berbentuk padat karena mempunyai keuntungan dapat dengan mudah dipisahkan dari hasil reaksi dengan cara filtrasi, dapat mengurangi proses pencucian. Selain itu, katalis heterogen padat dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi dan esterifikasi (Dennis dkk, 2010). Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
83
Kalsium oksida memiliki produktivitas yang sama dengan KOH/NaOH, akan tetapi memiliki beberapa kelebihan yaitu penanganan yang mudah, pengumpulan kembali produk yang mudah, dan proses yang ramah lingkungan. Terdapat beberapa sumber CaO alami yang berasal dari bahan limbah seperti cangkang telur, cangkang kerang, dan tulang. Penggunaan limbah sebagai bahan mentah untuk sintesis katalis dapat mengurangi sampah dan memproduksi katalis heterogen yang bermanfaat untuk reaksi kimia. Katalis CaO dapat diperoleh dari cangkang telur, cangkang siput golden apple, dan cangkang kerang yang tidak hanya dapat dipergunakan dalam reaksi transesterifikasi untuk produksi biodiesel akan tetapi juga untuk berbagai keperluan lainnya. Berbagai sumber CaCO3 dapat diurutkan berdasarkan penurunan kadar Ca sebagai berikut: cangkang telur (99,21)> siput golden apple (99,05)> cangkang kerang tahu (98,59) (Empikul et al, 2010). Oleh karena itu, cangkang telur yang ketersediaannya melimpah sangat potensial untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan CaO. Kalsium karbonat (CaCO3) terdapat pada cangkang telur bila dikalsinasi menghasilkan CaO. Cangkang telur yang dibuang oleh penjual martabak tersebut hanya akan menjadi limbah tumpukan sampah jika tidak dimanfaatkan, padahal pada cangkang telur banyak mengandung kalsium karbonat. Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitian tentang “Pembuatan CaO dari Cangkang Telur sebagai Katalis untuk Konversi Minyak Kelapa menjadi Biodiesel”, sehingga mengurangi jumlah sampah dan limbah, akan tetapi dapat pula dijadikan pilihan katalis yang murah dan mudah didapatkan di lingkungan sekitar.
METODE PENELITIAN Persiapan penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium kimia, termometer, timbangan, oven, lumpang, pengaduk, hot plate, perangkat titrasi, dan tungku (muffle furnace). Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang telur, larutan KMnO4 0,1N, aquades, larutan H2SO4 1 M dan H2SO4 3M, indikator metil merah, larutan (NH4)2C2O4 6%, larutan HCl 0,1 M, amonia, larutan Na2C2O4 0,1 N.
Preparasi sampel
Cangkang telur yang sudah dikumpulkan dicuci dan direndam dengan aquades selama 15-20 menit untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang ada. Selanjutnya cangkang telur dikeringkan pada suhu 100°C selama 3x8 jam dalam oven. Setelah dikeringkan, cangkang telur dihancurkan dengan lumpang.
Kalsinasi Cangkang Telur
Cangkang telur yang kering masing-masing sebanyak 4,5 gram ditimbang dan dikalsinasi memakai tungku (muffle furnace) pada suhu bervariasi 450°C, 600°C, 750°C dan 900oC selama 4 jam serta suhu 900°C dengan variasi lama kalsinasi selama 2, 3, 4, 5 dan 6 jam.
Penentuan kadar Ca
Standarisasi KMnO4 dilakukan dengan mengambil 10 ml larutan Na2C2O4 dengan menggunakan pipet volume 10 ml. Dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N. Setelah Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
84
standarisasi KMnO4, kadar kalsium (Ca2+) dalam CaO ditentukan dengan metode yang dilakukan oleh Kolthoff (1952) sebagaimana berikut : sebanyak 0,12 gram CaO dimasukkan dalam gelas kimia 250 ml, ditambahkan 10 ml aquades dan 10 ml HCl, diencerkan sampai 50 ml dan dipanaskan larutan tersebut sampai terdekomposisi semua. Selanjutnya ditambahkan 100 ml larutan amonium oksalat 6% panas.Lalu, ke dalam larutan di atas ditambahkan perlahan-lahan 2 tetes indikator metil merah dan kalsium oksalat diendapkan dengan meneteskan larutan amonia perbandingan (1:1) sambil diaduk secara perlahan. Penambahan amonia dihentikan jika larutan sudah berwarna merah kekuningan. Larutan dibiarkan dalam keadaan panas selama ± 30 menit, lantas disaring endapan dengan menggunakan kertas saring Whatman No.4. Endapan yang terbentuk dicuci dengan aquades sebanyak 70-75 ml hingga bebas dari oksalat yang ditandai oleh larutan tidak berwarna. Ditambahkan 100 ml akuades dan 50 ml larutan asam sulfat 3M ke dalam erlenmeyer yang berisi endapan. Larutan tersebut kemudian dipanaskan pada temperatur 80-90°C dan dilakukan titrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N sampai larutan berwarna merah jambu permanen yang pertama selama 30 detik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pada dua kondisi yang berbeda yaitu 1) Temperatur 900°C dengan variasi waktu 2, 3, 4, 5, dan 6 jam dan 2) Temperatur 450°C selama 2 jam, 600°C selama 3 jam, dan 750°C selama 4 jam. Proses kalsinasi dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian menggunakan tungku pembakaran. Data hasil kalsinasi dapat dilihat dari tekstur dan warna sampel setelah dikalsinasi pada tabel 1 berikut: Tabel 1 Tekstur dan warna hasil kalsinasi pada cangkang telur Temperatur Kalsinasi (°C) 450 900 600 900 750 900
Waktu (Jam) 2 3 4 4 5 6
Warna
Tekstur
Abu-abu Abu-abu Abu-abu Abu-abu Putih
Kasar (susah dihancurkan) Kepingan tidak rapuh Serbuk (masih terdapat kepingan) Kepingan rapuh Serbuk (belum halus) Kepingan yang sangat rapuh Serbuk halus Serbuk lebih halus
Putih
Berdasarkan data pada tabel 1 cangkang telur hasil kalsinasi pada temperatur 900°C dengan variasi lama kalsinasi 2-6 jam menunjukkan bahwa sampel yang sudah terdekomposisi sempurna menjadi CaO adalah cangkang telur yang dikalsinasi selama 5-6 jam. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Singh dkk, (2010) bahwa cangkang telur sebelum dan sesudah kalsinasi telah dipelajari oleh beberapa peneliti yaitu kalsinasi di atas temperatur 900°C menyebabkan perubahan warna cangkang telur menjadi warna putih ini mengindikasikan bahwa kalsium oksida telah terbentuk dan produknya terdiri dari kalsium oksida. Kalsinasi yang dilakukan pada temperatur di bawah 700°C masih berwarna keabuan yang berupa serbuk dimana teksturnya masih kasar. Keadaan ini membuktikan bahwa CaO yang dihasilkan pada suhu 700°C belum sempurna. Hal ini Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
85
sesuai dengan yang dilaporkan oleh Wei dkk., (2009) bahwa kalsinasi di bawah 700°C, ukuran dan bentuk partikelnya masih sama dengan cangkang telur yang alami. Di atas 800°C, ukuran partikelnya menurun dan bentuk partikelnya menjadi lebih teratur. Untuk menghitung kadar Ca2+ dalam cangkang telur yang sudah dikalsinasi dilarutkan dalam HCl 0,1M kemudian pengendapan menggunakan amonium oksalat. Endapan yang dihasilkan berupa CaC2O4 tersebut disaring dan dicuci dengan akuades dan dilarutkan dalam asam sulfat yang kemudian dititrasi dengan larutan standar kalium permanganat. Pembentukan endapan disebabkan penambahan ion oksalat ke dalam larutan asam dan perlahan-lahan membentuk endapan dengan penambahan tetes demi tetes amonia. Endapan kalsium oksalat akan terbentuk di bawah kondisi seperti ini dan siap untuk disaring (Skoog dkk., 1963). Endapan kalsium oksalat yang dihasilkan dari penelitian sebelum mengalami proses pencucian dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Endapan kalium oksalat Endapan yang sudah dicuci kemudian dititrasi dengan kalium permanganat yang sudah dibakukan. Endapan yang sudah dicuci dan siap untuk dititrasi dapat dilihat pada gambar 2 dan 3 di bawah ini.
Sampel 1 (900°C dan 2 jam)
Sampel 2 (900°C dan 3 jam)
Sampel 3 (900°C dan 4 jam)
Sampel keempat (900°C dan 5 jam)
Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
86
Sampel 5 (900°C dan 6 jam) Gambar 2 Endapan sampel kalsinasi pada temperatur 900°C dengan variasi waktu 2-6 jam yang sudah dicuci (dokumen penelitian, 2011) Endapan sampel kalsinasi temperatur 450°C, 600°C, 750°C, dan 900°C dengan variasi waktu 2-5 jam yang sudah dicuci dan siap untuk dititrasi dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
1. Sampel pertama (450°C dan 2 jam)
3. Sampel ketiga (750°C dan 4 jam)
2. Sampel kedua (600°C dan 3 jam)
4. Sampel keempat (900°C dan 5 jam)
Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
87
Gambar 3 Endapan sampel kalsinasi temperatur 450°C, 600°C, 750°C, dan 900°C dengan variasi waktu 2-5 jam yang sudah dicuci Endapan yang sudah dicuci tersebut kemudian dititrasi menggunakan kalium permanganat untuk mengetahui berapa kadar Ca2+ yang terdapat dalam cangkang telur hasil kalsinasi tersebut.
Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Ca 2+ Kadar Ca2+ yang dihasilkan pada variasi temperatur kalsinasi 450°C , 600°C, 750°C, dan 900°C dihitung setelah dititrasi dengan larutan standar kalium permanganat dapat dilihat pada tabel 2 berikut Tabel 2 Kadar Ca2+ pada temperatur kalsinasi berubah No Temperatur (°C) Waktu (Jam) 450 1. 2 900 600 2. 3 900 750 3. 4 900
Rata-rata kadar Ca2+ (%) 1,12 3,31 4,97 12,15 16,58 18,70
Berdasarkan tabel di atas didapatkan kadar Ca2+ yang paling tinggi diperoleh pada 18,70% pada temperatur 900°C dengan lama kalsinasi selama 4 jam dan yang terendah sebesar 1,12% diperoleh pada temperatur 450°C dengan lama kalsinasi selama 2 jam. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur dan lama kalsinasi maka semakin besar pula kadar Ca2+ yang diperoleh. Aktivitas yang terbaik dihasilkan pada temperatur di atas 800°C dan sudah terbentuknya kristal CaO. Sedangkan sampel yang dikalsinasi pada temperatur 700°C selama 2 jam mengandung CaCO3 sebagai fasa yang mayor dan CaO sebagai fasa minor. Pengaruh Waktu Terhadap Kadar Ca2+ Kadar Ca2+ dalam CaO yang dihasilkan dari hasil kalsinasi cangkang telur pada temperatur 900°C dengan waktu pemanasan 2, 3, 4, 5, dan 6 jam dapat dihitung setelah dititrasi dengan larutan standar kalium permanganat yang terdapat pada tabel 3 berikut Tabel 3 Kadar Ca2+ pada temperatur tetap dan waktu kalsinasi berubah No Sampel Temperatur dan lama kalsinasi Rata-rata Kadar Ca2+ (%) I 1 3,31 900°C dan 2 jam I
2
I II II II
900°C dan 3 jam
Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
12,15
88
3
4
III III III IV IV
900°C dan 4 jam
18,70
900°C dan 5 jam
22,65
IV 5
V V V
56,89
900°C dan 6 jam
Berdasarkan tabel di atas didapatkan kadar Ca2+ yang paling tinggi adalah 56,89% dari sampel ke-V pada temperatur 900°C dan lama kalsinasi selama 6 jam dan yang terendah sebesar 3,31% diperoleh pada temperatur 900°C selama 2 jam. Ini juga terlihat pada grafik di bawah sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan temperatur optimum dan semakin lama waktu kalsinasi maka semakin besar pula kadar Ca2+ yang diperoleh.
Pengaruh Lama Kalsinasi terhadap Kadar Ca2+ kadar Ca2+
80 60 40 20
Kadar Ca2+ (%)
0 2
3
4
5
6
Lama Kalsinasi (jam)
Gambar 4. Pengaruh Lama Kalsinasi terhadap kadar Ca2+ Sampel yang dikalsinasi selama 2-4 jam menunjukkan aktivitas yang sebanding selama reaksi berlangsung dan waktu optimum kalsinasi 2-4 jam tersebut pada katalis akan menjadi kondisi optimum untuk limbah cangkang (Empikul dkk, 2010). Cangkang telur yang dikalsinasi di bawah temperatur 600°C tidak membentuk CaO dan aktivitas katalitiknya sangat rendah. Temperatur dan waktu yang optimum pada kalsinasi menghasilkan kadar Ca2+ yang tinggi karena CaCO3 pada cangkang telur telah terdekomposisi semua pada temperatur 850°C. Seperti yang dikemukakan Sharma dkk., (2010) bahwa dekomposisi kalsium karbonat mulai terjadi pada 700oC, tetapi proses dekomposisi yang sempurna terjadi pada temperatur pada 850oC. Kadar Ca2+ tertinggi yang dihasilkan pada penelitian hanya mencapai 56,89% dan ini lebih rendah dari kadar yang dihasilkan oleh Empikul dkk., (2010), yaitu kandungan Ca dalam cangkang telur sebesar 99,21%. Hal ini dikarenakan pada sampel telah mengalami pencampuran dengan berbagai macam larutan sehingga tidak murni lagi dan terjadinya kontaminasi pada sampel. Seperti yang dikemukakan oleh Kolthoff dkk., (1952) bahwa endapan oksalat dapat terbentuk dengan penambahan ammonium oksalat ke dalam larutan yang netral atau mengandung amonia, kalsium oksalat yang diperoleh Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
89
terkontaminasi dengan oksalat atau kalsium hidroksida dan hasil titrasi permanganometri akan rendah atau hanya mencapai 1%.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang pembuatan CaO dari cangkang telur sebagai katalis untuk konversi minyak kelapa menjadi biodiesel dapat disimpulkan bahwa: 1. Katalis CaO dapat dihasilkan dari cangkang telur melalui proses kalsinasi 2. Kadar Ca2+ tertinggi pada sampel yang diberikan temperatur 900°C dan lama kalsinasi selama 6 jam yaitu 56,89 %.
DAFTAR PUSTAKA Dennis Y.C.,Leung., Xuan Wu,. dan M.K.H Dennis. 2010. A review on biodiesel production using catalyzed transesterification. Bioresource Technology, Volum 87, Halaman 1083-1095. Empikul, Viriya., Krasae, P., Puttasawat, B., Yoosuk, N., Chollacoop, N., dan Faungnawakij, K. 2010. Waste Shell of Mollusk and Eggs as Biodiesel Production Catalysts. Science Direct, Volume 101,Halaman 3765-3767. Kolthoff, M dan E. B Sandell. 1952. Textbook of Quantitative Inorganic Analysis. New York: The Macmillan Company. Sharma, Y.C., Bhaskar Singh., dan John Korstad. 2010. Application of an Efficient Nonconventional Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Synthesis from Pongamia pinnata Oil. Energy and Fuels Articles. Singh, B., Sharma, Y.C., dan Faizal Bux. 2010. Comparison of Homogeneous and Heterogeneous Catalysis for Synthesis of Biodiesel from M. Indica Oil. Scientific
Paper.
Skoog, Douglas., Donald M.West., dan F.James Holler. 1963. Fundamental Analytical Chemistry Seventh Edition. Philadelphia: Saunders College Publishing. Wei, Ziku., Xu, Chunli., dan Li Baoxin. 2009. Application of Waste Eggshell as Low-Cost Solid Catalyst for Biodiesel Production. Bioresource Technology,Volume 100, Halaman 2883-2885.
Proseding Seminar Nasional dan Pendidikan Sains, 22 Juni 2013
90