PEMBELAJARAN KONSEP KONSERVASI LUAS SEBAGAI PENGANTAR DALAM KONSEP PENGUKURAN LUAS
Funny, r.a E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Konsep konservasi luas tidak tertulis secara ekplisit dalam Kurikulum di Indonesia. Beberapa buku matematika untuk sekolah dasar di Indonesia telah memasukkan konsep konservasi luas tetapi tidak dianggap sebagai suatu topic tersendiri. Bagaimanapun juga, pentingnya konsep konservasi luas untuk dipelajari oleh siswa telah diajukan sejak 1981 oleh Piaget. Dalam rangka memahami bagaimana siswa belajar konsep konservasi luas sebagai persiapan untuk belajar pengukuran luas, penelitian ini telah mendesain suatu aktivitas intsruksional untuk siswa kelas tiga sekoalh dasar di Surabaya. Dengan menggunakan metode design research, penelitian ini merancang lima aktivitas pembelajaran yang mengacu pada PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia) dengan menggunakan konteks “sawah”. Dalam implementasinya, lima aktivitas pembelajaran ini dapat memunculkan ide bahwa komposisi ulang dan hubungan bagian-keseluruhan pada konsep konservasi ulang. Dari aktivitas-aktivitas tersebut, siswa membangun pemahaman bahwa komposisi ulang akan mengawetkan luas dari suatu bangun karena tidak ada bagian yang bangun tersebut yang dibuang atau tersisa (identitas). Mereka juga menemukan bahwa dua bangun dapat memiliki luas yang sama walau bentuknya berbeda. Bagaimanapun juga, beberapa siswa masih kesulitan dalam melakukan komposisi ulang. Mereka kesulitan untuk menentukan bagian mana yang harus dipotong dan dimana akan diletakkan. Kata kunci: Belajar pengukuran luas, konsep konservasi luas, persiapan
Kurikulum Indonesia untuk matematika di tingkat SD kelas 6 meminta siswa untuk dapat menemukan luas dari poligon (segibanyak) yang terdiri dari kombinasi dua bangun datar sederhana (Depdiknas, 2006). Jika ingin mencari luas dari kombinasi bangun datar, siswa harus dapat mencari luas dari setiap bangun datar dan menjumlahkanya sehingga mendapatkan luas dari bangun secara keseluruhan. Tetapi kadang batas dari bangun datar-bangun datar tersebut tidak jelas. Selain itu, nantinya siswa akan menemui kombinasi lebih dari dua bangun datar atau menemui poligon tidak beraturan. Dalam rangka mempersiapkan siswa untuk menghadapi masalah tersebut, mereka harus memahami konsep konservasi luas. Karena siswa dapat mengubah poligon
tidak beraturan tersebut ke dalam bentuk persegi atau persegi panjang atau segiempat lainnya yang dapat dengan mudah dicari luasnya. Atau bahkan siswa dapat membagi poligon tak beraturan tersebut ke dalam beberapa bentuk segiempat yang familiar sehingga siswa dapat menghitung luasnya dengan menjumlahkan luas dari beberapa bagian tersebut. Kedua strategi diatas tertuang dalam dua ide pokok dalam konsep konservasi luas, yaitu recomposing shape dan part-whole relation yang sangat berguna untuk mencari luas dari poligon tak beraturan atau kombinasi dari bangunbangun datar yang lebih kompleks (Kordaki&Potari, 1998). Bagaiamanapun juga, dalam kurikulum di Indonesia, masih belum ada pembelajaran terhadap konsep
512
513, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
konservasi luas secara langsung. Konsep ini tidak secara langsung tersurat dalam standar kompetensi matematika di Sekolah Dasar. Sehingga banyak guru yang kurang memperhatikan konsep konservasi luas dalam belajar pengukuran luas. Terkadang beberapa guru mengajarkan konsep ini hanya pada saat siswa menghadapi soal yang membutuhkan penggunakaan konsep konservasi luas. Beberapa penelitian tentang pembelajaran konsep konservasi luas pada siswa seperti Kordaki [2003] yang menggunakan computer “microworld” untuk mengajarkan konsep konservasi luas untuk siswa SMP kelas 2 di Mesir. Sebelumnya, Kordaki dan Potari [1998] berpendapat bahwa melompati pembelajaran konservasi luas, meniadakan aktivitas untuk memanipulasi luas atau mengajarkan rumus luas terlalu awal dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam materi pengukuran luas pada akhirnya. Jadi, sebagai pendidik kita harus mencegah hal ini dengan memberikan siswa kesempatan untuk belajar konsep konservasi luas. Seperti, Clement and Stephan [2003] yang memasukkan konsep konservasi luas dalam lima tahap yang siswa harus lalui untuk belajar pengukuran luas. Sementara itu, Piaget (1960 seperti dikutip pada Taluomis, 1975) menyatakan bahwa konstruksi pemahaman siswa pada konsep konservasi dan pengukuran luas berkembang berkesinambungan melalui tahap demi tahap, dimana konsep konservasi mendahului pengukuran. Jadi masih belum ada penelitian tentang bagaimana pembelajaran konsep konservasi luas sebelum siswa belajar tentang pengukuran luas. Sedangkan di Indonesia, konsep pengukuran luas diajarkan pertama kali pada siswa kelas 3 Sekolah Dasar. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendesain suatu aktivitas pembelajaran untuk mengajarkan konsep kon-
servasi luas sebelum siswa kelas 3 SD di Indonesia belajar tentang pengukuran luas. Penelitian ini akan mengembangkan suatu rangkaian aktivitas pembelajaran untuk mengetahui bagaiman siswa belajar konsep konservasi luas sebagai pendahuluan belajar pengukuran luas. Desain dari rangkaian aktivitas pembelajaran akan fokus pada poligon tak beraturan. Perkembangan siswa akan diamati pada segi pemahaman siswa pada konsep pengawetan bangun ketika bangun tersebut ditata ulang (recomposed) , dan juga dari segi pemikiran siswa bahwa jumlah dari bagian-bagian bangun datar akan sama dengan bangun datar secara keseluruhan. Selain itu, kemampuan siswa untuk memanipulasi poligon tak beraturan ke bentuk persegi atau persegi panjang akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menganalisa perkembangan siswa dalam memahami konsep konservasi luas. KAJIAN TEORI Konsep Konservasi Luas Luas dari suatu bangun datar dapat diawetkan walau bentuk dari bangun itu diubah (Kordaki, 2003). Piaget et al., (1981 seperti dikutip Kordaki, 2003) berpendapat bahwa konservasi luas berarti luas suatu bangun datar yang terdiri dari beberapa bangun-bangun lebih kecil yang diorganisir menjadi satu kesatuan bangun datar tidak akan berubah walaupun bagianbagian kecil tersebut disusun kembali. Karena modifikasi pada bentuk tidak akan merubah luas bangun datar itu selama tidak ada bagian-bagian kecilnya yang hilang atau bertambah. Sehingga, dua ide pokok pada konservasi luas, recomposing shape dan part-whole relation akan mengarahkan siswa pada hal yang berbeda. Ide recomposing shape akan membantu siswa memahami penyusunan kembali suatu bangun datar untuk disesuaikan dengan bentuk yang lain atau konfigurasi pada
Funny, Pembelajaran Konsep Konservasi Luas, 514
suatu bangun datar ke dalam bentuk yang lain akan mengawetkan luasnya selama tak ada bagian yang hilang atau ditambahkan. Selain itu, ide recomposing shape juga berhubungan dengan konsep reversibility, sesuatu setelah mendapat perlakuan tertentu kemudian dapat dikembalikan lagi kepada keadaan semula tanpa kuramg suatu apapun. Siswa dapat menguasai konsep konservasi luas melalui aktivitas gunting-tempel dalam rangka menyusun kembali bangun-bangun datar yang ada (Kordaki&Potari, 1998). Sehingga penelitian ini akan mengunakan strategi guntingtempel sebagai aktivitas pembelajaran siswa dalam penyusunan ulang suatu bangun datar. Menurut Kordaki [2003], tidaklah mudah bagi siswa untuk memahami kemungkinan persamaan dari luas suatu bangun ketika ditampilkan dalam bentuk yang berbeda karena mereka masih menggunakan persepsi dalam menarik kesimpulan. Selain itu, siswa juga tidak terbiasa untuk membandingkan luas dari bangun satu dengan bangun yang lain karena mereka terlalu fokus pada bagian yang lebih dominan (lebih panjang/lebih lebar) (Carpenter, 1976; Hughes&Rogers, 1979 seperti dikutip pada Kordaki, 2003). Siswa membutuhkan aktivitas yang dapat membuat mereka berpikir bahwa persepsi mereka bisa saja salah. Mereka membutuhkan alat yang dapat membuktikan persepsi mereka. Dalam penelitian ini, siswa akan diberikan model dari bangun datar yang terbuat dari kertas ketika siswa belajar membandingkan bangun datar. Dengan memanipulasi model dari bangun datar tersebut, siswa dapat menginvestigasi dan membuktikan persepsi mereka terhadap konsep konservasi luas. Menurut Kordaki [2003] pemahaman konsep konservasi luas juga berhubungan dengan bentuk dari bangun datar yang dikonservasi. Kemungkinan
adanya konsep konservasi luas pada bangun datar sederhana seperti persegi, persegi panjang, jajaran genjang atau segitiga akan lebih mudah dipahami siswa sebagai awal dari pembelajaran konservasi luas. Sementara, bangun dengan bentuk tak beraturan tak disarankan untuk ditampilkan pada pembelajaran ini karena siswa akan cenderung untuk menggunakan kertas berpetak. Mereka akan menghitung jumlah petak yang ada didalam bangun tak beraturan tersebut sebagai penganti luasnya. Padahal, penggunaan kertas berpetak akan menghilangkan konsep konservasi luas karena siswa cenderung hanya menggunakan jumlah petaknya sebagai pembuktian dua bangun berbeda bisa mempunyai luas yang sama. Oleh karena itu, penelitian ini hanya menggunakan bangun datar sederhana pada awal pembelajaran konsep konservasi luas yang nantinya akan menggunakan poligon tak beraturan untuk mengeksplor kemampuan siswa dalam menyusun ulang suatu bangun. PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) Penelitian ini menggunakan PMRI sebagai pendekatan untuk mendesain aktivitas pembelajaran. PMRI dirasa sangat sesuai karena karakteristik pembelajaran konsep konservasi luas sejalan dengan prinsip-prinsip PMRI, yaitu guided reinvention, didactical phenomenology, and emergent models (Gravemeijer, 1994 seperti dikutip oleh Wintarti, 2011) Menurut Baruch, Conway dan Jordan (n.d) pengetahuan tentang konservasi luas tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa. Siswa harus merasakan sendiri pengalaman mengkonservasi luas karena konsep dari konservasi luas adalah konsep yang abstrak yang hanya dapat dipahami dengan pengalaman secara langsung daripada persepsi. Selain itu, desain innovatif pada rangkaian aktivitas pembe-
515, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
lajaran pada konsep konservasi luas akan lebih memperhatikan proses berpikir siswa daripada hasil nya yang sesuai dengan prinsip guided reinvention. Dalam pengembangan rangkaian pembelajaran penelitian yang berdasarkan prinsip-prinsip PMRI, aktivitas pembelajaranya harus berasal dari lima karakteristik PMRI yang diusung oleh Treffers (1981, seperti dikutip oleh Zulkardi, 2002). Lima karakteristik tersebut adalah eksplorasi, penggunaan model dan simbol untuk kontinuitas pembelajaran matematika, penggunaan konstruksi dan hasil pemikiran siswa, interaktivitas dan keterhubungan dengan materi lain. Penggunaan konteks nyata dan bermakna, “membuat taplak meja dari kain perca” akan dielaborasi sebagai titik awal dalam rangkaian pembelajaran pada penelitian ini. Konteks ini bertujuan untuk membuat siswa memikirkan untuk menggunakan strategi gunting-tempel dalam membuat taplak meja. Konteks ini memenuhi karakteristik pertama PMRI, eksplorasi. Strategi untuk menentukan bagian mana yang harus dipotong dan dimana akan diletakkan, digunakan sebagai model untuk memfasilitasi kontinuitas pembelajaran matematika pada siswa. Dengan strategi ini intuisi siswa akan dibawa menuju konsep matematika formal. Hal ini sesuai dengan karakteristik kedua PMRI. Siswa akan menemukan cara mereka sendiri ketika menggunting dan menempel bentuk bangun datar. Hal ini sesuai dengan katakteristik ketiga PMRI. Selain itu, aka nada diskusi kelas dan kerja kelompok yang memungkinkan siswa dapat berkomunikasi, membandingkan dan memberikan alasan pad aide-ide atau pendapat-pendapat siswa. Hal ini sesuai dengan karakteristik keempat PMRI. Karakteristik terakhir diadaptasikan pada desain penelitian ini dengan keterhubungannya konsep konservasi luas dengan
pengukuran luas dan bangun datar (geometri). METODE Penelitian ini menggunakan metode design research yang bertujuan untuk mengembangkan Local Instructional Theory yang akan berkontribusi pada perbaikan pendidikan matematika di Indonesia. Inovasi dari desain rangkaian pembelajaran pada konsep konservasi luas akan lebih memperhatikan proses berpikir siswa, bukan hasil belajar siswa. Rangkaian pembelajaran yang didesain terbagi dalam dua ide pokok, yaitu recomposing shape dan part-whole relation. Kedua ide pokok akan dipelajari siswa melalui prinsip-prinsip PMRI. Penelitian ini menggunakan konteks “membuat taplak meja dari kain perca” dan “ sawah di Indonesia” . Kedua konteks tersebut tergambarkan secara jelas pada lima rangkaian pembelajaran; 1) membuat taplak meja, 2) membandingkan sawah 3) jual-beli sawah 4) musim panen dan 5) rekomposisi poligon tak beraturan. Konteks kain perca dan sawah dipilih karena kefamiliarannya pada kalangan siswa SD. Selain itu, konteks ini akan membuat siswa berkesempatan untuk menemukan strategi gunting-tempel dari proses berpikir mereka sendiri. Strategi inilah yang kemudian akan dikembangkan menjadi model untuk menjembatani aktivitas informal matematika (guntingtempel) kepada aktivitas formal matematika (konsep konservasi luas). Penelitian ini dilakukan di SD ALHikmah Surabaya. Prediksi lintasan belajar siswa (Hypothetical Learning Trajectories) telah dibuat untuk mendukung rumusan tujuan pembelajaran dan asumsi-asumsi proses berpikir siswa yang akan digunakan untuk mengantisipasi hasil pemikiranpemikiran siswa. Selain itu, hal tersebut digunakan untuk mendukung pemahaman
Funny, Pembelajaran Konsep Konservasi Luas, 516
para pelaku penelitian (guru dan peneliti) yang terlibat penelitian ketika pembelajaran berlangsung dikelas. Percobaan pengajaran dikelas dibagi dalam dua siklus. Siklus 1 melibatkan 6 siswa kelas 3C yang dipiih secara acak sesuai dengan kemampuan akademik mereka (heterogen). Guru yang bertugas mengajar pada siklus 1 adalah peneliti sendiri dengan tujuan untuk mengevaluasi implementasi dari Prediksi Lintasan Belajar siswa yang telah dibuat oleh peneliti. Berdasarkan hasil dari siklus 1, Prediksi Lintasan Belajar siswa akan direvisi dan akan diuji coba kembali pada siklus 2 dengan siswa satu kelas, yaitu kelas 3D dengan gurunya adalah guru matematika di sekolah tersebut, yaitu Bu Lila. Penelitian ini juga membuat RPP untuk guru yang mana RPP tersebut adalah kombinasi dari Prediksi Lintasan Belajar siswa dengan petunjuk guru pada rangkaian pembelajaran. Instrumen Siswa akan mendapati lima aktivitas yaitu, membuat taplak meja, membandingkan sawah, jual-beli sawah, musim panen dan rekomposisi ulang poligon tak beraturan. Urutan aktivitas-aktivitas tersebut disusun sedemikian rupa agar dapat saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, siswa harus melalui aktivitas pertama untuk dapat melakukan aktivitas kedua dan seterusnya demikian. Aktivitas membuat taplak meja terdiri dari lembar kerja siswa individual maupun kelompok dan lembar latihan. Pada aktivitas ini, siswa diminta membayangkan kemungkinan untuk membuat taplak meja yang pas dengan meja yang ada hanya dengan melihat gambar (tanpa diberikan kain dan meja). Kemudian mereka akan diberikan model dari kain perca dan model meja Barbie untuk digunakan membuktikan jawaban mereka atas kemungkinan membuat taplak meja
digambar (sebagai hands-on activity). Selanjutnya, siswa akan berlatih menggunakan pemahaman mereka dengan mengerjakan latihan – latihan. Aktivitas kedua, membandingkan sawah terdiri dari tiga masalah. Masalah pertama meminta siswa untuk membandingan sawah Pak Darma dan Pak Badrun yang mempunyai bentuk berbeda walau sebenenarnya mempunyai luas yang sama. Masalah kedua meminta siswa untuk menentukan mana yang lebih besar dari tiga sawah milik Pak Badrun, Pak Darma dan Pak Salman. Masalah ini dibuat untuk membawa siswa menyadari bahwa karena sawah Pak Badrun dan Pak Darma besarnya sama, maka mereka hanya tingal membandingkan sawah Pak Salman dengan Pak Badrun atau Pak Darma. Masalah ketiga mengembangkan kreativitas siswa untuk menemukan sawah yang besarnya sama dengan sawah Pak Salman tetapi memiliki bentuk yang berbeda. Aktivitas ketiga, jual-beli sawah mengarahkan siswa untuk memahami bahwa penyusunan ulang bentuk suatu bangun akan mengawetkan luas dari bangun tersebut asalkan tak ada bagian yang tercecer (hilang) atau bertambah ketika proses penyusunan ulang tersebut. Konsep identitas secara tak langsung akan dipelajari siswa dalam aktivitas ini. Aktivitas keempat menggunakan angka (jumlah produksi beras pada tiaptiap sawah-dalam ton) untuk menunjukkan ide part-whole relation antara petak-petak sawah kecil dengan sawah besar. Siswa akan belajar bagaimana menentukan banyaknya produksi beras yang dihasilkan sawah besar jika mereka hanya diberitahu bahwa banyaknya produksi beras oleh petak sawah berbentuk persegi. Aktivitas kelima, penyusunan ulang poligon tak beraturan diberikan untuk mengeksplor kemampuan geometri
517, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
siswa dalam hal menyusun ulang poligon tak beraturan menjadi persegi atau persegi panjang. HASIL DAN PEMBAHASAN Restropective Analysis dari Siklus 1 dan Siklus 2 Rangkaian dari aktivitas pembelajaran pada penelitian ini dapat diikuti oleh siswa dengan baik. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat membantu siswa memahami konsep konservasi luas. Tiga aktivitas pertama membantu siswa mendapatkan pemahaman bahwa penyusunan ulang suatu bangun datar dapat mengawetkan luas bangun datar tersebut. Aktivitas membuat taplak meja memunculkan kesadaran siswa untuk menggunakan strategi gunting-tempel dalam penyusunan taplak meja dari kain perca. Tetapi pada siklus 1 siswa tidak dapat memahami konsep konservasi secara langsung. Mereka butuh melalui beberapa aktivitas selanjutnya untuk memahamimnya. Sehingga pada siklus 2, peranan guru lebih ditingkatkan untuk mengarahkan siswa memahami konsep konservasi sedari awal. Guru tersebut memberikan pertanyaan-pertanyaan sebagai petunjuk pada siswa, seperti pada percakapan dibawah ini.
Gambar 1.1 Gambar yang digunakan guru untuk mendukung siswa memahami bahwa penyusunan ulang bangun mengawetkan luasnya
Guru
: “Besar mana kain pada gambar no 1 atau kain yang telah diubah
dalam bentuk taplak meja seperti gambar no 3?” Siswa : Sama ..........(beberapa siswa)........besar no 1 ..............besar no 3........... Karena siswa tersebut masih berbeda pendapat tentang jawabannya, maka guru mengulangi pertanyaannya dengan menambahkan petunjuk bahwa taplak meja pada gambar no 3 terbentuk dari kain pada gambar no 1 yang telah digunting dan ditempel (seperti gambar no 2 di gambar 1.1). Tetapi siswa tetapi masih bingung karena masih banyak diantara mereka yang menjawab besar kedua kain tidak sama. Akhirnya guru memberikan pertanyaan tambahan, “ Apakah dari proses gunting-tempel kain perca menjadi taplak meja ada bagian yang terbuang? Atau ada bagian yang ditambahkan?” Siswa dengan serempak menjawab “tidak”. Kemudian, dari pertanyaan inilah pemahaman siswa akan konsep konservasi luas pada aktivitas membuat taplak meja di siklus 2 dapat dimunculkan. Selain itu, aktivitas membandingkan sawah dapat memunculkan ide-ide siswa dalam menyusun ulang suatu bangun. Siswa menemukan dua cara menyusun ulang suatu bangun yang tetap mengawetkan luasnya, 1) menyusun ulang suatu bangun untuk disesuaikan dengan bangun yang lain yang mempunyai luas sama tetapi bentuknya berbeda atau 2) menyusun ulang bangun tersebut dalam bentuk bebas asalkan tidak menghilangkan atau menambahkan bagian-bagian dari bangun tersebut. Pada siklus 1, beberapa siswa masih mengalami kesulitan pada cara kedua, tetapi pada siklus 2 karena adanya bantuan dari guru dengan memberikan interpersepsi terlebih dahulu tentang bentuk-bentuk bangun datar yang sama dan berbeda, maka siswa tidak mengalami masalah untuk menyusun ulang bangun ke dalam bentuk bebas. Sejauh
Funny, Pembelajaran Konsep Konservasi Luas, 518
ini,siswa masih bergantung pada ide bahwa selama tidak ada bagian yang hilang atau bertambah maka luas bangun datar tersebut akan sama. Sementara itu pada aktivitas ketiga, soal cerita yang tersirat esensi identitas tidak disadari oleh siswa. Pada soal sudah disebutkan bahwa ketika petani menjual sawah dengan ukuran tertentu, petani tersebut juga akan membeli sawah dengan ukuran yang sama di kota yang berbeda. Tetapi semua siswa, baik pada siklus 1 atau siklus 2, langsung membandingkan kedua gambar sawah yang ada dengan menggunakan metode menjiplak atau gunting tempel. Peneliti berasumsi bahwa siswa terkena pengaruh dari aktivitas-aktivitas sebelumnya yang meminta mereka membandingkan bangun. Pada aktivitas keempat, siswa sudah mulai menunjukkan pemahaman mereka terhadap konsep konservasi luas. Dalam menentukan jumlah beras yang dihasilkan sawah berbentuk persegi ketika mereka hanya diberitahu jumlah beras yang dihasilkan oleh sawah berbentuk jajargenjang, siswa menyusun ulang jajaran genjang menjadi bentuk persegi. Ketika jajaran genjang tersebut pas dengan persegi, siswa langsung menyimpulkan bahwa beras yang diproduksi oleh sawah berbentuk persegi itu sama dengan beras yang dihasilkan sawah berbentuk jajaran genjang. Bahkan untuk sawah yang lebih besar, siswa sudah bisa menata beberapa jajaran genjang/persegi kecil untuk disesuaikan dengan sawah besar tersebut dan menjumlahkan jumlah beras yang dihasilkan sawah jajaran genjang/ persegi kecil yang memenuhi sawah besar. Siswa melakukan hal ini pada kedua siklus, sehingga dapat disimpulkan siswa telah memahami ide part-whole relation. Pada aktivitas terakhir, beberapa siswa masih mengalami kesulitan untuk mengubah poligon tak beraturan ke bentuk
persegi atau persegi panjang tanpa mengurangi luasnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan geometri siswa masih perlu dipertajam. Karena pada aktivitas ini masih ada beberapa siswa yang menghilangkan bagian yang menonjol dari poligon tak beraturan sehingga membentuk persegi atau persegi panjang yang lebih kecil (luasnya tak sama dengan poligon tersebut). Bagaimanapun juga, banyak siswa yang sudah dapat menyusun ulang poligon tak beraturan tersebut ke dalam bentuk persegi atau persegi panjang. Bahkan beberapa dari mereka melakukannya dengan cara yang tidak terpantau pada Prediksi Lintasan Belajar yang telah dibuat. Terlihat bahwa, strategi-strategi siswa dalam menyusun ulang suatu bangun datar masih bisa dikembangkan dengan melalui aktivitas-aktivitas semacam ini. Efek rangkaian pembelajaran pada pemahaman siswa terhadap konsep konservasi luas Keputusan peneliti untuk tidak mengenalkan konsep konservasi luas dengan angka pada awal pembelajaran dirasa adalah keputusan yang tepat, karena siswa dapat mempunyai kesempatan lebih untuk mengeksplorasi kemampuan geometris mereka tanpa terganggu oleh angkaangka. Contohnya, jika ide reversibility (seperti gambar 1.1) diberikan dengan menggunakan angka (diberikan panjang dan lebar dari kain perca dan meja) siswa hanya akan fokus pada pengukuran panjang dan lebar dari kain perca dan meja. Kemudian mereka akan mengesampingkan dengan perbedaan bentuk dari meja dan kain perca. Selain itu, pemahaman siswa pada aktivitas pertama mendukung pemahaman mereka pada aktivitas kedua dan begitu seterusnya. Contohnya, jika siswa tidak dapat memahami ide recomposing shape yang dapat mengawetkan luas pada aktivitas pertama, maka siswa akan
519, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
mengalami kesulitan ketika melalukan pembelajaran aktivitas kedua. Tetapi pada beberapa siswa, pemahaman tentang ide recomposing shape yang tidak mereka temukan di aktivitas pertama dapat mereka temukan lagi ketika melakukan aktivitas kedua. Jadi rangkaian aktivitas pembelajaran yang telah didesain pada penelitian ini sangat penting untuk dilakukan secara keseluruhan tidak terputus-putus atau dilakukan bagian – perbagian. Keefektifan pada Siklus 1 untuk mendukung revisi prediksi lintasan belajar pada siklus 2 Pada siklus 1, kita menemukan beberapa hipotesa yang memerlukan beberapa petunjuk untuk dapat muncul pada proses pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti memberikan panduan kepada guru yang lebih menekankan kepada tujuan dari setiap aktivitas. Contohnya, pada diskusi kelas guru diberikan masukan untuk lebih aktif bertanya kepada siswa apakah ada bagian yang baru atau adakah bagian yang terbuang. Pertanyaan – pertanyaan ini akan memancing siswa untuk berpikir bahwa kain perca tersebut sebelum dan sesudah proses recomposing shape akan tetap sama besarnya. Selain itu, pertanyaan – pertanyaan seperti “ Mana yang lebih besar, kain perca 1 atau kain perca 2?” lebih baik diberikan penjelasan tambahan. Karena pertanyaan tersebut membuat siswa berpikir harus memilih A atau B, tanpa pernah terpikir bahwa kedua bangun tersebut bisa sama. Sehingga pada siklus 2, peneliti menambahkan penjelasan pada pertanyaan tersebut menjadi “Mana yang lebih besar? Apakah kain perca 1 lebih besar dari kain perca 2? Apakah kain perca 2 lebih besar dari kain perca 1? Atau kedua kain perca sama besar?”. Pilihan-pilihan tersebut mampu membuat siswa memikirkan
kemungkinan kedua kain perca tersebut sama besar. PENUTUP Kesimpulan Hasil yang paling penting dari penelitian ini adalah rangkaian aktivitasaktivitas pembelajaran yang dibuat dapat mendukung siswa memahami konsep konservasi luas. Rangkaian aktivitasaktivitas pembelajaran memang dibuat sedemikian rupa agar saling mendukung. Pemahaman siswa pada aktivitas pertama dapat membantu siswa untuk memahami aktivitas kedua, pemahaman siswa pada aktivitas pertama dan kedua dapat membantu siswa memahami aktivitas ketiga dan seterusnya. Selain itu, tidak adanya prasyarat konsep luas membuat siswa lebih fokus kepada bentuk bangun datar dan konsep konservasi luas berdasarkan konsep identitas dan konsep penyusunan ulang daripada menghitung luas bangun datar tersebut. Hasil penting yang kedua adalah kemampuan geometri siswa masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Terlihat bahwa siswa merasa tertarik dan tertantang dalam melakukan aktivitas menyusun ulang poligon tak beraturan ke bentuk persegi atau persegi panjang. Tetapi beberapa dari mereka masih mengalami kesulitan dalam menentukan bagian menonjol yang mana yang harus digunting dan dimana bagian tersebut harus ditempel agar bangun itu menjadi persegi atau persegi panjang. Hasil yang ketiga adalah desain pembelajaran pada penelitian ini telah dapat memberikan rangkaian lintasan belajar yang sesuai untuk memahami konsep konservasi luas. Aktivitas pendahuluan yang berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari membantu siswa memahami secara mendalam konsep konservasi luas.
Funny, Pembelajaran Konsep Konservasi Luas, 520
Hasil keempat adalah siklus 1 memberi peranan penting dalam merevisi Prediksi Lintasan Belajar sehingga dapat memperbaiki pembelajaran pada siklus 2. Revisi dari siklus 1 pada Prediksi Lintasan Belajar hampir semuanya memberikan hasil yang signifikan pada pembelajaran di siklus 2. Contohnya pada aktivitas pertama, dimana pada siklus 1 siswa masih berpendapat bahwa besar kain perca yang disusun ulang menjadi taplak meja berbeda, setelah adanya revisi pada Prediksi Lintasan Belajar di siklus 2 dimana guru memberikan pertanyaanpertanyaan yang dapat memancing siswa (seperti pada hal 6 gambar 1.1). Bagaimanapun juga, seperti kebanyakan hasil dari penelitian-penelitian yang ada, hasil penelitian ini tak dapat
disimpulkan secara umum dalam berkontribusi pada penelitian di masa yang akan datang. Dalam banyak kasus, level pemahaman siswa, lingkungan siswa, guru dan sistem sekolah sedikit banyak akan mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk menginvestigasi efek dari pembelajaran konsep konservasi luas sebelum dan sesudah siswa memahami konsep luas. Selain itu, peneliti juga menyarankan untuk menganalisis tentang pengaruh pembelajaran konsep konservasi luas ini terhadap kemampuan siswa menengah pertama atau menengah atas dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep konservasi luas yang lebih kompleks.
DAFTAR RUJUKAN Baruch, Conway and Jordan .n.d. The process curriculum: Cognitive Competence Conservation. Anisa Publications. California Clements, D.H and Stephan, M .2003. Linear and Area Measurement in Prekindergarten to Grade 2. Learning and Teaching Measurement. Unknown publisher. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Kordaki, M. 2003. The effect of tools of a computer microworld on students’ strategies regarding the concept of conservation of area. Educational Studies in Mathematics 52:177209. Taluomis, Thalia. 1975. The Relationship of Area Conserva-tion to Area
Measurement as Affected by Sequence of Presentation of Piagetian Area Tasks to Boys and Girls in Grades One through Three. Journal for Research in Mathematics Education Vol.6, No.4 (Nov.,1975), pp 232-242. National Council of Teachers of Mathematics. Kordaki, M and Potari, S.1998. A learning environtment for the conservation of area and its measurement: a computer microworld. Computers and Education.31, 405-422 Zulkardi. 2002. Developing A Learning Environment On Realistic Mathematics Education For Indonesian Student Teachers. Doctoral Dissertation. Enschede: University of Twente. P.29.