PEMBAHASAN UMUM TAHAP PENELITIAN UTAMA Sebagaimana telah dinyatakan di muka, tujuan tahap penelitian utama ini adalah untuk mempelajari apakah fiaksi pelarut dari kulit batang Kayu Gabus berpotensi antihiperkolesterolemia atau tidak, maka bahasan umum dari hasil tahap penelitian ini berkaitan dengan potensi antihiperkolesterolemia; gambaran perlemakan hati tikus percobaan; gambaran: LDL-kolesterol, ~ ~ ~ k o l & t e r odan l ; mekanisme antihiperkolesterolemia dari fiaksi kloroform dan air lculit batang Kayu Gabus. Berdasarkan hasil penelitian ternyata fraksi air dari kulit batang Kayu Gabus mempunyai potensi antihiperkolesterolemia setelah diberi perlakuan 14 dm 28 hari, sedangkan fiaksi kloroform menunjukkan potensi antihiperkolesterolemianya setelah 28 hari perlakuan. Maka bahasan antihiperkolesterolemia ini berdasarkan hasil
penelitian setelah 28 hari perlakuan.
Potensi Antihiperkolesterolemia Fraksi Kloroform dari Kulit Batang Kayu Gabus Setelah 28 hari pemberian fraksi kloroform tersebut, kadar kolesterol total serum tikus hiperkolesterolemia menurun dari 162.054 mg/dl menjadi 102.063 mg/dl atau terjadi penurunan kadar kolesterol total serum sebanyak 37.02%. Hal tersebut rnengindikasikan
bahwa fraksi kloroform kulit batang Kayu Gabus berpotensi
antihiperkolesterolemia. Potensi antihiperkolesterolemia dari fiaksi klorofonn tersebut sesuai dengan obat penurun kolesterol komersial lopid dan pravachol. Namun untuk usaha pemulihan perlemakan hati, pemberian obat penurun kolesterol komersial tersebut lebih baik dibandingkan pemberian fiaksi kloroform dari kulit batang Kayu Gabus. Hal
tersebut diduga disebabkan karena kolesterol yang berasal dari diet masih banyak disimpan dalam jaringan hati. Selain
terjadinya penurunan kadar kolesterol total serum tikus hiper-
kolesterolemia akibat pemberian fraksi kloroform ini, tikus-tikus percobaan memiliki resiko terkena penyakit jantung yang kecil. Hat tersebut disebabkan karena tezjadi penurunan nilai rasio LDL : HDL kolesterol dari nilai 2,97 menjadi 0,l. Menurut Marinetti (1990) bila rasio LDL : HDL-kolesterol lebih besar dari tiga, hewan percobaan termasuk manusia akan dapat beresiko terkena penyakit jantung. Setelah pemberian fiaksi kloroform selama 28 hari, rasio LDL : HDL-kolesterol turun menjadi 0.1. Nilai tersebut mengindikasikan tikus tersebut semakin kecilnya resiko terjangkit penyakit
jantung. Berdasarkan hasil penelitian, mekanisme aktivitas antihiperkolesterolemia dari pemberian fiaksi kloroform kulit batang Kayu Gabus tidak melalui hambatan kerja enzim HMG-KoA reduktase (yaitu suatu enzim kunci biosintesis kolesterol endogen yang teijadi dalam mikrosom hatinya). Hal tersebut disebabkan aktivitas spesifik kerja enzim tersebut akibat pemberian Eraksi kloroform di atas adalah sebesar 11.73 unitlmg protein. Nilai tersebut lebih besar dari aktivitas spesifik dari pemberian obat komersial pravwhol (yaitu 9.02 unit/mg protein) dan juga lebih besar dari aktivitas spesifik kelompok tikus percobaan yang diberi pakan standar (kelompok VII, dengan aktivitas spesifik
10.59 unit/mg protein). Menurut Keider, et al. (1994); Matsunaga, et al.
(1994); dan Marinetti (1990), obat komersial pravachol (sodium pravastatin) merupakan obat antihiperkolesterolemia dengan mekanisme penghambatan enzim HMG-KoA reduktase.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapai diduga bahwa mekanisme antihiperkolesterolemia dari pemberian fiaksi kloroforrn tidak melalui hambatan sintesis kolesterol endogen. Bila dilihat pengeluaran kolesterol dalam fesesnya, pemberian fiaksi kloroforrn kulit batang Kayu Gabus tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pemberian obat penurun kolesterol komersial pravachol maupun lopid (Tabel 5). Selain itu aktivitas penurunan obat penurun kolesterol tersebut tidak pernah dilaporkan melalui pengeluaran kolesterol dalam fesesnya. Menurut Marinetti (1990) obat komersial penurun kolesterol yang mempunyai mekanisme pengeluaran kolesterol melalui feses disebabkan adanya serat pada obat komersial tersebut, seperti halnya obat kolestirarnin
atau adanya
senyawa yang mempunyai berat molekul sangat tinggi yang tergolong polimer. Berdasarkan ha1 tersebut maka potensi antihiperkolesterolemia dari f?aksi kloroform di atas tidak melalui pengeluaran kolesterol dalam fesesnya.
Potensi Antihiperkolesteroiemia Fraksi Air dari Kulit Batang Kayu Gabus
Setelah 28 hari pernberian fraksi air dari kulit batang Kayu Gabus pada kelompok tikus hiperkolesterolemia, kadar kolesterol total serum tikus tersebut turun dari
214.954 mgidl menjadi 82.608 mgfdl (atau terjadi penurunan kadar kolesterol
total serum sebanyak 61.57%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa fi-aksi air kulit batang Kayu Gabus berpotensi antihiperkolesterolemia. Potensi antihiperkolesterolemia dari fiaksi tersebut sesuai dengan potensi antihiperkolesterolemia obat penurun komersial asam nikotinat. Diduga kesesuaian potensi antihiperkolesterolemia itu disebabkan oleh adanya persamaan golongan senyawa antara senyawa yang dikandung
dalam fiaksi air kulit batang Kayu Gabus dengan asam nikotinat, yaitu golongan senyawa heterosikiik Kesesuaian potensi antihiperkolesterolemia tersebut didukung pula dengan potensinya terhadap usaha pemulihan perlemakan hatinya. Usaha tersebut terlihat dari semakin berkurangnya butir-butir lemak pada jaringan hatinya (Gambar 26c dan 27b). Walaupun demikian menurut Marinetti (1990) pemberian obat asam nikotinat mempunyai efek samping yang merugikan antara lain dapat meningkatkan enzim-enzim yang terdapat dalam hatinya sehingga mungkin akan meningkatkan kadar SGOT dan SGPT, menyebabkan mual atau terjadi peningkatan tekanan darah. Selain
terjadinya
penurunan
kadar
kolesterol
total
serum
tikus
hiperkolesterolemia akibat pemberian iiaksi air tersebut, kelompok tikus memiliki resiko yang rendah untuk terjangkit penyakit jantung. Hal tersebut disebabkan karena pada awal perlakuan (kondisi hiperkolesterolemia), rasio LDL : HDL-kolesterol adalah sebesar 3.01 (Lampiran 13). Nilai tersebut sedikit lebih besar dari 3.00, dan menurut Marinetti (1990) bila resiko tersebut lebih besar dari tiga, maka hewan percobaan termasuk manusia akan dapat beresiko terkena penyakit jantung. Setelah pemberian fraksi air kulit batang Kayu Gabus selama 28 hari, rasio LDL : HDL-kolesterol turun menjadi 0.18. Nilai rasio tersebut sesuai dengan rasio LDL : HDLkolesterol pada kelompok tikus yang sehat (yang diberi pakan standar). Aktivitas spesifik enzim HMG-KoA reduktase akibat pemberian fraksi air kulit batang Kayu Gabus (10.57 unit/mg protein) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan pemberian obat penurun komersial asam nikotinat (10.56 unit/mg protein). Menurut Gamble dan Wright (196 1) dalarn Paoletti (1964) efek hipokolesterolemik dari asam
nikotinat tidak melalui hambatan terhadap enzim HMG-KoA reduktase,
melainkan texjadi hambatan pada tahap awal biosintesis kolesterol endogen yaitu pada tahap perukhan asetat menjadi mevalonat. Dengan demikian diduga aktivitas antihiperkolesterolemiadari fiaksi air kulit batang Kayu Gabus melalui mekanisme yang sama dengan asam nikotinat yaitu melalui hambatan perubahan asetat menjadi malonat. Ekskresi kolesterol dalam feses akibat pemberian fiaksi air kulit batang Kayu Gabus menunjukkan pemngkatan yang sangat tinggi dibandingkan ekskresinya pada keadaan awal hiperkolesterolemia, yaitu sebesar 95.73%. Peningkatan ekskresi kolesterol dari fiaksi air tersebut juga jauh lebih tinggi dari akibat pemberian pakan standar. Dan secara statistika, tidak berbeda nyata dengan pengeluarannya akibat pemberian asam nikotinat. Walaupun dalam fiaksi air selain terkandung alkaloid juga terkandung senyawa karbohidrat yang diduga tergolong polisakarida yang larut dalam air, belum dapat dipastikan penyebab pengeluaran kolesterol melalui feses itu disebabkan oleh kandungan polisakarida larut air yang dapat mencegah reabsobsi kolesterol dari usus untuk kembali ke hati. Hal tersebut disebabkan karena kadar karbohidrat larut air tersebut belum ditentukan jumlahnya dan diduga sangat kecil sekali, sehingga tidak cukup bukti untuk dapat melalakukan mekanisme tersebut.
HASIL IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIHIPERKOLES'I'EROLEMIA
Hasil Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia berbagai senyawa terhadap fraksi kloroform dan fhksi air terlihat pada Tabel 6 berilcut ini :
Tabel 6. Hasil Uji Fitokimia dari Fraksi-Fraksi Pelarut Fraksi Jenis Uji
Kloroform
air
Alkaloid
+
+
Saponin
-
-
Steroid
-
-
Flavonoid
-
-
Molish (karbohidrat)
-
+
Benedich (gula pereduksi)
-
Biuret (ikatan peptida)
-
Ninhidrin
-
-
.
Dari Tabel di atas terlihat bahwa dalam fkaksi air maupun kloroform mengandung senyawa alkaloid. Diduga alkaloid yang terdapat dalam kulit batang Kayu Gabus (Alstonia scholars, RBr.) sesuai dengan alkaloid echitamin yang terdapat dalam tumbuhan Kayu Gabus (Alsfonia scholaris, RBr.)
dari Filipina (Yamauchi, et al.
1990). Dugaan tersebut sesuai dengan pendapat
Hamilton, ef
al. 1962
yang
menyatakan bahwa alkaloid echitamin bersifat larut dalam air maupun kloroforrn. Namun untuk membuktiian ha1 tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Hal tersebut diperkuat dengan hasil analisis KLT yang menghasilkan eluen terbaik untuk pemisahan alkaloid dalam fiaksi air tersebut addah campuran butanol :
asam asetat : air. Memuut Harborne, et d.(1975) eluen tersebut dapat digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang mempunyai inti indol. Oleh karena itu dugaan alkaloid yang terkandung dalam M s i air dari kulit batang Kayu Gabus semakin mendukung akan adanya echitamin karena dalam struktur echitamin terdapat inti indol. Walaupun demikian masih perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk dapat membuktikannya. Dalarn fraksi air, selain alkaloid juga terkandung senyawa karbohidrat. Karbohidrat tersebut tidak tergolong gula pereduksi karena hasil uji Benedict menunjukkan hasil yang negatif. Selain itu untuk menentukan jenis maupun struktur dari karbohidrat di atas, juga diperlukan penelitian lebih lanjut.
Hasil Uji Senyawa Antihiperkolesterolemia Hasil uji antihiperkolesterolemia ke dua fi-aksi pelarut dari kulit batang Kayu Gabus menunjukkan bahwa fraksi air lebih potensial dari fraksi kloroform dalam menumnkan kadar kolesterol t h s Wistar jantan yang mengalami hiperkolesterolemia. (Garnbar 22). Karenanya hanya Eraksi air yang diteliti lebih lanjut, khususnya untuk identifikasi senyawa alkaloid yang dikandungnya.
Kromatografi Lapis Tipis dan Kromatografi Kolom Dari b d a g a i eluen campuran yang dicobakan untuk analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) alkaloid fraksi air ternyata eluen campuran terbaik adalah n-butanol : asam asetat : air = 4 : 1 : 5. Eluen campuran ini sesuai dengan eluen yang digunakan oleh
Harbome (1975) untuk pemisahan SoIanina (alkaloid dalam Solanum atberosum) yang termasuk alkaloid steroid yang memiliki gugus amino tertier. Selain itu Harborne menyatakan bahwa campuran butanol : asam asetat : air = 12 : 3 : 5 digunakan sebagai eluen untuk pemisahan indole acetic acid (IAA.), triptamin, triptofan yang semuanya mempunyai inti indot. Dengan dernikian penggunaan eluen campuran di atas dapat menguatkan dugaan bahwa dalam kulit batang Kayu Gabus (Alstonia scholaris, RBr) mengandung berbagai alkaloid seperti yang dikemukakan oleh Yamauchi, et al. 1990 yaitu: echitamin, asetil-echitarnin, losbanin, secoangustilobin, tubotaiwin, tubotaiwin oksida, Nb-demetilechitamin yang semuanya berinti indol . (Lampiran 19). Analisis Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) fiaksi air dengan eluen campuran tersebut dan pereaksi penampak noda DragendorfT adalah didapatkan 2 noda berwarna jingga kecoklatan dengan latar belakang jingga, yang mempunyai nilai Rf= 0,267 dan 0, 427. Berdasarkan hasil KLT tersebut, maka dilakukan pemisahan dengan
kromatografi kolom. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan eluen yang sama dengan eluen pada analisis KLT. Kolom yang digunakan adalah silika gel G-75. Eluat ditampung sebanyak 4 ml, dan dihasilkan sebanyak 51 fraksi. Selanjutnya fiaksi-fi-aksi dievaluasi dengan KLT menggunakan komponen eluen yang sama. Dengan pereaksi Dragendorff diperoleh noda Rf = 0,48 pada fiaksi 7,8, dan 9. Demikian pula diperoleh
noda dengan R f = 0.28 pa&
11, 12, clan 13. Fraksi ke-7, 8, dan 9 digabung dan
disebut fraksiil, sedangkan fiaksi 11, 12, dan 13 digabung dan disebut fraksi-2. Sehubungan waktu penelitian yang terbatas rnaka identifikasi senyawa alkaloid atau yang berpatensi arrtihiperkolesterolemiadalam fraksi-1 dan M s i - 2 a h dilakukan pada kesempatan berikutnya.