Material
PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILENA SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA CAMPURAN LASTON TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL (105M) Anita Rahmawati1 dan Rama Rizana2 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY, 55183 Email:
[email protected] 21 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY, 55183 Email:
[email protected]
ABSTRAK Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dalam beberapa dekade terakhir berbanding lurus dengan peningkatan jumlah konsumsi berbagai sumber daya alam. Hal ini berimplikasi pada timbulnya permasalahan alam, khususnya penggunaan agregat alam yang semakin lama semakin meningkat, terlebih di bidang konstruksi bangunan Teknik Sipil. Sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian untuk mencari alternatif material atau bahan pengganti agregat alam tersebut. Salah satu material yang bisa digunakan adalah limbah plastik yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Polipropilena (PP). Limbah plastik banyak dihasilkan setiap tahunnya namun sedikit yang dapat dimanfaatkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan PP sebagai pengganti agregat dalam campuran Lapis Aspal Beton (Laston) ditinjau dari karakteristik Marshall dengan menggunakan tiga persentase kadar aspal, yakni 5%, 6% dan 7% dan kadar PP yang digunakan adalah 0%, 2%, 5%, dan 10%. Masing-masing variasi dibuat sebanyak dua sampel (duplo). Dari pengujian Marshall yang dilakukan didapatkan hasil bahwa penggunaan PP cenderung meningkatkan nilai stabilitas, kelelehan, VIM, VMA dan Marshall Quotient (MQ). Adapun nilai VFA cenderung menurun seiring dengan penambahan kadar PP yang digunakan. Kata kunci: pengaruh, polipropilena, pengganti agregat, Laston, karakteristik Marshall
1.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dalam beberapa dekade terakhir berbanding lurus dengan peningkatan jumlah konsumsi berbagai sumber daya alam. Salah satunya adalah polimer atau plastik. Plastik telah menjadi salah satu hal yang berperan dalam kehidupan kita. Seperti banyaknya peralatan terbuat dari plastik. Jumlah ini meningkat sebesar 24,4% selama kurun waktu 4 tahun. PlasticsEurope.com mencatat konsumsi plastik di dunia pada tahun 2010 mencapai angka 562,2 miliar pon atau setara dengan 255 miliar kilogram. Biasanya limbah plastik itu terbuang percuma atau didaur ulang untuk dibuat berbagai kerajinan. Padahal sebenarnya ada manfaat lain dari limbah plastik tersebut. Salah satunya untuk konstruksi, seperti perkerasan jalan. Di beberapa negara maju, seperti negara-negara benua Eropa dan Amerika, jumlah plastik yang didaur ulang masih sangat sedikit. Sebagai contoh, Jerman yang mempunyai persentase jumlah plastik yang didaur ulang terbesar di Eropa Barat saja hanya sebesar 27,1%. Sedangkan negara lainnya mempunyai persentase berkisar antara 0 hingga 15%. (Harper, 2003) Di sisi lain, masalah yang timbul terkait dengan konstruksi adalah menipisnya persediaan agregat, seperti batu kerikil dan pasir. Agregat tersebut tidak hanya digunakan untuk perkarasan jalan saja, tetapi juga untuk proyek konstruksi lain, seperti pembuatan gedung-gedung bertingkat, perumahan dan bendungan. Pemanfaatan limbah plastik untuk perkerasan jalan yang sering dilakukan di antaranya limbah plastik sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas aspal (asphalt modifier) seperti yang dilakukan oleh Al-Hadidy dan Qiu (2008). Dalam penelitian tersebut, digunakan low density polyethylene (LDPE) yang dicampurkan dalam aspal dengan komposisi 0%, 1%, 3%, 5% dan 7%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penambahan LDPE dapat meningkatkan angka stabilitas campuran perkerasan jalan.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M - 81
Material
Al-Hadidiy (2009) melakukan penelitian tentang evaluasi perkerasan jalan dengan memodifikasi aspal yang ditambahkan polipropilena. Salah satu kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan penambahan polipropilena pada aspal dapat meningkatkan stabilitas campuran bahan perkerasan jalan. Tapkin (2006) telah melakukan studi tentang pengaruh serat polipropilena terhadap performa aspal. Dari studi tersebut didapatkan penambahan serat polipropilena terhadap aspal dapat meningkatkan angka stabilitas.
2.
LINGKUP PENELITIAN
Limbah plastik yang digunakan dalam penelitian ini berfungsi sebagai pengganti sebagian aggregate alam yang digunakan. Limbah plastik yang digunakan adalah jenis Polipropilena yang berasal dari sebuah pabrik di Solo. Komposisi limbah plastik Polipropilena yang digunakan adalah 0%; 2%; 5% dan 10% dari berat total campuran agregat, yakni sebesar 1200 gram, sedangkan variasi aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%; 6%; dan 7% dari berat total campuran, yakni sebesar 1200 gram. Pengujian aspal dan agregat yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pedoman dari Bina Marga yang merujuk pada standar yang dikeluarkan oleh American Society for Testing and Materials (ASTM), meliputi pengujian berat jenis, keausan agregat dan penyerapan air.
3.
HASIL PENGUJIAN
Karakteristik agregat alam Hasil dari pengujian terhadap sifat-sifat fisik agregat ditunjukkan dalam Tabel 1. berikut ini.
No.
Jenis Pemeriksaan
1 2 3 4 5
Berat Jenis Bulk Berat jenis Apparent Berat jenis efektif Penyerapan Pengujian Abrasi
1 2 3 4
Berat Jenis Bulk Berat jenis Apparent Berat jenis efektif Penyerapan
Tabel 1. Hasil pengujian sifat-sifat fisik agregat Spesifikasi Pengujian Satuan Hasil Minimal Maksimal I. Agregat Kasar 2,329 2,501 2,5 2,398 % 2,95 3 % 29 40 II. Agregat Halus 2,432 2,507 2,5 2,462 % 1,330 3
Standar SNI 03-1969-1990 SNI 03-1969-1990 SNI 03-1969-1990 SNI 03-1969-1990 SNI 03-2417-1991 SNI 03-1979-1990 SNI 03-1979-1990 SNI 03-1979-1990 SNI 03-1979-1990
Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa agregat yang digunakan pada penelitian ini, memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bina Marga, sehingga agregat tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar campuran aspal dari penelitian ini.
Karakteristik limbah plastik polipropilena Berdasarkan pengujian titik leleh, kepadatan dan kehilangan berat pada limbah plastik jenis Polipropilena yang dilakukan didapatkan hasil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
No. 1. 2. 3.
Tabel 2. Hasil pengujian limbah plastik polipropilena Hasil Jenis Pengujian I II Titik Leleh (Melting Point) 160 Kepadatan (Density) 0,817 0,797 Kehilangan Berat (LoH) 1,601 -
Satuan °C gr/mL %wt
Karakteristik aspal Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam sehingga sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa di laboratorium dan aspal yang memenuhi syarat dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan. Hasil-hasil pemeriksaan aspal diberikan dalam Tabel 3 berikut ini. Dari tabel dapat dilihat bahwa aspal yang digunakan dalam studi ini memenuhi spesifikasi pengujian.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M - 82
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
No 1 2 3 4 5 6
Jenis Pemeriksaan Penetrasi (25º, 5 dt, 100 gr) Titik Lembek Titik Nyala Daktilitas Berat Jenis Kehilangan Berat
Tabel 3. Hasil pengujian aspal Spesifikasi Hasil rataPengujian Satuan rata Min Maks
Standar
0,1 mm
65,5
60
79
SNI 06-2456-1991
ºC ºC cm gr/cm3 % berat
42,25 250 116 1,011 0,67
48 200 100 1 -
58 0,8
SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2441-1991 SNI 06-2440-1991
Hubungan antara kadar aspal dan stabilitas Nilai stabilitas digunakan sebagai parameter untuk mengukur ketahanan terhadap kelelehan plastis dari suatu campuran aspal atau kemampuan campuran untuk menahan deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas. Nilai stabilitas untuk masing-masing variasi campuran dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 1.. Tabel 4. Nilai stabilitas untuk masing-masing campuran Kadar Aspal Stabilitas (kg) (%) 0% PP 2% PP 5% PP 10% PP 1051,15 1184,59 3133,43 4900,77 5 994,289 1194,14 3318,04 5870,61 6 1066,40 1377,83 3076,32 5288,13 7 )A./696A.@84
74&1
74&1
74&1
&& Gambar 1. Hubungan kadar PP dengan stabilitas Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa semua variasi yang menggunakan campuran PP memenuhi spesifikasi. Dari berbagai variasi kadar aspal dapat dilihat bahwa dengan peningkatan Persentase penggunaan PP mempunyai kecenderungan nilai stabilitas juga akan meningkat. Hal ini bisa terjadi karena PP pada saat pencampuran dan pemadatan sebagian ada yang mengalami kelelehan, sehingga ikatan antar agregatnya menjadi semakin kuat hal ini mengakibatkan campuran mempunyai nilai stabilitas yang tinggi. Stabilitas tertinggi dicapai oleh campuran dengan kadar aspal 6% dan PP 10%., yakni sebesar 5870,61 kg, sedangkan nilai stabilitas terendah pada campuran dengan kadar aspal 6% dan PP 0% sebesar 994,289 kg.
Hubungan antara kadar aspal dan kelelehan (flow) Nilai kelelehan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain gradasi, kadar aspal, bentuk dan permukaan agregat. Kelelehan yang ditunjukkan oleh arloji kelelehan merupakan sifat yang menyatakan besarnya deformasi vertikal benda uji. Hasil kelelehan ditunjukkan dalam Tabel 5 dan Gambar 2. Tabel 5. Nilai kelelehan untuk masing-masing campuran Kadar Aspal Kelelehan (mm) (%) 0% PP 2% PP 5% PP 10% PP 3,0 3,4 4,175 3,95 5 2,7 3,5 5,35 4,4 6 2,7 4,2 4,675 4,4 7
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M - 83
Material
!292925.;::
74&1
74&1
74&1
&& Gambar 2. Hubungan antara kadar PP dan nilai kelelehan (flow) Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa penggunaan PP dalam campuran Laston dapat meningkatkan nilai kelelehan. Semakin banyak PP yang digunakan sebagai pengganti agregat, maka kelelehan campuran tersebut semakin tinggi nilainya (Tabel 5). Nilai kelelehan tertinggi terjadi pada campuran yang menggunakan 5% PP dan kadar aspal 6%,yakni sebesar 5,35 mm, sedangkan nilai terendah terjadi pada campuran tanpa menggunakan PP dan kadar aspal 6% dan 7%, yaitu sebesar 2,7 mm Semakin banyak kadar PP yang ditambahkan, semakin tinggi nilai kelelehan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena ada sebagian PP yang meleleh pada saat pencampuran dan pemadatan, sehingga ada sebagian PP yang mengisi rongga-rongga antar agregat yang mengakibatkan rongga udaranya semakin kecil, dan kerapatan campuran semakin meningkat. Peningkatan nilai kelelehan terjadi hingga pada kadar PP 5%, kemudian mengalami penurunan pada penggunaan PP sebanyak 10%.
Hubungan antara kadar aspal dan void filled with aspalt (VFA) Nilai VFA ditentukan dari jumlah VMA dan rongga udara di dalam campuran.VFA adalah persentase dari VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Nilai VFA meningkat dengan penambahan kadar aspal (Sukirman,1999). Rongga dalam campuran terjadi akibat adanya ruang sisa antar butiran penyusun campuran. Rongga ini dalam kondisi kering akan diisi oleh udara dan dalam kondisi basah akan diisi oleh air. Karena bersifat alkalis, udara dan air akan mempercepat oksidasi dan pelarutan aspal residu dalam campuran. Akibatnya dalam jangka panjang, campuran akan mengalami defisit kandungan aspal residu. Hasil nilai VFA dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 3 berikut.
,
Tabel 6. Nilai VFA untuk masing-masing campuran Kadar Aspal VFA (%) (%) 0% PP 2% PP 5% PP 10% PP 64,067 55,527 53,254 49,508 5 67,135 65,630 61,602 60,234 6 74,455 72,315 64,440 50,827 7
74&1 74&1 74&1
&& Gambar 3. Hubungan antara kadar PP dan VFA
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M - 84
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai VFA cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan PP dalam campuran Laston. Penurunan VFA yang terjadi, dimungkinkan karena dengan penambahan PP akan mengakibatkan semakin banyaknya PP yang mengalami kelelehan dan masuk ke rongga yang ada sehingga aspal yang digunakan menjadi berlebih dan mengakibatkan terjadinya bleeding. Nilai VFA tertinggi pada campuran dengan menggunakan 0% PP dan kadar aspal 7% yakni sebesar 74,455%, sedangkan nilai VFA terendah pada campuran dengan 10% PP dan kadar aspal 5%, yakni sebesar 49,508%.
Hubungan antara kadar aspal dan void in the mix (VIM) Nilai VIM menunjukkan presentase volume rongga terhadap volume total campuran setelah dipadatkan. VIM digunakan untuk mengetahui besarnya rongga campuran, sedemikian sehingga rongga tidak terlalu kecil (menimbulkan bleeding) atau terlalu besar (menimbulkan oksidasi/ penuaan aspal dengan masuknya udara). Nilai VIM mengalami penurunan dengan penambahan kadar aspal hingga mencapai rongga udara dalam campuran minimum (Lavin,2003). Hasil nilai VIM dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 4.
,#
Tabel 7. Nilai VIM untuk masing-masing campuran Kadar Aspal VIM (%) (%) 0% PP 2% PP 5% PP 10% PP 5,737 7,996 8,699 10,093 5 5,874 6,293 7,361 7,845 6 4,758 5,293 7,479 12,413 7
74&1 74&1 74&1
&&
Gambar 4. Hubungan antara kadar PP dan VIM Dari Gambar 4 nilai VIM cenderung meningkat seiring dengan penambahan PP yang digunakan. Nilai VIM berpengaruh terhadap nilai dari durabilitas, dimana semakin besar nilai VIM menunjukan campuran bersifat keropos (porous). Proses ini mengakibatkan udara dan air mudah masuk ke dalam lapis perkerasan sehingga berakibat meningkatkan proses oksidasi yang dapat mempercepat penuaan aspal. Nilai VIM yang terlalu kecil akan sangat mempengaruhi perkerasan jalan mengalami kegemukan (bleeding) jika temperatur meningkat. Spesifikasi dari VIM berkisar antara 3 % - 6 %. Nilai VIM tertinggi pada campuran dengan kadar aspal 7% dan 10% PP, yakni sebesar 12,413%, sedangkan nilai terendah pada campuran dengan kadar aspal 5% dan 0% PP sebesar 4,758%.
Hubungan antara kadar aspal dan void in the mineral asphalt (VMA) VMA adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). Volume rongga yang terdapat di antara partikel agregat suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan, yaitu rongga udara dan volume kadar aspal efektif, yang dinyatakan dalam persentase terhadap volume total benda uji. Peran VMA penting di dalamnya untuk membuat ruang yang cukup bagi aspal untuk membuat campuran mempunyai durabilitas yang baik. Jika nilai VMA terlalu besar, akan dibutuhkan aspal dalam jumlah yang berlebihan untuk mengurangi rongga udara sehingga sesuai standar yang disyaratkan. Jumlah aspal yang berlebihan di dalam campuran juga dapat membuat stabilitas campuran terganggu (Lavin, 2003). VMA atau yang lebih dikenal dengan rongga dalam agregat merupakan salah satu parameter penting dalam perancangan campuran aspal, karena pengaruhnya terhadap ketahanan dari campuran aspal. VMA menunjukkan banyaknya aspal dari rongga yang terisi aspal (dalam persen). Nilai hasil pengujian VMA ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 5.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M - 85
Material
Tabel 8. Nilai VMA untuk masing-masing campuran Kadar Aspal (%) 5 6 7
VMA (%) 2% PP 5% PP 17,978 18,605 18,238 19,171 19,082 20,950
0% PP 15,964 17,873 18,625
10% PP 19,848 19,593 25,165
,#
74&1
74&1
74&1
&& Gambar 5. Hubungan antara kadar PP dan VMA Nilai minimum VMA adalah untuk menghindari banyaknya rongga udara yang menyebabkan material menjadi berpori. Rongga pori dalam mineral agregat tergantung pada ukuran butir, susunan, bentuk dan metode pemadatan. Nilai VMA mengalami kenaikan yang cukup signifikan akibat dari penambahan dan penggantian bahan pengisi ASP. Dari Tabel 8 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa untuk nilai dari keseluruhan sampel nilai VMA cenderung mengalami peningkatan seiring dengan penambahan PP. Nilai VMA tertinggi dicapai pada campuran menggunakan aspal 7% dan 10% PP, yakni sebesar 25,165%, sedangkan nilai terendah pada campuran dengan aspal 5% dan 0% PP sebesar 15,964%.
Hubungan antara kadar aspal dan marshall quotient (MQ) MQ adalah hasil bagi dari stabilitas dengan kelelehan yang dipergunakan untuk pendekatan terhadap tingkat kekakuan atau kelenturan campuran, dinyatakan dalam kN/mm (Sukirman,1999). Nilai MQ merupakan pendekatan terhadap tingkat kekakuan dan fleksibel suatu campuran. Campuran dengan nilai MQ rendah, menunjukkan campuran bersifat fleksibel, namun mempunyai kecenderungan mudah mengalami deformasi yang besar pada saat menerima beban. Hal sebaliknya terjadi jika nilai MQ campuran terlalu tinggi. Hasil untuk pengujian MQ tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 6.
#'84 ::
Tabel 9. Nilai MQ untuk masing-masing campuran Kadar Aspal Marshall Quotient (kg/mm) (%) 0% PP 2% PP 5% PP 10% PP 350,383 348,409 750,523 1240,700 5 368,255 341,184 620,195 1334,230 6 394,963 328,054 658,078 1201,848 7
74&1 74&1 74&1
&&
Gambar 6. Hubungan antara kadar PP dan MQ Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M - 86
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
MQ dihitung sebagai rasio dari stabilitas terhadap kelelehan yang digunakan sebagai indikator kekakuan campuran. Nilai MQ yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, yakni 250 kg/mm. Dari hasil perhitungan (Tabel 5.8) dan Gambar 6 didapatkan nilai MQ cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya PP yang digunakan.
4. KESIMPULAN Pertumbuhan pesat jumlah penduduk yang diiringi dengan peningkatan jumlah konsumsi berbagai hal, seperti penggunaan agregat alam dalam bidang konstruksi sudah seharusnya dicarikan solusi untuk mendapatkan agregat alternatif. Selain itu, konsumsi plastik yang menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar tidak berbanding lurus dengan pemanfaatan limbah plastik. Penelitian ini mencoba menggunakan limbah plastik jenis Polipropilena (PP) sebagai pengganti sebagian agregat untuk campuran Lapis Aspal Beton (Laston) dalam kadar 0%, 2%, 5% dan 10% dengan menggunakan aspal 5%, 6% dan 7%. Penggunaan PP pada jenis ini memberikan pengaruh pada campuran Laston terhadap berbagai karakteristik Marshall, yakni untuk nilai stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, MQ cenderung mengalami peningkatan, sedangkan nilai VFA cenderung mengalami penurunan.
DAFTAR PUSTAKA Al-Hadidy, A.I dan Qiu, T.Y., (2008). Effect of polyethylene on life flexible pavements, Construction and Building Materials, Vol. 23 : 1456-1464. Al-Hadidy, A.I dan Qiu, T.Y., (2009). Mechanistic approach for polypropylene-modified flexible pavements, Construction and Building Materials, Vol. 30:1133-1140 ASTM, (2005). Standard Test Method for Concrete and Aggregates. American Society for Testing and Materials International, Vol. 04 No. 02, West Conshohocken. ASTM, (2005). Standard Test for Road and Paving Materials. American Society for Testing and Materials International, Vol. 04 No. 03, West Conshohocken. Bina Marga (1995). Syarat Gradasi Bahan pengisi Campuran Aspal, Jakarta. Bina Marga, (1999). Pedoman Campuran Beraspal dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum Departemen Pekerjaan Umum (2006). Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya, Jakarta. Harper, C.A., (2003). Handbook of Plastics Technologies, New York : Mc. Graw-Hill. Lavin, P.G., (2003). Asphalt Pavement, New York : Spon Press. Sukirman, S., (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya, CV. Nova Bandung. Tapkin, S., (2007). The effect of polypropylene fibers on asphalt performance. Building and Environment, Vol. 43, No. 6 : 1065-1071
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M - 87