PEMANFAATAN PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas) DALAM PRODUK SUP INSTAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula)
ARDIYANSAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014
Ardiyansah NIM F24090051
ABSTRAK ARDIYANSAH. Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula). Dibimbing oleh MAGGY THENAWIDJAJA SOEHARTONO. Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Data produksi ubi jalar, pada tahun 2004 hingga 2012, meningkat dengan laju 2,63%, tetapi konsumsi ubi jalar diantara tahun 2005 hingga 2009 menurun hingga -11,99%. Terdapat banyak cara untuk meningkatkan peggunaan ubi jalar dalam industri pangan selain dikonsumsi secara langsung. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan hasil olahan ubi jalar yaitu pati ubi jalar dalam produk sup instan jamur kuping. Bahan-bahan penyusun sup instan adalah susu skim, air, gula, jamur kuping, minyak, garam, lada, bawang putih, penyedap masakan dan pati ubi jalar. Konsentrasi pati ubi jalar yang digunakan adalah 1,83% dan 3,33%. Setelah dilakukan uji organoleptik yang mengiktusertakan sup instan pati jagung dengan formula dan proses yang sama, diketahui bahwa hasil uji rating hedonik dari ketiga sup instan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Karena hasil yang tidak berbeda nyata ini, maka sup instan yang dikarakterisasi adalah sup instan pati ubi jalar 1,83%. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap sup instan pati ubi jalar 1,83% yang dibandingkan karakternya terhadap sup instan pati jagung 1,83% serta kesesuaiannya terhadap standar mutu sup instan yang ada. Sup instan pati ubi jalar formula terpilih memiliki kadar air 3,10±0,03%(bb), abu 9,87±0,17%(bb), protein 23,04±0,14%(bb), lemak 1,30±0,02%(bb), karbohidrat 62,69±0,08%(bb) dan total serat makanan 2,461±0,056%. Selain itu, sup instan pati ubi jalar formula terpilih juga memiliki rendemen 11,22%, daya rehidrasi 2,23 ml/g dan viskositas 510 cP. Karakteristik ini lebih baik daripada beberapa karakteristik sup instan yang mengandung pati jagung. Sup instan ubi jalar memiliki polisakarida dari jamur kuping dan kandungan serat yang berpotensi baik bagi kesehatan. Kata kunci: sup instan, ubi jalar
ABSTRACT ARDIYANSAH. Utilization of sweet potato (Ipomoea batatas) starch in instant mushroom (Auricularia auricula) soup. Supervised by MAGGY THENAWIDJAJA SOEHARTONO. Sweet potato (Ipomoea batatas) is one of the staple foods in Indonesia. However, the utilization of sweet potato is not yet optimal. The sweet potato production in 2004 until 2012, had increased 2,63%, but it’s consumption between 2005 and 2009, declined by -11,99%. There are many ways to increase it’s utilization in food industry beside direct consumption. The objective of this research was to utilize the sweet potato starch in instant mushroom soup products. The materials needed for making instant soup were skim milk, water, sugar, mushrooms, oil, salt, pepper, garlic, food flavoring and sweet potato starch. The sweet potato starch concentrations used was 1,83% and 3,33%. After the organoleptic test with instant corn starch soup with the same formula and process, it is known that the results of the rating hedonic test at 95% confidence interval were not significantly different between these three instant soup formulas. Because of this result, instant soup with 1,83% sweet potato starch was characterized. Further, analysis of the instant soup with 1,83% sweet potato starch compared to instant soup with 1,83% corn starch and conformed to instant soup quality standards. Selected formula of instant sweet potato starch soup has 3,10±0,03%(bb) moisture content, 9,87±0,17%(bb) ash, 23,04±0,14%(bb) protein, 1,30±0,02%(bb) fat, 62,69±0,08%(bb) carbohydrate and 2,461±0,056% total dietary fiber. In addition, instant sweet potato soup formula showed 11,22% yield, 2,23 ml/g rehydration power and 510 cP viscocity. These characteristics were better than some characteristics of soup containing corn starch. Instant sweet potato soup contained polysaccharides from mushroom and fiber that good for health. Key words : instant soup, sweet potato
PEMANFAATAN PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas) DALAM PRODUK SUP INSTAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula)
ARDIYANSAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula) Nama : Ardiyansah Nim : F24090051
Disetujui oleh
Prof.Dr.Ir. Maggy Thenawidjaja Soehartono Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula) dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian pada bulan Januari-April 2013 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium SEAFAST Center IPB. Dengan selesainya kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda Anwar Mallega, Ibunda Yulia Yunus Rahman serta Andryansah, Rizki Yuliana dan Annisa A yang telah memberikan doa, perhatian dan dukungan selama ini. 2. Ibu Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Soehartono sebagai dosen pembimbing akademik dan tugas akhir yang telah memberikan segala ilmu, perhatian serta kasih sayang kepada penulis. 3. Bapak Prof Dr Ir Rizal Syarief, DESS dan Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran demi perbaikan skripsi ini. 4. Stella Denissa, Tante Siti Purwanti dan Denis Satria atas segala kesabaran, dukungan, doa dan kasih sayang kepada penulis. 5. Teman-teman baik penulis selama perkuliahan Doddy Aryanto, Ananditya N, Alviane B, Jian S, Iyan A, Lina S, Olga AS, Ardy, Jenny, Caca, Desi, SaridaW, Rufnia, Ajie P, Richard, Adrianus EN, Yanda, Satrya, Aldith, Fahmi Nurzaim, Dani, Sobich, Estu Nugroho, Ichsan Irwanto, Aditya Yumansyah dan teman-teman lainnya yang telah memberikan motivasi serta banyak pelajaran berharga bagi penulis selama perkuliahan. 6. Pak Nur, Mba Vera, Pak Yahya, Pak Rojak, Bu Antin, Mba Nurul, Mba Ari, Mas Yeris, Pak Junaedi dan Pak Iyas atas segala bantuannya di laboratorium selama penulis melakukan penelitian. Bu Novi, Bu Sofi, Bu Firti, Mba Ina, Mba Ani dan Mba May atas segala kesabarannya dalam membantu keperluan administrasi penulis selama selama berkuliah di departemen ITP. 7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik yang secara langung ataupun tidak langsung telah membantu penyelesaian studi dan penulisan tugas akhir ini. Akhir kata, penulis berharap agar tugas akhir ini dapat digunakan secara bijak dan bernanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan di masa yang akan datang. Bogor, Februari 2014 Ardiyansah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
METODOLOGI
3
Bahan
3
Alat
3
Metode
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Gelatinisasi Pati
9
Pembuatan Sup Instan
12
Uji Organoleptik
16
Karakteristik Kimia dan Fisik Formula Sup Instan Terpilih Analisis Komposisi Kimia
18
Analisis Serat Pangan
19
Rendemen
20
Daya Rehidrasi
20
Uji Viskositas
20
Kandungan Gizi Sup Instan Dalam Satu Takaran Saji
21
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
22
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Komposisi kimia pati ubi jalar jago Persyaratan mutu sup instan (SNI 01-4967-1999) Kandungan gizi beberapa jenis jamur dalam 100 gram bahan Profil gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago dan pati jagung Formulasi 300 gram sup instan Hasil uji rating hedonik sup instan Komposisi proksimat sup instan Kadar serat sup instan Hasil pengujian sifat fisik sup instan Kandungan gizi sup instan per takaran saji
1 2 3 10 14
17 18 19 20 21
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ubi jalar jago Jamur kuping Hasil RVA profil gelatinisasi pati ubi jalar Granula pati ubi jalar Granula pati jagung Proses pembuatan sup instan Drum drier Penampakan tepung sup instan Formula A, Formula B dan Formula C Penampakan sup instan ubi jalar Formula A, Formula B dan Formula C
3 3 10 11 11 13 14 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lembar penilaian uji rating hedonik sup instan Analisis ragam hedonik kekentalan Analisis ragam hedonik rasa Analisis ragam hedonik aroma Analisis ragam hedonik warna Analisis ragam hedonik overall Hasil uji analisis kadar air Hasil uji analisis kadar abu Hasil uji analisis kadar protein Hasil uji analisis kadar lemak Hasil uji analisis kadar karbohidrat Uji t-test kadar proksimat bobot basah Uji t-test kadar proksimat bobot kering Kadar serat sup instan Uji t-test kadar serat sup instan Daya rehidrasi sup instan
27 28 29 30 31 32 33 33 33 34 34 35 35 36 36 36
ix
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Ubi jalar dapat dikonsumsi secara langsung sebagai salah satu sumber energi ataupun diproses menjadi tepung/pati ubi jalar. Penelitianpenelitian terdahulu, ubi jalar dibuat menjadi berbagai macam produk antara lain mie ubi jalar (Simanjuntak 2001), selai (Fatonah 2002), flakes ubi jalar (Khasanah 2003), cookies ubi jalar (Djuanda 2003), brownies kukus (Sulistiyo 2006) dan lainnya. Tetapi pemanfaatan ubi jalar belum optimal, mengingat produksi ubi jalar terus meningkat dari 1,902 juta ton (tahun 2004) menjadi 2,483 juta ton (2012) atau meningkat dengan laju 2,63%/tahun (Kementerian Pertanian 2013), sedangkan konsumsi ubi jalar dari tahun 2005-2009 adalah 10,87 gram/kapita/hari menjadi 6,56 gram/kapita/hari atau menurun hingga -11,99%/tahun (Ariani 2010). Penurunan konsumsi umbi-umbian lebih banyak dikarenakan perubahan gaya hidup yang berdampak pada gaya makan. Masih adanya masyarakat yang menganggap pangan lokal umbi-umbian adalah makanan inferior dan dianggap orang miskin bila mengkonsumsinya maka akan sulit untuk meningkatkan konsumsi umbi-umbian. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pemanfaatan umbi-umbian dalam hal ini ubi jalar di Indonesia, dilakukan penelitian untuk memanfaatkan pati ubi jalar sebagai pengental dalam produk sup instan. Ubi jalar yang digunakan dalam formulasi sup instan ini adalah ubi jalar varietas jago (Gambar 1). Ubi jalar varietas jago termasuk kedalam jenis ubi jalar putih. Ubi jalar putih sendiri memiliki rendemen dan total padatan kering yang tinggi sehingga cocok apabila dibuat terlebih dahulu menjadi tepung atau pati (Yusuf 2003). Komposisi kimia pati ubi jalar jago dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi Kimia Pati Ubi Jalar Jago Komposisi Kimia Pati ubi jalar (%) Air 13.73 Abu 0.23 Protein 0.44 Lemak 0.56 Karbohidrat 85.04 Amilosa 25.83 Sumber : Devega (2011) Produk pangan seperti sup instan merupakan jenis produk pangan yang mudah untuk disajikan dalam waktu relatif singkat sehingga cocok dalam kehidupan yang moderen seperti saat ini. Pangan instan dalam bentuk kering atau konsentrat, mudah larut sehingga mudah untuk disajikan, yaitu hanya dengan menambahkan air panas atau dimasak dengan air mendidih. Produk pangan instan berkembang untuk mengatasi masalah penggunaan dan penanganan produk pangan yang sering dihadapi misalnya penyimpanan, transportasi, tempat dan waktu konsumsi. Ada tiga kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat membentuk produk pangan instan, yaitu: a) sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum
2
digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, c) rehidrasi produk tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap (Hartomo dan Widiatmoko, 1992). Pangan instan sendiri, seperti sup instan, merupakan pangan yang sedang popular di kalangan masyarakat Indonesia. Persyaratan mutu sup instan (SNI 01-4321-1996) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persyaratan Mutu Sup Instan (SNI 01-4321-1996) Jenis Uji Satuan Persyaratan Keadaan Bau Rasa Warna Protein
% b/b
Normal Normal Normal Min. 2
Lemak Air
% b/b % b/b
Maks. 10 2-7
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996) Formulasi sup instan dalam penelitian ini selain menggunakan pati ubi jalar juga menggunakan susu skim, air, gula, minyak, garam, lada, bawang putih, penyedap masakan dan jamur kuping (Auricularia auricula). Jamur kuping digunakan karena kaya akan serat dan komponen bioaktif. Bentuk tubuh jamur kuping berupa lembaran yang bergelombag tidak menentu dan berbentuk seperti cawan (Gambar 2). Pada keadaan lembab tubuh buah akan kenyal, sedangkan pada keadaan kering seperti jaringan tulang rawan dan kadang-kadang keras. Bila tubuh buahnya dikeringkan akan mengerut dan mengeras, tetapi dapat menjadi kenyal seperti bentuk semula apabila direndam air (Yong dan Leong 1983). Jamur kuping dapat dikonsumsi dengan dimasak secara langsung ataupun dengan membuatnya menjadi bentuk tepung terlebih dahulu. Jika dimasak secara langsung, jamur kuping biasanya dibuat menjadi keripik ataupun sebagai bahan tambahan pada makanan utama. Dalam penelitian ini, jamur kuping yang digunakan dibentuk kedalam fase tepung terlebih dahulu. Jamur kuping memiliki polisakarida β-D-glukan (Misaki et al. 1981). Menurut Khamlue (2012), kadar polisakarida yang terdapat didalam jamur kuping adalah 0,84%(w/w). Polisakarida pada jamur kuping ini memiliki berbagai aktivitas biologis yaitu aktivitas antioksidan dengan kadar 59,71 mg vitamin C equivalent/gram (Li et al. 2012) dimana manusia dewasa umumnya membutuhkan vitamin C sebanyak 7590 mg/hari (Food and Nutrition Board 2000), aktivitas anti-tumor sebesar 60% pada sel sarkoma 180 (Reza et al. 2011), dan aktivitas hipolipidemik yang menurunkan 28,5% total kolesterol dalam plasma darah (Jeong et al. 2007). Jamur kuping juga banyak memproduksi lovastatin. Lovastatin adalah salah satu obat penurun kolestrol darah yang sudah dikomersialkan dan merupakan kelompok statin yang bekerja sebagai inhibitor enzim reduktase HMG-koA. Jamur kuping juga diduga untuk menjaga ketahanan tubuh dalam sistem otot, sel dan kekebalan serta penawar racun pada makanan seperti residu dan logam berat. Selain itu, jamur kuping sudah dibuat dalam bentuk obat maupun suplemen dan dikomersialkan sebagai antihiperlipidemia dan obat kardiovaskular (Wasser dan
3
Weis 1999). Kandungan gizi pada jamur kuping dan jenis jamur lainnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur dalam 100 g Bahan Jenis Jamur Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat (%) Kuping 7,7 0,8 87,6 14,6 Shiitake 17,7 8,0 67,5 8,0 Tiram 30,4 2,2 57,6 8,7 Merang 16,0 0,9 64,5 4,0 Sumber : Chang dan Miles (1997)
Gambar 1 Ubi Jalar Jago
Gambar 2 Jamur Kuping
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memanfaatkan pati ubi jalar dalam produk sup instan jamur kuping serta mendapatkan formula terpilih dan melakukan karakterisasi kimia, fisik dan organoleptik. METODOLOGI Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk formulasi sup instan adalah pati ubi jalar yang diperoleh dari Balai Pertanian Pasca Panen Bogor, jamur kuping, bawang putih dan lada, susu skim, air, gula, dan garam. Sedangkan bahan-bahan lain yang digunakan adalah bahan-bahan untuk kepentingan analisis. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Rapid Visco Analyzer, drum dryer, boiler,oven, tanur listrik, vortex, sentrifuge, labu Kjehldal, kondensor, labu lemak, inkubator, mikropipet, Brookfield viscometer, sentrifuge, tabung sentrifuge, desikator, tabung reaksi serta cawan porselen dan aluminium.
4
METODE Penelitian Pendahuluan Analisis Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar (Singh et al. 2010) Pengujian profil gelatinisasi pati ubi jalar menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Sebelum pengujian harus diketahui terlebih dahulu kadar air dari pati ubi jalar. Sejumlah sampel dan air destilata ditimbang dan dimasukkan ke dalam canister. Jumlah sampel dan air destilata ditentukan oleh program pada alat RVA sesuai dengan kadar air sampel. Selanjutnya, campuran tersebut diaduk menggunakan paddle plastik hingga bercampur sempurna untuk menghindari pembentukan gumpalan sebelum dimasukan ke dalam RVA. Sampel kemudian dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis. Selanjutnya,dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan yang diatur selama 23 menit. Sampel dipanaskan hingga suhu 30°C dan dipertahankan selama 1 menit. Kemudian sampel dipanaskan lagi hingga suhu 95°C selama 7.5 menit. Suhu 95°C dipertahankan selama 5 menit sebelum didinginkan hingga suhu 50°C selama 7.5 menit. Suhu 50°C dipertahankan selama 2 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, viskositas breakdown, dan viskositas setback. Penelitian Utama Prosedur Pembuatan Sup Instan yang diadopsi dari Formula Inglett dan Inglett (1982) Rancangan percobaan formulasi sup instan menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan peubah jumlah pati ubi jalar. Pada awal formulasi dilakukan trial and error terhadap jumlah pati yang digunakan. Jumlah pati yang digunakan adalah 2.5%, 5.5%, 7.5% dan 10%. Dari keempat formula ini, akan dipilih dua formula sup instan pati ubi jalar. Kedua formula ini akan diuji secara organoleptik bersama dengan sup instan yang memanfaatkan pati jagung dimana menggunakan formulasi dan proses yang sama dengan pembuatan sup instan pati ubi jalar, sehingga dapat diketahui sup instan mana yang lebih disukai oleh panelis. Tahap Pertama Tahap ini terdiri atas pembuatan tepung jamur kuping. Penepungan jamur kuping dilakukan dengan cara mengeringkan jamur kuping dengan oven yang bersuhu 60oC selama 8 jam dan kemudian digiling dalam mesin disc mill dengan pengayak ukuran 60 mesh. Tahap Kedua Proses pembuatan sup instan berdasarkan formula yang diadopsi dari formula Inglett dan Inglett (1982), dimulai dengan memanaskan bahan I yang terdiri dari susu skim (35%), pati ubi jalar/pati jagung (5,5 %), garam (1,80% ), gula (0,94%) dan air (43,70%) pada suhu 72-73,5°C. Tahap berikutnya adalah
5
menambahkan bahan II yang terdiri jamur (10%), minyak (3%), tepung lada (0,03%), tepung bawang putih (0,03%) pada adonan (I) sampai homogen. Selanjutnya sup instan yang telah dibuat dikeringkan dengan drum drier. Lempengan sup kering yang dihasilkan dari proses pengeringan drum drier selanjutnya dihaluskan dalam mesin penggiling dan diayak dengan ukuran 60 mesh untuk menghasilkan tepung sup instan. Tahap selanjutnya adalah melakukan uji organoleptik pada formula tahap awal dan kemudian melakukan uji kimia serta fisik pada formula yang terpilih dalam uji organoleptik. Metode Analisis Uji Organoleptik Pemilihan Formula Terbaik (BSN 2006) Sifat organoleptik dari produk tepung sup instan dengan campuran jamur kuping dianalisa dengan menggunakan uji rating hedonik. Panelis dipilih secara acak (panelis non standar) dan berjumlah 30 orang. Panelis menilai sifat spesifik sampel sup instan yang disajikan dalam gelas kecil dalam keadaan hangat. Penilaian terhadap sup instan ini dimulai dari warna kemudian dilanjutkan rasa, aroma, tekstur, kekentalan, dan yang terakhir penampakan umum. Penilaian terhadap sampel sup instan ini dalam bentuk tingkat kesukaan dari selang 1 sampai 7, dengan (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka dan (7) sangat suka Analisis Kimia Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2006) Analisis kadar air dilakukan dengan cara sebagai berikut: cawan alumunium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan kedalam cawan. Tutup cawan dibuka, cawan berisi tepung sup instan beserta tutupnya dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 6 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator dan didinginkan selama 15 menit, lalu timbang kembali (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut : Kadar Air (%bb)=
Keterangan :
Kadar Air (%bk)=
B-(C-A) B
x 100
Kadar air (%bb) 100-Kadar air(%bb)
x 100
bb = basis basah bk = basis kering Analisis Kadar Abu (AOAC 2006) Cawan porselen yang dipersiapkan untuk pengabuan dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A).
6
Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu berserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: (C-A) Kadar Abu (%bb)= x 100 B Kadar Abu (%bk)=
Kadar abu (%bb) x 100 100-kadar abu (bb)
Analisis Kadar Protein (AOAC 2006) Sebanyak 0,1-0.25 gram sampel ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4, selanjutnya sampel didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan :
Kadar N (%bb)=
(V HCl sampel-V HCl blanko) x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel Kadar Protein (%bb)=%N x Fk
Kadar Protein (%bk)=
Kadar Protein (bb) x 100 (100-kadar air(bb))
Keterangan : Fk : Faktor konversi (6.25 untuk tepung dan ml) Analisis Kadar Lemak (AOAC 2006) Sebanyak 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam kertas saring. Kertas saring berisi contoh tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat
7
kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut : Kadar Lemak (%bb)= Kadar Lemak (%bk)=
W1-W2 x 100 W
Kadar Lemak (bb) x 100 (100-kadar air(bb))
Keterangan: W : Bobot sampel (gram) W1: Bobot labu+ lemak (gram) W2: Bobot labu (gram)
Analisis Kadar Karbohidrat (by difference) Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan persamaan : Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (% air + %abu + %protein + % lemak)
Kadar karbohidrat (%bk) =
Kadar karbohidrat (bb) x 100 (100-kadar air(bb))
Analisis Serat Pangan (Asp et. al. 1983) Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-phospat pH 6 dan diaduk hingga terbentuk suspensi. Selanjutnya ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl ke dalam erlenmeyer yang berisi sampel. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air suhu 100oC selama 15 menit sambil diaduk sesekali. Sampel diangkat dan didinginkan, lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diturunkan sampai 1.5 menggunakan HCl 4 N. Selanjutnya ditambahkan enzim pepsin sebanyak 100 mg ke dalam sampel, lalu ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 40oC selama 1 jam. Erlenmeyer kemudian diangkat, ditambahkan air destilata, dan pH diatur menjadi 6.8 menggunakan NaOH. Setelah pH 6.8 tercapai, ditambahkan enzim pankreatin sebanyak 100 mg ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer ditutup, diinkubasikan pada suhu 40oC selama 1 jam. Selanjutnya pH diatur sampai 4,5 menggunakan HCl. Larutan sampel tersebut kemudian disaring menggunakan crucible kering yang telah ditimbang beratnya dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada
8
penyaringan dilakukan dua kali pencucian dengan masing-masing 10 ml air destilata. Analisis serat pangan tidak larut Hasil yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 % dan 2 x 10 ml aseton lalu dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat tetap (sekitar 12 jam). Selanjutnya didinginkan dalam desikator, lalu timbang. Setelah itu diabukan dalam tanur 500oC selama minimal 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya. Analisis serat pangan larut Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60oC) dan diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya disaring dengan crucible kering (porositas 2) yang mengandung 0.5 g celite kering, dicuci lagi dengan 2x 10 ml etanol 78 %, 2 x 10 ml etanol 95 %, dan 2 x 10 ml aseton, kemudian dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya. Selanjutnya diabukan dalam tanur suhu 550oC selama 5 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator. Blanko Penetapan blanko dapat dilakukan dengan cara seperti pada prosedur untuk sampel, tetapi tanpa penambahan sampel. Setelah mendapatkan berat sampel sebelum dan sesudah diabukan serta berat blanko, persamaan untuk menghitung sebagai berikut : % Serat Makanan Tak Larut (SMTL) = % Serat Makanan Larut (SML) =
(D1-I1-B1) Berat Sampel
(D2-I2-B2) Berat Sampel
x 100
x 100
% Total Serat Makanan (TSM) = (SMTL+SML) (%) Keterangan : D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (g) Analisis Fisik Rendemen (AOAC 1995) Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan tepung sup instan jamur kuping. Persentase rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut : Rendemen (%) =
Bobot tepung sup instan
x 100%
Bobot sup instan sebelum penepungan
9
Daya Rehidrasi (Yoanasari 2003) Sampel sebanyak 1 gram ditambah 10 ml akuades dan diaduk dengan vorteks. Diamkan 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Daya rehidrasi dihitung dengan rumus : a-b Daya rehidrasi (ml/g) = c Keterangan : a = volume air mula-mula (ml) b = volume supernatant (ml)
c = bobot sampel (g)
Uji Viskositas Fluida (Faridah et al. 2011) Pengukuran viskositas dilakukan dengan mengukur sampel dengan menggunakan alat pengukur viskositas yaitu Brookfield viscometer. Sampel yang akan diukur dipersiapkan sebanyak 40 g kemudian dimasak dengan menggunakan air sebanyak 400 ml selama ± 4 menit. Sampel diukur pada suhu 50oC. Instrumen viskometer dipersiapkan pada posisi operasi. Sampel yang telah disiapkan dimasukkan kedalam gelas viskometer. Rotor pengukur dikaitkan pada lubang yang menghubungkan rotor dengan instrumen, lalu dimasukkan kedalam gelas viskometer untuk mengukur sampel. Kemudian instrumen dinyalakan dan ditunggu sampai jarum angka stabil berhenti pada kisaran angka yang terdapat didalam instrumen. Besar angka yang diperoleh merupakan nilai viskositas dari sampel yaang diukur. Satuan yang digunakan adalah centipoise (cP). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar dan Pati Jagung Karbohidrat yang banyak terdapat di dalam ubi jalar adalah pati, gula, dan serat (Palmer 1982). Oleh karena itu, ubi jalar merupakan salah satu sumber pati yang potensial. Pati merupakan produk olahan yang diperoleh dengan memisahkan komponen-komponen non-pati, yaitu lemak, serat kasar, dan protein. Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan α-(1,4) glikosida, sedangkan polimer amilopektin terbentuk dari ikatan α-(1,4) glikosida dan membentuk cabang pada ikatan α-(1,6) glikosida. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel sehingga kurang kental jika dibandingkan dengan amilopektin. Amilosa lebih mudah membentuk senyawa komplek dengan asam lemak dan molekul organik. Amilopektin mempunyai struktur bercabang, mempunyai sifat lebih mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air (Mauro et al. 2003). Pengujian profil gelatinisasi pati ubi jalar bertujuan untuk mengetahui suhu yang cocok untuk menggelatinisasi sempurna pati ubi jalar yang terdapat dalam formula sup instan. Profil gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago dapat dilihat pada Tabel 4.
10
Tabel 4 Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar Varietas Jago dan Pati Jagung Pati Pati Data Satuan Ubi Jagung*) Jalar o Suhu gelatinisasi (Pasting Temprature, PT) C 73,7 79,05 Viskositas maksimum (Peak Viscocity, PV) cP 3528 1697 Viskositas Breakdown (VB) cP 1396 385 Viskositas Setback (VS) cP 1096 473,5 *) Ahmad (2009)
Gambar 3 Hasil RVA profil gelatinisasi pati ubi jalar Suhu gelatinisasi merupakan suhu ketika mulai terdeteksi terjadinya peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pengembangan granula pati. Kisaran suhu gelatinisasi bahan dapat memprediksi suhu pemasakan sup instan yang mengharapkan terjadinya gelatinisasi pati. Jika suhu proses jauh lebih rendah dibandingkan suhu gelatinisasi mengakibatkan konsistensi dan kekentalan sup instan tidak sempurna. Begitu juga dengan penggunaan suhu yang terlalu tinggi, mengakibatkan sup instan cepat mengental namun memiliki konsistensi yang kurang bagus sehingga padatan dan cairan dalam sup instan mudah memisah. Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa suhu gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago adalah 73,7oC. suhu ini akan menjadi acuan dalam memasak sup agar tercipta sup instan dengan pati yang telah tergelatinisasi dengan baik. Sedangkan menurut Ahmad (2009), pati jagung yang biasanya juga dibuat sebagai pengental dalam sup instan memiliki suhu gelatinisasi 79,05oC, sedikit lebih tinggi daripada suhu gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago. Hal ini menunjukan bahwa pati jagung memiliki ketahanan panas yang lebih tinggi selama proses pengolahan. Suhu gelatinisasi pati dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pH (komponen asam), gula sederhana, lemak dan ukuran granula pati. Pemasakan dibawah pH 5 dan diatas pH 7 akan menurunkan suhu gelatinisasi dan mempercepat proses pemasakan (Wurzburg 1968). Keberadaan komponen lain yang mempengaruhi gelatinisasi pati selain asam adalah gula sederhana. Keberadaan gula sederhana dapat menghambat pengembangan granula pati dan
11
meningkatkan suhu gelatinisasi karena akan bersaing dengan pati dalam mengikat air (Mitolo 2006). Gula akan mempengaruhi gelatinisasi secara signifikan pada konsentrasi diatas 60%. Disakarida seperti sukrosa lebih mempengaruhi gelatinisasi pati dibandingkan dengan fruktosa karena lebih efektif dalam berkompetisi dengan air. Lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga amilosa akan sulit keluar dari granula pati. Akibatnya, energi yang diperlukan untuk melepaskan amilosa lebih tinggi. Selain itu lemak dapat diserap oleh permukaan granula sehingga membentuk lapisan hidrofobik yang dapat menghambat pengikatan air oleh granula pati. Jumlah air yang berkurang selama pengembangan granula pati menyebabkan kelekatan dan kekentalan pati berkurang (Collison 1968). Ukuran granula pati juga berkaitan dengan suhu gelatinisasi. Menurut Winarno (1992) dan De Man (1989), pati dengan butir yang lebih besar akan mengembang pada suhu yang lebih rendah karena granula patinya memiliki ikatan intermolekuler yang lebih lemah. Julita (2012) melaporkan ukuran granula ubi jalar berkisar 10-80 µm pada perbesaran 400x, sedangkan granula pati jagung varietas unggul nasional berkisar antara 28-44,5 µm pada perbesaran 1000x (Permatasari 2007). Hal ini sesuai dengan hasil pengujian RVA, yaitu suhu gelatinisasi pati ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan suhu gelatinisasi pati jagung.
Gambar 4 Granula pati ubi jalar Gambar 5 Granula pati jagung (Julita 2012) (Permatasari 2007) Winarno (2002) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan viskositas selama gelatinisisasi disebabkan oleh air yang sebelumnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sebagian sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi karena terikat gugus hidroksil dalam molekul pati. Apabila suhu dinaikkan, maka viskositas pasta/gel berkurang. Pasta pati yang telah mengalami gelatinisisasi terdiri atas butir-butir pati yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air. Data viskositas maksimum, viskositas breakdown dan viskositas setback dapat diketahui juga dari Tabel 4. Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi (suhu puncak gelatinisasi). Nilai viskositas maksimum pati ubi jalar adalah 3528 cP, yang lebih tinggi daripada viskositas maksimum pati jagung, yaitu 1697 cP. Sedangkan viskositas breakdown adalah nilai penurunan viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95oC selama 5
12
menit. Viskositas breakdown pati ubi jalar (1396 cP) lebih tinggi dari pati jagung (385 cP). Lebih tingginya viskositas breakdown pati ubi jalar menunjukan bahan ini kurang stabil selama kondisi pemanasan. Penurunan nilai viskositas pada suhu 95oC setelah holding secara relatif terhadap nilai viskositas maksimum, menggambarkan peningkatan fragmentasi atau disintegrasi dari granula yang tergelatinisasi. Makin tinggi penurunan viskositas maka makin progresif tingkat fragmentasi dan pelarutan granula yang terjadi (Greenwood dan Munro 1979). Viskositas setback merupakan selisih antara viskositas akhir pada suhu konstan (95oC) dengan viskositas pada akhir pendinginan (50oC). Setback merupakan reasosiasi molekul pati ketika mengalami pendinginan (Charles et al. 2004). Viskositas setback pati ubi jalar (1096 cP), lebih tinggi daripada pati jagung (473,5 cP). Nilai ini menunjukan pati ubi jalar lebih mudah mengalami retrogradasi dibandingkan dengan pati jagung. Hal ini menjadi pertanda bahwa molekul-molekul amilosa dalam pati ubi jalar memiliki kecenderungan yang besar untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan. Penyebabnya adalah energi kinetik tidak cukup tinggi untuk menahan molekul pati saling berikatan. Pembuatan Sup Instan Pembuatan sup instan ini mengadopsi dari formula Inglett dan Inglett. Menurut hasil uji organoleptik yang dilakukan Sangadah (2006) terhadap formulasi sup Inglett dan Inglett, formula tersebut memiliki kekentalan dan rasa yang tidak disukai oleh panelis. Oleh karena itu, dilakukan trial and error kembali terhadap beberapa komponen penyusun sup instan agar dapat diterima oleh panelis. Dalam tahap formulasi awal (basis 100 gram) dilakukan trial and error untuk menentukan seberapa banyak pati ubi jalar yang digunakan. Formula yang diuji adalah pati sebanyak 2.5%, 5.5%, 7.5% dan 10%. Formula modifikasi yang digunakan adalah susu skim (35%), air (53%/50%/48%/45,5%), gula (1,5%), pati ubi jalar (2,5%/5,5%/7,5%/10%), tepung jamur kuping (1%), minyak (3%), garam (1,5%), tepung lada (0,25%), tepung bawang putih (0,25%) dan penyedap masakan (2%). Namun, sup instan yang dihasilkan masih terlalu kental, sehingga masih diperlukan penambahan air kembali sebanyak 200 gram agar didapatkan viskositas yang diinginkan. Setelah ditambahkan 200 gram air dan dilakukan pengamatan diketahui bahwa formula yang tepat untuk sup instan ubi jalar adalah 5.5% dan 10% (basis 100 gram bahan) atau 1,83% dan 3,33% (basis 300 gram bahan). Menurut pengamatan, apabila menggunakan pati 2.5% maka didapatkan hasil yang kekentalannya kurang baik. Penggunaan pati 7.5% menghasilkan sup instan dengan penampakan keseluruhan yang mirip dengan penggunaan pati 5.5% sehingga lebih efisien jika menggunakan pati 5.5%. Sehingga formula hasil trial and error setelah ditambah 200 gram air (300 gram sup instan) adalah formula susu skim (11,67%), air (83,33%/81,83%), gula (0,5%), pati ubi jalar/pati jagung (1,83%/3,33%), tepung jamur kuping (0,33%), minyak (1%), garam (0,5%), tepung lada (0,08%), tepung bawang putih (0,08%) dan penyedap masakan (0,67%). Sehingga proses pembuatan sup instan dapat dilihat pada Gambar 6 dan formula sup instan dapat dilihat pada Tabel 5.
13
Bahan 1 : Susu skim (11,67%) Air (83,33 dan 81,83%) Gula (0,5%) Garam (0,5%) Pati ubi jalar/maizena (1,83 dan 3,33%)
Bahan 2 : Tepung jamur kuping (0,33%) Minyak (1%) Tepung lada (0,08%) Tepung bawang putih (0,08%) Penyedap masakan (0,67%)
Masak hingga kental dengan suhu 73,7oC
Masukkan campuran ke Drum Drier Dengan parameter proses Tekanan boiler 2-3 bar Putaran silinder 3 rpm
Lempengan dihaluskan dengan mesin penggiling dengan ayakan 60 mesh
Gambar 6 Proses pembuatan sup instan Pada proses pembuatan sup instan (Gambar 6) sebelum dikeringkan dengan drum drier, campuran bahan-bahan pembentuk sup dimasak dengan menggunakan bantuan air sebagai media pemasakan yang didihkan dengan uap dari boiler. Suhu air sebagai media pemasakan harus selalu dikontrol agar sup mendapatkan panas yang tepat sehingga terjadi gelatinisasi secara sempurna. Selama pemasakan juga dilakukan proses pengadukan terus menerus untuk menghindari terjadinya penempelan atau kerak (hardening) pada dasar wajan. Menurut pengujian profil gelatinisasi pati yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa suhu gelatinisasi pati ubi jalar jago adalah 73,7oC. Setelah dilakukan trial and error dengan mengacu pada kisaran suhu tersebut (70-75oC), maka diketahui bahwa waktu yang cocok untuk memasak sup instan hingga mencapai kekentalan yang diinginkan adalah 15 menit dengan banyak sup instan awal 300 g. Tahap selanjutnya adalah pembuatan bubuk sup instan dengan drum drier. Sebelum proses pengeringan dilakukan dengan drum drier, diatur parameter proses yang berpengaruh terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Pengaturan ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang dikeringkan sehingga tidak banyak yang terbuang dan sup instan kering yang dihasilkan optimal. Parameter yang diatur adalah tekanan boiler dan kecepatan putaran silinder
14
pengering. Berdasarkan hasil trial and error digunakan kisaran tekanan boiler 2-3 bar dan kecepatan putaran silinder 3 putaran per menit (rpm). Tabel 5 Formulasi 300 gram sup instan Formula Inglett & Formula A Formula B Formula C Bahan Inglett (basis (%) (%) (%) 100 gram)* (%) Susu skim 11,67 11,67 11,67 35 Air 83,33 83,33 81,83 35,70 Gula 0,50 0,50 0,50 0,94 Pati jagung 1,83 5,5 Pati ubi jalar 1,83 3,33 Tepung jamur kuping 0,33 0,33 0,33 10 Minyak 1 1 1 3 Garam 0,5 0,5 0,5 1,8 Tepung lada 0,08 0,08 0,08 0,03 Tepung bawang putih 0,08 0,08 0,08 0,03 Penyedap masakan 0,67 0,67 0,67 Ket : Formula A = Sup instan jamur kuping dengan pati jagung 1,83% Formula B = Sup instan jamur kuping dengan pati ubi jalar 1,83% Formula C = Sup instan jamur kuping dengan pati ubi jalar 3,33% *) tidak disukai panelis menurut Sangadah (2006)
Gambar 7 Drum drier
Gambar 8 (A) Penampakan tepung sup instan (B) Sup instan Formula A (C) Sup instan Formula B (D) Sup instan Formula C
15
Selanjutnya adalah rehidrasi tepung sup instan dengan menggunakan air. Untuk tepung sup instan sebanyak 15 gr, harus dimasak dalam air sebanyak 150 ml dengan suhu 80-90oC selama 5 menit. Pemasakan ini dilakukan hingga mencapai viskositas yang mendekati sup instan sebelum melalui tahap drum drier. Hasil rehidrasi tepung sup instan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 9 (A)Penampakan sup instan Formula A (B)Formula B (C)Formula C Berbagai bahan penyusun dalam sup instan ini memiliki fungsi tersendiri baik dalam hal nutrisi ataupun perannya dalam proses pembuatan sup instan. Bahan pertama yang digunakan adalah susu skim. Susu skim dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan produk emulsi karena bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Winarno 2002). Aroma produk yang ditambah susu skim dapat meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim (Karmas 1982). Susu skim mengandung semua zat dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut lemak. Susu skim bubuk mengandung laktosa 28,3%, protein 62,7% dan lemak 1,3% dari berat kering (El-Samaragy et al. 1993). Bahan kedua yang digunakan adalah pati ubi jalar. Dalam formulasi sup instan, pati memiliki peran utama sebagai pengental. Pati mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno 2002). Menurut Winarno (2002), pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekulmolekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan agar sup instan dapat menyerap kembali dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi. Sebagaimana menurut Devega (2011), kandungan pati ubi jalar yang digunakan dalam pembuatan sup ini terdiri dari 85,04% karbohidrat, 0,56% lemak dan 0,44% protein. Bahan lain yang digunakan adalah jamur kuping. Jamur kuping yang digunakan dalam pembuatan sup instan ini dalam berbentuk tepung. Jamur kuping digunakan karena memiliki kandungan karbohidrat dan serat yang paling tinggi daiantara jenis jamur lainnya (Tabel 3). Oleh karena kandungan serat yang tinggi, didalam sup instan ini tidak terlalu banyak menggunakan jamur kuping, karena akan mempengaruhi rasa dan aroma dari sup instan. Bahan selanjutnya adalah minyak. Minyak yang digunakan dalam formulasi ini adalah minyak sawit. Fungsi minyak selain memberi rasa lezat, juga sebagai sumber energi dan sumber gizi. Produk pangan yang diformulasikan dengan menggunakan minyak sawit akan mempunyai keawetan yang lebih baik karena
16
minyak sawit stabil terhadap proses kerusakan oksidatif. Minyak sawit juga mempunyai titik leleh yang cukup tinggi dan kecenderungan untuk mengalami kristalisasi dalam bentuk kristal kecil (Yan 2012). Faktor-faktor ini baik untuk produk yang akan dikeringkan seperti sup instan. Minyak sawit kaya akan vitamin E (Al-Saqer et al. 2004) dan vitamin A (Nagendran 2000) yang sangat baik bagi tubuh. Komponen selanjutnya dalam sup instan adalah garam. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan dan rasa produk menjadi asin. Garam digunakan juga sebagai penegas cita rasa dan berfungsi sebagai bahan pengawet. Selain garam, pemakaian gula dan bumbu-bumbu lain juga dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan yaitu menambah rasa manis, kelezatan mempengaruhi aroma dan tekstur serta mampu mentralisir rasa dari garam yang berlebihan (Buckle et al. 1987). Bahan tambahan lain yang digunakan adalah tepung bawang putih dan lada. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budiarti 1992). Menurut Sadar Pangan dan Gizi (1994), bawang putih memiliki zat kimia berupa alisin yang berfungsi sebagai antibiotik, sehingga menjadikan bawang putih dapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh manusia. Berikutnya adalah lada yang biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap. Lada memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Menurut Sadar Pangan dan Gizi (1994), lada mengandung zat kimia berupa zat piperin dan piperidin yang membuat lada pedas. Uji Organoleptik Pemilihan Formula Terbaik Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Menurut Meilgaard (2007), uji rating hedonik atau uji penerimaan konsumen dilakukan untuk mengungkapkan tanggapan panelis terhadap parameter rasa, aroma, tekstur/kekentalan, warna dan penerimaan keseluruhan (overall) produk yang terpilih. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka. Uji ini dilakukan pada produk untuk melihat tingkat penerimaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Dalam tahap ini dilakukan uji rating hedonik dengan 3 sampel yaitu sup instan Formula A, Formula B dan Formula C sesuai formula Inglett dan Inglett yang telah dimodifikasi. Digunakannya sup instan pati jagung bertujuan untuk mengetahui respon dari panelis terhadap penggunaan pati jagung yang biasanya digunakan didalam sup instan komersial. Dalam pengujian rating hedonik ini, panelis tidak diperbolehkan untuk membandingkan antar sampel. Hasil uji rating hedonik dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95% menghasilkan data pada Tabel 6.
17
Tabel 6 Hasil Uji Rating Hedonik Sup Instan Formula Kekentalan Rasa Aroma Warna a a a Formula A 4,40 4,63 4,33 4,57a Formula B 4,57a,b 4,93a 4,43a 4,17a b a a Formula C 5,03 5,00 4,50 4,33a *Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)
Overall 4,53a 4,60a 4,93a
Kekentalan terjadi karena adanya proses gelatinisasi yang terjadi pada pati. Diantara ketiga formula yang diujikan, kekentalan Formula C yang paling disukai oleh panelis. Hasil ini menunjukan semakin banyak jumlah pati ubi jalar yang ditambahkan dalam formulasi, maka kekentalan sup instan semakin disukai. Apabila kita mengamati hasil uji organoleptik antara Formula A dan Formula B yang masing-masing menggunakan jumlah pati yang sama, namun jenis pati yang berbeda, kekentalan Formula B lebih disukai oleh panelis namun tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Hasil ini dapat menunjukan bahwa pati ubi jalar dapat diterima dengan baik dalam produk sup instan. Parameter lainnya yang diujikan dalam produk sup instan ini adalah rasa dan aroma. Secara statistik, kedua parameter ini tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan pati yang digunakan dalam formulasi sup instan tidak terlalu mempengaruhi rasa dan aroma. Namun jika dilihat nilai rata-rata setiap parameter, sup instan Formula C memiliki nilai yang tinggi atau paling disukai oleh panelis. Apabila kita mengamati rasa dan aroma pada Formula A dan Formula B yang masing-masing menggunakan jumlah pati yang sama, namun jenis pati yang berbeda, formula B lebih disukai dibanding formula A. Parameter yang selanjutnya diuji adalah parameter warna. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa ketiga sampel memiliki warna yang tidak berbeda nyata. Namun jika dilihat nilai rataan pada parameter warna, sup instan Formula A lebih disukai oleh panelis. Parameter terakhir adalah penampakan sup secara keseluruhan (overall). Dilihat dari nilai rataan, Formula C merupakan sup yang paling disukai. Namun setelah diuji secara statistik, ketiga formula menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata. Artinya sup instan Formula B dan C dinyatakan mirip dengan Formula sup instan A (sup instan dengan pati jagung) secara keseluruhan (overall) oleh panelis. Dengan hasil ini, maka akan dilakukan analisis fisik dan kimia pada sup instan Formula B yang kemudian akan dibandingkan karakter fisik dan kimianya dengan sup instan Formula A. Pemilihan Formula B untuk dianalsis, dipertimbangkan dari segi komposisi yang sama dengan Formula A, yaitu menggunakan pati yang sama banyak. Selain itu, hasil statistik organoleptik yang ditunjukan oleh formula B tidak berbeda nyata dengan formula C, sehingga formula B lebih unggul dari segi biaya pembuatan karena tidak lebih banyak menggunakan pati.
18
Analisis Kimia Kadar Proksimat Setelah dilakukan pengujian kadar proksimat sup instan formula terpilih, yaitu Formula B (sup instan pati ubi jalar) dan Formula A (sup instan pati jagung), maka didapatkan hasil pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi Proksimat Sup Instan Parameter Sup insatn pati ubi jalar Sup instan pati jagung (Formula B) (Formula A) (%bb) (%bk) (%bb) (%bk) Kadar air (%) 3,10±0,03b 3,20±0,04b 3,53±0,03a 3,66±0,03a Kadar abu (%) 9,87±0,17a 10,19±0,18a 9,50±0,04a 9,85±0,04a Kadar Protein (%) 23,04±0,14a 23,78±0,14a 22,95±0,29a 23,80±0,29a Kadar lemak (%) 1,30±0,02b 1,34±0,02b 2,86±0,01a 2,97±0,01a Kadar Karbohidrat (%) 62,69±0,08a 64,69±0,06a 61,15±0,31b 63,39±0,34b *Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05) Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar air sup instan dengan menggunakan pati ubi jalar adalah 3,10±0,03%(bb)/3,20±0,04%(bk) dan kadar air sup instan dengan maizena adalah 3,53±0,03%(bb)/3,66±0,03%(bk). Kedua hasil analisis kadar air menunjukan hasil yang berbeda nyata dan memenuhi SNI kadar air sup instan diantara 2-7%. Nilai kadar air yang rendah ini akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sehingga produk sup instan memiliki daya tahan yang lebih lama. Menurut Winarno (2002), bahan dengan kadar air 3%-7% dapat mengurangi pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang merusak, seperti hidrolisis dan oksidasi lemak. Kadar abu merupakan nilai yang dapat menunjukan unsur-unsur mineral atau zat-zat anorganik (Winarno 2002). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa kadar abu sup instan pati ubi jalar adalah 9,87±0,17%(bb)/ 10,19±0,18%(bk) dan kadar abu sup instan pati jagung adalah 9,50±0,04%(bb)/ 9,85±0,04%(bk). Kadar abu antara kedua formula sup memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Kadar abu pada sup instan pati ubi jalar yang lebih tinggi menunjukan bahwa formula tersebut memiliki lebih banyak mineral atau zat-zat anorganik. Kadar protein yang didapatkan dari hasil analisis untuk sup instan pati ubi jalar adalah 23,04±0,14%(bb)/23,78±0,14%(bk). Sedangkan untuk sup instan pati jagung adalah 22,95±0,29%(bb)/23,80±0,29%(bk). Kadar protein dari kedua formula sup instan tidak berbeda nyata dan kadar protein dari sup instan telah memenuhi standar SNI sup instan yaitu minimal 2%. Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar lemak sup instan pati ubi jalar adalah 1,30±0,02%(bb)/1,34±0,02%(bk) dan sup instan pati jagung adalah 2,86±0,01%(bb/2,97±0,01%(bk). Kadar lemak yang rendah pada sup disebabkan oleh tidak adanya bahan-bahan penyusun berlemak tinggi yang memiliki komposisi dominan. Namun, kadar lemak dalam sup telah memenuhi persyaratan SNI sup instan yaitu maksimum 10%.
19
Analisis dengan by difference menunjukan bahwa kadar karbohidrat dari sup instan pati ubi jalar adalah 62,69±0,08%(bb)/64,69±0,06%(bk). Sedangkan sup instan pati jagung memiliki kadar karbohidrat 61,15±0,31%(bb)/ 63,39±0,34%(bk). Kadar karbohidrat yang tinggi dikarenakan oleh tingginya karbohidrat dari bahan-bahan penyusun seperti pati ubi jalar, susu skim dan tepung jamur kuping. Kadar Serat Serat pangan merupakan bagian dari makanan yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan (Cummings & Englyst 1991). Serat pangan dapat didefinisikan sebagai ingredien pangan fungsional karena karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia dan mampu mempengaruhi satu atau lebih fungsi tubuh sehingga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Diplock et al. 1999). Serat pangan berperan dalam mengatur motilitas saluran gastrointestinal, mempengaruhi metabolisme glukosa dan lemak, memperlancar buang air besar, menstimulasi aktivitas metabolism bakteri (serat sebagai prebiotik), detoksifikasi terhadap zat-zat yang berada didalam kolon, serta berkontribusi dalam menjaga kestabilan ekosistem di kolon (Guilon et al. 2000). Serat pangan berdasarkan kelarutannya terhadap air terbagi pada dua jenis. Pertama, serat pangan larut (SDF) yang terdiri dari pectin dan turunannya, gum serta mucilage. Sementara serat tidak larut (IDF) terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan selulosa termodifikasi (Wildman dan Medeiros 2000) Pengujian kadar serat dilakukan untuk mengetahui total serat makanan yang terdapat didalam sup instan. Hasil pengujian ditunjukan oleh Tabel 8.
Sampel
Tabel 8 Kadar Serat Sup Instan Serat pangan Serat pangan tak larut (%) larut (%)
Total serat pangan (%)
Sup insta pati ubi jalar 0,731±0,026a 1,730±0,030a 2,461±0,056a (Formula B) Sup instan pati jagung 0,590±0,009b 0,788±0,023b 1,379±0,032b (Formula A) *Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05) Dari hasil analisis diketahui bahwa total serat makanan pada sup instan pati ubi jalar adalah 2,461±0,056%, sedangkan total serat makanan pada sup instan pati jagung adalah 1,379±0,032%. Setelah diuji secara statistik, kadar serat pada kedua jenis sup instan ini berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) kebutuhan serat bagi orang dewasa adalah 25 gram/hari. Sehingga konsumsi sup instan pati ubi jalar sebanyak 100 gram dapat menyumbang sekitar 2,5 gram atau 10% kebutuhan serat dalam sehari.
20
Analisis Fisik Dilakukan analisis fisik terhadap sampel sup instan pati ubi jalar dan sup instan pati jagung yang meliputi pengujian rendemen, daya rehidrasi, dan viskositas. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 9.
Sampel
Tabel 9 Hasil Pengujian Fisik Sup Instan Rendemen Daya rehidrasi (%) (ml/g)
Sup instan pati ubi jalar (Formula B) Sup instan pati jagung (Formula A)
Viskositas (cP)
11,22
2,23
510
10,30
1,53
387
Rendemen Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan produk tepung sup instan. Setelah dikeringkan dengan drum drier dan dilakukan pengayakan, sup instan yang didapatkan saat menggunakan pati ubi jalar adalah 33.68 g dan pati jagung adalah 30,89 g. Dengan diketahuinya bobot akhir tepung sup instan, maka dapat dihitung rendemen dari sup instan tersebut. Secara berturut-turut rendemen sup instan pati ubi jalar dan sup instan pati jagung adalah 11,22% dan 10,30%. Daya Rehidrasi Pengukuran daya rehidrasi menunjukan seberapa besar kemampuan suatu bahan makanan dalam menyerap air. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya rehidrasi suatu bahan adalah sifat partikel bahan atau porositas dan polaritas bahan serta komposisinya. Selain itu, daya rehidrasi tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel makromolekul, yaitu pati yang tergelatinisasi. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air (Gomez dan Aguilera 1983) Hasil pengujian menunjukan bahwa daya rehidrasi sampel sup instan pati ubi jalar dan sup instan dengan pati jagung masing-masing adalah 2,23 ml/g dan 1,53 ml/g. Hasil ini menunjukan bahwa sup instan dengan pati ubi jalar lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan sup instan pati jagung. Viskositas Granula pati apabila dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, granula akan membentuk pasta pati yang kental. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan. (Pomeranz 1991) Viskositas yang didapatkan setelah pemasakan pada sup instan pati ubi jalar sebelum dikeringkan dengan drum drier adalah 530 cP, dan sup instan dengan pati jagung adalah 400 cP.
21
Viskositas setelah rehidrasi pada tepung sup instan dengan pati ubi jalar adalah 510 cP dan pada sup instan dengan pati jagung adalah 387 cP. Penurunan viskositas pada sup sebelum dan setelah di drum drier tidak berbeda jauh, hal ini menandakan daya rehidrasi yang baik dari tepung sup instan. Viskositas sup instan pati ubi jalar lebih tinggi daripada viskositas sup instan jagung dikarenakan viskositas pati masing-masing bahan penyusun berbeda. Hal ini dapat dilihat dari profil gelatinisasi masing-masing bahan. Sunyoto (2012) melaporkan, bahwa sup instan komersial yang beredar dipasaran memiliki viskositas sekitar 850 cP. Hasil ini menunjukan perbedaan yang tidak terlampau jauh dengan sup instan pati ubi jalar hasil penelitian. Kandungan gizi sup instan dalam satu takaran saji (300 ml) Satu takaran saji pada produk sup instan jamur kuping dengan menggunakan pati ubi jalar ini adalah memasak 30 gram sup instan yang ditambahkan ke dalam 300 ml air hingga membentuk viskositas yang baik. Kandungan gizi dalam satu takaran saji sup instan ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Lemak Protein Karbohidrat Total serat
Tabel 10 Kandungan Gizi Sup Instan per Takaran Saji Zat gizi Kandungan gizi (%) 0,39 6,91 18,81 0,74
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa, setiap kali konsumen memakan satu porsi sup instan (300 ml), maka konsumen akan mendapatkan 18,81% karbohidrat, 6,91% protein, 0,39% lemak dan 0,74% serat. Selain itu, terdapat juga polisakarida yang memiliki kandungan bioaktif pada sup instan yang didapat dari jamur kuping. Polisakarida dalam jamur kuping terdapat sebanyak 0,84% (w/w) (Khamlue 2012).
22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pati ubi jalar jago merupakan pati yang cukup baik apabila digunakan sebagai pengental. Setelah dilakukan uji coba penggunaan pati ubi jalar dalam sup instan jamur kuping, maka didapatkan formulasi 1,83% dan 3,33% pati ubi jalar yang digunakan dalam sup instan. Setelah dilakukan uji organoleptik dengan menyertakan sup instan dengan pati jagung yang dibuat dengan formula dan proses yang sama, didapatkan hasil dari ketiga sup instan tersebut tidak berbeda nyata. Oleh karena itu dilakukan analisis terhadap sup instan dengan pati ubi jalar 1,83% karena ditinjau dari aspek finansial. Setelah dilakukan analisis kadar proksimat, diketahui bahwa sup instan memiliki kadar air 3,10±0,03%(bb), kadar abu 9,87±0,17%(bb), kadar protein 23,04±0,14%(bb), kadar lemak 1,30±0,02%(bb), kadar karbohidrat 62,69±0,08%(bb) dan total serat makanan 2,461±0,056%. Selain itu, sup instan pati ubi jalar formula terpilih juga memiliki rendemen 11,22%, daya rehidrasi 2,23 ml/g dan viskositas 510 cP. Karakteristik ini lebih baik daripada beberapa karakteristik sup instan yang mengandung pati jagung. Sup instan ubi jalar memiliki polisakarida dari jamur kuping dan juga kandungan serat yang berpotensi baik bagi kesehatan. Saran Sup instan jamur kuping layak untuk dikembangkan lebih jauh, karena dapat menggabungkan bahan baku lokal kepada produk pangan yang modern. Produk sup instan ini berpotensi baik untuk konsumen yang membutuhkan serat, serta konsumen yang memiliki masalah kardiovaskuler ataupun hiperlipidemia, karena memiliki komponen-komponen bioaktif yang baik terhadap kelainan tubuh tersebut. Perlu dilakukan juga pengujian umur simpan terhadap sup instan dengan kemasan yang sesuai dengan karakteristik sup instan ini.
23
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Al-Saqer JM, Shidu JS, Al-Hooti SN, Al-Amiri HA, Al-Othman A, Al-Haji L, Ahmed N, Mansour IB, and Minal J. 2004. Developing Functional Foods Using Red Palm Olein. IV. J Food Chem 85: 579-583. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Method of Analytical of Association Official Agricultural Chemistry. Washington DC (US): AOAC International. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2006. Official Methods of Analysis of The Association of Official Agriculture Chemists 16th edition. Virginia (US): AOAC International. Asp. NG, CG Johanson, H Halmer and M Siljestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J Agric-food Chem. 31 :476-482. Ariani, Mewa. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan. Gizi Indonesia 2010. Gizi Indon 33(1):2028. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4321-1996: Syarat Mutu Sup Instan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional [BSN] Badan Satandardiasasi Nasional. 2006. SNI 01-2346-2006: Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional Buckle, KA, RA Edward, GH Fleet and Wooton. 1987. Ilmu Pangan. H. Purnomo, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI press. Terjemahan dari Food Science. Chang, ST dan PG Miles. 1997 Mushroom Biology Concise Basic and Current Development. (US): World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd Charles AL, YH Chang, WC Ko, K Sriroth dan TC Huang. 2004. Some Physical and Chemical Properties of Starch Isolates of Cassava Genotypes. Starch/Starke 56: 413-418. Collison R. 1968. Swelling and Gelation of Starch. Di dalam: Radley JA, editor. Starch and Its Derivative. London (GB): Academic Pr. Cummings,J.H. dan Englyst H.N. 1991. What is Dietary Fibre. Trends in Food Science and Technol 2: 99-103 DeMan JM. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung Devega, Michael. 2011. Short Chain Fatty Acid (SCFA) Profile Produced by Clostridium butyricum Grown on Medium Containing Type 3 Resistant Starch (RS3) of Sweet Potato [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Diplock, A.T., Agger P.J., Ashwell M., Bornet F., Fern E.B., dan Robertfroid R. 1999. Functional Food Science in Europe. J Nutr: 1-27. Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor El-Samaragy, Y. A., C. L. Hammer and D. Y. Mc Mahon. 1993. Production of ultrafiltered skim milk retente powder. I. Composition and physical properties. J Dairy Sci. 76: 388-392.
24
Faridah, DN, F Kusnandar, D Herawati, N Wulandari, HD Kusumaningrum, EH Purnomo dan D Indrasti. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fatonah, W. 2002. Optimasi produk selai dengan bahan baku ubi jalar Cilembu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Food and Nutrition Board. 2000. Dietary reference intakes for vitamin C, vitamin E, selenium and carotenoids. Washington DC (US): National Academy Press. Gomez, M.H. dan Aguilera J.M. 1983. Changes in the starch fraction during extrusion-cooking of corn. J. Food Sci.48:378-381 Greenwood CT. dan DN Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam RJ Priestley, editor. Effects of Heat on Foodstuff. London (GB): Applied Science Publ. Ltd. Guillon F, Champ M, dan Thibault JF. 2000. Dietary Fiber Functional Product. Di dalam Gibson GR dan Williams CM (ed). Functional Foods: Concept to Product. England (GB): Woodhead Publishing Limited. Hardinsyah dan Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein dan Serat Makanan. Dalam Soekirman, editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII: 317-330 Hartomo, A. J dan M. C. Widiatmoko. 1992. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Yogyakarta (ID): Andi offset. Inglett, MJ, dan GE Inglett 1982. Food Products Formulary Volume 4 Fabricated Foods. Connecticut (US): The Avi Publishing Company, Inc. Jeong, Hun, Byung Keun Yang Yong-Tae Jeong. 2007. Hypolipidemic Effects of Biopolymers Extracted from Culture Broth, Mycelia, and Fruiting Bodies of Auricularia auricular-judae in Dietary-induced Hyperlipdemic Rats. J Mycobiology 35(1): 16-20. Julita, Angela Ottolen. 2012. Karakterisasi Tepung dan Pati dari Ubi Jalar Cilembu dan Ubi Jalar Ungu Ayamurasaki [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Karmas E. 1982. Sausage Product Technology. New Jersey (US): Noyes Data Corporation. Kementerian Pertanian RI. 2013. Laporan Data Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2004-2012. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Khamlue, Ratchanee, Anan Ounaroon dan Nuttawut Saelim. 2012. Purification and Characterization of Polysaccharides Extracted from Tremella fuciformis and Auricularia auricular. 1st Mae Fah Luang University International Conference 2012, Thailand. Naresuan (TH): Naresuan University Khasanah, U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Li, Xiayou, Zhenyu Wang, Lu Wang, Elfalleh Walid dan Hua Zhang. 2012. In Vitro Antioxidant and Anti-Proliferation Activities of Polysaccharides from Various Extracts of Different Mushroom. Int. J. Mol. Sci. 13: 5801-5817 Mauro DJ, Abbas IR, Orthoefer FT. 2003. Corn Starch Modification and Uses. Di dalam: White PJ, Johnson LA, editor. Chemistry and Technology 2nd edition. St. Paul, Minnesota (US): American Association of Cereal Chem.
25
Meilgaard, MC, GV Civille dan BT Carr, 2007. Sensory Evaluation Techniques, 4th edition. Florida (US): CRC Press Misaki A, Kakuta M, Sasaki T, Tanaka M, Miyaji H. 1981. Studies on interrelation of structure and antitumor effects of polysaccharides: Antitumor action of periodate-modified, branched (1,3)-beta-D-glucan of Auricularia auricula-judae, and other polysaccharides containing (1,3)-glycosidic linkages. Carbohydr Res 92:115–129. Mitolo JJ. 2006. Starch Selection dan Interaction in Foods. Di dalam: Gaonkar AG Dan A McPherson, editor. 2006. Ingredient Interaction : Effect on Food Quality 2nd Edition. London (GB): CRC Taylor & Francis. Nagendran B, Unnithan UR, Choo YM, and Sundram K. 2000. Characteristics of Red Palm Oil Alpha-Carotene and Vitamin E- Rich Refined Oil for Food Uses. Food and Nutr Bull 21:2. Palmer, JK. 1982. Carbohydrate in Sweet Potato. Didalam Villareal RJ, TD Riggs (ed). Filipina (PH): Sweet Potato Proceeding of the 1st International Symposium AVRDC. Palungkun, R dan A Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Permatasari, Niken Ayu. 2007. Karakterisasi Pati Jagung Varietas Unggul Nasional [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York (US): Academic Press, Inc. Reza, Ahsanur, Myung-Jin Choi, Dereje Damte, Woo-Sik Jo, Seung-Jin Lee, Joong-Su Lee dan Seung-Chun Park. 2011. Comparative Antitumor Activity of Different Solvent Fractions from an Auricularia auricular-judaeEthanol Extract in P388D1 and Sarcoma 180 cells. J. Toxicol. Res. Vol. 27: 77-83. Sadar Pangan dan Gizi. 1994. Bumbupun Berguna Bagi Kesehatan. Bogor (ID): Foodtech Utama Int Sangadah. 2006. Kajian Pengaruh Penambahan Tepung Daging – Tulang Leher Ayam Pedaging Sebagai Sumber Protein Dan Kalsium Pada Sup Krim Instan Jamur Shiitake [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Simanjuntak, FLMT. 2001. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai Bahan Dasar pembuatan Mie Kering [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Singh H, Sodhi NS, dan Singh N. 2010. Characterization of starches separated from sorghum cultivars grown in India. Food Chem 119: 95-100. Sulistiyo, C.N. 2006. Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) di PT FITS Mandiri Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Sunyoto, Marleen dan Ranti Futiawati. 2012. The Influence of Full Cream Milk Powder Concentration on th Characteristics of “Rasi” Instant Cream Soup. J Agric Science and Technol: 1218-1231 Wasser, SP dan AL Weis. 1999. Medical Properties of substance occurring in higher Basidiomycetes mushrooms: Current perspective (ulasan). International Journal of Medicinal Mushrooms 1 : 31-62 Wildman, REC dan Medeiros D.M. 2000. Carbohydrates, in advanced human nutrition. Florida (US): CRC Press. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia
26
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama Wuzburg OB. 1968. Starch In the Food Industry. Di dalam: Furia TE, editor. Handbook of Food Additives. Ohio (US): The Chemical Rubber Co. Yan, Fauzi. 2012. Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Yoanasari, QT. 2003. Pembuatan Bubur Bayi Instan dari Pati Garut [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yong TA dan PC Leong. 1983. A guide to sultivation of edible mushroom in Singapore. Handbook. Agric. 6:139. Yusuf, M. Rahayuningsih, dan Pambudi. 2003. Pembentukan Varietas Unggul Ubijalar Produksi Tinggi yang Memiliki Nilai Gizi dan Komersial Tinggi [Laporan Teknis]. Jakarta (ID): Balitkabi
27
Lampiran 1 Lembar penilaian uji rating hedonik sup instan UJI RATING HEDONIK SUP INSTAN Nama
:
Tanggal
:
Instruksi • • • •
Cicipi Produk dari kiri ke kanan Berikan Penilaian terhadap tekstur, rasa, aroma, warna dan over all produk Berikan nilai tingkat kesukaan : (1) sangat tidak suka (2) tidak suka (3) agak tidak suka (4) netral (5) agak suka (6) suka (7) sangat suka Jangan membandingkan antar sampel
Atribut Organoleptik
…
Kode sampel …
…
Kekentalan Rasa Aroma Warna Over all
Komentar
:
……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………….
28
Lampiran 2 Analisis ragam hedonik kekentalan
29
Lampiran 3 Analisis ragam hedonik rasa
30
Lampiran 4 Analisis ragam hedonik aroma
31
Lampiran 5 Analisis ragam hedonik warna
32
Lampiran 6 Analisis ragam hedonik overall
33
1 2 1 2
4,7209 4,6314 4,7467 4,7548
2,1166 2,0018 2,0337 2,0023
6,8375 6,6332 6,7804 6,7571
Lampiran 7 Hasil uji analisis kadar air Sampel Ulangan Wcawan Wsampel Wcawan+s Wcawan+ ampel sampel kering 6,7724 6,5707 6,7082 6,6868 SI ubi jalar SI pati jagung
1 2 1 2
22,3996 21,7187 25,0711 21,8202
0,0699 0,1181 0,1071 0,1585
2,6018 2,6569 2,2461 2,0311
25,0014 24,3756 27,3172 23,8513
Volume HCl 8,25 13,65 12,3 18,4
0,0231 0,0231 0,0231 0,0231
Hasil (%bb) 3,1
Rataan
0,03
0,03
SD
0,79
1,06
RSDA
RSDH
3,31
3,37
RSDH
Hasil (%bk)
3,17 3,22 3,68 3,64
Hasil (%bk)
Rataan
3,66
3,2
Rataan
SD
0,03
0,04
SD
RSDA
0,81
1,1
RSDA
RSDH
3,29
3,36
RSDH
3,53
3,08 3,12 3,55 3,51
RSDA
SD
2,82
Rataan
1,74
Hasil (%bb)
0,18
1,7
RSDH
10,19
0,17
RSDA
2,48
2,83
9,87
SD
0,58
2,48
2,83
Rataan
0,14
1,22
0,36
23,78
0,29
0,04
RSDH
23,8
9,85
RSDA
2,49
Hasil (%bk) 23,88 23,68 23,59 24,00
10,06 10,31 9,82 9,87
SD
0,61
2,5
2,85
Rataan
0,14
1,25
0,39
23,04
0,29
0,04
22,95
9,5
Hasil (%bb) 23,14 22,95 22,75 23,16
9,75 9,99 9,47 9,53
NHCl
Lampiran 8 Hasil uji analisis kadar abu Sampel Ulangan Wcawan Wsampel Wcawan+s Wcawan+ ampel sampel kering 22,6534 21,9842 25,2839 22,0137 SI ubi jalar SI pati jagung
1 2 1 2
Lampiran 9 Hasil uji analisis kadar protein Sampel Ulangan Wsampel HCl blanko 0,25 0,25 0,25 0,25 SI ubi jalar SI pati jagung
34
1,29 1,31 2,86 2,87
3,08 3,12 3,55 3,51
9,75 9,99 9,47 9,53
Hasil (%bb)
Lampiran 10 Hasil uji analisis kadar lemak Sampel Ulangan Wsampel Wlabu Wlabu + lemak lemak kosong 97,2286 97,262 96,7746 96,8075 105,7093 105,7701 106,3925 106,4545 2,5978 2,5142 2,1291 2,1589
Kadar lemak
1 2 1 2
Lampiran 11 Kadar karbohidrat Sampel Ulangan Kadar air Kadar abu (%bb)
1 2 1 2
Kadar protein
1,29 1,31 2,86 2,87
SI ubi jalar SI pati jagung
23,14 22,95 22,75 23,16
SI ubi jalar SI pati jagung
2,86
1,3
Rataan
0,01
2
SD
0,4
1,25
RSDA
3,41
3,85
RSDH
1,33 1,35 2,96 2,98
Hasil (%bk)
2,97
1,34
Rataan
0,01
0,02
SD
0,37
1,28
RSDA
RSDA
3,4
3,83
RSDH
RSDH
RSDH
SD
RSDA
Rataan
SD
Hasil (%bk)
Kadar Rataan karbohidr at (%bb)
2,14
2,15
0,09
0,12
0,06
0,08
64,69
62,69
64,73 64,65 63,63 63,15
2,14
2,15
0,53 0,5
0,34
0,31
63,39
61,15
62,74 62,63 61,37 60,93
35
Lampiran 12 Uji T-test kadar proksimat bobot basah
Lampiran 13 Uji T-test kadar proksimat bobot kering
36
Lampiran 14 Kadar Serat Sup Instan Nama Sampel SI Pati Jagung SI Ubi Jalar
Berat sampel (gram) 1,8766 1,1655 1,9877 1,5443
Blanko
KS1
KS2
CW1
CW2
SMTL
(gram) 0,7992 0,7781 0,7882 0,7770 0,6954 0,7236
(gram) 0,8246 0,8001 0,8176 0,8020 0,7021 0,7301
(gram) 18,7656 23,7766 16,9146 15,7931 15,2121 16,9415
(gram) 18,7762 23,7882 16,9255 15,8035 15,2153 16,9443
(%) 0,5968 0,5834 0,7496 0,7123 0,0035 0,0037
RATAAN
SD
RSDA
RSDH
0,7884
0,0229
2,9100
4,1457
1,7301
0,0292
1,6861
3,6832
0,0033
0,0003
8,5710
9,4528
KS3
KS4
CW3
CW4
SML
(gram) 0,8092 0,7878 0,7980 0,7867 0,6968 0,7012
(gram) 0,8340 0,8058 0,8409 0,8215 0,7015 0,7066
(gram) 23,1448 15,9408 18,9719 15,6956 16,9565 18,1144
(gram) 23,1512 15,9465 18,9767 15,7007 16,9581 18,1163
(%) 0,8046 0,7722 1,7508 1,7095 0,0031 0,0035
TSM
RATAAN
SD
RSDA
RSDH
1,3786
0,03241
2,35074
3,8113122
2,4611
0,05556
2,25737
3,4929257
(%) 1,4015 1,3556 2,5004 2,4218
RATAAN
SD
RSDA
RSDH
0,5901
0,0095
1,6036
4,3305
0,7310
0,0264
3,6096
4,1932
0,0036
0,0001
3,9284
9,3298
Lampiran 15 Uji T-test Kadar Serat Sup Instan
Lampiran 16 Daya Rehidrasi Sup Instan Sampel SI Pati jagung 1 SI Pati jagung 2 SI Pati jagung 3 SI Pati ubi 1 SI Pati ubi 2 SI Pati ubi 3
Bobot Sampe l (g) 1 1 1 1 1 1
Volume Aquades (ml) 10 10 10 10 10 10
Volume Supernata n (ml) 8,5 8,5 8,4 7,8 7,7 7,8
Daya Rehidras i (ml/g) 1,5 1,5 1,6 2,2 2,3 2,2
Rataa n
SD
RSD A
RSD H
1,53
0,0 6
3,77
1,88
2,23
0,0 6
2,59
1,77
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 26 September 1991. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Anwar Mallega dan Yulia Yunus Rahman. Penulis merupakan lulusan SMA Negeri 1 Jakarta pada tahun 2009 yang kemudian lulus seleksi untuk masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi, kepanitiaan ataupun seminar. Penulis terdaftar sebagai anggota divisi eksternal Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) pada periode 2011/2012. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti anggota PDD Suksesi Himitepa 2010, ACCESS 2010, HACCP IX, LCTIP XIX, ketua panitia ACCESS 2011, anggota sponsorship 1st Food Bowl Quiz Competition 2011, Anggota logstran BAUR 2011, dan anggota tetap Food Processing Club 2011. Penulis juga memiliki prestasi dalam bidang akademik dan non-akademik. Prestasi di bidang non akademik meliputi mendapatkan biaya pendanaan pada program kreatifitas mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan yang diselenggarakan oleh DIKTI, juara 3 fotografi Journalistic Fair 2010 tingkat Nasional dan finalis 10 besar kompetisi fotografi IDEA se- Jawa Bali. Adapun prestasi akademik yang diraih penulis adalah diterimanya karya tulis penulis dengan tim dalam ajang Annual International Scholars Conference 2013 di Universitas ASIA, Taiwan. Penulis juga mendapatkan beasiswa untuk berkuliah selama satu semester di Universitas Mae Fah Luang, Thailand, melalui program ASEAN International Mobility for Student (AIMS) 2013. Kemudian penulis bersama tim meraih juara 2 dalam ajang Developing Solutions for Developing Countries yang diselenggarakan oleh institute of Food Technologist di Chicago, Amerika Serikat pada tahun 2013.