Bab Delapan
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha Pengantar Pengusaha secara individu memanfaatkan modal sosial untuk pengembangan usahanya, diantaranya melalui pengembangan jaringan, kepercayaan baik terhadap sesama pelaku usaha, konsumen maupun penyedia bahan baku serta melalui usaha peningkatkan ketaatan terhadap noma, kepedulian terhadap sesama dan kerterlibatan dalam organisasi. Lebih lanjut diuraikan bagaimana jaringan yang ada terbentuk dan bagaimana membangun jaringan serta bentuk bentuk jaringan yang ada serta manfaat dan kerugian dari penggunaan jaringan tersebut. Sedang tentang kepercayaan diuraikan tentang bagaimana kepercayaan dibangun, serta manfaat 217
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
yang diperoleh individu dalam membangun modal sosial kepercayan. Demikian halnya bagaimana ketaatan terhadap norma, kepedulian terhadap sesama dan keterlibatan dalam organisasi terjadi serta bagaimana terbentuknya . Jaringan Individu pengusaha dalam mengerjakan pengecoran logam, mulamula melakukan sendiri dengan dibantu keluarga. Namun karena order bertambah dan tenaga kerja terbatas, maka pengusaha mengajak tetangga dan kerabat terdekat untuk membantu pengerjaan cor logam. Sebagaimana diceritakan oleh Margono (mantan pengusaha pengecoran logam), sebagai berikut : “Mula-mula pengerjaan cor logam dilakukan secara gotong royong dengan melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Dalam pengerjaannya tersebut tanpa diberi imbalan uang tetapi cukup dengan makan bersama. Lama-kelamaan jumlah orang yang terlibat bertambah banyak seiring dengan bertambahnya order pengecoran, sehingga akhirnya membentuk jaringan yang berfungsi untuk pengembangan usaha. Jaringan usaha yang terbentuk pada saat itu, masih terbatas yang terdiri dari para tetangga dan kerabat terdekat. Pada waktu itu juga belum ada jaringan formal baik dalam bentuk asosiasi, koperasi maupun jaringan usaha yang lain. Yang ada baru jaringan kekeluargaan maupun kekerabatan dalam bentuk pekumpulan non formal”. Mefi dan Hesti (2003) menjelaskan bahwa jaringan yang dibentuk 218
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
dengan dasar kekeluargaan dan kekerabatan disebut modal sosial bonding (perekat), yaitu tipe modal sosial dengan karakteristik adanya ikatan yang kuat (perekat sosial) dalam suatu sistem kemasyarakatan. Hasbullah (2006) berasumsi bahwa modal sosial bonding memiliki hubungan keterkaitan yang kuat, tetapi hanya pada jaringan yang terbatas yaitu pada kelompok tertentu saja. Pada masa klaster tumbuh, setelah kemerdekaan, para pelaku usaha melakukan jaringan usaha melalui 3 (tiga) cara yaitu: jaringan lembaga formal koperasi, jaringan kekerabatan dan jaringan mandiri. Jaringan lembaga formal melalui koperasi, antara lain koperasi G.P.3.T, koperasi cor logam “Prasodjo” dan koperasi Batur Jaya. Hal tersebut merupakan awal mula pelaku usaha melakukan jaringan dengan cakupan yang lebih luas. Suyitno (direktur POLMAN/ mantan Ka.Dinas Perindustrian Kab. Klaten) mengatakan : “Pada tahun 1980 Koperasi Batur Jaya mendapatkan bantuan cukup besar dari Pemerintah Pusat berupa pengadaan bahan baku dari PT. Krakatau Steel, pemesanan pipa PDAM, pesanan dari Proyek Pemerintah seperti Departemen Perhubungan, Kesehatan dan Departemen Pekerjaan Umum serta dari beberapa perusahaan BUMN dan beberapa perusahaan swasta lainnya termasuk diantaranya Siti Hadiati Rukmana (mbak Tutut). Saat-saat itu merupakan awal bagi pelaku usaha untuk membangun jaringan dengan pihak ekternal, bahkan dalam perjalanannya hubungan para pelaku usaha dengan pihak eksternal termasuk keluarga Cendana cukup dekat”.
219
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
Selain melalui jaringan koperasi, para pelaku usaha tetap mempertahankan jaringan kekerabatan dan kekeluargaan. Seperti disampaikan Didik, sebagai berikut : “Jaringan yang dibentuk oleh pelaku usaha Ceper sebagian besar melalui jaringan pertemanan yang melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Pelaku usaha di Ceper banyak yang mempunyai hubungan persaudaraan satu dengan yang lain. Selain persaudaraan, pertemanan sejak kecil juga dimanfaatkan untuk membangun jaringan usaha, baik untuk berbagi order maupun berbagai informasi”. Cara membangun jaringan yang ke-3 (tiga) adalah melalui jaringan mandiri, yaitu mencari konsumen sendiri. Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, seperti Mitra Rekatama Mandiri, Rekacipta Mandiri, Bahama Lasaka. Sebagaimana yang dikatakan Yahya (direktur Mitra Rekatama Mandiri) : “Pertama kali saya bekerja di salah satu BUMN di Jogjakarta. Setelah mendapatkan cukup pengalaman saya mendirikan perusahaan baru cor logam di Ceper. Untuk mendapatkan pembeli pada mulanya saya mencari dengan cara menghubungi orangorang yang sudah saya kenal khususnya di perusahaan dimana saya bekerja sebelumnya. Setelah perusahaan berkembang, saya mencari pasar dengan cara mandiri baik melalui relasi-relasi yang sudah bekerjsama secara baik maupun melalui pencarian pasar secara mandiri. Pencarian pasar tidak terbatas pada perusahaanperusahaan swasta saja tetapi juga dengan kenalan-kenalan yang 220
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
ada di Pemerintah seperti Cipta Karya. Untuk menjaga hubungan baik dengan pasar yang penting dilakukan silaturahmi dan selalu menjaga keharmonisan dengan pelanggan”. Dalam membangun jaringan secara mandiri dapat juga dilakukan melalui kerjasama dengan pesaing, seperti yang diungkapkan oleh Husain (direktur Bahama Lasaka) : “Salah satu usaha yang saya lakukan dalam membangun jejaring pasar dengan cara melakukan kerjasama dengan pesaing perusahaan saya. Sebagai contoh, untuk mendapatkan order dari perusahaan Bakri saya bekerjasama dengan salah satu pesaing yang sebelumnya sudah menjalin kerjasama dengan Bakri”. Bambang (informan kunci), salah seorang direktur PT. Bojong menyatakan bahwa untuk membangun jaringan, disamping memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen lama juga membangun jaringan melalui internet. Bentuk promosi melalui internet, menurut Bambang, efektif dalam memperkenalkan produknya kepada para konsumen. Dampak dari ketenaran pengecoran logam di Ceper, juga merupakan salah satu promosi yang efektif. Hal ini seperti apa yang diungkapkannya sebagai berikut : “Kami lebih suka dengan pelanggan lama yang sudah terbiasa membeli produk kami dari pada pembeli baru. Selain itu, kami juga memperomosikan produk kami melalui internet yang dampaknya beberapa pembeli mendatangi perusahaan kami untuk membeli 221
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
produk kami. Media tersebut, kami anggap cukup efektif untuk mendatangkan pembeli. Terkadang ada juga pembeli baru yang datang ke tempat kami karena mereka mendapatkan informasi bahwa Ceper sudah terkenal dengan cor logamnya. Mereka datang untuk memesan produk kami yang didasarkan pada informasi tentang ketenaran Ceper sebagai penghasil cor logam”. Modal sosial yang terjadi melibatkan hubungan internal dengan eksternal sehingga tipe modal sosial pada tahapan tumbuh dan berkembang adalah bridging (menjembatani). Tipe bridging ini menurut Knorringa (2005) merupakan suatu ikatan sosial yang timbul antara pelaku usaha di dalam klaster dengan para pengusaha besar di luar klaster. Pada tahun 1980-an sampai sekarang, individu pengusaha mulai menggunakan modal sosial jaringan untuk melakukan kerja sama dengan pihak eksternal disamping tentu saja tetap bekerjasama dengan pihak internal. Berdasarkan skala usahanya, maka tipe jaringan yang digunakan pelaku usaha cor logam ada 2 (dua), yaitu yang pertama untuk usaha keluarga berskala kecil yang masih menggunakan jaringan keluarga dan kerabat dalam mendapatkan order, bahan baku maupun kerja sama bisnis lainnya, dan yang kedua adalah usaha dengan skala menengah dan besar yang menggunakan jaringan usaha mandiri, dalam bentuk membangun kerja sama dengan pengusaha di luar Ceper secara mandiri. Dalam membangun jaringan usaha untuk perkuatan bisnis dilakukan melalui jaringan non formal dan jaringan formal. Jaringan formal dengan terlibat dalam lembaga koperasi, yaitu Koperasi G.P.3.T, Koperasi Prasojo dan Koperasi Batur Jaya. Sedangkan jaringan non formal, dalam bentuk:
222
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
a)
Kekeluargaan dan kekerabatan Jaringan non formal kekeluargaan, kekerabatan dan pertemanan
banyak digunakan oleh pelaku usaha untuk membangun kerja sama dalam bidang bisnis. Latar belakang industri pengecoran yang berasal dari keluarga merupakan faktor terbesar dalam membangun jaringan usaha berdasarkan kekeluargaan. Bagi pelaku usaha skala kecil maupun pelaku usaha yang masih orientasi pada keluarga maka hampir sebagian besar jaringan usahanya didasarkan pada keluarga dan kerabat. Seperti yang disampaikan oleh Nunik, bahwa usaha yang ditekuni selama ini, ordernya berasal dari perusahaan keluarga yang merupakan perusahaan induk. Berikut pernyataan Nunik tentang pembagian order antar keluarga : “Biasanya order dibagi secara merata oleh perusahaan induk kepada 3 (tiga) saudaranya yang mempunyai usaha sendiri-sendiri. Namun terkadang, order dibagi berdasarkan kemampuan usaha, baik dalam teknologi maupun pengerjaan. Bagi saudara yang masih mempunyai pekerjaan yang banyak, mendapatkan jatah order lebih sedikit sedangkan saudara yang sepi order mendapatkan jatah lebih banyak. Selain mendapatkan order dari perusahaan keluarga, perusahaan kami juga mendapatkan order dari Koperasi Batur Jaya berupa rem blok. Jarang sekali mendapatkan order dari tempat luar”. Untuk usaha kecil, ketergantungan pada keluarga sangat dominan termasuk ketergantungan pada koperasi juga cukup tinggi. Husain menyatakan bahwa usaha kecil di Ceper masih sangat bergantung dengan 223
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
order yang berasal dari Koperasi Batur Jaya. Sedangkan bagi usaha besar maka jaringan keluarga dan kerabat relatif kecil dipergunakan. Seperti dinyatakan oleh Yahya bahwa dalam mencari jaringan, sedikit sekali menggunakan kekerabatan bahkan Yahya sudah tidak mengerjakan order dari Koperasi Batur Jaya. Seperti apa yang di uraikan oleh Yahya : “Perusahaan besar perlu tantangan yang lebih besar dengan membangun jaringan usaha ke luar Ceper. Kami jarang sekali menggunakan kekerabatan sebagai dasar kerjasama. Bahkan kami sudah tidak mengerjakan blok rem kereta api dari Koperasi Batur Jaya. Biarkan itu menjadi pekerjaan pengusaha yang kecilkecil”. Bagi Husain, dalam membangun jaringan pasar cenderung dengan eksternal namun untuk membangun jaringan usaha bagi pengembangan pabrik, misalnya tenaga kerja maka Husain cenderung menggunakan tenaga kerja dari tetangga-tetangga sekitar Ceper. Sebagaimana yang disampaikan Husain : “Bagi saya lebih mudah bekerja dengan tetangga-tetangga terdekat, apabila ada pekerjaan yang mendadak ataupun pekerjaan yang harus dikerjakan pada malam hari misalnya, tinggal mengetuk pintu rumahnya saja. Bekerja dengan tetangga dekat atau orang yang sudah dikenal cukup lama lebih mudah dalam komunikasi dan lebih bisa dipercaya”.
224
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
b)
Membangun kemitraan Dalam membangun jaringan usaha, pola yang dilakukan beberapa
pelaku usaha Ceper dengan pola kemitraan yang didasarkan saling percaya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Husain : “Pola kemitraan itu enak karena kerjasama yang terjalin akan lebih lama disamping itu didasarkan pada pengertian kedua belah pihak. Dasar kerjasama bukan semata-mata hubungan antara penjual dan pembeli tetapi merupakan kemitraan yang didasarkan kepercayaan kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak sedang dalam kesulitan maka pihak yang lain akan membantu. Misalnya ada supplier bahan baku yang kesulitan pendanaan, maka saya akan membayar tunai untuk pembelian bahan baku meskipun biasanya kalau tidak ada masalah saya membayar mundur atau dengan uang muka. Demikian pula, pada saat saya kesulitan biasanya perusahaan mitra bersedia untuk memberikan kelonggaran dalam pembayaran bahan baku”. c)
Silaturahmi Silahturami sangat berkaitan dengan adat dan kebiasaan masyarakat
Ceper yang merupakan suku Jawa dengan latar belakang pedesaan. Seperti disampaikan oleh Husain dan Didik, bahwa dalam membangun jaringan dilakukan melalui silaturahmi terus-menerus, baik kepada para pelaku usaha di Ceper maupun kepada para pelaku usaha di luar Ceper. Yahya,
225
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
mengatakan silaturahmi yang dibangun, tidak terbatas pada pelanggan saat ini tetapi juga tempat dimana dia dulu bekerja di Jogja sebelum menjadi pelaku usaha di Ceper. Menurut Yahya berkaitan dengan manfaat silaturahmi : “Dari hasil silaturahmi tersebut, selain dari segi agama memang dianjurkan juga menambah kepercayaan pelanggan disamping juga silaturahmi kepada teman-teman lama terkadang membuahkan hasil berupa kerjasama bisnis”. d)
Teknologi Informasi Dengan adanya teknologi informasi yang semakin mudah di akses,
banyak para pelaku usaha khususnya yang mudah menggunakan jaringan teknologi informasi untuk mendapatkan order. Promosi melalui teknologi informasi menurut Bambang lebih efisien dan efektif baik dari segi biaya maupun waktu. Biasanya perusahaan menampilkan profil perusahaan dan produk termasuk harga produk tersebut. Dari media teknologi informasi berupa web-site, blok dan email, menurut Bambang banyak juga menghasilkan pelanggan-pelanggan baru. e)
Kegiatan sosial berupa kegiatan keagamaan maupun hajatan Beberapa kegiatan sosial dan keagamaan, seperti : tahlilan, salawatan,
nyadran, pengajian merupakan sarana bagi para pelaku usaha untuk membangun jaringan usaha. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Didik :
226
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
“Pada saat orang punya hajat biasanya dimanfaatkan juga untuk menjalin kerjasama bisnis cor logam, baik di antara para undangan yang hadir dalam hajatan tersebut, maupun pemilik hajatan dengan para undangan yang hadir”. Demikian pula Suyitno juga menyatakan bahwa kegiatan sosial seringkali digunakan untuk kegiatan bisnis, sebagaimana diungkapkannya : “Kegiatan-kegiatan sosial seperti selamatan, syukuran, pengajian haji terkadang dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mengundang mitra bisnisnya dalam rangka membangun kepercayaan dan memperkuat jaringan yang sudah terbentuk. Namun, juga mengundang calon mitra bisnis berkaitan dengan membangun jaringan usaha baru. Bagi Saya, pelaku usaha dalam membangun jaringan usaha lebih banyak dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sosial daripada kegiatan yang sifatnya formal. Dikarenakan, hampir sebagian besar masyarakat Ceper terutama di Batur adalah para pelaku usaha pengecoran logam, sehingga membicarakan bisnis cor logam pada kegiatan sosial sudah menjadi tradisi masyarakat Ceper khususnya di Batur”. f )
Model “gethok tular” Model “gethok tular” yaitu jaringan usaha berupa penyebaran
informasi dari satu orang ke orang lain secara informal. Gethok tular, biasanya berasal dari pembeli yang merasa puas dengan produk maupun pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha. Dari kepuasan tersebut, 227
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
maka konsumen akan merekomendasikan kepada pihak lain untuk ikut membeli produk tersebut. Seperti apa yang di uraikan Bambang : “Dalam penyebaran informasi perusahaannya mengandalkan konsumen lama dalam membangun jaringan usaha. Biasanya dari konsumen yang merupakan pelanggan lama tersebut, akan menginformasikan melalui “gethok tular” kepada pihak-pihak lain untuk membeli produknya”. Manfaat dalam membangun jaringan bagi individu pengusaha adalah mendapatkan order dan pembinaan. Disamping itu juga mendapatkan manfaat berupa kerjasama dengan eksternal yang semakin baik dan semakin banyak. Sebagai contoh, setiap tahun Koperasi Batur Jaya memberikan order dan pembinaan kepada anggotanya, disamping juga menghubungkan dengan konsumen yang berasal dari eksternal. Hal tersebut menyebabkan jaringan melalui Koperasi Batur Jaya mengalami peningkatan jumlah anggotanya dari tahun ke tahun. Demikian pula manfaat jejaring bagi individu pengusaha yang dibangun melalui lembaga non formal diantaranya kemudahan untuk mendapatkan order dan juga pengadaan bahan baku. Namun setelah tidak adanya kesulitan di dalam usahanya seperti dalam pengadaan bahan baku, menyebabkan individu pengusaha dalam membangun jaringan usaha sangat bergantung dari kepentingannya. Ketika kepentingan individu pengusaha tidak terpenuhi maka cenderung meninggalkan jaringan yang sudah dibangunnya. Bahkan ketika ada celah untuk mendapatkan keuntungan, ada beberapa orang yang mengambil
228
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
keuntungan dari celah tersebut. Sebagaiamana yang diutarakan oleh Anas Yusuf : “Hal ini terjadi ketika tahun 2009, sistem tender secara terbuka dan syarat keikutsertaan tender begitu mudah, maka beberapa anggota mencoba untuk membantu pesaing Koperasi Batur Jaya dalam tender kereta api. Hal tersebut berdampak bagi kekalahan Batur Jaya dalam tender tersebut. Motivasi anggota melakukan kerjasama dengan pihak luar koperasi sehingga menjadi pesaing koperasi dalam tender dikarenakan pengusaha tersebut dituntut adanya pengembalian investasi, yang apabila tetap bekerjasama dengan koperasi pengembalian investasi tersebut tidak menjanjikan akan bisa terpenuhi untuk kembali dalam waktu relatif cepat”. Kepercayaan Individu pengusaha juga membangun kepercayaan di dalam membangun jaringan usaha agar jaringan tersebut dapat bermanfaat bagi dirinya. Dari kepercayaan yang dibangun tersebut, diharapkan mendapatkan
manfaat
dalam
bentuk
pemberian
fasilitas
bagi
pengembangan usahanya, misalnya dalam mendapatkan order, bantuan peralatan, bantuan pelatihan, keringanan harga bahan baku, kemudahan memperoleh kredit dari bank dan lain sebagainya. Menurut Yahya manfaat yang diperoleh dalam membangun kepercayaan kepada mitra usahanya maupun perbankan adalah diperolehnya order yang kontinyu. Sedangkan
229
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
kebiasaan Yahya dalam membayar pinjaman tepat waktu menjadikan Yahya dipercaya oleh semua bank dalam pemberian pinjaman. “Dikarenakan saya selalu membayar pinjaman bank dan tidak menunggak maka memudahkan saya dalam mendapatkan pinjaman bank. Disamping itu untuk membangun kepercayaan saya selalu tepat waktu dalam melakukan pengiriman order”. Menurut Didik, Husain, Yahya, dan pelaku usaha lainnya bahwa modal sosial kepercayaan menempati urutan pertama dalam melakukan bisnis. Karena kepercayaan akan berdampak pada kerja sama jangka panjang. Untuk menjaga kepercayaan, Husain selalu mengutamakan untuk membayar utang-utangnya, sebagaimana yang diutarakannya sebagai berikut : “Meskipun perusahaan kami dalam kondisi yang sulit. Untuk membangun keberlangsungan kerjasama maka kami tetap membayar hutang-hutang sebagai bentuk tanggung jawab dan juga untuk membangun kepercayaan kepada mitra bisnis kami”. Beberapa kepercayaan yang dibangun oleh individu pengusaha kepada pihak lain, meliputi kepercayaan terhadap sesama pelaku yang terdiri dari penyedia bahan baku, produsen dan pedagang, kepercayaan terhadap organisasi dan kepercayaan terhadap pemerintah. Kepercayaan terhadap sesama pelaku muncul sejak adanya gotongroyong pada masa awal pembentukan, kerja sama dalam bentuk sub kontrak, plasma inti dan diperkuat dengan kegiatan produksi yang 230
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
dilakukan secara bersama dalam wadah lembaga koperasi. Modal sosial berupa kepercayaan tersebut dipergunakan oleh individu pengusaha untuk membangun kerjasama yang baik, untuk mendapatkan harga yang murah dalam hubungannya dengan penjual bahan baku, sedangkan terhadap pedagang, kepercayaan dipergunakan untuk mendapatkan harga yang tinggi dan pembayaran yang tepat waktu. Karena seringkali para pedagang melakukan pembayaran dengan tempo yang terlalu lama sehingga merugikan produsen. Kepercayaan terhadap sesama pelaku pada masa pertumbuhan sangat tinggi. Kondisi ini disebabkan klaster dalam posisi mudah mendapatkan pesanan. Pada awal pembentukan klaster, tingkat kepercayaan masyarakat baik kepercayaan pengrajin terhadap penjual bahan baku atau sebaliknya penjual terhadap pembeli cukup tinggi. Banyak penjual bahan baku yang hanya meninggalkan barangnya dan meminta pembayaran setelah beberapa waktu kemudian. Kemungkinan kepercayaan tersebut muncul karena pada waktu itu produk cor logam mudah laku di pasar. Sehingga penjual tidak perlu kuatir barangnya tidak akan dibayar oleh pengrajin. Namun, juga disebabkan oleh adat dan budaya yang melekat pada masyarakat, yang menimbulkan kepercayaan satu dengan yang lainnya. Modal sosial yang mendasarkan pada bonding, kecenderungannya untuk percaya dengan orang lain sangat tinggi terutama pada orang-orang dengan kelompok nya sendiri. Pada saat tumbuh dan dewasa, kepercayaan terhadap sesama pelaku cukup tinggi. Sebagaimana disampaikan Margono : “Karena order cukup besar dan berlimpah maka hubungan antara penjual bahan baku, produsen dan konsumen berjalan cukup baik. Para produsen selalu bisa mengerjakan cor logam sesuai pesanan 231
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
dengan kualitas yang baik dan tepat waktu. Disisi yang lain, para produsen juga puas karena konsumen membayar tepat waktu. Berbeda, ketika terjadi krisis dimana order semakin berkurang maka kepercayaan antar pengusaha, pengusaha dengan penjual dan pengusaha dengan pembeli relatif rendah, bahkan semakin tahun semakin menurun”. “Hal tersebut, dikarenakan tingkat persaingan semakin tinggi, sementara Pemerintah kurang mempedulikan keberadaan cor logam, kebijakan yang lebih menganut pasar bebas di Indonesia menyebabkan yang kuat bertahan sedangkan yang lemah tidak ada yang membantu lagi. Dalam transformasi terjadi adanya kelompok-kelompok kecil yang terpinggirkan sedangkan kelompok pengusaha besar tidak mau bergabung dengan kelompok-kelompok usaha kecil tersebut”. Kepercayaan terhadap sesama pelaku usaha saat ini menurut Didik cukup baik. Hal ini dikarenakan tuntutan konsumen akan kualitas dan ketepatan waktu pengiriman serta transparansi dalam penentuan harga telah mendorong pelaku usaha yang merasa tidak mampu memenuhi prasyarat dari konsumen tersebut akan diberikan kepada sesama pengusaha lainnya yang mampu untuk memenuhi order. Kondisi tersebut menjadikan kepercayaan kepada sesama semakin meningkat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Didik sebagai berikut: “Bagi pelaku usaha yang tidak mampu maka akan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha lain untuk mengambil order tersebut. Biasanya pelaku usaha yang telah dibantu, kalau memang untung besar akan membagi kepada pelaku usaha yang telah menolongnya 232
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
memberikan order tersebut. Adanya transparansi konsumen tentang harga, mengurangi persaingan yang tidak sehat diantara pelaku usaha. Kepercayaan terhadap sesama pelaku usaha, selain karena tuntutan pasar juga disebabkan oleh kuatnya budaya dan agama yang ada di Ceper, disamping juga karena banyak perusahaan yang berupa keluarga. Dalam adat Jawa dan masyarakat yang menjujung tinggi agama, maka diatara saudara wajib untuk saling percaya satu dengan yang lain”. Namun, ada beberapa pengusaha yang menyatakan bahwa kepercayaan kepada pelaku usaha lain relatif rendah. Sebagai contoh Bambang (informan kunci) dalam mendapatkan order, jarang sekali diberikan kepada perusahaan lain untuk ikut membantu mengerjakan pesanan tersebut. Menurutnya lebih baik menawarkan kepada konsumen yang meminta dalam jumlah besar tersebut, agar waktu penyelesaian dan pengirimannya diperpanjang, sehingga bisa dilaksanakan sendiri dan order tidak jatuh ke tempat lain. Manfaat membangun kepercayaan dengan konsumen diharapkan pelaku usaha akan mendapatkan order yang berkelanjutan. Disamping juga mendapatkan konsumen baru dari hasil rekomendasi konsumen lama tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bambang bahwa perusahaannya menjaga kualitas dan pengiriman tepat waktu dalam rangka membangun kepercayaan konsumen. Meskipun terdapat kelebihan dalam membangun kepercayaan namun kepercayaan juga menimbulkan resiko negatif. Seperti yang dinyatakan oleh Husain :
233
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
“Membangun kepercayaan kepada siapa saja saya lakukan agar perusahaan dapat bertahan dengan baik. Namun saya pernah mengalamai kerugian karena terlalu percaya dengan salah satu konsumen saya, hingga akhirnya harus menanggung kerugian sampai dengan Rp.10 milyar. Meskipun demikian saya tidak merasa “kapok” karena saya tetap mempertahankan untuk membangun kepercayaan dalam melakukan bisnis dengan siapa saja, baik konsumen maupun produsen bahan baku”. Kepercayaan terhadap organisasi, dimulai pada tahun 1954 dimana hampir seluruh pengrajin menjadi anggota koperasi dan terlibat aktif dalam kegiatan bisnis bersama. Untuk mendorong kepercayaan terhadap koperasi, maka beberapa orang memilih tokoh yang menjadi panutan. Tokoh tersebut adalah seorang yang disegani karena kemampuannya dalam bisnis namun juga mempunyai karisma yang kuat. Kepercayaan anggota terhadap koperasi cukup besar dikarenakan koperasi mampu mencarikan order bagi para anggotanya. Koperasi juga menyediakan bahan baku yang murah sekaligus memasarkan hasil akhir produk pengrajin. Modal sosial berupa kepercayaan dari tahun ke tahun terus meningkat. Kepercayaan terhadap organisasi dimanfaatkan oleh individu pengusaha untuk membantu pengembangan usahanya, baik dalam bentuk pemberian order maupun pembinaan. Individu pengusaha, menggunakan kepercayaan terhadap organisasi pada saat mengalami krisis. Sebagai contoh, individu pengusaha mempercayakan pengurus Koperasi Batur Jaya untuk memperjuangkan harga bahan baku yang semakin naik agar segera turun. Disamping itu, individu pengusaha juga mendapatkan keuntungan dari kepercayaan terhadap organisasi yang melahirkan 234
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
komitmen. Keuntungan tersebut dalam bentuk pembagian fee meskipun tidak melaksanakan pekerjaan pengecoran logam. Sedangkan kepercayaan terhadap pemerintah digunakan oleh individu pengusaha untuk membangun kerja sama eksternal, disamping pula untuk peningkatan usaha seperti bantuan peralatan, pelatihan dan lain-lain. Sebagai contoh pada tahun 1954, pemerintah mendirikan Perusda yang menyediakan peralatan bubut untuk membantu pengusaha dalam memproduksi barang jadi. Peralatan bubut menyebabkan added value meningkat, keuntungan pengusaha juga meningkat. Oleh karena itu pengusaha merasa terbantu dalam menjalankan bisnisnya, sehingga kepercayaan pengusaha kepada pemerintah meningkat. Pada waktu klaster mengalami pertumbuhan setelah tahun 1970, kepercayaan pelaku usaha terhadap pemerintah meningkat. Hal tersebut dikarenakan kepedulian pemerintah pusat kepada masyarakat Ceper besar sekali. Tidak jarang kehadiran Menteri Perindustrian secara tiba-tiba di Ceper tanpa diketahui sebelumnya, demikian juga pejabat setara Dirjen sering hadir di Ceper. Bahkan para pengusaha di Ceper pada setiap acara peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus, sering mendapat undangan untuk ikut hadir di Istana Merdeka-Jakarta. Mudahnya mendapatkan pesanan tersebut tidak lepas dari peranan pendampingan Departemen Perindustrian maupun dari BUMN strategis seperti PT. Boma Bisma Indra dan PT Barata. Kepercayaan yang terjadi bukan hanya antar pelaku, namun juga antar pengusaha besar diluar klaster dengan pelaku usaha di klaster. Kepercayaan tersebut, terjadi karena adanya jaminan dari pemerintah pusat yang mengupayakan pendampingan secara terus menerus dan komunikasi yang terbuka dengan pelaku usaha di klaster. Pada masa pertumbuhan, modal sosial 235
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
berupa kepercayaan terhadap pelaku maupun terhadap perusahaan besar bukan lagi karena adat dan budaya namun karena faktor ekonomi yang membuktikan bahwa dengan bekerja bersama perekonomian menjadi lebih baik. Juga disebabkan oleh komitmen yang kuat dari pemerintah pusat untuk membantu klaster yang menyebabkan para pengusaha besar juga mempunyai komitmen kuat untuk membantu pelaku usaha di Ceper. Menunjukkan bahwa kepercayaan perlu disertai dengan komitmen untuk melaksanakan apa yang sudah disepakati bersama. Namun seiring dengan krisis moneter tahun 1998, kepercayaan terhadap
pemerintah
relatif
rendah
dikarenakan
keberpihakan
pemerintah pusat baik terhadap penyediaan bahan baku, dukungan pasar (karena semuanya dikembalikan pada mekanisme pasar) maupun pembinaan secara teknis semakin rendah. Demikian pula dengan adanya otonomi daerah, euforia politik di daerah menjadi semakin menonjol, keterbatasan SDM di daerah akan pengelolaan suatu industri kecil juga sangat terbatas, yang semuanya ini mengakibatkan masyarakat pengusaha cor logam Ceper merasa terabaikan. Masalah yang dihadapi baik masalah bahan baku, pasokan listrik, pasar maupun ketrampilan harus diselesaikan sendiri. Seolah-olah pemerintah melakukan “pembiaran” . Ketaatan Terhadap Norma Pengertian norma ada 2 (dua), yaitu norma berupa aturan formal yang diatur secara tertulis dan norma berupa kebiasaan yang terjadi di masyarakat, seperti budaya, etika bisnis, norma agama yang tidak diatur secara tertulis. Para pelaku usaha cenderung mentaati norma baik formal maupun non formal. Sebagaimana yang diutarakan Yuli : 236
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
“Pada dasarnya para pelaku usaha di Ceper cenderung mentaati norma yang ada, baik yang sifatnya formal seperti aturan di Koperasi Batur Jaya maupun non formal seperti kebiasaan menghormati yang lebih tua, sepanjang aturan tersebut dapat dipercaya akan memberikan manfaat bagi dirinya. Sedangkan aturan yang dirasa merugikan cenderung tidak akan ditaati”. Norma Agama dan Adat Istiadat Pedesaan Pada saat awal pembentukan klaster, Kecamatan Ceper masih berbentuk perdesaan. Sebagai masyarakat desa, maka pelaku usaha sangat menjunjung tinggi etika dalam berbisnis dalam bentuk ketaatan terhadap norma baik yang formal maupun non formal. Ini juga berkaitan dengan dasar modal sosial yang berupa kekerabatan atau bonding, biasanya masyarakat mempunyai ketaatan terhadap norma yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan Yuli sebagai berikut : “Ketaatan terhadap norma lahir dari hati nurani yang didasarkan oleh kebiasaaan untuk selalu patuh terhadap aturan yang sudah berlaku secara turun-temurun. Budaya pada waktu itu, masih kuat sehingga masyarakat takut untuk tidak mentaati norma yang ditetapkan bersama. Ada perasaan bersalah ketika norma tersebut ditinggalkan meskipun untuk kepentingan pribadi”.
237
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
Beberapa budaya yang dijadikan dasar dalam membangun modal sosial, yaitu: 1) Budaya Keagamaan Seluruh pengusaha cor logam beragama Islam. Budaya Islam menjadi panutan dalam bekerja. Seperti apa yang dikatakan oleh Yahya direktur Mitra Rekatama Mandiri : “Bahwa akidah kerja Islam menuntut pada nilai-nila ke Tuhanan yang mendasari etos kerja seorang muslim. Nilai ke-Tuhanan yang berpusat pada Tauhid berprinsip hanya ada Tuhan saja dalam etos kerja. Hal ini dapat membentuk suatu sikap wirausahawan yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga tanggung jawab sosial”. Nilai ke-Tuhanan yang tinggi tersebut, menurut Husain digunakan oleh individu pengusaha dalam menyelaraskan kepentingan bisnis dengan tanggung jawab sosial. Hal ini diungkapkan oleh Husain sebagai berikut: “Kesadaran menjaga amanah (titipan dari Allah) bagi seorang wirausahawan melahirkan kewajiban moral berupa tanggung jawab untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kerja sesuai visi dan misi yang diterapkan. Amanah digunakan oleh individu pengusaha untuk membangun kepercayaan dan kredibilitas”. Menurut Yahya, kredibilitas dan kepercayaan pribadi pengusaha
238
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
menjadi rusak yang pada gilirannya akan menghancurkan tatanan kehidupan berwirausaha, sebab menurutnya tanpa pelaksanaan amanah yang benar dan bertanggung jawab maka basis saling percaya akan hancur berantakan. Sebab etos amanah lahir dari proses dialektika dan refleksi endapan iman tatkala kegiatan dihadapkan pada tuntutan moralitas dan idealisme keberhasilan. Bentuk-bentuk ketaatan terhadap norma agama dalam kegiatan keagamaan digunakan oleh individu pengusaha sebagai ajang silaturahmi dengan sesama pengusaha, tetangga dan para kerabatnya termasuk “wong cilik”. Metode ini banyak digunakan para pelaku usaha untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap usaha bisnisnya (Baharudin, 2010). Bentuk negatif dari ketaatan terhadap norma agama, berupa kecenderungan perusahaan yang menyerah terhadap takdir seperti apa adanya, baik berkembang maupun jatuh, perusahaan cenderung ke fatalis. Menurut Hadi Muhyanto dalam Baharudin (2010): Kabeh niku pun garising kuasa urip mung sak derma nglokoni, pun pasrahke karo sing gawe urip (semua kejadian itu sudah menjadi ketentuan yang Maha Kuasa, hidup itu sekedar menjalankan tugas, terserah kepada Yang Maha Hidup). Sebagian besar pelaku usaha masih berprinsip bahwa berhasil dan tidaknya persusahaan tergantung pada takdir. Hal ini diakui oleh Susanto, bahwa kegagalan itu dipengaruhi oleh sikap nrimo ing pandum, nyambut gawe mung sakdremo anglakoni. Disamping pengusaha dengan segala keterbatasannya tidak memiliki keberanian dan menanggung resiko sehingga mereka menerima takdir apa yang terjadi di perusahaannya. Selain menyerah terhadap takdir, bekerja karena ibadah mengandung sisi positif dan negatif. Positif karena berdampak pada semangat kerja didasarkan pada ibadah, seperti jujur, amanah (dapat dipercaya), tidak 239
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
mementingkan diri sendiri dan kerja keras. Seperti yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang maju, antara lain PT. Mitra Rekatama Mandiri, PT. Baja Kurnia, PT. Kusuma Baja, PT. Banjor Jaya, PT. Mitra Karya Utama. Sedangkan negatif karena terjebak pada moralitas saja sedangkan dinamisasi, revisi dan inovasi nyaris tidak dilakukan, seperti diungkapkan oleh beberapa pelaku usaha cor logam: “Nyambut gawe ngene wae wis cukup, sing penting rak nyambut gawe keneng dienggo ngibadah, sithik ora apa-apa, sing penting bisa srawung, kancane nyambut gawe ya usaha nyambut gawe “ (Bekerja seperti ini sudah cukup yang penting bekerja untuk bekal ibadah, sedikit saja tidak apa-apa yang penting bisa berteman, temannya bekerja ya berusaha bekerja). Para pelaku usaha Ceper yang merupakan Muslim atau disebut kalangan priyai dalam budaya Jawa, konsep bekerja itu untuk mendapatkan penghargaan bukan prestasi (Koentjaraningrat, 1985). 2) Budaya dan Adat Istiadat Perdesaan Tradisi nyadran, syawalan dan tradisi-tradisi lain yang berbau budaya sebagian menghambat kerja keras namun yang lain dapat meningkatkan silaturahmi, kredibilitas dan kepercayaan serta etos kerja yang tinggi. Sebagaimana diutarakan Suyitno dalam Baharudin (2010) bahwa upacara-upacara keagamaan yang bersifat budaya dapat menghambat produksi. Suyitno mencontohkan saat digelar tradisi sadranan lebih dari sepuluh orang diantara para karyawannya yang minta ijin tidak masuk bekerja selama lima hari, karena mereka masih mengutamakan tradisi 240
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
nyadran daripada bekerja. Dengan mangkirnya para karyawan proses produksi perusahaan jadi terhambat, sehingga pesanan pembeli tidak dapat terpenuhi yang tentu saja dapat menimbulkan kerugian besar pada perusahaan. Adat istiadat juga termasuk hubungan kemasyarakatan. Melanggar norma di dalam masyarakat akan membuat orang tersebut dikucilkan. Contoh, pada kasus Koperasi Batur Jaya pada tahun 2009 dimana ada anggota Koperasi yang berseberangan dengan membantu perusahaan pesaing dalam tender rem blok kereta api. Pengusaha tersebut menjadi bahan perguncingan di masyarakat dan keluar dari anggota koperasi. Namun akhirnya masuk kembali menjadi anggota koperasi, pada tahun 2010. Suyitno mengatakan bahwa budaya Ceper yang penuh kekeluargaan menyebabkan perseturuan berubah menjadi persaudaraan/pertemanan kembali. Norma : Etika Bisnis Masyarakat Ceper, khususnya para pengusaha cor logam banyak dipengaruhi faktor-faktor nilai agama termasuk etika bisnis menggunakan nilai-nilai etika agama. Etika adalah nilai manusia sebagai pribadi utuh, jujur dan akhlak yang baik (Ahmad, 2004). Etika diartikan sebagai sopan santun atau standar-standar moral yang mengatur perilaku manusia, bagaimana manusia bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika bisnis di Ceper menurut Yuli sangat baik, sebagaimana diutarakannya sebagai berikut:
241
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
“Pengusaha Ceper selama ini bisa hidup bermasyarakat, mendalami agama dan mengamalkan. Mereka dapat hidup dalam persaingan tetapi juga hidup dalam
pertemanan. Mereka dapat
menjaga diri dan menghindari persaingan tidak baik antar individu, dan keluarga pengusaha pada umumnya. Mereka tidak suka berebut pelanggan baru dan bahan baku cor dan menghindari permusuhan”. Menurut
Didik saat ini persaingan diantara pengusaha relatif
menurun karena permintaan pasar akan kualitas, ketepatan waktu “delivery”, dan transpransi harga menyebabkan para pengusaha lebih transparan dalam berbisnis, bahkan cenderung bekerjasama dengan sesama pengusaha. Sebagai contoh, ketika terjadi pesanan produk yang membutuhkan teknologi tinggi dan perusahaan Didik tidak mampu melayani maka Didik akan merekomendasikan pengusaha yang lain untuk melayani pesanan tersebut. Dalam hal ini, ada tiga manfaat yang diperoleh dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan lain. Pertama, biasanya perusahaan yang diberi kesempatan tersebut, tetap akan mengajak Didik untuk bekerjasama apabila ada spare part yang bisa dikerjakan oleh Didik. Kedua, apabila tidak ada spare part yang bisa dikerjakan, maka perusahaan tersebut akan memberikan fee kepada Didik selama memang ada keuntungan yang bisa dibagi. Ketiga, dengan merekomendasikan kepada pelaku usaha yang lain berarti membangun kepercayaan dan jaringan, dengan maksud akan mendapatkan keuntungan jangka panjang.
242
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
Norma : aturan organisasi Aturan organisasi yang disusun secara transparan dengan melibatkan seluruh anggota Koperasi menyebabkan aturan tersebut dijadikan acuan dalam pengembangan klaster. Aturan tersebut menjadi dasar bagi individu pengusaha untuk mendapatkan haknya disamping tentu saja harus melaksanakan kewajibannya. Pada waktu klaster mengalami kejayaan, maka para anggota Koperasi Batur Jaya cenderung mentaati peraturan organisasi dalam bentuk Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga. Namun pada waktu klaster mengalami penurunan maka ketaatan terhadap norma mengalami penurunan. Aturan yang telah ditetapkan bersama tersebut cenderung tidak diperhatikan lagi. Ketaatan anggota terhadap Koperasi juga mulai menurun, meskipun relatif kecil. Dampak dari penuruan ketaatan terhadap norma organisasi adalah pada tahun 2009 terjadi penyimpangan dengan berkianatnya beberapa anggota yang membantu pesaing tendernya yang menyebabkan kekalahannya. Namun karena Koperasi Batur Jaya masih dipercaya para anggota maka pada tahun 2010 dapat mengalahkan perusahaan pesaing dan memenangkan tender. Kepedulian Terhadap Sesama Dasar dari rasa kepedulian terhadap sesama timbulnya karena budaya dan adat setempat. Sebagai contoh, pada saat terjadi kegiatan sosial kemasyarakatan misalnya kematian ataupun pernikahan maka kegiatan bisnis klaster dihentikan sampai acara tersebut selesai. Demikian pada waktu tahap awal pertumbuhan/embrio kerjasama antar pengrajin sangat 243
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
baik. Sebagaimana disampaikan Margono, bentuk kepedulian terhadap sesama, diwujudkan pula dalam berbisnis. “Apabila salah satu pengrajin yang mendapatkan pesanan yang cukup besar dan dimana dia tidak mampu untuk mengerjakan sendiri maka pengrajin tersebut dapat meminta bantuan terhadap pengrajin lainnya dengan cara memukul kentongan. Masyarakat pengrajin datang dan ikut membantu tanpa meminta imbalan. Namun kepedulian terhadap sesama tersebut, sebenarnya bukan semata-mata tingkat kepedulian yang tinggi tetapi juga adanya kepentingan untuk dibantu pada waktu yang lain (Reciprositas)”. Dengan disatukan dalam Koperasi Batur Jaya menyebabkan kepedulian para pelaku usaha sangat tinggi. Dengan membuat kesepakatankesepakatan, pada order untuk produk tertentu dan dengan jumlah yang besar akan ditangani oleh Koperasi Batur Jaya. Sementara order kecil-kecil dan untuk produk yang tidak ditangani oleh Koperasi akan ditangani oleh para pengrajin tersebut. Persaingan yang tidak begitu tajam, kemudahan dalam bahan baku dan pasar, juga kemudahan dalam akses teknologi serta bantuan dari pemerintah pusat yang cukup besar menyebabkan kepedulian terhadap sesama relatif tinggi. Pada waktu mengalami krisis moneter, maka tingkat kepedulian pelaku usaha terhadap sesamanya relatif menurun karena terjadi persaingan yang tajam dan iklim usaha yang tidak kondusif lagi. Iklim usaha yang tidak kondusif sebagai dampak dari kurang kepedulian pemerintah terhadap usaha cor logam di Ceper pada saat-saat ini. Kepedulian terhadap sesama, diwujudkan dalam budaya gotong244
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
royong yang telah mengakar dan mendarah daging dalam kehidupan. Nilai gotong-royong merupakan suatu sikap pergerakan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa sibuk, seperti mendirikan rumah, bercocok tanam di sawah. Munculnya gotong-royong antara pengusaha saat ini sebatas pada kegiatan keagamaan atau kegiatan sosial lainnya. Sedangkan kerjasama di perusahaan cor logam, gotong-royong atau kerja sambatan artinya minta bantuan secara spontanitas, terbatas pada kerjasama antar bagian dengan para pekerjanya untuk bertanggung jawab atas perkerjaannya. Dengan gotong-royong muncul kebersamaan hidup yang kuat dalam suka dan duka. PT. Multi Guna dan PT. Sido Maju sering memberi informasi tentang rugi atau laba, suka dan duka. Suka ditandai dengan syukuran dan duka, para karyawan diberi tahu untuk diajak berdoa bersama. Pengaruhnya, para pekerja bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan, disamping tumbuhnya kepedulian antar sesama dalam perusahaan tersebut. Gotongroyong dan tolong-menolong tersebut, digunakan perusahaan untuk menghadapi tantangan ke depan melalui kebersamaan (Badaruddin, 2010). Nilai-nilai kepedulian terhadap sesama di Ceper terwujud karena kebutuhan budaya manusia, antara lain adanya perasaan pengusaha tidak dapat hidup sendiri, karena dikelilingi oleh komunitas masyrakatnya. Demikian pula segala aspek kehidupan pengusaha pada hakekatnya tergantung pada manusia dan adanya perasaan untuk membangun hubungan baik antar sesama (Koentjaraningrat, 1985). Keterlibatan dalam Organisasi Pada waktu itu belum adanya lembaga formal sebagai wadah jaringan 245
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
usaha. Perkumpulan yang ada, masih berupa kumpulan desa. Jumlah pelaku usaha yang terlibat dalam organisasi desa sangat besar. Hampir semua masyarakat terlibat dalam organisasi desa.
Keterlibatan para
pelaku usaha dalam organisasi Koperasi dimulai pada tahun 1954 dengan pembentukan koperasi sebagai wadah organisasi masyarakat. Mula-mula yang ikut menjadi anggota koperasi hanya beberapa orang, namun dalam perkembangannya dengan berhasilnya koperasi mendapatkan order maka jumlah anggota koperasi semakin besar dan hampir seluruh pelaku usaha merupakan anggota koperasi. Pada tahun 1960-an muncul koperasi yang lain, dimana anggota koperasi tersebut dapat pula menjadi anggota koperasi sebelumnya. Kehadiran 2 (dua) koperasi tersebut, mula-mula saling melengkapi satu dengan yang lain. Termasuk seringkali melakukan kegiatan bersama. Namun kemudian seiring dengan masuknya nuansa politik dalam tubuh koperasi maka kepercayaan terhadap pengurus koperasi tersebut menjadi luntur, yang ada adalah saling curiga satu dengan yang lain. Perbedaan politik menyebabkan perpecahan diantara anggota dan menghancurkan hubungan yang sudah lama terjalin pada koperasi tersebut.Dengan demikian keterlibatan anggota di dalam koperasi menjadi
semakin
rendah Sejak didirikannya Koperasi Batur Jaya pada tahun 1976 yang dikelola secara lebih professional dan lebih transparan dalam pengelolaannya baik dalam mencarikan bahan baku, peningkatan sumber daya manusia sampai mencari pasar secara bersama menyebabkan hampir seluruh pelaku usaha menjadi anggota Koperasi Batur Jaya. Terbukti keanggotaannya yang meningkat dari tahun ke tahunnya. Pada masa penurunan, keterlibatan pelaku usaha dalam organisasi 246
Pemanfaatan Modal Sosial Oleh Individu Pengusaha Dalam Pengembangan Usaha
masih kuat dikarenakan pada transformasi ini, beberapa anggota diuntungkan dengan masih mendapatkan order. Bahkan baberapa anggota yang sudah tua masih mendapatkan fee dari keanggotaan pasifnya. Meskipun secara kapasitas bahwa sampai saat ini kapasitas produksi di Ceper masih stabil bahkan cenderung naik, tetapi pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan usahanya relatif banyak berkurang. Sehingga yang kalah dalam persaingan berlindung di bawah koperasi Batur Jaya dengan harapan masih mendapatkan order meskipun kecil. Kesimpulan Keberadaan jaringan (networking), baik untuk usaha keluarga berskala kecil maupun kerja sama bisnis yang lebih besar, masih sangat kuat terasa di klaster cor logam.Pengembangan jejaring dilakukan baik melalui lembaga formal ,jaringan kekerabatan maupun jaringan mandiri. Modal sosial dalam bentuk kepercayaan baik kepercayaan terhadap sesama pelaku, kepercayaan terhadap organisasi dan pemerintah dalam sejarah perkembangan klaster secara umum juga masih dimanfaatkan dalam pengembangan bisnisnya. Demikian pula ketaatan terhadap norma, terutama norma agama, budaya dan adat istiadat, serta etika bisnis, juga menjadi penting bagi berkembangnya modal sosial bonding dan kepedulian terhadap sesama, yang diwujudkan dalam budaya gotong royong, serta keterlibatan dalam organisasi juga menjadi pendorong berkembangnya modal sosial bonding dan bridging.
247
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
248