PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT OFF GRADE DENGAN KATALIS HETEROGEN SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN 1
Aman Santoso1 Jurusan Kimia Universitas Negeri Malang
[email protected]
Abstrak: Kebutuhan energi Indonesia terus berkembang dengan pesat seiring pertumbuhan tingkat kemakmuran masyarakat, dan ironisnya cadangan minyak kita malah cenderung menurun. Penumbuhan budaya hemat energi dapat ditanamkan sejak pendidikan dini mulai dari pendidikan dasar. Katalis homogen dalam pembuatan biodiesel, produknya sulit dipisahkan karena adanya saponifikasi, penggunaan katalis heterogen dapat mempermudah pemisahan hasil reaksi dan meningkatkan rendemen hasil (Zhu et.all,2006), (Bounary, et.all., 2005). Secara umum tujuan dalam penelitian ini adalah menentukan model sintesis biodiesel yang efektif dan efisien dari CPO kualitas rendah menggunakan katalis heterogen dengan gelombang ultrasonik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen di laboratorium Secara garis besar penelitian ini meliputi (1) Rafinasi CPO of grade dengan clay atau zeolit (2). Aktivasi CaO sebagai katalis super basa dengan calsinasi (3). Optimasi sintesis biodiesel dari CPO offgrade dengan katalis heterogen menggunakan gelombang ultrasonik (4). Karakterisasi biodiesel yang dihasilkan yang meliputi analisis GC-MS, bilangan asam, indeks bias, berat jenis. Hasil dari peneltian ini menunjukkan bahwa : (1) Pada konsentrasi rafinasi minyak sawit kualitas rendah dengan 3% clay sudah dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. (2). Sintesis metil ester menggunakan gelombang ultrasonik de ngan konsentrasi katalis CaO 8% b/b dan dihasilkan metil ester dengan rendemen sebesar 92,37%. (3). Hasil analisis GC-MS menunjukkan komponen metil ester dari minyak adalah metil miristat, metil palmitoleat, metil palmitat, metil oleat, metil stearat, dan metil arakidat. Karakter metil ester hasil sintesis memiliki massa jenis (0,854 g/mL, viskositas (5,5, bilangan asam 0,55. Karakter tersebut telah memenuhi parameter SNI sehingga metil ester tersebut berpotensi sebagai biodiesel. Kata kunci: biodiesel, minyak sawit, ultrasonik, heterogen, terbarukan
PENDAHULUAN Pemanfaatan energi fosil seperti minyak bumi secara terus menerus menyebabkan cadangan minyak bumi kita terus berkurang, dan dimungkinkan pada masa mendatang akan kehabisan sumber energi fosil. Oleh karena itu sangat mendesak untuk mencari sumber energi alternatif pengganti minyak bumi. Energi alterantif yang akhir-akhir ini banyak diteliti dan dikembangkan adalah eksplorasi energi terbarukan, seperti misalnya yang bersumber dari bahan bakar nabati (BBN). Kebutuhan energi Indonesia terus berkembang dengan pesat seiring pertumbuhan tingkat kemakmuran masyarakat, dan ironisnya cadangan minyak kita malah cenderung menurun. Oleh karena itu diperlukan budaya penghematan pemakaian energi dan terus dikembangkan eksplorasi serta research energi terbarukan. Penumbuhan budaya hemat energi dapat ditanamkan sejak pendidikan dini mulai dari pendidikan dasar. Sumber-sumber energi terbarukan misalnya bioetanol untuk mensubstitusi bahan bakar bensin atau premium. Sedangkan biodiesel dapat untuk menggantikan solar yang biasa digunakan untuk bahan bakar mesin diesel. Biodesel dapat dibuat dari minyak nabati dengan proses kimia reaksi transesterifikasi dengan katalis asam atau basa. Indonesia sebagai negara agraris kaya akan minyak atau lemak yang dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel, seperti misalnya minyak sawit/ Crude Palm Oil (CPO), minyak sawit, minyak jarak, minyak kapas. Minyak nabati umumnya mempunyai viskositas yang tinggi sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel secara langsung, dengan reaksi transesterifikasi akan diubah menjadi bentuk ester yang baru sehingga viskositasnya menjadi turun. Seperti dikemukakan Alamu (2007), (Demirbas,2007), Santoso (2012), (2011), Susilo (2008)
543
menyatakan dengan reaksi trasesterifikasi dapat menurunkan viskositas minyak nabati hingga menvcapai 70-80%, sehingga berpotensi sebagi biodiesel. Laju reaksi pembuatan biodiesel dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan tehnologi gelombang ultrasonik (Santoso, 2010). Adanya gelombang ultrasonik proses reaksi berlangsung lebih homogen, sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat (Bernad, et. al., 2007 dan Santoso 2010), dan hasil reaksi dapat terpisah dengan baik sehingga memudahkan pemisahan hasil (Widodo, C.S. dkk, 2006). Pembuatan biodiesel dari minyak nabati umumnya dibuat dengan menggunakan katalis homogen seperti sodium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Katalis homogen mempunyai kelemahan bersifat korosif dan limbahnya dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dikembangkan katalis heterogen seperti Calsium oksida (CaO) atau kalium oksida (K2O). Penelitian terkait efisiensi proses dengan mengkaji juga aspek ekonomisnya dalam membuat biodiesel dari bahan baku CPO kualitas rendah atau limbah sawit belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan meningkatkan efisiensi sintesis biodiesel dengan menggunakan heterogen katalis dan gelombang ultrasonik dengan sistem continue pada skala ganda. Minyak sawit merupakan, minyak jarak pagar, minyak biji nyamplung merupakan minyak nabati. Minyak sawit merupakan salah satu bentuk ester dari gliserol dengan asam lemak, diubah menjadi metil esternya yang diduga dapat berpotensi sebagai energi terbarukan: Reaksi transesterifikasi dari lemak/minyak dapat dilakukan untuk menurunkan viskositas minyak nabati sehingga dihasilkan metil ester asam lemak. Transformasi dari minyak/lemak menjadi gliserin dan ester dari asam lemak dengan reaksi ; CH2 - O - CO - R' CH - O - CO - R" + 3CH OH 3
KOH
CH2 - O - CO - R'" minyak / suatu trigliserida
R' - COOCH3
CH2OH CHOH CH2OH metanol
gliserol
+
R" - COOCH3 R''- COOCH3 campuran metil ester asam lemak
Pembuatan biodiesel secara konvensional dengan pengadukan mekanis dilakukan dengan reaksi transesterifikasi dengan mereaksikan minyak nabati dengan metanol atau etanol dengan pengadukan mekanis, cara ini menghasilkan rendemen tidak terlalu tinggi dan memerlukan waktu relatif lama dan kendala lain umumnya kesulitan dalam memisahkan produk. Sebagai contoh dilakukan Alamu 2007, reaksi transterifikasi dalam skala labobaratorium dengan etanol katalis KOH dalam waktu 90 menit dengan hasil 95,4%. Pembuatan biodiesel dari minyak sawit dengan ultrasonik dapat berlangsung lebih cepat, Gelombang ultrasonik dapat mengemulsikan dua larutan atau lebih yang sulit bercampur dengan baik. Cavitasi gelombang ultrasonik merambat keseluruh medium terdispersi dan menyebabkan partikel-partikel disekitarnya bergerak dengan kecepatan tinggi, bertumbukan dengan partikel lain sehingga dapat bercampur membentuk ukuran-ukuran partikel yang jauh lebih kecil, dengan ukuran sampai 1 micron atau membentuk microemulsi (Peng, , 2007). Dengan semakin sempurnanya pencampuran antara dua reaktan dalam pembuatan biodiesel, menjadi microemulsi akan mendukung kemungkinan terjadinya tumbukan antar reaktan, dan meskipun energi ultrasonik relatif kecil namun juga berpengaruh dalam menaikkan energi masing-masing molekul yang terlibat reaksi. Seperti telah dilakukan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak sawit secara konvensional umumnya berlangsung lebih dari 1 jam, namun dengan menggunakan gelombang ultrasonik reaksi dapat direduksi hanya dalam beberapa menit (Susilo, 2007). METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Sintesis biodiesel selama ini masih dengan katalis homogen sistem batch. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan CPO offgrade sebagai bahan baku. Tahapan dalam penelitian ini meliputi (1). tahap persiapan terdiri dari penyiapan bahan dan alat yang diperlukan untuk
544
penelitian. (2). penenruan sifat fisik dan kimia minyak sawit, (3) Rafinasi atau pemurnian minyak sawit (4) Aktifasi zeolit, (5). Pembuatan atau sintesis metil ester dari minyak sawit dengan reaksi transestrifikasi, (6) karakterisasi hasil sintesis. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, botol semprot, botol kaca, pipet tetes, pipet volum, erlenmeyer, gelas kimia, filler, labu takar, cawan porselin, kertas indikator universal, stopwatch, termometer, gelas arloji, pelat KLT, corong pisah, batang pengaduk, pipa kapiler, labu leher tiga, desikator, furnace, seperangkat alat titrasi, seperangkat alat refluks, kompor listrik, lampu UV, piknometer, mechanical stirrer, hot plate, GC-MS, ultrasonikcleaner, viskosimeter Ostwald, refraktometer. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Minyak sawit pagar, alkohol p.a., metanol p.a., H2SO4 pekat teknis, CaO p.a., K2O p.a, KOH teknis, asam oksalat p.a., indikator fenolftalein, n-heksana p.a., aquades, dietil eter p.a., asam format p.a., padatan iodin. Penentuan Angka Asam Minyak Penentuan angka asam minyak sawit pagar adalah dengan cara menimbang ± 1 gram minyak dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambah 20 mL n-heksana dan 20 mL alkohol. Ditambahkan 3 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N sampai warna larutan berubah menjadi warna merah muda. Transesterifikasi Minyak Sebanyak 200 g minyak dimasukkan ke dalam labu leher tiga, dipanaskan sampai pada suhu 700C, dengan hati-hati ditambahkan 12 g metanol dan 1,7 mL H2SO4 pekat, kemudian campuran direfluks selama 2 jam pada suhu (69-71)0C sambil dilakukan pengadukan. Ditambah lagi 6 g metanol dan 0,8 mL H2SO4 pekat, dilanjutkan refluks selama 1 jam pada suhu (6971)0C disertai pengadukan, didinginkan kemudian dipisahkan dalam corong pisah. Lapisan atas dicuci dengan sedikit air dan dipanaskan dengan hotplate pada suhu (90-100)0C. Sebanyak 25 g minyak hasil esterifikasi dimasukkan ke dalam gelas kimia, selanjutnya dengan hati-hati ditambahkan katalis CaO dan K2O dengan konsentrasi (5%, 7,5% dan 10%) dan perbandingan mol minyak : metanol 1:18 kemudian diaduk dengan mechanical stirrer dengan kecepatan 200 rpm. Campuran dimasukkan ke dalam sumber gelombang ultrasonik dengan variasi waktu (5; 7,5; 10; 12,5; 15) menit, kemudian disentrifugasi selama 20 menit pada kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya campuran dituang ke dalam corong pisah dan dibiarkan 1-2 jam. metilester yang berada pada lapisan atas dipisahkan dari gliserol pada lapisan bawah. Selanjutnya lapisan atas dicuci untuk menghilangkan sisa katalis, air dan gliserol dengan air hangat sampai pH netral dan dilakukan pemanasan pada suhu (90-100)0C untuk menghilangkan air sisa cucian. Penentuan viskositas dilakukan dengan memasukkan aquades dalam tabung viskosimeter oswald dan dicatat waktu yang diperlukan untuk mencapai tanda tera. Setelah itu sampel biodiesel juga dimasukkan dalam tabung viskosimeter oswald, lalu dicatat waktu yang diperlukan untuk mencapai tanda tera. Penentuan angka asam dengan cara. Sampel biodiesel ditimbang ± 2 g didalam Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 10 mL alkohol, kemudian dipanaskan dalam penangas air sampai mendidih. Larutan ini kemudian ditambah indikator pp dan dititrasi dengan KOH 0,1 N (yang sudah dibakukan dengan asam oksalat) sampai terbentuk warna merah muda. Data penelitian ini diperoleh mulai dari tahap penentuan angka asam minyak sawit pagar, esterifikasi minyak sawit pagar, sintesis biodiesel dari minyak sawit pagar menggunakan gelombang ultrasonik, identifikasi dan karakterisasi senyawa biodiesel (metil ester) hasil sintesis. Dari hasil identifikasi senyawa dengan GC-MS menghasilkan data tentang komponenkomponen yang terdapat dalam biodiesel (metil ester) hasil sintesis. Hasil karakterisasi diperoleh karakter biodiesel yang selanjutnya dibandingkan dengan standar SNI biodiesel.
545
HASIL DAN PEMBAHASAN Rafinasi Minyak CPO Minyak sawit yang digunakan dalam penelitian memiliki sifat fisik berbentuk cair dengan kenampakan fisik seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Minyak sawit dari PKS
Minyak sawit (CPO) meskipun bilangan ALBnya tidak terlalu tinggi, namun warnanya sangat pekat (coklat kemerahan), dan mengandung gum akan menghalangi reaksi transesterifikasi sehingga harus dilakukan bleaching. Tujuan bleaching untuk menghilangkan pengotor dalam minyak misalnya logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen warna dalam CPO. Rafinasi minyak sawit kasar dilakukan menggunakan clay yang diaktivasi,. hasil proses bleaching minyak sawit, kenampakan fisiknya seperti terlihat pada Gambar 2
Gamb. 2 Hasil bleaching dengan clay 7 %
Hasil percobaan rafinasi minyak sawit dengan 3% clay sudah dapat ditransesterifikasi, yang ditandai dengan terbentuknya dua lapisan bagian atas metil ester dan bawah gliserin, hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Galardo et a.l (2010), pada reaksi transeterifikasi terbentuk dua lapisan. Serbuk CaO dimasukkan ke dalam cawan penguapan dan dipanaskan di dalam furnace pada suhu 700oC selama 1,5 jam. Pemanasan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mengaktivasi situs aktif yang terdapat dalam katalis CaO. Katalis CaO teraktivasi tertera pada Gambar 3.
Gambar 3
Katalis CaO Teraktivasi
Sintesis Metil Ester dari Minyak Sawit dengan Reaksi Transesterifikasi Sintesis metil ester dari minyak sawit hasil rafinasi dilakukan melalui reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara suatu ester (trigliserida) dengan alkohol menggunakan bantuan katalis yang menghasilkan ester baru (alkil ester) dan alkohol baru (gliserol). Alkohol yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi dibanding alkohol lain. Katalis yang digunakan adalah katalis basa heterogen dalam wujud padat yaitu CaO dan K2O dengan perbandingan 1:1. Data hasil sintesis metil ester dengan perbandingan mol minyak sawit hasil rafinasi : metanol (1:15) dengan waktu reaksi waktu reaksi 7,5 menit menggunakan gelombang ultrasonik. Perbandingan katalis CaO dan K2O 1:1, suhu reaksi 65oC dengan variasi konsentrasi
546
katalis dapat dilihat pada data rendemen metil ester hasil sintesis dengan variasi konsentrasi katalis yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Data Rendemen Metil Ester Hasil Sintesis dengan Variasi Konsentrasi Katalis Konsentrasi katalis (%) Berat hasil Persen hasil 8 23,5 93,7 8 22,9 91,2 Rerata hasil 92,4 Seperti terlihat pada Tabel 1 dari 25 g sampel minyak sawit yang direaksikan dihasilkan rata-rata 23,2 g metil ester yang baru, dengan rendemen hasil sekitar 92,4%. Katalis CaO dalam mekanisme reaksinya Peranan CaO dalam reaksi transesterifikasi berfungsi sebagai katalis reaksi, adanya katalis reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Peran katalis dalam reaksi transesterifikasi ini membentuk polarisasi muatan pada reaktan metanol (CH3OH) dengan mekanisme umum reaksi sebagai berikut: Reaksi antara metanol dan katalis CaO.
Reaksi transesetrifikasi berlangsung secara kontinyu hingga dihasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol, dengan reaksi sebagai berikut:
Liu, dkk., (2007:1317) Reaksi transesterifikasi minyak diawali dengan reaksi antara katalis CaO dengan metanol. Reaksi antara katalis dan metanol tersebut meghasilkan suatu gugus metoksida dan protonasi katalis basa. Kemudian gugus metoksida yang terbentuk menyerang atom C karbonil pada molekul trigliserida dan membentuk intermediet tetrahedaral yang sangat tidak stabil. Tahap selanjutnya menghasilkan metil ester dan gliserol. Secara stoikiometri 1 mol trigliserida memerlukan 3 mol metanol dan dihasilkan 3 mol metil ester asam lemak dan 1 mol gliserol. Pembentukan dua lapisan, lapisan atas (metil ester) dan lapisan bawah (gliserol). Kedua lapisan dipisahkan, lapisan atas dicuci dengan air hangat sambil diaduk hingga air cucian netral dan dipanaskan pada suhu (90-100)oC untuk menghilangkan air sisa cucian. Hasil sintesis metil ester melalui reaksi transesterifikasi dengan bantuan gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2
Hasil Sintesis Metil Ester Melalui Reaksi Transesterifikasi dengan
Seperti pada Gambar 2 menunjukkan bahwa lapisan atas berwarna kuning (metil ester) dan lapisan bawah berwarna coklat (gliserol). Metil ester yang telah dipisahkan dari
547
gliserol dicuci dengan air hangat agar sisa katalis, gliserol dan sabun yang mungkin terbentuk larut bersama air yang ditambahkan. Pencucian dilakukan beberapa kali hingga air cucian netral dan diperoleh metil ester yang murni tanpa pengotor. Hasil analisis sampel dengan GC-MS dapat dilihat pada kromatogram metil ester dari minyak sawit yang tertera pada Gambar. 3
Gambar 3 Kromatogram Metil Ester dari Minyak sawit
Metil ester hasil sintesis diidentifikasi menggunakan GC-MS. Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui komposisi senyawa yang diduga sebagai metil ester hasil sintesis. Puncakpuncak dengan kadar yang besar memiliki waktu retensi (tr) yaitu (16,459; 18,512; 18,930; 21,028; 21.157; dan 23,887) menit. Dari hasil analisis pola frgmentasi GC-MS dan telah dicocokan dengan lbrary MS, menunjukkan bahwa metil ester hasil sintesis terdiri dari senyawa metil miristat, metil palmitoleat, metil palmitat, metil oleat, metil stearat, dan metil arakidat. Viskositas metil ester diperoleh dengan melakukan pengukuran menggunakan viskosimeter Ostwald. Pengukuran dilakukan dengan menghitung laju alir cairan yang melalui pipa kapiler dengan jarak tertentu. Hasil perhitungan nilai viskositas metil ester hasil sintesis sebesar 5,5 cSt dan telah memenuhi SNI yakni viskositas biodiesel maksimum 6 cSt. Secara keseluruhan data karakteristik metil ester dari minyak sawit hasil rafinasi dibandingkan dengan SNI Biodiesel disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakter Metil Ester Hasil Sintesis No. Parameter Harga 1. Massa jenis 854 2. Viskositas 5,50 3. Indeks bias 1,45 4. Angka asam 0,55
SNI biodiesel 850 – 890 2,3 – 6,0 1,45 maks. 0,8
Seperti terlihat pada Tabel 4. menunjukkan bahwa hampir semua karakter metil ester hasil trans-esterifikasi minyak sawit hasil rafinasi hasil rafinasi masuk rentang SNI yang disyaratkan sehingga metil ester hasil sintesis berpotensi sebagai biodiesel. PENUTUP Berdasarkan hasil uraian dalam pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada konsentrasi rafinasi minyak sawit kualitas rendah dengan 3% clay sudah dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. 2. Sintesis metil ester menggunakan gelombang ultrasonik de ngan konsentrasi katalis CaO 8% b/b dan dihasilkan metil ester dengan rendemen sebesar 92,37%. 3. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa komponen senyawa metil ester adalah metil miristat, metil palmitoleat, metil palmitat, metil oleat, metil stearat, dan metil arakidat. Karakter metil ester hasil sintesis memiliki massa jenis (0,854 g/mL, viskositas (5,5, bilangan asam 0,55. Karakter tersebut telah memenuhi parameter SNI sehingga metil ester tersebut berpotensi sebagai biodiesel.
548
Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan uji kualitas metil ester yang lainnya, aktifitasnya sebagai bahan bakar pengganti solar. 2. Perlu implementasi hasil penelitian ini untuk sosialisasi atau pengenalan pada siswa tentang energi terbarukan sejak pendidikan dasar. DAFTAR PUSTAKA Alamu, O.J., Akintola, T.A., Enwerenmadu, C.C. and Andeleke, A.E. 2008. Characterization of Palmkernel Oil Biodiesel Produced Through NaOH-Catalysed Transesterification Process, Scientific and Research Academic Journal, Vol. 3 (7), pp. 308-311 Grepen. J. Van, B. Shanks, and R. Prushko, Biodiesel Production Technology, National Renewable Energy Laboratory (NREL), Colorado, 2004 Hans, M.J., Mcaloon, A.J., Yee, W.C., Foglia, T.A. 2008, A process model estimate biodiesel production cost. Bioresource Technology, 97:671-678 Peng , Y.B., Maniam, G.P., and Hamid, S.A. 2009. Biodiesel from adsorbed waste oil on spent bleaching clay using CaO as heterogen catalyst, Europan Jpournal of Science Research, ISSN 1450-216X Vol 33 No.2: pp.347-357 Raman, V., Abbas, A., Joshi, S.C. 2006. Mapping local cavitation event in highh intensity ultrasound field, Proceding the Combol Conference Bangalor, March 2006, Indiana Santoso, A. dan Subandi. 2009. Penentuan Fraksi Optimum KOH Pada Sintesis Biodiesel Dari Minyak Sawit (Crude Palm Oil) Dengan Gelombang Ultrasonik Laporan DIPA UM tahun 2009. tidak dipublikasikan Santoso1, A. 2009. Kajian produk agroindustri yang potensial dan feasibel untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di indonesia , Proceding Seminar Nasional Basic Science MIPA UB. Malang. n.p. Santoso2, A. 2009. Pemanfaatan teknologi gelombang ultrasonik untuk meningkatkan efisiensi sintesis biodiesel sebagai energi terbarukan , Proced. Seminar Nasional Basic Science MIPA UB. Malang. n.p. Susilo, B. 2008. Kajian kinetik pembuatan biodiesel dari minyak sawit dengan gelombang ultrasonik, Disertasi PPS UB 2008. tidak dipublikasikan, Yang, Z. T., Wang, L.Y. and Yang, J. 2007. Transesterification of Jatropha curcas oil catalyzed by micro NaOH, Europan Journal of Lipids Science and Technology, Vol. 109 (6): p. 585-590 Santoso6, A. 2010. Rafinasi minyak sawit (CPO) dengan clay teraktivasi sebagai alternatif bahan baku biodiesel, Proc. Seminar Nasional Basic Science MIPA UB, Malang. n.p. Wu Peng, P., Yang, Y., Colusi, J. and Grulke, E. 2007. Effect ultrasonofication on droplet size in biodiesel mixture, Journal Of America Oil Chemist Society, Vol. 84 (9): p. 877-884 Wu, Peng; Yang, Y., Colucci, J., Grulke, E.. 2007. Effect of Ultrasonikation on Droplet Size in Biodiesel Mixtures, Journal of the American Oil Chemists’ Society, Vol. 84, Number 9: pp., 877-884(8)
549
Penerapan Advance Organizer dan Progresive Differentiation dalam Pembelajaran Civic Education (Studi Eksperimen Pembelajaran Bermakna Ausabel pada Mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Inggris STAIN Curup) Kurniawan Abstrak: Penelitian ini secara teoritis ditujukan untuk menguji teori belajar bermakna Meaningful Learning Theory David Ausabel (1968) dalam pembelajaran Civic Education pada Mahasiswa STAIN Curup program studi Tadris Bahasa Ingris jurusan Tarbiyah. Sedangkan secara praktis ditujukan pada penerapan pendekatan Advance Organizer dan pendekatan Progressive Differentiation untuk mengukur hasil belajar Civic Education tentang; (1) Beda antara hasil belajar Civic Education yang diajar dengan pendekatan AO dengan pendekatan Konvensional. (2) Beda antara hasil belajar Civic Education yang diajar dengan pendekatan DP dengan pendekatan Konvensional. (3) Beda antara hasil belajar Civic Education yang diajar dengan pendekatan AO dan DP dengan pendekatan Konvensional. Kata Kunci: Civic Education, Advance Organizer, Progressive Differentiation
PENDAHULUAN Civic Education telah diajarkan selama 7 (tujuh) tahun berjalan dengan jumlah mahasiswa peserta sebanyak 2400 orang, dalam tiga program studi; Pendidikan Agama Islam (PAI), Tadris Bahasa Inggris, dan Komunikasi Penyiaran Agama Islam (KPI). Ketercapaian materi, dilihat dari perolehan hasil belajar, terlihat pada tabel 1 di bawah ini; Tabel 1. Hasil Belajar Kognitif Civic Education (Di STAIN Curup Tahun 2001-2007) NO MHS/ KUALIFIKASI KUANTIFIKASI ANGKATAN NILAI NILAI 1. 2001 CUKUP BAIK 78,16 2. 2002 BAIK 81,23 3. 2003 CUKUP BAIK 70,88 4. 2004 BAIK 89,02 5. 2005 BAIK 87,65 6. 2006 SANGAT BAIK 90,45 7. 2007 SANGAT BAIK 92,14 Perubahan sikap yang terlihat dari kompetensi yang diharapkan tersebar dalam empat pandangan psikologis; (1) sikap terhadap materi, (2) sikap terhadap pengajar, (3) sikap terhadap pendekatan belajar, dan (4) sikap terhadap realitas kehidupan. Uraian terhadap sikap-sikap tersebut, tergambar pada tabel 2 berikut; Tabel 2. Sikap Mahasiswa terhadap Pembelajaran Civic Education (Di STAIN Curup Tahun 2001-200 NO SIKAP PENILAIAN 1. Materi a. Terlalu padat b. Banyak Istilah asing c. Provokatif d. Pro Barat; Eropah, Amerika e. Marjinalisasi sistem Islam 2. Pengajar a. Formal dan kaku b. Bahasa kurang praktis c. Peran masih terbatas d. Terlalu banyak menuntut e. Tidak ada ujian 3. Pendekatan Belajar a. Konvensional
550
4.
Realitas Kehidupan
b. c. d. e. a. b. c. d. e.
Kurang variasi Tidak berkembang Cenderung diskusi semata Tidak memaksa dan membiarkan Kurang disentuh lebih jelas Tidak lokal Lebih banyak menilai negatif Kompleks dan carut marut Kehilangan solusi
Orientasi penilaian yang terungkap mengarah pada pandangan bahwa Civic Education kurang sentuhan. Sentuhan terpenting yang diharapkan berdasarkan hasil pemetaan total mengkerucut pada tiga persoalan, yaitu; (1) perlu adanya konteks lokal disetiap materi, agar unsur kedekatan geografis dan demografis lebih membangkitkan kesadaran lokal. (2) perlu kupasan mondial antara konteks global dengan dinamika lokal, bukan dengan maksud membandingkan, tetapi mencari titik kesuaian. Sebab, banyak konteks-konteks kewilayahan yang bertautan secara ideologis. Misal, persoalan tentang konflik sara, friksi kesukuan, bahkan peperangan modern yang lebih ekonomis (meskipun dibungkus ideologi tertentu). (3) dibutuhkan segera adanya model pembelajaran yang lebih proporsional; tepat, strategik, dan menyenangkan, sehingga capaian kompetensi terwujud. Arah yang dikehendaki adalah hadirnya pendekatan yang lebih konstruktivistik dalam setiap pembelajaran, agar makna Civic Education memberi rasa nasionalisme yang kuat. Termasuk tumbuhnya rasa cita kepada daerah dan kepedulian sosial sebagai basis keterampilan yang dibidik oleh Civic Education. Untuk memperkuat desakan urgensi pendekatan yang lebih konstruktivistik, penelitian ini mencoba mentritmen (memberi perlakuan) dua prinsip pembelajaran bermakna David Ausabel (1968) dengan teori belajarnya Meaningful LearningTheory yaitu; penerapan Advance Organizer (AO) dan Progressive Differentiation (PD). Empat persoalan di atas; (1) materi, (2) pengajar, (3) pendekatan, dan (4) kepedulian lingkungan/realitas kehidupan, adalah inti permasalahan yang terungkap. Problematika ini berdasarkan hasil indentifikasi berkaitan dengan; (a) Masalah membaca mahasiswa yang masih terbatas, sehingga sikap dan penilaiannya terhadap materi cenderung berat, bukan bertekad menguasai. (b) Masalah diskusi yang belum dipahami benar tentang kaidah dan prosedurnya, sehingga sikap terhadap perbedaan pendapat cenderung kontradiktif-kontraproduktif, bukan solutif. (c) Masalah tanya jawab yang belum lugas dijawab (masih berbelit-belit), karena pemahaman terhadap pertanyaan dan permasalahan tidak dicatat, hanya mengandalkan ingatan. (d) Masalah ketergantungan terhadap pengajar (dosen) atas setiap persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Ketergantungan ini yaitu cepat memutuskan minta pendapat, bukan melemparkannya ke audiens untuk dikaji lebih terbuka. (e) Masalah pendekatan pembelajaran yang kurang sukses menghantarkan keterlibatan banyak pihak. Masih ditemui sikap diam dan tidak peduli dari mahasiswa yang tidak memiliki keberanian berbicara. Sementara bagi mahasiswa yang terbiasa berbicara cenderung mendominasi. (f) Masalah kepedulian terhadap lingkungan yang belum terbentuk, karena interaksi di luar kelas tidak diarahkan pada membangun hubungan dengan masyarakat. Masih banyak mahasiswa yang terlepas komunikasinya dengan masyarakat, karena memiliki perasaan sebagai kaum elit. Sorotan terhadap masalah tersebut, secara metodologis terletak pada kekurangtepatan dalam memilih metode pembelajaran. Pemilihan metode yang kurang strategis, materi yang padat, pengajar yang kaku, pendekatan yang kurang variasi, dan tuntutan berinteraksi dengan warga sosial, dapat diatasi dengan model pembelajaran yang tepat. Sejauhmana jembatan metodologis tersebut dapat membantu?, jawaban prediktifnya adalah pemilihan pendekatan? Apakah demikian? Dapat dilihat pada hasil perlakuan yang diperoleh. LANDASAN TEORI 1. Belajar dan Pembelajaran Teori belajar pada dasarnya bersifat deskriptif, karena bertujuan untuk menjelaskan proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif, karena bertujuan untuk
551
menetapkan model pembelajaran (pendekatan, strategi, metode, teknik) yang optimal. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Artinya teori belajar terfokus pada bagaimana siswa belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya, yaitu menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar belajar. Artinya, teori pembelajaran bertugas sebagai pengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar, agar dapat memudahkan belajar. Menurut Budiningsih1 variabel metode pembelajaran berhubungan secara timbal balik dengan; (1) kondisi pembelajaran, dan (2) hasil belajar. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif, dan untuk memperbaiki hasil belajar, maka metode pembelajaran harus fleksibel dan variatif. Teori lain yang banyak dipakai adalah teori Belajar Bermakna David Ausabel2, seorang ahli psikologi pendidikan. Ausabel memberi penekanan pada belajar bermakna serta retensi dan variabel-variabel yang berhubungan dengan macam belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi.3 Menurut Ausabel4 (1968), belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada5. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Belajar bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan dalam struktur kognitif siswa. Pembentukan konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep-konsep. Faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul sewaktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif siswa, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah; (1) secara potensial materi yang akan dipelajari harus bermakna, (2) siswa memiliki kesiapan untuk belajar bermakna sebagai tujuannya. Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna. Sebab banyak siswa yang mengikuti pelajaran-pelajaran yang tidak sejalan dengan tujuannya. Misalnya, penekanan pengajaran materi dengan cara hafalan, yang menyebabkan siswa tidak dapat menghubungkan materi yang diterimanya dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Kebermaknaan materi ini juga berarti harus logis dan relevan dengan struktur kognitif siswa. Penerapan Teori Ausabel6 dalam pembelajaran mengikuti apa yang dinyatakan oleh Ausabel (1968) bahwa; the most single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly. Faktor paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Faktor ini harus diyakini dan diajarkan oleh guru kepada siswa. Inti dari teori belajar bermakna Ausabel adalah pengkaitan konsep baru (informasi baru) dengan struktur kognitif siswa (fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dimiliki siswa). Inti dari proses belajar bermakna terletak pada kemampuan siswa dalam mengasimilasikan atau menyesuaikan pengetahuan baru yang didapat dengan struktur kognitifnya. Sedangkan proses belajar dilakukan melalui tahap-tahap; (a) memperhatikan stimulus yang diberikan guru, (b) memahami makna stimulus, dan (c) menyimpan dan
1
Asri Budiningsih, 2005, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa dan Budayanya, Jakarta: PT. Rineka Cipta.Hal. 12 2 David Ausabel, 1968, The Pscychologi of Meaningful Verbal Learning, New York: Grune and Straton. 3 Ratna Willis Dahar, 1989, Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga, Hal. 141. 4 Ibid., 5 Dahar, Op.Cit, Hal. 134. 6 Ausabel, Op.Cit,
552
menggunakan informasi yang sudah dipahami. Menurut Suciati dan Irawan7 langkah-langkah penerapan teori Bermakna Ausabel adalah: a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (berupa; kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti. d. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk ―pengatur kemajuan‖ (advance organizer) yang akan dipelajari siswa. e. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata (konkrit). f. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diperhatikan dalam penerapan teori Ausabel (1968) dalam pendidikan adalah; 1) Pengatur Kemajuan (Advance Organizer) Pengatur awal mengarahkan siswa pada materi yang mereka pelajari, dan membantu siswa mengingat kembali pengetahuan awalnya. Pengatur awal ini berguna untuk menanamkan pengetahuan baru kepada siswa, sesuai dengan pengetahuan awal yang dimilikinya. Efek dari pengatur awal ini banyak tergantung pada bagaimana pengaturpengatur awal tersebut digunakan. 2) Diferensiasi Progresif (Progressive Differentiation) Syarat terbentuk belajar bermakna adalah terjadinya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya ditempuh dengan memperkenalkan terlebih dahulu konsep-konsep secara umum (inklusif), selanjutnya memberikan hal-hal khusus yang lebih mendetail (eksklusif). Artinya, suatu konsep harus diketahui terlebih dahulu oleh siswa secara umum. 2. Pendekatan Pembelajaran Rekayasa proses pembelajaran dapat didisain guru dengan cara dan bentuk sedemikian rupa. Disain pembelajaran yang dibuat guru bertujuan untuk membantu siswa dapat belajar menurut karakteristiknya masing-masing. Begitupun ketika guru membuat pengelompokkan atas siswa pandai, kurang pandai, dan tidak pandai. Maka untuk menjembatani keunikan pada masing-masing tersebut, penting dipahami adanya dua pendekatan pembelajaran yaitu; (1) pendekatan psikologis, dan (2) pendekatan sosio-kultural8. Pendekatan psikologis (kejiwaan) berhubungan dengan aspek rasionalitasintelektualitas, aspek emosional, dan ingatan yang dapat mendorong siswa untuk berfikir dan merasa. Sedangkan pendekatan sosio-kultural menekankan pada pertimbangan bahwa siswa tidak saja dilihat dari dimensi keindividualannya, tetapi juga sebagai makhluk sosial-budaya yang memiliki berbagai potensi signifikan bagi pengembangan masyarakat dan pengembangan sistem budaya. Kerangka konseptual untuk membuat suatu kegiatan belajar berdasarkan pendekatan belajar di atas dibentuk oleh model pembelajaran. Model pembelajaran merupakan bentuk aplikatif dari pendekatan pembelajaran. Menurut Udin dan Toeti9 model pembelajaran adalah: ―kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar‖.
7
Suciati dan Prasetya Irawan, 2001, Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.Hal. 39 8 Abdul Madjid, 2005, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Hal. 134. 9 Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra, 1995, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 78.
553
Joice dan Weill10 (1986) mengelompokkan model-model pembelajaran dalam empat kategori, yaitu: (1) kelompok model pengolahan informasi, (2) kelompok model personal, (3) kelompok model sosial, dan (4) kelompok model sistem perilaku. Bentuk operasional dari model pembelajaran terwujud dalam penggunaan strategi dan metode pembelajaran. Aplikasi model pembelajaran yang efektif dan efisien berhubungan dengan penentuan strategi dan metode pembelajaran. Suatu model pembelajaran yang baik dilihat dari komponen pilihan strategi dan metode. Termasuk memperkaya variasi-variasi metode pembelajaran yang dapat menstimulasi belajar siswa. 3. Civic Education Civic Education merupakan Pendidikan Kewargaan yang ditujukan agar terbentuk kemampuan dan kecakapan yang terukur setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran secara keseluruhan yang meliputi kemampuan akademik, sikap, dan keterampilan. Kompetensi dasar dalam pelajaran Civic Education (CE) yaitu; (1) penguasaan pengetahuan CE yang terdiri dari; demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani. (2) sikap kewargaan berupa; pengakuan kesetaraan, toleransi, kebersamaan, pengakuan keagamaan, kepekaan terhadap masalah warga. (3) kemampuan mengartikulasikan keterampilan kewargaan seperti; kemampuan berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara dan pemerintahan. Tabel 1. Kompetensi Dasar Civic Education KOMPETENSI DASAR WUJUD 1. Penguasaan Pengetahuan a. Demokrasi Kewargaan b. Hak Asasi Manusia c. Masyarakat Madani 2. Sikap Kewargaan a. Pengakuan Kesetaraan b. Toleransi c. Kebersamaan d. Pengakuan Keagamaan e. Kepekaan 3. Keterampilan Kewargaan a. Partisipatitif dalam proses pembuatan kebijakan publik b. Kontroling terhadap terhadap penyelengara negara Tujuan perkuliahan Civic Education (CE) di perguruan tinggi bertujuan untuk; a. Membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggungjawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal, nasional, regional, dan global. b. Menjadikan warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, dan demokratis. c. Menghasilkan mahasiswa yang berpikir komprehensif, analitis, kritis, dan bertindak demokratis. d. Mengembangkan kultur demokrasi yaitu kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, kemampuan menahan diri, kemampuan melakukan dialog, negosiasi, kemampuan mengambil keputusan, serta kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan politik kemasyarakatan. e. Mampu membentuk mahasiswa menjadi good and responsible citizen (warga negara yang baik dan bertanggungjawab) melalui penanaman moral dan keterampila sosial (social skill) sehingga mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan aktual kewarganegaraan seperti; toleransi, perbedaan pendapat, bersikap empati, menghargai pluralitas, kesadaran hukum, dan tertib sosial, menjunjung tinggi HAM, mengembangkan demokratisasi dalam berbagai lapangan kehidupan dan menghargai kearifan lokal (locak wisdom).
10
Bruce Joice dan Marsha Weil, 1986, Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
554
Tabel 2. Tujuan Perkuliahan Civic Education TUJUAN TINGKAT-BENTUK Membentuk Dalam kehidupan politik dan masyarakat (lokal, kecakapan nasional, regional, dan global). partisipatif. Membentuk Mampu menjaga integritas dan persatuan bangsa warganegara yang (kuat, sejahtera, dan demokratis). baik. Menghasilkan Menjadi mahasiswa yang analitis, kritis, dan mahasiswa yang demokratis. berpikir komprehensif. Mengembangkan Yaitu; kebebasan, persamaan, kemerdekaan, kultur demokrasi. toleransi, kemampuan menahan diri, kemampuan melakukan dialog, negosiasi, kemampuan mengambil keputusan, serta kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan politik kemasyarakatan. Membentuk mahasiswa yang baik dan bertanggungjawab.
Mampu memahami dan memecahkan persoalanpersoalan aktual kewarganegaraan seperti; toleransi, perbedaan pendapat, bersikap empati, menghargai pluralitas, kesadaran hukum, dan tertib sosial, menjunjung tinggi HAM, mengembangkan demokratisasi dalam berbagai lapangan kehidupan dan menghargai kearifan lokal (local wisdom).
4. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu kecakapan nyata yang dapat diukur secara langsung melalui tes11. Keberhasilan setiap kegiatan belajar selalu diukur dari hasil belajarnya. Artinya, kegiatan belajar dianggap baik apabila hasil belajarnya meningkat sesuai dengan apa yang diharapkan. Menurut Imam Sodikun12 (1989:19), hasil belajar selalu dalam bentuk pengetahuan atau keterampilan. Gagne13 menggolongkan hasil belajar dalam lima ranah, yaitu; (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilan motorik. Ada juga penggolongan yang membagi hasil belajar dalam tiga kategori ranah (domain) yaitu; domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Herman14 memberi penjelasan ranah ini sebagai berikut; ―Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar yang berupa tugas-tugas pikir, nalar, dan intelektual lain. Ranah ini terkandung dalam semua mata pelajaran seperti matematika. Ranah Afektif berkenaan dengan hasil belajar berupa perasaan, emosi, nilai, sikap, dan sifat-sifat kepribadian umumnya. Ranah ini terkandung dalam semua mata pelajaran, terutama di dalam mata pelajaran seperti seni musik, seni lukis, dan agama. Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar yang mengacu pada keterampilan siswa dalam melakukan kegiatan. Pelajaran yang sarat dengan kandungan psikomotor misalnya olah raga, dan seni tari‖. Romizowsky15 menyebut bahwa perolehan hasil belajar terwujud dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan. Hasil belajar dalam bentuk pengetahuan dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu; fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Fakta merupakan sesuatu yang 11
Woodworth, 1957, di dalam Madjid, 2005, Op.Cit., Hal.23 Imam Sodikun, 1989, di dalam Kurniawan, 2007, Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal, Disertasi, Universitas Negeri Padang, Hal.19 13 Gagne RM, 1996, Essentials of Learning for Instruction, New York: Holt Rinehart and Winston. 14 Herman, 2003, di dalam Kurniawan, 2007, Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal, Disertasi, Universitas Negeri Padang, Hal. 68. 15 Romiszowski, AJ, 1981, Designing Instructional System, London: The Free Press. 12
555
berhubungan dengan objek nyata, asosiasi dari kenyataan dan informasi verbal dari suatu objek, peristiwa, atau manusia. Konsep merupakan pengetahuan tentang seperangkat objek konkrit atau defenisi. Prosedur merupakan pengetahuan tentang tindakan demi tindakan yang bersifat linear dalam mencapai suatu tujuan. Prinsip merupakan pernyataan mengenai hubungan dari dua konsep atau lebih. Sedangkan hasil belajar dalam bentuk keterampilan dikelompokkan kepada empat kategori, yaitu; keterampilan kognitif, akting, reakting, dan interaksi. Kognitif berkaitan dengan keterampilan seseorang dalam menggunakan pikirannya untuk mengambil keputusan atau memecahkan masalah. Akting berkaitan dengan keterampilan fisik atau teknik seperti olah raga dan mengerjakan sesuatu. Reakting berkaitan dengan keterampilan bereaksi terhadap suatu situasi dalam arti nilai-nilai emosi, dan perasaan yang disebut sikap. Interaksi berkaitan dengan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan seperti komunikasi, persuasi, pendidikan, dan lain-lain. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimen, yaitu Quasi Experiment atau ―eksperimen pura-pura‖16. Menurut Sugiyono17, kuasi eksperimen tidak dapat sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen. Melalui eksperimen ini peneliti membandingkan model pembelajaran konvensional berbasis ceramah dan diskusi dengan model pembelajaran konstruktivistik berbasis Advance Organizer (Pemandu Awal) dan progressive Differentiation (Perbedaan Kemajuan). Subjek penelitian dibagi atas dua kelompok secara acak, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diberikan pengaruh atau tritmen tertentu, sedangkan di kelompok kontrol tidak diberikan; kemudian diobservasi untuk melihat/menentukan perbedaan atau perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen, tentu saja perbedaan atau perubahan sebagai hasil bandingan dengan yang terdapat di kelompok kontrol18. Kelompok eksperimen diajar dengan model pembelajaran konstruktivisme berbasis Advance Organizer dan Progressive Differentiation. Kelompok kontrol diajar dengan model pembelajaran konvensional dengan metode Ceramah, dan Diskusi menggunakan buku teks sebagai sumber belajar utama. Kemudian setelah selesai, hasil belajar siswa kedua kelompok diperbandingkan (dikomparasikan). Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) pada jurusan Tarbiyah program studi Tadris Bahasa Inggris semester I (Satu) tahun akademik 20072008 kelas A, B, dan C hari Senin jam pertama dan jam terakhir, serta hari Kamis jam kedua. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik berkelompok (cluster random sampling) pada peringkat kelas yang sama. Pilihan ini didasari atas pemanfaatan teknik klaster yang sering terpakai pada penelitian pendidikan. Melalui teknik ini peneliti secara penuh dapat menerima karakteristik seluruh individu anggota sampel di kedua kelas penelitian, sebagaimana menurut Ary19 bahwa sepanjang individu-individu (anggota sampel) mempunyai persamaan ciri yang ada hubungannya dengan variabel penelitian, maka individu-individu tersebut merupakan suatu kelompok (cluster). Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik berkelompok (cluster random sampling) pada peringkat kelas yang sama. Pilihan ini didasari atas pemanfaatan teknik klaster yang sering terpakai pada penelitian pendidikan. Melalui teknik ini peneliti secara penuh dapat menerima karakteristik seluruh individu anggota sampel di kedua kelas penelitian, sebagaimana menurut Ary20 bahwa sepanjang individu-individu (anggota sampel) mempunyai persamaan ciri
16 17
Suharsimi Arikunto, 1995, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Hal.273. Sugiyono, 2005, 2000, Metode Penelitian
Administrasi, Bandung: Alfabeta.Hal.54 John W. Best, 1982, Metodologi Penelitian Pendidikan, Disunting oleh Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso, Surabaya: Usaha Nasional, Hal.80. 19 Donald Ary, Jacob Lucy Chaser, dan Razavieh Agshar, 1985, Introduction to Research in Education, New York: Holt Rinehart and Winston, Hal.196. 18
20
Ibid,. Hal.196.
556
yang ada hubungannya dengan variabel penelitian, maka individu-individu tersebut merupakan suatu kelompok (cluster). Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-Random Pretest Posttest Control Group. Rancangan ini dipilih karena tidak mungkin mengubah kelas yang telah ada. Prates digunakan untuk menyetarakan pengetahuan awal kedua kelompok. Sedangkan postes digunakan untuk membandingkan hasil belajar yang diberi perlakuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu; (1) Pengumpulan data melalui instrumen pilihan ganda, yang dilakukan dengan cara memberikan tes objektif kepada mahasiswa yang berisi 25 butir kognitif, dan 25 butir psikomotorik. Untuk satu jawaban benar pada setiap butir diberi skor "1" dan jawaban salah diberi skor "0". (2) Pengumpulan data melalui portofolio dengan cara mengkuantifikasi pertanyaan kualitatif menjadi kuantitatif. Hasil kuantifikasi diberi skor 1 untuk jawaban benar, dan skor 0 untuk jawaban salah. Sedangkan pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan komputer, yang dibagi ke dalam dua bentuk penggunaan software, yaitu: 1. Penggunaan program Microsoft Excel 2000 for Windows melalui fasilitas Mobile Data System (excel manual) untuk pengolahan seluruh data ujicoba instrumen. 2. Penggunaan program SPSS (Statistik Package for Social Science) version 12,00 for Windows untuk pengolahan data hasil penelitian, khususnya pada uji normalitas (salah satu uji persyaratan analisis) dan uji-t (sebagai uji hipotesis). Untuk memenuhi kebutuhan uji hipotesis dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari hasil tes awal dan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, akan dianalisis dengan Uji-t. Pemahaman umum tentang uji-t adalah pengujian data dengan membandingkan signifikansi nilai rata-rata tes. Alasan melakukan analisis data dengan Uji-t adalah untuk memastikan: ―Apakah perbedaan hasil belajar (dengan indikator perbedaan nilai rata-rata tes), diyakini sebagai akibat dari pemberian pendekatan pembelajaran yang berbeda di kedua kelas penelitian yang homogen?‖ Pemberlakuan uji-t sebagai formula statistik penguji hipotesis penelitian digunakan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar Civic Education mahasiswa secara umum dari kedua kelas penelitian, sebagaimana yang dieksplisitkan pada hipotesis. Dalam analisisnya, uji-t akan membuktikan ada tidaknya perbedaan signifikansi rata-rata pasangan kelompok sampel. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Korelasi Tingkat hubungan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) adalah sebagai berikut; a. Hubungan Metode Ceramah (X1) terhadap Pengetahuan Civic Education (Y1) mahasiswa STAIN sebesar -0,161 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,357. Meskipun probabilitas hubungan tinggi, tapi hubungan metode ceramah dengan hasil belajar kognitif berlawanan (negatif). b. Hubungan Metode Ceramah (X1) terhadap Sikap Civic Education (Y2) mahasiswa STAIN sebesar -0,080 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,648. Ceramah dan hasil belajar apektif juga berhubungan secara berlawanan (negatif). c. Hubungan Metode Ceramah (X1) terhadap Keterampilan Civic Education (Y3) mahasiswa STAIN sebesar 0,047 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,789. Terdapat hubungan yang rendah di bawah signifikansi 0,05 antara ceramah dengan hasil belajar psikomotorik. d. Hubungan Metode Diskusi (X2) terhadap Pengetahuan Civic Education (Y1) mahasiswa STAIN sebesar 0,76 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,665. Diskusi menyebutkan ada hubungan yang tinggi dengan hasil belajar kognitif. e. Hubungan Metode Diskusi (X2) terhadap Sikap Civic Education (Y2) mahasiswa STAIN sebesar -0,115 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,512. Diskusi ternyata berlawanan (negatif) dengan hasil belajar apektif dalam pembelajaran civic education. f. Hubungan Metode Diskusi (X2) terhadap Keterampilan Civic Education (Y3) mahasiswa STAIN sebesar 0,35 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,841. Diskusi memiliki hubungan dengan hasil belajar psikomotorik, meskipun dalam taraf hubungan yang rendah. g. Hubungan Metode AO (X3) terhadap Pengetahuan Civic Education (Y4) mahasiswa STAIN sebesar 0,185 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,287. Metode konstruktivisme yang diduga
557
h.
i.
j.
k.
l.
berhubungan secara erat dengan hasil belajar kognitif, ternyata tingkat hubungannya rendah di bawah hubungan antara diskusi dan hasil belajar psikomotorik. Hubungan Metode AO (X3) terhadap Sikap Civic Education (Y5) mahasiswa STAIN sebesar -0,231 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,181. Advance Organizer juga ternyata memiliki hubungan perlawanan (negatif) dengan hasil belajar apektif mahasiswa dalam belajar civic education. Hubungan Metode AO (X3) terhadap Keterampilan Civic Education (Y6) mahasiswa STAIN sebesar 0,192 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,269. Begitu juga hubungan rendah yang terbukti antara Advance Organizer dengan hasil belajar psikomotorik. Hubungan Metode Progressive Differentiation (X4) terhadap Pengetahuan Civic Education (Y4) mahasiswa STAIN sebesar 0,196 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,260. PD juga tampak berhubungan rendah dengan hasil belajar kognitif pembelajaran civic education. Hubungan Metode Progreesive Differentiation (X4) terhadap Sikap Civic Education (Y5) mahasiswa STAIN sebesar -0,439 dengan probabilitas rendah yaitu 0,008. PD berhubungan berlawanan baik Pearson maupun Probabilitas dengan hasil belajar apektif pembelajaran civic education. Hubungan Metode Progreesive Diffrentiation (X4) terhadap Keterampilan Civic Education (Y6) mahasiswa STAIN sebesar 0,141 dengan probabilitas tinggi yaitu 0,419. Hubungan PD dengan hasil belajar psikomotorik pembelajaran civic education juga rendah.
2. Regresi Hasil penghitungan regresi menunjukkan; (1) tidak ada variabel yang dikeluarkan, karena metode yang dipakai adalah single step bukan stepwise. (2) hasil pengkuadratan dari koefisien korelasi adalah; (a) Hubungan metode ceramah dengan hasil belajar civic education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,030 (3%). (b) Hubungan metode diskusi dengan hasil belajar civic education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,025 (2,5%). (c) Hubungan metode AO dengan hasil belajar civic education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,042 (4,2%). (d) Hubungan metode DP dengan hasil belajar civic education dalam tiga kategori (kognitif, apektif, psikomotorik) adalah 0,067 (6,7%). (3) hasil uji F di dapat F hitung yang didapat dari masing-masing variabel antara lain; a. Hasil F hitung metode ceramah 0,32 dengan probabilitas 0,811. Probabilitas ini lebih tinggi dari signifikansi 0,05, sehingga metode ceramah dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar civic education. b. Hasil F hitung metode diksusi 0,262 dengan probabilitas 0,852. Probabilitas ini lebih tinggi dari signifikansi 0,05, sehingga metode diskusi dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar civic education. c. Hasil F hitung metode advance organizer (AO) 1,550 dengan probabilitas 0,221. Probabilitas ini lebih tinggi dari signifikansi 0,05, sehingga metode AO dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar civic education. d. Hasil F hitung metode progressive differentiation (PD) 4,047 dengan probabilitas 0,015. Probabilitas ini lebih rendah dari signifikansi 0,05, sehingga metode PD tidak dapat dipakai untuk memprediksi hasil belajar civic education. 3. Uji T Hasil penghitungan uji T ditemukan nilai beda antara hasil perlakukan sebelum dan sesudah dari kelas kontrol dan kelas eksperimen, sebagai berikut; a. Hasil rata-rata sebelum perlakuan didapat X1= 22,20 dan X2= 22,71. b. Hasil rata-rata setelah perlakuan didapat X3=24,31 dan X4=25,60. Tabel 31. Nilai Rata-rata Perlakuan Sebelum dan Sesudah X1 Sebelum X2 Sebelum X3 Sesudah X4 Sesudah
22,20 22,71 24,31 25,60
558
c. Hasil korelasi X1 dengan Y1, Y2, dan Y3 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (0,161, -0,080, dan 0,047). d. Hasil korelasi X2 dengan Y1, Y2, dan Y3 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (0,076, -0,115, dan 0,035). e. Hasil korelasi X3 dengan Y4, Y5, dan Y6 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (0,185, -0,231, dan 0,192). f. Hasil korelasi X4 dengan Y4, Y5, dan Y6 dalam taraf hubungan rendah dan berlawanan (0,196, -0,439, dan 0,141). Hasil hipotesis didasarkan pada hasil perhitungan statistik dengan keputusan Ujihitu T, yaitu; (1) jika t hitung lebih besar dari t tabel, maka hipotesis ditolak. (2) jika t hitung lebih kecil dari t tabel, maka hipotesis diterima. (3) tingkat sigsifikansi (alfa) adalah 5% dengan tingkat kepercayaan 95%. (4) derajat kebebasan (df) adalah n (jumlah data) – 1 atau 35 – 1 = 34. (5) uji dilakukan dua sisi karena akan diketahui apakah rata-rata ―sebelum‖ sama dengan ―sesudah‖, ataukah tidak. Berdasarkan nilai probabilitas, maka ditetapkan ketentuan pembahasan; a. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima. b. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak. Keputusan yang diambil dari t hitung adalah ; a. X1 dengan t hit -0,35,48 dan probabilitas 0,000 b. X2 dengan t hit -0,37,16 dan probabilitas 0,000 c. X3 dengan t hit -0,40,27 dan probabilitas 0,000 d. X4 dengan t hit -0,40,01 dan probabilitas 0,000 Artinya kesemua metode, baik konvensional maupun konstruktivis dapat dipilih sebagai model pembelajaran. Atau, perlakuan sebelum dan sesudah memiliki angka rata-rata relatif sama, meskipun terdapat perlawanan secara korelatif. SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa; (1) Terdapat hubungan 3% antara pendekatan Ceramah dengan Hasil belajar civic education mahasiswa. (2) Terdapat hubungan 2,5% antara pendekatan Diskusi dengan Hasil belajar civic education mahasiswa. (3) Terdapat hubungan 4,2% antara pendekatan Advance Organizer dengan Hasil belajar civic education mahasiswa. (4) Terdapat hubungan 6,7% antara pendekatan Progressive Differentiation dengan Hasil belajar civic education mahasiswa. (5) Hasil belajar dengan pendekatan Konvensional memiliki selisih rata-rata lebih kecil 2,52 (kognitif), 6,55 (apektif), dan 3,4 (psikomotorik) dibanding dengan pendekatan Konstruktivisme. (6) Probabilitas pendekatan Konvensional dan Konstruktivisme memiliki nilai relatif sama, sehingga kedua pendekatan hanya memiliki selisih yang relatif kecil dan dapat diterima. Penelitian ini menyarankan bahwa hasil uji T belumlah memberi gambaran yang utuh, karena masih belum bisa menangkap bias hasil belajar yang subjektif. Diperlukan alat uji yang lebih luas cakupannya, agar faktor-faktor penganggu variabel dapat diminimalisasi. Semoga hasil sederhana ini membuka peluang untuk diteliti ulang untuk menjaga akurasi yang lebih rigid. REFERENSI Abdul Madjid, 2005, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Asri Budiningsih, 2005, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa dan Budayanya, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bruce Joice dan Marsha Weil, 1986, Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc. David Ausabel, 1968, The Pscychologi of Meaningful Verbal Learning, New York: Grune and Straton. Donald Ary, Jacob Lucy Chaser, dan Razavieh Agshar, 1985, Introduction to Research in Education, New York: Holt Rinehart and Winston. John W. Best, 1982, Metodologi Penelitian Pendidikan, Disunting oleh Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso, Surabaya: Usaha Nasional.
559
Kurniawan, 2007, Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal, Disertasi, Universitas Negeri Padang. Romiszowski, AJ, 1981, Designing Instructional System, London: The Free Press. Ratna Willis Dahar, 1989, Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga. Suciati dan Prasetya Irawan, 2001, Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Suharsimi Arikunto, 1995, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono, 2005, 2000, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra, 1995, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
SUPERVISI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK BAGI GURU-GURU SD KELAS I, II DAN III DI KECAMATAN LONG IKIS KABUPATEN PASER Asmadi.R Abstrak: Telah dilakukan supervise Pelaksanaan metode pembelajaran tematik bagi guruguru kelas I – III SD di Kabupaten Paser. Supervise ini diberikan pada 10 Sekolah binaan dan hasilnya di evaluasi melalui komponen Keterampilan Dasar Tematik ( komponen 1), Kemampuan membuat RPP ) komponen 2), dan kemampuan melaksanakan pembelajaran Tematik ( komponen 3), hasil obervasi menunjukan bahwa pengusaan guru terhadap komponen 1 semuanya mendapat katagore baik, tidak ada yang mendapat katagore amat baik (AB), dalam hal ini kemampuan guru dalam hal membuat Pemetaan Kompetensi Dasar, Penerapan Jaringan Tema, dan penyususnan silabus pembelajaran tematik merata dalam arti tidak ada yang menonjol. Penguasaan guru terhadap komponen 2 yaitu kemampuan membuat RPP tematik, pada umumnya guru mendapat klasifikasi baik, walaupun berdasarkan criteria nilai agak rendah. Terdapat 2 orang yang mendapatkan nilai cukup (C), hasil wawancara dengan beberapa orang guru yang mengalami kesulitan dalam membuat RPP tematik menunjukan bahwa mereka masih kesulitan menjabarkan komponen-komponen seperti Pemetaan Kompetensi Dasar, Penerapan Jaringan Tema, dan penyusunan silabus ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tematik, komponen terakhir yang di evaluasi melalui teknik observasi adalah kemampuan melaksanakan pembelajaran tematik. Pada umumnya guru mendapatkan klasifikasi baik (B), meskipun jika dilihat nilainya tergolong rendah. Terdapat 4 orang guru yang mendapatkan nilai cukup (C). Seteleh di analisis lebih dalam, keempat guru tersebut memang memiliki kekurangan personal dalam keterampilan mengajar, secara keseluruhan, kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran tematikdinilai baik, namun demikian perlua di kembangkan agar mendapatkan hasil yang memuaskan. kata kunci: pembelajaran tematik supervisi.
PENDAHULUAN Latar belakang Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ,EQ dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan ( holistic) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses perkembangan masih tergantung pada objek-objek konkrit dan pengalamai yang di alami secara langsung. Saat ini pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD kelas I- III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya Sains 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatan dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berhubungan
560
dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahap perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu yang utuh ( holistic), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistic dan membuat kesulitan bagi peserta didik. Selain itu, dengan pelaksanaan pembelajaran yang terpisah, muncul permasalahan pada kelas rendah ( I- III) antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah peserta didik kelas I SD jauh lebih tinggi di banding dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000 memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11.6% sementara kelas dua 7.5%, kelas tiga 6.13 %, kelas empat 4,64 %, kelas lima 3,1 %, dan kelas enam 0,37 %. Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4.22 %, masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas dua 0,83 %, kelas tiga 2,27%, kelas empat 2,71%, kelas lima 3.79%, kelas enam 1,78%. Angka nasional tersebut semakin memprihatinkan jika dilihat dari data masing-msing propinsi terutama yang hanya memiliki sedikit Taman Kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama di daerah daerah terpencil. Padsa saat ini hanya sedikit peserta kelas satu sekolah dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 1999/2000 tercatat hanya 12.61% atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk Taman Kanak kanak, dan kurang dari 5% peserta didik berada pada pendidikan prasekolah lain. Permasalahan tersebut menunjukan bahwa kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal sekolah dasar di Indonesia cukup rendah. Sementara itu hasil penelitian menunjukan bahwa peserta didik yang telah masuk Taman kanak kanak memiliki kesiapan bersekolah lebih baik di bandingkan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan Taman Kanak kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan model, dan prinsip-prinsip pembelajaran antara kelas satu dan dua sekolah dasar dengan pendidikan pra sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra sekolah pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah. Atas dasar pemikiran diatas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal Sekolah Dasar yakni kelas satu, dua dan tiga lebih sesuai jika di kelola dalam pembelajaran tematik. Namun demikian, pada umumnya guru-guru kelas di Sekolah Dasar sudah terbiasa mengajarkan mata pelajaran secara terpisah pisah dan mereka pun belum memahami metode pembelajaran tematik. Oleh karena itu guru-guru kelas I,II dan III, perlu mendapatkan supervise metode pembelajaran tematik. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembelajaran Tematik Sesuai dengan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa,. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan ( Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. 3) Pemahaman terhadap materi pelajaran kebih mendalam dan berkesan. 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelaran lain dengan pengalaman pribadi siswa. 5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas 6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain. 7) Guru dapat menghemat waktu Karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dua atau tiga pertemuan . waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan atau pengayaan
561
Landasan Pembelajaran Tematik Landasan Pembelajaran Tematik mencakup: Landasan fisolopis dalam pembelajaran tematik sangat di pengaruhi oleh tiga alioran filsafat yaitu : (1). Progresivisme, (2). Kontruktivisme, dan (3). Humanism. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu di tekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme, melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus di interprestasikan sendiri oleh masing masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, ,melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifana siswa yang di wujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperab dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi ke unikan / kekhasannya, potensinya dan motivasi yang di mulikinya. Tujuan Supervisi. Tujuan supervise penyususnan model pengembangan silabus tematik pada awal Sekolah Dasar bagi guru-guru SD adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pembelajaran tematik 2. Memberikan pemahaman kepada guru tentang pembelajaran tematik yang sesuai dengan perkembangan peserta didik kelas awal Sekolah Dasar. 3. Memberikan keterampilan kepada guru dalam menyusun perencanaan melaksanakan dan melakukan penilaian dalam pembelajaran tematik. 4. Memberikan wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi pihak terkait, sehingga diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pembelajaran tematik. METODOLOGI PELAKSANAAN SUPERVISE Pelaksanaan supervise metode pembelajaran tematik bagi guru-guru SD kelas I, II dan III meliputi tahapan perencanaan , pelaksanaan dan evaluasi. 1. Perencanaan Supervisi. Perencanaan pelaksanaan supervise metode pembelajaran tematik bagi guru guru SD meliputi: 1) Persiapan materi supervise Materi supervise metode pembelajaran tematik disiapkan oleh penulis selaku pengawas dalam bentuk modul/diklat yang dapat di fotocopi oleh para guru. 2) Subjek supervise. Subjek supervise adalah guru guru kleas I.II dan III SD yang ada di Kabupaten Paser dalam wilayah kerja penulis selaku pengawas SD. Adapun SD binaan penulis yang menjadi objek supervise adalah: 1. SD 002 Long Ikis. 2. SD 003 Long Ikis, 3. SD 006 Long Ikis, 3. SD 013 Long Ikis, 4. SD 014 Long Ikis, 5. SD 015 Long Ikis, 6. SD 016 Long Ikis, 7. SD 017 Long Ikis, 8. SD 018 Long Ikis, 9. SD 036 Long Ikis. 10. MI Nurul Huda Long Ikis. 3) Penetapan waktu kunjungan pelaksanaan supervise, Waktu kumjungan untuk pelaksanaan supervise yang disepakti bersama dengan masingmasing guru, yang menjadi subjek adalah: Pelaksanaan supervise: April s/d Mei 2013 Evaluasi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran tematik: Juli s/d Agustus 2013 4) Penyiapan lembar observasi/evaluasi pembuatan dokumen rencana pembelajaran dan penerapan metode pembelajaran tematik. 2. Pelaksanaan Supervisi. Dalam pelaksanaan supervise pembelajaran tematik, para guru di bombing beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengemabangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyususnan rencana pelaksanaan pembelajaran.
562
a. Pemetaan Kompetensi Dasar Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang di pilih, kegiatan yang di lakukan adalah: b. Menetapkan jaringan tema. Buatlah jaringan tema yang menghubungkan kompetensi dasar dan indicator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antar tema, kompetensi dasar dan indicator dari setiap mata pelajaran, jaringan tema ini dapat di kembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan evaluasi hasil supervise pada guru guru SD mengenai metode pembelajaran tematik dilaksanakan pada awal tahun pelajaran 2013/2014 yaitu pada pertengahan bulan Juli sampai akhir agustus 2013. Evaluasi menyangkut persiapan dokumen pembelajaran tematik dan observasi langsung pembelajaran di kelas. Hasil evaluasi dokumen tersebut dan observasi disajikan dalam bentuk data yang sudah di olah pada tabel 1 Tabel 1. Klasifikasi tingkat kemampuan guru mempersiapkan dan melaksanakan menyesuaikan metode CTL di beberapa SD di Kecamatan Long Ikis Kelas Komp 1 Komp 2 Komp3 No Nama SD nilai kelas nilai kelas Nilai kelas 1
SD 002 Long Ikis
2
SD 003 Long Ikis
3
SD 006 Long Ikis
4
SD 013 Long Ikis
5
SD 014 Long Ikis
6
SD 015 Long Ikis
7
SD 017 Long Ikis
8
SD 018 Long Ikis
9
SD 036 Long Ikis
10
MI Nurul Huda L.Ikis
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
2,11 2.32 1.68 2.12 2.23 2.13 1.82 2.23 2.34 1.82 2.27 2.32 2.00 2.35 2.25 2.14 2.30 2.25 2.45 2.25 2.14 2.00 2.25 2.25
B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B
1.70 2.13 2.20 1.88 2.12 1.48 2.00 2.26 2.13 2.25 2.23 2.15 2.34 2.30 2.25 1.75 1.45 2.25 2.30 2.35 2.00 2.35 2.25 2.40
B B B B B C B B B B B B B B B B C B B B B B B B
2,40 2.27 2.33 2.22 2.38 2.00 1.25 2.30 2.43 1.40 2.32 2.00 2.20 2.40 2.35 2.20 1.75 2.30 2,00 1.88 2.00 1.40 1.85 2.15
B B B B B B B B B C B B B B B B B B B B B C B B
I II III I II III
2.18 2.35 2.15 2.25 2.15 2.25
B B B B B B
2.30 2.00 1.60 2.25 2.40 2.30
B B B B B B
2.00 1.45 2.25 1.85 2.15 2.00
B C B B B B
Klasifikasi penilaian sebagai berikut: a. AB = Amat baik ( 2.50 ≤ nilai ≤ 3.00) b. B = Baik ( 1.50 ≤ nilai ≤ 2.50) c. C = Cukup ( 0.50 ≤ nilai ≤ 1.50)
563
d. K = Kurang ( Nilai ≤ 50) Keterangan: Komp 1: Keterampilan Dasar Tematik Komp 2: Keterampilan membuat RPP Komp 3: Keterampilan melaksanakan pembelajaran Tematik Berdasarkan data yang di sajikan pada tabel 1, penguasaan guru terhadap komponen 1 semuanya mendapat kategore baik, tidak ada yang mendapatkan kategore Amat baik (AB). Dalam hal ini kemampuan guru dalam hal membuat Pemetaan Kompetensi Dasar, Penetapan Jaringan Tema, dan penyusunan silabus pembelajaran tematik merata, dalam arti tidak ada yang menojol. Beberapa orang guru mengatakan bahwa kesulitan yang dialami terletak pada penetapan jaringan tema. Hal ini di sebabkan oleh kebiasaan guru dalam menyajikan mata pelajaran yang secara sendiri sendiri. Nampaknya diperlukan waktu yang cukup untuk belajar dari pengalaman. KESIMPULAN DAN SARAN Supervisi pembelajaran Tematik yang di berikan kepada guru guru kelas I,II dan III di beberapa SD di Kecamatan Long Ikis pada umumnya dapat di pahami dan diterapkan dengan baik. Namun demikian perlu adanya latihan terus agar guru dapat lebih menguasai. DAFTAR PUSTAKA Aqip,Z, dan Rohmanto,E.2007. Membangun profesionalesme guru dan pengawas sekolah.Bandung: CV Yrama Widya Sahertian, P.A.2000. Supervisi Pendidikan Jakarta : Rineka Cipta Sanjaya, W.2007. Strategi Pembelajaran beroreintasi standar Proses pendidikan. Cet ke 2. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS 7A SMPN 4 MUARO JAMBI: IMPLEMENTASI LESSON STUDY FEBRI YANTI Guru SMPN 5 Muaro Jambi Provinsi Jambi Teqip 2013 – guru SMP Email :
[email protected] Abstrak: Pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan pada kelas 7A SMPN 4 Muaro Jambi yang implementasi lesson study dalam kegiatan on going program TEQIP 2013. Kegiatan lesson study dilakukan Tahap pelaksanaan (DO) bertujuan untuk melaksanakan pembelajaran yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu sebelumnya pada tahap Plan, dan guru model mempersiapkan diri untuk memodelkan pembelajaran yang sudah dirancang dan didiskusikan sebelumnya. Tahap Pelaksanaan Refleksi (See) bertujuan untuk merefleksi dari hasil kegiatan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung yang diikuti oleh guru sebagai observer dan guru model, dari hasil pengamatan di diskusikan pemecahan masalahnya jika terjadi gangguan belajar pada siswa di kaji apa penyebabnya dan di diskusikan bagaimana cara mengatasi gangguan belajar tersebut. Kata kunci: Kooperatif tipe STAD, Lesson Study
LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa.Negara-negara yang maju seperti Amerika, Jepang telah menjadikan pendidikan sebagai faktor strategis dalam menciptakan kemajuan bangsanya.Pendidikan berkualitas dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif.Hal tersebut mendorong suatu negara menjadi negara yang maju dan pesat dalam perkembangan ilmu dan teknologi.Makna pendidikan terletak pada bagaimana kualitas sumber daya manusia senantiasa melestarikan nilai-nilai luhur sosial dan budaya yang telah memberikan bukti sebagai perjalanan suatu bangsa.Pendidikan juga
564
diharapkan dapat menumbuhkan kamampuan untuk menghadapi tuntutan pada kenyataan masa kini dan kedepan, baik perubahan diri yang ditimbulkan oleh perubahan sistem, nilai-nilai, norma-norma dan perilaku dalam suatu organisasi lembaga pendidikan. Makna pendidikan terletak pada bagaimana kualitas sumber daya manusia senantiasa melestarikan nilai-nilai luhur sosial dan budaya yang telah memberikan bukti sebagai perjalanan suatu bangsa.Pendidikan juga diharapkan dapat menumbuhkan kamampuan untuk menghadapi tuntutan pada kenyataan masa kini dan kedepan, baik perubahan diri yang ditimbulkan oleh perubahan sistem, nilai-nilai, norma-norma dan perilaku dalam suatu organisasi lembaga pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan tersebut dipengaruhi sejumlah faktor. Diantara faktor terpenting adalah mutu proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang efektif dan efisien dapat dicapai melalui penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Miarso, 2003). Dalam teknologi pendidikan, pemecahan masalah itu terjelma dalam bentuk semua sumber belajar yang didisain dan/atau dipilih dan/atau digunakan untuk keperluan belajar, sumber-sumber belajar ini diidentifikasi sebagai pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar (lingkungan). Berkaitan dengan perkembangan paradigma pendidikan yang sekarang ini berlangsung yang berupa pendidikan dari behaviorisme dan konstruktivisme maka PT Pertamina (persero) bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang telah memberdayakan guru dari Sabang sampai Marauke dengan tema‖Teachers Quality Improvement Program” (TEQIP).Tujuan dalam program TEQIP itu adalah bertujuan memberdayakan dan meningkatkan mutu guru-guru SD,SMP dari Sabang sampai Marauke dengan menerapkan lesson study. TEQIP merupakan sehingga mencapai hasil pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses sistematis dan terencana yang dirancang oleh pembelajar (guru) untuk membelajarkan siswa sehingga siswa mampu: (1) mengkonstruksi pengetahuan (materi) baru melalui pengaitan dengan pengetahuan lama, (2) memahami materi lebih dari sekedar tahu, (3) mampu menjawab apa, mengapa, dan bagaimana; (4) menginternalisasi pengetahuan ke dalam diri sedemikian hingga membentuk perilaku, dan (5) mengolah perilaku menjadi karakter diri (Subanji, 2013). Pembelajaran bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsepkonsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Kelemahan dan kekurangannya Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berdasarkan diskusi pada tahap see diantaranya adalah 1) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target pembelajaran, 2) menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih dapat diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus guru, namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu. Sedangkan kekurangankekurangan yang terakhir dapat diatasi dengan memberikan pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu bekerja sama dan berlatih bekerja sama dalam belajar secara kooperatif.
565
Fokus artikel ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas 7A SMPN 4 Muaro Jambi: implementasi lesson study adalah Untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan di implemetasikan Lesson study TINJAUAN TEORI PEMBELAJARAN KOOPERATIF Pembelajaran kooperatif sebagai ―sekelompok siswa yang bekerjasama dalam satu tim untuk memecahkan suatu masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama‖ menurut Slavin (2005) dalam Zulbaidah, S dkk (2013;157) menyatakan bahawa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara indivu maupun kelompok. Guru sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya. Pembelajaran kooperatif merupakan metode yang menekankan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Prinsip pengelompokkan siswa dalam pembelajaran kooperatif adalah heterogenitas (keragaman) baik dari kemampuan akademik, jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya, atau suku. Pengelompokkan yang heterogen pada metode pembelajaran kooperatif member kesempatan kepada siswa untuk salin mengajar (tutor sebaya) dan meningkatkan interaksi serta memudahkan guru mengelola kelas. Secara khusus siswa berperan sebagai sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagi dan mengumpulkan informasi serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan yang sama. Pembelajaran Kooperatif : tipe Student teams Achievement (STAD) Pembelajaran kooperatif STAD merupakan pembelajaran yang paling sederhana diantara pembelajaran kooperatif lain yang dikembangkan oleh Slavin, sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2005) dalam Zulbaidah,ddk (2013) menyatakan bahwa STAD dapat digunakan untuk berbagai macam kajian seperti pelajaran bahasa inggris, sains dan berbagai kajian lain. Implementasi pembelajaran kooperatif STAD dapat dibagi menjadi lima kompoknen utama yaitu : 1) Presentasi kelas. Materi pelajaran disampaikan oleh guru melalui melalui ceramah atau diskusi kelas, dan siswa diharapkan memperhatikan dengan seksama. Siswa didorong untuk mempersiapkan diri mengikuti kuis yang dikerjakannya secara individual. 2) Pembentukan kelompok. Siswa dikelompokkan secara heterogen berdasarkan perbedaan kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa, tujuan utama pembentukan kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok akan belajar dengan benar dan semuanya mempersiapkan diri menghadapi kuis. 3) Pelaksanaan kuis atau tes.Kuis dilakukan secara individual dan siswa tidak diperkenankan saling membantu. 4) Peningkatan skor individual. Skor yang didapatkan oleh setiap individu akan memberikan sumbangan bagi skor kelompok berdasarkan peningkatan nilai diperolehnya. LESSON STUDY Lesson study adalah proses sistematis yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk menguji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran (Garfield (2006) dalam Ibrohim (2013). Secara lebih operasional lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui peng-kajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesio-nalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada tahap lesson study menurut Saito (2005) dalam Ibrohim (2013) mengenalkan tiga tahap lesson study yaitu seperti tergambarkan pada bagan berikut ini.
566
PERENCANAAN (PLAN) - Penggalian akademik - Perencanaan pembelajaran - Penyiapan alat-alat
PELEKSANAAN (DO) - Pelaksanaan pembelajaran - Pengamatan oleh rekan sejawat
REFLEKSI (SEE) - Refleksi dengan rekan sejawat
Gambar 1 : Daur Lesson study yang terorientasi pada praktik
IMPLEMENTASI LESSON STUDI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN Tahap Perencanaan (Plan) Tahap perencanaan (Plan) bertujuan untuk menghasilkan rangcangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Guru secara berkelompok bersama-sama merencanakan rencana pembelajaran yang akan dibelajarkan kepada peserta didik, baik dalam penggunaan model yang dipilih sesuai dengan konsep yang akan dipelajari oleh siswa. Pada saat tahap perencanaan (plan) guru secara bersama mendiskusikan rencana pembelajaran yang akan digunakan pada konsep besaran dan satuan yang dibelajarkan pada kelas 7A di SMPN 4 Muaro Jambi dan telah disepakati menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan sintaks yang sesuai dengan model pembelajaran tersebut. Dalam perencanaan pembelajaran selain model pembelajaran juga disiapkan alat dan bahan apa yang akan digunakan sesuai dengan materi yang akan disampaikan, alat dan bahan. Pembelajaran yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yaitu Kompetensi Dasar Mendeskripsikan besaran pokok dan besaran turunan beserta satuannya yang tujuan pembelajarannya adalah Setelah melakukan diskusi kelompok dan permainan kartu huruf siswa dapat Menjelaskan pengertian besaran dan satuan, memberikan contoh besaran-besaran fisika dan mengelompokannya ke dalam besaran pokok dan turunan, Menjelaskan satuan besaran pokok dan turunan menurut SI, Mengkonversikan satuan panjang, masa dan waktu dengan tangga konversi. Untuk metodenya digunakan diskusi kelompok, Tanya jawab, latihan dan tugas. Langkah-langkah dalam kegiatan pembelajarannya dimulai dari sintaks pertama (1): kegiatan awal guru melakukan penggalian pengetahuan awal siswa tentang besaran dan satuan. Sintaks kedua (2): guru mempersentasikan materi yang akan disampaikan. Sintaks ketiga (3): guru membagi kelompok secara heterogen dan di minta duduk sesuai kelompoknya, Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa, guru memberikan LKS dan alat serta bahan yang digunakan untuk diskusi berupa karton dan huruf-huruf berupa kartu, guru mengarahkan dan menjelaskan kembali langkah-langkah kerja atau apa yang akan siswa kerjakan dalam diskusi kelompoknya, Guru membimbing aba-aba untuk memulai supaya siswa mulai bekerja dalam diskusi kelompoknya dan memberikan batas waktu untuk diskusi dalam kelompok siswa, Guru meminta pada masing-masing kelompok menempelkan/memajang hasil diskusi mereka di depan kelas, Guru meminta wakil dari masing-masing kelompok untuk menjelaskan apa yang mereka tuangkan di karton, sesuai hasil diskusi kelompok, Guru memberikan penghargaan kepada wakil kelompok yang sudah, menjelaskan hasil diskusi mereka, Guru menguatkan kembali tentang konsep besaran dan satuan. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan secara bersama tentang materi yang sedang dipelajari. Sintaks keempat (4) : Guru membagikan soal tes untuk dikerjakan masing-masing. Tahap Pelaksanaan (DO) Tahap pelaksanaan (DO) bertujuan untuk melaksanakan pembelajaran yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu sebelumnya pada tahap Plan, dan guru model mempersiapkan diri
567
untuk memodelkan pembelajaran yang sudah dirancang dan didiskusikan sebelumnya. Selain pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru model saat pembelajaran berlangsung rekan sejawat yang lain melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran tersebut. Pengamat atau istilah observer mempunyai rambu-rambu tersediri yang dilaksanakan saat menjadi pengamat diantaranya adalah : 1) Observer boleh siapa saja yang dari kalangan mana saja tidak harus guru yang ikut merancang Pembelajaran (Plan), boleh Kepala Sekolah, Guru mata pelajaran lain, dll. 2) Observer tidak boleh mengganggu jalannya proses pembelajaran, misalnya membantu siswa, membantu guru model. 3) Observer boleh berdiri atau berjalan-jalan didalam kelas untuk mengamati siswa asalkan tidak mengganggu siswa dan guru model. 4) Observer bertugas mengamati siswa bukan guru model. Observer fokus terhadap beberapa hal yang terjadi didalam kelas mulai dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran diantaranya seperti : a) Tahap pendahuluan proses pembelajaran Pada tahap ini observer fokus pengamatan mulai dari bagaimana kesiapan belajar siswa (respon siswa ketika guru mempersiapkan belajar siswa), bagaimana kondisi/respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi/motivasi/pemanasan berpikir/advance organizer. b) Tahap kegiatan inti pada proses pembelajaran Pada tahap ini observer fokus pengamatan mulai dari bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran: siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, bagaimana usaha guru dalam mendorong siswa yang tidak aktif belajar supaya aktif belajar. c) Tahap Penutup proses pembelajaran Pada tahap ini observer fokus pengamatan mulai dari bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum, dan sebagainya), bagaimana respon siswa, ketika guru menyampaikan tindak lanjut pembelajaran (seperti memberikan arahan, member tugas sebagai bagian dari memidi). Selain dari kegiatan proses pembelajaraan yang berlangsung observer bisa mengambil pelajaran berharga dari pengamatan pembelajaran tersebut. Tahap Pelaksanaan Refleksi (SEE) Tahap Pelaksanaan Refleksi (See) bertujuan untuk merefleksi dari hasil kegiatan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung yang diikuti oleh guru sebagai observer dan guru model, di tahap ini masing-masing observer mengumukakan pengamatannya selama proses pembelajaran berlangsung kemudian dari hasil pengamatan di diskusikan pemecahan masalahnya jika terjadi gangguan belajar pada siswa di kaji apa penyebabnya dan di diskusikan bagaimana cara mengatasi gangguan belajar tersebut. Dari hasil observasi guru pengamat pembelajaran yang dilakukan dalam waktu 2x40 menit pada materi besaran dan satuan yang di belajarkan di kelas 7A. Dalam kegiatan pendahuluan guru memancing siswa untuk berpikir sehingga respon ketika guru mempersiapkan belajar siswa, siswa ada yang tertawa karena merasa senang, siswa menjawab pertanyaan guru, semua siswa memperhatikan guru. Di lihat dari kondisi/respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi/motivasi/pemanasan berpikir dari hasil observasi semua siswa sudah nampak fokus belajar. Pada kegiatan inti dilihat dari hasil observasi pengamat interaksi yang terjadi dalam pembelajaran antara siswa dan guru adalah adanya interaksi guru dengan siswa mulai dari pembagian kelompok-kelompok siswa semangat mendengarkan penjelasan guru, pada pembagian kertas karton. Semua kegiatan yang terjadi di dalam kelas saat proses pembelajaran berlangsung semuanya dijelaskan lagi oleh observer jika ada terjadi gangguan belajar maka akan dibahas dan di diskusikan bersama bagaimana seharusnya kita sebagai guru menyikapinya sehingga akan timbullah perbaikan-perbaikan proses pembelajaran yang berikutnya. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi ditemukan hal-hal sebagai berikut. 1. Kesiapan belajar siswa dan respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi/motivasi/pemanasan berpikir. Siswa ada yang tertawa karena terasa senang, siswa menjawab pertanyaan guru, memperhatikan guru, semua siswa sudah Nampak fokus belajar. 2 orang siswa masih tampak
568
galau karena sepertinya dia mendengarkan hal yang baru waktu guru menjelaskan besaran dan satuan 2. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran antara siswa dan guru. Interaksi guru dengan siswa sudah dimulai dari pembagian kelompok-kelompok siswa semangat mendengarkan penjelasan guru. Pada pembagian kertas karton satu kelompok bingung, satu kelompok masih pindah-pinsah duduk, semua ketua kelompok diskusi mengambil kartu-kartu kedepan. Siswa sibuk bekerja ketika guru memberikan batasan waktu untuk menyelesaikan soal. 3. Pemicu terjadinya interaksi guru dengan siswa. Kelompok 5 tampak aktif menyusun kartu, sepertinya sudah paham. Kelompok 3 mengatakan belum mengerti apa yang mau di kerjakan, maka dijelaskan kembali oleh guru. Setelah dijelaskan kembali maka siswa mulai mengerti. 4. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran antara siswa dan siswa Siswa tampak bersemangat mengerjakan/menyusun jawabannya dengan menempel-nempel huruf, kelompok 4 salah mengurutkannya kemudian siswa mencari lagi jawaban yang benar. Tidak satupun siwa yang tidak bekerja, 2 orang siswa bertanya dengan guru karena mereka merasa penasaran dengan pembelajaran fisika. 5. Pemicu terjadinya interaksi siswa dengan siswa. Siswa sibuk mencari jawaban, kemudian sibuk menyusun kartu karena dengan harapan mendapatkan hadiah, suasana santai siswa tampak terkesan bermain dalam belajar IPA, tetapi bisa menjawab diskusi, siswa bersemangat mengatakan selesai agar mendapat hadiah dari guru. 6. Siswa yang tidak bisa mengikuti pelajaran secara baik Tidak ada siswa yang tidak bisa mengikuti pelajaran karena terlibat semua siswa aktif dan semangat menyusun kartu yang diberikan oleh guru. 7. Upaya guru untuk mengatasi gangguan belajar. Guru berusaha dengan berjalan kemeja siswa menjelaskan kemudian memancing siswa dengan memberikan hadiah bintang bagi siswa yang cepat selesai maka akan diberik hadiah bintang. 8. Hal-hal unik yang terjadi pada saat pembelajaran - Siswa Nampak bingung pertama kalinya tetapi setelah di jelaskan kembali oleh guru maka siswa Nampak bersemangat dan senang - Siswa diberi penghargaan atau hadiah dengan memberikan tanda bintang kepada perkerjaan kelompok yang sudah selesai duluan sehingga memicu kelompok lain untuk bersemangat cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan kelompoknya - Guru tampak tenang dalam penyampaian materi sehingga situasi belajar menarik dan menyenangkan 9. Siswa terlibat dalam kegiatan penutup Siswa aktif dan ketua kelompok siap menunggu stand masing-masing kemudian guru merefleksi jawaban siswa dan siswa tampak bersemangat menjawab bersama-sama pertanyaan tentang materi sehingga dalam respon tindak lanjut pembelajaran siswa dapat menjawab tindak lanjut guru yaitu siswa menjawab semua pertanyaan dari guru 10. Pengalaman berharga yang diperoleh Untuk mencapai hasil belajar siswa optimal guru harus merencanakan sedemikian rupa untuk dibelajarakan pada proses pembelajaran, menentukan rencana pembelajaran sangatlah penting, menyusun strategi yang akan digunakan pada saat pembelajaran. Mulai dilihat dari pengaturan rencana pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa dan kebutuhan siswa. KESIMPULAN. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas 7A SMPN 4 Muaro Jambi diterapkan mulai dari presentasi kelas, pembentukan kelompok, pelaksanaan kuis , dan terakhir peningkatan skor individual jika diimplementasi dengan Lesson study dapat menghasilkan pembelajaran bermakna, menyenangkan bagi siswa. Guru model lebih percaya diri dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan bantuan media pembelajaran yang dirancang agar siswa belajar sambil bermain dan dalam suasana menyenangkan
569
DAFTAR RUJUKAN Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan lesson study. Malang : Universitas Negeri Malang dan PT Pertamina Miarso. 2003. Menyemai Benih Teknologi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Kencana Media Group. Subanji. 2013. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang dan PT Pertamina Zulbaidah, S. Yuliati, L & Mahanal, S. 2013. Ragam dan Model Pembelajaran IPA. Malang: Universitas Negeri Malang dan PT Pertamina
Peran Orang Tua Dalam Prestasi Siswa di Sekolah Pretty Hasminingsih Abstrak: Rendahnya nilai dan prestasi anak disekolah merupakan masalah yang kompleks. Melalui survei yang dilakukan diharapkan dapat diketahui masalah dan latar belakang yang menjadi faktor penyebab. Subyek Survei dilakukan terhadap 70 orang siswa kelas VIII SMP N I Muaro JambiProvinsi Jambi yang terdiri dari dua kelas pada tahun 2010, dengan tujuan survei untuk mengetahui latar belakang siswa dan peran orang tua dalam prestasi anak disekolah. Data diperoleh dari wawancara dengan siswa dan pengisian lembar tanya jawab. Kemudian di analisis secara deskriptif kualitatif. Hasil survei menunjukkan bahwa perhatian, dorongan, komunikasi dan latar belakang orang tua mempunyai hubungan yang erat dengan prestasi siswa disekolah. Kata kunci: Prestasi siswa, peran orang tua, wawancara
PENDAHULUAN Setiap kegiatan apapun bentuk dan jenisnya, sadar atau tidak sadar selalu diharapkan kepada tujuan yang ingin dicapai. Bagaimanapun segala sesuatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Dengan demikian tujuan merupakan faktor yang sangat menentukan. Secara singkat dikatakan bahwa tujuan nasional untuk mencerdaskan kehdupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya ( UU NO 2 tahun 1998). Orang tua secara sadar mendidik anak-anaknya akan selalu di tuntut oleh tujuan pendidikan, yaitu kearah mana anak dapat mandiri, menjadi satu kepribadian yang utama. Salah satu ke salah kaprahan dari para orang tua dalam dunia pendidikan saat ini adalah adanya anggapan bahwa hanya sekolahlah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, sehingga orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada guru di sekolah. Meskipun disadari bahwa lama waktu yang tersedia dalam setiap harinya bagi anak disekolah adalah relatif singkat. Anggapan tersebut tentu saja keliru, sebab pendidikan yang berlangsung dalam keluarga adalah bersifat asasi. Karena itu orang tua merupakan pendidik pertama, utama dan kodrati. Orang tua lah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian seorang anak. Pentingnyapendidikan dalam keluarga akan membawa pengaruh terhadap kehidupan anak, demikian pula terhadap pendidikan yang dialaminya disekolah. Perbedaan pandangan tentang peranan orang tua, yaitu hal-hal yang perlu dapat dan boleh dilakukan oleh orang tua untuk memperbaiki prestasi anak disekolah. SuhartiCitrobroto 1986 berpendapat dalam pendidikan ada istilah tripusat yaitu pendidik dalam keluarga, pendidik dalam sekolah dan pendidik dalam masyarakat. Pertama pendidikan dalam keluarga dilakasanakan oleh orang tua di bantu orang dewasa yang ada atau/tinggal dalam satu rumah. Kedua pendidikan didalam sekolah, pendidikan ini dilaksanakan oleh guru. Dan ketiga pendidikan dalam masyarakat, pendidikan ini dilaksanakan oleh pimpinan masyarakat. Pendidikan dalam keluarga memberikan dasar-dasar bagi pendidikan selanjutnya. Pendidikan disekolah merupakan pendidikan formal atau resmi dikembangkan dengan menggunakan rencana pelajaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pendidikan dalam masyarakat merupakan pendidikan tidak formal seperti olahraga, kesenian, dan teknik.
570
Dalam ketiga pendidikan ini yang paling bertanggung jawab adalah orang tua, sedangkan guru dan masyarakat hanya membantu. Pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antar pemerintah, masyarakat, dan orang tua telah diterima oleh umum, walaupun penjabaran secara operasional tidak mudah memperoleh kesempatan diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Pada saat orang tua menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah agar anak-anak tersebut memperoleh pelayanan pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka, orang tua berharap agar sekolah menyediakan dan memberikan yang terbaik. Sementara itu masyarakat dengan ragam tingkatannya juga menghadirkan harpan-harapan serupa. Pemerintah sebagai pemegang mandat pendidikan di sekolah atas nama negara. Secara singkat sekolah dirancang agar menyediakan dan memberikan pelayanan pendidikan yang baik bagi kepentingan anak. Permasalahannya seberapa besar pengaruh orang tua dalam pendidikan dan prestasi anak. Sejumlah pihak mendesak siswa memusatkan pada hal-hal akademisi, yang lain meminta pada keterampilan. Bila dari sisi harapan lebih menampakkan keaneka ragaman dan ketidak sesuaian, siswa akan mengalami kesulitan dalam merealisasi tujuan yang ingin dicapai. Keberadaan anak di sekolah relatif lebih singkat dibandingkan dengan keberadaan mereka di luar sekolah baik dalam hitungan jam/hari/minggu maupun hari kerja sekolah. Anakanak per minggu berada di sekolah berkisar 42 jam, belum dihitung dari jam-jam efektif untuk tugas baik itu mandiri, bersama atau tanpa kehadiran guru. Usaha perbaikan prestasi siswa tak lepas dari hal-hal yang di ungkapkan diatas. Isu pokok kali ini adalah bagaimana pengaruh hasil belajar anak dengan keterlibatan orangtua, baik itu secara langsung seperti kehadiran mereka di sekolah, peran mereka di rumah terkait dengan tugas sekolah. HARAPAN DAN TUJUAN DARI PERAN ORANG TUA Peranan orang tua untuk prestasi yang di capai anak-anak mereka di sekolah bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi: 1. Orang tua menyediakan kemudahan belajar di rumah 2. Orang tua memberikan perhatian terhadap pendidikan anak-anak mereka, dan 3. Orang tua membantu sekolah dengan mencukupi prasarana dan peralatan belajar di sekolah Orang tua dapat menyediakan kemudahan bagi anak-anak belajar di rumah dengan menciptakan suasana yang mendorong anak untuk belajar, tempat belajar yang memadai, mencegah hal-hal yang dapat mengganggu kegiatan belajar, dukungan aktifitas belajar. Yang tidak kalah pentingnya adalah perhatian orang tua terhadap anak seperti, memahami kemajuan, dan permasalahan kesulitan yang dialami anak, serta kebutuhan yang dapat mendorong dalam kegiatan belajar, mengecek secara teratur kegiatan hasil dan permasalahan belajar mereka. Tentu saja kerja sama yang baik antar orang tua dan guru di sekolah akan mendatangkan hasil yang lebih baik. Contohnya saja apabila orang tua mengajarkan normanorma kepada anak, dan di sekolah guru-guru juga mengajar norma-norma pula. Apabila norma yang diterima anak di sekolah merupaka kelanjutan dari atau sama dengan yang diperoleh anak di lingkungan keluarga ( orang tua ) maka pola hubungan orang tua dan guru di sekolah dapat kita sebut selaras atau serasi. Dan apabila norma yang diterima anak di sekolah bertentangan atau tidak sejalan dengan norma yang diperoleh di rumah ( orang tua ) akan menimbulkan konflik pada diri si-anak. Pola hubungannya kita sebut tidak selaras atau tidak serasi. HASIL DAN PEMBAHASAN NO Pendidikan Orang Mendapat Tua Dorongan Positif 1 Tidak tamat SLTA 3 orang
NilaiRataRata
TidakMendapat Dorongan
Nilai Rata-Rata
≥65
10 orang
≥50
2
Tamat SLTA
12 orang
≥75
15 orang
≥55
3
Tamat S1,S2, S3
15 orang
≥80
10 orang
≥60
571
4
Jumlah
5
Rata-rata
35 orang
220 73,3
35 orang
170 56,6
Dari tabel di atas terlihat bahwa anak yang medapat dorongan positif dari orang tua cenderung mendapat nilai lebih baik jika dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat dorongan dari orang tua. Pada pengamatan yang dilakukan pada 70orang siswa kelas VIII di SMPN1 Muaro Jambi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi minat belajar anak, nilai prestasi dan mengerjakan tugas pelajaran di rumah yang diberikan oleh guru. Anak yang orang tuanya berpendidikan minimal SLTA dan mendapat dorongan yang positif cenderung giat dan mempunyai prestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak yang pendidikan orang tuanya hanya tamat SMP atau SD dan sosial ekonomi menengah kebawah. Juga diperoleh hasil bahwa anak yang mendapat dorongan dari orang tua dan selalu diberi motivasi cenderung memperoleh nilai lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang kurang mendapat perhatian, kurang/tidak termotivasi oleh orang tua atau keluarga. Sehingga dalam hal ini penulis berkesimpulan bahwa anak yang mendapat perhatian dalam mengerjakan, bimbingan belajar dirumah serta mendapat dorongan dan motivasi walaupun orang tuanya berpendidikan rendah cenderung berprestasi lebih baik dibanding dengan anak-anak yang yang tidak mendapat perhatian , bimbingan dan motifasi walaupun orang tuanya berpendidikan tinggi. ORANG TUA DAN HASILYANG DICAPAI ANAK DISEKOLAH Orang tua hendaknya membantu anak di luar sekolah atau menyediakan kemudahan agar anak dapat memperbaiki dan terdorong untuk berprestasi. David E. Lavin dalam tulisannya sociological determinants of academic permormances (1989) yang dikutip oleh Suyata mengemukakan bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan belajar akademik adalah faktor tingkat sosial ekonomi orang tua. Lavin menyinggung sisi lain dari peranan sosial ekonomi dalam hal prestasi belajar siswa. Tingkat sosial ekonomi ternyata berhubungan dengan motivasi atau dorongan berprestasi pada anak. Motivasi, berprestasi tinggi terkait dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi pula. Tidak diragukan lagi bahwa prestasi siswa di sekolah mempunyai korelasi yang tinggi dengan latar belakang sosial ekonomi orang tua, sebab segala kebutuhan anak yang berkenan dengan pendidikan akan selalu membutuhkan sosial ekonomi orang tua. James B. Conant melakukan perbandingan kemampuan membaca siswa, antara siswa di daerah perkampungan yang miskin dengan daerah pinggiran kota yang taraf ekonominya jauh lebih tinggi. Conant mengatakan bahwa siswa SD di daerah perkampungan yang miskin pada umumnya, kemampuan membaca rendah bila dibandingkan dengan siswa SD di pinggir kota. Sedangkan metode mengajar yang dilakukan guru adalah sama. Yang membedakannya adalah ketersediaan buku bacaan, dimana SD dipinggir kota lebih banyak mempunyai buku bacaan daripada SD pedesaan yang miskin tersebut. Dan di samping itu para orang tua mereka yang di pedesaan tidak mampu membeli beberapa buku bacaan seperti surat kabar, majalah, komik, dan lainlainnya yang dapat merangsang anak membaca lebih giat dan banyak. Selanjutnya ada beberapa aspek yang mempengaruhi prestasi siswa di sekolah sebagaimana diungkapkan oleh R. H Dave berikut : 1. Semangat untuk berprestasi 2. Menggunakan bahasa yang baik 3. Bimbingan akademik yang dilakukan di rumah 4. Dorongan dan rangsanagan untuk mengenal berbagai macam aspek yang ada di lingkungan 5. Aktifitas dan keinginanuntuk berbuat di lingkungan keluarga 6. Kebiasaan kerja yang telah ditetapkan Banyak kasus yang kita alami di masyarakat seperti ada orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya karena kehidupannya tergolong kategori miskin, sehingga anak sering dilibatkan orang tua mereka ke dalam memecahkan problema kehidupan keluarga. Pada umumnya anak yang berasal dari keluarga sedang (menengah) ke atas yang lebih banyak dan familier dengan ketentuan-ketentuan sekolah karena mereka mendapat bimbingan dan pengarahan yang baik dari orang tua mereka. Sedangkan anak-anak yang berasal dari keluarga miskin kurang mendapat bimbingan dan pengarahan yang cukup dari orang tua mereka, karena
572
orang tua mereka lebih terpusat perhatiannya pada bagaimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagainya. Di SMP kelas VIII pada pelajaran IPA, Matematika dan lain-lain, kita kemukakan suatu ungkapan kasus anak berasal dari keluarga miskin cenderung mendapat nilai lebih rendah dari temannya yang berasal dari keluarga sosial ekonomi menengah ke atas. Ini terjadi karena anak status ekonomi rendah kurang mendapat bimbingan dari orang tuanya di rumah. Sedangkan anak yang selalu mendapatkan bimbingan, dorongan dan pembinaan intensif dari orang tua sangat mempengaruhi kemajuan anak di sekolah. Pengalaman di rumah akanmembantu anak untuk mengenal lebih cepat dan baik pelajaran di lingkungan sekolah. Burton L. White yang dikutip oleh Aswandi Bahar membagi tipe orang tua, yaitu A dan D. Ibu bertipe A memberikan kebebasan kepada anaknya dan mendorong anaknya menjadi independen, dan banyak menyediakan waktu untuk bergaul dan bercakap-cakap dengan anaknya. Sering memberikan pujian terhadap inisiatif anak. Sedangkan ibu yang bertipe D tidak memberikan kebebasan kepada anaknya, sering melarang anak mengerjakan ini dan itu, sedikit menyediakan waktu untuk berbincang-bincang, bergaul dengan anak dan sering menghabiskan waktu untuk menonton televisi. Hasil pengamatan White mengemukakan bahwa anak dari ibu yang bertipe A lebih banyak tingkat keberhasilan intelektual dalam sikap belajar. Selanjutnya Cristopher Jeanch menyatakan bahwa keadaan keluarga, bentuk pekerjaan, penghasilan, tingkatpendidikan, dan status sosial ekonomi adalah variabel utama dari lingkungan sekolah. Keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan anak-anaknya adalah berbeda pada masing-masing status sosial ekonominya. Sehingga tingkat kelas sosial orang tua tersebut akan mempengaruhi pengalaman belajar anak. Keluarga kelas menengah ke atas cenderung lebih banyak mempunyai bahan bacaan yang dapat menunjang dan mendorong anak lebih giat membaca. Ibu-ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan selalu memperhatikan jadwal belajar anaknya. DORONGAN ORANG TUA DAN ASPIRASI ANAK Cole S Bremback mengatakan dorongan dan sifat acuh tak acuh orang tua baik sengaja maupun tidak sengaja akan tetap mempengaruhi aspirasi anak terhadap pendidikan. Semakin banyak anak merasakan adanya dorongan dari orang tuanya akan semakin besar pengaruhnya terhadap aspirasi anak tersebut terhadap pendidikan. Keterlibatan orang tua mendorong anaknya dalam pendidikan sangat mempengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Pendidikan akan membawa perubahan dalam pola berpikir seseorang terutama pada inspirasinya terhadap pendidikan itu sendiri. Elizabet H Brady mengutip pendapat Riles yang mengatakan bahwa ketrlibatan orang tua dalam pendidikan anak dan tingkat pendidikan orang tua adalah merupakan dua unsur essensial dalam pendidikan anak. Pekerjaan bapak, pendidikan ibu bapak dan dorongan keluarga mempunyai pengaruhterhadap anak untuk memasuki perguruan tinggi. Dalam penelitian Cole S Bremback menyimpulkan bahwa jenis pekerjaan dan pendidikan orang tua sama-sama berpengaruh terhadap kecenderungan anak untuk memasuki perguruan tinggi. Menurut E Grant Youmans seperti yang dikutip oleh Asnawi Bahar menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pendidikan orang tua yang tamat SLTA berstatus sosial rendah mempunyai pengaruh positif terhadap masuknya anak-anak ke sekolah yang lebih tinggi. Ibu yang tidak tamat SLTA lebih kuat mendorong anak laki-lakinya untuk memasuki perguruan tinggi bila dibandingkan dengan anak perempuannya. Sedangkan ibu yang tamat SLTA pada golongan status sosial tinggi dan menengah tidak memperlihatkan hubungan yang berarti. Dengan memperhatikan keterangan dan uraian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa pendidikan orang tua punya pengaruh yang cukup besar terhadap lamanya anak menempuh pendidikan. Menghadapi permasalahpendidikan yang semakin luas dan komplek, birokrasi pendidikan dan sekolah perlu memperoleh basis yang kokoh, mantap dan luas terutama mereka yang langsung menjadi pengguna jasa persekolahan yaitu orang tua siswa. Kunci-kunci utama perbaikan hasil belajar siswa disekolah baik menyangkut ihwal disekolah dan dikelas,siswa secara individumaupun kolektif. Hal-hal yang berada dikitaran sekolah dan keluarga akan dapat dikembangkan melalui peran serta keluarga berkolaborasi dengan guru atau pihak sekolah.
573
KESIMPULAN Prestasi anak akan sangat dipengaruhi oleh : 1. Tingkat pendidikan dan sosial ekonomi orang tua 2. Dorongan , motivasi dan perhatian dari orang tua 3. Adanya kounikai yang baik antara orang tua dan anak 4. Ketersediaan sarana dan prasarana belajar baik dirumah maupun disekolah 5. Ketersediaan waktu yang cukup bagi anak untuk beraktifitas 6. Adanya komunikasi antara guru dan orang tua Anak yang mendapat perhatian dalam mengerjakan, bimbingan belajar dirumah serta mendapat dorongan dan motivasi walaupun orang tuanya berpendidikan rendah cenderung berprestasi lebih baik dibanding dengan anak-anak yang yang tidak mendapat perhatian , bimbingan dan motifasi walaupun orang tuanya berpendidikan tinggi. SARAN Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan siswa, disarankan kepada orang tua agar senantiasa memberikan dorongan, perhatian, motivasi dan melakukan komunikasi yang baik dan itensif dengan anak. DAFTAR PUSTAKA Bahar, Asnadi. 1989. Dasar-dasar Kependidikan : Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan Tinggi. Bredemeir, Mari G. Harry C. 1978. Sosial parces In Education, Alfret Publising.CO.Ine USA Brebacch Cole S, 1971, Sucial Fown dation of Edication : Environmental Inflnen Ces in Teaching and Learning, Jhon Willy dan Sons, Ine Canada. Citrobroto, Suhartin,R.I Drs. Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini. PT Bhrata Karya Aksara Jakarta. Hasbulla.Good. Dasar-Dasar Ilmu ependidikan. PT Raja Grafindo Persada Jakarta. MC, Nerguly, Robet F Carrier Carol A. 1981. Teacher Development, Macmillan Publishing CO, Ine New York. Rekso Hadi Projo Said Muhammad, KI,1989, Masalah Pendidikan Nasional CV Haji Masagung. Jakarta MCMIXXXIX. Suyata, 1998. Peranan Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sekolah, Cakrawala Pendidikan Nomor XVIII, FIF IKIP Yogyakarta.
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB) GURU MELALUI LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Murtiningrum Tri Parmawati SDN Model Terpadu Bojonegoro Abstrak: Pelaksanaan pengembangan keprofesional berkelanjutan Guru di SDN Model Terpadu Bojonegoro dilakukan dengan lesson study. Lesson study dilaksanakan oleh semua guru secara bergantian sesuai jadwal mata pelajaran dan diobservasi oleh guru lain, dan Kepala Sekolah. Guru mengkaji pembelajaran dari aspek perencanaan, pelaksanaa, dan evaluasi pembelajaran, penyusunan soal, pendalaman materi, dan penulisan karya ilmiah, Hasil pengamatan menunjukkan kemampuan guru semakin meningkat dan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik dibanding sebelum pelaksanaan lesson study. Selain itu, guru mampu menyusun makalah dari hasil pelaksanaan lesson study dan lebih percaya diri untuk mengikutisertakan 14 makalah pengalaman lesson study dalam forum seminar nasional. Kata kunci: lesson study,pengembangan keprofesionalan berkelanjutan
574
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Guru, sebagai unsur utama yang akan dinilai angka kreditnya dalam Penilaian Kinerja Guru setiap tahun.Sekolah Dasar Negeri Model Terpadu ( SDNMT ) Bojonegoro melaksanakan Lesson Study pada TahunPelajaran 2013/ 2014oleh Kepala Sekolah bersama Dewan Guru mulai tgl 1 September 2013 – 9Nopember 2013 . Hasil Lesson Study oleh masing- masing guru model bersama observer ditulis menjadi 1 makalah, yang sampai terakhir menghasilkan 14 makalah untuk disajikan dalam Forum Seminar Nasional Guru SD di Universitas Negeri Malang tgl 9 Nopember 2013 .Lesson study merupakan suatu model pembinaan pendidikan melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutuallearning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study dilakukan sebagai upaya untuk mengkajikegiatan pembelajaran melalui kegiatan perencanaan (plan), pelaksanaan (do) dan refleksi (see) secara kolaboratif yang bertujuan untuk:meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas itu sendiri,untuk Pengembangan KeprofesianBerkelanjutan(PKB) Guru, dan untuk menambah angka kredit Guru SDNModel Terpadu Bojonegoro. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya.Pada Bab V Pasal 11 .c bahwa : Unsur dan sub unsur kegiatan Guru yang dinilai angka kreditnya adalah Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) meliputi:PengembanganDiri ,Publikasi Ilmiah, dan Karya Inovatif .Pasal 11.C.2.b.bahwa:Publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal . Penilaian Kinerja Guru sebagai persyaratan Kenaikan Pengkat Dan Golongan, Guru di SDN Model Terpadu Bojonegoro melaksanakan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dengan melaksanakan 2.b yaitu: Publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan ilmu di bidang pendidikan formal, dalam bentuk kegiatan Lesson Studysebanyak 14 oleh 14 guru model, yang kemudian hasil dari masing- masing Guru model ditulis juga menjadi 1 makalah,sehingga menghasilkan 5 makalah, untuk dipublikasikan dalam Seminar Nasional Guru SD di Universitas Negeri Malang tgl 9 Nopember 2013, untuk menambah angka kredit Guru. PENGERTIAN MAKALAH ILMIAH : Jenis karangan ilmiah memiliki ciri –ciri : Obyektif, tidak memihak, berdasarkan fakta, sistematis, logis. Makalah Yang Baik : Kebermaknaan masalah atau topik, kejelasan penulisan, kelogisan penulisan, kejelasan pengorganisasian. Jenis Makalah : Deduktif ( didasarkan kajian teoritis ), Induktif ( didasarkan kajian empiris ), Deduktif – Induktif ( didasarkan kajian teoritis dan empiris). Kondisi sebelum menyusun jadwal kegiatan, Lesson Study kurang berjalan sesuai dengan kaidah Lesson Study: 1. Plan: dalam menyusun perangkat pembelajaran seperti: RPP,lembar kerja siswa, metode,materi,penilaian, kurang dibuat secara kolaborasi karena Guru melaksanakan tugasnya masing- masing. 2. Do: observer kurang memperhatikan aktifitas dan karakteristik siswa secara menyeluruh karena sambil melaksanakan tugas lain. 3. See: observer sebagian Guru kurang mengikuti karena ada tugas lain. Keadaan sebelum melaksanakan Lesson Study: a. Ketrampilan Guru dalam menyusun perangkat pembelajaran: Silabuskurang sesuai dengan kondisi lapangan, RPP kesulitan menyusun indikator, implementasi proses pembelajaran tidak sesuai skenario,Assesmen kurang mengacu pada indikator,penentuan metode kurang sesuai dengan materi,LKS kurang mengacu kepada proses indikator untuk menarik kesimpulan tetapi sering seperti soal postes. b. Dalam menulis Karya Ilmiah Angka Kredit dari unsur Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan kurang ,Judul: kalimat sudah singkat dan jelas, karena setiap tahun secara berkala melaksanakan Lesson Study
575
untuk ditulis menjadi makalah,langkah- langkahkurang sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis,data lengkap karena sudah tersusun jadwal dan pelaksanaan kegiatan sebagai bahan menulis karya ilmiah, referensibaik karena sudah banyak membaca buku atau internet yang sudah difasilitasi di sekolah. Solusi Melaksanakan Lesson Study untuk bahan menulis Makalah Menyusun jadwal Lesson Studysesuai tahapan- tahapannya : Plan (perencanaan), Do( pelaksanaan), See(refleksi). Jadwalnya setiap hari sabtu pukul 09.00-10.30 WIB, pada saat itu semua siswa ekstrakurikuler sehingga beberapa guru bisa mengikuti Lesson Study ada yang menjadi guru model dan ada beberapa guru yang lain menjadi observer, kecuali1 kelas siswa dari guru model yang tidak mengikuti ekstrakurikuler karena digunakan untuk do. Satu guru model memerlukan waktu 2 x hari sabtu, yaitu hari sabtu pertama untuk plan, hari sabtu kedua untuk do langsung see,hari sabtu ketiga dan keempat bergantian untuk guru model ke 2, demikian seterusnya sehingga sampai waktu berakhir bisa menampilkan 14 guru model.dengan jadwal sebagai berikut : JADWAL LESSON STUDY SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2013/2014 No
1
2
3
Guru Model
Dwi Purwanti,SPd,MPd Yuliati, SPd,M.Si M. Nur Zakun,SPdI,MM
Kl s
II A
Tanggal Plan Do
See
Observer
Sabtu Sabtu Sabtu 1. Murtiningrum 7/9/20 14/9/2 14/9/2 Tri,P SPd,MPd 13 013 013
I V C I V B
Moderator
Murtiningrum Tri,P SPd,MPd
2. Suhirmawan,SPd 3. Rizky Mareta C, SPd SD 4. Hesti Sumi Rahayu,SPdSD
4
Alkurnia Nur R, SPdSD
5
Hesti Sumi Rahayu,SPd SD
6
Muhtarom Huda, S.Pd SD
II A
Sabtu Sabtu Sabtu 1. Dwi 21/9/2 28/9/2 28/9/2 Purwanti,SPd,MPd 013 013 013
I V A I V A
Dwi Purwanti,SPd, MPd
2. Yuliati, SPd,M.Si
3.Murtiningrum Tri,P,SPd,MPd 4. Rizky Mareta C, SPd SD 5. Anita Ika Afriyanti,SPdSD
7
Ika Jumaroh,SPdS
I A
Sabtu Sabtu Sabtu 1.Hesti Sumi 5/10/2 12/10/ 12/10/ Rahayu,SPdSD. 013 2013 2013
576
M. Nur Zakun,SPdI, MM
8
Rizky Mareta C, SPd SD
9
Ana Fi Naimatin, S.Pd.
1 0 1 1 1 2
I V B III A
2. Ana fi Naimatin, S.Pd. I 3.Fitria antun P, S.Pd.I 4. Shobirin,A Ma Pd 5. Kurniawan Meila Ahmadoni,S.Pd Sabtu Sabtu 19/10/ 2610/ 2013 2013
Sabtu 1. Murtiningrum 26/10/ Tri,P,SPd,MPd. 2013
Shobirin,A Ma Pd
I B
Fitria antun P, S.Pd.I
I V C
2. Anita Ika Afriyanti,SPdSD
Kurniawan Meila Ahmadoni,S.Pd
IA
3. Rizky Mareta C, SPd SD
Alkurnia Nur R, SPdSD
4. Suhirmawan,SPd 5. Kurniawan Meila Ahmadoni,S.Pd 1 3 1 4
Anita Ika Afriyanti,SPdSD
II B
Sabtu Sabtu Sabtu 1. Rizky Mareta C, 2/11/2 9/11/2 9/11/2 SPd SD 013 013 013
Murtiningrum Tri,SPd,MPd
K S
2.Dwi Purwanti,SPd,MPd
Rizky Mareta C, SPd SD
3.Hesti Sumi Rahayu,SPdSD 4. Shobirin,A Ma Pd 5. Fitria antun P, S.Pd.I Para ahli Lewis (2002), Walker (2005).Garfielf (2006 ) Berdasarkan beberapa definisiyang dikemukakan oleh para ahli yang disarikan oleh Mahanal (2011),Lesson Study dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengkajian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif untuk meningkatkan keprofesionalan guru dan kualitas pembelajaran. Selanjutnya dikemukakan bahwa selama proses lesson study, kolaborasi profesional sebagai guru dari berbagai tingkat pengalaman terjadi kerja sama. Menurut Wang-Inversion & Yoshida ( 2005) manfaat lesson studysebagai berikut: 1) mengurangi isolasi guru, 2) membantu guru belajar mengobservasi & memberi saran, 3) guru lebih paham kurikulum, 4) membantu guru untuk menolong peserta didik, 5) memahami peserta didik berpikir dan belajar, 6) meningkatkan kolaborasi antar guru dan saling menghormati. Lesson study dipandang sebagai cara sebagai potensial untuk meningkatkan profesional guru, karena lesson study memberikan banyak manfaat seperti yang dikemukakan oleh Lewis (2002) yaitu: 1) meningkatkan keprofesionalan guru, 2) meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Lesson study dapat mendorong peserta didik belajar secara aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Lesson study tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran di Indonesia. Lesson study bukanmerupakan metode atau strategi pembelajaran, tetapi merupakan kegiatan yang menerapkan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan
577
situasi, kondisi, kemampuan komunitas pembelajaran serta berbagai permasalahan yangdihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Menurut penulis selaku Kepala Sekolah Sangat banyak manfaat Lesson Stady diantaranya : 1) meningkatkan kelengkapan administrasi kelas terutama dalam menulis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan workseet nya yang sebelumnya kurang lengkap menjadi lengkap karena dibuat kolaborasi antar Guru dalam kegiatan Plan,2) menambah referensi Guru Observer dari kelebihan Guru Model tentang model pembelajarannya dalam kegiatan Do,3) menambah referensi Guru Model dalam memahami karakteristik siswa pada kegiatan Seedari masukan- masukan Guru Observer,4) untuk meningkatkan mutu pembelajaran,5) untuk bahan menulis makalah sebagai sub unsur dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) sehingga bisa menambah angka kredit Guru yang wajib dipenuhi dalam Pengusulan kenaikan Pangkat dan Golongan. Tahapan: Plan Kegiatan lesson study diawali dengan plan menyusun jadwal kegiatan Lesson Studydihadiri oleh Kepala Sekolah, dan Dewan Guru di SDN Model Terpadu Bojonegoro pada 1 September2013.
Gambar 1. Kegiatan Plan Lesson Study
Gambar 2. Kegiatan Plan Lesson Study
578
Do Tahap do dilaksanakan padasetiap hari Sabtu, oleh masing-masing Guru Model, sedang Guru Kelas lain sebagai observer, diawali do Guru model ke 1,2,3 : tanggal 14/9/2013 , Guru model ke 4,5,6 :tanggal 28/9/2013, Guru model ke 7,8,9 :tanggal 12/10/2013 , Guru model ke 10,11,12 :tanggal 26/10/2013, Guru model ke 13,14 ( KS) :tanggal 2/11/2013 di ruang Guru berkolaborasi bersama Dewan Guru untuk merangkum hasil semua Lesson Study dari 14 guru model menjadi 14 makalah. Lesson Study pada tahap do masing- masing guru model bervariasi model dan motodenya mulai dari apersepsi pembelajarannya : ada yang diawali dengan bernyanyi dulu, ada yang diawali dengan kegiatan pengecekan kehadiran peserta didik,ada yang denganlangsung menampilkan gambar sesuai materi dan format LKS pada layar LCD di depan. Selanjutkan rata-rata guru model dengan penataan setting tempat duduk untuk masing-masing kelompok. Setelah semua peserta didik menempati posisinya, guru memberikan pertanyaan mengenai materi yang akan disampaikan. Dalam kegiatan inti setiap guru model berbeda metodenya ada yang di luar kelas, ada yang di dalam kelas dengan bermain peran, ada yang diajak ke Laboratorium TIK. Setelah semua kelompok mengerti kegiatan yang akan dilaksanakan, guru meminta perwakilan kelompok untuk mengambil LKS dan peralatan yang harus digunakan,beberapa kelompok ternyata masih belum mengerti maksud LKS, oleh karena itu guru model berinisiatif untuk memberikan bantuan. dengan dibantu beberapa peserta didik ,dan ternyata mampu membantu kelompok untuk memahami tujuan LKS Guru model dengan mendatangi kelompok tersebut dan kembali. Proses mengerjakan LKS diakhiri dengan presentasi hasil diskusi di depan kelas. Kelompok yang presentasi ditentukan melalui permainan sederhana hom pim pa.
Gambar 3. Kegiatan Do Lesson Study
Gambar 4. Kegiatan Do Lesson Study Guru Model ke-Dua
579
Gambar 5. Kegiatan Do Lesson Study Guru Model ke-Tiga
Gambar 6. Kegiatan Do Lesson Study Guru Model ke-Empat See Kegiatan See (Refleksi) langsung setelah do. Kegiatan refleksi dipimpin oleh moderator. Moderator mengingatkan kepada observer bahwa obyek observasi adalah peserta didik dan aktivitasnya selama proses pembelajaran. Kegiatan refleksi bukan kegiatan menghakimi guru. Kegiatan refleksi diharapkan adanya temuan masalah, penyebabnya, dan pemberian solusi, sehingga dapat diketahui pelajaran berharga yangdapat dipetik dari pembelajaran do. Dalam kegiatan refleksi dimulai oleh moderator dengan memberi ucapan selamat pada guru model yang bersedia mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah disusun bersama. Selanjutnya moderator memberi kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan pengalaman mengajarnya, melakukan refleksi apakah pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai dengan RPP yang dibuat pada saat plan? Guru model menjelaskan perasaannya waktu mengajar, ketercapaian keterlaksanaan pembelajaran,kesesuaian langkah pembelajaran dengan RPP yang dipersiapkan dan hasil pengamatan selama proses pembelajaran. Pada kegiatan do, penulis (guru model) belum melakukan beberapa langkah pembelajaran (seperti pada RPP), antara lain belum menjelaskan format laporan percobaan yang akan dinilai, belum melakukan refleksi terhadap peserta didik mengenai kegiatan pembelajaran dan belum melakukan kegiatan menarik kesimpulan bersama. Penyampaian hasil observasi darisemua observertentang kegiatan belajar peserta didik, diantaranya sebagai berikut. Bagaimana kesiapan belajar peserta didik? (respon ketika guru mempersiapkan belajar peserta didik) Mengapa peserta didik tidak belajar/konsentrasi? Solusi mengatasi peserta didik yang tidak belajar?
580
Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi). Bagaimana peserta didik terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum, dan sebagainya)? Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian tersebut? Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan guru (80% memuji, 20% memberikan masukan/saran dan kritikan yang bersifat positif)
Gambar 7. Kegiatan See Lesson Study
HASIL DAN DISKUSI Hasil Observasi Hasil observasi didasarkan pada lembar pengamatan lesson study. KEGIATAN PENDAHULUAN Bagaimana kondisi/respon peserta didik ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi/motivasi/pemanasan berpikir/advance organizer Peserta didik merespon dengan baik, terbukti dengan Robi‘ yang menjawab pertanyaan apersepsi dengan sigap, cepat dan tepat. Kemudian ketika guru meminta beberapa peserta didik untuk memperagakan membaca tulisan yang dicetak terbalik dengan cermin, semua peserta didik langsung menjawab beramai-ramai. Bagaimana kesiapan belajar peserta didik? (respon ketika guru mempersiapkan belajar peserta didik) Peserta didik pada awal pembelajaran hampir 80 % telah siap dan antusias. Namun, sekitar 20 % masih belum siap, hal ini terlihat dari tempat duduk yang belum sesuai kelompok dan peralatan praktikum yang belum disiapkan. KEGIATAN INTI Mengapa peserta didik tersebut tidak dapat belajar dengan baik (terganggu dalam belajar)? menurut Anda apa penyebabnya. Kelompok mana yang kurang bisa mengikuti pembelajaran karena peralatan yang harus digunakan kurang lengkap dan mengalami kerusakan. Murid mana yang cenderung pasif karena sifatnya memang pendiam, namun kemampuan kognitifnya bagus dan mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Bagaimana interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru? (kapan dimulai dan sampai kapan terjadi). Peserta didik mana yang tidak bisa mengikuti pelajaran secara baik (atau terganggu dalam belajar) pada hari itu? Peserta didik saling berinteraksi ketika kerja kelompok dimulai. Interaksi dalam kelompok terjadi dengan baik, hal ini terbukti dengan pembagian tugas untuk masing-masing anggota kelompok. Interaksi antar kelompok dimulai ketika mengerjakan LKS, anggota kelompok lain yang belum mengerti bertanya ke kelompok lain yang lebih paham, maka terjadilah komunikasi
581
antar kelompok. Guru dan peserta didik berinteraksi sejak kegiatan apersepsi, tingkat interaksi semakin tinggi ketika kelompok mengerjakan LKS sampai selesei pembelajaran. Peserta didik mana yang kurang bisa megikuti pembelajaran, dan peserta didik mana yang cenderung pasif . Bagaimana usaha guru dalam mendorong peserta didik yang tidak aktif belajar? Pada saat kegiatan do, peserta didik yang tidak aktif belajar (belum paham, namun tidak bertanya) telah dibimbing guru secara langsung dengan menjelaskan ulang tahap demi tahap percobaan. Sementara untuk murid yang pasif guru model belum memberikan perlakuan apapun agar dia lebih aktif. Bagaimana usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar tersebut? Kapan gangguan belajar tersebut teratasi? Gangguan belajar pada kelompok mana saja yang teratasi ketika waktu proses pembelajaran maupun waktu mengerjakan LKS. Guru memberikan bimbingan langsung dan mengamati proses pengerjaan LKS dari awal sampai akhir. Murid mana yang belum mendapat sentuhan dari guru model. Hal ini disebabkan apa murid mana yang tidak mengganggu temannya dan mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Menurut anda, alternatif apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi peserta didik yang terganggu dalam belajar? Guru lebih sering memantau dan memberikan bimbingan lebih selama proses pembelajaran. Pembagian kelompok secara heterogen juga dapat membantu peserta didik yang lemah menjadi lebih baik dengan pembelajaran teman sebaya. Bagi peserta didik yang cenderung pasif namun memiliki kemampuan kognitif yang bagus, guru hendaknya lebih sering mengajak berkomunikasi atau mengajukan pertanyaan lisan, sehingga membantu peserta didik tersebut untuk berlatih menyampaikan pendapat secara langsung. KEGIATAN PENUTUP Bagaimana peserta didik terlibat dalam kegiatan penutup (melakukan refleksi, merangkum, dan sebagainya)? Guru sudah melakukan kegiatan refleksi dan merangkum, hanya menyampaikan konfirmasi atau penegasan mengenai kesimpulan hasil percobaan dan diskusi kelas. Bagaimana respon peserta didik, ketika guru menyampaikan tindak lanjut pembelajaran (seperti memberikan arahan, memberi tugas sebagai bagian dari remidi)? Peserta didik merespon serempak ketika guru menyampaikan tugas yang harus dikerjakan untuk dibahas pertemuan selanjutnya. HIKMAH PEMBELAJARAN Pelajaran berharga apa yang dapat Anda petik dari pengamatan pembelajaran hari ini? Pelajaran berharga yang dapat ditemukan dari pelaksanaan do adalah: 1) kelompok dibagi secara heterogen sehingga kemampuan antar kelompok merata, 2) pembagian kelompok lebih baik dalam jumlah kecil, misal satu kelompok beranggotakan 3-4 peserta didik, sehingga kerja sama lebih terjalin, 3) setiap selesai pembelajaran guru merefleksi dengan bertanya kepada peserta didik, agar pertemuan selanjutnya dapat direncanakan lebih baik, 4) persiapan pembelajaran akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang baik, menyenangkan dan teratur. Sesudah Lesson Study terjadi peningkatan: a. Ketrampilan Guru dalam menyusun perangkat pembelajaran Guru bisa menyusunsilabus sendiri, dan RPP secara kolaborasi Guru mudah menyusun indikator yang diimplementasi dalam proses pembelajaran ,Assesmen sudah mengacu pada indikator,penentuan metode sesuai dengan materi, LKSmengacu pada proses indikator b. Dalam menulis Karya Ilmiah : Angka Kredit bisa bertambah, menulis Judul dengan kalimat singkat dan jelas,langkahlangkah sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis,data lengkap dari hasil kegiatan Guru di sekolah,referensibanyak dengan sering mambaca dari buku dan internet Dibawah ini 14 Karya Tulis hasil kegiatan Lesson Study di SDN Model terpadu Bojonegoro yang disajikan dalam Seminar Nasional di Universitas Negeri Malang tgl 9 Nopember 2013.
582
DAFTAR MAKALAH HASIL LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU TAHUN PELAJARAN 2013/2014 No Penulis dan Penyaji Makalah Judul Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Tematik Penjumlahan Pengurangan Dan Pertumbuhan 1. Dwi Purwanti,MPd Tumbuhan Dengan Metode Diskusi Dan Pengamatan Pada Lesso Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
2.
Yuliati,SPd,M.Si
Penggunaan Strategi AMBT untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro Penerapan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran PAI pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
3.
Nur Zakun,SPdI,MM
4.
Alkurnia Nur Rahmawati,S.PdSD
5
Hesti Sumi Rahayu,S.PdSD
Pembelajaran IPA dengan Metode Eksperimen untuk Mengetahui Fusngsi Batang Tanaman pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
6
Muhtarom Huda, S.PdSD
Penggunaan Metode Example Non Example untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Kelas IV pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
7.
Ika Jumaroh,SPd SD
Penggunaan Media Konkret Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Kelas I pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
8
Rizky Mareta C, SPd SD
Penggunaan Metode Observasi Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
9
Ana Fi Naimatin, S.Pd.
Penggunaan Program Microsoft Excel di Laboratorium Komputer untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
10
Shobirin,A Ma Pd
Pembelajaran IPA dengan Bermain Puzzle pada Open Class pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
Penggunaan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Matematika kelas 3, Materi Membandingkan Pecahan pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
583
11
Fitria antun P, S.Pd.I
Penerapan Grammar Translation Method untuk Meningkatkan Bahasa Inggris Siswa Kelas IV SD pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
12
Kurniawan Meila Ahmadoni,S.Pd
Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Menggunakan Media Picture Card dan Diskusi Pengamatan Terhadap Arti dan Kosakata Suatu Benda pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
13
Anita Ika Afriyanti,SPdSD
Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Tematik Pengukuran Waktu dan Ketrampilan Menulis Karangan dengan Metode Diskusi Kelompok dan Gambar Seri pada Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro
14
Murtiningrum Tri,P,SPd,MPd
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ( PKB ) Guru Melalui Lesson Study di SDN Model Terpadu Bojonegoro Tahun Pelajaran 2013 / 2014
DAFTAR RUJUKAN Lewis, C. 2002. Lesson Study: Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools,Inc. Wang-Inverson, Patsy and Yoshida, Makoto (Ed.). 2005.Building Our Understanding of Lesson Study. Philadelphia, PA: Research for Better Schools. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya Pasal 11.C. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Mahanal, S. 2011. Lesson Study: Apa, Mengapa dan Bagaimana?. Makalah disampaikan pada Training Of TrainerPengembangan Profesionalisme GuruYayasan Pendidikan Cendana Riau. Riau 7-13 Januari 2011. Sudrajat, A. 2011. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction). (online). (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaranlangsung/) diakses tgl 15 Juni 2013.
KEBERMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN BERMAKNA BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN NATUNA Suhardi SDN 007 Ranai Bunguran Timur Natuna Email :
[email protected] Abtrak: Pemanfaatan media pembelajaran bagi guru-guru SD di Kabupaten Natuna sangat diperlukan. Sebelum pelatihan TEQIP ini sebagian besar guru belum maksimal dalam menggunakan media pembelajaran. Mereka menggunakan buku pelajaran saja. Setelah mengikuti pelatihan ini guru-guru sekolah dasar yang ada di Kabupaten Natuna dapat membuat media pembelajaran sederhana, bermakna dan menyenangkan. Sehingga peserta didik lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam mengikuti pembelajaran. Adanya media tersebut pembelajaran di sekolah diharapkan lebih bermakna. Media pembelajaran yang
584
dirancang oleh guru dapat pelajaran Bahasa Indonesia.
menunjang proses pembelajaran di kelas khusunya mata
Kata Kunci: Kebermanfaatan, Media Pembelajaran Bermakna, Sekolah Dasar
Peningkatan mutu pembelajaran hendaknya perlu dilakukan di sekolah. Adanya keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan peningkatan pembelajaran di kelas membuat kebanyakan guru mengeluh menemukan ide-ide atau gagasan baru dalam membuat suatu media pembelajaran, khususnya alat peraga. Alat peraga yang digunakan diambil melalui buku-buku pelajaran dan mengunduh dari internet. Mereka tidak mau membuat alat peraga sesuai dengan materi yang diajarkan. Sebagian guru senior tidak memerlukan alat peraga karena materi yang disampaikan dianggap mudah dipahami oleh peserta didik. Sehubungan dengan kondisi di atas, maka dilakukan pelatihan TEQIP yang bertujuan meningkatkan kualitas profesional guru dalam proses pembelajaran. Adanya pelatihan TEQIP tersebut diharapkan guru mampu mengombinasikan ke dalam berbagai model, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Guru dapat membuat pembelajaran lebih aktif, kreatif dan inovatif sehingga peserta didik dapat mengikuti pembelajaran secara lebih baik, menyenangkan dan bermakna. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang melakukan pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa dapat menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur kognitif siswa. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Bahan pembelajaran hendaknya sesuai dengan keterampilan siswa dan relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Pelatihan ini sangat membantu bagi guru-guru dalam melaksanakan proses pembelajaran melalui lesson study. Banyak hal diajarkan dalam kegiatan TEQIP ini, meliputi pendalaman materi, metode pembelajaran, penilaian, maupun media pembelajaran. Seluruh materi yang disampaikan sangat bermanfaat bagi peningkatan kualitas guru. Secara khusus, pelatihan ini menjadi pendobrak untuk mengembangkan wawasan guru dalam membuat media pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang lebih bermakna. Suatu hal yang sebelumnya tidak pernah dilakukan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Briggs (dalam Sudrajat, 2008) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, dalam National Education Associaton (1969) diungkapkan bahwa media pembelajaran merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Robi Binur : 2003 (dalam Junita,2012) Dalam rangka mencapai prestasi belajar tersebut, penyampaian materi pembelajaran hendaklah dipesiapkan dengan baik dan dapat menunjang keberhasilan dari proses pembelajaran tersebut, agar prestasi sisiwa dapat dicapai salah satunya adalah melalui media pembelajaran. Media adalah sebagai alat bantu atau bahan selain buku tulis yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dalam proses belajar mengajar. Dengan menggunakan media pembelajaran yang dihadirkan guru bisa menuntun siswa membangun pengetahuan sendiri. Peran guru sebagai fasilitator tidak hanya menyediakan media pembelajaran bersifat fisik saja tetapi juga mampu menyusun langkah-langkah yang harus dilakukan siswa agar dapat menemukan dan membangun pengetahuannya. Karena siswa SD masih belum berpikir secara abtrak masih berpikir konkrit segala sesuatu yang dipelajarinya harus diusahakan dalam bentuk nyata. Guru diusahakan mampu menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Oleh sebab itu selain guru menggunakan metode atau model pembelajaran yang beragam juga senantiasa memanfaatkan media pembelajaran.
585
SEBELUM PELAKSANAAN Dalam pelaksanaan pembelajaran sebelum diadakan pelatihan TEQIP ini media yang selalu digunakan melalui buku pelajaran, dan sulit mencari bahan-bahan untuk membuat media sesuai dengan materi yang diajarkan. Apa dijelaskan dalam pembelajaran, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja dan tidak dapat sepenuhnya memahami materi dengan maksimal. Media pembelajaran yang dilakukan guru kebanyakan menggunakan secara abtrak karena medianya diambil melalui foto copy dari buku pelajaran yang ada. Apa yang dibayangkan oleh siswa melalui khayalan belaka, tidak dapat melihat, meraba, dan mencobanya secara konkrit. sehingga siswa kurang bersemangat, bergairah, dan kurang merangsang minatnya dalam proses pembelajaran, apa lagi menyenangkan dan lebih bermakna jauh sekali. Dengan menggunakan media yang konkrit maupun semi konkrit siswa lebih bersemangat dalam menghadapi pelajaran, karena media pembelajarannya mengasikkan bagi siswa maupun guru. DALAM PELAKSANAAN Pelatihan Diseminasi I dan II Tanggal 1-6 Oktober 2012 dan tanggal 29 Oktober s/d 3 Nopember 2012 di Natuna, peserta atau guru diberikan pendalamaan materi pelatihan TEQIP untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru Sekolah Dasar dalam mengaplikasikan lesson study, menyusun RPP, penguasaan materi, penguasaan model-model pembelajaran, penguasaan media pembelajaran, penguasaan asesmen pembelajaran, serta kemampuan untuk mengimbaskan kepada guru-guru lainnya di daerah masing-masing melalui KKG di Gugus masing-masing kecamatan. Di samping itu peserta diberikan keterampilan dalam melakukan berbagai kegiatan pembelajaran yang bermakna. Diantaranya pembuatan media pembelajarann yang sederhana. Melalui pelatihan ini sebagai observer berfokus pada media pembelajaran. Dalam pembuatan media pembelajaran hendaklah dilakukan dengan melalui beberapa cara penggunaan atau petunjuk pembuatan media pembelajaran dengan prosedur atau langlah- langkah yang harus dimuat diantaranya; kegunaan media, bentuk media, alat dan bahan yang digunakan, langkah- langkah pembuatan media, pengemasan, dan langkah-langkah penggunaannya. Agar tidak salah dalam penggunaan pembuatan media di sini diberikan beberapa contoh alur pembuatan media pembelajaran dari hasil pelatihan yang telah diterima oleh peserta kelompok bidang studi Bahasa Indonesia. Adapun contoh pembuatan alat media ini saya angkat adalah cara pembuatan alat media mata pelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan KD yang telah ditentukan yaitu menemukan makna dan informasi secara tepat dalam kamus/ensiklopedi melalui membaca memindai. Dan salah satu cara untuk memudahkan paham bagi siswa dalam pembelajaran ini dengan menggunakan alat media pohon kata. Berikut petunjuk pembuatan media pohon kata. PETUNJUK PEMBUATAN MEDIA POHON KATA Bidang Studi : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : V/I Standar Kompetensi Membaca Menemukan makna dan informasi secara tepat dalam kamus/ensiklopedi membaca memindai Kompetensi Dasar Menemukan makna dan informasi secara tepat dalam kamus/ensiklopedi membaca memindai Indikator Mengidentifikasi unsur-unsur yang ada dalam kamus Mengidentifikasi tata letak kata sesuai denga abjadnya Mencari arti,makna dalam kamus Membacakan arti ,makna kata dalam kamus Materi Membaca Memindai
586
melalui
melalui
Kegunaan Media Mengidentifikasi unsur-unsur yang ada dalam kamus,mengidentifikasi tata letak kata sesuai dengan abjadnya,mencari arti,makna dalam kamus,membacakan arti ,makna kata dalam kamus 1. Bentuk Media contoh Pohon Kata MASINIS
PRAMUGARI KUSIR
ALUR PILOT
DENAH ABK NAHKODA LANDASAN
TRANSPORTASI
POHON KATA
2. Alat dan Bahan a. Alat 1) Gunting 2) Pisau pemotong (cutter) 3) Penggaris besi 4) Spidol warna-warni 5) Pensil 6) Balpoint tinta merah 7) Staples 8) Tali b. Bahan 1) Kamus/enseklopedi 2) Karton manila 3) Kertas bewarna 4) Benang besar 5) Ranting kayu 6) Kaleng bekas 7) Pasir 3. Langkah-langkah Pembuatan 1 Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan. 2 Potong karton manila sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. 3 Tuliskan beberapa kata di karton yang telak dipotong 4 Ranting kayu dimasukkan ke dalam kaleng bekas yang telah diisi dengan pasir 5 Sampullah kaleng bekas dengan menggunakan kertas bewarna. 6 Gantungkan dengan tali kepingan karton yang telah di tulis dengan kata-kata yang ada dalam kamus di setiap ranting 7 Setelah menemukan arti dan makna dalam kamus tuliskan dikarton yang kosong kemudian diklip pada kata yang ada di pohon kata. 8 Rapikan agar lebih menarik.
587
4. Pengemasan 1 Berilah nama media yang telah dibuat yaitu Pohon Kata. 2 Pajangkan di depan kelas 5. Langkah-langkah Penggunaannya Kaleng yang sudah berbentuk pot, lalu tancapkan ranting kayu , kemudian kartu kata yang berbentuk daun disematkan pada ranting kayu tersebut ( ini kita lakukan dalam proses pembelajaran setelah menemukan makna dari kata tersebut baru kita sematkan di ranting, ini dilakukan baik perorangan maupun per kelompok, begitulah selanjutnya sehingga terbentuk sebuah pohon yang disebut media pohon kata. PETUNJUK PEMBUATAN MEDIA ORANG-ORANGAN Bidang Studi : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : VI/I Standar Kompetensi 4. Menulis Mengungkap-kan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk formulir, ringkasan, dialog dan parafrase Kompetensi Dasar 4.1 Mengisi formulir (pendaftaran, kartu anggota, wesel pos, kartu pos, daftar riwayat hidup dll) dengan benar Indikator 1. Mengisi bagian ― identitas‖ dalam daftar riwayat hidup dengan benar. 2. Mengisi bagian ―riwayat pendidikan ―dalam datar riwayat hidup dengan benar. 3. Mengisi bagian ―prestasi yang pernah diraih ― dalam daftar riwayat hidup dengan benar. 4. Mengisi bagian ―pengalaman penunjang ―dalam daftar riwayat hidup dengan benar. Materi Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk formulir Daftar Riwayat Hidup : 1. Cara mengisi bagian ―identitas‖ dalam daftar riwayat hidup dengan benar. 2. Cara mengisi bagian ―riwayat pendidikan‖ dalam daftar riwayat hidup dengan benar. 3. Cara mengisi bagian ―prestasi yang pernah diraih‖ dalam riwayat hidup dengan benar. 4. Cara mengisi bagian ―pengalaman penunjang ―Dalam daftar riwayat hidup dengan benar
1 Bentuk Media Contoh Pohon Kata
2 Alat dan Bahan a. Alat 1 Gunting 2 Pisau pemotong (cutter) 3 Spidol warna-warni
588
4 Pensil 5 Balpoint tinta merah 6 Staples 7 Benang b Bahan 1 Karton/steoroform 2 Karton manila 3 Kertas bewarna 4 Benang besar 5 Ranting kayu 6 Kaleng bekas 7 Pasir 3 Langkah-langkah Pembuatan 1 Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan. 2 Potong karton manila sesuai dengan ukuran bentuk orang-orangan yang dikehendaki. 3 Potong karton manila sesuai dengan ukuran 4 Tuliskan identitas di karton yang telak dipotong 5 Ditempelkan identitas di steoroform yang telah ber bentuk orang-orangan 6 Rapikan agar lebih menarik. 4 Pengemasan 1 Berilah nama media Daftar Riwayat Hidup. 2 Pajangkan di depan kelas 5 Langkah-langkah penggunaanya: Dalam proses pembelajaran pada kegiatan awal kita pajangkan media orang-orangan di depan kelas, selanjutnya melalui bimbingan guru agar siswa menuliskan setiap lembaran karton sesuai dengan identitas yang telah di tentukan kemudian tempelkan pada orangorangan sesuai dengan petunjunya.
PETUNJUK PEMBUATAN MEDIA POHON PUISI Bidang Studi : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : V/2 Standar Kompetensi : Menulis Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan dan puisi bebas. Kompetensi Dasar Menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat. Indikator Membuat puisi Mengidentifikasi kata – kata puisi yang tepat Mengetahui isi dari puisi Materi Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk puisi bebas
589
1 Bentuk Media Contoh Pohon Puisi
2 Alat dan Bahan a. Alat 1 Gunting 2 Pisau pemotong (cutter) 3 Spidol warna-warni 4 Pensil 5 Balpoint tinta merah 6 Staples 7 Tali b Bahan 1 Karton/stereoform 2 Karton manila 3 Kertas bewarna 4 Benang besar 5 Ranting kayu 6 Kaleng bekas 7 Pasir 3 Langkah-langkah Pembuatan 1 Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan. 2 Potong karton manila sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. 3 Tuliskan puisi di karton yang telak dipotong atau di bentuk 4 Ranting kayu dimasukkan ke dalam kaleng bekas yang telah diisi dengan pasir 5 Sampullah kaleng bekas dengan menggunakan kertas bewarna. 6 Gantungkan dengan tali kepingan karton puisi setiap ranting 7 Rapikan agar lebih menarik. 4 Pengemasan 1 Berilah nama media yang telah dibuat yaitu Pohon Puisi. 2 Pajangkan di depan kelas 5 Langkah-langkah penggunaannya Pot yang telah di sediakan, tancapkan ranting kayu pada pot, melalui pproses pembelajaran, siswa di berikan tugas untuk membuat sebuah puisi sesui dengan materi yang telah ditentukan,selaanjutnya hasil karya dibaca,dan di gantungkan pada ranting-rantin tersebut. Jadilah sebuah media pohon puisi. SETELAH MENGIKUTI PELATIHAN Setelah mengikuti pelatihan pembuatan media pembelajaran, ternyata guru tidak terlalu sulit dalam pembuatan media pembelajaran. Dengan pembekalan yang memadai, sehingga guru
590
termotivasi untuk menemukan gagasan atau ide-ide cemerlang dalam membuat media pembelajaran sederhana yang menyenangkan bagi anak. Media tersebut dibuat dengan alat dan bahan yang sederhana untuk digunakan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Meskipun sederhana, media yang dibuat ternyata mampu membuat siswa menjadi aktif. Pembelajaran berlangsung lebih menyenangkan apabila didukung dengan media yang sesuai dari materi yang akan disampaikan kepada siswa. Media pembelajaran telah disesuaikan dengan kompetensi dasar dan materi yang diajarkan akan lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa maupun guru dalam proses pembelajaran Di bawah ini ada beberapa contoh media pembelajaran yang dirancang guru untuk menunjang pembelajaran dari mata pelajaran Bahasa Indonesia. Contoh : Media Pembelajaran Bahasa Indonesia,
Gambar 1. Media Orang-orangan
Gambar 2. Media Pohon Puisi
Tentang Identitas diri (DRH)
Gambat media Bermain Pran Cerita rakyat ( Mendu ) Dilihat dari gambar di atas melalui pelatihan, guru lebih antusias dalam pembuatan media, sangat kreatif, menarik, menyenangkan, dan lebih bermakna. Dengan demikian guru
591
menjadi mudah dalam menyajikan materi yang disampaikan kepada siswa yang didukung dengan media pembelajaran. Demikian pula siswa dapat dengan mudah menerima materi yang disampaikan oleh guru. Maka media pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas. KESIMPULAN 1. Keberhasilan guru sekolah dasar dalam mengajar baik dengan adanya media pembelajaran yang sesuai pada materinya. 2. Adanya media tersebut siswa termotivasi mengikuti kegiatan pembelajaran. 3. Siswa lebih mudah memahami materi yang disajikan oleh guru. 4. Siswa merasa tertarik dan senang dalam mengikuti pelajaran sehingga menyebabkan proses pembelajaran dapat lebih menarik dan bermakna, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. DAFTAR RUJUKAN Ibrohim, 2012. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang: Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang. Santoso, Anang. 2012. J-TEQIP Peningkatan Kualitas Guru. Malang:UM disponsori oleh Pertamina (Persero). Zubaidah, Siti; Yuliati, Lia; dan Mahanal, Susriyati. 2012. Ragam Model dan Metode Pembelajaran IPA. Malang: Kerjasama PT.Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang. Sudrajat, Akhmad. 2008. Media Pembelajaran. (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/01/12/media-pembelajaran, diakses tanggal 20 Nopember 2012). Junita,2012. J.TEQIP. Peningkatan Kualitas Guru. Malang: UM disponsori oleh PT Pertamina(Persero). Subanji, 2012.Model-modelPembelajaran Kreatif dan Inovatip.Malang: TEQIP kerjasama PT.Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri.
PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KURIKULUM 2013 Ratnah Guru SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari Lombok Barat, NTB Abstrak: Pembelajaran tematik integratif dilaksanakan melalui prinsip pembelajaran terpadu dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Karakteristik pembelajaran tematik integratif yaitu: berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung kepada siswa, pemisahan antar mata pelajaran tidak nampak, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, fleksibel, hasil pembelajaran berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Implementasi pembelajaran tematik akan lebih terarah dan berkesan menyenangkan jika diterapkan menggunakan Pendekatan Saintifik. Dengan itu diharapkan siswa termotivasi untuk mengamati fenomena yang terdapat di sekitarnya, mencatat atau mengidentifikasi fakta, lalu merumuskan masalah yang ingin diketahuinya dalam pernyataan menanya. Dari langkah ini diharapkan siswa mampu merumuskan masalah atau merumuskan hal yang ingin diketahuinya. Kata kunci: Pembelajaran, tematik, integratif, pendekatan, saintifik, kurikulum 2013
PENDAHULUAN Sejak diberlakukannya Kurikulum 2013 secara bertahap mulai tahun ajaran 2013-2014 melalui pelaksanaan terbatas, khususnya bagi sekolah-sekolah yang sudah siap
592
melaksanakannya, termasuk sekolah kami di SDN 2 Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Model pembelajaran yang digunakan pada Kurikulum 2013 tingkat Sekolah Dasar adalah tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI secara bertahap yang saat ini terlebih dahulu diberlakukan hanya pada kelas I dan kelas IV. Adapun model pembelajaran tematik ini dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan pembelajaran tematik diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif (highly effective teachingmodel), karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik di dalam kelas atau di lingkungan sekolah. Model pembelajaran tematik ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik untuk waktu yang panjang. Oleh karena itu, Pemerintah mendukung pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Dasar dilakukan secara tematik integratif. Berdasarkan pola tematik integratif ini, buku-buku siswa SD dan jadwal pelajaran sehari-hari pun tidak lagi dibuat berdasarkan nama mata pelajaran, tetapi berdasarkan tema yang merupakan gabungan dari beberapa mata pelajaran yang relevan dengan kompetensi di SD. Sebagai contoh, untuk kelas IV SD ada sembilan tema, yakni indahnya kebersamaan; selalu berhemat energi; peduli makhluk hidup; berbagai pekerjaan; menghargai jasa pahlawan; indahnya negeriku; cita-citaku; daerah tempat tinggalku; serta makanan sehat dan bergizi. Ada juga pendidikan agama dan budi pekerti. Yang perlu dipahami adalah bahwa tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara menarik, menyenangkan, menumbuhkan bakat dan minat siswa, serta sesuai dengan perkembangan lingkungan yang terjadi saat ini. Apalagi jika pada setiap kegiatan pembelajaran tematik integratif ini dipadukan dengan pendekatan saintifik/ilmiah. Hal ini sejalan dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik/ilmiah ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar siswa mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghafal semata). Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, mereka juga dilatih untuk mampu berfikir logis, runtut dan sistematis baik itu melalui proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Karena pada dasarnya belajar itu tidak hanya dilaksanakan di dalam kelas saja dan pada jam tertentu, melainkan bisa dilaksanakan di mana pun dan kapan pun. Jadi, apabila setiap kegiatan pembelajaran tematik integratif selalu menggunakan Pendekatan Saintifik yang di dalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta maka diharapkan siswa termotivasi untuk mengamati fenomena yang terdapat di sekitarnya, mencatat atau mengidentifikasi fakta, lalu merumuskan masalah yang ingin diketahuinya dalam pernyataan menanya. Dari langkah ini diharapkan siswa mampu merumuskan masalah atau merumuskan hal yang ingin diketahuinya. Sehingga proses pembelajaran tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi diiringi pula dengan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Belajar akan lebih bermakna apabila anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera secara utuh, dari pada hanya mendengarkan penjelasan guru saja dan secara terpisah-pisah. Oleh karena itu, pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah, akan menyebabkan kurang berkembangnya berpikir holistik dan membuat
593
kesulitan dalam memahami konsep, sehingga berdampak pada tingginya angka mengulang kelas dan angka putus sekolah pada kelas awal tersebut. Atas dasar pemikiran tersebut, maka pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak usia Sekolah Dasar adalah ―Penerapan Pembelajaran Tematik Integratif melalui Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013‖. BAHASAN UTAMA Perubahan kurikulum pendidikan merupakan agenda yang secara rutin berlangsung dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di negara berkembang. Seperti saat ini, pemerintah memberlakukan kurikulum terbaru di Indonesia, yaitu Kurikulum 2013. Salah satu yang menarik pada implementasi Kurikulum 2013 ini adalah penerapan pembelajaran tematik integratif/terpadu pada jenjang Sekolah Dasar terutama pada kelas I sampai dengan kelas VI yang bertahap dengan diawali dari kelas I dan kelas IV. Pembelajaran tematik integratif/terpadu merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pada proses pembelajarannya dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Pelaksanaan pembelajaran tematik integratif berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran tematik ini tampak lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar, dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan pembelajaran yang bertujuan mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya. Berikut ini adalah tabel tema untuk peserta didik Sekolah Dasar kelas I dan IV :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tabel 1. Tema-Tema di Sekolah Dasar KELAS I Diriku Kegemaranku Kegiatanku Keluargaku Pengalamanku Lingkungan Bersih dan Sehat Benda, Binatang, dan Tanaman di Sekitar Peristiwa Alam
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KELAS IV Indahnya Kebersamaan Selalu Berhemat Energi Peduli Makhluk Hidup Berbagai Pekerjaan Menghargai Jasa Pahlawan Indahnya Negeriku Cita-Citaku Daerah Tempat Tinggalku Makanan Sehat dan Bergizi
Dari beberapa tema di atas, kemudian diuraikan menjadi beberapa subtema. Masingmasing subtema dikembangkan menjadi enam pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Penjabaran Tema di Kelas IV Semester I Kurikulum 2013 No. Tema Subtema Pembelajaran 1. Indahnya Kebersamaan 1. Keberagaman budaya Pembelajaran 1, Bangsaku 2, 3, 4, 5, dan 6
594
Ket. Alokasi waktu untuk setiap
2.Kebersamaan dalam Keberagaman 3.Bersyukur atas Keberagaman 4. Bangga pada budayaku 2.
Selalu Berhemat Energi
1. Macam-macam sumber Energy 2. Pemanfaatan energi 3. Gerak dan gaya
3.
4.
Peduli Makhluk Hidup
Berbagai Pekerjaan
1. Hewan dan tumbuhan di lingkungan rumah 2. Keberagaman makhluk hidup di lingkunganku 3. Ayo cintai lingkungan 4. Makhluk hidup di sekitar kita 1. Jenis-jenis pekerjaan 2. Barang dan jasa 3. Pekerjaan orang tuaku 4. Pekerjaan di sekitarku
Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Pembelajaran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
tema (1 bln), untuk satu subtema (1 pkn), sedangkan untuk setiap pembelajaran (1 hari).
Berdasarkan penjabaran tema tersebut, selanjutnya guru mempersiapkan tahap-tahap berikut ini : 1. Menentukan Tema. Desain Kurikulum 2013 telah banyak memberikan kemudahan kepada guru, salah satunya adalah guru tidak lagi dibebankan dengan pembuatan jaringan tema dan menghubungkan dengan KD atau indikator pembelajaran yang sesuai. Pada tahap ini tema telah ditetapkan oleh pengambil kebijakan, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 2. Mengintegrasikan Tema dengan Kurikulum. Pada tahap ini seharusnya guru yang mendesain tema pembelajaran dengan cara terintegrasi sejalan dengan tuntutan kurikulum, dengan mengedepankan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Akan tetapi, tahap ini telah ditetapkan oleh Kemendikbud sehingga guru lebih diberikan kemudahan untuk melaksanakan tahap berikutnya yaitu pembuatan RPP. 3. Mendesain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tahapan ini mencakup pengorganisasian sumber belajar, bahan ajar, media belajar, termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menunjukkan suatu tema pembelajaran terjadi dalam kehidupan nyata. Misalnya, pembelajaran di kelas yang didasarkan atau diperkaya hasil karya wisata, kunjungan ke museum, pengamatan di lingkungan sekitar dan lain-lain. 4. Melaksanakan Aktivitas Pembelajaran. Tahapan ini memberi peluang peserta didik untuk mampu berpartisipasi dan memahami berbagi persepektif dari suatu tema. Hal ini memberi peluang bagi guru dan peserta didik melakukan eksplorasi suatu pokok bahasan. Di samping itu, pembelajaran tematik integratif berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar, karena materi yang dipelajari merupakan
595
materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Adapun tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah: 1. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. 2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama. 3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. 4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik. 5. Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain. 6. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas. 7. Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan. 8. Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. Anak pada usia Sekolah Dasar berada pada tahapan operasi kongkret, mulai menunjukkan perilaku yang mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, mulai berpikir secara operasional, mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan bendabenda, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat. Oleh karena itu pembelajaran yang tepat adalah dengan mengaitkan konsep materi pelajaran dalam satu kesatuan yang dipusat pada tema adalah yang paling sesuai. Dan kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat individual dan kontekstual, anak mengalami langsung yang dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik integratif. Pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran tematik integratif memiliki beberapa manfaat antara lain : 1. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa mau menanggung resiko bersama. Misalnya; menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar tanpa harus menyinggung perasaan peserta didik. Prosedur-prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua jadwal terprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada di kelas maupun di luar kelas. Keterampilan hidup dikenalkan, didiskusikan dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi yang tepat dan dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang kelas. 2. Menggunakan kelompok untuk bekerjasama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan memecahan konflik sehingga mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling menghargai. 3. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam menciptakan kelas yang ramah otak (brain-friendly classroom). Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung, mengoptimasi semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara lebih luas. 4. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas, namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsepkonsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan. 5. Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada dalam format ramah otak. 6. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari. 7. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar ketertinggalannya dengan dibantu oleh guru melalui pemberian bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas. 8. Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan variasi cara penilaian.
596
Selain manfaat tersebut, model pembelajaran tematik integratif melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran untuk satu tahun. Kedua guru melakukan analisis standar kompetensi lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar dan membuat indikator dengan tetap memperhatikan muatan materi dari Standar Isi, ketiga membuat hubungan antara kompetensi dasar, indikator dengan tema, keempat membuat jaringan KD, indikator, kelima menyusun silabus tematik dan keenam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tematik integratif dengan mengkondisikan pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Pada Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan saintifik/ilmiah. Pendekatan saintifik/ilmiah (Scientific Approach) dalam pembelajaran antara lain meliputi langkah-langkah pokok; mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan saintifik ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nila-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Langkah-langkah tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran tematik integratif/terpadu, di mana pembelajarannya menggunakan tema sebagai pemersatu. Sementara setiap mata pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya tidak sama. Oleh karena itu, agar pembelajaran bermakna perlu diberikan contoh-contoh agar dapat lebih memperjelas penyajian pembelajaran dengan pendekatan saintifik/ilmiah. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran tematik integratif/terpadu merupakan suatu penyajian pembelajaran yang menyatukan beberapa mata pelajaran dengan Tema sebagai pemersatunya. Sementara karakteristik keilmuan dari setiap materi pelajaran tidaklah sama, maka setiap penyajian pembelajaran dapat memadukan beberapa langkah secara sekaligus yang disesuaikan dengan materi dan kegiatan pembelajaran. Hal itu dapat dilihat pada gambar kegiatan pembelajaran berikut ini:
Gambar 1. Kegiatan Mengamati Pada gambar 1 di atas, merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas oleh para siswa kelas IV. Para siswa sedang mengamati perbedaan benda-benda seperti; tisu, kertas, dan kain yang dijemur di bawah terik matahari dengan yang dijemur di tempat yang teduh. Mereka mengamati perubahan yang terjadi setelah selang waktu 15 menit, 30 menit, dan 60 menit. Pada selang waktu 30 menit, beberapa siswa menanya tentang proses perubahan yang terjadi pada benda-benda seperti; tisu, kertas, dan kain (misalnya pada kertas yang dijemur di tempat teduh keadaannya masih basah, sedangkan kain yang dijemur di bawah terik matahari keadaannya mulai mengering). Selain itu, siswa juga menalar untuk mencari perbedaan yang terjadi pada percobaan benda-benda tersebut dan sekaligus mengkomunikasikan dengan teman sekelompok untuk mencari persamaan pendapat, seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:
597
Gambar 2. Kegiatan Menalar
Gambar 3. Kegiatan Mengkomunikasikan
Di samping penggunaan langkah-langkah pendekatan saintifik seperti; mengamati, menanya, menalar, dan mengkomunikasi secara sekaligus, guru juga dapat menerapkan langkah berikutnya seperti; mencoba, mengolah, menyimpulkan, dan menyajikan secara bersama-sama. Hal ini dapat dilihat pada gambar kegiatan pembelajaran berikut;
Gambar 4. Kegiatan Mencoba
Gambar 5. Mengolah dan Menyimpulkan
Pada gambar 6 di bawah ini diperlihatkan kegiatan siswa ketika menyajikan secara bersama-sama melalui presentasi ke depan kelas. Kegiatan ini merupakan hasil dari kegiatan siswa mencoba, mengolah, dan menyimpulkan, kemudian mereka sajikan dalam bentuk kegiatan presentasi di depan kelas. Pada gambar 7 adalah papan pajangan siswa baik secara kelompok maupun secara individu. Papan pajangan sebelah kanan (map warna kuning) adalah pajangan portofolio dan hasil karya siswa secara individu, sedangkan papan pajangan sebelah kiri (map warna putih, biru, dan merah) adalah pajangan portofolio dan hasil tugas-tugas siswa secara kelompok.
598
Gambar 6. Kegiatan Menyajikan
Gambar 7. Papan Pajangan Siswa
Jadi, penggunaan langkah-langkah pendekatan saintifik ini dapat dipadupadankan sesuai dengan tema, subtema, ataupun materi pembelajaran yang akan disampaikan pada penerapan pembelajaran tematik integratif. Dan semua itu dapat dikemas dengan sangat bagus, jika seorang guru memiliki kemampuan dan kreativitas yang tinggi untuk mewujudkan suatu pembelajaran tematik integratif melalui pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 secara menarik, menyenangkan, inovatif, kreatif, dan bermakna bagi siswa. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan tentang ―Penerapan Pembelajaran Tematik Integratif melalui Pendekatan Saintifik pada Kurikulum 2013‖ tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa; pembelajaran tematik integratif menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Karena siswa dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya. Pada pembelajaran tematik integratif/terpadu Kurikulum 2013 ini terdapat beberapa keuntungan dan kelebihan. Salah satunya membantu dan meringankan pekerjaan para guru Sekolah Dasar khususnya guru kelas I dan IV, karena mereka tidak lagi disibukkan dengan membuat jaringan tema dan menghubungkan dengan KD maupun indikator yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Semua persiapan tersebut sudah termuat pada Buku Guru. Sehingga mereka hanya perlu mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan beraktivitas mengajar dengan memberikan pendidikan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang sebaikbaiknya. Selain guru yang diberikan kemudahan, siswa pun mendapatkan banyak keuntungan dengan implementasi Kurikulum 2013. Masing-masing siswa dibagikan buku siswa dengan gambar-gambar yang menarik sebagai media pembelajaran yang di dalamnya memuat semua kegiatan pembelajaran tematik integratif dengan ciri-ciri sebagai berikut; (1) berpusat pada anak, (2) memberikan pengalaman langsung pada anak, (3) pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan), (4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya), (5) bersifat luwes (keterpaduan berbagai mata pelajaran), dan (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya). Dengan adanya ciri-ciri tersebut, diharapkan setiap kegiatan pembelajaran akan selalu menyenangkan, bermakna, dan dapat langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila siswa secara langsung melakukan suatu pengamatan, percobaan, serta melalui pengalaman yang berkesan, maka tidak ada yang sulit untuk dipahami oleh siswa. Karena pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran antara lain meliputi langkah-langkah pokok; mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan untuk semua mata pelajaran.
599
Langkah-langkah tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran tematik integratif/terpadu, di mana pembelajarannya menggunakan Tema sebagai pemersatu. Sementara setiap mata pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya tidak sama. Oleh karena itu, penggunaan langkah-langkah tersebut harus disesuaikan dengan tema, subtema, dan kegiatan pembelajaran yang akan diajarkan agar bermakna, menarik, dan berkesan bagi siswa. SARAN Berdasarkan pembahasan dan simpulan tentang pembelajaran tematik integratif melalui pendekatan saintifik, maka dapat disarankan bahwa: (1) Guru harus kreatif dalam merencanakan dan mengelola pembelajaran, sehingga pembelajaran tematik integratif/terpadu dapat berjalan sesuai yang diharapkan; (2) Siswa agar selalu siap dan aktif dalam mengikuti pembelajaran tematik integratif, sehingga memperoleh hasil belajar yang bermakna; (3) Sekolah agar memfasilitasi dan menyediakan berbagai sarana, prasarana, dan sumber belajar untuk kelangsungan pembelajaran tematik integratif melalui pendekatan saintifik. DAFTAR RUJUKAN Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas IV. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Depdiknas. 2006. Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur Balitbang. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Kemendikbud RI. 2013. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik. (2005). Tematik: Pembelajaran Efektif dalam Kurikulum 2004. Malang: Bayumedia Publishing. Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/13/pembelajaran-tematik-di-kelas-awal-sekolahdasar/. Http://www.p3gmatyo.go.id.PembelajaranTematik/2013/10/08/2.48. Http://www.pendidikansaintifik.go.id.2013/10/09.
PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN PAI LESSON STUDY DI SDN MODEL TERPADU BOJONEGORO M. Nur Zakun Guru SDN Model Terpadu Bojonegoro Abstract: Salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru merupakan makna dari Lesson Study . Tujuan utama Lesson Study yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasilhasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. di SDN Model Terpadu Bojonegoro. Lesson study Pelajaran PAI telah dilakukan dengan tahapan plan, do, dan see. Plan dilaksanakan untuk merancang perangkat pembelajaran dengan Kisah Nabi Adam dengan metode bermain peran atau role playing . Do dilaksanakan untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran di kelas IV B dengan 1 guru model dan 5 observer yang terdiri dari guru dan kepala sekolah,. See dilakukan untuk merefleksi pembelajaran yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran. Hasil refleksi menunjukkan bahwa metode bermain peran dalam pembelajaran PAI dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa. Hasil tes menunjukkan bahwa siswa dapat mencapai ketuntasan dengan skor 80 – 100.
600
Lesson study memberi manfaat bagi guru dalam hal pembelajaran PAI juga dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif. Kata kunci: lesson study, metode bermain peran, pembelajaran PAI
Lesson Study muncul sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yakni melalui metode oral atau ceramah. Praktik pembelajaran konvesional semacam ini cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya tidak banyak memberikan kontribusi dalam rangka peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah, terutama di kalangan guru yang sebagian besar mereka kelompok laggard (penolak perubahan/inovasi). Dalam hal ini, Lesson Study tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam model pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih baik. Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi. Lesson Study bukan strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi salah satu upaya pembinaan dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Hasil wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: 1. Memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa. 2. Memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan. 3. Mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study). 4. Belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa 5. Mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran
601
6. Membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa 7. Mengembangkan ―The Eyes to See Students‖ (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas. Disamping itu Lesson Study juga memberikan beberapa manfaat lain yang bisa diambil, diantaranya: 1. Guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya 2. Guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya 3. Guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi guru. Pelaksanaan Lesson Study di SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro tidak terlalu banyak menemui kendala, karena Lesson Study telah sering dilaksanakan di SDN Model Terpadu dalam mengkoordinir teman sejawat pun mudah sekali karena telah terbiasa melakukan plan dan do, sehingga pelaksanaan Lesson Study tetap berjalan pada jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan ini dilaksanakan bertujuan meningkatkan kemampuan guru dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan lesson study terdiri dari tiga langkah, yang pertama yaitu plan yang di dalamnya berisi kegiatan perencanaan pembelajaran dengan penggalian akademis pada topik dan alat-alat pembelajaran yang digunakan yang dilakukan dengan melibatkan teman sejawat yang nantinya akan menjadi observer. Yang kedua do, yang berisi pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang disediakan, serta mengundang observer. Yang ketiga see, pelaksanakan refleksi melalui berbagai pendapat/tanggapan dan diskusi bersama observer pasca kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan lesson study pendidikan Agama Islam dalam makalah ini guru model menggunakan metode bermain peran atau biasa disebut role playing, Wikipedia (2012) menyebutkan bahwa role playing adalah sebuah permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Djumingin (2011: 174) menyatakan bahwa role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang Juga mendramatisasikan cara bertingkah laku orang-orang tertentu dalam posisi yang membedakan peranan masing-masing dalam suatu organisasi atau kelompok di masyarakat. Dalam metode ini anak diberi kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya dalam memerankan seorang tokoh atau benda-benda tertentu dengan mendapat ulasan dari guru agar mereka menghayati sifat-sifat dari tokoh atau benda tersebut. Dalam bermain peran, anak diberi kebebasan untuk menggunakan benda-benda sekitarnya dan mengkhayalkannya jika benda tersebut diperlukan dalam memerankan tokoh yang dibawakan. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN LESSON STUDY 1. Plan Kegiatan plan (perencanaan) dilaksanakan di ruang kelas IV B SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro pada tanggal 1 Oktober 2013 yang dihadiri oleh guru-guru kelas peserta lesson study dan Kepala SD Negeri Model Terpadu. Pada tahap ini dilakukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diharapkan mampu membelajarkan peserta didik secara efektif dan menyenangkan sehingga bisa membangkitkan motivasi dan rasa antuisme siswa terhadap pembelajaran. RPP disusun dengan Standar Kompetensi ―Menceritakan kisah Nabi‖, Kompetensi Dasar ―Menceritakan kisah Nabi Adam AS‖, Materi ―Kisah Qobil dan Habil‖. Sedangkan metode pembelajaran yang dipilih adalah Bermain Peran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun bersama oleh para peserta lesson study. Dalam kegiatan ini juga dibahas tentang kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran beserta alternatif-alternatif yang dapat dilakukan sehingga bisa terwujud Rencana Pelaksanaan pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2. Do
602
Tahapan do dilaksanakan oleh 1 guru model yang ditetapkan sebelumnya dan dilaksanakan di SDN Model Terpadu Bojonegoro, pada 10 Oktober 2013. Pembelajaran PAI dilaksanakan di kelas IV B pada semester ganjil 2013 - 2014. Open class dihadiri oleh guruguru kelas peserta lesson study dan kepala sekolah yang bertindak sebagai observer. Pada tahap pelaksanaan (do), kegiatan yang dilakukan adalah menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dibuat pada tahap plan. Pengamatan yang dilakukan oleh para observer diarahkan pada aktivitas belajar siswa dengan berpedoman pada tata tertib menjadi observer dan pedoman pengamatan yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Observer bukan untuk mengevaluasi penampilan guru yang sedang bertugas mengajar, tetapi mengamati siswa dalam proses pembelajaran. 1. Pendahuluan Kegiatan awal diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran melalui tampilan slide. Kemudian siswa guru memberikan pertanyaan tentang manusia pertama yang diciptakan oleh Allah, tentunya siswa dengan cepat menjawab Nabi Adam ketika pertanyaan dilanjutkan siapa Istri nabi Adam sebagian siswa terdiam dan sebagian yang lain menjawab Hawa, kemudian guru meningkatkan pertanyaan tentang siapa saja nama anaknya Nabi Adam maka dipertanyaan yang ketiga ini semua siswa tidak menjawab. 2. Kegiatan Inti Pada saat siswa merasa kebingungan dan rasa ingin tahunya sangat besar maka pada saat ini guru memutar audio kisah Qobil dan Habil. dengan menggunakan media perangkat multimedia di ruang kelas siswa nampak antausias mendengarkan cerita yang telah direkam sebelumnya, apalagi cerita yang disampaikan diiringi oleh musik seperti sandiwara radio, adapun cerita yang disampaikan skripnya sebagai berikut. Ketika Adam dan Hawa dihukum oleh Allah karena telah memakan buah khuldi mereka turunkan di bumi dalam keadaan terpisah, bertahun – tahun Nabi Adam berdoa kepada Allah supaya Allah mau mengampuninya dan mempertemukannya dengan Hawa, dan Allahpun mempertemukan adam dan hawa dan memberikan mereka keturunan, lahirlah kembaran pertama yang bernama Qobil dan Iqlima, Qobil adalah seorang laki – laki yang gagah dan sombong, sedangkan Iqlima adalah seorang wanita yang sangat cantik (siswa yang berperan Qobil dan Iqlima berjalan – jalan di depan kelas), kemudian adam dan hawa juga dikaruniai anak kembar yang kedua dia bernama Habil dan Labuda, Habil adalah seorang laki – laki yang penurut dan taat kepada orang tua sedangkan labuda adalah seorang wanita yang mempunyai buruk rupa atau tidak cantik (siswa yang berperan sebagai Habil dan Labuda berjalan – jalan didepan kelas), pada saat mereka sudah tumbuh dewasa Allah pun memerintahkan mereka menikah dengan pasangan yang bukan saudaranya, hal ini berarti Qobil harus menikah degan Labuda dan Habil menikah dengan Iqlima ( siswa yang berperan sebagai Qobil berhadapan dengan labuda dan Habil berhadapan dengan Iqlima ). Mendengar keputusan itu Qobil tidak terima karena dia harus menikah dengan Labuda padahal wajah labuda tidak secantik wajah Iqlima, Qobil ingin menikahi Iqlima karena Iqlima lebih cantik, dan Qobil pun bertengkar dengan memperebutkan Habil karena memperebutkan Iqlima (siswa yang berperan qobil dan habil bertengkar), dengan adanya kejadian itu Allah pun memberikan peraturan kepada mereka berdua, mereka berdua disuruh untuk berkurban dengan harta yang mereka punyai, dan mereka pun mengambil harta mereka untuk di Qurbankan, ( siswa yang berperan sebagai qobil dan habil kebelakang untuk mengambil qurbannya), adalah qobil dia telah berkurban dengan sekarung gandum yang paling jelek (siswa yang berperan sebagai qobil kembali maju ke depan kelas dengan membawa sekarung gandum / Tas), sedangkan habil membawa seekor kambing yang paling gemuk dan paling bagus dari seluruh kambing yang dia punyai, (siswa yang berperan sebagai Habil maju ke depan kelas sambil membawa siswa yang berperan sebagai kambingnya) Setelah mereka berdua menyerahkan qurban mereka masing – masing ternyata qurban yang diterima adalah kurbannya Habil, sehingga yang berhak menikah dengan Iqlima adalah Habil, melihat kenyataan itu Qobil pun merencanakan untuk membunuh Habil, Qobilpun mengajak Habil ke hutan dan Habil pun dibunuh oleh Qobil, setelah pembunuhan itu Qobil bingung hendak diapakan mayat adiknya itu, kemudian qobil melihat burung gagak yang membunuh gagak yang lain sedang menggali tanah dan menguburkan gagak yang sudah mati, melihat itu qobilpun menirunya dan menguburkan habil.
603
Adapun siswa yang memperankan tokoh – tokoh dalam cerita adalah sebagai berikut : No
Nama Siswa
Peran
1
Okky Ridwan
Qobil
2
Syifanza Najlasheva D.
Iqlima
3
Muhammad Iqbal
Habil
4
Naia Zahra Yashica Dewi
Labuda
5
Qmmy Reyvian Yusuf P.
Kambing
6
Yudhistira Prasetya N.
Burung Gagak
7
Hikmal Redo Herlambang
Burung Gagak
Sedangkan siswa yang tidak bermain peran menonton dengan punuh seksama.
Gambar. 1 Bermain peran 3. Kegiatan Akhir Setelah pementasan berakhir siswa kembali ketempat duduk masing – masing dan guru memberikan Worksheet untuk dikerjakan oleh masing – masing siswa. Dengan pertanyaan sebagai berikut : 1. Siapa anak kembar Adam yang pertama? 2. Siapa anak kembar Adam yang kedua? 3. Menurut peraturan Qobil harus menikah dengan siapa? 4. Menurut peraturan Habil harus menikah dengan siapa? 5. Mengapa Qobil tidak mau menikah dengan Labuda?
604
6. Apakah yang diqurbankan oleh Qobil dan Habil? 7. Qurban siapakah yang diterima? 8. Apa yang lakukan Qobil terhadap Habil di Hutan? 9. Siapa yang mengajari Qobil untuk mengubur Habil? 10. Dari cerita tersebut siapa yang mempunyai sifat jahat? Mengapa? Setelah siswa selesai mengerjakan worksheet yang diberikan, guru memberikan penagasan terhadap materi yang telah disampaikan 4. See Kegiatan see dilakukan setelah kegiatan pembelajaran (do) selesai. See dihadiri oleh semua observer, Kegiatan see dipandu oleh satu moderator. Kegiatan see diawali dengan memberikan kesempatan kepada guru model untuk mengungkapkan perasaannya pada saat melaksanakan pembelajaran. Guru model mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar, dan 90% siswa telah bisa mengikuti pembelajaran dengan baik dan siswa juga paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru, meski ada beberapa anak yang belum paham dan kurang memperhatikan dalam proses pembelajaran. Pada kegiatan ini, moderator memberi kesempatan terlebih dulu pada guru model untuk mengungkapkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Guru model memilih metode praktek dan demonstrasi agar siswa dapat mengamati dan bisa praktek langsung terhadap tugas yang diberikan oleh guru, guru model berharap para observer memberi komentar tentang pembelajaran yang telah dilakukan. Kesempatan refleksi berikutnya, moderator memberikan kesempatan kepada para observer untuk memberikan komentar atau hasil refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Hasil pengamatan para observer yang didasarkan pada pedoman tata tertib, rubrik pengamatan, dan dititik beratkan pada siswa, apakah ada siswa yang masih kesulitan belajar dan bagaimana solusinya.
Gb. 3 Suasana See HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Observasi Hasil observasi berikut didasarkan pada lembar pengamatan lesson study.
605
1. Interaksi siswa dan siswa Interaksi siswa dengan siswa sangat aktif, karena setiap siswa yang bertugas memerankan salah satu tokoh harus melihat dan mengikuti dengan teliti setiap adegan yang diperankan. Sehingga dia tahu kapan harus beradegan. Kecuali siswa yang tidak ikut berperan mereka hanya melihat temannya bermain peran. 2. Interaksi Siswa dengan Guru Interaksi siswa dengan guru sangat kecil. Hanya melihat jalannya cerita yang diperankan oleh siswa, mengingat alur yang ceritanya sudah memanfaatkan rekaman yang diputar pada perangkat audio. 3. Interaksi Siswa dengan Media Siswa yang mempunyai peran sangat aktif mendengarkan audio yang di putar karena mereka punya kewajiban memerankan tokoh yang diperankan. 4. Pelajaran yang bisa dipetik dari pengamatan a. Guru mengetahui bahwa Pembelajaran metode bermain peran dapat mengaktifkan siswa dalam proses KBM. b. Pembelajaran dengan metode bermain peran mempermudah proses KBM dan penguasaan materi. B. Hasil Post-Test Pada Tabel 1. ditunjukkan hasil post-test siswa setelah pembelajaran dengan metode bermain peran. Pada tabel tersebut nampak bahwa siswa menunjukkan ketuntasan belajar.
Tabel 1. Nilai Post-test No. Nilai 1. 80 – 100 2. 50 – 79 3. 25 – 49 Jumlah
Jumlah Siswa 15 0 0 15
Keterangan Baik Sedang Kurang
C. Manfaat Lesson Study Kegiatan ini membawa manfaat bagi penulis yang bertugas sebagai guru model untuk mengimplementasikan metode bermain peran pada materi kisah Nabi Adam di SD Negeri Model Terpadu Bojonegoro. Berikut ini adalah manfaat yang diperoleh. 1. Bagi Guru a. Terciptanya belajar antar guru yang lebih baik. Proses belajar antar guru kelas terjadi tidak hanya pada saat penyusunan plan, tetapi juga pada saat do dan refleksi. Pada saat penyusunan RPP, ada banyak masukan agar RPP yang dibuat menjadi RPP yang baik. Dari kegiatan itu, terjadi saling belajar antar guru. Masing-masing guru memberikan kontribusi berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya demi penyempurnaan RPP. Pada saat guru model melaksanakan pembelajaran, semua guru mengamati proses pembelajaran, sehingga observer juga secara tidak langsung ikut ―belajar‖ terhadap kegiatan pembelajaran tersebut.Pada saat refleksi, banyak sekali pujian, masukan, dan kritikan terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan. Semua itu akan menjadi ―pembelajaran‖ yang berharga bagi guru. b. Pola pengajaran guru dari pengajaran yang monoton menjadi pengajaran yang lebih menarik. Pembelajaran pada lesson study juga dapat memotivasi guru untuk mengubah pengajaran guru yang monoton menjadi pengajaran yang menarik. Dalam penyusunan rancangan pembelajaran, guru berdiskusi sehingga menghasilkan rancangan pembelajaran yang mampu membelajarkan siswa secara aktif. Rancangan pembelajaran itu dilaksanakan sehingga semua guru tahu kelebihan dan kekurangannya sehingga pada saat refleksi diungkapkan kelebihan dan kekurangan itu dan dibahas solusi-solusi pemecahannya. Dengan begitu, pengalaman lesson studyini akan menjadi pengalaman berharga dan akan ditindaklanjuti dengan pengaplikasiannya di sekolah masing-masing. c. Guru menjadi sadar akan pentingnya bekerja secara kolaboratif (bekerja bersama-sama), untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan.
606
2. Bagi Siswa a. Motivasi belajar siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dan kualitas aktivitas belajar siswa didalam kelas sangat meningkat. dalam pembelajaran ini, student centered benar-benar dapat diaplikasikan dengan baik. b. Antar siswa terjadi pembelajaran. kegiatan saling belajar antarsiswa terjadi dengan baik. Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran ini digunakan pembelajaran yang berbasis pada siswa. c. Dapat menghadirkan suasana kelas seperti suasana pada saat yang sebenarnya terjadi. SIMPULAN Lesson study sangat bermanfaat bagi guru sebagai wahana pembelajaran bagi guru. Dengan pelaksanaan lesson study, guru ―belajar‖ meningkatkan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kompetensi siswa. Kegiatan lesson study juga dapat memotivasi guru untuk selalu meningkatkan proses pembelajaran di kelas sehingga dapat mengubah proses pembelajaran yang monoton menjadi proses pembelajaran yang menarik dan memotivasi belajar siswa secara maksimal. Pelaksanaan lesson study dengan menggunakan pembelajaran metode bermain peran, ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dan dapat memotivasi siswa belajar aktif. Selain itu, dapat meningkatkan kompetensi guru, khususnya pada materi kisah nabi adam, yang ditunjukkan oleh hasil pengamatan individu pada akhir pembelajaran (post-test). Mengingat banyaknya manfaat yang diperoleh dalam kegiatan ini, seyogyanyalah kita harus benar-benar memanfaatkan kegiatan lesson study ini secara maksimal sehingga dapat meningkatkan kompetensi guru. Dengan meningkatnya kompetensi guru, akan berakibat pada meningkatnya pengelolaan proses pembelajaran. Dengan meningkatnya pengelolaan proses pembelajaran yang lebih baik, akan meningkatkan pula pemahaman siswa terhadap materi, dengan begitu kompetensi siswa akan lebih baik. DAFTAR RUJUKAN Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: sowionline.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm Djumingin, Sulastriningsih. 2011. Strategi dan Aplikasi Model Pembelajaran Inovatif Bahasa dan Sastra. Makassar: Badan Penerbit UNM. Wikipedia. 2013. PermainanPeran, (Online), http://id.wikipedia.org/wiki/Permain an peran, diakses 25 Oktber 2013.
METODE CLWK DALAM PEMBINAAN PENILAIAN KINERJA GURU Rusnawati Sudirman Kepala Sekolah SDN 031 Tanah Grogot Pengawas Sekolah SDN 031 Tanah Grogot Abstrak: Metode CLWK ( Contoh, Latihan, Wawancara, dan kerja Mandiri ) dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan kepala sekolah dalam menilai kinerja guru. C LWK adalah metode yang cukup sederhana untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menguasai domain kompetensi guru dalam PK Guru sesuai bidang tugasnya. Metode CLWK dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, namun kelemahannya dapat memerlukan waktu yang cukup panjang mengingat jumlah guru yang cukup banyak. Metode CLWK yaitu metode yang menekankan kepada langkah awal pemberian contoh, kegiatan latihan, wawancara dan kerja mandiri. Dengan menggunakan metode CLWK dapat meningkatkan ketrampilan guru menguasai domain kompetensi dan PK Guru sampai 80 %.
607
Kata kunci: Metode, Metode CLWK, PK Guru
PENDAHULUAN Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain : (1) adanya keberagaman kemampuan guru dalam menguasai teori belajar dan prinsip – prinsip pembelajaran yang mendidik (2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru dalam memahami dan mengembangkan potensi peserta didik, (3) adanya keberagaman kemampuan guru dalam melakukan penilaian dan evaluasi pembelajaran, dan (4) keberagaman kemampuan guru dalam menguasai materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampunya, jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan yang berkaitan dengan rendahnya : (1) Kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran yang diajarkan guru dan hasil tidak maksimal, (2) kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa, (3) rendahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep mata pelajaran dan memecahkan permasalahan yang terdapat dalam materi yang disampaikan guru. Sehubungan dengan itu, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negaran dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas guru secara nasional. Berdasarkan uraian diatas, Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan menetapkan standar domain kompetensi guru dalam PK guru, yang berhubungan dengan (1) Komponen Kompetensi Pedagogik ; (2) Komponen Kompetensi Kepribadian ; (3) Komponen Kompetensi Sosial, dan ( 4) Komponen Kompetensi Profesional. Pengembangan standar kompetensi guru tersebut diarahkan pada peningkatan kualitas guru dan pola pembinaan guru yang terstruktur dan sistematis dalam menguasai materi penilaian kinerja guru. Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru yang profesional diharapkan mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian besar ditentukan oleh guru. Oleh sebab itu, profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan fungsional guru. Selain itu, agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan Penilaian Kinerja Guru (PK GURU) yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan. Pelaksanaan PK GURU dimaksudkan bukan untuk menyulitkan guru, tetapi sebaliknya PK GURU dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi yang bermutu. Menemukan secara tepat tentang kegiatan guru di dalam kelas, dan membantu mereka untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, akan memberikan kontribusi secara langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan, sekaligus membantu pengembangan karir guru sebagai tenaga profesional. Oleh karena itu, untuk meyakinkan bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi kerjanya, maka PK GURU harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Guru yang dimaksud tidak terbatas pada guru yang bekerja di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi juga mencakup guru yang bekerja di satuan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama. Hasil PK GURU dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai input dalam penyusunan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Hasil PK GURU juga merupakan dasar penetapan perolehan angka kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Untuk memudahkan guru dalam memahami materi penilaian kinerja guru, maka kepala sekolah mengambil langkah pembinaan dengan menggunakan metode yang cukup sederhana
608
yaitu dengan langkah pemberian contoh, latihan, wawancara individu, kemudian melaksanakan tugas kerja secara mandiri. PEMBAHASAN UTAMA 1. Metode Contoh, Latihan, Wawncara, dan Kerja Mandiri Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Metode CLWK adalah metode pembinaan guru yang efektif karena diawali dengan pemberian contoh oleh seorang pembina dalam hal ini kepala sekolah atau pengawas sekolah yang dilanjutkan dengan pemberian tugas latihan terhadap materi yang diberikan yang berkaitan dengan materi penilaian kinerja guru, kemudian untuk mengetahui pemahaman dan kendala yang dihadapi guru dalam memahami domain kompetensi Guru dalam PK guru, kepala sekolah melakukan wawancara dengan guru yang bersangkutan. Apa bila guru sudah dianggap memahami materi PK guru yang sudah disiapkan maka kepala atau pengawas memberikan tugas lanjutan berupa kegiatan kerja mandiri. 2. Penilaian Kinerja Guru Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, PK GURU adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan tersebut. Sistem Penilaian Kinerja Guru ( PK Guru) adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya. Hasil PK GURU diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK GURU merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru, PK GURU merupakan pedoman untuk mengetahui unsurunsur kinerja yang dinilai dan merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya. PK GURU dilakukan terhadap kompetensi guru sesuai dengan tugas pembelajaran, pembimbingan, atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Khusus untuk kegiatan pembelajaran atau pembimbingan, kompetensi yang dijadikan dasar untuk penilaian kinerja guru adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007. Keempat kompetensi ini telah dijabarkan menjadi kompetensi guru yang harus dapat ditunjukkan dan diamati dalam berbagai kegiatan, tindakan dan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan. Sementara itu, untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, penilaian kinerjanya dilakukan berdasarkan kompetensi tertentu sesuai dengan tugas tambahan yang dibebankan tersebut (misalnya; sebagai kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah, pengelola perpustakaan, dan sebagainya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009. 3. Maksud dan tujuan penggunaan metode pembinaan CLWK Guru dapat menguasai domain Kompetensi Guru dalam PK Guru baik secara individu maupun kelompok sehingga menghasilkan nilai PK Guru dengan hasil minimal BAIK. Tujuan lain juga untuk melatih atau menunjang ketercapaian terhadap materi yang diberikan untuk mendapatkan gambaran profil masing – masing guru untuk selanjutnya mempersiapkan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan ( PKB ).
609
4. Lingkup kegiatan Lingkup kegiatannya adalah memberikan pembinaan dan bimbingan kepada guru dalam menguasai lingkup materi domain Kompetensi Guru dalam Penilaian Kinerja Guru : No Domain Kompetensi Kegiatan 1 Pedagogi 1. Mengenal karakteristik peserta didik Pembinaan secara 2. Menguasai teori belajar dan prinsip – prinsip individu pembelajaran yang mendidik 3. Pengembangan Kurikulum 4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik 5. Memahami dan mengembangkan potensi 6. Komunikasi dengan peserta didik 7. Penilaian dan Evaluasi 2
Kepribadian
3
Sosial
4
Keprofesional
8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia 9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan 10. Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru. 11. Bersikap inklusif, bertindak objektif,serta tidak diskriminatif. 12. Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat (Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya). 13. Penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampunya 14. Mengembangkan keprofesian melalui tidakan refletif ( tindakan yang diawali dengan refleksi diri)
Pembinaan secara kelompok
Pembinaan secara kelompok
Pembinaan secara kelompok
5. Langkah – langkah Pembinaan Guru 1. Menentukan kelompok guru berdasarkan bidang tugasnya 2. Membuat jadwal kegiatan pembinan guru 3. Membagikan materi domain kompetensi guru dan instrumen PK Guru 4. Melaksanakan pembinaan guru secara bergantian A. Tabel 1 : Kelompok Guru No Nama Guru 1 Hj.Salbiah,S.Pd.SD 2 Sahmawati,S.Pd.SD 3 Hj.Marhan,S.Pd.SD 4 ST.Radiah Rahmi,S.Pd.SD 5 Mahmudah Noor,S.Pd.SD 6 Nor Aniyah,A.Ma.Pd 7 Masrur,S.PdI 8 Amrani,S.Pd.SD 9 Kasmini,S.Pd.SD 10 Yuli Sri Purwati,S.Pd.SD 11 Sri Kamsiah,S.Pd.SD 12 Marpuah,S.Pd.SD 13 Khairil,S.Pd.SD 14 Wahyu Asih,S.Pd.SD 15 Ruslina Saragih,S.Pd.SD
Jenis Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas
610
Bidang Tugas Kelas 1 A Kelas 1 B Kelas 1 C Kelas 2 A Kelas 2 B Kelas 2 C Kelas 2 D Kelas 3 A Kelas 3 B Kelas 3 C Kelas 4 A Kelas 4 B Kelas 4 C Kelas 5 A Kelas 5 B
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Edy Sumangat,S.Pd.SD Hj.Kasmawiati,S.Pd.SD Purwanto,S.Pd.SD Harnawi,S.Pd.SD ST.Kasmawati,S.PdI M.Syaikasni,S.Pd Farah Lina,S.PdI Zubaidah,A.Ma Nur Halis,A.Ma M.Ali Munir,A.Ma
Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru PAI Guru Penjas Guru PAI Guru PAI Guru Penjas Guru Penjas
Kelas 5 C Kelas 6 A Kelas 6 B Kelas 6 C Kelas 5-6 Kelas 5-6 Kelas 3-4 Kelas 1-2 Kelas 3-4 Kelas 1-2
B. Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Pembinaan Guru Secara Individu No Nama Guru Pelaksanaan Lingkup Materi 1 Hj.Salbiah,S.Pd.SD Selasa, 13 -8 -2013 Domain Kompensi Pedagogi 2 Sahmawati,S.Pd.SD Senin, 12 - 8 -2013 Domain Kompensi Pedagogi 3 Hj.Marhan,S.Pd.SD Senin, 19 - 8 -2013 Domain Kompensi Pedagogi 4 ST.Radiah Rahmi,S.Pd.SD Rabu, 21 - 8 -2013 Domain Kompensi Pedagogi 5 Mahmudah Noor,S.Pd.SD Selasa, 20 –8- 2013 Domain Kompensi Pedagogi 6 Nor Aniyah,A.Ma.Pd Kamis, 15– 8-2013 Domain Kompensi Pedagogi 7 Masrur,S.PdI Kamis, 22 –8-2013 Domain Kompensi Pedagogi 8 Amrani,S.Pd.SD Rabu, 28 – 8-2013 Domain Kompensi Pedagogi 9 Kasmini,S.Pd.SD Senin, 26 –8 -2013 Domain Kompensi Pedagogi 10 Yuli Sri Purwati,S.Pd.SD Kamis, 29 – 8-2013 Domain Kompensi Pedagogi 11 Sri Kamsiah,S.Pd.SD Senin, 2-9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 12 Marpuah,S.Pd.SD Selasa, 3-9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 13 Khairil,S.Pd.SD Rabu, 4 -9- 2013 Domain Kompensi Pedagogi 14 Wahyu Asih,S.Pd.SD Kamis, 5 –9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 15 Ruslina Saragih,S.Pd.SD Senin, 9 -9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 16 Edy Sumangat,S.Pd.SD Selasa, 10-9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 17 Hj.Kasmawiati,S.Pd.SD Rabu, 11-9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 18 Purwanto,S.Pd.SD Kamis, 12 -9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 19 Harnawi,S.Pd.SD Jumat, 13 -2013 Domain Kompensi Pedagogi 20 ST.Kasmawati,S.PdI Senin,16 -9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 21 M.Syaikasni,S.Pd Selasa,17-9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 22 Farah Lina,S.PdI Rabu,18 – 9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 23 Zubaidah,A.Ma Kamis, 20 -9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 24 Nur Halis,A.Ma Senin, 23 – 9-2013 Domain Kompensi Pedagogi 25 M.Ali Munir,A.Ma Selasa, 24-9-2013 Domain Kompensi Pedagogi C. Tabel 3 : Jadwal Kegiatan Pembinaan Guru Secara Kelompok KELOMPOK 1 No Nama Guru Pelaksanaan Lingkup Materi 1 Hj.Salbiah,S.Pd.SD Sabtu, 17– 8 – 2013 Domain Kompetensi Kepribadian dan Sosial 2 Sahmawati,S.Pd.SD 3 Hj.Marhan,S.Pd.SD 4 ST.Radiah Rahmi,S.Pd.SD 5 Mahmudah Noor,S.Pd.SD 6 Nor Aniyah,A.Ma.Pd 7 Masrur,S.PdI 8 Amrani,S.Pd.SD 9 Kasmini,S.Pd.SD 10 Yuli Sri Purwati,S.Pd.SD KELOMPOK 2
611
11 12 13 14 15 16 17 18
Sri Kamsiah,S.Pd.SD Marpuah,S.Pd.SD Khairil,S.Pd.SD Wahyu Asih,S.Pd.SD Ruslina Saragih,S.Pd.SD Edy Sumangat,S.Pd.SD Hj.Kasmawiati,S.Pd.SD Purwanto,S.Pd.SD
19 20 21 22 23 24 25
Harnawi,S.Pd.SD ST.Kasmawati,S.PdI M.Syaikasni,S.Pd Farah Lina,S.PdI Zubaidah,A.Ma Nur Halis,A.Ma M.Ali Munir,A.Ma
Sabtu, 24 -8- 2013
KELOMPOK 3 Sabtu, 31 – 8- 2013
Domain Kompetensi Kepribadian dan Sosial
Domain Kepribadian dan Sosial
D. Tabel 4 : Jadwal Kegiatan Pembinaan Guru Secara Kelompok KELOMPOK 1 No Nama Guru Pelaksanaan Lingkup Materi 1 Hj.Salbiah,S.Pd.SD Sabtu, 14 – 9 – 2013 Domain Kompetensi Keprofesional 2 Sahmawati,S.Pd.SD 3 Hj.Marhan,S.Pd.SD 4 ST.Radiah Rahmi,S.Pd.SD 5 Mahmudah Noor,S.Pd.SD 6 Nor Aniyah,A.Ma.Pd 7 Masrur,S.PdI 8 Amrani,S.Pd.SD 9 Kasmini,S.Pd.SD 10 Yuli Sri Purwati,S.Pd.SD
11 12 13 14 15 16 17 18
Sri Kamsiah,S.Pd.SD Marpuah,S.Pd.SD Khairil,S.Pd.SD Wahyu Asih,S.Pd.SD Ruslina Saragih,S.Pd.SD Edy Sumangat,S.Pd.SD Hj.Kasmawiati,S.Pd.SD Purwanto,S.Pd.SD
19 20 21 22 23 24 25
Harnawi,S.Pd.SD ST.Kasmawati,S.PdI M.Syaikasni,S.Pd Farah Lina,S.PdI Zubaidah,A.Ma Nur Halis,A.Ma M.Ali Munir,A.Ma
KELOMPOK 2 Sabtu, 21 -9- 2013
KELOMPOK 3 Sabtu, 28 – 9- 2013
Domain Kompetensi Keprofesional
Domain Kompetensi Keprofesional
E. Instrumen dalam Pembinaan Guru 1. Salah satu instrumen : Contoh Pemberian Nilai Kompetensi tertentu pada proses PK GURU Kelas/Mata Pelajaran Penilaian Komptensi 1: Mengenal karakteristik peserta didik Indikator Skor
612
Penilaian Komptensi 1: Mengenal karakteristik peserta didik 1. Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik di kelasnya. 2. Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. 3. Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda. 4. Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku peserta didik untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya. 5. Guru membantu mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan peserta didik. 6. Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu agar dapat mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tersebut tidak termarginalkan (tersisihkan, diolokolok, minder, dsb.). Total skor yang diperoleh Skor Maksimum Kompetensi =banyaknya indikator dikalikan dengan skor tertinggi Persentase skor kompetensi = total skor yang diperoleh dibagi dengan Skor Maksimum Kompetensi dikalikan 100% Konversi Nilai Kompetensi (0 % < X ≤ 25 % = 1; 25 % <X ≤ 50 % = 2; 50 % < X ≤ 75 % = 3; dan 75 % < X ≤ 100 % = 4)
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
1+2+2+0+0+2=7 6 x 2 = 12 7/12 x 100% = 58.33% 58.33% berada pada rentang 50 % < X ≤ 75 %, jadi kompetensi 1 ini nilainya 3
Perolehan skor untuk setiap kompetensi tersebut selanjutnya dijumlahkan dan dihitung persentasenya dengan cara: membagi total skor yang diperoleh dengan total skor maksimum kompetensi dan mengalikannya dengan 100%. Perolehan persentase skor pada setiap kompetensi ini kemudian dikonversikan ke skala nilai 1, 2, 3, atau 4. 2. Daftar Wawancara Kompetensi 1 : Mengenal karakteristik peserta didik Jenis dan cara menilai : Kompetensi Pedagogik (Pengamatan dan Pemantauan) Pernyataan : Guru mencatat dan menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik untuk membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik intelektual, sosial emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya. Indikator
1. Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik di kelasnya. 2. Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3. Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda.
4. Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku peserta didik untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya.
5. Guru membantu mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan peserta didik. 6. Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu agar dapat mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta termarginalkan (tersisihkan, diolok-olok, minder, dsb). Proses Penilaian
613
didik
tersebut
tidak
Proses Penilaian Sebelum Pengamatan: ( Wawancara ) 1. Mintalah daftar nama peserta didik. 1.1 Pilihlah 4 (empat) nama peserta didik secara random. Tanyakan bagaimana kemampuan belajar keempat peserta didik tersebut. Mintalah bukti hasil ulangan terakhir keempat peserta didik tersebut. 1.2 Pilihlah 4 (empat) nama peserta didik lain. Tanyakan bagaimana karakteristik keempat peserta didik tersebut (aktif, pendiam, pemalu, ceria, dsb.). 2. Mintalah guru untuk memilih satu nama peserta didik dengan karakteristik teretntu (misalnya aspek intelektual). Tanyakan bagaimana cara membantu mengembangkan potensinya tersebut. 3. Mintalah guru memilih satu nama peserta didik dengan kekurangan tertentu (misalnya aspek sosial). Tanyakan bagaimana cara membantu peserta didik tersebut untuk mengatasi kelemahannya. 4. Tanyakan kepada guru, apakah di kelas ada peserta didik yang mempunyai kelainan fisik tertentu. Bila ada, bagaimana cara memastikan bahwa peserta didik tersebut dapat belajar dengan baik. 5. Tanyakan kepada guru, apakah baru-baru ini ada kejadian luar biasa dalam keluarga peserta didik (kelahiran, kematian, sedang ada yang sakit, dsb.). Tanyakan apakah hal tersebut berdampak terhadap pembelajaran peserta didik yang bersangkutan, dan bagaimana mengatasinya. 6. Tanyakan kepada guru apakah ada peserta didik di kelas yang selalu menggangu peserta didik lain. Bila ada, bagaimana upaya untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik lain. 7. Mintalah guru untuk menjelaskan karakteristik umum kelas yang diajarnya (kelas yang rata-rata memiliki peserta didik yang cerdas, kreatif, rata-rata baik dalam mata pelajaran tertentu, dsb.). Selama Pengamatan: 1. Amati apakah guru mengatur posisi tempat duduk peserta didik sesuai dengan kegiatan/aktivitas pembelajaran yang dilakukan. 2. Amati apakah guru hanya diam di depan kelas atau berkeliling mensupervisi semua peserta didik. 3. Amati apakah selama proses pembelajaran guru melakukan pengecekan secara rutin dengan bertanya kepada peserta didik tentang keterbacaan media belajar yang digunakan (termasuk penjelasan pada papan tulis). 4. Amati apakah selama proses pembelajaran guru melakukan pengecekan secara rutin bahwa semua peserta didik secara aktif melaksanakan tugas-tugas yang diberikan. 5. Amati apakah ada peserta didik yang melakukan kegiatan lain di luar kegiatan yang seharusnya dilakukan dan bagaimana guru bersikap terhadap peserta didik yang demikian. Setelah pengamatan: ( Wawancara ) 1. Tanyakan kepada guru apakah ada alasan tertentu dari penempatan peserta didik (posisi tempat duduk) di dalam kelas (karena pendengaran atau penglihatan yang kurang jelas, karena perlu konsentrasi, dsb.). 2. Mintalah guru menjelaskan persepsinya tentang hasil pembelajaran peserta didik (apakah sukses, apakah ada anak yang tidak berpartisipasi, dsb.). Pemantauan: ( Wawancara ) Periksa pada awal dan pertengahan semester apakah guru membuat catatan tentang kemajuan dan perkembangan peserta didik. 3. Kegiatan Mandiri
614
Kegiatan mandiri adalah langkah terakhir untuk mengetahui sejauh mana guru menguasai materi yang berkaitan dengan domain komptensi guru dalam kegiatan Penilaian Kinerjanya dengan mengguna instrumen Rekapan Hasil Penilaian Kinerja Guru, sebagai berikut : REKAP HASIL PENILAIAN KINERJA GURU KELAS/MATA PELAJARAN HASIL PEMBINAAN GURU NO 1
2
JUMLAH GURU
TINGKAT PENGUASAAN DOMAIN KOMPETENSI 18 Orang 1. Pedagogi 2. Kepribadian 3. Sosial 4. Keprofesional Rata – Rata Presentase 5 Orang
2 Orang
39/45 x 100 = 86 15/18 x 100 = 83 5/6 x 100 = 83 8 / 9 x 100 = 89 341 / 400 x 100 = 85
1. 2. 3. 4.
Pedagogi Kepribadian Sosial Keprofesional
38 / 45 x 100 = 84 15/18 x 100 = 83 5/6 x 100 = 83 8 / 9 x 100 = 89 339 / 400 x 100 = 85
1. 2. 3. 4.
Pedagogi Kepribadian Sosial Keprofesional
40 / 45 x 100 = 88 17/18 x 100 = 89 5/6 x 100 = 83 8 / 9 x 100 = 89 349 / 400 x 100 = 87 257 / 300 X 100 =85,66 = 86
Rata – Rata Presentase 3
PRESENTASE ( %)
Rata – Rata Presentase RATA – RATA AKHIR PENCAPAIAN
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan PK GURU dilakukan untuk melihat kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu melaksanakan pembelajaran, pembimbingan dan/atau pelaksanaan tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Hasil PK GURU selanjutnya digunakan untuk membantu guru dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya pada kompetensi tertentu sesuai keperluan. Dengan demikian diharapkan guru akan mampu berkontribusi secara optimal dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran peserta didik dan sekaligus membantu guru dalam pengembangan karirnya sebagai seorang yang profesional. Dengan demikian, PK GURU merupakan bagian dari proses untuk meyakinkan semua pihak bahwa setiap guru adalah seorang yang profesional, dan peserta didik dapat memperoleh kesempatan terbaik untuk dapat berkembang sesuai kapasitas masing-masing. Dalam melaksanakan Penilaian Kinerja Guru, terlebih dahulu kepala sekolah bekerja sama dengan pengawas sekolah melaksanakan pembinaan dan bimbingan kepada semua guru untuk menguasai materi domain kompetensi guru dalam penilain kinerja guru dengan waktu kurang lebih dua bulan., ( Agustus s/d September 2013 ). Metode pembinaan yang digunakan oleh kepala sekolah dan pengawas adalah Pemberian Contoh, Latihan, Wawancara, dan Kerja Mandiri. Metode CLWK cukup efektif dan sangat sederhana serta mudah digunakan dalam rangka memberikan pembinaan dan bimbingan terhadap guna khususnya untuk menggali kemampuan guru memahami domain kompetensi guru dalam penilain kinerjanya. Hasil yang diperoleh dalam kegiatan pembinaan dan bimbingan guru untuk menguasai domain kompetensi guru dalam penilaian kinerja guru mencapai rata – rata 86 %. b. Saran Diharapkan Metode CLWK ini dapat membantu guru dalam pelaksanaan PK GURU dan dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan PK GURU. Setiap
615
guru diharapkan agar selalu meningkatkan kompetensinya dalam melaksana tugas pokoknya sebagai agen pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapt meningkat pula. Dengan demikian, kegiatan pembinaan guru ini dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk meyakinkan semua pihak bahwa setiap guru adalah seorang yang profesional, dan peserta didik dapat memperoleh kesempatan terbaik untuk dapat berkembang sesuai kompetensinya masing-masing. DAFTAR PUSTAKA Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Praturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru
Meningkatkan Pembelajaran Sastra Mahasiswa pada Mata Kuliah Kritik Sastra melalui Implementasi Lesson Study Inung Setyami Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP UBT Email:
[email protected] Abstrak: Pembelajaran Sastra Indonesia selain mampu mempertajam perasaan dan daya imajinasi juga mampu mengasah kepekaan terhadap realitas sosial yang ada. Mencintai sastra dan mempelajarinya merupakan salah satu cara menemukan jalan menuju katarsis atau penyujian jiwa. Sastra turut memberikan kontribusi positif dalam pendidikan moral, olah karakter, pengembangan daya kritis, dan keterampilan berbahasa bagi pembelajarnya. Dengan demikian, pembelajaran sastra perlu ditingkatkan bagi mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi pembelajaran sastra mahasiswa pada mata kuliah kritik sastra melalui Implementasi Lesson Study. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester 6 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas Borneo Tarakan yang mengambil mata kuliah kritik sastra, yaitu sebanyak 36 mahasiswa. Lesson Study dilaksanakan sebanyak 4 siklus. Tiap siklus dalam Lesson Study melalui 3 tahapan, yaitu perencanaan pembelajaran (plan), pelaksanaan pembelajaran (do), dan evaluasi pembelajaran (see). Pada pelaksanaan Lesson Study ini, selain melibatkan dosen model sebagai praktisi, juga melibatkan 4 dosen lain sebagai observer atau pengamat yang memiliki peranan signifikan dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Ke-empat dosen pengamat atau observer diambil pada jurusan pendidikan bahasa, sastra Indonesia, dan daerah. Pengumpulan data dalam penelitian ini berdasarkan portofolio lesson study. Instrumen penelitian yang digunakan, yaitu tes hasil belajar mahasiswa dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran sastra mahasiswa semester 6 yang mengikuti mata kuliah kritik sastra melalui penerapan lesson study telah mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dari semakin antusiasnya mahasiswa mengikuti kuliah kritik sastra (dapat dilihat melalui presentase kehadiran mahasiswa) dan meningkatnya hasil kerja mahasiswa dalam memahami dan mengkritik karya sastra. Kata Kunci: Lesson Study, Pembelajaran Sastra, Kritik Sastra
PENDAHULUAN
616
Seorang ahli sastra, Teeuw (1980: 11) menyatakan bahwa sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Pernyataan ini berarti bahwa sastra sebagai fiksi merupakan refleksi kehidupan yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan manusia dan kemanusiaan. Pembelajaran Sastra Indonesia bagi mahasiswa terutama calon guru Bahasa Indonesia merupakan hal yang penting untuk diwujudkan dan ditingkatkan. Mengapa? Hal ini karena sastra bukanlah sesuatu yang ‗omong kosong‘ dan bersifat hiburan belaka. Uraian di atas sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Sayuti (2000: 4) bahwa karya sastra tercipta selain untuk aktualisasi diri, karya sastra juga sebagai pemenuhan kebutuhan estetik. Namun jika pembaca tidak mengerti dengan baik karya sastra tersebut, tentu manfaat dan kenikmatan karya sastra menjadi berkurang dan pembaca tidak mendapatkan apa-apa dari karya yang dibacanya. Bahkan karya sastra sering dikambinghitamkan karena sulit dimengerti. Oleh karena itu, pembelajaran sastra penting diterapkan bagi siswa dan mahasiswa terutama jurusan Bahasa Indonesia. Pembelajaran sastra akan berhasil apabila mahasiswa memiliki motivasi dalam belajar. Sanjaya (2009: 251) mengungkapkan bahwa motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab motivasi muncul karena kebutuhan. Oleh karena itu, pembelajaran sastra aka mudah diaplikasikan apabila mahasiswa menjadikan sastra sebagai kebutuhan estetik dan intelektualnya. Pembelajaran Sastra Indonesia selain mampu mempertajam perasaan dan daya imajinasi juga mampu mengasah kepekaan terhadap realitas sosial yang ada. Mencintai sastra dan mempelajarinya merupakan salah satu cara menemukan jalan menuju katarsis atau penyujian jiwa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Budi Darma (1995: 106) bahwa salah satu tugas sastra adalah membuka kebobrokan untuk dapat menuju ke arah pembinaan jiwa yang halus, manusiawi, dan berbudaya. Dengan demikian, sastra turut memberikan kontribusi positif dalam pendidikan moral, olah karakter, pengembangan daya kritis, dan keterampilan berbahasa bagi pembelajarnya. Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan anak didik dalam mengapresiasi karya sastra. Menurut Sayuti (2000: 5) apresiasi tidak dapat dilepaskan dari pembacaan, termasuk pemahaman dan melakukan kritik (mengkritisi) karya sastra tersebut. Untuk mencapai tujuan pembelajaran sastra (puisi, prosa, drama), mahasiswa harus banyak membaca karya sastra. Para siswa juga harus memiliki pengetahuan dalam menghargai hasil karya sastra. Mahasiswa calon guru sebagai generasi bangsa dan agen perubahan perlu memiliki sikap kritis terhadap realitas, berkharakter, bermoral, dan memiliki kemampuan berbahasa yang baik sehingga mampu membentuk karakter-karakter muda anak didiknya kelak. Oleh karena itu, pembelajaran sastra bagi mahasiswa perlu ditingkatkan. Pembelajaran sastra di Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas Borneo Tarakan salah satunya melalui mata kuliah kritik sastra. Setelah menempuh mata kuliah tersebut, mahasiswa dapat memahami kritik sastra dan perkembangannya. Selain itu mahasiswa mampu memahami aktivitas kritik sastra yang meliputi analisis,interpretasi, dan penilaian terhadap karya sastra. Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini bertujuan memaparkan bagaimana langkah meningkatkan pembelajaran sastra bagi mahasiswa pada perkuliahan kritik sastra melalui implementasi lesson study. METODE PENELITIAN Penelitin ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi dan kondisi kelas. Penelitian ini tidak hanya melibatkan dosen pengajar dan mahasiswa namun juga observer (pengamat) pada proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Pada implementasi Lesson Study ini, dilaksanakan secara bertahap, yaitu 4 kali pertemuan atau 4 siklus. Setiap siklus terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap perencanaan (plan), tahap pelaksanaan (do) dan tahap refleksi (see). Pada tahap perencanaan (plan), dosen model dan para pengamat (observer) mendesain pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan (do), dosen model mengajar di kelas sekaligus sebagai pengamat mahasiswa didiknya sementara yang lain (observer) bertindak sebagai pengamat proses belajar mengajar di kelas tersebut. Selanjutnya, pada tahap refleksi (see), dosen model dan observer secara bersama-sama merefleksi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Antara dosen model dan observer mendiskusikan hasil pengamatan selama proses belajar mengajar berlangsung.
617
Subjek penelitian ini, yaitu mahasiswa yang mengambil mata kuliah kritik sastra lokal A tahun akademik 2012/2013. Data dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil kerja mahasiswa dan penilaiannya sedangkan data kualitatif berupa lembar observasi pada portofolio lesson study (hasil diskusi plan, do, dan see). Peneliti selaku dosen model dan rekan peneliti sebagai pengamat juga menyiapkan media pembelajaran dan lembar observasi yang nantinya akan diisi untuk dijadikan sumber data penelitian. PEMBAHASAN Aktivitas Kritik Sastra Pradopo (2002: 38) mengungkapkan bahwa kritik sastra berfungsi untuk memberikan uraian dan penerangan tentang karya sastra yang konkret, baik mengenai makna karya sastra, strukturnya, maupun nilainya. Dengan demikian, teks pada karya sastra perlu dilakukan penafsiran (interpretasi), penguraian/analisis, dan penilaian (evaluasi). Tiga hal tersebut merupakan aspek kritik sastra yang utama. A) Penafsiran Penafsiran atau interpretasi karya sastra berarti penjelasan makna karya sastra. Menafsirkan karya sastra berarti makna karya sastra (Pradopo, 2002: 39). Mengapa karya sastra perlu ditafsirkan? Hal ini karena karya sastra bermakna polyinterpretable (multitafsir), dan konotatif. Dalam menerangkan karya sastra perlu adanya tafsiran yang sesuai dengan sifat karya sastra sebagai objeknya. Setiap pembaca dalam memberikan tafsiran ada faktor subjektivitas, yaitu dengan mengemukakan pendapat sendiri. Dengan demikian, tafsiran pembaca yang satu berbeda dengan yang lain. Pradopo (2002: 40) menambahkan bahwa walaupun setiap orang bebas dalam menafsirkan karya sastra, namun kebebasan tersebut harus dipertanggungjawabkan. Tafsiran yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu tafsiran yang disertai alasan-alasan logis atau dapat diterima oleh akal. Dengan melakukan pembelajaran karya sastra melalui mata kuliah kritik satra, maka mahasiswa akan berkenalan dengan langkah menafsirkan teks sastra. Menafsirkan teks sastra tentu tidak dapat dilepaskan dari aktivitas membaca. Dari membaca kritis inilah, selain memperoleh efek estetis, mahasiswa menjadi terlatih untuk mengkritisi apa yang dibacanya. Menurut Tarigan (melalui Saddhono, 2012: 65) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media bahasa tulis. Pembacaan terhadap karya sastra dapat berupa pembacaan aktif dan pembacaan pasif. Dikatakan pembaca pasif apabila pembaca hanya sekedar membaca dan menangkap apa yang dibacanya tanpa menuangkan kembali dalam bentuk tulisan. Sementara itu, pembaca aktif apabila pembaca mampu menghasilkan karya tulis. Pada penerapan kritik, pembaca yang diharapkan, yaitu pembaca aktif sehingga tidak hanya membaca, namun juga memahami dan menanggapi atau merespon dalam bentuk tulisan. B) Analisis Menurut Abrams (1981: 84) Analisis dan penafsiran tidak dapat dipisahkan secara mutlak karena analisis merupakan salah satu sarana penafsiran. Selain menafsirkan, mahasiswa diperkenalkan dengan teori sastra sebagai pisau analisis yang lebih mendalam. Di sini mahasiswa diperkenalkan teknik kritik secara akademik, yaitu apreasiasi berupa pemberian komentar pada karya yang telah dibaca berlandaskan teori-teori sastra yang relevan. Misalnya untuk sebuah karya sastra dapat dianalisis dengan teori struktural untuk melihat kejelasan unsurunsur didalamnya. Dapat juga dianalisis menggunakan teori semiotika untuk mengungkap simbol dan lambang yang tersembunyi dalam bahasa yang digunakannya. C) Penilaian Wellek (melalui Pradopo 2002: 81) mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan karya imajinatif bermedium bahasa yang fungsi estetiknya dominan sehingga dalam mengkritik karya harus ditunjukkan nilai seninya. Karya sastra berusaha membuat ucapan yang aneh yang menyimpang dari penggunaan bahasa sehari-hari atau pemakaian bahasa yang normatif. Hal ini karena ucapan atau ekspresi
618
karya sastra sebagai karya seni berbeda dengan ucapan kebahasaan yang lain yang hanya mementingkan penyampaian pesan. Sementara itu, karya sastra sebagai karya seni lebih mementingkan penggunaan estetika bahasa sebagai sarana ekspresinya. Bahasa sastra dapat membuat pembaca kecewa dan frustasi terhadap harapannya yang sudah mempunyai konsep normatif. Berikut adalah contoh penggunaan bahasa sastra. Contoh 1 Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinari ke dalam mau lebih banyak tahu. “Sudah lima anak bernyawa di sini, aku salah satu!” Pembaca akan merasakan keanehan bahwa jendela bisa ―menyerahkan kamar‖ pada dunia dan merasa aneh bahwa ―bulan mau lebih banyak tahu‖. Hal ini tentu mengecewakn harapan pembaca sebab pembaca mengharapkan hanya manusia yang dapat ‗menyerahkan‘ dan punya rasa ‗ingin tahu‘. Ungkapan sastra di atas, apabila dikatakan secara normatif, tampak seperti berikut. ―melalui jendela, orang luar dapat melihat kamar ini. apalagi sinar bulan yang masuk, membuat kamarini tampak lebih jelas. Di dalam kamar ini sudah lahir lima orang anak, termasuk aku. Pengungkapan dengan bahasa normatif di atas lebih lugas atau langsung merujuk pada pesan yang ingin disampaikan. Dengan demikian, telah kehilangan efek estetisnya. Contoh 2 Harus kuambil gradien berapakah, Adinda? Agar persamaan garis cintaku mencapai titik singgung lingkaran hatimu? Lirik-lirik puitis tersebut adalah pengungkapan cinta yang direfleksikan melalui ‗titik singgung‖ antara hati si lelaki dengan si perempuan. Sementara itu, ―gradien‖ sebagai ―tujuan pencapaian‖ cinta. Apabila ditulis secara normatif menjadi ―Dek, Kau mau kan jadi pacarku? Mau Ya!‖. Pernyataan normatif tersebut menjadi kehilangan sifat estetisnya karena diungkapkan secara lugas dan apa adanya. Bahkan terkesan tidak menyenangkan untuk sekedar didengar. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui implementasi lesson study sehingga tidak dapat dilepaskan dari tiga siklus penting pada setiap tahapnya, yaitu plan, do, dan see. Ketiga siklus dilaksanakan pada hari yang sama. Tahap plan dilaksanakan sebelum tahap do. Sementara itu, tahap see terlaksana sesudah tahap do. Ke-empat siklus lesson study dilaksanakan pada bulan April 2013 dan dilanjutkan pada bulan Mei 2013. Masing-masing siklus berselisih antara 1 hingga 2 minggu dari pelaksanaan silkus yang mendahuluinya. Pada tahap plan, dosen model bersama observer membahas materi yang akan disampaikan dosen model pada saat perkuliahan. Dosen model menyampaikan materi perkuliahan, kemudian observer mencermati dan memberi masukan. Pada tahap pelaksanaan (do), dosen model mengajar di kelas sekaligus sebagai pengamat mahasiswa didiknya sementara yang lain (observer) bertindak mengambil dokumen baik berupa foto maupun rekaman video. Selain itu, observer bertindak sebagai pengamat proses belajar mengajar di kelas tersebut. Selanjutnya, pada tahap refleksi (see), dosen model dan observer secara bersama-sama merefleksi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Menelaah kekurangan-kekurangan dan menyempurnakannya melalui aplikasi pembelajaran pada siklus berikutnya. Hal ini berulang hingga ke-empat siklus terlaksana. Refleksi bersama merupakan diskusi oleh pengamat dan dosen pengajar untuk menyempurnakan proses pembelajaran dengan menitikberatkan pada bagaimana mahasiswa belajar. Pada penelitian ini, pemahaman mahasiswa mengenai pembelajaran sastra ditunjukkan melalui hasil kerja mahasiswa berupa rekap nilai akhir yang mereka peroleh. Nilai akhir ini merupakan gabungan nilai tugas harian, ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS). Berikut adalah rekap nilai pembelajaran sastra pada mata kuliah kritik sastra. Deskripsi Rekap Nilai Hasil Kerja Mahasiswa No Nama Mahasiswa Nilai No Nama Mahasiswa 1. NS B 19. SA
619
Nilai B+
s2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
KS RS SK JJ NS RJ NR AS EP HL AR MM RL FN CW AD HR
B B+ B+ E B B+ B A B C+ A A B+ B B+ B A
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
UD HS RR FN SW FY MW KT SS NT HR FZ JD DP NT LN RT
B+ B+ A A C+ B+ B B+ B+ B A B B A A E A
Persentase Hasil Rekap Nilai Mahasiswa 35% 30%
31%
31% 28%
25% 20% 15% 10%
5%
6%
6%
C+
E
0% A
B+
B+
Dari data di atas, dapat diketahui bahwa mahasiswa semester 6 lokal A yang mengambil mata kuliah kritik sastra memiliki nilai rata-rata. Dari 36 mahasiswa sebanyak 31% memperoleh nilai A , 31% memperoleh B+, 28% memperoleh nilai B. Sementara itu 6% memperoleh nilai C+ karena terdapat kekurangan tugas yang harus dipenuhi dan 6% Erorr karena tidak mengikuti UAS. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran sastra mahasiswa meningkat pada mata kuliah kritik sastra melalui implementasi lesson study. Melalui mata kuliah tersebut, mahasiswa tidak hanya sebagai penikmat karya, tetapi juga mampu memahami dan memaknai. Mahasiswa tidak hanya sebagai pembaca pasif namun juga sebagai pembaca aktif. Pembaca aktif di sini berarti pembaca yang mampu mengeluarkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan setelah melakukan proses pembacaan terhadap karya sastra. Hal ini ditunjukkan dari
620
hasil kerja mahasiswa yang berupa nilai akhir yang dominan di atas rata-rata, yaitu nilai maksimal (A) mencapai 31%, nilai B+ mencapai 31% dan B sebanyak 28%. Mahasiswa dengan perolehan terendah, yaitu C+ dan E, masing-masing sebanyak 6%. Selain itu, pembelajaran sastra pada mata kuliah kritik sastra melalui implementasi lesson study dapat membantu pengajar selaku dosen model untuk memperbaiki mutu pengajarannya dikelas. Proses peningkatan pembelajaran ini berdasarkan hasil observasi dan masukan para observer. Dengan demikian, diharapkan adanya intensitas antara dosen model dan para observer untuk melakukan pengkajian pembelajaran secara kolaboratif guna menemukan metode pembelajaran yang efektif dan inovatif. DAFTAR PUSTAKA Abrams. 1981. A Glosary Of Literary Terms. Cet-4.New York: Holt Rinehart and Winston. Darma, Budi. 1995. Harmonium. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media. Saddhono, Kundaru. 2012. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Bandung: Karya Putra Darwati. Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. Teeuw. 1980. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.
THE IMPLEMENTATION OF INTEGRATED SKILLS IN TEACHING WORD POWER 2 TO SECOND SEMESTER STUDENTS OF ENGLISH DEPARTMENT OF BORNEO UNIVERSITY TARAKAN ACADEMIC YEAR 2012/2013 Woro Kusmaryani Teacher Training Faculty, Borneo University Tarakan Abstract: The integrated-skill approach, as contrasted with the purely segregated approach, exposes English language learners to authentic language and challenges them to interact naturally in the language. Learners rapidly gain a true picture of the richness and complexity of the English language as employed for communication. Moreover, this approach stresses that English is not just an object of academic interest or merely a key to passing an examination; instead, English becomes a real means of interaction and sharing among people. This approach allows lecturers/teachers to track students' progress in multiple skills at the same time. Integrating the language skills also promotes the learning of real content, not just the dissection of language forms. This research used Lesson Study setting, which was done in 4 cycles and 3 steps in each cycle. The three steps were plan, do, and see. This research was done by collecting data from observation result and student‘s result. The result of this research showed that the implementation of integrated skills in teaching Word Power 2 to second semester students of Englis Department of Borneo University Tarakan effective. It proved by student‘s score at the end of semester where 26.3% got A, 28.9% got B+, 26.3% got B, 5.3% got C+, 5.3% got C, and 2.6% got E. The student who got E was because he did not follow the lecture from the start until the end. As conclusion, with careful reflection and planning, any teacher can integrate the language skills and strengthen the tapestry of language teaching and learning. When the tapestry is woven well, learners can use English effectively for communication. Keywords: integrated skills, lesson study, word power 2.
INTRODUCTION Word Power 2 is one of lectures at English Department of Borneo University Tarakan. The course is designed to present some theoretical and practical knowledge of English vocabularies. The basis of a language is the vocabulary. Consequently, teaching English vocabulary is the priority when the learners are in the beginning stage of the process. The lecturer should explain new words in English, performing pronunciation modeling, and wordbuilding in order to help learners grasp English vocabulary. The classification and association
621
with other words will help students to comprehend new vocabulary. The contents are related to the language itself, learning English vocabularies, word formation, phrase building, parts of speech with special problems, connecting and linking, topics about the world, people, daily life work, leisure and entertainment, communication and technology, social concern, tourism, national concepts, and varieties of English. There are many situations in which we use more than one language skill. For this reason alone, it is valuable to integrate the language skills, but there are other reasons why integration can enhance the students‘ communicative competence. Many educationalists stress the importance of building new knowledge and skills on to what students already know and can do. So, if students are able to read a short story, this skill will help them to write their own story. In the same way, if they can understand a dialogue about buying things in a shop, they can use this as a model for practicing their own speaking skills in a similar situation. Also, integrating the skills allows lecturers/teachers to build in more variety into the lesson because the range of activities will be wider. Instead of just having listening, the students can have speaking, reading and writing practice. This can raise their motivation to learn English. Above all, integrating the skills means that lecturers/teachers are working at the level of realistic communication, not just at the level of vocabulary and sentence patterns. Realistic communication is the aim of the communicative approach and many researchers believe that handling realistic communication is an integral part of essential conditions for language learning. Integrating the four skills emphasizes the focus on realistic language and can therefore lead to the students‘ all-round development of communicative competence in English. The essential form of integration is within the same medium (either oral or written), from receptive to productive skills. Table 1. Integrated skills Receptive Skill Oral Medium Listening Written Medium Reading
→ →
Productive Skill Speaking Writing
In other words, lecturers/teachers would use a listening text as a model for the students‘ speaking, and a reading text as a model for the students‘ writing. This is common practice among lecturers/teachers, and will call it simple integration. The information that the students get from the reading is useful in the oral activity, while the writing activity is based on information from the oral activity. Based on the above explanation, the researcher tried to implement integrated skills in teaching Word Power 2 to second semester students of English Department of Borneo University Tarakan through Lesson Study setting. It was done in 4 cycles and 3 steps in each cycle. The three steps were plan, do, and see. This research was done by collecting data from observation result and student‘s result. METHOD Subject of this research was second semester students of English Department of Borneo University Tarakan, local B, and Academic Year 2012/2013. This class consisted of 37 students. This research was designed using Lesson Study. Lesson Study is an approach to improve the quality of learning undertaken by teachers collaboratively, with key steps to achieve the goal of learning to design, implement learning, observing the implementation of learning and reflection to discuss the study were examined for material improvement in the next lesson plan. The main focus is the implementation of lesson study activities of students in the class, assuming that the activity was related to the activities of student teachers during teaching in the classroom. There are 3 steps in Lesson Study; Plan (learning plan), Do (implementation and observation of learning), and See (reflection learning) Model lecturer in this research was the lecturer who taught Word Power 2 subject where this subject has 2 credits. The implementation of Lesson Study design was observed by 5 observers. Data collection was done by collecting portfolio and final result from student‘s score. Portfolio consists of:
622
1. Learning device which consist of lesson plan before discussion of plan, lesson plan after discussion of plan, learning media which was used, student work sheet, and instrument of evaluation. 2. Notes about plan discussion. 3. Collection of observation forms which already filled by observer. 4. CD of learning activities which consists of planning, implementation, and reflection. Especially in implementation, there were some parts which closed up student‘s activities, lecturer‘s activities, and observer‘s activities. 5. Notes about reflection discussion and the conclusion. RESULT AND DISCUSSION A. Result This research was done in Lesson Study setting, 4 cycles, and each cycle consisted of 3 steps; plan, do, and see. The following is the schedule of Lesson Study. Table 2. Lesson Study schedule CYCLE 1 TOPIC: FASHION PLAN: WEDNESDAY, 24 APRIL 2013, TIME: 13.00 DO: THURSDAY, 25 APRIL 2013, TIME: 12.30 – 14.00 SEE: THURSDAY, 25 APRIL 2013, TIME: 14.00 CYCLE 3 TOPIC: CAREER PLAN: SATURDAY, 18 MEI 2013, TIME: 13.00 DO: THURSDAY, 23 MEI 2013, TIME: 12.30 – 14.00 SEE: THURSDAY, 23 MEI 2013, TIME: 14.00
CYCLE 2 TOPIC: TRAVELLING PLAN: WEDNESDAY, 1 MEI 2013, TIME: 13.00 DO: THURSDAY, 2 MEI 2013, TIME: 12.30 - 14.00 SEE: THURSDAY, 2 MEI 2013, TIME: 14.00 CYCLE 4 TOPIC: MUSIC PLAN: TUESDAY, 4 JUNI 2013, TIME: 13.00 DO: WEDNESDAY, 5 JUNI 2013, TIME: 12.30 – 14.00 SEE: WEDNESDAY, 5 JUNI 2013, TIME: 14.00
Cycle 1 activities: Listen and write down Pair discussion Match the pictures with the texts Create clothe design Cycle 1 indicators: 1. Comprehend new English words related to the theme: Fashion. 2. Express student‘s idea related to the theme: Fashion correctly. 3. Match the pictures with the texts related to the theme: Fashion correctly. 4. Compose/write about fashion design. Cycle 2 activities: Listen and write down Match the places with the people Individual idea Compose/write post card Cycle 2 indicators: 1. Comprehend new English words related to the theme: Travelling 2. Express student‘s idea related to the theme: Travelling, being a tour guide. 3. Match the place with the people related to the theme: Travelling correctly. 4. Compose/write post card related to the theme: Travelling. Cycle 3 activities: Listen and write down Discuss about stressful jobs
623
Analyze the true information from reading text and decide whether it is true or not Compose/write an essay about student‘s future job Cycle 3 indicators: 1. Students are able to identify new English words related to the theme: Career 2. Students are able to express idea related to the theme: Career; stressful jobs 3. Students are able to analyze true information from reading text related to the theme: Career correctly. 4. Students are able to compose/write an essay about student‘s future job. Cycle 4 activities: Listen and write down Talk about music Find information from reading text and answer the questions Compose/write an essay about concert review Cycle 4 indicators: 1. Students are able to match opinion with the speaker related to the theme: Music 2. Students are able to express idea related to the theme: Music 3. Students are able to find information from reading text related to the theme: Music correctly 4. Students are able to compose/write an essay about concert review
Learning result from the student at the end of semester: Table 3. Student‘s result at the end of semester STUDENT’S NO ASSIGNMENT NAME MKYE 85 1 MS 85 2 S 78 3 TK 80 4 Y 73 5 N F 79 6 AAP 79 7 J 73 8 YH 80 9 NM 73 10 N MA 83 11 PA 73 12 W 80 13 V F A. K 79 14 VF 80 15 YU 74 16 ADF 73 17 LT 70 18 MS 77 19 HBP 74 20 UAS 75 21 KA 78 22 ST 73 23 ASW 75 24
MID TEST 78 85 78 80 70 80 78 70 80 68 85 68 80 80 80 70 68 70 78 70 70 80 70 70
624
FINAL TEST 80 85 78 80 75 78 80 75 80 78 80 78 80 78 80 78 78 68 75 78 80 75 75 80
FINAL SCORE 81 85 78 80 73 79 79 73 80 74 82 74 80 79 80 74 74 69 77 74 76 77 73 76
ALPHABET A A B+ A B B+ B+ B A B A B A B+ A B B C+ B+ B B+ B+ B B+
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
JU HAI GAJ AM HAS MN NYT MLD SW NI MAR MM KND MP
74 65 80 65 72 76 79 0 64 80 85 79 71 70
70 65 80 60 70 73 78 0 60 80 85 78 68 65
78 65 80 60 73 78 80 0 68 80 85 80 73 75
74 65 80 62 72 76 79 0 64 80 85 79 71 71
From table above it can be concluded that there are 10 students who got A, 11 students got B +, 12 students got B, 2 students got C+, 2 students got C, and 1 student got E. It can be illustrated by the following pie chart.
Got A Got B+ Got B Got C+ Got C Got E
Picture 1. Pie chart from student‘s result Notes: * The blue color is about 26.3% got A at the end of semester. * The maroon color is about 28.9% got B+ at the end of semester. * The cream color is about 26.3% got B at the end of semester. * The turquoise color about 5.3% got C+ at the end of semester. * The purple color is about 5.3% got C at the end of semester. * The orange color is about 2.6% got E at the end of semester. From the pie chart above, it can be seen that the final result from the student is positive. The implementation of integrated skill is effective enough to help students in understanding new English vocabularies and practicing it in listening, speaking, reading, and writing.
B. Discussion The main goal of Lesson Study was to help students in learning new English vocabularies through the implementation of integrated skills; listening, speaking, reading, and writing. As previously explained, the lecturer explained new words in English, performing pronunciation modeling, and word-building in order to help learners grasp English vocabulary.
625
B C+ A C B B+ B+ E C A A B+ B B
The classification and association with other words helped students to comprehend new vocabulary. The contents were related to the language itself, learning English vocabularies, word formation, phrase building, parts of speech with special problems, connecting and linking, topics about the world, people, daily life work, leisure and entertainment, communication and technology, social concern, tourism, national concepts, and varieties of English. Two types of integrated-skill instruction are content-based language instruction and task-based instruction. The first of these emphasizes learning content through language, while the second stresses doing tasks that require communicative language use. Both of these benefit from a diverse range of materials, textbooks, and technologies for the ESL or EFL classroom. The researcher focused on task-based instruction which stressed in doing tasks that require communicative language use. The implementation of integrated skills in teaching Word Power 2 to second semester students of English Department of Borneo University got some suggestions from the observers. It related to linguistics problems and non linguistics problems. Linguistics problems were student‘s response in each skill, ongoing assessment, and group assessment. Non linguistics problems were dictionary, sound system, classroom setting, student‘s attitude, teaching method and approach for each skill, student‘s background knowledge, teaching material selection, group division, and treatment for passive students. From researcher‘s experience, the essentials in implementing integrated skills are formulate a lesson plan to develop fluency in the language and incorporate activities in which students participate, identify weak areas that require special attention, prepare teaching aids to make the lessons interactive and interesting, and classroom management. CONCLUSION AND SUGGESTIONS A. Conclusion Integrating the four language skills is desirable. It enhances the focus on realistic communication, which is essential in developing students‘ competence in English. It then identified two ways of integrating skills: simple integration, whereby a receptive language skill serves as a model for a productive language skill, and complex integration, which is a combination of activities involving different skills, linked thematically. Need also to be stressed on some of the limitations of integrating skills. The role of a focus on individual language elements, such as vocabulary and grammar, should not be overlooked, as they can play an important role in helping students to understand the English language system and in enlarging their range of language production. Integration is also demanding of lecturers/teachers in terms of finding or designing suitable materials, particularly when it is necessary to take into account the differing rates of progress of students in mastering the individual skills. Overall, however, these limitations should not prevent lecturers/teachers from using the integrative approach. The focus on realistic language in use can help students‘ to develop communicative competence. Learning English can be more motivating, because the students are using the language for a real purpose, instead of, say, just practicing the grammar. Integration requires skilful teaching, but it can bring worthwhile results. B. Suggestions From the result of Lesson Study using integrated skills, there are some suggestions: 1) Learn more about the various ways to integrate language skills in the classroom (e.g., content-based, task-based, or a combination). 2) Reflect on their current approach and evaluate the extent to which the skills are integrated. 3) Choose instructional materials, textbooks, and technologies that promote the integration of listening, reading, speaking, and writing, as well as the associated skills of syntax, vocabulary, and so on. 4) Even if a given course is labeled according to just one skill, remember that it is possible to integrate the other language skills through appropriate tasks. 5) Teach language learning strategies and emphasize that a given strategy can often enhance performance in multiple skills. REFERENCES
626
Chamot, A. U., & O'Malley, J.M. (1994). "The CALLA handbook: Implementing the cognitive academic language learning approach." Reading: MA: Addison Wesley. Hashemi Louis, Thomas Barbara.2003. Objective PET. Cambridge University Press, UK. Mc Carthy, Michael and O‘Dell, Felicity. 1999. English Vocabulary in Use Elementary. Cambridge University Press, UK. Mohan, B. (1986). "Language and content." Reading, MA: Addison Wesley. Nunan , D. (1989). "Designing tasks for the communicative classroom." Cambridge, UK: Cambridge University Press. O'Malley, J.M., & Valdez Pierce, L. (1996)."Authentic assessment for English language learners: Practical approaches for teachers." New York: Addison Wesley. Oxford, R. (1990). "Language learning strategies. What every teacher should know." Boston, MA: Heinle & Heinle. Stuart, Redman.1997. Vocabulary in Use Pre Intermediate and Intermediate. Cambridge University Press, UK.
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENGEMBANGAN SILABUS TERINTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI MODEL ANALISIS SEGITIGA IKAPE PADA SDN 7 SINGKAWANG BARAT Zainal Pengawas Sekolah Kota Singkawang Abstrak: Pengintegrasian nilai karakter dalam pendidikan sekolah menghendaki penyempurnaan kurikulum. Silabus sebagai salah satu bagian kurikulum perlu disesuaikan untuk mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Silabus yang digunakan guru di SDN 7 Singkawang Barat sebagai sekolah piloting penerapan pendidikan karakter menggunakan karya orang lain sehingga kurang mampu mengembangkan silabus sendiri. Model analisis segitiga IKAPE menjadi alternatif untuk meningkatkan kemampuan guru mengembangkan silabus terintegrasi pendidikan karakter. Melalui analisis komponen indikator, kegiatan pembelajaran, dan penilaian, kesesuaian antar ketiga komponen tersebut dan nilai pendidikan karakter terbukti model analisis segitiga IKAPE dapat meningkatkan kemampuan guru SDN 7 Singkawang Barat dalam mengembangkan silabus terintegrasi pendidikan karakter. Kata Kunci: kemampuan guru, model analisis segitiga IKAPE, silabus terintegrasi pendikar
PENDAHULUAN Pendidikan karakter merupakan salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan Nasional yang mulai dilaksanakan tahun 2010 di sebelas Provinsi diantaranya provinsi Kalimantan Barat. SDN 7 Singkawang Barat menjadi salah satu sekolah piloting pengembangan pendidikan karakter pada jenjang sekolah dasar di Kota Singkawang Kalimantan Barat. Pengintegrasian pendidikan karakter menghendaki penyempurnaan kurikulum yang digunakan sekolah piloting untuk disesuaikan dengan nilai prioritas yang akan dikembangkan. Silabus sebagai salah satu perencanaan pembelajaran perlu disesuaikan untuk mengintegrasikan nilainilai pendidikan karakter dalam pembelajaran. Silabus yang digunakan guru di SDN 7 Singkawang barat menunjukkan keberagaman baik susunan komponen maupun isi dari masing-masing komponen. Selain itu, silabus yang digunakan bukan merupakan hasil karya guru seluruhnya melainkan karya orang lain yang disalin atau karya cetakan yang dipublikasikan penerbit tanpa penyesuaian dengan kondisi sekolah, peserta didik dan guru sendiri sebagai pelaksana. Akibatnya kemampuan guru mengembangkan silabus secara mansiri belum memadai.
627
Hasil identifikasi beberapa silabus yang digunakan guru di SDN 7 Singkawang Barat terdapat ketidaksesuaian antara lain: (1) Silabus merupakan karya orang lain dan produk cetakan yang dipublikasikan penerbit, (2) Rumusan indikator yang dikembangkan belum sesuai dengan kompetensi dasar dan pedoman pengembangan silabus, (3) Rumusan kegiatan pembelajaran belum menyediakan pengalaman belajar siswa dan belum memuat tahapan proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, (4) Penilaian cenderung berupa tes, kadang tidak sesuai dengan indikator, dan kurang memperhatikan penilaian proses. Pengembangan silabus terintegrasi pendidikan karakter di SDN 7 Singkawang Barat memerlukan pembimbingan dan pembinaan untuk meningkatkan kompetensi guru. Alternatif pemecahan melalui pembimbingan dan pendampingan pengawas dengan model analisis segitiga IKAPE. Model analisis segitiga IKAPE meliputi identifikasi terhadap komponen indikator, kegiatan pembelajaran, dan penilaian dalam silabus kemudian dianalisis kesesuaian antar ketiga komponen tersebut kemudian disesuaikan dengan nilai pendikar yang akan diintegrasikan. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan kedewasaan seseorang dapat dipengaruhi dengan menciptakan lingkungan dan interaksi sosial sesuai nilai dan norma yang berlaku. Lingkungan sosial dan interakasi sosial yang terjadi berdasarkan nilai dan norma tertentu memungkinkan dapat membentuk karakter atau kepribadian anak. Perilaku berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. (Tim Penyusun,2011:2). Pembentukan karakter memerlukan pengkondisian lingkungan sosial dan interaksi sosial yang mengarah pembentukan perkembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif, dan psikhomotor melalui interaksi dengan lingkungan sosial budaya. Berarti pendidikan karakter perlu dirancang sedemikian rupa untuk membentuk generasi yang memiliki jati diri, generasi yang memiliki kepribadian sesuai dengan nilai, norma dan budaya bangsa. Pendidikan karakter sebagaimana dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010) disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati Salah satu upaya nyata dapat dilakukan melalui pengintegrasian nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam kurikulum dan kegiatan sekolah. Pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum sekolah perlu direncanakan dengan baik sehingga mampu memberikan peran dalam pembentukan watak, karakter dan moral peserta didik sesuai nilai-nilai karakter yang dikembangkan. Dokumen kurikulum yang berkaitan erat dengan pengintegrasian nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran adalah silabus. Karena itu, perlu penyempurnaan silabus sesuai dengan nilai karakter yang dikembangkan sekolah Penyempurnaan silabus dengan pengintegrasian nilai-nilai pendidikan karakter dapat dimulai dengan melakukan analisis pada komponen indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian. Cara yang dilakukan adalah dengan menganalisis apakah indikator pada silabus sudah memenuhi persyaratan sesuai pedoman pengembangan indikator serta kemungkinan pengembangan nilai pendidikan karakter sesuai kompetensi dasar mata pelajaran. Langkah berikutnya adalah menganalisis kegiatan pembelajaran, apakah rumusan kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan kriteria pengembangan kegiatan pembelajaran . Selain itu dianalisis kegiatan pembelajaran mana yang memungkinkan untuk mengembangkan nilai karakter melalui kegiatan pembelajaran. Komponen berikutnya yang menjadi perhatian adalah penilaian yang mencakup teknik dan bentuk penilaian yang dicantumkan dalam silabus. Teknik dan bentuk penilaian yang ditentukan hendaknya sesuai dengan indikator kompetensi dasar yang dirumuskan. Selain itu, penilaian juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pembelajaran. Keterkaitan ketiga komponen silabus indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian dapat digambarkan seperti segitiga sama sisi yang saling mempengaruhi. Keterkaitan inilah yang kemudian dalam penelitian ini diberi nama dengan model analisia segitiga IKAPE yang cara kerjanya digambarkan pada diagram berikut:
628
Indikator (I)
Kegiatan Pembelajaran
Penilaian (PE)
(KA)
Diagram 1: Model Analisis Segitiga IKAPE Diagram di atas menggambarkan cara kerja analisis komponen indikator menentukan bentuk kegiatan pembelajaran dan teknik, bentuk dan instrument penilaian. Kegiatan pembelajaran memuat pengalaman belajar sesuai indikator dan menjadi dasar penyusunan teknik, bentuk, dan instrumen penilaian. Sisi kegita adalah komponen penilaian ditentukan oleh kegiatan pembelajaran sebaliknya juga dapat menentukan efektifitas kegiatan pembelajaran. Penilaian ditentukan indikator kompetensi dasar sebaliknya penilaian dapat mengukur tingkat ketercapaian indikator kompetensi dasar. METODE Penelitian dilaksanakan di SDN 7 Singkawang Barat tahun pembelajaran 2012/2013 dengan menggunakan prosedur penelitian tindakan, dalam hal ini penelitian tindakan sekolah (PTS). Tindakan dilaksanakan selama delapan kali pertemuan dari bulan September 2012 sampai Desember 2012. Subjek penelitian adalah Guru Kelas dan Guru Mata pelajaran di SDN 7 Singkawang Barat yang berjumlah 26 orang, terdiri dari 18 guru kelas dan 8 guru mata pelajaran. Siklus I dilaksanakan dalam empat kali pertemuan tanggal 15, 22, 29 September 2012,dan 13 Oktober 2012, kemudian siklus II dilaksanakan dalam empat kali pertemuan pembimbingan pada tanggal 27 Oktober 2012, 3 dan10 November 2012 dan 1 Desember 2012. Pembimbingan dilakukan dengan teknik kelompok dan individu dalam pengembangan silabus terintegrasi pendidikan karakter dengan menggunakan model analisis segitiga IKAPE dan pengembangan indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian berdasarkan kata kunci HASIL PENELITIAN Siklus I Pembimbingan pertemuan pertama dilaksanakan tanggal 15 September 2012 dengan fokus kegiatan analisis silabus yang digunakan dengan berpedoman pada model analisis segitiga IKAPE. Kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian setiap kompetensi dasar pada silabus yang dimiliki guru. Hasil analisis terhadap silabus yang dimiliki guru baik silabus tematik maupun mata pelajaran berdasarkan model analisis segitiga IKAPE diperoleh informasi digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 1. Hasil Analisis Silabus Berdasarkan Model Analisis SegitigaIKAPE RUMUSAN INDIKATOR
KEGIATAN PEMBELAJARAN
PENILAIAN
a. masih belum sesuai tuntutan kompetensi dasar b. cenderung kemampuan kognitif c. hanya satu memuat kemampuan saja d. menggunakan bukan kata kerja operasional
a. sebagian besar rumusan belum mengarah pada pengalaman belajar sesuai kompetensi dasar b. belum mengarah pada tahapan ekplorasi, elaborasi dan konfirmasi c. rumusan masih ada berupa
a. sebagian besar menggunakan tes b. belum mampu mengukur kompetensi secara menyeluruh c. cenderung penilaian akhir pembelajaran d. masih sangat jarang
629
e. belum memperlihatkan keterkaitan antar kompetensi dasar mata pelajaran f. cenderung tertuju pada satu kemampuan (kognitif)
tujuan bukan kegiatan d. masih belum tampak keterkaitan kegiatan antar mata pelajaran. e. cenderung parsial berdasarkan mata pelajaran
penilaian proses atau hasil kerja
Pengembangan Indikator Ketercapaian Kompetensi Dasar Berdasarkan hasil analisis pada pertemuan pertama kemudian dilakukan pembimbingan kedua tanggal 22 September 2012 dengan cara mengarahkan pengembangan silabus berdasarkan hasil analisis dengan pertanyaan pembanding berikut: Apakah memuat ranah kognitif. afektif, dan psikhomotor (min. 2 ranah)?, Apakah sesuai dengan kompetensi dasar?, Apakah sudah menggunakan kata kerja opersional (KKO)?, Apakah sudah tersusun secara hirakhies dari mudah ke sukar, sederhana, ke kompleks, rendah ke tinggi, konkrit ke abstrak?, dan Apakah mampu melampaui kriteria kompetensi dasar? Pembimbingan dilakukan secara kelompok diawali penjelasan mengenai cara mengembangkan indikator kompetensi dasar sesuai pedoman, kemudian meminta guru memperbaiki silabus sesuai dengan kelas atau mata pelajaran yang menjadi tugasnya terutama komponen indikator. Hasil revisi indikator yang dilakukan guru kemudian dianalisis dan dilakukan pendampingan secara individu kepada semua guru. Revisi silabus dilakukan secara kelompok guru sesuai tingkat kelas yang menjadi tugasnya dengan memilih salah satu mata pelajaran. Silabus yang direvisi dalam kegiatan tindakan siklus I terdiri dari silabus Tematik Kelas II dan III, Bahasa Indonesia Kelas IV, Matematika Kelas V, IPS dan Bahasa Indonesia Kelas VI. Sekalipun sudah diberikan rambu-rambu pengembangan silabus, ternyata hasil revisi yang dilakukan guru belum memuaskan. Masih ditemui indikator yang menggunakan bukan kata kerja operasional, indikator yang dikembangkan belum memenuhi persyaratan kemampuan minimal dua domain kemampuan, dan masih ada indikator yang belum memenuhi kriteria urutan indikator dari kemampuan rendah ke kemampuan yang lebih tinggi. Hasil analisis silabus yang direvisi masing-masing kelompok digambarkan pada tabel berikut: Tabel 2. Hasil Pengembangan Indikator Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus I Melampaui Kesesuaia Mencaku Tersusun Penggunaa tingkat n dengan p minimal secara n KKO kemampuan N Kela KD 2 aspek hierarkis Silabus pada KD o s Ya Tida Ya Tida Ya Tida Ya Tida Ya Tidak k k k k 1 Tematik II 2 Tematik III 3 Bahasa IV Indonesia 4 Matematika V 5 IPS VI 6 Bahasa VI Indonesia 7 Agama Islam II Pengembangan Kegiatan Pembelajaran a) Hasil revisi indikator yang telah dilakukan guru kemudian dilanjutkan kegiatan menyesuaikan rancangan kegiatan pembelajaran sesuai indikator yang dikembangkan sesuai dengan pedoman pengembangan kegiatan pembelajaran pada pertemuan tanggal 3 November 2012. Bimbingan dilakukan secara kelompok dengan menyajikan rambu-rambu pengembangan kegiatan pembelajaran sebagai berikut: Apakah mengarah pada indikator KD?, Apakah memberi pengalaman belajar sesuai KD?, Apakah memuat kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi?, Apakah sudah mengarah pada pembelajaran aktif (mengamati, mengalami,
630
integrasi, repleksi)?, Apakah kegiatan menunjukkan urutan yang logis sesuai pencapaian kompetensi (pengetahuan, sikap, keterampilan)? Berdasarkan acuan di atas, guru kemudian melakukan perbaikan rumusan kegiatan pembelajaran pada silabus, mendiskusikan bersama teman pada tingkat kelas atau mata pelajaran yang sama. Setelah dilakukan pemeriksaan beberapa hasil penyesuaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, ternyata masih belum seluruhnya seperti digambarkan sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Analisis Pengembangan Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus I
N o
1 2 3 4 5 6 7
Silabus
Tematik Tematik Bahasa Indonesia Matematika IPS Bahasa Indonesia Agama Islam
Kelas
II III IV
Kesesuai an dengan Indikator Ya Tida k
Memuat kegiatan ekplorasi
Memuat kegiatan Elaborasi
Ya
Ya
V VI VI
II
Tida k
Memuat Memuat kegiatan pengemba konfirmas ngan nilai i pendikar Tida Ya Tida Ya Tida k k k
Penentuan Teknik dan Bentuk Penilaian Pertemuan berikutnya dilaksanakan pada tanggal 13 Oktober 2012 dengan fokus pembahasan pemilihan teknik dan bentuk instrument penilaian sesuai dengan indikator dan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi indikator yang dikembangkan dari kompetensi dasar dan kegiatan pembelajaran yang direncanakan kemudian membandingkan dengan acuan pengembangan komponen penilaian dalam silabus. Acuan pembanding yang digunakan sebagai mana berikut: Apakah sesuai dengan indikator kompetensi dasar?, Apakah sesuai dengan kegiatan pembelajaran?, Apakah mengacu pada pengukuran kompetensi?, dan Apakah instrumen sudah sesuai dengan tujuan?. Berdasarkan acuan di atas, guru mulai melakukan revisi terhadap komponen penilaian dengan memperhatikan indikator dan kegiatan pembelajaran yang dirumuskan. Hasil kerja guru diminta untuk dikumpulkan pada minggu depan tanggal 20 Oktober 2012. Tabel 4. Hasil Analisis Penentuan Teknik dan Bentuk Penilaian Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus I
No
1 2 3 4 5 6 7
Silabus
Kelas
Tematik Tematik Bahasa Indonesia Matematika IPS Bahasa Indonesia Agama Islam
II III IV V VI VI II
Kesesuaian Kesesuaian Memuat dengan dengan penilaian Indikator kegiatan proses KD pembelajaran pembelajaran Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Siklus II
631
Mengguna kan berbagai bentuk penilaian Ya Tidak
Pelaksanaan tindakan pada siklus II dimulai pada 27 Oktober 2012 tetap menerapkan model analisis segitiga IKAPE dalam pengembangan silabus berkarakter. Materi pembinaan pada siklus II merupakan aspek-aspek indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian yang belum sesuai pedoman pada siklus I. Ketidaksesuaian rumusan indikator dengan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran dan penilaian, dilakukan pembinaan dengan model analisis segitiga IKAPE disertai contoh kata-kata kunci dalam pengembangan indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian. Hasil pembimbingan pada siklus II yang dilaksanakan selama empat kali pertemuan dari tanggal 27 Oktober 2012 hingga 24 November 2012 dideskripsikan sebagai berikut: Pengembangan Indikator Kompetensi Dasar Pengembangan indikator kompetensi dasar dalam silabus yang dikembangkan guru pada siklus II lebih difokuskan pada aspek-aspek pengembangan indikator yang belum sesuai dengan pedoman standar yang berlaku. Pembimbingan yang dilakukan pada siklus II dengan model analisis segitiga IKAPE disertai memberikan contoh kata-kata kunci pengembangan indikator dengan memperhatikan kemampuan yang dipersyaratkan kompetensi dasar. Contoh: Kompetensi Dasar ―Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial budaya‖, berarti kemampuan minimal yang dipersyaratkan adalah ―mendeskripsikan‖. Kata kunci pengembangan indikator kompetensi dasar yang dapat digunakan dimulai dari kemampuan prasyarat sebelum mendeskripsikan dapat dipilih dari kemampuan-kemampuan sebagai berikut: mengindentifikasi, menyebutkan, mengartikan, memberikan contoh. Kata-kata kunci tersebut tergolong tingkatan pertama pada tahapan berpikir kognitif atau C-1. Selanjutnya kemampuan yang setara dengan ―mendeskripsikan‖ seperti menjelaskan, menerangkan dengan singkat yang tergolong tingkatan kedua dalam tahapan berpikir kognitif atau C-2. Bahkan indikator dikembangkan melampaui kemampuan minimal yang dipersyaratkan kompetensi dasar, seperti ―mendeskripsikan‖ yang tergolong tingkatan kedua dalam tahapan berpikir kognitif atau C-2 dapat dikembangkan indikator yang menggunakan kata kerja yang menggambarkan kemampuan kognitif tingkatan ketiga atau C-3, tingkatan keempat atau C-4 dan seterusnya. Pengembangan indikator kompetensi dasar dimulai kemampuan kognitif baru kemampuan afektif dan atau kemampuan psikhomotor. Misalnya kemampuan ―mendeskripsikan‖ dapat dikembangkan indikator yang menggambarkan kemampuan afektif seperti: ―menunjukkan sikap positif‖ yang tergolong kemampuan tingkat pertama pada tahapan berpikir afektif atau A-1, bahkan memungkinkan dikembangkan indikator yang menggambarkan kemampuan psikhomotor seperti ―membuat peta‖ yang tergolong tingkatan ketiga pada tahapan berpikir psikhomotor atau P-3. Melalui pengembangan indikator melampaui kemampuan sesuai kompetensi dasar memungkinkan pengalaman belajar dan kompetensi yang dikuasai peserta didik akan lebih baik. Pembimbingan yang dilakukan dalam siklus II adalah menggunakan pertanyaan pembanding dengan memberikan contoh pengembangan indikator kompetensi dasar dengan kata-kata kunci seperti pada tabel berikut. Tabel 5. Contoh Pengembangan Indikator Berdasarkan Kata Kunci Standar Kompetensi Tahapan Indikator Tahapan Ruang Alokasi Kompetensi Dasar Berpikir Berpikir Lingkup Waktu Memahami Mendeskripsi C-2 Mengidentifikasi ciri-ciri C-1 C 6 jampel sejarah kan kenampakan alam di kenampakan kenampakan lingkungan setempat. alam, dan alam di Menjelaskan hubungan C-2 C keragaman lingkungan kenampakan alam suku bangsa kabupaten/ dengan keragaman sosial di kota dan lingkungan setempat lingkungan provinsi serta Mengelompokkan C-5 C kabupaten/ hubungannya kenampakan alam kota dan dengan dilingkungan setempat provinsi. keragaman beserta pemanfaatannya sosial budaya Menunjukkan sikap A-1 A positip terhadap keanekaragaman
632
kenampakan alam di wilayah setempat Membuat peta penyebaran kenampakan alam wilayah setempat
P-3
P
Pengembangan indikator melalui pemberian contoh kata kunci pengembangan indikator ternyata mampu membantu guru menentukan indikator sesuai dengan pedoman standar. Hasil yang dicapai setelah pembimbingan pertama pada siklus II tanggal 27 Oktober 2012 menunjukkan bahwa indikator yang dikembangkan sudah sesuai dengan pedoman standar dan tuntutan kompetensi dasar. Secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut:. Tabel 6. Hasil Analisis Pengembangan Indikator Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus II Melampaui Kesesuaian Mencakup Tersusun Penggunaan tingkat dengan minimal 2 secara KKO kemampuan No Silabus Kelas KD aspek hierarkis pada KD Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak 1 Tematik II 2 Tematik III 3 Bahasa Indonesia IV 4 Matematika V 5 IPS VI 6 Bahasa Indonesia VI 7 Agama Islam II Pengembangan Kegiatan Pembelajaran Pengembangan kegiatan pembelajaran pada silabus yang dilakukan guru pada siklus I masih terdapat permasalahan yaitu tahapan ekplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pembimbingan dalam siklus II, menggunakan pertanyaan pembanding disertai memberikan contoh pengembangan kegiatan pembelajaran berdasarkan kata-kata kunci yang merujuk pada kegiatan ekplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Sebagai contoh: kegiatan eksplorasi dapat menggunakan kata-kata kunci ―mengamati, membaca, mendengarkan, menyaksikan‖, kegiatan elaborasi dapat menggunakan kata-kata kunci ―mendiskusikan, mempertanyakan, melakukan latihan, melakukan percobaan‖ dan kegiatan konfirmasi dapat dikembangkan dengan kata-kata kunci ―memberikan komentar, menanggapi, mengklarifikasi‖. Tabel 7. Contoh Pengembangan Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Kata Kunci No Contoh Indikator Tahapan Indikator Contoh Rumusan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Pembelajaran 1 Mengidentifikasi Penggalian Membaca buku sumber, Koran, Membaca ciri-ciri kenampakan Informasi majalah, bulletin dsb alam di lingkungan (EKSPLORASI) Mendengarkan penjelasan, suara, Mendengarkan setempat. lagu, music, bunyi Menyaksikan pertunjukan, film, Menyaksikan video, drama dsb….. Memperhatikan demostrasi, Memperhatikan peragaan, simulasi dsb.. Mewawancarai nara sumber, Mewawancari tokoh masyarakat, dsb 2 Menjelaskan Mengamati demonstrasi, Mengamati hubungan percobaan, lingkungan, dsb kenampakan alam Melakukan percobaan, Melakukan dengan keragaman demonstrasi, peragaan, dsb.. sosial lingkungan Memperjelas Mendiskusikan dalam kelompok Mendiskusisan setempat hasil eksplorasi ….
633
(ELABORASI)
3
4
Mengelompokkan kenampakan alam dilingkungan setempat beserta pemanfaatan
Tanya Jawab Melakukan percobaan Melakukan demonstrasi Bermain peran Melakukan kerja kelompok Melakukan latihan Melakukan tugas
Tanya jawab tentang ………… Melakukan percobaan tentang …… Melakukan demonstrasi tentang … Memerankan tentang …………… Melakukan kerja kelompok mengenai ………… Melakukan latihan tentang
Melaksanakan tugas secara mandiri/kelompok …… Klarifikasi hasil Melaporkan hasil tugas, latihan, Melaporkan elaborasi kerja kelompok,…. (KONFIRMAS) Mempresentasikan hasil diskusi, Menyajikan percobaan … Bertanya Mengajukan pertanyaan tentang …… 5 Membuat peta Mengklarifikasi hasil kerja penyebaran peserta didik sesuai konsep, Mengklarifikasi kenampakan alam prinsip, nilai, norma, rumus, wilayah setempat dsb……………. Pengembangan kegiatan pembelajran melalui contoh kata kunci pengembangan kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi ternyata mampu membantu guru dalam menentukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan indikator kompetensi dasar. Selain indikator, faktor yang diperhatikan dalam pengembangan kegiatan pembelajaran dalam silabus berkarakter adalah nilai pendidikan karakter yang akan dikembangkan melalui pembelajaran. Sebagai contoh: SDN 7 Singkawang Barat memprioritaskan pengembangan nilai disiplin, toleransi, komunikatif/ bersahabat, dan peduli lingkungan, maka kegiatan pembelajaran dirancang untuk mengembangkan nilai prioritas tersebut sesuai dengan kompetensi dasar yang sedang dikembangkan dalam pembelajaran. Hasil yang dicapai setelah pembimbingan pada siklus II digambarkan tabel berikut. Menunjukkan sikap positip terhadap ke anekaragaman kenampakan alam wilayah setempat
Tabel 8. Hasil Analisis Pengembangan Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus II
No 1 2 3 4 5 6 7
Silabus Tematik Tematik Bahasa Indonesia Matematika IPS Bahasa Indonesia Agama Islam
Kesesuaian dengan Kelas Indikator Ya Tidak II III IV V VI VI
II
Memuat kegiatan ekplorasi Ya Tidak
Memuat kegiatan Elaborasi Ya Tidak
Memuat Memuat kegiatan pengembangan konfirmasi nilai pendikar Ya Tidak Ya Tidak
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pengembangan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dengan menggunakan contoh kata-kata kunci kegiatan pembelajaran berdasarkan analisis model segitiga IKAPE sudah menunjukkan peningkatan kecuali pada aspek konfirmasi dan pengembangan nilai pendidikan karakter masih perlu penyesuaian dan penyempurnaan.
634
Penentuan Teknik dan Bentuk Penilaian Hasil analisis dan refleksi pelaksanaan tindakan pada siklus I pada aspek penentuan penilaian pembelajaran dalam silabus menunjukkan belum sesuai pedoman standar yang digunakan. Penilaian yang dipilih belum seluruhnya sesuai dengan indikator kompetensi dasar, dan belum tampak penentuan penilaian proses baik sesuai indikator maupun kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, fokus tindakan pada siklus II penentuan penilaian pembelajaran dengan pertanyaan pembanding disertai contoh kata-kata kunci penentuan penilaian pembelajaran berdasarkan indikator kompetensi dasar dan kegiatan pembelajaran. Tabel 9. Contoh Penentuan Penilaian Pembelajaran Berdasarkan Indikator Penilaian No Indikator Teknik Bentuk Contoh Instrumen Penilaian Instrumen 1 Mengidentifikasi ciri-ciri Tes Isian Ciri kenampakan alam kenampakan alam di tertulis Portofolio buatan adalah….. lingkungan setempat. Penugasan , 2 Menjelaskan hubungan Tes Lisan Daftar Aspek yang dinilai: kenampakan alam dengan Tes Pertanyaan kesesuaian hasil keragaman sosial setempat Tertulis Uraian pengamatan 3 Mengelompokkan Tes Uraian kenampakan alam Tertulis Portofolio dilingkungan setempat beserta Penugasan pemanfaatannya 4 Menunjukkan sikap positip Penilaian Skala Sikap terhadap keanekaragaman Sikap Angket kenampakan alam setempat 5 Membuat peta penyebaran Penugasan Penilaian kenampakan alam wilayah Kinerja setempat Tabel 10., Contoh Cara Menentukan Penilaian Berdasarkan Kegiatan Pembelajaran Penilaian No Kegiatan Pembelajaran Teknik Bentuk Contoh Instrumen Penilaian Instrumen Mendiskusikan/melakukan Kinerja Tentukan aspek yang 1 Penugasan diskusi Portofolio dinilai sesuai jenis kegiatan, kemampuan Kinerja 2 Melakukan percobaan Penugasan yang akan dinilai dan Portofolio materi tugas yang 3 Melakukan demonstrasi Penugasan Kinerja diberikan 4 Bermain peran Penugasan Kinerja 5 6
Melakukan kerja kelompok Melakukan latihan
Penugasan Penugasan
Kinerja,Produk Portofolio Portofolio
Hasil pembimbingan pada siklus II pada tanggal 1 Desember 2012 menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dikembangkan dalam silabus sebagian besar sudah sesuai dengan indikator kompetensi dasar, dan nilai pendidikan karakter yang dikembangkan. Secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 11. Hasil Analisis Penentuan Teknik dan Bentuk Penilaian Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus II
No
Silabus
Kelas
Kesesuaian Kesesuaian dengan dengan Indikator kegiatan KD pembelajaran Ya Tidak Ya Tidak
635
Memuat penilaian proses pembelajaran Ya Tidak
Menggunakan berbagai bentuk penilaian Ya Tidak
1 2 3 4 5 6 7
Tematik Tematik Bahasa Indonesia Matematika IPS Bahasa Indonesia Agama Islam
II III IV V VI VI II
PEMBAHASAN Pelaksanaan bimbingan pengembangan silabus terintegrasi pendidikan karakter kepada guru kelas dan mata pelajaran di SDN 7 Singkawang Barat yang dilaksanakan sejak tanggal 15 September 2012 hingga 1 Desember 2012. Teknik pendampingan yang digunakan melalui pendampingan kelompok dan individu dengan menggunakan model analisis segitiga IKAPE. Hasil analisis silabus melalui model analisis segitiga IKAPE diuraikan sebagai berikut. Kemampuan Mengembangkan Indikator Ketercapaian Kompetensi Dasar Pendampingan dilakukan diawali dengan menganalisis komponen indikator pada silabus yang digunakan berdasarkan pertanyaan pembanding selanjutnya dilakukan perbaikan pada indikator yang belum sesuai. Hasil analisis yang dicapai pada siklus I ternyata belum sesuai dengan indikator keberhasilan maka pada siklus II, pengembangan indikator kompetensi selain menggunakan pertanyaan pembanding disertai contoh-contoh pengembangan indikator. Hasil yang dicapai setelah akhir siklus II memperlihatkan peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan indikator kompetensi dasar dalam silabus, seperti digambarkan pada tabel berikut: Tabel 12. Hasil Analisis Pengembangan Indikator Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus I dan II
N o
1 2 3 4 5 6 7
Silabus
Tematik Tematik Bahasa Indonesia Matematika IPS Bahasa Indonesia Agama Islam
Mencakup Kesesuaian Penggunaan minimal 2 KKO Kela dengan KD aspek s S. I S.II S.I S.II S.I S.II YT Y T YT YT Y T II III IV V VI VI II
Melampaui tingkat kemampuan pada KD S.I S.II S.I S.II YT Y T YT Y T Tersusun secara hierarkis
Berdasarkan tabel di atas dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan indikator kompetensi dasar dalam silabus melalui model analisis segitiga IKAPE. Kemampuan Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran Komponen silabus berikutnya yang dilakukan analisis adalah kegiatan pembelajaran agar sesuai dengan indikator kompetensi dasar yang dirumuskan. Analisis kegiatan pembelajaran yang dilakukan mengacu pada kriteria kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan indikator kompetensi dasar yang dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan penguji pada siklus I. Selanjutnya pada siklus II diberikan bantuan contoh pengembangan kegiatan pembelajaran sesuai komnpetensi yang terdapat dalam rumusan indikator. Hasil analisis kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru SDN 7 Singkawang Barat selama pendampingan pada Siklus I dan siklus II ternyata terjadi peningkatan berdasarkan daftar periksa sesuai kriteria yang digunakan. Secara rinci digambarkan berikut.
636
Tabel 13. Hasil Analisis Pengembangan Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus I dan II
N o
1 2 3 4 5 6 7
Silabus
Tematik Tematik Bahasa Indonesia Matematika IPS Bahasa Indonesia Agama Islam
Kela s
II III IV V VI VI II
Kesesuaia n dengan Indikator S. I YT
Memuat kegiatan ekplorasi
S.II S.I Y T YT
S.II
Memuat pengemba ngan nilai pendikar S.I S.II S.I S.II S.I S.II YT Y T YT Y T YT Y T Memuat kegiatan Elaborasi
Memuat kegiatan konfirmasi
Berdasarkan tabel di atas menggambarkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dirumuskan guru menunjukkan semakin baik, terbukti terdapat peningkatan yang cukup berarti dari siklus I ke siklus II. Dengan demikian berarti kemampuan guru dalam merumuskan kegiatan pembelajaran semakin meningkat melalui model analisis segitiga IKAPE. Kemampuan Mengembangkan Penilaian Pembelajaran Penilaian pembelajaran merupakan komponen silabus ketiga yang menjadi fokus analisis dalam pengembangan silabus terintegrasi pendidikan karakter dengan menggunakan model analisis segitiga IKAPE. Analisis pada siklus I dengan pertanyaan-pertanyaan penmbanding, selanjutnya pada siklus II, acuan pertanyaan pembanding dilengkapi dengan contoh-contoh kemungkinan pengembangan penilaian sesuai kompetensi pada indikator dan kegiatan-kegiatan yang dirumuskan dalam komponen kegiatan pembelajaran. Hasil pendampingan digambarkan sebagai berikut. Tabel 14. Hasil Analisis Pengembangan Penilaian Berdasarkan Model Analisis Segitiga IKAPE pada Siklus I dan II Meng Kesesuaian Memuat Kesesuaian gunakan dengan kegiatan penilaian dengan Indikator berbagai pembel proses pembel Kela KD bentuk No Silabus ajaran ajaran s penilaian S. I S.II S.I S.II S.I S.II S.I S.II Y T Y T Y T Y T Y T Y T Y T 1 Tematik II 2 Tematik III 3 Bahasa IV Indonesia 4 Matematika V 5 IPS VI 6 Bahasa VI Indonesia 7 Agama Islam II Berdasarkan tabel di atas berarti penentuan teknik dan bentuk penilaian yang dilakukan guru semakin sesuai dan terjadi peningkatan kemampuan guru pada siklus I dan II.
PENUTUP
637
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model analisis segitiga IKAPE dapat meningkatkan kemampuan guru SDN 7 Singkawang Barat dalam mengembangkan silabus terintegrasi pendidikan karakter. Secara khusus peningkatan kemampuan guru SDN 7 Singkawang Barat dalam pengembangan silabus terintegrasi pendidikan karakter sebagai berikut: (1) Kemampuan guru merumuskan indikator ketercapaian kompetensi dasar, (2) Kemampuan guru menentukan kegiatan pembelajaran sesuai indikator dan nilai-nilai pendidikan karakter, (3) Kemampuan guru menentukan penilaian pembelajaran sesuai indikator kompetensi dasar dan kegiatan pembelajaran dalam pengembangan silabus terintegrasi pendidikan karakter. Hasil pengembangan silabus berdasarkan model analisis segitiga IKAPE masih terdapat rumusan indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian yang belum sesuai, karena itu masih diperlukan pengkajian ulang setiap tahun pelajaran untuk disesuaikan. Masih diperlukan bimbingan dan pembinaan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah terhadap guru kelas dan guru mata pelajaran secara terus menerus dalam mengembangkan silabus terintegrasi pendidikan karakter. DAFTAR RUJUKAN Arifin,Zaenal,2009.Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya Depdikbud, 2012.Supervisi Akademik Bahan Ajar Diklat Supervisi Pengawas Sekolah, Jakarta:Pusbangtendik Depdiknas,2008.Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dalam KTSP, Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Depdiknas Depdiknas,2011. Panduan Pelatihan Pendidikan Karakter, Jakarta: Puskurbuk Depdiknas Hasiati, Titik dan Basuki, Imam Agus,2012. Penilaian Berbasis Kelas, Malang: PT. Pertamina (Persero) dan Universitas Negeri Malang Madjid,Abdul,2008. Perencanaan Pembelajaran mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyasa,2010. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Suatu Panduan Praktis, Bandung:Remaja Rosdakarya Muslich,Masnur,2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar Pemahaman dan Pengembangan,Jakarta: Bumi Aksara Tim TEQIP,2012,Panduan Praktis KTSP,Malang, PT. Pertamina (Persero) dan Universitas Negeri Malang Uno,Hamzah B.,2008. Perencanaan Pembelajaran,Jakarta: Bumi Aksara
REPRESENTASI PADA PEMECAHAN WORD PROBLEM MATEMATIS Anwar Muttaqien Subanji Toto Nusantara Guru SMAN 2 Sampit Dosen Pendidikan Matematika UM Dosen Pendidikan Matematika UM
[email protected] Abstraks: Penelitian ini digunakan untuk mengungkap kesulitan siswa dalam menyelesaikan word problem. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMA Negeri 1 Boyolangu dan SMA Negeri 2 Sampit. Banyak siswa kesulitan dalam pemecahan word problem, terutama dalam memahami masalah dan merepresentasikan word problem ke dalam model matematika. Temuan lain, siswa yang merepresentasikan masalah dengan bahasa tertulis dan menggunakan strategi informal lebih sukses dalam memecahkan word problem.
638
Kata Kunci:
Word problem, Pemecahan masalah, Representasi
Masalah matematis dalam matematika sekolah biasanya disajikan dalam verbal, bergambar, atau bentuk simbolis matematis atau kombinasi dari tiganya. Bentuk verbal bisa melibatkan pernyataan bentuk simbolik dalam kata-kata; instruksi atau tujuan untuk menemukan sebuah solusi; konteks matematis, atau dunia nyata atau konteks sosial/budaya, nyata atau imaginer (Chapman, 2006). Suatu masalah yang dideskripsi dari situasi kehidupan nyata disebut word problem. Berbagai pendapat menyatakan banyak siswa di seluruh dunia menghadapi kesulitan dalam memecahkan word problem (Swanson, Lussier & Orosco, 2011; Yeo, 2010; Charles, 2009; Ahmad, Salim & Zainuddin, 2008, Hart, 1996). Kesulitan yang dialami siswa diantaranya ketidakpahaman bacaan, tidak tahu apa masalahnya dan tidak memahami word problem (Wright, 2010; Clement & Wolbach, 2008 dan van Garderen, 2004). Kesulitan yang lain adalah pada bahasa matematis dan model situasi dari word problem (Micke & Beilock, 2010; Kotsopoulos, 2007). Dengan demikian, kinerja matematika dan keterampilan pemahaman bacaan telah terbukti berkaitan erat (Vilenius-Tuohimaa dkk, 2008). Untuk itu guru perlu menerapkan pembelajaran yang membantu siswa memahami word problem dengan merepresentasikannya. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana memecahkan word problem matematis dengan membangun representasi masalah. Beberapa penelitian word problem diantaranya pemecahan word problem yang berkaitan dengan pengajaran guru, strategi guru, representasi dan strategi siswa. Penelitian tentang pengajaran guru oleh Seifi, Haghverdi & Azizmohamadi (2012) mengungkapkan bahwa hampir setengah dari guru menunjukkan siswa mereka berjuang dengan representasi dan memahami masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Kotsopoulos (2007) menemukan bahwa bahasa matematika seperti bahasa asing, siswa mengalami gangguan bahasa ketika kontek dari kehidupan sehari-hari dan digunakan dalam dunia matematika mereka. Selanjutnya hasil penelitian van Garderen (2004) menemukan bahwa kesulitan siswa dalam representasi word problem matematis dari pandangan guru. Penelitian tentang strategi mahasiswa dalam pemecahan word problem dilakukan oleh Hegarty, Mayer & Monk (1995) menyatakan pemecah masalah non-sukses fokus pada bilangan dan istilah relasional dalam masalah. Sebaliknya, pemecah masalah sukses fokus yang lebih seimbang yang mencakup nama variabel untuk membangun sebuah representasi yang koheren dari situasi yang dijelaskan dalam masalah, serta bilangan-bilangan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Dengan demikian calon guru menggunakan strategi yang mengandalkan metode formal, sedangkan mahasiswa pemecah masalah sukses berfokus yang seimbang untuk membangun sebuah representasi yang dijelaskan dalam masalah. Penelitian tentang representasi siswa dalam memecahkan word problem dilakukan oleh Eric (2005) dan Hart (1996). Temuan penelitian Eric (2005) menunjukkan bahwa kegagalan awal siswa untuk memecahkan word problem bukan karena kurangnya kemampuan aritmatika tetapi ketidakmampuan mereka untuk membangun sebuah representasi masalah yang tepat karena cara masalah itu terstruktur. Penelitian Hart (1996) menyatakan dengan menggunakan word problem personal, lebih banyak siswa dapat membangun representasi mental yang menghubungkan teks word problem dengan strategi yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Dengan demikian kegagalan siswa memecahkan word problem karena ketidakmampuan membangun sebuah representasi masalah dapat di atasi salah satunya dengan menggunakan word problem personal. Penelitian tentang strategi yang digunakan siswa untuk memecahkan word problem dilakukan oleh Palm (2008); Llinares & Roig (2008); dan Wright (2010). Penelitian Palm (2008) menunjukkan bahwa siswa benar-benar telah memanfaatkan pemahaman personal mereka terhadap situasi tugas, meskipun pemahaman mereka, yang konsisten dengan pengalaman mereka dari konteks sosio-budaya situasi sekolah, adalah berbeda dengan pemahaman tentang situasi yang banyak peneliti dan guru miliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaslian tugas meningkat, bahkan ketika itu harus dilakukan sendiri modifikasi teks tugas, dapat meningkatkan kecenderungan siswa untuk secara efektif menggunakan pengetahuan dunia nyata mereka dalam solusi untuk word problem. Hasil penelitian Llinares & Roig (2008) menunjukkan bahwa pengembangan dua proses, persepsi umum dalam khusus dan
639
persepsi khusus dari yang umum merupakan karakteristik dari proses pemodelan siswa dan dengan demikian merupakan aspek dari proses abstraksi mereka, dan dengan demikian mereka kompeten matematika. Hasil penelitian Wright (2010) menemukan semua siswa berbeda dan belajar dengan cara yang berbeda. Mereka membutuhkan cara pribadi mereka sendiri dalam memahami dan memecahkan word problem. Siswa menggunakan pengetahuan dunia nyata, memanfaatkan pemahaman personal, dan membutuhkan cara pribadi mereka sendiri dalam memahami dan memecahkan word problem. Dari penelitian di atas dapat disimpulkan; (1) kesulitan siswa dari pandangan guru dalam memecahkan word problem pada representasi dan memahami masalah. (2) Guru pada umumnya menggunakan strategi yang mengandalkan metode formal, sedangkan mahasiswa pemecah masalah sukses berfokus yang seimbang untuk membangun sebuah representasi yang dijelaskan dalam masalah. (3) Kegagalan siswa memecahkan word problem karena ketidakmampuan membangun sebuah representasi masalah yang dapat di atasi dengan menggunakan word problem personal. (4) Siswa menggunakan pengetahuan dunia nyata, memanfaatkan pemahaman personal, dan membutuhkan cara pribadi mereka sendiri dalam memahami dan memecahkan word problem. PEMBAHASAN Hasil observasi di lapangan pada siswa SMA 1 Boyolangu kelas XI IPA 2 dan SMA Negeri 2 Sampit kelas XI IPA 3. Analisis data hasil tes word problem untuk masing-masing sekolah dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Skor Tes Word Problem SMAN 1 Boyolangu SMAN 2 Sampit SM ST SR SM ST SR 35 30 85% 33 23 70% Berdasarkan data hasil tes word problem skor rata-rata yang diperoleh SMAN 1 Boyolangu 85 % dan SMAN 2 Sampit 70 %. Keberhasilan siswa memecahkan word problem matematis karena siswa mampu memahami kata 54m2 sebagai luas dan kalimat relasi ―panjang jalan adalah 15 m lebih dari lebar‖. Kalimat relasi antara panjang dan lebar jalan. Selanjutnya yang terpenting siswa dapat membangun representasi dari kalimat word problem. Sebagai contoh salah satu jawaban siswa dalam menyelesaikan soal sebagai berikut. Pak Agung membutuhkan 54 m2 paving untuk membangun jalan setapak berbentuk persegipanjang. Panjang jalan adalah 15 m lebih dari lebar. Tentukan panjang dan lebar jalan. Jelaskan jawabanmu dan berikan alasannya. Siswa diminta untuk menyebutkan apa yang diketahui dari masalah dan membuat model dari masalah. Salah satu jawaban siswa sebagai berikut. 1. Sebutkan apa yang diketahui dari soal? Paving yang dibutuhkan 54m2 Panjang jalan 15m + l 2. Buat gambar dari soal yang diberikan?
l
54m2
54m2 15m + l (panjangnya 15 meter lebih dari lebar) L =p l 54 = (15 + l) l sehingga diperoleh l = 3 dan p =18 Alasannya Karena kita mencari panjang dan lebar, harus memfaktorkan dulu antara p dan l. Jika l atau p negatif maka mustahil, sudah jelas yang dipilih l = 3 sudah jelas panjangnya lebih 15
640
daripada lebar. Panjang = 15 + 3 = 18m, dengan lebar 3m diperoleh luas 54m2 seperti yang tertera di soal. Dari jawaban siswa di atas, siswa lebih mudah memecahkan word problem, dengan merepresentasikan word problem memudahkan memahaminya. Dengan memahami word problem sehingga siswa dapat menentukan strategi yang sesuai dan masuk akal dalam menyelesaikannya. REPRESENTASI WORD PROBLEM Kita tahu dari penelitian bahwa hanya karena seorang anak dapat membaca word problem, mengetahui semua kosakata dalam masalah, dan dapat mengidentifikasi hubungan dinyatakan dalam masalah itu tidak berarti bahwa ia dapat mengatasinya. Sebaliknya, menurut Sowder (1988) anak yang memahami arti operasi dan dapat menghubungkan asosiasi antara kuantitas yang diberikan dalam word problem dengan arti operasi mereka adalah pemecah masalah yang lebih baik. Pape (2004) menyatakan jika siswa didorong untuk memahami dan merepresentasikan makna word problem matematis daripada secara langsung menerjemahkan elemen masalah dalam operasi matematika yang sesuai, mereka mungkin lebih berhasil memecahkan masalah ini dan lebih baik memahami konsep matematika tertanam dalam diri mereka. Forsten (dalam SSWP, 2012) menyatakan siswa menggunakan strategi informal untuk memecahkan masalah dalam upaya mereka untuk memberi arti bagi situasi lain. Karena siswa menggunakan strategi informal untuk memecahkan word problem sebaiknya siswa di dorong untuk merepresentasikan dan memahami makna word problem matematis untuk menjadi pemecah masalah yang lebih baik. Memecahkan word problem melibatkan komunikasi langkah-langkah solusi efektif untuk diri sendiri dan orang lain. Siswa perlu belajar bahasa tertulis untuk menyampaikan solusi atau ide mereka (Ahmad, Salim & Zainuddin, 2008). Rojano dan Sutherland (dalam Filloy, Rojano & Solares, 2004) telah mempelajari bagaimana teknologi lingkungan dapat membantu siswa untuk merepresentasikan dan memecahkan word problem tanpa harus mengambil papan dengan kode simbolik aljabar, dari awal. Bahasa tertulis dapat membantu siswa untuk merepresentasikan dan memecahkan word problem. Dengan demikian untuk menjadi pemecah masalah yang lebih baik siswa di dorong merepresentasikan makna word problem dengan bahasa tertulis dengan memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan strategi informal. Skema proses pemecahan masalah pada mengaktifkan skema dimulai dengan membangun representasi, mencari solusi, mengimplementasikan solusi. Gambar 1 menunjukkan tahapan dalam memecahkan suatu masalah (Gick dalam Reed, 1999:37). Upaya pertama pemecah masalah membangun sebuah representasi dari masalah dengan menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya. Jika aktivasi skema terjadi selama pembangunan representasi masalah, pemecah dapat melanjutkan langsung ke tahap ketiga dan mengimplementasikan solusi.
Gambar 1 Diagram skema dari proses pemecahan masalah dari Gick (Dalam Reed, 1999:37) Pada bagian kognitif dari intervensi multi-strategi, siswa belajar serangkaian langkah eksplisit untuk menganalisis dan memecahkan masalah matematika (Wright, 2011) meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
641
1. Membaca masalah. Siswa membaca masalah dengan hati-hati, mencatat dan mencoba untuk membersihkan apa pun bidang ketidakpastian atau kebingungan 2. Mengutip masalah. Siswa menyatakan kembali masalah dalam kata-kata sendiri. 3. 'Menggambar' masalah. Siswa menciptakan gambar dari masalah, menciptakan visual yang merepresentasikan dari word problem. 4. Membuat rencana untuk memecahkan masalah. Siswa memutuskan cara terbaik untuk memecahkan masalah dan mengembangkan rencana untuk melakukannya. 5. Memprediksi/memperkirakan jawabannya. Siswa memperkirakan atau memprediksi apa jawabannya ke masalah. Siswa dapat menghitung perkiraan jawaban cepat, dengan menggunakan pembulatan atau cara pintas lainnya. 6. Komputasi jawabannya. Siswa mengikuti pengembangan rencana sebelumnya untuk menghitung jawaban pada masalah. 7. Memeriksa jawabannya. Secara metodis siswa memeriksa perhitungan untuk setiap langkah masalah. Siswa juga membandingkan jawaban yang sebenarnya untuk jawaban perhitungan perkiraan dalam langkah sebelumnya untuk memastikan bahwa ada kesepakatan umum antara dua nilai. Langkah-langkah pemecahan masalah dari Wright lebih dikhususkan pada pemecahan word problem matematis. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. (1) kemampuan siswa memecahkan word problem matematis dipengaruhi pemahaman kalimat, membuat hubungan antar kalimat dan membangun representasi dari masalah yang ditimbulkan (2) jika siswa didorong untuk memahami dan merepresentasikan makna word problem matematis, mereka lebih berhasil memecahkan masalah ini dan lebih baik memahami konsep matematika tertanam dalam diri mereka. (3) siswa menjadi pemecah masalah yang lebih baik jika di dorong merepresentasikan makna word problem dengan bahasa tertulis dengan memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan strategi informal.
DAFTAR RUJUKAN Ahmad, A. Salim, S.S. & Zainuddin, R. 2008. Supporting Mathematical Communication in Word Problem Solving Through a Cognitive Tool. International Conference on EDUCATION and EDUCATIONAL TECHNOLOGY, (Online), 30: 21-23, (http://www.wseas.us/e library/transactions/computers/2008/25-472.pdf), diakses 21 Pebruari 2013. Charles, R.I. 2009. Solving Word Problems. Developing Students‟Quantitative Reasoning Abilities. California: Pearson, (Online) (http://assets.pearsonschool.com/asset_mgr/current/201218/MatMon110890Charles_S WP_Revise_eBook.pdf), diakses 20 April 2013. Chapman, O. 2006. Classroom Practices for Context of Mathematics Word Problems.Educational Studies in Mathematics (Online), 62 (1): 211-230, (http://www.jstor.org/stable/25472096), diakses 6 April 2013. Chiu, S.M. 2009. Approaches to the Teaching of Creative and Non-Creative Mathematical Problems. International Journal of Science and Mathematics Education, 7: 55-79. Clement, J.L.J. & Wolbach, N.E. 2008. Does Decoding Increase Word Problem Solving Skills. Department of Mathematics: Lincoln, (Online), (http://scimath.unl.edu/MIM/files/research/SlackJ.pdf), diakses 3 April 2013. Eric, M.C.C. 2005. Language Proficiency and Rewording of Semantic Structures in P5 Pupils‘ Mathematical word problem solving. The Mathematics Educator, (Online), 9 (1): 84-99, (http://math.nie.edu.sg/ame/matheduc/tme/tmeV9 1/Chan%20Eric.pdf), diakses 26 April 2013. Filloy, E. Rojano, T. & Solares, A. 2004. Arithmetic/Algebraic Problem-Solving and The Representation of Two Unknown Quantities. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, (Online), 2: 391 398, (http://www.emis.de/proceedings/PME28/RR/RR288_Filloy.pdf), diakses 21 April
642
2013. Hart, J.M. 1996. ―The Effect of Personalized Word Problems.‖ Teaching Children Mathematics,(Online), 2 (8): 504-505, (http://www.pbs.org/teacherline/courses/math295/pdfs/acf450.pdf), diakses 26 April 2013. Hegarty, M. Mayer, E. R. & Monk, A. C. 1995. Comprehension of Arithmetic Word Problems: A Comparison of Successful and Unsuccessful Problem Solvers, Journal of Educational Psychology, (Online), 87(1): 18-32, (http://www.psych.ucsb.edu/~hegarty/papers/47 comprehension%20of%20arithmetic%20word%20problems-%20sucessful.pdf), diakses 14 April 2013 Kotsopoulos, D. 2007. It's like hearing a foreign language. Mathematics Teacher, (Online), 101(4): 301-305, (http://hybridalgebra.pbworks.com/f/mathematics+discourse+its+like+hearing+a+forieg n+language.pdf), diakses 14 April 2013. Llinares, S. & Roig, I.A. 2008. Secondary School Students Construction and Use of Mathematical Models In Solving Word Problems. International Journal of Science and Mathematics Education, 6: 505-532. Mattarella-Micke, A. & Beilock, L. S. 2010. Situating math word problems: The story matters. Psychonomic Bulletin & Review, (Online), 17 (1): 106-111. (http://hpl.uchicago.edu/Publications/mattarella-micke%20and%20beilock.pdf) diakses 31 Maret 2013. Palm, T. 2008. Impact of Authenticity on Sense Making in Word Problem Solving. Educational Studies in Mathematics, (Online), 67 (1): 37-58. (http://www.jstor.org/page/info/about/policies/terms.jsp), diakses 19 Maret 2013 Pape, S.J. 2004. ―Middle school childrens‘ problem-solving behavior: A Cognitive analysis from a reading comprehension perspective. Journal for Research in Mathematics Education, 35 (3):187-219. Reed, K. S. 1999. Word Problem: Research and Curriculum Reform. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Seifi, M. Haghverdi, M. & Azizmohamadi, F. 2012. Recognition of Students‘ Difficulties in Solving Mathematical Word Problems from the Viewpoint of Teachers. Journal of Basic and Applied Scientific Research, (Online), 2(3): 2923-2928, (http://www.textroad.com/pdf/JBASR/J.%20Basic.%20Appl.%20Sci.%20Res.,%202(3) 2923-2928,%202012.pdf), diakses 26 April 2013. Sowder, L. 1998. ―Choosing operations in solving routine word problem.‖ In R. I. Charles and E. A. Silvers (Eds), The Teaching and assessing of mathetamtical problem solving, Reston VA: Lawrence Erlbaum Associates and National Council of Teachers of Mathematics, 148-158. SSWP. 2012. Step by step math: Strategies for Solving Word Problem. Supporting research: Curriculum Associates. Swanson, L., H., Lussier, C., Orosco, M. 2011. Effects of Cognitive Strategy Intervention on Word Problem Solving and Working Memory in Children with Math Disabilities. SREE Fall. van Garderen, D. 2004. Focus On Inclusion Reciprocal Teaching As A Comprehension Strategy For Understanding Mathematical Word Problems. Reading & Writing Quarterly, (Online), 20: 225-229, (http://futurescholars.rutgers.edu/FutureScholars/Images/Focus%20on%20Inclusion.pdf ), diakses 14 April 2013. Vilenius-Tuohimaa, P.M.V., Aunolab, K. & Nurmib, J.E. 2008. The association between mathematical word problems and reading comprehension. Educational Psychology, (Online), 28 (4): 409–426, (http://wibergmath.pbworks.com/f/word+problems+and+reading+comprehension+resea rch.pdf), diakses 6 april 2013. Wright, S. B. 2010. Ways To Decode, Decipher, And Apply Skills To Word Problems. (Online), (http://reflectivepractitioner.pbworks.com/f/Seely.pdf), diakses 28 Maret 2013.
643
Wright, J. 2011. Math Problem-solving: Combining Cognitive & Metacognitive Strategies in a 7-step Process. (www.interventioncentral.org.), diakses tgl. 4 Pebruari 2013.
GESTURE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Sriyanti Mustafa Subanji Toto Nusantara Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika PPs UM Dosen Universitas Negeri Malang Dosen Universitas Negeri Malang Abstrak: Gesture merupakan gerakan tubuh atau anggota badan yang mencerminkan berpikirnya. Gesture sebagai sumber informasi penting, karena mendukung komunikasi lisan dan mengurangi ambiguitas pemahaman konsep/makna materi. Studi tentang gesture sangat luas, gesture yang dibahas di sini adalah gesture yang diproduksi oleh guru dan murid yang berhubungan dengan tugas-tugas matematika, termasuk gesture yang tidak tampak secara langsung. Dalam pembelajaran matematika gesture guru dapat membantu murid memahami dan memberi arti/makna dari materi yang dipelajarinya, serta memberikan pendekatan formal untuk menentukan hasil abstrak yang tidak diketahui. Untuk itu yang menjadi fokus adalah bagaimana gesture dapat diproduksi dalam pembelajaran matematika.
Kata kunci: Gesture, pembelajaran matematika PENDAHULUAN Tinjauan epistimologi mengartikan matematika sebagai ilmu pengetahuan, diperoleh dengan bernalar atau menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Berdasarkan tinjauan tersebut, maka sangat penting dalam pembelajaran matematika, materi yang disajikan guru dapat mengeksplorasi kemampuan/ pengetahuan murid dalam memecahkan masalah. Tanpa disadari, ketika proses pembelajaran terjadi kelas, gesture sebenarnya banyak digunakan karena memainkan peran penting untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Berfokus pada peran gesture dalam pengaturan pembelajaran, para peneliti telah meneliti mekanisme kognitif dari peran gesture sebagai strategi mental yang membantu murid untuk mengurangi beban kognitif ketika membahas tentang masalah matematika (Cook & Goldin-Meadow, 2006; GoldinMeadow et al., 2001, dalam Shein, 2012). Istilah Gesture banyak diartikan sebagai gerakan di tangan atau tubuh untuk menekankan atau membantu mengekspresikan pikiran atau perasaan. Gesture berhubungan erat dengan penggunaan gerakan (terutama dari tangan) untuk berkomunikasi. McNeill (1992, p.76) mengklasifikasikan gesture yang terjadi di dalam narasi deictics (menunjuk), iconics, metaphorics, dan ketukan. Gesture tidak hanya mendukung proses mental tetapi juga digunakan sebagai mediator dari partisipasi sosial-budaya (Vygotskij, 1962, dalam Shein, 2012 ). Secara khusus, gesture dianalisis bukan sebagai pendekatan alternatif untuk memahami konsep-konsep matematika, melainkan sebagai strategi integratif, karena diinginkan adanya suatu mekanisme komunikasi alami yang dapat dengan mudah memberikan ide-ide abstrak yang biasanya dianggap terlalu sulit untuk dipahami. Gesture merupakan sumber informasi yang penting, karena mendukung komunikasi lisan dan mengurangi ambiguitas pemahaman konsep/makna materi. Studi tentang gesture sangat luas, gesture yang akan dibahas di sini adalah setiap gesture yang dibuat oleh guru yang berhubungan dengan tugas-tugas matematika di tangan, termasuk gesture yang tidak tampak secara langsung berkontribusi pada komunikasi ide-ide matematika.
644
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran matematika khususnya pada aljabar, target pelajaran dirancang untuk memperkenalkan murid ―kekuatan kalimat aljabar/matematika‖ untuk dibawah ke model dunia nyata. Tujuannya adalah membantu murid memahami bagaimana hubungan aljabar dapat berfungsi sebagai model matematika dari sistem nyata, dan dengan demikian membantu murid untuk memberi makna dari materi yang sedang dipelajarinya. Pada artikel ini, obyek pelajaran matematika mengadopsi dari penelitian yang dilakukan Alibali dan Nathan (2007). Penggunaan gesture dalam proses pembelajaran matematika, dimaksudkan untuk mencapai ekspresi verbal yang memadai selama guru menyajikan materi. Dalam hal ini penggunaan instrumen/alat peraga belajar, misalnya alat tulis (pensil, spidol, dan lain-lain) tetap dibutuhkan sebagai penggabungan integrasi konsep antara gesture dan alat-alat belajar. Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimanakah gesture diproduksi guru dan murid dalam pembelajaran matematika?. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi gesture diproduksi guru dan murid dalam pembelajaran matematika. METODE Penelitian dilakukan dikelas selama proses pembelajaran berlangsung, dimana data yang diperoleh dipaparkan sesuai dengan data di lapangan. Peneliti adalah instrumen utama, karena peneliti selain sebagai perancang penelitian, pengumpul dan penganalisis data juga terlibat langsung dalam proses penelitian. Penelitian akan menghasilkan data deskriptif berupa uraian yang menjelaskan gesture guru dan murid dalam pembelajaran matematika. Untuk itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian akan menggunakan camera yang akan merekam secara audio visual gesture yang dilakukan guru selama proses pembelajaran berlangsung dikelas. Data yang dikumpulkan berupa data deskriptif (data verbal) yang akan dianalisis secara induktif, artinya upaya pencarian data bukan dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis, namun lebih merupakan pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan, setelah itu dikelompok-kelompokkan. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Salah satu teknik analisis data yang digunakan adalah ―Metode Perbandingan Tetap‖ (constant comparative method). Secara umum proses analisis datanya mencakup: reduksi data, katagorisasi data, sintesisasi, dan diakhiri dengan penyusunan hipotesis kerja. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama proses pembelajaran berlangsung digunakan camera digital-tape recorder untuk merekam semua sesi aktivitas (gesture) yang terjadi dikelas. Sejalan dengan penelitian Shein (2012), gesture yang diperoleh pada penelitian ini diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) Gesture Iconic didefinisikan sebagai gesture yang digunakan untuk menunjukkan objek, lokasi, tulisan, atau menunjuk. Gesture ini banyak menggunakan jari atau tangan, dan atau menggunakan alat tulis (pensil/bolpoin/spidol) sebagai "Pointer". Sebagai contoh, pada Gambar 1 dari video murid menunjukkan titik/tempat dengan jarinya mengenai contoh pembagian bilangan satu.
Gambar 1 (2)
Gestures Representational didefinisikan sebagai gesture di mana gerakan tangan atau gerakan lintasan dari tangan atau lengan mewakili beberapa objek, tindakan, konsep atau
645
hubungan. Gambar 2 menunjukkan guru mengambil beberapa spidol berwarna-warni, kemudian "memanggil" seorang murid (perhatikan bagaimana guru menggerakkan (memindahkan) spidol ditangannya ke murid tersebut sambil memberikan penjelasan.
Gambar 2 (3)
Gesture Writing (Gerakan Menulis) didefinisikan apa yang diucapkan guru terintegrasi dengan cara yang sama dengan gerakan tangan (menjelaskan sambil menulis). Sebagai contoh, pada Gambar 3, guru menggunakan isyarat menulis sambil berbicara tentang pembagian bilangan satu.
Gambar 3 Demikian pada akhirnya, gesture yang diproduksi guru membantu murid untuk memahami konsep matematika dengan sistem nyata. Hal ini disebabkan sebagian fakta menunjukkan bahwa hubungan antara simbol/variabel dapat ditulis dalam sebuah persamaan (model matematika). Gesture digunakan sebagai ungkapan eksklusif tentang benda-benda real yang dapat digunakan dalam belajar matematika. Secara khusus gesture writing juga sangat mungkin digunakan sebagai ungkapan tentang hubungan konsep matematik, karena hubungan matematika bisa dijabarkan dengan menulis (misalnya, menggarisbawahi setiap bilangan) seperti yang digambarkan dalam contoh. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka disimpulkan bahwa gesture dapat membantu murid dalam memahami konsep matematika. Gesture yang diperoleh dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu (1) Gesture Iconic, (2) Gesture Representational, dan (3) Gesture Writing. SARAN Penelitian ini merupakan upaya awal dan terbatas hanya pada satu kelas dan pada pembelajaran matematika saja (khusus aljabar), maka disarankan peneliti lain dapat memperluas permasalahan, misalnya dengan menerapkan pada materi yang lain, dan jika memungkinkan dapat memperluas sumber datanya. DAFTAR RUJUKAN Alibali, M., &Nathan, M.J. 2007. Teachers‟ Gestures as a means of Scaffolding Students‟ Understanding Evidence from an Early Algebra Lesson. In press in R. Goldman, R. Pea, B. Barron, & S. J. Derry (Eds.), Video Research in the Learning Sciences. Mahwah, NJ: Erlbaum. www.psy.cmu.edu/.../alibali_nathan_VRLS_in... Diakses, Sabtu 1 Desember 2012.
646
Bloomberg, Linda Dale., &Volve, Marie. 2008. Completing Your Qualitative Dissertation. USA: Sage Publications, Inc. Creswell, John W., & Plano Clark, Vicki L. 2007. Designing and Conducting Mixed Methods Research. USA: Sage Publications, Inc. Creswell, John W. 2012. Research Desain Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Edwards, Laurie D. The role of gestures in mathematical discourse: remembering and problem solving. Procedings of the 29th conference of the International Groupfor the Psychology of Mathematics Education Volume 1, Juli 2005. Francaviglia, Mauro., & Servidio Rocco. 2011. Gesture as a Cognitive Support to Solve Mathematical Problems. Journal Psychology, 91 2011, Number .2, Volume .2, 91-97. Goodwin, C. 1986. Gestures As A Resource For The Organization Of Mutual Orientation. http://www.degruyter.com/view/j/semi.1986.62.issue-1-2/semi.1986.62.12.29/semi.1986.62.1-2.29.xml. Diakses: Sabtu, 1 Desember 2012. McNeill, D. 2005. Gesture and Thought.Chicago,IL: The University of Chicago Press. Radford, Luis. 2009. Signs, Gestures, Meanings: Algebraic Thinking From A Cultural Semiotic Perspective. Proceedings of the Sixth Conference of European Research in Mathematics Education (CERME 6) that was hold at the Université Claude Bernard, Lyon, France, January 28- February 1, 2009 Shein, Paichi Pat. 2012. Seeing With Two Eyes: A Teacher‟s Use of Gestures in Questioning and Revoicing to Engage English Language Learners in the Repair of Mathematical Errors. Journal for Research in Mathematics Education, March 2012, Number 2, Volume 43.
PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI SISWA SMA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR Siti Lailiyah Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Kemampuan penalaran sangat efektif dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menganalisis situasi baru dalam semua aspek, membuat asumsi logis, menjelaskan pikiran, mencapai kesimpulan dan mempertahankan kesimpulan. Penalaran terdiri dari: penalaran induktif, analogi dan deduktif. Penalaran analogi adalah kemampuan penting dari kognisi manusia, karena analogi dapat digunakan untuk menjelaskan banyak aspek kreativitas kognitif, produktivitas, dan adaptivitas. Novick (dalam English, 1999) mengatakan bahwa penggunaan analogi dalam memecahkan masalah matematika melibatkan masalah sumber dan masalah target. Masalah sumber dapat membantu siswa memecahkan masalah target. Hal ini dapat terjadi jika siswa dalam menyelesaikan masalah target memperhatikan masalah sumber dan menerapkan struktur masalah sumber pada masalah target tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemampuan penalaran analogi siswa SMA. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI – IPA 7 SMA Negeri 1 Manyar Gresik. Teknik pengumpulan datanya adalah melalui observasi kelas, tes kemampuan penalaran analogi matematika dan studi dokumentasi. Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan penalaran analogi matematika dalam bidang aljabar siswa kelas XI – IPA 7 SMA Negeri 1 Manyar Gresik tergolong sedang karena dari 25 siswa diantaranya 17 siswa (0,68%) tergolong tingkat sedang dan 8 siswa (0,32%) tergolong tingkat rendah.
Kata kunci: Penalaran Analogi, Aljabar.
647
PENDAHULUAN Pembelajaran matematika dalam standar isi yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006) bertujuan menunjukkan bahwa penguasaan matematika tidak hanya sebatas penguasaan fakta dan prosedur matematika serta pemahaman konsep, tetapi juga berupa kemampuan proses matematika siswa seperti pemecahan masalah, penalaran, komunikasi dan koneksi matematika. Semuanya harus saling menunjang dalam proses pembelajaran matematika sehingga siswa dapat menguasai matematika secara utuh. Selain itu juga dijelaskan bahwa matapelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemampuan penalaran dapat membantu siswa untuk memahami dan mengevaluasi komunitas ilmiah dan teknologi, karena penalaran sangat efektif dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menganalisis situasi baru yang dihadapi dalam semua aspek, membuat asumsi logis, menjelaskan pikiran mereka, mencapai kesimpulan dan mempertahankan kesimpulan mereka. Penalaran didefinisikan sebagai keyakinan emosional yang mendalam tentang adanya suatu daya nalar yang unggul, yang terungkap dalam alam semesta yang tidak bisa dimengerti sehingga terbentuk suatu ide yang berasal dari Tuhan (Albert Einstein, 1923). Sedangkan menurut R.G. Soekadijo (1985) penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Adapun Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi (1979) memberikan definisi penalaran sebagai berikut: ―Penalaran adalah proses dari budi manusia yang berusaha tiba pada suatu keterangan baru dari sesuatu atau beberapa keterangan lain yang telah diketahui dan keterangan yang baru itu mestilah merupakan urutan kelanjutan dari sesuatu atau beberapa keterangan yang semula itu‖. Sedangkan definisi penalaran berdasarkan ensiklopedia wikipedia menjelaskan bahwa penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Metode untuk bernalar diantaranya adalah dengan menggunakan deduksi, induksi, analogi dan pencitraan (image). Penalaran analogi adalah kemampuan penting dari kognisi manusia, karena analogi dapat digunakan untuk menjelaskan banyak aspek kreativitas kognitif, produktivitas, dan adaptivitas. Soekardijo (1999) mengatakan bahwa analogi adalah berbicara tentang suatu hal yang berlainan, dan dua hal yang berlainan itu diperbandingkan. Selanjutnya ia mengatakan jika dalam perbandingan hanya diperhatikan persamaan saja tanpa melihat perbedaan, maka timbullah analogi. Diane (dalam Setyono, 1996) mengatakan bahwa dengan analogi suatu permasalahan mudah dikenali, dianalisis hubungannya dengan permasalahan lain, dan permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan. Novick (dalam English, 1999) mengatakan bahwa penggunaan analogi dalam memecahkan masalah matematika melibatkan masalah sumber dan masalah target. Masalah sumber dapat membantu siswa memecahkan masalah target. Hal ini dapat terjadi jika siswa dalam menyelesaikan masalah target memperhatikan masalah sumber dan menerapkan struktur masalah sumber pada masalah target tersebut. Dalam menyelesaikan masalah sumber, siswa akan menggunakan strategi yang diketahui, konsep-konsep yang dimilikinya, sedangkan dalam menyelesaikan masalah target siswa akan menjadikan masalah sumber sebagai pengetahuan awal untuk menyelesaikan masalah target. Novick (dalam English, 2004) mengatakan bahwa seseorang dikatakan melakukan penalaran analogi dalam memecahkan masalah, jika: 1. Siswa dapat mengidentifikasi apakah ada hubungan antara masalah yang dihadapi (masalah target) dengan pengetahuan yang telah dimilikinya (masalah sumber) 2. Siswa dapat mengidentifikasi suatu struktur masalah sumber yang sesuai dengan masalah target
648
3. Siswa dapat mengetahui bagaimana cara menggunakan masalah sumber dalam memecahkan masalah target. Adapun penelitian-penelitian yang terkait dengan penalaran diantaranya yaitu: (1) Penelitian Woo, J. H., Lew, H. C., Park, K. S. & Seo, D.Y. (2007) menjelaskan bahwa penalaran induksi dapat menjadi alat pertama ketika memecahkan masalah geometris, tetapi diperlukan keterampilan penalaran lain seperti analogi atau pencitraan secara bersamaan. Dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa pencitraan tampaknya memberikan dasar yang sangat penting untuk mengembangkan analogi struktural untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam geometri. (2) Penelitian Somayeh Amir-Mofidi and Parvaneh Amiripour (2012) menunjukkan bahwa pembelajaran melalui contoh dalam penalaran analogis tertentu dapat diterapkan untuk belajar matematika. (3) Penelitian Helmar Gust dan Kai-Uwe Kunhnberger (2006) menjelaskan bahwa dengan keterampilan penalaran analogi dapat menjadikan pembelajaran di kelas menjadi efektif. (4) Penelitian Keith Jones, Taro Fujita, Susumu Kunimune (2012) menjelaskan produksi penalaran dalam pengajaran geometri di sekolah menengah, dimana pengajaran geometri terdapat suatu tujuan penting bagi peserta didik yaitu untuk mengembangkan cara-cara penalaran dan pembuktian yang berarti bahwa peserta didik dapat mengatasi masalah yang kompleks secara produktif. Selain itu juga mempromosikan penalaran merupakan penelitian lebih lanjut tentang isu-isu yang relevan untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran geometri. Sedangkan kelemahan dari penelitian-penelitian tersebut diantaranya yaitu: (1) Subjek yang diambil dari penelitian Woo, J. H., Lew, H. C., Park, K. S. & Seo, D.Y. (2007) hanya 3 siswa yang berbakat saja ataus siswa berkemampuan tinggi (gifted students). Oleh karena itu kelemahan dari penelitian ini adalah tidak diteliti pada subyek yang berkemampuan sedang dan berkemampuan rendah. (2) Penelitian Somayeh Amir-Mofidi and Parvaneh Amiripour (2012) ini adalah penelitian kuasi-eksperimental dimana peneliti membandingkan hasil pretes dengan posttest terhadap 2 kelompok (kelompok eksperimen dan kontrol) sehingga didapatkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar pada kelompok eksperimen (kelompok yang menggunakan metode penalaran analogis untuk pengajaran di kelas. Oleh karena itu kelemahan dari penelitian ini adalah tidak adanya analisis secara mendalam terhadap hasil yang diperoleh. (3) Penelitian Helmar Gust dan Kai-Uwe Kunhnberger (2006) adalah studi literatur sehingga data yang digunakan bukan sebuah populasi atau sampel melainkan domain sumber dan domain target yaitu berupa instrument (soal). (4) Penelitian Keith Jones, Taro Fujita, Susumu Kunimune (2012) ini adalah penelitian kualitatif eksploratif dimana berupa kata-kata. Data yang diambil adalah siswa sekolah menengah kelas 7 sampai kelas 9 di Jepang usia 11- 15 tahun. Jadi kelemahan dari penelitian ini tidak ada tindak lanjut terhadapat data yang diperoleh seperti observasi dan wawancara. Berdasarkan kelemahan-kelemahan penelitian yang terkait dengan penalaran analogi, maka dalam penelitian ini berfokus pada profil kemampuan penalaran analogi siswa SMA dalam menyelesaikan masalah aljabar. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan tujuan untuk menggambarkan penalaran analogi siswa SMA dalam menyelesaikan masalah aljabar. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI-IPA 7 SMA Negeri 1 Manyar Gresik yang berjumlah 25 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan atau observasi, tes kemampuan penalaran analogi matematika dan studi dokumentasi. Pengamatan atau observasi yang dimaksud adalah pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti. Tes kemampuan penalaran analogi matematika merupakan tes yang diberikan untuk mendiagnosis kemampuan penalaran analogi siswa pada matematika. Sedangkan studi dokumentasi adalah pengumpulan data melalui dokumentasi yaitu catatan peristiwa yang sudah berlalu. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi siswa saat menyelesaikan masalah pada tes kemampuan penalaran analogi siswa pada matematika. Selain itu, metode observasi digunakan sebagai salah satu sumber informasi. Tes yang diberikan pada penelitian ini adalah tes kemampuan penalaran analogi matematika. Tujuan soal ini adalah soal-soal untuk mengungkapkan kemampuan penalaran analogi siswa dalam matematika. Masalah yang diajukan adalah berupa soal pilihan ganda yang
649
terdiri dari 10 soal matematika bidang aljabar, dimana siswa diminta untuk memilih jawaban yang tepat dan memberikan alasan yang tepat. Adapun pedoman penskoran tes penalaran analogi matematika disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Pedoman Penskoran Kemampuan Penalaran Analogi Matematika Skor Pilihan Jawaban Alasan 3 Benar Benar 2 Benar Salah 1 Benar Tidak ada 0 Salah Salah Studi dokumentasi yang dikumpulkan berupa hasil, lembar observasi, foto-foto pembelajaran matematika di kelas XI – IPA 7 SMA Manyar Gresik. Analisis data hasil tes penalaran analogi matematika dilakukan dengan langkah 1. Menyekor hasil tes penalaran analogi matematika siswa berdasarkan kriteria penyekoran yang sudah berlaku 2. Mengelompokkan hasil tes penalaran analogi matematika siswa berdasarkan kemampuanya, tinggi, sedang, dan rendah. 3. Menyimpulkan kemampuan penalaran analogi siswa dalam menyelesaikan masalah. Adapun kriteria pengelompokkan kemampuan penalaran analogi matematika disajikan dalam tabel 2. Tabel 2. Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika Kelompok Kemampuan Skor Penalaran Analogi 21 ≤ s ≤ 30 Tinggi 11 ≤ s ≤ 20 Sedang 0 ≤ s ≤ 10 Rendah Diadopsi dari Suwidiyanti UNESA Pada penelitian kualitatif, pemeriksaan keabsahan data salah satunya bisa dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dalam penelitian ini adalah triangulasi metode, yaitu dengan membandingkan data hasil tes kemampuan penalaran analogi matematika yang diverifikasi dengan observasi dan wawancara. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil pekerjaan siswa dalam satu kelas disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3. Rekap Nilai Tes Kemampuan Penalaran Analogi Matematika No.
Nama
Total Nilai
Tingkat Kemampuan Penalaran Analogi
1.
Fithrah Maulana A.H
4
Rendah
2.
Nanda Adityawan
5
Rendah
3.
Saidatul M. Romadlona
16
Sedang
4.
Dini Azhaar Salsabila A
19
Sedang
5. 6. 7.
Bagas W Wahyu A Alfian Hirzan
6 8 5
Rendah Rendah Rendah
650
8.
R. Junianto Tri Putra
11
Sedang
9.
Prima Putra
9
Rendah
10.
Achmad Khoirul H.
11
Sedang
11.
Khoirunisa Firdaus
13
Sedang
12. 13. 14. 15.
Sheina Sri M Diana Nur A. Agung Debby Churrun‘in Vania
11 12 10 13
Sedang Sedang Rendah Sedang
16.
Mia Annur Rahmah
14
Sedang
17.
Dwi Ira Puspita Sari
17
Sedang
18. 19.
M. Fathoni S.R. Faza Hisba A.
16 16
Sedang Sedang
20.
Karina Wahyu L.R.
17
Sedang
21. 22.
Khuriatun N. Nanda Rizka A.
16 9
Sedang Rendah
23.
Wildan Razif Yustian
14
Sedang
24. 25.
Ianatur Rofiqoh Zaharul Azhar
14 12
Sedang Sedang
Tabel 4. Data Siswa yang Telah Diurutkan No.
Nama
Total Nilai
Tingkat Kemampuan Penalaran Analogi
1.
Dini Azhaar Salsabila A
19
Sedang
2.
Dwi Ira Puspita Sari
17
Sedang
3.
Karina Wahyu L.R.
17
Sedang
4.
Saidatul M. Romadlona
16
Sedang
5. 6. 7.
M. Fathoni S.R. Faza Hisba A. Khuriatun N.
16 16 16
Sedang Sedang Sedang
8.
Mia Annur Rahmah
14
Sedang
9.
Wildan Razif Yustian
14
Sedang
10.
Ianatur Rofiqoh
14
Sedang
11.
Khoirunisa Firdaus
13
Sedang
12.
Churrun‘in Vania
13
Sedang
13. 14.
Diana Nur A. Zaharul Azhar
12 12
Sedang Sedang
15.
R. Junianto Tri Putra
11
Sedang
651
16.
Achmad Khoirul H.
11
Sedang
17. 18. 19. 20. 21. 22.
Sheina Sri M Agung Debby Prima Putra Nanda Rizka A. Wahyu A Bagas W
11 10 9 9 8 6
Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
23.
Nanda Adityawan
5
Rendah
24.
Alfian Hirzan
5
Rendah
25.
Fithrah Maulana A.H
4
Rendah
Berdasarkan hasil tes kemampuan penalaran analogi matematika, maka dapat disimpulkan bahwa di kelas XI- IPA 7 SMA Negeri 1 Manyar Gresik bahwa secara keseluruhan tingkat kemampuan penalaran analogi siswa dalam matematika khususnya aljabar yaitu sedang karena tingkat kemampuan penalaran analogi dari 25 siswa dalam satu kelas yaitu tidak ada siswa (0%) yang tergolong dalam tingkat tinggi, 17 siswa (0,68%) tergolong dalam tingkat sedang dan 8 siswa (0, 32%) tergolong dalam tingkat rendah. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan penalaran analogis siswa SMA negeri 1 Manyar khusunya kelas XI- IPA 7 tergolong sedang. Hasil penelitian ini belum menganalisis proses berfikir siswa dalam penalaran analogi, oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut. . DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, (2000), ―Pembelajaran Konseptual untuk Meningkatkan Penalaran Analogi dalam Matematika‖, Tesis Tidak dipublikasikan, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia: Clements, D. H & Battista, M. T., (1992), Geometry and Spatial Reasoning . Dalam D. A. Grows, (ed.). Handbook of Research on Teaching and Learning Mathematics. (pp. 420 464), New York: MacMillan Publisher Company. Fennema, E. dan Frankle, M.L. (1992) Teacher‟s Knowledge and Its Impact dalam Grouws, Douglas A.(Edt.) Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning, 147164. New York: Macmillan Publishing Co, Inc. Glady, Yannick., Jean-Pierre Thibaut, Robert French, (2012), ―Explaining Children‘s Failure in Analogy Making Tasks : A Problem of Focus of Attention?‖, Proceedings of the 34th Annual Meeting of the Cognitive Science Meeting, Japan, Sapporo, August, 1-4, 2012. Gust, Helmar and Kai-Uwe Kunhnberger, (2006), ―Explaining Effective Learning By Analogical Reasoning‖, Paper Presented at th 28th Annual Conference of the Cognitive Science Society in cooperation with the 5th International Conference of Cognitive Science in the Asian-Pacific region (CogSci/ICCS), Lawrence Erlbaum, 1417–1422. Hardjosatoto, Suhartoyo dan Asdi, Endang Daruni, (1979), Pengantar Logika Modern Jilid I, Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Jones, Keith., Taro Fujita., Susumu Kunimune, (2012), ―Promoting Productive Reasoning In The Teaching Geometry In Lower Secondary School: Towards A Future Research Agenda‖, Paper Presented at the 12th International Congress on Mathematical Education, ICME-12, July 8th to 15th, 2012, COEX, Seoul, Korea. Kusni, (2008), Buku Ajar Geometri, Semarang: UNS Press. Mofidi, Somayeh Amir and Parvaneh Amiripour, (June 2012), ―Instruction Of Mathematical Concepts Through Analogical Reasoning Skills‖, Indian Journal of Science and Technology, Vol. 5 No. 6. National Council of Teachers mathematics (NCTM), (1989), Curriculum and Evaluation Standards For School Mathematics. Virginia : NCTM. National Council of Teachers Mathematics (NCTM), (2000), Principles and Standars for
652
Schools Mathematics, United States of America : NCTM. Polya, G., (1954), Mathematics and Plausible Reasoning I: Induction and Analogy in Mathematics, Princeton, NJ: Princeton University Press. Polya, G., (1962), Mathematical Discovery (Vol. 1), New York: JOHN WILEY & SONS, Inc. Priatna, Nanang., (2003), Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa. Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung, Disertasi tidak dipublikasikan, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Price, Glenda., (1997), ―Quantitative Literacy across the Curriculum‖, In Why Numbers Count: Quantitative Literacy for Tomorrow‘s America, edited by Lynn Arthur Steen, pp. 155– 60, New York: College Entrance Examination Board. Ruppert, Markus., (2012), ―Ways of Analogical Reasoning-Thought Processes in An Example Based Learning Environment‖, Soekadijo, R.G., (1985), Logika Dasar. Tradisional, Simbolik, dan Induktif, Jakarta: PT. Gramedia. Tate, W.F dan Johnson, H.C. (1999) Mathematical Reasoning and Education Policy: Moving Beyond the Politics of Dead Language. dalam Lee V. S dan Frances R.C (edt) Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12, 45-61, Virginia USA: NCTM, Inc. Woo, J. H., Lew, H. C., Park, K. S. & Seo, D. Y.,(2007), ―Induction, Analogy, And Imagery In Geometric Reasoning‖, Paper Presented at the Proceedings of the 31 st Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics.
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PEMBELAJARAN BERMAKNA DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA SD INPRES 36 SOWI KABUPATEN MANOKWARI Bertha Dampa Pengawas SD Kabupaten Manokwari Abstrak: Pembelajaran bermakna di kabupaten Manokwari dengan menggunakan media pembelajarandan metode pembelajaran yang tepat telah dilaksanakan pada saat ongoing di SD Inpres 36 Sowi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari TOT yang dilaksanakan di Batu Malang. Penggunaan media pembelajaran tersebut diterapkan ketika para guru model mengajar bidang studi Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Hasil refleksi yang diberikan oleh para observer, antara lain dengan menggunakan media pembelajaran membuat siswa lebih aktif, kreatif, dan antusias dalam belajar, menumbuhkan keberanian siswa memupuk kerja sama antar siswa, dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan. Semua siswa sangat merespon pembelajaran, hubungan antara guru dan siswa sangat akrab, sehingga siswa belajar dengan percaya diri tanpa merasa takut salah. Setelah pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan media pembelajaran, hasil belajar siswa cukup memuaskan. Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini, guru seharusnya pandai memilih strategi pembelajaran dan merancang media pembelajaran yang tepat untuk memudahkan siswa memahami materi ajar. Kata kunci: media pembelajaran, pembelajaran bermakna, peningkatan mutu
PENDAHULUAN Dalam proses pembelajaran hendaknya siswa dan guru aktif dan kreatif, serta diciptakan suasana yang menyenangkan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab 1V pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
653
menyenangkan menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberi ruang yang cukup, kreativitas, inovatif dan kemandirian sesuai bakat minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Hal tersebut menandakan bahwa sebelum melaksanakan suatu pembelajaran, guru sebaiknya menguasai berbagai strategi dan merancang media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diberikan kepada siswa. Seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai media, dan model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan. Pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif, inovatif untuk mencoba dan mengembangkan media pembelajaran sendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di lingkungan kerja masing-masing. Dengan pemilihan media dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi ajar diharapkan dapat menciptakan kondisi kelas yang PAKEM (Pembelajaran Aktif,,Kreatif, Inovatif dan menyenangkan). Penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar dan karakteristik siswa serta kondisi daerah setempat, akan memotivasi siswa lebih aktif,kreatif,inovatif,lebih berani mengemukakan pendapat, percaya diri dalam belajar. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat keragaman tingkat kemampuan siswa dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran, dapat digunakan guru untuk memotivasi siswa belajar, menarik minat siswa, agar pembelajaran tidak membosankan dan diharapkan dapat membantu siswa mudah memahami materi dengan baik, dan tujuan pembelajaran dapat tercapai,serta hasil belajarnya meningkat. Dalam pembelajaran media sangat berperan penting agar pembelajaran menarik dan memudahkan siswa memahami materi yang diajarkan oleh guru. Media merupakan alat bantu mengajar guru dan siswa dapat berinteraksi langsung dengan media yang digunakan tersebut. Hal itu ditegaskan oleh Wibawa dan Mukti (1992:13) ‖Media dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dengan dua arah cara, yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa.‖ Adapun manfaat media dapat memperjelas materi yang disampaikan oleh guru. Sehubungan dengan itu Harjadno (1997:245) menyatakan secara umum manfaat media pembelajaran, adalah (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis ( tahu katakatanya tetapi tidak tahu maksudnya), (2) mengatasi keterbatasan ruang, (3) dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa, (4) dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah. Pendapat tersebut menekankan bahwa manfaat media dapat memotivasi siswa untuk belajar. Adanya media yang dapat memtivasi siswa belajar, juga dapat menarik perhatian siswa ketika mengikuti pembelajaran. Menurut Fathurrohman (2009: 67), ―Fungsi media pembelajaran, yaitu (1) menarik perhatian siswa, (2) membantu mempercepat pemahaman siswa dalam proses pembelajaran, (3) memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat dan verbalistis dan produktif, (4) pembelajaran lebih komunikatif dan produktif, (5) waktu belajar dapat dikondisikan, (6) menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar, (7) meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu / menimbulkan gairah belajar, (8) melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam, (9) meningkatkan kreativitas/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi media dapat meningkatkan kreativitas siswa dan guru, adanya interaksi siswa dengan media, siswa dapat lebih aktif, dan efisien waktu. Sedangkan Kem dan Dayton (1985) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu (1) memotivasi minat dan tindakan,(2) menyampaikan informasi, dan (3) memberi instruksi. Penggunaan media pembelajaran tersebut menunjukkan dampak positif untuk pembelajaran, karena materi ajar dapat dijelaskan secara konkrit. Dampak positif penggunaan media tersebut juga dikatakan oleh Sujana dan Rivai (1990) bahwa kegunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran siswa, adalah sebagai berikut : 1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. 2) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata- kataoleh guru, sehingga tidak bosan dan guru tidak kehabisn tenaga,apalagi kalau guru mengajar pada setiap pembelajaran.
654
3) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab mereka tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lainnya, seperti mengamati,melakukan,mendemonstrasikan, mendemonstrasikan,memerankan, dan lainlain. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa guru mempunyai banyak cara atau model yang berbeda-beda dalam melaksanakan pembelajaran, tetapi akan lebih bermanfaat dan efektif apabila guru mengajar dengan menggunakan media pembelajaran. Dalam hal ini guru mengajar tidak monoton, tetapi divariasikan dengan media lainnya. Adanya media tersebut siswa lebih mudah menerima materi pelajaran sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa yang berdampak pada peningkatan nilai. Pada umumnya pembelajaran di sekolah, khususnya di kabupaten Manokwari guru mendominasi dalam kegiatan belajar, guru mengajar hanya dengan metode ceramah, materi yang disampaikan berdasarkan teori, tanpa dipraktekkan oleh siswa,sehingga pembelajaran tidak bermakna karena pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan kurang. Selain itu, materi yang disampaikan guru sering tidak selesai dalam kegiatan pembelajaran, adapula guru merasa waktu yang tersedia terlalu banyak dibandingkan dengan materi ajar, guru cepat keluar dari kelas dan tidak mendampingi siswa belajar. Hal tersebut terjadi karena media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan tersebut, antara lain terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, dan tidak mengerti cara membuat media. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembelajaran yang dirancang dalam pembelajaran bermakna di SD Inpres 36 Sowi Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari adalah dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran bermakna dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari TOT II TEQIP, untuk melaksanakan ongoing. Kegiatan ini diawali dengan pertemuan antara guru model TEQIP Kabupat en Manokwari dan pengawas pendamping di SD Inpres 36 Sowi dihadiri oleh semua dewan guru yang ada pada sekolah tersebut, guna membahas persiapan pelaksanaan ongoing II. Dalam pertemuan tersebut juga dilakukan sosialisasi cara pengisian lembar observasi . Kegiatan pelaksanaan pembelajaran guru model TEQIP pada ongoing II bidang studi Bahasa Indonesia,Matematika, dan IPA dimonitor langsung oleh pakar dari Universitas Negeri Malang (UM) dan dihadiri oleh penyandang dana dari pihak Pertamina Pusat, Pertamina Papua, serta Pengawas Dinas Kabupaten Manokwari. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2013 melibatkan 18 orang peserta terdiri dari 3 pakar dari UM, 6 guru model TEQIP, 2 pengawas SD, dan 7 guru SD Inpres 36 Sowi Distrik Manokwari Selatan. Sebelum pembelajaran berlangsung, para observer yaitu pakar UM, pihak Pertamina, Kepala Sekolah,dan pengawas pendamping melakukan pertemuan singkat di ruang guru membahas strategi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh para observer. Setelah pertemuan selesai, para observer menuju kelas sesuai dengan tugasnya. Para observer akan mengamati keaktifan siswa dalam belajar, interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa, interaksi siswa dengan media, dan menemukan pembelajaran bermakna yang dapat dipetik dari kegiatan pembelajaran tersebut. Adapun langkah- langkah kegiatan pembelajaran bermakna pada on going II mengacu pada pembelajaran Lesson Study, yaitu Plan (perencanaan), Do (pelaksanaan), dan See (refleksi). Pada akhir pembelajaran dilakukan refleksi antara guru model, observer, dan pakar dari UM. Kegiatan refleksi tersebut membahas hasil pengamatan dari para obserever. Apabila ada kendala dan masalah dalam kegiatan pembelajaran, maka dibahas pada kegiatan refleksi tersebut untuk mencari solusi terbaik. Hasil dari refleksi tersebut akan dijadaikan dasar untuk memperbaiki peningkatan mutu pembelajaran berikutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran bermakna di kabupaten Manokwari dengan menggunakan media pembelajaran serta berbagai metode yang tepat, dilaksanakan pada saat on going di SD Inpres 36 Sowi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari, Papua Barat, menunjukkan hasil
655
yang memuaskan. Kegiatan pendahuluan diawali dengan apersepsi oleh masing- masing guru model dengan menyanyi untuk memotivasi minat dan semangat belajar siswa, dilanjutkan tanya jawab untuk mengaitkan pemahaman yang sudah dimiliki siswa dengan materi yang akan disampaikan oleh guru. Pada kegiatan inti masing-masing guru model menerapkan berbagai model pembelajaran serta media yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan. Dalam kegiatan tersebut siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru model. Antusias dan keaktifan siswa juga tampak pada saat siswa melakukan kegiatan secara berkelompok. Mereka belajar dengan sungguh-sungguh dan bekerja sama menyelesaikan tugasnya masing-masing. Hasil pengamatan para obsever semua siswa tampak aktif. Hal tersebut disebabkan karena guru model menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat, sesuai dengan kondisi di lingkungan siswa untuk menarik minat belajarnya. Selama proses pembelajaran berlangsung, semua siswa aktif dan dapat bekerja sama dengan temannya. Hasil evaluasi menujukkan bahwa sebagian besar siswa mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru terkait materi yang dijelaskan. Pada saat refleksi pembelajaran, observer merasa puas dan bangga dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru model. Dengan menggunakan media, model pembelajaran yang tepat dan bervariasi, guru dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna. Selain itu, siswa aktif mengikuti pembelajaran dan termotivasi untuk belajar. Beberapa hal hasil pengamatan pada saat refleksi, antara lain (1) terciptanya suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menggali potensi yang dimiliki siswa, (2) siswa bersemangat aktif dan antusias mengikuti proses pembelajaran, (3) terjadi interaksi yang kondusif antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, (4) siswa antusias bersama-sama melakukan proses sesuai petunjuk , (5) dengan media pembelajaran dapat memupuk kerja sama antar siswa dan dapat membuat siswa yang tidak aktif menjadi aktif, dan berani mengemukakan pendapat tanpa takut salah, serta (6) materi yang diberikan sangat cocok dengan karakteristik siswa dan daerah. Pada saat pembelajaran, semua siswa aktif dan merespon pelajaran yang disampaikan oleh guru model. Adapun nilai lain yang diperoleh saat refleksi adalah guru sudah kreatif dalam membuat media pembelajaran. Hal itu dapat disimpulkan bahwa sebelum guru mengajar hendaknya menyiapkan perangkat pembelajaran dengan baik agar hasilnya memuaskan dan pembelajaran lebih bermakna. Adanya persiapan yang dilakukan oleh guru tersebut, ditegaskan oleh Sutikno (2009) bahwa tumbuhnya kesadaran terhadap pentingnya pengembangan media pembelajaran di masa yang akan datang harus dapat direalisasikan dalam praktek. Selain memahami penggunaannya para guru patut berupaya untuk mengembangkan keterampilan membuat sendiri media yang manarik, murah, dan efisien. Guru juga dapat memanfaatkan IT sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Media yang dibuat oleh guru sebaiknya memiliki kriteria ketepatan dengan tujuan pembelajaran, dukungan terhadap isi materi pembelajaran, sesuai dengan taraf berpikir siswa, dan mudah diperoleh, serta keterampilan guru menggunakannya. Guru sebagai pionir pendidikan, seharusnya sadar dan lebih kreatif dalam membelajarkan siswa. Namun, kadang-kadang guru merasa malas untuk menyiapkan perangkat pembelajaran, padahal mampu untuk melakukan hal tersebut. Adapula guru yang tidak termotivasi untuk berkreasi karena berbagai masalah yang dihadapi. Namun demikian, perlu dicermati kebiasaan guru yang dapat dijadikan contoh untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam mengelola pembelajaran di kelas agar pembelajaran lebih bermakna. Pengelolaan pembelajaran di kelas dengan cara, (1) mengaplikasi pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan, misalnya siswa bisa diajak keluar kelas dengan tujuan memaksimalkan lingkungan sekolah sebagai alat, media dan sumber belajar yang sesuai, (2) mengoptimalkan proses pembelajaran dengan memanfaatkan potensi daerah, (3) pembelajarannya dikondisikan sehingga kreatif inovatif dan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi serta mamaksimalkan potensi sekolah yang ada terutama sekolah yang siswanya banyak dari masyarakat setempat, (4) mendesain pembelajaran yang dapat memotivasi kreativitas dan inovasi pembelajaran dengan analisis yang inovasi untuk penyempurnaan desain berikutnya, (5) guru maupun siswa diharapkan mampu menghindari ketegangan, (nikmati situasi dan kondisi pembelajaran menuju tercapainya kompetensi siswa sesuai KTSP, (6) biasakan selalu mengamati lingkungan sekolah sehingga dapat menenmukan area yang dapat dijadikan alat, media dan sumber belajar siswa,
656
(7) mengimprovisasi daya kreatif dan inovasi dengan sedikit humor sehat dan seperlunya saja untuk mempertahankan dan mengembangkan semangat inovasinya, (8) keluar dari dunia sempit menuju dunia luas dengan banyak baca buku bidang seni dan teknologi sehingga dapat menambah daya peka berpikir efektif dan efisien. Menurut Suyatno (2008), guru kreatif dan inovatif tidaklah akan cepat puas dengan salah satu tindakannya. Mereka akan selalu tidak puas dengan apa yang telah dijalani sebelum mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, siswa, dan kepentingan akademis. Guru yang kreatif seperti itu biasanya apabila mengajar selalu mengutamakan, pembelajaran berpusat pada siswa, lebih senang pola induktif dan deduktif, menarik dan menantang dalam menyajikan mata pelajaran, berorientasi pada kompetensi siswa, menekankan pembelajaran bukan pengajaran, memvariasikan metode dan teknik pembelajaran, menggunakan sentuhan manusiawi, menggunakan media belajar yang menghasilkan pesan maksimal, menilai secara autentik, dan mengedepankan citra mengajar. Dengan adanya pembelajaran bermakna yang terintegrasi dalam Lesson Study yang telah dilakukan di SD Inpres 36 Sowi,Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari merupakan langkah awal bagi para guru untuk memperbaiki peningkatan mutu pembelajaran di Manokwari. Lesson Study yang telah dirancang mulai plan, do, dan see mengajak guru untuk lebih mempersiapkan diri dalam mengajar, sehingga pembelajaran kreatif, inovatif, dan menyenangkan dapat terwujud. Siswa yang diajar pun juga senang dan mudah memahami materi yang diajarkan. Adanya media yang digunakan para guru model sangat berpengaruh dalam pembelajaran untuk dapat mengaktifkan siswa. Oleh karena itu, setiap kegiatan pembelajaran hendaknya menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan Kompetensi Dasar yang akan diajarkan.
PENUTUP Pelaksanaan on going II yang terintegrasi dengan Lesson study pada SD Inpres 36 Sowi,Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari yang dilakukan oleh guru model TEQIP merupakan langkah awal menuju pembelajaran yang lebih bermakna di kabupaten Manokwari. Guru lebih siap dalam mengajar dan siswa dapat aktif mengikuti pembelajaran. Hal itu disebabkan karena sudah ada kegiatan plan yang menyiapkan perangkat pembelajaran, kegiatan do yang menghadirkan para observer untuk mengamati siswa, dan kegiatan see yang mendiskusikan hasil pengamatan di kelas dan menyelesaikan masalah yang muncul ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. . Nilai yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru dalam melaksanakan pembelajaran sebaiknya melakukan perencanan dengan menggunakan metode dan media yang tepat sesuai dengan materi ajar untuk menunjang pembelajaran. Media yang dibuat guru harus dirancang dengan memperhatikan karakteristik siswa, daerah setempat supaya sesuai dengan tujuan pembelajaran, mendukung materi pembelajaran, mudah diperoleh dan sesuai dengan taraf berpikir siswa,karena media merupakan sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran dan manfaatnya sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran,yaitu pengajaran lebih menarik, bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, metode pembelajaran bervariasi dan belajar lebih banyak melakukan kegiatan. DAFTAR RUJUKAN Fathurrohman dan Sutikni(2009 : 67).Fungsi Media Pembelajaran. (Online). http://cahayalaili.blogspot.com/2013. Diakses tanggal 29 Agustus 2013. Harjadno,1997:245.Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran. (Online). http//ian43.wordpress.com. Diakses 20 Juli 2013. Kem dan Dayton. 1985. Fungsi dan kegunaan Media dalam Proses Belajar Mengajar. (Online). ulphyer.blogspot.com/2012. Diakses tanggal 29 Agustus 2013. Sujana dan Rivai.1990. Fungsi dan kegunaan Media dalam Proses Belajar Mengajar. Online. ulphyer.blogspot.com/2012. Diakses tanggal 29 Agustus 2013. Sutikno, S. 2009. Pengguanan Media dalam Proses Pembelajaran. (Online). ulphyer.blogspot.com/2012. Diakses tanggal 29 Agustus 2013.
657
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAJAR BAHASA INDONESIA BAGI GURU KELAS MELALUI LESSON STUDY PADA KEGIATAN KKG DI WILAYAH UPTD – PSPD KECAMATAN KUARO Budi Prasetiyo Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi belum optimalnya pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru kelas pada mata pelajaran bahasa Indonesia, baik pada aspek administratif maupun aspek pelaksanaan. Oleh karena itu, dengan menggunakan analisis SWOT, ditetapkanlah kegiatan lesson study pada kegiatan KKG di pada semua gugus yang ada di wilayah UPTD-PSPD Kecamatan Kuaro. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan gambaran bahwa ada peningkatan kemampuan guru menyusun dan mengembangkan RPP. Serta kemampuan guru dalam melaksanan pembelajaran peningkatan kemampuan itu dilihat berdasarkan hasil supervisi yang dilakukan pengawas pendidikan masing-masing gugus. Pertama, kepada semua gugus kelompok KKG untuk tetap melaksanakan rutinitas kegiatan KKG untuk meningkatkan kemampuan dalam mengajar, kedua tetap mengembangkan dan memberdayakan kelompok-kelompok lesson study yang telah dibentuk agar tetap menjaga kualitas kemampuan yang telah dimiliki, ketiga kepada para pengawas agar tetap meningkatkan kemampuan pembinaan akademik maupun supervisi agar selalu up to date. Kata Kunci: Upaya meningkatkan, Kemampuan Mengajar, bahasa Indonesia, Guru Kelas, lesson Study, KKG PENDAHULUAN Bahasa Indonesia memegang peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Peran penting tersebut antara lain adalah bahwa bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi, baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Melihat peran di atas, maka tidak berlebihan jika bahasa Indonesia diajarkan sejak tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan sampai jenjang Perguruan Tinggi (PT). Selain itu, nilai Bahasa Indonesia menjadi satu di antara syarat lulus Ujian Nasional (UN). Dengan demikian, menjadi satu keharusan bagi siswa untuk menguasai bahasa Indonesia sebagai dasar untuk menguasai bidangbidang ilmu lain. Pembelajaran Bahasa Indonesia harus didasarkan pada perilaku berbahasa agar tercapai tujuan berbahasa itu sendiri. Perilaku berbahasa mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut, dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia diajarkan secara terintegrasi. Hal itu dikarenakan pada dasarnya empat keterampilan berbahasa itu berhubungan erat. Keterampilan menyimak tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan berbicara sebagai suatu jalinan komunikasi. Komunikasi dapat berlangsung secara lisan dan tulis. Komunikasi lisan mencakup aktivitas menyimak dan berbicara. Komunikasi tulis mencakup aktivitas membaca dan menulis. Untuk dapat memfasilitasi siswa dalam belajar bahasa Indonesia dengan empat ketarampilan tersebut, sudah tentu dibutuhkan kompetensi bagi guru pengampu. Di antara kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh seorang guru menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen adalah kompetensi pedagogik (Depdiknas, 2006: 11). Kompetensi pedagogik salah satunya adalah dalam hal kemampuan mengelola dan melaksanakan pembelajaran sesuai kurikulum yang berlaku. Hal penting penting, karena hanya dengan kompetensi guru maka guru memiliki kreativitas dan inovasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga tujuan dari pembelajaran itu akan lebih mudah dicapai. Dari hasil supervisi yang dilakukan pengawas pendidikan pada Sekolah Dasar (SD) di wilayah UPTD-PSPD Kecamatan Kuaro, pada mata pelajaran Bahasa Indonesia diperoleh informasi bahwa guru masih belum dapat secara efektif mengelola pembelajaran, baik aspek
658
administrasi maupun aspek pelaksanaan. Hal itu berdampak pada tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap mata pelajaran Bahasa Indonesia setiap kelas, khususnya siswa kelas VI. Indiakator lainnya adalah hasil ujian nasional (UN)mata pelajaran Bahasa Indonesia yang kurang memuaskan sesuai yang diharapkan masyarakat. Kondisi tersebut di atas diduga karena belum maksimalnya pembinaan dari pihak-pihak terkait, termasuk pengawas pendidikan dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas-Pengawasan Satuan Pendidikan Dasar (UPTD-PSPD) sebagai penganggung jawab pelaksanaan proses pembelajaran di wilayahnya. Sesuai dengan Peraturan Bupati Paser Nomor 61 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Pendidikan Kabupaten Paser, disebutkan bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi yang ada di Kabupaten Paser adalah menyelanggarakan pengawasan kurikulum dan pembelajaran pendidikan dasar. Hal ini berarti, secara teknis administratif seorang kepala UPTD-PSPD bertanggung jawab atas berhasil atau tidaknya pelaksanaan pembelajaran di wilayah binaanya. Oleh karena itulah, melalui refleksi bersama yang dilakukan peneliti bersama-sama dengan pengawas pendidikan dan kepala sekolah, disimpulkan untuk melakukan pembinaan akademik terhadap para guru melalui kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG). Model pembinaan akademik yang dilakukan adalah melalui lesson study. Hasil refleksi itu didukung pula dari hasil analisis SWOT yang dilakukan untuk menentukan solusi permasalahan yang dihadapi. Hasil analisis SWOT persoalan disajikan pada tabel 1 berikut ini
Faktor Internal
1.
2. 3. 4.
Faktor Eksternal Opportunities (O) Ada kesempatan dan fasilitas untuk mengadakan keg. Lesson study melalui KKG Dukungan tenaga instruktur dari UPTD memadai Dukungan dana dari setiap sekolah cukup baik. Kebijakan pemerintah daerah memberikan kemudahan Threats (T)
Tabel 1. Analisis SWOT Persoalan Strenght (S) 1. Ka. UPTD dan pengawas 1. pendidikan memiliki kualifikasi Pddk memadai. 2. Ka. UPTD dan Pengawas berpotensi sebagai 2. fasilitator 3. Terdapat guru yang sudah mengikuti desiminasi 3. pembelajaran dengan lesson study
Weakneeses (W) Belum semua guru pernah mengikuti pelatihan mapel bahasa Indonesia. Belum semua guru memiliki kematangan akademik Terbatasnya sarana penunjang seperti buku dll.
Strategi SO
Strategi WO
Mengoftimalkan Ka. UPTD pengawas yang berpotensi, dan guru-guru sebagai fasilitator
Tingkatkan kemampuan guru dengan memanfaatkan dukungan masyarakat dan kebijakan pimpinan
Strategi ST
Strategi WT
659
1. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan secara formal yang difasilitasi disdik terbatas. 2. Belum semua guru pernah mengikuti pelatihan mata pelajaran bahasa Indonesia.
Memanfaatkan dana untuk mengadakan kegiatan lesson study melalui KKG
Tingkatkan kualitas guru mengajar bahasa Indonesia bagi guru kelas wilayah Kec. Kuaro
Lesson Study adalah adalah model pembinaan profesi melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson Study mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu: tahap perencanaan (plan), implementasi pembelajaran dan observasi (do) serta refleksi (see). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan guru kelas dalam mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di wilayah UPTD-PSPD Kecamatan Kuaro. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama dua siklus. Siklus pertama dilaksanakan pada bulan Juli 2012 s.d bulan Desember 2013. Siklus kedua dilaksanakan pada bulan Januari 2013 s.d. bulan Juni 2013. Penelitian dilaksanakan berdasarkan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992:11), yang meliputi (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, observasi awal, yakni melakukan evaluasi terhadap hasil supervisi yang dilakukan oleh pengawas pendidikan pada setiap guru di gugusnya masing-masing. Kedua, perencanaan Tindakan, yakni membuat rencana terhadap upaya penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi oleh guru kelas dalam mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Perencanaan disusun bersama dengan semua pengawas pendidikan yang ada di UPTD-PSPD Kecamatan Kuaro, pengurus KKG setiapgugus, serta guru-guru yang telah mengikuti deseminasi pembelajaran dengan model lesson study. Ada enam kegiatan yang dilakukan KKG di setiap gugus dalam mengimplimentasikan kegiatan, yaitu (1) membentuk kelompok lesson study, dalam setiap gugus guru diminta untuk membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 5—6 orang guru, (2) menentukan fokus kajian, (3) merencanakan research lesson, (4) melaksanakan pembelajaran dan observasi aktivitas pembelajaran, (5) mendiskusikan dan menganalisis hasil observasi, dan (6) refleksi dan penyempurnaan Selain itu, peneliti juga membuat instrument dan indikator keberhasilan pelaksanaan. Indikator keberhasilan pelaksanaan tindakan mengacu pada instrument standar yang digunakan untuk menilai pelaksanaan Pembelajaran yang dilaksanakan oleh pengawas pendidikan. Penilaian dilakukan pada dua aspek, yakni (1) aspek perencanaan, (2) aspek pelaksanaan dan penilaian. Pada aspek perencanaan terdapat 11 indikator yang ditetapkan. Sementara itu pada aspek pelaksanaan dan evaluasi ada 14 indikator. Kedua aspek penilaian tersebut diberi penilaian dengan rentang penilaian A baik sekali (76%—100%), B baik (56%--75%), C Cukup (26%--55%), dan D Kurang (0%--25%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Ketiga, Pelaksanaan Tindakan dan Observasi. Tindakan yang dilakukan adalah pengembangan model lesson study, khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kegiatan KKG di empat gugus yang ada di kecamatan Kuaro. Pelaksanaan kegiatan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang disusun sebelumnya dengan melibatkan seluruh potensi yang ada, yakni pengawas pensisikan, pengurus KKG, dan guru-guru yang telah mengikuti deseminasi model pembelajaran lesson study. Sejalan dengan pelaksanaan tindakan adalah observasi. Observasi dilakukan untuk memantau aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh guru, baik aktivitas yang dilakukannya dalam
660
masing-masing kelompoknya ataupun aktivitas dalam kegiatan KKG, serta melakukan penilaian terhadap perkembangan kemampuan setiap guru. Sementara itu, teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) studi dokumentasi. Adapun data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif „model alir‟ yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992:18). Analisis dilakukan dalam empat langkah, yaitu (1) menelaah data, (2) mereduksi data, (3) menyajikan data, dan (4) menyimpulkan data. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan model lesson study yang dilakukan pada kegiatan KKG pada setiap gugus yang ada di Kecamatan Kuaro difokuskan pada aspek perencanaan, aspek pelaksanaan, dan aspek penilaian. Pada kegiatan ini, kepala UPTD beserta pengawas pendidikan setiap gugus dan para guru inti secara berkelanjutan memberikan bimbingan terhadap para guru. Dengan demikian, pelaksanaan KKG memang benar-benar dirancang sebagai sarana kerja dan pegembangan profesi guru di wilayah UPTD-PSPD Kecamatan Kuaro. Kegiatan yang dilakukan secara umum ada tiga, yakni (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) refleksi. Tahap perencanaan dilakukan mulai dari pembentukan kelompok lesson study sampai pada kegiatan mengembangkan perencanaan pembelajaran. Tahap pelaksanaan dilakukan melalui kegiatan guru model yang dilakukan secara kolaboratif, serta refleksi dilakukan untuk melakukan perenungan terhadap hasil-hasil observasi terhadap pelaksanaan model pembelajaran yang dilakukan. Pelaksanaan pembinaan pada tahap-tahap kegiatan di atas dilakukan secara kolaboratif dan kolegial. Artinya, pelaksanaan pembinaan juga melibatkan semua guru untuk saling memberi antara guru satu dengan guru lainnya. Jadi, informasi tidak hanya berasal dari narasumber atau instruktur saja tetapi juga dari guru peserta KKG. Dari hasil observasi terhadap pembinaan yang dilakukan, aktivitas dan intensitas belajar yang dilakukan guru dalam kegiatan lesson study melalui KKG terlihat positif. Ukuran ini diambil dari perbandingan dengan kegiatan-kegiatan KKG yang dilakukan sebelumnya. Prosentase guru yang melakukan aktivitas bertanya ataupun memberikan tanggapan semakin meningkat. Hal ini diharapkan menjadi langkah dasar pengembangan potensi yang ada pada diri guru masing-masing. Sementara itu, penilaian terhadap hasil pelaksanaan pembinaan dilakukan melalui kegiatan supervisi yang dilakukan oleh pengawas gugus masing-masing. Supervisi dilakukan di kelas dan di sekolah masing-masing guru dan hasilnya akan mejadi bahan refleksi pada saat kegiatan KKG. Dari hasil supervisi yang dilakukan oleh pengawas, baik aspek perencanaan pembelajaran mata pelajaran bahasa Indoneia yang dibuat guru, maupun pada aspek pelaksanaan pembelajaran terlihat ada peningkatan kemampuan guru dilihat dari hasil siklus sebelumnya. Supervisi pada aspek perencanaan difokuskan pada 11 komponen, yakni (1) menentukan identitas mata pelajaran, (2) menentukan standar komptensi, (3) menentukan kompetensi dasar, (4) menentukan indicator pencapaian kompetensi, (5) menentukan tujuan pembelajaran, (6) menentukan materi ajar, (7) menentukan alokasi waktu, (8) menentukan metode pembelajaran (9) menentukan kegiatan pembelajaran, (10) menentukan penilaian hasil belajar, dan (11) menentukan sumber belajar. Sementara itu, pada aspek pelaksanaan dan penilaian, komponen yang disupervisi ada 14, yaitu (1) menjelaskan tujuan dan kompetensi dasar, (2) Menyampaikan cakupan materi dan uraian kegiatan, (3) Menjelaskan isi kegiatan kepada siswa/langkah kegiatan, (4) Menggunakan ekspresi dalam berkomunikasi dengan siswa, (5) Menggunakan respon siswa dalam menyelenggarakan kegiatan, (6) Menggunakan alat dan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, (7) Menyelenggarakan kegiatan dengan urutan yang logis, (8) Menggunakan berbagai metode, (9) Membimbing siswa mengikuti kegiatan secara individual dan kelompok, (10) Memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan, (11) Memberikan penguatan kepada siswa, (12) Melaksanakan penilaian selama kegiatan berlangsung, (13) Menutup kegiatan dengan tepat, dan (14) Memberikan tugas/PR. Rekapitulasi rata-rata nilai kemampuan merencanakan dan melaksanakan pembelaran bahasa Indonesia pada setiap gugus disajikan berikut.
661
Tabel 2. Rekapitulasi rata-rata kemampuan guru setiap gugus dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia siklus 1 dan II Rata-Rata Kemampuan Membuat Perencanaan(%) NO Gugus Keterangan Siklus I Siklus II 1 I 55% 80% Meningkat 2 II 40% 68% Meningkat 3 III 45% 68% Meningkat 4 IV 55% 70% Meningkat Rata-rata 48,75 71,5% Dari data di atas terlihat perkembangan rata-rata kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran dalam setiap siklus. Dari sebelas komponen dan indikator penilaian yang dilakukan, pada siklus I rata-rata kemampuan guru dalammebuat perencanaan dari 4 gugus yang dinilai adalah 48,75% atau pada tataran kualifikasi cukup. Namun pada siklus II rata-rata kemampuan guru adalah 71,5% atau pada tataran kualifikasi baik. Peningkatan kemampuan ini merupakan kontribusi dari kegiatan Lesson study yang dilaksanakan pada KKG. Begitu pula halnya dengan kemampuan guru dalam melaksanakan dan menilai pembelajaran. Ada peningatan rata-rata kemampuanyang siknifikan pada setiap siklus, seperti yang disajikan pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Rekapitulasi rata-rata kemampuan guru setiap gugus melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia siklus I dan II Rata-Rata Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran (%) NO Gugus Keterangan Siklus I Siklus II 1 I 60% 83% Meningkat 2 II 50% 70% Meningkat 3 III 45% 70% Meningkat 4 IV 58% 74% Meningkat Rata-rata 53.25% 74,25% Hasil supervisi yang dilakukan oleh pengawas pendidikan terhadap pelaksanaan pembelajaran menunjukkan hasil yang positif. ada peningkatan kemampuan rata-rata guru dalam melaksanakan. Dari empat belas komponen/indikator yang menjadi fokus penilaian ratarata kemampuan guru pada siklus I baru pada prosentase 53,25% atau kualifikasi cukup, tetapi pada siklus II sudah pada prosentase 74,25% atau pada tataran kualifiasi baik. Dari data-data hasil supervisi di atas terlihat peningkatan atas kemampuan guru, baik dalam membuat perencanaan maupun dalam melaksanakan dan menilai pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal itu sejalan dengan hakikat tujuan model pembinaan guru melalui kegiatan lesson study. Lesson Study dapat memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan pengetahuan pedagogis secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS guru secara terus menerus berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menerjemahkan kurikulum. Guru dapat secara terus menerus memikirkan bagaimana kualitas pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh siswa dalam pembelajaran. Pertanyaan tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mempertahankan minat belajarnya secara konsisten. Guru juga memikirkan bagaimana menggunakan debat agar mampu memaksimalkan partisipasi siswa dalam diskusi dan bagaimana mendorong siswa untuk dapat membuat catatan yang baik dan melakukan refleksi diri.( Yoshida, M. 2002). Sementara itu, Lewis (2004), mengungkapkan bahwa Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas kolaboratif sangat menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya dengan pengalaman yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui lesson study guru dapat saling membelajarkan melalui aktivitas-aktivitas shared knowledge. Perkembangan kemampuan rata-rata guru setiap gugus dalam membuat perencanaan dan melaksanakan pembelajaran pada setiap siklus disajikan pada diagram 1 berikut.
662
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Gugus I Gugus II Gugus III Gugus IV
Peren. S I
Pelaks. SI
Peren. S II
Pelaks. SII
Diagram 1. Perkembangan kemampuan rata-rata guru setiap gugus dalam membuat perencanaan dan melaksanakan pembelajaran Hasil-hasil tersebut di atas sebenarnya tidak terlepas dari tipe kepemimpinan yang diterapkan di sekolah. Menurut teori, tipe kepemimpinan partisipatif di mana proses pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama dengan memperhatikan pendapat pimpinan dan bawahan secara langsung memberikan peluang yang lebih besar untuk terselenggaranya manajemen pendidikan di sekolah. Hasil ini sesuai dengan pendapat Dryden (1999) yang menyatakan bahwa mutu profesionalitas guru akan terbentuk, terbina, berkembang, dan meningkat secara berarti dan optimal bila mereka memiliki kebebasan, keotonoman, kedaulatan, dan keberdayaan untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas profesional mereka. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembehasan di atas dapat disimpulkan bahwa model kegiatan pengembangan guru dalam bentuk lesson study yang dilaksanakan pada kegiatan KKG yang ada di 4 gugus yang ada di Kuaro dapat menigkatkan kemampuan guru kelas di Sokolah dasar yang ada di Wilayah Kecamatan Kuaro dalam mengajar bahasa Indonesia. Model kegiatan Lesson Study yang dipadukan dengan kegiatan KKG dapat meningkatkan kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran maupun melaksanakan pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil tersebut, beberapa hal, pertama, kepada semua gugus kelompok KKG untuk tetap melaksanakan rutinitas kegiatan KKG untuk meningkatkan kemampuan dalam mengajar, kedua tetap mengembangkan dan memberdayakan kelompok-kelompok lesson study yang telah dibentuk agar tetap menjaga kualitas kemampuan yang telah dimiliki, ketiga kepada para pengawas agar tetap meningkatkan kemampuan pembinaan akademik maupun supervisi agar selalu up to date. DAFTAR RUJUKAN Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm Depdiknas. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas. Dryden, Gordon & Jeanette Vos. 1999. The Learning Revolution. New Zealand: The Learning Web. Kemmis, S. & R. Mc. Taggart. 1992. The Action Research Planer. Victoria: Deakin University. Milles, Muberman B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penterjemah Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia. Yoshida, M. 2002. Developing Effective Use of the Blackboard through Lesson Study. http://www.rbs.org/lesson_study/confenrence/2002/paper/Yoshida_blacboard.sh
663
PENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU SD DI KECAMATAN KEMA MINAHASA UTARA MELALUI SUPERVISI AKADEMIK TERINTEGRASI DENGAN LESSON STUDY Patrycia Agnes Sumarauw Pengawas Sekolah Kabupaten Minahasa Utara Abstrak : Pendidikan pada hakekatnya adalah sebagai salah satu sektor penentu pembangunan bangsa. Kenyataannya pendidikan nasional belum mencapai hasil yang diharapkan, menilik rangkaian proses pembelajaran yang telah dilakukan. Sebagai pengawas sekolah yang melaksanakan tugas kegiatan Pengawas Akademik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah perlu melaksanakan supervisi akademik untuk membantu pendidik mengembangkan kemampuannya dalam mengelola proses pembelajaran. Agar supervisi akademik ini dapat dilaksanakan secara optimal, maka dipadukan dengan lesson study, dimana lesson study cocok untuk meningkatkan proses pembelajaran yang berkualitas melalui tahap plan (perencanaan), do (pelaksanaan) dan see (refleksi). Dari kegiatan supervisi akademik terintegrasi dengan lesson study kualitas pembelajaran guru SD di kecamatan Kema Minahasa Utara mengalami peningkatan yang signifikan.
Kata Kunci : Kualitas pembelajaran, supervisi akademik, lesson study. PENDAHULUAN Pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan bangsa dewasa ini, mempunyai tanggung jawab dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia. Hal ini berarti melalui pendidikan semua potensi yang dimiliki manusia dapat dibina dan dikembangkan untuk kepentingan pembangunan secara menyeluruh. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang diharapkan, terutama terkait masalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai faktor, satu diantaranya adalah kualitas proses pembelajaran. Proses pembelajaran di sekolah sangat berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru di kelas. Dengan kata lain, proses pembelajaran di dalam kelas dapat berhasil apabila seorang guru mampu mengelola seluruh komponen yang terkait di dalamnya, seperti metode pembelajaran, strategi pembelajaran, lingkungan belajar serta minat / motivasi belajar peserta didik. Karena semua pihak tentu berharap agar setiap peserta didik dapat mencapai hasil belajar sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya. Mengingat pentingnya guru sebagai agen of change (agen perubahan) melalui proses pembelajaran, maka guru harus memiliki prasyarat sebagaimana dikemukakan ( Hartoyo & Beadowi, 2005) yaitu ketrampilan mengajar, berpengetahuan, memiliki sikap profesional, memilih, menciptakan dan menggunakan media, memilih strategi dan metode mengajar yang sesuai, memanfaatkan teknologi dan lingkungan, mengembangkan dinamic curriculum (kurikulum yang dinamis) dan bisa memberikan contoh dan teladan yang baik (good practices). Menilik rangkaian proses pembelajaran yang harus dikuasai para guru, maka perlu diadakan supervisi akademik, guna mengetahui sejauh mana kemampuan para guru dalam mengimplementasikan hal-hal tersebut, sekaligus sebagai sarana untuk merubah prilaku pendidik ke arah yang berkualitas. Menurut Permendiknas No. 12 Tahun 2007, salah satu kompetensi pengawas sekolah adalah melakukan supervisi akademik terhadap para pendidik yang berada di sekolah binaannya. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu pendidik, mengembangkan kemampuannya, dalam mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
664
Supervisi akademik kaitannya dengan tugas pengawas sekolah adalah berkenaan dengan aspek pelaksanaan tugas pembinaan, pemantauan dan penilaian kinerja guru dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian hasil pembelajaran serta pelatihan peserta didik. Agar supervisi akademik ini dapat dilaksanakan secara optimal, khususnya penerapan proses pembelajaran, maka kegiatan ini dimulai dengan merefleksi hasil supervisi akademik, yang telah dilaksanakan di sekolah binaan. Dalam melaksanakan supervisi akademik, menurut Achecon, Keith A, (Achecon, Keith at al 1987). Pendekatan yang digunakan ada tiga yaitu: scientific (didasarkan pada data hasil pengamatan dan pencatatan yang teliti, objektif dan valid), artistic ( supervisor turut mengamati, merasakan dan mengapresiasi pengajaran yang dilakukan guru dan clinic ( didasarkan atas diagnosa kekurangan baru diberikan perbaikan). Dari permasalahan yang umumnya hampir sama dialami para guru di Kecamatan Kema yaitu :1. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang belum sesuai 2. Pelaksanaan proses pembelajaran yang kurang bermakna 3.Kurangnya aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran, maka teknik supervisi kelompok sebagai salah satu cara melaksanakan supervisi akademik, yang ditujukan pada dua orang atau lebih yang dikumpulkan menjadi satu / bersama-sama, kemudian pada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Menurut Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok dua diantaranya adalah pertemuan guru dan diskusi kelompok. Untuk lebih mengoptimalkan supervisi akademik ini, maka penulis memadukan supervisi akademik dengan lesson study, dengan tujuan agar kualitas pembelajaran yang baik dan bermakna dapat tercapai. Karena lesson study sesuai pengertiannya adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegalitas dan mutual learning, untuk membangun komunitas belajar, dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Implementasi lesson study pada pelaksanaan supervisi akademik itu sendiri, didasarkan pada tiga tahapan utama menurut Saito (2005) sesuai implementasi lesson study di Indonesia, yang dimulai saat para tenaga ahli Jepang dalam program IMSTEP JICA mengenalkan lesson study di tiga Universitas (UPI, UNY, dan UM) pada akhir tahun 2004 yaitu tahap (1) perencanaan (plan) (2) pelaksanaan ( do) dan (3) refleksi (see) yang kegiatan utamanya adalah : 1. Perencanaan (plan) Tahap perencanaan bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran, yang diyakini mampu membelajarkan peserta didik secara efektif, serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Pada tahap ini beberapa pendidik dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide, terkait dengan rancangan pembelajaran yang akan dihasilkan, baik dalam aspek pengorganisasian bahan ajar, aspek pedagogis, maupun aspek penyiapan alat bantu pembelajaran. Sebelum ditetapkan sebagai hasil final, semua komponen yang tertuang dalam rancangan pembelajaran dicoba terapkan (disimulasikan). Pada tahap ini juga ditetapkan prosedur pengamatan termasuk instrumen yang diperlukan. 2. Pelaksanaan ( do ). Tahap ini dimaksud untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya. Salah satu anggota bertindak sebagai ―guru model‖ sedangkan yang lain bertindak sebagai pengamat (observer). Fokus pengamatan diarahkan pada aktivitas belajar peserta didik, dengan berpedoman pada prosedur dan instrumen pengamatan yang telah disepakati pada tahap perencanaan, bukan untuk mengevaluasi penampilan guru yang sedang bertugas mengajar. Selama pembelajaran berlangsung, pengamat tidak boleh mengganggu atau mengintervensi kegiatan pembelajaran. Pengamat juga dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video camera, atau foto digital untuk keperluan dokumentasi atau bahan diskusi atau kegiatan penelitian. Kehadiran pengamat di ruang kelas, disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung. 3. Refleksi ( see ). Tahapan refleksi dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Guru yang bertugas sebagai pengajar mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Kesempatan berikutnya diberikan kepada anggota kelompok perencana, yang dalam tahap do bertindak sebagai
665
pengamat. Selanjutnya pengamat dari luar diminta menyampaikan komentar terutama berkenaan dengan aktifitas peserta didik.Pada tahap ini pula pengawas sebagai supervisor dalam supervisi akademik dapat memberikan motivasi dan pelayaan supervisi akademik kepada para pendidik sesuai kondisi yang ada, sehingga terjadi perubahan prilaku pendidik ke arah yang lebih berkualitas, dan akan menimbulkan prilaku belajar peserta didik menjadi lebih baik.Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya yang lebih baik. Tahapan-tahapan di atas dapat dilihat pada bagan di bawah ini Perencanaan (Plan)
Pelaksanaan (Do)
- Penggalian akademik - Perencanaan pembelajaran - Penyiapan alat-alat
- Pelaksanaan pembelajaran - Pengamatan oleh rekan sejawat
Refleksi (See) - Refleksi dengan teman sejawat
Gambar 1 : Daur lesson study yang terorientasi pada praktek (Saito, 2005) METODE Penelitian ini dilakukan dalam peningkatan kualitas guru melalui kegiatan lesson study. Pengawas merencanakan,melaksanakan,dan merefleksi sekaligus memberi pembinaan /arahan hasil pelaksanaannya. Kegiatan supervisi akademik yang dilakukan penulis selaku pengawas sekolah / supervisor kesemua guru kelas 4,5, dan 6 yang berjumlah 51 orang di kecamatan Kema tahun 2012 adalah : 1.Menganalisis hasil supervisi sebelumnya dalam hal rancangan RPP, pelaksanaan / proses pembelajaran serta aktivitas peserta didik lewat lembar supervisi dan observasi. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada table 1 a,b,c, dibawah ini: Tabel 1.a.Rancangan RPP No.
ASPEK
1 A. 1. 2. 3.
2 MERENCANAKAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN Merumuskan Kompetensi dasar dan indikator Menentukan metode/model pembelajaran Menentukan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai metode/model pembelajaran Menentukan cara-cara motivasi peserta didik Menentukan pengalaman belajar peserta didik Menentukan alokasi waktu MERENCANAKAN PENGORGANISASIAN MATERI PEMBELAJARAN
4. 5. 6. B 1. 2. C 1. 2. D 1. 2. E 1. 2.
Kesesuaian materi pembelajaran dengan Kurikulum Mengembangkan materi pembelajaran yang Sesuai dengan perkembagan peserta didik. MERENCANAKAN PENGELOLAAN KELAS Penataan ruang kelas Pengorganisasian peserta didik / aktif dalam pembelajaran MERENCANAKAN PENGGUNAAN SUMBER MEDIA PEMBELAJARAN Memilih sumber pembelajaran Menentukan penggunaan alat / media pembelajaran MERENCANAKAN PENILAIAN Menentukan bentuk-bentuk prosedur dan teknik penilaian Menyusun alat penilaian
666
RataRata 3 100% 60% 50% 60% 50% 100%
100% 60% 90% 50%
100% 60% 100% 50%
F 1 2
PENAMPILAN FISIK RENCANA Penggunaan bahasa tulis Kerapian dan kebersihan Rata-rata
90% 90% 76%
Tabel 1.b.Pelaksanaan / Proses Pembelajaran No.
ASPEK
1 A. 1. 2. 3. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
2 MEMBUKA KEGIATAN PEMBELAJARAN Menyampaikan materi pengait / apersepsi Memotivasi peserta didik untuk memulai pembelajaran Menyampaikan kompetensi yang harus dicapai peserta didik MENGELOLAH KEGIATAN PEMBELAJARAN INTI Penguasaan materi pembelajaran Memberi contoh / ilustrasi / analogi Menggunakan sumber, alat, media pembelajaran Mengarahkan peserta didik untuk aktif berpartisipasi Memberi penguatan Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan urutan yang logis dan teratur Merespon secara positif keingintahuan peserta didik Menunjukkan antusiasme / gairah mengajar MENGORGANISASI WAKTU, PESERTA DIDIK, SUMBER DAN ALAT / MEDIA PEMBELAJARAN Mengatur penggunaan waktu Melaksanakan pengorganisasian peserta didik Menyiapkan sumber dan alat bantu / media pembelajaran MELAKSANAKAN PENILAIAN Melaksanakan penilaian proses Melaksanakan penilaian hasil akhir MENUTUP KEGIATAN PEMBELAJARAN Merangkum materi Memberi tindak lanjut PENAMPILAN GURU Kesan Umum Penampilan dan sikap guru dalam pembelajaran JUMLAH
7. 8. C. 1. 2. 3. D. 1. 2. E 1 2 F 1 2
667
RataRata 3 50% 85% 100% 70% 85% 65% 50% 50% 60% 50% 85%
100% 50% 60% 40% 90% 75% 75% 85% 85% 71%
Tabel 1.c.Aktifitas peserta didik dalam pembelajaran No . 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
ASPEK 2 Peserta didik antusias dalam mengikuti pembelajaran Peserta didik menyimak ketika guru memberikan pembelajaran Peserta didik mengajukan pertanyaan pada saat yang tepat Peserta didik tidak canggung bertanya atau mengajukan pendapat Peserta didik melakukan aktivitas sesuai dengan pengalaman belajar yang direncanakan Peserta didik menunjukkan keinginan untuk menguasai materi pembelajaran Peserta didik berbahasa dengan baik dan benar Rata-rata
RataRata 3 90% 60% 50% 50% 60% 60% 75% 64%
2. Mengidentifikasi masalah-masalah yang menjadi penghambat tidak terlaksananya KBM yang baik, yaitu 3.Membuat program perencanaan pengembangan supervisi akademik hasil kesepakatan bersama, 4.Melaksanakan pembinaan dan pembimbingan dalam KKG sekaligus menentukan program tindak lanjut sebagai implementasi hasil pembinan dan pembimbingan, 5.Memilih teknik dan media/alat supervisi yang siap digunakan dalam kegiatan peraktik mengajar sebagai acuan membina keterampilan mengajar guru, 6.Memperkenalkan dan memberikan pemahaman lesson study sebagai suatu model pembinaan yang dipilih untuk meningkatkan kualitas pembelajaran para guru,dan menjawab segala permasalahan-permasalahan yang ada, 7.Melaksanakan supervisi akademik terintegrasi dengan lesson study. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN Plan Berangkat dari permasalahan yang ada, maka pada tahap ini yang dilakukan adalah: 1. Memberikan pemahaman cara menyusun tujuan pembelajaran / model pembelajaran sesuai materi yang akan diajarkan lewat contoh dan bimbingan teknis,dengan harapan 90 % dari jumlah guru yang ada mampu menyusun tujuan pembelajaran yang baik dan model pembelajaran,pada minggu ke -3 bulan Januari 2013 dalam kegiatan KKG 2. Memberikan pemahaman cara menyusun RPP sesuai langkah-langkah penyusunan dalam kegiatan KKG,dengan harapan 85% dapat menyusun RPP sambil memberikan contoh lewat bimbingan dan praktik,pada minggu ke-2 bulan Februari 2013. 3. Membentuk kelompok Lesson Study pada kegiatan KKG yaitu kelompok LS guru kelas 4,kelompok LS guru kelas 5, dan kelompok LS guru kelas 6 pada bulan Maret 2013 minggu pertama. 4. Melakukan pendampingan kelompok lesson study di tiap kelompok,dalam merencanakan pembelajaran serta menyiapkan alat-alat guna kebutuhan pelaksanaan peraktik mengajar selama tiga bulan,yaitu pada bulan April,Mei,dan Juni 2013.
668
Gambar 1. Kegiatan plan
Gambar 1. Kegiatan plan
Do Setelah melalui pembinaan, arahan, serta pendampingan ditiap kelompok, maka rancangan pembelajaran yang telah dibuat bersama untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna, dilaksanakan pada tahap ini, yaitu: 1. Melaksanakan peraktik mengajar dari rancangan pembelajaran hasil kesepakatan bersama, dan arahan / bimbingan pengawas sebelumnya, disekolah yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan do, pada minggu ke -3 bulan July 2013 sesuai langkah Lesson Study, 2. Pengawas/supervisor melakukan pengamatan proses pembelajaran bersama-sama dengan guru-guru yang bertugas sebagai pengamat/observer, disetiap kelompok Lesson Study dengan menggunakan lembar pengamatan yang sudah disepakati sebelumnya, serta lembar supervisi. Gambar 3. Kegiatan do
Gambar 4. Kegiatan do
669
See 1. Kegiatan see dilaksanakan langsung setelah open celas dengan melakukan refleksi apakah pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai RPP yang disusun, 2. Kegiatan see dilaksanakan sesuai langkah-langkah pada Lesson Study 3. Pengawas/supervisor menyampaikan kritik dan saran demi perbaikan guna meluruskan permasalahan sekaligus memberikan bimbingan dan arahan terhadap pemahaman yang keliru sesuai hasil supervisi sebelumnya. Gambar 5. Kegiatan see
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh,seperti yang terterah pada table 2.a,b,c berikut ini:
670
Tabel 2.a Rancangan RPP No .
RataRata
ASPEK
1 A. 1. 2. 3.
2 MERENCANAKAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN Merumuskan Kompetensi dasar dan indicator Menentukan metode pembelajaran Menentukan langkah-langkah pembelajaran
4. 5. 6. B
Menentukan cara-cara motivasi peserta didik Menentukan pengalaman belajar peserta didik Menentukan alokasi waktu MERENCANAKAN PENGORGANISASIAN MATERI PEMBELAJARAN Kesesuaian materi pembelajaran dengan Kurikulum Mengembangkan materi pembelajaran yang Sesuai dengan perkembagan peserta didik. MERENCANAKAN PENGELOLAAN KELAS Penataan ruang kelas Pengorganisasian peserta didik / aktif dalam pembelajaran MERENCANAKAN PENGGUNAAN SUMBER MEDIA PEMBELAJARAN Memilih sumber pembelajaran Menentukan penggunaan alat / media pembelajaran MERENCANAKAN PENILAIAN Menentukan bentuk-bentuk prosedur dan teknik penilaian Menyusun alat penilaian PENAMPILAN FISIK RENCANA Penggunaan bahasa tulis Kerapian dan kebersihan JUMLAH
1. 2. C 1. 2. D 1. 2. E 1. 2. F 1 2
Tabel 2.b.Pelaksanaan / Proses Pembelajaran No. ASPEK 1 A. 1. 2. 3. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
2 MEMBUKA KEGIATAN PEMBELAJARAN Menyampaikan materi pengait / apersepsi Memotivasi peserta didik untuk memulai pembelajaran Menyampaikan kompetensi yang harus dicapai peserta didik MENGELOLAH KEGIATAN PEMBELAJARAN INTI Penguasaan materi pembelajaran Memberi contoh / ilustrasi / analogi Menggunakan sumber, alat, media pembelajaran Mengarahkan peserta didik untuk aktif berpartisipasi Memberi penguatan Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan urutan yang logis dan teratur Merespon secara positif keingintahuan peserta didik Menunjukkan antusiasme / gairah mengajar
671
2012
2013
100% 60%
100% 100%
50%
100%
60% 50% 100%
100% 90% 100%
100%
100%
60%
100%
90% 50%
90% 90%
100% 60%
100% 100%
100% 50%
100% 90%
90% 90% 76%
90% 90% 96%
Rata2012
2013
50% 90% 85% 95% 100% 100% 70% 85% 65% 50% 50%
90% 90% 100% 100% 100%
60% 50% 85%
95% 100% 100%
C. 1. 2. 3. D. 1. 2. E 1 2 F 1 2
MENGORGANISASI WAKTU, PESERTA DIDIK, SUMBER DAN ALAT / MEDIA PEMBELAJARAN Mengatur penggunaan waktu Melaksanakan pengorganisasian peserta didik Menyiapkan sumber dan alat bantu / media pembelajaran MELAKSANAKAN PENILAIAN Melaksanakan penilaian proses Melaksanakan penilaian hasil akhir MENUTUP KEGIATAN PEMBELAJARAN Merangkum materi Memberi tindak lanjut PENAMPILAN GURU Kesan Umum Penampilan dan sikap guru dalam pembelajaran JUMLAH
100% 100% 50% 100% 60% 100% 40% 90%
85% 100%
75% 75%
100% 100%
85% 85% 71%
95% 95% 97%
Tabel 2.c.Aktifitas peserta didik dalam pembelajaran No . 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
ASPEK 2 Peserta didik antusias dalam mengikuti pembelajaran Peserta didik menyimak ketika guru memberikan pembelajaran Peserta didik mengajukan pertanyaan pada saat yang tepat Peserta didik tidak canggung bertanya atau mengajukan pendapat Peserta didik melakukan aktivitas sesuai dengan pengalaman belajar yang direncanakan Peserta didik menunjukkan keinginan untuk menguasai materi pembelajaran Peserta didik berbahasa dengan baik dan benar JUMLAH
Rata2012
2013
90% 60% 50% 50% 60%
100% 90% 85% 85% 100%
60%
100%
75% 64%
90% 94%
Dari hasil rekapitulasi supervisi pengawas terhadap kegiatan praktik mengajar selama empat kali pertemuan dengan menggunakan Lesson Study yaitu tanggal 18 July 2013 di SDN Tontalete, tanggal 22 Agustua 2013 di SD GMIM Waleo, tanggal 11 September 2013 di MI Sitti Salma Kema III, dan tanggal 9 Okrober 2013 di SD GMIM Lansot, selalu terjadi peningkatan baik pada rencangan pembelajaran, pelaksanaan/proses pembelajaran maupun aktifitas peserta didik. Disamping itu juga, hal ini berdampak pada semua guru yang ada di kelas 4, 5, dan 6 ketika penulis melaksanakan supervisi sesuai dengan surat tugas yang diberikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Minahasa Utara terhitung mulai tanggal 23 July sampai dengan tanggal 30 September 2013, dimana pengawas wajib melaksanakan supervisi akademik sekaligus memberikan bimbingan kepada guru-guru dibinaan masingmasing, dan hasilnya mengalami peningkatan mulai pada rencangan pembelajaran sampai pada aktifitas peserta didik. Hal ini dikarenakan pada setiap akhir proses pembelajaran selalu ada refleksi. Dan permasalahan-permasalahan yang muncul pada KBM langsung dibahas, selanjutnya pengawas selaku pengamat / supervisior langsung mengarahkan dan meluruskan.Hal-hal baik yang didapat pada saat refleksi bukan saja menjadi konsumsi guru model, tetapi menjadi konsumsi semua guru yang ada di kelompok tersebut, guna perbaikan di kelas di sekolah masing-masing. Bila masih terdapat kekeliruan pada penyusunan RPP serta pelaksanaannya, maka kegiatan peraktik mengajar dilaksanakan kembali dengan tahapan Lesson Study yaitu plan, do dan see.
672
KESIMPULAN Penerapan kegiatan supervisi akademik terintegrasi dengan lesson study sangat efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, karena ada perencanaan (plan) yang matang dari pengawas sekolah dalam menentukan teknik supervisi yang akan dilaksanakan berdasarkan masalah-masalah yang didapati dilapangan, membentuk kelompok-kelompok berdasarkan kelas yang ada, memberikan bimbingan serta contoh untuk menerapkan perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran yang bermakna, kemudian menilai proses pembelajaran melalui lembar observasi dan lembar supervisi dalam kegiatan open clase (do) baik secara kelompok dalam real teching maupun secara individu saat supervisi dikelas masing-masing dan selanjutnya direfleksikan (see) untuk membahas masalah-masalah yang muncul ketika KBM berlangsung sekaligus pengawas/supervisor memberikan arahan dan motifasi. Dan dari kegiatan ini, guru termotivasi untuk melakukan proses pembelajaran yang lebih baik dengan menerapkan model, strategi, media dan alat penilaian yang berbeda dari sebelumnya. SARAN Ketika melaksanakan supervsi akademik, pengawas dapat memadukan supervise akademik ini dengan lesson study untuk membantu pengawas dalam memecahkan masalahmasalah yang menjadi penghambat terlaksananya KBM yang baik dan bermakna sehingga hasil yang kita harapkan dapat tewujud. DAFTAR PUSTAKA Beadhowi dan Hartoyo. 2005.Laporan Learning Raund Table ON Advanced Teacher Professionalism.Bangkok Thailand. Dr.Ibrohim,M.Si.2012.Panduan pelaksanaan lesson study di KKG.Kerjasama PT Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang (UM) Jakarta ,2011,Supervisi Akademik,Pusbangtendik,Jakarta.
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LINK MAPS (PILM) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR FISIKA Salis Ahda Guru SMA Negeri 4 Malang Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan model pembelajaran inquiry link maps (model PILM). Desain penelitian ini mengacu pada Research & Development yang terdiri dari studi pendahuluan, pengembangan model, dan uji model. Produk pengembangan adalah (1) kerangka teoritik, (2) sintaks, (3) silabus (4) rencana pelaksanaan pembelajaran, (5) bahan ajar, (6) lembar kerja siswa, perangkat penilaian, dan model PILM. Hasil validasi menyatakan bahwa produk model PILM adalah valid dan layak untuk pembelajaran. Uji keefektifan model PILM dilakukan di kelas XI IPA SMA Negeri 8 Malang dengan rancangan penelitian kuasi eksperimen. Pada kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan model PILM dan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran langsung. Dari hasil uji keefektifan diperoleh bahwa model PILM efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir fisika siswa. Respon siswa terhadap model PILM adalah menarik, menyenangkan, meningkatkan pemahaman, keterampilan kerjasama, dan menumbuhkan semangat belajar fisika. Model PILM berdampak pada kemampuan berpikir siswa, proses konstruksi secara bermakna, keterampilan berpikir ilmiah, dan keterampilan kooperatif Keyword: model pembelajaran, inquiry link maps, kemampuan berpikir.
Telah banyak dilakukan penelitian terkait pembelajaran fisika dengan inquiry (Wenning, 2005a; 2005b; Ali, 2009; Wash & Sattes, 2005; Wee, dkk, 2007; Lawson, 1995). Wenning (2005a) menyatakan bahwa guru akan bisa melaksanakan pembelajaran fisika secara
673
efektif apabila mengajak siswa untuk melakukan penyelidikan terhadap materi yang sedang dipelajari. Karena itu ditekankan oleh Wenning (2005b), pembelajaran inquiry sangat penting untuk meningkatkan prestasi siswa. Ali (2009) mempraktikkan pembelajaran hipotetical inquiry pada siswa sekolah menengah di Pakistan untuk materi kalor dan suhu. Siswa didorong untuk membuat hipotesis sebelum membuat eksperimen untuk memecahkan suatu masalah. Walsh & Sattes (2005) menyatakan bahwa inquiry cenderung menantang siswa untuk berpikir tentang konsep-konsep fisika yang sedang dipelajari. Wee dkk (2007) menemukan bahwa masih sering terjadi kendala dalam menerapkan inquiry secara efektif dan efisien. Penerapan inquiry seringkali membutuhkan waktu yang banyak. Menurut Ali (2009) kekurangan waktu dalam pembelajaran inquiry terjadi karena kesulitan dalam proses membawa konsep fisika dari percobaan ke persamaan matematis. Kebanyakan percobaan masih terbatas pada membuktikan berlakunya teori/konsep, bukan pada pengembangan pemecahan masalah yang terkait dengan konsep/teori. Ketika sudah bekerja dalam memecahkan masalah yang dikembangkan dari teori yang berkaitan dengan persamaan matematis, banyak siswa yang mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut terutama terjadi ketika mengaitkan satu konsep ke konsep lain atau mengaitkan satu teori ke teori lain. Wee dkk (2007) menyarankan kepada guru tentang tiga hal penting dalam menerapkan inquiry, yakni: harus memahami sifat inquiry, harus memiliki pemahaman yang cukup tentang struktur disiplin ilmu yang sedang dipelajari, dan harus terampil dalam teknik mengajar inquiry. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam mengaitkan satu konsep ke konsep lain atau dari satu teori ke teori lain dalam pelajaran fisika, Lindstrom (2010) dan Hao Kuan (2010) menawarkan dengan menggunakan Link Maps. Lindstrom membantu mahasiswa tahun pertama jurusan fisika dengan memberikan scaffolding menggunakan link maps. Link maps berbeda dengan concept maps (peta konsep) dan knowledge maps (peta pengetahuan). Lindstrom (2010) menjelaskan link maps sebagai berikut. Link Maps appear similar to concept maps owing to their colourful non‐linear representation of subsets of domain knowledge. However, this is a superficial comparison and does not reflect the ideas underlying their invention nor their theoretical foundation. Concept maps and knowledge maps generally focus on a myriad concepts and associations and have specific sets of rules for creation). Link Maps, on the other hand, were specifically developed for physics in which there are relatively few central concepts – the challenge in learning this unique discipline is not the number of concepts to be learnt but the number of associations (links) to be formed. Link maps nampak mirip dengan representasi peta konsep, namun ide-ide yang mendasarinya berbeda. Peta konsep dan peta pengetahuan umumnya berfokus pada berbagai konsep dan asosiasinya serta memiliki sejumlah aturan khusus untuk membuatnya. Di sisi lain link maps, secara khusus dikembangkan untuk fisika di mana terdapat konsep-konsep sentral relatif sedikit, penekanannya bukan sejumlah konsep yang harus dipelajari tetapi sejumlah keterkaitan (link) yang akan dibentuk. Link maps dilandasi oleh teori beban kognitif (cognitive load theory). Ada 3 (tiga) tipe cognitive load theory, yaitu: Intrinsic load, germane (relevant) load, dan extraneous (irrelevant) load (Plass, Moreno, Brunken, 2010; Lindstrøm, C. 2010; Hao Kuan, N. C. 2010). Beban intrinsik (instrinsic load) terkait dengan kompleksitas materi yang akan dipelajari oleh siswa. Beban instrinsik (kompleksitas materi) dapat dikelola sedemikian hingga menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari oleh siswa. Germane load berkaitan dengan bagaimana strategi penyajian materi yang dilakukan oleh guru mempermudah siswa belajar. Strategi yang digunakan oleh guru perlu disesuaikan dengan karakteristik materi. Extraneous load merupakan beban luar yang mengganggu proses belajar siswa, seperti informasi dari guru yang tidak relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Dalam hal ini, pembelajaran dapat efektif apabila germane load ditingkatkan, extraneous load dikurangi, dan intrinsic load dikelola secara baik. Link maps sebagai salah satu bentuk mengemas materi sehingga lebih jelas keterkaitan antar konsep dan lebih sederhana dalam memahami materi, serta mengurangi informasi-informasi yang tidak relevan (Lindstrom, 2010). Karena itu link maps bisa membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar fisika (Hao Kuan , 2010). Dalam penelitiannya Kuan (2010) menangani mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar fisika dengan menerapkan pembelajaran link maps.
674
Untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran inquiry, maka ketiga beban kognitif (instrinsic, germane, dan extraneous load) perlu dikelola secara baik yakni dengan menggunakan link maps. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini mengembangkan model pembelajaran inquiry dengan penyajian materi dan penguatannya menggunakan link maps, selanjutnya disebut Model Pembelajaran Inquiry Link Maps (Model PILM). Inquiry ditekankan pada penemuan konsep. Link maps digunakan untuk memantapkan hubungan antar konsep atau antar teori dalam rangka memecahkan masalah fisika dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa. KERANGKA TEORI Model pembelajaran Inquiry Link Maps (PILM) dilaksanakan dengan menggabungkan pembelajaran inquiry dan strategi link maps. Pembelajaran inquiry digunakan untuk membangun pemahaman siswa terhadap konsep fisika, agar materi fisika bermakna bagi siwa. Dalam inquiry, siswa membangun pengetahuan dengan melakukan percobaan sedemikian hingga materi fisika tidak lagi bersifat abstrak. Strategi link maps digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Dalam strategi link maps, siswa membuat peta keterkaitan antar konsep beserta uraian hubungan antar konsep tersebut. Selanjutnya keterkaitan tersebut digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan materi yang sedang dipelajari. Pembelajaran inquiry memliki sintaks yang terdiri dari 4 (empat) langkah (Joyce dan Weil, 2009). Pertama, penyajian masalah (confrontation with problem), dalam tahap ini guru menyajikan masalah dan menerangkan prosedur inquiry pada siswa. Bentuk masalah perlu disesuiakan dengan pemgetetahuan siswa. Masalah yang disajikan haruslah berupa suatu kejadian yang dapat merangsang aktivitas intelektual siswa. Kedua, eksperimen. siswa melakukan eksperimen dengan memasukkan hal-hal (variabel) baru dan melihat apakah terjadi perubahan. Tahap eksperimen mempunyai dua fungsi yaitu eksplorasi dan uji langsung. Dalam eksplorasi siswa mengubah beberapa hal dan melihat apa yang terjadi, sedangkan dalam uji langsung siswa melakukan pengujian. Ketiga, pengorganisasian data, siswa mengorganisasi data yang diperoleh dari hasil eksperimen. Keempat analisis data dan penarikan kesimpulan, siswa diminta untuk menganalisis data untuk membuat suatu kesimpulan terhadap masalah atau pertanyaan yang disajikan. Strategi link maps secara khusus dikembangkan untuk fisika di mana terdapat konsepkonsep sentral relatif sedikit - penekanannya bukan sejumlah konsep yang harus dipelajari tetapi sejumlah keterkaitan (link) yang akan dibentuk (Lindstrom, 2010). Dalam link maps, dibuat keterkaitan antar konsep, antar teori, antar materi fisika beserta penjelasan keterkaitannya. Siswa akan mudah mempelajari konsep-konsep fisika dan mudah meningkatkan keterampilan berpikirnya. Link maps juga akan mempermudah siswa untuk memecahkan masalah, karena siswa ―benar-benar‖ paham materi yang sedang dipelajari dan bisa membuat hubungan masalah yang sedang dipelajari dengan masalah lain yang mendasarinya. Lebih jauh dijelaskan oleh Plass, Moreno, dan Brunken (2010) bahwa dalam teori beban kognitif, terdapat 3 (tiga) beban kognitif yang mempengaruhi proses belajar mengajar, yakni instrinsic load, germane load, dan extraneous load. Instrinsic load terkait dengan kompleksitas dan kebermaknaan materi bagi siswa. Germane load terkait dengan strategi penyampaian materi sedemikian hingga mudah dipahami oleh siswa. Extraneous load terkait dengan informasi-informasi yang tidak relevan (mengganggu) yang terjadi dalam proses pembelajaran. Agar pembelajaran bisa efektif, maka ketiga beban kognitif tersebut harus dikelola dengan baik: germane load harus ditingkatkan, extraneous load dikurangi, dan instrinsic load diatur secara baik.
Ditingkatkan
Extraneous Load Instrinsic Load
+ Germane Load
Diturunkan
+ Dikelola secara = Pembelajaran Efektif baik 675
Gambar 1 Proses Pembelajaran Efektif (Diadopsi dari Lindstrom, 2010)
Peranan inquiry di dalam model PILM adalah untuk meningkatkan germane load dan mengurangi extraneous load. Di dalam inquiry, pembelajaran didesain dengan melibatkan siswa secara optimal, mulai dari orientasi masalah, mendalami masalah, melaksanakan praktikum, sampai membuat kesimpulan. Dalam hal ini siswa diberdayakan untuk mengonstruksi konsep sekaligus memecahkan masalah melalui kegiatan praktikum. Ini berarti germane load akan meningkat. Selanjutnya dalam melakukan kegiatan inquiry dilengkapi dengan petunjuk praktikum yang menyediakan informasi-informasi bermanfaat bagi siswa dalam melakukan aktifitasnya. Dalam hal ini, aktifitas dan informasi yang menyimpang dari tujuan pembelajaran akan sangat sedikit. Dengan kata lain terjadi pengurangan extraneous load. Pengelolaan instrinsic load dilakukan dengan membuat link maps. Penyajian materi momentum menggunakan link maps mempermudah siswa dalam mempelajarinya. Dalam hal ini, beban instrinsik dapat dikelola secara sederhana dengan mengaitkan antar konsep-teorimasalah, sedemikian hingga materi menjadi bermakna, lebih mudah dipahami, dan lebih mudah diingat. Kerangka teori yang melandasi munculnya model PILM dapat digambarkan seperti Gambar 2.
Cognitive Load Theory Tiga macam beban kognitif Instrinsic Load
dikelola
Germane Load
Extraneous Load
ditingkatkan
dikurangi
Link Maps
Inquiry
Pengembangan Model Pembelajaran Inquiry Link Maps (MODEL PILM) Gambar 2 Kerangka Teori Model PILM Berdasarkan kerangka teori tersebut, dikembangkan sintaks model PILM: (1) penyajian masalah, (2) eksperimen, (3) pengorganisasian data, (4) analisis data, (5) menyusun link maps hasil eksperimen, dan (6) pemecahan masalah. Deskripsi fase-fase sintaks model PILM disajikan pada Tabel 1. Tabel 1: Sintaks Model PILM Fase-fase Model PILM 1. Penyajian masalah
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Menyampaikan masalah- 1. Siswa memperhatikan masalah yang terkait dengan masalah-masalah yang materi yang akan dipelajari. diberikan oleh guru. 2. Membangun penalaran siswa 2. Siswa menjawab dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pertanyaan-pertanyaan terkait yang diajukan oleh guru.
676
dengan kemungkinan materi dalam kehidupan 2. Pelaksanaan Eksperimen
1. Menyiapkan petunjuk praktikum 2. Mendampingi siswa melakukan praktikum
Siswa melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan petunjuk yang disediakan oleh guru.
3. Pengorganisasian data
1. Mengarahkan proses pengambilan dan pencatatan data 2. Mendampingi siswa untuk memperoleh data secara teliti
Siswa mengambil data dan mencatat dalam tabel pengamatan
4. Analisis data dan Penarikan kesimpulan
1. Mengarahkan siswa menganalisis data 2. 3.
5. Pembuatan maps
Link
1.
2.
6. Pemecahan masalah
1.
2.
dalam 1. Siswa menganalisis data sesuai dengan petunjuk praktikum. Mendorong siswa untuk 2. Siswa membuat mengambil kesimpulan kesimpulan Memberikan scaffolding bagi 3. Siswa yang meras siswa yang mengalami kesulitan meminta bantuan kesulitan pada guru Meminta siswa untuk 1. Siswa membuat link membuat link maps dari hasil maps dari hasil praktikum prkatikum Membantu siswa menyusun 2. Siswa yang merasa link maps kesulitan membuat link maps meminta bantuan pada guru Memberikan masalah-masalah Mengerjakan masalahyang berkaitan dengan materi masalah yang berkaitan untuk diselesaikan oleh siswa dengan materi yang Membantu siswa untuk dipelajari menyelesaikan masalah
Dalam pengembangan model PILM dilengkapi dengan sistem pendukung, prinsip pengelolaan, dan sistem sosial (disajikan pada Gambar 3). Sistem pendukung pelaksanaan model PILM mencakup bahan ajar (buku siswa dan pedoman guru), lembar kerja siswa (LKS), perangkat penilaian, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Prinsip pengelolaan dalam model PILM meliputi: (1) menyediakan sumber belajar, (2) menekankan kerjasama, (3) memberi scafollding, dan (4) menghargai dan memotivasi. Guru harus menyediakan sumber belajar yang dibutuhkan, meliputi: buku siswa, lembar kerja, dan buku referensi. Guru perlu menekankan dan menciptakan situasi kerjasama antar siswa serta interaksi guru-siswa dan siswa-siswa. Guru juga harus memeriksa dan melayani siswa yang mengalami kesulitan serta memberikan bantuan secukupnya (scafollding). Dalam proses pembelajaran guru harus selalu menghargai pendapat/gagasan siswa serta memotivasi siswa sehingga siswa bisa belajar secara optimal. Sistem sosial yang dibentuk dalam penerapan model PILM mencakup: (1) kerjasama, (2) kebebasan berpendapat, (3) tanggung jawab, dan (4) kesamaan derajat. Dalam proses pembelajaran dibentuk situasi sosial untuk saling kerjasama dalam satu kelompok dan antar kelompok. Kebebasan berpendapat merupakan bagian penting dalam sistem sosial untuk mengembangkan berpikir siswa dan keberanian mengungkapkan pendapat. Dalam penerapan model PILM dibentuk suatu sistem sosial untuk bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas belajar dan praktikum. Sistem sosial di kelas juga diciptakan agar tidak membeda-bedakan ras, suku, agama, dan kemampuan. Untuk mengondisikan hal ini, dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi acak dan heterogen.
677
Sistem pendukung, prinsip pengelolaan, dan sistem sosial yang diciptakan, diharapkan dapat membawa dampak pembelajaran (dampak instruksional) dan dampak pengiring. Dampak instruksional yang diharapkan meliputi: (1) kemampuan berpikir, (2) konstruksi pengetahuan, (3) keterampilan kooperatif, dan (4) sikap berpikir ilmiah. Pelaksanaan model PILM mengantarkan siswa untuk mengonstruksi pengetahuan secara bermakna, siswa melaksanakan proses belajar dengan saling membantu (kooperatif), dan dalam praktikum diarahkan untuk melaksanakan kegiatan ilmiah., sehingga terbentuk sikap berpikir ilmiah. Dengan proses tersebut, diharapkan berdampak pada kemampuan berpikir siswa. Dampak pengiring dari pelaksanaan model PILM meliputi:sikap positif terhadap fisika dan kemandirian siswa. Dengan proses pembelajaran yang menyenangkan dan menantang, siswa akan merasakan bahwa fisika merupakan pelajaran yang bermanfaat dan menyenangkan. Dengan praktikum dan penyelesaian masalah, siswa akan terbiasa untuk mandiri.
678
MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LINK MAPS (MODEL PILM)
KAJIAN TEORITIK: 1. Konstruktivisme 2. Inquiry 3. Cognitive Load Theory
1. 2. 3. 4. 5. 6.
4. Link Maps
SISTEM PENDUKUNG
1. Bahan Ajar 2. LKS 3. Perangkat Penilaian 4. Silabus 5. RPP
SINTAKS Menyajikan masalah Pelaksanaan eksperimen Pengorganisasian data Analisis data dan penarikan kesimpulan Pembuatan link maps Penerapan konsep
PRINSIP PENGELOLAAN
SISTEM SOSIAL
1. Menyediakan sumber belajar 2. Menekankan kerjasama Gambar 3 Alur Pengembangan 3. Scafollding Model PILM 4. Menghargai dan memotivasi
1. Kerjasama 2. Kebebasan Berpendapat 3. Tanggung jawab 4. Kesamaan derajat
DAMPAK INSTRUKSIONAL
DAMPAK PENGIRING
1. Kemampuan Berpikir 2. Konstruksi pengetahuan 3. Keterampilan kooperatif 4. Sikap berpikir Ilmiah
1. Sikap positif terhadap fisika 2. Kemandirian
679
METODE PENELITIAN Desain pengembangan model PILM mengacu pada Research & Development dari Sukmadinata, dkk (2010). Prosedur pengembangan model PILM disajikan seperti Gambar 4.
1.
STUDI PENDAHULUAN Studi Lapangan - kondisi siswa - kondisi pembelajaran - kondisi laboratorium - analisis materi
Studi Pustaka - Kontruktivis - Inquiry - Cognitive Load Theory - Link maps
2. PENGEMBANGAN MODEL
Expert Judgment Revisi
User Judgment
Draft Model PILM - Sintaks - Bahan Ajar - LKS - Perangkat Penilaian - RPP - Silabus
Revisi dan Penyempurnaan
Model Hipotetik Terevisi
3. UJI EFEKTIVITAS MODEL Model PILM Teruji Gambar 4 Prosedur pengembangan Model PILM
Kuasi Experimen
Studi pendahuluan dilakukan dalam dua bentuk kegiatan, studi pustaka dan studi lapangan. Studi pendahuluan digunakan untuk membangun kerangka teori yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan model pembelajaran. Pengembangan model dilakukan dengan menyusun sintaks, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, lembar kerja siswa, dan perangkat penilaian. Hasil pengembangan model divalidasi oleh expert dan user, sehingga memperoleh model hipotetik. Desain uji keefektivan model PILM hipotetik digunakan kuasi ekperimen. Untuk mengetahui keefektivan model PILM dilakukan dengan uji beda nilai ratarata (uji-t). Dalam uji keefektifan model PILM juga dikaji dampak instruksional dan dampak pengiringnya. Dampak instruksional meliputi: kemampuan berpikir, konstruksi pengetahuan, ketrampilan kooperatif, dan sikap berpikir ilmiah. Dampak pengiring meliputi: sikap positif terhadap fisika dan kemandirian. HASIL Produk utama dalam pengembangan model ini adalah kerangka teoritik, sintaks, bahan ajar, lembar kerja siswa, perangkat penilaian, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Kerangka teoritik dibangun berdasarkan pembelajaran inquiry dan teori beban kognitif (cognitive load theory, khususnya link maps). Sintaks dikonstruksi berdasarkan kerangka teoritik. Bahan ajar, lembar kerja siswa, perangkat penilaian, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dikembangkan dengan mengacu pada sintaks model PILM dan hasil pengembangan divalidasi oleh expert dan user. Hasil validasi silabus dan RPP disajikan pada Tabel 1.
680
Tabel 1 Hasil Validasi Silabus dan RPP Model PILM Komponen Expert Judgment User Judgment Rata- Kesimpulan Validasi rata Expert 1 Expert 2 User 1 User 2 User 3 Silabus 3,625 3,625 3,875 3,875 3,625 3,725 Valid RPP 3,556 3,667 3,889 3,778 3,667 3,711 Valid Silabus model PILM yang dikembangkan adalah valid dengan skor rata-rata = 3,725 dari Tabel 1. RPP model PILM yang dikembangkan adalah valid dengan skor rata-rata = 3,711 dari tabel 4.1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa silabus dan RPP sudah sesuai dengan sintaks model PILM. Bahan ajar yang divalidasi adalah buku siswa. Dalam buku siswa sudah mencakup lembar kerja siswa (LKS), rangkuman materi, peta konsep, link maps, dan penerapan konsep. Hasil penilaian bahan ajar oleh expert dan user disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Validasi Bahan Ajar Model PILM Komponen Expert Judgment User Judgment Validasi Expert 1 Expert 2 User 1 User 2 Halaman Muka 3,25 3,25 3,25 3,50 Daftar Isi 1,00 2,00 3,50 3,00 /Gambar Indikator Hasil 3,60 4,00 3,80 3,40 Belajar Kelayakan isi 3,43 3,57 4,00 2,57 Penyajian Isi 3,22 3,67 4,00 3,11 Lembar 3,40 4,00 3,80 3,40 Kegiatan Siswa Rangkuman 3,00 3,50 4,00 3,00 Peta Konsep 3,00 3,00 3,50 3,50 Link Maps 3,00 3,00 4,00 4,00 Penerapan 3,75 3,25 4,00 3,25 konsep Glosarium 4,00 4,00 4,00 3,00 Daftar Pustaka 4,00 4,00 3,00 4,00
Ratarata 3,35
Kesimpulan
User 3 3,50 2,00
2,30
Cukup valid
3,40
3,64
Valid
3,43 3,56
3,40 3,51
Valid Valid
3,40
3,60
Valid
3,50 3,50 3,50
3,40 3,30 3,50
Valid Valid Valid
3,75
3,60
Valid
3,00 4,00
3,60 3,80
Valid Valid
Valid
Bahan ajar model PILM yang dikembangkan adalah valid dengan skor rata-rata = 3,416, karena itu layak digunakan untuk pembelajaran. Untuk uji keefektifan model PILM, kemampuan awal siswa diukur menggunakan pretes. Hasil uji perbandingan kemampuan awal siswa dilakukan dengan uji-t, diperoleh thitung = 0,586 < ttabel = 2,00 dengan taraf signifikan 5 % dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan awal siswa di kedua kelas. Uji perbandingan kemampuan akhir dilakukan dengan uji-t terhadap nilai postes, hasilnya diperoleh thitung = 2,81 > ttabel = 2,00 dengan taraf signifikan 5 % dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan akhir siswa di kedua kelas. Rata-rata nilai siswa di kelas eksperimen yang diajar dengan model PILM = 81,09 lebih tinggi dari rata-rata nilai siswa kelas kontrol yang diajar dengan pembelajaran langsung = 73,94. Ini berarti model PILM efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir fisika siswa. Sebesar 91,6% siswa merespon positif terhadap model PILM, menyatakan bahwa. Sebagian besar siswa (94,00%) merasakan kesan yang sangat baik terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan model PILM.
681
PEMBAHASAN Penerapannya model PILM membentuk 5 (lima) karakteristik: interpersonal, understanding, inquiry, link maps, dan construct dengan hubungan seperti Gambar 5.
CONSTRUCT Interpersonal
Understanding
Model PILM Gambar 5 Hasil Temuan Karakteristik Model PILM
Inquiry
Link maps
Menurut Silver dkk (2007) setiap pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat dipotret kecenderungannya dalam membentuk perilaku belajar siswa, yang disebut dengan istilah learning style (gaya belajar). Learning style dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam: mastery, understanding, interpersonal, dan self-expressive. Karakteristik pertama model PILM adalah interpersonal. Orientasi interpersonal untuk menumbuhkan hubungan (relationship) siswa satu dengan siswa lain (atau dengan masyarakat). Dalam interpersonal, siswa terkondisikan belajar dengan saling membantu. Proses konstruksi pengetahuan terjadi karena adanya interaksi berpikir siswa satu dengan siswa yang lain. Dalam model PILM, proses belajar dalam kelompok merupakan salah satu karakteristiknya. Mulai dari eksperimen sampai menyusun link maps dilakukan kerjasama antar siswa di kelompok. Karakteristik kedua adalah understanding. Menurut Silver dkk (2007), orientasi understanding adalah mengembangkan kemampuan siswa bernalar, menggunakan bukti, dan logika. Dalam hal ini dikembangkan rasa ingin tahu (curiosity), sehingga bisa menggunakan logika untuk berdebat dan menemukan gagasan berdasarkan ide-ide yang dipelajari. Dalam model PILM, dikembangkan penalaran siswa dengan membangun pertanyaan-pertanyaan pengiring dalam rangka mengonstruksi pengetahuan. Karakteristik ketiga adalah inquiry. Dalam pelaksanaan model PILM, inquiry merupakan salah satu kegiatan utamanya. Siswa mengonstruksi pengetahuan momentum dan impuls melalui percobaan yang dilakukan secara terstruktur. Kegiatan inquiry dijadikan sebagai karakteristik utama, karena inquiry memiliki banyak keunggulan seperti yang telah diungkap oleh banyak ahli (Wening, 2005a; 2005b; Ali, 2009; Wash & Sattes, 2005; Wee, dkk, 2007; Lawson, 1995). Karakteristik keempat adalah link maps. Karakteristik link maps sangat penting dalam penerapan model PILM, terutama dalam membentuk skema pengetahuan momentum dan impuls. Pengetahuan yang dikonstruksi mulai dari kegiatan pertanyaan pengiring, inquiry, sampai belajar kooperatif dienkapsulisasi menjadi pengetahuan yang saling terkait setelah melalui link maps. Karakteristik kelima adalah construct. Dalam penerapan model PILM, semua proses yang dilakukan muaranya adalah konstruksi pengetahuan siswa. Karena itu konstruksi pengetahuan menaungi keempat karakteristik yang lain (Gambar 5.1). Sesuai dengan teori konstruktivisme, bahwa belajar merupakan suatu proses mengonstruksi pengetahuan. Dalam mengonstruksi pengetahuan, bisa melalui proses interaksi sosial dan melalui konstruksi individu. Konstruksi melalui interaksi sosial disebut konstruktivisme sosial yang dipelopori oleh
682
Vygotsky. Sedangkan konstruksi yang dilakukan secara individu disebut konstruktivisme personal dipelopori oleh Piaget. KESIMPULAN Hasil pengembangan model PILM mencakup: (1) sintaks, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan perangkat penilaian; (2) bahan ajar yang disebut dengan buku siswa didalamnya terdapat lembar kerja siswa & panduan praktikum, rangkuman materi, peta konsep, dan link maps; dan (3) buku panduan guru yang di dalamnya terdapat sintaks, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), perangkat penilaian, dan buku siswa. Hasil validasi kesesuaian silabus dan RPP dengan sintaks model PILM diperoleh: silabus rata-rata 3,725 dengan kriteria valid, dan RPP rata-rata 3,711 dengan kriteria valid. Hasil validasi terhadap buku siswa diperoleh skor rata-rata = 3,416 dengan kriteria valid dan layak untuk digunakan untuk pembelajaran. Ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir siswa yang menggunakan model pembelajaran PILM dibanding dengan kemampuan berpikir siswa yang tidak menggunakan model PILM atau pembelajaran langsung. Dalam hal ini rata-rata nilai siswa yang diajar dengan model PILM secara signifikan lebih tinggi dari siswa yang diajar tidak menggunakan model PILM. DAFTAR RUJUKAN Hao Kuan, N. C. 2010. Integrating link maps into multimedia: An investigation School of Physics. Sydney: University of Sydney. Joyce B & Weil M. 2009. Model of Teaching (Eighth Edition). Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Krathwohl & Anderson. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom‟s Taxonomy of Educational Objectives. Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Krulik, R & Milou, 2003. Teaching Mathematics in Middle School. A Practical Guide. New York.: Pearson Education. Lawson, A. E. 1995. Scince Teaching and The Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company. Lindstrøm, C. 2010. Link Maps and Map Meeting: A theoretical and experimental case for stronger scaffolding in first year university physics education PhD thesis School of Physics. Lindstrøm, C., & Sharma, D. S. 2009. Link Maps and Maps Meeting: Scaffolding Student Learning. Physics Education Research. Nomor 5. 010102 (2009) Manzoor Ali, 2009. Teaching of heat and temperature by hypothetical inquiry approach : A sample of inquiry teaching. Journal Physics Teacher Education online Vol 5 No 2, 43-64, diakses tanggal 12 Agustus 2010 National Research Science Council. 2000. Inquiry and the National Science Education Standards. Washington, DC: National Academic Press. Available http://www.nap.edu/books/0309064767/html/, diakses tanggal 12 Agustus 2010. Novak, J. D. 1998. Learning, creating, and using knowledge: Concept map and facilitative tools in schools and corporations. Mahwah, N.J.: Lawrence Erlbaum Associates. Patterson, M. E., Dansereau, D. F., & Newbern, D. (1992). Effects of communication aids and strategies on cooperative teaching. Journal of Educational Psychology, 84(4), 453‐461. Plass, Moreno, Brunken, 2010. Cognitive Load Theory. Cambridge University Press Silver, dkk. 2007. The Strategic Teacher. Selecting the Right Research Based Strategy for Every Lesson. ASCD. USA Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wash, A.J. & Sattes, D.B. 2005. Quality questioning: Research based practice to engage every learner. London: Sage Publication Ltd. Wee, B., Shepardson, D., Fast, J. & Harbor, J. 2007. Teaching and learning about inquiry: insights and challenges in professional development. Journal of science teacher education, 18, 63-89, diakses tanggal 12 agustus 2010.
683
Wenning, C.J. 2005a. Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal of Physics Teacher Education Online, 2(3), 3-11, diakses tanggal 12 Agustus 2010. Wenning, C.J. 2005b. Minimizing resistance to inquiry-oriented instruction: The importance of climate setting. Journal of Physics Teacher Education Online, 3(2), 10-15. Available: http://phy.istu.edu/publications/minimizing resistance.pdf, diakses tanggal 29 Agustus 2010. Wenning, C. J. 2007. Assessing inquiry skills as a component of scientific literacy. Journal Physics Teacher Education online Vol 4 No 2, diakses tanggal 12 Agustus 2010.
684