Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Makanan Khas Aceh di Banda Aceh Muslich Hidayat Jurusan Tadris Biologi IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Abstract The utilization of plants as traditional Aceh food is a hereditary action for generations. Today, there are some tendencies that the knowledge of traditional Aceh food is declining. Various foreign and instant foods which enter Aceh are one of the tendency causes. The circumstance in Aceh which is not conducive makes many variety of plants in the forest are no longer use. The missing generation as an effect of earthquake and tsunami disaster happened in Aceh brings possibility of loosing knowledge of traditional Aceh food.This research aims to make a proposal of plants utilizing management as material of traditional Acehn food from local knowledge to be sustained for generations in Banda Aceh. It can be conducted in: (1) knowing the kinds of plants used for Aceh food by society. (2) Knowing the value and contribution of utilizing plants as traditional Aceh food for society. This research conducted from June to August 2005, continued in January until March 2006.The collecting of data conducted in two villages. They are in Lam Ara village in Banda Raya sub district and Darussalam village in Syiah kuala sub district. The technique of data collecting is with interview, intake of plants sample in field and field observation. Determining of responder conducted with the random stratification sampling method which is divided into three groups.Result of research indicate that there are 118 plant type consisted of 43 familia. Among 43 familia from plant used in traditional Aceh food, there are 5 familia which its use most often. They are Fabaceae, Rutaceae, Solanaceae, Rubiaceae And Euphorbiaceae. Among plants used by society there are 16 kinds of plants have been generated intensively, 25 kinds are not intensively generated, 36 kinds is obtained from forest or wild nature. And 23 kinds of plant utilized come from outside area. This result is obtained from 51 kinds of Traditional Aceh food. Potential Plant developed among other things are shallot ( Allium Cepa L.) with the value of plant utilizing at food is more than 28 food, garlic ( Allium Sativum L.), red pepper ( Capsicum Annum L.), and coconut ( Cocos Nucifera L.) with the value of plants utilizing is between 22 to 28 at traditional Aceh food. Keywords : Utilization of plants, Traditional Aceh food Kata kunci : Pemanfaatan tumbuhan, Makanan khas Aceh
PENDAHULUAN Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 300 ribu spesies flora yang tumbuh si dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan lebuih dari 446 jenis digunakan sebagai obat tradisional. Keberadaan flora tersebut secara umum berkaitan dengan kehidupan manusia, karena sebagian besar kehidupan manusia berasal dari tumbuhan (Harsono dan Riwayati, 1995). Makanan merupakan salah satu dari sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia agar dapat melangsungkan kehidupannya. Makanan merupakan salah satu wujud dari kebudayaan manusia yang diawali dari proses pengolahan bahan-bahan mentah sehingga menjadi makanan. Begitu pula perwujudannya, cara penyajiannya dan pengkonsumsiannya sampai menjadi tradisi. Hal ini terjadi karena dukungan dan adanya hubungan keterkaitan dengan berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut. Makanan khas merupakan makanan yang dikonsumsi oleh golongan etnis suatu daerah yang spesifik Aceh sebagai salah satu daerah yang dahulunya
merupakan penghasil rempah-rempah juga mempunyai makanan khas tersendiri. Makanan khas ini diajarkan turun menurun dari generasi ke generasi. Namun terjadinya kecenderungan semakin lama pengetahuan lokal tentang makanan khas Aceh ini semakin menurun. Masuknya berbagai makanan dari luar dan makanan instan merupakan salah satu penyebab kecenderungan tersebut. Kemudian keadaan yang tidak kondusif di Aceh menyebabkan tumbuhan-tumbuhan yang di manfaatkan dari hutan tidak pernah digunakan lagi. Penyebab lainnya adalah terjadinya musibah gempa dan tsunami di Aceh menyebabkan adanya generasi yang hilang sehingga adanya kemungkinan hilangnya pengetahuan lokal tentang makanan khas mereka. Kepala Perpustakaan Nasional RI (PNRI) Dadi P. Rachmananta mengatakan bahwa ribuan jenis buku dan naskah kuno hilang dan tidak ditemukan lagi hingga saat ini termasuk buku-buku tentang makanan khas Aceh. Untuk itulah diperlukan suatu perumusan kembali pemanfaatan tumbuhantumbuhan untuk makanan khas Aceh agar pemanfaatan tumbuhan tersebut dapat berkelanjutan.
METODOLOGI
53
Penelitian dilakukan di Banda Aceh dengan pengambilan sampel pada 3 desa di Kecamatan yang berbeda, yaitu di Desa Lam Ara Kecamatan Banda Raya, Desa Darussalam Kecamatan Syiah Kuala, Desa Ie Masen Ulee Kareng Kecamatan Ulee Kareng. Lokasi desa Lam Ara dan Ie Masen Ulee Kareng dipilih atas pertimbangan bahwa kedua desa tersebut terdapat pasar besar yang merupakan tempat aktivitas perdagangan termasuk bahan-bahan makanan khas Aceh. Sedangkan di Desa Darussalam terdapat pertanian masyarakat yang beberapa diantaranya merupakan tumbuhan bahan-bahan makanan khas Aceh. Parameter pengukuran yang dilakukan yaitu : A. Inventarisasi Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan Untuk mengetahui informasi tentang tumbuhan yang digunakan sebagai bahan makanan berdasarkan pengetahuan dari masyarakat lokal dapat diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada masyarakat kemudian dilakukan pencatatan, pemotretan dan koleksi untuk diidetifikasi dengan menggunakan pustaka acuan di Herbarium Bandungense Departemen Biologi ITB Bandung dan Herbarium Bogoriense, Bogor.
A. Tumbuh-tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan khas Aceh Dari hasil penelitian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan khas Aceh diperoleh 118 jenis tumbuhan yang terdiri dari 43 familia. Diantara 43 familia (suku) dari tumbuhan yang digunakan dalam makanan khas Aceh terdapat 5 familia (suku) yang penggunaannya paling sering yaitu Leguminacea, Rutaceae, Solanaceae, Rubiaceae dan Euphorbiaceae. Hasil ini didapat dari 51 jenis makanan khas Aceh. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 118 spesies tumbuhan tersebut, bagian dari tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai makanan khas adalah daun sebesar 62 %, buah 13%, biji 13%, daun dan buah yang dimanfaatkan sekaligus, umbi dan rimpang masing-masing 3%, batang dan bunga 2%. Bagian tumbuhan yaitu bunga, daun dan buah yang dimanfaatkan sekaligus sebesar 1%.. Persentase bagian tumbuhan yang digunakan dalam makanan khas Aceh dapat dilihat pada gambar III.1
3%
biji
1% 2%
B. Produk makanan dari tumbuhan dan Telaah Fitokimia Pengamatan terhadap produk makanan dari tumbuhan mencakup proses pengolahan dan nama jenis makanan. Data dapat diperoleh dari hasil wawancara kepada pemilik rumah makan khas Aceh yang terdapat di daerah lokasi penelitian. Untuk melengkapi data tidak menutup kemungkinan wawancara kepada penanam tumbuhan dan penjual tumbuhan serta masyarakat biasa yang mempunyai pengetahuan tentang makanan khas tersebut. Telaah fitokimia dan kegunaan lainnya diidentifikasi dengan menggunakan Prosea sebagai pustaka acuan. C. Nilai manfaat (use value) Nilai manfaat tumbuhan sebagai bahan-bahan makanan bagi masyarakat dapat diketahui melalui wawancara dengan responden. Estimasi nilai manfaat (UV) untuk suatu jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dilakukan dengan menggunakan rumus (Philips dan Gentry, 1993 dalam Martin, 1995): Σuis Uvis= -----------nis dimana nilai kegunaan suatu jenis (s) oleh seorang informan (penduduk lokal dari pemberi informasi, i) sama dengan total kegunaan spesies tersebut yang dijelaskan setiap kali bertanya (Σ Uis) dibagi jumlah kali bertanya dimana informan tersebut memberi informasi tentang spesies tersebut (n is). Kemudian digabung dengan pendapat dari informan yang lain, sehingga diperoleh nilai kegunaan dari jenis tumbuhan. HASIL DAN PEMBAHASAN
3% 2%
3%
daun 11%
buah bunga
13%
umbi rimpang batang 62%
daun dan buah bunga, daun dan buah
Gambar III.1 Presentase Bagian Tumbuhan yang Digunakan dalam Masakan Aceh Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan dalam makanan khas Aceh, antara lain dimanfaatkan sebagai sayuran seperti ”kangkong” (Ipomoea aquatica Forssk), ”ubi” (Manihot utilissima), ”seulada” (Lactuca sativa) dan ”bayam” (Amaranthus tricolor). Sebagian besar lainnya banyak dimanfaatkan sebagai campuran dan pelengkap dalam makanan khas Aceh seperti dalam makanan ”kanji bu pedah”. Makanan khas ini menggunakan lebih dari 45 spesies tumbuhan dan 40 spesies diantaranya memanfaatkan daun sebagai bahannya. Beberapa spesies utama yang dimanfaatkan dalam ”kanji bu pedah” yaitu ”on teurapat” (Salacia macrophylla), ”on nekeut” (Ligustrum glomeratum), ”on tahe peuha” (Leuconotis eugenifolus), ”on theumpeung” (Antidesma ghesaembilla), dan ”on saga” (Abrus precatorius). Tumbuhan untuk makanan khas Aceh yang bersumber dari budidaya intensif terdapat 17 spesies. Budidaya intensif adalah budidaya tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat secara sungguh-sungguh mulai dari penanaman, pemupukan dan pemanenan. Tumbuhan budidaya intensif dipilih masyarakat karena beberapa faktor diantaranya yaitu nilai ekonomi yang cukup besar dari setiap tumbuhan dan kebutuhan konsumen yang tinggi seperti ”bawang mirah” (Allium cepa), ”boh tomat” (Lycopersicon esculentum), ”camplie
54
mirah” (Capsicum annuum), “breuh” (Oryza sativa) dan “boh u” (Cocos nucifera). Faktor lainnya yaitu beberapa jenis tumbuhan memiliki masa panen yang singkat seperti ”bayam” (Amaranthus tricolor), ”kangkong” (Ipomoea aquatica), “on sop” (Apium graveolens) dan “seulada” (Lactuca sativa). Beberapa tumbuhan yang lain ditanam sesuai dengan lahan yang tersedia seperti ”boh ubi” (Manihot utilissima), ”timon” (Cucumis sativa) dan ”jagong” (Zea mays). Jenis tumbuhan yang tidak dibudidayakan secara intensif oleh masyarakat sebanyak 25 spesies. Beberapa tumbuhan diantaranya mempunyai waktu cukup lama dalam masa pertumbuhan dan panen, seperti boh limeng (Averrhoa bilimbi), boh panah (Artocarpus heterophyllus), muling (Gnetum gnemon) dan sukun (Artocarpus communis). Beberapa tumbuhan lainnya ditemukan di perkarangan rumah masyarakat yang ditanam untuk kebutuhan sehari-hari seperti halia (Zingiber officinale), boh labu ie (Lagenaria leucantha), langkuweuh (Alpinia galanga), menteu (Citrus aurantifolia), on ceukok (Kaempferia galanga), on giri (Citrus maxima) dan temurui (Micromelum pubescens). Jenis tumbuhan seperti keladi (Colocasia esculenta), ketapang (Terminalia catappa), Jambe ie (Syzygium aqueum), jambe kleng (Syzygium cumini), jambe klutuk (Syzygium guajava), bak me (Tamarindus indica), boh limeng segi (Averrhoa carambola), dan sikee (Pandanus amaryllifolius) merupakan tumbuhan budidaya tidak intensif karena pemanfaatannya rendah di dalam makanan khas Aceh. Sebagian besar jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Banda Aceh dalam makanan khas Aceh bersumber dari hutan/alam liar (36 spesies). Masyarakat lebih menyukai mencari bahan A
D
B
tersebut di hutan dan alam liar karena dapat ditemukan langsung, seperti ”asan” (Pterocarpus indica), ”bak beum” (Azadirachta indica), ”bungong kala” (Curcuma longa), ”campli buta” (Piper retrofractum), ”peugagan” (Centella asiatica), ”saga” (Abrus precatorius) dan ”keumude” (Morinda citrifolia), hal ini didukung persepsi masyarakat bahwa sumber-sumber tersebut selalu tersedia di hutan kapan dibutuhkan tanpa perlu untuk menanam dan menjaganya. Penyebab lain yaitu beberapa tumbuhan hanya diperlukan pada waktu-waktu tertentu saja seperti tumbuhan yang dimanfaatkan dalam makanan khas ”kanji bu pedah” yang hanya dikonsumsi pada bulan puasa dan untuk memenuhi semua tumbuhan yang dibutuhkan mereka mencarinya di hutan seperti ”balek angen” (Mallotus paniculatus), ”on tahe peuha” (Leuconotis eugenifolius), ”neukeut” (Ligustrum glomeratum), ”meukam badeuk” (Pittosporum moluccanum) dan ”mane” (Vitex pubescens). Penyebab lain yaitu beberapa bahan tumbuhan makanan khas Aceh tidak dibudidayakan di Banda Aceh menyebabkan dibutuhkan beberapa jenis tumbuhan dari luar daerah seperti ”lawang” (Syzygium aromaticum), ”kaye mameh” (Cinnamomum burmanni), ”kemiri” (Aleurites moluccana) dan ”gentang” (Solanum tuberosum).
C
E
F
Gambar III.2 Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat bersumber dari hutan/alam liar. (ket: A. Mallotus paniculatus. B. Ligustrum glomeratum. C. Leuconotis eugenifolius. D. Pittosporum moluccanum. E. Abrus precatorius. F. Vitex pubescens)
55
24 25 26
B. Makanan khas Aceh dan telaah fitokimia 1. Bahan-bahan yang digunakan dalam makanan khas Aceh. Secara umum di dalam makanan khas Aceh, masyarakat membagi bahan-bahan makanan dalam beberapa kelompok yaitu bumbu, bahan utama dan bahan pelengkap. Pengelompokan bahan-bahan makanan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel III.2 Pengelompokkan bahan-bahan makanan khas Aceh yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bumbu No Nama Lokal Nama Ilmiah 1 2 3 4 5 6 7 8
Bawang merah Bawang putih Cabe merah Cabe rawit Kunyit Jahe Lengkuas Cengkeh
9 10 11 12 13 14 15
Jintan Kapulaga Kayu manis Kemiri Ketumbar Lada Salam
(Allium cepa. L) (Allium sativum. L) (Capsicum annum. L) (Capsicum frutescens L) (Curcuma domestica. Val) (zingiber officinale. Roxb (Alpinia galanga (L.) Willd. ) (Syzigium aromaticum (L.) Merr & Perry) (Coleus ambonicus Lour) (Elettaria cardamomum (L.) Maton) (Cinnamomum burmanii Ness ex Bl) (Alleurites molluccana (L.) Willd) (Capiadrum sativum L) (Piper ningrum L) (Syzigium polyantum Walp)
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1 2
Beras
( Oriza sativa L) (Sauropos androgynus L)
Katuk 3 Bayam ( Amaranthus spinosus L) 4 Labu (Lagenaria leucantha RUSBY) 5 Melinjo (Gnetum gnemon L) 6 Kangkung (Ipomoea aquatica Forssk) 7 Kacang panjang (vigna sinensis L) 8 Selada (Psychotria montana Blume) 9 Pisang (Musa paradisiaca L) 10 Kelapa (Cocos nucifera L) 11 Durian (Durio zibethinus L) 12 Ubi (Manihot utilisima L) 13 Pepaya (Carica papaya L) 14 Keladi (Colacasia esculenta Schoot) 15 Jamur (Volvariella volvaceae) 16 Pakis (Diplazium esculentum L) 17 Saga (Abrus precatorius L) 18 Pegagan (Centella asiatica L. Urb) 19 Belimbing sayur (Averhoa balimbi L) 20 Neukuet (Ligustrum glomeratum Blume) 21 Tahe peuha (Leuconitis eugenifolus A.DC.) 22 Teurapat (Salacia macrophylla Blume) 23 Theumpeung (Antidesma ghesaembilla Gaertn) Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap No Nama Lokal Nama Ilmiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pisang Jeruk nipis jarak Serai On mengkudu On jambu air On kentutan On temurui On balik angin On nimba On pandan On kunyit On mangga Bak me On raboen glee
16 17 18 19
On jroek On Lunieh Jampe On meukam badeuk Kayee kunyet On keumiki Lingge On mane
20 21 22 23
(Musa paradisiaca L) (Citrus hystris L) (Jatropha curcas L) (Andropogon nardus L) (Morinda citrifolia. L) (Psidium aquatica L) (Phaederia foetida. L) (Micromelum pubescens Blume) (Mallotus paniculatus (Lmk) M.A (Azadirachta indica A.H.L Juss) (Pandanus amaryllifolius Roxb) (Curcuma domestica. Val) (Mangifera Indica L) (Tamarindus indica L) (Clausena harmandiana (Pierre) Pierre ex Guill) (Memecylon cf. laurinum Blume) (Breynia racemosa Muell. Arg) (Bruiguiera parvaflora) (Pittosporum moluccanum (Lmk.) Muell.) (Glochidion littorale Blume) (Melastroma malabathricum L.) (fironiella lucida L) ( Vitex pubacediks L)
Bagian yang digunakan Umbi Umbi Buah Buah Rimpang Rimpang Rimpang Bunga Biji Biji Kayu Biji Biji Biji Daun
Bagian yang digunakan Biji Daun Daun Buah Buah/daun Daun Buah Daun Buah Buah Buah Daun Buah/daun/bunga Rimpang Tubuh buah Daun Daun Daun Buah Daun Daun Daun Daun Bagian yang digunakan Daun Buah Daun Batang Daun Daun Daun Daun Daun Daun Daun Daun Buah/daun Buah Daun Daun Daun Daun Daun Daun Daun Daun Daun
On rheum On teumeutine On reukam boh
(Phyllanthus emblica L) (Carmona retusa (Vahl) Massamune (Flacourtia indica (Burm.F.) Merr)
Daun Daun Daun
Secara umum di dalam makanan khas Aceh, masyarakat membagi bahan-bahan makanan dalam beberapa kelompok yaitu bumbu, bahan utama dan bahan pelengkap. Pandangan masyarakat Banda Aceh terhadap bumbu adalah bahan-bahan yang sangat diperlukan dalam sebuah makanan untuk meningkatkan cita rasa sehingga menambah selera makan. Beberapa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bumbu diantaranya ”bawang mirah” (Allium cepa.), ”bawang puteh” (Allium sativum), ”camplie mirah” (Capsicum annuum), ”kunyet” (Curcuma domestica) dan ”jahe” (Zingiber officinal). Menurut masyarakat bahan makanan utama yaitu bahan makanan yang sangat penting, mesti terdapat dalam makanan tersebut dan tidak bisa digantikan dengan bahan yang lain. Jika bahan makanan utama ini tidak ada, maka makanan tersebut tidak dimasak. Beberapa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan utama dalam masyarakat Banda Aceh antara lain ”breuh” (Oryza sativa), ”bayam” (Amaranthus tricolor), ”muling” (Gnetum gnemon), ”kangkong” (Ipomoea aquatica) dan ”seulada” (Lactuca sativa). Bahan pelengkap dalam makanan khas Aceh merupakan bahan yang dapat digantikan keberadaannya dan jika bahan tersebut tidak ada makanan tetap dapat dimasak, seperti ”on mengkudu” (Morinda citrifolia), ”on kentutan” (Phaederia foetida), ”on balik angin” (Mallotus paniculatus) dan ”bak me” (Tamarindus indica). 2. Pengolahan makanan khas Aceh Pengolahan makanan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh terdiri dari 2 tahap yaitu pengolahan terhadap bahan makanan dan cara memasak makanan tersebut. Secara umum seluruh bahan makanan tersebut di cuci dan dibersihkan sebelum diolah. Dari 51 makanan khas Aceh yang terdapat pada lampiran 2, pengolahan terhadap bahan makanan sebelum dimasak banyak dilakukan dengan menggiling bahan makanan tersebut hingga halus (77,78%) seperti ”halia” (Zingiber officinale), ”lada” (Piper nigrum), ”ketumbar” (Coriandrum sativum), ”camplie mirah” (Capsicum annuum), ”boh u” (Cocos nucifera), ”langkuweuh” (Alpinia galanga), ”bawang mirah” (Allium cepa), ”kemiri” (Alleurites molluccana) dan ”bawang puteh” (Allium sativum). Pengolahan bahan makanan juga banyak dilakukan dengan merajang-rajang, memotong atau mengiris bahan-bahan tersebut (73,33%). Dalam pengolahan bahan makanan khas Aceh ada beberapa bahan makanan yang di gongseng sebelum dicampur dengan bahan lainnya seperti kelapa. Cara memasak bahan-bahan makanan khas Aceh bermacam-macam. Dari 51 makanan khas Aceh yang diketahui, terdapat beberapa cara dalam memasak makanan diantaranya yaitu dengan diungkep (bahan makanan seperti ikan atau daging yang dimasak dengan
56
bumbu hingga kering), ditumis, dipanggang, direbus dan digoreng. Namun dari bermacam-macam cara, cara memasak dengan merebus (47,45% ) dan menumis (23,73%) merupakan cara yang paling sering dilakukan.
C A
B
H F
I
E D
G
Gambar IV.4 Beberapa bahan makanan khas Aceh yang pengolahannya digiling hingga halus. Ket : A. Halia (Zingiber officinal Roxb) halus, B. Lada (Piper nigrum L.) halus, C. Ketumbar (Coriandrum sativum L.) halus, D. Camplie mirah (Capsicum annuum L.) halus, E. boh u (Cocos nucifera L.) halus, langkuweuh (Alpinia galanga (L.) Willd.) halus, G. bawang merah (Allium cepa L.) halus, H. kemiri (Alleurites molluccana (L.) Willd) halus, I. bawang puteh (Allium sativum L.) halus. 50 45 P e r s e n t a s e
Ungkep
40 35
Tumis
30
Panggang
25
Rebus (Gulai) Goreng
20 15
Gongseng
10
Tidak dimasak
5 0
1 M acam -m acam Car a M e m as ak M ak anan Khas Ace h
Gambar III.4. Beberapa cara masyarakat memasak makanan khas Aceh 3. Produk makanan khas Aceh A. Pola makan Banda Aceh merupakan Ibukota dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), maka pemahaman pola makan dan waktu makan seperti umumnya masyarakat yang sudah maju yaitu makan pagi, siang dan malam. Makan siang biasa dilakukan setelah shalat zuhur, sedangkan makan malam biasanya dilakukan sebelum isya. Makan pagi biasanya dilakukan sebelum berangkat bekerja. Masyarakat yang berangkat kerja sebelum subuh atau beberapa saat setelah subuh seperti para penjual biasanya makan pagi dilakukan di pasar. Namun penetuan waktu makan ini bisa saja tidak teratur tergantung keadaan setiap orang kapan merasa lapar atau ingin makan.
Makanan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Aceh yaitu nasi putih (bu puteh) untuk setiap waktu makan. Namun bagi para petani dan penjual di pasar kebiasaan makan pagi dengan nasi putih terkadang digantikan dengan secangkir kopi dan kue. Sedangkan untuk makan siang dan malam nasi putih tetap tidak bisa tergantikan. Selain nasi putih sebagai makanan pokok, terdapat makanan lainnya sebagai makanan tambahan seperti gulai sayur dan lauk pauk. Berdasarkan wawancara terhadap responden jenis makanan tambahan yang sering dibuat dan dikonsumsi yaitu, untuk jenis sayuran yaitu gule Pliek U (30 %), gule Peuleumak (34%), gule Rampo (28%) dan selebihnya gule lainnya. Sedangkan untuk jenis lauk pauk yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat
57
Banda Aceh yaitu Asam keueng engkeut (34%), ikan yang ditumis (eungkeut tumeh) (24%), eungkot payeh (24%) dan sisanya masakan ikan lainnya. Beberapa A
B
C
D
makanan tambahan tersebut dapat dilihat pada gambar III.5.
Gambar III.5 Beberapa makanan khas Aceh yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Banda Aceh (A. Gule Pliek U. B. Gule Asam keueng. C. Keumamah tumeh D. Kari kameeng). Masyarakat Banda Aceh biasa makan secara bersama-sama dengan keluarga di rumah ataupun temanteman. Waktu makan biasanya teratur namun mengenai tempatnya tergantung dimana pada saat itu setiap orang berada. Hal ini sebabkan pekerjaan yang berbeda-beda. Bagi masyarakat yang bekerja, makan dilakukan ditempat kerjanya masing-masing, tetapi jika malam hari selalu makan di rumah. B. Makanan khas Aceh dalam Masyarakat Makanan khas Aceh yang bermacam-macam ternyata mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda dalam pemanfaatannya oleh masyarakat. Sebagian makanan ada yang biasa dikonsumsi untuk di rumah, dalam acara pesta dan makanan yang berhubungan dengan ritual keagamaan. Kebiasaan jenis makanan yang dikonsumsi dirumah biasanya sangat tergantung pada pemilihan masyarakat terhadap makanan yang lebih disukai dan diminati secara individu. Secara umum makanan yang di rumah dikonsumsi untuk dalam jangka waktu satu hari. Beberapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi dirumah yaitu ”asam keueng eungkeut”, ”keumamah tumeh”, ”asam udeung sabee”, ”on katuk peulemak”, ”gule bak pisang peulemak”, dan ”gule pliek U”. Makanan dalam acara pesta merupakan makanan yang umum dimakan oleh masyarakat Banda Aceh dan dimasak dalam jumlah banyak, sehingga jenis makanan yang dimasak cenderung makanan yang dapat disimpan dalam jangka waktu beberapa hari. Untuk membuat makanan yang tahan lama biasanya masyarakat
lebih memilih makanan yang sumbernya berupa daging. Makanan dalam acara pesta yang bersumber dari daging dan dapat bertahan dalam beberapa hari seperti ”sie manok tagun mirah”, ”sie tenutung”, ”gule kameeng”, ”gule masak puteh” dan ”gule minyeuk”. Makanan dalam acara pesta yang bahannya berasal dari tumbuhan umumnya tidak berkuah seperti ”seulada Aceh” dan ”urap sayur Aceh”. Leumang”, ”kanji rumbi” (gambar IV.7), ”sambai peugaga” dan ”kanji bu pedah” merupakan makanan khas Aceh yang biasa ditemukan di Banda Aceh dalam bulan puasa. Dari keempat makanan tersebut tiga diantaranya yaitu ”leumang”, ”kanji rumbi” dan ”sambai peugaga” biasanya diperdagangkan. Tabel III.3 Fungsi makanan khas Aceh bagi masyarakat berhubungan dengan kegiatannya. Makanan yang diperdagangakan
Nama makanan Eungkeut asam keueng Eungkeut teutot Tirom tumeh Bileih payeh Keumamah tumeh Kreng tumeh Gule rampo Asam udeung sabee Gule pliek U Sie manok tagun mirah Udeung payeh Eungkeut peuaweuh Gulai tiyai Gule ulhee eungkeut Urap Aceh Gule kameng
58
Makanan di rumah
Gule minyeuk Gule itek Tumeh rampoe Boh manok deudah Asam keueng Keumamah tumeh Asam udeung sabee On katuk peulemak Gule bak pisang peulemak Gule pliek U Beulacan Patee deung Gule jruek drien Kuah phiet Sulur kokhsap Tumeh bungong puetek Tumeh on pakis Sambai sunti kareeng Boh manok deudah
A
Makanan acara pesta
Makanan ritual keagamaan
Eungkeut teutot Noh sate Selada Aceh Sie manok tagun mirah Engkot acar Sie tenutung Arsik eungkeut meuh Gule tiyai Urap sayur Aceh Gule kameng Gule masak puteh Gule minyeuk Bu lemak Leumang Kanji rumbi Sambai peugagan Kanji bu pedah
B
Gambar III.6 Makanan khas Aceh di dalam bulan puasa. (A. Leumang, B. Kanji rumbi) Makanan ”kanji bu pedah” menggunakan bahan tumbuhan lebih dari 45 jenis tumbuhan yang sebagian besar tumbuhannya tumbuh liar dan tidak diperdagangkan. Namun terkadang campuran dari bahanbahan tumbuhan yang sudah ditumbuk untuk kanji bu pedah biasanya dijual dipasar-pasar lokal. Kanji bu pedah biasanya dimasak masyarakat ketika akan berbuka puasa di tempat-tampat ibadah (meunasah-meunasah). Makanan ini khusus digunakan sebagai makanan berbuka dalam bulan puasa dan mempunyai unsur budaya. Masyarakat mengatakan bahwa dengan memakan ”kanji bu pedah” maka tumbuh-tumbuhan tersebut akan menjadi saksi ketika hari kiamat bahwa mereka telah berpuasa. Selain itu menurut masyarakat makanan ”kanji bu pedah” dapat menyehatkan badan. 4. Telaah fitokimia Pada tumbuhan-tumbuhan yang digunakan dalam makanan khas Aceh diperoleh beberapa tumbuhan yang mempunyai kandungan senyawa-senyawa bioaktif yang berhubungan dengan kesehatan tubuh bagi manusia secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan telaah pustaka ditemukan 61 jenis tumbuhan yang
dimanfaatkan dalam makanan khas Aceh yang berhubungan dengan kesehatan manusia. Terdapat 19 jenis tumbuhan (31,67%) yang dimanfaatkan sebagai makanan khas Aceh dapat digunakan sebagai “anti stomachic” (anti sakit perut). Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai “anti stomachic” diantaranya yaitu “bawang mirah” (Allium cepa), “theumpeung” (Antidesma ghesaembilla), “dama besi” (Callicarpa longifolia), “teumetine” (Carmona retusa), “kaye mameh” (Cinnamomum burmanni) dan “temurui”(Clausena excavata). Pada makanan khas Aceh juga ditemukan 17 jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai anti mikroba dengan persentase sebesar 28,33%. Beberapa jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai anti mikroba yaitu “kemiri” (Alleurites moluccana), “bawang prey” (Allium fistulosum), “langkeuweuh” (Alpinia galanga), “kapuelaga” (Amomum cardamomum), “on ceukok” (Kaempferia galanga), “teumira” (Mallotus paniculatus) dan “lada” (Piper nigrum). Beberapa tumbuhan lainnya juga dapat dimanfaatkan sebagai anti diare, anti tumor, anti diabetik dan lain-lain.
Tabel III.4 Beberapa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dalam makanan khas Aceh dan kandungan zat bioaktif No
Nama Latin
Famili
Nama Lokal
1
Abrus precatorius L
Fabaceae
saga
2
Alleurites molluccana (L.) Willd
Euphorbiaceae
Kemiri
Zat Aktif Abruquinon, aglucone, isoflavanguinon Lipid, protein
Kegunaan Anti tumor, anti toxic, antibiotic, asma Anti-bakteri,
Sumber pustaka Lemmens and Breteler (1999) Lemmens and
59
(tiamin), sterol, asam lemak Alliin, Allisin (dialilsulfida), prostaglandin A1
3
Allium cepa L
Alliaceae
Bawang merah
4
Allium fistulosum L.
Alliaceae
Bawang daun
Alliin, Allisin (dialilsulfida), karbohidrat (fruktan), steroidal saponin, dan sulfur
5
Allium sativum L
Alliaceae
Bawang putih
Asam amino, sulfur, alliin, alil propil disulfida, garlisin
6
Alpinia galanga (L.) Willd.
Zingiberaceae
Lengkuas
7
Amaranthus spinosus L.
Amarantaceae
Bayam
Mirsen, zat pedas galangol, 1,8-sineol, linalool, geranil asetat, eugenol, savikol asetat, 1’-asetoksi kavikol asetat, bisabolen, trans-farnesen, αbergamoten, α-pinen, kariopilen epoksid, mersen, flavonoid (galangin, galangin monometil eter, kaempferol dan quersetin Emollient, spinaterol, flavonoid, lectin, hydrocyanic acid
8
Amomum cardamomum (L.) Maton
Zingiberaceae
Kapupelaga
Minyak atsiri (1,8sineol, terpinil asetat)
9
Antidesma ghesaembiilla Gaertn.
Euphorbiaceae
Theumpeung
Aralionin-B, myrianthine-B, scutianin
10
Azadirachta indica Juss.
Meliaceae
Mimbha
Nimbinin, nimbidin, nimbin, 6desasetilnimbinin, nimbandiol, nimbolid, quercetin, -sitosterol n-heksakosanol, nonakosanol, terpen (sugiol), diterpenoid margolon, nimbogon, nimbonolon, mimbolinin
Berdasarkan jenis tumbuhan yang digunakan dalam makanan khas Aceh dan telaah fitofarmaka, maka semua makanan khas Aceh mempunyai zat-zat bioaktif yang berhubungan dengan kesehatan manusia terutama
analgetik, kosmetik Antelmintik, stomakik, antitronbotik, antihipertensi, ekspektoran, antidiabetik,stomak ik, anti-piretik, hipoglikemik, anti-mikroba. Antibakteri, antifungal,antih ipertensif, antihiperglikemik, anti-asmatik, insektisida Anti-hipertensi, karminatif, antelmintik, diaporetik, depuratif, emmenagogu, ekspektoran, menurunkan kolesterol, analgesik. Anti-inflamasi, antifungal, antibakteri, antiprotozoa, insektisida, ekspektoran, antioksidan, antitumor, meningkatkan motilitas sperma
Breteler (1999)
Expectorant, melancarkan pernafasan, anti viral, induce abortion Antimikroba, astrigen, penyedap, karminatif, ekspektoran, anti-piretik Pengobatan sakit kepala, demam, kudisan, gembung. Anti-arrythmik, antifertilitas, antelmintik, anti-inflamasi, antidiabetik,
Lemmens and Bunyapraphatsa ra (1999)
Sulistiarini et al. (1999)
Sulistiarini et al. (1999)
Sulistiarini et al. (1999)
Ibrahim (2001)
Binh (1999)
Lemmens (2003)
Van Valkenburg and Bunyapraphatsa ra (2001).
pada makanan yang bahan utamanya berasal dari tumbuhan. Makanan ”kanji bu pedah” mengandung zat-zat bioaktif dalam jumlah terbesar dibandingkan dengan makanan khas lain berhubungan dengan kesehatan
60
manusia. Zat-zat bioaktif yang terdapat dalam kanji bu pedah diantaranya dapat digunakan sebagai obat sakit kepala, obat demam, anti sakit perut, anti tumor, anti toxid, antibiotik, anti bakteri, anti sipilis, obat rematik, obat batu ginjal, pengobatan insomnia, anti kanker, obat berak darah, pengobatan keracunan makanan, anti herpes, anti lepra, obat penderita asma dan untuk pengobatan penderita gonorhoe. Makanan khas ”on katuk peuleumak” mengandung zat-zat bioaktif yang dapat digunakan untuk menurunkan hipertensi, demam dan masalah-masalah urinaria. Makanan ”gule kuah krabe” mengandung zatzat bioaktif yang dapat berguna sebagai anti tumor, anti oksidan, anti mikroba dan melancarkan pencernaan. C. Nilai manfaat (use value) Berdasarkan wawancara terhadap responden mengenai nilai manfaat (use values) jenis tumbuhan dalam makanan khas Aceh, ternyata jenis tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan dalam makanan Aceh adalah “bawang mirah” (Allium cepa), “boh u” (Cocos nucifera), “camplie mirah” (Capsicum annuum) dan “halia” (Zingiber officinale) yaitu kategori E dengan nilai pemanfaatan tumbuhan pada makanan lebih dari 28 jenis makanan. Pemanfaatan “bawang mirah”, “camplie mirah” dan “halia” yang begitu besar di dalam makanan khas Aceh tidak terlepas dari kegunaannya sebagai bumbu. Makanan khas Aceh yang memanfaatkan ketiga tumbuhan tersebut diantaranya “asam keueng engkeut” (ikan asam pedas), “engkeut teutot” (ikan panggang), “bileih payeh” (pepes ikan teri), “noh sate” (sate cumicumi) dan “keumamah tumeh” (tumis ikan tuna yang sudah kering). Buah kelapa sering dimanfaatkan masyarakat Banda Aceh sebagai santan, minyak kelapa, ”plik u” (kelapa busuk yang telah dikeringkan) dan kelapa gonseng (kelapa yang telah dikukur kemudian digoreng tanpa minyak). Jumlah pemanfaatan ”camplie mirah” yang tergolong dalam jumlah yang besar menunjukkan masyarakat Banda Aceh sangat menyukai makanan yang memiliki rasa yang pedas. Nilai pemanfatan dengan kategori D (jumlah pemanfaatan jenis tumbuhan antara 22-28 makanan) yaitu tumbuhan “bawang puteh” (Allium sativum) dan ”kunyet” (Curcuma domestika). Pemanfaatan ”bawang puteh” dan ”kunyet” dalam makanan khas Aceh juga sebagai bahan bumbu, sehingga penggunaannya cukup besar. Nilai manfaat dari tumbuhan ”camplie ubit” (Capsicum frutescens), “ketumbar” (Coriandrum sativum), ”boh limeng sayur” (Averrhoa bilimbi), dan ”sere” (Cymbopogon citratus) termasuk dalam kategori C yaitu pemanfaatan tumbuhan dalam 15-21 makanan khas Aceh. Nilai manfaat dalam kategori B (pemanfaatan tumbuhan dalam 8-14 jenis makanan) terdapat pada beberapa jenis tumbuhan seperti, ”lada” (Piper nigrum), ”on menteu” (Citrus hystrix), ”kuyun” (Citrus aurantifolia), ”temurui” (Clausena exavata) dan ”petek” (Carica papaya). Nilai manfaat untuk kategori A yaitu tumbuhan yang dimanfaatkan dalam makanan khas Aceh dalam jumlah 1-7 jenis makanan.
DAFTAR PUSTAKA Achmad D.S. 2000. Ilmu Gizi . Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. Achyad, D.E. dan Ratu, R. 2000. Jeruk Nipis (Citrus aurentifolia Swinggle) http://www.asiamaya.com/jamu/isi/jeruknipis_citrus aurantifolia.htm. ______________.2000. Jeruk purut (Citrus hystrix L.) http://www.asiamaya.com/jamu/isi/jerukpurut_citrus hystrix.htm. ______________.2000. Kelapa hijau (Cocos nucifera L.). http://www.asiamaya.com/jamu/isi/kelapahijau. Aggarwal, S. 2001. Rhus L. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N.(Editors). Plant Resource of South-East Asia No12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 469-474. Aguilar, N.O. 2001. Dendrocnide Miq. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 217-222. Aguilar, N.O. 2001. Paederia foetida L. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 396-400. Alamsyah, T. 1994. Penganan Tradisional dalam Senarai Sejarah Aceh. Serambi Indonesia. Banda Aceh. Alonzo, D.S. 1999. Blumea DC. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. and Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 155-160. Anonim. 2001. Pemerintahan Kota Banda Aceh. Online in : http://www.nad.go.id. Anonim. 2004. Banda Aceh dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik kerjasama BAPPEDA dan BPS Kota Banda Aceh. _______. 2004. Damage and Loss Assesment. Kerjasama Bappenas and World Bank. _______. 2004. Iklim Kota Banda Aceh Pasca Tsunami. Badan Meteriologi dan Geofisika Banda Aceh.
61
Anonim. 2005. Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2004. online in : http://www.nad.go.id _______. 2005. Sensus Penduduk di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias 2005. kerjasama Bappenas, Badan Pusat Statistik dan NGO-UNFPA. Bermawie, N., Hernani, Suwijiyo P. and Kardono, L.B.S. 2005. Approaches For Sustainable Utilization of Biodiversity of Medicinal and Aromatics Plants in Indonesia. http://dbp.gov.my/mab2005/. Binh, N.Q. (1999). Amomum Roxb. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. and Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 113-118. Blomquist, M.M. and Tien Ban, N. (1999). Solanum L.. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 453-460. Capareda (1999). Vitex L. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 497-502.. De Waard P.W.F. and Anuncradao, L.S. (1999). Piper L. In: de Guzman C.C. and J,S. Siemonsma. (editors.). Plant Resource of South-East Asia. Spices 13. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 183-194. Dibiyantoro, A.L.H. and Schmelzer, (2001). Ipomoea L. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 312-320. Diederichsen, A. And Rugayah. (1999). Coriandrum sativum L. In: de Guzman C.C. and J,S. Siemonsma. (editors.). Plant Resource of South-East Asia. Spices 13. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 146-150. Erdelen, W. R., Adimihardja, K., Moesdarsono, H., and Sidik. (1999).Biodiversity, Tradisional Medicine and The Sustainable Use of Indegenous Medicinal Plants in Indonesia. Indegenous Knowledge Development Monitor. 7 (3): 3-5. Fischer, N. (2001). Flavour Componen in Selected Exotic Fruits Food Australia. http://www.ansci.cornell.edu/plants/medicinal/papay a.html Flach, M. And Willink, M.T. (1999). Myristica fragrans Houtt. In: de Guzman C.C. and J,S. Siemonsma. (editors.). Plant Resource of South-East Asia. Spices
13. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 143-148. Grubben, G.J.H. dan Sukprakarn, S. (1993). Lactuca sativa L. In: Siemonsma, J.S. and K. Piluek. (editor). Plant Resource of South-East Asia. Vegetables. Pudoc Scientific Publishers, Wageningen. Pp 186190. Guevara, A.P. (1999). Carmona retusa (Vahl.) Masam. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 178-180. Hamid, A. (1999). Derris Lour. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 234-242. Hardisantoso, H. (1993). Makanan Tradisional yng Memiliki kandungan Gizi dan Keamanan yang Baik. Dalam: Proceeding Seminar Pengembangan Pangan Tradisional. Menteri Negara Urusan Pangan Bulog, Jakarta. Hal: 35-39 Harsono, T dan Riwayati. (1995). Bubur Pedah sebagai Makanan Melayu. Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Jakarta. Haryono, D., Lestari, P., Astuti, Y., van den Bergh M.H. (1999). Centella asitica (L.) Urb. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 190-194. Hendrian, R. (2001). Stopanthus DC. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 519-523. Ibrahim, H. (1999). Kaempferia L.. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 331-335. Ibrahim, H. (2001). Alpinia Roxb. In: van Valkenburg, J.L.C.H. and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 52-61. Ismail, G.M. dan T. Alamsyah. (1992). Dampak Modernisasi Terhadap Hubungan Kekerabatan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
62
Joker, D. (2001). Informasi Singkat Benih. http://www.dephut.go.id/azadirachta
Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 214-217.
Kalima, T. (2001). Streblus Lour. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 516-519. Katzer,G.(2000).Tamarind(Tamarindus indica http://www.ccwn.org/herbs/tamarinde
L.).
Panzuri, A. (2002). Analisys Vertical Intervention dan Pendampingan Bisnis sebagai Strategi Pengembangan Bisnis di Suatu Kawasan Secara berkelanjutan. Makalah dalam: Lokakarya Nasional ”Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui Sinergitas Pengembangan Kawasan”. Hotel Aryaduta, 4-5 Nopember 2002. Jakarta.
Kotler, P. (1993). Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan Implementasi dan Pengendalian. Erlangga. Jakarta.
Rachman, E. (1999). Mimosa pudica L.. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 349-352.
Kumalaningsih. S. (2000). Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Bidang Industri Pangan Tradisional. www.bptp-jatimdeptan.go.id.
Rafi’i. (1986), Metode Statistika Analisis penerikan kesimpulan). Bandung-Binacipta.
Lemmens, R.H.M.J. (2003). Antidesma montanum Blume In: Lemmens, R.H.M.J and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(3). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 74-75. Lemmens, R.H.M.J., and. Breteler F.J (1999). Abrus Adonson. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 73-77.
(untuk
Raharjo, I. and Horsten, S.F.A.J. (2001). Pluchea indica (L.) Less. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 441-443. Rangkuti, F. (2005),. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Gramedia Puataka Utama. Jakarta. Rifai, M.A. (1999). A Discouse on Biodiversity Utilization in Indonesia. Tropical Biodiversity. 2 (2) :339-349.
Lemmens, R.H.M.J., and Bunyapraphatsara, N. (1999). Amaranthus spinosus L.. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 110-113.
Rifai, M.A. (2000). Pingit, Pijet dan Pepahit: Peran Tumbuhan dalam Kosmetik Tradisional Indonesia seperti Dicerminkan di Daerah Madura. http://dbp.gov.my/mab2000/penerbitan/Rampak/rspi jet21.pdf.
Lugt, C.B. (2003). Mallotus Lour In: Lemmens, R.H.M.J and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(3). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 287-291
Schmelzer, G.H. (2001). Clausena Burm.f. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 160-167
Martin, G.J. (1995). Ethobotany. A People and Plans’ Conservation Manual. Chapman & Hall.
Simon, J.E, A.F. Chadwick and L.E. Cracker. (1984). The Scientific Literature on Selected Herbs and Aromatic and Medicinal Plant of Temperate Zone. http://www.hot.purdue.edu/newcrop/capsicumpepper/.
Mazzafera, P. (2004). A naturally decaffeinated arabica coffee. http://www.wikipedia.org/wiki/Coffea_arabica. Milner, J.A. 2000. Functional Foods: The Perspective. CRC Press, Washington DC.
US
Nugroho, Y.A. (2003). Glochidion J.R Forster and J.G Forster In: Lemmens, R.H.M.J and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(3). Medicinals and
Singarimbun, M., and Effendi, S. (1995). Metode Penelitian Survei. Lembaga Penelitian, Pendidikan ,Pengembangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta. Stanton, W.J. (1990). Prinsip Pemasaran. Erlangga. Jakarta.
63
Sufi, Rusdi, Ramli A.D., Ridwan dan Azwad. (2002). Adat Istiadat Masyarakat Aceh. Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Triton, P.B. (2006). Buku latihan SPSS 13.0 Terapan Riset Statistik Parametrik. Penerbit AndiYogyakarta.
Suhardjo, Laura, J.H., Brady, J.D., and Judy, A.D. (1986). Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerbit UIPress, Jakarta.
Van Holthoon F.L.. (1999). Phyllanthus L.. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 381-392.
Sulistiarini, D., Djamal, J., and Raharjo, I. (1999). Allium L. In: de Padua, L.S.,Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 93-100. Susiarti, L.S., Munawarah, E., and Horsten, S.F.A.J. (1999). Jatropha L In: de Padua, L.S.,Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 320-327. Sutarno, H., Hadad, E.A. and Brink, M. (1999). Zingiber officinale Roscoe. In: de Guzman, C.C. and J.s. Siemonsma. (Editors). Plant Resource of South-East Asia. Spices 13. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 126-130 Syukur, C. Dan Hernani. (1989). Budidaya Tanaman Obat Spesial. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Tap, N. And Bich, N.K. (2003). Morinda L. In: Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(3). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 302-305. Teik, N.L. (1999). Elephantopus L. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 250-253. Teik, N.L and Yap, S.F. (2003). Pandanus Parkinson In: Lemmens, R.H.M.J and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(3). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 321-323. Teo, S.P. (1999). Smilax L. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 447-453. Teo, S.P. and Banka, R.A. (2000). Piper betle L. In: van der Vossen and Wessel, M. (Editors). Plant Resource of South-East Asia 16 Stimulants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 102-106.
Van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (2001a). Callicarpa L. Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 129-133. van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (2001b). Melastoma L. Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 363-366. van Welzen, P.C. (2001). Breynia J.R Forster and J.G Forster In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 119-127. Walujo, E.B. 1987. Etnobotani, Pandangan Baru Pakar Botani dan Antropolgi. Majalah Ilmu dan Budaya. 56 (11): 33-37. Wardini, T.H. and Prakoso, B. (1999). Curcuma L. In: de Padua, L.S.,Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 210-218. Wibowo, R. (1997). Strategi Industrilisasi Pertanian dan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan. Makalah dalam ” Pelatihan Pengkajian Sistem Usaha Tani Spesifik Lokasi dengan Pendekatan Teknologi Terapan Adaptif. BPPFP Ciawi-Bogor, 14 Maret-12 April 1997. Windadri, F.I. (2001). Capparis L. In: van Valkenburg, J.L.C.H and Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(2). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 138-141. Ysrael, M.C. and van Valkenburg, J.L.C.H. (1999). Ixora L. In: de Padua L.S., Bunyapraphatsara, N. And Lemmens R.H.M.J. (Editors). Plant Resource of South-East Asia No 12(1). Medicinals and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden, the Netherlands. Pp 311-315. Zuhud, A. (2003). Pengembangan Tumbuhan Obat Berbasis Konsep Bioregional (contoh kasus di
64
kawasan Meru betir Jawa Timur). Makalah Filsafah Sains. Program Pascasarjana IPB Bogor.
65