PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU RATNI DEWI1) RATNA SARI2) Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe
ABSTRAK Kehadiran ammonia dalam limbah industri dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan, khususnya kehidupan akuatik. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Salah satu metode pengolahan tersebut adalah melalui proses adsorpsi. Tujuan penelitian ini adalah menggunakan tanah gambut sebagai adsorben untuk menyisihkan ammonia pada limbah cair industri tahu. Pada penelitian ini menggunakan sistem operasi batch. Sebelum digunakan sebagai adsorben, tanah gambut dipanaskan pada variasi temperatur, yaitu 105 0C, 300 0C, dan 450 0C. Selain temperatur, dilakukan juga variasi waktu kontak selama proses adsorpsi berlangsung, yaitu 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8, jam, dan 24 jam. Dari hasil penelitian dihasilkan kondisi yang paling baik yaitu pada temperatur pemanasan 3000C dan 4500C dengan waktu kontak 24 jam. Sedangkan efisiensi penyisihan yang dicapai berkisar 83%-86% dengan konsentrasi awal air limbah sebesar187,745 ppm.
Kata Kunci : ammonia, tanah gambut, adsorpsi, adsorben, limbah tahu
PENDAHULUAN Air buangan yang dihasilkan dari kegiatan domestik, pertanian dan industri pada umumnya menghasilkan ammonium, dimana air buangan ini akan menimbulkan masalah pencemaran pada badan air penerima seperti sungai, danau, dan lainnya. Bahkan rembesan air buangan ini akan mencemari air tanah disekitar lokasi pembuangan. Dalam air atau larutan, molekul ammonia (NH3) membentuk ion ammonium (NH4+). Dengan demikian kadar ammonia dalam air atau limbah cair selalu ditentukan sebagai ion ammonium. Ammonium akan mengurangi Oksigen Terlarut (DO) yang diperlukan untuk kehidupan aquatik, dan juga dapat mempercepat korosi bahan-bahan konstruksi. Berdasarkan
1
karakteristiknya Ammonium termasuk Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) karena bersifat toksik dan beracun. Menurut PP No. 82 tahun 2001, tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, untuk ammonia konsentrasi maksimum adalah 0,5 mg/l. Untuk itu air baku dengan konsentrasi ammonia yang tinggi harus diolah terlebih dahulu sebelum mencapai konsumen dan badan air penerima (Dewi, 2005). Penyisihan ammonia dari air buangan dengan metode adsorpsi telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Celik et al (2001) dan Njoroge (2004) . Dari semua bahan adsorbent yang digunakan oleh peneliti diatas, seluruhnya menggunakan adsorbent tanah lempung. Sedangkan penggunaan jenis tanah lainnya, belum banyak dilakukan. Untuk itu pada penelitian ini dicoba menggunakan tanah gambut sebagai adsorben. Tanah gambut selama ini merupakan lahan tidur yang belum dimanfaatkan potensinya. Aceh yang merupakan wilayah pesisir, memiliki daerah-daerah dengan areal gambut yang cukup luas. Dengan luas area dan kemudahan untuk mendapatkannya, maka melalui penelitian ini diupayakan pemanfaatan tanah gambut sebagai penjerap senyawa ammonia yang ada dalam limbah cair industri tahu. Tanah gambut yang digunakan berasal dari daerah Ujung Pancu, kecamatan Nisam, Aceh Utara. Sedangkan Limbah cair industri tahu diperoleh dari daerah Kuta Blang Lhokseumawe. Pemanfaatan Tanah gambut sebagai suatu bahan adsorbent belum banyak dilakukan. Bahkan selama ini tanah gambut hanya dipergunakan untuk lahan pertanian yang diketahui masih banyak menemui
masalah. Penggunaan tanah gambut sebagai
adsorben khusus untuk pengolahan air limbah akan menambah nilai ekonomis tanah gambut, apalagi ketersediaan tanah gambut di Indonesia cukup melimpah dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Tanah gambut terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi daripada laju dekomposisinya. Lahan gambut mempunyai penyebaran di lahan rawa, yaitu lahan yang menempati posisi peralihan diantara daratan dan sistem perairan. Lahan ini Sepanjang tahun/selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (water logged) atau tergenang air. Tanah gambut terdapat di cekungan, depresi atau bagian-bagian terendah di
2
pelimbahan dan menyebar di dataran rendah sampai tinggi. Yang paling dominan dan sangat luas adalah lahan gambut yang terdapat di lahan rawa di dataran rendah sepanjang pantai. Lahan gambut sangat luas umumnya menempati depresi luas yang menyebar diantara aliran bawah sungai besar dekat muara, dimana gerakan naik turunnya air tanah dipengaruhi pasang surut harian air laut. Industri tahu yang ada di daerah NAD umumnya adalah industri rumah tangga. Selain menghasilkan produk tahu, industri ini juga akan menghasilkan hasil samping berupa limbah cair tahu (whey). Selama ini whey digunakan sebagai biang atau penggumpal, tetapi hanya dalam jumlah sedikit. Sebagian besar limbah cair ini dibuang ke lingkungan Dhahiyat (1990). Whey akan dapat menimbulkan masalah lingkungan bila tidak diolah terlebih dahulu. Limbah tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedele. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan menyebabkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke lingkungan, misalnya sungai, menyebabkan tercemarnya sungai tersebut dan menyebabkan berbagai penyakit.. Bila dibiarkan dalam air, limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernafasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat sumur, menyebabkan sumur tersebut tidak dapat digunakan lagi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan (daya sorpsi) tanah gambut dalam mereduksi konsentrasi ammonia yang ada di limbah cair industri tahu dengan sistem batch. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan pada badan air penerima, khususnya akibat konsentrasi ammonia yang berlebih
3
METODE PENELITIAN Variabel Percobaan Variabel penelitian meliputi variable bebas dan variable terikat Variabel Bebas: - Waktu kontak : 2, 4 , 6 , 8, 24 dan 48 jam - Variasi temperatur pemanasan (Aktifasi) : 105oC , 300 oC, 450 oC Variabel terikat: - Konsentrasi NH4+ setelah proses adsorpsi - pH
Prosedur kerja dari eksperimen batch adalah sebagai berikut: -
Erlenmeyer yang berisi limbah cair industri tahu sebanyak 50 ml, ditambahkan butiran tanah gambut ( 5 gr) yang telah dikeringkan dengan variasi temperatur. Kemudian didiamkan dengan variasi waktu kontak. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu-waktu tertentu (berdasarkan variasi waktu). Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 30 menit untuk memisahkan cairan dan padatan. Supernatan yang diperoleh diukur perubahan pH dan dianalisa konsentrasi ammonium (NH4+) dengan menggunakan spektrofotometer.
-
Dari hasil percobaan di atas, akan di dapatkan waktu dan temperatur pemanasan yang paling baik dalam penyisihan ammonia.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisa sifat fisik dan kimia tanah gambut dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini, dimana tanah gambut yang dianalisa pada ukuran 2 mm dan telah dikeringkan pada temperatur 105 0C.
4
Tabel 1 Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Parameter
Satuan
Hasil
LOI
%
33,09
H2O
%
10,37
Fe2O3
%
1,30
CaO
ppm
126,83
MgO
%
0,15
MnO
%
1,85
ZnO
ppm
9,46
CdO
ppm
1,40
Berat Jenis
gr/ml
1,59
PH Porositas
4,17 %
45,64
Dari tabel 1, Besi Oksida, mangan Oksida, Magnesium Oksida dan Kalsium Oksida mempunyai nilai yang cukup besar dibandingkan oksida lainnya. Keberadaan kation Fe3+, Mn2+, Mg2+ dan Ca2+ pada tanah gambut tersebut, sangat besar pengaruhnya terhadap proses adsorpsi, yaitu pada saat penjerapan kation NH4+ yang ada dalam limbah cair industri tahu. Mekanisme Pertukaran kation antara tanah gambut dan limbah cair tahu ini hanya mungkin terjadi bila ukuran atau dimensi dari ion yang diganti tidak berbeda terlalu besar dengan ion pengganti (Notodarmojo, 2005). Demikian pula dengan valensi ion penggantinya, walaupun umumnya ion pengganti mempunyai valensi yang lebih rendah., Sedangkan untuk valensi, perbedaannya tidak lebih dari satu. Umumnya ion dengan ukuran terhidrasi yang lebih kecil dijerap lebih cepat. Pertukaran kation yang menggunakan ion NH4+ sering menghasilkan nilai pertukaran yang lebih tinggi, Hal ini disebabkan daya tembus NH4+ yang cukup tinggi (Tan, 1991). Reaksi pertukaran ion NH4+ dalam limbah cair tahu dan ion Ca2+ pada tanah gambut
5
Digambarkan sebagai berikut : Ca – tanah + 2 NH4+
(NH4)2- tanah + Ca2+ (Tan, 1991)
Kemampuan tanah gambut dalam menjerap ion ammonium dalam limbah tahu juga dipengaruhi oleh kemampuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang dimilikinya. Makin tinggi KTK yang ada pada tanah gambut, maka akan semakin mudah penjerapan itu terjadi. Tanah gambut termasuk tanah yang memiliki KTK yang cukup tinggi. Porositas adsorben juga sangat berpengaruh terhadap kemampuan penjerapan sorbat. Pada penelitian ini diperoleh porositas tanah gambut sebesar 45,64 %, lebih kecil dari data yang dikemukakan oleh Hastin Ernawati (2002). Porositas dari suatu tanah adalah volume kosong (void space) antara komponen padatan tanah. Tingginya nilai LOI (lost of Ignitation) menunjukkan besarnya kandungan organik yang terdapat pada tanah gambut Sedangkan pH yang diperoleh berkisar 4,17. Hal ini sesuai dengan data dari Hastin Ernawati ( 2002), yang menyatakan tanah gambut termasuk tanah yang bersifat asam. Di bawah ini diuraikan tentang pengaruh variabel-variabel yang terlibat dalam proses adsorpsi, terhadap kemampuan penjerapan ammonia oleh adsorben tanah gambut .
Pengaruh Waktu Kontak. Hasil penelitian terhadap variasi waktu kontak, mulai 2 jam, 4 jam, 6 jam, 24 jam dan 48 jam, menunjukkan makin lama waktu proses makin banyak ion ammonium yang teradsorpsi. Dari gambar1, terlihat bahwa pada 2 jam pertama, proses adsorpsi berlangsung relatif lebih cepat dibandingkan dengan waktu kontak 4 jam dan seterusnya. Hal ini terjadi karena pori-pori tanah gambut masih dalam keadaan kosong dan luas permukaan pori yang masih cukup besar untuk diisi oleh sorbat. (ammonium). Seiring dengan bertambahnya waktu kontak, kenaikan konsentrasi ammonium yang terjerap pada permukaan sorben akan mempengaruhi gaya dorong (driving force) perpindahan ion
6
ammonium dari larutan ke permukaan padatan. Semakin besar perbedaan konsentrasi ion ammonium dalam larutan (sorbat ) dan padatan (sorben), maka proses adsorpsi akan lebih cepat tercapai. Efisiensi penyisihan hampir mencapai kejenuhan pada waktu 24 jam, dimana proses adsorpsi pada waktu 48 jam menunjukkan peningkatan yang sangat kecil (konstan). Pada waktu kontak 48 jam, hampir seluruh lokasi reaksi (reaction site) pada permukaan adsorben sudah ditutupi oleh ion ammonium.
Kurva Penyisihan Ammonia Pada limbah Cair Tahu dengan Adsorben Tanah Gambut 90 Persen Penyisihan (% R)
85 80 75
105 oC
70
300 oC
65
450 oC
60 55 50 0
20
40
60
Waktu Kontak (jam )
Gambar 2 Penyisihan Ammonia Untuk Adsorben Tanah Gambut Pada Percobaan Batch
Pengaruh Temperatur Pemanasan. Sebelum digunakan pada proses adsorpsi, adsorben tanah gambut dipanaskan pada variasi temperatur (1050C, 3000C, 4500C). Dari variasi temperatur tersebut, dicari temperatur yang paling baik, yaitu yang menghasilkan efisiensi penyisihan ammonia yang paling maksimum.
Dari gambar 2 terlihat perlakuan awal paling baik adalah pada
pemanasan 300 0C, dengan efisiensi penyisihan mencapai 86,543%.
7
Walaupun pada
variasi temperatur lainnya (1050C dan 4500C), efisiensi penyisihan ammonia yang didapat tidak terlalu jauh berbeda. Pengaruh temperatur pemanasan terhadap daya sorpsi suatu adsorben , sangat berkaitan dengan perubahan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) akibat panas yang diberikan. KTK atau Kapasitas Tukar Kation merupakan suatu kemampuan koloid tanah menyerap dan mempertukarkan kation. Pemanasan adsorben pada
temperatur 1050C
menyebabkan terjadinya dehydration, yaitu hilangnya air higroskopik sehingga akan memperbesar pori adsorben itu sendiri. Tetapi pada pemanasan ini, bahan organik yang menyumbat pori-pori tanah belum dapat dihilangkan, sehingga perlu dilakukan pemanasan pada temperatu yang lebih tinggi yaitu pada temperature 3000C.
Sedangkan pada
temperatur 4500C, menyebabkan hilangnya gugus hidroksil (OH) pada tanah dan menurunkan KTK. Pada penelitian ini juga ditinjau pengaruh waktu kontak dan variasi temperatur pemanasan adsorben terhadap pH larutan, seperti yang terlihat pada tabel 2 berikut ini
Tabel 2. Penyisihan Ammonia Setelah Proses Adsorpsi Konsentrasi Waktu Awal Kontak AirLimbah, (jam) Co (ppm)
Temperatur Pemanasan Tanah Gambut 105 C 3000 C 4500 C Ct Ct Ct (ppm) % R pH (ppm) %R pH (ppm) %R
pH
0
2
187.745
84.525
54.979
4.2
74.487
60.325
4.3
78.255 58.32
4.5
4
187.745
73.375
60.918
4.2
60.397
67.83
4.3
70.65
62.37
4.5
6
187.745
55.792
70.283
4.2
49.319
73.731
4.3
52.788 71.88
4.5
8
187.745
44.953
76.056
4.2
38.957
79.25
4.3
43.895 76.62
4.5
24
187.745
34.104
81.835
4.2
27.961
85.107
4.3
31.329 83.31
4.5
48
187.745
34
82.031
4.2
25.264
86.543
4.3
30.998 83.49
4.5
8
Dari hasil penelitian, variasi waktu kontak tidak mempengaruhi pH yang didapat. Hal ini disebabkan pada waktu kontak 2 jam, telah tercapai keseimbangan pH, sehingga waktu kontak 4,jam, 6 jam dst, tidak memberikan perubahan yang berarti. Sedangkan variasi temperatur pada pemanasan adsorben hanya memberikan perubahan sedikit terhadap pH dengan penambahan panas.
KESIMPULAN Kesimpulan 1.
Tanah gambut dapat dimanfaatkan sebagai adsorben untuk menyisihkan senyawa ammonia dalam limbah cair industri tahu, dengan efisiensi penyisihan sebesar 83 % – 86 % (untuk konsentrasi awal air limbah sebesar187,745 ppm).
2.
Perlakuan awal adsorben dan waktu kontak sangat berpengaruh terhadap penyisihan ammonia, dimana kondisi yang paling optimum untuk adsorben tanah gambut adalah pada pemanasan 3000C dan 4500C dengan waktu kontak 24 jam .
DAFTAR PUSTAKA Dewi, Ratni, Penyisihan Senyawa Ammonia Dengan Menggunakan Bentonit dan Kaolin, Program Pasca
Sarjana, ITB, 2005
Dhahiyat, Y, 1990, Karakteristik Limbah Cair Tahu dan Pengolahannya dengan Enceng Gondok, Tesis, IPB, Bogor. Ernawati, Hastin, Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Pertanian, Program Pasca Sarjana, IPB, 2002 .M.S. Celik, Removal of Ammonia By Natural Clay Minerals Using Fixed and Fluidised Bed Column Reactors, Water Science and Technology: Water Supply, vol 11, 2001 : 81 -88 Notodarmojo, Suprihanto, Pencemaran Tanah dan Air Tanah, Penerbit ITB, 2005.
9
Njoroge, B.N.K; Ammonia Removal From An Aqueous Solution By Use of A Natural Zeolit, Journal of Environmental Engineering and Science, vol. 3 (2004): 147-154 Tan, Kim H, Dasar-Dasar Kimia Tanah, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta 1991
10
11