perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA
Skripsi Oleh : Khoirul Musthofa K2307034
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA
Oleh : Khoirul Musthofa K2307034
Skripsi Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Khoirul Musthofa. PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. 2012. Ditemukan masalah berupa kondisi siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, perhatian dan aktivitas belajar siswa kurang optimal serta prestasi akademik yang rendah di kelas X-6 SMA MTA Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran Fisika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Jenis penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus diawali dengan tahap persiapan kemudian dilanjutkan pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 32 siswa. Data diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan kajian dokumentasi dari hasil tes kognitif siswa, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam proses pembelajaran Fisika. Dengan penekanan tindakan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya dalam diskusi kelompok di kelas dan di luar kelas, terutama di asrama, serta aktif dalam mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar maka dapat dilihat aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II selalu terjadi peningkatan prosentase ketuntasan. Dengan batas skor 60, pada kondisi awal prosentase ketuntasan aktivitas belajar siswa sebesar 12,5%, lalu pada siklus I menjadi 50% dan pada siklus II naik lagi menjadi 84,375%. Demikian pula pada aspek kemampuan kognitif siswa juga selalu mengalami peningkatan. Dengan penekanan tindakan berupa pembimbingan belajar kelompok dan diskusi baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama di asrama serta optimalisasi pemanfaatan sumber belajar terutama buku dan internet, maka dapat dilihat peningkatan kemampuan kognitif siswa yaitu dengan batas ketuntasan nilai 70, pada kondisi awal prosentase ketuntasan hasil tes kognitif siswa sebesar 18,75%, lalu naik pada siklus I menjadi 25% dan pada siklus II menjadi 72%.
Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Tipe commit to user Kemampuan Kognitif. v
Jigsaw,
Aktivitas
Belajar,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Khoirul Musthofa. LEARNING PHYSICS WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW TO OPTIMALIZE ACTIVITY AND COGNITIVE SKILL OF CLASS X-6 OF SMA MTA SURAKARTA’S STUDENTS. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, 2012. Detectable problems in class X-6 of SMA MTA Surakarta, there are inactive students in study, less optimal of attention and learning activity’s students and low of student’s achievment academic. The purpose of the research is increasing learning activity and physics cognitive skill of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA’s students 2011/2012 through the application of cooperative learning type jigsaw’s model in the process of learning physics. The research used Classroom Action Research (CAR) method. Each cycle in CAR is started with plan, then continued with implementation, observation and reflection. The subjects of the research are 32 students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012. The data are collected through observation using the students learning activity observation sheet and documentation research from the result of student’s cognitive test, then it is analyzed in a descriptive qualitative manner. From the data analysis and studies of the research, it can be concluded that the implementation of Cooperative Learning Type Jigsaw’s model can increase the learning activity and cognitive skill of the students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012 in the process of learning physics. By emphasizing the treatment to the chance giving to the students to deliver their idea or opinion in the group discussion inside and outside the class, especially in the dormitory, and active in seeking and utilizing a variety of learning resources, so it can be seen that instudent’s learning activitiesof learning process in the initial condition is always increase in the first and second cycle. By limiting score of 60, the percentage of completeness on the initial conditionsof student learning activity by 12.5%, then in the first cycle become 50% and in the second cycle increase up to 84.375%. Similarly, the aspects of student’s cognitive abilities are always increase. By emphasizing on the actionin the form of mentoring and group discussion learning both inside and outside the classroom, especially in the dormitory, and optimizing the use of learning resources, especially books and the internet, so it can be seen that there is an increase in students cognitive abilities with the passing grade of 70. In the initial condition the percentage of the completeness of students test result by 18,75 %, then increase in the first cycle by 25%, and increase again by 72% in the second cycle.
Keyword: Cooperative Learning, Jigsaw Type, Learning Activity, Cognitive Ability. commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Setiap diri adalah da’i, sesuai dengan posisi dan kapasitas masingmasing pribadi.” (Penulis)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. “ (Q.S Al Insyirah: 5-8)
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”. (QS. Al Mujadilah : 11)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada : 1. Bapak dan ibu serta keluarga tercinta atas segala
do’a,
kasih
sayang
dan
pengorbanan yang tercurah untukku dan atas segalanya bagiku. 2. Kelima
adik-adikku
tercinta
atas
dukungan, senyum dan do’anya yang memberi motivasi tersendiri bagiku. 3. Seluruh teman-teman pejuang dakwah di MTA Cabang Jebres 2 yang tak kenal lelah berjuang dalam medan dakwah 4. Almamaterku.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga atas kehendak-Nya penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Sukarmin, S.Pd., M.Si., Ph.D.. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si.. Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 4. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. dan Bapak Drs. Surantoro, M.Si.. Selaku Koordinator Skripsi Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Dr. Sarwanto, S.Pd., M.Si.. Selaku Pembimbing I Skripsi yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini. 6. Ibu Dyah Fitriana M, S.Si., M.Sc.. Selaku Pembimbing II Skripsi yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini. 7. Bapak, Ibu dan Adik yang telah memberikan do’a restu dan dorongan dalam penyelesaian Skripsi ini. 8. Bapak Drs. Diastono, M.Pd.. Selaku kepala sekolah SMA MTA Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian. 9. Bapak Djoko Muljanto, S.Pd.. Selaku guru mata pelajaran Fisika kelas X-6 SMA MTA Surakarta atas bantuannya dalam penelitian. 10. Siswi-siswi kelas X-6 SMA MTA Surakarta terimakasih atas bantuan dan commit to user kerjasamanya. ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Sahabat-sahabatku Fisika 2007 untuk segala dukungan, persahabatan, dan bantuannya. 12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan Skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta,
Oktober 2012
Penulis
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………................
Hal i
HALAMAN PENGAJUAN ……………………………………….........
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………….…………………
iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………….….…………….
iv
HALAMAN ABSTRAK ……………………………………..……........
v
HALAMAN MOTTO ……………………………..….……..………….
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………….….……………….
viii
KATA PENGANTAR ……………………………………………..……
ix
DAFTAR ISI ………………………………..…………………………..
xi
DAFTAR TABEL ………………………..……………………………..
xiii
DAFTAR GAMBAR …………….....…………………………………..
xv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………….……………………...
xvii
BAB I
PENDAHULUAN……….…………………………………...
1
A. Latar Belakang Masalah………….…….………………….
1
B. Perumusan Masalah……….………….……….…………
6
C. Tujuan Penelitian ……………….…………………………
6
D. Manfaat Penelitian…….…………………………….……..
6
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………….………..
8
A. Tinjuan Pustaka …………………………………….……..
8
1. Teori Belajar Kognitif …..…………….…………...........
8
2. Metode Pembelajaran ………………….…………….…
13
3. Aktivitas Belajar ……….………………..………….….
21
4. Penelitian Tindakan Kelas ...............................................
22
B. Materi Alat-alat Optik ..........................................................
31
C. Penelitian yang Relevan…………………………………...
42
D. Kerangka Berfikir ………….……………………………...
44
E. Hipotesis Tindakan……………....…………………….......
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….……………………... to user A. Tempat dan Waktucommit Penelitian ……………………………
46
xi
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Tempat Penelitian…………………………………….
46
2. Waktu Penelitian……………………………………..
46
B. Subjek dan Objek Penelitian ……………. ….…...………
47
1. Subjek Penelitian …………………………………….
47
2. Objek Penelitian ……………………………………..
47
C. Metode Penelitian ………………………………………...
47
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ……………………..
48
1. Data Penelitian ………………………….....................
48
2. Teknik Pengumpulan Data…………………………...
48
E. Instrumen Penelitian ……………………….......................
49
1. Instrumen Penilaian …………………….……………
49
2. Instrumen Pembelajaran ………………..……………
55
F. Teknik Analisis Data……………………………………...
56
G. Prosedur Penelitian ……………………………………….
57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………..
64
A. Deskripsi Kondisi Awal ………………………..………...
64
B. Hasil dan Pembahasan Siklus I ……………...…………...
67
C. Hasil dan Pembahasan Siklus II ……………....………….
75
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………………...
84
A. Kesimpulan ………………………………….……………
84
B. Implikasi ………………...…………………................….
85
1. Implikasi Teoritis………………………………………
85
2. Implikasi Praktis……………………………………….
86
C. Saran ………….…………………………………………..
86
DAFTAR PUSTAKA ……………….…………………………………..
88
LAMPIRAN …………………………………………………………….
90
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 2.1
Perbedaan Antara Penelitian Formal Dengan Classroom Action Research .......................................................................
25
Tabel 3.1
Waktu Penelitian ......................................................................
46
Tabel 3.2
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ...........................
Tabel 3.3
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..........................
Tabel 3.4
54
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ...............
Tabel 3.9
54
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..............
Tabel 3.8
53
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ..................
Tabel 3.7
53
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ......................
Tabel 3.6
52
Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I ........................
Tabel 3.5
51
55
Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II ..............
55
Tabel 3.10 Indikator Keberhasilan Nilai Aktivitas Belajar Siswa .............
56
Tabel 3.11 Indikator Keberhasilan Kemampuan Kognitif Siswa ..............
57
Tabel 4.1
Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal ...................................................................
Tabel 4.2
65
Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal .........................................................................................
Tabel 4.3
Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa
Tabel 4.4
Siklus I ..................................................................................... commit to user Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas xiii
67
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I ..................
71
Tabel 4.5
Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I .......
72
Tabel 4.6
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I ..........................
Tabel 4.7
Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II ...........................................................................
Tabel 4.8
Tabel 4.9
73
76
Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II ....................................
78
Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ..............
79
Tabel 4.10 Perbandingan Prosentase Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal, Siklus I dan siklus II ................................
81
Tabel 4.11 Ketercapaian Target Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II ................................................................
81
Tabel 4.12 Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ................
commit to user xiv
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1
Penataan Ruang Kelas Metode Pembelajaran Kooperatif .....
17
Gambar 2.2
Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ...........................
30
Gambar 2.3
Diagram Mata Manusia ............................................................
31
Gambar 2.4
Akomodasi oleh mata normal: (a) lensa rileks, dan (b) lensa menebal ....................................................................................
33
Gambar 2.5
Lensa Positif Membantu Rabun Dekat ....................................
34
Gambar 2.6
Lensa Positif Membantu Rabun Jauh ......................................
34
Gambar 2.7
Penampang Lup .......................................................................
35
Gambar 2.8
Mengamati Benda dengan Mata Berakomodasi ......................
35
Gambar 2.9
Mengamati Benda dengan Mata Tak Berakomodasi ...............
36
Gambar 2.10 Bagian-Bagian Kamera Sederhana ..........................................
37
Gambar 2.11 Bagian-Bagian Mikroskop........................................................
38
Gambar 2.12 Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Berakomodasi Maksimum .......................................................
39
Gambar 2.13 Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Tak Berakomodasi ..........................................................................
39
Gambar 2.14 Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bintang .....................
40
Gambar 2.15 Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Berakomodasi Maksimum .......................................................
41
Gambar 2.16 Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Tak Berakomodasi ...................................................................
41
Gambar 2.17 Penampang Teropong Prisma ..................................................
42
Gambar 2.18 Pantulan Cahaya internal Sempurna oleh Teropong Prisma
42
Gambar 2.19 Kerangka Pemikiran Penelitian Tindakan Kelas .....................
45
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal ............................................
66
Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada commit to user Kondisi Awal ...........................................................................
67
xv
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.3
digilib.uns.ac.id
Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I ......................................................
Gambar 4.4
Diagram Batang Perbandingan Prosentase
69
Ketercapaian
Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I ..................................................................................... Gambar 4.5
Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus I .....................................................................................
Gambar 4.6
Diagram Batang Perbandingan Prosentase
77
Ketercapaian
Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan Siklus II .... Gambar 4.9
74
Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II ....................................................
Gambar 4.8
73
Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I .....
Gambar 4.7
72
79
Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ....................................................................................
80
Gambar 4.10 Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ...............................................................................................
commit to user xvi
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Lampiran 1
Daftar Siswa Kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 …………………………………………………............
90
Lampiran 2
Daftar Anggota Kelompok Ahli ………………………………......
91
Lampiran 3
Daftar Anggota Kelompok Asal ……………………………….....
92
Lampiran 4
Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa ……………………..
93
Lampiran 5
Sistem Penilaian Aktivitas Belajar Siswa ………………………...
94
Lampiran 6
Format Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ……………....
95
Lampiran 7
Aktivitas Belajar Siswa Pada Kondisi Awal ..............................….
97
Lampiran 8
Data Perolehan Aktivitas Belajar Siswa Siklus I …………….........
99
Lampiran 9
Data Perolehan Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ………………...
101
Lampiran 10 Kisi-kisi Try Out Siklus I ………………………………………....
102
Lampiran 11 Soal Try Out Siklus I ……………………………………………...
103
Lampiran 12 Kunci Jawaban Try Out Siklus I ………………………………….
110
Lampiran 13 Analisis Try Out Siklus I ………………………………………….
111
Lampiran 14 Kisi-kisi Try Out Siklus II ………………………………………...
114
Lampiran 15 Soal Try Out Siklus II …………………………………………….
115
Lampiran 16 Kunci Jawaban Try Out Siklus II ………………………………....
119
Lampiran 17 Analisis Try Out Siklus II ………………………………………...
120
Lampiran 18 Hasil Tes Evaluasi Kognitif Siklus I ……………………………...
123
Lampiran 19 Hasil Tes Evaluasi Kognitif Siklus II …………………………….
124
Lampiran 20 Catatan Lapangan Siklus I & II …………………………………..
125
Lampiran 21 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I …………………......
127
Lampiran 22 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II …………………....
140
Lampiran 23 Lembar Kegiatan Siswa Siklus I ……………………………….....
150
Lampiran 24 Lembar Kegiatan Siswa Siklus I …………………………….........
155
Lampiran 25 Dokumentasi Proses Pembelajaran ……………………………….
160
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Khoirul Musthofa. PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA KELAS X-6 SMA MTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. 2012. Ditemukan masalah berupa kondisi siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran, perhatian dan aktivitas belajar siswa kurang optimal serta prestasi akademik yang rendah di kelas X-6 SMA MTA Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran Fisika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Jenis penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus diawali dengan tahap persiapan kemudian dilanjutkan pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 32 siswa. Data diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan kajian dokumentasi dari hasil tes kognitif siswa, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam proses pembelajaran Fisika. Dengan penekanan tindakan pada pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan gagasan/ide/pendapatnya dalam diskusi kelompok di kelas dan di luar kelas, terutama di asrama, serta aktif dalam mencari dan memanfaatkan berbagai sumber belajar maka dapat dilihat aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II selalu terjadi peningkatan prosentase ketuntasan. Dengan batas skor 60, pada kondisi awal prosentase ketuntasan aktivitas belajar siswa sebesar 12,5%, lalu pada siklus I menjadi 50% dan pada siklus II naik lagi menjadi 84,375%. Demikian pula pada aspek kemampuan kognitif siswa juga selalu mengalami peningkatan. Dengan penekanan tindakan berupa pembimbingan belajar kelompok dan diskusi baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama di asrama serta optimalisasi pemanfaatan sumber belajar terutama buku dan internet, maka dapat dilihat peningkatan kemampuan kognitif siswa yaitu dengan batas ketuntasan nilai 70, pada kondisi awal prosentase ketuntasan hasil tes kognitif siswa sebesar 18,75%, lalu naik pada siklus I menjadi 25% dan pada siklus II menjadi 72%.
Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif, Tipe commit to user Kemampuan Kognitif.
Jigsaw,
Aktivitas
Belajar,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Khoirul Musthofa. LEARNING PHYSICS WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW TO OPTIMALIZE ACTIVITY AND COGNITIVE SKILL OF CLASS X-6 OF SMA MTA SURAKARTA’S STUDENTS. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, 2012. Detectable problems in class X-6 of SMA MTA Surakarta, there are inactive students in study, less optimal of attention and learning activity’s students and low of student’s achievment academic. The purpose of the research is increasing learning activity and physics cognitive skill of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA’s students 2011/2012 through the application of cooperative learning type jigsaw’s model in the process of learning physics. The research used Classroom Action Research (CAR) method. Each cycle in CAR is started with plan, then continued with implementation, observation and reflection. The subjects of the research are 32 students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012. The data are collected through observation using the students learning activity observation sheet and documentation research from the result of student’s cognitive test, then it is analyzed in a descriptive qualitative manner. From the data analysis and studies of the research, it can be concluded that the implementation of Cooperative Learning Type Jigsaw’s model can increase the learning activity and cognitive skill of the students of class X-6 of SMA MTA SURAKARTA 2011/ 2012 in the process of learning physics. By emphasizing the treatment to the chance giving to the students to deliver their idea or opinion in the group discussion inside and outside the class, especially in the dormitory, and active in seeking and utilizing a variety of learning resources, so it can be seen that instudent’s learning activitiesof learning process in the initial condition is always increase in the first and second cycle. By limiting score of 60, the percentage of completeness on the initial conditionsof student learning activity by 12.5%, then in the first cycle become 50% and in the second cycle increase up to 84.375%. Similarly, the aspects of student’s cognitive abilities are always increase. By emphasizing on the actionin the form of mentoring and group discussion learning both inside and outside the classroom, especially in the dormitory, and optimizing the use of learning resources, especially books and the internet, so it can be seen that there is an increase in students cognitive abilities with the passing grade of 70. In the initial condition the percentage of the completeness of students test result by 18,75 %, then increase in the first cycle by 25%, and increase again by 72% in the second cycle.
Keyword: Cooperative Learning, Jigsaw Type, Learning Activity, Cognitive Ability. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah, artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran yang selaras dengan tema pelajaran dan karakteristik anak didiknya (Kholifah, 2009: 124). Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan. Unsur yang terpenting dalam pembelajaran yang baik menurut Suparno (2007: 2) adalah: (1) siswa yang belajar, (2) guru yang mengajar, (3) bahan pelajaran, dan (4) hubungan antara guru dan siswa. Dalam belajara Fisika yang terpenting adalah siswa yang aktif belajar Fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan mendorong siswa mau mempelajari Fisika sendiri. Dewasa ini proses pembelajaran dituntut selalu menyesuaikan dengan dinamika masyarakat, karena pembelajaran yang statis dan konvensional cenderung membuat siswa bosan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Sardiman, suatu pembelajaran dikatakan baik jika disadari bahwa belajar merupakan proses yang bermakna, bukan sesuatu yang berlangsung secara mekanis belaka dan tidak sekedar rutinitas (2010: 50). Demikian sehingga diperlukan terobosan baru dalam pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengajarkan suatu materi kepada siswa dengan menarik. Prinsip belajar dalam kegiatan belajar mengajar apapun menuntut adanya motivasi. Motivasi merupakan faktor penting dalam proses belajar karena keberadaannya dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan (Dimyati, 2002: 43). Karena motivasi belajar dapat menjadi pendorong atau pemantik untuk giat belajar sehingga akhirnya menjadikan konsep-konsep pembelajaran dapat diterima secara lebih mudah. Berpijak dari urgensi tersebut maka dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung perlu dikondisikan terbentuknya situasi dan lingkungan belajar yang kondusif, yang mampu membangun terciptanya motivasi belajar pada diri siswa. Dalam pembelajaran Fisika di kelas, misalnya kelas X SMA MTA Surakarta, guru Fisika masih menerapkan pembelajaran konvensional yang dicirikan dengan mengandalkan penggunaan metode ekspositori yaitu menjelaskan, memberi contoh, mengajukan pertanyaan, dan memberi tugas secara klasikal. Kalaupun ada diskusi terkesan kurang hidup, karena faktor dari kemampun guru sendiri yang kurang mumpuni dalam mengelola kelas maupun minat siswa terhadap pelajaran Fisika yang masih rendah. SMA MTA Surakarta merupakan salah satu sekolah menengah atas swasta yang terakreditasi A di kota Surakarta. Kendati demikian, dari hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMA MTA Surakarta diperoleh suatu fakta bahwa tidak semua siswa kelas X memiliki nilai yang bagus dalam mata pelajaran Fisika dan masih banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menerima materi pelajaran Fisika. Selain itu, dalam proses pembelajaran Fisika yang berlangsung selama ini didominasi dengan metode ceramah sehingga membuat suasana semakin tidak menarik sehingga mengakibatkan siswa jenuh dengan pembelajaran yang kurang variatif tersebut. Proses pembelajaran selama ini juga cenderung "Teacher Centered" sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran seperti ini menunjukkan bahwa guru masih menjadi sentral dalam pembelajaran, sementara siswa kurang diberdayakan kemampuannya secara optimal sehingga aktivitas dan partisipasi siswa kurang berarti. Hal itu tentu akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa. Dari hasil wawancara dengan guru Fisika kelas X di SMA MTA Surakarta dan pengamatan langsung dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di SMA MTA Surakarta dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
dikemukakan sebagai berikut: (1) siswa terlihat merasakan kejenuhan dalam proses belajar mengajar; (2) kurang optimalnya perhatian dan aktivitas siswa dalam belajar Fisika. Hasil dari obsevasi awal hanya ada sekitar 30% yang memperhatikan penjelasan dari guru, itupun sebagian besar adalah yang duduk di barisan depan. Adapun yang duduk di bagian tengah sampai belakang kebanyakan tidur atau mencoret-coret buku; (3) kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran Fisika. Hal ini ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun menjawab pertanyaan guru. Terbukti dari observasi awal hanya sedikit siswa yang bertanya, tidak lebih dari 5 anak. Dan ketika guru melontarkan pertanyaan siswa malah diam; (4) pada umumnya banyak siswa yang masih sulit memahami konsep Fisika sehingga berakibat kurang maksimalnya nilai akademik siswa. Terbukti dari hasil nilai semester I, tidak ada satupun siswa yang tuntas. Dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu nilai 70, tapi nilai tertinggi di kelas X-6 adalah 62,5. Dari berbagai masalah di atas, maka perlu adanya perbaikan kualitas proses pembelajaran maupun hasil belajar siswa. Sebagai tindak lanjut guna mengatasi permasalahan yang terjadi maka perlu dilakukan penelitian tindakan (action research) yang berorientasi pada perbaikan kualitas pembelajaran melalui sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Peningkatan atau perbaikan kinerja belajar siswa di kelas, mutu proses pembelajaran, kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan serta kualitas penerapan kurikulum, dan pengembangan kompetensi siswa dapat dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, Suhardjono & Supardi 2008: 61). Penerapan metode mengajar yang bervariasi merupakan upaya untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar sekaligus salah satu indikator peningkatan kualitas pendidikan. Metode mengajar yang bervariasi dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran, meningkatkan kemampuan siswa untuk berinteraksi sosial dan memperkecil perbedaan yang ada. Metode mengajar yang baik adalah metode yang mendapatkan hasil belajar yang tahan lama,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
dapat digunakan dalam kehidupan siswa dan merupakan pengetahuan asli atau otentik (Sardiman, 2010: 49-50). Usaha meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan mengadakan inovasi dalam proses pembelajaran, salah satunya yaitu dengan proses belajar gotong royong atau belajar kelompok. Pembelajaran yang hanya mengutamakan individual tidak akan menguntungkan murid ataupun masyarakat. Maka pada setiap pengajaran hendaknya guru sanggup menciptakan suasana sosial yang membangkitkan kerja sama diantara murid-murid dalam menerima pelajaran, agar pelajaran itu lebih efektif dan efisien. Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup. Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan karena karakteristik teknik Jigsaw ini yang mementingkan keaktifan siswa serta menuntut kerjasama antar siswa, sehingga siswa benar-benar mengalami proses pembelajaran. Dengan demikian hasil yang nantinya diperoleh akan lebih membekas pada pikiran siswa, lebih tahan lama dan merupakan hasil pengetahuan asli yang didapatkan siswa sendiri. Metode pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstruktivistik (Suparno, 2007: 63). Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Lima unsur pokok yang harus diterapkan dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok (Lie, 2002: 30). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
Metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw merupakan metode pembelajaran kooperatif yang formatnya siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari + 5 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Huda, 2011: 120). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi” (Lie, 2002: 68). Pada metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa siswa yang berasal dari masingmasing kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal (Huda, 2011: 121). Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik/kognitif siswa. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas dan kecocokan dengan solusi yang telah dijabarkan secara umum tersebut, dengan maksud untuk memperbaiki proses pembelajaran yang telah berjalan sehingga didapatkan hasil belajar yang lebih optimal, maka dirasa perlu diadakan penelitian tindakan kelas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
dengan
judul
“PEMBELAJARAN
FISIKA
DENGAN
COOPERATIVE
LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENGOPTIMALKAN AKTIVITAS DAN
KEMAMPUAN
KOGNITIF
SISWA
KELAS
X-6
SMA
MTA
SURAKARTA”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta? 2. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini adalah : 1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. 2. Meningkatkan kemampuan kognitif Fisika siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi sekolah a. Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. b. Pendorong bagi guru kelas lain untuk melaksanakan
pembelajaran aktif,
inovatif, kreatif, menyenangkan, gembira dan berbobot. 2. Bagi guru a. Mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam mata pelajaran Fisika terutama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
mengenai aktivitas belajar Fisika siswa. b. Meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Bagi siswa a. Menumbuhkan kerja sama serta rasa kebersamaan antar siswa. b. Meningkatkan aktivitas belajar Fisika siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Belajar Kognitif Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Pengertian belajar menurut Slameto (1995:2), “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pangalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Terdapat banyak sekali teori-teori tentang belajar yang disampaikan oleh para ahli, antara lain Teori Belajar Kognitif. Teori Belajar Kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Teori yang termasuk ke dalam teori kognitif antara lain a. Teori Perkembangan Piaget Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anakanak adalah sebagai berikut: 1). Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar. 2). Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak. 3). Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama bagi semua anak.
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
4). Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: kemasakan, pengalaman, interaksi sosial, dan equilibration.5). Ada 3 tahap perkembangan, yaitu: berpikir secara intuitif + 4 tahun, beroperasi secara konkret + 7 tahun, dan berpikir secara formal + 11 tahun (Slameto, 1995:12-13) Berdasarkan periodesasi perkembangan manusia yang diungkapkan Cole, siswa SMA di Indonesia rata-rata memiliki usia antara 15 sampai 19 tahun, berada pada masa remaja madya (middle adolescence). Pada masa ini, umumnya remaja memiliki karakter yang suka bereksperimentasi, suka bereksplorasi
serta
cenderung
membentuk
kelompok
dan
kegiatan
berkelompok. Oleh karena itu, pembelajaran yang cocok untuk peserta didik pada usia ini adalah pembelajaran dengan karakteristik utama menekankan pada kerjasama dalam kelompok. b. Teori Belajar Penemuan Menurut Bruner Menurut Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Sehingga Bruner berpendapat alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. Didalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan yang mendukung siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui yang didalamnya selalu ada bemacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan. Menurut Bruner beberapa hal yang dapat dipelajari siswa dari lingkungan tersebut dapat digolongkan menjadi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
a) Enactive = seperti belajar naik sepeda, yang harus didahului dengan bermacam-macam keterampilan motorik, b) Iconic = seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat dimana bukunya yang penting diletakkan, c) Symbolic = seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula. (Slameto, 1995:11-12) Pembelajaran Fisika pun mencakup ketiga hal tersebut. Enactive, karena untuk memahami konsep Fisika dengan benar siswa dituntut untuk melakukan eksperimen-eksperimen, demikian juga menerapkan konsep Fisika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa benar-benar mengalami dan menghayati proses pembelajaran Fisika dan menjadikan pembelajaran Fisika menjadi lebih bermakna. Dengan demikian, proses pembelajaran ini sangat melibatkan keterampilan motorik. Iconic, karena konsep-konsep dalam materi Fisika saling terhubung satu sama lain, tidak dapat berdiri sendiri, sehingga mengajarkan siswa untuk selalu mengingat dan memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Symbolic, karena memang karakteristik materi Fisika yang sebagian besar merupakan hitungan kuantitatif, maka perlu adanya universalisasi dalam bentuk formula-formula atau rumusrumus, sehingga memudahkan siswa dalam melakukan hitungan kuantitatif tanpa mengesampingkan konsep utamanya. Dalam belajar, hal-hal yang perlu diperhatikan guru menurut Bruner adalah 1) mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu; 2) menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa; 3) menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer hal-hal yang sedang dipelajari; 4) memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengatahui bahwa “ia menemukan jawaban” nya (Slameto, 1995: 12).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Secara khusus dalam pembelajaran Fisika, seorang guru hendaknya dapat menyajikan materi dan mengelola proses pembelajaran sebaik-baiknya. Materi Fisika yang dianggap oleh kebanyakan siswa sebagai momok, harus diubah paradigmanya sehingga menjadi pelajaran yang menyenangkan dan menarik untuk selalu diikuti. Banyak cara yang bisa ditempuh, diantaranya dengan mengemas cakupan materi Fisika sehingga terstruktur dengan rapi dan terlihat sederhana yang akan membuat siswa merasa mudah walaupun belum dipelajari. Hal ini akan menjadi modal utama, karena dengan sendirinya akan muncul minat pada diri siswa untuk senang dan tertarik untuk belajar Fisika. Selanjutnya seorang guru perlu mendesain proses pembelejaran sehingga terasa lebih menyenangkan dengan tanpa meninggalkan esensi dari materi Fisika yang sedang diajarkan. Bekal seorang guru Fisika yang juga penting adalah penguasaan terhadap materi yang diajarkan. Agar dalam berjalannya proses pembelajaran, guru mampu memberikan umpan balik maupun penguatan yang optimal. Karena akan terasa mengecewakan jika seorang guru Fisika hanya mampu mengelola pembelajaran dengan baik, namun terlihat bingung ketika memberikan umpan balik materi kepada siswa. c. Teori Belajar menurut Gagne Pendapat Gagne tentang belajar yang dapat dirangkum sebagai berikut: (1) suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan informasi verbal, keterampilan intelek dan motorik, kebiasaan dan tingkah laku, dan (2) penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh oleh instruksi melalui interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari lingkungan (Slameto, 1995: 12). Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan, tapi baru dalam bentuk “sensori-motor coordination”. Kemudian ia mulai belajar berbicara dan menggunakan bahasa. Kesanggupam untuk menggunakan bahasa ini penting artinya untu belajar. Tugas pertama yang dilakukan anak ialah meneruskan “sosialisasi” dengan anak lain, atau orang dewasa, tanpa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
pertentangan bahkan unutk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan keramahan dan konsiderasi pada anak itu. Tugas kedua adalah belajar menggunakan simbol-simbol yang menyatakan keadaan sekelilingnya, seperti: gambar, huruf, angka, diagram dan sebagainya. Ini adalah tugas intelektual (membaca, menulis, berhitung dan sebagainya). Bila anak sekolah sudah dapat melakukan tugas ini, berarti ia sudah mampu belajar banyak hal dari yang mudah sampai yang amat kompleks. Gagne menyatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains of learning”, yang dirangkum sebagai berikut: 1). Keterampilan motoris (motor skill) Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan. 2). Informasi verbal Dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatun itu perlu intelegensi. 3). Kemampuan intelektual Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan simbol-simbol. 4). Strategi Kognitif Merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir, kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan dengan dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan terus menerus. 5). Sikap Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik (Slameto, 1995: 14-15).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif mempunyai karakteristik utama yaitu siswa bekerjasama dalam tim untuk menguasai materi akademik. Dengan demikian, penekanan pada proses pembelajaran dengan pendekatan kooperatif ini lebih pada kerjasama kelompok, dan pendekatan kooperatif ini sangat mendukung kelima domains of learning di atas, karena dalam pendekatan kooperatif ini didalamnya memiliki unsur-unsur: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2002:30). 2. Metode Pembelajaran Dalam proses belajar-pembelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif, efisien, dan mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu strategi yang harus dimiliki adalah mampu memilih dan menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 297) berpandangan bahwa “pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membuat program-program belajar mengajar dengan mengupayakan ketersediaan sumber belajar yang dapat mendukung siswa belajar lebih aktif. Peran
guru dalam pembelajaran dimulai dari membuat desain
instruksional, lalu mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar dan akhirnya mengevaluasi hasil dari pembelajaran yang telah diselenggarakannya. Sedangkan peran siswa adalah mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar yang telah direncanakan. Dengan demikian, amat penting peran guru dalam mengelola pembelajaran agar terwujud kemampuan mental siswa yang semakin meningkat dan siswa akan beremansipasi diri sehingga menjadi pribadi yang utuh dan mandiri (Dimyati&Mudjiono, 2002: 5) Metode (method) secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta atau konsep-konsep secara sistematis. Dalam kegiatan belajar-pembelajaran, metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pembelajaran agar siswa dapat belajar efektif, efisien, dan tercapainya tujuan yang ditetapkan. Menurut Slametto (1995:82) “metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Jadi secara umum metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan
situasi pembelajaran
yang
benar-benar menyenangkan
dan
mendukung bagi kelancaran proses belajar-pembelajaran dan tercapainya prestasi belajar yang memuaskan. Untuk mencapai hal tersebut maka guru harus dapat memilih dan mengembangkan metode pembelajaran yang tepat, efisien, serta efektif sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemilihan metode yang tepat akan mempengaruhi kualitas belajar siswa sehingga siswa benar-benar memahami materi yang diberikan. Penggunaan suatu metode hendaknya dapat menempatkan anak didik pada keterlibatan aktif belajar, mampu menumbuhkembangkan perolehan hasil belajar, serta menghidupkan proses pengajaran yang sedang berlangsung. a. Metode Pembelajaran Kooperatif Kholifah dan Quthub (2009: 124) mengemukakan bahwa “tidak ada cara satu pengajaran yang lebih utama daripada cara lain. Namun, yang menentukan keberhasilannya adalah proses penyampaian dan tema yang akan diajarkan oleh guru kepada muridnya”. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan siswa. Hal ini sangat relevan dengan tugas seorang guru dalam mengenali perbedaan individual siswanya. Dalam memilih metode, kadar keaktifan siswa harus selalu diupayakan tercipta dan berjalan terus dengan menggunakan beragam metode (multi metode), seperti learning by doing, learning by listening, dan learning by playing. Metode yang akan digunakan dalam melaksanakan pembelajaran di kelas harus lebih dikenal dan dipahami untuk dipilih yang paling tepat untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Salah satu metode yang dapat dipertimbangkan adalah belajar dengan kerjasama (Cooperative learning) dalam kelompok kecil yang heterogen. “Cooperative learning refers to instructional methods in which students work together in small groups to help each other learn” (Slavin,R.E, 1997: 284). Kebanyakan pelajaran dengan pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik sebagai berikut: siswa bekerjasama dalam tim untuk menguasai materi akademik, tim dibuat dari siswa-siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Stahl (1994) dan Slavin (1993), ada empat langkah-langkah secara umum dalam pelaksanaan pelajaran kooperatif yaitu: (1) mrancang rencana program pembelajaran, (2) merancang lembar observasi, (3) mengarahkan dan membimbing siswa secara individu maupun kelompok menngenai materi, sikap dan perilaku selama kegiatan belajar, 4) memberi kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya (Isjoni, 2009: 83-85). Metode pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan kelompok yang asal-asalan. Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran gotong royong yaitu : 1) Saling ketergantungan positif; 2) Tanggung jawab perseorangan; 3) Tatap muka; 4) Komunikasi antar anggota; dan 5) Evaluasi proses kelompok (Lie, 2002: 30) Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya empat tujuan pembelajaran penting seperti yang dikemukakan Suparno (2007): 1). Meningkatkan hasil belajar lewat kerjasama kelompok yang memungkinkan siswa belajar satu sama lain. Kemajuan hasil belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
menjadi tujuan utama, sehingga masing-masing siswa mendapatkan hasil positif. 2). Merupakan alternatif terhadap belajar kompetitif yang membuat siswa lemah menjadi minder. Dengan belajar kompetitif, siswa akan sulit maju dan merasa kecil dibandingkan yang pandai. Sedangkan dengan belajar bersama ini justru yang lemah dibantu untuk maju. 3). Memajukan kerjasama kelompok antar manusia. Dengan belajar bersama ini, hubungan antarsiswa semakin akrab dan kerjasama antarsiswa juga akan semakin baik. 4). Bagi siswa-siswa yang mempunyai intelegensi interpersonal tinggi, cara belajar ini sangat cocok dan memajukan. Karena lebih mudah mengkontruksi pengetahuan lewat bekerja sama dengan teman, belajar bersama dengan teman daripada sendirian (hlm. 135). Sedangkan menurut Ibrahim, et al. (2000) dalam Isjoni (2009: 27-28) pada dasarnya model
pembelajaran kooperatif dikembangkan setidaknya untuk
mencapai tiga hal berikut ini, yaitu : a) hasil belajar akademik; b) penerimaan terhadap perbedaan individu, dan c) pengembangan keterampilan sosial. Dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa, sehingga semua siswa bisa melihat guru/ papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berbeda dalam jangkauan kelompoknya dengan merata. Kemungkinan beberapa model penataan bangku yang bisa dipakai menurut Kagan (1992) dalam Lie (2002: 52) terlihat pada Gambar 2.1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Gambar 2.1. Penataan Ruang Kelas Metode Pembelajaran Kooperatif (Sumber: Lie, 2002: 52) Keterangan: 1) Meja tapal kuda : siswa berkelompok di ujung meja. 2) Meja panjang : Siswa berkelompok di ujung meja. 3) Penataan tapal kuda: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan. 4) Meja laboratorium: a) Tugas individu, b) Tugas kelompok dengan membalikkan kursi 5) Meja kelompok: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan 6) Klasikal: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
7) Bangku individu dengan meja tulisnya: penataan terbaik seperti Gambar 1, no 9 (Lie, 2002: 51). b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Slavin, 2008). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dapat pula digunakan pada mata pelajaran IPA, IPS, matematika, agama dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/tingkatan (Lie, 2002: 68). Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menuntut guru harus memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini gar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketereampilan berkomunikasi (Lie, 2002: 68). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari + 5 anggota. Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi pelajaran yang akan dipelajari. Dari materi yang diberikan tersebut, masingmasing siswa/anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
materi tersebut. Lalu masing-masing siswa berkumpul dengan anggota-anggota kelompok lain yang menerima bagian yang sama untuk berdiskusi. Setelah selesai,
masing-masing
siswa
kembali
ke
kelompok
semula
untuk
menyampaikan hasil diskusinya (Huda, 2011: 120). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi masing-masing siswa juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “Kunci metode Jigsaw ini adalah interpendensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian” (Slavin, 2008: 237). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada anggota tim ahli tersebut. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut: Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana strategi ketika menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. Deskripsi Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw: (1) setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan, (2) guru memberikan kuis untuk siswa secara individual, (3) guru memberikan
penghargaan
pada
kelompok
melalui
skor
penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya, (4) materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran, (5) perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 3. Aktivitas Belajar Belajar adalah proses untuk mengubah tingkah laku peserta didik. Dalam proses pembelajaran, aktivitas peserta didik merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh guru agar proses pembelajaran mendapat hasil yang baik. Seperti yang dikatakan oleh Sardiman, yaitu tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas (2010: 95-96). Sehingga dalam belajar harus ada perbuatan atau aktivitas dari siswa yang menunjang proses belajar. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 31), Aktivitas berarti keaktifan, kegiatan, kesibukan. Jadi aktivitas belajar siswa adalah setiap kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajar. Artikel European Communities (2006) mengatakan “Learning Activities are defined as any activities of an individual organised with the intention to improve his/her knowledge, skills and competence.” (hlm. 9). Aktivitas belajar didefinisikan sebagai kegiatan individu yang terorganisir dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi. Menurut Sardiman, yang dimaksud aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Kedua aktivitas tersebut saling terkait dalam belajar (2010: 100). Misalnya saat siswa membaca dalam hal ini melakukan aktivitas fisik maka mentalnya juga harus mendukung dengan konsentrasi kepada isi materi yang dibaca. Menurut Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2010: 101): membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang digolongkan menjadi 8 aktivitas di antaranya : 1). Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, atau pekerjaan orang lain. 2). Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
3). Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4). Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5). Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6). Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7). Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8). Emosional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup. Dengan klasifikasi aktivitas di atas menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam aktivitas belajar tersebut harus berusaha diciptakan di dalam proses pembelajaran di kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam belajar. 4. Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga classroom action research (CAR) dikutip dari Division of Education, Indiana University, South Bend, yang mengemukakan: “Classroom Action Research is research designed to help a teacher find out what is happening in his or her own classroom, and to use thaht information to take action for future improvement” (Basrowi & Suwandi, 2008:27). Maknanya bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang didesain untuk membantu guru mengetahui hal yang sebenarnya terjadi didalam kelasnya. Informasi ini bermanfaat untuk menngambil suatu keputusan yang bijak tentang metode yanag tepat digunakan dalam proses pembelajaran demi peningkatan profesionalisme guru, prestasi siswa, kelas dan sekolah secara keseluruhan. Arikunto menerangkan pengertian dari penelitian tindakan kelas dengan memisahkan tiga kata yang terkandung di dalamnya yaitu “penelitian”, “tindakan” dan “kelas”. Penelitian menunjuk pada suatu kegiatan mencermati
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
suatu obyek dengan menggunakan cara dan aturan metodelogi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Dengan menggabungkan pengertian ketiga kata yang terkandung maka dapat disimpulkan penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Arikunto, Suhardjono&Supardi, 2008). Penelitian tindakan kelas merupakan bagian kecil dan bagian penting dalam
sistem
pembelajaran
di
sekolah.
Mohammad
Asrori
(2007)
mendefinisikan penelitian tindakan kelas, “sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat
reflektif dengan
melakukan
tindakan-tindakan
tertentu
untuk
memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik” (hlm. 6). Sejalan dengan pendapat itu, Rochiati Wiriaatmadja mengatakan penelitian tindakan kelas adalah tindakan sekelompok guru yang dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran yang dilakukan, dan belajar dari pengalaman itu sendiri (2005). Jadi dengan penelitian tindakan kelas guru dapat melakukan perbaikan-perbaikan pada pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggungjawabnya, supaya pembelajaran menjadi menyenangkan dan memperoleh hasil yang optimal. Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik (Arikunto, dkk. 2008: 61). Sedangkan tujuan utama penelitian tindakan kelas menurut Suyanto (1997) dalam Basrowi dan Suwandi adalah untuk meningkatkan (1) kualitas praktik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
pembelajaran di sekolah, (2) relevansi pendidikan, (3) mutu hasil pendidikan, dan (4) efisiensi pengelolaan pendidikan (2008: 52). Penelitian tindakan kelas mempunyai prinsip yang harus diperhatikan. Penelitian tindakan kelas mempunyai tiga ciri pokok, yaitu a) Inkuiri reflektif, b) kolaboratif dan c) reflektif, yang dirangkum sebagai berikut: a. Inkuiri reflektif PTK berangkat dari permasalahan pembelajaran riil yang sehari-hari dihadapi, sehingga PTK itu berdasarkan pada pelaksanaan tugas dan pengambilan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. b. Kolaboratif Dalam pelaksanaan PTK tidak dapat dilakukan sendiri oleh peneliti tetapi harus berkolaborasi dengan guru. c. Reflektif PTK lebih menekankan pada proses refleksi terhadap proses dan hasil penelitian, sehigga penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian formal yang mengutamakan pendekatan empiris eksperimental (Arikunto, dkk. 2008: 110). Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian formal. Penelitian formal bertujuan menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum. Penelitian tindakan lebih bertujuan memperbaiki kinerja. Perbedaan antara penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan penelitian yang lain khususnya penelitian formal disajikan dalam Tabel 2.1. Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan beberapa model. Mohammad Asrori (2007: 45-46) mengungkapkan empat model dalam penelitian tindakan kelas yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Tabel 2.1. Perbedaan Antara Penelitian Formal Dengan Classroom Action Research No Aspek Penelitian Tindakan Kelas Bukan Tindakan Kelas 1.
Dasar
Memperbaiki realitas
Membangun pengetahuan
filosofis
pembelajaran
berdasarkan hasil penelitian
2.
Sumber
Hasil diagnosis
Hasil deduksi-induksi
Tujuan
Perbaikan proses dan hasil
Verifikasi dan generalisasi
penelitian
pembelajaran
Status
Kolaborasi sejawat
Sebagai “orang luar”
Bersiklus
Linear
Sampel
Tidak menekankan
Menekankan pentingnya
penelitian
keterwakilan terhadap
keterwakilan terhadap
populasi
populasi
Cenderung fleksibel
Standar dan “kaku”
masalah 3.
4.
peneliti 5.
Desain proses
6.
7.
Metode
(fixed”
penelitian
(Sumber: Asrori, 2007: 19) a. Model Guru Sebagai Peneliti Pada model ini guru memiliki peran yang paling utama. Guru terlibat secara langsung dan penuh mulai dari proses perencanaan, tindakan dan refleksi. Adapun pihak lain yang mungkin juga ikut berkecimpung didalamnya hanya berperan sebagai tempat konsultasi guru jika terdapat kesulitan. Bahkan guru sendiri juga yang mencari permasalahan dan menentukan solusi dari permasalahan tersebut yang akan diselesaikan melalui PTK.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
b. Model Kolaboratif Pada model ini guru mengajak serempak pihak luar seperti sesama guru, kepala sekolah maupun peneliti dari perguruan tinggi kependidikan dan menjadi satu tim merencanakan dan melaksanakan penelitian. Hubungan antara beberapa pihak diatas adalah bersifat kemitraan artinya, duduk bersama secara harmonis untuk memikirkan dan menemukan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian tindakan kelas. Dalam proses penelitian tindakan kelas yang bersifat kolaboratif ini bukan pihak luar semata yang bertindak sebagai inovator dan pembaharu, tetapi guru juga dapat melakukannya melalui kerjasama dengan peneliti dari pihak perguruan tinggi kependidikan. Meski demikian, gurulah yang harus secara aktif terlibat langsung sebagai pelaksana penelitian meskipun dibantu peneliti dari perguruan tinggi kependidikan. Sehingga guru dapat meningkatkan kualitasnya. c. Model Simultan Terintegrasi Pada penelitian tindakan kelas model simultan terintegrasi ini dipakai untuk memenuhi dua tujuan utama yaitu, untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
praktis
dalam
pembelajaran
dan
untuk
menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Pada PTK model ini permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran diteliti dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar misalnya peneliti dari perguruan tinggi kependidikan. Adapun guru dilibatkan pada aspek atau langkah mencobakan tindakan-tindakan dan melakukan refleksi terhadap praktikpraktik pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru bukanlah sebagai pencetus gagasan permasalahan yang harus diteliti dikelas dan bukan pula sebagai inovator, melainkan peneliti yang memegang peranan tersebut. Sedangkan guru hanya pelaksana tindakan dalam praktik pembelajaran dikelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
d. Model Administrasi Sosial Eksperimental Pada PTK model administrasi sosial eksperimental ini guru sama sekali tidak dilibatkan dalam penelitian, baik mulai dari perencanaan, pemberian tindakan, observasi, dan refleksi terhadap praktik pembelajaran di kelas. Tanggungjawab sepenuhnya dipegang oleh pihak luar, misalnya peneliti dari perguruan tinggi kependidikan. PTK model ini lebih menekankan pada dampak dari kebijakan dan praktik pebelajaran. peneliti bekerja atas hipotesis tertentu kemudian melakukan berbagai bentuk tes melalui kegiatan eksperimen. Selain model-model diatas, masih ada beberapa model yang lain, diantaranya: model diagnostik, model partisipan, model empiris dan model eksperimental. Adapun model penelitian yang ideal menurut Asrori adalah penelitian yang meskipun diprakarsai oleh fasilitator dari luar, misalnya peneliti dari perguruan tinggi kependidikan, tapi tetap guru harus yang secara aktif terlibat langsung sebagai pelaksana penelitian dalam keseluruhan rangkaian penelitian, sejak dari awal penelitian sampai pada pelaporan hasilnya (2007: 50). Ini sangat penting agar guru berkembang rasa memiliki penelitian itu secara mendalam sehingga guru yang bersangkutan dapat berkembang kemampuan melakukan penelitiannya dan proses pembelajaran yang dilakukan dapat meningkat kualitasnya. Pada gilirannya, proses pembelajaran yang berlualitas itu dapat menghasilkan prestasi belajar siswa yang berkualitas pula. Menurut Asrori ada empat aspek pokok dalam penelitian tindakan kelas yaitu, (a) Penyusunan rencana, (b) Tindakan, (c) Observasi dan (d) Refleksi (2007: 52). a. Penyusunan Rencana Rencana dalam PTK merupakan tindakan yang terprogram dengan rapi dan memiliki pandangan jauh kedepan guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktik pembelajaran dikelas serta hasil belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Karenanya, penyusunan rencana hendaknya dipikirkan dengan sebaikbaiknya. Dalam penyusunan rencana tindakan maka perlu memperhatikan dua hal berikut, yaitu mempertimbangkan resiko yang mungkin muncul baik yang bersifat material, interaksi sosial, maupun psikologis, dan tindakan yang akan dilaksanakan hendaknya dapat memungkinkan guru untuk bertindak secara efektif dalam berbagai keadaan, lebih bijaksana dan hatihati. b. Tindakan Tindakan merupakan aplikasi nyata dari perencanaan yang telah dilakukan pada langkah sebelumnya. Secara khusus dalam PTK, tindakan berarti tindakan guru sebagai peneliti yang secara sadar dan terkendali melakukan variasi praktik pembelajaran secara cermat dan bijaksana. Tindakan yang dilakukan guru mengacu pada perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Namun, tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana yang telah disusun tersebut, karena tindakan yang dilakukan pada pembelajaran dikelas selalu memunculkan kendala-kendala yang sebagian muncul secara tiba-tiba dan tidak terduga sebelumnya, sehingga tidak terperhitungkan pada saat penyusunan rencana. Dengan demikian, rencana tindakan harus fleksibel, dinamis dan siap diubah sesuai dengan situasi pembelajaran nyata yang dihadapi guru. Maka hal yang juga penting dimiliki oleh seorang guru sebagai peneliti adalah kemampuan untuk mengambil keputusan secara cepat ketika ditemui kendala yang tidak terduga saat tindakan dalam praktik pembelajaran dikelas. c. Observasi Observasi dalam PTK merupakan kegiatan pengamatan terhadap proses pembelajaran dikelas untuk memperoleh gambaran secara cermat tindakan yang sedang dilakukan dan kemudian mendokumentasikan dampak atau pengaruh dari tindakan tersebut. Objek pokok yang diobservasi adalah selalu berupa tindakan, pengaruhnya atau dampak tindakan tersebut, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
konteks situasi tempat tindakan itu dilakukan. Hasil observasi diperlukan sebagai dasar bagi kegiatan refleksi pada saat sekarang dan lebih lagi ketika putaran atau siklus itu sedang berlangsung. Observasi secara cermat sangat diperlukan karena tindakan yang dilakukan oleh guru biasanya selalu dihadapkan kapada berbagai kendala dalam realitas pembelajaran dikelas. Sebagaimana rencana tindakan dan pelaksanaan tindakan, rencana observasi juga harus fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga. Guru sebagai peneliti hendaknya selalu memiliki catatan khusus untuk mencatat hal-hal yang terlewatkan dari rencana observasi yang tiba-tiba muncul dikelas dan tidak terperhitungkan dalam penyusunan rencana observasi . d. Refleksi Refleksi merupakan tindakan berikutnya setelah didapatkan hasil observasi yang telah terdokumentasikan. Refleksi merupakan kegiatan mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis kembali suatu kegiatan atau tidakan yang telah dilakukan sebagaimana yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi dalam PTK berusaha memahami proses dan permasalahan atau kendala yang muncul dalam tindakan yang dilakukan selama tindakan dalam pembelajaran dengan mempertimbangkan dari berbagai sudut pandang. Seorang guru sebagai peneliti hendaknya tidak melakukan sendiri kegiatan refleksi, namun juga melakukan diskusi dengan teman sejawat atau peneliti lain dari perguruan tinggi kependidikan agar didapatkan hasil refleksi yang lebih bagus dan lebih tajam. Refleksi memiliki fungsi evaluatif, maksudnya dengan refleksi yang telah dilakukan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dari pengalamannya selama melakukan tindakan dikelas untuk perbaikan proses pembelajaran pada siklus berikutnya. Demikian juga refleksi memiliki fungsi deskriptif. Artinya dengan refleksi tersebut didapatkan gambaran yang lebih hidup dari proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
pembelajaran dikelas meliputi situasi, kondisi dan kendala dalam proses pembelajaran tersebut. Untuk lebih jelas mengenai tahapan-tahapannya, dapat dilihat pada Gambar 2.2. Permasalahan
Siklus I
Permasalahan baru Hasil refleksi
Siklus II
Apabila permasalahan belum terselesaikan
Perencanaan Tindakan I
Refleksi I
Perencanaan Tindakan II
Refleksi II
Pelaksanaan Tindakan I
Pengamatan/ Pengumpulan Data I
Pelaksanaan Tindakan II
Pengamatan/ Pengumpulan Data II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar 2.2. Siklus Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: Arikunto, dkk. 2008: 74) Penelitian tindakan kelas merupakan proses dinamis yang didalamnya terdapat empat moment yaitu moment siklus-spiral dari perencanaan, tidakan, observasi, dan refleksi. Peningkatan pemahaman pada tahap-tahap sebelumnya akan muncul sebagai dasar pemikiran bagi praktik berikutnya. Dasar pemikiran itu dikembangkan dengan diuji melalui praktik pembelajaran nyata. Setiap proposisi dalam dasar pemikiran harus dicocokan dengan praktik pembelajaran nyata dan dengan bagian lain dari dasar pemikiran itu. Selanjutnya pemikiran ini akan berkembang menjadi prespektif atau sudut pandang yang bersifat kritis terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
praktik pembelajaran dan aspek-aspek yang terkait secara langsung atau tidak langsung dengan upaya perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran yang ada. Dengan proses pemikiran yang bersifat siklus-spiral semacam ini, perbaikan dan peningkatan pembelajaran diharapkan akan berjalan secara dinamis dan berkesinambungan sehingga dapat tercapai peningkatan hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan.
B. Materi Alat-alat Optik Berikut ini akan dipelajari berbagai alat yang bekerja berdasarkan prinsip pembiasan dan pemantulan cahaya yang disebut alat optik. Karena prinsip kerjanya mengacu pada konsep pembiasan dan pemantulan cahaya, maka bagian utama dari alat optik adalah cermin atau lensa. 1. Mata Manusia Apabila diamati, ternyata mata terdiri atas beberapa bagian yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda-beda tetapi saling mendukung. Bagian-bagian mata yang penting tersebut, antara lain, kornea, pupil, iris, aquaeus humour, otot akomodasi, lensa mata, retina, vitreous humour, bintik kuning, bintik buta, dan saraf mata.
Gambar 2.3. Diagram Mata Manusia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
a) Kornea. Kornea merupakan bagian luar mata yang tipis, lunak, dan transparan.
Kornea berfungsi menerima dan meneruskan cahaya yang
masuk pada mata, serta melindungi bagian mata yang sensitif di bawahnya. b) Pupil. Pupil merupakan celah sempit berbentuk lingkaran dan berfungsi agar cahaya dapat masuk ke dalam mata. c) Iris. Iris adalah selaput berwarna hitam, biru, atau coklat yang berfungsi untuk mengatur besar kecilnya pupil. Warna inilah yang Anda lihat sebagai warna mata seseorang. d) Aquaeus Humour. Aquaeus humour merupakan cairan di depan lensa mata untuk membiaskan cahaya ke dalam mata. e) Otot Akomodasi. Otot akomodasi adalah otot yang menempel pada lensa mata dan berfungsi untuk mengatur tebal dan tipisnya lensa mata. f) Lensa Mata. Lensa mata berbentuk cembung, berserat, elastis, dan bening. Lensa ini berfungsi untuk membiaskan cahaya dari benda supaya terbentuk bayangan pada retina. g) Retina. Retina adalah bagian belakang mata yang berfungsi sebagai tempat terbentuknya bayangan. h) Vitreous Humour. Vitreous humour adalah cairan di dalam bola mata yang berfungsi untuk meneruskan cahaya dari lensa ke retina. i) Bintik Kuning. Bintik kuning adalah bagian dari retina yang berfungsi sebagai tempat terbentuknya bayangan yang jelas. j) Bintik Buta. Bintik buta adalah bagian dari retina yang apabila bayangan jatuh pada bagian ini, maka bayangan tampak tidak jelas atau kabur. k) Saraf Mata. Saraf mata befungsi untuk meneruskan rangsangan bayangan dari retina menuju ke otak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Gambar 2.4. Akomodasi oleh mata normal: (a) lensa rileks, dan (b) lensa menebal Untuk pemfokusan pada benda jauh, otot akan rileks dan lensa memipih, sehingga berkas-berkas paralel terfokus pada titik fokus (retina), tampak seperti pada Gambar 2.4 (a). Untuk pemfokusan pada benda dekat, otot berkontraksi, menyebabkan lensa mata mencembung sehingga jarak fokus menjadi lebih pendek, jadi bayangan benda yang dekat dapat difokuskan pada retina, di belakang titik fokus, tampak seperti pada Gambar 2.4 (b). Kemampuan mata untuk mencembung atau memipihkan lensa mata ini disebut daya akomodasi. 2. Kacamata Sekarang dapat timbul pertanyaan, apakah semua mata manusia itu normal? Ternyata banyak orang yang memiliki titik dekat atau titik jauh yang tidak sesuai dengan sifat mata normal. Mata yang sifatnya tidak normal dinamakan mata rabun. Mata yang rabun ini berarti lensa matanya tidak dapat berakomodasi secara normal.Keadaan mata yang tidak normal dapat dibantu dengan alat yang kita kenal kaca mata. Mata rabun ada tiga jenis yaitu rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh (miopi) dan presbiopi. Hipermetropi atau rabun dekat disebut juga mata jauh karena hanya dapat melihat jelas benda-benda yang jauh. Mata ini tidak dapat berakomodasi maksimum se-cara normal berarti titik dekatnya lebih besar dari 25 cm (PP > 25 cm). Karena sifat di atas maka setiap melihat benda pada titik baca normal (25 cm) bayangannya akan berada di belakang retina. Untuk mengatasinya diperlukan lensa positif. Lihat Gambar 2.5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Gambar 2.5. Lensa Positif Membantu Rabun Dekat Miopi atau rabuh jauh disebut juga mata dekat karena hanya dapat melihat jelas benda-benda yang dekat. Mata ini tidak dapat berakomodasi minimum secara normal. Titik jauh matanya kurang dari jauh tak hingga (PR<~). Karena sifat tersebut maka mata miopi yang digunakan untuk melihat benda jauh tak hingga akan membentuk bayangan di depan retina. Untuk melihat benda jauh tak hingga maka mata ini dapat dibantu dengan kacamata lensa negatif. Lihat Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Lensa Positif Membantu Rabun Jauh Presbiopi disebut juga mata tua yaitu mata yang titik dekat dan titik jauhnya telah berubah. Titik dekat-nya menjauh dan titik jauhnya mendekat. Berarti mata presbiopi tidak bisa melihat benda dekat maupun jauh dengan jelas. Mata yang memiliki sifat seperti ini men-galami miopi maupun hipermetropi. Cara menanganinya adalah menggunakan kaca mata rangkap. Dari penjelasan di atas dapat dituliskan sifat-sifat mata presbiopi adalah: PP > 25 cm, PR < ~, tidak bisa melihat benda jauh maupun dekat, dan penyelesaiannya merupakan gabungan miopi dan hipermetropi 3. Lup Lup atau kaca pembesar adalah alat optik yang terdiri atas sebuah lensa cembung. Lup digunakan untuk melihat benda-benda kecil agar nampak lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
besar dan jelas. Ada 2 cara dalam menggunakan lup, yaitu dengan mata berakomodasi dan dengan mata tak berakomodasi.
Gambar 2.7. Penampang Lup Pada saat mata belum menggunakan lup, benda tampak jelas bila diletakkan pada titik dekat pengamat (s=sn) sehingga mata melihat benda dengan sudut pandang α. Pada Gambar 2.8 (b), seorang pengamat menggunakan lup dimana benda diletakkan antara titik O dan F (di ruang I) dan diperoleh bayangan yang terletak pada titik dekat mata pengamat (s'=sn). Karena sudut pandang mata menjadi lebih besar yaitu β, maka mata pengamat berakomodasi maksimum.
Gambar 2.8. Mengamati Benda dengan Mata Berakomodasi Untuk mata normal dan berakomodasi maksimum, bayangan yang terbentuk berada pada jarak baca normal (sn) yaitu 25 cm. Oleh karena itu, perbesaran bayangan pada lup dapat dituliskan maka perbesarannya menjadi
=
=
, karena s' = 25 cm,
. Lup terbuat dari sebuah lensa cembung,
sehingga persamaan lup sama dengan persamaan lensa cembung.
Untuk mata berakomodasi maksimum s' = -25 cm (tanda negatif (-) menunjukkan bayangan di depan lensa) sehingga diperoleh:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
dengan, M adalah perbesaran bayangan, dan f adalah jarak fokus lup. Adapun sifat bayangan yang dihasilkan lup adalah maya, tegak, dan diperbesar. Menggunakan lup untuk mengamati benda dengan mata berakomodasi maksimum cepat menimbulkan lelah. Oleh karena itu, pengamatan dengan menggunakan lup sebaiknya dilakukan dengan mata tak berakomodasi (mata dalam keadaan rileks). Menggunakan lup dengan mata tak berakomodasi dapat diperoleh bila benda diletakkan pada titik fokus lup (s = f).
Gambar 2.9. Mengamati Benda dengan Mata Tak Berakomodasi Untuk mata tak berakomodasi, bayangan terbentuk di tak terhingga (s'= f) sehingga perbesaran bayangan yang dibentuk lup untuk mata tak berakomodasi adalah sebagai berikut.
Pada kehidupan sehari-hari, lup biasanya digunakan oleh tukang arloji, pedagang kain, pedagang intan, polisi, dan sebagainya. 4. Kamera Kamera adalah alat yang digunakan untuk menghasilkan bayangan fotografi pada film negatif. Biasanya kamera digunakan untuk mengabadikan kejadian-kejadian penting.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Gambar 2.10. Bagian-Bagian Kamera Sederhana Komponen-komponen
dasar kamera adalah lensa, kotak ringan yang
rapat, shutter (penutup) untuk memungkinkan lewatnya cahaya melalui lensa dalam waktu yang singkat, dan pelat atau potongan film yang peka. Gambar 2.10 menunjukkan desain atau diagram sebuah kamera sederhana. Ketika shutter dibuka, cahaya dari benda luar dalam medan pandangan difokuskan oleh lensa sebagai bayangan pada film. Film terdiri dari bahan kimia yang peka terhadap cahaya yang mengalami perubahan ketika cahaya menimpanya. Pada proses pencucian, reaksi kimia menyebabkan bagian yang berubah menjadi tak tembus cahaya sehingga bayangan terekam pada film. Benda atau film ini disebut negatif, karena bagian hitam menunjukkan benda yang terang dan sebaliknya. Proses yang sama terjadi selama pencetakan gambar untuk menghasilkan gambar “positif” hitam dan putih. Film berwarna menggunakan tiga bahan celup yang merupakan warna-warna primer. Untuk memperoleh hasil pemotretan yang bagus, lensa dapat digeser maju mundur sampai terbentuk bayangan paling jelas dengan jarak yang tepat, kemudian tekan tombol shutter. 5. Mikroskop Mikroskop adalah alat yang digunakan untuk melihat benda-benda kecil agar tampak jelas dan besar. Mikroskop terdiri atas dua buah lensa cembung. Lensa yang dekat dengan benda yang diamati (objek) disebut lensa objektif dan lensa yang dekat dengan pengamat disebut lensa okuler. Mikroskop yang memiliki dua lensa disebut mikroskop cahaya lensa ganda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Gambar 2.11. Bagian-Bagian Mikroskop Karena mikroskop terdiri atas dua lensa positif, maka lensa objektifnya dibuat lebih kuat daripada lensa okuler (fokus lensa objektif lebih pendek daripada fokus lensa okuler). Hal ini dimaksudkan agar benda yang diamati kelihatan sangat besar dan mikroskop dapat dibuat lebih praktis (lebih pendek). Benda yang akan amati diletakkan pada sebuah kaca preparat di depan lensa objektif dan berada di ruang II lensa objektif (fobj < s < 2fobj). Hal ini menyebabkan bayangan yang terbentuk bersifat nyata, terbalik dan diperbesar. Bayangan yang dibentuk lensa objektif merupakan benda bagi lensa okuler. Untuk memperoleh bayangan yang jelas, Anda dapat menggeser lensa okuler dengan memutar tombol pengatur. Supaya bayangan terlihat terang, di bawah objek diletakkan sebuah cermin cekung yang berfungsi untuk mengumpulkan cahaya dan diarahkan pada objek. Ada dua cara dalam menggunakan mikroskop, yaitu dengan mata berakomodasi maksimum dan dengan mata tak berakomodasi. Penggunaan
mikroskop
dengan
mata
berakomodasi
maksimum
menyebabkan bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif harus terletak di ruang I lensa okuler (antara Ook dan fok ). Hal ini bertujuan agar bayangan akhir yang dibentuk lensa okuler tepat pada titik dekat mata pengamat. Lukisan bayangan untuk mata berakomodasi maksimum disajikan pada Gambar 2.12.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Gambar 2.12. Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Berakomodasi Maksimum Secara matematis perbesaran bayangan untuk mata berakomodasi maksimum ditulis sebagai
=
×
+1
atau
Adapun panjang mikroskop (tubus) dapat dinyatakan
= ′
=
× +
+1 .
.
Adapun penggunaan mikroskop dengan mata tak berakomodasi, maka lensa okuler harus diatur/digeser supaya bayangan yang diambil oleh lensa objektif tepat jatuh pada fokus lensa okuler. Lukisan bayangan untuk mata tak berakomodasi dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Tak Berakomodasi Perbesaran bayangan pada mata tak berakomodasi dapat ditulis sebagai ×
atau
dinyatakan
= ′
×
= +
. Dan panjang mikroskop (jarak tubus) dapat
.
6. Teropong Bintang Teropong bintang adalah teropong yang digunakan untuk melihat atau mengamati benda-benda langit, seperti bintang, planet, dan satelit. Nama lain teropong bintang adalah teropong astronomi. Setiap teropong diharapkan dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
digunakan untuk melihat bayangan dengan cara berakomodasi minimum, sehingga pembentukan bayangan oleh teropong bintang dapat dilihat seperti pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bintang Perhatikan Gambar 2.14, teropong bintang terdiri dari dua lensa. Sinar dari benda (bintang) di jauh tak hingga akan dibiaskan menuju fokus lensa objektif. Kemudian oleh lensa okuler akan dibentuk bayangan di jauh tak hingga lagi (akomodasi minimum) yang memiliki sifat : maya, terbalik, diperbesar. Dari Gambar 2.14 juga dapat dilihat bahwa panjang teropong atau jarak antara dua lensanya memenuhi
=
+
.
Perbesaran bayangan yang terbentuk oleh teropong pada akomodasi minimum memenuhi
=
.
7. Teropong Bumi Teropong medan digunakan untuk mengamati benda-benda yang jauh di permukaan bumi. Teropong bumi terdiri atas tiga lensa cembung, masingmasing sebagai lensa objektif, lensa pembalik, dan lensa okuler. Lensa pembalik hanya untuk membalikkan bayangan yang dibentuk lensa objektif, tidak untuk memperbesar bayangan. Lensa okuler berfungsi sebagai lup. Karena lensa pembalik hanya untuk membalikkan bayangan, maka bayangan yang dibentuk lensa objektif harus terletak pada titik pusat kelengkungan lensa pembalik. Lensa okuler juga dibuat lebih kuat daripada lensa objektif. Teropong bumi atau medan sebenarnya sama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
dengan teropong bintang yang dilengkapi dengan lensa pembalik. Pembentukan bayangan pada teropong bumi dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut pada saat mata berakomodasi maksimum.
Gambar 2.15. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Berakomodasi Maksimum Sifat bayangan yang dibentuk teropong medan adalah maya, tegak, dan diperbesar. Perbesaran bayangan pada mata berakomodasi maksimum dapat dinyatakan sebagai +4
=
+
=
. Dan panjang teropong bumi dinyatakan sebagai
.
Untuk mata tak berakomodasi, lensa okuler digeser sedemikian rupa sehingga fokus lensa okuler berimpit dengan titik pusat kelengkungan lensa pembalik (fok = 2fpemb). Pembentukan bayangan dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Pembentukan Bayangan oleh Teropong Bumi dengan Mata Tak Berakomodasi Pembesaran bayangan pada saat mata tak berakomodasi dapat dinyatakan =
sebagai 4
+
. Dan panjang teropong bumi dinyatakan sebagai
=
+
.
8. Teropong Prisma Teropong bumi dan teropong panggung memang tidak bisa dibuat praktis. Untuk itu, dibuat teropong lain yang fungsinya sama tetapi sangat praktis, yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
teropong prisma. Disebut teropong prisma karena pada teropong ini digunakan dua prisma yang didekatkan bersilangan antara lensa objektif dan lensa okuler sehingga bayangan akhir yang dibentuk bersifat maya, tegak, dan diperbesar.
Gambar 2.17. Penampang Teropong Prisma Objektif dan okuler merupakan lensa konvergen. Prisma memantulkan berkas dengan pantulan internal sempurna dan memendekkan ukuran fisik alat tersebut, dan juga berfungsi untuk menghasilkan bayangan tegak. Satu prisma membalikkann kembali bayangan pada bidang vertikal, yang lainnya pada bidang horizontal.
Gambar 2.18. Pantulan Cahaya internal Sempurna oleh Teropong Prisma C. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian tindakan kelas terdahulu yang mendukung penelitian ini diantaranya diungkapkan oleh Huda (2011: 305) yang menyatakan: Berdasarkan review yang dilakukan oleh Newman dan Thompson (1987), ada sekitar 27 penelitian (yang melibatkan 37 perbandingan antara kelompok kooperatif dan kelompok kontrol) yang berusaha mengidentifikasi pengaruh metode-metode pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian siswa SMP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
dan SMA. Dari 37 perbandingan yang dilakukan, 25 diantaranya (68%) menemukan metode pembelajaran kooperatif berpengaruh signifikan terhadap pencapaian siswa (dengan level minimal signifikansi 0.5) . Adapun penelitian lain yang lebih khusus pada teknik pembelajaran Jigsaw dalam kaitannya dengan kemampuan kognitif dan aktivitas siswa yang dilakukan oleh Sayidah Latifah menunjukkan bahwa: 1) penerapan pendekatan kontekstual dengan model strategi pembelajaran tipe Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, (a) keaktifan siswa dalam bertanya di akhir putaran mencapai 43,47%, (b) keaktifan siswa berinteraksi dalam kelompok mencapai 78,26%, (c) keaktifan siswa dalam menjawab atau memberikan tanggapan pada akhir putaran mencapai 52,17%, (d) keaktifan siswa dalam mengerjakan soal di depan kelas pada akhir putaran mencapai 43,47%, dan (e) keaktifan siswa dalam mengerjakan soal diskusi di buku catatan pada akhir putaran mencapai 91,3%. 2) peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika yang ditunjukan dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar dan nilai rata-rata siswa. Ketuntasan belajar siswa mencapai 86,95% dan nilai rata-rata siswa pada akhir putaran mencapai 65,22%. Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Efi dengan membandingkan hasil belajar yang dilakukan dengan Jigsaw dan dilakukan dengan STAD. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) gain dengan teknik Jigsaw adalah 3,14, lebih tinggi dibandingkan dengan STAD yang hanya 2,68. Adapun penelitin yang dilakukan oleh Marvin Lew, Debra Mesch, David W. Johnson dan Roger Johnson (1986: 229) dengan menerapkan pembelajaran kooperatif menghasilkan, “The results indicate that positive goal interdependence with both collaborative-skills and academic group contingencies promoted the most positive relationships with nonhandicapped classmates, most frequent engagement in cooperative skills, and the highest achievement.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Gelu Maftei dan Muza Maftei (2011: 1610), setelah menerapkan teknik Jigsaw mereka menyatakan, “Observations of physics lessons with a view to applying modern teaching methods – assessment, shows no doubt, that students interest in physics classes and school in general has increased significantly. Students participate more actively in class, doing practical work with the teacher..The Jigsaw method must to be used, its success will be guaranteed.” Data di atas memperlihatkan bahwa penelitian tersebut berhasil menunjukkan adanya perbaikan dalam hal peningkatan kemampuan kognitif dan aktivitas siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Oleh karena itu, maka perlu diteruskan penelitian kolaborasi antar guru dalam satu mata pelajaran atau antara guru dengan dosen atau peneliti dari LPTK dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas demi perbaikan pada mutu pembelajaran di kelas.
D. Kerangka Berfikir Pembelajaran yang banyak digunakan di sekolah menengah adalah pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru (teacher centered). Pelaksanaan pembelajaran dengan model konvensional, membuat siswa kurang aktif, dan guru tidak bisa menganalisis daya tangkap atau pemahaman siswanya secara individu. Maka dari itu, diperlukan model yang bisa menarik perhatian siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw agar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Selaras dengan judul penelitian yang diambil, yaitu pembelajaran Fisika dengan cooperative learning tipe Jigsaw untuk mengoptimalkan aktivitas dan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta maka dapat digambarkan kerangka berpikir seperti Gambar 2.19.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
KONDISI AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional
Menerapkan salah satu model pembelajaran inovatif yaitu Pembelajaran Kooperatif (Cooperatve Learning)
Aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa rendah
Siklus Menerapkan salah satu model Pembelajaran Kooperatif yaitu tipe Jigsaw
Diduga melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw meningkatkan aktivitas belajar siswa
Gambar 2.19. Kerangka Pemikiran Penelitian Tindakan Kelas
E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan perumusan masalah dan kesesuaiannya dengan karakteristik solusi yang diterapkan
tersebut di atas, maka hipotesis tindakan dirumuskan
sebagai berikut: ”Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw akan meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa di kelas X-6 SMA MTA Surakarta dalam proses pembelajaran Fisika.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA MTA Surakarta yang beralamat di Jln. Kyai Mojo, Semanggi, Pasarkliwon, Surakarta pada kelas X-6 semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret Tahun Pelajaran 2011/2012. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya disajikan pada Tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1. Waktu Penelitian 2011 No DES JAN
2012 FEB
TAHAP PERSIAPAN 1 2 3 TAHAP PELAKSANAAN 4 5 TAHAP PENYELESAIAN 6 7 Keterangan nomor: 1.
Survey ke sekolah
2.
Permohonan ijin penelitian
3.
Penyusunan instrumen
4.
Uji coba instrumen
5.
Pengambilan data
commit to user 46
MAR
APR
MEI
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
6.
Analisis data
7.
Penyusunan laporan
B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Penelitian ini difokuskan pada siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012 karena di kelas tersebut ditemukan adanya permasalahan-permasalahan dalam proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Fisika. Jumlah siswa Kelas X-6 pada semester genap Tahun Ajaran 2011/2012 adalah 32 siswa. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah kemampuan kognitif yang menunjukkan kualitas hasil belajar siswa dan aktivitas belajar yang menunjukkan kualitas proses belajar siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012. C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Classroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dengan empat aspek utama yang saling berkaitan, yaitu: 1) perencanaan tindakan, 2) tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Keempat aspek itu dihubungkan sebagai suatu siklus dan akan dijelaskan dalam prosedur penelitian. Penelitian tindakan kelas dilakukan menggunakan model kolaboratif antara guru dengan peneliti. Guru dan peneliti duduk bersama secara harmonis untuk memikirkan dan menemukan permasalahan yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas, penentuan rencana tindakan perbaikan dan pelaksanaan penelitian. Berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan guru maka tugas guru dan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peneliti pada penelitian ini bertugas sebagai pelaksana tindakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
2. Guru pada penelitian ini bertugas sebagai observer atau pengamat. Selain itu dalam penelitian tindakan kelas ini melibatkan seorang rekan peneliti untuk membantu observasi. Berdasarkan
observasi
awal
dirancang
suatu
tindakan
untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Untuk memperoleh hasil yang maksimal pada penelitian ini dilakukan dalam siklus, jika satu siklus belum memperoleh hasil yang diharapkan, maka dilanjutkan siklus berikutnya yang disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus sebelumnya. D. Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Data Penelitian Data yang dikumpulkan yaitu daftar nilai ulangan/tes siswa dan data hasil observasi aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Fisika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Data penelitian berupa data hasil observasi dengan berpedoman pada lembar observasi aktivitas siswa dan juga nilai kognitif siswa pada saat kondisi awal, lalu nilai pada tes siklus 1 dan tes siklus 2. 2. Teknik Pengumpulan Data Pada saat observasi awal, pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara untuk mengetahui kondisi awal siswa dan menemukan permasalahan yang terjadi di kelas ketika pembelajaran berlangsung. Diantaranya dengan teknik wawancara baik dengan guru maupun dengan siswa. Wawancara dengan guru dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait dengan kondisi siswa baik prestasi, semangat belajar siswa, gambaran umum proses pembelajaran dan juga materi yang sedang diajarkan. Adapun wawancara dengan siswa dilakukan untuk mendapatkan data terkait dengan minat siswa terhadap proses pembelajaran, pandangan siswa dengan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan harapan siswa terhadap pembelajaran yang diminati. Selain teknik wawancara, juga dengan teknik pengamatan langsung saat proses pembelajaran berjalan untuk mengetahui commit to user secara langsung kondisi pembelajaran dalam kelas. Kemudian, digunakan juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
teknik kajian dokumentasi terhadap arsip nilai Fisika siswa untuk mengetahui kondisi kognitif siswa pada pelajaran Fisika. Lalu pada saat penelitian di kelas berlangsung, data-data yang dibutuhkan dikumpulkan melalui teknik tes, baik pada saat kondisi awal, siklus I maupun siklus II, guna mengetahui perkembangan kemampuan kognitif siswa pada siklus berikutnya. Selain itu, digunakan juga teknik pengamatan berupa observasi dengan
berpedoman pada
format
lembar observasi untuk
mendapatkan data terkaitnkondisi aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Dari data-data yang telah terkumpul, selanjutnya dilakukan pengkajian terhadap dokumentasi atau arsip-arsip tersebut untuk kemudian dilakukan analisis terhadap data-data tersebut untuk mendapatkan hasil penelitian. E. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu instrumen penilaian dan instrumen pembelajaran. 1. Instrumen Penilaian Dalam penelitian ini, dilakukan dua jenis penilaian, yaitu penilaian proses pembelajaran berupa penilaian terhadap aktivitas siswa dan penilaian hasil belajar siswa yang lebih khusus penilaian terhadap kemampuan kognitif siswa. Dengan demikian, penilaian terhadap proses pembelajaran siswa diperoleh dari kajian dokumentasi terhadap data-data pada aktivitas belajar siswa, sedangkan penilaian terhadap hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan hasil tes pada tiap siklus. Lembar observasi siswa ini diberikan untuk diisi pengamat/observer selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar ini berisi indikator yang diamati dan kode nomor siswa setiap kelompok. Langkah langkah pembuatan lembar observasi aktivitas belajar siswa adalah: 1) Membuat kisi-kisi lembar observasi aktivitas belajar siswa yaitu dengan : a) Menentukan aspek yang diukur b) Menentukan indikator dari aspek yang diukur 2) Menentukan sistem penilaian untuk mengetahui nilai aktivitas setiap siswa commit to user dengan bantuan pakar pendidikan dan dosen pembimbing.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
3) Untuk menentukan validitas lembar observasi aktivitas belajar siswa dilakukan dengan validitas isi oleh pakar pendidikan dan dosen pembimbing. Adapun kisi-kisi lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan sistem penilaian aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada Lampiran 5. Untuk penilaian kemampuan kognitif Fisika, menggunakan bentuk tes objektif. Adapun langkah pembuatan tes terdiri dari : a)
Membuat kisi-kisi soal tes berdasarkan silabus
b) Menyusun soal tes c)
Mengadakan uji coba tes (try Out)
d) Menganalisis butir soal, meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda Tes objektif tersebut terdiri dari 30 butir soal. Sebelum tes digunakan untuk mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui instrumen tes kognitif tersebut telah memenuhi persyaratan tes yang baik yaitu dalam hal validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Uji coba instrumen tes kognitif dilakukan pada siswa yang telah memperoleh pelajaran Fisika materi alat-alat optik yaitu siswa kelas X-1 SMA MTA Surakarta. Alasan mengambil kelas tersebut adalah karena seluruh siswanya laki-laki dan semuanya tinggal di asrama putra, sehingga tidak mungkin ada kebocoran soal tes kepada siswa kelas X-6 yang menjadi subjek penelitian, mengingat semua siswa kelas tersebut siswa adalah perempuan dan tinggal di Asrama Putri. Analisis butir soal yang dilakukan meliputi beberapa hal berikut ini: 1) Uji Validitas Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas butir. Validitas butir suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal. Dalam penelitian ini salah satu bentuk soal yang digunakan adalah pilihan ganda. Pada bentuk soal pilihan ganda ini skor terhadap jawaban setiap soal yang digunakan adalah bentuk soal pilihan ganda. Pada to user bentuk soal pilihan ganda commit ini, skor terhadap jawaban setiap soal hanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
terdiri atas angka 1 dan 0. Perhitungan validitas instrumen kognitif dicari dengan rumus sebagai berikut. p q
γpbi = dengan:
pbi
= koefisien korelasi biserial
Mp = mean skor dari subjek yang menjawab benar, item yang dicari validitasnya Mt = mean skor total (skor rata-rata dari seluruh peserta tes) St
= standar deviasi dari skor total
p
= proporsi subjek yang menjawab benar item soal
q
jumlah siswa yang menjawab benar jumlah seluruh siswa = proporsi subjek yang menjawab salah item soal (q = 1-p)
=
Kriteria validitas item soal dikatakan valid apabila pbi ≥ (Suharsimi Arikunto, 2006:76)
tabel
Ringkasan hasil uji validitas soal kognitif siklus I setelah dilakukan tryout dapat dilihat pada Tabel 3.2. Sedangkan analisis hasil uji validitas soal kognitif siklus I dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 13. Tabel 3.2 Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
30
Kriteria Valid
Invalid
30
0
Ringkasan hasil uji validitas soal siklus II setelah dilakukan tryout dapat dilihat pada Tabel 3.3. Sedangkan analisis hasil uji validitas soal kognitif siklus II dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 17.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II Jenis Soal
Jumlah Soal
Kognitif
30
Kriteria Valid
Invalid
30
0
2) Uji Reliabilitas Reliabilitas berarti kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan memenuhi kriteria reliabilitas jika instrumen tersebut digunakan berulangulang pada subyek dengan kondisi yang sama akan memberikan hasil yang relatif tidak mengalami perubahan. Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes, dalam penelitian ini digunakan rumus Koder Richardson (KR) yang ke 20 atau KR-20, yaitu: 2 n S pq r11 = S2 n 1
dengan: r11
= reliabilitas tes secara keseluruhan
p
= proporsi subjek yang menjawab benar item soal =
jumlah siswa yang menjawab benar jumlah seluruh siswa
q
= proporsi subjek yang menjawab salah item soal (q = 1-p)
pq
= jumlah hasil perkalian antara p dan q
n
= banyaknya item soal
S
= standar deviasi dari tes (Suharsimi Arikunto, 2006: 98)
Kriteria dari uji reliabilitasnya, adalah sebagai berikut: 0,91 – 1,00
= sangat tinggi
0,71 – 0,90
= tinggi
0,41 – 0,70
= cukup
0,21 – 0,40
= rendah
Negatif – 0,20
= sangat rendah (Masidjo, 1995: 233) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Dengan mempertimbangkan kriteria uji reliabilitas diatas, hasil uji coba reliabilitas instrumen soal penilaian kognitif siklus I dan siklus II terangkum dalam Tabel 3.4 dan 3.5. Hasil uji coba reliabilitas instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 13 dan siklus II pada Lampiran 17. Tabel 3.4. Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus I Jenis soal
Jumlah Soal
Reliabilitas
Kriteria
Kognitif
30
0,879
Tinggi
Tabel 3.5 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal pada Aspek Kognitif Siklus II Jenis soal
Jumlah Soal
Reliabilitas
Kriteria
Kognitif
30
0,893
Tinggi
3) Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang berkemampuan rendah (kurang pandai). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item tes, digunakan rumus: D=
BA BB = PA - PB JA JB
dengan: D = daya pembeda JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar Klasifikasi daya pembeda: 0,00 ≤ D < 0,20 adalah jelek 0,20 ≤ D < 0,40 adalah cukup 0,40 ≤ D < 0,70 adalah baik 0,70 ≤ D < 1,00 adalah baik sekali (Suharsimi Arikunto, 2006:218) Hasil uji coba daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang dilakukan terangkum dalam Tabel 3.6. Sedangkan hasil uji coba daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif siklus II yang dilakukan terangkum dalam Tabel 3.7. Hasil uji coba daya pembeda instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 13 dan siklus II pada Lampiran 17. Tabel 3.6. Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus I Kriteria
Jenis Soal
Jumlah Soal
Jelek
Cukup
Baik
Baik Sekali
Kognitif
30
6
19
5
0
Tabel 3.7. Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif Siklus II Kriteria
Jenis Soal
Jumlah Soal
Jelek
Cukup
Baik
Baik Sekali
Kognitif
30
4
19
7
0
Dari Tabel 3.6, untuk instrumen yang memiliki daya beda rendah dicek kembali keterbacaannya dan dikonsultasikan pada pakar pendidikan. 4) Taraf Kesukaran Taraf kesukaran item tes adalah pengukuran derajat kesukaran suatu item tes. Besarnya angka yang menunjukkan taraf kesukaran disebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Indeks Kesukaran (P). Soal yang baik adalah soal yang memiliki taraf kesukaran memadai, artinya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur taraf kesukaran masingmasing soal adalah: P=
B Js
dengan: P
= indeks kesukaran
B
= banyak siswa yang menjawab soal benar
Js = jumlah seluruh siswa peserta tes Adapun indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut: 0,00 ≤ P < 0,30 adalah sukar
(soal tidak dipakai)
0,30 ≤ P < 0,70 adalah sedang (soal dipakai) 0,70 ≤ P < 1,00 adalah mudah (soal dipakai) (Suharsimi Arikunto, 2006: 210) Hasil uji coba taraf kesukaran instrumen soal penilaian kognitif siklus I dan siklus II terangkum dalam Tabel 3.8 dan 3.9. Hasil uji taraf kesukaran untuk instrumen soal penilaian kognitif siklus I yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 13 dan siklus II pada Lampiran 17. Tabel 3.8 Ringkasan Hasil Tryout 1 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus I Jenis soal
Jumlah Soal
Kognitif
30
Taraf Kesukaran Soal Sedang Mudah Sukar 2 13 15
Tabel 3.9 Ringkasan Hasil Tryout 2 Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif Siklus II Jenis soal
Jumlah Soal
Kognitif
30
Taraf Kesukaran Soal Sedang Mudah Sukar 2 15 13
2. Instrumen Pembelajaran Instrumen pembelajaran yang to digunakan pada penelitian ini meliputi : commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
1) Silabus Berisi tentang rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penialian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. 2) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) Rencana pelaksanaan pembelajaran ini berisi tentang rincian kegiatan pembelajaran yang lebih rinci. Pembuatan RPP ini disusun dengan tujuan agar dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan dapat berjalan dan terstruktur dengan baik. F. Teknik Analisis Data Analisis data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data. Hal ini penting karena dapat membantu dalam mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi yang berlangsung di dalam kelas yang diteliti. Analisis kuantitatif dari data yang telah berhasil diperoleh dari hasil observasi pada setiap siklus dalam pelaksanaan tindakan kelas dianalisis secara diskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Kegiatan analisis tersebut meliputi: 1. Aktivitas belajar siswa pada setiap pertemuan pelaksanaan siklus. Aktivitas belajar yang dimaksud adalah aktivitas yang ditetapkan pada penelitian ini. 2. Hasil tes kemampuan kognitif siswa di akhir tiap siklus. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila target yang telah direncanakan pada penelitian ini tercapai. Target penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan guru dengan memperhatikan kondisi awal kelas yang dijadikan subjek penelitian. Adapun untuk target dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.10 dan 3.11. Tabel 3.10 Indikator Keberhasilan Nilai Aktivitas Belajar Siwa Indikator Tercapainya
nilai
minimal
aktivitas siswa yaitu 60
Cara Penilaian
Ketercapaian
∑ siswa yang lulus x100% ∑ jumlah siswa commit to user
75%
=
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Tabel 3.11 Indikator Keberhasilan Kemampuan Kognitif Siwa Indikator
Cara Penilaian
Tercapainya nilai batas tuntas (KKM) > 70
=
Ketercapaian
∑ siswa yang tuntas x100% ∑ jumlah siswa
70%
G. Prosedur Penelitian Prosedur Penelitian merupakan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian dari awal sampai akhir secara urut. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam suatu siklus yang terdiri dari, 1) perencanaan tindakan, 2) tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Apabila sudah dilaksanakan satu siklus tetapi belum menunjukkan tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan atau telah ada perbaikan namun belum mencapai target, maka kegiatan penelitian dilanjutkan pada siklus kedua dan seterusnya sehingga dapat memperoleh hasil sesuai indikator. Sebelum siklus dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan. Berikut ini pemaparan langkah-langkah yang dilakukan dari awal samapai akhir penelitian tindakan kelas. 1. Tahap Persiapan Tahap
persiapan
terdiri
dari
rangkaian
kegiatan
sebelum
dilaksanakannya penelitian tindakan kelas, kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : a. Permohonan ijin kepada kepala SMA MTA Surakarta untuk melakukan penelitian tindakan kelas. b. Observasi untuk mendapatkan gambaran awal mengenai kegiatan belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran Fisika di SMA MTA Surakarta c. Permohonan kerjasama dengan guru mata pelajaran Fisika dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas. d. Berunding dengan guru mata pelajaran Fisika kelas X untuk membicarakan keadaan secara umum kelas yang diampunya. Berdasarkan referensi dari guru kelas maka dipilih kelas X-6 sebagai commit to usersubjek penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
2. Tahap Awal Tindakan awal yang dilakukan adalah observasi untuk mengamati kondisi siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan data terkait aktivitas siswa dalam pembelajaran. Dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada tanggal 13, 19 dan 20 Januari 2012.Tahap selanjutnya, peneliti diminta oleh guru untuk mengajar secara langsung mata pelajaran Fisika di kelas X-6 dengan tujuan agar siswa terbiasa dengan peneliti sebagai pengajar. Peneliti mengajar menggunakan model pembelajaran yang sama dengan guru pengampu mata pelajaran Fisika. a. Perencanaan Tindakan 1) Guru menyusun rencana serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan dalam
bentuk
RPP
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
konvensional seperti yang biasa guru lakukan. 2) Peneliti menyusun instrumen penelitian yaitu lembar observasi aktivitas belajar siswa. b. Tindakan Menerapkan model pembelajaran konvensional berdasarkan RPP yang dibuat sebanyak 3 kali pertemuan, yaitu : 1) Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2012 dengan materi dinamika gerak 2) Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2012 dengan materi dinamika gerak 3) Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2012 dengan materi dinamika gerak c. Observasi Melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa pada pertemuan kedua dan ketiga dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. d. Refleksi Melaksanakan refleksi terhadap hasil pelaksanaan pembelajaran commit to user konvensional. yang dilakukan dengan model pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
3. Tahap Siklus I a. Perencanaan Tindakan 1) Peneliti dan guru menetapkan tindakan fokus penelitian yang harus dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan yang telah ditetapkan. Adapun tindakan yang disepakati adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Sedangkan fokus penelitian adalah kemampuan kognitif dan aktivitas belajar siswa. 2) Peneliti dan guru menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan dalam bentuk RPP dan LKS. 3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yaitu lembar observasi aktivitas belajar siswa. b. Tindakan 1) Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan, yang dijelaskan sebagai berikut: a) Pertemuan pertama siklus I Dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2012 di kelas X-6 SMA MTA Surakarta. Pada pertemuan pertama ini digunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Siswa secara heterogen diatur ke dalam delapan kelompok dengan jumlah anggota 4 siswa setiap kelompok. Kelompok ini disebut sebagai Kelompok Ahli. Setiap anggota kelompok diberikan nomor sebagai identitas. Kemudian guru membagikan satu paket LKS pada setiap kelompok yang berisi pembahasan tentang beberapa macam alat optik yaitu mata, kacamata, kamera dan lup. Kemudian guru memberikan presentasi singkat tentang materi pemantulan dan pembiasan cahaya sebagai prasyarat konsep, dan meteri ini merupakan pengulangan dari materi yang sudah siswa pelajari dulu saat duduk di SMP. Lalu, ketika masuk pada pembahasan tentang macam-macam alat optik tersebut, guru membimbing siswa untuk membagi empat materi tersebut kepada masing-masing kelompok. Setelah terbagi kemudian commit to diskusi user terkait dengan materi masingguru memandu siswa melakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
masing kelompok ahli. Siswa dibebaskan mengambil referensi dari buku-buku yang ada di dalam perpustkaan tersebut dengan batasan keluasan materi sebagaimana yang tercantum dalam LKS. 45 menit pertama masing-masing siswa mendiskusikan materi siklus I sesuai bagiannya dalam kelompok ahli masing-masing, sehingga satu materi alat optik didiskusikan oleh 2 kelompok. Pembahasan dalam diskusi hanya sebatas pada bagian-bagian dan fungsi serta cara kerja dari masing-masing alat optik mata, kacamata, kamera dan lup. Lalu pada 45 menit kedua siswa kembali dibagi lagi secara heterogen kedalam delapan kelompok baru yang dinamakan sebagai Kelompok Asal. Anggota dalam kelompok asal ini diambilkan dari satu siswa dari masing-masing kelompok ahli, sehingga didapatkan anggota dalam kelompok asal ini merupakan perwakilan dari kelompok ahli, artinya dalam satu kelompok asal terdapat satu ahli alat optik mata, satu ahli alat optik kacamata, satu ahli alat optik kamera dan satu ahli alat optik lup. Pada kelomok asal ini masing-masing siswa mempresentasikan hasil diskusinya dari kelompok ahli masing-masing secara bergantian, mulai dari ahli mata, ahli kacamata, ahli kamera dan yang terakhir ahli lup. Pada akhir pertemuan guru memberikan penguatan dari materi yang telah dibahas pada tatap muka ini. b) Pertemuan kedua siklus I Dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2012. Pembelajaran dilakukan dengan mode yang sama yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Kegiatan pertemuan kedua ini persis sebagaimana dalam pertemuan pertama namun untuk pembahasan gambar pembentukan bayangan, sifat bayangan dan penentuan perbesaran bayangan pada masing-masing alat optik mata, kacamata, kamera dan lup. Siswa mendiskusikan dahulu dalam kelompok ahli lalu mempresentasikannya dalam kelompok asal. Pada akhir pertemuan guru memberikan penguatan dari materi yang telah dibahas pada tatap muka commit to user ini.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
c) Pertemuan ketiga siklus I Dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2012. Setelah semua proses diskusi ini selesai, lalu pada pertemuan ketiga ini guru mengadakan evaluasi dari keseluruhan pembahasan yang telah dipelajari dalam diskusi, yaitu untuk materi alat optik mata, kacamata, kamera dan lup. Hasil penilaian dari evaluasi ini untuk pertimbangan pemberian penghargaan terhadap kelompok dan siswa berprestasi. 2) Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi langsung pada setiap pertemuan. 3) Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur prestasi siswa di akhir siklus. 4) Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan. c. Observasi Melakukan pengamatan aktivitas belajar siswa pada setiap pertemuan menggunakan lembar observasi siswa. d. Refleksi Melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan hasil observasi pada siklus I. 4. Tahap Siklus II a. Perencanaan Tindakan 1) Peneliti dan guru membuat perencanaan tindakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Tindakan tetap menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan beberapa perbaikan pada pelaksanaannya. 2) Peneliti dan guru menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan dalam bentuk RPP dan LKS. b. Tindakan 1) Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini terdiri dari dua pertemuan yang dijelaskan sebagai berikut : commit a) Pertemuan pertama siklus II to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2012 pada bab yang masih sama namun dengan alat optik yang berbeda. Pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan kelompok yang sama dengan harapan siswa sudah terbiasa dengan teman satu kelompoknya. Siswa yang pandai dalam kelompok itu diharapkan dapat membantu teman yang kesulitan dalam memahami materi. Pada awal pertemuan siklus kedua ini, guru menyampaikan garis besar materi yang akan dipelajari pada siklus II ini. Lalu sebagaimana pada siklus I, pada siklus II ini siswa kembali diajak untuk melakukan diskusi terkait materi yang dipelajari selanjutnya, yaitu pada alat optik mikroskop, teropong bintang, teropong bumi dan teropong prisma. Diskusi pada tingkat kelompok ahli lalu dilanjutkan presentasi dari hasil diskusi tersebut ke dalam kelompok asal. Batasan pembahasan pada tatap muka ini hanya pada bagian-bagian, fungsi serta cara kerja dari masingmasing keempat alat optik tersebut. Lalu pada akhir tatap muka ini, guru memberikan penguatan dari matei pembahasan yang baru saja dipelajari. b) Pertemuan kedua siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2012. Pada pertemuan ini, masih dengan teknik Jigsaw sebagaimana pada pertemuan pertama, namun untuk pembahasan yang berbeda, yaitu untuk pembahasan gambar pembentukan
bayangan,
sifat
bayangan,
menentukan perbesaran
bayangan serta jarak antar lensa pada masing-masing alat optik mikroskop, teropong bintang, teropong bumi dan teropong prisma. Siswa mendiskusikan dahulu dalam kelompok ahli lalu mempresentasikannya dalam kelompok asal. Pada akhir pertemuan guru memberikan penguatan dari materi yang telah dibahas pada tatap muka ini. c) Pertemuan ketiga siklus II Dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2012. Setelah semua proses diskusi ini selesai, lalu pada pertemuan ketiga ini guru mengadakan evaluasi dari keseluruhan pembahasan yang telah dipelajari dalam commit to user diskusi, yaitu untuk materi alat optik mikroskop, teropong bintang,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
teropong bumi dan teropong prisma. Hasil penilaian dari evaluasi ini untuk pertimbangan pemberian penghargaan terhadap kelopok dan siswa berprestasi. 2) Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi langsung pada setiap pertemuan. 3) Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur prestasi siswa di akhir siklus. 4) Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan. c. Observasi Melakukana pengamatan aktivitas belajar siswa pada setiap pertemuan menggunakan lembar observasi siswa. d. Refleksi Melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan hasil observasi pada siklus II.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan dengan melakukan pengamatan saat pembelajaran Fisika di kelas X-6 SMA MTA Surakarta berlangsung serta bardasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, diketahui bahwa guru terbiasa memakai model konvensional dalam menyampaikan materi pelajaran. Model konvensional yang dimaksud yaitu hanya dengan mengandalkan metode ceramah kemudian diperkuat dengan latihan-latihan soal. Ketika latihanlatihan soal, guru meminta siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Namun ketika tidak ada siswa yang mengerjakan, entah karena tidak bisa atau karena enggan atau alasan yang lain, akhirnya guru sendiri yang mengerjakan. Terkesan kurang ada usaha dari guru untuk mengkondisikan agar siswa yang mencari atau menemukan jawabannya sendiri. Proses pembelajaran seperti itu nampaknya kurang dinikmati siswa, terlihat dari sikap siswa yang ditunjukkan terkesan tidak bersemangat, kurang aktif serta cuek terhadap pelajaran, sehingga banyak siswa yang tidak memperhatikan. Tercatat dari pengamatan selama 45 menit dari 32 siswa di kelas tersebut hanya 13 siswa yang mendengarkan atau sekitar 40,625%, itupun sebagian besar adalah siswa yang duduk di bagian depan. Selebihnya ada siswa yang meletakkan kepalanya di atas meja, ada yang mencoret-coret kertas, ada pula yang malah mengobrol dengan teman satu meja. Hal itu cukup menggambarkan bahwa siswa mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran. Selain itu, optimalisasi penggunaan media juga sangat kurang. Di setiap ruang kelas di sekolah tersebut sebenarnya telah dilengkapi fasilitas LCD, namun hanya sesekali dipakai. Begitu juga di kelas X-6 tersebut, selama pengamatan bahkan tidak sekalipun guru Fisika menggunakan LCD. Tahap selanjutnya setelah mengadakan pengamatan terhadap metode pembelajaran yang dipakai oleh guru Fisika, peneliti diminta oleh guru untuk mengajar dulu di kelas tersebut dengan tujuan agar siswa terbiasa dengan peneliti commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
sebagai pengajar sebelum pengambilan data. Adapun pembelajaran ini dilakukan sebanyak tiga tatap muka. Adapun hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran pada tahap awal ini disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal No Indikator Ketercapaian (%) Rata-rata (%) Obs.1 Obs.2 1 Siswa memperhatikan selama guru memberikan penjelasan 68,75 62,50 65,63 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 68,75 62,50 65,63 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan guru 53,13 28,13 40,63 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari guru 6,25 9,38 7,81 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 9,38 9,38 9,38 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 0,00 31,25 31,25 7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah 0,00 40,63 40,63 8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah 0,00 12,50 12,50 9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 0,00 37,50 37,50 10 Siswa memperhatikan selama temannya presentasi 0,00 34,38 34,38 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari temannya 0,00 25,00 25,00 12 Siswa mengemukakan pendapat 0,00 6,25 6,25 Dalam bentuk diagram, Tabel 4.1 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4.1. Berdasarkan Tabel 4.1 dan diagram batang pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa aktivitas siswa yang menonjol hanya pada aktivitas melihat guru, mendengarkan penjelasan guru lalu mencatatnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran adalah bersifat teacher centered atau pembelajaran yang berpusat pada guru, sedangkan aktivitas lain yang menuntut keaktifan siswa belum begitu tampak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
5
6
7
25,00
34,38
37,50 8
6,25
9,38
31,25 7,81
3
12,50
2
40,63
1
40,63
65,63
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
65,63
Ketercapaian dalam %
66
9
10
11
12
Indikator
Gambar 4.1. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal Pada pengamatan pertama, untuk indikator nomor 6 sampai 12 bernilai 0, karena dalam pembelajaran tidak ada pembelajaran kelompok, sehingga aktivitas kelompok juga tidak ada. Kemudian pada pengamatan yang kedua guru melakukan pembelajaran kelompok. Namun, aktivitas-aktivitas belajar ini hanya didominasi siswa-siswa yang tergolong pandai saja, belum merata pada semua siswa. Selama melakukan pengamatan, ditemukan beberapa hal negatif yang terjadi selama pembelajaran, diantaranya kondisi pembelajaran yang terkesan kurang nyaman. Pembelajaran teacher centered , karena yang terlihat hanya guru yang aktif di depan kelas dan beberapa siswa tertentu saja, membuat suasana pembelajaran tampak monoton dan siswa cenderung pasif, akibatnya aktivitas belajar siswa rendah. Beberapa siswa malah tampak asyik bercanda dengan temannya atau bermain sendiri untuk menghindari kebosanan, tanpa ada teguran yang berarti dari guru. Berdasar rekap hasil pengolahan data observasi aktivitas belajar siswa pada tahap awal ini diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas belajar >60 hanya berjumlah 4 siswa atau hanya berkisar 12,5% saja dari jumlah seluruh siswa di kelas tersebut. Selebihnya, yaitu sejumlah 28 siswa atau sekitar 87,5% memiliki aktivitas < 60. Hasil rekapan tersebut disajikan pada Tabel 4.2. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Tabel 4.2. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal Aspek yang dinilai Aktivitas Belajar Siswa
Kategori
Jumlah siswa
Persentase (%)
Nilai ≥ 60 Nilai < 60
4 28
12,5 87,5
Tabel 4.2 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram pie pada Gambar 4.2. Nilai >60 12,5%
Nilai <60 87,5%
Gambar 4.2. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal Sedangkan kondisi kognitif diperlihatkan dengan melakukan kajian dokumentasi terhadap arsip nilai UAS I (Ujian Akhir Semester I). Kondisi kognitif pada kelas X-6 ini tergolong rendah, terbukti dengan mencermati nilai UAS pada kelas ini yang memperlihatkan dengan batas ketuntasan minimum nilai 70 tenyata hanya 6 siswa yang tuntas atau sekitar 18,75% dari total 32 siswa dalam kelas tersebut. B. Hasil dan Pembahasan Siklus I Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan, maka diputuskan untuk mengadakan upaya perbaikan pada proses pembelajaran Fisika yang ditekankan pada solusi terhadap permasalahan terkait dengan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa. Upaya perbaikan commit to user yang dilakukan adalah dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan aspek aktivitas belajar siswa dan kemampuan kognitif siswa. Pada pelaksanaannya peneliti bertindak sebagai pengajar dan dibantu observer, yaitu seorang mahasiswa pendidikan Fisika FKIP UNS, sedangkan guru Fisika bertindak sebagai fasilitator. Pada awal pertemuan pertama siklus I ini, siswa dibagi ke dalam delapan kelompok. Adapun daftar kelompok bisa dilihat pada Lampiran 2. Pembagian kelompok ini didasarkan pada tingkat kemampuan siswa dengan pertimbangan nilai siswa pada semester 1. Tahap awal yang dilakukan oleh guru adalah terlebih dahulu memberi gambaran tentang model pembelajaran yang digunakan dan garis besar materi yang akan dipelajari. Ketentuan kelompok adalah setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Pemberian nama kelompok adalah dengan huruf abjad kapital yaitu A, B, C, D, E, F, G dan H. Pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan ini dilengkapi dengan media LKS yang disusun sedemikian rupa sehingga menuntut siswa untuk bekerjasama dan saling membagi tugas antar anggota kelompoknya. Pengamatan terkait aktivitas belajar siswa dilakukan melalui observasi langsung pada proses pembelajaran di kelas X-6. Pengamatan dilakukan oleh seorang observer dengan bantuan lembar observasi aktivitas belajar siswa yang berisi 12 indikator. Adapun hasil observasi yang telah dilakukan pada siklus I dapat dilihat pada Lampiran 8. Sedangkan persentase ketercapaian tiap indikator disajikan pada Tabel 4.3. Dalam penelitian ini pengamatan langsung dibantu oleh seorang observer, hal ini dilakukan agar hal-hal penting yang mungkin tidak teramati oleh guru tetap tercatat dengan bantuan observer. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I pada Tabel 4.3 digambarkan dalam bentuk diagram batang, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
KETERCAPAIAN dalam %
Tabel 4.3. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No Indikator Ketercapaian (%) Rata-rata (%) Pert.I Pert.II 1 Siswa memperhatikan selama guru memberikan penjelasan 87,50 87,50 87,50 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 87,50 87,50 87,50 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan guru 87,50 81,25 84,38 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari guru 25,00 28,13 26,56 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 21,88 28,13 25,00 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 84,38 93,75 89,06 7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah 81,25 81,25 81,25 8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah 15,63 18,75 17,19 9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 71,88 87,50 79,69 10 Siswa memperhatikan selama temannya presentasi 62,50 59,38 60,94 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari temannya 65,63 68,75 67,19 12 Siswa mengemukakan pendapat 28,13 40,63 34,38
90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
89,06
87,50 87,50 84,38
81,25
79,69 60,94
67,19
34,38 26,56 25,00 17,19
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
INDIKATOR
Gambar 4.3. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Pada Tabel 4.3 dan diagram batang pada Gambar 4.3 sebenarnya menunjukkan bahwa mayoritas indikator sudah tercapai dengan baik, namun pada indikator nomor 4, 5, 8 dan 12 tergolong masih rendah. Rendahnya indikator pada nomor-nomor tersebut menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran yang terkait dengan aspek oral, emosi dan motorik belum maksimal. Hal itu terlihat dari masih sedikitnya siswa yang bertanya kepada guru, dan juga belum begitu tampak suasana aktif dalam diskusi kelompok, karena siswa masih terkesan sangat canggung dalam memberikan tanggapan atau bertanya saat diskusi kelompok berlangsung. Hal ini mengindikasikan kemampuan oral dan emosi yang belum begitu terbentuk dalam diri siswa. Dengan demikian, tugas guru pada siklus selanjutnya untuk lebih banyak memberikan umpan yang dapat memancing keaktifan siswa agar siswa terbiasa mengasah kemampuan oralnya dan membentuk emosi yang tumbuh diantara anggota kelompok. Selain itu, kemampuan motorik juga belum tumbuh secara maksimal. Banyak siswa yang masih terpaku pada satu buku, padahal di perpustakaan banyak buku referensi lain yang sebenarnya bisa digunakan. Siswa juga tidak berinisiatif mencari referensi lain selain buku, misalnya dari internet. Sehingga antar siswa kurang bisa saling melengkapi materi dan juga kurang dalam pengembanganya. Pada awal kegiatan pembelajaran siklus I beberapa catatan negatif yang muncul diantaranya, terjadi kegaduhan pada saat proses pembelajaran berlangsung terutama saat pembagian kelompok dan perpindahan tempat. Selain itu, ketika ada hal-hal yang ditertawakan suasana juga menjadi gaduh. Dengan demikian, ramainya kelas bukan karena diskusi tapi gaduh karena sebab-sebab yang lain. Iklim diskusi juga belum begitu tampak, karena ada beberapa siswa yang malah berdiskusi dengan anggota kelompok lain di dekatnya dan ada juga kelompok yang masih terlihat kaku. Mekanisme juga tidak berjalan baik, sehingga walaupun terkesan diskusi cukup hidup namun kurang efektif dan hasilnya juga tidak maksimal, sehingga pengerjaan LKS membutuhkan waktu yang lebih lama. Keberadaan observer juga berpengaruh, terbukti ketika observer mendekati sebuah kelompok, maka anggota kelompok tersebut pura-pura aktif atau malah commit to user ada beberapa kelompok yang didekati malah diam.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 berbentuk diagram batang apabila dibandingkan dengan kondisi awal disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I No Indikator Kondisi Siklus I Peningkatan Awal (%) (%) (%) 1 Siswa memperhatikan selama guru 65,63 87,50 21,87 memberikan penjelasan 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari 65,63 87,50 21,87 guru 3 Siswa mencatat materi yang 40,63 84,38 43,75 disampaikan guru 4 Siswa berani menanggapi penjelasan 7,81 26,56 18,75 dari guru 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal 9,38 25,00 15,62 yang kurang jelas 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam kelompok yang telah dibentuk dengan 31,25 89,06 57,81 semangat 7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan 40,63 81,25 40,62 masalah 8 Siswa mencari sumber-sumber untuk 12,50 17,19 4,69 memecahkan masalah 9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 37,50 79,69 42,19 10 Siswa memperhatikan selama temannya 34,38 60,94 26,56 presentasi 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari 25,00 67,19 42,19 temannya 12 Siswa mengemukakan pendapat 6,25 34,38 28,13 Mencermati Tabel 4.4, diperoleh keterangan bahwa selalu terjadi peningkatan pada setiap indikator aktivitas belajar siswa pada siklus I dibandingkan dengan kondisi awal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan efek positif terhadap aktivitas belajar siswa. Peningkatan yang cukup commit to user signifikan adalah terjadi dalam aktivitas pembelajaran kelompok seperti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
ditunjukkan pada indikator nomor 6, 7, 9 dan 11. Siswa mulai bersemangat ketika pembelajaran kelompok didesain dengan inovatif dan teratur. Siswa juga termotivasi untuk bekerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah, melakukan diskusi dan menyimpulkan hasil diskusi. Perbandingan persentase ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa dapat juga disajikan dalam diagram
6
7
8
10
34,38
34,38
9
25
37,5
6,25
5
12,5 17,19
4
40,63
60,94
67,19
79,69
81,25
89,06 25 9,38
26,56 7,81
3
31,25
2
40,63
1
84,38
87,5 65,63
87,5
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
65,63
Ketercapaian dalam %
batang pada Gambar 4.4.
11
12
Indikator Kondisi Awal
Siklus I
Gambar 4.4. Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan Siklus I Berdasarkan rekap hasil pengolahan data observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas belajar > 60 jumlahnya sama dengan siswa yang nilai aktivitas belajarnya < 60, yaitu masingmasing sebanyak 16 siswa atau berbagi 50%. Hasil rekapan tersebut disajikan pada Tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I Aspek yang dinilai Aktivitas Belajar Siswa
Kategori
Jumlah siswa
Persentase (%)
Nilai ≥ 60 16 50 Nilai < 60 16 50 commit to user Tabel 4.5 dapat disajikan dalam bentuk diagram pie pada Gambar 4.5:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Nilai <60 50%
Nilai >60 50%
Gambar 4.5. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus I Mencermati hasil yang diperoleh pada siklus I ini, diperlihatkan bahwa sudah terjadi peningkatan aktivitas belajar dibandingkan dengan kondisi awal. Namun, masih belum mencapai target yang direncanakan yaitu sebesar 75%. Sehingga perlu diadakan tindakan lebih lanjut ke siklus berikutnya, yaitu siklus II sebagai perbaikan dan penyempurnaan dari siklus I sampai target tercapai sehingga kompetensi pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pada akhir pembelajaran siklus I dilakukan evaluasi kemampuan kognitif siswa. Hasilnya 25% dari seluruh siswa kelas X-6 mencapai batas tuntas dan dinyatakan lulus. Sedangkan siswa yang belum tuntas sebanyak 75% dengan nilai batas ketuntasan minimum di kelas X-6 SMA MTA Surakarta untuk pelajaran Fisika adalah 70. Adapun hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 18. Jika dibandingkan dengan kondisi awal, diperlihatkan bahwa kemampuan kognitif siswa meningkat sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I Aspek Persentase Ketercapaian Peningkatan Kondisi Awal Siklus I Persentase Ketercapaian Nilai 18,75% 25% 6,25% Kemampuan Kognitif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Tabel 4.6 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 4.6.
Ketercapaian dalam %
25,00
Kondisi Awal 18,75%
20,00 Siklus I 25%
15,00 10,00 5,00 0,00 Tahap
Gambar 4.6. Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal dengan Siklus I Berdasarkan data-data hasil refleksi dan observasi, selanjutnya peneliti dan guru bersepakat tentang tindak lanjut dalam siklus berikutnya. Tindak lanjut tersebut adalah : a. Menekankan proses pembelajaran yang mendukung peningkatan pada indikator aktivitas yang masih rendah. b. Mengarahkan dan membimbing siswa untuk mengadakan belajar kelompok di luar kelas, misalnya di asrama atau di perpustakaan. c. Memberi petunjuk kepada siswa yang pandai dari tiap kelompok agar membimbing anggota kelompoknya yang masih kurang dalam penguasaan materi ketika belajar kelompok di luar kelas. d. Memberikan umpan yang lebih banyak sehingga siswa terpancing untuk terbiasa bertanya atau mengungkapkan pendapat. e. Mengarahkan siswa untuk lebih aktif mencari referensi-referensi yang dapat mendukung penguasaan materi f. Meningkatkan kerjasama kelompok dengan menekankan kembali tugas masing-masing anggota dalam kelompoknya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
C. Hasil dan Pembahasan Siklus II Mempertimbangkan hasil refleksi siklus I, maka dilakukan perencanaan pelaksanaan tindakan pada siklus II yang difokuskan pada perbaikan dan penyempurnaan terhadap kendala-kendala yang terdapat pada siklus I. Adapun tindakan perbaikan dan penyempurnaan yang dilakukan adalah dengan memberikan penekanan kepada siswa untuk lebih memaksimalkan belajar kelompok di asrama dengan dipimpin oleh siswa yang paling pandai dalam kelompok tersebut. Sehingga ketika pembelajaran di kelas bisa lebih efektif dalam diskusi kelompok asal. Selain itu, siswa lebih diarahkan lagi untuk lebih aktif mencari referensi-referensi yang mendukung materi. Adapun untuk lebih membiasakan siswa dalam mengasah oralnya, maka diberikan umpan-umpan yang lebih banyak. Dari pengamatan observer dengan mencermati data yang terisikan pada lembar observasi aktivitas dan catatan lapangan pada siklus II ini sudah mengalami peningkatan dibandingkan kondisi siklus I. Aktivitas siswa sudah semakin alami, artinya tidak lagi terpengaruh oleh keberadaan observer. Diskusi di kelas juga sudah semakin terkondisikan, yaitu lebih teratur dan lebih prosedural. Namun, masih ada beberapa siswa yang bertanya dengan anggota kelompok lain yang didekatnya dan sedikit siswa masih ada yang cerita dengan temannya tetapi masih mampu diatasi oleh guru. Kelompok yang masih kelihatan pasif selalu didekati guru untuk diarahkan dan diberi umpan-umpan agar lebih aktif. Observasi dilakukan dengan bantuan seorang observer. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak teramati langsung oleh guru selama aktivitas proses belajar mengajar. Data hasil observasi langsung merupakan data yang akurat yang dapat dijadikan acuan untuk proses pembelajaran selanjutnya. Observer dalam melakukan tugasnya dipandu dengan format lembar observasi aktivitas belajar siswa yang terdiri dari 12 indikator. Hasil observasi yang telah dilaksanakan selama siklus II ini disajikan dalam Tabel 4.7. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Tabel 4.7. Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II No Indikator Pertemuan (%) Rata-rata (%) I II 1 Siswa memperhatikan selama guru memberikan penjelasan 93,75 93,75 93,75 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari guru 93,75 93,75 93,75 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan guru 87,50 96,88 92,19 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari guru 28,13 40,63 34,38 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas 37,50 34,38 35,94 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 93,75 93,75 93,75 7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah 84,38 90,63 87,50 8 Siswa mencari sumber-sumber untuk memecahkan masalah 25,00 34,38 29,69 9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 81,25 81,25 81,25 10 Siswa memperhatikan selama temannya presentasi 84,38 87,50 85,94 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari temannya 84,38 90,63 87,50 12 Siswa mengemukakan pendapat 56,25 65,63 60,94 Diagram yang menggambarkan ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa pada siklus II ditunjukkan pada Gambar 4.7. Tabel 4.7 dan diagram batang pada Gambar 4.7 menunjukkan persentase ketercapaian tiap indikator aktivitas belajar siswa pada siklus II yang dihitung berdasarkan jumlah siswa kelas X-6. Adapun rekap hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus II disajikan pada Lampiran 9.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
100,00
93,75
93,75 93,75 92,19
87,50
90,00
85,94 87,50 81,25
KETERCAPAIAN dalam %
80,00 70,00
60,94
60,00 50,00 34,38 35,94
40,00
29,69 30,00 20,00 10,00 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
INDIKATOR
Gambar. 4.7. Diagram Batang Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II Pelaksanaan pembelajaran siklus
II
dilaksanakan
tetap
dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebanyak dua kali pertemuan. Pelaksanaan pembelajaran di siklus II ini pada dasarnya adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan pembelajaran pada siklus II berdasarkan hasil refleksi siklus I yang didiskusikan dengan guru pengampu. Secara umum pembelajaran siklus II ini telah terlaksana dengan baik dan sesuai rencana. Buktinya telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan siklus I. Berikut ini disajikan tabel perbandingan ketercapaian indikator aktivitas belajar siswa antara siklus I dan siklus II. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa semua indikator aktivitas belajar siswa selalu meningkat dibandingkan dengan siklus I. Walaupun masih ada indikator yang tergolong rendah pada siklus II ini, yaitu indikator nomor 4, 5 dan 8, namun tetap terjadi peningkatan dari siklus I. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Tabel 4.8. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II No Indikator Siklus (%) Peningka I
II
tan (%)
memberikan penjelasan
87,50
93,75
6,25
2
Siswa mendengarkan penjelasan dari guru
87,50
93,75
6,25
3
Siswa mencatat materi yang disampaikan 84,38
92,19
7,81
26,56
34,38
7,81
25,00
35,94
10,94
89,06
93,75
4,69
81,25
87,50
6,25
memecahkan masalah
17,19
29,69
12,50
9
Siswa menulis hasil pemecahan masalah
79,69
81,25
1,56
10
Siswa memperhatikan selama temannya 60,94
85,94
25,00
temannya
67,19
87,50
20,31
Siswa mengemukakan pendapat
34,38
60,94
26,56
1
Siswa
memperhatikan
selama
guru
guru 4
Siswa berani menanggapi penjelasan dari guru
5
Siswa bertanya kepada guru jika ada hal yang kurang jelas
6
Siswa
menempatkan
dirinya
kedalam
kelompok yang telah dibentuk dengan semangat 7
Siswa bekerjasama dalam memecahkan masalah
8
Siswa
mencari
sumber-sumber
untuk
presentasi 11
12
Siswa
mendengarkan
penjelasan
dari
Diagram batang yang menggambarkan Tabel 4.8 disajikan pada Gambar 4.8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
60,94
87,50 67,19
7
34,38
4
17,19 29,69
25,00 35,94
40
26,56 34,38
60
85,94
6
80
60,94
3
79,69 81,25
2
81,25 87,50
84,38 92,19
1
89,06 93,75
87,50 93,75
Ketercapaian dalam %
100
87,50 93,75
79
20 0 8
9
10
11
12
Indikator Siklus I
Siklus II
Gambar 4.8. Diagram Batang Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dengan siklus II Hasil rekap pengolahan data yang diambil dari lembar observasi aktivitas belajar siswa pada siklus II diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai aktivitas belajar lebih dari atau sama dengan 60 ada 27 siswa atau sekitar 84,375% dari jumlah seluruh siswa kelas X-6 yaitu 32 siswa. Adapun sisanya sejumlah 5 siswa atau sekitar 15,625% memiliki nilai aktivitas belajar dibawah 60. Hasil rekapan disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Aspek yang
Kategori
Jumlah siswa
Persentase (%)
Aktivitas Belajar
Nilai ≥ 60
27
84,375
Siswa
Nilai < 60
5
15,625
dinilai
Tabel 4.9 dapat pula disajikan dalam bentuk diagram pie seperti pada Gambar 4.9.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Nilai <60 15,625%
Nilai >60 84,375%
Gambar 4.9. Diagram Pie Ketercapaian Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus II Berdasarkan data-data yang diperoleh dari lembar observasi pada semua siklus, dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai aktivitas belajar siswa pada siklus II dibandingkan pada siklus I. Dan persentase nilai aktivitas belajar siswa pada siklus II ini juga sudah memenuhi target, karena terdapat sekitar 84,375% dari total jumlah seluruh siswa telah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 60. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada aspek aktivitas belajar siswa dari proses pembelajaran sampai pada siklus II ini telah memenuhi target yang direncanakan. Perbandingan nilai aktivitas siswa tiap indikator pada kondisi awal, siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 4.10. Adapun persentase ketercapaian nilai aktivitas belajar siswa baru bisa mencapai target setelah selesai proses pembelajaran siklus II sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.11. Mempertimbangkan hasil yang telah dicapai sampai pada siklus II dibandingkan dengan target awal sebagaimana yang tampak pada Tabel 4.11, maka dapat disimpulkan bahwa melalui penelitian ini dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran Fisika di kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Tabel 4.10. Perbandingan Prosentase Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Kondisi Awal, Siklus I dan siklus II No Indikator Kondisi Siklus I Siklus II Awal (%) (%) (%) 1 Siswa memperhatikan selama guru 65,63 87,50 93,75 memberikan penjelasan 2 Siswa mendengarkan penjelasan dari 65,63 87,50 93,75 guru 3 Siswa mencatat materi yang disampaikan 40,63 84,38 92,19 guru 4 Siswa berani menanggapi penjelasan dari 7,81 26,56 34,38 guru 5 Siswa bertanya kepada guru jika ada hal 9,38 25,00 35,94 yang kurang jelas 6 Siswa menempatkan dirinya kedalam kelompok yang telah dibentuk dengan 31,25 89,06 93,75 semangat 7 Siswa bekerjasama dalam memecahkan 40,63 81,25 87,50 masalah 8 Siswa mencari sumber-sumber untuk 12,50 17,19 29,69 memecahkan masalah 81,25 9 Siswa menulis hasil pemecahan masalah 37,50 79,69 10 Siswa memperhatikan selama temannya 34,38 60,94 85,94 presentasi 11 Siswa mendengarkan penjelasan dari 25,00 67,19 87,50 temannya 12 Siswa mengemukakan pendapat 60,94 6,25 34,38 Tabel 4.11. Ketercapaian Target Nilai Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II Aspek Persentase Ketercapaian
Persentase Ketercapaian Nilai
Target
Siklus I
Siklus II
75%
50%
84,375%
Aktivitas Belajar Siswa Adapun untuk evaluasi kemampuan kognitif siswa didapatkan hasil bahwa sebanyak 23 siswa atau sekitar 72% dari jumlah seluruh siswa kelas X-6 commit tosisanya user yaitu sebanyak 9 siswa atau telah mencapai batas tuntas, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
sekitar 28% dari jumlah seluruh siswa di kelas tersebut belum mencapai batas tuntas. Batas ketuntasan minimum yang diberlakukan untuk mata pelajaran Fisika adalah nilai 70. Jika dibandingkan kemampuan kognitif siswa pada kondisi awal, lalu pada siklus I dan siklus II tampak pada Tabel 4.12. Tabel 4.12. Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II Aspek Persentase Ketercapaian Kesimpulan
Persentase Ketercapaian
Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
18,75%
25%
72%
Nilai Kemampuan
Meningkat 53,25%
Kognitif
Data pada Tabel 4.12 dapat pula disajikan dalam diagram batang berikut: Siklus II 72,00%
Ketercapaian dalam %
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00
Kondisi Awal 18,75%
Siklus I 25,00%
20,00 10,00 0,00 Tahap
Gambar 4.10. Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Nilai Kemampuan Kognitif pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II Mempertimbangkan hasil yang telah dicapai sampai pada siklus II ini sebagaimana yang tampak pada Tabel 4.12 dan diagram batang pada Gambar 4.10 yang menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dan telah mencapai target, maka dapat disimpulkan bahwa melalui penelitian ini dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan commit to user kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal diantaranya: (1) observer yang hanya 2 orang saja dimungkinkan tidak dapat merekam kegiatan atau aktivitas siswa secara keseluruhan; (2) teramati beberapa kali siswa memunculkan suatu indikator aktivitas belajar, tapi hanya tercatat sekali dalam lembar aktivitas; (3) indikator dalam lembar observasi aktivitas belajar siswa hanya memuat aktivitas yang positif saja, tidak memuat aktivitas yang negatif, sehingga tidak dapat menggambarkan aktivitas siswa secara menyeluruh, baik aktivitas yang positif maupun aktivitas yang negatif; (4) soal ulangan akhir semester yang dijadikan acuan dalam mengetahui kondisi awal kognitif siswa tidak dianalisis terlebih dahulu validitas, reliabilitas, daya beda maupun taraf kesukaranya, sehingga belum bisa dipastikan kebenarannya dalam menggambarkan kondisi kognitif siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini: 1. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Fisika Siswa Penelitian ini menghasilkan data bahwa dengan menerapkan tindakan yang mengacu pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw selalu terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Fisika. Melalui kegiatan siswa berupa diskusi dalam kelompok asal maupun kelompok ahli, memberi
kesempatan
kepada
siswa
untuk
menyampaikan
gagasan/ide/pendapatnya, sehingga dapat merangsang siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa diminta untuk aktif mencari dan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia. Alhasil, siswa lebih antusias dan aktif dalam pembelajaran, bahkan tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Demikian juga terlihat dalam lembar observasi aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan ketercapaian aktivitas belajar siswa, yaitu dari 12,5% pada kondisi awal menjadi 50%. Namun, hasil ini belum memenuhi target yaitu 75%. Maka dilanjutkan dengan tindakan kedua dengan penekanan pada pemberian umpan yang lebih banyak dan anjuran untuk lebih melatih kemampuan berdiskusi di luar forum kelas, terutama di asrama. Tindakan yang kedua ini terbukti berhasil meningkatkan ketercapaian aktivitas belajar siswa menjadi 84,375%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prosentase ketuntasan pada nilai aktivitas belajar siswa pada rangkaian proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Dengan demikian penerapan variasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. 2. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Siswa Penelitian ini menghasilkan data bahwa selalu terjadi peningkatan kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran Fisika. Tindakan pertama dilakukan dengan membimbing siswa untuk membahas materi yang ditekankan melalui diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan langkah ini terjadi peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif dari 18,75% pada tahap awal menjadi 25% sebagai hasil dari tindakan pertama. Hasil ini masih sangat jauh dari target yaitu ketuntasan sebesar 70%. Maka pada tindakan kedua dilakukan banyak perbaikan, diantaranya dengan pembimbingan dan penekanan untuk melakukan belajar kelompok di luar kelas, terutama di asrama. Selain itu, juga penekanan pada optimalisasi pemanfaatan sumber belajar yang tersedia, baik dari buku maupun internet. Langkah ini memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada kemampuan kognitif siswa, terbukti ketuntasan kemampuan kognitif siswa sebagai hasil dari tindakan kedua ini meningkat tajam menjadi 72%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prosentase ketuntasan pada nilai kemampuan kognitif siswa pada rangkaian proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran koopaeratif tipe Jigsaw, dan akhirnya tercapai target awal pada siklus yang kedua. Dengan demikian, penerapan variasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas X-6 SMA MTA Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penguatan hasil penelitian sebelumnya, dasar pengembangan penelitian selanjutnya serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkahlangkah penggunaan model pembelajaran inovatif pada mata pelajaran Fisika commit to user di SMA. Serta dapat digunakan untuk menghasilkan kualitas pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
yang optimal dengan melibatkan peran aktif bersama antara sesama siswa, guru, orang tua dan pihak sekolah yang lain guna meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa. 2. Implikasi Praktis Secara praktis berdasarkan hasil penelitian, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar Fisika untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan kognitif siswa dalam proses pembelajaran Fisika. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan refleksi yang telah dilakukan, dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru Hendaknya guru dapat menyajikan materi Fisika dengan model-model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa merasa tidak bosan, senang dan semangat dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, guru harus lebih cermat lagi dalam memilih metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi. Lebih jauh lagi, hendaknya guru melanjutkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan mendiagnosis permasalahan lain yang dirasakan guru selama proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Bagi Peneliti a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis sedapat mungkin menganalisis kembali terlebih dahulu perangkat pembelajaran yang telah dibuat untuk disesuaikan penggunaanya, terutama dalam hal alokasi waktu, fasilitas pendukung dan karakteristik siswa yang ada pada sekolah tempat penelitian tersebut dilakukan. b. Peneliti lain lebih mencermati lagi lembar observasi aktivitas belajar siswa yang digunakan. Hendaknya tidak hanya memuat aktivitas yang positif saja, namun juga memuat aktivitas yang negatif, sehingga pengamatan lebih menyuluruh pada setiap aktivitas siswa. Selain itu lebih cermat lagi dalam melakukan pengamatan, sehingga siswa yang memunculkan suatu indikator commit to tercatat user semuanya. aktivitas belajar secara berulang tetap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
c. Dalam melakukan pengamatan tidak hanya menggunakan 2 observer saja, namun hendaknya lebih banyak lagi, sehingga semua hal yang terjadi selama pembelajaran tercatat seluruhnya secara maksimal. Atau dengan menggunakan perekam CCTV untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal. d. Soal-soal untuk menguji kemampuan kognitif siswa termasuk yang digunakan untuk melihat kondisi awal siswa hendaknya dianalisis terlebih dahulu validitas, reliabilitas, daya beda dan taraf kesukarannya. e. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya dengan memberikan variasi menggunakan media pembelajaran yang lain (misalnya LCD, Internet) untuk melihat efeknya terhadap ativitas belajar siswa.
commit to user