PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI
SUTIN F34103028
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh SUTIN F34103028
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh SUTIN F34103028 Dilahirkan di Rembang pada tanggal 05 April 1984 Tanggal Lulus : .... ..............2008
Bogor,
............................2008 Menyetujui,
Dr.Ir. Erliza Noor NIP : 131667793 Pembimbing I
Dr. Gustan Pari, MSi, APU NIP : 710.005.078 Pembimbing II
i
LEMBAR PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA
DENGAN EKSTRAKSI
adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2008 Yang membuat pernyataan
Sutin NRP : F34103028 .
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 05 April 1984 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Umbar dan Ibu Semiyati. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SDN Gunungsari II, lalu melanjutkan ke SLTPN I Rembang serta
SMUN
2
Rembang.
Penulis
melanjutkan
pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003. Selama pendidikannya di IPB, penulis aktif terlibat dalam beberapa organisasi diantaranya KOPMA (Koperasi Mahasiswa), HKRB (Himpunan Keluarga Rembang Bogor), staf
Departemen Hubungan Luar DPM Fateta
(Dewan Perwakilan Mahasiswa Fateta), serta staf Departemen Kesekretariatan HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri). Selain itu juga penulis aktif mengikuti kepanitiaan ataupun peserta dalam kegiatan seminar dan pelatihan baik dilingkup IPB maupun di luar IPB. Penulis juga melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di Pabrik Gula Rejo Agung (RNI II) Madiun selama dua bulan. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada semester 4 dan 6 dan asisten praktium mata kuliah Peralatan Industri pada semester 8.
iii
Sutin (F34103028). Pembuatan Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa secara Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksi. Dibawah bimbingan. Erliza Noor dan Gustan Pari.
RINGKASAN Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena mengandung senyawa-senyawa antibakteri dan antioksidan. Asap cair banyak digunakan pada industri makanan sebagai preservatif, industri farmasi, bioinsektisida, pestisida, desinfektan, herbisida dan lain sebagainya. Asap diperoleh melalui pembakaran bahan yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pembakaran hemiselulosa, selolusa, dan lignin dari kayu akan menghasilkan senyawa asam dan turunannya dan fenol. Selain kayu juga dapat digunakan tempurung dan sabut kelapa, sampah organik, bambu maupun merang padi sebagai penghasil asap. Hasil pembakaran dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan kondisi proses yaitu tekanan, suhu, dan lamanya waktu pembakaran. Selanjutnya parameter tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas asap cair yang diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga mengidentifikasi komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa yang dipisahkan dengan ekstraksi. Pembuatan asap cair dilakukan melalui proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300 °C selama 5 jam. Alat yang digunakan untuk pirolisis adalah reaktor pirolisis. Pada proses pirolisis ini, komponen kayu, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, mengalami dekomposisi menghasilkan senyawa asam dan turunannya, alkohol, fenol, aldehid, karbonil, keton piridin dan tar. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian untuk memisahkan senyawa tar dan memisahkan fraksi-fraksi yang diharapkan yaitu fenol dan asam. Proses pemurnian dilakukan secara ekstraksi 3 tahap menggunakan pelarut heksan, etil asetat dan metanol dengan perbandingan 1:1 untuk masing-masing pelarut. Dari ketiga pelarut tersebut dihasilkan tiga fraksi terlarut (terekstrak) dan dua rafinat (crude). Hasil pembakaran pada suhu pembakaran 300 °C menghasilkan asap cair dengan rendemen sebesar 38,69 % untuk tempurung kelapa dan 49,10% untuk sabut kelapa. Pada pemurnian asap cair diperoleh asap cair dari bahan tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Sedangkan pada pemurnian asap cair dari bahan sabut kelapa diperoleh volume terekstrak 1,96%, 2,57% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Analisa terhadap fraksi-fraksi asap cair dilakukan dengan analisa proksimat dan GC-MS. Komponen dominan pada setiap fraksi ekstraksi adalah fenol (19,28%), 2-metoksi fenol (18,29%) dan 4-ethil-2-metoksi fenol (10,79%) untuk tempurung kelapa-heksan; fenol (30,26%), 2,6-dimetoksi fenol (11,98%)
iv
dan fenol (5,01%) untuk tempurung kelapa-etil asetat; serta 2-metilpropil ester asam butanoit (30,76%), 2-metil asam propanoit (8,13%) dan fenol (6,15%) untuk tempurung kelapa-metanol. Sedangkan pada sabut kelapa didapatkan 29,52% fenol, 14,88% 2-metoksi fenol dan 11,34% 2-metoksi fenol untuk fraksi sabut kelapa-heksan; 41,58% fenol, 7,83% 2-6-metoksi fenol dan 6,14% 3-metil fenol untuk fraksi sabut kelapa-etil asetat serta 32,43% 1-3-tiazol, 18,57% etil ester asam butanoit dan 9,23% tetrahidro-2-furanmethanol untuk fraksi sabut kelapametanol. Uji coba fraksi metanol konsentrasi 25% dengan berbagai waktu perendaman (15, 30, 45 dan 60 menit) pada Ikan Selar diperoleh waktu simpan 3 hari. Sedangkan untuk fraksi etil asetat konsentrasi 25% dan 50% serta fraksi metanol konsentrasi 50% dengan waktu perendaman 60 menit diperoleh hasil yang lebih baik secara visual. Aplikasi pada buah pisang menggunakan asap cair yang dihasilkan pada konsentrasi 25% dan 100% dengan waktu perendaman 60 menit tidak didapatkan hasil yang berbeda secara visual dengan kontrol.
v
Sutin (F34103028). Liquid Smoke Processing from Coconut Coir and Shell by Pyrolisis and its Fractionation by Extraction. Revised by Dr. Ir. Erliza Noor and Dr. Gustan Pari, MSi.
SUMMARY Liquid smoke is a vinegar resulted from organic material by pyrolisis process. Liquid smoke contains antibacterial and antioxydan compounds.It is used widely in food industries such as preservatives, health industries, bioinsecticides, pesticides, desinfectants, herbisides, etc. Smoke is obtained from burning procces of organic material which contains cellulose, hemicellulose, and lignin. The product of burning are phenols and acids. Beside wood, coconut coir and shell, organic waste, bamboo, and rice straw can be used to produce liquid smoke. The burning product are influenced by raw materials and process conditions, such as pressure, temperature, and burning time. These parameters will influence the quality and quantity of liquid smoke. The aim of this research is to identify liquid smoke products from coconut coir and shell, also to identify the chemical components and composition of liquid smoke from coconut coir and shell. The liquid smoke product was executed by pyrolisis process using burning temperature of 300° in 5 hours, in the pyrolisis reactor. During the process, the wood components, i.e. cellulose, hemicellulose and lignin, was decomposed resulting acid compounds, alcohols, phenols, aldehids, carbonics, ketones, pyridine and tar. The purification process was done to separate the product of phenol and acid fractions. The purification with extraction was done by using 3 solvents (hexane, etyl acetate and methanol) at the ratio of 1:1 for each solvent. The extraction by using 3 solvents were obtained three extracted fraction and two rafinat (crude). The temperature of 300°C resulted liquid smoke of 38,69% for coconut coir and 49,10% for coconut shell. The purification process of coconut coir produced 3,22%, 3,25% and 50% (v/v) extracted volume by using hexane, etyl acetate and methanol solvent in a row. While the purification process of coconut shell resulted 1,96%, 2,57% and 50% (v/v) of liquid smoke for each solvents. The compound largely phenol (19,28%), 2-methoxy phenol (18,29%) and phenol, 4-ethyl-2-methoxy (10,79%) in coconut coir-hexane; phenol (30,26%), phenol 2,6-dimetoxy (11,98%) and phenol (5,01%) in coconut coir-etyl acetate; also Butanoic acid, 2-methylpropyl ester (30,76%), Propanoic acid, 2-methyl (8,13%) and phenol (6,15%) in coconut coir-methanol. While the coconut shell was obtained 29,52% of phenol, 14,88% phenol 2-methoxy and 11,34% phenol 2methoxy in coconut shell-hexane; 41,58% phenol, 7,83% 2-6-methoksi phenol and 6,14% 3-metyl phenol in coconut shell-etyl acetate and also 32,43% 1-3thiazole, 18,57% butanoic acid etyl ester and 9,23% 2-furanmethanol, tetrahydro in coconut shell-methanol fraction. The trial of methanol fraction with concentration 25% and soaking time (15, 30, 45 and 60 minutes) in Selar fish resulted retention time until 3 days. While etyl acetat fraction with concentration 25% and 50% and methanol fraction with
vi
concentration 50% and soaking time 60 minute obtained better visualisation. Aplication of liquid smoke with concentration 20% and 100% and soaking time 60 minute in banana resulted as same as the control.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat kuasa-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Skripsi ini dilakukan selama bulan April-November 2007 di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis selama menyelesaikan skripsi, 2. Dr. Gustan Pari, APU sebagai pembimbing II yang telah menyediakan sarana dan prasarana penelitian serta bimbingan, 3. Ayah dan Ibu, adikku Sutiyah serta keluarga tercinta atas kesabaran, doa, dorongan, dan saran-saran bijaknya, 4. Pak Mahpudin, Pak Dadang, serta seluruh staf dan karyawan Laboratorium Kimia Kayu, Pusat Pengembangan dan Penelitian Hasil Hutan Bogor yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian, 5. Staf Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Pemda DKI Jakarta yang telah membantu penulis dalam menganalisis dengan GCMS. 6. Arum, Umam, Lita, Iqro sebagai teman selaboratorium dan sebimbingan yang selalu memberi semangat kepada penulis. 7. Seluruh
teman-teman
seperjuangan TIN
40
atas
kebersamaan
dan
persahabatannya selama ini. 8. Seluruh anggota HKRB dan Alumni pengurus Himalogin 2006/2007 atas dukungan dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 9. Seluruh penghuni Wisma Nurul Fitri atas semangat dan kebersamaannya, dan 10. Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca. Januari, 2008 Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP...................................................................................
iii
RINGKASAN............................................................................................
iv
SUMMARY...............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR..............................................................................
viii
DAFTAR ISI.............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL.....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xiii
I. PENDAHULUAN..............................................................................
1
A. Latar Belakang..............................................................................
1
B. Tujuan...........................................................................................
3
C. Manfaat.........................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
4
A. Asap Cair.......................................................................................
4
B. Bahan Pengasap.............................................................................
8
C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi..........................................
8
D. Aplikasi Asap Cair.........................................................................
11
E. Ikan dan Pisang Mas......................................................................
13
III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................
16
A. Bahan dan Alat Penelitian..............................................................
16
B. Metode Penelitian..........................................................................
16
C. Metode Uji Coba Asap Cair...........................................................
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................
20
A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis...............................................
20
B. Komponen-Komponen pada Asap Cair............................................
22
ix
C. Fraksinasi Asap Cair Dengan Ekstraksi ..........................................
24
D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair .....................................................
26
E. Crude.................................................................................................
33
F. Uji Coba Asap Cair..........................................................................
36
V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................
41
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
42
LAMPIRAN................................................................................................
46
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Komposisi Kimia Asap Cair.....................................................
Tabel 2.
Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g Bahan.......................................................................................
Tabel 3.
Penggolongan Kelas Mutu Ikan................................................
Tabel 4.
Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu 300°C.......................................................................................
Tabel 5.
14 15
21
Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung Kelapa Hasil Deteksi GC-MS..............................................................
Tabel 6.
5
23
Senyawa Dominan dalam Asap Cair Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS.......................................................................
Tabel 7.
Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi...........................................
23 25
Tabel 8.
Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran...............................
27
Tabel 9.
Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran.....................................
30
Tabel 10.
Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran................................
32
Tabel 11.
Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Hasil Pembakaran dan Crude........................................................................................ Senyawa Dominan dalam Crude Asap Cair Tempurung dan
34
Tabel 12.
Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS........................................
35
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Alat Pembuat Asap Cair......................................................... 16
Gambar 2.
Tempurung dan Sabut Kelapa...............................................
Gambar 3.
Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa dengan Pirolisis Suhu 300 °C.........................................................................
Gambar 4.
Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa....
Gambar 5.
Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi................................................................................
20
21 25
Gambar 6.
Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.................
27 29
Gambar 7.
Grafik Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi
31
Gambar 8.
Grafik Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.................................................................................
Gambar 9.
33 Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-1.................................... 36
Gambar 10.
Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-3....................................
Gambar 11.
Hasil Percobaan Asap Cair Hasil Pirolisis pada Pisang Mas. 39
37
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Data dan Perhitungan Pirolisis..........................................
46
Lampiran 2.
Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair......................
48
Lampiran 3.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Heksan..............................................
51
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Etil asetat ........................................
52
Lampiran 4. Lampiran 5.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Metanol .. ........................................
53
Lampiran 6.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude...................................
54
Lampiran 7.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude...............................
55
Lampiran 8.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa- Heksan..
56
Lampiran 9.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair 57 Sabut Kelapa-Etil asetat...................................................... Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair 58 Sabut Kelapa-Metanol......................................................
Lampiran 10. Lampiran 11.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair
59
Sabut Kelapa- Heksan-Crude............................................ Lampiran 12.
Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair
60
Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude......................................... Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20.
Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS.................................................................. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS........................................................ Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS.................................................................. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS......................................................... Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetatCrude Hasil Deteksi GC-MS............................................ Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS........................................................ Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS.................................................................. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS..................................................................
61 63 66 67 70 72 73 75
xiii
Lampiran 21.
Lampiran 23.
Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS.................................................................. 77 Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude 78 Hasil Deteksi GC-MS....................................................... Data dan Perhitungan Rendemen...................................... 79
Lampiran 24.
Data dan Perhitungan Kadar Asam...................................
82
Lampiran 25.
Data dan Perhitungan Kadar Fenol...................................
83
Lampiran 26.
Data dan Perhitungan Bobot Jenis....................................
85
Lampiran 27.
Diagram Alir Proses Pembuatan dan Analisa Asap Cair..
87
Lampiran 28.
Diagram Alir Proses Uji Coba Asap Cair........................
88
Lampiran 29.
Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia............................
89
Lampiran 22.
xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Asap cair pada dasarnya merupakan asam cuka (vinegar) kayu yang diperoleh dari distilasi kering terhadap kayu (Wibowo, 2002). Kayu mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang pada saat dibakar akan menghasilkan asap cair dengan banyak senyawa di dalamnya. Selain kayu, asap cair juga dapat dihasilkan dari bahan lain seperti tempurung kelapa, sabut kelapa, merang padi, bambu dan sampah organik. Indonesia termasuk negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Pada tahun 2000 produksi kelapa di Indonesia mencapai 5,6 juta ton per tahun. Komposisi tempurung kelapa adalah 12%, sehingga dalam satu tahun Indonesia memproduksi
672.000 ton tempurung kelapa (www.bi.go.id).
Sedangkan 35% dari kelapa adalah sabut kelapa, sehingga dalam satu tahun Indonesia memproduksi 1,7 juta ton sabut kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa masih rendah, misalnya digunakan sebagai keset. Dengan produksi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa ini akan meningkatkan nilai tambahnya. Produk asap cair telah lama dikenal dan digunakan untuk mengawetkan daging babi dan babi asin serta untuk memberi citarasa pada beberapa bahan makanan, karena memiliki kelebihan antara lain : 1) flavor yang khas; 2) kehilangan flavor lebih mudah dideteksi; 3) dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan; 4) dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial; dan 5) polusi lingkungan dapat diperkecil (Maga 1998 dalam Gani 2007). Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu tekanan, suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran. Kualitas asap cair juga ditentukan dari banyaknya kandungan asam, ter dan fenol didalamnya. Luditama (2006) mencoba membandingkan kondisi proses pembakaran untuk menghasilkan asap cair dari tempurung dan sabut kelapa yang terbaik dengan menggunakan suhu 300°C dan 500°C. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan suhu 300 °C untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik. Pada
1
suhu 300 °C komponen selulosa dan hemiselulosa terdekomposisi membentuk senyawa-senyawa asam dan turunannya yang diharapkan pada penelitian ini. Selain itu pada suhu 300°C
dihasilkan senyawa ter yang lebih rendah
daripada suhu yang lebih tinggi dimana senyawa ter merupakan senyawa yang harus dihilangkan untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik. Kualitas dari asap cair juga ditentukan oleh kemurnian dari senyawasenyawa yang terkandung didalamnya. Asap cair mengandung kelompok senyawa asam dan turunannya, alkohol, aldehid, hidrokarbon, keton, fenol dan piridin (Zaitsev, 1969). Senyawa-senyawa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan penggunaan asap cair sebagai zat antimikroba, antioksidan, bioinsektisida dan penggunaan lainnya. Oleh karena itu, proses pemurnian perlu dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa tersebut sehingga didapatkan komponen asap cair yang diinginkan. Pada umumnya proses pemurnian yang dilakukan pada asap cair hanya sebatas menghilangkan kandungan tar dengan cara mengendapkannya selama 24 jam. Luditama (2006) memisahkan komponen-komponen asap cair dengan metode distilasi berdasarkan perbedaan titik didih. Dari penelitian ini dihasilkan beberapa fraksi asam dan fenol sesuai rentang suhu yang digunakan yaitu T≤100, 100
2
B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga untuk mengidentifikasi kandungan dan komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa yang dipisahkan dengan ekstraksi.
C. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai kualitas asap cair dari bahan pengasap tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga menambah informasi mengenai kandungan asap cair yang sudah difraksinasi sehingga dapat digunakan secara tepat.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Asap Cair Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan untuk menciptakan flavor asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002). Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai lima belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada industri pengasapan ikan (Moody dan Flick, 1990). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi kayu asap (Pszczola, 1995). Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu macam reaksi yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran organik, seperti kayu, tidak selalu berupa pengubahan sederhana menjadi CO2 dan H2O. Pirolisis molekul-molekul besar dalam kayu misalnya, menghasilkan molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian bereaksi dengan oksigen di atas permukaan kayu itu (Fessenden, 1982). Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (Paris et al., 2005 dalam Gani 2007). Menurut Demirbas (2005 dalam Gani 2007), umumnya proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300°C dalam waktu 4-7 jam. Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisa kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 °C, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200-250 °C, pirolisa selulosa pada suhu 280320 °C dan pirolisa lignin pada suhu 400 °C. Pirolisa pada suhu 400 °C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992; Maga, 1988).
4
Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005) Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain : fenol 85 macam telah diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam. Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap. Komposisi kimia asap cair dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair Komposisi Kimia
Kandungan (%)
Air
11 – 92
Fenol
0,2 – 2,9
Asam
2,8 – 4,5
Karbonil
2,6 – 4,6
Ter
1 - 17
Sumber : Maga (1988)
Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling awal menghasilkan furfural, furan, asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa tersusun atas pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5) dan rata-rata proporsi ini tergantung pada spesies kayu. Pirolisis dari pentosan membentuk furfural, furan dan turunannya beserta suatu seri yang panjang dari asam karboksilat. Bersama-sama dengan selulosa, pirolisis heksosan membentuk
5
asam asetat dan homolognya. Dekomposisi hemiselulosa terjadi pada suhu 200-250 °C (Girrard, 1992). Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2-metoksifenol) dan homolognya serta turunannya yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil pengasapan. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu 300 °C dan berakhir pada suhu 450 °C (Girrard, 1992). Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat, dan senyawa karbonil seperti asetaldehida, glikosal dan akreolin. Pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol, guaiakol, siringol bersama dengan homolog dan derivatnya (Maga, 1988). Zaitsev et al. (1969) mengemukakan bahwa asap mengandung beberapa zat antimikroba, antara lain : a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionat, metil ester. b. Alkohol : metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol. c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural. d. Hidrokarbon : silene, kumene, dan simene. e. Keton : aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton. f. Fenol g. Piridin dan metil piridin. Senyawa-senyawa seperti alkohol, aldehid, keton, asam organik termasuk furfural, formaldehid merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal sedangkan fenol, quinol, quicol dan pirogalol merupakan bagian dari 20 jenis senyawa-senyawa antioksidan dan antiseptik (Moeljanto, 1982a) Menurut Maga (1988), asap cair mempunyai kelebihan antara lain : a. Beberapa flavor dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan tradisional. b. Lebih intensif dalan pemberian flavor. c. Kontrol hilangnya flavor lebih mudah d. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan. e. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial. f. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap. g. Polusi lingkungan dapat diperkecil.
6
Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada bersama–sama (Darmadji, 1995). Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap dalam asam
akan
menurunkan
pH,
sehingga
dapat
memperlambat
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al.,1985). Menurut Haris dan Karmas (1989), kerja bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap perusakan biologis. Fenol selain bersifat bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini terutama pada senyawa fenol dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi fenol, 2,6-dimethoksi-4-metil fenol dan 2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson dan Tauber, 1973). Senyawa – senyawa fenolat lainnya yang terdapat dalam asap dan memperlihatkan aktivitas oksidatif adalah pirokathkol, hidrokuinon, guaiakol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisilaldehid, asam 2-hidroksibenzoat, dan senyawa-senyawa tersebut hampir semuanya bersifat larut dalam eter (Maga, 1988; Fiddler et al., 1970). Senyawa fenol dengan titik didih rendah memiliki sifat antioksidan yang agak rendah. Aktivitas antioksidan dari komponen asap adalah sifat yang penting dalam melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasap (Daun, 1979). Asap dalam bentuk cair juga masih mempunyai berbagai sifat fungisidal. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa guaiakol, 4-metil-guaiakol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Girard (1992) mengatakan bahwa dari berbagai penelitian terdahulu, diketahui bahwa senyawa-senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol, 4-metil guaiakol, 2,6dimetoksi fenil dan seringol menentukan flavor dari bahan pangan yang diasap dimana guaiakol akan memberikan rasa asap dan seringol memberikan aroma asap. Rasa dan aroma yang khas pada makanan yang diasap disebabkan oleh senyawa fenol yang bereaksi dengan protein dan lemak yang terdapat pada makanan (Daun, 1979).
7
B. Bahan Pengasap Dalam buah kelapa, sabut merupakan komponen utama yaitu sebesar 35% dan tempurung 12-19% dari berat total buah kelapa. Komposisi kimia tempurung kelapa adalah abu 0,23%, lignin 33,30%, selulosa 27,31%, pentosan 17,67% dan metoksil 5,39% (Djatmiko, 1985). Sedangkan komponen kimia sabut kelapa adalah air 26,0%, pektin 14,25%, hemiselulosa 8,50%, lignin 29,23% dan selulosa 21,07% (Joseph dan Kindagen, 1993). Tempurung kelapa dikategorikan oleh Grimwood (1975) sebagai kayu keras, tetapi mempunyai kadar lignin lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah. Dalam penelitian yang dilakukan Tranggono, dkk. (1996) terbukti bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam komponen dominan yaitu
fenol,
3-metil-1,2-siklopentadion,
2-metoksifenol,
2-metoksi-4-
metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dasn 2,5-dimetoksi benzil alkohol, yang semuanya larut dalam eter. Selanjutnya dari beberapa jenis kayu lain (jati, lamtoro gung, mahoni, kamper, bangkirai, keruing dan glugu) asap cair yang dihasilkan mengandung asam (sebagai asam asetat) antar 4,27-11,3%, senyawa fenolat (sebagai fenol) 2,10-5,13% dan senyawa karbonil (sebagai aseton) 8,56-15,23%. Yulistiani (1997) mendapatkan data kandungan fenol dalam asap cair tempurung kelapa sebesar 1,28%.
C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi Menurut Harris dan Karmas (1989), komponen asap dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan pengaruhnya terhadap nilai gizi produk yang diasap, yaitu: a. Zat yang melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasap dengan menghambat perubahan kimiawi dan biologis yang merugikan. b. Komponen yang tidak menunjukkan aktivitas dari segi nilai gizi. c. Senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan menurunkan nilai gizi produk yang diasap. d. Komponen beracun. Eklund (1982) mengemukakan bahwa asap cair tidak menunjukkan karsinogenik atau sifat-sifat toksik lain dari hasil pengujian Hidrokarbon
8
Aromatik Polisiklik (HAP). Hal ini didukung oleh pernyataan Hollenbeck (1978), bahwa asap cair mempunyai sifat anti bakterial, mudah diaplikasikan dan lebih aman dari asam konvensional dan fraksi tar yang mengandung hidrokarbon aromatik dapat dipisahkan, sehingga produk asap cair bebas polutan dan karsinogenik. Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalan suatu cairan ke cairan lainnya (Noor, 2002). Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan, atau gas, menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan komponen terlarut. Pelarut dapat juga digunakan untuk mengekstraksi komponen terlarut dari campuran. Pelarut selalu berupa cairan jernih dan bening serta mempunyai aroma yang khusus. Konsentrasi larutan mempengaruhi komponen yang terlarut dalam suatu volume pelarut. Pelarut dapat diklasifikasikan menjadi polar (hidrofilik) dan non-polar (lipofilik). Polaritas pelarut berbanding lurus dengan tipe komponen yang dapat di larutkan. Hukumnya pelarut polar merupakan pelarut komponen polar terbaik dan pelarut non-polar merupakan pelarut komponen non-polar terbaik. Seperti air dengan minyak dan heksan dengan vinegar adalah tidak cocok maka dengan cepat akan terbentuk dua lapisan setelah melalui pengocokan yang baik. Pada umumnya pelarut organik mempunyai densitas yang lebih rendah daripada air, sehingga akan membentuk lapisan terpisah yang berada di atas air. Pelarut akan membentuk beberapa ikatan kimia yang lemah dengan solut untuk melarutkannya. Sebagian besar ikatan yang terjadi adalah ikatan van der waals, ikatan dipol-dipol terkuat, dan ikatan rantai hidrogen (ikatan antara OH atau N-H hidrogen dengan batas atom O atau N) (www.wikipedia.com). Meskipun tetapan dielektrik dapat memberikan pedoman dalam memilih pelarut, tidak ada aturan yang tetap mengenai bagaimana meramalkan pelarut mana yang terbaik untuk suatu reaksi tertentu. (Kelarutan pereaksi harus pula diperhitungkan) (Fessenden, 1982).
9
~ Heksan Heksan
merupakan
hidrokarbon
alkana
dengan
rumus
kimia
CH3(CH2)4CH3 atau C6H14. Heksan mempunyai titik didih 69°C, densitas 0,655g/ml dan tetapan dielektrik 2,0. Nama lain dari heksan adalah n-heksan. Isomer dari heksan pada umumnya tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai pelarut lemah pada reaksi organik karena heksan sangat non-polar. Heksan mempunyai lima isomer : 1.
Heksan, CH3CH2CH2CH2CH2CH3, rantai lurus dari enam atom karbon.
2.
2-Metilpentan (Isoheksan), CH3CH(CH3)CH2CH2CH3, rantai lima atom karbon dengan satu cabang metil pada karbon keduanya.
3.
3-Metilpentan, CH3CH2CH(CH3)CH2CH3, rantai lima atom karbon dengan satu cabang metil pada karbon ketiganya.
4.
2,3-Dimetilbutan, CH3CH(CH3)CH(CH3)CH3, rantai empat atom karbon dengan satu cabang metil pada rantai kedua dan ketiganya.
5.
2,2-Dimetilbutan, CH3C(CH3)2CH2CH3, rantai empat atom karbon dengan dua cabang metil pada rantai keduanya. Sifat beracun dari heksan relatif rendah, walaupun heksan tergolong
obat bius ringan. Pada 1994, n-heksan digolongkan pada daftar zat kimia pada Toxic Release Inventori (TRI). ~ Etil asetat Etil
asetat
merupakan
CH3CH2OC(O)CH3 atau C4H8O2.
komponen
organik
dengan
rumus
Etil asetat mempunyai nama lain
diantaranya etil ester, acetic ester, dan ester etanol. Etil asetat berupa cairan bening yang mempunyai karakteristik bau tidak sedap, mempunyai densitas 0,894g/ml, titik didih 77°C dan tetapan dielektrik 6,0. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mempunyai sifat mudah menguap, relatif tidak beracun, tidak higroskopis dan merupakan aseptor hidrogen yang lemah. Etil asetat dapat melarutkan lebih dari 3% solut dan mempunyai solubilitas 8% dalam air pada temperatur ruang. Pada temperatur yang lebih tinggi solubilitasnya pada air meningkat.
10
~ Metanol Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH dan alkohol yang paling sederhana, ringan, mudah menguap, bening, mudah terbakar, cairan beracun dengan bau khusus yang sedang dan lebih manis daripada etanol. Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, karbinol, alkohol kayu atau spiritus kayu. Metanol mempunyai titik didih 65°C, densitas 0.791g/ml dan tetapan dielektrik 33. Metanol digunakan sebagai antibeku, pelarut, bahan bakar, dan pemecah untuk etil alkohol. Metanol sering disebut sebagai alkohol kayu karena dapat diproduksi dari produk samping pada destruksi kayu dengan distilasi. Jika diproduksi dari kayu atau bahan organik lain, akan menghasilkan methanol organik (bioalkohol) yang dapat digunakan sebagai bahan dasar hidrokarbon bahan bakar. Metanol akan beracun pada pemecahan dengan enzim alkohol dehidrogenase di dalam hati dengan terbentuknya asam formik dan formaldehid. Penggunaan terbesar metanol sejauh ini adalah untuk membuat zat kimia lain. Sekitar 40% metanol dikonversi menjadi formaldehid, dan dari sana menjadi produk turunan seperti plastik, kayu lapis, dan cat (www.wikipedia.com).
D. Aplikasi Asap Cair Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan bahan makanan, namun dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan produk dengan aroma tertentu, meningkatkan cita rasa, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan produk yang diasap (Girard, 1992). Mekanisme senyawa fenol dalam membunuh mikroba adalah reaksi antara asam fenoleat dengan protein (dalam hal ini mikroba). Pada kondisi enzimatis dengan adanya enzim fenolase yang bekerja secara alami pada pH netral, asam fenoleat dioksidasi menjadi kuinon yang dapat bereaksi dengan lisin dari protein yang menyebabkan protein tersebut tidak dapat digunakan secara biologis (Hurrell, 1984).
11
Pengasapan dibagi menjadi dua yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapan panas adalah proses yang membutuhkan waktu agak lama yang dapat digunakan untuk memasak daging atau ikan, barbeque. Pada umumnya pengasapan panas meliputi memanggang makanan secara langsung di atas api, atau di atas lembaran yang dipanaskan oleh api. Suhu pemasakan panas berada pada kisaran 60-100°C (140–212°F). Suhu pada pengasapan panas dapat membunuh mikroba secara menyeluruh pada makanan. Pengasapan dingin dilakukan dengan meletakkan makanan pada suhu 15–30°C (60–86°F). Pengasapan dingin mempunyai tingkat sterelisasi yang masih rendah sehingga sering dilakukan proses penggaraman, pada bahan sebelum diasap (Cutting, 1965). Pengasapan cair lebih mudah diaplikasikan karena konsentrasi asap cair dapat dikontrol agar memberi flavor dan warna yang sama dan seragam. Asap cair telah disetujui oleh banyak negara untuk digunakan pada bahan pangan dan sekarang ini banyak digunakan pada produk daging (Eklund, 1982). Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan melalui proses pirolisis. Pengasapan dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan larutan asap, baik asap cair alami ataupun sintetik (Maga, 1988). Penggunaan asap cair menurut Pearson dan Tauber (1973), pada pembuatan makanan yang diasap adalah dengan cara : a. Mencampur secara langsung ke dalam emulsi daging. b. Pencelupan. c. Pemercikan cairan (spraying). d. Penyemprotan kabut asap cair ke dalam ruang pengasapan (atomizing). e. Asap cair diuapkan dengan cara meletakkan asap cair tersebut di atas permukaan yang panas. Saat ini, asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO,
12
propana, metana, etilen, amonia, metanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut (Plaschke, 2002). Di Jepang, asap cair dari bambu diaplikasikan sebagai anti alergi dan antioksidan. Asap cair ini dibuat dengan suhu pembakaran 350 °C sampai 450 °C dan didistilasi pada suhu rendah, yaitu 50 °C sampai 60 °C. Asap cair ini untuk konsumsi sehingga umumnya 1 liter asap cair dicampur dengan 100 liter air atau jus jeruk. Komponen utama dari asap cair ini adalah asam asetat dan tidak mengandung senyawa penyebab kanker seperti benzopyren, dibenzathracene, dan methylcholanthrene (Imamura dan Watanabe, 2004). Asap mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat terjadi jika asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan pangan yang diasap (Winarno, 1980).
E. Ikan dan Pisang Mas Pada pengawetan ikan semakin banyak asap yang menempel, makin banyak pula komponen asap yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal, terutama formaldehid, asam asetat dan fenol. Fenol bersifat bakteristatis sehingga bakteri tidak berkembang biak dan fungisidal sehingga jamur tidak tumbuh. Fenol adalah senyawa utama pembentuk aroma asap yang khas khususnya guaikol, 4,metil-guaikol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Senyawa asam organik dalam asap akan memberikan warna pada asap cair (Wibowo, 2002). Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung pada spesies, tingkat umur, musim, habitat dan kebiasaan makan. Nilai gizi daging ikan terutama ditentukan oleh kandungan lemak dan proteinnya. Ikan selar termasuk kategori ikan berlemak rendah karena kurang dari 5 % dan memiliki protein yang tergolong tinggi yaitu antara 15-20% (Stansby 1963) Ikan Selar (Caranx leptolepis) mempunyai panjang tubuh sampai 16 cm. Jenis ikan ini ditandai dengan garis lebar kuning dari mata sampai ekor. Sirip punggung ikan selar terpisah dengan jelas, bagian depan disokong oleh jari-jari keras dan banyak jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua dengan lekukan yang dalam. Sirip perut terletak dibawah siirp dada. Duri punggung
13
berjumlah 9-9, duri punggung lunak berjumlah 24-26, duri anal 3, duri anal lunak berjumlah 21-23. Lingkungan hidupnya berasosiasi dengan karang, amphidromus, habitatnya di air payau, air laut dengan kisara kedalaman 1-25 m. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. Daerah penyebaran ikan ini adalah semua laut di daerah tropis dan semua lautan indopasifik. Ikan ini banyak tertangkap di perairan pantai serta hidup berkelompok sampai kedalaman 80 m (Djuhanda 1981). Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g Bahan Jenis kandungan
Jumlah
Kadar air
75.4 g
Kadar abu
1.36 g
Kadar protein
18.8 g
Kadar lemak
2.2 g
Sumber : direktorat gizi departemen kesehatan RI (1989)
Ikan segar memiliki ciri-ciri (Stansby, 1963) sebagai berikut : - Daging ikan padat elastik, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya. - Aroma atau baunya “seg lunak” yaitu seperti bau rumput laut. - Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan. - Insang berwarna merah cerah - Kulit mengkilat dengan warna cerah. Dengan pengasapan warna ikan berubah menjadi kuning emas sampai kecokelat-cokelatan. Warna ini dihasilkan oleh reaksi kimia fenol dengan O2 dari udara. Proses oksidasi akan berjalan lebih cepat bila lingkungan bersifat asam. Hal inipun sudah tersedia pada ikan asap (Moeljanto, 1982a). Untuk mengenali kesegaran ikan dilakukan pengamatan secara visual terhadap penampilan ikan atau metode 4 M, yaitu melihat (mengamati penampilan ikan secara menyeluruh terutama penampilan fisik, mata, insang, adanya lendir dan sebagainya), meraba (mengamati kondisi ikan terutama adanya lendir, kelenturan ikan dan sebagainya), menekan (untuk melihat teksturnya) dan mencium (bau ikan) (wibowo dan yunizal, 1998).
14
Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan. No. 1
2
Golongan
Deskripsi
Ikan yang
Ikan baru saja ditangkap dan baru saja mengalami
kesegarannya
kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata,
masih baik
maupun insang masih benar-benar dalam keadaan
sekali (prima)
segar.
Ikan yang
Ikan masih dalam kondisi segar namun tidak sesegar
Kesegarannya
kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang
masik baik
agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak
(advanced)
kusam, warna daging masih cemerlang dan lunak bila ditekan.
3
4
Ikan yang
Organ tubuh ikan sudah banyak mengalami perubahan,
kesegarannya
bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna
sudah mulai
insang mulai berubah menjadi merah muda, warna
mundur (sedang)
sayatan daging mulai pudar dan daging lembek.
Ikan yang
Ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya
sudah tidak
adalah daging sudah lunak, sayatan daging tidak
segar lagi
cemerlang, bola mata cekung, insang berubah warna
(busuk)
menjadi cokelat tua, sisik mudah lepas dan sudah menyebarkan bau busuk.
Sumber : Hadiwiyoto (1993)
Pisang mas bentuk buahnya kecil dengan panjang 8-12 cm dan diameter 3-4 cm. Berat pertandannya 8-12 kilogram dan terdiri dari 5-9 sisir. Setiap sisirnya mempunyai 14-18 buah. Saat masak kulitnya berwarna kuning cerah. Kulitnya tipis, rasanya sangat manis, dan aromanya kuat (Satuhu dan Suryadi, 2000). Desinfektan yang umum digunakan sebagai desinfektan buah pisang untuk pengawetannya adalah Al2(SO4)3. Pisang mas yang disimpan dalam ruang pendingin dapat tetap segar dan hijau selama 6 minggu apabila diberi zat penyerap etilen. Bahan penyerapnya berupa campuran vermiculite dan semen dengan perbandingan 3:1 yang dicelupkan dalam larutan KMnO4 (Redaksi Trubus, 1998).
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sabut kelapa dan tempurung kelapa yang diperoleh dari penjual kelapa di Pasar Gunung Batu, Bogor. Untuk bahan analisis digunakan etanol 95 %, akuades, reagen FolinCiocalteu, asam tanat 0,2 %, Na2S2O3 5 %, Na2CO3 5 %, indikator fenolphthalein, NaOH 0,1 N, asam oksalat, etil asetat (PA), n-heksan (teknis) dan metanol (PA). Peralatan yang digunakan adalah pembuat arang, labu leher tiga, kondensor, golok, cawan porselen, oven, piknometer, termometer, pH meter, erlenmeyer, gelas piala, tabung reaksi, gelas ukur, buret, pipet tetes, labu pemisah, labu ukur, vortex shaker, sentrifuse, spektrofotometer, piknometer, dan GC-MS.
B. Metode Penelitian Adapun metodologi pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1. Pembuatan Asap Cair
Gambar 1. Alat pembuat asap cair Sebelum dibakar, bahan baku dibersihkan terlebih dahulu. Tempurung kelapa dibersihkan untuk menghilangkan sabut dari permukaannya. Setelah itu, tempurung kelapa dipotong-potong dengan golok sampai berukuran diameter kira-kira 6-8 cm, sedangkan sabut dilepaskan serat-seratnya agar
16
mudah dimasukkan ke dalam alat pembakar. Pengukuran kadar air dan kadar abu dilakukan pada setiap bahan baku sebelum dibakar. Pembuatan asap cair dilakukan dengan menggunakan kiln yang terbuat dari baja tahan karat yang dilengkapi dengan alat pemanas listrik, tiga kondensor dan dua buah labu penampung destilat. Setiap kali pembakaran, kiln dapat memuat 2000 – 3000 gram tempurung kelapa atau 400-600 gram sabut kelapa. Suhu pengolahan diukur dengan thermokopel. Suhu yang digunakan adalah 300 °C untuk masing-masing bahan dengan pemanasan selama 5 jam. Cairan yang terbentuk mengalir melalui bagian bawah kiln ke alat pendingin, kemudian destilat ditampung dalam labu dengan volume 2 liter. Destilat dikumpulkan dalam labu dibiarkan hingga dingin kemudian disaring. Bagian atas larutan destilat adalah pyroligneous liquor sedangkan bagian bawah adalah endapan ter (settled ter). 2. Pemurnian Asap Cair Pemurnian asap cair dilakukan dengan cara ekstraksi. Asap cair dimasukkan sebanyak 200 ml untuk yang berbahan tempurung dan 50 ml untuk yang berbahan dari sabut dimasukkan ke dalam labu pemisah. Ekstraksi ini dilakukan untuk mengambil fraksi-fraksi asap cair yang dibutuhkan dengan menggunakan tiga tahap pelarutan dengan perbandingan 1 : 1. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan, etil asetat, metanol. Pelarutan dilakukan pada suhu ruang dengan pengocokan secara manual selama 10 menit yang dilakukan untuk mempercepat proses ekstraksi. Hasil ekstraksi adalah larutan pelarut yang mengandung fraksi-fraksi asap cair didalamnya dan rafinat (crude) yang akan dilarutkan kembali pada pelarut tahap selanjutnya. 3. Analisis Analisis – analisis yang dilakukan antara lain : a. Rendemen (LTP, 1974) b. pH (AOAC, 1995) c. Total Asam Tertitrasi (SNI, 01-3207-1992) d. Kadar Fenol (Hammerschmidt,1978) e. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998)
17
4. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk menganalisis hasil penelitian yang diperoleh dan menarik kesimpulan dari apa yang diteliti. Studi pustaka ini dapat berasal dari buku, jurnal, laporan penelitian, majalah, atau melalui media elektronik seperti internet.
C. Metode Pengujian Asap Cair Dalam penelitian ini asap cair digunakan dalam pengawetan Ikan Selar dan Pisang Mas. Ikan selar yang digunakan berasal dari Pasar Anyar Bogor. Ikan dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat. Ikan selar direndam dalam fraksi asap cair setelah ekstraksi kemudian diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Sedangkan Pisang Mas yang digunakan diperoleh dari toko buah di Darmaga. Percobaan ini menggunakan asap cair hasil pirolisis sebelum di ekstraksi. Sebelum perlakuan, pisang dilepaskan dari sisirnya dan dibersihkan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan asap cair dan diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Perlakuan pada Ikan Selar dan Pisang Mas dapat dilihat pada Tabel 4.
18
Tabel 4. Perlakuan Pengujian pada Ikan Selar dan Pisang Mas Konsentrasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Simbol Kontrol 25 TM 15 25 TM 30 25 TM 45 25TM 60 25 SM 15 25 SM30 25 SM 45 25 SM 60 50 TM 60 50 SM 60 25 SE 60 25 TE 60 50 SE 60 50 TE 60 Kontrol S 60 T 60 S 60 25% T 60 25%
Sampel Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Ikan Selar Pisang Mas Pisang Mas Pisang Mas Pisang Mas Pisang Mas
Jenis Asap Cair Fraksi tempurung-metanol Fraksi tempurung-metanol Fraksi tempurung-metanol Fraksi tempurung-metanol Fraksi sabut-metanol Fraksi sabut-metanol Fraksi sabut-metanol Fraksi sabut-metanol Fraksi tempurung-metanol Fraksi sabut-metanol Fraksi sabut-etil asetat Fraksi tempurung-etil asetat Fraksi sabut-etil asetat Fraksi tempurung-etil asetat Asap cair sabut kelapa Asap cair tempurung kelapa Asap cair sabut kelapa Asap cair tempurung kelapa
Asap Cair (%v/v) 25 25 25 25 25 25 25 25 50 50 25 25 50 50 100 100 25 25
Fenol (%b/v)
Asam (%b/v)
0,089 0,089 0,089 0,089 0,066 0,066 0,066 0,066 0,179 0,132 0,219 0,252 0,437 0,505 1,910 2,245 0,477 0,561
1,557 1,557 1,557 1,557 0.612 0.612 0.612 0.612 3,110 1,220 0,702 1,746 1,400 3,491 6,520 15,590 1,630 3,898
Waktu Perendaman (menit) 15 30 45 60 15 30 45 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
19
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair pada penelitian ini adalah tempurung dan sabut kelapa (Gambar 2) yang mengalami proses pirolisis pada suhu 300 °C. Suhu 300 °C
dipilih sebagai suhu
pembakaran, karena menurut Girard (1992) dan Maga (1988), pada suhu 300 °C komponen selulosa terdekomposisi menghasilkan asam-asam organik dan beberapa senyawa fenol. Dalam Luditama (2006) disebutkan suhu pembakaran 300 °C menghasilkan kualitas asap cair yang lebih baik daripada suhu 500°C karena lebih sedikit menghasilkan ter yang tidak dikehendaki pada penelitian ini. Diperoleh kadar asam pada suhu 300°C sebesar 8,390% untuk tempurung kelapa dan 7,918% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu 500°C diperoleh 8,273% untuk tempurung kelapa dan 6,819% untuk sabut kelapa. Kadar fenol pada suhu 300°C sebesar 1,40% untuk tempurung kelapa dan 0,89% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu 500°C diperoleh 1,44% untuk tempurung kelapa dan 1,40% untuk sabut kelapa. Gambar 2. Tempurung dan Sabut kelapa
Hasil analisis tempurung dan sabut kelapa diperoleh masing-masing 11.59% dan 23.12% air (Tabel 4). Kadar air sabut kelapa lebih besar daripada tempurung kelapa yang menyebabkan persen kondensat yang didapatkan lebih besar. Hal ini disebabkan pada saat pembakaran berlangsung, kandungan air pada bahan akan ikut menguap pada suhu 100 °C dan mengalami kondensasi
20
ketika uap air melalui kondensor sehingga meningkatkan jumlah kondensat asap cair yang dihasilkan. Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu 300°C. Sampel
Suhu (°C)
Kadar Air (%)
Persen Kondensat (%b/b)
Persen Arang (%b/b)
Kadar Abu (%)
1
Tempurung
300
11.59
38.69
46.61
3.16
2
Sabut
300
23.12
49.10
59.52
8.28
No.
Keterangan : Data dan perhitungan pada lampiran 1
Hasil kondensat yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Tranggono (1996) yaitu sebesar 52,85 %. Tranggono menggunakan bahan baku berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa serta dilakukan pada suhu pembakaran 350 - 400 °C. Hasil kondensat pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda dari penelitian Luditama (2006) yaitu sebesar 40,29% pada sabut kelapa dan 40,08% pada tempurung kelapa pada suhu pembakaran 300°C. Perbedaan jumlah rendemen distilat asap disebabkan oleh semakin tinggi kandungan air dalam bahan baku maka semakin tinggi pula jumlah rendemen distilat asap yang dihasilkan dan semakin panjang kondensor maka kemungkinan mengkondisikan asap hasil pembakaran yang tidak sempurna dalam proses ekstraksi distilat asap akan lebih optimal. Gambar 3. Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa dengan Pirolisis Suhu 300 °C.
(A)
(B)
21
Warna contoh asap cair yang diperoleh dari tempurung kelapa lebih gelap daripada yang dihasilkan dari sabut kelapa (Gambar 3). Warna asap cair dari tempurung kelapa berwarna merah bata kecoklatan, sedangkan asap cair dari sabut kelapa berwarna merah bata kekuningan. Pembakaran tempurung kelapa cenderung lebih banyak menghasilkan endapan ter yang dapat dilihat dari endapan ter pada dasar wadah kondensat sehingga warna asap cair yang dihasilkan lebih gelap. Pada produksi asap cair secara pirolisis pada suhu 300°C dari sabut kelapa terdapat kehilangan (loss) bobot rata-rata sebesar 12,31% sedangkan pada tempurung kelapa rata-rata 23,56 %. Kehilangan bobot ini adalah banyaknya bahan baku yang tidak terkonversi menjadi produk (kondensat asap). Bobot yang hilang dapat berupa gas yang tidak terkondensasi dan langsung manguap setelah melewati kondesor dan gas CO yang diproduksi pada pembakaran tidak sempurna pada pirolisis. Selain itu, kehilangan bobot pada proses pirolisis ini juga dapat berupa kerak yang tertinggal pada alat pembakaran ataupun pada kondensor.
B. Komponen-Komponen pada Asap Cair Pada penelitian ini fraksinasi komponen asap cair dilakukan dengan ekstraksi bertahap menggunakan tiga pelarut, yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol. Dari proses ekstraksi dihasilkan tiga fraksi utama dan dua fraksi rafinat (crude). Untuk mengidentifikasi fraksi-fraksi yang diperoleh dilakukan analisis proksimat dan uji GC-MS. Analisis GC-MS dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis senyawa yang terdapat pada asap cair. Campuran senyawa yang dilewatkan pada kromatografi gas akan terpisah menjadi komponen-komponen individual. Tiga senyawa dominan untuk masingmasing fraksi utama asap cair setelah proses ekstraksi dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6. Luditama (2006) mengidentifikasi komponen asap cair dari tempurung dan sabut kelapa dengan pirolisis suhu 300 °C dengan GC-MS. Pada asap cair tempurung kelapa diperoleh 26 senyawa dengan senyawa dominan fenol (34,45%),
2,6-dimethoxy fenol (12,58%) dan 2-methoxy fenol (9,81%).
22
Sedangkan pada asap cair sabut kelapa didapatkan 31 senyawa dengan senyawa dominan fenol (44,10%), 2-methoxy fenol (14,84%) dan 1,2benzenediol (7,22%). Gani (2007) mengidentifikasi komponen asap cair dari sampah organik dengan ekstraksi bertahap pada fraksi metanolnya. Dari GC-MS diperoleh 61 senyawa dengan dua senyawa dominan yaitu 1,1-dimetil hidrazin (8,98%) dan 2,6-dimetoksi fenol (8,68%). Di antara ke-61 senyawa yang teridentifikasi terdapat 17 senyawa (27,9%) golongan keton, 14 senyawa (23%) golongan fenolik, 8 senyawa (13%) golongan asam karboksilat, 7 senyawa (11,5%) golongan alkohol, 4 senyawa (6,6%) golongan ester, 3 senyawa
(4,9%)
golongan aldehid dan lain-lain rata-rata 1 senyawa (1,6%). Tabel 5. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung kelapa Hasil Deteksi GC-MS No Sampel 1 Tempurung-heksan 2
Tempurung-Etil asetat
3
Tempurung-Metanol
Komponen Fenol 2-metoksi fenol 4-etil-2-metoksi fenol Fenol 2,6-metoksi fenol Fenol 2-metilpropil ester asam butanoat 2-metil asam propanoat Fenol
% Relatif 19,28 18,29 10,79 30,26 11,98 5,01 30,76 8,13 6,15
Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 13-15.
Tabel 6. Senyawa Dominan di dalam Asap Cair Sabut kelapa Hasil Deteksi GC-MS No Sampel 1 Sabut-Heksan 2
Sabut-Etil asetat
3
Sabut-Metanol
Komponen Fenol 2-metoksi fenol 2-metoksi fenol Fenol 2-6-metoksi fenol 3-metil fenol 1-3-thiazol Asam butanoat etil ester Tetrahidro 2-furanmetanol
% Relatif 29,52 14,88 11,34 41,58 7,83 6,14 32,43 18,57 9,23
Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 18-lampiran 20.
23
Dari hasil pengukuran menggunakan GC-MS diatas dapat diketahui bahwa senyawa utama asap cair sebelum dan sesudah ekstraksi adalah golongan fenolik dan asam. Pada fraksi tempurung-heksan diperoleh 56 senyawa dimana 27 senyawa diantaranya termasuk golongan fenolik dan senyawa lainnya merupakan golongan keton, aldehid dan piridin dengan persentase kurang dari 2%. Pada fraksi tempurung-etil asetat diperoleh 76 senyawa dimana 32 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi tempurung-metanol diperoleh 32 senyawa dimana 9 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-heksan diperoleh 26 senyawa dimana 15 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-etil asetat diperoleh 52 senyawa dimana 24 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-metanol diperoleh 13 senyawa dimana 5 diantaranya termasuk golongan fenolik. Komponen fenol pada asap cair berasal dari dekomposisi lignin pada suhu pembakaran mulai suhu 300°C sampai suhu 450°C (Girrard, 1992) yang berarti pada suhu pembakaran 300 °C seharusnya tidak terdapat fenol. Namun, pada penelitian ini diketahui bahwa pada suhu pembakaran 300 °C terdapat fenol yang jumlahnya cukup besar. Dengan begitu dapat diketahui bahwa fenol ternyata tidak hanya dihasilkan dari dekomposisi lignin saja, namun juga dapat dihasilkan dari dekomposisi hemiselulosa atau selulosa pada suhu pembakaran 300 °C.
C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi Fraksinasi bertujuan untuk mendapatkan fraksi-fraksi asap cair sehingga pemanfaatannya lebih tepat. Fraksinasi dilakukan dengan cara mengukur sampel hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa pada suhu 300°C. Selanjutnya contoh asap cair diekstraksi secara berturut-turut dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol menggunakan botol pisah. (Gani, 2007). Ketiga pelarut ini dipilih berdasarkan sifat kepolarannya sehingga diharapkan akan dapat memisahkan komponen-komponen asap cair yang diinginkan.
24
Ekstraksi dilakukan dengan cairan umpan yang dalam penelitian ini adalah sampel penelitian dengan pelarut yang dalam penelitian ini adalah nheksan, etil asetat dan metanol. Pelarut yang sudah mengandung komponen asap cair disebut sebagai hasil ekstraksi atau fraksi utama dan sisa dari hasil pelarutan ini adalah rafinat yang dalam penelitian disebut dengan crude. Crude yang diperoleh pada ekstraksi akan dilarutkan dalam pelarut pada ekstraksi tahap selanjutnya. Sampel hasil ekstraksi dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa.
(A)
(B)
Dalam ekstraksi tiga tahap dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya didapatkan fraksi-fraksi yang berbeda juga dari setiap ekstraksi. Karena asap cair cenderung bersifat polar, maka pada saat dilarutkan ke dalam heksan, fraksi yang terlarut sangat sedikit. Sedangkan komponen asap cair yang terlarut dalam etil asetat lebih besar daripada komponen asap cair yang terlarut dalam heksan tetapi lebih kecil jika dibandingkan komponen yang terlarut dalam metanol. Dalam metanol asap cair terlarut 100%, sehingga rendemen yang diperoleh adalah 50%. Tabel 7. Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi. No. 1 2 3 4 5 6
Sampel Tempurung Heksan Tempurung Etil asetat Tempurung Metanol Sabut Heksan Sabut Etil asetat Sabut Metanol
Volume terekstrak (%v/v) 3,222 3,248 50,00 1,961 2,574 50,00
Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 2
25
Proses ekstraksi ini dilakukan dalam rentang waktu total 10 menit sampai 30 menit. Pada ekstraksi asap cair dengan pelarut dilakukan pengocokan yang berfungsi untuk mempercepat dan mempermudah proses ekstraksi. Proses pengocokan dilakukan selama 10 sampai 30 menit secara manual. Dari pengamatan visual dan analisa lamanya pengocokan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata, sehingga digunakan waktu minimal pengocokan yaitu 10 menit. Pada ekstraksi dengan metanol semua asap cair larut ke dalamnya, sehingga tidak di dapatkan crude dari tahap ini. Untuk masing-masing sampel asap cair (tempurung dan sabut kelapa), dihasilkan jumlah rendemen asap cair yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari jumlah rendemen yang dihasilkan dari tahap satu (pelarut n-heksan) sampai tahap tiga (pelarut metanol) semakin besar. Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga hasil rendemen fraksi asap cair yang terbesar adalah fraksi pada metanol yaitu sebesar 50%. Hal ini disebabkan setelah melalui ekstraksi dua tahap dengan heksan yang bersifat non polar dan etil asetat yang bersifat semipolar maka fraksi asap cair akan cenderung bersifat polar sehingga larut 100% ke dalam metanol. Sedangkan hasil yang terkecil adalah pada fraksi heksan. Hal ini dikarenakan asap cair yang dihasilkan adalah berbahan organik sehingga menghasilkan asap cair yang cenderung bersifat polar, sehingga hanya sedikit komponen yaitu 3,222% untuk tempurung dan 1,961% untuk sabut kelapa yang terlarut dalam heksan.
D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi senyawasenyawa yang dikandungnya. Kriteria mutu asap cair baik cita rasa maupun aroma sebagai ciri khas yang dimiliki asap ditentukan oleh golongan senyawa asam dan fenol yang dikandungnya. Komponen kimia yang telah diidentikasi pada asap cair antara lain senyawa-senyawa golongan fenol, karbonil, asamasam organik, furan, hidrokarbon, alkohol, dan lakton (Girard, 1992). Pengujian kualitas asap cair terdiri dari pengujian sifat asap cair secara fisik maupun kimia. Sifat fisik yang diamati adalah bobot jenis, sedangkan sifat kimia yang diamati meliputi pH, kadar asam, dan kadar fenol.
26
1. Kadar Asam Kadar asam merupakan salah satu sifat kimia yang menentukan kualitas dari asap cair. Asam organik yang memiliki peranan tinggi dalam pemanfaatan asap cair adalah asam asetat. Asam asetat terbentuk sebagian dari lignin dan sebagian lagi dari komponen karbohidrat dari selulosa. Senyawa-senyawa asam pada asap cair memiliki sifat antimikroba. Sifat antimikroba tersebut akan semakin meningkat apabila asam organik ada bersama-sama dengan senyawa fenol. Senyawa asam organik terbentuk dari pirolisis komponen-komponen kayu seperti hemiselulosa dan selulosa pada suhu tertentu. Penentuan kadar asam ini dengan menggunakan metode total asam tertitrasi yang dihitung sebagai jumlah asam asetat dalam asap cair. Tabel 8. Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran No. 1 2
Sampel Tempurung-Awal Sabut-Awal
Suhu (°C) 300 300
Kadar asam (%) 15,59 6,518
Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 24
Hasil pengamatan (tabel 8) kadar asam asap cair sebelum ekstraksi menunjukkan bahwa asap cair memiliki kadar asam yang lebih kecil pada sampel berbahan sabut kelapa. Perbedaan jumlah kadar asam ini dikarenakan perbedaan kandungan hemiselulosa dan selulosa pada bahan pengasap yang mengalami dekomposisi pada proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300 °C. Kadar asam asap cair pada berbagai variasi bahan pengasap dan ektraksi dengan pelarut dilihat pada gambar 5.
% Kad ar Asa m
Gambar 5. Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi. Tempurung Awal
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
Tempurung-Heksan Tempurung-Etil Asetat Tempurung-Metanol Sabut-Awal Sabut-Heksan Sabut-Etil Asetat Sabut-Metanol
Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 24
27
Kadar asam yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,11% sampai 15,59% yang jauh berbeda dengan hasil Luditama (2006) yang dihasilkan dengan distilasi yaitu berkisar antara 4,262 % sampai 59,934 % dengan metode distilasi dan suhu 500°C. Darmadji (2002) menghasilkan kadar asam berkisar antara 4,94 % sampai 29,10 % pada suhu 400 °C selama 1 jam. Pada penelitian ini menghasilkan fraksi-fraksi berdasarkan perbedaan kepolaran komponen dalam asap cair. Hal ini menyebabkan komponen yang bersifat polar akan terdistribusi dalam pelarut etil asetat dan metanol dan sangat kecil pada heksan yang merupakan pelarut non-polar. Keasaman dari asap cair ini juga dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair. Semakin tinggi kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam. Fraksi hasil ekstraksi yang mengandung kadar asam paling besar adalah pada fraksi etil asetat yaitu 6,982% tempurung dan 2,806% sabut kelapa. Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk dalam golongan asam organik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya adalah asam asetat (0,28) dan metil 3-asetilpropanoat (0,10%) pada fraksi tempurung-heksan; tetrahidrofurfuralasetat (0,45%) pada fraksi tempurung-etil asetat; dan 1,1dimetilpropil-2-etilheksanoat
(2,32%)
pada
fraksi
tempurung-metanol.
Sedangkan senyawa asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya adalah 4-hidroksi-3-metoksi asam benzoid (4,56%) pada fraksi sabut-heksan, 3-hidroksi metil asam benzoid (0,21%) pada fraksi sabut-etil asetat; dan etil ester asam butanoid (18,57%) pada fraksi sabut-metanol. 2. Kadar Fenol Fenol merupakan salah satu komponen utama asap cair yang digunakan sebagai salah satu parameter mutu dalam menentukan kualitas asap cair. Identifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga sasaran penggunaannya lebih tepat. Fenol pada asap cair dapat memberikan efek antibakteri dan antimikroba pada bahan yang diasap. Selain itu, fenol juga dapat memberikan efek antioksidan pada bahan makanan yang akan diawetkan. Kadar fenol yang rendah pada asap cair memungkinkan asap cair
28
tersebut dapat dikonsumsi langsung oleh manusia. Kadar fenol pada pirolisis dengan suhu 300°C adalah 2,425% pada asap cair tempurung kelapa dan 1,907% pada asap cair sabut kelapa. Kadar fenol asap cair dari tempurung dan sabut kelapa dan hasil fraksinasi dengan esktraksi dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6. Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi. Tempurung Awal
% K ad
ar Fen o
l
2,500
Tempurung-Heksan
2,000
Tempurung-Etil Asetat
1,500
Tempurung-Metanol Sabut-Awal
1,000
Sabut-Heksan
0,500
Sabut-Etil Asetat
0,000
Sabut-Metanol
Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 25
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbedaan penggunaan bahan pengasap mempengaruhi kadar fenol pada asap cair yang dihasilkan. Perbedaan kadar fenol pada bahan pengasap ini disebabkan oleh perbedaan kandungan lignin pada bahan pengasap. Lignin merupakan komponen kayu yang apabila terdekomposisi akan menghasilkan senyawa fenol. Bahan pengasap berhubungan langsung dengan jenis bahan yang terdiri atas kayu keras ataupun bahan yang dapat dibakar yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, persenyawaan protein dan mineral yang mempengaruhi keberadaan senyawasenyawa kimia asap (Djatmiko et al., 1985). Kadar total fenol tertinggi pada penelitian ini, yaitu 2,425% untuk sabut kelapa dan 1,907%. Nilai ini tidak berbeda jauh dari yang dihasilkan Luditama 2006 yang berhasil memperoleh nilai fenol masing-masing 0.89% dan 1.40% untuk sabut kelapa dan tempurung kelapa pada suhu 300°C. Kadar senyawa fenolik yang diperoleh Yulistiani 1997 dalam asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa adalah 1.28%, sedangkan Nurhayati (2000) berhasil memperoleh kadar fenol 3.24% dalam asap cair hasil pirolisa kayu tusam. Dari hasil pengamatan nilai kadar fenol terbesar didapatkan pada sampel hasil
29
ekstraksi adalah pada fraksi etil asetat yaitu 1,009% pada tempurung dan 0,8747% pada sabut. Kadar fenol asap cair pada penelitian ini berkisar antara 0,2639 – 2,425% yang tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Luditama (2006) yang mendapatkan kadar fenol pada rentang 0,39 - 1,44% dan hasil penelitian Maga (1988) yaitu kadar fenol sebesar 0,2 % - 2,9 %. Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk dalam golongan fenolik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa fenolik dari berbagai fraksi yang dihasilkan pada umumnya merupakan senyawa yang dominan seperti dapat dilihat pada tabel sebelumnya tentang komponen dominan asap cair pada tabel 7 dan 8. Selain senyawa dominan tersebut juga dihasilkan beberapa senyawa fenolik lain diantaranya 2,6xylenol dan 2,6 metoksi fenol pada fraksi tempurung-heksan yang merupakan pemberi aroma saat digunakan. Selain itu juga terdapat cis-metil isoeugenol (0.06%) pada fraksi tempurung-etil asetat, maltol (1.09%) pada fraksi tempurung-metanol dan 1,2-benzenediol (total 9.28%) pada fraksi sabut-etil asetat. 3. Nilai pH Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas asap cair yang dihasilkan. Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan untuk mengetahui tingkat proses penguraian bahan baku untuk menghasilkan asam organik berupa asap secara pirolisis. Hasil pengukuran pH rata-rata dalam asap cair hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran No.
Sampel
Suhu (°C)
pH
1
Tempurung-Awal
300
2,997
2
Sabut-Awal
300
3,563
Keterangan : Data lebih lengkap pada Lampiran 2
30
Gambar 7. Grafik Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi. Tempurung Awal
4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 pH 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000
Tempurung-Heksan Tempurung-Etil Asetat Tempurung-Metanol Sabut-Awal Sabut-Heksan Sabut-Etil Asetat Sabut-Metanol
Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 2
Jika nilai pH rendah berarti asap yang dihasilkan berkualitas tinggi terutama dalam hal penggunaanya sebagai bahan pengawet makanan (Nurhayati 2000). Nilai pH yang rendah secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat organoleptiknya. Karena pada pH yang rendah mikroba atau bakteri sebagai pengganggu dalam proses pengawetan cenderung tidak dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik. Dilihat dari nilai pH pada semua hasil pengukuran asap cair tergolong asam. Pengukuran nilai pH ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Pada hasil pengukuran dapat dilihat nilai pH pada setiap tahap ekstraksi mengikuti pola naik yaitu dari tahap satu ke tahap berikutnya nilai pH semakin naik. Dari bahasan kadar asam dan kadar fenol dapat diketahui bahwa semakin tinggi kadar fenol dan kadar asam maka semakin tinggi tingkat keasaman asap cair atau nilai pH-nya rendah. Pada fraksi hasil ekstraksi komponen asam dan fenol asap cair terekstrak pada tahap ekstraksi, sehingga sifat keasaman fraksi yang dihasilkan menurun. Pada hasil pengukuran menunjukkan bahwa sabut kelapa memiliki nilai pH yang lebih besar dibandingkan dengan tempurung kelapa. Hal ini dikarenakan tempurung kelapa memiliki komponen hemiselulosa dan selulosa lebih besar daripada sabut kelapa sehingga jumlah asam yang dihasilkan lebih besar. Hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang apabila
31
terdekomposisi akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat. Selain itu, perbedaan nilai pH dari sabut dan tempurung kelapa juga dipengaruhi oleh kadar fenol dari kedua bahan tersebut. Semakin tinggi kadar fenol dari asap cair, maka semakin tinggi tingkat keasamannya yang artinya semakin rendah pula nilai pH dari asap cair tersebut. 4. Bobot Jenis Bobot jenis merupakan rasio antara berat suatu contoh dengan volumenya. Dalam sifat fisik asap cair, bobot jenis tidak berhubungan langsung dengan tinggi rendahnya kualitas asap cair yang dihasilkan. Namun bobot jenis dapat menunjukkan banyaknya komponen yang ada dalam asap cair. Penentuan bobot jenis asap cair dilakukan dengan menggunakan alat piknometer. Bobot jenis asap cair pada berbagai bahan pengasap hasil pembakaran dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran No.
Sampel
Suhu (°C)
Bobot jenis (g/ml)
1
Tempurung-Awal
300
1,040
2
Sabut-Awal
300
1,019
Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 26
Hasil pengamatan bobot jenis asap cair hasil pirolisis menunjukkan bahwa jenis sampel tidak mempengaruhi nilai bobot jenis asap cair. Bobot jenis dari kedua sampel asap cair menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 1,040 untuk tempurung kelapa dan 1,019 untuk sabut kelapa. Hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nurhayati (2000) yang menggunakan bahan pengasap kayu mengium dan tusam dengan bobot jenis asap cair antara 1,019 sampai 1,028 dan Luditama (2006) yaitu 1,084 sampai1,119 menggunakan tempurung dan sabut kelapa. Hasil pengamatan bobot jenis fraksi asap cair pada penelitian ini lebih besar daripada standar wood vinegar Jepang yang bernilai 1,001 sampai 1,005.
32
Bobot Jen is mg/ml
Gambar 8. Grafik Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi. 1,200
Tempurung Awal
1,000
Tempurung-Heksan
0,800
Tempurung-Etil Asetat Tempurung-Metanol
0,600
Sabut-Awal
0,400
Sabut-Heksan
0,200
Sabut-Etil Asetat
0,000
Sabut-Metanol
Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 26
Dari hasil pengamatan fraksi ekstraksi bobot jenis terbesar adalah fraksi asap cair dengan pelarut etil asetat yaitu 0,9385 g/ml pada tempurung kelapa dan 0,6619 g/ml pada sabut kelapa dengan pelarut heksan.
E. Crude Dalam proses ekstraksi dihasilkan dua produk, yaitu produk yang terlarut dalam larutan pengekstrak atau ekstrak dan sisa ekstraksi yang merupakan larutan induk yang tidak larut dalam pelarut atau rafinat. Dalam penelitian ini digunakan istilah fraksi ekstraksi utama untuk ekstrak dan crude untuk rafinat. Crude pada masing-masing bahan pengasap (tempurung dan sabut kelapa) dalam penelitian ini dihasilkan dari ekstraksi tahap pertama dengan pelarut heksan dan tahap kedua dengan pelarut etil asetat. Sedangkan pada ekstraksi tahap ketiga dengan metanol tidak di dapatkan crude karena semua sampel larut ke dalamnya. Identifikasi terhadap crude dilakukan dengan analisa proksimat dan GC-MS seperti yang dilakukan pada fraksi utama. Hal ini dilakukan untuk membandingkan kandungan fraksi utama dan fraksi crude, sehingga dapat dimanfaatkan dengan tepat. Hasil analisa sifat fisik dan kimia crude dapat dilihat pada tabel 11.
33
Tabel 11. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Hasil Pembakaran dan Crude. No. 1 2
Sampel TempurungAwal TempurungHeksan-Crude
Bobot jenis (g/ml)
pH
Kadar asam (%)
Rendemen (%)
Kadar fenol (%)
1,040
2,997
15,59
38,69
2,425
1,029
3,043
17,65
-
0,951
1,026
3,313
11,05
-
0,777
1,019
3,563
6,518
49,10
1,907
1,018
3,470
5,296
-
0,9155
Temputung3
Etil AsetatCrude
4 5 6
Sabut-Awal Sabut-HeksanCrude Sabut-Etil Asetat-Crude
1,009
3,590
4,197
-
0,5697
Bobot jenis crude dari hasil yang diperoleh mengikuti sebaran teratur yaitu semakin menurun dari awal pembakaran sampai setelah ekstraksi dua tahap. Penurunan bobot jenis disebabkan oleh larutnya beberapa komponen asap cair pada pelarut, sehingga komponen pada asap cair semakin berkurang. Nilai pH yang didapatkan pada crude pada umumnya semakin tinggi seiring dengan tahapan ekstraksi. Namun pada sampel sabut-heksan-Crude pH mengalami penurunan dari pH awal kemudian mengalami kenaikan pada crude dari fraksi metanol. Nilai pH yang semakin naik ini menunjukkan sifat asam asap cair semakin berkurang. Hal ini dikarenakan beberapa komponen fenol dan senyawa asam telah terekstrak, sehingga tingkat keasaman asap cair semakin rendah. Kadar fenol yang dihasilkan pada crude sama seperti bobot jenis yaitu mengalami penurunan pada setiap tahap. Penurunan ini disebabkan karena beberapa komponen fenolik telah larut dalam pelarut pada tahap sebelumnya. Kadar fenol yang diperoleh pada crude pada umumnya lebih besar daripada kadar fenol pada sampel hasil ekstraksi.
34
Kadar asam asap cair pada crude diperoleh hasil semakin lama semakin menurun. Kadar asam yang semakin menurun disebabkan karena komponen senyawa asam organik dalam asap cair teresktrak dalam pelarut pada tahap sebelumnya. Senyawa dominan untuk masing-masing fraksi crude dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Senyawa Dominan dalam Crude Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
Komponen
fenol 2,6-metoksi fenol 5-metil, 2-heptamin Tempurung-Etil asetat-Crude Nitro-2 metil-2 butana 2,6-metoksi fenol 3-metil butanal
18,12 12,53 5,26 34,99 6,71 6,70
Sabut-heksan-Crude
fenol 2,6-metoksi fenol fenol
15,50 8,36 6,69
Sabut-Etil asetat-Crude
2-metil-3-betena-2-ol tiazol 3-etil, 1-pentena
44,84 8,31 6,51
Tempurung-heksan-Crude 1
2
1 2
% Relatif
Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 16,17,21 dan 22.
Dari hasil GC-MS dapat diketahui bahwa kandungan fenol dan senyawa lain dalam asap cair masih besar. Dari fraksi tempurung-heksan crude dipeoleh 90 senyawa dimana 33 senyawa diantaranya termasuk golongan fenolik dan senyawa lainnya merupakan golongan keton, aldehid dan piridin dengan persentase kurang dari 5%. Pada fraksi tempurung-etil asetat crude
diperoleh 38 senyawa dimana 10 diantaranya termasuk
golongan fenolik. Pada fraksi sabut-heksan crude diperoleh 58 senyawa dimana 27 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-etil asetat crude diperoleh 21 senyawa dimana 9 diantaranya termasuk golongan fenolik.
35
F. Uji Coba Asap Cair Pemanfaatan asap secara tradisional sudah ada dalam kurun waktu lama. Penggunaan asap terutama pada bahan makanan misalnya ikan yang dikenal dengan ikan asap. Seiring dengan perkembangan waktu, maka penggunaannya pun semakin luas. Kondensat asap (asap cair) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan, bahan makanan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu asap cair juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan bioinsektisida. Pemanfaatan asap cair sebagai bioinsektisida dilakukan oleh Gani (2007) dengan membuat asap cair dari sampah organik yang diaplikasikan pada tanaman daun dewa. Wastono (2006) juga memanfaatkan asap cair dari tempurung kelapa sebagai desinfektan untuk memperpanjang umur simpan buah pisang ambon. Sedangkan pada makanan Gumanti (2006) menggunakan asap cair dari tempurung kelapa untuk mengawetkan mie basah dan Damayanti (2002) dalam pembuatan tahu asap. Dalam penelitian ini dilakukan dua percobaan yaitu penggunaan fraksi dari asap cair hasil ekstraksi pada Ikan Selar dan asap cair hasil pembakaran pada pisang mas. Fraksi ekstraksi yang digunakan adalah fraksi metanol dan etil asetat karena mempunyai kandungan asam dan fenol yang lebih besar. Sedangkan perlakuan perendaman
lebih banyak pada fraksi metanol karena fraksi ini
mengandung asam yang cukup tinggi dan kandungan fenol yang lebih rendah dari fraksi etil asetat. Hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada gambar-gambar berikut 9 dan 10. Gambar 9. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-1.
Kontrol (A)
25 TE 60 (kiri) dan 50 TE 60 (kanan)
36
50 SM 60 (kiri) dan 50 TM 60 (kanan)
50 SE 60 (kiri) dan 25 SE 60 (kanan)
Dari kiri ke kanan (25 SM 60, 25 SM 45, 25 SM 30 dan 25 SM 15)
Dari kiri ke kanan (25 TM 60, 25 TM 45, 25 TM 30 dan 25 TM 15)
Gambar 10. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-3.
A
B
C
Keterangan : 50 SM 60 (A kiri), 50 TM 60 (A kanan), 25 SE 60 (B kiri), 50 SE 60 (B kanan), 25 TE 60 (C kiri) dan 50 TE 60 (kanan).
Dari kiri ke kanan (25 SM 60, 25 SM 45, 25 SM 30 dan 25 SM 15)
37
Dari kiri ke kanan (25 TM 60, 25 TM 45, 25 TM 30 dan 25 TM 15)
Pengamatan pada percobaan Ikan Selar dilakukan secara visual dan organoleptik. Pada H-0 tidak dilakukan pengambilan gambar. Kondisi pada H-0 Ikan termasuk dalam ikan yang kesegarannya masih baik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan mata yang masih cemerlang dan daging ikan tidak lunak. Kondisi kontrol sudah mengalami masa kemunduran mutu setelah 8 jam. Hal ini dapat dilihat dari penampakan insang yang sudah mulai kusam dan bau ikan yang cenderung mendekati busuk. Sedangkan pada ikan yang direndam dengan fraksi asap cair masih menunjukkan tingkat kesegaran yang baik. Hal ini dikarenakan fraksi-fraksi asap cair mampu berfungsi sebagai bakterisidal dan fungisidal. Ikan yang direndam dengan fraksi asap cair mempunyai bau yang khas seperti ikan asap terutama pada fraksi etil asetat. Hal ini dikarenakan kandungan asam dan fenol yang cukup besar, sehingga menghasilkan aroma asap yang kuat. Pada H-3 Kondisi ikan sudah mengalami penurunan dimana mulai terdapat jamur pada permukaan ikan. Pada ikan yang di awetkan dengan fraksi metanol terdapat jamur yang lebih banyak dari pada ikan yang di awetkan dengan fraksi etil asetat. Hal ini dikarenakan kandungan fenol yang lebih besar pada fraksi etil asetat, sehingga mempunyai fungsi fungisidal yang lebih baik. Ikan pada hari ke-3 juga sudah menunjukkan bau yang cenderung tidak sedap kecuali pada fraksi etil asetat yang masih beraroma asap yang kuat, tetapi sudah tidak sesegar pada hari sebelumnya. Sedangkan perbedaan waktu perendaman dan bahan pengasap tidak berpengaruh nyata secara visual dan organoleptik, sehingga waktu minimal sebaiknya yang digunakan dalam perendaman agar efisien waktu. Perendaman ikan dengan asap cair juga dilakukan oleh Bambang (www.googleUGM.com) pada Koperasi Nyiur Melambai dengan konsentrasi 25% asap cair selama 10-15 menit bertahan selama 25 hari. Ketahanan yang lebih lama ini didapatkan dengan penggaraman dan pengeringan sebelum pengasapan.
38
Percobaan perendaman pisang pernah dilakukan oleh Wastono (2006) untuk memperpanjang masa simpan buah pisang ambon. Percobaan pada pisang mas dilakukan dengan merendam pisang mas dalam larutan asap cair hasil pirolisis tanpa pengenceran dan dengan konsentrasi 25 % dan perendaman selama satu jam untuk masing bahan pengasap. Hasil percobaan dapat dilihat pada gambar 11. Gambar 11. Hasil Percobaan Asap Cair Hasil Pirolisis pada Pisang Mas.
A1
A3
A9
B1
B3
B9
C1
C3
D1
D3
C9
D9
E1
E3
E9
Keterangan : A1 (kontrol H-1), B1 (S 60 25% H-1), C1 (T 60 25% H-1), D1 ( S 60 H-1), E1 (T 60 H-1), A3 (kontrol H-3), B3 (S 60 25% H-3), C3 (T 60 25% H-3), D3 ( S 60 H-3), E3 (T 60 H-3), A9 (kontrol H-9), B9 (S 60 25% H-9), C9 (T 60 25% H-9), D9 ( S 60 H-9), dan E9 (T 60 H-9).
Dari hasil percobaaan dapat dilihat bahwa perendaman dengan asap cair dengan konsentrasi 25% tidak memberikan hasil yang berbeda dengan kontrol secara visual. Sedangkan pada fraksi asap cair yang tidak diencerkan memberikan
39
penampakan visual pisang mas yang kurang menarik karena lapisan asap cair yang gelap. Dari perbedaan bahan pembuat asap tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan baik dari segi penampakan visual. Pisang dengan perlakuan perendaman dengan asap cair dari tempurung mempunyai penampakan yang lebih gelap karena warna asap cair tempurung lebih gelap daripada asap cair dari sabut. Sedangkan dari segi rasa dan aroma, pisang dengan perlakuan perendaman dengan asap cair 25% tidak berbeda jauh dari kontrol, tetapi aroma dan rasa kontrol lebih enak. Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan asap cair tanpa pengenceran didapatkan aroma dan rasa pisang seperti dibakar.
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kadar fenol dan kadar asam asap cair pada suhu pembakaran 300°C dari tempurung kelapa lebih tinggi dari asap cair sabut kelapa dengan nilai masing-masing sebesar 2,25 % dan 15,59 % (b/v) untuk tempurung kelapa serta 1,91 % dan 6,52% (b/v) untuk sabut kelapa. 2. Pada pemurnian asap cair dengan pelarut heksan, etil asetat dan metanol pada tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan 50,00% (v/v) dan pada asap cair sabut kelapa diperoleh volume terekstrak 1,96%, 2,57% dan 50,00% (v/v) untuk masing-masing pelarut. 3. Dari identifikasi GC-MS didapatkan senyawa yang sebagian besar adalah golongan fenol sedangkan golongan asam tidak banyak terdeteksi karena penggunaan kolom GC-MS yang kurang tepat. 4. Senyawa fenol tertinggi fraksinasi hasil deteksi dengan GC-MS fraksi tempurung kelapa-heksan adalah fenol (19,28%); fraksi tempurung kelapaetil asetat adalah fenol (30,26%); fraksi tempurung kelapa-metanol adalah 2-metilpropil ester asam butanoit (30,76%); fraksi sabut kelapa-heksan adalah fenol (29,52%); fraksi sabut kelapa-etil asetat adalah fenol (41,58%) dan fraksi sabut kelapa-metanol adalah 1-3-tiazol (32,43%). 5. Fraksi asap cair berpotensi sebagai pengawet makanan dengan fraksi-etil asetat konsentrasi 25% dan 50% v/v tempurung dan sabut kelapa berhasil mengawetkan Ikan Selar sampai 3 hari.
B. Saran 1. Dilakukan penguapan pelarut pada aplikasi fraksi asap cair hasil ekstraksi dan analisis lebih lanjut pada produk hasil aplikasinya. 2. Perlu penggunaan kolom GC-MS yang lebih tepat, sehingga komponen asam pada asap cair dan fraksi-fraksinya dapat teridentifikasi dengan baik. 3. Adanya analisis lebih lanjut dengan ekstraksi menggunakan berbagai macam perbandingan antara pelarut dan sampel.
41
DAFTAR PUSTAKA
Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis. 16th edition. Assiciation of Official Analytical Chemist, Inc. Washington. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. Indonesian University Press. Jakarta. Cutting, C. I. 1965. Smoking dalam Fish As Food. Vol 3. Edited by Borgstorm. G. New York. Academic Press. 55-105p. Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8(3);267-171. Damayanti, R. 2002. Pembuatan Tahu Asap dari Tahu Keras dengan Metode Pengasapan Panas dan Pengasapan Cair. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Daun, H.1979. Interaction of Wood Smoke Components and Foods. Food Technol. 33 (5) 66-71. Djatmiko, B., S. Ketaren dan Setyakartini. 1985. Arang Pengolahan dan Kegunaannya. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Djuhanda t. 1981. Dunia ikan. Armico. Bandung. Eklund. 1982. Inhibitor of Clostridium botulinum Types A and B Toxin Production by Liquid Smoke and NaCl in Hot Process Smoke Flavoured Fish. J. Food Protect. 6:32-41. Fessenden R. J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Fiddler, W., A.E. Wasserman dan R.C. Doer. 1970. Smoke Flavor Fraction of a Liquid Smoke Solution. J. Agr. Food Chem. 18 (5) :934 – 936. Gani, Abdul. 2007. Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Komarasca ( Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis horwood. New York.
42
Grimwood, B. E. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London. Product Institute. Gumanti, Fajar M. 2006. Kajian System Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa dan Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Hammerschmidt, P.A. dan D.E Pratt. 1978. Phenolic Antioxidant dalam N. Andarwulan, D. Fardiaz, G.A. Wattimena. Reinw. Jurnal Agricultural Food Chemistry 47: 3158-3163 Hanendoyo, C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair Dengan Sistem Kondensasi. Skripsi. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Pangan. Terjemahan Achmadi S., Bandung Technology Institute Press, Bandung. Hollenbeck, C. M. 1978. Summaries of Addition Paper on Smoke Curing. The Symposium Smoke Curing Advances in Theory of Food Tech. Dallas. Texas June 4-7 Hurrell, R.F. 1984. Reactions of Food Proteins During Processing and storage and Their Nutritional Concequences dalam B.J.F. Hudson (ed). Developments in Food Proteins. Elsivier Applied science Publisher. London Immamura, E., dan Y. Watanabe. 2004. Anti-Allergy Composition Comprising Wood Vinegar or Bamboo Vinegar-Distilled Solution. United States Patent Application. Cleveland. Joseph, G. H. dan J. G. Kindagen. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa untuk Bahan Baku. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III, Yogyakarta. [LTP] Lembaga Teknologi Pertanian. 1974. Metode dan Prosedur Pemerikasaan Kimiawi Hasil Perikanan. Dirjen Perikanan Departemen Pertanian. LTP. Jakarta Luditama, Candra. 2006. Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Berbahan Dasar Tempurung dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press. Florida. Moeljanto. 1982a. Pengasapan dan Fermentasi Ikan. PT. Penebar Swadaya IKAPI. Jakarta
43
Moody, M. W. dan G. J. Flick. 1990. Smoked, Cured, and Dried Fish. Di dalam Martin, R. E. Dan G. J. Flick (eds.) The Seafood Industry. Van Nostrand Reinhold. New York. Noor, E. 2002. Proses Hilir. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Nurhayati, T. 2000. Produksi Arang dan Destilat Kayu Mangium dan Tusam dari Tungku Kubah. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18(3);137-151. Nurhayati, T., Sylviani, dan Mahpudin. 2003. Analisis Teknis dan Ekonomis Produksi Terpadu Arang dan Cuka Kayu dari Tiga Jenis Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 21(2) ; 155-166. Online Ensiklopedi. 2007. www.wikipedia.com Paris O. C. Zollfrank dan G.A. Zickler. 2005. Decomposition and Carbonization of Wood Biopolymer Microstructural Study of Softwood Pyrolisis. Carbon 43: 53-66 Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats, second edition. AVI Publishing Company Inc., Wesport Connecticut. Pszczola, Donald E. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke-Based Flavors. Food Technol. 49(1);70-74. Redaksi Trubus. 1998. Berkebun Pisang Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta Satuhu, S. Dan Suryadi. 2000. Pisang: Budidaya, Pengelolaan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta Stansby ME. 1982. Properties of Fish Oils and Their Application to Handling of Fish and to Nutrional and Industrial Use. In Chemistry And Biochemistry Of Marine Food Products. RE Martin (Ed). Westport conecticut : the AVI Publishing company SIPUK dalam www.bi.go.id. Tillman, D. A., A. J. Rossi dan W. D. Kitto. 1981. Wood Combustion, Principles, Processes, and Economics.Academic Press. New York. Tranggono, Suhardi, B. Setiadji, P.Darmadji, Supranto, dan Sudarmanto. 1996. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai jenis Kayu dan tempurung Kelapa. J. Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2);15 – 24.
44
Wastono. 2006. Kajian Sistem Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa Dan Aplikasinya Sebagai Disinfektan Untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Pisang Ambon (Musa paradisica L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Whittle, K. J., P. Howgate. 2002. Glossary of Fish Technology Terms. www.onefish.org/global/ishTechnologyGlossaryFeb02. Wibowo, Singgih. 2002. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Winarno, F.G., S. Fardias dan D. Fardias. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta Yulistiani, R. 1997. Kemampuan Penghambatan Asap Cair Terhadap Pertumbuhan Bakteri Pathogen dan Perusak Pada Lidah Sapi. Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Zaitsev, I., I. Kizeveter, L. Lacunov, T. Makarova, L. Mineer, dan V. Podsevalor. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publishers. Moskow.
45
Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis
No. 1 2 3
Sampel Tempurung 1 Tempurung 2 Tempurung 3
Suhu (°C)
Bobot Basah (g)
Bobot Kering (g)
Kadar Air (%)
Bobot Kondensat (g)
Persen Kondensat (%b/b)
Bobot Arang (g)
Persen Arang (%b/b)
Kadar Abu (%)
300
2567
2292.32
12.07
851
37.12
1057
46.11
3.40
300
2500
2239.46
11.63
959
42.82
1029
45.95
3.04
300
2509
2258.94
11.07
816
36.12
1079
47.77
3.05
2525.33
2263.57
11.59
875.33
38.69
1055
46.61
3.16
300
533
427.12
24.79
191
44.72
258
60.40
7.36
300
622
508.57
22.30
239
46.99
267
52.50
9.52
300
510
417.25
22.27
232
55.60
274
65.67
7.97
555.00
450.98
23.12
220.37
49.10
266.33
59.52
8.28
Rata-rata 4 5 6
Sabut 1 Sabut 2 Sabut 3 Rata-rata
46
Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis Contoh perhitungan : Tempurung 1 Berat kering = Bobot basah
× 100 %
100 + % kadar air = 2567 g
× 100 % = 2292.32 g
100 + 12.07 Persen Kondensat = Bobot Kondensat × 100 % Bobot Kering = 851 g x 100 % = 37.12 % 2292.32 g Persen Arang = Bobot Arang × 100 % Bobot Kering = 1057 g × 100 % = 46,11% 2292.32 g Rata-rata Persen kondensat rata-rata = % kondensat ulangan 1 + % kondensat ulangan 2 + % kondensat ulangan 3 3 = 37.12 % + 42.82 % + 36.12 3 = 38.69 %
47
Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair Sebelum Ekstraksi No.
Sampel
Suhu ( °C )
1 2 3
Tempurung 1 Tempurung 2 Tempurung 3 Tempurung-Awal Sabut 1 Sabut 2 Sabut 3 Sabut-Awal
300 300 300 300 300 300 300 300
4 5 6
Bobot jenis (g/ml) 1,037 1,041 1,042 1,040 1,027 1,016 1,015 1,019
Nilai pH 3,16 2,89 2,94 2,997 4,11 3,35 3,23 3,563
Kadar asam (%) 15,29 15,44 16,05 15,59 5,930 6,661 6,962 6,518
Rendemen (%)
Kadar fenol (%)
37,12 42,82 36,12 38,69 44,72 46,99 55,60 49,10
2,287 2,482 2,505 2,425 2,604 2,137 0,9784 1,907
Contoh Perhitungan : Sabut 1 Rata-rata bobot jenis (g/ml) = Bobot jenis sabut 1 + Bobot jenis sabut 2 + Bobot jenis sabut 3 3 = 1.027 (g/ml) + 1.016 (g/ml) + 1.015 (g/ml) 3 = 1.019 (g/ml)
48
Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair Sesudah Ekstraksi No. 1 2 3 Rata-rata 4 5 6 Rata-rata 7 8 9 Rata-rata 10 11 12 Rata-rata 13 14 15 Rata-rata 16 17 18 Rata-rata
Sampel Tempurung 1-Heksan Tempurung 2-Heksan Tempurung 3-Heksan Tempurung-Heksan Tempurung 1-Etil asetat Tempurung 2-Etil asetat Tempurung 3-Etil asetat Tempurung-Etil asetat Tempurung 1-Metanol Tempurung 2-Metanol Tempurung 3-Metanol Tempurung-Metanol Sabut1-Heksan Sabut 2-Heksan Sabut 3-Heksan Sabut-Heksan Sabut 1-Etil asetat Sabut 2-Etil asetat Sabut 3-Etil asetat Sabut-Etil asetat Sabut1-Metanol Sabut 2-Metanol Sabut 3-Metanol Sabut-Metanol
Bobot jenis (g/ml) 0,6654 0,6685 0,6645 0,6661 0,9339 0,9410 0,9405 0,9385 0,9217 0,9177 0,9212 0,9202 0,6617 0,6636 0,6604 0,6619 0,9192 0,9164 0,9194 0,9183 0,9193 0,9202 0,9191 0,9195
Nilai pH 3,36 3,47 3,03 3,29 3,84 3,31 3,51 3,55 4,15 3,72 3,85 3,91 3,83 3,01 3,15 3,33 4,16 3,32 3,24 3,57 4,39 3,71 4,10 4,07
Kadar asam (%) 0,3579 0,3927 0,2882 0,3462 6,590 8,370 5,985 6,982 5,704 5,925 7,050 6,227 0,0841 0,1631 0,09464 0,1140 2,994 3,173 2,252 2,807 2,261 2,516 2,567 2,448
Rendemen (%) 3,846 2,439 3,382 3,222 2,837 3,488 3,419 3,248 50,00 50,00 50,00 50,00 1,961 1,961 1,961 1,961 2,857 3,226 1,639 2,574 50,00 50,00 50,00 50,00
Kadar fenol (%) 0,424 0,523 0,373 0,4398 0,975 1,052 1,000 1,009 0,356 0,292 0,425 0,3575 0,290 0,301 0,216 0,2692 1,076 0,872 0,676 0,8747 0,446 0,180 0,165 0,2639
49
Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair Rafinat (crude) dari ekstraksi
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sampel Tempurung 1-Heksan-C Tempurung 2-Heksan-C Tempurung 3-Heksan-C Tempurung-Heksan-C Tempurung 1-Etil asetat-C Tempurung 2-Etil asetat-C Tempurung 3-Etil asetat-C Tempurung-Etil asetat-C Sabut1-Heksan-C Sabut 2-Heksan-C Sabut 3-Heksan-C Sabut-Heksan-C Sabut 1-Etil asetat-C Sabut 2-Etil asetat-C Sabut 3-Etil asetat-C Sabut-Etil asetat-C
Bobot jenis (g/ml) 1,034 1,016 1,038 1,029 1,017 1,040 1,021 1,026 1,025 1,015 1,015 1,018 1,005 1,015 1,007 1,009
Nilai pH 3,26 2,99 2,88 3,04 3,56 3,19 3,19 3,31 3,85 3,35 3,21 3,47 4,12 3,41 3,24 3,590
Kadar asam (%) 17,10 16,20 19,63 17,65 10,60 10,08 12,48 11,05 7,06 8,84 7,94 7,95 3,90 4,12 4,57 4,197
Kadar fenol (%) 1,150 0,5233 1,179 0,951 0,4915 1,182 0,6558 0,777 1,155 0,6558 0,9355 0,9155 0,2752 0,8642 0,5697
50
Lampiran 3. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan
phenol 2-methoxy phenol
4-ethyl-2-methoxy phenol
51
Lampiran 4. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat
phenol
2,6-methoxy phenol phenol
52
Lampiran 5. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol
2-methylpropyl ester butanoic acid phenol 2-methyl propanoic acid
53
Lampiran 6. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude
phenol
2,6-methoxy phenol 5-methyl-2-heptanamine
54
Lampiran 7. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude
Nitro-2methyl-2 butena
3-methyl butanal
2,6-methoxy phenol
55
Lampiran 8. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan
phenol
2-methoxy phenol
2-methoxy phenol
56
Lampiran 9. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat
phenol
3-methyl phenol 2,6-methoxy phenol
57
Lampiran 10. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol
Tetrahydro 2-furanmethanol Ethyl ester butanoic acid
1,3-thiazole
58
Lampiran 11. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude
phenol
2,6-methoxy phenol
phenol
59
Lampiran 12. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude
2-methyl-3-buten-2-ol
3-ethyl 1-pentene thiazole
60
Lampiran 13.Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
2,5-dimethoxytetrahydro furan
0,18
2
2-methyl-2-cyclopenter-1-one
0,13
3
2-ethyl-5-methyl furan
0,34
4
1,2,3,4-tetramehyl Cyclobutene
0,17
5
Methoxy benzene
0,27
6
2-isopropilfuran
0,16
7
phenol
19,28
8
phenol
2,52
9
Methyl 3-acetylpropanoate
0,10
10
1,2-dimethyl cyclohexene
0,20
11
2,3-dimethylcyclopent-2-en-1-one
0,31
12
2,4-dihydro-2,4-3H-pyrazol-3-one
0,12
13
Tetrahedro-2-methyl-2-furanol
0,35
14
1-propanone, 1-(2-furanyl)
0,09
15
1-methoxy-4-methyl benzene
0,11
16
2, 3, 5-trimethylfuran
0,13
17
3-methyl-1,2-cyclopentanedione
0,47
18
2,3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one
0,39
19
Acetic acid
0,28
20
2-methylphenol
0,84
21
2-methyl phenol
0,76
22
2-methoxy phenol
18,29
23
Methyl ester benzoic acid
0,31
24
1-propyl-1-cyclohexene
0,21
25
3-methylbenzofuran
0,18
26
2,6-xylenol
0,11
27
3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenter
0,39
28
2-hydroxy-4, 6-dimethylpyrimidine
0,15
29
4-methoxy-2-methyl phenol
0,18
30
2-ethyl phenol
0,55
31
2,4-dimethyl phenol,
0,39
32
2-methoxy-4-methyl phenol
1,36
33
3-ethyl phenol
0,22
61
Lampiran 13. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
%
34
2-methoxy-4-methyl phenol
1,12
35
2-methoxy-4-methylphenol
9,28
36
2-hydroxy-3-propil-2-cyclopenten-1
0,30
37
3,4-dimetoxytoluene
0,41
38
2,6-dimethoxy phenol
0,25
39
4-ethyl-2-methoxy phenol
0,27
40
4-ethyl-2-methoxy phenol
10,79
41
1, 2, 3-trimethoxy benzene
0,21
42
2-methoxy-4-ethyl-6-methyl phenol
0,24
43
2-methoxy-4-ethyl-6-methyl phenol
0,22
44
2,6-dimethoxy phenol
8,13
45
2-methoxy-4-propyl phenol
1,59
46
Methyl-4-methoxybenzoate
1,49
47
Ethyl vanillin
0,35
48
2-methoxy-4 phenol
0,88
49
5-acetyl-2-methylthiopyridine
5,58
50
2,3,5-trimethoxytoluene
5,22
51
2-methoxy-4-propyl phenol
0,26
52
2,6-dimethoxy-4 phenol
0,72
53
3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil
2,24
54
2,6-dimethoxy-4-phenol
0,35
55
3-hydroxy-4-methoxycinnamic acid
0,28
56
2,6-dimethoxy-4 phenol
0,29
62
Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
3-methyl-hexane-2-one
0,04
2
2-proanone, 1-(acetyloxy)
0,23
3
3-methylcyclopent-2-enone
0,05
4
1-(2-furanyl)-ethanone
0,05
5
4,4-dimethyl-2-cyclopenten-1-one
0,09
6
1-(2-furanyl)-ethanone
0,07
7
2,4-dimethylfuran
0,26
8
2-methyl-cyclopentanone
0,89
9
Dihyro-2(3h)-furanone
0,19
10
Phenol
30,26
11
Phenol
5,01
12
Phenol
2,54
13
2, 3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one
0,20
14
1, 2, 4-cyclopentanetrione
0,20
15
Tetrahydro-2-furanmethanol
0,39
16
2,5-diethoxytetrahydro-furan
0,14
17
4-methylthiazole
0,08
18
Corylone
1,85
19
Tetrahydro-2H-pyran-2-one
0,08
20
2-methyl-phenol
0,39
21
2-methyl-phenol
0,41
22
3-ethylcyclopent-2-en-1-one
0,08
23
Allyl butyrate
0,08
24
2-methoxy-phenol
4,37
25
2-methoxy-phenol
3,07
26
Allyl butyrate
0,41
27
Tetrahydrofurfurylacetate
0,45
28
Allyl butyrate
0,69
29
2-furancarboxylic acid
0,24
30
3-hydroxy-2-methyl 4h-pyran-4-one
0,93
31
2-ethyl-phenol
0,06
32
2,4-dimethyl-phenol
0,19
63
Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
33
2,3-dihydroxy-benzaldehyde
0,12
34
4-ethyl-phenol
0,22
35
3-ethyl-phenol
0,08
36
2-methoxy-4-methyl phenol
0,17
37
2-methoxy-4-methyl phenol
1,52
38
2-hydroxy-3-propyl-2-cyclopenten-1
0,14
39
1,2-benzenediol
4,43
40
1,2-benzenediol
1,76
41
3,4-dimethoxy-phenol
0,15
42
3-methoxy1,2-benzenediol
3,45
43
4-ethyl-2-mehoxy-phenol
0,29
44
4-ethyl-2-methoxy-phenol
0,71
45
3-methyl-1,2-benzenediol
0,37
46
4-methyl catechol
0,18
47
4-methyl catechol
2,82
48
1,4-benzenediol
0,23
49
Allyl butyrate
0,41
50
2, 6-dimethoxy-phenol
11,98
51
3,4-dimethoxy-phenol
0,36
52
5-methyl-1,3-benzenediol
0,47
53
4-hydroxy-3-methoxy benzaldehyde
0,76
54
1,4-dimethoxy benzene
0,35
55
1,2,3-trimethoxy-benzene
3,50
56
2-fluoro-4-methoxyacetophenone
0,55
57
4-propyl-phenol
0,15
58
4-hydroxy- methyl benzoic acid
1,04
59
Acetavanillone
0,35
60
4-hydroxy-3-methoxy-benzoic acid
0,18
61
2,4-dimethyl-3-(methoycarbonyl)-5
1,95
62
2,3,5-trimethoxytoluene
0,92
63
2,6-dimethyl-4-hydroxyaniline
1,94
64
Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS
No
sampel
%
64
1- (2,4,6-trihydroxyph)-1-propanone
0,14
65
Cis-methyl isoeugenol
0,06
66
4-hydroxy-benzoic acid
0,31
67
Propiovanillone
0,17
68
2,6-dimethoxy-4-phenol
0,20
69
3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil
0,33
70
2,6-dimethoxy-4-phenol
0,16
71
4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde
0,38
72
2,6-dimethoxy-4-phenol
0,35
73
1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxy) ethanone
0,45
74
1-(2,4,6-trihydroxy-3)-1-butanone
1,65
75
9H-fluoren-2-amine
0,20
76
1-hydroxy-3-(4-hydroxy) 2-propanone
0,10
65
Lampiran 15. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
3-methyl-2-butanone
0,39
2
2,5-dimethoxytetrahydrofuran
1,26
3
Cyclopentanone
2,44
4
1,3-cyclopentanedione
0,65
5
Phenol
6,15
6
Phenol
2,13
7
Phenol
3,94
8
Allyl butyrate
3,38
9
3-methoxy pyridine
2,07
10
Allyl butyrate
1,43
11
Corylone
2,85
12
Dimethyl acetal Hexanal
0,61
13
2-methoxy phenol
1,31
14
2-methyl-3-buten-2-ol
2,07
15
2-methyl hexadecane
4,31
16
4-methyl decane,
1,70
17
5-carboxy-2-tetra-butoxythiophene
0,69
18
Maltol
1,09
19
3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenten-1
0,55
20
Isobutyraldehuhyde
2,42
21
2-methyl-2-(ethoxycarbonylmethyl)
0,67
22
2-methylpropyl ester butanoic acid,
3,80
23
2-methylpropyl ester butanoic acid
30,76
24
2-methyl propanoic acid
8,13
25
1,2-benzenediol
1,60
26
2-ethyl-1-thia-cyclohexane
1,26
27
3-methoxy-1,2-benzenediol
1,25
28
1,1-dimethylpropyl 2-ethylhexanoat
2,32
29
2,6-dimethoxy phenol
5,81
30
5-acetyl-2-methylthuopyrimidine
0,71
31
4-ethyl-2-methoxy phenol
1,14
32
1-(2,4,6-trihydroxy-3) 1-butanone
1,12
66
Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
2-methyl-propanal
0,26
2
Diacetate 1,2-ethanediol
0,14
3
Tetrahydro 2-furanmehanol
0,03
4
2,5-dimethyl-ethanone
0,08
5
2-methyl-2-cyclcpenten-1-one
0,05
6
Dihydro 2 (3H)-furanone
1,71
7
3-methoxy-propionaldehyde
0,13
8
Phenol
3,27
9
Phenol
0,79
10
Phenol
18,12
11
Phenyl ester
4,14
12
Phenol
1,43
13
Phenol
1,19
14
Phenol
0,35
15
Cis-1-butyl-2-methylcyclopropane
0,05
16
3-methyl hydantoin
0,06
17
4-methyl-2-heptene
0,19
18
Tetrahydro 2-furanmethanamine
0,19
19
Cyclopentylacetone
0,09
20
Glycocianidine
0,07
21
3-methyl1,2-cyclopentanedione
1,96
22
1-one, 2-hydroxy-3-2-cyclopenten
0,22
23
2-ethyl-3-methyl 1-butene
0,10
24
2-methyl phenol
0,13
25
Tetrahydro-2H-pyran-2-one
0,37
26
2-methyl phenol
0,13
27
2-methyl phenol
0,31
28
5,5-dimethyl-3-cyclohexen-1-ol
0,10
29
2-methoxy phenol
1,74
30
2-methoxy phenol
1,32
31
2-methoxy phenol
1,82
32
2,4,4-trimethyl-1-hexene
0,54
67
Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
33
2-propenamide
0,52
34
3-methyl-1-hexen-ol
0,73
35
Tetrahydro 2-furanmethanol
1,19
36
Allyl butyrate
0,47
37
5-methyl-2-heptanamine
5,26
38
5-methyl-2-heptanamine
0,59
39
2-butanamine
0,84
40
Maltol
0,51
41
3-nitropyrole
0,25
42
2,3-dyhidroxy-benzaldehide
0,15
43
4-ethyl phenol
0,16
44
2-methoxy-4-methyl phenol
0,32
45
2-methoxy-4-methyl phenol
0,84
46
2-hydroxy-3-propyl-2-cyclopenten-1
0,23
47
4-hydroxypyridine
0,22
48
1,2-benzenediol
1,75
49
1,2-benzenediol
0,34
50
1,2-benzenediol
2,00
51
1,2-benzenediol
1,07
52
1,2-benzenediol
3,95
53
3-methoxy-1,2-benzenediol
0,85
54
3-methoxy-1,2-benzenediol
1,65
55
3-methoxy-1,2-benzenediol
1,89
56
3-methyl-1,2-benzenediol
0,34
57
3-methyl-1,2-benzenediol
0,45
58
4-methyl-4-phosphacyclopentene
0,23
59 60
Butanoic acid 4-methyl catechol
0,08 1,49
61
4-mehyl catechol
1,52
62
Methyl 1-ethenylbtyl ether
0,29
63
2,6-dimehtoxy phenol
12,53
64
1,3-dimethyl-melamine
0,09
68
Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
65
4-hydroxy-3-methoxy benzaldehyde
1,30
66
4-acetyl-1,5-dimethylpyrazole
1,30
67
1,3-cyclohexa,alpha,-terpipene
0,18
68
1,2,3-trimethoxy benzene
3,06
69
2-fluoro-4-methoxyacetophenone
0,29
70
4-hydroxy benzoic acid
1,18
71
Acetovanillone
0,49
72
4-hydroxy-3-methoxy benzoid acid
0,17
73
2,3,5-trimethoxytoluene
2,61
74
2,6-dimethyl-4-hydroxyaniline
0,83
75
Trans-3-butyl-3,6-dimetoxy-6-methyl
0,18
76
6,10-dimethylbicyclo
0,06
77
6-methyl-7-hydroxypteridine
0,23
78
3-methoxy-4-hydroxyphenone propane
0,39
79
Propiovanillone
0,65
80
2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) phenol
0,39
81
3-methyl-2,4-hexadienedioic acid
0,40
82
2-methyl-6-nitrophenol
0,29
83
4-hydroxy-3,5dimethyl benzaldehide
0,65
84
2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) phenol
0,11
85
1-(1,1’-byphenyl)-4-yl) ethanone
0,47
86
1-2,4,6-trihydroxy-3-1-butanone
0,56
87
Aspidinol
0,51
88
1,1-diphenylmethylamine
0,16
89
1-methyl-2,4,5-trioxopyrrolo
0,12
90
Phenol
0,11
69
Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
3,4-dimethyl-2-hexanone
0,45
2
2-methyl-, ethyl propanoic acid
0,41
3
2-ethyl pyridine
0,34
4
3,4-dihydropyran
3,67
5
Thiophene
0,25
6
2-hydroxycyclopent-2-en-1-one
0,74
7
Acetate-2-heptanol
0,23
8
1,3,6-trioxocane
0,28
9
3-methyl-2-cyclopenten-1-one
0,70
10
Phenol
0,77
11
Phenol
2,05
12
Phenol
1,08
13
Phenol
5,63
14
3-methoxy pyridine
1,58
15
2-hydroxy-3-2-cyclopenten-1-one
2,86
16
2,2,4-trimethyl oxepane
0,47
17
Ethyl isobutirate
0,72
18
2-methoxy phenol
1,18
19
2-methoxy phenol
0,65
20
3-methyl-hexane
2,05
21
Nitro-2 methyl-2 butane
34,99
22
3-methyl butanal
6,70
23
2-aminopyrazine
0,29
24
5-ethyldihydro-2 (3H)-furanone
5,85
25
2,6,6-trideuterio-2-dimethylaminoc
0,84
26
4-ethylbutan-4-olide
0,93
27
2,6,6-trideutrio-2-dimrthylaminoc
0,74
28
2,6,6-trideutrio-2-dimethylaminoc
4,62
29
3-methoxy-1,2-benzenediol
2,80
30
hexyl ester butanoic acid
3,88
31
Methyl 1-ethenylbutyl ether
0,56
32
2,6-dimethoxy phenol
6,71
70
Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No
Sampel
%
33
1-hydroxy-3-methyl-2-butanone
0,84
34
Vanillin
0,80
35
5-acetyl-2-methylthiopyridin
0,85
36
2-methoxy-4-propiyl phenol
0,93
37
4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde
0,62
38
1-(2,4,6-trihydroxy-3)-1-butanone
0,93
71
Lampiran 18. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
2-methyl-2-cyclopenten-1-one
0,34
2
1-(2-furanyl)-ethanone
0,90
3
5-methyl furancarboxaldehyde
0,28
4
Phenol
29,52
5
2,5-dimethyl-2, 4-hexadiene
0,24
6
2,3-dimethylcyclopenten-1-one
0,29
7
2-methyl-1-penten-3-ol
0,84
8
Corylone
0,41
9
2, 3-dimethylcyclopent-2-en-1-one
0,58
10
2-methyl phenol
4,50
11
2-methoxy-phenol,
11,34
12
2-methoxy phenol
14,88
13
2, 6-dimethyl phenol
0,30
14
2-ethyl phenol
0,51
15
2, 4-dimethyl phenol
1,75
16
4-methoxymethylphenol
1,53
17
3, 4-dimethyl phenol
0,76
18
2-methoxy-4-methyl phenol
1,01
19
2-methoxy-4-methyl phenol
7,03
20
4-ethyl-2-methoxy-phenol
0,52
21
4-ethyl-2-methoxy-phenol
4,62
22
2, 6-dimethoxy-phenol
8,88
23
2-methoxy-4-propyl-phenol
0,40
24
4-hydroxy-3-methoxy benzoic acid
4,56
25
2, 3, 5-trimethoxytoluene
3,13
26
3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil
0,90
72
Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
2-methyl-2-cyclopenten-1-one
0,04
2
1-(2-furanyl) ethanone
0,10
3
1-(2-furanyl) ethanone
0,15
4
2-methyl-2cyclopenten-1-one
0,25
5
Dihydro-2(3H)-foranone
0,81
6
Phenol
41,58
7
Phenol
3,59
8
1,2,3,4-tetramethyl cyclobutene
0,10
9
3-mehtylcyclohexanone
0,22
10
Tetrahydro-2-(methoxymethyl) furan
0,62
11
Corylone
1,21
12
2,3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one
0,19
13
2-methyl phenol
1,56
14
3-mehtyl phenol
6,14
15
2 methoxy phenol
1,75
16
Hydroxy-6-cytosine
0,18
17
Maltol
0,23
18
3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenten-1-one
0,37
19
2,4-dimethyl phenol
0,22
20
4-ethyl phenol
0,26
21
3-ethyl phenol
0,19
22
2-methoxy-4-methylphenol
0,14
23
2-methoxy-4-methylphenol
0,89
24
1,2-benzenediol
5,16
25
1,2-benzenediol
1,17
26
1,2-benzenediol
3,95
27
3-methoxy-1,2-benzenediol
3,34
28
2,3-dihydroxy-acetophenone
0,16
29
4-ethyl-2-methoxy phenol
0,28
30
3-methyl-1,2-benzenediol
1,74
31
4-methyl catechol
4,56
32
2,6-dimethoxy phenol
7,83
73
Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
33
3,4-dimethoxy phenol
0,51
34
2-methoxy-4-methylphenol
0,41
35
Vanillin
0,93
36
2-methoxy-4-methyl phenol
0,69
37
3-hydroxy, methyl benzoic acid
0,21
38
1,2,3-trimethoxy benzene
2,25
39
4-hydroxy-,methyl benzoic acid
1,42
40
1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone
0,49
41
Evodone
0,81
42
2,3,5-trimethoxytoluene
0,58
43
2-methoxy-4-propyl phenol
0,55
44
1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone
0,20
45
N-methyl-2-pyridone-4-carborxylic A
0,24
46
4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde
0,32
47
2-chloro-2-methyl-1-oxa-2-sila-1,2
0,26
48
2,5-dimethoxy-1-(1-hydroxybutyl)
0,19
49
Aspidinol
0,19
50
Methyl ester hexadecanoic acid
0,15
51
9,12-octadecadienoic acid
0,30
52
Methyl 9-octadecenoate
0,36
74
Lampiran 20. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS
No
Sampel
% Relatif
1
Dihydro-2 (3H)- furanone
3,44
2
Methyl 4-hydroxybutanoate
3,30
3
Phenol
5,36
4
Phenol
2,14
5
3-methoxy-pyridine
7,00
6
Corylone
2,24
7
Tetrahydro-2-furanmethanol
9,23
8
Ethyl ester butanoic acid
18,57
9
Pentanal
4,53
10
Cyclopropyl carbinol
3,57
11
1,3-thiazole
32,43
12
2-methyl-3-hexene
4,19
13
2,6-dimethoxy-phenol
4,00
75
Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
3-methyl-2-butanone
0,07
2
2-methyl-pyridine
0,06
3
1-hexene
1,71
4
Phenol
15,50
5
Phenol
3,18
6
Phenol
6,69
7
Phenol
1,34
8
Phenol
0,56
9
3-methoxy-pyridine,
0,99
10
2, 3-dimethyl-pyridine,
0,45
11
Corylone
1,66
12
2-methyl-1-penten-3-one
0,10
13
2-methyl phenol
0,31
14
Tetrahydro-2H-pyran-2-one
0,37
15
2-methoxy phenol
2,77
16
3-methyl phenol,
0,82
17
4-methxy phenol,
0,66
18
Isobutyl isopentanoic acid ester
1,11
19
2-methyl-3-buten-2-ol
1,68
20
2-methyl-3-buten-2-ol
3,59
21
3-penten-2-ol
3,09
22
Ethyl ester butanoic acid
3,13
23
2-hydroxy-3-methyl-4H-pyran-4-one
0,82
24
3-hydroxy-2-methyl-4H-pyran-4-one
0,31
25
2-methoxy-4-methylphenol
0,34
26
Ethyl-D5 phenyl ether
0,21
27
2-acetyl furan
0,67
28
3-pyridinol
0,49
29
4-hydroxypyridine
0,79
30
2-methyl-3-pyridinol
0,12
31
1,2-benzenediol
6,09
32
1,2-benzenediol
1,12
76
Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No
Sampel
% Relatif
33
1,2-benzenediol
4,39
34
1,2-benzenediol
2,48
35
1,2-benzenediol
1,22
36
1,2-benzenediol
0,49
37
3-methoxy-1,2-benzenediol
4,15
38
3-methyl-1,2-benzenediol
1,55
39
3-methyl-1,2-benzenediol
0,29
40
4-methyl-4-phosphacyclopentene
0,27
41
4-methyl catechol
5,23
42
2,6-dimethoxy phenol
8,36
43
3,4-dimethoxy phenol
0,47
44
Vanillin
0,93
45
4-acetyl-1,3-dimethylpyrazole
1,11
46
4-hydroxy-3-methoxy benzoic acid
1,77
47
2-ethylthieno [2,3-b] thiophene
0,21
48
4-hydroxy-methyl benzoic acid
1,76
49
1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone
0,66
50
Evodone
0,31
51
7, 8-dimethylbenzocyclooctene
0,56
52
3-hydroxy-oxime benzaldehyde
0,36
53
3-methoxy-4-hydroxyphenone propanol
0,63
54
2-methyl-6-nitrophenol
0,33
55
4-hydroxy-3, 5-dimethyl benzaldehyde
0,41
56
2-chloro-2-methyl-1-oxa-2-sila-1,2
0,43
57
1-(2, 4, 6-trihydroxy-3)-1-butanone
0,46
58
Aspidinol
0,36
77
Lampiran 22. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude Deteksi GC-MS No
Sampel
% Relatif
1
3-methyl pyridine
1,19
2
Butyrolactone
6,22
3
3,4-dimethyl pyridine
1,01
4
2,3-dimethylpyridine
0,93
5
Phenol
3,28
6
Phenol
1,79
7
Phenol
1,84
8
Phenol
1,58
9
3-methoxy pyridine
4,03
10
2-hydroxy-3-methyl-2-C
3,18
11
Tetrahydro-2H-pyran-2-one
1,10
12
2-methoxy phenol
0,49
13
2-methyl-3-buten-2-ol
44,84
14
Maltol
2,52
15
4(1H)-pyridinone
0,37
16
2-methyl-3-pyridinol
1,40
17
Thiazole
8,31
18
1-methoxy-1-cyclopropylpentane
2,50
19
3-ethyl-1-pentene
6,51
20
3-methoxy-1,2-benzenediol
2,02
21
2,6-dimethoxy phenol
4,90
78
Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen Sebelum Ekstraksi No
Sampel
Bobot kering
Bobot kondensat
Rendemen
sampel (g)
(g)
(% b/b)
1
Tempurung 1
2292,32
851
37,12
2
Tempurung 2
2239,46
959
42,82
3
Tempurung 3
2258,94
816
36,12
4
Sabut 1
427,12
191
44,72
5
Sabut 2
508,57
239
47,00
6
Sabut 3
417,25
232
55,60
Contoh Perhitungan : Tempurung 1 Persen Rendemen
= Bobot Kondensat (g)
x 100 %
Bobot kering sampel = 851 (g)
x 100 %
2292,32 = 37,12 %
79
Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen Sesudah ekstraksi
No
Sampel
Vol. sampel (ml)
Vol. pelarut (ml)
Vol. Produk (ml)
Vol. Terlarut (ml)
Vol. Terekstrak (%)
1
Tempurung 1-Heksan
200
200
208
8
3,846
2
Tempurung 2-Heksan
200
200
205
5
2,439
3
Tempurung 3-Heksan
200
200
207
7
3,382
4
Tempurung 1-Etil asetat
137
137
141
4
2,837
5
Tempurung 2-Etil asetat
166
166
172
6
3,488
6
Tempurung 3-Etil asetat
113
113
117
4
3,419
7
Tempurung 1-Metanol
57
57
114
57
50,00
8
Tempurung 2-Metanol
88
88
176
88
50,00
9
Tempurung 3-Metanol
57
57
114
57
50,00
10
Sabut1-Heksan
50
50
51
1
1,961
11
Sabut 2-Heksan
50
50
51
1
1,961
12
Sabut 3-Heksan
50
50
51
1
1,961
13
Sabut 1-Etil asetat
34
34
35
1
2,857
14
Sabut 2-Etil asetat
30
30
31
1
3,226
15
Sabut 3-Etil asetat
30
30
30,5
0,5
1,639
16
Sabut1-Metanol
15
15
30
15
50,00
17
Sabut 2-Metanol
15
15
30
15
50,00
18
Sabut 3-Metanol
18,5
18,5
37
18,5
50,00
Contoh Perhitungan : Sabut 1-Etil asetat Persen Rendemen
= Volume terlarut (ml)
x 100 %
Volume produk (ml) = 1 (ml)
x 100 %
35 (ml) = 2,857 %
80
Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam Sebelum Ekstraksi
1
Tempurung 1
Bobot sampel (g) 10,371
0,098039
Kadar asam (%) 15,29
2
Tempurung 2
10,406
27,05
0,09901
15,44
3
Tempurung 3
10,418
28,15
0,09901
16,05
4
Sabut 1
10,267
10,35
0,098039
5,930
5
Sabut 2
10,155
11,50
0,098039
6,661
6
Sabut 3
10,147
11,95
0,098522
6,962
No
Sampel
Vol. NaOH titrasi (ml) 26,95
NaOH (N)
Sesudah Ekstraksi
1
Tempurung 1-Heksan
6,654
Vol. NaOH titrasi (ml) 0,385
2
Tempurung 2-Heksan
6,685
3
Tempurung 3-Heksan
4
No
Sampel
Bobot sampel (g)
NaOH (N)
Kadar Asam (%)
0,103
0,358
0,420
0,104
0,393
6,645
0,300
0,106
0,288
Tempurung 1-Etil asetat
9,339
9,95
0,103
6,59
5
Tempurung 2-Etil asetat
9,409
12,6
0,104
8,37
6
Tempurung 3-Etil asetat
9,405
9,10
0,103
5,98
7
Tempurung 1-Metanol
9,217
8,50
0,103
5,70
8
Tempurung 2-Metanol
9,177
8,70
0,104
5,93
9
Tempurung 3-Metanol
9,212
10,5
0,103
7,05
10
Sabut1-Heksan
6,617
0,0900
0,103
0,0841
11
Sabut 2-Heksan
6,637
0,175
0,103
0,163
12
Sabut 3-Heksan
6,604
0,100
0,104
0,0946
13
Sabut 1-Etil asetat
9,193
4,45
0,103
3,00
14
Sabut 2-Etil asetat
9,161
4,70
0,103
3,17
15
Sabut 3-Etil asetat
9,182
3,24
0,106
2,25
16
Sabut1-Metanol
9,3
3,40
0,103
2,26
17
Sabut 2-Metanol
9,221
3,75
0,103
2,52
18
Sabut 3-Metanol
9,199
3,70
0,106
2,57
81
Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam Rafinat (crude) dari ekstraksi
1
Tempurung 1-Heksan-C
Bobot sampel (g) 10,34
2
Tempurung 2-Heksan-C
10,38
26,9
0,104
16,20
3
Tempurung 3-Heksan-C
10,40
32,0
0,106
19,63
4
Tempurung 1-Etil asetat-C
10,16
17,4
0,103
10,60
5
Tempurung 2-Etil asetat-C
10,17
16,4
0,104
10,10
6
Tempurung 3-Etil asetat-C
10,21
20,6
0,103
12,48
7
Sabut1-Heksan-C
10,25
11,7
0,103
7,060
8
Sabut 2-Heksan-C
10,15
1,45
0,103
8,840
9
Sabut 3-Heksan-C
10,15
12,9
0,104
7,943
10
Sabut 1-Etil asetat-C
10,15
6,40
0,103
3,900
11
Sabut 2-Etil asetat-C
10,05
6,70
0,103
4,124
12
Sabut 3-Etil asetat-C
10,07
7,20
0,106
4,566
No
Sampel
vol, NaOH titrasi (ml)
NaOH (N)
28,6
0,103
Kadar asam (%) 17,10
Contoh perhitungan : Tempurung 1-Heksan-C Kadar Asam = Vol, NaOH (l) × N NaOH × BM as, Asetat x fak, pengenceran ×100% Bobot Sampel (g) = 28,6 (ml) x 1 (l) × 0,103 × 60 x 10 x 100 % 10,343(g) x 1000 (ml) = 17,10 %
82
Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol Sebelum Ekstraksi
1
Tempurung 1
Kadar fenol (g/l) 2419,16
2
Tempurung 2
2625,14
1057,6
2,482
3
Tempurung 3
2649,10
1057,6
2,505
4
Sabut 1
2754,50
1057,6
2,604
5
Sabut 2
2260,02
1057,6
2,137
6
Sabut 3
1034,73
1057,6
0,9784
No
Sampel
BJ fenol (g/ml) 1057,6
Kadar fenol (%) 2,287
Sesudah Ekstraksi
No
Sampel
Kadar Fenol (g/l)
BJ fenol (g/ml)
Kadar fenol (%)
1
Tempurung 1-Heksan
447,98
1057,6
0,4236
2
Tempurung 2-Heksan
553,39
1057,6
0,5233
3
Tempurung 3-Heksan
394,08
1057,6
0,3726
4
Tempurung 1-Etil asetat
1031,3
1057,6
0,9751
5
Tempurung 2-Etil asetat
1112,8
1057,6
1,052
6
Tempurung 3-Etil asetat
1057,7
1057,6
1,000
7
Tempurung 1-Metanol
376,11
1057,6
0,3556
8
Tempurung 2-Metanol
309,03
1057,6
0,2922
9
Tempurung 3-Metanol
449,18
1057,6
0,4247
10
Sabut1-Heksan
306,64
1057,6
0,2899
11
Sabut 2-Heksan
318,62
1057,6
0,3013
12
Sabut 3-Heksan
228,78
1057,6
0,2163
13
Sabut 1-Etil asetat
1137,9
1057,6
1,076
14
Sabut 2-Etil asetat
922,31
1057,6
0,8721
15
Sabut 3-Etil asetat
715,09
1057,6
0,6761
16
Sabut1-Metanol
471,94
1057,6
0,44624
17
Sabut 2-Metanol
190,45
1057,6
0,1801
18
Sabut 3-Metanol
174,88
1057,6
0,1654
83
Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol Rafinat (crude) dari ekstraksi
1
Tempurung 1-Heksan-C
Kadar Fenol (g/l) 1215,8
1057,6
Kadar fenol (%) 1,150
2
Tempurung 2-Heksan-C
1246,9
1057,6
1,179
3
Tempurung 3-Heksan-C
1250,5
1057,6
1,182
4
Tempurung 1-Etil asetat-C
553,39
1057,6
0,5233
5
Tempurung 2-Etil asetat-C
519,85
1057,6
0,4915
6
Tempurung 3-Etil asetat-C
693,53
1057,6
0,6558
7
Sabut1-Heksan-C
1221,7
1057,6
1,155
9
Sabut 2-Heksan-C
989,39
1057,6
0,9355
11
Sabut 3-Heksan-C
913,93
1057,6
0,8642
10
Sabut 1-Etil asetat-C
693,53
1057,6
0,6558
12
Sabut 2-Etil asetat-C
291,07
1057,6
0,2752
8
Sabut 3-Etil asetat-C
-
-
-
No
Sampel
BJ fenol (g/ml)
Contoh Perhitungan : Tempurung 1-Heksan-C Kadar Fenol (%)
= Kadar Fenol (g/l) × 1 l BJ Fenol (g/ml) 1000 ml = 1215,8 (g/l) × 1 l 1,0576 (g/ml) 1000 ml = 1,150 %
84
Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis Sebelum Ekstraksi
Tempurung 1
Bobot Piknometer kosong (g) 16,544
Bobot piknometer dan air (g) 27,377
27,779
Bobot jenis (g/ml) 1,037
2
Tempurung 2
13,005
18,494
18,717
1,041
3
Tempurung 3
17,038
26,899
27,311
1,042
4
Sabut 1
17,029
26,891
27,154
1,027
5
Sabut 2
17,029
26,891
27,044
1,016
6
Sabut 3
17,029
26,891
27,036
1,015
No,
Sampel
1
Bobot piknometer dan sampel (g)
Sesudah Ekstraksi
1
Tempurung 1-Heksan
15,69
25,857
Bobot piknometer dan sampel (g) 22,455
2
Tempurung 2-Heksan
15,691
25,848
22,481
0,6685
3
Tempurung 3-Heksan
15,69
25,848
22,44
0,6645
4
Tempurung 1-Etil asetat
15,69
25,858
25,186
0,9339
5
Tempurung 2-Etil asetat
15,69
25,857
25,257
0,9410
6
Tempurung 3-Etil asetat
15,69
25,858
25,253
0,9405
7
Tempurung 1-Metanol
15,69
25,858
25,062
0,9217
8
Tempurung 2-Metanol
15,69
25,847
25,011
0,9177
9
Tempurung 3-Metanol
15,69
25,857
25,056
0,9212
10
Sabut1-Heksan
15,689
25,848
22,411
0,6617
11
Sabut 2-Heksan
15,69
25,849
22,432
0,6637
12
Sabut 3-Heksan
15,69
25,848
22,398
0,66034
13
Sabut 1-Etil asetat
15,69
25,857
25,036
0,9192
14
Sabut 2-Etil asetat
15,691
25,845
24,996
0,9164
15
Sabut 3-Etil asetat
15,691
25,847
25,028
0,9194
16
Sabut1-Metanol
15,69
25,857
25,037
0,9193
17
Sabut 2-Metanol
15,691
25,848
25,037
0,9202
18
Sabut 3-Metanol
15,691
25,857
25,035
0,9191
No
Sampel
Bobot piknometer kosong (g)
Bobot piknometer dan air (g)
Bobot jenis (g/ml) 0,6654
85
Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis Rafinat (crude) dari ekstraksi
1
Tempurung 1-Heksan-C
15,69
25,857
Bobot piknometer dan sampel (g) 26,206
2
Tempurung 2-Heksan-C
15,691
25,848
26,234
1,038
3
Tempurung 3-Heksan-C
15,69
25,848
26,257
1,040
4
Tempurung 1-Etil asetat-C
15,69
25,858
26,017
1,016
5
Tempurung 2-Etil asetat-C
15,69
25,857
26,027
1,017
6
Tempurung 3-Etil asetat-C
15,69
25,858
26,070
1,021
7
Sabut1-Heksan-C
15,689
25,848
26,101
1,025
8
Sabut 2-Heksan-C
15,69
25,849
25,997
1,015
9
Sabut 3-Heksan-C
15,69
25,848
26,000
1,015
10
Sabut 1-Etil asetat-C
15,688
25,857
26,006
1,015
11
Sabut 2-Etil asetat-C
15,691
25,848
25,898
1,005
12
Sabut 3-Etil asetat-C
15,691
25,847
25,914
1,007
No Sampel
Bobot piknometer kosong (g)
Bobot piknometer dan air (g)
Bobot jenis (g/ml) 1,034
Contoh perhitungan : Tempurung1-Heksan-C Bobot Jenis = Bobot piknometer dan sampel (g) – Bobot piknometer kosong (g) Bobot piknometer dan air (g) – Bobot piknometer kosong (g) = 26,206 (g) – 15,69 (g) 25,857 (g) – 15,69 (g) = 1,034 g/ml
86
Lampiran 27. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Analisa Asap Cair Bahan (tempurung dan sabut kelapa) Dibersihkan, dipotong-potong (tempurung kelapa), dilepaskan seratnya (sabut kelapa). Pengukuran kadar air dan kadar abu untuk setiap bahan Ditimbang sebanyak 2- 3,0 kg untuk tempurung kelapa dan 0,4-0,6 kg untuk sabut kelapa. Dimasukkan ke dalam tabung pirolisis. Tabung pirolisis ditutup dan dirangkai
Bahan dalam tabung dibakar dengan suhu 300°C selama 5 jam Setelah proses pembakaran berlangsung ±10 menit, dialirkan air secara kontinyu ke dalam tabung pendingin. Asap cair ditampung
Asap cair disaring Analisa asap cair
Asap cair difraksinasi dengan ekstraksi
Analisa asap cair
Uji coba
Karakterisasi dengan GC-MS
87
Lampiran 28. Diagram Alir Proses Uji Coba Asap Cair Uji coba
Ikan Selar
Pisang Mas
Dibersihkan dan dicuci
Dilepaskan dari sisirnya, dibersihkan
Perendaman dalam fraksi asap cair
Perendaman dengan asap cair
Pengamatan
Pengamatan
88
Lampiran 29. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia a. Rendemen (LTP, 1974) Rendemen diukur berdasarkan volume kondensat yang dihasilkan (ml) dari setiap satuan berat bahan yang dibakar, Rendemen (%) =
Volume (ml)
× 100 %
Berat bahan (gram) b. pH (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 10 ml diukur dengan menggunakan pH meter, dengan terlebih dahulu dilakukan standarisasi dengan buffer pH 4,0 dan 7,0, pengukuran sampel dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter ke dalam sampel dan skala dibaca setelah jarum penunjuk konstan, c. Total Asam Tertitrasi (SNI, 01-3207-1992) Sampel sebanyak 10 gram diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades, Larutan sampel sebanyak 10 ml ditambah indikator fenolphthalein sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir titrasi, yaitu berubahnya warna sampel menjadi merah keunguan dan stabil (tidak berubah bila dihomogenkan), Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam asetat, % Total Asam = V × N × BM × 100 % BC V
= Volume titar NaOH
N = Normalitas NaOH BM = Berat molekul asam asetat BC = Bobot contoh (gram) d. Kadar Fenol (Hammerschidt, 1978) Sampel sebanyak 10 ml disentrifuse pada 400 rpm selama 10 menit, Lalu 10 ml sampel ditempatkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml etanol 95 % dan 5 ml air destilat ke dalam tabung reaksi tersebut, Kemudian ditambahkan 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu ke masing-masing tabung
89
tersebut, Diamkan selama 5 menit, lalu ditambahkan 1 ml Na2S2O3 5 % ke tiap-tiap sampel, lalu dikocok dalam Vortex Shaker, lalu disimpan dalam ruang gelap selama 60 menit, Setelah 60 menit, sampel kembali dikocok dengan menggunakan Vortex Shaker dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm, Pembuatan kurva standar : 0,2 % asam galat dibuat dengan pelarut air, Kemudian ambil masing-masing 0, 1, 2, 3, 4, 5 ml dan masukkan dalam labu ukur 10 ml, Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu ukur sampai tanda tera, Kemudian masing-masing standar dipipet ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml etanol 95 %, 5 ml akuades, 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu, dan 1 ml Na2CO3 5 %, Diamkan selama 60 menit, lalu di ukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm, e. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998) Piknometer dibersihkan dengan alkohol, kemudian dikeringkan dan ditimbang dengan teliti, Sampel diisi ke dalam piknometer sampai melebihi tanda tera, kemudian ditutup dan dihindarkan dari adanya gelembung-gelembung udara, bagian luar piknometer dikeringkan dari bahan yang menempel, Piknometer yang telah diisi oleh akuades didiamkan beberapa saat, kemudian ditimbang, Bobot Jenis = (berat sampel + berat piknometer kosong) – berat piknometer kosong (gr) (berat air + berat piknometer kosong) – berat piknometer kosong (gr) f. GC-MS Instrument
:
Agilent
Technologies
6890
Gas
Chromatograph with Auto Sampler and 5973 Mass Selective Detector and Chemstation Data System Ionisation mode
:
Electron Impact
Electron energy
:
70 eV
Coloumn
:
HP Ultra , Capillary Coluomn Length 50 (m) × 0,2 (mm) I,D × 0,11 (µm)
90
Film Thickness Oven temperature
:
Initial temperature at 60 ºC hold for 2 minutes, rising at 5 ºC/min to 280 ºC hold for 5 minutes
Injection port temperature
:
250 ºC
Ion source temperature
:
230 ºC
Interface temperature
:
280 ºC
Quadrupole temperature
:
140 ºC
Carrier gas
:
Helium
Colounm mode
:
Constant flow
Flow coloumn
:
0,6 µL/minute
Injection volume
:
5 µL
Split
:
100 : 1
91