PEMBAGIAN ZAKAT TERHADAP GHARIM MENURUT FIKIH KLASIK DAN FIKIH KONTEMPORER ( Studi Kasus di Wilayah Johor Darul Takzim, Malaysia )
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: Mohammad Suhaib Bin Atan NIM : 107044203951
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430 H / 2009 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadrat Allah SWT. penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-nya yang telah melimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini, shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Rasul paling mulia dan penutup para nabi, serta iringan doa untuk keluarga, sahabat dan seluruh pengikut yang setia sampai akhir zaman. Alhamdulilah dengan berkat rahmat-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda dan bondaku, Atan bin Hj. Gombang dan Siti Saayah binti Hj. Othman, yang sentiasa mengisi seluruh ruang hatiku dengan segala pengorbanan mereka yang telah memberikan pendidikan, perhatian, kasih sayang, dan semangat sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga proses penyelesaian skripsi ini karena bantuan berbagai pihak. Oleh itu, penulis ingin ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA,MM, Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta staf-stafnya.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, dan Kamarusdiana S. Ag, M.H, masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah.
3. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, M.A. dan juga bapak Kamarusdiana, S.Ag., M.H., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, bimbingan, kritik, saran dan banyak meluangkan waktu dengan penuh kesabaran. 4. Seluruh penghargaan dan penghormatan kepada Ustaz dan Ustazah di APID Manjung, Perak, Ustaz Eddy, Ustaz Ibrahim, Ustaz Idham, Ustaz Fuzi, Ustaz Baha, Ustazah Zuraida, dan seluruh warga APID yang memberikan dorongan, semangat, kesabaran dan bersama dalam pahit dan manis tidak akan kulupakan kenangan-kenangan yang dilalui semasa di APID. 5. Kepada Penolong Pegawai Jawatankuasa Bagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor, Puan Jamilah binti Saad, dan staf-staf di Majlis Agama Islam Negeri Johor. 6. Kakandaku yang kusayangi, Saifullah, Abdul Hadi beserta Istrinya Kak Aisah, Muhd Sollahuddin dan istrinya kak Kamarul Hairus, tidak lupa juga, Adindaku, Muhammad Khalil, Siti Zainab, Siti Nabilah, Siti Adibah, Nabiha dan Noorsyakirah selaku saudara-saudari kandungku yang banyak meluangkan masa bersama bersama penulis didalam menjalani kehidupan ini. 7. Kepada yang teristimewa, Noraini binti Mat Saad yang sentiasa bersama penulis dalam suka dan duka, yang sentiasa memberikan dorongan serta semangat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini dan juga yang setia menantikan penulis dari jauh. 8. Buat teman-teman kosanku yang sangat ceria dan mengharungi bersama pahit manis, Hazrin, Mohd Firdous, Mohd Muizzuddin, Mohd Ishraff, Mohd Fami
Zulhaizad, Rais, Muhibburrahman, Anuar, Zulkifli, Baha, Shafie, Tarmidzi, Hayafizul dan tidak lupa juga kepada teman-teman muslimat lainnya. 9. Teman-teman seangkatan 2007/2008/2009 Progam Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Peradilan Agama dan juga dari Program Studi Siyasah Syariah, terima kasih saya ucapkan. Serta tidak lupa kepada semua teman-teman di seluruh Jakarta. 10. Semua pihak yang terlibat dan yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini sehingga selesai, dan semua sahabat yang berada di Malaysia.
Demikian sudah penulis memberi ucapan terima kasih kepada semua pihak dan harapan penulis semoga Allah SWT yang membalas Segala jasa dan budi baik kalian. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkaitan maupun para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 29 November 2009 M, 12 Dzulhijjah 1430 H
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1 B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah .................................. 5 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian............................................ 7 D. Studi Review Kajian Terdahulu ............................................ 7 E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan.............................. 9 F. Sistematika Penulisan .......................................................... 9
BAB II:
ZAKAT DALAM FIKIH DAN PEMBAGIANNYA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Zakat .................................... 11 B. Syarat-Syarat dan Rukun Zakat............................................ 18 C. Macam-Macam Zakat .......................................................... 24 D. Mustahik Zakat .................................................................... 28 E. Tujuan dan Hikmah Zakat.................................................... 33 F. Sistem Pembagian Zakat ...................................................... 37
BAB III:
GHARIM DALAM PANDANGAN FUKAHA DAN KEDUDUKANNYA DALAM FIKIH A. Makna Gharim Dalam Fikih Klasik ..................................... 40 B. Makna Gharim Dalam Fikih Kontemporer ........................... 43 C. Kriteria Gharim Mustahik Menurut Fukaha Klasik............... 47 D. Kriteria Gharim Mustahik Menurut Fukaha Kontemporer .... 49 E. Kedudukan Gharim Dalam Fikih ......................................... 57
BAB IV:
STUDI KASUS DI PUSAT URUSAN ZAKAT DI WILAYAH JOHOR DARUL TAKZIM. A. Wewenang Pusat Urusan Zakat Johor Dalam Hal Ehwal Zakat .................................................................. 61 B. Fungsi Dan Pelaksanaan Zakat Di Negeri Johor................... 63 C. Kasus-Kasus Yang Berlaku Keatas Gharimin....................... 67 D. Analisa Penulis Terhadap Distribusi Zakat .......................... 72
BAB V:
PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................... 78 B. Saran-Saran ......................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 80 LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 84
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Umat Islam adalah umat yang mulia, umat pertengahan yang dipilih Allah untuk mengembangkan risalah agar mereka menjadi saksi atas segenap umat dan bangsa. Tugas umat Islam adalah untuk mewujudkan tata kehidupan dunia yang adil, makmur, tenteram dan sejahtera dimana pun mereka berada. Bahwa kenyataannya umat Islam kini jauh dari kondisi yang diharapkan, yaitu sebagai akibat yang belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Umat Islam memiliki potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan dengan saksama, diangkat dengan potensi akidah Islamiyyah dan kandungan Islam yang jernih, akan memperoleh hasil yang optimal.1 Salah satu pokok ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan, dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayaan zakat dalam arti yang seluas-luasnya sebagaimana yang telah dilakukan dan dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW. serta para penerusnya dizaman kegemilangan Islam.2
1
Gustian Djuanda, S.E., M.M, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.285. 2
Didin Hafidhuddin, dkk, Panduan Zakat Praktis: Edisi Penghasilan (Jakarta: PT. Parindo Tri Pustaka, 2005), h. 1.
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan yang tertentu.3 Zakat juga adalah salah satu kewajiban yang sangat penting bagi masyarakat mukmin yang memenuhi syarat Syariah Islam sebagai muzakki untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta guna yang diberikan kepada mustahik yang telah ditetapkan oleh Syariah Islam.4 Hampir setiap ayat yang menyuruh mengerjakan shalat akan selalu diiringi dengan perintah mengeluarkan zakat. Perkataan zakat yang disebut didalam Al-Quran ada sebanyak 82 kali.5 Setiap ayat yang menyuruh mengeluarkan zakat selalu dirangkaikan dengan perintah mendirikan shalat karena zakat merupakan rukun Islam yang kedua. Ini menunjukan bahwa zakat adalah kewajiban yang sangat penting. Shalat adalah merupakan sarana komunikasi utama diantara manusia dengan penciptanya Allah SWT., sedangkan zakat pula adalah sarana komunikasi utama diantara manusia dengan manusia lainnya didalam masyarakat.6 Zakat termasuk dalam kategori ibadah wajib seperti shalat, haji, dan juga puasa dibulan Ramadhan yang telah diatur berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Ia juga sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia sejagat.7
3
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta:UI Press,1998), h.1.
4
Lili Bariadi, dkk, Zakat Wirausaha (Jakarta: CV. Pustaka Amri, 2005), Cet. Ke-1, h. 6.
5
Ahmad M Saepudin, Studi Nilai-Nilai Ekonomi Islam (Jakarta: Media Dakwah, 1984), h.
68. 6
Gustian Djuanda, S.E., M.M, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 10. 7
Ibid., h. 13.
Dalam kehidupan manusia, pasti mengharapkan kesejahteraan, baik dari kesejahteraan duniawi maupun kesejahteraan ukhrawi. Sehingga pantas jika manusia sering berdoa dan memohon kepada Allah SWT., untuk keselamatan dunia dan akhirat. Salah satu doa yang sering diucapkan dan dibacakan adalah doa yang termuat didalam Al-Quran yaitu:
"#$
!
%&%'( +,-.(
!) %&%'(
(٢٠١\ ٢\ ) اة 3% -0 ⌧"+ /) Artinya: "…Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" ( Q.S. Al-Baqarah: 201 )
Jelas sudah dengan dibaca ayat ini, akan menjadi petunjuk bahwa setiap manusia mengharapkan kehidupan yang sejahtera di dunia dan akhirat. Dalam upaya mencari kesejahteraan itu, disinilah zakat mempunyai peranan yang sangat penting terutama manfaat zakat bagi penerimanya yaitu membantunya didalam memenuhi keperluan hidup yang tidak dapat dipenuhinya sendiri. Sedangkan manfaat zakat bagi yang mengeluarkannya adalah membersihkan hartanya. Zakat diwajibkan kepada golongan yang mempunyai kemampuan lebih dalam hal materi atau dalam istilah lain yaitu golongan ini disebut dengan sebutan orang kaya atau berkemampuan untuk membantu golongan yang tidak mampu dilingkungan mereka, seperti orang fakir, miskin dan sebagainya. Semua itu adalah bentuk kebaikan agama Islam terhadap golongan yang tidak berkemampuan.
Dalam zakat terdapat dua aspek penting, salah satunya adalah kemana zakat tersebut akan disalurkan, sehingga zakat menjadi suatu nilai ibadah bagi yang menjalankannya. Allah SWT. telah menyebutkan delapan golongan yang berhak menerima zakat dan orang yang berhak menerima zakat ini lebih dikenal dengan nama mustahik zakat sebagaimana yang terdapat didalam firman Allah SWT.:
89 :/($;<
(☺6#7 4 @!A,B '(☺C ) +:78=>? &FGHI?+J +!D ☺ (EC ) GMFJOE?E/ &⌧=K⌧:☺C ) 0 :/QR
P!) @T"U(V P!) +!ASQ +C ) W @T"U
@!C )
^ ) B
[\]S %&XYZQ:> (٦٠:٩\ )ا ﺏY",U( _?+J Artinya: "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana " (Q.S. At-Taubah: 60)
Oleh karena itu, penulis melihat ada perlunya suatu kajian serius mengenai masalah mustahik yang dari dulu tidak pernah jelas akan jalan penyelesaiannya. Akan tetapi pada penulisan ini, penulis akan hanya membatasi dalam permasalahan mengenai mustahik yang berhutang atau dikenal dengan nama gharim, yaitu orang yang berhutang sehingga timbul pertanyaan "gharim yang bagaimana yang berhak dan layak untuk menerima zakat dan yang tidak berhak menerima zakat". Gharim juga termasuk didalam golongan mustahik zakat. Didalam hal ini seringkali diperdebatkan baik yang dikemukakan oleh Imam Madzhab maupun pendapat perorangan. Namun demikian, praktek di Johor bahwa gharim tidak
mendapat haknya dengan adil dan permasalahan seperti ini seringkali terjadi dan persoalan akan timbul terhadap mustahik tersebut dan juga amil zakat itu sendiri. Dari uraian diatas, perlu dibuat kajian untuk mendalami hal tersebut. Oleh karena itu penulis memilih judul "PEMBAGIAN ZAKAT TERHADAP GHARIM MENURUT FIKIH KLASIK DAN FIKIH KONTEMPORER (Studi Kasus di Wilayah Johor Darul Takzim, Malaysia) ".
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi pada: 1. Pembatasan Masalah Zakat merupakan sebuah kajian yang luas, seperti analisis mengenai harta yang wajib dizakati, berapa kadar zakatnya dan juga masalah terhadap mustahik yang berhak menerima zakat. Menurut Al-Quran, mustahik zakat terdiri dari delapan golongan yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallaf yaitu saudara yang baru memeluk agama Islam, riqab, gharim, sabilillah dan juga ibnu sabil. Delapan golongan yang berhak menerima zakat ini terdapat didalam firman Allah SWT. pada Surah At-Taubah ayat 60. Dengan berlatarbelakangkan dari permasalahan diatas yang cukup luas, penulis membatasi masalah mustahik zakat hanya pada masalah gharim. Dalam Fiqh Klasik penulis hanya membatasi kepada empat Imam Madzhab. Dan pada Fiqh Kontemporer pula penulis hanya menurut pendapat Dr. Yusuf Al-Qardhawi dan Wahbah Zuhaily yang menyangkut masalah tentang zakat. 2. Perumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, masalah pokok yang penulis rumuskan adalah: 1. Bagaimana pendapat Fukaha Klasik dan Kentemporer tentang Gharim yang berhak menerima dan tidak berhak menerima zakat? 2. Mengapa gharim tidak dapat zakat yang seharusnya menjadi haknya sedangkan dia juga termasuk didalam golongan mustahik zakat? 3. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek pemberian zakat terhadap gharim di wilayah Johor?
i.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang gharim yang berhak dan tidak berhak untuk menerima zakat menurut pandangan fikih. 2) Dapat mencari jalan penyelesaian terkait dengan permasalahan gharim yang tidak mendapat zakat. 3) Selain itu dapat menjelaskan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktek pemberian zakat terhadap gharim di wilayah Johor. 2. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Dapat memahami yang dimaksud dengan gharim yang berhak dan tidak berhak menerima zakat dalam pandangan Fiqh Klasik dan Fiqh Kontemporer.
2) Menambah pengetahuan kepada masyarakat tentang masalah orang yang berhutang yang mana berhak dan tidak berhak untuk menerima zakat didalam pandangan Fiqh Klasik dan Kontemporer. 3) Menambah khasanah ke pustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Studi Review Kajian Terdahulu. Skripsi yang menjadi pilihan penulis adalah skripsi dari Hadi Hermanto, mahasiswa jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Peran USZ (Unit Salur Zakat) untuk meningkatkan kesejahteraan mustahik. Persamaan yang dapat diambil dari skripsi tersebut adalah tentang penyaluran zakat kepada mustahik yang berhak menerimanya. Dia juga memfokus terhadap zakat dan ketentuannya yaitu zakat yang bersifat konsumtif tradisional yang mana dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung seperti zakat fitrah dan juga penyaluran yang bersifat kunsumtif kreatif yaitu ia diujudkan didalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan didalam bentuk alat-alat sekolah ataupun beasiswa pendidikan.8 Perbedaan yang dapat dilihat adalah skripsi tersebut menggunakan undangundang zakat nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, akan tetapi skripsi ini tidak menggunakannya bahkan hanya fokus terhadap fikih klasik dan juga fikih kontemporer. Ia juga menerangkan tentang zakat dan pembagiannya terhadap 8
Hadi Hermanto, Peran USZ (Unit Salur Zakat) Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik (Skripsi jurusan Muamalat Fak. Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009).
mustahik zakat tetapi penulis hanya fokus kepada gharimin supaya gharim mendapat zakat menurut kondisi-kondisi yang terjadi kepada mustahik tersebut. Fokus penulis didalam penulisan skripsi ini adalah karena gharim adalah orang yang terlibat dalam mainan utang, dan utang itu dilakukan bukanlah karena mereka berbelanja yang berlebihan, membelanjakan untuk hal-hal yang diharamkan melainkan karena kemiskinan mereka. E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan Dalam usaha mendapatkan bahan–bahan rujukan penulisan buku ilmiah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan (Library Research), yaitu pengkajian dan penyelidikan literatur kepustakaan yang ada relevensi atau kaitannya dengan judul skripsi, khususnya tentang zakat yang menjadi topik permasalahan. Disamping itu juga, penulis menggunakan studi lapangan, yaitu pengambilan data melalui wawancara dengan pengurus bagian zakat di wilayah Johor yaitu Puan Jamilah binti Saad, penolong pegawai jawatankuasa bagian zakat dan fitrah serta pengkajian dokumentasi dari bagian tersebut. Adapun dalam hal teknik penulisan, penulis merujuk kepada kaidah-kaidah yang ada didalam buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang dikeluarkan oleh UIN Syariff Hidayatullah, Jakarta.
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dan dalam usaha memberikan gambaran singkat mengenai isi dari skripsi dalam lima bab, dan tiap babnya terdiri dari sub-sub
bab yang tentunya antara satu bab dengan bab lainnya yang mempunyai keterkaitan. Adapun sistematika penulisan secara terperinci sebagai berikut : Bab satu merupakan uraian tentang alasan pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan. Bab kedua ini, penulis membahas mengenai pengertian dan dasar hukum zakat, syarat–syarat dan rukun zakat, macam–macam zakat, mustahik zakat, tujuan dan hikmah zakat, serta kedudukan gharim didalam hukum Islam dan bagaimana sistem pembagian zakat itu dijalankan. Bab ketiga ini pula penulis membahas tentang makna gharim didalam fikih klasik dan juga fikih kontemporer serta kriteria yang bagaimana harus ada pada mustahik tersebut dan juga kedudukan gharim dalam hukum fikih. Bab keempat ini, penulis membahaskan tentang studi kasus yang dikaji di Pusat Urusan Zakat di wilayah Johor. Penulis membahas tentang wewenang yang dilakukan didalam hal ehwal zakat dan juga membahas fungsi serta pelaksanaan zakat di negeri Johor. Didalam bab ini juga penulis mengangkat kasus-kasus yang terjadi di Johor dan juga menganalisis mengenai distribusian zakat. Bab kelima sebagai bab terakhir dari seluruh isi skripsi ini dan berisi kesimpulan dan saran dan harapan penulis agar penulisan skripsi ini menjadi suatu komitmen yang berguna bagi agama, negara, nusa dan bangsa.
BAB II ZAKAT DALAM FIKIH
A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat 1. Pengertian Zakat. Zakat secara etimologi memiliki arti dan diantaranya : 1) Zaka dalam arti nama (lughah) artinya kesuburan9 2) Zaka dalam arti thahara artinya kesucian 3) Zaka dalam arti barakah artinya keberkatan.10 Adapun menurut pengertian syariat adalah nama dari sebagian harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan beberapa syarat.11 Harta tersebut dinamakan zakat karena harta itu akan menjadi bertambah lantaran do’a orang yang menerima zakat.12 Allah SWT berfirman:
bR ]S .a: +S) efCS)g d ! W H-c ($ W G+Z X⌧:> 3 3%
]S .a: +S) W
+no) [m)$ZQE ij⌧k(l MEt (pq6 :r)sr:>
(٣٩ : ٢٠ / ) اوم+u8=EnY☺C
9
Gustian Djuanda, S.E., M.M, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.285. 10
Hasbi ash-Shidieqy, Pedoman zakat, (Semarang: Pustaka Rizki, Putra, 1999), Cet. ke 1, h.
11
M. Abdul Mudjieb, dkk. Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995), Cet. Ke.
12
Moh. Rifa’i dkk, Kifayatul Ahyar, (terj), (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997) Jilid. I, h. 357.
3. 2, h 427.
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S. Ar-Rum ( 30): 35) Zakat juga dapat diartikan dengan pensucian dan perkembangan, sebagaimana firman Allah SWT :
(٩ : ٩١ \ ( )اـــــvwKk(l +S (⌧I?C>)g n$:/ Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu” (Q.S. As-Syams (91): 9)
Seorang ulama dari Mesir mendefinisikan zakat ini sebagai ibadah kebendaan yang diwajibkan oleh Allah SWT, agar orang yang kaya menolong orang yang miskin didalam bentuk sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.13 Pengertian ini juga sejalan dengan pengertian yang diungkapkan oleh Yusuf al-Qardhawi yang mengatakan bahwa zakat adalah ibadah maaliyah yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan pokok orang-orang yang membutuhkan14 (miskin atau tidak mampu). Al-Quran menggunakan beberapa terminologi untuk arti zakat yaitu:
(a). Az-Zakat (zakat) seperti pada ayat 110 pada surat al-Baqarah:
IjI?;<
W ☺/)g) j IjXx3y
W E ) B,8=#z{ W St$:7E +S) ($ I)$,v)S HG(- n ]S
13
Mahmud Syalthut, al-Fatawa, (tt. Darul Kalam: tth), h. 114
14
Yusuf al-Qardlawy, al-Ibadah fi al-Islam, (Mesir: ar-Risalah, 1979) h. 251
(☺ K
3u7 B
(١١٠ : ٢ \ | ) اــــةH,<+ [mE?(☺E: Artinya: “Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah( 2): 110). (b). As-Shadaqah (sedekah) seperti yang diungkapkan pada surat at-Taubah ayat 103
GM~ifCS)g n S "E{ GMEttv:E %&:/($' @T') &FO MFHck+yE) (p:jI?' 3u7 W GMvC"I?+J "☺(V ^ ) B GM~i ⌦ :B(V (١٠٣ : ٩ \ ? _ ) اـــــ ﺏ+J Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan15 dan mensucikan16 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah (9): 103) (c). An-Nafaqah (infak) seperti yang ditemukan pada surat at-Taubah ayat 34:
+!
/K
&F[$)r6 +Z
%HXx 3u7 W d%+S +Un.{
[\]S +uE?k>r": @u +pt ) 3 3
+efCS)g 15
Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebihlebihan kepada harta benda. 16
Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
[m)$<+Z) @T +UC B
@T"U(V + [m)bB+Z [
/K ) X) :&Y=C ) '?(tK/
@T"U(V ! &F+87=%Z e0 ⌧"(E MEtH,+p:>
(٣٤ : ٩ \ ) ا ﺏO)g Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (Q.S. At-Taubah(9) : 34) (d). Al-Haq (hak) seperti yang terdapat pada surat al-An’am ayat 141:
)r+)g Ay/K
Et) HG⌧) i9 ⌧K)aE3S i9 3(o XT3% ) i9 ⌧K)+S =?+.CZE +_G3y ) [mZ3y ) gs 8xsg bF@ ++.S [m 3S ) j pp ++.S HG⌧) :7 =IQ(☺) S W E?8x 7( W E ) +(☺C)g X) W I '<( G+Z X 6#7 j W dE>HnET : ٦ \ [ ) اــــــــمA>Hn☺C a?+P (١٤١ Artinya: “Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”(Q.S. Al-An’am (6): 141)
Teungku
Muhammad
Hasbi
As-Shidieqy
menambah
satu
terminologi yaitu al-‘afwu.17 Sebagaimana yang dijelaskan didalam AlQuran pada surat al-A’raf:
>g) +
C=(EC
¡Qn)g)
"E{
, aEC
(١٩٩ : ٧ \ [ )اافA?v &vC
Artinya: “Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (Q.S. Al-A’raff (7): 199)
2. Dasar Hukum Zakat Nabi Muhammad SAW menerima perintah zakat setelah beliau berhijrah ke Madinah Al-Munawwarah. Kewajiban melaksanakan zakat ini terdapat pada ayat-ayat yang diturunkan di kota Madinah yang kemudiannya diperkuat oleh sunnah Nabi Muhammad SAW, baik mengenai nisab, jumlah, syarat-syarat, jenis, dan bentuk bentuk pelaksanaan yang konkrit dan kuat.18 Zakat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Islam, hal ini karena zakat merupakan salah satu unsur dari rukun Islam, dan zakat ditempatkan sebagai rukun penting yang kedua setelah Ibadah shalat. Terdapat banyak ayat Al-Quran yang menggandengkan perintah shalat dengan perintah untuk mengeluarkan zakat. Jikalau shalat menimbulkan persamaan diantara si
17
Hasbi ash-Shidieqy, Pedoman zakat, (Semarang: Pustaka Rizki, Putra, 1999), Cet. ke 1, h.
5. 18
Gustian Djuanda, S.E., M.M, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.14.
kaya dan si miskin, maka zakat pula membuktikan persaudaraan tersebut dalam bentuk tindakan konkrit dari pihak yang berkecukupan untuk menyantuni si miskin.19 Para ulama’ bersepakat bahwa hukum zakat ini adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, sebagaimana firman Allah SWT yaitu:
7 W =) sg +S) +!A,<?CZE K W )$UE" ⌧=% +!
g: IjI?;<
W ☺"7Z) j Ij⌧k3y
W E:Z) &(☺R:7C Z (pf:) (٥ : ٩٨ \ )ا!ـــــــ Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus20, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus” (Q.S. Al-Bayyinah ( 98): 5)
3D(
! W )$v (o) GMBwi+.no Et j I (v,o ! GBC"I?+J XT(E(o +S) :rK ]S j w~+( n S @!
t$
Et j -tf+G7 GMB")g S +!A☺?☺C MB☺(V +uB"
⌧" (t !) TGU:/ GBC"I?+J q$"v⌧K eV
19
Ahwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung, Mizan, 1998), h. 268
20
Maksudnya: Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari
kesesatan.
I+ ($&F8 W #B:) W ☺/)r:> j 3 3%
W E ) IjI?;<
W ☺,<+n ) Ij⌧k3y
W B:G+S Et -E#) j I¢G(☺C -ME:> (٧٨ : ٢٢ \ $ـــ% ) اH,<3%
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenarbenarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu21, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.” (Q.S. Al-Hajj (22): 78)
Dasar hukum zakat ini juga dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW:
&' اﺏــ& زی' اﺏــ% وه اﺏـ& ﻡ,ــ- .' ﺡ0 أﺏ.' ﻡــد ﺡ3& ــ'ا ـــ<م5 ا0 ﺏ: ,4ــ5 و3 ا64- 3ــ ل ا5ــل ر9 : اﺏ& ـ& اﺏ!ـ3ــ'ا ــم ا>ــ<ة9 وا3ــ ل ا5'ا ر% وان ﻡ3 اا: ﺵ@دة ان ا: =ـ64 (,4ـــــــI ﻡJ )روا.ــــنBــ م رﻡ- وC ا!ـــــ$آـــة وﺡEوایـــء ا Artinya: “Dari Abdullah Mu’ad Ashim Ibnu Muhammad Ibnu Zaidi Ibnu Abdullah Ibnu Umara dari bapaknya berkata Abdullah, telah bersabda Rasulullah SAW.: “ Islam didirikan atas lima sendi, yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan”. (Riwayat Muslim)22
21
Maksudnya: Dalam kitab-kitab yang Telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. 22 Imam Nawawi, Hadith Arbain. Penerjemah Ibnu Nizhamuddin; Tim Gip. Cet.1. (Jakarta: Gema Insani Press), h.24.
B. Syarat-Syarat dan Rukun Zakat Zakat dalah pemberian hak yang wajib dalam bentuk harta kepada yang berhak dengan menyerahkan kepadanya yang berhak dengan memutuskan manfaat dari pemiliknya dan dari segala segi. Zakat merupakan salah satu dari bagian rukun Islam yang lima, yaitu rukun yang ketiga dari rukun Islam, sesudah dua kalimat syahadat dan shalat. Dalam masalah zakat tentunya tak lepas dari permasalahan syarat-syarat zakat dan rukunnya.23 Adapun yang menjadi syarat-syarat zakat secara umum atau kewajiban zakat itu ada sepuluh, yaitu: 1. Beragama Islam 2. Taklif 3. Dalam keadaan merdeka 4. Kepemilikan sempurna 5. Kepemilikan Nisab 6. Mencapai haul yaitu artinya mencapai satu tahun memiliki harta yang akan dikeluarkannya. 7. Genap nisab dikedua ujung haul 8. Mengetahui kewajibannya 9. Harta zakat yang bebas dari hutang 10. Berkemampuan untuk menunaikannya24
23
Ahwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung, Mizan, 1998), h. 288 Abdurrahman & Mubarak, Zakat dan Peranannya Dalam Pembangunan Bangsa Serta Kemaslahatan Bagi Umat. (Bogor: CV, Surya Handayani Pratama, 2002), Cet. Ke. 1, h. 22. 24
Menurut Muhammad Daud Ali, adapun yang menjadi syarat-syarat zakat itu adalah: 1. Pemilik yang pasti, yaitu sepenuhnya berada pada kekuasaan yang punya harta, baik kekuasaan pemanfaatannya maupun kekuasaan menikmati hasilnya. 25 2. Berkembang, yaitu artinya harta tersebut berkembang baik secara alami sunatullah maupun bertambah karena usaha manusia. 3. Melebihi kebutuhan pokok, yaitu harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia di bumi Allah SWT ini. 4. Bersih dari hutang, artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu terbebas dari ikatan perjanjian hutang piutang, baik kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia 5. Mencapai nisab yaitu mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. 6. mencapai haul yaitu artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setiap panen. 26 Adapun menurut Prof. Dr. Yusuf al-Qardhawi, yaitu syarat-syarat harta yang wajib dizakati adalah sebagai berikut: 1. Harta itu milik penuh. Yang dimaksud penuh adalah bahwa kekayaan itu harus berada dibawah kontrol atau dibawah kekuasaan pemilik. Dan kemudiannya pemilik penuh
25
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1998.,
h.25. 26
h. 41.
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1998.,
itulah
yang
membuat
manusia
lain
dapat
menggunakannya,
dan
mengembangkan kekayaan sendiri atau oleh orang lain. Karena itulah wajar apabila Islam mewajibkan pemiliknya mengeluarkan hak kekayaan yang dimilikinya. 2. Harta itu berkembang. Yang dimaksud kekayaan berkembang itu adalah bahwa sifat kekayaan itu yang memberikan keuntungan atau pemasukan, ataupun kekayaan itu berkembang dengan sendirinya. 3. Harta itu cukup senisab. Islam mewajibkan zakat pada kekayaan yang berkembang dengan ketentuan sendiri, yaitu sejumlah tertentu yang didalam ilmu fikih disebut sebagai nisab, atau dengan kata lain jumlah minimal harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya. 4. Harta itu lebih dari kebutuhan biasa. Yang dimaksud lebih dari kebutuhan biasa disini adalah lebih dari kebutuhan rutin harian seperti makan, minum, pakaian, perumahan dan peralatan lain yang diperlukan.27 5. Harta itu bebas dari hutang. Pemilik sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat dan harus lebih dari kebutuhan primer. Haruslah cukup senisab yang sudah bebas dari hutang. 6. Harta itu telah sampai haulnya (berlaku setahun).
27
Didin Hafidhuddin, dkk, Panduan Zakat Praktis: Edisi Penghasilan (Jakarta: PT. Parindo Tri Pustaka, 2005), h.32.
Maksudnya adalah pemilik harta ditangan pemilik tersebut telah berlaku masanya satu tahun. Dan persyaratan ini hanya berlaku buat ternak, uang dan harta perdagangan, yaitu dapat dimasukkan dalam istilah zakat modal.28
Adapun para fukaha bersepakat bahwa zakat diwajibkan kepada orang yang merdeka, muslim, baligh, dan berakal yaitu mengetahui bahwa zakat adalah wajib hukumnya, disamping harus memenuhi persyaratan harta lainnya. Akan tetapi para ulama’ berbeda pendapat berkenaan dengan harta si anak kecil dan orang gila, menurut persyaratan umum diatas, tidak terkena kewajiban berdasarkan hadits Nabi SAW:
& ,4 اLM ر:ل9 ,45 و3 ا64- 0 & ا64 & 6%B ا0& =!' & اﺏ .N ی6 ن ﺡO و& ا,4% ی6 ﺡ0> و& اP!I ی6 ﺡ,Q & ا:.<. ( اﺏ داودJ)روا Artinya: “Dari Khalid Ibn Abi Dhuha dari Ali bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda: Pena terangkat dari tiga golongan, yaitu dari orang tudur sampai ia bangun, dari anak-anak sampai ia dewasa, dan dari orang gila sampai ia waras (berakal)”. (Riwayat Abu Daud).29
Perbedaan ulama’ tersebut adalah disebabkan oleh perbedaan persepsi mengenai zakat, apakah termasuk ibadah mahdhah atau bukan.
28
Didin Hafidhuddin, dkk, Hukum Zakat, (terj), (Jakarta: PT, Pustaka Mizan, 1999), Cet. Ke.
1, h. 125. 29
Imam Abu Daud, Kitab Sunan Abi Daud (Mishr: Darul Fikr), Juz II, h.544.
Para ulama’ Hanafiah dan Imamiah mengatakan bahwa berakal dan baligh merupakan syarat diwajibkan mengeluarkan zakat.30 Maka harta orang gila dan anakanak tidak wajib untuk dizakati. Sedangkan menurut Imam Maliki, Hanbali, dan Syafi’e berpendapat bahwa berakal dan baligh tidak menjadi syarat, maka dari itu harta orang gila dan harta anak-anak wajib dizakati dan walinya yang harus mengeluarkannya.31 T. M. Hasbi ash-Shidieqy, berkesimpulan bahwa zakat itu wajib dipungut dari harta anak-anak kecil dan orang gila, karena zakat itu adalah fardhu ain yang diharapkan terhadap harta, maka siapa saja yang berharta baik dia masih kecil atau sudah mukallaf, baik dia berakal ataupun tidak, wajib mengeluarkan zakat. Adapun pelaksanaannya dibebankan atas para wali. 32 Sedangkan yang menjadi rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nisab (harta), dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya sebagai milik orang fakir, dan menyerahkan kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada walinya, yakni imam atau orang yang memungut zakat.
C. Macam-Macam Zakat Pada garis besarnya zakat dibagi menjadi dua macam, yaitu yang berhubungan dengan jiwa yang disebut “zakat fitrah” (pribadi) dan yang berhubungan dengan harta yang disebut “zakat mal” (harta) 30
Tim Penyusun IMZ, Panahan Zakat Praktis, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2002), h.
31
M. Zuhri, Fiqh Lima Madzhab, (terj), (Jakarta: Penerbit Lentera, 2002), h. 177
32
Hasbi ash-Shidieqy, Pedoman zakat, (Semarang: Pustaka Rizki, Putra, 1999), Cet. ke 1,
37
h.23.
1. Zakat Fitrah Secara harfiah zakat fitrah (zakat al fitri) berarti zakat berbuka puasa. Ini berkaitan dengan berakhirnya puasa Ramadhan dan tibanya hari raya puasa atau Idul Fitri. Zakat ini disebut zakat an-nafs, artinya zakat jiwa. Maksudnya zakat untuk mensucikan jiwa orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya. Zakat firtah yaitu zakat yang wajib diberikan oleh setiap muslim setahun sekali (pada saat Idul Fitri) berupa makanan pokok sehari-hari (beras, jagung, dan sebagainya).33 Zakat fitrah atau zakat jiwa ini dihubungkan dengan bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Karena itu dinamakan juga zakatul fitri.34 Zakat fitrah ini merupakan zakat yang berbeda dari zakat-zakat yang lainnya, diantaranya dengan zakat harta. Zakat harta kendati mencakup penyucian jiwa juga, tetapi titik beratnya adalah penyucian atau keberkatan harta sehingga harta yang dizakati terpelihara, subur dan berkembang. Maka tidak disyariatkan pada zakat-zakat lainnya.35 Ketentuan hukum wajib pelaksanaan zakat fitrah ini terdapat pada AlQuran:
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), ed. 3, Cet. Ke.2, h. 1279 34
Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: CV. Ruhama, 1999), Cet. Ke
6, h. 68 35
1, h.199.
Didin Hafidhuddin, dkk, Hukum Zakat, (terj), (Jakarta: PT, Pustaka Mizan, 1999), Cet. Ke.
+⌧k:) . j ^£+y: +S (⌧I?C>)g n$:/
– ١٤ \ ٨٧ \ 64 )اــــــــj K'<:> I -V
( ١R Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat (Idul Fitri)” Q.S. Al-A’laa: 87: 14-15)
Banyaknya zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah satu sha’ (kirakira 3 setengah liter). Zakat fitrah hukumnya wajib atas seseorang itu baik untuk dirinya maupun untuk keluarga yang menjadi tanggungannya seperti anak dan istrinya, begitu pula pembantu yang mengurus pekerjaan dan urusan rumah tangga.36 Zakat fitrah juga selain bertujuan untuk mengembirakan hati si fakir miskin pada hari raya Idul Fitri, juga dimaksudkan untuk membersihkan dosadosa kecil yang ada ketika melaksanakan puasa Ramadhan. 37 2. Zakat Maal (harta) Zakat maal adalah kadar harta kekayaan yang wajib dikeluarkan oleh seseorang dari hartanya untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Karena menyimpan (memiliki) harta (uang, emas, dan sebagainya). Yang cukup dengan syarat-syaratnya.38
36
Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar. Al-Fikr, 1983), jilid. 1. h. 394.
37
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1998.,
h.49. 38
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), ed. 3, Cet. Ke.2, h.1110.
Sedangkan zakat maal dalam Ensiklopedia Islam adalah sebagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan dimiliki selama jangka waktu tertentu pula.39 Menurut Fuad Mochammad Fachruddin dalam bukunya berjudul Zakat, diwajibkan zakat atas seseorang dengan syarat.40 a. Orang Islam b. Orang yang Merdeka c. Orang yang baligh d. Orang yang waras e. Mempunyai nisab f. Hendaklah nisab itu memasuki waktu keluarnya Zakat itu. Waktunya ialah satu tahun atau 12 bulan selain dari pada zakat tanaman dan buahbuahan yang waktu zakatnya ialah pada waktu panen atau waktu memungut hasil yang sudah matang. Sesuai dengan firman Allah:
)r+)g Ay/K
Et) i9 ⌧K)aE3S i9 3(o i9 ⌧K)+S HG⌧) +_G3y ) XT3% ) gs 8xsg =?+.CZE [mZ3y ) bF@ ++.S [m 3S ) j pp ++.S HG⌧) =IQ(☺) S W E?8x W E ) +(☺C)g :7 W I '<( G+Z 7( 39
Dewan Direksi Ensiklopedia Islam, Zakat, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1994), jilid.
40
Fuad Fachruddin, Zakat, (Kaherah: Sekertaris Umum Majis, tth), h. 11.
5, h. 224.
X 6#7 j W dE>HnET X) ٦ \ [ )اـــــــمA>Hn☺C a?+P
( ١٤١ : Artinya: “Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-An’am(6) : 141)
Zakat harta (maal) terdiri dari lima macam, yaitu: a. Zakat ternak (hewan) yaitu: unta, sapi, kerbau, kambing dan domba b. Zakat hasil pertanian yaitu padi, jagung, gandum, biji-bijian dan buahbuahan yang mengenyangkan. c. Zakat hasil tambang, baik dalam bentuk mata uang atau barang. d. Zakat barang dagangan, berupa uang atau barang. e. Zakat harta terpendam.41 D. Mustahik zakat Pada awal sejarah pertumbuhan Islam di Makkah, orang yang berhak menerima zakat adalah orang yang miskin saja. Setelah tahun ke-9 hijrah, Allah SWT menurunkan ayat 60 surat At-Taubah di Madinah. Ayat tersebut menjelaskan tentang orang-orang yang berhak menerima zakat.
89 :/($;<
(☺6#7 @!A,B '(☺C ) +:78=>? &FGHI?+J +!D ☺ (EC ) 41
Didin Hafidhuddin, dkk, Panduan Zakat Praktis: Edisi Penghasilan (Jakarta: PT. Parindo Tri Pustaka, 2005), h. 37.
GMFJOE?E/ &⌧=K⌧:☺C ) 0 :/QR
P!) @T"U(V P!) +!ASQ +C ) W @T"U
@!C )
^ ) B
[\]S %&XYZQ:> (٦٠ : ٩ \ )ا ﺏY",U( _?+J Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. At-Taubah (9): 60)
Dari ayat diatas jelas bahwa mustahik zakat terdiri dari delapan golongan yaitu sebagai berikut: 1. Fakir. Yang dimaksud dengan orang fakir ialah orang yang tidak memiliki harta ataupun usaha yang tidak memadai, sehingga sebagian besar kebutuhannya tidak dapat terpenuhi. Walaupun memiliki rumah tempat tinggal, pakaian yang pantas bagi dirinya, ia tetap dianggap fakir selama sebagian besar kebutuhan hidup yang diperlukannya tidak terpenuhi olehnya. 42 Dalam al-Fiqhul Muyassar dijelaskan bahwa orang-orang fakir adalah orang yang tidak berharta dan orang yang tak berpenghasilan atau punya harta atau penghasilan tetapi tidak mencukupi, seperti orang yang membutuhkan sepuluh tetapi hanya punya dua.43 2. Miskin.
42
Lahmudin Nasution, Fiqh, (Jakarta: Logos, 1995), Cet. ke. 1, h. 175.
43
Zaid Husen a-Hamida, Fiqhul Muyassar, (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), h. 191.
Miskin adalah orang yang mempunyai tempat tinggal, namun tidak bias memenuhi kebutuhannya yang sederhana (kebutuhan pokok). Kebutuhan pokok tersebut seperti makan, minum dan pakaian dalam batas sederhana (sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup). Misalnya orang yang berpenghasilan Rp300,- padahal kebutuhan minimalnya adalah Rp400,-. Dalam Fiqhul Muyassar dijelaskan bahwa yang dimaksud miskin adalah orang yang mempunyai penghasilan, tetapi tidak cukup seperti orang yang membutuhkan sepuluh sedang ia hanya mempunyai tujuh, begitu pula orang yang sanggup bekerja, tetapi hasilnya tidak mencukupi. Para ulama berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua kata yang mempunyai arti sama yaitu orang yang serba kekurangan atau yang benar-benar membutuhkan. Ada pula yang digabung mengatakan bahwa dua kata ini memiliki arti yang berbeda karena kalau keduanya mempunyai arti yang sama, niscaya Allah SWT tidak perlu menyebut dua kali dengan istilah yang berbeda. 3. Amil Zakat Yaitu orang-orang yang ditugaskan oleh Imam atau juga kepala pemerintahan untuk mengumpulkan zakat dan mengurus pengelolaannya. Mereka hendaklah diambil dari kaum Muslimin, bukan dari golongan orang yang tidak dibenarkan menerima zakat. Syarat menjadi amil, harus mengetahui masalah-masalah zakat, sehingga harus mengerti bagaimana mengumpulkan dan membagikannya, ia haru jujur, sebab tugas itu merupakan amanat, maka orang yang fasiq, pemabuk maupun orang-orang yang suka menyeleweng, tidak
boleh menjadi amil.44 Bila bagian amil ternyata lebih besar dari jumlah upahnya, maka sisanya itu dialihkan kepada mustahik yang lainnya, sedangkan bila jumlah bagian amil itu kurang dari upahnya, Imam harus memenuhi upah mereka.45 4. Muallaf. Muallaf Qulubuhum adalah orang-orang yang diharapkan agar hatinya lembut kepada Islam, yakni orang yang baru masuk Islam dan belum tegar dalam keislamannya atau orang yang berpengaruh dikalangan masyarakatnya serta orang yang diharapkan mampu membawa kelompoknya kedalam Islam atau orang yang berpengaruh dan berbahaya bagi Islam. 46 5. Riqab (budak belian). Riqab
adalah
budak
yang
akan
membebaskan
dirinya.
Untuk
membebaskan diri harus menebusnya dengan sejumlah uang dengan Tuannya. Karena itu perlu mendapatkan bantuan, maka ia berhak menerima pemberian zakat.47 6. Gharim (orang yang berhutang). Gharim adalah orang yang berhutang, sukar untuk membayarnya. Mereka bermacam-macam.
Diantaranya
orang
yang
memikul
hutang
untuk
mendamaikan sengketa, atau orang yang menjamin hutang orang lain sehingga 44
Moh. Rifa’I dkk, Kifayatul Ahyar, (terj), (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997) Jilid. I, h. 142.
45
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modera, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. ke. 1, h. 134. 46
Abudin Nata, dkk, Mengenal Hukum Zakat dan Infaq Shadaqah, (Jakarta: BAZIS DKI, 1999), h. 60. 47
Moh. Rifa’I dkk, Kifayatul Ahyar, (terj), (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997) Jilid. I, h.143.
harus membayarnya yang menghabiskan hartanya. Atau orang yang terpaksa berhutang karena memang membutuhkan untuk keperluan hidup atau membebaskan dirinya dari maksiat. Mereka semua berhak mendapatkan zakat yang cukup untuk melunasi hutangnya.48
7. Sabilillah Sabilillah adalah yang menyampaikan kepada keridhaan Allah SWT, baik berupa ilmu maupun amal. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud sabilillah adalah berperang. Jatah sabilillah itu diberikan kepada tentera sukarelawan yang tidak mengharapkan gaji dari pemerintah, maka orang inilah yang berhak menerima zakat baik dia kaya ataupun miskin. Besarnya jumlah zakat yang diberikan kepada mereka disesuaikan dengan biaya perjalanan, pengadaan pelengkapan persenjataan dan alat-alat penggangkutan yang dibutuhkannya. Jika setelah menerima zakat itu ternyata ia tidak jadi melakukan jihad, maka harta yang diambilnya wajib dikembalikan. 49 Termasuk sabilillah adalah menafkahkan kepada guru-guru sekolah yang mengajar ilmu syariat dan ilmu-ilmu lainnya yang diperlukan oleh masyarakat umum. 50 8. Ibnu sabil (musafir).
48
Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah 3, (Bandung: a-Ma’arif, 1987), Cet. ke. 1, h. 99.
49
Lahmudin Nasution, Fiqh, (Jakarta: Logos, 1995), Cet. ke. 1, h. 180.
50
Departemen Agama, Pedoman Zakat seri 9, (Jakarta: Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002), h. 87.
Ibnu sabil adalah orang yang melaksanakan perjalanan dengan tujuan kebaikan, tetapi ia kekurangan biaya untuk mencapai tujuan dari perjalanan itu. Dengan zakat, diharapkan ia sampai ketujuan. Termasuk kedalam pengertian ini ialah orang yang meninggalkan negaranya mencari perlindungan di negeri Islam lainnya. Kepada mereka diberikan zakat sebagai bekal hidup dinegara orang lain. 51
E. Tujuan dan Hikmah Zakat 1. Tujuan Zakat. Sebagaimana halnya ibadah shalat yang diwajibkan oleh Allah, mengandung rahasia, tujuan dan hikmah. Ibadah zakat juga mengandung tujuan dan hikmah. Banyak sekali tujuan dan hikmah yang terkandung di dalam zakat.52 Baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzaki) dan penerima zakat (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya maupun bagi masyarakat keseluruhannya.53 Tujuan disyariatkan zakat adalah sebagai berikut: a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup b. Menghilangkan sifat kikir dan laba si pemilik harta c. Menghilangkan kecemburuan sosial, seperti iri dan dengki dari hati orang-orang miskin 51
Lahmudin Nasution, Fiqh, (Jakarta: Logos, 1995), Cet. ke. 1, h. 185.
52
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I, (Bandung: Pustaka Media, 2005) Cet. ke. 1, h. 563. 53
Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 82.
d. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharim, musafir dan para mustahik lainnya. e. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya, f. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta. g. Mendidik manusia untuk berdisiplin dalam menunaikan kewajiban h. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat i.
Sarana pemerataan pendapat untuk mencapai keadilan sosial54 Syauqi Ismail Syahatih dalam bukunya al-zakat, menulis bahwa zakat
berfungsi sebagai sarana jaminan sosial dan persatuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, membenteras kemiskinan dan kemelaratan umat manusia, dalam hal ini zakat merupakan bukti kepedulian sosial serta kesetiakawanan nasional.55 2. Hikmah Zakat Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya maupun hubungan sosial kemasyarakatan antar umat manusia. Adapun hikmah disyariatkan zakat ialah: a. Mengikis sifat-sifat kekikiran dalam jiwa seseorang muzakki serta melatihnya untuk berjiwa dermawan. 54
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1998., h.
41. 55
Anshari Taslim, Prinsip Zakat Dalam Dunia Modern. (Jakarta: Pustaka Dian, 1987), Cet. ke. 1, h. 95.
b. Menciptakan ketenangan dan ketenteraman bukan hanya terhadap penerimanya tetapi juga terhadap muzakkinya. Karena kesenjangan sosial lama-kelamaan jika dibiarkan akan menimbulkan gejolak sosial. c. Zakat disamping memberikan keuntungan kepada kebaikan akhirat, juga menambah nilai harta yang tersisa dengan arti pengembangan dan permanfaatannya akan lebih baik. d. Dorongan ajaran agama Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup, juga berlombalomba menjadi Muzakki.56 e. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian hak orang lain dari harta yang kita usahakan sesuai dengan ketentuan Allah SWT.57 Ini adalah syariat Allah SWT yang adil dan penuh kasih sayang, yang telah lahir sejak empat belas abad yang lampau. Maka bagaimana bisa menandinginya dengan aturan-aturan yang diciptakan manusia, aturan-aturan moderen dan kebudayaan-kebudayaan baru yang mengakibatkan mudharat pada yang berhutang sampai adanya pengumuman pailitnya, merusak rumah tangganya, tanpa ada pertolongan sama sekali dari masyarakat dan 56
Anshari Taslim, Prinsip Zakat Dalam Dunia Modern. (Jakarta: Pustaka Dian, 1987), Cet. ke. 1, h. 198. 57
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modera, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. ke. 1, h.10.
pemerintahannya. Bagaimana pula bisa menandingi syariatAllah yang adil dan penuh rahmat. Undang-undang Romawi pada sebagia aturannya membolehkan orang yang meminjamkan untuk memperbudak orang yang mempunyai hutang. Sebagian ulama meriwayatkan bahwa perbuatan tersebut berlangsung terus sampai pada permulaan Islam, kemudian di nasab dan tidak ada satu alasan pun bagi orang yang menghutangkan untuk memperbudak orang yang berhutang. Hutang itu bukan hanya membahayakan pribadi dan ketenteraman orang yang berhutang saja akan tetapi juga berbahaya bagi akhlak dan perjalanan hidupnya. Disinilah kedudukan gharim dalam Islam sangat diperhatikan. Perhatian Islam terhadap orang yang berhutang dan yang mempunyai piutang dengan sifat umum adalah perhatian yang menakjubkan yang penekanannya pada pribadi, yaitu: 1. Pertama-tama ia harus mengajarkan anaknya untuk hidup sederhana, jangan sampai meminjam. 2. Apabila si muslim dipaksa keadaan dan meminta, maka ia harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk menepati janji dan cepat untuk mengembalikannya. 3. Apabila ia tidak mampu membayar seluruh atau sebagian hutangnya dengan alasan tidak mampu membayar, maka pemerintah harus ikut campur menyelamatkan ia dari belenggu hutang yang menimpanya dan melemahkan kedudukannya. Karena dikatakan hutang itu yang menyebabkannya bingung diwaktu malam dan hina diwaktu siang.
F. Sistem Pembagian Zakat Untuk mengarah kepada daya guna dan hasil guna dari harta zakat, perlu adanya pengarahan dan pembinaan bagi mustahik zakat, baik untuk mustahik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat umum, karena harta zakat yang terkumpul harus diberikan kepada mustahik delapan. Menurut Ulama Abu Hanifah dan Imam Malik, zakat boleh dibagikan kepada satu golongan saja dari mustahik yang delapan. Bahkan menurut Abu Hanifah, zakat boleh diberikan kepada satu orang saja dari salah satu asnaf, yaitu diberikan kepada yang paling membutuhkan.58 Surat At-Taubah ayat 60 diturunkan untuk menjelaskan kategori orang-orang yang berhak untuk menerima zakat. Harta zakat yang terkumpun di utamakan untuk diberikan kepada golongan yang lebih membutuhkan, karena maksud zakat adalah untuk menutupi kebutuhan, terutama untuk golongan fakir miskin.59 Menurut Abu Hanifah, surat At-Taubah ayat 60 memberi pengertian bahwa harta zakat ini tidak boleh diberikan kepada selain delapan asnaf, akan tetapi dalam pembagiannya boleh memilih diantara delapan asnaf tersebut yang mana lebih membutuhkan.60
58
Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, (t. t., al-Imam, t. th.) jilid 6, h. 192. 59
Sjechul Adi Permono, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Jakarta: Pustaka Firdaus. 1996), h. 26. 60
Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, (t. t., al-Imam, t. th.) jilid 6, h.224.
Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar mengemukakan bahwa adanya perbedaan pendapat antara ulama salaf dan ulama-ulama sekarang dibeberapa Negara dalam masalah ini, menunjukkan bahwa tidak adanya sunah amaliah di zaman Rasulullah SAW, dalam hal pengelolaan dan pendistribusian harta zakat.61 Pada surat At-Taubah ayat 60 pun tidak terdapat perincian cara pembagian harta zakat. Ayat tersebut hanya menetapkan orang-orang yang berhak menerima zakat, yaitu hanya kepada delapan golongan yang disebut saja. Bahkan Nabi SAW sendiri pun tidak pernah menerangkan cara pembagian itu. Beliau membagikan harta zakat kepada mustahik sesuai kebutuhan yang diperlukan dan disesuaikan pula dengan jumlah persediaan harta zakat yang ada. Golongan Hanafiyah membolehkan distribusi zakat dengan qimah, yaitu penukaran harta zakat yang sudah ditentukan dengan benda lain atau dengan uang tunai. Mereka beralasan bahwa, maksud dari zakat adalah untuk menutupi kebutuhan hidup dan menjadikan orang fakir atau miskin berkecukupan, menyelenggarakan kemaslahatan umum baik bagi agama maupun umat, demi menjunjung tinggi kalimat Allah SWT.62 BAZIS DKI Jakarta, dalam memudahkan pengumpulan dan penyaluran zakat, cenderung mengikuti pendapat golongan hanafiyah, yaitu sahnya mengeluarkan zakat dengan uang tunai jika dikehendaki oleh kemaslahatan.63
61
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Beirut: Dar al-Ma’arif, t. t), jilid 10, h.593. Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Fath al-Bari Syarhu Shahih al-Bukhari, (t.t Al-Maktabah asSalafiyah, t. th.), jilid 4, h. 54. 62
63
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Badan Amil Zakat, Infak dan Shadaqah (BAZIS), Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta: 2002), h. 30.
BAB III GHARIM DALAM PANDANGAN FUKAHA DAN KEDUDUKANNYA DALAM FIKIH
A. Makna Gharim Dalam Fikih Klasik 1. Madzhab Hambali Kata gharimin adalah bentuk jamak dari gharim yang artinya wajib karena hutang itu harus dibayar.64 a. Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi, untuk hal-hal yang diperbolehkan atau hal-hal yang haram dengan syarat ia bertaubat, maka ia dapat memperoleh zakat sebatas untuk menutupi sisa hutangnya. 65 b. Orang yang berhutang untuk kepentingan sosial. 2. Madzhab Maliki Yang dimaksud gharim adalah orang yang mempunyai hutang, sedang ia tidak mempunyai apa-apa untuk melunasi hutangnya. Maka hutangnya itu dapat dilunasi dari zakat, sekalipun setelah ia meninggal dunia.66 3. Madzhab Hanafi Yang dimaksud gharim menurut madzhab ini adalah orang yang mempunyai hutang dan tidak mempunyai harta lebih selain untuk membayar
64
Anshari Taslim, Fiqh Imam Syafi’I, Puasa dan Zakat, terj. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003),
65
Moch. Anwar, dkk. Fathul Mu’in. (Bandung Sinar Baru Agensindo, 1994), h. 583.
66
M. Zuhri, dkk, Fiqh Empat Madzhab, (Semarang: As-Syifa, 1994), cet. ke 1, jilid 4, h. 164.
h. 205.
hutangnya, membayar zakat kepadanya (untuk menutupi hutang) lebih utama daripada memberikan kepada fakir. 67 4. Madzhab Syafi’i Sedangkan yang dimaksud gharim menurut madzhab syafi’I adalah terdiri dari empat macam: a. Mereka yang berhutang untuk mendamaikan kedua kubu yang bersengketa agar terhindar dari perkelahian yang menyebabkan pembunuhan, maka golongan ini berhak menerima zakat meskipun yang menerimanya adalah orang kaya. Tujuannya adalah untuk memberikan dukungan kepada mereka karena telah melakukan suatu amalan yang sangat terpuji. Allah berfirman didalam Al-Quran:
]S H¤Xx ! HG( ++S)g n +S 7 GMv£n¥6# 0 )E+S ))g 0&:/($'< [A+ ⌧ I?n7 ))g GT(EC=+Z +S) j 3 3
+.G
[¦f: + G':>
M '§: b©"8+ no)g :# (١١٤ : ٤ \ ءI )ا Artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar. (Q.S. An-Nisaa (4): 114)
b. Orang yang berhutang karena menjamin seseorang. 67
M. Zuhri, dkk, Fiqh Empat Madzhab, (Semarang: As-Syifa, 1994), cet. ke 1, jilid 4, h.158
c. Orang yang berhutang untuk diri atau keluarganya dalam hal yang diperbolehkan. d. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti membangun rumah, persinggahan untuk para tetamu, membangun masjid atau rumah sakit dan sebagainya. Maka mereka berhak untk menerima zakat seandainya tidak sanggup membayarnya. 68 Pada Madzhab Syafi’I dan Hambali diatas, gharim terbagi menjadi beberapa bagian. Sedangkan pada Madzhab Hanafi dan Maliki tidak membahaskan bagian-bagian gharim yang harus diberi zakat, namun kedua madzhab tersebut hanya memberikan pengertiannya saja, sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Menurut ulama fikih klasik dalam arti global pada empat madzhab ini, gharim adalah orang yang mempunyai hutang, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan sosial, pada madzhab Hambali pula orang yang mempunyai hutang dalam hal-hal yang haram boleh mendapatkan zakat hanya sebatas untuk menutupi sisa hutangnya, tapi dengan syarat sebelumnya harus bertaubat. Pada madzhab Hanafi pula memberikan zakat kepada orang yang mempunyai hutang lebih utama dari pada memberikannya kepada orang fakir. Menurut madzhab Maliki pula gharim adalah orang yang mempunyai hutang, maka hutangnya dapat dilunasi dari pemberian zakat, sekalipun setelah ia meninggal dunia.
68
h.205.
Anshari Taslim, Fiqh Imam Syafi’I, Puasa dan Zakat, terj. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003),
Dari keempat definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gharim adalah orang yang berhutang dan tidak mempunyai harta yang cukup untuk menutupi hutangnya, baik hutang itu untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan masyarakat. Mereka berhak menerima zakat untuk menutupi hutangnya. Dengan syarat hutang tersebut tidak digunakan untuk kemaksiatan atau pun hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam.
B. Makna Gharim Dalam Fikih Kontemporer 1. Wahbah al-Zuhaily Menurut Wahbah al-Zuhaily gharim adalah orang yang mempunyai, baik berhutang pada dirinya atau berhutang untuk menyelesaikan persengketaan, baik untuk tujuan taat kepada Allah SWT atau karena maksiat tetapi harus dengan syarat bertaubat terlebih dahulu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Madzhab Syafi’i dan Hambali.69 Rasulullah SAW bersabda:
يX اوL9'ﻡM يX :<ثT ا4UI اN% ﺕ:,45 و3 ا64- 3 ل ا5ل ر9 (يX اﻡJ )رواL= ي دم ﻡX اوLBم ﻡY Artinya: “Tidak boleh meminta-minta kecuali bagi tiga golongan yaitu orang yang sangat membutuhkan, orang yang berhutang berat memikulnya
69
1956.
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatu, (Mesir, Darul Fikr, 2002) juz. 3, h.
atau orang yang harus membayar denda dan tidak bisa membayarnya” (Riwayat Tirmidzi)70 Adapun pada fikih kontemporer yang dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi bahwa gharim adalah orang yang mempunyai hutang, karena gharim adalah tetap, yang artinya tetap kepadanya orang yang mempunyai hutang. 2. Yusuf al-Qardhawy Gharimin adalah bentuk jamak dari gharim, (dengan huruf ghin fathah panjang) artinya orang yang mempunyai hutang, sedangkan ghariim (dengan ra kasrah panjang) adalah orang yang berhutang, kadang kala dipergunakan untuk orang yang mempunyai piutang. Adapun asal pengertian gharim, menurut bahasa adalah tetap, seperti yang terdapat didalam firman Allah SWT:
% +u87+Z [
/K ) +zKE(v(o -0 ⌧"+ 3+ n Hª«
+u/⌧k (v+ ⌧"+ m7 W (٢٥:٦٥ / ن9Z )اS +⌧ Artinya: “Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".(Q.S. al-Furqan (25): 65) Dengan makna itulah ia disebut gharim, karena hutang telah tetap kepadanya. Menurut Yusuf al-Qardhawi gharim yang berhak atas zakat itu ada dua macam: a. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri, adalah seperti untuk memenuhi nafkah, membeli pakaian, melaksanakan perkawinan, mengobati
70
Didin Hafidhuddin, dkk. Pedoman Hidup Muslim, terj. (Jakarta: PT. Pustaka Litera Nusa, 1996) h. 445
orang sakit, mendirikan rumah, mengawinkan anak atau menggantikan barang orang lain yang rusak. Termasuk didalam kriteria gharim ini adalah mereka yang ditimpa bencana yang terjadi tiba-tiba, seperti tertimpa musibah baik rumahnya terbakar habis atau rumahnya hancur oleh banjir, gempa bumi, tanah longsor dan sejenisnya. Baik pada dirinya maupun pada hartanya, sehingga ia mempunyai kebutuhan mendesak untuk meminjam bagi dirinya dan keluarganya. b. Dari gharim
ini adalah
orang-orang
yang
mempunyai
nilai-nilai
kemanusiaan dan kemuliaan yang tinggi, cita-cita yang tinggi pula, yang masyhur dikalangan masyarakat Arab dan Islam. Mereka itu adalah orangorang yang berhutang karena mendamaikan dua golongan yang bersengketa. Misalnya ketika terjadi dua kelompok besar seperti antar dua suku atau dua negara karena bertentangan memperebutkan harta, kemudian ada orang yang menengahi antara dua kelompok tersebut merelakan dirinya menggantikan harta yang diperebutkan itu, agar api permusuhan segera padam. Sebagai contoh orang yang mendamaikan antara orang-orang yang bersengketa, orang yang bergerak dibidang kegiatan sosial yang bermanfaat seperti membangun Yayasan anak yatim, rumah sakit untuk orang-orang fakir, masjid untuk melaksanakan ibadah shalat ataupun mendirikan sekolah belajar untuk kaum muslimin, atau perbuatan baik lainnya yang bertujuan untuk melayani masyarakat. Sesungguhnya orang itu telah berkhidmat dirinya didalam kebajikan untuk kepentingan masyarakat.
Maksud dari ini semua adalah bahwa orang yang berhutang karena melayani kepentingan masyarakat, hendaknya diberi bagian dari zakat untuk menutupi hutangnya, walaupun ia orang yang kaya.71 Bila Yusuf al-Qardhawy membagi gharim menjadi dua macam, lain halnya dengan ulama lain yang membagi gharim yang berhak menerima zakat menjadi empat macam yaitu: a. Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Hutang itu tidak timbul karena kemiskinan. 2. Hutang itu melilit pelakunya. 3. Si pengutang tidak sanggup lagi melunasi hutangnya. 4. Hutang itu sudah jatuh tempoh atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan kepada si pengutang. b. Orang yang berhutang untuk kepentingan sosial, seperti yang berhutang untuk mendamaikan antara pihak yang bertikai dengan memikul biaya denda (denda kriminal) atau biaya barang-barang yang rusak. c. Orang yang berhutang untuk menjamin hutang orang lain, dimana yang menjamin dan yang dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan. d. Orang yang berhutang untuk pembayaran denda karena pembunuhan tidak sengaja, bila keluarganya benar-benar tidak mampu membayar denda tersebut.72
71 72
Didin Hafidhuddin, Hukum Zakat, terj. (Jakarta: PT. Pustaka Mizan, 1999), h. 604. http://ZakatIslam.com
C. Kriteria Gharim Mustahik Menurut Fukaha Klasik 1. Kriteria Gharim Yang Berhak Menerima Zakat Menurut Fukaha Klasik. Madzhab Syafi’I mengemukakan bahwa orang yang berhak menerima zakat adalah orang yang mengaku hamba mukatab atau gharim, dapat dibenarkan dengan ada saksi seorang yang adil dan dibenarkan oleh tuannya bagi mukatab, dibenarkan oleh yang menghutangkan bagi gharim atau karena sifatnya sudah terkenal dikalangan masyarakat.73 Pada madzhab Maliki menyebutkan bahwa orang yang berhak menerima zakat bagi orang yang berhutang (gharim) adalah: a. Merdeka. b. Islam. c. Bukan keturunan Bani Hasyim. d. Hutangnya itu kepada sesama manusia, jika hutangnya kepada Allah SWT seperti hutang kifarat, maka untuk melunasinya tidak boleh dari zakat.74 Sedangkan pada madzhab lain, penulis tidak menemukan batasanbatasannya, hanya saja penulis dapat menyimpulkan bahwa batasan gharim yang berhak diberikan kepada orang-orang yang berhutang, baik untuk kepentingan dirinya maupun kemaslahatan umat maka boleh mengambil zakat, namun hanya sebatas menutupi hutangnya saja.75
73 74
75
M. Anwar, Fathul Mu’in, terj., Op. Cit., h. 585. M. Zuhri, dkk, Fiqh Empat Madzhab, (Semarang: As-Syifa, 1994), cet. ke 1, jilid 4, h.162.
Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al-Umm. Penerjemah Muhammad Yasir Abu Mutholib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), h.466.
2. Kriteria Gharim Yang Tidak Berhak Menerima Zakat Menurut Fukaha Klasik Menurut madzhab Syafi’I harta zakat itu, sedikitpun tidak boleh untuk membungkus mayat atau membangun masjid-masjid (secara langsung, kecuali melalui gharim, sebab mustahik itu harus orang dan bukan benda).76 Jika memberikan zakat pada orang yang berhutang kepadanya dengan syarat bahwa ia harus mengembalikan zakat itu untuk membayar hutangnya, maka yang demikian adalah tidak boleh dan tidak sah membayar dengan zakat.77 Orang yang berhutang karena menjamin seseorang, jika jaminan tersebut ada yang menjamin selain dirinya dan ia sanggup membayarnya maka ia tidak berhak menerima zakat. Orang yang berhutang dalam hal-hal kemaksiatan seperti membeli khamar dan yang sejenisnya atau yang diharamkan oleh agama, maka orang itu tidak berhak untuk menerima zakat.78 Pada madzhab Hambali dan Hanafi berdasarkan dari pengertiannya, penulis dapat menyimpulkan bahwa gharim yang tidak berhak menerima zakat adalah gharim dalam hal-hal kemaksiatan yang diharamkan oleh agama Islam. Pada madzhab Maliki orang yang berhutang atau gharim dari hutangnya itu disebabkan karena boros maka gharim sejenis ini tidak berhak untuk mendapatkan bantuan zakat.
D. Kriteria Gharim Mustahik Menurut Fukaha Kontemporer
76
M. Anwar, Op. Cit., h. 585.
77
Ibid.
78
Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al-Umm. Penerjemah Muhammad Yasir Abu Mutholib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), h.478.
1. Kriteria Gharim Yang Berhak Menerima Zakat Menurut Fukaha Kontemporer Ada beberapa gharim yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri diberi untuk membayar segala hutangnya dengan beberapa syarat: a. Hendaklah ia mempunyai kebutuhan untuk memiliki harta yang dapat membayar hutangnya, sehingga apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi hutangnya dengan uang atau benda yang dimilikinya, maka ia tidak berhak menerima zakat. b. Hendaklah orang itu mempunyai hutang untuk melaksanakan ketaatan atau melaksanakan sesuatu urusan yang dibolehkan. Sedangkan apabia ia mempunyai hutang karena suatu kemaksiatan seperti untuk membeli miras, melakukan perzinahan, berjudi dan lain-lain pekerjaan yang diharamkan, maka ia jangan diberi bagian zakat. c. Hendaklah hutangnya dibayar pada waktu itu, apabila diberi waktu tenggang. Maka terdapat perbedaan pendapat. Pendapat pertama membolehkan untuk menerima zakat sedangkan pendapat kedua tidak membolehkan dengan alasan ia tidak membutuhkannya pada waktu itu. d. Keadaan hutangnya ia adalah sesuatu yang bias ditahannya, sehingga masuklah hutang si anak pada orang tuanya dan pada orang yang mengalami kesulitan. Akan tetapi tidak termasuk hutang kifarat dan hutang zakat, karena hutang yang bisa ditahan adalah hutang yang lebih yaitu hutang piutang kepada sesama manusia, sedangkan kifarat dan hutang zakat adalah termasuk hutang kepada Allah.
Menurut para ulama lain, kriteria seorang gharim yang berhak mendapatkan dana zakat, ditentukan oleh syarat-syarat secara umum sebagai berikut, antara lain: a. Orang tersebut tidak mampu melunasi hutangnya. b. Hutangnya dalam masalah kebaikan atau dalam masalah yang mubah (harus). Sedangkan bila ia berhutang pada masalah yang mana hukum dasarnya mubah namun ia melakukannya secara berlebih-lebihan. Maka sama sekali tidak berhak mendapatkan dana zakat. Karena berlebihlebihan itu sudah terlarang meski untuk hal-hal yang mubah. Allah SWT berfirman:
W )"E{ +( !¬o+U +Z @Tk ($% GB++®Zl W E?8x) p$¥+S X) W H ) X 6#7 j W dE>HnET ٧ / )ا\اف+!A>Hn☺C a?+P
(٣١: Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. Al-A’raf (7) : 31)
c. Hutangnya harus segera dibayarkan. Dana zakat bisa diberikan kepada gharim dengan syarat bahwa saat ini ia memang harus segera melunasinya. Sedangkan bila masih ditunda
dan ada kemungkinan untuk melunasinya nanti, maka belum boleh dikeluarkan.
d. Hutangnya adalah hutang kepada sesama manusia. Misalnya hutang kepada rekan bisnis, tetangga termasuk kepada orang tua sendiri. Sedangkan menurut Wahbah Zuhaily, terdapat dua bagian yang harus diberi zakat dalam masalah ini, pertama gharim untuk dirinya sendiri dan yang kedua ialah gharim untuk menyelesaikan perselisihan antar dua pihak, baik untuk tujuan taat maupun maksiat dengan syarat harus bertaubat. Maka secara mutlak mereka berhak menerima zakat walaupun orang kaya dan yang menyelesaikan persengketaan meskipun kafir zimmi. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
3 ا64ــ- 3 ل ا5 رC!ﺕM ﺡC4% ﺕ: ل9 !> ﺏ& ﻡ^ق ا@<ل9 &و انC>!9 ل ی9 ,. @ ﻡ _ ﺏM :9X> ﺕ! اC ﺡ,9ــل اM @!M :5 ا,45و 6ـ ﺡـــI ا: C4ــ%M ﺡN% ﺕN رﺝ, .<. ' ا ﺡN@ـــ ﺕIا C ﺡــI ا: C4%M : ﻡC اﺝﺡ% ﺝﻡ:ﺏ- اN ورﺝ,_ـI ی,. @!>ی ی ل6 ﺡ9ـM :ﺏ- ا,N ورﺝ,bــ'اد ﻡ& !ـ5 ل9 وb! & ام ﻡ9 c!>ی 6ـ ﺡI ا: C4%M 9M M <M Cﺏ- 'ا, : ﻡ9 & ﻡO ﻡ& دوراﺡ.<. >!9 یI ا ه& ﻡ& ا5 M b! &'اذ ﻡ5 ل9 اوb! & اﻡ ﻡ9 c!>ی (ـــئ واﺏ داودI وا,4ــI اﺡ' و ﻡJ )روا.ـ@ــ5 @هــ- N ی آC%ـــIM
Artinya: “Dari Qubaishah bin al-Mukharik al-Hilal ia berkata: “Aku telah memikul suatu beban (untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa), tunggulah sampai dating zakat. Akan kami suruh untuk memberikan kepadamu. Lalu beliau berkata pula, hai Qubaishah, meminta-minta ini tidakah halal kecuali dalam tiga hal, seorang laki-laki memikul suatu beban, maka halal lah ia meminta sampai lepas beban itu, kemudian hendaklah ia berhenti, seorang laki-laki ditimpa suatu kerusakan atau musibah yang amat sangat ketika itu ia meminta, sampai susahnya hilang, maka berhentilah dan seorang laki-laki yang sudah sangat melarat, sehingga sudah sampai bertiga kaumnya yang mampu mengatakan, bahwa dia memang sudah sangat melarat, maka ketika itu halallah dia meminta, sehingga dia dapat hidup. Lain dari itu wahai Qubaishah kalau masih meminta-minta juga adalah itu suatu perbuatan curang yang membawa mati dalam kehinaan. (Riwayat Imam Ahmad, Muslim, an-Nasai dan Abu Daud).79
Orang yang berhutang karena kemaslahatan dirinya harus diberi sesuai dengan kebutuhannya. Yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kebutuhan untuk membayar hutang. Apabila ia diberi bagian, tetapi tidak dibayarkan pada hutangnya, atau ia membayar hutangnya sendiri, tetapi bukan dari harta zakat, maka menurut pendapat yang benar, bahwa ia harus mengembalikan bagiannya itu, karena ia sudah tidak memerlukannya lagi. Baik hutang itu sedikit atau banyak, sebab yang diperlukannya adalah terbayarnya hutang atau besarnya tanggung jawab terhadap hutang. 80 Termasuk golongan kedua dari gharim ini adalah orang-orang yang mempunyai hutang karena kemaslahatan orang lain. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan masyarakat, misalnya orang yang terpaksa berhutang karena mendamaikan dua pihak yang berselisih, yang untuk menyelesaikannya membutuhkan dana yang cukup besar, atau kelompok 79
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatu, (Mesir, Darul Fikr, 2002) juz. 3, h.
1933. 80
Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al-Umm. Penerjemah Muhammad Yasir Abu Mutholib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), h.514.
yang mengurus lembaga kemanusiaan, yang terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan usaha lembaganya. Misalnya yayasan sosial yang memelihara anak yatim piatu, orang-orang lanjut usia dan lainnya. Maka yang baik adalah beban itu dipikulkan pada zakat, agar jangan mengecilkan keinginan orang yang ingin berbuat baik, atau melemahkan kehendaknya. Maka mereka yang berhutang untuk kemaslahatan masyarakat tentunya lebih utama pula untuk ditolong.81 Dari beberapa pendapat diatas, maka yang menjadi batasan seorang gharim yang berhak menerima zakat menurut ulama kontemporer, gharim itu berhutang untuk kemaslahatan sendiri bukan untuk hal yang mubah, gharim yang berhutang karena menjamin hutang orang lain, gharim yang berhutang untuk pembayaran denda karena pembunuhan yang tidak sengaja dan gharim itu berhutang untuk kepentingan masyarakat banyak dan bukanlah digunakan untuk suatu kemaksiatan. Mereka semua itu berhak atas zakat, yang tentunya mereka harus memenuhi beberapa persyaratan diatas.
2. Kriteria Gharim Yang Tidak Berhak Menerima Zakat Menurut Fukaha Kontemporer. Wahbah Zuhaily mengemukakan bahwa orang yang berhutang untuk dirinya tidak harus menerima zakat kecuali dalam keadaan fakir. Orang yang mempunyai hutang tetapi tidak mampu membayarnya dan ia tidak berlaku boros atau merusak hartanya, dengan catatan hutangnya itu bukan untuk tujuan maksiat, maka tidak berhak untuk mendapatkan zakat. Atau secara sengaja berhutang
81
h.40.
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta:UI Press,1998),
tetapi ditangguhkan dengan tujuan untuk mendapatkan bagian zakat. Maka gharim yang demikian tidak berhak menerima zakat karena telah mempunyai tujuan yang tercela. Adapun menurut Yusuf al-Qardhawy, batasan gharim yang tidak berhak menerima bagian dari zakat adalah gharim yang masih mempunyai harta yang dapat membayar hutangnya, sehingga apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi hutangnya dengan uang atau benda yang dimilikinya. Adapun menurut Yusuf al-Qardhawy, batasan gharim yang tidak berhak menerima bagian dari zakat adalah gharim yang masih mempunyai harta yang dapat membayar hutangnya, sehingga apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi hutangnya dengan uang atau benda yang dimilikinya. Melakukan suatu pekerjaan kemaksiatan yang diharamkan seperti judi, zinah, minum minuman keras, atau melakukan kemaksiatan lainnya. Orang yang hidupnya berlebih-lebihan dalam memberi nafkah pada diri dan keluarganya walaupun untuk menikmati suatu hal yang diperbolehkan. Karena sesungguhnya berlebih-lebihan terhadap hal yang diperbolehkan sampai berhutang, diharamkan bagi setiap muslim. Apabila mereka diberi bagian dari zakat sama saja dengan menolongnya berbuat maksiat kepada Allah SWT. Maka gharim seperti ini tidak berhak menerima bagian dari zakat. Dan sebaiknya ia disarankan untuk bertaubat. Jika orang yang mempunyai hutang diberi masa tenggang waktu, dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Menurut satu pendapat, ia berhak menerima zakat karena ia termasuk gharim. Menurut pendapat lain pula ia tidak berhak menerima zakat karena ia
tidak membutuhkannya pada waktu sekarang. Menurut pendapat yang lain lagi yaitu apabila tenggang waktunya telah habis tahun itu juga, maka ia berhak menerima zakat, dan apabila tidak, maka jangan diberi zakat pada tahun itu. Menurut Yusuf al-Qardhawy, orang yang mempunyai harta benda dan berhutang, jika dilunasi, maka sisa harta bendanya tidak mencukupi kebutuhan hidup satu keluarganya, maka ia menahan bendanya sejumlah yang mencukupi kebutuhan hidup satu keuarganya (dalam satu tahun atau seusia umur ghalib). Kemudian sisanya dibuat melunasi hutangnya, dan apabila masih kurang maka ditutupi oleh zakat dari jatah gharim. E. Kedudukan Gharim Dalam Fikih Zakat adalah ibadah maaliyyah yang mempunyai dimensi pemerataan karunia Allah SWT sebagai fungsi sosial ekonomi sebagai perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dan juga golongan miskin. Sarana membangun pendekatan antara yang kuat dengan yang lemah, mewujudkan tatanan masyarakat sejahtera, rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tenteram aman lahir dan batin. Potensi dana zakat dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan Islam yang berdiri diatas lima perinsip yaitu: Ummatan Wahidah (umat yang satu), Musawwamah (persamaan derajat dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan Islam), dan Takaful Ijtima (tanggung jawab bersama).82
82
Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CV. Pustaka Amri, 2005), cet. ke. 1 h. 7
Atas dasar itu pula zakat bertujuan merangsang kaum muslimin untuk memenuhi hak dan kewajiban persaudaraan, memenuhi kewajiban untuk tolong menolong dan mengharap keridhaan Allah SWT termasuk menolong orang yang mempunyai hutang. Itu semua merupakan jalan dan syariat Islam. Ia menolong orang yang mempunyai hutang untuk membebaskannya dari belenggu hutang menghilangkan kebinggungannya dan tidak meninggalkannya dalam keadaan jatuh tertumpuk hutang serta diketahui kepailitannya.83 Sesungguhnya Islam dengan menutup hutang orang yang berhutang menggunakan harta zakat, berarti telah menempatkan dua tujuan yang utama: 1. Berhubungan dengan orang yang berhutang, dimana hutang telah memberatkannya. Dengan sebab hutanglah ia dihinggapi kebingungan diwaktu malam dan kehinaan dikala siang hari. Islam telah menutupi hutangnya dan mencukupkan apa yang diperlukannya. 2. Berhubungan dengan orang yang merentangkan sesuatu hutang kepada orang lain, dan menolongnya demi kemaslahatanyya. Maka ketika Islam menolong orang untuk membayar hutangnya, ia pun meransang anggota masyarakat
untuk
menghargai
nilai-nilai
kemanusiaan,
melakukan
pertolongan, dan melakukan pinjam meminjam dengan cara yang baik dan tidak membebani pihak yang lain.84
83
Didin Hafidhuddin, Hukum Zakat, (terj). (Jakarta: Pt. Pustaka Mizan, 1999), cet. ke. 1, h.
84
Ibid, h.632
602
Dari sisi ini zakat diberikan untuk menghilangkan riba dan demikian pula syariat Islam telah menetapkan orang yang berhutang dan menghadapi kesulitan, tidak dituntut menjual barang kebutuhan yang bersifat primer untuk membayar hutangnya, sehingga ia hidup terlunta-lunta tidak mempunyai apa-apa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini adalah syariat Allah SWT yang adil dan penuh kasih sayang yang telah lahir sejak empat belas abad yang lampau. Maka bagaimana bisa dipertandingkan dengan aturan-aturan yang diciptakan manusia, aturan-aturan moderen dan kebudayaan-kebudayaan baru yang mengakibatkan mudharat pada yang berhutang sampai adanya pengumuman pailitnya, merusak rumah tangganya, tanpa ada pertolongan sama sekali dari masyarakat dan pemerintahannya. Bagaiman pula bisa menandingi syariat Allah yang adil dan penuh rahmat ini. Undang-undang Romawi pada
sebagian
aturannya
membolehkan
orang
yang
meminjamkan
untuk
memperbudak orang yang mempunyai hutang. Sebagian ulama meriwayatkan bahwa perbuatan tersebut berlangsung terus sampai pada permulaan Islam, kemudian di nasab dan tidak ada satu alasan pun bagi orang yang menghutangkan untuk memperbudak orang yang berhutang. Hutang itu bukan hanya membahayakan pribadi dan ketenteraman orang yang berhutang saja akan tetapi juga berbahaya bagi akhlak dan perjalanan hidupnya. Disinilah kedudukan gharim dalam Islam sangat diperhatikan. Perhatian Islam terhadap orang yang berhutang dan yang mempunyai piutang dengan sifat umum adalah perhatian yang menakjubkan yang penekanannya pada pribadi, yaitu:
4. Pertama ia harus mengajarkan anaknya untuk hidup sederhana, jangan sampai meminjam. 5. Apabila si muslim dipaksa keadaan dan meminta, maka ia harus merusaha dengan
sunguh-sunguh
untuk
menepati
janji
dan
cepat
untuk
mengembalikannya. 6. Apabila ia tidak mampu membayar seluruh atau sebagian hutangnya dengan alasan tidak mampu membayar, maka pemerintah harus ikut campur menyelamatkan ia dari belenggu hutang yang menimpanya dan melemahkan kedudukannya. Karena dikatakan hutang itu yang menyebabkannya bingung diwaktu malam dan hina diwaktu siang.
BAB IV STUDI KASUS DI PUSAT URUSAN ZAKAT DI WILAYAH JOHOR DARUL TAKZIM
Negeri Johor adalah sebuah negeri yang pesat didalam perindustrian dan pelancongan sejak dahulu lagi. Dengan sebab itu penduduknya begitu padat dikarenakan permintaan tenaga kerja yang bertambah setiap tahun. Tingginya kemajuan dan pembangunan yang berlaku di negeri Johor ini sedikit sebanyaknya berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat serta kebutuhan yang semakin meningkat dikalangan masyarakat. Apabila tingkat hidup semakin tinggi dan permintaan terhadap keuangan masyarakat juga meningkat tinggi maka penggunaan masyarakat terhadap uang juga tinggi dalam usaha kelompok masyarakat Islam dan desakan kebutuhan hidup di zaman yang serba moderen ini. Walau bagaimanapun untuk mendapatkan keterangan yang lebih jelas berkenaan masalah zakat yang terjadi di negeri Johor, maka didalam bab ini penulis mengeluarkan data-data yang bersangkutan tentang masalah zakat yang penulis peroleh dari Majlis Agama Islam Negeri Johor dan Pusat Urusan Zakat Johor.
E. Wewenang Pusat Urusan Zakat Johor Dalam Hal Ehwal Zakat. Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) mempunyai wewenang diseluruh negeri Johor. Ia berwenang untuk mengutip zakat terhadap seluruh masyarakat Islam di negeri Johor, Malaysia. Pada awalnya ia dibangun atas nama “NAQIB AZ ZAKAT”
pada tahun 1957 atas wewenang untuk mengutip serta membagikan zakat kepada yang layak untuk menerimanya. Dan seterusnya pada tahun 1962 Naqib Az-Zakat diganti kepada Jawatankuasa Zakat Dan Fitrah. Kemudian diletakkan dibawah pentadbiran Majlis Agama Islam Negeri Johor dengan berlakunya Enakmen Pentadbiran Islam tahun 1978 dan Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 200385. Pada masa kini, di Negeri Johor, kesemua permohonan zakat adalah diselengara oleh Majlis Agama Islam Negeri Johor dengan berdasarkan Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003. Walaupun bidang kuasa Pusat Urusan Zakat Johor adalah berdasarkan kepada Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003, Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) masih boleh mempertimbangkan terhadap permohonan zakat dari mustahik yang tidak tinggal (menetap) didalam Negeri Johor. Jika Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) berpuas hati bahwa permohon telah lama menetap atau dia dapat membuktikan ingin menetap di negeri Johor, ini adalah bertepatan dengan Enakmen pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003 yaitu aturan-aturan dibawah Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor boleh berlaku ke atas sesiapa yang tinggal menetap di Negeri Johor.86 Dengan syarat dibenarkan oleh Pendaftar Mahkamah setelah dipertimbangkan atas kesulitan-kesulitan yang timbul dan demi kebaikan87. 85
Seksyen 4(1) Enakmen Pentadbiran Agama Islam Tahun 1978: “Hendaklah ditubuhkan sesuatu Majlis Agama Islam Negeri Johor yang disebutkan dalam Bahasa Inggeris sebagai “ Council of the Religion of Islam Johore “ dan kemudian daripada ini disebutkan sebagai “ Majlis “ yang kekal turun temurun”. 86 Ismail Hj. Hamzah, Sejarah Perekonomian Zakat : Perbandingan Dengan Undang-undang (Pahang: Kolej Islam Pahang Pers, 2006), h. 144.
F. Fungsi Dan Pelaksanaan Zakat Di Negeri Johor. Fungsi utama Pusat Urusan Zakat Johor adalah untuk memungut Zakat dan Fitrah daripada orang Islam di negeri Johor serta membagikan uang kutipan Zakat dan Fitrah kepada asnaf yang telah ditentukan serta yang layak untuk menerima. Selain daripada itu juga, ia dilaksanakan untuk menjadikan zakat sebagai asas pembangunan negara dan ummah. Obyektif zakat yang besar adalah untuk menunaikan hak dan tanggungjawab kepada asnaf yang ditetapkan Syarak dan Syariat Islam. Ia juga bisa meningkatkan taraf hidup golongan asnaf dalam semua bidang kehidupan merangkumi aspek-aspek rohani, aqli dan jasmani serta membantu melaksanakan usaha-usaha memantap dan meninggikan penghayatan agama Islam agar semua masyarakat mempunyai kesadaran dan memiliki kefahaman yang tinggi. 88 Pelaksanaan zakat di negeri Johor adalah dilaksanakan mengikuti hukumhukum Syariat Islam serta pembagiannya mengikut syarat dan aturan yang terkandung didalam Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor 2003. Harta zakat dibagi mengikut keperluan asnaf berdasarkan keutamaan serta pemindahan bagian dari satu asnaf ke asnaf yang lain dibenarkan berdasarkan kepada kebutuhan dan lebihan yang ada. Tiada ijtihad lagi dalam masalah menentukan asnaf yang menerima zakat kecuali pada perkara yang berkaitan dengan perlaksanaan pembagian kepada asnaf89. Semua pembagian zakat hendaklah dilakukan dengan pengawasan 87
Seksyen 4(1) Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor Tahun 2003 : “ Maka hendaklah ada satu badan bernama “ Majlis Agama Islam Negeri Johor “ untuk membantu dan menasihati Sultan dalam perkara- perkara yang berhubungan dengan agama Islam " 88
Mohd. Abdullah Hj Fikri, Wibawa Zakat di Dalam Urusan Negara (Johor: Karangkraff Johor Press, 2003), h.53. 89 http://www.siwakz.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=16&artid=24
dan kawalan rapi. Sebarang pembagian zakat yang meragukan perlu dirujuk kepada Jawatankuasa Fatwa Johor dan Jawatankuasa Zakat Dan Fitrah90. Pendistribusian dilakukan dengan segera selepas dikenal pasti layak untuk menerima zakat. Tenaga kerja yang terlibat memproses permohonan hendaklah menjalankan tugas dengan segera bersesuaian dengan prinsip Muraqabah. 91 Untuk mengetahui perkembangan sumber zakat sejalan dengan perkembangan ekonomi moderen, kepada lembagalembaga pengumpul zakat, baik Pusat Urusan Zakat (Badan Amil Zakat) lainnya, yang ada dinegara ini untuk mensosialisasikan zakat dengan lebih luas dan merata.92 Para pengurus Zakat hendaknya terus mengkaji dan mendalami hukum Islam khususnya yang berkaitan dengan zakat, agar dalam pelaksanaan tugas pokoknya mampu mengelola dan mengimplementasikan sesuai dengan kondisi sekarang, sehingga hukum Islam tetap relevan dalam setiap tempat dan saat. Untuk melihat secara lebih jelas lagi mengenai fenomena ini sila lihat Tabel I, II dan III.
Tabel I Statistik Pembagian Zakat Pada Tahun 2008
Tahun 2000
Jumlah RM 17,831,029.00
90
http://www.mainj.gov.com.my/
91
Enakmen Pentadbiran Islam tahun 1978 dan Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor
2003 92
Ramli Sadari, Pengaruh Zakat dan Kekuatannya Didalam Pendidikan Masyarakat (Kuala Lumpur: MustikaKraf Press, 2005), h.3
2001 2002
RM 22,474,139.50 RM 29,053,833.06
2003
RM 26,546,996.03
2004
RM 30,076,294.42
2005
RM 39,243,990.00
2006
RM 46,142,937.81
2007
RM 67,675,527.82
2008
RM 78,627,641.25 Sumber data : Majlis Agama Islam Negeri Johor
Tabel II Statistik Agihan Zakat Tahun 2008 Mengikut Jenis Asnaf Asnaf
Bajet 2008
RM Perbelanjaan
% Perbelanjaan
Fakir
RM 7,017,667.00
RM 6,913,072.00
98.51
Miskin
RM 14,234,333.00
RM 17,926,266.19
125.94
Amil
RM 11,752,000.00
RM 11,918,083.47
101.41
Muallaf
RM 7,915,000.00
RM 6,186,416.72
78.16
Gharim
RM 1,050,000.00
RM 1,794,993.43
170.95
Ibnu Sabil
RM 350,000.00
RM 133,065.50
38.02
Fi Sabilillah
RM 34,806,100.00
RM 33,755,743.94
96.98
Riqab
RM 1,000.00
0
-
Jumlah
RM 77,126,100.00
RM 78,627,641.25
101.95
Sumber data : Majlis Agama Islam Negeri Johor Tabel III Pecahan Agihan Zakat Tahun 2008
Sumber data : Majlis Agama Islam Negeri Johor G. Kasus-Kasus Yang Berlaku Keatas Gharimin Berdasarkan kajian penulis dari data-data dan wawancara penulis yang diberikan oleh Puan Jamilah binti Saad93, Yaitu Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ). Menurut beliau, banyak kasus-kasus yang berlaku ke atas gharim di Pusat Urusan Zakat Johor adalah ianya dapat dikenal pasti antara jenis-jenis hutang yang biasanya mendapat zakat yaitu: a. Hutang Masjid & Musholla yaitu hutang yang ditanggung diatas nama masjid atau musholla. Antaranya adalah untuk membayar lestrik dan juga air yang diguna pakai oleh masyarakat umum. Bahkan zakat ini juga bisa diminta untuk
93
membiayai
segala
perbelanjaan
untuk
merenovasi
ataupun
Puan Jamilah binti Saad, Yaitu Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ), tanggal 19 Oktober 2009, jam 9.00 pagi bertempat di Kantor Ibu Pejabat Majlis Agama Islam Negeri Johor, Tingkat 5, Blok `B’, Pusat Islam Iskandar Johor, Johor Bahru, Johor Darul Takzim. Malaysia.
memperbaiki segala macam kerosakan yang berlaku keatas masjid maupun musholla.94 b. Selain daripada itu juga antara lain yang mudah untuk mendapatkan zakat adalah hutang pengajian karena sistem yang diguna pakai di Johor adalah ketika mana ada individu yang melanjutkan pengajian di tingkat lebih tinggi akan memerlukan perbelanjaan yang lebih tinggi. Dengan itu individu tersebut dibolehkan untuk membuat pinjaman dari bank dan seterusnya dia akan menanggung bebanan hutang pengajiannya. Maka zakat akan diberikan kepada mereka yang memiliki hutang atas sebab pengajian. Ini berbeda dari pembagian zakat terhadap fi sabilillah karena untuk fi sabilillah zakat akan diberikan sebelum individu tersebut melanjutkan pengajiannya agar ianya tidak menanggung hutang dan bisa mengurangkan bebanan yang ditanggung oleh beliau.95 Menurut Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Johor, bahwa kepada sesiapa yang melanjutkan pengajian dan mempunyai hutang kepada Pinjaman Tabung Pendidikan Tinggi Nasional (PTPTN) bisa mendapatkan zakat lima puluh peratus (50%) daripada jumlah hutang yang ditanggungnya. Bahkan bagi pelajar yang kurang berkemampuan juga akan diperuntukkan zakat kepada dirinya dan perbelanjaan yang perlu ditanggung seperti yuran persekolahan dan sebagainya. c. Bagi kasus yang terjadi akibat penyakit ataupun kemalangan yang ditimpa bagi masyarakat negeri Johor juga termasuk didalam senarai penerima zakat orang yang berhutang. Apabila terdapat individu yang mengalami penyakit 94
Tahrim Jamaluddin, Zakat dan Pembangunannya Terhadap Negara: Kajian Bersama dalam Masyarakat Majmuk (Johor: Jabatan Agama Islam Muar, 1999), h.71. 95 Salam Samoin, Sebab-sebab Zakat Wajib Dilaksanakan (Johor: UM Press, 2000), h.44.
yang serius dan tidak mampu untuk membayar biaya rumah sakit ataupun biaya untuk melakukan operasi (pembedahan), maka mereka ini layak untuk menerima zakat gharim. Ini karena hutang perubatan adalah perkara yang terjadi secara terdesak ataupun secara tiba-tiba. Dan tujuan utamanya adalah untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang tidak berkemampuan serta zakat tersebut bisa digunakan untuk pembiayaan penyembuhan ataupun operasi yang dijalankan keatasnya. Yang menjadi permasalahannya adalah apabila seorang gharim yang memiliki beberapa kriteria sebagai orang yang berhutang bahkan amat memerlukannya tetapi tidak layak untuk mendapatkan zakat tersebut. Kasus ini seringkali terjadi kepada individu yang mempunyai hutang kepada bank yang mana dia tidak miskin dan hanya hidup sederhana. Akan tetapi dia memiliki mobil (kereta) yang masih mempunyai hutang ataupun memiliki rumah yang juga sama yaitu masih didalam bebanan hutang. Dan mobil ataupun rumah tersebut merupakan bebanan hutang yang amat membebankannya dan dia berhasrat untuk mendapatkan zakat berdasarkan masalah tersebut. Kasus seperti ini seringkali terjadi di kawasan bandar karena didalam menjalani kehidupan yang serba moderen dan serba membutuhkan, maka setiap individu akan memerlukan sebuah mobil untuk kegunaannya pergi ketempat kerja serta rumah untuk dijadikan tempat berteduh dan tempat tinggal. Bahkan jika tidak membeli rumah tersebut maka sebagian besar masyarakat akan menyewa rumah untuk dijadikan tempat tinggal. Kasus ini seringkali ditolak oleh pihak yang berwenang yaitu Pusat Urusan Zakat Johor. Sedangkan seperti yang kita ketahui jika terdapat sebuah keluarga yang
sederhana sudah semestinya mempunyai anak-anak yang perlu disekolahkan atau pun sebagai tanggungan kedua ibu bapa. Disini sewaktu keluarga tersebut berkerja untuk menanggung keluarga nya didalam kondisi anak yang harus masuk sekolah, barangan sembako yang harus dibeli pada tiap hari, dan pakaian yang mesti diganti apabila sudah cukup waktunya, dia masih terikat didalam bebanan hutang yang tinggi dan harus dilunasi pada setiap bulannya. Apa yang ingin ditekankan oleh penulis didalam permasalahan ini adalah bagaimana cara atau apakah kriteria yang menyebabkan individu tersebut tidak boleh menerima zakat. Menurut wawancara penulis dengan Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, ada beberapa kriteria gharim seperti yang terdapat pada kasus tersebut yang menghalang nya daripada mendapat zakat. Antaranya adalah seperti berikut: 1. Antara tujuan Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) memberi zakat kepada asnaf adalah untuk mengatasi kemiskinan yang dilaksanakan Majlis Agama Islam Negeri Johor diperluaskan dengan memberi tumpuan kepada membangunkan ekonomi golongan asnaf penerima bantuan. Bagi masalah yang terjadi diatas, individu tersebut masih belum dikatakan layak untuk menerima karena menurut Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) apa yang harus dihulurkan terlebih dahulu adalah kepada orang yang benar-benar amat memerlukan bantuan. Jika dilihat kepada masalah diatas, individu tersebut masih mampu untuk membiayai keluarganya dan masih mempu untuk membayar hutang-hutang nya. Walaupun hutang-hutang tersebut amat membebani si penghutang, bahkan hutang tersebut hanya akan selesai didalam jangka masa yang panjang.
Alasan: 1. Penghutang menghadapi masalah jika dia tidak membayar hutang mobil atau rumah kepada bank, maka mobil ataupun rumah nya akan diambil oleh pihak bank. 2. Uang simpanan yang ada harus digunakan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Bahkan kebutuhan untuk persekolahan anak-anak adalah lebih penting.
Keputusan: 1. Alasan meminta zakat asnaf gharim karena untuk melunasi hutang yang membebani individu tersebut. 2. Permohonan zakat dibuat oleh individu tersebut agar masalahnya dapat diselesaikan karena uang yang diperoleh dari pekerjaannya tidak cukup untuk membayar segala hutang yang ditanggungnya. 3. Pusat Urusan Zakat Johor tidak meluluskan permohonan tersebut karena alasannya si penghutang masih mampu untuk melunasi bebanan tersebut. Ini dilihat si penghutang masih mempunyai pekerjaan dan masih menerima gaji pada tiap bulannya.
Pusat Urusan Zakat Johor banyak melakukan aktiviti pembagian zakat kepada asnaf-asnaf yang delapan. Antara lainnya seperti memberi bantuan kepada fi sabilillah. Ini dapat dilihat daripada draf yang ada pada tabel 3 diatas yaitu pecahan bagi fi sabilillah adalah tinggi berbanding mustahik yang lain. Karena antara tujuan
utama Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ) adalah agar pembangunan pendidikan bisa dinaik taraf dan masyarakat tidak terbeban dengan masalah pendidikan. Menurut Puan Jamilah binti Saad, kasus-kasus yang terkait kepada mustahik fi sabilillah adalah lebih tinggi dan lebih berpotensi untuk menerima zakat karena sebagian besar mustahik fi sabilillah yang menerima zakat adalah pelajar yang menyambung pelajaran di luar negeri seperti di Universitas Al-Azhar, Mesir ataupun di Universitas Islam Negeri, Indonesia. Hal-hal yang disebutkan ini adalah lebih penting dari kasus gharim yang meminta zakat untuk membayar hutang pribadi.
H. Analisa Penulis Terhadap Distribusi Zakat. Sumber keuwangan yang digunakan untuk membiayai mana-mana bantuan Majlis Agama Islam Johor adalah melalui sumber wang zakat yang dipungut daripada masyarakat Islam di dalam Negeri Johor. Penggunaan atau pembagian wang zakat adalah berdasarkan keutamaan dan kepentingan bagi setiap asnaf atau golongan yang ditetapkan di dalam Al-Quran. Harta zakat dibagi mengikut keperluan asnaf berdasarkan keutamaan. Pemindahan peruntukan dari satu asnaf ke asnaf yang lain dibenarkan berdasarkan kepada keperluan dan lebihan yang ada. Berdasarkan analisa penulis dari data-data dan wawancara yang diberikan oleh Puan Jamilah binti Saad96, Yaitu Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor serta hasil daripada kajian ke atas fail-fail dan kasus-kasus zakat yang diperolehi, maka ditemukan beberapa faktor yang berlaku di Negeri Johor adalah seperti berikut:
96
Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor, Majlis Agama Islam Negeri Johor Darul Takzim, Malaysia.
i.
Hutang untuk kegunaan umum. Hutang
yang
dibebani karena berlakunya kepentingan untuk
masyarakat umum atau bagi sesuatu yang menjadi kegunaan awam. Seperti Masjid atau Musholla yang kegunaannya diguna pakai oleh orang ramai malahan timbul hutang seperti perbelanjaan membayar listrik dan air serta perbelanjaan kegunaan seharian. 97
ii. Hutang untuk pengajian.98 Kerajaan Malaysia telah menetapkan bahwa sesiapa yang ingin melanjutkan pelajaran ditahap yang lebih tinggi dan kurang berkemampuan, maka boleh untuk meminta bantuan pinjaman pengajian kepada Pinjaman Tabung Pendidikan Tinggi Nasional (PTPTN). Ia merupakan paket yang diguna untuk pembelajaran dan harus dibayar hutang pengajian tersebut setelah selesai pengajiannya setelah ia mulai bekerja. Untuk memberi bantuan kepada penghutang tersebut, maka Majlis Agama Islam Johor telah memberikan peruntukkan khas kepada penghutang pengajian tersebut bantuan zakat terhadap gharim agar bebanan yang ditanggung menjadi lebih ringan.
iii. Hutang untuk pengobatan.
97
Ramli Sadari, Pengaruh Zakat dan Kekuatannya Didalam Pendidikan Masyarakat (Kuala Lumpur: MustikaKraf Press, 2005), h.101 98
http://www.mainj.gov.com.my/
Tidak semua pengobatan bisa didapatkan zakat. Tetapi apabila terjadi sesuatu kemalangan atau sebuah kebutuhan ketika dibutuhkan untuk menjalani operasi yang akan menelan biaya yang tinggi dan sudah pasti seseorang itu tidak mampu untuk menangung biaya tersebut sendirian. Dan jalan penyelesaiannya individu tersebut akan membuat pinjaman terhadap bank ataupun terhadap orang persendirian (pinjaman pribadi). Pada kasus yang terjadi seperti ini ada peruntukan zakat untuk pinjaman yang dibuat atas sebab pengobatan.99
iv. Hutang yang tidak boleh menerima zakat. Diantara sebab yang menyebabkan gharim itu tidak mendapat zakat adalah apabila gharim tersebut dikatakan masih mampu untuk menanggung hutang tersebut. Padahal jika diteliti tentang kasus tersebut, penulis beranggapan bahwa si penghutang itu layak untuk menerima zakat di atas nama asnaf gharim. Karena dengan memiliki mobil ataupun rumah, si penghutang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan sedemikian jika dibuat perbandingan antara kasus ini dengan kasus-kasus yang lain ia dilihat kurang lebih sama penting kebutuhan nya.
Kesimpulannya, berdasarkan penjelasan tersebut, penulis mendapati pokok permasalahan tentang pembagian zakat terhadap gharim adalah berdasarkan fikih
99
Ramli Sadari, Pengaruh Zakat dan Kekuatannya Didalam Pendidikan Masyarakat (Kuala Lumpur: MustikaKraf Press, 2005), h. 49.
untuk menentukan agar pembagian dapat terlaksana dengan adil dan saksama. Jika terdapat penolakan terhadap kasus-kasus terkait gharim, maka perlu ada sebuah penelitian lagi bahwa kriteria yang mana harus ada bagi gharim yang benar-benar tulus untuk mendapatkan zakat bagi mengurangkan bebanan yang sedia ada kepada masyarakat yang membutuhkannya. Menurut Madzhab As-Syafie yang dipetik dari kitab al-Umm100 bahwa demikian juga terhadap semua ashnaf yang delapan, jika ada ashnaf gharimin yang tidak memiliki harta apapun namun memiliki tanggungan hutang, maka mereka diberi harta zakat untuk menutupi hutangnya sebesar hutang tersebut atau kurang dari itu. Akan tetapi walaupun gharimin tersebut memiliki harta, tidak dapat dipastikan bahwa dia tidak mempunyai hutang. Bahkan hutang tersebut juga harus dibantu untuk mengurangi bebanan yang ditanggungnya. Jika dia tidak layak untuk menerima sebagai asnaf gharim, mungkin bisa diganti kepada mustahik yang lain seperti apabila dilihat kepada aspek pengajian anak-anak individu tersebut, adakah perlu di hulurkan bantuan pengajian agar pengajian anaknya tidak menjadi sebuah beban didalam hutang-hutang yang sudah sedia ada. Tujuan utama zakat itu dikelola adalah untuk menjadikan zakat sebagai asas pembangunan negara dan ummah serta menunaikan hak dan tanggungjawab kepada asnaf seperti mana yang ditetapkan oleh Syarak. Ia juga untuk meningkatkan taraf hidup golongan asnaf dalam semua bidang kehidupan merangkumi aspek-aspek rohani, aqli dan jasmani dan membantu melaksanakan usaha-usaha memantap dan meninggikan penghayatan agama Islam serta mempertahankan dan meningkatkan 100
Imam Syafie Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm,Jakarta, Pustaka Azzam, 2008, hlmn 204.
martabat dan maruah ummah.101 Bahwa kenyataannya umat Islam kini jauh dari kondisi yang diharapkan, yaitu sebagai akibat yang belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Umat Islam memiliki potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan dengan saksama, dirangkat dengan potensi akidah Islamiyyah dan kandungan Islam yang jernih, akan memperoleh hasil yang optimal.102 Salah satu pokok ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan, dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayaan zakat dalam arti yang seluas-luasnya sebagaimana yang telah dilakukan dan dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW. serta para penerusnya dizaman kegemilangan Islam.103
101
Mohd. Abdullah Hj Fikri, Wibawa Zakat di Dalam Urusan Negara (Johor: Karangkraff Johor Press, 2003), h.59. 102
Tahrim Jamaluddin, Zakat dan Pembangunannya Terhadap Negara: Kajian Bersama dalam Masyarakat Majmuk (Johor: Jabatan Agama Islam Muar, 1999), h.69. 103
Didin Hafidhuddin, dkk, Panduan Zakat Praktis: Edisi Penghasilan (Jakarta: PT. Parindo Tri Pustaka, 2005), h. 19.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah penulis mengamati pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka untuk mengakhiri uraian bab-bab skripsi ini, penulis membuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Gharim menurut pendapat fukaha klasik adalah 2. Gharim menurut pendapat fukaha kontemporer adalah orang yang mempunyai hutang baik pada dirinya maupun dalam persengketaan. Menurut pendapat fukaha kontemporer gharim yang berhak menerima zakat adalah: gharim yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri, gharim yang berhutang karena menjamin hutang orang lain, gharim yang berhutang untuk pembayaran denda karena pembunuhan tidak sengaja dan gharim yang berhutang untuk kepentingan mansyarakat banyak. Bukan untuk suatu kemaksiatan, yang tentunya mereka harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: a. Orang itu tidak mampu melunasi hutangnya b. Hutang dalam hal-hal yang diperbolehkan atau dalam hal yang mubah. c. Hutangnya adalah sesama manusia dan sebagainya. Sedangkan gharim yang tidak berhak menerima zakat menurut fukaha kontemporer, adalah gharim yang masih mempunyai harta yang dapat membayar hutangnya, dan gharim yang berhutang untuk kemaksiatan seperti: judi, zinah, mabuk dan lain sebagainya. Dan menurut Majlis Agama Islam Negeri Johor adalah bersamaan dengan para fukaha kontemporer yaitu gharim
yang berhutang dan masih mempunyai harta yang dapat membayar hutangnya tidak berhak untuk mendapat zakat bagi hutang-hutang nya.
B. Saran-saran. Karena zakat merupakan tulang punggung ekonomi umat, untuk itu penulis berharap: 1. Untuk mengetahui perkembangan sumber zakat sejalan dengan perkembangan ekonomi moderen, kepada lembaga-lembaga pengumpul zakat, baik Pusat Urusan Zakat (Badan Amil Zakat) lainnya, yang ada dinegara ini untuk mensosialisasikan zakat dengan lebih luas dan merata. 2. Para pengurus Zakat hendaknya terus mengkaji dan mendalami hukum Islam khususnya yang berkaitan dengan zakat, agar dalam pelaksanaan tugas pokoknya mampu mengelola dan mengimplementasikan sesuai dengan kondisi sekarang, sehingga hukum Islam tetap relevan dalam setiap tempat dan saat.
DAFTAR PUSTAKA al-Quran al-Karim Abdurrahman, dan Mubarak, Zakat dan Peranannya Dalam Pembangunan Bangsa Serta Kemaslahatannya Bagi Umat, Bogor, CV Surya Handayani, 2002 Abidin Zainal, dan Mas’ud Ibnu, Fiqh Madzhab Syafi’e, Bandung, Pustaka Media, cet. Ke 1, 2005 Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, Jakarta, UI Press, 1998 Asqalany, Ibnu Hajar, Syarah Bulughul Maram Hadits Hukum-Hukum Islam, Penerjemah; Achmad Sunarto, (Surabaya: Halim Jaya) Asyur, Ahmad, Isa, Al-Fiqh al-Muyassar, terjemahan Zaid Husain al-Hamida, Jakarta, Pustaka Amani, 1994 Asy-Syafiqah, Khalid, bin Abdullah, Fiqh Imam Syafi’e Puasa dan Zakat, Terjemahan Anshari Taslim, Jakarta, Pustaka Azzam, 2003 Asqallany, Ibnu Hajar, al-, Fathul Bari Syarhu Shahih al-Bukhari, tt. Al-Maktabah as-Salafiyah, t.th. Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Imam Syafie. Ringkasan Kitab Al Umm, Jakarta, Pustaka Azzam, 2008 Abi Daud, Sijistani, Sulaiman Ibnu, Sunan Abu Daud, Beirut, Dar al-Fikr, 1994 Bariadi, Lili, dkk, Zakat Wirausaha, Jakarta, CV. Pustaka Amri, cet. 1, 2005. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Pelita III, 1987. Departemen Agama, Panduan Zakat seri 9, Jakarta, Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf 2002. Daradjat, Zakiah, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, Jakarta, CV. Ruhama, cet. 6, 1999. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, edisi. 3, cet. 2, 2002.
Dewan Direksi Ensiklopedia Islam, Zakat, Jakarta, Ichtiar Baru van Houve, jilid. 5, 1994. Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Daud, Imam Abu, Kitab Sunan Abi Daud, Mishr: Darul Fikr, Juz II. Ensiklopedia Islam, Dewan Direksi, Zakat, Jakarta, Ichtiar Baru Van Houve, 1994, jilid. 5. Fikri, Mohd. Abdullah Hj, Wibawa Zakat di Dalam Urusan Negara, Johor, Karangkraff Johor Press, 2003. Fananni, Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, al-Fathul Mu’in, terjemahan M. Anwar, dkk, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 1994. Fachruddin, Fuad, Zakat, Kaherah: Sekertaris Umum Majis, tth. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta 2007. Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta, Gema Insani, cet. 1, 2002 Hajaj, Imam Abi Husain Muslim bin, Al, Shahih Muslim, Beirut, Darul Kitab alLibanany, t.th. Hamzah, Hj. Ismail, Sejarah Perekonomian Zakat, Perbandingan Dengan Undangundang, Pahang, Kolej Islam Pahang Pers, 2006 Jamaluddin, Tahrim, Zakat dan Pembangunannya Terhadap Negara, Kajian Bersama dalam Masyarakat Majmuk, Johor, Jabatan Agama Islam Muar, 1999. Mudjieb, M. Abdul, dkk. Kamus Istilah Fiqh, Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1995, Cet. Ke. 2. Nawawi, Imam, Hadith Arbain. Penerjemah Ibnu Nizhamuddin, Tim Gip. Cet.1., Jakarta: Gema Insani Press.
Nata, Abudin, dkk, Mengenal Hukum Zakat dan Infaq Shadaqah, Jakarta, BAZIS DKI, 1999. Nasution, Lahmuddin, Fiqh, Jakarta, Logos, cet. 1, 1995 Nawawi, an, Muhyiddin bin Syaraf, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, tt, al-Imam, t.th Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta: BAZIS, Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, Jakarta, 2002. Permono, Sjechul, Hadi, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1996. Penyusun IMZ, Tim, Panahan Zakat Praktis, Jakarta, Institut Manajemen Zakat, 2002. Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002. Qardhawy, Yusuf, Al-Ibadah fi al-Islam, Mesir, Muassasah al-Risalah, 1979 Ridha, Muhammad, Rasyid, Tafsir al-Manar, Beirut, Dar al-Ma’arif, jilid 10, t.th. Rifa’I, Moh, dkk, Kifayatul Ahyar, terjemahan, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1997, Jilid. I Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah 3, Bandung, al-Ma’arif, cet. 1, 1987 Samoin, Salam, Sebab-sebab Zakat Wajib Dilaksanakan, Johor, UM Press, 2000. Saepudin, Ahmad, M, Studi Nilai-Nilai Ekonomi Islam, Jakarta, Media Dakwah, 1984 Siddieqy, Hasbi, Ash, Pedoman Zakat, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 1999 Sadari, Ramli, Pengaruh Zakat dan Kekuatannya Didalam Pendidikan Masyarakat, Kuala Lumpur, MustikaKraf Press, 2005. Syalthut, Mahmud, al-Fatawa, tt. Darul Kalam: tth. Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Bandung, Mizan, 1998
Zuhri, Moh. Fiqh Lima Madzhab, terjemahan, Jakarta, Penerbit Lentera, 2002. Studi Review: Hermanto, Hadi. Peran USZ (Unit Salur Zakat) Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik (Skripsi jurusan Muamalat Fak. Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009). Website: http://www.syariahonline, com/konsultasi/ http://www.zakat.com/ http://www.mainj.gov.com.my/ http://uinjktmalaysian.blogspot.com Wawancara: Puan Jamilah binti Saad, Yaitu Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ), tanggal 19 Oktober 2009, jam 9.00 pagi bertempat di Kantor Ibu Pejabat Majlis Agama Islam Negeri Johor, Tingkat 5, Blok `B’, Pusat Islam Iskandar Johor, Johor Bahru, Johor Darul Takzim. Malaysia.
IBU PEJABAT MAJLIS AGAMA ISLAM NEGERI JOHOR Tingkat 5, Blok `B’, Pusat Islam Iskandar Johor, Johor Bahru, Johor Darul Takzim. Malaysia Laman Web : www.mainj.gov.my/
Ruj. Tuan : Un.02/F5/KM.00.03/302/09 Ruj. Kami : (88) dlm. MAINJ 1032/5Jld 3 Tarikh 19 Oktober 2009 Departeman Agama RI Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia.
Tuan, PENGESAHAN TEMUBUAL, BAHAN DAN MAKLUMAT PELAJAR : MOHAMMAD SUHAIB BIN ATAN NIM : 107044203951
Dengan segala hormatnya perkara di atas adalah dirujuk. 2. Adalah dengan ini dimaklumkan bahawa pelajar seperti nama di atas telah mendapatkan bahan dan maklumat melalui temubual dengan pihak pegawai Majlis Agama Islam Negeri Johor untuk menyelesaikan kajian tesis beliau.
:
Sekian untuk makluman dan tindakan pihak tuan, terima kasih.
“BERKHIDMAT UNTUK NEGARA”
(PUAN JAMILAH BINTI SAAD) Penolong Pegawai Jawatankuasa Bahagian Zakat dan Fitrah, Pusat Urusan Zakat Johor (PUZJ),) b/p Ketua Bahagian Zakat. Majlis Agama Islam Negeri Johor.