PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO Winda Rosyida Faza, Christia Meidiana, Ismu Rini Dwi Ari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Desa Pudak Wetan merupakan Kawasan Sentra Peternakan Kabupaten Ponorogo (RTRW Kab.Ponorogo 20082028), sehingga memiliki potensi kotoran ternak sapi sebagai sumber energi alternatif memasak.Rata-rata kepemilikan ternak ± 2-4 ekor/peternak. Namun dari total 329 peternak, hanya 8,8% yang mengolah limbah ternak sapi menjadi biogas dengan biodigester. Syarat operasional biodigester ukuran 6m 3 adalah minimal memiliki 2 ekor sapi dewasa. Hasil gas dapat digunakan untuk 7 jam waktu memasak, namun penggunaan setiap peternak rata-rata hanya 3-4 jam. Hanya terdapat 5 dari 29 peternak yang sistem pemanfaatan biogas dilakukan secara komunal yang didasari adanya hubungan kekerabata.Jika sistem biodigester dilakukan secara sentralitas skala desa tidak dapat dilakukan karena pola permukiman peternak menyebar settlemen compact dan topografi perbukitan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alternatif terbaik dalam distribusi potensi biogas sebagai energi alternatif memasak dan alternatif tersebut diterapkan sebagai dasar pengelompokan peternak berdasarkan karakteriatik spasial dan statistik. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Multikriteria Analisis, Analisis Kluster Spasial, dan Analisis Kluster Statistik. Terdapat empat yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu variabel lokasi, ekonomi, sosial dan teknis. Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif tipe biodigester terbaik adalan tipe biodigester skala menengah untuk 2-5 peternak dengan 1025 ekor sapi. Sistem pengelompokkan yang terbentuk ada 25 unit dengan ukuran terbesar 22m 3 untuk 5 peternak dan minimal 6m3 untuk 2 peternak Kata Kunci: Biogas, Kotoran Sapi, Biodigester, Alternatif Distribusi Biogas. ABSTRACT Pudak Wetan is the name of a village in Ponorogo which has a Livestock Center (RTRW Ponorogo 2010-2013). So that Pudak Wetan has an alternative energy resource for cooking, in the form of cow manure potency with the ownership of ±2-4 cows/breeder. But in fact, there’s just 8,8% of 329 breeders who can manage their waste to make it into biogas with the biodigester. Operational requirement of biodigester sized 6m3 is every farmer has at least 2 adult cows. Gas production can be used for 7 hours of cooking time, but every farmer to use gas only for 3-4 hours. There are only 5 of the 29 breeders who utilize biogas communally because of family connections. Another problem is very hard to realize the centrality into the village scale because of the settlement and the topography. Therefore the primary aim of this research is to identify the best alternative to distribute the cow manure potency and then the best alternative is used as a reference division of the breeders group based on spatial and statistical characteristics.This paper use some methods for analising, there are multicriteria analysis, spatial cluster analysis, and statistic cluster analysis. There are four variabels in this research are location, economic, social, and technical. The result of this research shows that the best alternative of the biodigester’s type is the medium scale for 2-5 breeders with 10-25 cows. In this system, there are 25 groups for breeders which is the maximum size is 22m3 for 5 breeders and the minimum size is 6m3 for 2 breeders. Keywords : Biogas, Cow Manure , Biodigester , Alternative Distribution of Biogas.
PENDAHULUAN Usaha peternakan menghasilkan dampak yang berbahaya bagi lingkungan, yaitu menghasilkan limbah feses dan urine dimana limbah tersebut menimbulkan polusi udara dan air. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengurangi resiko lingkungan salah satunya dengan mengolah kotoran ternak menjadi biogas.
Biogas merupakan salah satu bentuk energi terbarukan (renewable energy) yang mampu menyumbang andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar (Haryati, 2006). Bahan baku sumber energi ini merupakan bahan non-fosil, umumnya adalah limbah atau kotoran ternak. Potensi ternak ruminansia golongan besar di Indonesia, seperti ternak sapi potong, sapi perah, dan kerbau,
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 2, Desember 2013
109
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO
merupakan penghasil biogas dan pupuk organik terbesar, sebanyak 73,81% (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia – Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Kecamatan Pudak merupakan salah satu kecamatan pada Kabupaten Ponorogo yang menjadi kawasan pengembangan kawasan ternak unggulan (ternak sapi jawa dan kambing etawa) berdasarkan RTRW Kabupaten Ponorogo Tahun 2010-2030 dalam Rencana Pola Ruang). Populasi ternak sapi pada Kecamatan Pudak sebanyak 780 ekor sapi perah dan 3164 ekor sapi potong (BPS, 2013). LSM LPPAB (Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Anak Bangsa), HIVOS (Humanist Institute for Cooperation in full, Dutch: Humanistisch Instituut voor Ontwikkelingssamenwerking) dan SNV (Stichting Nederlandse Vrijwilligers) dalam Program BIRU (Biogas Rumah Tangga) memberikan bantuan pengadaan biogas sebagai energi altermatif berbasis partisipasi masyarakat. Realisasi pembuatan biogas di Kecamatan Pudak sejauh ini berjumlah 76 generator biogas yang dilakukan antara tahun 2010-2012. Potensi Desa Pudak Wetan memiliki jumlah ternak terbanyak 814 ekor dan jumlah peternak terbanyak 329 orang di Kecamatan Pudak diperlukan adanya pengembangan biogas yang berkelanjutan. Disamping itu Desa Pudak Wetan ditetapkan sebagai salah satu kawasan sentra peternakan sapi perah Kabupaten Ponorogo (RTRW Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2028). Potensi ini ditunjang dengan kepemilikan ternak sapi minimal 2 ekor pada setiap peternak yang menyebar (BPS, 2013). Namun sejauh ini, pemanfaatan biogas masih 8,8% dari 329 peternak Desa Pudak Wetan tersebar pada 4 dusun dengan ukuran 5,6,8,10, dan 12 m3 (LSM LPPAB, 2012). Padahal setiap peternak dengan kepemilikan 2 ekor sapi yang dapat menjadi potensi operasional biodigester (Use, 2012 dan BIRU, 2010). Pemanfaatan biogas yang belum menyeluruh disebabkan minimnya dana swadaya masyarakat dan minat masyarakat. Sistem pengadaan sentralitas skala pedesaan tidak mampu dilakukan karena pola permukiman bertipe compact settlements dan topografi perbukitan. Distribusi biogas yang bersifat individual dengan kuantitas berlebih menjadi dasar pengadaan jaringan distribusi antar peternak. Pemanfaatan gas untuk kebutuhan memasak 3-4 jam/hari masih memiliki kelebihan gas yang tidak dapat disimpan, sedangkan inisiatif pengadaan distribusi biogas hanya dilakukan oleh 5 dari 29 peternak karena didasari hubungan kekeluargaan. Sistem distribusi desentralisasi diperlukan untuk memperluas jalur transmisi agar tersebar pada pusat–pusat penduduk, menghindari pemanfaatan jalan desa yang masih
110
minim kelayakannya, dan dapat mempromosikan pembangunan daerah melalui pengenalan jaringan produksi energi biomasa, biogas (Herran & Nakata, 2008). Oleh karena itu diperlukan alternatif pengadaan tipe biodigester harus disesuaikan dengan sistem distribusi biogas antar peternak. Distribusi kebutuhan biogas berdasarkan pengelompokan peternak dilakukan tanpa menentukan letak titik biodigester dan jaringan pipa distribusi biogas. Sehingga penelitian ini tidak memperhatikan kondisi kontur Desa Pudak Wetan (Widodo, 2006 & Etica, 2014). Setiap peternak memiliki akses untuk mendapatkan jaringan biogas dan dapat direncanakan secara spasial kriteria yang digunakan dalam pengadaan biodigester dan jaringan distribusinya. Pengadaan kelompok distribusi disesuaikan dengan kondisi spasial dan homogenitas (statistik) peternak sehingga didapatkan pemanfaatan limbah secara maksimal. METODE PENELITIAN Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi alternatif terbaik tipe biodigester untuk distribusi potensi biogas khusus Desa Pudak Wetan dan selanjutnya dilakukan pembagian kluster (kelompok) berdasarkan karakteristik spasial dan statistik peternak Desa Pudak Wetan. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dengan survei primer menggunakan kuisioner peternak, wawancara instansi dan tokoh masyarakat, serta observasi lapangan. Survei sekunder dengan pencarian data ke instansi terkait untuk mendapatkan RTRW Kabupaten Ponorogo 2010-2030, Kecamatan Dalam Angka 2012, Monografi Desa Pudak Wetan 2010, dan Data BPS Kabupaten Ponorogo dalam Sensus Pertanian Pemutakhiran Rumah Tangga Desa Pudak Wetan Tahun, 2013. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian, yaitu: Teknik random sampling Teknik sampling acak menentukan populasi peternak yang minimal memiliki 2 ekor sapi, yaitu 242 peternak. Pengambilan sample menggunakan metode Krejcie dan Morgan menjadi 148 peternak. Proporsi pengambilan sample disesuaikan dengan proporsi jumlah peternak terhadap total KK peternak satu Desa.
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
Winda Rosyida Faza, Christia Meidiana, Ismu Rini Dwi Ari
Tabel 1. Proporsi sample peternak Dusun Pandansari Pudak Kidul Ngelo Bakalan Total
Peternak 96 33 69 44 242
Persentase 40% 13% 29% 18% 100%
Sample 58 21 42 27 148
Teknik purposive sampling Teknik purposive sampling dipilih karena diharapkan kriteria sample yang diperoleh benarbenar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan nantinya (Sugiyono, 2010). Teknik ini dipilih untuk menentukan 7 pakar/stakeholder dalam analisis MCA. Terdapat 5 pakar yang berdomisili di Ponorogo untuk mengetahui kondisi eksisting dan terkait kerja lapangan di wilayah studi, serta 2 pakar merupakan pakar pendidikan yang mengetahui teori dan kinerja tentang biogas. Metode Analisis Metode yang digunakan dalam penentuan pemilihan alternatif terbaik tipe biodigester untuk distribusi biogas, yaitu:
Average Nearest Neighbor (ANN) dihitung sebagai jarak rata-rata yang diamati dibagi dengan jarak rata-rata yang diharapkan.
Keterangan : Do = rata-rata jarak yang diamati antar point De = rata-rata jarak yang diharapkan antar point
Analisis Cluster digunakan untuk mengidentifikasi pengelompokan peternak berdasarkan karakteristik spasial (kedekatan jarak) antar permukiman berdasarkan hasil ANN menggunakan ArcGis 10.1. Pengelompokkan peternak dibagi setiap kawasan permukiman peternak antar dusun, sehingga membentuk 6 model analisis cluster. Untuk dusun Ngelo dan dusun Pandansari dibagi menjadi dua karena antar kawasan permukiman membentuk berjarak ±500m - 1 km yang tidak di mungkinkan apabila dilakukan distribusi biogas antara 2-5 peternak.
Analisis Multicriteria (MCA) Menurut Mendoza (1999), Analisis Multikriteria (MCA) adalah pengambilan keputusan yang dikembangkan untuk masalah-masalah kompleks multikriteria yang mencakup aspek kualitatif dan atau kuantitatif dalam proses pengambilan keputusan menggunakan bantuan aplikasi expert choice dan tahap pairwise compareson menggunakan microsoft excel. Tujuan dari MCA untuk mengidentifikasi alternatif terbaik berdasarkan beberapa kriteria tipe biodigester Desa Pudak Wetan.Untuk tahap pembobotan dilakukan pemberian prioritas berdasarkan teori dan pengalaman kepada 7 pakar dan pada tahap skoring dilakukan penilaian yang disesuaikan dengan kondisi eksisting wilayah studi kepada 5 pakar yang berdomisili di Ponorogo. Hasil akhir MCA terdapat 4 model yang disesuaikan dengan unit analisis, yaitu 4 dusun. Variabel untuk analisis MCA adalah variabel lokasi dan ekonomi. Sub variabel lokasi, terdiri dari kelembapan udara, lokasi aman, dan ketersediaan lahan, serta untuk sub variabel ekonomi hanya menggunakan kemampuan masyarakat, yang semuanya diterapkan dalam analisis MCA sebagai kriteria (Gambar 1). Analisis Kluster Spasial Analisis kluster spasial (ArcGis Resources, 2013) yang digunakan memiliki tujuan meminimalkan jarak atau aturan antar fitur terdekat. Penggunaan Nearest Neighbor Analysisbertujuan untuk menghitung indeks antar peternak terdekat berdasarkan jarak rata-rata.
Gambar 1. Struktur hirarki untuk mengidentifikasi alternatif terbaik tipe biodigester Analisis Kluster Statistik Analisis cluster dapat dilakukan sesuai dengan input dan data yang ada, yaitu ukuran jarak atau cluster spasial (Distance Type Measure) dan homogenitas antar variabel atau analisis statistik (matching type measure) (Green, 1997 dalam Simamora, 2005). Untuk menganalisis cluster, dilakukan proses sebagai berikut menggunakan SPSS 16.0. Metode Hierarchical Cluster menilai kesamaan karakteristik peternak dari kriteria ekonomi, sosial, dan pola teknis peternak serta hasil dari perhitungan sub kriteria dalam MCA. Variabel yang akan digunakan dapat berupa
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
111
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO
binari atau kuantitatif. Metode ini disebut juga sebagai aglomerativ method yang digambarkan dengan dendogram yang membentuk pohon hirarki (tingkatan). Pengelompokkan peternak dibagi setiap kawasan permukiman peternak antar dusun, sehingga membentuk 6 model analisis cluster yang disesuaikan dengan analisis cluster spasial. Asumsi Penting
112
Rata-rata produksi gas per hari (m3)
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
0,8 – 1,6 1,6 – 2,4 2,4 – 3,2 3,2 – 4,0 4,0 – 4,8 4,8 – 5,6 5,6 – 6,4 6,4 – 7,2 7,2 – 8,0 8,0 – 8,8
1,2 2 2,8 3,6 4,4 5,2 6 6,8 7,6 8,4
Produksi biogas (jam/hari)
Produksi gas per hari (m3)
1 20 - 40 20 - 40 2 40 - 60 40 - 60 3 60 - 80 60 - 80 4 80 - 100 80 - 100 5 100 - 120 100 - 120 6 120 - 140 120 - 140 7 140 - 160 140 - 160 8 160 - 180 160 - 180 9 180 - 200 180 - 200 10 200 - 220 200 - 220 Sumber: BIRU, 2010
Kapasitas Tempat Pengolahan (m3)
Air yang dibutuhkan setiap hari (liter)
SN
Kotoran hewan yang dibutuhkan per hari (kg)
Berdasarkan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012 dan Budiyanto, 2009, Pemanfaatan ini dapat menghemat beberapa bahan bakar komersial dengan memanfaatkan limbah dua ekor sapi. Untuk 1 m3 biogas dapat mengganti beberapa bahan bakar untuk memasak, yaitu setara dengan 0,46 kg elpiji, 0,62 liter minyak tanah, 0,80 liter bensin, dan 3,5 kg kayu bakar dimana untuk 3/5 ikat kayu bakar (1 ikat = 2,25 kg). 0,3 m3 dapat digunakan untuk 1 jam waktu memasak (United Nation,1984) Sasaran pembuatan biodigester dilakukan secara bertahap dengan tiga pendekatan (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2008), yaitu: a. Prinsip pembuatan biodigester kelompok/kawasan (skala besar) bersifat sentralitas menjadi satu dalam 1 dusun karena masing-masing dusun rata-rata memiliki 150-400 ekor sapi. b. Prinsip pembuatan biodigester rumah tangga (skala sedang). Pengadaan diperuntukkan untuk 2-5 peternak karena menampung 1015 ekor, dimana masing-masing peternak Desa Pudak memiliki rata-rata 4-5 ekor sapi. c. Prinsip pembuatan biodigester individu (skala kecil) dengan ukuran minimal 4-6 m3karena berdasarkan kondisi eksisting pengadaan biogas Desa Pudak Wetan. Informasi dasar mengenai ukuran biodigester dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan berdasarkan standart BIRU yang disesuikan kondisi Desa Pudak Wetan (Use, 2014) dijelaskan pada tabel 2. Tabel 2. Pemilihan ukuran biodigester
4 7 9 12 15 17 20 23 25 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Studi Desa Pudak Wetan memiliki luas 1.195m2 dengan topografi kelas II, kemiringan 15-25%. Desa Pudak Wetan terdiri dari 4 Dusun, yaitu Dusun Bakalan, Pudak Kidul, Ngelo dan Pandansari. Setiap dusunnya membentuk kelompok-kelompok permukiman. Jumlah Kepala Keluarga Peternak 329 KK dari 580 KK Desa Pudak Wetan. Jumlah ternak sapi sample peternak 814 ekor. Setelah dilakukan penggabungan data dapat dari sample peternak 148 KK diketahui Desa Pudak Wetan memiliki potensi produksi kotoran sapi 8.120,5 kg/hari dari sample ternak 539 ekor. Biogas yang dihasilkan 317,7 m3/hari, dapat digunakan untuk bahan bakar memasak selama 1.049,3 jam/hari. Potensi penggunaaan energi alternatif ini dihitungan untuk setiap peternak apakah memiliki input kotoran sapi yang seimbang dengan output biogas yang digunakan untuk memasak. Apabila input yang dihasilkan lebih, maka peternak tersebut berpotensi untuk melakukan distribusi biogas. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan hasil bahwa pemanfaatan dari 148 peternak dapat memenuhi kebutuhan dalam 241 KK dengan asumsi 1 KK terdiri dari 5 anggota keluarga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk 1 KK peterak mampu memenuhi 1 KK masyarakat lainnya.Berikut ini dijabarkan jumlah peternak yang berpotensi distribusi dan tidak berpotensi distribusi berdasarkan unit dusun pada tabel 3. Tabel 3. Potensi distribusi biogas antar Peternak Dusun Bakalan Pudak Kidul Ngelo Pandansari
Peternak Berpotensi Distribusi 23 15 26 43
Peternak Tidak Berpotensi Distribusi 4 6 16 15
Total 27 21 42 58
Gambar 2. Persentase potensi distribusi biogas peternak Desa Pudak Wetan
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
Winda Rosyida Faza, Christia Meidiana, Ismu Rini Dwi Ari
Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa jumlah peternak berpotensi distribusi biogas lebih banyak untuk keempat dusun dengan jumlah terbanyak pada Dusun Pandansari 29,1%. Penentuan Alternatif Terbaik Tipe Biodigester Penentuan alternatif terbaik untuk tipe biodigester skala besar, skala menengah, dan skala kecil.Unit analisis untuk pemilihan alternatif adalah Dusun, sehingga terdapat 4 hasil MCA. Berdasarkan hasil pairwise comparison setiap dusun, sebagai berikut: Dusun Bakalan
(KU) (LA) (KL) (KM) Total
5,41 54,16 20,03 20,39 100,00
Dusun Pudak Kidul 5,41 54,16 20,03 20,39 100,00
Dusun Ngelo
Dusun Pandansari
5,63 53,91 20,27 20,19 100,00
5,63 53,91 20,27 20,19 100,00
KriteRia (KU)
Sub KriteRia KU 1 KU 2 LA 1 LA 2 LA 3 LA 4 LA 5 KL 1 KL 2 KM1 KM2
Dusun Bakalan 45,24 54,76 11,79 19,39 11,30 43,71 17,77 31,56 68,44 71,41 28,59
Dusun Pudak Kidul 45,24 54,76 21,60 19,39 11,90 42,34 18,23 31,56 68,44 79,74 20,26
Dusun Ngelo 41,67 58,33 12,09 19,39 11,90 42,34 18,23 31,56 68,44 78,56 21,44
Dusun Pandansari 40,49 59,51 12,09 19,39 11,90 42,34 18,23 31,56 68,44 79,74 20,26
Berdasarkan hasil tabel 6 dengan pairwise comparison skoring alternatif global dari 7 pakar biogas, pembuatan biodigester Desa Pudak Wetan direncanakan dengan menggunakan skala sedang. Persentase prioritas biodigester skala sedang untuk Dusun Bakalan sebanyak 44,03% , Dusun Pudak Kidul 41,48%, Dusun Ngelo berbobot 43,87%, dan Dusun Pandansari bobot alternatif pembuatan biodigester skala sedang 43,87%. Pendekatan pembuatan biogas rumah tangga (skala sedang) merupakan prinsip pembuatan biogas untuk menampung kotoran ternak segar dari 2-5 orang peternak, berkisar maksimal 25 ekor ternak yang dimiliki. Satu biodigester dapat digunakan atau diditribusikan jaringan kepada 2-5 rumah peternak. Namun dalam penelitian ini tidak membahas mengenai persebaran titik biodigester, melainkan pengelompokan yang terdiri dari 2-5 peternak dilihat dari kondisi spasial dan statistiknya.
Skor Akhir Dusun Pudak Kidul
Skor Akhir Dusun Ngelo
Skor Akhir Dusun Pandansari
Sub Kriteria
Skor Akhir Dusun Bakalan
(KL) (KM)
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa persentase tertinggi dalam kriteria utama adalah Kriteria Lokasi Aman dengan persentase diatas 50% untuk semua dusun. Pada tabel 5 dijelaskan prioritas utama antara sub kriteria pada empat dusun yang menghasilkan peringkat prioritas yang sama namun dengan persentase yang berbeda Untuk kriteria Kelembapan udara (KU), sub kriteria prioritas utama adalah lokasi harus terkena sinar matahari secara langsung (KU2). Untuk kriteria lokasi aman (LA), sub kriteria prioritas pertama adalah jenis tanah padat (LA4). Pada krieteria utama ketersediaan lahan (KL), sub kriteria prioritas pertama adalah biodigester terletak dekat dengan kandang (LA4), sedangkan untuk kriteria kemampuan masyarakat (KM) terdiri dari sub kriteria ketersediaan biaya masyarakat (KM1). Tabel 6. Nilai prioritas alternatif Kriteria
Tabel 5. Nilai prioritas sub kriteria
(LA)
Tabel 4. Nilai prioritas kriteria Kriteria
Berdasarkan perhitungan kriteria dan sub kriteria prioritas, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai prioritas alternatif dari pembobotan 7 pakar dan skoring 5 pakar yang digabungkan dengan hasil (Tabel 6).
Besar
Sedang
Kecil
Besar
Sedang
Kecil
Besar
Sedang
Kecil
Besar
Sedang
Kecil
KU 1 KU 2 (LA) LA 1 LA 2 LA 3 LA 4 LA 5 (KL) KL 1 KL 2 (KM) KM1 KM2 Total Kepentingan (%)
7,56 5,65 5,53 6,64 8,19 7,29 2,76 4,13 8,82 3,57 1,73 61,87 23,58
8,15 10,10 7,41 9,91 10,40 8,28 17,83 11,76 11,66 6,88 13,16 115,53 44,03
7,29 6,16 11,09 6,05 6,29 6,06 9,06 6,09 6,24 11,78 8,87 84,98 32,39
7,57 5,65 5,53 6,64 8,19 7,29 2,76 4,05 8,82 3,57 1,73 61,79 22,43
7,38 10,10 7,41 9,91 10,40 8,28 17,83 11,76 11,66 6,88 13,71 115,30 41,85
7,04 6,99 6,58 7,63 8,09 7,92 14,26 10,35 9,25 7,18 13,16 98,44 35,73
7,57 5,65 5,53 6,64 8,19 7,29 2,76 4,05 8,82 3,57 1,73 61,79 23,51
7,38 10,10 7,41 9,91 10,40 8,28 17,83 11,76 11,66 6,88 13,71 115,30 43,87
8,02 6,16 11,09 6,05 6,29 6,06 9,09 6,09 6,24 11,78 8,87 85,74 32,62
7,57 5,65 5,53 6,64 8,19 7,29 2,76 4,05 8,82 3,57 1,73 61,79 23,51
7,38 10,10 7,41 9,91 10,40 8,28 17,83 11,76 11,66 6,88 13,71 115,30 43,87
8,02 6,16 11,09 6,05 6,29 6,06 9,09 6,09 6,24 11,78 8,87 85,74 32,62
(KU)
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
113
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO
Berdasarkan hasil Analisis Average Nearest Neghbour, diketahui pola permukiman Desa Pudak Wetan membentuk kluster (pengelompokan). Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 3. Dengan menganalisis pola permukiman seluas kawasan permukiman Desa Pudak Wetan, 511.745,00 m2.
Tabel 7. Kluster kedekatan jarak
peternak
berdasarkan
Jenis Kluster
Jumlah peternak tiap dusun (unit) Bakalan Pudak Kidul Ngelo Ngelo (Tritih) Trembang Pandansari Total
1
2
3
4
5
6
5 8 3
2 -
12 7 9
0 -
-
5 3 5
9 2 22 48
2
4 5 37
4 2 7
2 2 4
4 17
8
Total
Penentuan Kluster berdasarkan Homogenitas Jarak Spasial Antar Peternak
-
-
22 20 17
3 3
1 1
15 8 37 119
7
Keterangan: 1 Tunggal Peternak < 13 m 2 Tunggal Peternak = 13 m 3 Tunggal Peternak > 13 m 4 Dua Peternak < 13 m 5 Dua Peternak = 13 m 6 Dua Peternak > 13 m 7 Tiga Peternak >13 m 8 Lima Peternak > 13m
114
Penentuan Kluster berdasarkan Homogenitas Karakteristik Antar Peternak
2 6 1 1 -
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
4 1 1 1 1 -
3 5 1 1 -
Dusun Pandansari
11 2 1
Dusun Pandansari bagian Trembang
Keanggotaan Cluster (peternak) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Dusun Ngelo bagian Tritih
Jumlah kluster dalam tiap kawasan permukiman (kelompok)
Dusun Ngelo RT 12
Pengelompokan dibagi menjadi 6 unit penelitian yang disesuaikan dengan pembagian pada Analisis Cluster Spasial, berikut ini pembagian distribusi biogas untuk setiap dusunnya: Tabel 8. Pengelompokkan peternak berdasarkan kesamaan karakteristik Dusun Pudak Kidul
Hasil Nearest Neighbor Analysis menunjukkan nilai z-score sebesar -4,4 dan p value 0,000009 ≈ 0,00. Hasil z-score kurang dari 2,58 dan p-value kurag dari 0,01 maka disimpulkan bahwa pola permukiman Desa Pudak Wetan mengelompok. Nearest neighbor ratio menunjukkan angka 0,914317 ≈ 0,91, berarti bahwa persebaran permukiman dan biogas bersifat mengelompok (clustered) karena nilai kurang dari 1,00. Jadi untuk persebaran permukiman mengelompok. Jarak rata-rata permukiman yang diamati Desa Pudak Wetan berdasarkan hasil Observed Mean Distance sejauh 12,079292 meter ≈ 12,08 meter. Jarak rata-rata permukiman yang diharapkan berdasarkan hasil Expected Mean Distance adalah 13,211278 meter ≈ 13,21 meter, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola permukiman Desa Pudak membentuk mengelompok dengan jarak masing-masingnya 13 meter. Sehingga dilakukan pengelompokkan pada 6 unit kawasan permukiman Desa Pudak Wetan dengan menetapkan batasan jarak skala pelayanan 13 meter yang dibandingkan dengan jumlah peternak.
Dusun Bakalan
Gambar 3. Grafik Analisis Average Nearest Neghbour
Pengelompokkan jarak 13 meter menjadi dasar jarak kedekatan antar peternak. Untuk Dusun bakalan menjadi 22 kluster, Dusun Pudak Kidul menjadi 20 kluster, Dusun Ngelo RT 1 & RT 2 menjadi 17 kluster, Dusun Ngelo bagian Tritih menjadi 16 kluster, Dusun Pandansari bagian Trembang menjadi 8 kluster, dan Dusun Pandansari menjadi 37 kluster.
3 1 -
10 8 2 1 1
Winda Rosyida Faza, Christia Meidiana, Ismu Rini Dwi Ari
Berdasarkan homogentias karakteristik antara peternak didapatkan hasil bahwa keanggotaan kluster terbanyak terdiri dari 1 peternak saja, sedangkan untuk keanggotaan kluster yang sesuai dengan standart pengadaan biodigester skala menengah hanya 30 kluster dari 68 kluster. Namun berdasarkan hasil analisis statistik, pengelompokan distribusi kebutuhan biogas belum sesuai dengan kedekatan jarak masyarakat. Sehingga perlu adanya pengelompokkan yang disesuaikan dengan kedekatan jarak dan kesamaan kondisi ekonomi, sosial, dan teknis peternakan dengan menggabungkan analisis kluster statistik dan analisis kluster spasial menjadi 119 pembuatan biodigester, dengan pembuatan biodigester skala sedang sebanyak 25 unit dengan maksimal anggota kelompok 5 anggota dan minimal 2 anggota. Untuk sisanya adalah pembuatan biodigester skala kecil 94 unit yang tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan standart pembuatan biodigester skala sedang dan kondisi jarak spasial yang tidak dapat dilakukan pengelompokan (Tabel 9.) Pengadaan biodigester tertinggi dengan ukuran 22 m3untuk pendistribusian 5 peternak dan minimal ukuran biodigester 6 m3 untuk pendistribusian 2 peternak. Namun dalam Program Pengadaan Biogas pada Kabupaten Ponorogo minimal pengadaan biodigester 6 m3, sehingga untuk ukuran 4 m3 direalisasikan dalam bentuk 6 m3 untuk efisiensi biaya. Pengelompokan pada tabel 9 didasari pada kedekatan jarak dan homogenitas karakteristik
antar peternak memiliki dampak positif sebagai rekomendasi yang mempermudah pemerintah dalam memberikan bantuan atau sosialisasi kepada anggota kluster. Bantuan homogenitas karakteristik peternak yang bersifat positif dapat dijadikan sebagai keunggulan dari setiap kluster dan tidak menjadi pertimbangan utama dalam pengadaan biodigester skala sedang, seperti memiliki kemampuan biaya swadaya, kesamaan pemeliharaan ternak. Namun untuk homogenitas peternak yang bersifat negatif dapat dijadikan sebagai kelemahan yang perlu pertimbangan khusus, seperti: tidak memiliki kemampuan dalam swadaya pengadaan biodigester, kondisi kandang yang tidak disemen. Terdapat 23 kluster peternak yang berpotensi melakukan distribusi kebutuhan biogas kepada masyarakat lainnya karena terdapat kelebihan produksi gas dibandingkan kebutuhan gas. Pengadaan biodigester terbanyak berada di Dusun Pandansari, sedangkan pengadaan biodigester paling sedikit berada di Dusun Pudak Kidul dan Dusun Pandansari Trembang. Peta perencanaan distribusi biogas bersumber dari Citra Satelit Google Earth, RTRW Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 dan Bidang ESDM, PU Kabupaten Ponorogo. Peta Administrasi Desa Pudak Wetan terdiri dari 4 Dusun (Gambar 4.). Peta pembagian kluster distribusi biogas dibagi menjadi 6 (enam) kawasan berdasarkan persebaran permukiman pada 4 (empat) dusun dijelaskan dalam peta pada gambar 5.
Gambar 4. Peta administrasi Desa Pudak Wetan Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
115
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 5. Peta kluster peternak potensi distribusi biogas (a) Dusun Bakalan yang bersumber skala 1:1700, (b) Dusun Pudak Kidul yang bersumber skala 1:2800, (c) Dusun Ngelo yang bersumber skala 1:1900, (d) Dusun Ngelo (Tritih) yang bersumber skala 1:1900, (e) Dusun Pandansari (Trembang) yang bersumber skala 1:1700, dan (f) Dusun Pandansari yang bersumber skala 1:2800 Tabel 9. Potensi Distribusi Biogas berdasarkan Cluster Spasial dan Statistik Peternak Desa Pudak Wetan Kluster
1 2 3 4
116
Anggota Bini Karmin Setiadi Sarni Sumarno Sukani Dasar
Anggota Distribusi
Kondisi Ekonomi
Kondisi Kondisi Sosial Teknis BAKALAN
Kedekatan jarak (m)
Ukuran Biodigester (m3)
2 rumah
√
√
2 rumah
√
2 rumah 2 rumah
√
> 13
12
Lebih
√
√
> 13
12
Lebih
√
√
√
> 13
10
Lebih
√
√
√
> 13
14
Lebih
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
Potensi Distribusi
Winda Rosyida Faza, Christia Meidiana, Ismu Rini Dwi Ari
Kluster
5
Anggota Sukanto Sarnu Suparman
Anggota Distribusi
Kondisi Ekonomi
Kondisi Sosial
Kondisi Teknis
Kedekatan jarak (m)
Ukuran Biodigester (m3)
2 rumah
√
√
√
> 13
18
√
> 13
8
Potensi Distribusi
Lebih
PUDAK KIDUL Tarnu Ukir
1
2 Rumah
√
√
Lebih
NGELO Sutrisno Sunarto Sumadi Sinu Kaderi Danur Sarji Misnanto
1 2 3 4
2 rumah
√
√
√
> 13
10
Lebih
2 rumah
√
√
√
< 13
8
Lebih
2 rumah
√
√
√
> 13
10
Lebih
2 rumah
√
√
√
< 13
12
Lebih
TRITIH 1 2 3 4 5
Sujud Saran Tumiran Boyadi Sairin Slamet Muhayat Slamet Saijo Kaderi
2 rumah
√
√
√
≤ 13
6
Kurang
2 rumah
√
√
√
< 13
8
Lebih
2 rumah
√
√
√
< 13
8
Lebih
2 rumah
√
√
√
< 13
2 rumah
√
√
√
< 13
8
Lebih
√
> 13
12
Lebih
8
Lebih
TREMBANG 1
Sutomo Darmaji
2 rumah
√
√ PANDANSARI
1 2 3 4 5 6
7
8
9
Parno Cipto Warni Wagiyo Kamto Sesno Boiran Tumiran & Sibuh Nyoto Mesiran Wahno Suparnu& Eko Kasri Kaseni Harmani Jemari/Sainah Eko Sunarto Mujiono Marsono K Purwanto Sarwan Tarjan Sipar
2 rumah
√
√
√
> 13
12
Lebih
2 rumah
√
√
√
< 13
10
Lebih
2 rumah
√
√
√
> 13
12
Lebih
2 rumah
√
√
√
> 13
10
Lebih
2 rumah
√
√
√
> 13
16
Lebih
3 rumah
-
√
√
< 13
12
Lebih
3 rumah
√
√
√
> 13
16
2 rumah
√
√
√
> 13
6
Kurang
5 rumah
√
√
√
> 13
22
Lebih
SIMPULAN Kesimpulan dari hasil analisis dengan menggunakan 148 peternak sebagai sample, didapatkan hasil seba-gai berikut: 1. Berdasarkan perhitungan potensi distribusi biogas dari 148 peternak didapatkan hasil, potensi sumber energi alternatif biogas
Lebih
sebanyak 317,7 m3/hari yang menjadi bahan bakar memasak selama 1049,3 jam/hari setara pemenuhan kebutuhan 241 KK. Potensi distribusi biogas melebihi kebutuhan sample peternak sejumlah 148 KK, sehingga setiap sample peternak ini mampu untuk memenuhi kebutuhan memasak untuk 2KK;
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013
117
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO
2.
Berdasarkan perhitungan 4 Dusun pada Desa Pudak Wetan didapatkan hasil bahwa alternatif terbaik dalam pembuatan biodigester dari 7 pakar/stakeholder adalah pembuatan biodigester skala sedang (rumah tangga). Persentase pembuatan biodigester skala sedang untuk Dusun Bakalan 44,81%, Dusun Pudak Kidul 44,36%, Dusun Ngelo 44,49%, dan Dusun Pandansari 44,18%. Pembuatan Biodigester skala sedang beranggotakan 2-5 rumah tangga untuk 1 biodigester dengan jumlah sapi 10-25 ekor. Penerapan skala sedang diterapkan secara global satu Desa Pudak Wetan karena ketinggian tidak berpengaruh terhadap peletakan secara fisik biodigester, karakteristik ekonomi yang sama, pola guna permukiman compact settlements, dan jumlah keluarga rata-rata 5 orang. 3. Berdasarkan penggabungan analisis cluster statistik dan analisis cluster spasial didapatkan 25 unit kluster pembuatan biodigester dengan ukuran terbesar 22 m3 dan minimal ukuran biogas 6 m3. Pengguna biodigester maksimal anggota kelompok 5 peternak dan minimal 2 peternak.
Saran Saran yang diajukan peneliti untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1. Penelitian tidak mengidentifikasi karakteristik sapi dari umur ternak, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu diperhatikan lebih lanjut karena umur mempengaruhi jumlah kotoran sapi untuk perhitungan input potensi distribusi biogas; 2. Peneliti tidak mempertimbangkan kontur Desa Pudak Wetan, sehingga diperlukan kajian data sebagai pendukung perencanaan titik biodigester dan jaringan distribusi kebutuhan biogas baik kepada peternak maupun non peternak. 3. Peneliti tidak mempertimbangkan karakteristik masyarakat non peternak. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan metode sampling untuk dua jenis objek, masyarakat peternak dan masyarakat non peternak karena potensi distribusi melebihi kebutuhan peternak. Selain itu, dipertimbangka faktor willingnes to pay oleh masyarakat lain kepada peternak yang melakukan distribusi. 4. Penelitian berada di Desa Pudak Wetan yang memiliki pola permukiman settlement compact, sehingga diperlukan pengambilan sampel kluster (clusteringa cluster) untuk masyarakat bermukim di sekitar kluster peternak.
118
5. Peneliti tidak memperhitungkan keuntungan ekonomi yang didapatkan oleh peternak dalam pemanfaatan biogas. Dalam penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan manfaat ekonomi dalam pemanfaatan biogas dan digestate untuk menunjang Desa Mandiri Energi. DAFTAR PUSTAKA ArcGis Resources. 2013. Arcgis Help 10.1 Average Nearest Neighbor (Spatial Statistics). Website (Online) http://resources.arcgis.com/en/help/m ain/10.1/index.html#//005p000000080 00000 (diakses 18 Mei 2013) Anonim2. 1984. Updated Guidebook on Biogas Development - Energy Resources Development Series 1984, No. 27, United Nations, New York, USA. BIRU (Biogas Rumah Tangga). 2010. Model Instalasi Biogas Indonesia Panduan Konstruksi. Jakarta: TIM BIRU. ______________________________. Pedoman Penggunaan. Jakarta: TIM BIRU. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. 2008. Pedoman Umum Pengembangan Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS). Jakarta: Departemen Pertanian Herran, Diego Silva & Nakata, Toshihiko. 2008. Optomozation of decentralizad energy systems using biomass resources for rural electrification in developing countries. Japan: Department of Management Science and Technology, Graduate School of Engineering Tohoku University Mendoza, Guillermo A. dkk. 1999. Panduan untuk Menerapkan Analisis Mutlikriteria dalam Menilai Kriteria dan Indikator. Jakarta: Center for International Foresty Research (CIFOR) http://www.cifor.org/publications/pdff iles/Books/BMendoza0001.pdf (dikases pada tanggal 13 Mei 2013) Simamora, Bilson. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Simamora, S., Salundik, Wahyuni, S., & Surajudin. 2005. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak & Gas dari Kotoran Ternak. Bogor: PT AgroMedia Pustaka. Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta.
Jurnal Tata Kota dan DaerahVolume 5, Nomor 2, Desember 2013