PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE UNTUK CAMPURAN BERASPAL JENIS LASTON LAPIS PERNGIKAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL Trivia Ariska1), Gunawan Wibisono2), Alfian Malik2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, 2)Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru 28293 E-mail:
[email protected] /
[email protected] /
[email protected] 1)
ABSTRACT Petroleum industry has an important role in supplying fuel necessaries. In process to produce pretoleum crude oil into various of petroleum based products also emerged waste products include solids, liquids and gases. Solid waste products which found from poduction activities of the industry produce called Oil Sludge. Oil sludge is categorized as hazardous and toxic waste (B3) because the characteristic and the concentration can contaminate the environment. This research aims to investigate the potential of oil sludge as a partial replacement of asphalt in Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC). In this study the variation of oil sludge addition was 0%, 4%, 6% and 8% of the weight of asphalt. The addition of oil sludge decreased the optimum asphalt content (OAC) and increased the unit weight of the asphalt concrete mixture. This is caused by the fine grains contained in the oil sludge. Based on the Marshall characteristics test results, the maximum allowable content of oil sludge that could be used was 4% with 6.65% of OAC and 948,03 kg of average stability value which satisfied the specifications of Bina Marga 2010 Revision 3. Keyword : oil sludge, asphalt concrete, AC-BC, marshall, Specification of Bina Marga 2010 Revision 3
1.
PENDAHULUAN Industri perminyakan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak. Industri perminyakan setiap harinya memproduksi dan mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk bahan bakar yang mana pertumbuhan industri perminyakan ini cukup pesat. Dalam proses pengolahan minyak mentah (crude oil) menjadi berbagai produk bahan bakar ini menghasilkan limbah berupa limbah padat, cair dan gas. Limbah padat yang dijumpai saat dari penyulingan minyak sampai kedalam tangki penampungan ini disebut oil sludge. Limbah oil sludge, termasuk dalam kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) karena sifat dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Oleh karena itu sesuai dengan peraturan yang Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 maka pengelolaannya diperlukan penanganan secara baik sehingga tidak mencemari lingkungan (BAPEDAL, 2001). Walaupun dikategorikan dalam limbah B3 namun kandungan bahan berbahayanya berdasarkan pengujian karakteristik kimia masih di bawah ambang batas (Putra, 2017). Karena alasan biaya pengolahan yang mahal, banyak industri perminyakan hanya menyimpan limbah-limbah tersebut di dalam tangki penyimpanan tanpa adanya proses pengolahan. Penanganan limbah oil sludge dengan cara memanfaatkannya menjadi produk merupakan salah satu cara mengurangi jumlah penumpukannya. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan limbah oil sludge sebagai pengganti sebagian aspal untuk campuran perkerasan jalan. Oil sludge telah digunakan sebagai pengganti sebagian bahan pengikat aspal untuk lapis perkerasan jalan. Kandungan 1
propertis dari oil sludge yang dipelajari menunjukkan hasil kandungan minyak berat yang tinggi. Hasil menemukan bahwa penambahan 4% oil sludge ke dalam pengikat aspal dapat diterima hal ini pastinya akan mengurangi jumlah limbah oil sludge yang ada di lapangan dan dapat membantu memperbaiki lingkungan serta permasalahan kesehatan yang terkait dengan limbah ini (Zubaidy, 2014). Pemanfaatan oil sludge sebagai bahan peremajaan Buton Rock Asphalt (BRA) untuk campuran dingin telah dilakukan oleh Hermadi, et.al,. (2015) menunjukkan hasil bahwa oil sludge dapat digunakan sebagai bahan peremajaan, modifier bitumen BRA tipe 5/20 dan menghasilkan nilai stabilitas 1610 kg. Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia di daerah Minas, Duri dan Langgak. Dengan banyaknya berdiri industri perminyakan di sekitar Riau maka menghasilkan limbah oil sludge yang banyak pula, untuk itu pengolahan dan pemanfaatan oil sludge menjadi berbagai produk lainnya akan sangat berguna (Tamboesai, 2012) Pemilihan oil sludge sebagai bahan pengganti sebagian aspal pada penelitian ini juga berdasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Putra (2017) yang memanfaatkan oil sludge untuk campuran Hot Rolled-Sheet Wearing Course (HRS-WC), pada pengujian karakteristik oil sludge diperoleh kandungan 94,02% minyak, 5,98% agregat halus dan 6,75% air. Dari Hasil penelitian diperoleh persentase penambahan limbah oil sludge maksimum yang dapat digunakan dalam campuran adalah 4% dari berat aspal optimum dengan kadar aspal optimum 6,43%. Oleh karena itu perlu juga dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa persentase penambahan limbah oil sludge maksimum serta kadar aspal optimum untuk campuran beraspal Laston Lapis Pengikat AC-BC. Dimana lapis pengikat (Binder Course) merupakan lapisan dibawah lapisan permukaan (Wearing Course), apakah kadar penambahan oil sludge dalam campuran dapat ditingkatkan sehingga dapat
Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
mengurangi penggunaan aspal dan memanfaatkan limbah lebih banyak lagi. 2.
METODOLOGI PENELITIAN Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan skala laboratorium di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Riau, dengan pengujian metode Marshall (RSNI M-01-2003), yang mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 3 dan gradasi campuran agregat yang dipakai adalah gradasi campuran Laston Lapis Pengikat (AC-BC). 2.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan untuk pungujian campuran Lataston-WC terdiri dari: 1. Aspal merek Esso, penetrasi 60-70. 2. Agregat kasar dan halus produksi PT. Berkat Yakin Gemilang 3. Oil sludge dengan karakteristik kimia yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengujian Karakteristik Kimia Oil Sludge Parameter
Baku mutu
Hasil Pengujian
1 0,5 35 0,5 25 0,15 2,5 10 0,5 0,05 3,5 3,5 0,5 5 50 50 10.000 10
<0,2 <0,02 0,8 <0,02 <0,2 <0,02 <0,05 <0,02 0,4 <0,0005 0,02 <0,02 <0,2 <0,02 1 <10 196000 <1
TCLP (Mg/L) Sb As Ba Be B Cd Cr Cu Pb Hg Mo Ni Se Ag Zn Trib. Oxide TPH (Mg/Kg) PAH (Mg/Kg)
Sumber: (Putra, 2017)
2.2 Gradasi Agregat Campuran Campuran beraspal Laston Lapis Pengikat merupakan campuran yang mengambil niilai diantara batas atas dan batas bawah. Penentuan gradasi berdasarkan spesifikasi umum bina marga tahun 2010 2
revisi 3. Penelitian ini menggunakan campuran dengan gradasi agregat kasar 20%, agregat sedang 33% dan agregat halus 47% yang ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 1. Tabel 2. Gradasi Agregat Campuran Nomor Saringan Mm
Perkiraaan Proporsi Masing-masing Fraksi
Spesifikasi Lolos Saringan
Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Jumlah
20%
33%
47%
100%
Batas Bawah
Batas Atas
inch
37,50
1 1/2"
20,00
33,00
47,00
100,00
100
100
25,00
1"
20,00
33,00
47,00
100,00
100
100
19,00
3/4"
13,89
33,00
47,00
93,89
90
100
12,50
1/2"
4,88
32,72
46,63
84,23
75
90
9,50
3/8"
2,80
29,87
45,86
78,53
66
82
4,75
No. 4
0,77
8,31
42,08
51,16
46
64
2,36
No. 8
0,35
3,68
33,19
37,22
30
49
1,18
No. 16
0,29
2,63
23,23
26,15
18
38
0,60
No. 30
0,27
1,73
16,65
18,66
12
28
0,30
No. 50
0,26
1,32
11,17
12,75
7
20
0,15
No. 100
0,22
0,72
6,25
7,19
5
13
0,075
No. 200
0,16
0,32
4,37
4,85
4
8
100 90 80
Batas Atas
% Lolos Saringan
70 60 50 40 30 20 10 0 0,01
0,1 Diameter Agregat 1 (mm) 10
100
Gambar 1. Grafik Gradasi Campuran Laston Lapis Pengikat (AC-WC) 2.3 Perkiraan Kadar Aspal Optimum (KAO) Penentuan KAO dapat ditentukan menggunakan rumus empiris berdasarkan gradasi target dan proporsi agregat yang digunakan, KAO dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + C = 0,035(63%) + 0,045(30%) + 0,18(7%) + 1 = 5,84% CA : Agregat kasar FA : Agregat sedang FF : Bahan pengisi
Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
2.4 Perencanaan Benda Uji Setelah diperoleh perkiraan nilai KAO dari campuran ditentukan variasi kadar aspal yang akan digunakan, variasi tersebut adalah 5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7% dari berat total campuran sedangkan variasi oil sludge adalah 0%, 4%, 6% dan 8% dari berat aspal. Pengambilan variasi oil sludge mengacu pada penelitian sebelumnya (Putra, 2017) pada lapisan Lataston HRS-WC, jika hasil pengujian karakteristik Marshall kadar oil sludge pertama memenuhi spesifikasi maka pengujian akan dilanjutkan dengan menaikkan kadar oil sludge kemudian berhenti jika penambahan oil sludge menghasilkan nilai karakteristik Marshall yang tidak memenuhi spesifikasi. Jumlah benda uji yang akan digunakan untuk penentuan KAO masingmasing campuran didasarkan pada variasi kadar aspal dan oil sludge yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Benda Uji Variasi Oil Sludge Terhadap Persentase Kadar Jumlah Aspal (%) Aspal Sampel (%) (bh) 0 4 6 8 5 5,5 6 6,5 7
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 Total
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
12 12 12 12 12 60
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengujian Agregat Agregat yang diuji adalah agregat kasar dengan ukuran 1-2 dan agregat medium sedangkan agregat halus yang diuji adalah agregat abu batu. Pengujian yang dilakukan berdasarkan Spesifikasi Bina Marga 2010 revisi 3. Hasil pengujian terhadap agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 4 dan hasil pengujian agregat halus dapat dilihat pada Tabel 5. Secara umum hasil pengujian agregat kasar dan halus telah memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3. 3
Berdasarkan hasil pengujian yang 3.2 Hasil Pengujian Aspal Aspal yang digunakan adalah aspal telah dilakukan menunjukkan penggunaan oil dengan penetrasi 60/70 merek Esso yang sludge menurunkan kualitas aspal yang diperoleh dari Laboratorium Jalan Raya digunakan. Hasil pengujian tersebut dapat Fakultas Teknik Universitas Riau. Hasil dilihat pada Tabel 7. pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 6. Secara keseluruhan hasil pengujian Dari hasil pengujian dapat dilihat telah memenuhi spesifikasi yang digunakan, bahwa aspal yang digunakan telah memenuhi kecuali nilai viskositas kinematis dan Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3. penetrasi. Hal ini diakibatkan oleh kandungan minyak dalam oil sludge yang membuat aspal 3.3 Hasil Pengujian Campuran Aspal menjadi lebih encer, lunak dan lebih lengket.. dengan Oil Sludge Tabel 4. Hasil Pengujian Agregat Kasar Spesifikasi Pengujian
Standar
Hasil Pengujian Min
natrium sulfat
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan (%)
magnesium sulfat
3,62
12
-
18
-
6
-
30
SNI 3407:2008
100 putaran
Campuran AC Modifikasi
Abrasi dengan mesin Los Angeles (%)
Maks
500 putaran SNI 2417:2008
Semua jenis campuran aspal bergradasi lainnya
100 putaran
-
8
500 putaran
25,88
40
Kelekatan agregat terhadap aspal (%)
SNI 2439:2011
96
95
Butir pecah pada agregat kasar (%)
SNI 7619:2012
100
Partikel pipih dan lonjong (%)
ASTM D4791 Perbandingan 1: 5
8,69
95/90 10
Tabel 5. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian
Standar
Spesifikasi
Hasil Pengujian
Min
Nilai setara pasir (%)
SNI 03-4428-1997
66,37
60
Angularitas dengan uji kadar rongga (%)
SNI 03-6877-2002
45,17
45
Gumpalan lempung dan butir - butir mudah pecah dalam agregat (%)
SNI 03-4141-1996
0,105
Maks
1
Tabel 6. Hasil Pengujian Aspal Sifat-sifat Material Yang Diuji o
Penetrasi, 25 C, 100 gram, 5 detik
Standar Uji SNI-06-2456-1991
Satuan Dmm
Titik Lembek (Softening Point)
SNI-06-2432-1991
o
Titik Nyala degan Cleveland Open Cup
SNI-06-2433-1991
o
Daktilitas, 25 oC, 5 cm/menit
SNI-06-2432-1991
Berat Jenis
SNI-06-2441-1991
Kehilangan Berat (TFOT)
SNI-06-2441-1991
o
Viskositas Kinematis 135 C (cSt)
Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
SNI 06-6441-2000
C
Spesifikasi
Hasil Uji
Min
Maks
63,38
60
70
54,05
48
C
340
232
Cm
156
100
1,084
1
% berat o
C
0,136 465
0,8 300
4
Tabel 7. Hasil Pengujian Campuran Aspal dengan Oil Sludge Sifat - Sifat Material Yang Diuji Penetrasi, 25 oC, 100 gram, 5 detik Penetrasi, (Setelah Kehilangan Berat) Titik Lembek (Softening Point) Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup Daktilitas, 25 oC, 5 cm/menit Daktilitas, (Setelah Kehilangan Berat) Berat Jenis Kehilangan Berat (TFOT) Viskositas Kinematis 135oC (cSt)
Standar Pengujian
SNI 06-2456-1991
Hasil Pengujian Campuran Aspal:Oil Sludge Satuan 4
6
8
Min
Maks
dmm
84,75
88,50
92,83
60
70
%
87,32
86,04
85,51
54
o
52,00
51,75
51,30
48
o
285,0
274,00
264,0
232
137,75
134,45
127,80
100
125,30
120,75
114,0
100
1,040
1,038
1,035
1
%
0,419
0,460
0,559
o
430,0
345,00
275,0
SNI 06-2432-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991
Spesifikasi
Dengan Variasi Oil Sludge
C C
Cm
SNI 06-2441-1991 SNI 06-2440-1991 SNI 06-6441-2000
C
3.4 Karakteristik Marshall Campuran Laston Lapis Pengikat (AC-BC) Kondisi Standar a. Berat Isi (density) Gambar 2 di bawah ini menunjukkan semakin bertambahnya kadar aspal, nilai berat isi suatu campuran akan semakin meningkat, hingga batas tertentu berat isi akan menurun. Penurunan berat isi ini diakibatkan terlalu banyaknya aspal yang mengakibatkan sedikitnya jumlah agregat dalam campuran beraspal. Dengan bertambahnya kadar oil sludge dalam campuran ternyata membuat peningkatan nilai berat isi, hal ini dikarenakan kandungan agregat halus dalam oil sludge mengisi rongga-rongga dalam campuran sehingga membuat porositasnya rendah.
Gambar 2. Grafik Hubungan Berat Isi dengan Kadar Aspal
Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
0,8 300
b. Rongga dalam Mineral Agregat (VMA) Nilai VMA menunjukkan ruang yang tersedia dalam campuran untuk menampung volume efektif aspal kecuali yang diserap agregat. Bina Marga menetapkan batas minimal nilai VMA dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 untuk campuran Laston Lapis Pengikat (AC-BC) adalah 18%.
Gambar 3. Grafik Hubungan VMA dengan Kadar Aspal Gambar 3 di atas menunjukkan campuran aspal dengan oil sludge memiliki karakteristik yang sama dengan campuran pada umumnya. Nilai VMA dari hasil penelitian ini semakin menurun seiring bertambahnya kadar aspal kemudian akan naik kembali pada kadar aspal ±6,5%. Campuran dengan kadar oil sludge 6% dan 8% menunjukkan nilai VMA di bawah batas yang telah ditetapkan. 5
c.
Rongga dalam Campuran (VIM) Gambar 4 di bawah ini menunjukkan penurunan nilai VIM seiring dengan bertambahnya kadar aspal, hal ini sesuai dengan nilai VIM pada umumnya. Kemudian dilihat dari penambahan kadar oil sludge mengakibatkan nilai VIM akan semakin menurun. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 menetapkan batasan untuk nilai VIM yaitu 4% sampai dengan 6% untuk campuran Laston Lapis Pengikat (AC-BC).
Gambar 4. Grafik Hubungan VIM dengan Kadar Aspal d. Rongga Terisi Aspal (VFA) Gambar 5 Menunjukkan Nilai VFA akan semakin meningkat seiring bertambahnya kadar aspal. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 menetapkan batas minimum nilai VFA yaitu 68%. Besarnya nilai VFA menunjukkan keawetan suatu campuran beraspal, semakin tinggi nilai VFA menunjukkan semakin banyak rongga terisi aspal yang membuat campuran beraspal akan semakin awet. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan nilai VFA dengan bertambahnya kadar oil sludge.
e.
Stabilitas Nilai stabilitas menunjukkan kemampuan suatu campuran untuk dapat menahan suatu deformasi yang diakibatkan oleh suatu beban. Semakin bertambahnya kadar aspal dalam suatu campuran akan membuat nilai stabilitas semakin tinggi namun akan turun pada titik tertentu. Hal ini diakibatkan menebalnya selimut aspal terhadap agregat, sehingga membuat campuran menjadi lentur dan nilai stabilitas menurun. Hubungan antara stabilitas dengan kadar aspal untuk masing-masing variasi oil sludge dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa seluruh campuran telah memenuhi batas minimum nilai stabilitas yang telah ditetapkan dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 yaitu 800 kg.
Gambar 6. Grafik Hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal f.
Kelelehan (Flow) Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya kadar aspal akan membuat nilai flow suatu campuran semakin meningkat. Kemudian dilihat dari penambahan oil sludge mengakibatkan menurunnya nilai flow, hal ini menunjukkan pengaruh oil sludge yang berbentuk seperti lilin yang membuat campuran menjadi lebih getas atau kaku. Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3, nilai flow yang dihasilkan dengan variasi penggunaan oil sludge telah memenuhi batas minimal yaitu 3 mm.
Gambar 5. Grafik Hubungan VFA dengan Kadar Aspal
Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
6
Gambar 7. Grafik Hubungan Flow dengan Kadar Aspal g.
Marshall Quotient (MQ) Nilai MQ menunjukkan sifat kekakuan pada suatu perkerasan. Campuran dengan nilai MQ tinggi menunjukkan kecenderungan bersifat kaku dan kurang lentur. Sedangkan nilai MQ yang rendah menunjukkan perkerasan yang cenderung menjadi plastis dan lentur sehingga mudah mengalami perubahan bentuk apabila dibebani. Dari Gambar 8 dapat dilihat nilai MQ semakin naik dan akan turun pada kadar aspal tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbandingan nilai stabilitas terhadap flow. Nilai MQ tinggi apabila nilai stabilitas tinggi dan nilai flow rendah, dan begitu juga sebaliknya. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 menetapkan nilai minimum MQ untuk jenis perkerasan Lataston yaitu 250 kg/mm.
Gambar 8. Grafik Hubungan MQ dengan Kadar Aspal h.
Kadar Aspal Optimum (KAO) Metode yang digunakan dalam penentuan KAO adalah menggunakan metode pita berdasarkan SNI 06-2489-1991 dengan Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
menganalisis lima karakteristik Marshall sebagai standar penentuan KAO. Setiap komposisi campuran yang terdiri dari variasi kadar aspal dan oil sludge dihitung nilai VMA, VIM, VFA, stabilitas, flow dan MQ. Nilai-nilai tersebut diuraikan Dalam Grafik Yang Dibatasi Oleh spesifikasi umum bina marga 2010 revisi 3, lalu dipindahkan ke dalam tabel kinerja Marshall. Dari hasil pengujian karakteristik Marshall diperoleh nilai KAO untuk masingmasing campuran adalah: 1. Campuran 0% oil sludge = 6,68% 2. Campuran 4% oil sludge = 6,65% 3. Campuran 6% dan 8% oil sludge tidak dapat ditentukan nilai KAOnya karena hasil pengujian VMA dibawah spesifikasi yang ditentukan. 3.5 Pengujian Marshall Kondisi KAO Setelah diperoleh nilai KAO dari masing-masing campuran, pengujian dilanjutkan pada pengujian Marshall kondisi campuran dengan kadar aspal optimum. Pengujian pada kondisi KAO ini ada 2 jenis yaitu pengujian dengan Marshall standar dengan cara melakukan perendaman pada suhu ruangan selama 24 jam kemudian dilanjutkan dengan perendaman pada suhu 60oC selama ±30 menit dan pengujian durabilitas Marshall dengan perendaman pada suhu 60oC selama 24 jam. Kedua pengujian Marshall pada kondisi KAO ini bertujuan untuk menentukan indeks kekuatan sisa (IKS) atau stabilitas Marshall sisa dari campuran beraspal apabila direndam selama 24 jam pada suhu 60oC. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pengujian Marshall Kondisi KAO Stabilitas Variasi Kadar Stabilitas Setelah Oil No. Aspal Awal Rendaman Sludge Sampel (%) (Kg) 60oC Selama 1 (%) Hari (Kg) 1 1190,93 1163,23 0 6,68 2 1274,02 1177,08 3 1010,90 997,06 Rata – rata 1158,62 1112,46 1 1063,53 1052,45 4 6,65 2 1036,94 1024,75 3 1036,94 983,21 Rata – rata 1045,80 948,03
Nilai IKS (%)
Spesifikasi (%)
97,67 92,39 98,63 96,23 98,96 98,82 94,82 98,87
90,00
7
Spesifikasi umum bina marga 2010 revisi 3 menyebutkan nilai stabilitas Marshall sisa yaitu 90% dari nilai stabilitas awal. Dari Tabel 8 menunjukkan hasil pengujian campuran beraspal dengan variasi 0% dan 4% oil sludge telah memenuhi spesifikasi tersebut dengan nilai IKS besar dari 90%. 4.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan pada Bab sebelumnya didapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Penambahan oil sludge sebagai pengganti sebagian aspal menurunkan kualitas campuran aspal, namun masih memenuhi spesifikasi yang ada kecuali nilai penetrasi dan viskositas kinematis yang semakin menurun. Nilai penetrasi yang dihasilkan untuk campuran 0%, 4%, 6% dan 8% oil sludge berturut-turut 63,38; 85,75; 88,5 dan 92,83 sedangkan nilai viskositas kinematis yang dihasilkan adalah 465, 430, 345, 275 cST. 2. Peningkatan nilai berat isi campuran beraspal menunjukkan pengaruh butiran halus dalam oil sludge yang mengisi rongga-rongga dalam campuran. Hal ini menyebabkan campuran menjadi semakin padat. 3. Penambahan oil sludge membuat aspal menjadi semakin cair dan lengket akibat kandungan minyak yang tinggi dalam oil sludge. 4. Penambahan kadar oil sludge menghasilkan nilai KAO yang semakin menurun, yaitu 6,68% untuk campuran 0% oil sludge dan 6,65% untuk campuran 4% oil sludge. 5. Kadar oil sludge maksimum yang dapat digunakan dalam campuran Laston Lapis Pengikat (AC-BC) adalah 4% dari berat aspal. Nilai tersebut berdasarkan rentang variasi oil sludge yang digunakan. 6. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oil sludge yang direkomendasikan untuk digunakan adalah dengan kadar 4%. Oil sludge dengan variasi 6% dan 8% tidak dapat digunakan karena nilai VMA yang tidak
Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
7.
mememenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3. Hasil pengujian kadar abu dari agregat halus hasil ekstraksi oil sludge adalah sebesar 68,85% dimana merupakan nilai yang tinggi menunjukkan kandungan mineral yang tinggi pula. Dimana ini tidak berpengaruh selama nilai stabilitasnya masih memenuhi standar Spesifikasi Bina Marga tahun 2010 Revisi 3.
DAFTAR PUSTAKA Armi, S.R. 2015. Karakteristik Campuran Beraspal Jenis (Asphalt Concrete Binder Coarse) AC-BC Menggunakan Pasir Alam Kampar Dengan Pengujian Marshall Berdasarkan Spesifikasi Bina Marga 2010. Skripsi Sarjana. Fakultas Tenik Universitas Riau, Pekanbaru. Bina Marga. 2003. RSNI-M-01. Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat Marshall. Jakarta: Pustran Balitbang Pekerjaan Umum Bina Marga Revisi 3. 2010. Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal Panas pada Spesifikasi Umum Jalan dan Jembatan Edisi 2010. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Marga. Hermadi, M., Ronay, Y., Yamin, A, 2015. Pemanfaatan Oily-Sludge Sebagai Bahan Peremajaan Buton Rock Asphalt Untuk Campuran Dingin. Jurnal JalanJembatan Vol. 32, No. 1, April 2015. _______, 1999. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun , PP No. 85 Tahun 1999 Jo. PP 18 Tahun 1999. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. _______, 2014. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun , PP No. 101 Tahun 2014. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Mizwar, A., Rohman, T., Bakhtiar, 2012. Pemanfaatan Limbah Lumpur Berminyak Melalui Proses Stabilisasi/Solidifikasi dengan Semen Untuk Pembuatan Bata Beton Bertulang. Jurnal PURIFIKASI ISSN 1411-3465, vol. 13(2), 9-16. 8
PT. Chevron Pacific Indonesia. 2015. Studi Stabilisasi dan Solidifikasi Tanah Terkontaminasi Minyak Mentah. Riau. Putra, N.G.2016. Pemanfaatan Limbah Oil Sludge Untuk Campuran Beraspal Jenis Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton) Dengan Pengujian Marshall. Proposal Tugas Akhir Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru. Sukirman, S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta: Granit. Tamboesai, M., Emrizal. Kajian Geokimia Molekular Minyak Bumi Sumur Produksi, Duri, Langgak dan Minas, Riau. Prosding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN:978-979-028-550-7, Februari 2012. Zubaidy, A. H. A. I., Al-tamimi, K. A, 2014. Prodiction of Sustainable Pavement with Oil Sludge. Jurnal Jalan-Jembatan Vol. 32, No. 1, April 2015.
Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2 Oktober 2017
9